Cerita Romantis Dewasa Mengharukan : PB 15 Tamat

AliAfif.Blogspot.Com -
Cerita Romantis Dewasa Mengharukan : PB 15 Tamat
Cerita Romantis Dewasa Mengharukan : PB 15 Tamat
Ding Tao buru-buru menghibur pemuda itu, ―Maafkan kami Meng Ho, jika kami tertawa karena pertanyaanmu. Jangan berkecil hati, bukan salahmu, kami semua dulu juga pernah berpikir untuk menjadi pendekar tanpa tanding. Setelah belasan bahkan puluhan tahun kami berlatih, ternyata kami belum juga menjadi pendekar tanpa tanding, itu sebabnya kami tertawa.‖
Khongti ikut menjawab, ―Benar, menjadi pendekar tanpa tanding bukanlah hal yang mudah. Kau berlatih bertahun-tahun dan berpikir kau sudah menjadi lebih kuat, itu mungkin memang benar, tapi orang lain pun juga berlatih sama kerasnya atau bahkan lebih keras dari dirimu. Perompak-perompak itu pun berlatih dan berlatih, bahkan mungkin karena pilihan jalan hidup mereka, mereka punya kesempatan lebih banyak untuk bertarung daripada dirimu.‖
2735
Meng Ho tampak kecewa, ―Jadi… menurut tuan-tuan ini, tidak mungkin bagi diriku menjadi seorang pendekar yang hebat?‖
Khongti tertawa, ―Tidak juga, bukan begitu maksudku, untuk menjadi pendekar nomor satu. Pertama kau harus punya bakat yang baik. Kedua kau harus mau berlatih dengan keras hampir seluruh waktumu harus kau gunakan untuk berlatih. Itu artinya hanya ada sedikit waktu untuk hal-hal lain, termasuk untuk mengurus penghidupanmu sendiri.‖
―Ketiga, kau harus punya nasib yang baik. Nasib yang baik artinya kau bertemu dengan guru yang baik dan juga kau tidak bertemu lawan yang tangguh sebelum kau berhasil mematangkan ilmumu.‖
Ding Tao kemudian menambahkan, ―Lalu setelah kau melalui itu semua, dari mana kau tahu bahwa kau sudah menjadi pendekar tanpa tanding? Atau dari mana orang akan tahu kehebatanmu? Kau pun kemudian mulai mencari lawan untuk kau kalahkan. Mungkin dengan mendatangi sarang penjahat, atau mungkin dengan menantang bertarung pendekar lain yang sudah memiliki nama. Jika kau cerdik dalam memilih lawan, maka kemenangan demi kemenangan akan kau raih dan namammu pun akan menjadi terkenal.‖
2736
Khongti dan yang lain sudah mulai mengerti ke arah mana pembicaraan ini akan pergi, karenanya Khongti pun menyambung perkataan Ding Tao, ―Nah, setelah kau berhasil memupun namamu, maka kau pun harus bersiap-siap, karena akan datang anak muda lain yang juga ingin memiliki nama besar dan mereka akan menantangmu bertarung.‖
Hu Ban menambahkan, ―Pada saat itu, jangan kau berpikir untuk pergi mengalahkan penjahat dan menolong orang. Karena tanpa melakukan itu pun lawan demi lawan sudah mengantri untuk bertarung denganmu.‖
―Atau bisa juga kau mendirikan satu partai, sehingga kau memiliki bawahan dan kau tidak perlu turun tangan sendiri untuk melawan setiap orang yang ingin menantang dirimu.‖, ujar Chen Taijiang seakan memberi jalan keluar.
―Tapi itu artinya ada lebih banyak mulut untuk diberi makan, ada lebih banyak orang untuk diberi pakaian. Kau juga perlu rumah yang besar, kau perlu memastikan setiap anak buahmu merasa senang berada di bawah pimpinanmu. Tentu saja itu artinya kau perlu punya usaha yang cukup besar untuk mendapatkan uang yang sangat banyak.‖, sambung Ding Tao sambil mengenang betapa dia dulu sudah pernah sampai di
2737
sana dan bodohnya tak pernah terpikirkan tentang semua hal itu sebelumnya.
―Itu belum cukup, karena kau harus terus berlatih dengan keras, jika tidak bisa jadi akan datang lawan dan tidak seorangpun dari anak buahmu bisa melawannya. Atau lebih buruk lagi, ada di antara bawahanmu yang nantinya memiliki ilmu lebih tinggi darimu dan memancing timbulnya pengkhianatan.‖, sambung Wang Shu Lin yang mulai ikut menikmati percakapan mereka ini.
Mendengar panjang lebar pembicaraan mereka, Meng Ho jadi sakit kepala. Pertama sebelum dia menjadi pendekar tangguh dia tidak bisa berkelana ke kota-kota besar, hanya berkelana di hutan-hutan dan desa-desa kecil. Lalu apa bedanya dengan kehidupan dia sekarang ini? Padahal dia membayangkan jika terjun ke dalam dunia persilatan dan menjadi pendekar, itu artinya dia bisa keluar dari kehidupannya sebagai petani yang terasa membosankan ini. Melihat kota-kota besar dan keramaian, dipuji dan disanjung orang. Lalu setelah mematangkan ilmunya, pujian dan sanjung puji itu tidak datang dengan sendirinya. Dia harus mempertaruhkan nyawa untuk mendapat nama besar. Setelah mendapatkan pun bukan
2738
berarti dia bisa menikmati hasil usahanya, karena ancaman demi ancaman masih akan datang.
Pemuda itu pun menggeleng-gelengkan kepala, ―Ah.. apakah tuan-tuan ini bersenda gurau denganku saja…‖
―Hahaha, apakah kami hanya sekedar mempermainkanmu atau tidak, apakah tidak bisa kaupikirkan sendiri. Coba renungkan, adakah perkataan kami itu masuk akal atau tidak.‖, jawab Khongti sembari tertawa ramah.
Cukup lama juga Meng Ho terdiam dan berpikir, ―Kupikir tuan-tuan memang mempermainkanku, tapi maksud tuan-tuan itu baik, untuk menunjukkan keadaan dunia persilatan yang sebenarnya.‖
Jawaban Meng Ho itu membuat mereka semua merasa kagum, pemuda tanggung itu rupanya punya pemikiran yang cukup lumayan.
―Baguslah kalau kau mengerti.‖, ujar Ding Tao sambil menepuk-nepuk pundak pemuda itu.
2739
―Tuan… kalau dunia persilatan sekeras itu, mengapa banyak orang masuk ke dalamnya? Kenapa pula tuan-tuan menjadi pendekar?‖, tanya Meng Ho tiba-tiba.
―Hmm… ada banyak yang masuk ke dalam dunia persilatan karena sedari awal keluarga mereka sudah menjadi bagian dari dunia persilatan. Ada pula yang tertarik mempelajari ilmu silat karena suka, seperti ada juga orang yang menyukai catur atau memancing.‖, jawab Ding Tao.
―Ada juga yang memulainya karena dendam, mungkin ada anggota keluarga yang terbunuh oleh orang-orang persilatan dan mereka ingin membalasnya.‖, ujar Wang Shu Lin.
―Ada juga yang ingin mendapatkan nama besar dan melihat dunia persilatan sebagai jalannya.‖, ujar Zhu Yanyan.
―Atau mereka ingin kaya lewat jalan yang cepat, menjadi perampok bisa jadi pilihan jika imanmu tipis‖, sambung Khongti.
―Bisa juga karena pekerjaanmu membuatmu sering berkelana, dan kau ingin belajar ilmu silat untuk melindungi dirimu sendiri sepanjang perjalanan. Jadi kau lihat Meng Ho, ada banyak alasan mengapa seseorang masuk ke dalam dunia persilatan. Tidak ada yang salah dengan belajar ilmu silat, yang penting
2740
kau tahu benar untuk apa dan mengapa.‖, ujar Zhu Yanyan memberi nasehat.
―Menurut tuan, jika aku ingin menjadi pendekar nomor satu, apakah itu alasan yang tepat?‖, tanya Meng Ho setelah mendengar itu semua.
―Tidak ada yang bisa mengatakan alasan mana yang lebih baik, meski secara pribadi aku lebih cenderung mengatakan, mempelajari ilmu silat untuk melindungi diri sendiri dan orang lain adalah alasan yang paling tepat. Sementara menjadi pendekar nomor satu adalah jalan yang paling sukar dan paling berdarah yang mungkin bisa dipilih seseorang.‖, ujar Ding Tao sambil menghela nafas.
Meng Ho pun bertanya kembali, ―Tuan, lalu tentang kisah-kisah kepahlawanan dari para pendekar yang sering diceritakan tukang keliling, apakah itu benar nyata?‖
Ding Tao tersenyum, bukankah dia dulu juga suka mendengarkan cerita para pendekar dari tukang cerita keliling, ―Ada yang benar, ada yang tidak benar dan ada pula yang tidak tepat benar. Kau boleh mengambil pelajaran yang baik dari cerita-cerita itu, tapi jangan langsung percaya jika kau belum
2741
mengerti sendiri pokok persoalannya. Banyak kejadian dalam dunia persilatan yang harus diselidiki benar-benar, jika kita mau tahu duduk persoalan yang sebenarnya.‖
―Apakah tuan-tuan ada mengenal seorang pahlawan yang benar-benar dalam dunia persilatan?‖, tanya Meng Ho dengan wajah ingin tahu.
―Hahaha, kenapa kau bertanya demikian pada kami, kau kan baru saja bertemu dengan kami, bagaimana jika ternyata kami ini sebenarnya sekelompok orang jahat?‖, ujar Khongti sambil tertawa terbahak-bahak.
Meng Ho pun menjawab dengan malu-malu, ―Kukira itu tidak mungkin, tuan-tuan ini tentu orang baik. Sikap tuan ramah dan tidak menakutkan, pula berwajah penuh wibawa, tampan dan cantik.‖
Mendengar jawaban Meng Ho tertawalah mereka semua, apalagi Khongti, tertawanya paling keras, sambil menunjuk ke arah Chen Taijiang dia tertawa dan berkata terputus-putus, diselingi oleh tawa, ―Dia bilang kita berwajah tampan, hahaha, wajah seperti itu… hahaha, tampan, hahaha, penuh wibawa...‖
2742
Chen Taijiang tentu saja memasang wajah cemberut, ―Hmm… kau saja yang tidak bisa menilai ketampanan orang. Bunga peoni kau bilang buruk, tai kerbau kau bilang harum.‖
Mendengar jawaban dan raut muka Chen Taijiang, yang lain pun tertawa, termasuk Meng Ho ikut pula tertawa.
―Sudahlah… sudah, jangan diteruskan lagi‖, ujar Zhu Yanyan setelah mereka puas tertawa.
―Meng Ho, pelajaran pertama yang harus kau ingat baik-baik jika kau mau terjun ke dalam dunia persilatan. Jangan kau terlalu lekas percaya pada orang, meski jangan pula kau terlalu cepat menghakimi seseorang. Kau harus memiliki sikap waspada dan pemikiran yang terbuka. Kau harus pintar memilah untuk tahu, mana yang memang benar-benar kau ketahui sendiri dan mana yang masih merupakan kemungkinan atau sekedar kesan.‖, ujar Zhu Yanyan dengan serius.
Meng Ho pun mendengarkannya dengan baik-baik, kemudian menjawab, ―Ya, aku mengerti tuan. Dari jawaban tuan-tuan sekalian, semakin kuat dugaanku bahwa tuan-tuan sekalian tentu termasuk mereka yang baik. Jika tidak tuan-tuan akan memanfaatkan kebodohanku dan membuatku semakin yakin
2743
bahwa tuan-tuan ini baik. Tapi kenyataannya tuan-tuan justru menasehatiku untuk bersikap waspada dan menilai tuan-tuan dengan lebih berhati-hati.‖
―Hahaha, kau sungguh anak yang pintar, pemikiranmu itu ada benarnya juga. Yang penting gunakan mata, telinga dan otakmu untuk mencerna segala sesuatunya dengan jelas.‖, ujar Zhu Yanyan.
Meng Ho pun merasa senang, dipandangnya wajah Zhu Yanyan yang berwibawa dan terlihat bijak, jenggotnya dan rambutnya yang berwarna putih, maka dia pun berkata, ―Tuan, benarkah jika kukatakan tuan adalah yang paling hebat di antara tuan-tuan sekalian?‖
―Ho… mengapa kau berkata demikian?‖, jawab Zhu Yanyan balik bertanya.
―Karena tuan yang terlihat paling tua dan bijaksana‖, jawab Meng Ho tanpa ragu lagi.
―Hahahaha, tentang tua kau memang benar, aku yang tertua, tapi sesungguhnya bukan aku yang ilmunya paling tinggi di antara kami berdelapan.‖, jawab Zhu Yanyan sambil tertawa lebar.
2744
―Oh… benarkah? Lalu siapa yang paling tinggi ilmunya di antara tuan-tuan sekalian?‖, tanya Meng Ho dengan heran.
―Apakah tuan yang seperti raksasa ini?‖, tanya dia sambil menunjuk ke arah Pang Boxi.
―Hahaha, kau masih salah‖, jawab Pang Boxi sambil tertawa.
―Kalau begitu siapa?‖, tanya Meng Ho dengan bingung.
―Heh… kalau kau bertanya orangnya sendiri tentu tidak akan mengaku, jadi biar aku tunjuk saja orangnya. Nah inilah orang yang ilmunya paling tinggi di antara kami berdelapan.‖, ujar Khongti sambil tangannya menunjuk ke arah Ding Tao.
Meng Ho pun menatap Ding Tao penuh rasa kagum, membuat wajah Ding Tao memerah karena merasa malu.
―Apakah benar itu tuan?‖, Meng Ho bertanya pada Ding Tao.
―Ah…, tidak juga, ilmu silat sukar diukur, siapa yang lebih tinggi juga sulit dikatakan, setiap orang yang rajin tentu ilmunya akan terus bertambah, yang hari ini unggul, belum tentu tahun depan masih unggul. Menang kalah dalam satu pertarungan juga sangat dipengaruhi oleh keadaan sekitar. Yang menang ketika
2745
beradu di atas panggung, belum tentu menang ketika bertarung di atas perahu atau bahkan di dalam air.‖, jawab Ding Tap merasa tidak enak ditanya demikian.
Tapi jawaban Ding Tao itu justru membuat Meng Ho semakin yakin, maka dengan penuh keyakinan pemuda itu menjawab, ―Ah… tuan sangat merendah, sudah pasti memang benar tuanlah yang terhebat. Tuan begitu rendah hati, pula tuan bertubuh tinggi, tegap dan berwajah tampan. Sungguh tuan ini pastilah seorang pahlawan.‖
Mendengar perkataan Meng Ho itu, Khongti pun tertawa terbahak-bahak, ―Eh anak muda bagus sekali pandanganmu menilai orang. Kalau begitu bisakah kau menunjukkan siapa orang kedua terhebat dalam kelompok kami ini?‖
Dan tanpa ragu Meng Ho pun menunjuk ke arah Wang Shu Lin, ―Tentu saja nona ini, dia begitu cantik dan anggun, pasangan yang sesuai untuk tuan pahlawan.‖
Wang Shu Lin dan Ding Tao pun tersipu malu, sementara ke-enam guru Wang Shu Lin tertawa terbahak-bahak mendengar jawaban Meng Ho yang polos itu.
2746
Apalagi ketika Khongti menunjuk ke arah Chen Taijiang dan berkata, ―Bocah, itu artinya menurut cara penilaianmu tentu dialah yang berada di nomor terakhir.‖
―Hmm… mengapa pula kau selalau mengolok-olok wajahku‖, jawab Chen Taijiang dengan sedih.
―Hohoho, jadi akhirnya kau mengaku kalau wajahmu itu buruk?‖, kata Khongti.
―Tidak, siapa bilang begitu? Hanya saja di antara kita semua berdelapan yang semuanya tampan, gagah dan cantik ini. Memang wajahkulah yang terburuk. Tapi kalau dibandingkan dengan wajah tokoh-tokoh dunia persilatan yang ada, wajahku termasuk nomor tujuh yang tertampan.‖, jawab Chen Taijiang dengan cepat.
Olok-olok di antara mereka berdua ini membuat semuanya tertawa. Meng Ho pun tersadar, betapa dangkalnya cara dia berpikir tadi.
―Tuan, jika kita tidak bisa menentukan kehebatan seseorang dari luar, lalu dari mana kita tahu siapa yang hebat dan siapa yang tidak?‖, tanyanya kemudian setelah tawa mereka semua mereda.
2747
―Hmm…, jika kau sudah berlatih dan kepekaanmu semakin tinggi, kau bisa menilai ketenangan seseorang dari cara dia bernafas. Kau bisa melihat bagaimana lanngkah kakinya, apakah ringan atau berat. Mantap atau tidak seimbang. Bagaimana posisi tubuhnya, apakah banyak celah kelemahan atau rapat terlindungi. Tapi itu semua hanya memberi gambaran yang kasar, terkadang seorang yang ahli dengan sengaja menyembunyikan ciri-ciri tersebut dan berpura-pura seperti orang yang lemah. Kau baru bisa tahu hebat atau tidaknya dia setelah kau bertarung dengannya.‖, ujar Zhu Yanyan panjang dan lebar.
―Itu sebabnya, seseorang harus selalu rendah hati dan sopan, siapa pun yang sedang dia hadapi. Karena kau tidak pernah tahu.‖, ujar Khongti menyambung.
―Hmm dan sikap rendah hati, bukan saja karena rasa takut, tapi yang lebih penting adalah kerendahan hati itu timbul karena kau menyadari keberadaanmu sebagai manusia yang serba terbatas. Di atas langit masih ada langit, ini ucapan yang baik, mengingatkan kita untuk tidak menjadi sombong oleh kebisaan kita.‖, lanjut Chen Taijiang berusaha melengkapi nasehat-nasehat sebelumnya.
2748
―Apa yang diucapkan saudaraku itu benar, kau harus ingat itu baik-baik. Apa pun jalan yang kau pilih, siapa pun dirimu. Kerendahan hati adalah sifat yang baik dan sikap yang paling tepat dalam menghadapi segala keadaan.‖, ujar Khongti membenarkan.
Sambil bercakap-cakap dan bersenda gurau, perjalanan pun jadi terasa singkat.
―Lihat sepertinya kita sudah sampai di pusat desa.‖, ujar Hu Ban sambil melihat ke depan, di kiri dan kanan mereka sudah mulai terlihat rumah-rumah penduduk.
Melihat mereka sudah sampai di tujuan, Meng Ho terlihat sedikit kecewa.
―Ah… ya…, kita sudah sampai. Padahal masih banyak yang ingin kutanyakan.‖, keluhnya dengan sedih.
Ding Tao tertawa kecil melihat kekecewaan Meng Ho, ―Sudahlah, kau antar kami ke rumah kepala desa, nanti selesai kami minta ijin untuk tinggal di desa kalian, kami akan pergi pula ke rumahmu. Bisa kita sambung nanti percakapan kita. Bagaimana?‖
2749
―Benar tuan mau mampir ke rumahku?‖, tanya Meng Ho bersemangat.
―Tentu saja, kenapa tidak, masa kau tidak percaya?‖, jawab Ding Tao.
―Percaya, percaya, tentu saya percaya, ayolah aku antar ke rumah kepala desa, nanti aku akan minta ibu menyiapkan makanan dan minuman.‖, ujar Meng Ho dengan bersemangat.
―Hei, jangan sampai merepotkan ibumu‖, ujar Ding Tao sambil mengikuti Meng Ho yang sudah berjalan cepat ke rumah kepala desa, tak sabar dia untuk buru-buru pulang dan bertemu dengan ibu serta adik-adiknya, juga tetangga dan teman-temannya, kedatangan rombongan Ding Tao nanti benar-benar satu berita besar.
―Ah, tidak repot, tidak repot.‖, ujar Meng Ho sambil setengah berlari.
Ding Tao yang melihat itu jadi menggeleng-gelengkan kepala, dia sudah membuka mulut hendak mencegah Meng Ho, tapi Khongti menggamit tangannya sambil menggelengkan kepala.
2750
―Percuma dibilang apa juga. Dia tidak akan mendengarkan.‖, ujar Khongti pada Ding Tao.
Ding Tao pun tertawa kecut sambil mengangkat bahu, ―Ya, sudahlah, bukan maksudku merepotkan orang.‖
Kepala Desa Hotu, orangnya sudah berumur, tapi seperti penduduk desanya, dia pun orangnya ramah dan rendah hati. Namanya Li Su, biasa dipanggil Kepala desa Li. Bagi dia, rombongan Ding Tao sudah seperti rombongan seorang pejabat besar. Jarang-jarang ada rombongan dari cina daratan yang berkunjung ke desanya. Apalagi sampai delapan orang jumlahnya. Kebanyakan penduduk di Desa Hotu masih memiliki pertalian dengan bangsa Han, itu sebabnya mereka pun menaruh hormat pada Ding Tao dan yang lainnya, yang datang dari dalam perbatasan.
―Jadi, tujuan kalian ke mari untuk berobat pada tabib di desa kami?‖, tanya Kepala Desa Li.
―Kurang lebih begitu, yang pasti kami butuh beberapa informasi darinya, mungkin juga nantinya akan nyata juga bahwa ada dari kami yang memerlukan pengobatan.‖, jawab Zhu Yanyan.
2751
―Hmm… di desa ini Cuma ada Tabib Sheng, apakah dia orang yang kalian cari?‖, tanya salah seorang pembantu kepala desa yang ikut menemui mereka, namanya Bo Tu.
―Petunjuk yang kami terima hanya mengatakan bahwa kami harus menemui tabib di desa ini, jika di desa ini hanya ada satu tabib, berarti dialah orangnya.‖, jawab Zhu Yanyan.
―Ya… kalau begitu memang tidak ada lagi tabib lain di desa ini, ya hanya ada Tabib Sheng, tapi aku tidak tahu kalau ilmunya sehebat itu, sampai ada orang jauh-jauh datang untuk meminta bantuannya.‖, jawab Bo Tu sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
Zhu Yanyan pun tersenyum lebar, ―Ya… ada kalanya orang pintar justru mencari tempat sembunyi dan hidup dengan tenang sembari menutupi kepandaiannya.‖
―Ya bisa juga begitu, tapi memang selama ini setiap kali ada yang sakit dan pergi ke Tabib Sheng, kebanyakan tentu sembuh, kecuali memang sudah waktunya untuk berangkat menemui dewa Yama.‖, ujar Kepala desa Li.
2752
―Lalu apakah kalian akan tinggal di tempat Tabib Sheng atau hendak mencari tempat lain? Kira-kira berapa lama kalian akan tinggal di sini?‖, tanya Kepala desa Li.
Zhu Yanyan dan yang lainnya sudah pernah merundingkan hal ini, jadi Zhu Yanyan dengan cepat menjawab pertanyaan Kepala desa Li, ―Sebenarnya bisa dikatakan kami ini pelarian dari daratan, ada orang-orang yang mungkin akan mencari jejak kami, meski kami rasa mereka tidak akan m ampu mengikuti kami sampai di sini. Tapi itu sebabnya kami sudah sepakat, untuk tinggal di luar perbatasan desa, hanya pada saat-saat kami perlu bertemu Tabib Sheng atau perlu membeli sesuatu dari desa, kami akan datang.‖
Mendengar penjelasan Zhu Yanyan, mata Kepala desa Li dan Bo Tu sedikit membesar dan jantung mereka sedikit berdebar.
―Hmm… rupanya begitu, agak riskan juga situasinya, tapi aku senang kalian mau berterus terang, dari jawaban kalian itu artinya kalian pun tak mau menyusahkan kami. Kalian orang yang baik. Baiklah aku tidak keberatan, kalian bisa tinggal di utara desa ini, dengan begitu lebih mudah bagi kalian untuk menemui Tabib Sheng, juga di daerah itu hutan sudah mulai dibuka meski baru sedikit-sedikit. Jadi kalian dengan mudah
2753
bisa mendapatkan kayu untuk membangun rumah, kami pun akan ikut membantu. Tentu saja, hanya rumah yang sederhana saja. Sementara menunggu rumah itu siap, kalian bisa tinggal di rumahku, rumahku cukup besar untuk kalian ber-delapan.‖, ujar Kepala desa Li setelah berpikir beberapa lama.
Bo Tu yang mendengar keputusan Kepala desa Li ikut mengangguk-anggukkan kepala tanda setuju. Zhu Yanyan dan yang lain terlihat lega mendengar jawaban Kepala desa Li yang menyambut mereka dengan tangan terbuka.
―Terima kasih karena Kepala desa Li mau menerima kami dengan tangan terbuka‖, ujar Zhu Yanyan dengan sopan.
―Sama-sama, sama-sama, aku lihat kalian semua orang baik, yang aku harapkan dengan sungguh-sungguh adalah agar kalian benar-benar memperhatikan keadaan desa ini, agar rakyat desa ini tidak ikut terlibat dengan masalah yang kalian bawa. Seperti yang kalian lihat, kami hidup dengan damai, jauh dari kekerasan dan kuharapkan sampai nanti aku menutup mata keadaan desa ini tetap damai.‖, jawab Kepala desa Li.
Zhu Yanyan pun menganggukkan kepala dengan tulus, ―Kami mengerti, kami tidak akan membalas kebaikan kalian dengan
2754
keburukan. Pada saat yang paling mendesak pun kami akan memilih mengorbankan diri kami sendiri daripada penduduk desa ini.‖
―Ya… ya… aku mengerti, aku percaya itu, itu sebabnya kedatangan kalian kami terima dengan tangan terbuka.‖, ujar Kepala desa Li.
Selesai dengan meminta ijin pada Kepala desa Li, maka mereka pun beralih pada pembicaraan yang ringan-ringan, sebelum kemudian berpamitan.
―Jadi kalian mau ke rumah Meng Ho?‖, tanya Kepala desa Li.
―Benar, tadi kami sudah berjanji mau mampir dulu ke rumahnya, setelah kami selesai meminta ijin pada Kepala desa Li.‖, ujar Zhu Yanyan.
―Hohoho, dia memang seorang pemuda yang penuh semangat, aku yakin pembicaraan di rumahnya nanti bakal cukup menghibur. Mungkin nanti aku juga ikut mampir ke sana.‖, ujar Kepala desa Li sambil tertawa.
Selesai berpamitan, mereka pun bersama-sama mencari rumah Meng Ho. Tanpa banyak kesulitan mereka sampai di sana.
2755
Begitu sampai di sana, Ding Tao dan rombongannya cukup terkejut karena rumah Meng Ho sudah ramai dengan orang.
Sedikit bersungut-sungut, Meng Ho menyambut tamu-tamunya dan menjelaskan, ―Sudah kubilang pada ibu, jangan banyak cerita pada tetangga, ternyata tetap saja dia cerita. Jadinya mereka ikut datang, ingin melihat tamu desa ini. Sudah lama tidak ada pengunjung dari luar.‖
Ibunya yang sedang menghidangkan makanan dan minuman rupanya mendengar ucapan Meng Ho dan sambil tertawa keras dia berkata, ―A Ho, jangan asal buka mulut, kau sendiri menyombong ke teman-temanmu, sekarang mereka juga pada datang ingin mendengar cerita.‖
Melihat keramaian itu Khongti tertawa saja, ―Wah, rupanya kita bakal jadi bintang utama malam ini.‖
Meng Ho mempersilahkan mereka duduk sambil tersipu malu karena tidak mampu menjaga mulutnya. Tapi penduduk desa yang sudah cukup umur, dengan cepat membuat tamu-tamu mereka merasa betah dengan gurauan-gurauan ringan dan pertanyaan-pertanyaan mereka tentang keadaan di luar desa mereka. Dengan cepat terbentuk kelompok-kelompok kecil, ada
2756
yang suka mendengar cerita-cerita Khongti, Hu Ban dan Chen Taijiang. Ada yang memilih berbicara dengan Zhu Yanyan dan Pang Boxi. Ibu-ibu lebih banyak berkumpul di sekitar Shu Sun Er dan Wang Shu Lin. Sementara mereka yang seumuran dengan Meng Ho dan juga Meng Ho berkumpul di sekitar Ding Tao.
Tidak berapa lama, Kepala desa Li ikut pula datang dalam keramaian itu, dari cara penduduk memperlakukannya, jelas dia seorang kepala desa yang dihormati dan disukai oleh penduduknya. Pembicaraan itu pun berlangsung hangat, apalagi di kelompok Khongti yang pandai bicara, sebentar-sebentar tentu terdengar tawa mereka meledak. Tapi waktu terus berjalan dan hari pun makin larut, satu per satu tamu berpamitan.
Pada saat sudah mulai sepi, justru tiba-tiba datang seorang tamu yang memiliki arti penting buat Ding Tao dan rombongannya. Seorang tua dengan dandanan sederhana, wajahnya cekung saking kurusnya dia, tapi terlihat cerah dengan senyum yang tak pernah lepas dari bibirnya.
―Malam Kepala desa Li, Meng Ho…, apa kabar Bibi Wang …‖, satu per satu mereka yang ada di sana disapanya.
2757
―Tabib Sheng…, begitu ramainya rumah kami sampai kau pun datang ya?‖, ujar ibu Meng Ho sambil membawakan secangkir minuman untuk tabib tua itu.
Mendengar nama Tabib Sheng disebut, tentu saja Ding Tao berdelapan dengan sendirinya menoleh dan memperhatikan tamu yang baru datang.
Tabib Sheng pun tanpa berbasa-basi menyapa mereka dan berkata, ―Kudengar kalian datang arena ada keperluan denganku, apa benar?‖
Zhu Yanyan sebagai yang tertua pun maju dan menjawab, ―Benar sekali Tabib Sheng, sebenarnya kami datang diutus oleh Bhiksu Khongzhen dan Pendeta Chongxan.‖
Mendengar dua nama itu, mata Tabib Sheng tampak berkilat, ―Hmm… benarkah demikian? Menarik sekali, apakah mereka menitipkan suatu pesan?‖
―Tidak ada, kami hanya diperintahkan untuk menceritakan segala kejadian yang kami alami dan nantinya Tabib Sheng tentu tahu apa yang harus dilakukan.‖, jawab Zhu Yanyan dengan jujur.
2758
―Hmm..hmm… di mana nanti kalian akan tidur?‖, tanya Tabib Sheng.
―Kepala desa Li sudah menawari kami untuk menginap di rumahnya, sampai kami selesai membangun rumah untuk kami sendiri di luar batas desa.‖, jawab Zhu Yanyan.
―Oh…, mengapa demikian?‖, tanya Tabib Sheng heran.
―Kami sendiri yang memintanya demikian, karena sebenarnya, saat ini bisa dikatakan kami ini adalah pelarian. Lawan-lawan kami adalah orang kuat dalam dunia persilatan.‖, jawba Zhu Yanyan tanpa menutupi apa pun.
Berita ini tentu saja sebuah berita baru untuk penduduk desa yang lain, kecuali bagi Kepala desa Li dan Bo Tu yang sudah mendengar cerita Zhu Yanyan lebih dahulu.
―Ah…, benar-benar menarik. Kalau begitu begini saja, biarlah kalian tinggal bersamaku sambil menunggu rumah itu selesai. Bagaimana? Kepala desa Li, tidak keberatan kan, kalau tamunya aku rebut?‖, ujar Tabib Sheng sambil terkekeh.
2759
―Haha, Tabib Sheng ada-ada saja, tentu saja tidak apa-apa. Sepertinya memang ada hal yang penting yang harus kalian bicarakan.‖, ujar Kepala desa Li.
―Jadi bagaimana menurut kalian‖, tanya Tabib Sheng ke arah Zhu Yanyan.
―Kupikir itu usul yang bagus, asal Tabib Sheng tidak repot saja, karena kami ada berdelapan.‖, jawab Zhu Yanyan.
―Hehehe, tidak, tentu saja tidak.‖, jawab Tabib Sheng.
Setelah itu mereka pun kembali berbincang-bincang seperti biasa, namun tamu-tamu yang lain sadar juga ada hal penting yang akan dilakukan tamu desa mereka ini di desa mereka. Lagipula hari memang sudah mulai menginjak malam dan sebelumnya sudah banyak yang berpamitan. Maka dalam waktu singkat, rumah itu pun jadi sepi, tinggal Ding Tao berdelapan, Meng Ho, ibu dan saudara-saudaranya, serta Tabib Sheng.
―Meng Ho, kurasa sudah saatnya kami berpamitan, terima kasih banyak untuk keramahan kalian.‖, ujar Zhu Yanyan sembari mengangguk ke arah Meng Ho dan ibunya.
2760
Ibu Meng Ho pun menjawab, ―Ah, biasa saja, kami ini jarang ada hiburan, jadi berita tentang kedatangan kalian jadi berita besar. Kalian juga merupakan tamu-tamu yang menyenangkan, justru kami yang berterima kasih, cerita-cerita kalian membuat desa yang sepi ini jadi hidup.‖
―Hahaha, syukurlah kalau begitu, besok-besok tentu kami akan mampir lagi.‖, ujar Khongti menjawab.
Selesai berpamitan, mereka pun pergi meninggalkan rumah Meng Ho dan pergi ke rumah Tabib Sheng. Di sepanjang perjalanan tidak ada satu pun dari mereka yang berbicara, karena Tabib Sheng sendiri hanya berdiam saja dan tampak tak ingin membicarakan apa pun. Melewati beberapa rumah, bertemu dengan beberapa orang yang masih duduk-duduk di pelataran, akhirnya mereka sampai juga di rumah Tabib Sheng.
―Ini rumahku, cukup besar juga kan? Tapi harap maklum kalau di dalamnya sederhana saja, tapi orang persilatan seperti kalian tentu sudah biasa tidur di mana saja. Ada cukup banyak pembaringan, beberapa tahun yang lalu desa ini sempat terserang penyakit menular dan akhirnya kami kumpulkan mereka semua di sini untuk aku rawat.‖, ujar Tabib Sheng.
2761
―Eh… Tabib Sheng, tapi tidak menular kan kalau kami tidur di pembaringan itu?‖, tanya Shu Sun Er ragu-ragu.
―Hahaha, tentu saja tidak, sudah aku semprotkan obat-obatan, lagipula itu sudah beberapa tahun yang lalu, penyakit yang ada tentu sudah mati semua dalam jangka waktu selama itu.‖, ujar Tabib Sheng sambil membuka pintu dan mempersilahkan tamu-tamunya masuk.
Rumah Tabib Sheng memang benar sederhana dan tidak banyak isinya, namun bersih dan rapi. Hanya saja ada samar-samar bau obat-obatan di rumahnya, seperti biasa toko jual obat atau rumah tabib lainnya. Shu Sun Er tampak lega melihat betapa bersih dan rapinya rumah itu.
―Ini ada beberapa bangku, mari bantu aku memindahkannya ke mari, supaya kita bisa bicara dengan enak.‖, ujar Tabib Sheng sambil berjalan ke ruangan yang lain.
Maka Ding Tao dan yang lain pun mengikuti Tabib Sheng dan dalam waktu yang singkat, di ruangan yang besar tadi sudah ada bangku-bangku bahkan sebuah meja. Shu Sun Er dan Wang Shu Lin pun dengan cekatan sudah menghidangkan satu poci besar teh panas untuk mereka semua.
2762
―Hmm… begini baru nikmat… nah coba ceritakan apa yang terjadi dengan kalian. Apa hubungannya dengan Bhiksu Khongzhen dan Pendeta Chongxan, lalu bagaimana sampai mereka berdua memberi pesan pada kalian untuk datang mencariku di desa ini.‖, ujar Tabib Sheng setelah menyeruput teh yang dihidangkan.
Maka Zhu Yanyan pun menceritakan segala kejadian yang telah terjadi beberapa bulan terakhir di dalam perbatasan. Tabib Sheng mendengarkan dengan serius, beberapa kali dia menghela nafas tapi dia tidak menyela penuturan Zhu Yanyan. Baru ketika Zhu Yanyan sampai pada bagian di mana Bhiksu Khongzhen dan Pendeta Chongxan mengambil keputusan untuk mengorbankan nyawa mereka.
―Tunggu… ah… lalu apa yang terjadi? Apakah mereka… hmm… apakah mereka berdua sudah meninggalkan dunia ini?‖, sela Tabib Sheng dengan suara bergetar dan sedih.
Zhu Yanyan yang melihat kesedihan dalam pertanyaan Tabib Sheng jadi merasa terharu. Meski duka mereka sudah lama lewat dan tidak lagi membuat mereka kelu dan tidak dapat melanjutkan hidup mereka, tapi melihat ada orang lain yang
2763
juga berduka oleh kematian mereka berdua, rasa harunya pun muncul.
Dengan suara sedikit serak Zhu Yanyan menjawab, ―Kami terlambat…, kedua tetua saat itu berhasil menghalau lawan, tapi mereka pun menderita luka yang sangat parah. Luka dalam akibat terlalu memaksakan diri untuk menggunakan hawa murni secara berlebihan, melampaui takaran tubuh fisik mereka.‖
Mendengar itu Tabib Sheng menutup matanya, tidak ada yang berani bersuara, setitik air mata tampak mengalir membasahi pipinya. Lama kemudian baru dia membuka mata, air mata yang meleleh tak juga disekanya.
Ketika dia bicara, terdengar suaranya serak dan bergetar, ―Tak kusangka mereka mendahuluiku… ―
―Baiklah sepertinya giliranku yang harus bercerita, aku sudah bisa menduga mengapa mereka mengirimkan kalian kepadaku. Tentu saja hal ini utamanya berhubungan dengan dirimu.‖, ujarnya sambil menunjuk ke arah Ding Tao.
―Hmm… entah dari mana harus kumulai, mungkin aku lebih baik memulainya dengan memperkenalkan diriku sendiri.‖, ujar Tabib Sheng setelah berpikir sejenak.
2764
―Orang di desa ini mengenalku dengan panggilan Tabib Sheng, padahal namaku yang sebenarnya adalah Shen Goan‖, ujar Tabib Sheng atau Shen Goan sambil mengamati reaksi orang-orang di sekitarnya.
Ketika melihat enam orang guru Wang Shu Lin berubah wajahnya, dia pun tersenyum dan berkata, ―Benar dugaan kalian, aku adalah Shen Goan, salah satu tetua dari Partai Matahari dan Bulan.‖
Sekarang bukan saja ke-enam guru Wang Shu Lin yang terkejut, Ding Tao dan Wang Shu Lin juga ikut berubah wajahnya.
―Ketua Ding Tao setelah mendengar itu, apakah kau masih mempercayaiku?‖, tanya Shen Goan pada Ding Tao.
Ding Tao ternyata bisa menjawab dengan wajar, ―Ya, siauwte memang sempat terkejut tapi siauwte tetap percaya pada Tetua Shen, bukankah Tetua Bhiksu Khongzhen dan Pendeta Chongxan juga percaya pada Tetua Shen? Selain itu dari apa yang siauwte lihat, tidak ada alasan untuk tidak mempercayai Tetua Shen. Orang boleh berasal dari suku mana saja, dari
2765
partai apa saja, dia dinilai bukan dari mana dia berasal tapi dari perbuatannya.‖
Tetua Shen tersenyum dan menganggukkan kepala, ―Bagus, tidak salah Khongzhen dan Chongxan mempercayakan masa depan dunia persilatan dari dua negara yang berbeda padamu. Dalam usia semuda ini, kau memiliki jiwa yang besar, pikiran yang terbuka dan jernih.‖
―O ya, kalau bisa kalian tetap panggil saja aku Tabib Sheng, sudah terlampau lama orang memanggilku dengan nama itu, sekarang aku merasa lebih nyaman menjadi Tabib Sheng daripada Tetua Shen.‖, ujarnya kemudian.
―Baik, kalau begitu akan kuteruskan ceritaku, kuharap kalian mau bersabar karena ceritaku ini cukup panjang.‖, ujar Tabib Sheng yang kemudian membasahi lagi tenggorokannya dengan secangkir teh.
Maka mulailah Tabib Sheng bercerita, dia menjadi anggota Partai Matahari dan Bulan sejak masih kanak-kanak, ketika itu Partai Matahari dan Bulan belumlah disebut Partai Matahari dan Bulan, juga belum memiliki bentuknya seperti yang sekarang ini.
2766
Pada awalnya Partai Matahari dan Bulan adalah sebuah kumpulan keagamaan, ada seorang asing yang membawa ajaran agama baru di tanah itu, berasal jauh dari barat daratan Cina. Ajaran dasarnya sendiri bahkan Tabib Sheng pun sudah tidak mengingatnya dengan jelas, tapi satu hal yang dia ingat, ajaran itu menitik beratkan pada rasa persaudaraan di antara sesama manusia.Di antara mereka tidak ada yang namanya milik pribadi, semuanya saling membantu dan saling menolong. Pada orang di luar kelompok mereka, mereka selalu siap untuk menolong tanpa memandang siapa yang ditolong. Di masa yang sulit, di mana panen gagal dan bencana alam terjadi, ajaran itu memiliki daya tariknya sendiri. Di mana setiap pengikutnya bersama-sama saling memikul, sama-sama menanggung penderitaan yang lain. Saling menghibur dan menguatkan, dan dalam waktu yang singkat jumlah merekapun bertambah dengan pesat.
Tidak sedikit pula, mereka dari golongan perompak dan penjahat yang kemudian bertobat dan bergabung dalam kumpulan mereka. Tertarik oleh tawaran akan pengampunan dan penerimaan sesama manusia yang tidak mengingat-ingat masa lalu mereka yang kelam.
2767
Tapi perkembangan yang pesat tidak selalu merupakah berkat. Perkembangan yang pesat itu membuat pejabat setempat merasa khawatir karena semakin lama kelompok itu menjadi semakin kuat. Salah satu yang mengkhawatirkan pihak bangsawan, adalah pandangan bahwa semua manusia itu sederajat tidak ada yang lebih tinggi tidak ada yang lebih rendah. Khawatir kekuasaan mereka akan melemah, dan diwarnai juga oleh kecemburuan dari pemuka-pemuka agama yang sudah ada sebelumnya. Maka akhirnya muncullah keputusan dari pemegang kekuasaan waktu itu, bahwa ajaran tersebut adalah ajaran sesat dan siapa pun yang menganutnya akan dianggap menjadi pengkhianat kerajaan, karena memandang kaisar yang adalah putera langit sebagai manusia yang sederajat.
Mulailah timbul penangkapan-penangkapan dan pemaksaan untuk meninggalkan ajaran itu. Sebagai ajaran agama yang tentu saja menentang perbuatan kekerasan, pada awalnya korban berjatuhan dengan banyak, karena meski tidak melawan, di saat yang sama mereka pun menolak untuk meninggalkan iman mereka.
Perubahan mulai terjadi ketika pembawa ajaran agama itu sendiri tertangkap dan dihukum mati. Pada awalnya para
2768
pemegang kekuasaan mengira itulah akhir dari pergerakan itu. Siapa sangka justru hilangnya pimpinan yang kharismatik itu membuat perubahan dalam pergerakan mereka. Para dedengkot tokoh sesat yang sudah bertobat, juga para pendekar dari aliran putih yang menjadi pengikut dari ajaran itu mulai melawan kekerasan dengan kekerasan. Jatuhnya korban dari antara saudara-saudara mereka membuat mereka tidak tahan lagi untuk tidak menggunakan kepandaian mereka di masa sebelumnya.
Dan lahirlah Partai Matahari dan Bulan, setiap anggotanya pun dilatih oleh para pendekar dan tokoh sesat yang sudah bertobat itu. Sebagai saudara, tidak ada yang disembunyikan, mereka pun dengan bebas mendiskusikan ilmu mereka masing-masing. Dari berbagai macam pertemuan dan pembicaraan, lahirlah ilmu-ilmu tangguh yang memiliki cirinya sendiri, berbeda dengan ilmu-ilmu yang ada sebelumnya.
Menilik keadaan yang mendesak, di mana mereka yang sudah terlampau berumur untuk bisa melatih ilmu kepandaian secara efektif dan juga tidak mungkin membuat mereka siap dalam waktu yang singkat. Salah seorang mantan tokoh sesat yang ahli dalam bidang obat-obatan dan racun, mulai mengolah obat-obatan semacam Obat Dewa Pengetahuan yang
2769
tujuannya membantu para saudara yang awam itu, untuk menguasai ilmu untuk sekedar membela diri dalam waktu yang singkat.
Jumlah obat-obatan itu sendiri sangat beragam, mulai dari obat untuk menambah kekuatan, obat untuk membuat salah satu anggota tubuh jadi beracun sampai obat perangsang syaraf untuk bekerja lebih cepat.
―Aku salah satu pewaris ilmu dari tabib itu, dulu dia dikenal dengan nama Tabib sesat dari Utara, Pa Yo Bong. Kukira itu salah satu alasan mengapa Saudara Khongzhen dan Chongxan mengirimku kepadaku.‖, ujar Tabib Sheng disela-sela ceritanya.
―Nah sekarang aku lanjutkan lagi kisahku meski memakan waktu agak lama, karena nanti pada akhirnya kalian akan mendapatkan gambaran yang jelas, mengapa kalian sekarang berada di sini.‖, lanjutnya kemudian.
Dari sebuah perkumpulan agama, Partai Matahari dan Bulan pun berubah menjadi sebuah partai dunia persilatan, karena bekas-bekas orang dunia persilatan-lah yang kemudian mengambil alih pimpinan dari perkumpulan itu. Bukan karena
2770
mereka serakah dengan kekuasaan, namun karena penindasan dari penguasa setempat secara tidak langsung sudah memaksakan posisi itu pada mereka. Generasi pun berganti generasi, semakin lama ajaran yang berlandaskan keagamaan semakin ditinggalkan dan sifat-sifat dari sebuah organisasi dunia persilatan yang lebih menonjol. Yang terkuatlah yang menjadi pimpinan, siapa kuat dia yang benar. Meski ada sedikit perbedaan dengan partai lain, di mana posisi ketua adalah seumur hidup. Dalam Partai Matahari dan Bulan, posisi ketua bukanlah seumur hidup, melainkan dibatasi oleh prinsip itu sendiri, siapa yang terkuat dialah yang menjadi ketua. Hal ini dimaksudkan juga untuk memacu perkembangan ilmu silat dari partai mereka dan terbukti persaingan yang timbul membuat muncul banyak tokoh-tokoh berkepandaian tinggi di dalam partai mereka.
Namun juga muncul pergerseran, ketika lama kelamaan, pemikiran itu bukan hanya diterapkan dalam partai mereka sendiri. Pemikiran siapa yang terkuat, maka dia yang berkuasa juga berjalan ke arah keluar. Maka timbullah pemikiran bahwa Partai Matahari dan Bulan adalah partai yang terkuat, karenanya sudah sepantasnya jika partai mereka menjadi penguasa atas yang lainnya. Ketika Ren Zhuocan menjadi
2771
ketua dari Partai Matahari dan Bulan, di dalam partai itu pun sudah terbagi menjadi dua bagian.
Mereka yang searah dengan kebijakan dan ambisi Ren Zhuocan untuk menguasai dunia dan mereka yang masih mengingat ajaran awal dari perkumpulan mereka, meski itupun hanya samar dan hanya dalam bentuk semangatnya saja. Kedua golongan itu pun diam-diam saling bersaing untuk menentukan arah dari Partai Matahari dan Bulan di masa depan. Namun pada saat ini, golongan yang searah dan seambisi dengan Ren Zhuocan lebih kuat karena sampai saat ini tidak ada yang memiliki ilmu setinggi Ren Zhuocan. Sudah beberapa kali pemilihan ketua partai diadakan, didorong oleh keinginan dari golongan yang berseberangan dengan Ren Zhuocan untuk menjadikan salah satu dari mereka ketua Partai Matahari dan Bulan menggantikan Ren Zhuocan. Tapi nyatanya, sekian kali mereka mencoba dan Ren Zhuocan selalu muncul sebagai pemenang.
―Sampai di sini kisahku, apakah Ketua Ding Tao sudah bisa meraba ke arah mana pembicaraan kita akan berlangsung?‖, tanya Tabib Sheng pada Ding Tao.
2772
Berkerut dahi Ding Tao, menyambung-nyambungkan antara keadaan dirinya dengan kedaan Partai Matahari dan Bulan yang baru saja diceritakan oleh Tabib Sheng. Yang lain pun diam-diam ikut berpikir. Cukup lama Ding Tao berpikir, membuat beberapa orang dari mereka mulai merasa gemas karena begitu lama dia berpikir.
Akhirnya Ding Tao pun menegakkan kepala dan menjawab, ―Setelah memikirkannya, aku kira aku tahu apa jawabnya. Hanya saja aku kuatir terlalu tinggi menilai diri sendiri dalam pemikiranku ini.‖
Tabib Sheng tertawa ramah, ―Ah, tidak apa, cobalah kita dengar apa pemikiran Ketua Ding Tao mengenai masalah ini.‖
Ketika Ding Tao mulai menjawab, mereka pun membandingkan jawaban mereka dengan jawaban Ding Tao, sembari bertanya-tanya dalam hati, benarkah dugaan mereka itu. Jawaban seperti apa yang diberikan oleh Tabib Sheng atas dugaan mereka itu? Dan seperti apakah jawaban yang diberikan Ding Tao pada Tabib Sheng?
2773
Ding Tao pun menjawab, katanya, ―Sekali lagi aku merasa kurang yakin dengan jawabanku ini, tapi hanya jawaban ini yang kupikir paling sesuai.‖
―Seperti yang kita ketahui, saat ini Partai Pedang Keadilan bisa dikatakan sudah lepas dari tanganku. Bila pun ada yang masih setia, baik dari segi jumlah maupun dari segi kemampuan tidak bisa menandingin lawan yang saat ini bersatu membentuk satu kekuatan yang tidak tertandingi oleh kekuatan manapun dalam perbatasan.‖
―Di lain pihak, ada Partai Matahari dan Bulan, yang memiliki kekuatan sangat besar dan sejak belasan tahun yang lalu sudah muncul kekhawatiran bahwa tanpa bersatu, dunia persilatan di dalam perbatasan akan ditaklukkan olehnya. Tapi justru di luar sepengetahuan kita semua, sebenarnya tidak semua anggota Partai Matahari dan Bulan menghendaki hal ini, hanya saja mereka tidak memiliki tokoh yang bisa mengimbangi ilmu dari Ren Zhuocan.‖
―Dari dua hal itu, jelas baik dari pihak kami, maupun dari pihak Partai Matahari dan Bulan yang segolongan dengan Tabib Sheng, memiliki satu pertemuan kepentingan. Kami membutuhkan kekuatan untuk mengimbangi lawan di dalam
2774
perbatasan. Tabib Sheng membutuhkan seseorang untuk menjatuhkan Ren Zhuoan dari tampuk kepemimpinannya.‖
―Tetua Bhiksu Khongzhen dan Pendeta Chongxan, tidak mungkin harus meninggalkan Shaolin dan Wudang untuk menjadi ketua dari Partai Matahari dan Bulan. Maka mereka perlu tokoh lain yang bisa diharapkan dan tidak terikat dengan satu partai tertentu. Pada generasi yang lalu, mungkin Pendekar pedang Jin Yong adalah tokoh yang mereka harapkan. Namun dengan menghilangnya Pendekar pedang Jin Yong hilang pula harapan mereka. Sampai pada kejadian yang menimpa diriku.‖
―Sampai di sini, apakah menurut Tabib Sheng, uraianku sudah tepat?‖, tanya Ding Tao dengan sopan.
―Heheheh, tepat sekali, sungguh tepat sekali, Ketua Ding Tao tinggal memberikan kepastiannya saja, apakah Ketua Ding Tao bersedia atau tidak.‖, jawab Tabib Sheng sambil terkekeh puas.
Ding Tao terdiam sejenak, seakan ragu untuk menjawab.
Pang Boxi-lah yang menyeletuk tidak sabar, ―Ketua Ding Tao, kau terimalah tawaran ini, hajar Ren Zhuocan, kemudian dengan menggunakan kekuatan Partai Matahari dan Bulan, kita
2775
bersihkan dunia persilatan di daratan dari kecoak-kecoak busuk yang menghuninya!‖
―Hehh.. dogol, bukan kau yang ditawari, jadi biarkan Ketua Ding Tao memutuskannya sendiri‖, sergah Khongti pada Pang Boxi.
―Kak Khongti, masa masih perlu dipikirkan lagi, jika Murong Yun Hua itu dibiarkan saja, bisa habis seluruh dunia persilatan dibakar oleh ambisinya. Atau jika mereka bertemu dengan Partai Matahari dan Bulan di bawah pimpinan Ren Zhuocan yang sama besarnya ambisinya, jelas bakal terjadi banjir darah di kedua belah pihak.‖, jawab Pang Boxi.
―Tetua harap bersabarlah, aku sudah mengambil keputusan.‖, ujar Ding Tao sesaat kemudian.
Maka mereka semua pun menunggu jawaban Ding Tao dengan hati berdebar.
―Aku sendiri tidak berpikir demikian, benar memang aku harus mengalahkan Ren Zhuocan demi meredam ambisinya, namun aku tidak berkehendak untuk menjadi ketua dari Partai Matahari dan Bulan.‖, ujar Ding Tao dengan tegas.
2776
―Tunggu, lalu bagaimana dengan Murong Yun Hua, apa kau mau membiarkan dia berkuasa dan menggerakkan dunia persilatan sesuai dengan ambisinya?‖, tanya Pang Boxi penasaran.
―Tidak, selama dalam perjalanan sebenarnya aku sudah berpikir, mungkin kalian ingat aku memberikan beberapa tugas pada kelompok rahasia binaan Chou Liang. Aku berharap mendengar hasilnya beberapa hari lagi, berdasarkan apa yang mereka kumpulkan aku akan membuat siasat untuk meruntuhkan kekuasaan Murong Yun Hua.‖, jawab Ding Tao.
Ganti Tabib Sheng yang bertanya, ―Tapi jika kau menolak untuk menjadi ketua dari Partai Matahari dan Bulan, Ren Zhuocan tetap berkuasa dan ambisinya hanya menunggu waktu. Tidak ada bedanya dengan yang selama ini dilakukan oleh Saudara Khongzhen dan Saudara Chongxan. Sebenarnya pertemuan 5 tahunan itu, kamilah yang merancangnya demi meredam ambisi Ren Zhuocan.‖
―Saat itu dia sudah mendapat kata sepakat dari para pembesar militer negeri ini dan bersiap untuk menyerang ke daratan, menaklukkan orang-orang persilatan yang seringkali ikut menjadi pilar kokoh pertahanan negeri kalian.‖
2777
―Aku yang tidak setuju dengan rencana itu, diam-diam menemui Saudara Khongzhen dan Saudara Chongxan. Dari pertemuan itu lahirlah pemikiran untuk mengadakan pertemuan lima tahunan. Benar saja, prinsip Ren Zhuocan bahwa yang terkuat yang berkuasa, berbalik membungkam ambisinya ketika berhadapan dengan orang yang lebih kuat dari dirinya. Tapi pertemuan lima tahunan tidak lebih dari jalan keluar sementara, selama Ren Zhuocan berkuasa bahaya itu masih ada.‖, lanjut Tabib Sheng.
―Menurut pendapatku, seandainya aku menjadi ketua dari Partai Matahari dan Bulan pun, bahaya itu tidaklah hilang. Entah Ren Zhuocan, entah mereka yang sealiran dengan dia, selama pemikiran bahwa yang terkuat adalah penguasa tidak hilang, maka bahaya itu masih ada, tinggal menunggu waktu muncul dari golongan mereka yang lebih kuat dariku.‖, ujar Ding Tao sambil tersenyum.
―Benarkah demikian? Ataukah Tetua Shen berharap aku mengadakan bersih-bersih rumah, hingga darah membanjir mengaliri seluruh ruang-ruang Partai Matahari dan Bulan?‖, tanya Ding Tao.
2778
Ditanya demikian, Tabib Sheng pun sadar dan bergidik dengan sendirinya, dalam usahanya mencegah partainya untuk mengikuti jalan yang sesat, dia hampir saja melanggar prinsip yang dia junjung itu sendiri.
Bergetar hatinya dan buru-buru dia menjawab, ―Tidak, tentu saja tidak.‖
―Ya, aku pun berpikir bahwa bukan itu yang Tetua Shen kehendaki. Tapi yang Tetua Shen perlu ingat, sebuah ide, sebuah pemikiran, tidak bisa diperangi dengan kekuatan. Jika demikian maka hal itu hanya akan menghilang selama kekuatan yang menekannya ada. Ketika kekuatan itu pergi, mereka pun kaan muncul kembali.‖, ujar Ding Tao dengan bijak.
―Sebuah pemikiran, hanya bisa diperangi dengan pencerahan batin. In ibukan peperangan antara daging dan tulang, tapi peperangan antara ajaran yang baik dan ajaran yang salah. Medan perangnya adalah hati. Senjatanya adalah perkataan dan teladan hidup.‖
―Ketua Ding Tao sungguh bijaksana, membuat aku yang sudah tua ini menjadi malu.‖, ujar Tabib Sheng dengan rendah hati.
2779
―Jangan begitu tetua, aku yakin tetua pun mengerti hal ini, hanya karena keprihatinan yang mendalam, tetua menjadi lupa.‖, jawab Ding Tao merendah.
―Ho, kalau begitu apa orang jahat kita biarkan saja menjadi jahat, toh tidak ada gunanya kita melawan mereka. Jika kita pergi bukankah nanti mereka akan kembali lagi?‖, gumam Pang Boxi dengan sebal.
Ding Tao tertawa, ―Tetua jangan marah, karena beberapa hari ini aku banyak berpikir jadi aku berani berkata seperti ini. Masakan manusia mau melawan jalannya langit? Jika langit pun bertindak demikian pada orang-orang yang sesat, tentu langit memiliki tujuan. Bukankah langit tidak mengirimkan petir setiap kali kita berbuat salah? Melainkan diberikannya waktu buat manusia untuk bertobat, hanya jika sampai pada habis waktunya, barulah hukuman datang. Atau jika datang hukuman pada masa hidupnya, seringkali kita bisa merunutnya degan hukum sebab akibat.‖
―Maksudnya?‖, tanya Pang Boxi.
―Maksudku, seakan langit bertindak bahwa hukum langit itu tak ada dan manusia bebas menentukan sendiri polah tingkahnya
2780
dengan segala resikonya. Kalau kupikirkan jika langit bertindak sebaliknya dan setiap kali manusia berbuat salah akan datang hukuman seketika itu juga. Memang benar manusia akan menjadi baik semua. Tapi kebaikan itu adalah kebaikan yang semu. Kebaikan yang muncul karena keterpaksaan, karena rasa takut.‖
―Manusia menjadi baik, karena mereka dipaksa menjadi baik. Mereka yang benar-benar baik pun, kebaikannya jadi tidak berkembang, karena ada selalu ada rasa bahwa mereka sedang diawasi.‖
―Sebaliknya dalam keadaan seperti sekarang, di mana ada kalanya kejahatan meraja lela, justru kebaikan yang murni timbul di hati sebagian manusia yang sadar. Mereka berjalan di jalan kebaikan, meskipun justru hal itu menimbulkan kerugian. Mereka menjadi baik, karena mereka mencintai kebaikan dan membenci kejahatan. Mereka akan melawan kejahatan meski hal itu membahayakan dirinya, karena mereka bukan lagi menjadi baik hanya demi kenyamanan diri sendiri, tapi karena mereka mencintai kebaikan.‖, ujar Ding Tao dengan bersemangat.
2781
―Hmm… jadi kejahatan pun ada gunanya? Penjahat pun jadi pahlawan karena dia berbuart jahat?‖, dengus Pang Boxi meski terdengar nada ragu dalam suaranya.
―Kejahatan adalah jahat, setiap pelakunya tentu harus mempertanggung jawabkan perbuatan jahatnya pada Yang Maha Adil. Namun langit yang Maha Bijak, mampu menggunakan kejahatan demi kebaikan mereka yang baik, yaitu untuk memurnikan mereka. Meski sepertinya mereka ditindas, namun dalam penindasan itu, bukankah kebaikan mereka semakin bersinar terang? Seperti malam yang gelap, membuat bintang-bintang berkilauan.‖, jawab Ding Tao pada Pang Boxi.
Pang Boxi pun terdiam, bukan hanya Pang Boxi, yang lain pun terdiam. Rupanya berhari-hari, berminggu-minggu, selama dalam perjalanan Ding Tao diam dan menyendiri, selama ini dia selalu merenung dan sekarang menjadi sosok yang lebih dewasa dan bijak. Wang Shu Lin merasa betapa sosok Ding Tao yang sekarang semakin jauh dari jangkauannya. Semakin membuat dia mencintai pemuda itu, tapi di saat yang sama semakin jauh, seperti pungguk merindukan bulan. Setelah cukup lama semuanya terdiam, Hu Ban yang kemudian memecahkan kediaman mereka dan bertanya pada Ding Tao.
2782
―Ketua Ding Tao mungkin benar semua uraian ketua itu, namun kekuatan Murong Yun Hua saat ini begitu besar. Jika Ketua Ding Tao belum memiliki keyakinan yang pasti, apakah tidak lebih baik jika Ketua Ding Tao meminjam kekuatan Partai Matahari dan Bulan?‖, tanya Hu Ban pada Ding Tao.
―Hmm… sebenarnya setelah mendengar penjelasan Tetua Shen, aku pun sempat berpikir demikian. Namun ada beberapa sebab mengapa aku menolaknya. Yang pertama adalah masalah patriotisme, bagaimana pun juga dimanakah letak kecintaan kita pada negeri, di mana letak kebanggan kita sebagai anak negeri, jika untuk menyelesaikan masalah di antara kita sendiri, kita harus meminta bantuan dari luar?‖
―Yang kedua, bila aku menggunakan kekuatan Partai Matahari dan Bulan untuk meredam ambisi Murong Yun Hua, maka itu artinya kekerasan melawan kekerasan, jumlah korban yang jatuh akan sangat banyak dari kedua belah pihak. Sebisa mungkin aku ingin menghindarkan jatuhnya korban yang tak berdosa. Dari sekian banyak yang mati, terbanyak adalah mereka yang sebenarnya hanya mengikuti pimpinannya saja tanpa mengerti hitam dan putihnya urusan.‖
2783
―Dan yang ketiga, aku juga akan merasa bersalah pada para pengikut Partai Matahari dan Bulan, demi satu urusan yang bukan kepentingan mereka sendiri, aku manfaatkan mereka, aku korbankan mereka. Bagaimana aku bisa hidup dengan hati nurani yang bersih jika aku melakukan hal itu?
―Pembunuhan-pembunuhan yang kita lakukan sepanjang perjalanan sudah membuatku merasa bersalah dan bahkan aku telah sampai pada kesimpulan, seandainya hal itu terulang aku akan membebaskan mereka pergi dan tidak mengambil nyawa mereka. Aku yakin hal itu pun sedikit banyak membebani hati kita semua, hanya karena logika kita membenarkannya, kita masih bisa membungkamnya.‖
―Aku harap penjelasanku ini, bisa tetua sekalian mengerti dan terima. Aku harap tetua sekalian bisa memaafkan keegoisanku, di mana aku berkeras mengikuti hati nuraniku sendiri.‖, ujar Ding Tao menutup penjelasannya.
Setelah lama mereka semua merenungkan jawaban-jawaban Ding Tao, akhirnya Zhu Yanyan pun membuka mulut, ―Ketua Ding Tao…, jika manusia tidak mengikuti hati nuraninya, lalu apa lagi yang bisa menjadi pelita bagi dia menjalani hidupnya? Mendengar penjelasan Ketua Ding Tao, rasa-rasanya aku
2784
berhadapan lagi dengan kakak seperguruanku Pendeta Chongxan.‖
―Benar, itu benar, aku pun serasa berbincang-bincang dengan kakak seperguruanku Bhiksu Khongzhen.‖, uajr Khongti dengan mata sedikit membasah.
Tabib Sheng mengangguk-angggukkan kepala, ―Ya, entah berapa lama aku sudah lupa dengan semua itu, Ketua Ding Tao sungguh seorang yang bijaksana. Meski terselip rasa sayang karena Ketua Ding Tao tidak bersedia menggantikan kedudukan Ren Zhuocan, tapi aku bisa menerima alasan ketua. Hanya saja ada satu pertanyaan kecil, mengapa ketua memanggilku Tetua Shen?‖
Ding Tao tersenyum kecil dan menjawab, ―Karena itu lah sebenarnya diri anda. Anda adalah Tetua Shen Goan, tetua dari Partai Matahari dan Bulan, bukan Tabib Sheng, seorang tabib di sebuah desa bernama Hotu. Banyak pengikut dari Partai Matahari dan Bulan sedang memilih jalan yang salah. Lalu mengapa Tetua Shen berada di sini, bermain sandiwara menjadi seorang tabib di desa kecil ini?‖
2785
Tersenyum pedih Tetua Shen menganggukkan kepala, ―Sekali lagi Ketua Ding Tao benar, beberapa tahun ini aku sudah berputus asa, pengikut Ren Zhuocan semakin banyak. Terutama mereka yang berusia muda. Dalam kegetiranku aku melarikan diri di desa ini.‖
―Hahahahaha, sungguh memalukan, aku yang tua ini sampai harus disindir oleh yang lebih muda agar ingat pada tanggung jawabku.‖, tertawa pedih Tabib Sheng, atau sekarang akan kita sebut Tetua Shen Goan tergelak membuat sendu mereka yang mendengar suara tawanya.
―Aku minta maaf, jika sudah melukai perasaan Tetua Shen‖, ujar Ding Tao perlahan.
―Tidak…, memang seekor keledai perlu disengat lebah supaya dia bisa berlari kencang. Hari ini aku merasa gembira sekaligus sedih. Aku sedih karena aku baru sadar, beberapa tahun telah terbuang percuma, menantikan datangnya seorang penyelamat, lupa untuk bekerja, lupa bahwa aku juga punya tanggung jawab.‖
2786
―Tapi aku juga gembira, bahwasannya langit masih memberikan kesempatan padaku untuk memperbaiki kesalahanku itu.‖, ujar Tetua Shen Goan dengan bersemangat.
Ding Tao pun tersenyum lega, ―Syukurlah kalau begitu, memang waktu yang diberikan untuk memperbaiki kesalahan adalah sesuatu yang sangat berharga, Pemberian langit yang tak ternilai yang harus kita syukuri.‖
―Baiklah malam ini, sebaiknya kita semua beristirahat dahulu. Besok pagi aku akan memeriksa keadaan Ketua Ding Tao, akan kita lihat, apakah benar Obat Dewa Pengetahuan sudah bersih sepenuhnya dari tubuh Ketua Ding Tao dan apakah tubuh Ketua Ding Tao sudah pulih kembali setelah lama tergantung padanya.‖, ujar Tetua Shen.
―Kemudian selanjutnya, ada hal lain yang perlu kita lakukan. Aku sudah yakin bahwa Ketua Ding Tao memang pilihan yang tepat, tapi apakah Ketua Ding Tao mampu mengalahkan Ren Zhuocan atau tidak, besok akan kita lihat. Kita akan berlatih tanding, Ketua Ding Tao harus mampu mengalahkanku sebelum 10 jurus berlalu. Jika tidak, jangan harap Ketua Ding Tao bisa menang melawan Ren Zhuocan.‖, ujar Tetua Shen kemudian.
2787
―Dalam 10 jurus? Sedemikian hebatnyakah Ren Zhuocan?‖, hampir bersamaan Chen Taijiang dan Pang Boxi bertanya.
―Meskipun berat tapi aku harus menjawab ya, bahkan jika Ketua Ding Tao bisa mengalahkanku dalam 10 jurus pun aku tidak memiliki keyakinan 100%. Ren Zhuocan berlatih sangat keras, terakhir kali aku mencoba kepandaiannya aku kalah dalam hitungan 14 jurus dan itu sudah 3 tahun yang lalu. Sekarang? Hmm… aku pun tidak memiliki keyakinan apakah 10 jurus itu batas yang pantas.‖, jawab Tetua Shen Goan membuat semua orang tercenung memikirkannya.
―Hmm… kita beruntung ada Tetua Shen di sini, sehingga kita bisa mengira-ngira kepandaian Ren Zhuocan. Betapapun juga ,satu kenyataan harus dihadapi dengan lapang dada, baru kita bisa mencari pemecahannya. Tetua Shen benar, tidak ada yang bisa kita lakukan kecuali beristirahat. Biarlah besok akan kita lihat, seberapa banyak Ketua Ding Tao harus berusaha.‖, ujar Zhu Yanyan menghibur yang lain.
―Benar, Tetua Zhu Yanyan benar, sudahlah, mari kita semua beristirahat saja‖, ujar Ding Tao membenarkan.
2788
Mereka pun diantarkan oleh Tetua Shen menuju tempat masing-masing. Shu Sun Er dan Wang Shu Lin mendapatkan satu kamar sendiri, sementara yang lain tidur bersama-sama di satu ruangan yang besar. Yang lain sudah lama tertidur, ketika Ding Tao masih menatap langit-langit dan berpikir. Sehebat apakah Ren Zhuocan? Tetua Shen tentu memiliki ilmu yang tidak rendah, dari kisahnya dia sudah mulai mempelajari ilmu silat Partai Matahari dan Bulan sejak masih sangat muda. Kecerdasannya tak perlu diragukan, terbukti dia menjadi pewaris dari Tabib sesat dari utara. Kelihaiannya dalam ilmu silat juga tidak perlu diragukan, terbukti tiga tahun yang lalu dia mencoba mengalahkan Ren Zhuocan, itu artinya dari golongan yang menentang Ren Zhuocan dia adalah orang terkuat.
Dan Ren Zhuocan mengalahkannya dalam 14 jurus, itu pun tiga tahun yang lalu. Selama tiga tahun itu pula Ren Zhuocan tentu berlatih siang dan malam.
Dalam perjalanan ke Desa Hotu Ding Tao berhasil mengalahkan guru-guru Wang Shu Lin dalam latih tanding, meski demikian dalam hatinya masih belum hilang perasaan bahwa ada yang kurang dari dirinya.
―Besok aku akan tahu apa kekuranganku itu‖, gumam Ding Tao.
2789
―Hmm… Ding Tao.? Kau berkata apa?‖, gumam Pang Boxi yang tidur di sebelah Ding Tao setengah bangun setengah tidur.
―Oh, maaf tidak ada apa-apa.‖, ujar Ding Tao merasa malu.
―Hei… kau sendiri yang bilang, untuk sementara lupakan semua urusan dan kita beristirahat dulu. Besok kau harus dalam keadaan segar untuk mencoba kepandaian Tetua Shen.‖, ujar Pang Boxi mengingatkan.
―Tetua benar, baiklah aku akan segera tidur‖, jawab Ding Tao.
―Hmm.. yah..yah…cepatlah tidur, kalau aku sudah mulai mendengkur kau akan lebih susah untuk tidur‖, gumam Pang Boxi yang sebentar kemudian terlelap.
Mengulum senyum Ding Tao pun mulai menutup mata dan menutup telinga, bagi yang sudah terlatih untuk menutup 5 panca indera dan bermeditasi tentu dengkuran Pang Boxi tidak menjadi masalah besar. Tidak lama kemudian mereka semua pun tertidur pulas, mengumpulkan tenaga, menanti esok pagi, ketika ujian akan dimulai.
2790
Keesokan paginya, hanya Ding Tao dan Tetua Shen yang tinggal di rumah, karena Wang Shu Lin dan ke-enam gurunya pergi membantu penduduk desa membangun rumah untuk mereka tinggal selama mereka ada di Desa Hotu.
―Baiklah coba kita periksa denyut nadimu‖, ujar Tetua Shen.
Tiga jarinya yang sangat peka sudah diletakkan pada pergelangan tangan Ding Tao, diam merasakan Tetua Shen berusaha menentukan keadaan tubuh Ding Tao berdasarkan denyut nadinya di titik-titik pada pergelangannya.
―Hmm… obat yang diberikan oleh Tabib Shao Yong itu benar-benar sangat manjur, tapi perlu waktu lebih lama sebelum tubuhmu benar-benar memulihkan dirinya. Pengaruh obat itu cukup keras, meski saat ini kau tidak merasakannya, sebenarnya banyak organ tubuhmu yang berlum pulih total.‖, ujar Tetua Shen Goan.
―Tapi tetua, aku sudah mencoba berlatih dan aku tidak merasakan ada jalur-jalur energi yang terhalang atau pusat energi yang terluka. Meski memang, rasanya ada sesuatu yang mengganjal, seperti ada masalah tapi aku tidak bisa menemukannya.‖, kata Ding Tao pada Tetua Shen.
2791
―Hmm… kalau kau merasa seperti itu, kurasa masalahnya bukan ada pada tubuhmu. Memang benar banyak organ tubuh yang belum pulih benar, tapi umurmu yang masih muda dan tubuh fisikmu yang kuat, membuat kerusakan yang ada tidak akan terasa olehmu. Kecuali bila kau biarkan saja mereka tanpa diibati, nanti baru pada masa tuamu kau akan merasakan ketidak beresan dalam tubuhmu.‖, ujar Tetua Shen menjawab Ding Tao.
―Begitukah? Jadi menurut tetua, luka yang aku derita ini tidaklah berbahaya?‖, tanya Ding Tao.
―Bukan tidak berbahaya, tapi tidak akan kaurasakan adanya luka, sampai kau nanti sudah mulai renta dan justru itu bahayanya karena kau tidak merasakannya. Tapi sekarang sudah ketahuan ada masalah, tentu kita akan memulai perawatan. Aku akan tuliskan resep obat, seandainya nanti kau perlukan, karena perlu bertahun-tahun untuk perawatan lukamu ini. Juga akan aku ajarkan satu cara meditasi untuk memperkuat organ-organ dalam tubuhmu ini.‖, ujar Tetua Shen setelah berpikir sejenak.
2792
―Tetua, sampai berapa lama baru akan pulih benar kondisi tubuhku? Lalu jika obat itu terus aku minum apakah tidak kemudian menimbulkan efek yang buruk?‖ ,tanya Ding Tao.
―Oh tidak, obat ini sifatnya ringan saja, bahkan baik juga untuk orang tua atau wanita hamil. Jadi sama sekali tidak berbahaya, dia lebih mirip obat untuk menjaga kesehatan. Jadi sebisa mungkin setiap hari kau minum obat ini, kecuali jika belasan tahun dari sekarang kita kebetulan bertemu, bisa aku periksa lagi nadimu dan kulihat apakah masih perlu kau minum atau tidak obat ini.‖, jawab Tetua Shen.
―Hmm… baiklah‖, ujar Ding Tao tampak ragu.
―Hahaha, apa kau takut obat ini akan membuatmu kecanduan?‖, tanya Tetua Shen membaca perasaan Ding Tao.
Ding Tao pun tersipu malu, ―Maafkan aku Tetua Shen, sejak aku menyadari akibat dari Obat Dewa Pengetahuan aku jadi sedikit takut untuk meminum segala macam obat.‖
―Tak apa, aku mengerti perasaanmu, justru itu perasaan yang bagus, dengan demikian kau akan memiliki kekuatan untuk menghindari godaan dari meminum obat serupa. Tapi aku jamin padamu, obat ini tidak seperti itu, bahkan kau bisa tanyakan
2793
pada tabib mana pun, karena obat ini cukup umum sifatnya, tidak ada yang rahasia.‖, ujar Tetua Shen menenangkan Ding Tao.
Mendengar penjelasan Tetua Shen, hati Ding Tao pun jadi lebih tenang, meski demikian dia berjanji dalam hati selekasnya dia bisa memeriksa kebenaran perkataan Tetua Shen tanpa menyinggung hatinya, dia akan melakukannya. Ya, Ding Tao sudah jadi jauh lebih dewasa dalam bersikap sebagai seorang tokoh besar dalam dunia persilatan.
―Jadi menurut Tetua Shen, tidak ada yang perlu dikhawatirkan?‖, tanya Ding Tao.
―Tidak, yang penting ketua harus merawat baik-baik diri Ketua Ding Tao, jangan melalaikan latihan dan juga meminum obat yang nanti aku berikan.‖, ujar Tetua Shen.
―Lalu apakah luka yang tersembunyi ini akan berpengaruh dalam pertarunganku nanti melawan Ren Zhuocan?‖, tanya Ding Tao.
―Tidak, jangan khawatir Ketua Ding Tao bisa mengeluarkan kemampuan Ketua Ding Tao 100%, seperti yang kukatakan
2794
umur ketua yang masih muda sangat menguntungkan dalam hal ini.‖, jawab Tetua Shen Goan.
―Baguslah kalau begitu, jadi sekarang apakah kita mulai coba latih tanding untuk menilai kesiapanku melawan Ketua Ren Zhuocan?‖, tanya Ding Tao.
Tetua Shen berpikir sejenak kemudian menjawab, ―Hmm.. sebaiknya kita lakukan nanti malam. Pertama kurasa kita butuh yang lain untuk ikut mengamati, baik menilai kurang lebihnya juga untuk berjaga jika dalam latih tanding nanti kita terlalu berlebihan. Yang kedua, hehe, selama ini penduduk desa tidak tahu aku punya sedikit kepandaian, kalau bisa aku ingin tetap seperti itu.‖
―Ah…, baiklah kalau begitu, jadi sekarang apa yangakan kita lakukan?‖, tanya Ding Tao.
―Pagi ini waktunya tepat untuk memberikan latihan yang tadi kukatakan, latihan ini fungsinya untuk memperkuat organ-organ dalam tubuh. Kulihat himpunan hawa murnimu sudah sangat mapan, tentunya tidak akan mengalami kesulitan. Setelah melatih latihan ini dua tiga kali, kita akan bergabung dengan yang lain untuk menyelesaikan rumah kalian.‖
2795
Mulailah Tetua Shen mengajarkan cara latihan hawa murni untuk menguatkan organ-organ tubuh di dalam tubuh. Selesai mengikuti pengajaran Tetua Shen dan melatih latihan itu beberapa kali Ding Tao merasakan tubuhnya nyaman. Menceritakan itu pada Tetua Shen, Tetua Shen pun kemudian menjelaskan apa yang terjadi saat Ding Tao melakukan latihan itu. Puas dengan penjelasan itu, mereka pun berangkat untuk bekerja bersama yang lainnya. Meng Ho ternyata ada pula di sana, bagi pemuda itu Ding Tao sudah menjadi idolanya, meski dia belum kenal benar siapa itu Ding Tao. Pekerjaan mereka pun selesai dengan cepat, bangunan yang dibuat bukan bangunan yang mewah. Asalkan ada atap di atas dan ada dinding yang melindungi mereka dari terpaan angin dan dinginnya malam. Sementara isi rumah itu pun juga dengan cepat terisi dari pinjaman berbagai orang. Sementara dari untuk tempat tidur, dibawa dari rumah Tetua Shen Goan.
Sore itu sambil melepas lelah, mereka pun merayakan berdirinya rumah itu. Menanti seluruh tamu mereka pulang, barulah Tetua Shen dan yang lain berkumpul di halaman belakang rumah mereka. Meski ini hanyalah satu latih tanding, tapi bila melihat wajah mereka, maka terlihat ketegangan yang sulit digambarkan.
2796
Tetua Shen dan Ding Tao saling berhadapan, sementara Wang Shu Lin dan ke enam gurunya berdiri di sekeliling mereka. Di tangan Ding Tao sudah tergenggam sebilah pedang, sementara Tetua Shen bersenjatakan tongkat kayu sepanjang lengan.
―Marilah kita mulai saja dulu‖, ujar Tetua Shen.
―Silahkan Tetua Shen mulai lebih dahulu.‖, ujar Ding Tao.
―Baik, hati-hatilah, aku akan mulai lebih dahulu.‖, ujar Tetua Shen.
Meski demikian Tetua Shen pun tidak terburu-buru, kedua pihak berdiri berhadapan saling menimbang-nimbang. Ketegangan perlahan-lahan semakin memuncak. Tiba-tiba Tetua Shen berkelebat ke depan, tongkat kayunya menebas ke arah pinggang. Ding Tao pun tidak kalah cepat bergerak menjauh sembari menebas tongkat kayu Tetua Shen. Tidak kalah cepat, Tetua Shen menarik mundur tebasannya dan berubah menjadi totokan ke arah pergelangan tangan Ding Tao.
Pertarungan pun berjalan cepat, jurus demi jurus dilancarkan bergantian, saling serang saling bertahan. Tapi perlahan
2797
namun pasti, Ding Tao mulai terlihat di atas angin. Tapi batas 14 jurus dengan cepat dilampaui dan baru menginjak jurus ke 17 barulah Ding Tao berhasil memaksa Tetua Shen menyerah. Dengan sebuah tipuan yang cantik, pedang Ding Tao membelah tongkat kayu Tetua Shen tepat di tengah, memaksa Tetua Shen untuk melepaskan senjatanya. Meski Tetua Shen berusaha mengelak mundur, setiap langkah mundurnya dengan cepat dihadang oleh gerakan Ding Tao.
Penuh kekaguman Tetua Shen menghapus keringat di dahinya, ―Benar-benar hebat, tidak disangka dalam usia semuda ini Ketua Ding Tao berhasil menguasai ilmu setinggi ini.‖
Ding Tao pun berusaha merendah, ―Tidak juga, sebagian besar berhasil kumenangkan menggunakan ilmu yang dititipkan Bhiksu Khongzhen dan Pendeta Chongxan padaku. Bukan hasil perenunganku sendiri.‖
―Ya… bisa kulihat hal itu dari beberapa serangan Ketua Ding Tao. Seandainya Ketua Ding Tao lebih matang lagi dalam penguasaan atas ilmu-ilmu yang mereka wariskan.‖, jawab Tetua Shen.
2798
―Tetua Shen, bagaimana menurut tetua, mengenai kesempatanku untuk mengalahkan Ketua Ren Zhuocan?‖, tanya Ding Tao meski dia sendiri sudah bisa menghitung jumlah jurus yang mereka lalui sebelum dia berhasil mendesak Tetua Shen di posisi mati.
―Hitunganku tadi 17 jurus, berapa hitungan ketua‖, jawab Tetua Shen tidak langsung menjawab.
―17…‖, jawab Ding Tao dengan lemas.
―Tunggu, Ren Zhuocan sudah berpuluh tahun mengenal ilmu Tetua Shen, tentu ada perbedaan dengan Ketua Ding Tao yang baru kali ini berhadapan dengan Tetua Shen.‖, Khongti kemudian menyela.
Tetua Shen pun terdiam sejenak dan menjawab, ―Benar juga, tentunya hal itu juga berpengaruh… Hmm… bagaimana menurut Ketua Ding Tao kalau kita lakukan lagi latih tanding yang kedua. Kukira aku masih sanggup bermain-main beberapa puluh jurus lagi.‖
Wajah Ding Tao pun menjadi sedikit cerah, ―Baik, aku siap, kali ini ijinkan aku yang memulai serangan.‖
2799
―Silahkan, itu cara yang baik juga, sekarang Ketua Ding Tao bisa mempelajari cara-cara pertahanan yang kumiliki. Pada latih tanding yang ketiga Ketua Ding Tao punya kemungkinan untuk mengalahkanku lebih cepat. Silahkan.‖, jawab Tetua Shen.
Kedua jagoan beda generasi itu pun kembali saling berhadapan, kali ini Ding Tao yang akan memegang kendali jalannya pertarungan, jika dia berhasil terus menekan sejak awal. Ding Tao pun tidak ingin terburu-buru menyerang, dipikirkannya baik-baik jurus serangan yang akan dia gunakan.
Ketika akhirnya dia menyerang, dia menusukkan pedangnya dalam gerakan yang tidak terlalu cepat. Meski demikian, Tetua Shen ternyata menyurut mundur tiga langkah oleh serangan itu. Demikianlah mereka kembali saling menyerang dan bertahan. Tidak seperti pada latih tanding sebelumnya, kali ini Ding Tao justru sering memberi jalan keluar pada lawan, pada jurus ke 20 dan 45 sebenarnya dia sudah bisa mematikan gerak Tetua Shen, namun dengan sengaja dia memberi Tetua Shen kesempatan untuk mundur dan dengan cara itu Ding Tao berusaha lebih banyak melihat jurus-jurus andalan milik Tetua Shen. Tetua Shen tentunya bukan tidak tahu akan hal ini, namun karena tujuan mereka memang untuk mempersiapkan
2800
Ding Tao melawan Ren Zhuocan, maka Tetua Shen pun tidak pelit-pelit dengan ilmunya.
Mereka pun saling serang sampai puluhan jurus banyaknya sebelum Ding Tao melompat mundur dan menyudahi latih tanding mereka tanpa ada ketentuan siapa yang menang dan siapa yang kalah.
―Cukup tetua…, kalau boleh, kita sudahi dulu sampai hari ini.‖, ujarnya sambil melompat mundur.
―Baiklah, apakah Ketua Ding Tao ingin merenungkan dulu apa yang ketua lihat hari ini?‖, tanya Tetua Shen sambil menarik pula serangannya.
―Ya…, aku perlu waktu untuk memikirkannya, bagaimana menurut Tetua Shen, apakah akan mengurangi nilaiku jika aku mengambil waktu semalam untuk merenungkannya?‖, jawab Ding Tao.
―Tidak juga, seperti yang Saudara Khongti tadi katakan, Ren Zhuocan memiliki kelebihan dibanding dirimu karena dia sudah mengenal ilmuku selama bertahun-tahun, meski saat aku berhadapannya waktu itu, ada juga aku memiliiki ilmu simpanan baru.‖, ujar Tetua Shen.
2801
Melihat latih tanding itu sudah selesai, yang lain pun sudah berjalan mendekat dan mengikuti pembicaraan mereka.
Zhu Yanyan pun bertanya, ―Tetua Shen, menurut tetua bagaimana dengan ilmu kepandaian Ketua Ding Tao? Memang benar dia tidak bisa mengalahkanmu dalam 14 jurus, tapi seperti Adik Khongti katakan, Ren Zhuocan memiliki keuntungan karena dia sudah mengenal ilmumu dengan baik.‖
Tetua Shen terdiam sejenak kemudian bertanya, ―Apakah kalian pernah melihat bagaimana Ren Zhuocan bertarung?‖
―Ya, kami pernah menyaksikannya beberapa kali, pada saat pertemuan lima tahunan melawan Tetua Bhiksu Khongzhen dan Pendeta Chongxan‖, jawab Hu Ban.
―Jadi kurasa kalian bisa mengerti kalau kukatakan, serangan-serangan Ketua Ding Tao serasa… tidak setajam, tidak sekejam serangan Ren Zhuocan. Meski ada benarnya bahwa Ren Zhuocan memiliki keuntungan tapi bukankah juga kukatakan aku kalah dalam 14 jurus, itu tiga tahun yang lalu. Pada waktu itu pun, jika kubandingkan dengan Ketua Ding Tao yang sekarang, seperti yang kukatakan serangan-serangan
2802
Ketua Ding Tao kalah mengerikan dibandingkan dengan serangannya.‖, ujar Tetua Shen sambil menggelengkan kepala.
―Tunggu… mungkin benar serangan Ketua Ding Tao tidak setelengas serangan Ren Zhuocan, tapi itu lbih karena sifat manusianya, bukan karena kepandaiannya.‖, ujar Hu Ban dengan alis berkerut.
―Hmm… itu artinya Ketua Ding Tao belum sampai pada tingkatan tidak ada manusia yang ada adalah pedang. Pedang sudah tidak ada lagi di tangan, tapi pedang ada di hati.‖, ujar Tetua Shen.
―Dan menurutmu… Ren Zhuocan, serangannya menjadi lebih tajam karena dia sudah mencapai tingkatan itu?‖, tanya Zhu Yanyan.
―Ya, aku percaya dia sudah sampai pada tingkatan itu, di mana perasaannya sedikitpun tidak menghalangi dia untuk menjalankan jurus-jurus yang dia mainkan. Atau mungkin lebih tepatnya, pada saat dia bertarung dia sudah berada pada kondisi… kosong. Tidak ada lagi aku.‖, ujar Tetua Shen.
―Hmm…‖, Zhu Yanyan pun terdiam.
2803
Wang Shu Lin menggamit tangan Shu Sun Er, ―Guru… apakah itu artinya Kak Ding Tao tidak memiliki kesempatan?‖
Shu Sun Er tidak bisa segera menjawab, ―Entahlah Shu Lin… siapa orangnya yang benar-benar pernah sampai pada tahap itu? Banyak yang berpendapat bahwa diirnya sudah sampai di sana, tapi tidak ada yang bisa memastikan benar atau tidak. Apalagi orang lain.‖
Ding Tao menghela nafas dan berkata, ―Sudahlah…, bisa jadi benar atau tidak, kalau memang benar maka yang dapat kulakukan adalah berusaha untuk mencapai tingkatan yang sama.‖
―Waktunya sangat singkat jika kita ingin mencegah jatuhnya banyak korban pada pertemuan lima tahunan yang berikutnya.‖, ujar Tetua Shen perlahan.
―Kita cuma bisa berusaha sekuatnya.‖, jawab Ding Tao sambil tersenyum kecil.
―Ya, Ketua Ding Tao benar, apa perlunya mengkhawatirkan hal itu sekarang ini, yang penting kita sudah berusaha sekuatnya.‖, ujar Khongti.
2804
Mereka pun kemudian masuk ke dalam rumah yang baru, Tetua Shen memutuskan untuk ikut menginap di sana. Ding Tao pun berpamitan untuk pergi menyendiri, yang lain mengerti dan tidak mencegahnya pergi. Mereka hanya bisa berdoa demi keberhasilan pemuda itu.
Sendiri di bawah bintang-bintang, Ding Tao berlatih perlahan-lahan, dengan bergerak dia berusaha membuat pikirannya menjadi tenang. Setelah pikirannya menjadi tenang dia berusaha menyelami setiap ilmu yang pernah dia lihat. Ding Tao pun mendapati, ilmu yang ditunjukkan Bhiksu Khongzhen dan Pendeta Chongxan adalah dua ilmu yang dia tahu, yang paling mendekati kesempurnaan yang dia tahu. Menurut pendapat beberapa orang, pada awalnya hanya ada satu. Mungkin itu sebabnya ketika Bhiksu Khongzhen dan Pendeta Chongxan mencoba menyarikan apa yang mereka ketahui dalam satu bentuk ilmu. Ilmu yang mereka dapatkan atau ciptakan, bisa bekerja sama dengan begitu baiknya. Meski yang satu menyarikannya dari ilmu-ilmu yang ada di Shaolin dan yang seorang lagi berdasarkan pengetahuannya atas ilmu dari Wudang. Namun ketika mereka berhasil menyarikannya menjadi satu ilmu, keduanya seakan-akan bersaudara.
2805
Dalam pikirannya, secara pengertian bisalah Ding Tao meraba itu semua. Namun Ding Tao tahu, untuk bisa mengamalkannya dengan sempurna, dia butuh lebih dari sebuah pengertian, sebuah pemahaman yang hanya sampai pada tingkatan berpikir. Belum sampai pada menghidupi ilmu itu sendiri, belum sampai pada tingkatan menghayati ilmu itu sendiri. Hingga seperti yang dikatakan Tetua Shen mengenai Ren Zhuocan, tidak ada lagi orangnya, yang ada adalah pedangnya, ilmunya. Ilmunya dihayati sedemikian rupa sehingga ilmu itu sudah menjadi bagian dari dirinya. Semua gerakan terjadi dengan sendirinya, dengan wajar.
Entah sudah berapa lama Ding Tao bergerak, berlatih, melakukan jurus demi jurus ketika dia sampai pada kesadaran itu. Ini tidak seperti berpikir yang melantur, tapi seperti menanyakan satu pertanyaan secara terus menerus, berusaha menemukan jawaban yang terdalam, menyingkirkan dan menolak jawaban yang dangkal, terus menerus menggali dan tiba-tiba seakan mendapatkan satu kesadaran.
Ding Tao pun berhenti bergerak, tubuhnya sudah basah dengan keringat, tandanya dia sudah melatih jurus-jurusnya mungkin lebih dari seratus kali dia mengulang. Tubuhnya terasa begitu lelah dan kehabisan tenaga, namun semangatnya
2806
bangkit. Ding Tao akhirnya mengerti apa yang membuat dia merasakan satu ganjalan dalam hatinya selama ini, setelah dia lepas dari pengaruh Obat Dewa Pengetahuan.
Selama ini dia seakan-akan hampir mencapai tingkatan yang sama dengan Ren Zhuocan, tapi itu bukan disebabkan karena ilmunya sudah menyatu dengan dirinya. Yang menyebabkan hanyalah karena kecepatan dia baik dalam menangkap gerakan lawan, maupun memikirkan cara untuk mengalahkan jurus-jurus lawan yang berkali-kali lipat lebih cepat dari orang biasa. Hingga seakan-akan dia sudah bergerak tanpa dia harus berpikir. Pada kenyataannya saat otaknya dipenuhi dengan berbagai jenis ilmu, maka dia pun menjadi lebih bodoh dari pendekar biasa, karena pada saat itu, jumlah kemungkinan-kemungkinan yang dia perhitungkan, jauh melampaui kemampuan otaknya, meski sudah dibantu dengan Obat Dewa Pengetahuan.
Jadi sampai sekarang, tidak ada satu ilmu pun yang dia hayati sepenuhnya, hingga menyatu dengan dirinya. Itulah kelemahannya jika dibandingkan dengan Ren Zhuocan. Jika dia memiliki kelebihan dibanding yang lai, itulah kehebatan dari ilmu ciptaan Bhiksu Khongzhen dan Pendeta Chongxan. Lawanlah yang terperangkap dalam kerumitan serangan jurus
2807
ciptaan dua orang itu. Bukan karena dirinya yang memiliki kemampuan. Dia sudah memegang sebuah pedang pusaka, namun pedang itu belum benar-benar menjadi miliknya. Pengertian ini sulit dijabarkan dalam kata-kata, ini lebih bisa ditangkap pada tataran rasa.
Sampai pada pengertian ini, Ding Tao pun tercenung. Dia sampai pada titik yang sangat penting, dengan situasi yang ada sekarang ini, dia harus berusaha menerobos pintu ini untuk sampai pada tataran yang selanjutnya.
Di saat yang sama, dia juga menantikan kabar dari Shin Su dan kawan-kawannya. Jika dia berfokus hanya pada mencapai tataran yang setingkat dengan Ren Zhuocan, maka ada bahayanya bahwa rencananya untuk menghadapi Murong Yun Hua dan sekutunya akan mengalami kegagalan.
Maka Ding Tao pun mulai menimbang-nimbang, yang mana yang harus dia dahulukan. Jika dia berhasil melemahkan persekutuan yang dibangun oleh Murong Yun Hua, tapi gagal dalam mengalahkan Ren Zhuocan, maka sebagai akibatnya Ren Zhuocan akan melenggang masuk menaklukkan tokoh-tokoh dunia persilatan dalam perbatasan karena tidak ada lagi yang menyatukan mereka.
2808
Sebaliknya jika dia berhasil mengalahkan Ren Zhuocan namun gagal dalam melemahkan Murong Yun Hua pada saat pertemuan lima tahunan itu, maka yang terburuk adalah dia tidak memiliki bukti dan saksi untuk mengembalikan nama baiknya. Pada pertemuan itu, Murong Yun Hua dan seluruh tokoh-tokoh dunia persilatan berdiri di belakangnya akan berhadapan dengan dirinya bukan dengan Ren Zhuocan. Jika dia tidak yakin bisa menang, dia bisa mundur dari pertarungan itu, mencari waktu yang lebih baik lagi untuk menghadapi Murong Yun Hua.
Menghela nafas Ding Tao pun memutuskan.
Esok paginya dia mengumpulkan Tetua Shen dan yang lainnya. ―Tetua sekalian, Wang Shu Lin, aku kemarin sudah berpikir baik-baik dan aku memutuskan untuk sementara akan mengasingkan diri dan mencoba untuk memasuki tataran yang sama dengan Ketua Ren Zhuocan.‖, kata Ding Tao.
―Lalu bagaimana dengan rencanamu untuk menghadapi Murong Yun Hua?‖, tanya Zhu Yanyan.
―Mengenai hal itu, sudah kuputuskan untuk menitipkannya pada kalian semua, aku sudah menuliskan tanya jawab yang menjadi
2809
penanda antara diriku dengan orang-orangnya Shin Su, harap Tetua Zhu Yanyan membaca dan menghafalkannya.‖ ―Baiklah, tapi Ding Tao kami belum tahu apa rencanamu untuk menghadapi Murong Yun Hua.‖, ujar Zhu Yanyan sambil menerima secarik kertas dari tangan Ding Tao.
―Tentang hal itu, aku sudah berpikir baik-baik dan aku berpendapat bahwa meski mereka terlihat kuat, sebenarnya kekuatan mereka itu rapuh adanya. Mereka berhasil disatukan oleh Murong Yun Hua lewat berbagai bujuk rayu dan tipuan. Bukan disatukan oleh satu tujuan dan cara berpikir yang sama.‖, ujar Ding Tao.
―Hmm… benar, bila kita bisa mengetahui alasan tiap-tiap orang untuk mengikuti Murong Yun Hua, maka kita bisa memecah belah mereka menjadi kekuatan yang lebih lemah. Bahkan bisa jadi mereka akan saling berlawanan sendiri satu dengan yang lain.‖, ujar Hu Ban merenungkan perkataan Ding Tao.
―Benar, salah satunya mereka yang mengikuti Murong Yun Hua karena kedudukannya sebagai Wulin Mengzhu. Yang termasuk golongan ini, jika bisa diyakinkan bahwa aku tak bersalah dan masih hidup tanpa kurang suatu apapun, maka mereka akan
2810
meninggalkan Murong Yun Hua dan berbalik mendukung diriku.‖, ujar Ding Tao.
―Kukira kau tentu akan berusaha membebaskan Pendekar Jin Yong untuk kau jadikan saksi bagimu‖, sahut Khongti.
―Benar, itu salah satunya, selain itu tentu saja ada tetua semua dan Wang Shu Lin yang bisa menjadi saksi tentang terbunuhnya Bhiksu Khongzhen dan Pendeta Chongxan yang saat ini dilemparkan tanggung jawabnya padaku.‖, ujar Ding Tao.
―Benar, setidaknya untuk hal itu kartu sudah ada di tangan, tapi untuk mendapatkan Pendekar Jin Yong bukanlah hal yang mudah, tentunya dia dijaga sangat ketat.‖, kata Shu Sun Er menyambung.
―Ya, tentang soal itu, aku sudah berpikir dan ada dua hal yang kupikir bisa membantu. Pertama keberadaan Murong Huolin dan Hua Ying Ying di rumah kediaman kami di Jiang Ling. Entah benar atau tidak, tapi jika berdua masih mencintaiku, ada kemungkinan kita bisa meyakinkan mereka untuk membantu.‖
―Yang kedua adalah, pada saat pertemuan lima tahunan nanti, tentunya Murong Yun Hua tidak akan mau mengambil resiko
2811
gagal dan akan mengerahkan seluruh kekuatannya.‖, ujar Ding Tao menjelaskan pemikirannya.
Wang Shu Lin pun menepuk tangannya dan menyahut, ―Benar, pada saat itu, rumah dalam keadaan kosong karena semuanya berangkat untuk menghadapi pertarungan besar. Di saat yang sama, kita memiliki orang dalam yang bisa bekerja untuk membebaskan Pendekar pedang Jin Yong. Murong Yun Hua akan mendapatkan kejutan besar pada pertemuan itu nanti.‖
Ding Tao tersenyum tapi dalam hati ada pula rasa sedih, dia pun bertanya-tanya dalam hati, ‗Apakah aku masih mencintai Murong Yun Hua? Setelah semuanya ini terjadi? Apakah mungkin aku bisa memaafkannya?‘
―Pemikiran yang bagus‖, ujar Khongti dengan bersemangat.
―Dan bukan hanya membersihkan nama Ding Tao saja, tapi aku yakin orang-orang munafik yang bersekutu dengan Murong Yun Hua pun akan berpikir dua kali untuk terus menjadi pendukungnya bila kita berhasil membuka rahasia itu di depan orang banyak.‖, ujar Hu Ban dengan mata berkilat-kilat.
―Benar, ditambah lagi jika kita bisa mengetahui apa yang ditawarkan Murong Yun Hua pada mereka, sehingga mereka
2812
bersedia menjadi pembantunya. Memanfaatkan itu kita bisa menawarkan hal yang sama nilainya, membuat persekutuan dengan Murong Yun Hua semakin tidak menarik untuk mereka.‖, tambah Ding Tao.
―Benar, benar, tidak kuduga kau sudah berpikir sejauh itu. Anak baik…, anak baik…‖, ujar Pang Boxi dengan mata penuh kekaguman memandang Ding Tao.
―Aku mengerti sekarang, mengapa kau memberikan semua tugas itu pada Shin Su‖, ujar Hu Ban sambil mengelus-elus dagunya.
―Bagus, jadi bisakah aku menitipkan masalah ini pada tetua sekalian?‖, tanya Ding Tao pada mereka.
―Ya, serahkan semuanya pada kami, kami akan berusaha agar pada pertemuan lima tahunan nanti semuanya sudah siap. Dan kau, jangan pikirkan yang lain, konsentrasikan saja seluruh kemampuanmu untuk menerobos pintu yang terakhir itu.‖, ujar Zhu Yanyan dengan bersemangat.
―Baik, maaf jika pada akhirnya aku percayakan sisanya pada tetua sekalian.‖, jawab Ding Tao.
2813
―Hm.. tidak masalah, kulihat sekarang kau sudah tumbuh jadi lebih dewasa, sungguh pantas untuk menjadi pemimpin sebuah partai.‖, ujar Zhu Yanyan dengan bangga.
―Ya, kami semua bangga padamu, sekarang pergilah menyepi, jangan pikirkan macam-macam, kami yang tua ini pun masih punya semangat, kau tidak perlu khawatir.‖, ujar Chen Taijiang sambil tersenyum, aneh kali ini mukanya tidak terlihat sedih.
―Ya, aku percaya pada tetua sekalian, juga padamu Nona Wang Shu Lin.‖, ujar Ding Tao tiba-tiba mengalihkan perhatiannya pada Wang Shu Lin.
Tentu saja Wang Shu Lin jadi berdebar-debar, sejak Ding Tao bebas dari pengaruh buruk Obat Dewa Pengetahuan dia menjauhkan diri dari Ding Tao, demikian pula pemuda itu. Tiba-tiba sekarang Ding Tao menegurnya secara langsung.
Apalagi kemudian Ding Tao berkata, ―Tetua sekalian, kalau boleh aku minta ijin untuk berbicara berdua saja dengan murid kalian.‖
―Hm.. tentu saja boleh, pergilah kalian berdua, kami percaya kalian berdua sudah cukup dewasa untuk menyelesaikan urusan kalian sendiri.‖, ujar Shu Sun Er dengan wajah cerah.
2814
―Eh… guru… aku toh tidak ada yang hendak dibicarakan‖, ujar Wang Shu Lin tiba-tiba merasa gugup dan tidak memiliki keberanian untuk berdua saja dengan Ding Tao.
―Jangan bodoh, pergilah sana, tak pernah kulihat kau sepenakut ini.‖, ujar Shu Sun Er sambil mendorong Wang Shu Lin pergi.
Ding Tao sudah mendahului berjalan keluar dari rumah, Wang Shu Lin yang sedikit terlambat di belakang masih menoleh sekali lagi pada guru-gurunya. Mereka pun memberi tanda dengan tangan, menyuruh gadis itu pergi bersama Ding Tao.
―Moga-moga ada kepastian dengan hubungan mereka berdua‖, ujar Hu Ban berharap.
―Entahlah, Ding Tao yang sekarang memang sudah jauh lebih dewasa, tapi seringnya seorang laki-laki yang tahu tanggung jawab dan berada dalam posisi sepertinya, wanita jadi berada pada urutan yang ke sekian‖, ujar Shu Sun Er dengan mata jauh menerawang.
―Hmm… lalu mengapa kau tadi terlihat begitu senang, masakan kau berharap Wang Shu Lin patah hati?‖, tanya Pang Boxi pada Shu Sun Er.
2815
Shu Sun Er tersenyum, ―Lelaki bukan cuma satu orang, yang kuharapkan hanyalah agar Ding Tao tidak menggantung terus Anak Shu Lin, jika jadi ya jadi, kalau tidak ya tidak. Dengan begitu Anak Shu Lin pun bisa berjalan ke depan dan tidak terus menerus menantikan sesuatu yang tak pasti.‖
Hu Ban menengok ke arah Shu Sun Er, kemudian kembali memandang ke arah perginya Wang Shu Lin, perlahan dia menghela nafas, ―Kau benar… dia masih muda, masih sangat muda… sayang jika waktu harus berjalan terus untuk menantikan yang tidak mungkin.‖
―Hei… apa kau menyindirku?‖, tanya Shu Sun Er sambil melirik ke arah Hu Ban.
―Oh… tidak, tidak‖, ujar Hu Ban sambil tersenyum kecut.
Tiba-tiba Shu Sun Er tampak melembut perlahan dia bilang, ―Aku bukannya tidak mengerti perasaanmu… tapi kita sudah tua, jadi biarlah kita simpan saja perasaan ini dalam hati.‖
―Hei hei… jika kalian berdua sudah tua, lalu bagaimana denganku? Aku tidak mau menjadi tua.‖, keluh Chen Tai Jiang membuat mereka tertawa geli.
2816
―Hahaha, tapi perkataan Adik Taijiang kali ini ada benarnya, sudah lama kami mengamati kalian berdua, sebagai saudara kami pun merasa sedih. Kalau memang Adik Sun Er sudah berpikir demikian, kenapa juga harus berhenti sampai di sini. Kita toh sudah tua, sudah bisa memandang segala sesuatunya dengan lebih matang, tahu mana yang berlebihan dan mana yang wajar.‖, ujar Khongti sambil mendorong bahu Hu Ban.
Hu Ban sudah berumur, tapi masih bisa juga tersipu malu, mengumpulkan segenap keberaniannya dia pun mendekati Shu Sun Er dan berkata, ―Adik Sun Er…, mungkin kau pandang ini tak perlu, tapi… tapi… jika kau tidak keberatan… aku berharap kita bisa… ―
Mengambil nafas dalam-dalam Hu Ban kemudian berkata, ―Sun Er, menikahlah denganku.‖
―Nah begitu baru benar‖, ujar Pang Boxi sambil menepuk pundak Hu Ban, diikuti Khongti dan Chen Taijiang, tentu saja dengan berbagai komentar.
Zhu Yanyan hanya ikut tertawa saja, sementara Shu Sun Er jadi tersipu malu.
2817
―Kalian ini semua, rambut kalian saja sudah beruban, tapi tingkah kalian masih seperti anak-anak.‖, ujarnya sambil menggelengkan kepala dan bergerak hendak pergi.
Tapi buru-buru Hu Ban menahan lengannya, ―Adik Sun Er, tunggu sebentar, jangan salah mengerti, aku tidak lupa dengan umur kita, aku hanya berharap, bisa menghabiskan sisa umurku sebagai suamimu.‖
Shu Sun Er bisa merasakan ketulusan dalam kata-kata Hu Ban, langkah kakinya pun terhenti dan ketika matanya bertemu pandang dengan mata Hu Ban, hatinya pun tersentuh, sudah sedemikian lama Hu Ban menanti dirinya, seberapa besar rasa cinta Hu Ban tidak bisa dia pikirkan.
Setelah lama mereka saling memandang, akhirnya Shu Sun Er melepaskan tangannya dari genggaman Hu Ban dengan lembut, dan berkata, ―Ya sudahlah terserah kalian, tapi aku tidak mau pesta macam-macam, awas saja kalau kalian berani membikin pesta yang berlebihan.‖
Mendengar jawaban Shu Sun Er itu pun, Khongti, Chen Taijiang dan Pang Boxi bersorak-sorak, sementara Hu Ban dan Zhu Yanyan tertawa bahagia. Tetua Shen sebagai orang luar
2818
sedikit banyak bisa meraba hubungan di antara mereka berdua ikut merasa bahagia dan tertawa.
―Apakah kita perlu mengundang orang-orang di desa?‖, tanyanya.
―Tidak, jangan, cukup kita sendiri saja, jangan membuatku malu, masa sudah setua ini masih juga mencari suami.‖, ujar Shu Sun Er sambil cepat-cepat pergi dengan wajah mulai memerah karena malu.
Sorakan dan godaan Khongti, Chen Taijian dan Pang Boxi masih bisa didengarnya ketika dia berjalan menjauh, meski di mulut dia memaki, namun dalam hati Shu Sun Er pun merasa bahagia.
Di tempat lain Wang Shu Lin sedang berdebar-debar duduk di dekat Ding Tao yang tampak jauh lebih dewasa.
―Ini tidak mudah…‖, ujar Ding Tao membuka percakapan.
―… tidak apa jika tidak dibicarakan…‖, ujar Wang Shu Lin suaranya berbeda jauh dengan saat dia menjadi Ximen Lisi.
2819
―Tidak…, aku berhutang budi padamu, aku bersalah jika mendiamkan saja masalah ini.‖, ujar Ding Tao lembut tapi juga tegas.
Tiba-tiba perasaan Wang Shu Lin seperti tenggelam dan dia pun kehilangan kekuatan untuk berkata-kata.
―Nona Wang Shu Lin…, apakah aku salah jika aku menduga bahwa nona menaruh hati padaku?‖, tanya Ding Tao hati-hati.
Lama Wang Shu Lin tidak menjawab dan Ding Tao pun menanti dengan sabar menunggu jawaban darinya. Akhirnya Wang Shu Lin mendapatkan kekuatan untuk menjawab.
―Tidak… tidak salah… apakah Kak Ding Tao tidak merasakan hal yang sama?‘, suara Wang Shu Lin bergetar dan hampir-hampir tak terdengar.
Ding Tao pun menghela nafas dalam-dalam, ―Maafkan aku nona, tapi aku tidak bisa membalas perasaan nona.‖
Terisak Wang Shu Lin pun bergerak hendak meninggalkan tempat itu. Tapi tangan Ding Tao dengan cepat menahannya dengan lembut.
2820
―Nona…, tunggu dulu…‖
―Ada apa lagi Ketua Ding Tao?‖, tanya Wang Shu Lin menahan isak.
―Nona… betapa mudah bagiku untuk jatuh cinta padamu… dalam segala hal, nona ini adalah wanita di antara wanita. Hanya saja memang sengaja aku tutup hatiku dari Nona Wang Shu Lin. Nona tentu tahu sejarah kelamku, cinta pertamaku, pernikahanku. Kalaupun aku buka hatiku, di dalamnya sudah ada banyak cinta, terbagi dengan yang lain.‖, Ding Tao berkata dengan lembut, tangannya tegas menggenggam tanpa terlalu keras meremas.
―Nona Wang Shu Lin…, sesungguhnya aku merasa bersalah pada nona jika aku terima cinta nona, sementara dalam hidupku, nona bukanlah yang satu-satunya. Bahkan pada Adik Ying Ying pun, aku sedang berpikir untuk melepaskannya. Dia pun seorang gadis yang baik, dia pantas mendapatkan cinta yang sepenuhnya, yang utuh dari seorang pemuda yang baik. Bisakah nona mengerti itu?‖, tanya Ding Tao pada Wang Shu Lin.
2821
―Entahlah, aku tidak sebijak tuan, jadi sulit buatku untuk mengerti.‖, jawab Wang Shu Lin dengan hati tak karuan.
Memang benar dia sudah siap untuk mencintai Ding Tao dari kejauhan, tapi dalam hatinya juga masih berharap. Percakapan ini, menghapuskan harapan itu dan dia sendiri tidak bisa mengerti apa perasaannya saat ini. Sakit dan malu, tapi dia juga tidak bisa membenci Ding Tao.
―Lalu mengapa tentang Nona Huang, tuan masih berpikir, sedangkan bagiku dengan mudahnya tuan membuat keputusan? Tidak ingatkah tuan, apa yang terjadi di kaki Gunung Songshan?‖, tiba-tiba ada rasa tidak mau terima yang muncul dan bertanyalah dia.
Di luar dugaan Ding Tao tiba-tiba menarik gadis itu ke dalam pelukannya.
―Nona… betapa mudah bagiku untuk mencintaimu…‖, bisiknya di telinga Wang Shu Lin, membuat perasaan gadis itu semakin kacau.
―Tapi aku percaya dan aku memutuskan, biarlah di antara kita yang ada hanyalah hubungan kasih antara seorang kakak dengan adiknya. Apakah itu bukan kasih yang lebih murni dari
2822
kasih antara lelaki dan wanita yang biasanya mengharapkan sesuatu?‖, bisik Ding Tao dengan lembut.
―Aku juga ingat di kaki Gunung Songshan ada seorang pemuda yang sangat mencintaimu. Tidak bisakah kau buka hatimu untuknya? Jika Adik Shu Lin bisa membuka hati untuknya, aku yakin dengan mudah Adik Shu Lin bisa mencintainya.‖, kembali Ding Tao berbisik lembut.
Hati Wang Shu Lin yang mulai terhibur, kembali terasa mengkal mendengar bujukan Ding Tao itu, dia pun meronta hendak lepas dari pelukan Ding Tao sambil berujar, ―Supaya aku melupakanmu, supaya kau bisa kembali pada dua orang isterimu dan kekasih mu itu kan?‖
Tapi Ding Tao tidak hendak melepaskan pelukannya, justru dia mempererat pelukannya itu, ―Shu Lin… Shu Lin… cobalah berhenti berpikir… rasakan saja, rasakan ketulusanku ini…‖
Bercampur baur perasaan Wang Shu Lin, dia pun menangis terisak-isak dalam pelukan Ding Tao. Perlahan-lahan dia pun tidak lagi meronta, hanya menangis terisak, perlahan, dalam pelukan Ding Tao yang memberinya kehangatan.
2823
―Aku tidak mengerti… aku tidak mengerti…‖, ujar Wang Shu Lin dalam isaknya.
―Aku pun tidak mengerti… seandainya saja kita bertemu sebelum semuanya itu terjadi…‖, ujar Ding Tao dengan suara tercekat.
Dan Wang Shu Lin pun merebahkan kepalanya di dada Ding Tao, tangannya erat memeluk pemuda itu, seakan tak ingin melepaskannya.
Dia pun berbisik perlahan, ―Ciumlah aku sekali saja… sekali saja…‖
Ding Tao mengangkat dagu gadis itu dengan lembut, dihapusnya air mata yang membasahi pipi gadis itu.. Ding Tao memandangi wajahnya dalam-dalam, kedua pasang mata mereka bertemu, memadang mesra dan lembut. Tersenyum, Wang Shu Lin pun menutup matanya. Ding Taomenghela nafas dalam-dalam, kemudian dengan lembut dia mencium keningnya, lalu kedua pipinya dan dengan lembut dia memutuskan untuk tidak mengikuti keinginan hatinya untuk mencium bibir gadis itu, melainkan dia memeluk kembali gadis itu dengan erat. Wang Shu Lin tersenyum dengan sedih,
2824
namun kali ini dia tidak lagi meronta, diisinya dadanya penuh-penuh dengan udara, lalu dihembuskannya perlahan-lahan. Seiring dengan hembusan itu, dia buang pula segala perasaan sakit, tidak rela dan kemarahan yang masih tersisa di dalam dadanya. Perlahan-lahan Ding Tao pun merenggangkan pelukannya.
―Apakah menurut kakak , Zhu Jiuzhen adalah seorang pemuda yang baik?", tanya Wang Shu Lin masih bersandar pada dada Ding Tao.
―Seharusnya kau yang lebih tahu, dari sekilas yang kulihat, aku hanya tahu bahwa dia sangat mencintaimu. Meski terkadang ada bermacam-macam bentuk cinta, ada cinta yang ingin memiliki dan dengan demikian justru membuat yang dicintai menderita karena terlalu dikekang.‖, jawab Ding Tao.
―Jadi menurut kakak aku harus bagaimana?‖, tanya Wang Shu Lin.
―Aku hanya meminta, cobalah buka hatimu, beri dia kesempatan. Jangan pula karena aku yang meminta kemudian adik menerima cintanya tanpa pertimbangan. Umur adik masih muda, jalani saja perlahan-lahan, jika kemudian adik yakin dia
2825
bisa membahagiakan adik, tentu saja adik harus menerima cintanya.‖, ujar Ding Tao memberi nasehat.
―Jika aku sudah menerima cintanya tapi kemudian ternyata aku salah, apa yang harus kulakukan?‖, tanya Wang Shu Lin dengan sedih.
―Jika terjadi demikian, maka carilah aku, datang padaku.‖, ujar Ding Tao sambil mendekap gadis itu.
―Kakak berjanji tidak akan berubah hati padaku?‖, tanya Wang Shu Lin, sambil membalas dekapan Ding Tao.
―Tidak, aku berjanji tidak akan berubah hati padamu.‖, jawab Ding Tao.
―Meski aku sudah bukan lagi seorang gadis? Meski kakak sudah rujuk kembali dengan isteri-isteri kakak? Meski kakak sudah menikah dengan Nona Huang?‖, tanya Wang Shu Lin kembali terisak.
―Tidak, aku berjanji tidak akan berubah, aku akan selalu ada untukmu. Yang kuminta hanyalah berikan kesempatan pada dirimu untuk mendapatkan kebahagiaan yang lebih sempurna.‖, ujar Ding Tao dan kali ini dia tidak bisa menahan diri, untuk
2826
tidak mengangkat dagu gadis itu dan kemudian mencium bibirnya dengan mesra.
Untuk beberapa lamanya mereka pun saling berpagutan, berciuman dengan ketat, mencurahkan segala perasaan hati mereka. Ketika kemudian mereka saling memisahkan diri dengan nafas sedikit memburu, Ding Tao pun membelai rambut gadis itu, membelai pipinya dan sekali lagi mengecup kening gadis itu.
―Ingatlah, benar-benar kuminta, berikan pada dirimu, kesempatan untuk mendapatkan kebahagiaan yang lebih sempurna. Bagaimana pun juga, adalah tidak mungkin seorang lelaki membagi hatinya pada banyak wanita, tanpa ada yang akan merasakan sakit hati. Mengertikah kau? Meski kau menjadi milikku, hatiku akan sedih bila melihatmu bersedih, tapi jika aku bisa melihatmu berbahagia, meski itu dengan orang yang berbeda, aku pun akan merasa bahagia. Mengertikah kau?‖
Wang Shu Lin pun menganggukkan kepala, untuk kemudian menyurukkannya ke atas dada Ding Tao dan Ding Tao pun dengan lembut memeluk dan membelai-belai rambutnya yang halus dan panjang. Lama mereka duduk berdua, dengan Wang
2827
Shu Lin bersandar pada Ding Tao, saling berbicara mengenai masa lalu mereka, kekhawatiran mereka dan harapan mereka tentang masa depan. Ketika akhirnya mereka berpisah, hati mereka sudah lega dan tidak lagi dipenuhi beban perasaan mengenai hubungan mereka. Ketika Wang Shu Lin melambai, dia melambai dengan senyum di wajahnya, meski matanya sedikit membasah oleh air mata. Ding Tao pun memulai pengasingannya dengan perasaan tanpa beban, langkahnya mantap, berjalan menuju ke tempat yang jauh, mencari hutan atau tempat sepi lainnya, di mana dia bisa berlatih tanpa terganggu.
Sementara Wang Shu Lin dan ke-enam gurunya pun sibuk dengan urusan yang ditinggalkan Ding Tao pada mereka, tidak kurang dari tiga hari setelah kepergian Ding Tao mulailah datang utusan dari Shin Su, menyampaikan hasil dari tugas yang diberikan Ding Tao pada mereka. Maka Wang Shu Lin dan enam orang gurunya pun membagi tugas, mereka meninggalkan Desa Hotu, Tetua Shen sudah menyanggupi untuk menjadi penghubung antara mereka dengan Ding Tao nanti. Segala pesan untuk Ding Tao sementara dia masih menyepi akan diterima olehnya.
2828
Wang Shu Lin sendiri pergi ke Shan Xi, selain untuk memperkuat perkumpulan yang dia miliki demi membantu Ding Tao pada saatnya dibutuhkan nanti, dia pun kembali ke Shan Xi untuk belajar membuka hatinya untuk Zhu Jiuzhen. Tidak mudah memang, apalagi dia sudah pernah berpikir, bahwa seluruh hati, jiwa dan tubuhnya akan dia serahkan pada Ding Tao. Namun Ding Tao sendiri yang meminta, meski berat Wang Shu Lin pun berupaya untuk menutup hatinya bagi Ding Tao, meski mungkin jauh di dalam perasaan itu masih ada.
Tapi kita tidak akan mengikuti perjalanan mereka, terlalu panjang jika apa yang dilakukan tiap-tiap orang harus diceritakan. Kita akan mengikuti perjalanan Ding Tao seorang, dua hari perjalanan akhirnya Ding Tao mendapatkan tempat yang cocok untuk menyepi. Tempatnya dekat dengan sebuah sungai kecil, jadi mudah untuk mendapatkan air, juga tersedia ikan untuk ditangkap. Pepohonan di sekitarnya cukup rapat, tidak terlihat ada jalan setapak, kecuali jalan setapak yang terbentuk karena binatang-binatang yang lalu lalang untuk minum dan mandi di sungai kecil itu. Justru dari jalan setapak itu Ding Tao menemukan sungai kecil itu. Melihat keadaaannya, Ding Tao berharap, tempat itu termasuk tempat yang jarang didatangi manusia.
2829
Karena tidak ada tanah lapang, Ding Tao pun akhirnya berlatih di sungai kecil itu, dia berjalan sampai menemukan tempat di mana airnya tidak terlalu dalam, hanya sampai di pinggangnya saja dan dasarnya cukup datar dan luas untuk berlatih. Berlatih di dalam air tentu tidak semudah berlatih di atas tanah lapang, tapi Ding Tao menjadikannya bagian dari latihan itu sendiri. Meski tentu saja, fokus Ding Tao saat ini bukan lagi melatih keseimbangan atau menguatkan kuda-kuda, dia mencari sesuatu yang lebih dari itu. Dia berusaha menyelami lagi apa saja yang pernah dia pelajari, lebih dalam lagi dari yang sampai saat ini dia dapati.
Jika tidak berlatih tentu dia bermeditasi, sedikit sekali waktu yang dia gunakan untuk beristirahat atau mencari makan. Dalam satu hari, mungkin dia hanya makan beberapa ekor ikan atau pernah juga dia cukup beruntung sehingga dia mendapatkan seekor kelinci, pernah juga seekor ular, binatang lain yang lebih besar dia tidak mau, bukan karena pantangan tertentu, hanya saja dia seorang diri dan Ding Tao merasa sayang jika daging binatang itu harus terbuang sia-sia.
Tapi sekian hari sudah berlalu, Ding Tao tidak juga mendapatkan kemajuan, semakin sering dia berlatih semakin rasanya sia-sia saja. Tidak ada yang lebih lagi yang bisa dia
2830
gali dari segenap ilmu yang sudah dia pelajari. Tidak ada yang baru yang bisa dia dapatkan, kecuali dari dua ilmu, warisan Bhiksu Khongzhen dan Pendeta Chongxan yang terkadang kemudian dia menyadari perubahanan atau variasi yang sebelumnya tidak dia sadari ada dalam gerakan itu. Tapi sebenarnya bukan itu pula yang dia cari, pemahaman yang demikian hanya menambah pengetahuannya, tapi tidak membantu dia untuk lebih menyatu lagi dengan jurus-jurus yang ada padanya saat ini.
Dalam ketekunannya berlatih dan berusaha untuk sampai pada tahap yang selanjutnya, tanpa sadar Ding Tao semakin berlebihan dalam berlatih dan semakin lupa pada tubuh fisiknya.
Pada satu hari, setelah malam sebelumnya dia tidur larut malam, pagi harinya Ding Tao sudah mulai berlatih kembali, mengulang satu per satu setiap jurus yang pernah dia pelajari, mulai dari yang pertama kali dia pelajari sewaktu dia masih kanak-kanak sampai pada jurus-jurus yang diwariskan kedua tetua padanya. Berulang kali tanpa henti, pikirannya yang sudah membentur jalan buntu akhirnya membuat dia bergerak tanpa berpikir. Ketika akhirnya dia sadar, barulah terasa perutnya perih, otot-ototnya terasa sangat lemah. Hampir-
2831
hampir dia tidak kuat berjalan ke tepian. Ketika sudah sampai di tepi sungai, Ding Tao pun roboh kelelahan, pingsan, masih dengan baju yang basah dan perut yang kosong.
Ketika dia tersadar kembali, malam sudah tiba, tubuhnya menggigil kedinginan, bajunya sudah kering dengan sendirinya. Ketika dia meraba dahinya, terasalah betapa panas tubuhnya, meski dia menggigil kedinginan. Dengan tubuh gemetaran Ding Tao mengenakan baju dan jubah luarnya. Susah payah dia menyalakan api unggun.
Perutnya yang terasa perih tak dia hiraukan, dalam keadaan demam Ding Tao pun jatuh tertidur kembali.
Entah berapa kali dalam tidurnya dia terbangun dan tertatih-tatih pergi ke sungai untuk meminum air sungai sebanyak-banyaknya dan kemudian kembali ke api unggun untuk sekali lagi bergelung dan akhirnya jatuh tertidur.
Pagi datang kembali dan Ding Tao terbangun, hampir-hampir tidak ada kekuatan dan dia bisa merasakan tubuhnya demam begitu hebat. Sadar dia tak boleh terus menerus melewatkan waktu tanpa mengisi perutnya dengan makanan, Ding Tao memaksakan diri untuk pergi ke sungai dan berusaha
2832
menangkap ikan. Ding Tao harus bekerja keras, apa yang biasanya bisa dia lakukan dengan mudah, sekarang membutuhkan segenap konsentrasi, kekuatan dan kecepatan yang dia miliki. Syukurlah usahanya tak sia-sia, sekaligus dia menangkap beberapa ekor ikan, lebih banyak dari biasanya.
Hari itu pun berlalu tanpa latihan, hanya demam yang tinggi, istirahat, makan dan minum. Tak dapat lagi dia memikirkan yang lainnya. Baru kali itu dia merasakan dirinya selemah itu. Mungkin tidak separah saat dia sedang membersihkan diri dari pengaruh Obat Dewa Pengetahuan, tapi pada saat itu pikiran Ding Tao juga tidak sedang berjalan sehingga dia tidak benar-benar menyadari keadaannya. Berbeda dengan sekarang ini.
Dengan keadaan tubuh yang lemah itu, tak ada yang bisa dilakukannya, Ding Tao tiba-tiba merasa lemah dan tak berdaya. Dalam gemetar dia tiba-tiba tertawa geli, geli dan juga pahit, dia tertawa menertawakan kesombongannya, kepongahannya.
‗Inikah Ding Tao yang hendak menyelamatkan dunia?‘, pikirnya dalam hati.
2833
Betapa lemahnya sesungguhnya dia sebagai manusia. Hanya sehari saja dia bekerja tanpa makanan dan dia sudah jatuh sakit tak berdaya. Betapa terbatasnya sebenarnya dirinya itu. Bagaimana mungkin dia berpikir untuk mengubah dunia, meruntuhkan gunung dan mengeringkan laut, jika dia jatuh tak berdaya hanya karena perkara perut?
Pikiran-pikiran ini membuat Ding Tao merasa dirinya begitu kecil.
Setengah mengigau karena demam, mulailah timbul perasaan mengasihani diri sendiri, bertanyalah dia mengapa dia ditinggalkan kedua orang tuanya dalam usia begitu muda. Mengapa dia harus mengalami fitnah orang. Mengapa dia harus dipisahkan dari kekasih hatinya. Mengapa pula orang yang dicintainya begitu dalam justru mengkhianati dia.
Perlahan menetes air mata dari kedua matanya, Ding Tao merasa sedih, marah dan tak berdaya. Dipandangnya langit dan keluarlah segala tuduhan dari hatinya. Entah berapa lama dia terbaring di sana, menatap langit biru kelam dengan bintang bertaburan di atasnya. Antara tidur dan mengigau oleh karena demam panas tubuhnya. Antara sadar dan tak sadar, dia bertanya, dia meminta, dia menuntut kepada langit yang ada di
2834
atasnya. Entah berapa lama dia seperti tu, tanpa sadar oleh lelah dan tekanan perasaan dia pun tertidur pulas.
Saat dia bangun demamnya sudah mulai turun, kesadarannya pun perlahan-lahan kembali. Ketika matanya terbuka yang pertama kali terlihat olehnya adalah langit yang berwarna biru kelam, perlahan-lahan berubah jadi keunguan, bintang-bintang masih bersinar terang sementara jauh di timur matahari perlahan-lahan mulai bersinar.
Segala caci maki yang dia lontarkan semalam tiba-tiba membuat dia malu. Betapa langit bermurah hati, dalam sakitnya cuaca begitu cerah, angin menerpa tubuhnya terasa sejuk membuai. Kehangatan api unggun menyelimuti tubuhnya. Perlahan Ding Tao bangun dan menyandarkan tubuhnya di pohon yang terdekat, perasaan nyaman memiliki tempat untuk bersandar, memandang tulang-tulang ikan yang berserakan, entah bagaimana dia memasak ikan-ikan itu, dia pun tidak sadar dengan cara apa dia bisa memakannya tanpa harus tersedak dengan duri-duri ikan itu.
Ding Tao pun merasa malu.
2835
Ding Tao merasa dirinya semakin kecil, semakin tak berarti, hanya sejumput debu dalam alam semesta yang tak terbatas.
‗Siapa aku?‘, pertanyaan itu pun terlontar tanpa sadar.
Betapa pendek umur manusia, manusia lahir dan mati, matahari masih terus berjalan dari timur ke barat tanpa henti. Pohon-pohon yang berumur ratusan tahun, ada saatnya tumbang dan membusuk, tapi lautan tetap pasang dan surut tanpa henti. Segalanya terus berjalan, yang baru datang yang lama pergi. Sesungguhnya apa artinya manusia ini, seperti embun yang datang di pagi hari dan menghilang begitu matahari sudah bersinar terang di atas langit. Tak ubahnya bunga-bunga rumput liar, yang hari ini berkembang besok sudah berguguran.
Teringat itu semua, Ding Tao merasa dirinya makin kecil.
Semakin dia malu telah mencaci langit, semakin malu dia mencaci Yang Maha di atas sana. Matahari, udara, makanan dan kehidupan, semuanya diberi tanpa pernah dia diminta imbalannya. Adakah matahari hanya bersinar untuk mereka yang berbuat baik? Tidakkah Dia yang Maha memberi seperti seorang ibu yang bersabar pada anaknya yang nakal,
2836
menerima segala caciannya dengan sabar. Menina bobokkan dia dengan hangatnya api unggun, menurunkan demamnya dengan hembusan angin yang sejuk, menaunginya dengan cuaca yang cerah, memberinya makan di luar sadarnya.
Sebenarnya selama hidupnya apa yang sudah pernah dia lakukan untuk membalas segala kebaikan dalam kehidupan yang dia terima? Mungkin dia kehilangan kedua orang tuanya, tapi sebagai ganti ada banyak orang-orang yang datang dan melimpahinya dengan kasih. Di masa kecilnya ada Tabib Shao Yong dan ada gurunya Gu Tong Dang. Ada pula Huang Ying Ying… ya Huang Ying Ying yang telah dia khianati kesetiaannya, ketika dia menyerahkan hatinya pada Murong Yun Hua. Lalu dalam perjalanan hidupnya dia bertemu dengan sahabat-sahabat, orang-orang terhormat yang menghargai persahabatan lebih dari nyawa mereka sendiri. Ada berapa orang yang hidup dan pernah mendapatkan persahabatan yang sedemikian rupa?
Lalu dia di sini, merasa dirinya hidup menderita dan diterpa ketidak adilan. Betapa sempit cara dia memandang. Sekali lagi Ding Tao merasa malu.
2837
Teringatlah dia pada orang-orang yang telah dia bunuh, pada kehidupan yang telah dia renggut sebelum waktunya, demi menyelamatkan nyawanya sendiri. Dipandanginya kedua belah tangannya, yang sudah berlumuran darah. Ketika dia dulu kembali ke Wuling, benarkah itu karena cinta? Tiba-tiba dia bertanya.
Apakah itu cinta? Dia merasakan cinta pada kecantikan dan kebaikan Huang Ying Ying. Tapi kemudian ketika dia bertemu dengan Murong Yun Hua betapa mudahnya hatinya tergetar dan jatuh cinta pula pada yang lain. Apakah itu cinta?
Ketika dia berpikir tentang cinta, yang ada dalam angan-angannya adalah satu kehidupan yang berbahagia dengan wanita yang dicintainya. Benarkah demikian? Ataukah dia sedang berangan-angan hidup dengan wanita yang bisa membuatnya bahagia, wanita yag bisa memenuhi keinginannya sebagai seorang pria, seorang wanita yang setia, dengan laku lembut, manja yang bisa membuatnya bahagia? Apakah benar dia mencintai Hua Ying Ying, Murong Yun Hua, Murong Huolin dan bahkan Wang Shu Lin? Ataukah sebenarnya dia hanya mencintai dirinya sendiri?
2838
Cintanya timbul karena mereka membuat dia bahagia, ketika Murong Yun Hua mengkhianatinya, berubahlah cintanya menjadi benci. Itukah cinta?
Teringat juga bagaimana dia mencium Wang Shu Lin dengan penuh nafsu, apakah itu cinta? Dia sudah meminta gadis itu untuk mencari kebahagiaan yang lebih sempurna bersama lelaki yang tidak menduakannya, bagaimana bisa dia melakukan sesuatu yang seharusnya menjadi hak lelaki itu? Sungguhkan cintanya itu murni, sungguhkah cintanya itu suci?
Terhuyung-huyung Ding Tao berjalan ke tepian sungai, jatuh terduduk di sana dia memandangi air yang mengalir tiada henti. Dia pun merasa diri semakin tak berarti, seperti air yang datang dan pergi, sebentar ada sebentar lagi tiada. Dan antara yang ada dan tiada itu telah dia isi dengan kebohongan, dengan penipuan pada diri sendiri.
Teringat dia dengan igauannya semalam, sungguh dalam kisah hidupnya dialah pahlawan, dialah korban. Tapi ketika hari terang, sadarlah dia, dia bukan pahlawan, dia juga bukan korban. Kejatuhannya adalah kesalahannya sendiri, dalam kesalahannya dia sudah pula mengorbankan orang lain. Berpikir demikian, berpikirlah pula Ding Tao, tiap-tiap orang
2839
adalah pahlawan dan korban dalam kisah hidupnya sendiri. Bahkan Murong Yun Hua pun pastilah demikian, meski apa yang dia lakukan, tentulah dia memiliki alasan dan pembelaannya sendiri.
Berpikir demikian, perasaannya terhadap Murong Yun Hua berubah jauh lebih baik.
Di saat yang sama Ding Tao belum selesai menghakimi dirinya sendiri, sudah tak teringat lagi dia dengan pertemuan lima tahunan dan pertarungannya dengan Ren Zhuocan.
‗Siapakah aku?‘, sekali lagi pertanyaan yang sama bergaung dalam benaknya.
Tak ada yang baik yang dia temukan untuk menjawab pertanyaan itu. Segala kebaikannya tiba-tiba terlihat begitu semu, kebaikan yang terdorong kecintaan pada diri sendiri, kebaikan pada sesama yang begitu dangkal dan tak berarti, selalu berkait dengan untung dan rugi. Jika Sepasang Iblis Muka Giok tidak menunjukkan persahabatan padanya, tapi sebaliknya meludahi uluran persahabatan yang dia berikan, masihkah dia akan memandang mereka sebagai sahabat? Masih bisakah dia memandang mereka dengan kasih?
2840
Bukankah dia akan meludah dan berkarta, bahwa seekor babi selamanya babi, tak akan mereka mengerti apa itu kebaikan orang, tak akan mengerti uluran kemurahan.
Kebaikannya begitu dangkal, begitu mudah berubah, pemikirannya tentang pengampunan tentang kesempatan bagi setiap orang untuk berubah hanyalah seumur embun pagi dan sependek ujung kukunya. Sedikit panas sudah menguapkannya, selangkah tersesat sudah membuat dia kehilangan kepercayaannya.
Begitu terpuruk Ding Tao dalam penghakimannya hingga tiba-tiba dia berpikir, ‗Adakah manusia sepertiku punya harga untuk hidup?‘
Matanya memandang kosong jauh ke kedalaman sungai itu, hatinya kelu, diam tak mampu lagi berbicara, pikirannya mendelu yang terngiang hanyalah hujatan dan penghakiman pada diri sendiri, bahkan itu pun perlahan semakin sayup dan yang ada hanya kekosongan, kehampaan dan keputus asaan yang tak bertepi, tanpa awalan dan tanpa akhiran. Kakinya perlahan berjalan ke tengah sungai, membiarkan tubuhnya sedikit demi sedikit semakin terendam oleh air sungai yang dingin menggigik tulang, seakan ingin menghukum diri sendiri
2841
sampai setiap rasa bersalah yang menggerogotinya hilang, tapi rasa bersalah dan tak berharga itu tak juga mereda.
Di saat itulah tiba-tiba sebuah kehangatan menyelimuti dirinya, sebuah suara memenuhi hatinya. Suara yang tak berbahasa, untaian kata-kata yang penuh makna tapi tak dapat dia katakan ataupun tuliskan. Suara yang begitu keras hingga mengguncangkan dia, membangunkan dia dari dari keputus asaannya. Suara yang demikian lembut hingga dia mendapatkan penghiburan. Seperti sapuan angin yang keras, meniup habis setiap kegalauan hatinya.
Begitu kejut Ding Tao oleh apa yang dia alami, tubuh yang tadinya tercenung, merunduk lemas, tiba-tiba tegak saking rasa kejutnya.
‗Apa itu?‘, tanyanya dalam hati.
Tapi suara itu sudah tidak berkata-kata lagi, namun masih begitu nyata dalam benaknya apa yang dia rasakan barusan. Dia mencoba menguraikannya dalam kata namun tak dapat. Yang ada hanya rasa, bahwa dia berharga dalam sebuah gema yang tak ada akhirnya.
2842
Seakan tiba-tiba dia diingatkan kembali pada bagaimana dia dijaga dalam sakitnya. Betapa dia dikasihi dalam segala kekurangannya, sebuah perasaan syukur yang membuncah tumpah ruah, sulit diungkapkan dalam kata. Sekilas dia terbayang dan sekilas dia paham, mengapa Ma Songquan dan Chu Linhe bisa begitu setia padanya. Sekilas dia mengerti dan bisa merasakan apa yang dirasakan Chou Liang ketika mereka pertama kali bertemu. Tapi dia juga bisa mengatakan betapa berkali lipat kebaikan yang dia telah dia terima dalam hidup ini. Kebaikannya pada Ma Songquan, Chu Linhe dan Chou Liang demikian dangkal, tapi sekarang ketika dia menyadari ketika dia memandang dirinya sendiri dan mendapati dirinya sekotor dari sepasang iblis muka giok, ketika dia memandang dirinya sendiri dan merasakan perasaan yang sama bagaimana Chou Liang merasa orang tak menghargai dirinya. Kemudian berbalik apa yang dia ulurkan pada mereka, diulurkan pada dirinya tapi dengan beratus kali lipat adanya.
Dia yang mengatakan dirinya berharga, jauh lebih mulia dari dirinya, Dia yang mengatakan dirinya berharga sudah melihat sampai kedalaman dirinya melihat segala kedangkalan, kedegilan dan kebusukannya.
2843
Untuk pertama kalinya Ding Tao tiba-tiba mengerti mengapa bisa mereka mengorbankan nyawa mereka demi dirinya karena dia pun bisa merasakan perasaan yang sama bagi Dia yang menerima dia apa adanya ini. Untuk pertama kalinya dia lepas dari pusat keakuan yang selama ini menjerat dia.
Setelah lepas dari jerat keakuan, pikirannya pun terbuka pada keberadaan dirinya dengan hubungannya dengan yang lain yang ada di luar dirinya.
‗Siapa aku?‘, tiba-tiba pertanyaan itu kembali padanya.
Dan sambil tertawa Ding Tao menjawab, ‗Tidak ada aku di sini.‘
Dipandangnya langit yang kini sudah berwarna kemerahan, dipandangnya air sungai yang terus mengalir, dihirupnya udara yang sejuk membelai tubuhnya.
‗Ini aku…‘, pikirnya.
‗Dulu aku tak ada, sekarang aku pun tak ada‘
‗Dari ayah dan ibuku, aku terbentuk‘
‗Oleh susu dan makanan aku dijalin sedemikian rupa.‘
2844
‗Oleh udara ini, oleh sinar matahari ini, oleh sungai, laut, pepohonan, segala macam binatang, oleh tanah, oleh sesama, aku dihidupkan.‘
Dipandangnya air sungai dan sambil tertawa berkatalah dia, ―Apa kabarmu saudaraku laki-laki?‖
Tangannya bergerak meraih dedaunan dari ranting yang menjulur ke atas sungai kecil itu dan dia berkata, ―Kau juga saudaraku.‖
‗Siapa aku?‘
‗Aku tidak ada‘
Bagaimana dikatakan aku jika unsur pembentuk dirinya selalu berubah, dia yang sekarang sudah berbeda dengan dia belasan tahun yang lalu. Dan bagian dari dirinya pun ada yang kembali pada alam dan nantinya seluruhnya akan kembali pada alam. Dari unsur-unsur yang sama dia berbagi asal dengan manusia, binatang dan pepohonan, seperti rumput yang tumbuh di sana-sini, namun jauh di dalam tanah, ternyata berasal dari satu akar. Apakah dia satu atau semua? Dan seluruhnya itu, baik segala makhluk hidup, maupun unsur-unsur lain dalam alam semesta, seluruhnya ada dalamNya.
2845
‗Aku ada di semua.‘
‗Tidak ada aku.‘
Ding Tao merasa dirinya kecil bagai sebutir debu dalam padang pasir yang luas, setetes air di lautan. Tapi dia juga besar karena dia juga padang pasir, dia juga lautan, dia bukan besar karena dia, tapi dia besar karena DIA.
‗Siapa aku?‘
‗TIDAK ADA AKU‘
Dalam ledakan pengertian yang tak bisa diuntai dalam kata-kata, yang diungkapkan dalam hening bukan karena dia diam, tapi karena dia terlalu rumit, seperti untaian jutaan mutiara dijalin dan dipintal dalam sebuah kelopak bunga teratai yang terkembang, Ding Tao pun mulai bergerak. Tidak ada aku, setiap gerakan bukanlah gerakannya, sekaligus adalah gerakannya. Bukan matanya yang melihat, meski memang matanya yang melihat. Bukan telinganya yang mendengar meski memang dengan telinganya dia mendengar. Bukan tangannya yang mengibas meski memang tangannya yang mengibas.
2846
Bukan dia tidak sadar, tapi dia penuh dengan kesadaran, bukan dia yang menggelorakan air di sungai kecil itu. Bukan dia yang berputar dan menggulung air hingga dasar sungai pun tersibak mengering di sekitar dirinya. Bukan dia yang menebah dasar sungai dan menghamburkan batu-batuan hitam itu menjadi serbuk debu. Bukan dia tapi DIA.
Aku itu tidak ada.
Dalam sebuah ledakan seluruhnya berhamburan, baik air maupun tanah, debu-debu berterbangan, pepohonan di sekitarnya terhuyung-huyung bagai diterpa badai. Lalu perlahan semuanya diam.
Ding Tao diam tak bergerak, air sungai kembali memenuhi dasar sungai, membentuk pusaran kecil di sekitar tubuhnya, debu-debu yang berterbangan perlahan-lahan jatuh di sekelilingnya.
Ding Tao diam, siapa Ding Tao?
Tidak ada Ding Tao.
Pertemuan lima tahunan akhirnya tiba juga, seluruh dunia persilatan baik yang di dalam perbatasan maupun yang di luar
2847
perbatasan terserap dalam pusaran yang tak terlihat. Dua kekuatan besar akhirnya siap untuk berhadapan.
Ren Zhuocan memiliki keyakinan, dengan kematian Bhiksu Khongzhen dan Pendeta Chongxan, Ren Zhuocan tak memiliki tandingan. Siapa pun yang mewakili tokoh-tokoh dunia persilatan dari dalam perbatasan tak akan mampu menandinginya, itu artinya dia yang terkuat dan dialah yang paling berhak untuk berkuasa atas semuanya. Jika mereka tetap menentang, itu artinya perang dan dia yang akan menang.
Di lain pihak seluruh dunia persilatan dalam perbatasan telah bersatu di bawah panji keluarga Murong. Dengan kematian Bhiksu Khongzhen dan Pendeta Chongxan, yang mereka bawa adalah kesatuan mereka. Dalam jumlah ada kekuatan.
Ren Zhuocan boleh jumawa, tapi dia hanya ada satu orang. Ren Zhuocan boleh memiliki puluhan ribu bawahan, tapi merekapun sekarang telah bersatu dan tidak akan kalah jika hanya dalam hal jumlah. Dalam hal tokoh-tokoh besar mereka masih memiliki 5 perguruan besar yang sekarang bersatu di bawah satu panji. Semangat mereka makin bangkit, ketika Murong Yun Hua menunjukkan hasil latihannya selama ini di
2848
depan banyak orang. Disusul kemudian maju puluhan orang terlatih dari keluarga Murong, diikuti pameran kepandaian dari murid-murid utama 5 perguruan besar. Meski ada kekecewaan karena Wudang menyatakan diri menutup dari urusan dunia luar, namun melihat pameran kekuatan itu, semangat setiap orang pun melambung tinggi.
Tapi yang terlihat di luar tidak sepenuhnya sama dengan apa yang sesungguhnya terjadi. Ada sekelompok kecil orang yang menghadapi pertemuan lima tahunan ini dengan hati berdebar-debar dan semangat tak menentu. Kecil jumlah mereka namun akan besar akibatnya bila apa yang mereka tunggu-tunggu ternyata benar adanya.
Pertemuan lima tahunan kali ini, tidaklah sama dengan pertemuan-pertemuan sebelumnya. Demikian besar gerakan yang terjadi dalam dunia persilatan hingga setiap orang awam pun mengetahuinya. Bukan hanya orang-orang dalam dunia persilatan saja yang menantikan hasil dari pertemuan ini dengan dada berdebar, tapi juga sekalian pembesar negeri, karena para polisi rahasia sudah mengendus ambisi Ren Zhuocan dan hubungan baik Ren Zhuocan dengan penguasa di luar perbatasan.
2849
Mereka pun sadar, pertemuan lima tahunan kali ini adalah pertemuan yang menjadi penentuan. Gugurnya dua orang tokoh besar yang selama ini membuat ambisi Ren Zhuocan terganjal, membuat perimbangan kekuatan berubah mengkhawatirkan. Meski dari dunia persilatan di dalam perbatasan pun muncul Murong Yun Hua yang menyatukan mereka di bawah satu bendera. Maka dengan hati berdebar, orang-orang kerajaan ini pun mengamati berjalannya pertemuan lima tahunan ini. Kuda-kuda pembawa pesan berpacu hilir mudik, memberikan laporan pada pejabat di pusat sana.
Ketika tokoh demi tokoh berdatangan, partai demi partai mengirimkan kekuatannya, setiap perubahan ini pun segera dilaporkan ke atas sana. Yang di luar pengetahuan mereka adalah Wang Shu Lin dan ke-enam gurunya, Shin Su dan 49 orang saudaranya. Bergerak dalam bayangan, apa yang mereka lakukan tak tampak di permukaan.
Namun saat ini mereka sendiri sedang menanti-nanti dengan hati berdebar. Tetua Shen yang sudah ada bersama-sama dengan mereka dibanjiri pertanyaan.
Tapi tak satupun ada yang bisa dijawabnya.
2850
―Hahhh… aku pun tak tahu, sampai aku pergi meninggalkan Desa Hotu, aku tak juga melihat batang hidung Ketua Ding Tao.‖, jawab Tetua Shen sambil menghembuskan nafas kuat-kuat, berusaha mengusir pergi perasaan marah yang sudah mau timbul karena berkali-kali dihujani pertanyaan, terutama oleh Shin Su dan saudara-saudaranya yang tidak bisa menerima bahwa Ding Tao belum juga muncul, sementara waktunya semakin dekat.
―Tidak mungkin Ketua Ding Tao gagal, kalaupun gagal dia pasti tetap datang untuk mempertaruhkan nyawa.‖, gumam salah seorang dari mereka dan kurang lebih seperti itulah isi percakapan mereka dari hari ke hari.
Tidak heran Tetua Shen hampir dibuat gila oleh isi percakapan mereka itu. Zhu Yanyan dan yang lainnya pun kadang rasanya sudah hampir hilang kesabaran. Tapi setidaknya mereka berutung, karena pada saat kelompok itu mulai bertanya, bukan ada mereka bertujuh orang-orang itu bertanya, tapi pada Tetua Shen yang tugasnya memang menunggu kedatangan Ding Tao di Desa Hotu.
―Mengapa Tetua Shen tidak menunggu sehari dua hari lagi?‖, itulah salah satu isi pertanyaan mereka.
2851
Begitu buruk suasana hati Tetua Shen sehingga beberapa kali dia pun pergi meninggalkan penginapan sendirian untuk pergi ke warung dan minum arak sepuasnya. Jika sudah demikian, maka dia pun akan memaki Ding Tao panjang pendek. Semakin dekat dengan diadakannya pertemuan lima tahunan, semakin sering Tetua Shen pergi untuk minum arak.
Satu hari, tinggal dua hari lagi menjelang Pertemuan Lima Tahunan diadakan, Tetua Shen benar-benar dalam keadaan yang buruk, hari masih pagi ketika dia sudah melarikan diri dari kejaran pertanyaan dan berkunjung ke kedai arak langganannya. Pelayan di sana sudah tentu hafal dengan kesukaan kakek tua ini, meski sedikit janggal bahwasannya di hari sepagi itu Tetua Shen sudah datang untuk minum arak, tapi yang namanya pelanggan adalah raja, buru-buru kakek tua itu disambut dengan ramah.
―Selamat pagi tuan…, apa pesanannya pagi ini? Apa seperti biasanya? Mungkin mau ditambah sedikit makanan yang agak berat untuk mengganjal perut?‖, sapa pelayan warung itu dengan ramah.
―Ya, boleh juga, sediakan yang seperti biasanya dan beri juga aku beberapa biji bakpau.‖, jawab Tetua Shen yang sudah
2852
merasa baikan begitu mendengar sapaan ramah dari pelayan warung itu.
Memang dibandingkan pertanyaan Shin Su dan kawan-kawannya, sapaan pelayan itu terdengar seperti nyanyian biduan yang merdu di telinga. Dalam waktu singkat, apa yang diminta Tetua Shen pun sudah tersedia, dua guci arak yang sudah dihangatkan ditambah satu piring berisi bakpau yang masih mengepul karena baru keluar dari pancinya.
―Mari tuan, silahkan dinikmati, kalau nanti ada yang kurang, panggil saja saya.‖, ucap pelayan itu sambil menyajikan pesanan Tetua Shen.
―Heheheh, bagus, bagus, kau siapkan saja lagi dua guci arak, supaya kalau yang ini habis kau bisa cepat menghidangkan yang berikutnya‖, ujar Tetua Shen sambil terkekeh puas.
―Baik tuan, tentu tuan‖, jawan pelayan itu dengan sigap, membuat hati Tetua Shen makin hangat.
Makan dan minumlah Tetua Shen sampai puas dan seperti biasa, kalau sudah mula terpengaruh arak maka yang dimaki-makinya adalah Ding Tao.
2853
―Nah, kau pp.. ppikir baik-baik aa a apa bbukan anak … anak… anak haram jadah dia itu? Aku sudah begitu baik padanya, tapi tapi… dia malah lupa dengan janjinya. Ss..s.ssampai hari ini bhathang hh hi.. hi ..hhidungnya pun tidak… tidak… terdengar?‖, ujar Tetua Shen pada pelayan yang lewat dengan beberapa kata-katanya sedikit tidak jelas.
Pelayan itu tentu saja setuju dengan apa pun yang dikatakan Tetua Shen, ―Tentu saja benar tuan, orang seperti itu sudah sepantasnya mendapat hajaran.‖
Pelayan sudah lewat dan Tetua Shen masih mengomel, ―Heh.. he… hehehe, benarr juga pelayan itu…, bo..bo..boocah sial itu harus kuhajar…, cuma dengan cara apa aku menghajarnya…‖
Dan mulailah Tetua Shen menyebutkan jurus-jurus andalannya sembari membayangkan dirinya menghajar Ding Tao. Sialnya dasar seorang ahli silat, dalam mabuknya pun dia bisa membayangkan bagaimana Ding Tao akan menghadapi jurus-jurusnya dan pada akhirnya bukan dia yang menghajar Ding Tao malah dirinya yang kena hajar Ding Tao.
2854
―Kep… kep… keppparat! Sungg..gguhh bocah ssial!.. Mmasa…masa… masa aku kalah lagi…‖, ujar Tetua Shen dengan sendu.
Tiba-tiba datang seorang tua lain, tubuhnya terbungkuk-bungkuk di balik jubah yang kebesaran, wajahnya sudah sama keriput dengan rambut panjang dan jenggot yang beruban, di punggungnya terikat sebuah bungkusan yang besar.
―Sobat, siapa bocah sialan yang bikin hatimu jengkel itu?‖, tanyanya sambil menarik kursi dan ikut duduk di meja Tetua Shen.
―Ss.. siapa..siapa lagi kalau bukan Ding… ding.. Ding Dong!‖, jawab Tetua Shen sambil melirik temannya yang baru datang.
―Hahaha… lalu mengapa tidak kau hajar saja bocah nakal itu?‖, tanya teman barunya itu.
―Hmm… justru… justru itu… sudah kuhajar, tapi justru balik aku yang kena hajar‖, jawab Tetua Shen dengan kesal.
―Kalau begitu biar aku bantu kau menghajar si Ding Dong itu‖, jawab teman barunya.
2855
―Hahaha… bagus.. eh bagus… ya bagus, kalau kita berdua sama-sama tua, tenttu harus bekerja sssama, supaya orang muda tidak kurang ajar pada kita‖, jawab Tetua Shen sambil tertawa bergelak.
―Kalua begitu ayo kita pergi sekarang, antar aku ke tempat Ding Dong yang kurang ajar itu, biar kubantu kau menolong dia.‖, jawab teman barunya itu.
―Bbagus! Bagus! Ayo kita cari bb bo bocah haram jadah itu!‖, sahut Tetua Shen sambil berdiri sempoyongan dan menaruh sepotong uang perak di atas meja.
Pelayan pun cepat-cepat mengantar dia pergi sambil berkata, ―Terima kasih tuan, lain kali datang lagi‖
Yang dijawab Tetua Shen dengan lambaian tangan, sambil berjalan sempoyongan setengah dipapah oleh teman barunya itu. Pelayan yang melihat tingkah polah dua orang itu pun hanya menggeleng-gelengkan kepala sambil memonyongkan bibir.
―Kalau sudah tua memang susah kalau punya anak tidak berbakti. Hmm.. makanya si A Sau harus kuajar benar-benar supaya tidak lupa jasa orang tua. Kalau tidak nanti tua aku
2856
bakalan seperti kakek itu.‖, gumamnya sembari mengantungi uang perak dan membersihkan meja.
Sementara itu Tetua Shen yang dipapah teman barunya, berjalan sempoyongan, berputar-putar di dalam kota, melewati gang sempi dan jalan-jalan yang tidak karuan. Ketika sampai di satu tempat yang sepi tiba-tiba dia mencengkeram teman barunya itu.
―Sobat, boleh tahu siapa namamu?‖, tanyanya dengan keren, hilang sudah kata-katanya yang tidak jelas dan jalannya yang sempoyongan.
Tapi ditegur demikian sobat barunya tidak menjadi gugup malah tertawa, ―Hahaha, Tetua Shen, masa sudah lupa dengan namaku? Ini aku … Ding Dong.‖
Mendengar jawaban itu melototlah mata Tetua Shen, dan dia pun memaki-maki sambil membanting kaki, ―Benar-benar haram jadah! Jika tidak ingat siapa dirimu dan apa kedudukanmu sudah kuajak kau bertarung sampai mati. Bocah edan, kau menghilang sedemikian lama, sekarang begitu muncul kau malah mengajak bercanda tidak karuan. Apa kau
2857
tidak tahu betapa repotnya aku harus menjawab pertanyaan dan tuduhan 50 orang pengikutmu yang tidak becus itu!?‖
Tetua Shen pun sampai nafasnya memburu karena kesal dan juga lega, akhirnya Ding Tao yang ditunggu-tunggu itu tiba juga. Ding Tao yang tadinya bangkit keinginannya untuk bercanda karena secara tidak sengaja mendengar caci maki Tetua Shen atas dirinya jadi merasa kasihan juga melihat orang tua itu, maka sikapnya pun berubah dengan tulus dia memberi hormat.
Katanya, ―Tetua Shen, maaf aku sudah membuatmu repot, tapi bukan maksudku demikian, ketika aku datang ke rumahmu kau sudah pergi. Aku membaca pesanmu, tapi untuk tidak menarik perhatian, terpaksa aku mengambil jalan memutar dan menyamar. Kemudian karena 50 pengikutku yang kurang becus itu kecolongan di Jiang Ling, terpaksa aku turun tangan sendiri diam-diam. Makanya aku datang sangat terlambat, tapi syukurlah segala urusan sudah selesai.‖
―Heh… sudahlah aku sudah puas memaki-makimu, lagipula dengan kau datang, kau bisa suruh tutup mulut 50 orang pengikutmu itu. Omong-omong mereka salah apa di Jiang Ling?‖, tanya Tetua Shen terhibur hatinya, bagaimana pun juga
2858
sejak awal dia sudah menyukai bahkan menghormati Ding Tao, jika bukan karena terus menerus disudutkan oleh pengikut Ding Tao tidak nanti dia memaki-maki Ding Tao.
―Mereka salah menghitung jumlah pengikut Murong Yun Hua yang punya kepandaian, sebenarnya tidak seluruhnya dibawa ke mari, namun ada 10 orang yang masih berjaga di Jiang Ling, dengan sendirinya Tetua Hua Ng Lau, Adik Hua Ying Ying dan Adik Murong Huolin yang sudah setuju untuk membebaskan Pendekar pedang Jin Yong jadi kesulitan. Untung aku datang di waktu yang tepat dan bisa membantu mereka membebaskannya.‖, jawab Ding Tao kemudian serba singkat menceritakan keadaan di Jiang Ling waktu itu.
Setelah mendengar cerita Ding Tao, Tetua Shen pun ikut menghela nafas lega, ―Syukurlah Ketua Ding Tao bergerak dengan bijak. Tidak hanya terima laporan tapi Ketua Ding Tao masih menyempatkan diri memastikan keadaan di tempat-tempat yang penting. Dengan adanya Pendekar pedang Jin Yong di pihak kita, rencana kita bisa dikatakan akan berjalan dengan mulus.‖
―Ya, semoga saja begitu, di mana yang lainnya sekarang berada?‖, tanya Ding Tao kemudian.
2859
―Ayo, aku antarkan ke mereka, biar bungkam mulut 50 orang bebek itu.‖, ujar Tetua Shen dengan bersemangat.
―Eh, bungkusan yang kau bawa-bawa itu apa?‖, tanya Tetua Shen tiba-tiba.
Ding Tao pun tersenyum dan menjawab sedikit berahasia, ―Oo… ini oleh-oleh untuk Ketua Partai Kongtong Zhong Weixia, kupikir aku harus memberikan sedikit hadiah supaya semuanya berjalan lebih lancar.‖
―Hmm… hmm… boleh saja kau bermain rahasia denganku, tunggu saja sampai kau bertemu dengan 50 orang pengikutmu itu. Kita lihat apa kau masih bisa bermain rahasia.‖, jawab Tetua Shen sambil mengulum senyum
Mendengar jawaban Tetua Shen itu Ding Tao tertawa saja.
Kedatangan Ding Tao itu tentu saja disambut dengan gembira oleh mereka semua, untuk beberapa lama Ding Tao pun harus melayani berbagai pertanyaan yang datang tak henti-hentinya. Termasuk tentang bungkusan yang dibawa-bawa Ding Tao. Benar saja ramalan Tetua Shen, akhirnya Ding Tao harus membuka juga rahasia dari bungkusan besar itu, meski dia berpesan sungguh-sungguh agar kisah dari bungkusan besar
2860
itu tidak menyebar ke mana-mana. Setelah pertanyaan mereka semua terpuaskan barulah mereka bisa mundur sejenak dan meresapi Ding Tao yang sekarang ini. Dalam ketenangan itu, masing-masing dari mereka, bergantung dari kepekaan mereka, bisa merasakan perubahan yang terjadi dalam diri Ding Tao. Sesuatu yang kasat mata, tak bisa dijelaskan, entah dari sikap tubuhnya atau dari ekspresi pada raut wajahnya, terasalah ada satu perbawa yang keluar, yang membuat mereka merasa tunduk di luar maunya.
Zhu Yanyan yang pertama bertanya, ―Tetua Shen, bagaimana, secepatnya kita harus menyusul para tokoh dunia persilatan yang sudah berangkat ke Gurun Gobi. Bisa kubayangkan saat ini tenda-tenda sudah memenuhi dataran yang luas itu, dengan satu sisi penuh oleh pengikut Ren Zhuocan dan perguruan-perguruan dari luar perbatasan yang sudah ditaklukkannya dan di sisi lain Murong Yun Hua sebagai Wulin Mengzhu dengan hampir seluruh saudara-saudara kita.‖
―Tentu saja, kita sudah terlambat beberapa hari, hari ini juga sebaiknya kita bergegas pergi ke sana. Tentunya jika Ketua Ding Tao tidak ada masalah dengan hal ini, karena seperti yang sudah ketua ceritakan, pagi ini dia baru saja sampai di kota ini setelah menyelesaikan berbagai urusan.‖, jawab Tetua Shen.
2861
―Lalu bagaimana dengan ujian yang Tetua Shen ajukan, apakah masih perlu untuk menguji kesiapan Ketua Ding Tao untuk menghadapi Ren Zhuocan?‖, tanya Zhu Yanyan.
Tetua Shen pun terdiam sambil memandangi Ding Tao, yang dipandangi hanya tersenyum-senyum saja. Cukup lama Tetua Shen menimbang-nimbang.
Kemudian dia bertanya, ―Apa hati dan pedang sudah menyatu?‖
Ding Tao pun menjawab, ―Apa itu hati? Apa itu pedang? Tidak ada aku, tidak ada pedang, hanya ada satu.‖
Tetua Shen dan yang lainnya pun diam merenungkan jawaban Ding Tao, akhirnya Tetua Shen pun menghela nafas dan berkata, ―Sudahlah kita berangkat saja, apa yang mau diuji jika orangnya tidak ada.‖
Shin Su dan teman-temannya yang masih rendah ilmunya hanya bisa saling berpandangan dan mengangkat bahu. Bahkan dari enam guru Wang Shu Lin pun hanya Zhu Yanyan yang bisa meraba maksud mereka berdua. Bagi yang lain, meski merasa jawaban itu punya arti, tapi mereka sendiri tak berani mengartikannya.
2862
―Baiklah, kalau kita Shin Su, sebaiknya kau siapkan semuanya, segera setelah segalanya siap, kita langsung berangkat. Sementara kita bersiap, Ketua Ding Tao bisa beristirahat sejenak.‖, ujar Zhu Yanyan.
Shin Su dan rekan-rekannya pun segera bekerja, menyiapkan bekal, kuda dan segala yang diperlukan nanti dalam perjalanan. Juga tenda dan selimut, karena pertemuan lima tahunan kali ini akan diadakan di dataran gurun Gobi, tidak ada tempat lain yang lebih tepat untuk bertemunya ratusan ribu pesilat dari kedua belah pihak. Selain letaknya yang tepat berada di perbatasan, juga dataran yang luas itu satu-satunya yang bisa menampung jumlah orang-orang dari kedua belah pihak yang jumlahnya sudah melewati 100.000 dari masing-masing pihak saja.
Jumlah yang besar ini tentu saja sampai pula di telinga para pembesar negeri, baru kali ini seluruh dunia persilatan bergabung menjadi satu, di bawah satu panji. Melihat jumlah mereka, mau tidak mau setiap penguasa propinsi dan kota, berdebar-debar. Jumlah sebesar itu bisa dengan mudah menaklukkan satu propinsi. Setiap mata memandang peristiwa di Gurun Gobi, dalam gegap gempitanya suasana, tak terdengar nama Ding Tao yang hilang beberapa bulan
2863
sebelumnya. Dalam keramaian itu lah Ding Tao dan mereka yang membantunya, menyebar diam-diam. Shin Su dan saudara-saudaranya tetap diminta untuk menghindar dari pekerjaan yang berbahaya, mereka menyebar entah sebagai kelompok orang awam yang ikut mendapatkan keuntungan dari keramaian itu, atau mereka yang sekedar mencari pengalaman. Wang Shu Lin dan ke-enam gurunya memisah menjadi dua kelompok. Wang Shu Lin kembali pada perannya sebagai Ximen Lisi didampingi Lu Jing Yun, Zhu Jiuzhen dan orang-orang kepercayaannya, sudah membawa pengikutnya yang berjumlah ratusan, ikut berada di bawah panji Murong Yun Hua sebagai Wulin Mengzhu. Sementara Zhu Yanyan menghilang di antara kerumunan tak terlihat oleh mata, demikian juga Khongti menghilang diam-diam. Hu Ban memimpin Pang Boxi, Chen Taijiang dan Shu Sun Er sudah membaur dengan kelompok-kelompok kecil lainnya.
Ding Tao bersama Tetua Shen sudah menyamar pula dan membaur bersama para pendekar di bagian lain dari perkemahan yang luas itu.
Hari yang ditunggu-tunggu itu pun akhirnya datang juga, bila barisan di belakang Ren Zhoucan berbaris dengan rapi, sesuai dengan urutan dari yang paling senior sampai prajurit kecil
2864
berbaris di belakang mereka. Maka barisan Murong Yun Hua justru membuat para mata-mata dari kerajaan semakin gentar. Barisan diatur sesuai dengan strategi perang, masing-masing kelompok dibagi menurut bagiannya masing-masing dan dipimpin oleh ketuanya masing-masing, dalam satu formasi yang efektif untuk melawan lawan yang tidak memiliki bentuk khusus.
Berada di bagian paling depan, di tengah-tengah barisan yang lain, adalah barisan di bawah kendali Murong Yun Hua. Hebatnya terlihat bermacam-macam bendera dipegang oleh salah seorang anak buah Murong Yun Hua. Bukan saja jadi barang pameran, tapi juga diperagakan. Dengan sebuah isyarat lewat panji-panji itu, maka barisan di bawah perintah Murong Yun Hua bergerak serempak mengikuti isyarat. Terlihat cukup teratur, meski dalam pergerakannya masih kurang rapi. Namun jelas terlihat bahwa mereka yang memimpin tiap-tiap kelompok sudah mendapatkan pengarahan khusus dan mampu menerapkannya. Ren Zhuocan mungkin tidak mengerti ilmu perang, tapi melihat apa yang ditunjukkan itu, hatinya pun sedikit berdebar-debar. Namun keyakinannya pada ilmunya yang menurutnya sudah setinggi langit, membantu keyakinannya tidak sampai goyah.
2865
‗Hmm… mereka boleh memiliki siasat perang, namun dalam pandanganku, ribuan orang tak ada artinya. Mereka semua akan kutebas dalam satu gebrakan. Nanti akan kita lihat, apa mereka bisa mempertahankan semangatnya.‘, pikir Ren Zhuocan.
Ya, Ren Zhuocan mungkin tidak begitu mengerti siasat perang, namun dia mengerti prinsip dasar dalam sebuah pertarungan. Bukan hanya masalah siasat, tapi juga kesatuan dan semangat dari mereka yang berperang. Para pendekar di bawah pimpinan Murong Yun Hua bukan semuanya hasil didikan bertahun-tahun untuk menjadi sebuah pasukan. Sementara semangat dan kedisiplinan adalah hal yang penting dalam menggerakkan satu pasukan agar bergerak sebagai satu kesatuan. Para pendekar yang lebih individualistis, tentu tidak bisa bergerak seperti pasukan yang terlatih, di mana ada saatnya mereka bergerak, sekedar menjadi umpan yang bisa dikorbankan atau menjadi perisai bagi teman-teman yang lainnya.
Tidak pameran itu memang sempat menggetarkan hati Ren Zhuocan, tapi dengan cepat dedengkot dari luar perbatasan itu sudah menenangkan hatinya.
2866
Melihat lawan sudah berbaris rapi bahkan memamerkan sedikit kemampuan mereka, Ren Zhuocan pun tak mau kalah gertak. Diam-diam dikerahkannya hawa murni dan ketika dia membuka mulutnya, maka terdengarlah suaranya bergaung, bergema memenuhi seluruh dataran. Membuat jantung mereka yang belum mapan ilmunya, seakan-akan melonjak-lonjak di dalam dadanya.
―Salam saudara-saudara sekalian, seperti yang sudah kita lakukan pada tahun-tahun sebelumnya, kita datang untuk mengadu ilmu, menguji kemajuan kita masing-masing. Di sini sudah ada Ren Zhuocan! Siapa di antara kalian yang akan maju mewakili, untuk menguji ilmu dengan Ren Zhuocan?‖, demikian Ren Zhuocan mengambil inisiatif membuka pertemuan itu.
Suaranya yang menggetarkan dada setiap orang, membuat seluruh daratan hening terdiam untuk sesaat.
Murong Yun Hua tentu saja paham, Ren Zhuocan sedang memamerkan ilmunya untuk menggoyahkan semangat orang-orang yang berdiri di pihaknya. Maka sebelum hilang gema suara Ren Zhuocan, Murong Yun Hua pun sudah membuka mulut dan menjawab.
2867
―Wuling Mengzhu seluruh daratan, Murong Yun Hua akan maju melayani tantangan Ketua Ren Zhuocan.‖, suaranya lembut namun suara yang lembut itu mampu mengisi seluruh daratan dari ujung ke ujung, seperti tiupan seruling di tengah keheningan, lembut namun terdengar jelas di telinga.
Melihat kemampuan Murong Yun Hua yang mampu menyamai apa yang ditunjukkan Ren Zhuocan, meski dalam bentuk yang berbeda, pecahlah sorak sorai, utamanya dari mereka yang tadi nyalinya sudah sempat ciut, ditekan oleh gelombang suara yang menggetarkan dada mereka. Ketegangan yang tadi mereka rasakan, mereka tumpahkan dalam sorakan.
Tapi belum lama hilang gema suara Murong Yun Hua, terkejutlah hati semua orang, sebuah suara lain bergulung-gulung menggelora tidak ubahnya seruan Ren Zhuocan mengaduk-aduk perasaan mereka semua, ―Tahan…, Murong Yun Hua, kau bukanlah Wulin Mengzhu … akulah Wulin Mengzhu yang terpilih!‖
Ketika kata ‗terpilih!‘ dikatakan, suara itu bukan hanya bergulung dan menggelora tapi menghentak dada setiap orang. Beberapa orang yang dangkal ilmunya dan terlalu dekat dengan sumber suara itu pun terhuyung-huyung dan jatuh
2868
terduduk di tempatnya masing-masing, membuat barisan mereka menjadi kacau dan tentu saja sebentar kemudian suasana menjadi ricuh ketika dia yang bersuara tampil pula ke depan.
―Ding Tao…‖
―Ding Tao…‖
Nama itu pun dibisikkan di mana-mana, jika sebagian besar dari mereka terkejut melihat perkembangan yang tidak diduga-duga ini, maka beberapa gelintir orang sudah berdebar-debar ketakutan karena apa yang dibisikkan di telinga mereka ternyata benar adanya. Dan sekarang mereka pun sibuk memutar otak, melihat bagaimana kartu akan dimainkan oleh Ding Tao dan Murong Yun Hua, serta bagaimana mereka harus memainkan kartu di tangan mereka. Tapi yang pertama-tama bergerak bukanlah segelintir orang itu, melainkan Huang Ren Fu yang memimpin sekelompok kecil barisan yang dibentuk dari para pengikut Keluarga Huang.
―Ding Tao! Setelah sekian lama kau sembunyi, akhirnya berani juga kau menampakkan diri! Saudara-saudara, cabut senjata
2869
kalian, kita balaskan dendam segenap keluarga Huang!!!‖, seru Huang Ren Fu dengan senjata di tangan.
―Tahan dulu Saudara Huang! Aku punya bukti dan saksi, bahwa semua yang dituduhkan padaku adalah fitnah belaka. Sebaliknya, Murong Yun Hua-lah yang ada dibalik ini semua, termasuk pembantaian Keluarga Huang di Wuling.‖, ujar Ding Tao tegas dan berwibawa, membuat semua orang yang tadinya bergerak hendak menyerang terhenti di tempatnya.
―Adik Huolin, Adik Ying Ying tolong bawa Tetua Jin ke depan‖, suara Ding Tao terdengar jelas di daratan yang luas itu dan pandang mata setiap orang pun mencari-cari, siapa yang dipanggil Ding Tao.
Tidak perlu lama mereka menunggu, dituntun oleh Murong Huolin di kanan dan Hua Ying Ying di kiri, diiringi oleh Hua Ng Lau di belakang mereka, juga ada seorang entah siapa membawakan kursi, tampil ke depan Pendekar pedang Jin Yong. Mukanya masih pucat, tubuhnya masih terlihat lemah, namun tubuhnya sudah mulai berisi dan matanya tidak lagi kosong. Obat Tabib Shao Yong sudah memulihkan sebagian kondisi Pendekar pedang Jin Yong, meski otot-otot tubuhnya sudah terlampau lemah untuk pulih seperti sedia kala dalam
2870
waktu yang singkat, setelah sekian lama tidak pernah digunakan. ―Mohon sekalian saudara semuanya tenang! Supaya Tetua Pendekar pedang Jin, bisa terdengar, karena kondisi beliau begitu lemah.‖, sekali lagi bergema suara Ding Tao ke seluruh penjuru.
Karena tertarik dan juga karena wibawa dari Ding Tao, terdiamlah semua orang, memasang telinga baik-baik untuk mendengar ucapan Pendekar pedang Jin Yong.
Dengan suara bergetar, tapi cukup jelas untuk orang-orang yang berada di sekitarnya, Pendekar pedang Jin Yong pun berkata sambil menunjuk ke arah Murong Yun Hua, ―Terlampau panjang jika harus kuuraikan satu per satu. Secara singkatnya, selama ini aku berada di bawah sekapan perempuan itu.‖
―Dan aku bisa bersaksi lewat yang kudengar dari perkataan perempuan itu sendiri, bahwa apa yang dikatakan Ketua Ding Tao adalah benar adanya. Dialah yang sesungguhnya berada di balik pembantaian keluarga Huang di Wuling, juga dialah yang menyebarkan obat perebut semangat yang bernama Obat Dewa Pengetahuan. Aku dan Ketua Ding Tao juga menjadi korban dari obat terkutuk itu.‖, lanjut Pendekar pedang Jin Yong
2871
sebelum memberikan tanda pada Hua Ying Ying dan Murong Huolin untuk memapahnya ke tempat duduk yang disiapkan untuknya.
Mereka yang tidak mendengar jelas perkataan pendekar pedang itu, bertanya pada mereka yang berada lebih dekat. Maka suasana yang tadinya hening, perlahan-lahan mulai riuh seperti desau air.
―Bohong!‖, tiba-tiba terdengar suara Murong Yun Hua mengatasi keramaian itu.
―Apa buktinya bahwa dia Pendekar pedang Jin Yong yang asli? Masakan oleh perkataan satu orang tua yang cacat dan tidak jelas asal usulnya, kalian semua percaya?‖, tanya Murong Yun Hua dengan nada yang tinggi, matanya menatap tajam ke arah Murong Huolin, seakan-akan ingin membunuh adik sepupunya itu dengan pandang matanya.
―Bagaimana dengan kematian Bhiksu Khongzhen dan Pendeta Chongxan? Apa kalian sudah lupa?‖, tanya Murong Yun Hua balik hendak menyudutkan Ding Tao.
Tapi belum habis dia berbicara, terdengar gemuruh orang berbaris maju ke depan. Dipimpin oleh Khongti dan Zhu
2872
Yanyan, diiringi oleh empat orang saudara mereka,juga anak murid Shaolin dan Wudang maju ke depan. Setiap orang bertanya-tanya dalam hati, untuk apa mereka maju ke depan, apakah hendak membalaskan dendam ketua mereka pada Ding Tao?
Tidak lama pertanyaan mereka pun terjawab.
Zhu Yanyan membuka mulut, ―Saudara-saudara mungkin sudah lupa, tapi bagi generasi tua kuharap masih ingat dengan namaku. Zhu Yanyan, dan ini adikku Khongti. Kami berdua adalah saksi hidup yang bisa memastikan bahwa Ketua Ding Tao bukanlah pembunuh Bhiksu Khongzhen dan Pendeta Chongxan. Bahkan kedua tetua berpesan pada kami berenam untuk membantu Ketua Ding Tao melepaskan diri dari jebakan orang.‖
Maju pula dari anak murid Shaolin dan Wudang yang ikut berkata, ―Kami pun adalah saksi hidup mengenai keputusan Ketua berdua untuk melindungi Ketua Ding dari jebakan perempuan iblis itu.‖
2873
Suasana pun jadi makin riuh ramai, tiba-tiba ada seseorang yang berteriak dan bertanya, ―Jadi siapakah orangnya yang sudah membunuh kedua Tetua?‖
Diiringi ramai suara lain yang berteriak-teriak menanyakan hal yang sama. Di tempatnya masing-masing, Zhong Weixia, Tetuz Xun Siaoma, Bai Chungho dan Guang Yong Kwang pun berdebar-debar menanti jawaban Zhu Yanyan.
Menanti teriakan-teriakan itu agak mereda, Zhu Yanyan pun menjawab dengan suara lantang, ―Sayangnya kami tidak tahu siapa yang membunuh mereka berdua. Tapi kami tahu pasti itu bukan Ketua Ding Tao karena saat itu dia bersama kami. Yang kami tahu sebelum berpisah Bhiksu Khongzhen dan Pendeta Chongxan berkata bahwa dia akan menghadang siapa pun yang berusaha menangkap Ketua Ding Tao, dan memberi kami waktu untuk melarikan diri.‖
―Menurut dugaan kami, besar kemungkinan yang membunuh adalah pengikut-pengikut pilihan dari keluarga Murong! Dengan jalan keroyokan mereka telah membunuh kedua tetua!‖, sambung Zhu Yanyan dengan lantang.
2874
Karena sebelumnya telah melihat pameran kepandaian dari pengikut inti Murong Yun Hua, orang-orang pun jadi bisa membayangkan, bahwa memang ada kemungkinan Bhiksu Khongzhen dan Pendeta Chongxan terbunuh oleh mereka. Sementara 4 orang pelaku yang sesungguhnya menghembuskan nafas lega. Melihat bagaimana Ding Tao memainkan kartunya, maka sedikit banyak mereka pun sudah mengambil keputusan, bagaimana mereka akan memainkan kartu mereka.
Murong Yun Hua yang semakin panik berteriak kembali, ―Apakah kalian semua begitu mudahnya dihasut orang? Tadi muncul orang yang mengaku dirinya Pendekar pedang Jin Yong. Lalu sekarang muncul pula orang yang mengaku menjadi saksi bahwa Ding Tao bukanlah pelakunya. Tapi siapa mereka itu? Siapa yang bisa membuktikan kebenaran perkataan orang-orang tua tak dikenal ini?‖
Tiba-tiba dari tengah barisan terdengar suara, ―Apakah aku juga hanya seorang tua yang tidak dikenal?‖
Dan semua orang pun menoleh ke arah suara itu, ternyata suara itu berasal dari Tetua Xun Siaoma. Tokoh tua itu pun
2875
maju ke depan diiringi seluruh barisan anak murid perguruan Hoasan.
―Aku Xun Siaoma, siapa berani tak percaya pada kesaksianku? Pada peristiwa di Jiang Ling aku telah dipaksa untuk mengikuti perintah perempuan iblis itu.‖, ujarnya membuat orang-orang yang mendengarnya tertegun tak percaya.
―Supaya jelas, biarlah kupaparkan kebobrokan partai kami sendiri. Pan Jun ketua Hoasan yang sebelumnya, telah jatuh dalam pikatan perempuan iblis itu. Hubungan antara mereka berdua menghasilkan keturunan yang oleh perempuan itu diaku sebagai anak Ketua Ding Tao. Nah mengguakan anak itu lah, sebagai pewaris sah dari kedudukan Ketua Pan Jun dia memaksa kami untuk mengikuti perintahnya, memfitnah Ketua Ding Tao.‖, ujar Tetua Xun Siaoma lantang terdengar ke segala penjuru.
Karuan saja Murong Yun Hua murka, ―Kau… kau… berani-beraninya kau memfitnahku!‖
Tetua Xun Siaoma hanya tersenyum mengejek, ―Memfitnahmu atau mengatakan yang sebenarnya? Lihat ini, Ketua Ding Tao
2876
telah berhasil membebaskan anak itu dari sekapanmu dan mengantarkannya pada kami.‖
Salah seorang anak murid Hoasan maju menggandeng Murong Ding Yuan ke depan dan pucatlah wajah Murong Yun Hua, keringat dingin mulai membasahi punggungnya. Melihat apa yang terjadi sekarang, dia mulai berhitung apa saja yang telah dilakukan Ding Tao dibalik punggungnya. Matanya berkeliaran melihat ke sekelilingnya, ketika terbentur pada mata Ding Tao, ketakutannya pun semakin memuncak. Pandang mata Ding Tao yang memandangnya penuh belas kasihan, membuat dia semakin yakin bahwa Ding Tao telah menyiapkan bukti dan saksi-saksi lainnya. Jika tidak, tidak akan pemuda itu memandangnya dengan cara demikian. Sedemikian yakin dengan dirinya, sedemikian yakin dengan akhir yang menantinya.
Belum habis gema suara Tetua Xun Siaoma, Ding Tao membuka suara dan mengeluarkan bungkusan besar yang dia bawa-bawa, ―Ketua Zhong Weixia, lihatlah, pusaka Partai Kongtong turun temurun, yang telah dicuri dan digunakan Murong Yun Hua untuk memerasmu sudah ada di tanganku. Mengapa Ketua Zhong tidak maju dan mengambilnya. Kuharap Ketua Zhong juga mau menjelaskan duduk perkaranya. Supaya
2877
lebih jelas bagi semua orang, siapa yang hitam dan siapa yang putih.‖
Zhong Weixia pun terbelalak melihat isi bungkusan besar itu, tatkala Ding Tao dengan hikmat membuka tali yang mengikat bungkusan itu dan memperlihatkan apa isi dari bungkusan itu. Sebuah kapak bertangkai panjang, senjata pusaka milik pendiri Partai Kongtong, beserta beberapa jilid kitab yang dia kenal betul adalah kitab yang dijanjikan Murong Yun Hua padanya. Soal kitab memang benar kata Ding Tao, telah lama hilang tercuri dan ada di tangan Murong Yun Hua, kemudian digunakan sebagai alat barter untuk kerja samanya. Tapi kapak besar bertangkai panjang itu, tidak pernah hilang, meski sudah lama tak terlihat, turun temurun kapak itu disampaikan pada Ketua Partai Kongtong pada generasinya untuk disimpan dalam ruang rahasia. Jika sekarang kapak itu ada di tangan Ding Tao, berarti dengan satu cara Ding Tao sudah menyatroni Partai Kongtong, mengalahkan beberapa orang tetua yang bertugas menjada ruang rahasia itu, dan melenggang pergi membawa senjata pusaka mereka.
Berdebar dada Zhong Weixia, ini bukan cuma sekedar memainkan kartu, memberikan dia jalan untuk beralih pihak dari mendukung Murong Yun Hua berbalik mendukung Ding Tao.
2878
Tapi ini juga semacam ancaman halus, sebuah pertunjukan akan kemampuan Ding Tao dan para pengikutnya, bahwasannya tembok-tembok dan penjagaan Partai Kongtong tak ada artinya buat mereka.
Berat langkah kaki Zhong Weixia tapi dia tidak melihat jalan keluar lain, dengan langkah tegap dia maju ke depan dan memberikan hormat pada Ding Tao, ―Sungguh Wulin Mengzhu Ding, sangatlah bijak dan memiliki kemampuan, aku ucapkan terima kasih yang tak terhingga atas bantuan yang diberikan Ketua Ding pada kami dari Partai Kongtong.‖
Setelah menerima kitab dan kapak itu dari tangan Ding Tao, dan di hadapan sekian banyak orang dia memberikan hormat dan mengucap terima kasih, Zhong Weixia berbalik dan berseru dengan keras, ―Adalah benar apa yang dikatakan Ketua Ding Tao, menyandera barang-barang pusaka peninggalan pendiri Partai Kongtong, perempuan iblis itu memaksa kami untuk ikut dalam usahanya menjebak dan memfitnah Ketua Ding Tao.‖
Huang Ren Fu menyaksikan semuanya ini dengan mulut terbuka dan mata nanar, terbata-bata dia berpaling pada Murong Yun Hua dan bertanya, ―Yun Hua… ada apa ini… ada apa ini…? Benarkah apa yang mereka katakan itu?‖
2879
Dada Murong Yun Hua sudah berdebaran tidak karuan, melihat apa saja yang terjadi yakinlah dia bahwa Ding Tao dengan diam-diam sudah mengatur apa saja yang akan terjadi hari ini. Dia tidak siap, selamanya dia yang bergerak dalam kegelapan, kali ini berbalik orang lain yang bergerak dalam bayangan, sementara dia berada di tempat yang terang. Dia tidak siap, panik dan putus asa, kemarahannya pun memuncak mendengar pertanyaan Huang Ren Fu yang mengiba-iba.
―Diam keparat!!! Diaaam!!!‖, desisnya penuh rasa marah pada Huang Ren Fu.
Membuat semua orang semakin yakin bahwa benarlah apa yang Ding Tao katakan, perubahan ini terjadi begitu cepat, setiap orang dibenturkan dengan kejutan demi kejutan. Meski kenyataan begitu besar dinyatakan di depan mata, sebagian besar dari mereka rasa-rasanya masih belum bisa berpikir dengan terang dan tak tahu apa yang akan terjadi setelah ini. Bagaimana dengan Ren Zhuocan di sana? Tapi kejutan demi kejutan belum berakhir, dari barisan yang berbaris rapi di belakang Murong Yun Hua, tiba-tiba bergerak memisah, hampir lewat separuh dari mereka yang berdiri sebagai anggota Partai Pedang Keadilan, bergerak serempak mengikuti aba-aba dari pemimpin kelompok mereka. Bergerak memisahkan diri dari
2880
barisan Murong Yun Hua menuju ke sisi tempat Ding Tao berada.
Berbarengan dengan suara lantang mereka bersama-sama memberi hormat pada Ding Tao, ―Hormat kami pada Ketua Ding Tao!‖
Ding Tao pun mengangguk dan melambaikan tangan. Dia yang tadi sendirian, sekarang dengan tiba-tiba di belakangnya telah berdiri ratusan orang jumlahnya. Lebih mengejutkan lagi, tiba-tiba dihantarkan oleh Pang Boxi dan Chen Taijiang, sekelompok kecil orang bergabung dengan ratusan orang yang sudah berbaris di belakang Ding Tao, ketika banyak orang mengamati lebih jauh, ternyata mereka adalah pengikut-pengikut setia Ding Tao yang masih hidup dan menghilang setelah kejadian di Jiang Ling, di antara mereka ada Sun Gao, Sun Liang, Qin Hun dan Qin Baiyu.
Belum selesai mereka membicarakan itu, sudah terdengar suara lain yang mengatasi sekian banyak suara, ―Murong Yun Hua! Kau bersandiwara bak seorang malaikat, membuat kami dari Emei pun bersimpati padamu, tak kusangka kau tidak lebih dari seorang iblis yang memakai topeng. Jangan harap kami dari Emei akan menolongmu keluar dari masalah ini.‖
2881
Itulah Bhiksuni Huan Feng yang telah menggerakkan barisan anak murid Emei mengepung kelompok kecil Murong Yun Hua yang makin lama makin kecil saja dengan perginya sebagian pengikut Partai Pedang Keadilan kepada Ding Tao.
Bai Chungho yang licik dengan cerdik menggunakan kesempatan segera setelah Ketua Emei berbicara, dengan lantang dia berseru, ―Benar-benar siluman rubah! Aku yang sudah tua pun tertipu oleh sandiwaramu. Saudara-saudara dari Partai Pengemis, kepung mereka, jangan biarkan ada celah terbuka!‖
Ya, tidak seperti Zhong Weixia dan Tetua Xun Siaoma, Bai Chungho mendukung gerakan Murong Yun Hua karena uang, jika dia tidak memanfaatkan situasi dan cepat-cepat mengekor dengan apa yang dilakukan Bhiksu ni Huanfeng, bisa-bisa dia nanti akan kelabakan mencari alasan untuk menjaga mukanya. Dari sekian banyak pendukung Murong Yun Hua, sekarang tinggallah Guang Yong Kwang yang berdiri dengan wajah pucat, pandangan matanya sekarang tertuju pada Ding Tao dan dalam hati dia memaki, juga memohon.
2882
‗Setan, bocah keparat, kau sudah beri jalan pada Zhong Weixia dan Xun Siaoma untuk mundur, kapan giliranku?‘, demikian pikirnya kobat-kabit.
Matanya pun berbenturan dengan pandang mata Ding Tao yang melihat awas pada semua yang terjadi di dataran Gurun Gobi itu, seulas senyum samar-samar bisa dia lihat terbentuk di wajah Ding Tao, dan diapun memaki dalam hatinya sejadi-jadinya.
―Ketua Guang Yong Kwang, aku tahu, seperti diriku dan Tetua pendekar pedang Jin Yong, kau pun telah terjebak dengan tipuan Murong Yun Hua dan meminum Obat Dewa Pengetahuan. Jangan khawatir, seperti yang kau lihat, aku sudah memiliki penawarnya. Baik diriku maupun Tetua Jin, telah pulih dari efek samping yang mengerikan dari Obat Dewa Pengetahuan. Kau tidak perlu lagi menjadi tawanan Murong Yun Hua, kemarilah, akan aku berikan resepnya.‖, ujar Ding Tao sambil menunjukkan secarik kertas yang dia ambil dari dalam jubahnya.
Hampir berlari Guang Yong Kwang berjalan cepat ke arah Ding Tao, menghaturkan hormat seperti yang dilakukan Zhong Weixia dia pun menerima secarik kertas yang diberikan Ding
2883
Tao padanya dan dengan suara yang terdengar jelas oleh semua orang dia berkata, ―Wulin Mengzhu sungguh bijak, aku haturkan terima kasih yang tak terkira oleh pertolongan Wulin Mengzhu ini.‖
Menengok ke arah Murong Yun Hua dia pun berteriak lantang, ―Sekalian anak murid Kunlun, bersiap untuk menerima perintah dari Wulin Mengzhu Ding Tao!‖
Habislah sudah Murong Yun Hua, dia menengok ke kiri dan ke kanan, ke belakang dan ke depan, di sekelilingnya adalah sekian banyak orang yang dahulu menjadi sekutunya, tapi sekarang mereka berbalik menjadi lawan. Jumlah orang di pihaknya sendiri masih cukup besar, tapi apa artinya jika dibandingkan dengan lautan manusia yang mengepungnya saat itu? Belum lagi dia bisa berpikir, terdengar Ding Tao berkata.
―Kalian yang pernah menjadi pengikut Partai Pedang Keadilan, jangan kira aku tidak tahu siapa yang sungguh-sungguh setia dan siapa yang sejak awal sudah bermuka dua, berucap sumpah setia kepadaku namun diam-diam tunduk pada Murong Yun Hua dan bersedia untuk menggulingkan diriku. Tapi pada kalian kuberikan juga kesempatan kedua. Menyerahlah
2884
sekarang dan aku tidak akan memperhitungkan pengkhianatan kalian ini. Menyerahlah dan menyingkirlah dari barisan itu!‖, lantang berwibawa suara Ding Tao.
Mereka ini yang sejak tadi sudah kebat-kebit melihat jagoan mereka tiba-tiba menjadi sasaran kemarahan sekalian orang-orang dari dunia persilatan memang sudah tidak tahan ingin lari dari barisan Murong Yun Hua. Berbeda dengan para pengikut keluarga Murong yang sudah mengikuti Murong Yun Hua belasan tahun. Kalau pengikut inti Murong Yun Hua ini, meski melihat keadaan dan menjadi panik, tak sedikitpun terlintas dalam benak mereka untuk meninggalkan Murong Yun Hua. Tapi orang-orang persilatan yang tadinya mengikut Partai Pedang Keadilan untuk menebeng kebesaran partai itu, kemudian tertarik untuk mengikut Murong Yun Hua, mana ada kata kesetiaan dalam hati mereka. Melihat keadaan berbahaya, sebenarnya tak tahan mereka ingin ikut bergerak bersama pengikut setia Ding Tao yang sudah lebih dahulu meninggalkan barisan. Namun kaki mereka sungguh hilang kekuatan, apalagi setiap kali pandang mata mereka bentrok dengan pandang mata Ding Tao yang berwibawa yang melihat ke sekelilingnya seakan-akan menjenguk isi hati setiap orang.
2885
Sekarang tiba-tiba Ding Tao memberikan jalan hidup bagi mereka, maka tanpa mempedulikan lagi harga diri, mereka pun bergerak hampir tunggang langgang, memisahkan diri dari barisan Murong Yun Hua. Tersemburlah caci maki dari para pengikut setia Murong Yun Hua melihat kepengecutan mereka. Tapi mana mereka itu ingat pada harga diri? Nyawa hampir saja melayang, soal harga diri bisa diurus nanti.
Bukan hanya para pengikut Murong Yun Hua, sebagian besar tokoh-tokoh dunia persilatan pun memandang mereka penuh penghinaan. Banyak nama mereka yang diam-diam sudah tercatat dalam benak sekalian orang dunia persilatan. Inilah para pengecut yang hanya tahu mencari untung, tapi di saat tuannya kesulitan mereka berbalik menggigit tangan yang pernah memberi mereka makan. Bai Chungho pun terkekeh geli dalam hati.
‗Dasar orang goblok, tidak bisa cepat melihat berubahnya arah angin‘, ejeknya dalam hati.
Ya, Bai Chungho bukankah sebenarnya serupa mereka? Hanya saja tokoh yang satu ini cukup licin untuk bisa menyelamatkan diri dan juga harga dirinya di depan orang banyak.
2886
Habis sudah dukungan untuk Murong Yun Hua, hanya tersisa dirinya dan sekitar seratusan orang pengikut setianya. Meski demikian tidak ada yang bergerak sembarangan, kepandaian yang ditunjukkan Murong Yun Hua, beserta kira-kira 30-an orang pengikut yang dibinanya masih terekam dengan baik dalam ingatan. Jumlah mereka boleh kecil, tapi dari segi tingginya ilmu, tidak bisa dipandang remeh.
Ding Tao diam sejenak, dibiarkannya Murong Yun Hua mengedarkan pandangan matanya ke seluruh dataran itu, dibiarkannya Murong Yun Hua meresapi keadaannya, kemudian dengan suara yang hampir-hampir lembut dia bertanya, ―Nah Murong Yun Hua, apa jawabmu?‖
Seperti seekor tikus yang dikejar-kejar, dalam benak Murong Yun Hua berpacu berbagai perhitungan, mencari cara untuk menyelamatkan diri, jumlah 6 perguruan besar, ditambah ratusan pengikut Ding Tao dan beberapa ribu anggota Partai Pengemis,mencapai kira-kira setengah dari total seluruh mereka yang datang di bawah panji-panjinya. Masih ada setengah lagi yang terdiri dari berbagai macam tokoh persilatan, perguruan kecil dan sebagainya.
2887
Dengan suara yang bergetar namun masih terkendali dia menatap ke arah mereka dan berkata, ―Jangan terpedaya! Ding Tao sudah bekerja sama dengan Ren Zhuocan, lihatlah, barisan kita yang besar ini sudah terpecah menjadi dua. Jangan salah mengambil langkah, jangan jatuh ke dalam jebakan lawan!‖
Melihat perkembangan ini tentu saja yang paling gembira adalah Ren Zhuocan, dalam pertarungan antar tokoh dia memiliki keyakinan dengan dirinya. Satu-satunya yang menggetarkan dari pihak lawan adalah jumlah mereka yang cukup besar dan mampu menandingi jumlah orang di pihaknya. Sekarang dengan munculnya Ding Tao mereka mulai bertengkar di antara dirinya sendiri. Tapi jika Ding Tao berhasil menyatukan mereka semua, dikurangi jumlah mereka yang setia pada Murong Yun Hua jumlah itu masih cukup besar juga. Lebih baik jika mereka terbagi menjadi dua, atau bisa juga jika mereka bergerak saling serang, saling bunuh dan mengurangi kekuatan mereka.
Maka terdengarlah suara Ren Zhuocan tertawa terbahak-bahak, ―Benar juga kata nona itu! Meski aku datang untuk menantang kalian satu lawan satu, tidak ada yang lebih lucu dan menggelikan daripada melihat kalian saling cakar sendiri.
2888
Hahahaha, meski aku harus mengatakan bahwa baik Ding Tao atau pun Murong Yun Hua, nama itu aku tak kenal. Hahahaha.‖
Mereka yang mendengar ucapan Ren Zhuocan pun saling berpandangan, apa yang harus mereka lakukan sekarang, di seberang sana ada Ren Zhuocan dan ratusan ribu orang di bawahnya. Di pihak mereka ada Murong Yun Hua dan Ding Tao. Kalaupun Ding Tao yang benar, lalu apa yang harus mereka lakukan dengan Murong Yun Hua dan pengikutnya? Melepaskan mereka? Menawan mereka? Menumpas mereka terlebih dahulu?
Zhong Weixia yang licik dengan suara yang lantang bertanya pada Ding Tao, ―Ketua Ding, beri kami perintah, apa yang harus kami lakukan sekarang?‖
Ren Zhuocan boleh jadi menjadi ancaman, tapi kedengkian Zhong Weixia tak kenal batas, sungguh kesal dia melihat Ding Tao yang saat ini berdiri demikian tegar sebagai Wulin Mengzhu yang sah. Dengan pertanyaannya ini dia sudah siap mempertanyakan keputusan Ding Tao, apa pun keputusannya.
Dalam hati sebuah senyum mengejek terbentuk di wajah Zhong Weixia ketika terdengar suara Huang Ren Fu berteriak lantang.
2889
―Beri kami keluarga Huang keadilan!‖, teriak pemuda itu lantang, matanya menatap liar penuh dendam ke arah Murong Yun Hua.
Sebentar kemudian terdengar suara-suara lain yang ikut mendukung pemuda itu, meski di saat yang sama Huang Ren Fu melihat beberapa orang kepercayaannya justru diam dan memandang Murong Yun Hua menanti perintah. Beberapa di antara mereka adalah Tang Xiong dan LI Yan Mao, orang-orang yang meyakinkan dirinya bahwa Ding Tao-lah yang berada di balik pembantaian di Wuling, maka makin tenggelamlah hati pemuda itu melihat kenyataan ini. Dengan sebuah gerakan kepala dari Murong Yun Hua, beberapa orang pengikut Murong Yun Hua yang disisipkan ke dalam Keluarga Huang itu pun dengan cepat bergerak menyatukan diri ke dalam kelompok Murong Yun Hua, di luar dugaan orang, jumlah pengikut keluarga Murong yang menyusup ke berbagai partai, perguruan, keluarga ternama bahkan ke dalam enam perguruan besar tidaklah kecil jumlahnya. Mengikuti apa yang dilakukan mereka yang bertugas menyusup ke dalam keluarga Huang, satu dua orang hampir dari tiap-tiap kelompok yang cukup punya nama dalam dunia persilatan bergerak menyatukan diri di dalam barisan Murong Yun Hua.
2890
Sungguh jumlah mereka di luar dugaan banyak orang, jumlah yang tadinya hanya seratusan lebih, tiba-tiba membengkak mendekati 1000 orang.
Ren Zhuocan yang melihat itu dari kejauhan tertawa senang, semakin lama perkembangan yang terjadi semakin menguntungkan dirinya. Dia pun diam-diam menanti dengan penuh perhatian, apa yang akan dilakukan Ding Tao menghadapi keadaan ini?
Ding Tao mengangkat tangannya tinggi-tinggi, membuat setiap orang berhenti berbicara dan berteriak. Kemudian dia berpaling ke arah Ren Zhuocan.
―Ketua Ren Zhuocan…, maaf kami mempertunjukkan satu pertunjukan yang buruk di hadapan ketua. Ketua Ren datang ke mari untuk saling menguji, saling bertukar ilmu dan melihat perkembangan ilmu silat dari masing-masing negara. Tapi kami justru bertengkar sendiri di depan Ketua Ren, sungguh memalukan saja.‖, ujar Ding Tao dengan tenang, sembari maju melangkah mendekati barisan Ren Zhuocan.
―Ketua Ding, bagaimana dengan keluarga Murong?‖, sekali lagi Zhong Weixia bertanya.
2891
Langkah Ding Tao pun terhenti, menghela nafas dia berbalik dan menengok ke arah Zhong Weixia, ―Ketua Zhong, Ketua Zhong adalah ketua dari satu partai yang besar, masakan tidak mengerti bagaimana kita harus menangani masalah ini. Di depan tamu, apakah pantas kita bertengkar antar saudara sendiri? Urusan di dalam biarlah kita selesaikan setelah tamu kita pulang.‖
Merah padam wajah Zhong Weixia ditegur sedemikian rupa di depan orang banyak. Tanpa menunggu jawaban dari Zhong Weixia, Ding Tao sudah memalingkan muka dan kembali bergerak mendekati Ren Zhuocan. Huang Ren Fu yang tadinya hendak membuka mulut dan menuntut keadilan sekali lagi, ikut terdiam mendengar jawaban Ding Tao pada Zhong Weixia.
Suara Ding Tao terdengar jelas ketika dia berkata, ―Ketua Ren, ayolah kita saling mengukur kepandaian. Bukankah untuk itu Ketua Ren datang ke dataran ini?‖
―Hahahahah, bagus, bagus, sungguh pahlawan sejati, benar-benar pantas untuk menjadi Wulin Mengzhu. Hebat Ketua Khongzhen dan Chongxan boleh pergi, tapi penggantinya tak kalah hebat. Bagus!‖, jawab Ren Zhuocan sembari berjalan
2892
maju, menemui Ding Tao di tempat yang luas, di antara barisannya dan barisan para pendekar dari dalam perbatasan.
Melihat dua orang jagoan hendak bertarung, perhatian setiap orang pun tertuju pada dua orang itu. Murong Yun Hua boleh jadi merupakan berita yang mengejutkan, tapi pertarungan antara dua orang jagoan nomor satu dari dua negara yang berbeda, lebih menarik bagi sebagian besar orang yang hadir di situ, para penggila ilmu silat. Ketegangan pun menyelimuti dataran Gurun Gobi.
Tetua Shen, Wang Shu Lin dan enam orang gurunya, mereka yang mengikuti Ding Tao sampai saat-saat terakhir sebelum Ding Tao menghilang, menyaksikan itu semua dengan jantung berdetak kencang. Seperti apakah Ding Tao yang sekarang? Benarkah dia sudah mencapai tataran yang sama dengan Ren Zhuocan? Sementara Murong Yun Hua menyaksikan pertemuan dua orang jagoan itu dengan pemikiran yang berbeda, jika Ding Tao kalah dalam pertarungan itu, dia sudah bersiap untuk melompat ke depan dan menantang Ren Zhuocan. Jika dia bisa mengalahkan Ren Zhuocan, penilaian orang pun tentu akan berbeda lagi. Ada kesempatan yang lebih besar baginya untuk menyelamatkan diri.
2893
Tapi entah mengapa, dalam hati kecilnya tiba-tiba dia berharap agar Ding Tao bisa menang melawan Ren Zhuocan.
‗Gila!‘, makinya dalam hati dengan perasaan tak menentu.
Sementara itu Ding Tao dan Ren Zhuocan berjalan makin perlahan, dalan tiap langkah mereka, semakin dekat jarak di antara mereka, maka tekanan yang timbul dari perasaan mereka yang peka akan bahaya dari lawan yang ada di hadapan mereka semakin besar. Makin lama makin perlahan, hingga akhirnya mereka berhenti, lima langkah jaraknya antara Ding Tao dan Ren Zhuocan. Udara di antara dua orang jagoan itu pun rasa-rasanya sudah pekat dengan tenaga yang tak terlihat. Naiklah alis mata Ren Zhuocan.
‗Heh…, boleh juga bocah ini, dalam hal pengolahan hawa murni dan semangat, dia tidak berada di bawah Khongzhen dan Chongxan. Tapi jangankan bocah ini, mereka berdua pun saat ini bukanlah tandinganku.‘, pikirnya dalam hati.
―Ketua Ding, kulihat kau membawa pedang, apakah dalam pertarungan ini kau akan menggunakan pedang?‖, tanya Ren Zhuocan.
―Benar‖, jawab Ding Tao tenang.
2894
―Kalau begitu silahkan Ketua Ding mencabut senjata.‖, ujar Ren Zhuocan mempersilahkan.
Ding Tao kemudian balik bertanya, ―Bagaimana dengan Ketua Ren, apakah tidak menggunakan senjata? Jika demikian maka baiklah aku pun tidak menggunakan senjata.‖
Ren Zhuocan tersenyum dan menjawab, ―Pedang sudah tidak ada di tanganku lagi, pedang sudah ada di hatiku.‖
Jawaban ini membuat orang-orang yang ada di barisan terdepan dan mendengar ucapan Ren Zhuocan itu saling berbisik dan perlahan ucapan Ren Zhuocan itu pun menyebar sampai pada mereka yang berada di baris belakang. Mereka yang berdiri di belakang Ding Tao pun memasang telinga dan menunggu apa jawaban Ding Tao.
―Oh begitu… baiklah kalau begitu aku pun tidak akan mencabut pedangku‖, jawab Ding Tao sederhana.
Tetua Shen yang ikut menonton dari balik kerumunan orang, tersenyum dalam hati, ‗Tahu rasa kau, Ren Zhuocan, gayamu hendak menyombong, sekarang ketemu batunya, mau apa kau kalau dijawab seperti itu?‘
2895
Memang maksud hati Ren Zhuocan hendak menyombongkan dirinya, sekaligus menggertak lawan, siapa sangka justru Ding Tao bersikap seakan tak mengerti apa maksud dari perkataannya itu. Seakan-akan apa yang dicapai Ren Zhuocan bukanlah sesuatu yang perlu dipikirkan, mau pedang di tangan, mau pedang di hati, mau pedang di pantat, juga semau dia, tidak ada urusannya dengan Ding Tao. Wajah Ren Zhuocan pun berubah jadi gelap.
―Baiklah… Awas serangan kalau begitu!‖, seru Ren Zhuocan dengan hati geram dia pun berkelebat menyerang Ding Tao.
Jarak yang lima langkah, dalam satu kejapan mata sudah ditutup, sebuah serangan dilancarkan, tangan kanan memancing, tangan kiri bersiap. Sederhana saja, namun kekuatan dan kecepatannya sungguh mengerikan. Tapi yang lebih mengejutkan adalah tanggapan Ding Tao, seakan dia sudah bisa membaca pikiran lawan, sebelum Ren Zhuocan sampai dia sudah bergeser ke kiri, ke sisi kanan Ren Zhuocan, tangannya yang membawa pedang menggerakkan gagang pedang bergerak menutuk ke arah mana pergelangan tangan Ren Zhuocan akan sampai seandainya serangan diteruskan. Gerakan Ding Tao tidak secepat Ren Zhuocan, namun antara kecepatan dan waktu serangan, bila Ren Zhuocan tidak
2896
menghentikan serangannya, tidak bisa dihindari pergelangan tangannya akan kena ketuk oleh gagang pedang Ding Tao.
Ren Zhuocan pun dengan cepat mengubah pukulannya menjadi cengkeraman, tangan yang tadinya hendak bergerak lurus ke depan, sekarang berubah menyambar ke samping, tangan yang tadinya terkepal sekarang terbuka dan hendak menangkap tangan Ding Tao yang bergerak hendak menyerang pergelangan tangannya.
Tapi lagi-lagi dengan kecepatan yang berada di bawah serangan Ren Zhuocan, Ding Tao sudah bergerak menarik serangannya dan melangkah bergeser maju, membuat sambaran tangan Ren Zhuocan akan mengenai udara kosong, sementara gagang pedang yang tadi bergeraj hendak mengetuk pergelangan tangan, ditarik ke arah dada dan mengarah ke arah siku Ren Zhuocan. Jika Ren Zhuocan terlambat menarik serangannya, niscaya sikunya akan membentur dengan gagang pedang Ding Tao dan akan terluka oleh kekuatannya sendiri.
Ren Zhuocan bukan anak kemarin sore, kepandaiannya tidak di bawah Bhiksu Khongzhen atau Pendeta Chongxan. Dua
2897
gebrakan sudah cukup untuk menyadarkan dia bahwa dia terlalu memandang rendah lawan.
Sembari menarik serangan Ren Zhuocan menggeser tubuhnya menjauh dari jangkauan serangan Ding Tao. Dalam satu gerakan yang singkat itu, Ren Zhuocan meredakan kemarahannya dan mengkonsentrasikan pikirannya, memasuki keadaan kosong.
Sekali lagi Ding Tao bergerak seakan sudah mengetahui apa yang akan terjadi, meski Ren Zhuocan bergerak mundur dia tidak maju memburu. Melainkan dia berdiri diam di tempatnya, tubuhnya berdiri dalam keadaan sempurna, tidak terlalu tegang tapi juga tidak terlalu santai. Pedang yang belum dicabut disilangkan di depan dadanya, tangan yang lain disembunyikan di belakang punggung. Matanya menatap lurus ke arah Ren Zhuocan, tapi tidak berfokus pada Ren Zhuocan.
Ren Zhuocan pun sekarang berdiri diam, dalam sikap sempurna yang tak jauh berbeda dengan sikap yang diambil Ding Tao. Kedua tangannya tergantung di sisi tubuhnya dalam posisi bisa berubah setiap saat. Seluruh panca inderanya menajam, semangatnya berada dalam keadaan wajar, tidak rendah tidak tinggi. Matanya lurus menatap Ding Tao, tapi
2898
bukan hanya matanya yang mengamati pemuda itu, bahkan seluruh indera perasa pada kulitnya ikut mengamati gerak gerik pemuda itu.
Keduanya tidak lagi menyandarkan serangan dan pertahanan pada pemikiran mereka yang wajar. Lebih tepat jika disebut intuisi, mungkin juga kepekaan hati, kumpulan pengalaman, pengetahuan, proses berpikir yang berbeda. Menyerang atau tidak, apakah ada kelemahan pada lawan atau tidak, semuanya bukan bersandar pada pikiran sadar. Lebih seperti orang yang berkedip, sebelum berpikir untuk berkedip, ketika ada benda yang hendak sampai di matanya. Proses berpikir yang di luar kewajaran manusia pada umumnya.
Jika dua orang tokoh seperti mereka mengambil sikap kuda-kuda, apakah ada kelemahannya? Tentu saja hampir-hampir tidak ada, jika tidak bisa dikatakan tidak ada. Jika dilihat dengan mata saja dan menggunakan cara berpikir yang biasa, mungkin justru orang akan melihat lubang-lubang kelemahan. Tapi lewat intuisi mereka berdua, mereka tahu itu bukan kelemahan. Justru maut yang akan didapat jika mereka mencoba menyerang titik-titik tersebut. Jika demikian, kapankah mereka akan bergerak? Adakalanya bisa dikatakan ini pertarungan antara semangat yang seorang dengan yang
2899
lain. Siapa yang semangatnya turun lebih dulu dan kewaspadaannya kendur sehingga terbuka jalan untuk diserang, apakah semangat lawannya masih terjaga dan kewaspadaannya tidak kendur sehingga bisa memanfaatkan kesempatan itu.
Tapi keduanya pun bisa dikatakan hampir berimbang, semangat keduanya bekerja dengan wajar, tidak berlebihan sehingga justru hilang kewaspadaan, tidak juga menurun sehingga melemahkan pertahanan dan serangan.
Tidak ada jurus pancingan, tidak ada gerakan yang memancing gerakan lawan. Tanpa bergerak, tanpa dicoba, mereka berdua sudah tahu gerakan itu tidak akan berguna untuk lawan mereka kali ini.
Maka pertarungan kali ini pun seperti perlombaan untuk diam dalam keadaan sempurna. Mereka yang tidak paham mulai bosan dan bertanya-tanya. Jika ada mereka yang lebih berpengalaman, memiliki pengetahuan dan tidak pelit untuk berbagi, maka orang-orang itu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul. Maka keheningan itu mulai diisi dengan bisik-bisik di antara mereka yang melihat pertarungan
2900
itu. Antara guru dengan murid-muridnya. Antara senior dengan juniornya.
Dari hening kemudian timbul suara, keseimbangan yang tercipta sebelumnya bergeser sedikit saja dan dua orang itu pun bergerak. Namun pergeseran itu hanya singkat saja umurnya, karena pada saat Ren Zhuocan kehilangan keseimbangan dengan sangat cepat dia memulihkan diri dan bergerak mengimbangi gerakan Ding Tao. Jika terlambat sedikit saja, tentu saat ini Ding Tai sudah menyerang dan mencecar Ren Zhuocan. Kekalahan yang selapis kulit ari itu, jika terjadi pada orang lain mungkin membuat semangat mereka terguncang dan tak mampu kembali pada keseimbangannya. Jika itu yang terjadi maka selesailah pertarungan ini. Tapi Ren Zhuocan terbuat dari bahan yang lebih liat. Penguasaan dirinya tidak tergoyahkan oleh kesalahan yang sesaat itu. Dengan cepat kedudukan kembali seperti semula.
Nafas tiap-tiap orang yang sempat terhenti pun mulai berjalan kembali.
Sampai berapa lama?
2901
Cukup lama, tiap-tiap kali ada perubahan pada lingkungan mereka, tiupan angin padang gurun, pergerakan matahari, awan tipis yang mungkin lewat, keringat yang mulai menetes di dahi mereka. Setiap perubahan, selalu menuntut penyesuaian, keduanya pun tanpa terasa sudah berpindah tempat, namun sampai saat itu belum juga ada yang bergerak menyerang.
Ada kalanya sebelum berangkat berduel, seseorang memeriksa dahulu tempat yang akan mereka gunakan untuk berduel. Ren Zhuocan yang sudah bersiap sudah melakukan hal itu, bisa dikatakan dia sudah menghafal, bahkan dengan sengaja mengatur tata letak dari arena tempat mereka akan bertarung. Tidak demikian dengan Ding Tao, dia berangkat setelah waktunya sangat dekat. Mereka sampai hanya selisih satu hari sebelum diadakannya pertarungan, itu pun dia harus memastikan segala sesuatunya siap untuk mengurung Murong Yun Hua dengan serangan-serangannya hingga Murong Yun Hua tidak bisa berkutik lagi.
Ada yang Ren Zhuocan tahu mengenai medan itu yang Ding Tao tidak tahu. Ketika Ren Zhuocan menantikan saat-saat itu, Ding Tao tidak tahu saat-saat apa yang ditunggu Ren Zhuocan.
2902
Pada satu saat, mereka kembali bergeser oleh terjadinya pergeseran matahari, kaki Ding Tao bergerak, seharusnya menginjak tanah berpasir yang padat, tapi dalam hitungan sepersekian detik dia mendapati tanah di bawahnya bergerak hendak ambles ke bawah. Itulah jebakan yang sudah disiapkan Ren Zhuocan, ada beberapa tempat di mana dia menanam bebatuan sehingga permukaan tanah berpasir itu menjadi tidak rata, ada pula tempat di mana dia mengubur di bawah pasir-pasir itu kantung kemih babi yang ditiup sehingga menggembung berisi udara. Sepertinya tanah itu rata, tapi begitu Ding Tao menginjaknya, meletuslah kantung tipis itu dan tanah pun ambles ke dalam Hanya sepersekian kejap saja kejadiannya, Ren Zhuocan berkelebat menyerang, setiap orang menahan nafas. Beberapa orang dari mereka yang mendukung Ding Tao bahkan berteriak kaget. Mereka yang mendukung Ren Zhuocan ada yang bersorak tertahan. Bagaimana tidak, semua orang tahu, pertarungan ini akan diselesaikan dalam satu serangan dan Ren Zhuocan-lah yang bergerak menyerang lebih dahulu.
Sedemikian cepat apa yang terjadi, hampir-hampir tidak ada seorang pun yang dapat mengikuti apa yag terjadi. Serangan Ren Zhuocan datang dengan cepat, tangan kanannya bergerak
2903
dari sisi tubuhnya, mengarah ke atas, menyambar Ding Tao yang hilang keseimbangan dan miring ke arah kiri. Telapak tangan yang berkembang bergerak menyambar kepala Ding Tao yang seakan bergerak hendak menyambut tamparan maut itu.
‗Kena!‘, dalam hati Ren Zhuocan berteriak.
Tapi tidak, begitu kaki kirinya ambles ke dalam tanah, Ding Tao tidak kehilangan keseimbangan, justru dia menekuk kaki kirinya sehingga tubuhnya merendah dengan cepat, mendahului serangan Ren Zhuocan yang datang menyambar. Tamparan Ren Zhuocan pun lewat tipis di atas kepalanya. Bertumpu pada kaki kiri, tangan kiri Ding Tao bergerak menyerang bagian pinggang Ren Zhuocan, hebat serangan itu karena sembari memukul, dibarengi juga dengan hentakan di kaki kiri dan tumpuan digeser ke arah kanan.
Salah perhitungan, Ren Zhuocan sekarang justru berada pada kedudukan yang tidak menguntungkan. Tangannya sudah menyambar ke depan, membuat pinggang kanannya terbuka lebar untuk diserang. Tapi Ren Zhuocan tidak menjadi gugup, sekejap sebelum pukulan Ding Tao sampai dia sudah mengerahkan ilmu kebalnya untuk melindungi bagian itu.
2904
Sementara tangan kanannya yang sudah berada di atas, sekarang bergerak ke bawah, hendak menghantam kepala Ding Tao dengan sikunya.
Tapi sekali lagi Ren Zhuocan salah perhitungan, karena pada saat itu juga Ding Tao menggunakan kaki kanannya untuk mendorong tubuhnya ke belakang. Hentakan kaki kiri Ding Tao ditambah dengan pergeseran tumpuan tubuhnya, membuat tubuh Ding Tao bergerak ke arah mundur ke sisi kanan. Pukulan tangan kiri Ding Tao ke arah pinggang justru hanya sebuah gerak tipu. Begitu dia mendapatkan pijakan yang kuat, tangan kanan Ding Tao bergerak cepat memukul dengan menggunakan gagang pedang ke arah dada Ren Zhuocan.
Tidak kalah cepat tangan kiri Ren Zhuocan bergerak menangkis serangan Ding Tao, tapi pada saat tangannya berbenturan dengan sarung pedang Ding Tao, terjadilah hal di luar dugaan Ren Zhuocan, alih-alih tertangkis, justru Ding Tao menggunakan kekuatan tangkisan Ren Zhuocan sebagai tumpuan bagi pedangnya untuk berputar, dengan cepat gagang pedang mundur dan ujung pedang yang masih dalam sarung bergerak menebas maju, dan kali ini tanpa bisa dihindari, ujung pedang Ding Tao memukul telak leher Ren Zhuocan. Pukulan ini bukan pukulan biasa, apalagi Ren Zhuocan sudah salah
2905
mengarahkan ilmu kebalnya. Jika yang terkena pukul bukan Ren Zhuocan, mungkin sudah patah tulang pundaknya, tapi ini Ren Zhuocan, meskipun demikian pukulan itu membuat keseimbangannya terguncang. Ren Zhuocan pun terhuyung ke kanan. Ding Tao tanpa ragu menggunakan jurus-jurus serangan yang diwariskan Pendeta Chongxan dan Bhiksu Khongzhen padanya.
Terdesak Ren Zhuocan hanya mampu menghindar mundur dan menangkis. Debu-debu berterbangan di sekitar mereka, dalam sekejapan mata sudah belasan langkah mereka bergerak, Ding Tao menyerang maju, sementara Ren Zhuocan terdesak mundur tanpa mampu melepaskan diri dari tekakan Ding Tao. Serangan, demi serangan dilontarkan, beberapa terkena telak mendarat di tubuh Ren Zhuocan, beberapa bisa ditangkis, tak satupun berhasil dihindari apalagi untuk menghindar ke kiri atau ke kanan. Satu kali dada Ren Zhuocan tak terjaga lagi dan jurus serangan yang pamungkas pun dikerahkan. Terjadilah benturan hebat antara ilmu kebal Ren Zhuocan dengan Telapak Buddha tingkat akhir warisan Bhiksu Khongzhen, sebuah ledakan hebat terdengar menggetarkan setiap orang yang menyaksikan pertarungan itu. Debu-debu dan pasir pun berhamburan membentuk kabut. Untuk sesaat lamanya udara
2906
di sekitar dua orang itu menjadi hampa, dalam satu jurus simpanan Ding Tap bergerak mundur dan menghisap ruang hampa mengikuti arah geraknya, tubuh Ren Zhuocan terhuyung ke depan tersedot oleh udara di sekitarnya.
Kemudian dengan satu hentakan, satu kali lagi Ding Tao menghajar Ren Zhuocan dengan Telapak Buddha tingkat akhir.
Seperti layang-layang putus tubuh Ren Zhuocan terpental jauh ke belakang.
Semuanya terjadi dengan cepat, sejak Ding Tao hilang keseimbangannya, sampai pada serangan terakhir, kebanyakan orang hanya melihat bayangan Ding Tao dan Ren Zhuocan bergerak, untuk kemudian menyurut mundur dan ada satu tubuh yang terpental, melayang ke belakang dan terbanting di atas tanah.
Tapi mereka yang sudah mapan ilmunya bisa melihat, siapa menyerang dan siapa diserang. Maka sorak sorai pun terdengar dari barisan para pendekar yang berasal dari dalam perbatasan. Debu-debu mulai melayang turun, kabut pasir mulai menghilang, namun sorak sorai dari para pendekar justru semakin keras. Semakin banyak orang yang melihat bahwa
2907
Ding Tao masih berdiri tegap, dan Ren Zhuocan lah yang terlontar ke belakang dan sekarang terbaring tak berdaya, semakin banyaklah yang bersorak-sorai. Suara mereka semakin keras memenuhi seluruh padang gurun itu, pihak yang kalah tentu saja hanya bisa terdiam membeku di tempatnya. Apa yang harus mereka lakukan sekarang? Tak pernah terbayangkan, ketua mereka yang pilih tanding tak pernah terkalahkan itu ternyata akhirnya kalah di tangan seorang pemuda. Kejutan itu terlalu besar bagi mereka. Apakah Ren Zhuocan mati? Jika mati, lalu siapa yang sekarang memegang pimpinan? Siapa yang berhak untuk mengambil keputusan sekarang? Ren Zhuocan yang yakin tidak terkalahkan tidak pernah menyiapkan ini semua dan sekarang begitu dia dikalahkan, seluruh kawanannya yang jumlahnya ratusan ribu, tidak ubahnya seekor ular raksasa tanpa kepala.
Boleh saja mengerikan dan tampak mengesankan, namun sama sekali tak berbahaya.
Entah siapa yang memulai, setengah ragu-ragu terdengar suara berteriak, ―Balaskan dendam Ketua Ren Zhuocan!‖
Dan mendengar suara itu, beberapa orang ikut berteriak, namun jumlah mereka sangatlah kecil jika dibandingkan
2908
dengan jumlah keseluruhan yang ratusan ribu. Selain itu mereka yang berteriak, tidak bergerak menyerbu ke depan, hanya maju beberapa langkah dengan ragu-ragu.
Ding Tao memandang mereka sejenak, kemudian memejamkan mata, mengosongkan diri, menyatukan dirinya dengan alam semesta, kemudian dalam sebuah hentakan yang mengguruh dia menabaskan tangan ke depan. Gila! Sebuah tenaga yang besar menghempas ke depan, seperti ombak di lautan yang mengganas, seperti badai menerjang, sebuah gelombang kekuatan yang dahsyat bergulung-gulung menyambar, angin menderu menyapu butiran pasir di sekeliling Ding Tao, demikian luas jangkauan akibat dari pukulan itu, lingkarnya berjarak belasan kaki dari tempat tebasan itu dilancarkan. Ketika butiran pasir itu mulai mereda, terlihat sudah terbentuk satu lubang besar sedalam mata kaki menganga di hadapan pemuda itu, sementara pasir bergunung di sekeliling lubang berbentuksetengah lingkaran itu. Nyali siapa yang tidak ciut melihat pameran tenaga raksasa itu. Suara yang berteriak menuntut balas itu pun redam dengan sendirinya.
2909
―Ketua kalian belum mati, dia hanya pingsan saja, cepat kalian bawa dan rawat dia‖, ujar Ding Tao berkata, tidak bersetu tidak berteriak, namun suaranya sampai ke seluruh penjuru dataran.
Selesai berkata dia pun membalikkan badan dan berjalan kembali ke arah Murong Yun Hua yang masih dikepung oleh sekalian pendekar yang sekarang berbalik hendak menawannya. Orang-orang kepercayaan Ren Zhuocan berlari cepat memeriksa keadaan Ren Zhuocan, ternyata benar kata Ding Tao, Ren Zhuocan masih hidup, meski nafasnya terkadang cepat, terkadang lambat, jelas tubuhnya sudah terluka dalam oleh pukulan Ding Tao. Mungkin tidak semua orang sadar, tapi yang paling mengagumkan adalah Ding Tao bisa mengukur kekuatannya sedemikian rupa sehingga dia bisa yakin bahwa Ren Zhuocan tidak sampai mati oleh pukulannya. Apakah dia tadi masih menahan tenaga atau memukul sekuat tenaga, tidak ada orang yang bisa mengukur dan memastikan. Tapi dari cara Ding Tao mengatakan bahwa Ren Zhuocan masih hidup, tanpa dia bergerak sedikitpun untuk memeriksa keadaannya, jangankan bergerak, menengok untuk melihat pun tidak. Artinya saat dia melancarkan pukulan yang kedua, dia tahu pukulan itu tidak akan membunuh Ren Zhuocan.
2910
Melihat keadaan Ren Zhuocan cepat-cepat orang-orang kepercayaannya itu mengalirkan hawa murni untuk membantu Ren Zhuocan sadar, mengurangi akibat dari pukulan Ding Tao meski tidak bisa memulihkan keadaan Ren Zhuocan sepenuhnya.
Ren Zhuocan pun perlahan sadar dan membuka mata. Perlahan-lahan dia bangkit berdiri, ketika ada orang kepercayaannya yang mencoba membantu, dikebaskannya tangan mereka. Karuan saja dia terhuyung hampir jatuh, karena sembarangan mengeluarkan tenaga dalam keadaannya saat itu tapi dasar keras kepala, Ren Zhuocan memaksakan diri dan berhasil berdiri dengan tegak.
Ding Tao yang sedang berjalan menuju tempat Murong Yun Hua berada berhenti di tempatnya dan membalik badan.
―Ketua Ren‖, ujar Ding Tao membuat Ren Zhuocan yang hendak pergi, diam kemudian berbalik, matanya tidak menunjukkan tanda-tanda mengakui kekalahan, yang terpancar adalah dendam dan kemarahan.
Tapi Ding Tao tidak ambil peduli, suaranya justru terdengar kasihan, seperti seorang tua yang melihat anaknya sedang
2911
berjalan menuju bahaya, namun dia tak mampu mencegahnya, meski dia berkata, namun dia tahu anaknya tak akan mendengarkan. Meski begitu, tak mungkin juga dia berdiam diri sehingga dia pun berkata.
Seperti itu cara Ding Tao berkata, ―Ketua Ren, ketua mengatakan pedang sudah tidak ada di tangan, pedang ada dalam hati. Kuharap Ketua Ren tidak lupa, pedang adalah senjata, senjata hanyalah alat, sebuah alat adalah hamba dari yang menggunakan, jika alat kemudian menjadi tuan, itu artinya sesat. Itu artinya pemiliknya sudah kerasukan oleh ilmunya sendiri, bukan menjadi penguasa atas ilmunya.‖
Benar saja, mana mungkin Ren Zhuocan yang pongah mau mendengar nasehat Ding Tao, mendengus kesal dia menjawab, ―Aku jalani jalanku sendiri, kau jalankan jalanmu. Lima tahun lagi aku akan datang dan kita lihat siapa yang benar.‖
Ding Tao pun menjawab, ―Kuat tidak selamanya berarti benar. Kalaupun aku kalah lima tahun lagi, benar memang itu artinya Ketua Ren lebih kuat tapi bukan berarti Ketua Ren lebih benar.‖
2912
Ren Zhuocan hanya meludah ke atas tanah, kemudian berbalik badan dan dengan langkah yang berat kembali pada barisannya. Kepalanya tidak tertunduk malu, matanya masih tajam menyambar, membuat setiap pengikutnya yang bertemu pandang dengannya tertunduk takluk. Ren Zhuocan boleh kalah, tapi tidak ada yang bisa bilang bahwa dia orang yang lemah.
Langkah Ding Tao pun akhirnya terhenti di depan Murong Yun Hua. Semua orang memandang dirinya, menanti ucapan yang keluar dari mulutnya.
Setelah menyaksikan pertarungan antara Ding Tao dengan Ren Zhuocan, setiap mata memandang dengan pengakuan. Bahkan Zhong Weixia pun harus menelan kenyataan yang pahit itu, Ding Tao tidak mungkin dia kalahkan hari ini, bahkan jika dia mau jujur pada dirinya, 10 tahun lagi pun dia belum tentu bisa mengalahkan Ding Tao yang sekarang. Ya, penilaian setiap orang terhadap diri Ding Tao sudah berubah. Yang tidak suka, merasa takluk, entah karena terpaksa atau karena kekaguman yang timbul setelah menyaksikan pertarungan itu. Yang sebelumnya mendukungnya, semakin kagum dan tunduk pada wibawa pemuda itu.
2913
Bagaimana dengan wanita-wanita yang mencintainya?
Murong Yun Hua berdebar-debar, jauh di dalam lubuk hatinya, bahkan di luar sadarnya, inilah sosok lelaki sejati. Sosok yang belasan tahun yang lalu pernah dia lihat dalam diri ayahnya, yang hancur berantakan saat ayahnya menanggalkan topeng kebaikan yang selalu dia pakai, dan menunjukkan iblis yang bersarang di hatinya. Tapi Ding Tao bukan iblis, dan dalam hal wibawa, kecerdikan, kebijakan, kekuatan dan kepandaian, ayahnya tidak sedikit pun nempil jika dibandingkan dengan ujung jari Ding Tao yang sekarang berjalan ke arahnya. Seluruh ambisi dan rencananya dibuat ambruk habis dalam satu gebrakan. Orang-orang yang dia kumpulkan dalam belasan tahun, dalam satu hari dibuat Ding Tao menjadi lawannya. Di satu sisi, inilah sosok lelaki yang dia cari-cari dalam hidupnya, di sisi lain lelaki ini berjalan datang hendak memberikan penghakiman terakhir atas segala kejahatannya.
Rindu, takut, benci, memuja, bagaimana mungkin perasaan yang berlawanan ini muncul secara bersamaan? Tapi itulah yang dirasakan Murong Yun Hua.
Bagaimana dengan Murong Huolin, bagi Murong Huolin, batinnya berperang antara balas budi pada Murong Yun Hua
2914
dan kecintaannya pada Ding Tao. Kalau bagi Murong Huolin, seperti apa pun Ding Tao dia akan tetap mencintainya. Karena sejak semula dia sudah memutuskan hanya Ding Tao satu-satunya lelaki yang hadir dalam hidupnya.
Berbeda dengan Hua Ying Ying, gadis ini justru bertanya-tanya dalam hati, siapa ini yang sekarang berjalan? Ding Tao? Setelah sekian lama mereka terpisah, bertemu sebentar kemudian terpisah lagi. Setiap kali bertemu Ding Tao selalu berubah dan kali ini perubahannya begitu besar. Ding Tao yang dia kenal adalah pemuda lugu yang malu-malu. Jujur dan hati-hati dalam bicara dan berlaku. Ding Tao yang sekarang dia lihat jauh berbeda, dalam gerak dalam sorot matanya, terpancar kewibawaan yang besar, satu keyakinan yang tidak goyah oleh apa pun. Seakan segala pertanyaan dia tahu jawabnya. Ding Tao yang sekarang berani bicara, pada siapa pun juga. Ding Tao yang sekarang berani menantang pada orang yang tidak setuju dengan pendapatnya.
Dia berubah dari seorang pemuda menjadi seorang lelaki, berdiri teguh pada jalan yang dia yakini, meski dia tidak menantang mereka yang menghadang jalannya, tapi juga dia tidak akan undur dari jalannya.
2915
Apakah ini Ding Tao yang dulu dia cintai? Belum lagi masalah kedua isteri Ding Tao, lalu berbeda dengan banyak orang, Hua Ying Ying justru tidak yakin dengan apa yang akan dilakukan Ding Tao terhadap Murong Yun Hua. Di sudut hatinya dia tahu, Ding Tao berubah tapi Ding Tao juga tidak berubah. Seekor anak harimau ketika dewasa tetaplah seekor harimau. Bedanya dia dulu masih kanak-kanak dengan bulu tebal, suka bermain dan lucu. Sekarang dia menjadi dewasa dengan tubuh yang besar, auman yang menakutkan, jika dia menggerakkan cakarnya dia bukan sedang bermain-main, sorot matanya tajam dan otaknya penuh perhitungan.
Ya, Ding Tao berubah, ini Ding Tao yang berbeda, tapi Ding Tao tetap Ding Tao. Jadi apa yang akan terjadi pada Murong Yun Hua?
Dengan hati berdebar Hua Ying Ying mengikuti tiap langkah Ding Tao.
Ketika Ding Tao berhenti, jarak antara dirinya dengan Murong Yun Hua hanyalah sejauh jangjauan dua tangan mereka, pandang matanya menatap lurus ke arah Murong Yun Hua. Membentur pandang mata Ding Tao, hati Murong Yun Hua
2916
berdebar tidak karuan, tanpa terasa dia menundukkan wajahnya.
―Yun Hua…, apakah kau mencintaiku?‖, tanya Ding Tao dengan suara lembut.
Jika seluruh orang yang hadir di situ terkejut oleh pertanyaan Ding Tao, maka lebih terkejut dari mereka semua adalah Murong Yun Hua sendiri. Jangankan dia, mereka yang mendengarnya pun masih ternganga dan berusaha mencerna, apa yang dikatakan Ding Tao ini.
Murong Yun Hua mengangkat wajahnya, pandang matanya nanar memandang Ding Tao, dilihatnya tatap mata Ding Tao yang lembut, wajahnya yang penuh kasih, ―Apa..? Apa…, Ding Tao apakah kau mempermainkanku? Jangan kau bermain-main denganku!‖
Antara kejut, harap dan takut Murong Yun Hua melangkah mundur dua langkah, tapi kata-kata Ding Tao selanjutnya hampir-hampir membuat dia jatuh terhuyung.
―Yun Hua… kembalilah padaku…‖, ujar Ding Tao sepenuh hati.
2917
―Ding Tao kau gila! Di mana kewarasanmu? Kau seorang Wulin Mengzhu, aku menuntut keadilan darimu!‖, sebuah teriakan penuh rasa marah terlontar dari Huang Ren Fu yang melompat ke depan sambil mengacungkan pedangnya.
―Ketua Ding Tao, harap dipikirkan kembali masak-masak, perempuan iblis itu sudah banyak berbuat dosa dan kejahatan, tidak bisa dibiarkan lepas begitu saja.‖, ujar Zhong Weixia mendukung seruan Huang Ren Fu.
―Benar, hampir saja seluruh dunia persilatan jatuh ke dalam tangannya, apa seorang Wulin Mengzhu akan mendiamkan saja hal ini?‖, seru Guang Yong Kwang ikut menuntut keadilan.
Beberapa orang tokoh yang merasa punya kedudukan dan kepandaian pun terdengar ikut berteriak mengajukan keberatan. Bagaimana dengan yang lainnya, yang merasa tidak punya kepandaian, saat itu hanya diam dan menunggu melihat bagaimana Ding Tao menjawab. Sebagian besar orang masih tergetar dan takluk melihat kedigdayaan Ding Tao yang baru saja dia tunjukkan. Pula urusan seperti ini bukanlah urusan orang kecil seperti mereka. Mungkin Murong Yun Hua yang membantai keluarga Huang di Wuling, tapi apa hubungan mereka dengan keluarga Huang di Wuling, mengapa pula
2918
mereka harus ikut menuntut keadilan untuk mereka? Dunia persilatan memang penuh intrik dan sudah berapa orang meregang nyawa setiap harinya demi ambisi pribadi atau ambisi orang tertentu?
Ding Tao menunggu seruan-seruan itu surut, sebelum dia mengitarkan pandangannya ke sekelilingnya, sebuah senyuman mengejek terpampang di wajahnya. Pandang matanya yang tajam, menatap ke arah Huang Ren Fu, Zhong Weixia, Guang Yong Kwang dan sekalian orang lain yang tadi berteriak padanya.
Dia pun berkata, ―Di antara kalian yang tidak pernah menumpahkan darah dan tidak pernah berbuat kejahatan, boleh maju ke depan untuk minta keadilan dariku.‖
Ketika pandang matanya kembali pada Huang Ren Fu, merah padamlah wajah Huang Ren Fu, tanpa sadar dia mundur dua tindak dan membuang muka. Siapa berani mengatakan soal salah dan benar, sementara dia pernah mencuri isteri sahabatnya? Sedangkan tentang keluarganya, bukankah mereka dulu yang menipu dan mencuri Pedang Angin Berbisik dari Ding Tao, bahkan hampir pula membunuh pemuda itu, lalu
2919
apakah sekarang dia akan meminta keadilan bagi mereka dari pemuda itu?
Zhong Weixia, Guang Yong Kwang, Bai Chungho dan sekalian orang lainnya pun terdiam. Tetua Xun Siaoma teringat, bukankah di tangannya ada darah Bhiksu Khongzhen dan Pendeta Chongxan? Jika Ding Tao mau mengungkit itu, dengan beberapa kalimat saja anak murid Shaolin dan Wudang akan meluruk mereka. Jadi mereka pun punya rahasia dan hampir tidak ada seorangpun yang merasa diri bersih. Kalau pun masih ada yang merasa dirinya bersih, kata-kata Ding Tao pada bagian akhir pernyataannya tersiratkan ancaman yang tidak berani mereka hadapi. Semua orang terdiam, entah puas atau tidak dengan jawaban Ding Tao, tapi tak seorang pun berani menyanggahnya. Ding Tao pun sekali lagi mengitarkan pandangan ke sekelilingnya, menantang… dan semua orang diam membisu.
Maka Ding Tao kembali memandang ke arah Murong Yun Hua yang saat itu berdiri dengan limbung, matanya sudah membasah dengan air mata, dalam hatinya berharap, namun ketakutannya membuat dia tidak bisa menerima kenyataan.
2920
Tiba-tiba Murong Yun Hua tertawa pedih dan berkata, ―Hahaha, Ding Tao jangan kau berpura-pura suci, bilang saja, kau ingin menaklukkan kekuatan keluarga Murong, memanfaatkan mereka demi kepentinganmu sendiri, untuk melanggengkan kekuasaanmu.‖
Ding Tao menggeleng dengan sedih, ―Yun Hua… masakan kau belum juga mengenal diriku? Lalu apa artinya mereka itu untukku?‖
Kemudian dia memandang ke arah 30 orang terlatih, kekuatan inti keluarga Murong, kebanggaan Murong Yun Hua dan andalannya. Di antara mereka ada orang yang ikut membunuh Bhiksu Khongzhen dan Pendeta Chongxan. Ingatan ini membuat Ding Tao merasakan kemarahannya bangkit.
Dengan nada mengejek dia berkata,‖Kau lihat puluhan orang yang kau banggakan itu? Satu pun tak kupandang mata olehku.‖
Rahangnya mengeras lalu perlahan menghembuskan nafas dan dia berkata sekali lagi, ―Yun Hua, aku sadar aku pun tidak bersih dari kesalahan, aku bersedia melupakan semua kesalahanmu, kembalilah. Kau boleh percaya padaku, sejak
2921
saat kau kembali padaku, aku akan melupakan semuanya yang terjadi di masa lalu. Kita akan memulainya kembali bersih, sebersih kertas putih, tanpa noda atau corentan tinta sedikitpun di atasnya.‖
Air mata pun menetes mengalir di pipi Murong Yun Hua dan hati Ding Tao tergerak oleh belas kasihan. Cinta yang pernah hilang, dirasanya kembali datang, betapa ingin dia merengkuh tubuh itu dan membenamkan wajahnya yang basah ke dalam dadanya, membisikkan kata cinta dan penghiburan di telinganya. Tapi Ding Tao tahu ini belum saatnya. Murong Yun Hua belum siap untuk kembali padanya.
Percakapan antara dua orang kekasih ini disaksikan sekian banyak orang. Yang punya hati romantis tentu saja ikut tergerak, yang pasti, ini tidak kalah dengan sandiwara di atas panggung. Setiap orang ingin tahu bagaimana kisah ini akan berakhir.
Dengan air mata bercucuran Murong Yun Hua berkata, ―Ding Tao, kau bilang orang-orang in tak berharga di matamu. Mana bisa aku percaya jika aku belum membuktikannya…‖
2922
Dan hati setiap orang pun berdebar mendengar perkataan Murong Yun Hua itu. Apa yang akan terjadi sekarang? Tidak perlu menunggu lama, mereka pun tahu apa yang terjadi kemudian.
Dengan air mata masih mengalir, Murong Yun Hua menegakkan badan, menunjuk ke arah Ding Tao dan berseru, ―Serang!‖
Maka 30 macam senjata bergerak, 30 orang berkelebat menyerang, kumpulan orang-orang itu pun tersibak, memberikan ruang pada pertempuran baru yang sedang dimulai. Bukan hanya mereka, bahkan dari kejauhan pun Ren Zhuocan menghentikan langkahnya dan berbalik memandang. Sungguh pemandangan yang mencengangkan, 30 orang itu bergerak sebagai satu kesatuan, sebuah barisan yang rapat dan kerja sama yang terjalin dengan rapi. Baik dalam menyerang maupun bertahan, semuanya dilakukan dengan maksimal. Tidak ada satu pun dari 30 orang itu yang menganggur atau menunggu. Serangan demi serangan, seperti cucuran air hujan, seperti rentetan ledakan mercon di tahun baru, tiada henti tiada jeda.
2923
Tapi yang lebih mengejutkan adalah Ding Tao, seperti sebuah sampan kecil yang bermain-main di laut yang sedang berombak oleh badai. Dia bergerak ke sana ke mari, menyelinap datang dan pergi, 30 senjata, 60 tangan dan 60 kaki, semuanya seakan dipandang tak berarti.
Belasan bahkan puluhan jurus berlalu, tak satu pun dari mereka bisa menyentuh bahkan ujung baju Ding Tao sekalipun. Ini tidak masuk akal, tidak bisa dimengerti dengan nalar, tapi itulah yang terjadi.
Pedang Ding Tao bergerak dengan cepat, menurut langkah kakinya dan serangan lawan, yang bisa dihindari dia hindari, yang harus ditangkis, ditangkis. Yang pasti tak satu pun dari serangan mereka mampu menyentuhnya. Dia bergerak kian ke mari, menerobos ketika dia hendak menerobos, menyelinap semaunya, menghilang dari pandangan lawan-lawannya, datang dan pergi sesuka hati.
Gumaman mulai terdengar dari beberapa tempat, ―Dewa… dewa… Ding Tao sudah menjadi dewa…‖
―Dewa pedang…‖, gumaman itu tersebar ke mana-mana.
2924
Memang sungguh apa yang ditunjukkan Ding Tao ini tak masuk nalar mereka semua. Sesungguhnya pertarungannya dengan Ren Zhuocan mungkin lebih mendebarkan, tapi bagi mereka yang belum matang, apa yang ditunjukkan Ding Tao saat ini justru lebih mencengangkan dan menggemparkan. Pada saat melawan Ren Zhuocan mereka banyak diam dan dalam beberapa gebrakan semuanya selesai. Kali ini serangan demi serangan datang tapi Ding Tao bergerak seenaknya seakan semua serangan itu tidak ada. Tak satupun dari 30 orang itu berhasil menyentuh dirinya, bahkan ketika Ding Tao mulai menggerakkan pedangnya, terdengarlah suara kain-kain terobek.
Tanpa menyentuh mereka Ding Tao mencabik jubah dan baju lawan-lawannya, di dada, di perut, kaki, tangan. Dalam waktu singkat 30 orang itu pun menjadi anggota Partai Pengemis.
―Bai Chungho! Suruh anggotamu ini mundur!‖, seru Ding Tao diikuti oleh gelak tawanya membuat 30 orang itu merah padam.
Bai Chungho tentu saja bukan tidak merasa bahwa dulu Ding Tao memanggilnya tetua dan sekarang memanggilnya langsung dengan nama, bisa dikatakan inilah satu penghinaan. Tapi Bai Chungho memang punya kulit tebal dan berbakat
2925
menjadi penjilat, tidak terlihat sedikit pun dia marah justru dia ikut tertawa dan mengumpak.
―Ketua Ding, pengikutku bajunya sudah ditambal, kalau mereka belum. Suruh mereka menambal bajunya dulu baru kuakui sebagai anggota Partai Pengemis.‖, seru Bai Chungho diikuti gelak tawa banyak orang.
Merah muka Murong Yun Hua mendengar itu semua, dia pun berteriak, ―Mundur !‖
30 orang itu pun mundur dengan wajah tertunduk malu, tinggal Murong Yun Hua dan Ding Tao berdiri berhadapan.
―Bagus… jadi kau mau membuatku malu di depan semua orang?‖, tanya Murong Yun Hua, hatinya merasa mengkal mendengar tawa orang-orang.
―Bukan…, aku mau kau kembali padaku.‖, jawab Ding Tao dengan lembut, membuat kemarahan Murong Yun Hua yang memang hanya setebal lembar daun, lenyap entah ke mana.
―Kau bohong…‖, bisik Murong Yun Hua hampir tak terdengar, kepalanya tertunduk dan air mata yang kering sejenak kembali mengalir.
2926
Dan tanpa dia tahu, Ding Tao sudah berkelebat dekat dirinya, terkejut Murong Yun Hua menengadahkan kepalanya, saat tangan Ding Tao menyentuh bahunya, ―Kau…‖
―Yun Hua…, aku mencintaimu…, kembalilah padaku.‖, bisik Ding Tao lembut dan mesra.
Tiang terakhir yang menopang perlawanan Murong Yun Hua pun rubuh, Murong Yun Hua menjatuhkan dirinya ke dalam pelukan Ding Tao dan menangis tersedu-sedu. Tanpa peduli orang banyak Ding Tao memeluk Murong Yun Hua dengan hangat, tangannya membelai rambut Murong Yun Hua, menenangkan, memberi rasa aman, seperti kenangan masa kanak-kanak, ketika masih bayi dibuai bunda. Tapi juga memberi kehangatan, kehangatan yang hanya bisa diberikan seorang lelaki pada perempuan.
Yang susah tentu saja mereka yang berdiri di sana, hendak pergi, masakan pergi. Mau diam, apa yang mau dilakukan? Di seberang sana Ren Zhuocan memandangi kejayaan Ding Tao dengan hati gelap. Melihat apa yang dilakukan Ding Tao, sekilas dia mengerti apa yang dicapai Ding Tao, tapi bukannya dia menyadari bahwa ada yang salah dengan apa yang dia jalani, justru dia merasa dengki.
2927
Langit tidak adil, itulah yang bergema dalam pikiran Ren Zhuocan. Apakah aku kalah berbakat dibanding dirinya? Apakah aku kurang bertekun dibanding dirinya? Mengapa justru jalan itu terbuka untuknya dan bukan untukku? Langit tidak adil! Itulah tuduhan dalam hati Ren Zhuocan. Dia tidak sadar, bukan karena berbeda dalam bakat, bukan pula karena kalah dalam kerasnya usaha. Masalahnya Ren Zhuocan mengejar hal uang berbeda dari Ding Tao. Jika Ding Tao menempuh perjalanan menuju puncak gunung, Ren Zhuocan sudah sejak awal, berjalan menuruni lembah. Tidak ada urusannya dengan seberapa keras dia berusaha, karena arah tujuan mereka memang berbeda. Sejak awal yang dikejar Ren Zhuocan hanyalah kekuatan dan kekuasaan yang datang dari kekuatan itu. Ding Tao berbeda, pemuda itu bergelut dengan hati nuraninya, antara jalan kehidupan dengan pedang yang dia genggam.
Tapi Ren Zhuocan tidak mau mengakui itu, dalam hati dia justru berkata, ‗Baik… kau mau jadi dewa pedang? Bagus…, kalau begitu aku yang akan jadi raja iblisnya. Ding Tao… tunggu saja lima tahun lagi.. Kau boleh menyatu dengan semesta, aku akan menjadi iblis yang menghancurkan semesta…‖
2928
Ren Zhuocan dan ratusan ribu orang pengikutnya melangkah pergi. Andai Tetua Shen melihat kilat mata Ren Zhuocan saat itu, mungkin dia tidak akan kembali ke Partai Matahari dan Bulan setelah selesai urusannya dengan Ding Tao dan yang lainnya. Tapi mungkin juga kepulangannya bukan tanpa arti.
Pada akhirnya isak tangis Murong Yun Hua pun surut, panas setahun dihapuskan oleh hujan sehari. Murong Yun Hua pun berubah, kebanggaan, kesombongan dan ambisinya lenyap. Justru sekarang dia berdiri seperti seorang gadis pingitan, wajahnya menunduk dan disandarkan tubuhnya pada Ding Tao, tangannya menggenggam erat tangan Ding Tao seakan takut kehilangan.
Ding Tao pun berjalan, kali ini menuju ke arah Murong Huolin dan Hua Ying Ying, di sana tentu saja ada juga Hua Ng Lau dan Pendekar pedang Jin Yong.
―Huolin, kemarilah…‖, panggil Ding Tao dengan lembut.
Maka Murong Huolin pun dengan hati lapang, terbebas dari segala ketakutan, datang menghambur dan dengan mesranya menggandeng tangan Ding Tao yang lain. Dengan bahagia dia meremas tangan Murong Yun Hua, keduanya saling
2929
berpandangan dan yang ada dalam hati mereka berdua hanya bahagia. Tapi bagaimana dengan Hua Ying Ying? Teringat gadis itu, Murong Huolin memandang Ding Tao, kemudian dia melepaskan tangan Ding Tao untuk pindah ke sisi Murong Yun Hua dan berbisik. Tidak lama kemudian Murong Yun Hua menarik tangan Ding Tao dan berucap.
―Kak Ding…, suamiku… tentang Nona Hua, kami sama sekali tidak keberatan, sungguh, kali ini dari lubuk hati kami yang terdalam.‖, ujarnya setengah berbisik.
Ding Tao tersenyum saja dan terus melangkah, hingga akhirnya sampai di hadapan Hua Ying Ying dan yang lain.
―Adik Ying Ying…, aku minta maaf padamu… Aku berharap kau bisa mengerti keputusanku. Aku tidak peduli apa kata orang lain, hanya apa pendapatmu.‖, ujar Ding Tao tulus tanpa ada kepalsuan di dalamnya.
Merebak mata Hua Ying Ying, dengan suara tercekat dia menjawab, ―Aku mengerti… aku mengerti…‖
―Bisakah kau hidup bersama kami?‖, tanya Ding Tao kemudian.
2930
Lama Hua Ying Ying terdiam, memandang Ding Tao kemudian Murong Yun Hua, menengok ke arah Huang Ren Fu yang berdiri di kejauhan, seperti orang yang terbuang. Lama dia terdiam.
Akhirnya dia menggelengkan kepala, ―Tidak… tidak… ada banyak hal… mungkin aku masih perlu belajar untuk memaafkan, tapi yang pasti… Kak Ding Tao… kau… kau bukan pemuda yang dulu kukenal dan kucintai… kau sudah berubah…‖
Ding Tao pun menganggukkan kepala, ―Aku mengerti…, kuharap di masa depan, aku masih punya kesempatan untuk membalas segala kebaikanmu, juga di kehidupan yang selanjutnya.‖
Hua Ying Ying menggelengkan kepala perlahan, ―Tidak perlu…, semuanya terjadi ada akibatnya… ini memang bukan takdir kita. Hanya saja…, jika kau tidak keberatan, maukah kau memaafkan kakakku?‖
Ding Tao menoleh ke arah Huang Ren Fu yang sejak tadi masih menundukkan kepala, bisakah seorang suami memaafkan lelaki lain yang menjamah isterinya? Tapi
2931
bukankah dia berjanji, apa pun yang pernah terjadi, semuanya akan dia hapuskan dalam ingatan dan hatinya. Murong Yun Hua ikut tertunduk, genggamannya pada tangan Ding Tao semakin erat, seakan takut setiap saat tangan itu akan mengebaskan pegangannya. Tersentuhlah perasaan Ding Tao, tidak mungkin dia tidak bisa memaafkan Huang Ren Fu, tapi dia tidak tega menyakiti Murong Yun Hua.
―Tentu… aku sudah tidak ingat apapun lagi, masa lalu…, masa laluku, biarlah aku melupakannya…‖, ujar Ding Tao sedikit terbata.
―Termasuk diriku?‖, tanya Hua Ying Ying dengan senyum menggoda.
Ding Tao pun tersenyum, ―Tidak… ada masa lalu yang tidak akan hilang dari ingatan.‖
Hua Ying Ying berbalik menengok ke arah Hua Ng Lau dan berkata, ―Ayah, aku sudah bosan di sini, bisa kita pergi berkelana? Aku ingin melihat tempat-tempat jauh yang pernah ayah ceritakan.‖
Hua Ng Lau tertawa, ―Tentu saja, aku pun ingin melihatnya lagi. Ketua Ding, aku ucapkan selamat, semoga di usiaku yang
2932
semakin mendekati malam, aku bisa juga melihat dunia dengan caramu melihat dunia. Aku pamit dahulu, anakku yang nakal ini banyak kemauannya.‖
Ding Tao ikut tertawa, dia pun membungkuk hormat, ―Baiklah, selamat jalan Tetua Hua, aku titip adikku Ying Ying.‖
―Baik, baik tentu saja, kalau begitu aku pamit sekarang. Ying Ying ayo kita pergi.‖, ujar Hua Ng Lau sambil tertawa.
Sejenak memandangi kepergian dua orang itu, Ding Tao merasa terselip satu penyesalan dalam hatinya. Hua Ying Ying adalah cinta masa kanak-kanaknya, rasa suka dan sayang yang dia rasakan dalam satu kepolosan kanak-kanak, yang perlahan tumbuh menjadi rasa cinta. Hua Ying Ying adalah cinta pertamanya dan dalam banyak hal dia adalah seorang pasangan yang sempurna. Apakah dia akan hidup lebih bahagia bersama Hua Ying Ying daripada bersama Murong Yun Hua dan Murong Huolin? Dalam hati Ding Tao menegur dirinya sendiri, terkadang kita berbuat kesalahan, lari dari akibat, lari dari tanggung jawab, bukanlah tindakan lelaki sejati.
Tersenyum memikirkan betapa rapuhnya hati manusia, Ding Tao kemudian berbalik pada Pendekar pedang Jin Yong.
2933
Melihat Pendekar pedang Jin Yong, Ding Tao tak tahu harus berkata apa. Orang ini, yang telah menderita belasan tahun lamanya. Dia juga adalah suami pertama Murong Yun Hua. Ding Tao membuka mulut namun, rasa-rasanya sulit untuk berkata-kata. Apakah dia akan menyatukan keduanya kembali? Tapi bisakah mereka berdua berbahagia dengan begitu banyaknya kepahitan yang sudah mereka tanamkan?
―Tetua…‖, ujarnya tak mampu meneruskan.
Tapi Pendekar pedang Jin Yong, kemudian menepuk tangannya, ―Sudahlah, mungkin aku yang belum cukup matang. Dengar lakukan apa yang kau percaya, lakukan apa yang sesuai dengan nuranimu. Sedang aku sendiri, aku sudah memutuskan untuk mencukur rambut dan masuk biara. Sejak hari ini, tidak ada lagi Jin Yong.‖
Ding Tao membungkuk dalam-dalam, menyampaikan hormat dan segala macam perasaan yang tak tersampaikan dengan kata-kata. Dalam pilihannya untuk memberi Murong Yun Hua kesempatan kedua, ada terhadap beberapa orang dia merasa bersalah. Hua Ying Ying, Pendekar pedang Jin Yong, Khongti dan Zhu Yanyan. Dan yang terutama pada pendekar pedang ini, bukan saja dia yang paling menderita oleh perbuatan
2934
Murong Yun Hua, orang ini juga adalah suami Murong Yun Hua, sebelum Murong Yun Hua menikah dengannya. Itu sebabnya, Ding Tao tidak bisa berkata apa-apa. Tapi dalam satu jawaban, dengan satu perbuatan Jin Yong menyelesaikan itu semua. Sedari tadi Ding Tao tampil tegar tak tergoyahkan, di hadapan pendekar pedang tua itu, dia kembali merasa tak berarti.
Jin Yong menepuk-nepuk bahu Ding Tao dan berkata, ―Sudahlah, sekarang aku akan pergi. Ingat perkataanku, Jin Yong sudah mati.‖
Dengan perkataan itu, Jin Yong melangkah, berjalan ke arah kumpulan anak murid Shaolin, cepat Ding Tao memberi isyarat dan segera salah seorang dari pengikutnya lari ke depan dan membantu Jin Yong berjalan pergi.
Demikian satu per satu Ding Tao menemui kepada siapa dia merasa berhutang. Zhu Yanyan, Khongti, Wang Shulin dan Zhu Jiuzhen, guru-guru Wang Shulin yang lain, Tetua Shen. Mereka semua adalah orang-orang berjiwa besar, sedikit banyak mereka sudah mengenal Ding Tao dan bisa menerima tindakannya.
2935
Khusus terhadap Tetua Shen, Ding Tao berkata, ―Tetua Shen… aku tidak tahu apakah kau akan kembali ke Partai Matahari dan Bulan atau tidak, tapi jika tetua kembali, hati-hatilah pada Ketua Ren Zhuocan. Aku melihat…. Ada iblis dalam sorot matanya.‖
Tetua Shen tercenung mendengar ucapan Ding Tao itu, tapi dia bisa mengerti apa maksudnya, ―Aku mengerti… Ketua Ding, dulu kau pernah berkata, adalah tugas kami juga untuk meluruskan kembali kesalahan dalam tubuh kami sendiri. Hmm… usiaku pun sudah mendekati kubur, meski Ren Zhuocan tidak menurunkan tangan jahat padaku, paling banter hanya akan bertambah panjang 5-6 tahun saja. Apalah artinya tahun-tahun itu, jika ada satu atau dua orang saja yang bisa kusadarkan, kukira itu jauh lebih berarti.‖
Ding Tao memandang orang tua itu dengan rasa kagum, ―Kau benar-benar hebat Tetua Shen, jika kau butuh bantuanku, katakan saja, aku akan membantumu sebisaku.‖
Orang tua itu tertawa, ―Hahaha, tidak, tidak, bukankah kau sendiri yang pernah bilang, kesesatan tidak bisa dikalahkan dengan kekuatan. Tidak, aku akan melakukannya sendiri, kukira itu lebih tepat.‖
2936
―Kalau begitu, berhati-hatilah tetua, aku sungguh berharap, di tahun-tahun depan kita masih bisa bertemu lagi.‖, ujar Ding Tao dengan tulus.
―Tentu saja, aku tentu akan rindu pada teman minumku. Ding Dong.‖, ujar Tetua Shen lalu tertawa terbahak-bahak, diikuti oleh tawa mereka yang sudah mendengar kisah Tetua Shen dan Ding Dong.
Setelah menyelesaikan hutang-hutangnya dengan mereka yang telah membantunya selama ini, Ding Tao berbalik, menghadap seluruh barisan yang masih menunggunya. Beberapa orang memang sudah pergi juga diam-diam karena tidak ada lagi yang bisa disaksikan, tapi banyak juga yang masih menunggu, menantikan perintah dari Ding Tao, entah apa itu, tapi mereka berkumpul atas panggilan Wulin Mengzhu dan mereka pun tak hendak bubar sebelum dibubarkan. Ada juga yang masih menunggu, karena mereka ingin tahu apa saja yang dilakukan Ding Tao. Ada yang menunggu karena ingin menjadi pengikutnya.
―Saudara-saudara, terima kasih untuk pengertian dan bantuan saudara-saudara sekalian. Hari ini kita sudah berhasil melewati tantangan yang berat. Marilah kita berharap, bahwa di masa
2937
selanjutnya dunia persilatan boleh damai dan tenang.‖, ujar Ding Tao pada mereka semua.
―Aku tidak dapat berjanji apapun sebagai seorang Wulin Mengzhu, aku pun sadar, sebenarnya kedudukan ini terlalu berat bagi seorang manusia. Siapa orangnya bisa berlaku adil pada semua orang, tanpa membuat salah satu pihak merasa dirugikan?‖
―Karena itu, aku menyatakan sejak hari ini aku mengundurkan diri sebagai Wulin Mengzhu. Bukan karena aku menolak untuk menyumbangkan sedikit apa yang aku punya bagi kebaikan kita semua. Tidak, setiap saat tenagaku dibutuhkan, tentu aku tidak keberatan untuk turut serta menyumbangkan tenaga. Tapi bukan sebagai pemimpin kalian, hanya sebagai sesama saudara. Bukankah dikatakan manusia dari empat penjuru, semuanya bersaudara? Baiklah aku menjadi salah satu dari kalian, bukan berdiri sebagai pemimpin kalian.‖
―Nah itu saja yang ingin aku ucapkan, sekarang kukira tujuan kita berkumpul di sini, hari ini sudah tuntas selesai, biarlah kita pilih jalan kita masing-masing.‖, ujar Ding Tao menutup pidatonya.
2938
Ada berbagai macam reaksi dengan apa yang dikatakan Ding Tao itu, tapi Ding Tao tidak ambil peduli. Dia menengok ke arah para pengikutnya sendiri, dan juga pengikut Murong Yun Hua yang dengan ragu dan malu bergabung dengan para pengikut setia Ding Tao, ―Kalian, kembalilah ke Jiang Ling sendiri. Aku mau berjalan sendiri, menuruti keinginanku sendiri, tapi ada saatnya aku tentu juga akan kembali ke Jiang Ling. Setiap kali aku tidak ada, segala urusan aku serahkan pada Tuan Sun Liang dan Tuan Qin Hun.‖
―Adik, ayo ikut denganku‖, dan dengan satu hentakan Ding Tao seperti melayang pergi, membawa Murong Huolin di kiri dan Murong Yun Hua di kanan.
Cepat dia berlari, menghindari kerumunan orang yang ada di sana. Sejak berbulan-bukan, bahkan bertahun-tahun, sejak secara tidak sengaja dia mendapatkan Pedang Angin Berbisik, hidupnya selalu menanggung beban tanggung jawab. Hari ini tunai sudah tugasnya pada gurunya Gu Tong Dang, selesai juga masalah asmaranya dengan Hua Ying Ying dan Wang Shu Lin, apakah seharusnya mereka berjodoh atau tidak, seandainya dulu dia tidak jatuh dalam godaan Murong Yun Hua sudah dia singkirkan jauh-jauh dari benaknya. Menyesali masa lalu, lupa bersyuku atas nikmat yang didapatkan hari ini, adalah
2939
satu jalan pasti untuk sampai pada penyesalan yang lain di masa depan. Tidak Ding Tao tidak mau mengubur diri dalam penyesalan, dalam pengandaian tanpa akhir. Yang terjadi sudah terjadi, yang bisa dia lakukan adalah belajar dari kesalahan di masa lalu dan hidup sebaik-baiknya di masa yang sekarang.
Di kiri dan kanannya ada isteri-isteri yang dia kasihi, di depannya terbentang luas masa depan, Ding Tao pun tertawa bergelak lalu bersuit keras sekali. Segala beban di dada rasanya hilang. Kegembiraan Ding Tao pun menular pada Murong Yun Hua dan Murong Huolin, melihat Ding Tao yang baru saja bersikap keren, berwibawa, sekarang berlaku tak ubahnya kanak-kanak, mereka berdua pun ikut tertawa lepas.
Kata orang cinta saja tak cukup, tapi bagi mereka yang merasakan cinta, cinta bisa memberikan mereka kekuatan untuk melalui segala kesulitan.Tiga orang anak manusia itu pun melepaskan segala beban di masa lalu mereka, membuang jauh-jauh segala kotor dan kepahitan, menyambut masa depan dengan tangan terbuka dan tawa.
Kisah kepahlawanan Ding Tao pun menjadi buah bibir, menjadi berita terbesar di masa itu. Nama Ding Tao dikenal bukan
2940
hanya di kalangan dunia persilatan, seluruh daratan mendengar namanya. Dewa pedang itulah julukannya, kisah pertarungannya melawan Ren Zhuocan dan 30 orang pengikut andalan Murong Yun Hua adalah kisah yang tidak bosan-bosannya diceritakan dan didengarkan. Mereka yang ikut menyaksikan pertarungan itu, ikut merasa bangga hanya karena mereka ada di sana dan menyaksikan peristiwa itu dengan mata kepala mereka sendiri.
Partai Pedang Keadilan masih berjalan, tapi lebih sering Sun Liang dan Qin Hun yang ada di sana, sementara Ding Tao lebih sering berkelana dengan kedua orang isterinya. Shin Su dan kawan-kawannya tetap menjadi satu kelompok rahasia di bawah asuhan Ding Tao sendiri. Partai Pedang Keadilan sendiri akhirnya dipusatkan hanya di Jiang Ling saja, meski bisa dikatakan hampir seluruh kota berada di bawah kekuasaan mereka, jumlah pengikutnya sendiri dipangkas cukup banyak. Sebagian besar diberi modal untuk membuka usaha sendiri atau membuka sawah ladang. Sehingga jumlah mereka seluruhnya yang tetap hidup dalam dunia persilatan tidak lebih dari 100 orang. Seluruh modal yang berasal dari keluarga Huang dikembalikan, tapi tempat usaha yang ada di Jiang Ling tetap diteruskan di bawah nama Partai Pedang Keadilan. Di
2941
antara dua kelompok itu terbentuk hubungan yang dingin namun tidak saling bermusuhan.
Tabib Shao Yong masih membuka toko obatnya, salah satu yang ditelitinya sekarang ini adalah mengusahakan agar Ding Tao bisa memiliki keturunan dari dua orang isterinya itu. Resep yang diberikan Tetua Shen sangat berharga bagi Tabib Shao Yong, meski dia masih berusaha menyempurnakannya lagi, utamanya yang berkenaan dengan masalah Ding Tao kecil.
Wang Shu Lin akhirnya menikah dengan Zhu Jiuzhen, pernikahan mereka dihadiri banyak orang. Sebagian besar datang tanpa diundang karena berharap bisa melihat Ding Tao si dewa pedang. Enam orang guru Wang Shu Lin, kembali menghilang, kecuali Zhu Yanyan dan Khongti yang kembali ke perguruannya masing-masing untuk ikut membenahi keadaan yang terjadi setelah ditinggalkan ketua yang terdahulu. Apalagi di pihak Shaolin masih perlu diadakan pembersihan, informasi dari Murong Yun Hua tentu saja sangat membantu mereka.
Hu Ban dan Shu Sun Er, sekali-kali terlihat berjalan berdua di dekat danau Poyang, sedang Pang Boxi dan Chen Taijiang, sering terlihat di berbagai tempat, terkadang memancing huru-hara, terkadang menolong orang, tapi ke mana pun mereka
2942
pergi, banyak orang awam yang justru memuji-muji mereka. Dari situ bisa disimpulkan kala mereka membikin masalah, tentu karena membela kaum yang lebih lemah.
Sementara Hua Ng Lau dan Hua Ying Ying berkelana sampai jauh ke barat, mendaki pegunungan himalaya dan sampai pula di wilayah tempat asal agama Buddha berasal.
Ya, di antara mereka semua yang diceritakan di atas, yang paling sulit dicari jejaknya tentu saja Ding Tao dan kedua isterinya. Herannya meski sering menghilang, bukan berarti kemudian tidak ada cerita mengenai mereka. Karena terkadang ada masalah-masalah besar dalam dunia persilatan, yang kemudian selesai tanpa orang tahu siapa yang memecahkannya, hanya bisa menduga bahwa Ding Tao dan dua isterinya yang memecahkan masalah itu. Seperti ketika anak perempuan keluarga Tong diculik orang, atau pencurian pusaka kerajaan dari gudang pusaka kerajaan, pembunuhan berantai di daerah Sechuan dan sebagainya. Perkara-perkara yang tidak jelas ujung masalahnya, seringkali tiba-tiba selesai dengan sendirinya dan kabar burung yang beredar, itulah hasil pekerjaan Ding Tao dan dua orang isterinya. Tidak ada bukti yang pasti, mereka yang tersangkut pun lebih banyak berdiam
2943
diri, tapi jika ada yang membuka mulut, maka ucapan dewa pedang tentu keluar dari mulut mereka.
Bagaimana dengan lima tahun kemudian? Jika yang ditanyakan adalah tentang pertemuan lima tahunan, maka lima tahun setelah Ren Zhuocan dikalahkan, memang seluruh dunia persilatan berkumpul, namun Ren Zhuocan tidak datang, yang datang hanya salah seorang wakilnya yang mengatakan Ren Zhuocan belum pulih dari luka akibat pertarungan dengan Ding Tao lima tahun yang lalu.
Akhirnya pertemuan lima tahunan, kali itu diisi dengan Ding Tao yang melayani dan memberikan petunjuk pada mereka yang mau mencoba-coba kepandaiannya. Diawali dengan majunya seorang muda yang penuh ambisi, ingin mengangkat nama. Kalah dia memang, tapi dalam pertarungan mereka, Ding Tao justru memberikan petunjuk-petunjuk yang berharga, terang saja pemuda itu kalah tapi merasa gembira. Dan terang saja, setelah itu muncul banyak tokoh lain yang ikut-ikutan meminta petunjuk dari Ding Tao. 7 hari penuh pertemuan itu berjalan, sebelum akhirnya semua orang puas dan pertemuan itu bubar. Gelaran dewa pedang pun semakin mantap diberikan orang pada Ding Tao.
2944
Apakah Ding Tao berbahagia? Rasanya jawabannya iya.
Tentu saja bukan berarti kisah ini ditutup dengan kalimat, lalu mereka hidup berbahagia selama-lamanya. Karena selama manusia hidup, tentu dia akan dihadapkan pada masalah-masalah dan tantangan-tantangan hidup. Jika tidak bagaimana manusia mau ditempa menjadi manusia pilihan? Yang terpenting adalah cara manusia itu menyikapinya, apakah Ding Tao di masa depan tidak akan pernah tertimpa masalah dan kesulitan? Tentu saja akan ada masalah, akan ada kesulitan dan tantangan, tapi jika menilik kedewasaan yang dia capai saat ini, sepertinya dia akan menghadapinya dengan sikap yang benar.
Sampai di sini kisah ini sudah sampai pada akhirnya. Apakah suatu saat nanti kita aka bertemu Ding Tao lagi dalam kisah yang berbeda? Entahlah, yang pasti untuk saat ini kisah Ding Tao ditutup sampai di sini. Semoga para pembaca bisa menikmatinya, bila ada salah kata, mohon maaf sebesar-besarnya.
Salam.

Postingan terkait:

Ditulis Oleh : ali afif ~ Ali Afif Hora Keren

Tulisan Cerita Romantis Dewasa Mengharukan : PB 15 Tamat ini diposting oleh ali afif pada hari Kamis, 06 April 2017. Terimakasih atas kunjungan Anda serta kesediaan Anda membaca Tulisan ini di Blog Ali Afif, Bukan Blogger terbaik Indonesia ataupun Legenda Blogger Tegal, Blogger keren ya Bukan. Kritik dan saran dapat anda sampaikan melalui kotak komentar.

:: support to buwel ! ::

Loading...
Comments
0 Comments