Cerita Apik PAnL ke 13

---
Dengan tingkat kemampuan mereka yang sudah amat tinggi,
mereka dengan mudah dapat menentukan adanya musuh di jarak
lebih dari 3 meter sebelah kanan. Bahkan ada kurang lebih 3
orang disana, dan dari tempat mereka, kemudian ada lagi 3 orang
lain di sebelah selatan dan seterusnya. Dengan mengetahui lebih
lengkap kondisi sekitarnya, terus menjaga langkah dan berhatihati
keduanya bergerak untuk mendapatkan informasi. Adalah
tiga orang terdekat yang menjadi target mereka untuk ditotok dan
dikompres keterangan mereka.
Dan tentu saja bukan hal sulit bagi mereka untuk menjatuhkan
ketiga lawan tersebut bahkan hanya dalam masing-masing satu
gerakan. Selain karena ketiga orang itu tidaklah menduga akan
diserang pihak lawan pada saat itu, juga karena Khong Yan dan
Tio Lian Cu bergerak nyaris tanpa suara dan angin. Tahu-tahu
dua orang sudah tertotok rubuh, dan dilain waktu yang seorang
lagi juga tertotok tanpa tahu dengan sejelasnya apa yang
sebetulnya sedang terjadi atas diri mereka bertiga saat itu. Untuk
menghindari ketahuan kawan-kawan mereka yang lain, Tio Lian
1908
Cu dan Khong Yan memutuskan membawa kedua orang tawanan
serta meninggalkan seorang kawan mereka disana.
“Hmmmm, kalian rupanya adalah kawanan Utusan Pencabut
Nyawa..... tidak rugi kami membawamu kemari, dosa kalian sudah
menumpuk dan pantas dihukum mati” berkata Khong Yan
menakut-nakuti. Hanya saja, sungguh amat disayangkan karena
tidak ada perasaan seram yang berhasil dipantulkannya keluar,
karena memang Khong Yan terlampau baik untuk menjadi orang
yang bersuara menyeramkan. Karena itu, orang yang
diancamnya diam belaka dan sama sekali tidak bersuara. Bahkan
memandangnya dengan pandangan mata yang amat
meremehkan. Melihat itu Tio Lian Cu tampil sambil terlebih dahulu
menghunus pedang kedua, sebatang pedang biasa dan bukanlah
pusaka.
“Dimana ketiga kawan kami disekap,,,,, ayo bicara........” desis Tio
Lian Cu dengan wajah dan tampilan yang jauh lebih dingin dan
jauh lebih menakutkan. Setidaknya jika harus dibandingkan
dengan Khong Yan, jelas masih menang jauh Tio Lian Cu. Tetapi,
si Utusan Pencabut Nyawa masih tetap diam meski sinar matanya
cukup jeri melihat pedang yang di tangan Tio Lian Cu. Nyalinya
kuncup, karena pedang akan cukup menyakitkan jika benar
digunakan terhadap dirinya.
1909
Melihat sang lawan rada-rada takut tetapi tetap diam, dengan
sekali bergerak Tio Lian Cu sudah menabas lengan si Utusan
Pencabut Nyawa diiringi dengan terlontar jauhnya potongan
lengan kanan orang yang berkeras kepala itu. Sekali ini, kedua
orang yang tadinya sama-sama berkeras kepala untuk
memberikan keterangan sudah langsung pucat pasi ketakutan.
Khong Yan yang sebetulnya tidak begitu setuju dengan
penyiksaan, hanya memandangi saja dan tidak berani
mencampuri apa yang sedang dilakukan Lian Cu.
“Hmmmmm, sekali lagi....... dimana ketiga orang muda kawan
kami yang kalian tangkap dan sekap itu? Dimana mereka
ditahan..? jika engkau tetap berkeras, maka gerakan tanganku
yang selanjutnya bukan hanya menyayat lenganmu dan juga
memotong lengan kananmu, tetapi akan langsung menggores
lehermu hingga akan nyaris putus. Tenang, tidak akan langsung
kuputuskan, tetapi cukup membuatmu menunggu kematian
secara perlahan-lahan..... terserah, engkau mau bicara atau tetap
sok jago dan berdiam diri.....” pelan, tetapi sangat menyeramkan
Tio Lian Cu menghadapi jago tawanannya itu.
“Ba ba baik Nona.. aku, aku bersedia untuk bicara......” akhirnya
diapun memutuskan menyerah dan akan berbicara terus terang.
1910
Tetapi Tio Lian Cu tetap berdiam diri dan hanya
memperdengarkan suara mendengus.
“Mereka,,,,, mereka sebulan sebelumnya sudah dibawah oleh tiga
orang tokoh aneh. Mereka diselamatkan dan kemudian dibawah
pergi, tetapi tidak ada seorangpun dalam Markas ini yang tahu
siapa ketiga orang itu dan kemana mereka dibawah pergi. Hanya
itu yang kami tahu Nona.......” desis orang itu sambil juga
menahan kesakitan yang mulai menyengat lengannya.
“Apa katamu...? engkau bosan hidup ya...”? desis Tio Lian Cu
tidak percaya dengan keterangan yang baru saja dia dengar.
“Kata-kataku tadi benar Nona,,,,, mereka sudah diselamatkan
orang.....” desis si jago yang berkeras kepala tetapi sudah
melunak. Bahkan dia mulai menjadi takut, jangan jangan Tio Lian
Cu akan kembali menabas lengannya.
“Siapa yang menyelamatkan mereka? Dan kemana mereka
dibawah....”? tanya Tio Lian Cu dengan suara marah dan dengan
sikap yang tetap mengacam untuk sekali lagi menabas lengan
mereka.
“Bahkan tokoh-tokoh dan pemimpin kamipun tidak kenal. Mereka
bertiga konon jago jago yang menyembunyikan nama, usia
1911
mereka baru 40 tahunan, dua orang laki laki dan seorang jago
perempuan....... kemana mereka dibawah, kami jelas saja tidak
lagi mampu untuk mengetahuinya.......”
“Hmmmm, baiklah, engkau memang cari perkara.....” sambil
berkata demikian Tio Lian Cu sudah akan menggerakkan
lengannya untuk menebas lengan kanan si jago Utusan Pencabut
Nyawa, tetapi segera dia menangis sambil berkata:
“Tidak Nona, kata-kataku sungguh adalah kenyataan. Tidak
seorangpun mengenal mereka, juga mengetahui kemana kawankawan
Nona dibawah.......”
Belum lagi Tio Lian Cu mengambil keputusan untuk melakukan
apa, tiba-tiba dua kejadian berlangsung dengan sangat cepatnya.
Yang pertama, tiba-tiba terdengar teriakan dari tempat dimana
Khong Yan dan Tio Lian Cu menotok 3 orang tadi, membawa dua
diantara mereka tetapi meninggalkan dan menyembunyikan satu
orang di tempat semula, meski agak tersembunyi letaknya agar
tidak dengan cepat dapat terlacak keberadaan mereka:
“Ada penyusup,,,, ada penyusup......” untung saja mereka sudah
berjarak sekitar 100 meter dari lokasi itu. Tetapi, selain itu, secara
1912
bersamaan tiba-tiba terdengar suara yang amat dikenal Khong
Yan dan Tio Lian Cu:
“Jiwi sute dan sumoy, mari kita pergi. Banyak jago hebat di sarang
mereka, selain itu memang kawan-kawan kita itu sudah
diselamatkan orang lain. Mari ikut aku....” dan ternyata adalah Sie
Lan In yang muncul dan memandu jalan mereka menghindari
kejaran jago-jago lawan. Melihat Sie Lan In muncul dan
mengatakan ada banyak jago di pihak lawan, Tio Lian Cu sudah
merasa agak kurang puas. Tetapi melihat keseriusan Sie Lan In,
dia menjadi ikut terpengaruh, tetapi tetap saja lamban dalam
bergerak untuk pergi menjauh.
“Sebelah sana kejar.......” terdengar bentakan dengan suara
menggelegar, penuh tenaga dan mau tidak mau membuat Khong
Yan dan Tio Lian Cu kaget. Mendengar bentakan itu, barulah Tio
Lian Cu sadar dan akhirnya pergi dari tempat itu bersama dengan
Khong Yan mengikuti arah suara yang dilepaskan Sie Lan In
beberapa saat sebelumnya. Merekapun bergerak menjauh. Saat
itu, hari sudah mulai lebih terang tanah dan sang surya akan
menjelang datang.
Beberapa menit bergerak menjauh, Sie Lan In sudah tersusul oleh
Khong Yan dan Tio Lian Cu meski gerakannya tetap saja yang
1913
paling cepat dan paling indah sendiri. Karena memang, dalam hal
ginkang, Sie Lan In menang hebat ketimbang Khong Yan dan Tio
Lian Cu, dan setelah melihat gelagatnya, Tio Lian Cu segera
maklum, sama dengan dia dan Khong Yan, Sie Lan In juga sudah
maju amatlah jauh. “Kelihatannya, kami bertiga akan sama saja
seperti sebelum-sebelumnya meski sudah berlatih keras selama
sebulan terakhir ini....” gumamnya dalam hati. Tetapi, saat itu
khayalan Tio Lian Cu terhenti karena di depan mereka, terdengar
suara orang orang yang tak dapat mereka tebak siapa.
Bersamaan dengan itu, Sie Lan Ini terlihat membelok kearah
barat, kembali berlari menyusuri pinggang gunung menjauhi
sumber suara didepan mereka. Tetapi, saat suara-suara itu mulai
hilang dari pendengaran mereka, justru suara yang lain yang tepat
menggelegar dan membuat mereka tergetar, jelas pihak musuh
memiliki jago yang amat tangguh. Meski Khong Yan dan Tio Lian
Cu sudah tahu bahwa ada Mo Hwee Hud diantara kalangan
musuh yang sepertinya menjadi markas Utusan Pencabut Nyawa.
Tetapi, saat itu mereka terus bergerak, karena memang pada saat
itu, mereka sudah berjarak cukup jauh dari lokasi kejadian dimana
mereka mengintip dan juga menyelidiki keadaan markas musuh.
Dan akhirnya, merekapun tiba di sebuah bekas bangunan yang
sudah rusak dalam jarak yang sudah cukup jauh dari tempat
1914
mereka melumpuhkan 3 orang jago Utusan Pencabut Nyawa tadi.
Mungkin malah sudah berjarak beberapa kilometer terpisah jauh
dari lokasi mereka berada saat ini. Merekapun merasa sudah
cukup aman, tapi tetap saja mereka merasa tegang dan terus
menjauh dan saat melihat adanya sebuah bangunan yang sudah
rada rusak di kejauhan sana, merekapun mengarah dan menuju
kesana. Tetapi, berjarak kurang lebih 100 meteran dari sana, dari
bekas bangunan yang sudah tak terurus itu, tiba-tiba:
“Berhenti,,,,,,,,,,” suara itu perlahan saja, tetapi mengaung dan
menggema sehingga membuat Sie Lan In, Tio Lian Cu dan Khong
Yan tertahan langkah mereka. Bahkan mereka bertiga maklum,
lawan yang datang adalah lawan berat, karena mereka amat
sadar, tokoh yang mampu membentak dengan nada dan daya
magis lewat kekuatan suara seperti tadi, hanya dapat dihitung
dengan jumlah jari tangan belaka. Karena berpikir demikian,
mereka bertigapun menghentikan langkah dan kemudian berbalik
untuk menghadapi si pelepas suara berdaya magis tinggi itu.
Percuma saja tetap melarikan diri jika berhadapan dengan tokoh
dengan kepandaian seperti yang membentak tadi, lebih baik
dihadapi sekalian.
Dan memang benar, di sebelah kanan mereka bertiga, berturutturut
berjalan keluar yang paling depan adalah Tam Peng Khek
1915
bersama istrinya Gi Ci Hoa yang sama sama amat terkenal itu.
Jika mereka maju masing-masing, mereka adalah jago-jago yang
sulit ditemukan tandingannya, apalagi jika mereka kemudian maju
berdua dan sekaligus berpasangan. Bakalan lebih sulit lagi
menemukan tandingan buat mereka berdua suami-istri itu.
Pasangan To Seng Cu (Tunggal di Atas Tanah) Tam Peng Khek
dengan Tok Sim Siancu (Dewi Berhati Racun) Gi Ci Hoa, meski
sudah menua, tetapi tetap saja cukup diindahkan banyak orang.
Kemudian, juga muncul mengikuti mereka adalah Thi Jiau Kim
Long (Naga Emas Cakar Besi), Ong Keng Siang murid kedua dari
Mo Hwee Hud, dan yang berjalan paling belakang adalah dua
orang tokoh yang sudah cukup dikenali sebelumnya, dua tokoh
sepuh yang mendukung Bu Tek Seng Pay.
Mereka adalah Mo Hwee Hud yang berbadan tinggi besar dan
seorang tokoh tua, seorang Nenek yang sama tuanya dengan Mo
Hwee Hud, bertubuh tinggi meski terlihat tidaklah setinggi Mo
Hwee Hud. Awalnya Sie Lan In bertiga tidak mengenal
perempuan ini, tetapi meksipun demikian mereka merasa hawa
yang amat aneh dan berbahaya memancar dari perempuan tua
tersebut. Dan memang, nenek yang datang itu, bukan tokoh
sembarangan, tapi seorang tokoh mujijat lainnya. Inilah SAM BOA
NIOCU, seorang nenek asal Biauw yang amat mahir dengan ilmu
1916
sihir atau tepatnya Ilmu Hitam dan juga yang terutama adalah ilmu
beracunnya yang hebat dan berbahaya. Perempuan tua ini adalah
kekasih lama Mo Hwee Hud. Dalam hal ilmu silat, boleh saja dia
sedikit tipis dibawah kepandaian Mo Hwee Hud, tetapi dalam ilmu
sihir atau ilmu hitam, dia hanya kalah tipis dari Mindra yang adalah
murid ketiga Mo Hwee Hud. Dan dalam ilmu beracun, dia ini justru
termasuk ratunya. Itu sebabnya, wibawa yang anek dan
mempengaruhi semangat seperti menggempur Sie Lan In, Khong
Yan dan Tio Lian Cu bertiga. Apalagi karena memang Nenek itu
menggunakan wibawa dan kekuatannya untuk menampilkan diri
dihadapan ketiga anak muda yang mengganggu murid-murid
kekasihnya itu.
Saat itu mulai terang tanah, masih cukup remang-remang.
Kemunculan kedua orang yang sudah amat tua itu cukup
menyeramkan, karena memang potongan serta tampilan mereka
sendiri cukup menyeramkan. Apalagi karena benda-benda magis
yang bertempelan dan bergantungan di tubuh Sam Boa Niocu,
sementara si mahluk raksasa Mo Hwee Hud sendiri berjalan
mengiringi Sam Boa Niocu dengan tak kalah menyeramkannya.
Wajahnya, tampilannya dan senyumnya membayangkan nafsu
dan amarah serta kesombongannya. Jelas dia memandang
remeh ketiga anak muda yang membuatnya murka karena latihan
1917
subuhnya terganggu, selain juga rada gerah karena
persembunyian mereka tercium lawan. Mo Hwee Hud benarbenar
murka meskipun mereda drastis melihat ternyata gangguan
itu datangnya dari anak-anak bau kencur. Bagaimana dia bisa
menghamburkan amarahnya jika yang dia hadapi ternyata anakanak
muda yang pantasnya menjadi murid ataupun malah cucu
muridnya? Sungguh berabe. Tapi mau bilang apa? Fakta yang
sedang dia dan keluarga perguruannya hadapi memang seperti
itu.
“Echhhh, ternyata Mo Hwee Hud locianpwee yang datang
bersama beberapa orang keluarga perguruannya....... apa
kabarmu locianpwee....”? berkata Sie Lan In tanpa memberi
hormat berlebihan, cukup dengan menyapa. Meski dari angkatan
tua dan seangkatan Subonya, tetapi Sie Lan In paham dengan
sepak terjang dan perangai tokoh tua yang memang rada
menyebalkan ini.
“Hmmmm, jadi kalian anak-anak muda ini yang mengacau tempat
kami. Apa sudah bosan hidup mengganggu sarang harimau...”?
bertanya Tam Peng Khek mendahului Suhunya, dan memang,
dialah yang sering berbicara atas nama Suhunya dalam banyak
kesempatan akhir-akhir ini. Dan untuk urusan Utusan Pencabut
1918
Nyawa, adalah dia yang menjadi pemimpin utamanya, karena itu,
dialah yang berinisiatif untuk bertanya kepada Sie Lan In bertiga.
“Engkau tentu murid Mo Hwee Hud Locianpwee bernama To
Seng Cu (Tunggal di Atas Tanah) Tam Peng Khek yang juga
sangat terkenal itu. Benarkah dugaanku yang masih muda
ini.....”? tanya Sie Lan In tetap tidak takut dan tetap tabah dalam
berhadapan dengan gembong pemimpin pihak lawan.
“Jika benar mengapa? Apakah engkau berpikir kami bisa
memberi keleluasaan meski tahu bahwa engkau adalah anak
murid Rahib Selatan Lam Hay Sinni”? tanya Tam Peng Khek
tanpa tedeng aling-aling. Ucapan yang membuat Sie Lan In
menjadi sengit dan harga dirinya sontak membuatnya dingin.
“Memangnya kami berbuat yang menjengkelkanmu Tam
Lopeh.....”? balas Sie Lan In yang kini berubah dan berbicara
dengan gayanya yang terkesan dingin, bahkan mulai berkurang
rasa hormatnya. Hal ini terutama karena Tam Peng Khek yang
mulai berulah dengan menyapa mereka dan menyinggung harga
diri ketiga anak murid tokh Dewa Tionggoan itu.
1919
“Apakah menyatroni dan menotok beberapa anak murid kami
bukan perbuatan yang layak kami balas dan hukum
Kouwnio......”?
“Apakah menangkap sekaligus menculik dan menyekap ketiga
kawan kami yang masih muda memangnya bukan perbuatan
yang layak kami selidiki dan kemudian berusaha membebaskan
mereka....”?
“Hmmmm, salah seorang dari mereka adalah sumoyku sendiri,
urusan perguruan jadi sungguh tidak sopan kalian mencampuri
urusan kami.....”
“Apakah Kwan toako dan nona Nyo Bwee adalah juga anak murid
Mo Hwee Hud Locianpwee sehingga ikutan kalian tawan, Lopeh?”
tajam balasan Sie Lan In dalam menghadapi Tam Peng Khek.
Meskpun begitu, tokoh itu tetap tenang dan tidaklah kelabakan
dalam menghadapi debat Sie Lan In
“Mereka sedang berjalan bersama, jadi wajar jika kamipun
mengamankan mereka bertiga. Itu keputusan kami, kalian tidak
perlu mencampurinya, selain urusan dalam perguruan kami, apa
yang ingin dan hendak kami lakukan, semestinya tidak perlu
kalian campuri seperti malam ini.....”
1920
“Kami meminta mereka dilepaskan,,,,,,,,, tetapi, sayang mereka
kelihatannya sudah lepas dari tahanan dan sekapan Lopeh,
karena itu kami bertiga memutuskan untuk mohon diri saja. Mari,
Sute, Sumoy, sudah saatnya kita pergi sekarang” sambil berkata
demikian Sie Lan In bertingkah akan segera beranjak pergi
dengan juga ikut didukung tingkah dan gerakan ingin segera
berlalu dari tempat itu oleh berdua, Tio Lian Cu dan juga Khong
Yan. Hal yang membuat sedikit kerut tersinggung sekilas melintas
di kilasan wajah Tam Peng Khek. Tetapi, adalah istrinya yang
cepat sekali bereaksi dan kemudian berkata tajam:
“Sayang sekali karena kami tidak akan dapat membiarkan kalian
bertiga berlalu begitu saja......” jernih, tajam dan nada suara yang
mengancam. Tetapi, sama sekali Sie Lan In, Khong Yan dan Tio
Lian Cu takut dan gentar dengan ancaman suara perempuan
yang menjadi istri Tam Peng Khek itu. Bahkan dengan sengit Tio
Lian Cu berkata kepada perempuan itu:
“Eccch, Bibi ini pastilah Tok Sim Siancu (Dewi Berhati Racun) Gi
Ci Hoa, apakah Bibi benar-benar ingin menjamu kami di sarang
para begal Utusan Pencabut Nyawa yang sangat memuakkan
dan berlumur darah tokoh rimba persilatan...”? sekali ini tajam,
langsung ke sasaran dan membuat Gi Ci Hoa tersentak. Maklum,
sekali ini dia dilawan dan diperlakukan dengan tidak hormat oleh
1921
seorang gadis yang masih muda dan jelas tidak memandangnya
secara berarti. Menghadapi Perempuan tua yang sudah emosi ini,
Tio Lian Cu tetap tenang dan sabar serta menyunggingkan
senyum mengejek yang menyakitkan hati.
“Hahahahaha, engkau sudah menerka dan menebak secara tepat
kouwnio, setelah mengetahui tempat kami yang menjadi landasan
Utusan Pencabut Nyawa, yaaaaa, apa boleh buat. Kalian bertiga
harus bersedia dengan baik-baik menjadi tawanan dan sekapan
kami menggantikan ketiga orang muda sebelumnya. Dengan
menahan dan menyekap murid ketiga Tokoh Dewa Tionggoan
rasanya sudah menjadi bahan jaminan yang lebih dari cukup......”
sambil tertawa licik Tam Peng Khek akhirnya toch membuka niat
busuk mereka. Sekaligus membantu istrinya yang dia lihat
emosinya sudah naik sangat tinggi.
“Tapi, lopeh pasti sadar bahwa kami tidak akan muda ditahan dan
disekap di tempat maksiat seperti ini...... lagipula, kami khawatir
justru akan menambah banyak korban di pihak lopeh,,,, apa opeh
tidak takut dengan kenyataan seperti itu....”? dengan masih tetap
tenang dan sabar namun dengan kata-kata tajam menusuk Sie
Lan In menjawab sebelum Tio Lian Cu bersuara.
1922
“Acccchhh, apa engkau sanggup kouwnio.....”? tanya Tam Peng
Khek yang pada dasarnya segan berkelahi dengan angkatan
muda, kecuali jika ada maksud serta harga yang melandasinya,
baru dia siap.
“Aku khawatir lopeh yang justru akan sangat kehilangan muka,
karena sekali maju, kuyakinkan lopeh, bahwa lopeh akan jatuh
nama dan jatuh mereka. Bahkan jika maju bareng dengan istri
lopeh yang galak beracun itu, juga akan tetap saja kalah, meski
akan sedikit lama baru terjungkal...... hikhikhik....” luar biasa,
bukan hanya Tam Peng Khek yang kaget dan sebal dengan
kesombongan kata-kata Sie Lan In, bahkanpun baik Tio Lian Cu
dan Khong Yan tersentak kaget. “Apa maksud Sie Lan In....”?
desis kedua kawan Sie Lan In itu kaget. Tetapi Sie Lan In memang
ingin untuk memancing kedua suami istri itu maju duluan, karena
dia menghitung kalau yang maju adalah Mo Hwee Hud keadaan
bisa repot. Dengan majunya suami istri itu, mereka bisa
merancang jalan mundur yang tepat.
Benar saja, wajah Tam Peng Khek sempat merah padam, tetapi
keteguhan serta ketenangannya sangat patut dipuji. Hanya
sepersekian detik dia emosi, seterusnya kembali dia bersikap
tenang dan terus menghadapi Sie Lan In, Tio Lian Cu dan Khong
Yan dengan sikap awalnya. Tenang dan tegas.
1923
“Benarkah kalian minta ditangkap dengan kekerasan....”? tegas
Tam peng Khek yang kelihatannya mulai bersiap menyerang
ketiga lawan mudanya yang berkukuh untuk melakukan
perlawanan.
“Pernahkah mendengar suhu dan subo kami menyerah
menghadapi Mo Hwee Hud Locianpwee dan seangkatannya....?
rasanya tidak lopeh....” tegas Sie Lan In yang juga ikut dibenarkan
dengan anggukkan kepala olehi Kong Yan dan Tio Lian Cu yang
berdiri tepat disamping Sie Lan In.
“Baiklah.......... Ji Sute, tawan dia.....” perintah Tam Peng Khek
kepada (Thi Jiau Kim Long) Ong Keng Siang yang dengan cepat
mengiyakan dan langsung saja mengirim serangan cepat dan
kuat kepada Sie Lan In. Tetapi, sayangnya, Sie Lan In yang
sekarang sudah berbeda jauh dengan beberapa bulan silam
ketika dia baru muncul di Tionggoan. Kemampuannya sudah
melejit jauh, bahkan jauh melampaui Tam Peng Khek sekalipun.
Karena itu, Sie Lan In menyambutnya dengan hanya sekali
mengibaskan lengan dan sekaligus sambil mendesis lirih:
“Keras kepala,,,, pergi engkau....” dan bersamaan dengan
kibasannya itu, terdengar keluhan tertahan Mo Hwee Hud,
1924
“Aaaachhhhh.......” keluhan tertahan karena kaget. Sekali
pandang saja dia tahu jika murid keduanya akan celaka, dan
memang betul seperti itu kejadian selanjutnya. Hanya, untung
saja Sie Lan In tidak bertangan kejam dan keji, karena dia
sebetulnya hanya menyampok dan menerjang lawan dengan
kekuatan seperlunya, tidak akan sampai membunuh lawannya.
“Dukkkk, acccchhhhhhh.......”
Terdengar benturan dan kemudian teriakan kesakitan dari Ong
Keng Siang. Dari mulutnya terlihat menetes darah, tanda bahwa
dia tergempur dan kalah oleh Sie Lan In dalam kebasannya yang
penuh hawa lunak namun berbahaya karena dengan cepat dapat
menerjang balik lawan. Sebetulnya, bukan karena Ong Keng
Siang kalah mutlak dan terlampau jauh, tetapi karena dia
terlampau memandang enteng Sie Lan In. Dia kurang paham,
bahwa suhunya sendiripun kini akan kesulitan untuk
menundukkan Sie Lan In.
“Kalian mundur........” terdengar geraman hebat Mo Hwee Hud
ketika melihat fakta bahwa dengan sekali kibasan saja murid
keduanya terluka. Gerakan khas itu dan juga kemampuan
mengibas dan memukul roboh itu hanya dapat dilakukan tokoh
sekelas Lam Hay Sinni. Dan jika muridnya mampu melakukannya,
1925
berarti muridnya tersebut sudah menggapai dan mencapai
tingkatan yang nyaris setara dengan si rahib dari selatan tersebut.
Ini mengagetkan dan membuat Mo Hwee Hud turun tangan
sendiri menghadapi Sie Lan In.
“Hmmm, Ilmu To Im Kiat Yo (Menarik Tenaga Dalam Lawan untuk
Mendorong) pun sudah engkau kuasai. Mundurlah muridku,
kalian sudah bukan tandingannya sekarang ini. Pantasan anak
gadis ini demikian sombong dan lancangnya, rupanya Rahib Sakti
itu sudah menjelma dalam dirinya.....”
Sie Lan In kagum, seperti juga Tio Lian Cu dan Khong Yan yang
segera sadar jika Sie Lan In ternyata sudah menanjak demikian
jauh dan demikian hebatnya. Sedang Mo Hwee Hud tersentak
hebat, dia seperti melihat seorang lawan kuat, lawan lama dalam
diri Sie Lan In sekarang ini. Karena kemampuan Ilmu yang
diperagakan oleh Sie Lan In adalah salah satu Ilmu istimewa Lam
Hay Sinni dengan iweekang lunak mampu menarik lawan dan
kemudian mendorongnya pergi. Bahkan jika mau, bisa langsung
membinasakan lawan yang terkena pengaruh ilmu yang penuh
kekuatan iweekang lunak namun berarti maut tersebut.
“Boanpwee kan sudah memperingatkan terlebih dahulu, tolong
jangan menyalahkan kami bertiga, karena memang tugas ini kami
1926
pikul.....” lirih suara Sie Lan In, tetapi seperti membakar telinga
dan amarah Mo Hwee Hud. Kembali seorang muridnya terluka
oleh pihak murid dan turunan lawan, dan ini membuatnya sadar,
bahwa dia belum memiliki pewaris sejati. Dari kenyataan ini, Mo
Hwee Hud menjadi semakin kecewa dan sedih karena tertinggal
lawan-lawannya dalam mendidik murid, tetapi sekaligus
membuatnya menjadi amat marah karena tidak tahu dilampiaskan
kepada siapa. Dihadapannya sekarang adalah murid-murid
keturunan lawan-lawannya yang sudah meningkat demikian pesat
dan hebat, bahkan sudah mendekatinya. Jika tidak dilumpuhkan
sekarang ini, kapan lagi mampu menghadapi perguruan mereka
kelak? Demikian pikiran dalam benak Mo Hwee Hud saat itu,
memang sederhana tetapi membahayakan ketiga anak muda itu.
“Hahahahahaha, kini yang kulawan adalah murid-murid kawankawanku.
Sayangnya kalian bertiga harus tetap kutawan, kalian
bersiaplah......”
“Sie Suci, biarkan aku menghadapinya, engkau mundurlah
terlebih dahulu. Dialah lawan utama kami, lawan utama perguruan
kami..” Khong Yan segera majukan diri selangkah mendahului Sie
Lan In dan karena sudah terlanjur, sudah sulit Sie Lan In
membantahnya. Dan lagi diapun tahu sejarah permusuhan Mo
Hwee Hud dengan Bu Te Hwesio yang terentang amat panjang,
1927
bahkan sejak masih di Thian Tok sana. Karenanya, pada akhirnya
diapun mengangguk dan bahkan kemudian dengan bijak berkata
kepada Khong Yan:
“Baiklah, hati-hati ji sute......”
Kembali Mo Hwee Hud kaget, dihadapannya kini berdiri menanti
serangannya, dia tahu adalah murid Bu Tee Hwesio. Lawan
lamanya. Tetapi, melawan muridnya amat menyinggung dan
merendahkannya. Tetapi ketika melihat sinar mata, keyakinan diri
Khong Yan serta langkahnya yang ringan, kokoh dan tetap,
diapun segera sadar, lawan mudanya ini tidak kalah dibandingkan
dengan gadis murid Lam Hay Sinni tadi. Mungkin bahkan tidaklah
kalah dengan Bu Te Hwesio lawan tandingnya yang belum
menemukan kata akhir. Pada akhirnya, antara bimbang dan tidak,
diapun tetaplah harus memutuskan, dan dia dengan segera
memutuskan ketika mendengar ujaran Tam Peng Khek muridnya.
Muridnya yang galau melihat keadaan Suhunya, segera berkata
dengan suara terang:
“Suhu, kehadiran mereka bisa merusak rencana besar kita......”
Mendengar perkataan murid tamanya, Mo Hwee Hud terlihat
mengeras wajahnya dan kemudian terdengar berkata:
1928
“Awas anak muda, lohu tidak akan lagi banyak berbelas kasihan
kepada kalian para angkatan muda. Lohu akan menangkap kalian
secepatnya..... tahan seranganku ini” berkata Mo Hwee Hud
sambil mendorongkan sebelah tangannya.
Di lain pihak, Khong Yan yang sudah banyak mendengar tentang
tokoh ini, diam diam terbersit rasa “segan” dan rasa “seram”
mengenang semua perkataan dan juga gambaran suhunya
mengenai pertarungan dengan tokoh hebat ini. Keraguan serta
rasa seramnya itu nyaris saja membawa malapetaka, karena
serangan awal Mo Hwee Hud, tidak lagi dalam keraguan, tetapi
dengan kepastian untuk menangkap mereka. Karena itu,
kekuatannyapun melimpah dan sangatlah hebat. Dengan cepat
Khong Yan terkurung dalam belantara serangan tak berujung itu
dan membuatnya sempat cemas. Tetapi, untung saja dia memiliki
ilmu langkah Thian Liong Pat Pian yang memang amat mujijat dan
mampu menyelamatkannya meskipun dengan harus
mengorbankan posisinya. Diapun bergerak cepat, seperti
terhuyung-huyung, atau mundur-mundur seperti ketakutan, dan
dikali lain melompat-lompat seperti anak kecil. Serangan Mo
Hwee Hud hanya dua jurus serangan, tetapi untuk memunahkan
bahaya serangan itu, Khong Yan harus menggunakan 4-5 jurus
dari langkah aneh warisan Koay Ji, baru dia selamat.
1929
Mo Hwee Hud sempat tercengang karena Khong Yan bergerak
dengan jurus yang aneh dan belum pernah disaksikannya
dimainkan oleh Bu Te Hwesio. Tetapi, tetap saja lawan muda itu
berhasil menghindarkan serangannya dengan manis sedikitpun
tanpa terdesak meski terlihat murid-muridnya seakan suhu
mereka nyaris menang. Faktanya tidak demikian. Mo Hwee Hud
menggeram karena dia merasa sepertinya dipermainkan Khong
Yan dengan gerakan-gerakan aneh, tak lazim dan malahan sering
terasa seperti main-main. Tetapi, ajaibnya, Mo Hwee Hud tidak
merasakan sedang mendesak Khong Yan, tetapi seperti
menghadapi Khong Yan yang licin, ulet dan bergerak dengan
lincah dan dengan mudah dalam mengantisipasi serangannya
dan kemudian menghindarinya. Maka, dua jurus serangan
awalnya yang penuh kekuatan itu, berlalu tanpa dapat siapapun
dari mereka berdua meraih keuntungan dan keunggulan. Orang
liar melihat lain, tetapi keduanya sama mengerti apa yang baru
saja terjadi di pertarungan awal.
Kenyataan ini sangat memukul kebanggaan Mo Hwee Hud, tetapi
tentu tidak sama sekali mengurangi keyakinannya bahwa dia
akan mampu memenangkan tarung lawan anak ingusan murid
musuh utamanya itu. Dengan segera dia menghimpun kekuatan
iweekangnya dan kemudian kembali menerjang maju, kini tidak
1930
lagi hanya diam di tempat dan menggerak-gerakkan kedua
lengannya mencecar Khong Yan, tapi langsung bergerak cepat
mencecar kemanapun Khong Yan pergi. Nampaknya Mo Hwee
Hud sudah mengerahkan iweekang kebanggaannya, yakni Ilmu
Mo Hwe Bu Kek khi Kang (Tenaga Dalam Api Iblis) tenaga
iweekang yang mujijad dan amat panas membakar. Meskipun
dalam penggunaan puncak, tetapi Khong Yan sudah merasa
sekeliling tubuhnya seperti ada kilatan-kilatan api panas setajam
mata pedang yang selalu mencecarnya.
Mau tidak mau, selain bekerja keras dengan Ilmu Thian Liong Pat
Pian, Khong Yan juga mengerahkan Ilmu Pusakanya Pouw Tee
Pwe Yak Sian Singkang dan juga mulai membalas dengan Tan Ci
Sin Thong (Lentikan Jari Sakti). Menghadapi ancaman lawan,
mau tidak mau Khong Yan harus membalas jika tidak ingin
menjadi sasaran serangan lawan terus menerus. Dan ketika dia
mengerahkan iweekang andalannya, diapun merasa terjangan
lentikan pukulan lawan yang berhawa panas menjadi pudar. Dia
kini tidak lagi terganggu dengan pengerahan kekuatan lawan dan
ilmu khasnya yang berbahaya, meskipun, Khong Yan cukup
sadar, bahwa dalam hal iweekang, meski dia sudah meningkat
sangat jauh, tetapi masih tetap kalah matang dan kalah juga
1931
dalam pengalaman. Dan perbedaan ini dalam pertarungan antar
jago tingkat tinggi cukup menentukan.
Berbeda dengan Tam Peng Khek, ketika Mo Hwee Hud
menggunakan ilmu-ilmunya, maka perbawanya menjadi jauh
lebih mengerikan. Menyerang dengan Iweekang Mo Hwe Bu Kek
khi Kang (Tenaga Dalam Api Iblis) dan Ilmu Pukulan Mujijat Ilmu
Lak Hap Im Hwee (Enam Gabungan Api Dingin) benar-benar
maut akibatnya. Mo Hwee Hud benar-benar melepas perbawa
kekuatan ilmunya dan sampai membuat lingkungan sekitar
mereka bagaikan terbakar. Belum cukup dengan itu, lingkungan
yang ada dalam cakupan ilmunya itu seperti menghadapi ribuan
mata pedang panas yang sewaktu-waktu menusuk kulit mereka.
Tentu saja murid2nya pada mundur dan jadi tertinggal Sam Boa
Niocu dan mereka semua pada kaget ketika melihat Sie Lan In
dan Tio Lian Cu dapat bertahan sama seperti Sam Boa Niocu.
Pada titik ini, mulai jadi jelas tingkat kemajuan murid-murid Mo
Hwee Hud dibandingkan dengan murid 3 Dewa Tionggoan yang
terlihat sudah maju lebih tinggi tingkatnya.
Mo Hwee Hud bukannya buta. Dia juga kaget dengan kondisi ini,
tetapi sayangnya dia tidak boleh membagi perhatian, karena
ternyata Khong Yan, selain sudah hebat dan mewarisi ilmu-ilmu
Bu Te Hwesio, tetapi juga masih memiliki sejumlah ilmu aneh
1932
yang merepotkannya. Terutama Ilmu Langkah Thian Liong Pat
Pian yang benar benar amat sangat menyusahkan dan
merepotkannya. Baik dalam bertahan ataupun dalam menyerang,
langkah-langkah selipan Khong Yan benar-benar sulit diantisipasi
dan membuatnya sering mati langkah. Menyerang jadi sering
terputus, ketika Khong Yan menyerang, dia sering mendapati
betapa besar dan beratnya ancaman tersebut baginya. Kondisi ini
membuatnya bingung dan pada akhirnya menjadi marah, dan
efeknya Khong Yan seperti sedang melawan seorang raksasa.
Tetapi, untungnya, dia sudah menemukan kepercayaan dirinya,
kepercayaan atas ilmu-ilmunya dan ilmu warisan suhunya dan
juga ilmu warisan suhengnya yang hebat dan sudah
dibuktikannya. Karena itu, Khong Yan tidak menjadi takut lagi,
tetapi terus melakukan perlawanan dan bahkan jual beli
serangan. Memang, sekali lagi dia kalah matang dan kalah
pengalaman, tetapi jelas dia menang ulet dan juga daya tahan.
Tentunya Mo Hwee Hud menyadari kondisi ini, karena itu, dia
mencoba untuk bertarung tidak menghamburkan tenaganya lagi,
tetapi menunggu untuk dapat memukul dan menyerang lawan
secara lebih efektif. Dan, inilah memang penting serta
menentukannya usia, pengalaman, kematangan serta kesabaran.
Jika saja Khong Yan memahami ini dengan baik, maka dia
1933
sebenarnya tidak akan kalah, Ilmunya saat ini sudah memadai
untuk menahan seorang Mo Hwee Hud. Tapi, darah muda dan
mentahnya pengalaman membuatnya berbuat lebih jauh padahal
lawan sudah menyiapkan jaring baginya.
Khong Yan tidak menyadari atau mungkin lupa bahwa Mo Hwee
Hud sudah amat hafal dan kenal dengan Ilmu-Ilmu andalan dan
jurus-jurus penting Bu Te Hwesio. Maklum, kedua tokoh itu sudah
terlalu sering adu kekuatan sehingga wajar saling kenal ilmu dan
jurus-jurus andalan. Seandainya Khong Yan tetap mengandalkan
Ilmu Thian Liong Pat Pian, ilmu-ilmu yang mengikuti perbaikan
Koay Ji/Bu San ataupun Thian Liong Koay Hiap, maka dia tidak
akan jatuh terkalahkan. Sayangnya, darah mudanya membuatnya
maju terlampau jauh dengan mengandalkan Ilmunya Ilmu Hud
Keng Ciang (Pukulan Tenaga Budha). Ilmu itu bukanlah lemah,
tetapi sudah terlampau sering dan dihafal kehebatan dan
kegunaannya oleh Mo Hwee Hud dan karena itu, sehebat apapun,
sebenarnya tidak terlampau bermanfaat. Hebatnya Mo Hwee
Hud, dia bisa berlagak seakan kerepotan menghadapi rangkaian
pukulan dan jurus-jurus serangan Khong Yan, berturut-turut
menyerang dengan jurus-jurus Budha Melabrak Mayapada,
Budha Menyiak Arus Sungai dan Jalan Abadi Budha. Jurus-jurus
yang sudah dipahami dengan baik dan sudah disediakan jalan
1934
penawar oleh Mo Hwee Hud, tetapi yang berlagak terdesak pada
saat itu.
Untung saja Khong Yan masih memiliki kecerdasan dan merasa
heran, masakan Mo Hwee Hud demikian cepat jatuh dalam
desakannya? Tetapi, belum lagi Khong Yan menyadari penyebab
keanehan itu, Mo Hwee Hud yang sudah berpengalaman tidak
melepas peluang kemenangannya. Pada penghujung jurus
terakhir yang mencecar dan menyudutkannya, Jalan Abadi
Budha, tiba-tiba Mo Hwee Hud bergerak dengan kecepatan
mengagumkan. Dari posisi terserang dan amat terdesak, dengan
cerdik Mo Hwee Hud mengembangkan Mo Hwee Hud Ciang Hoat
(Ilmu Budha Api Iblis) dan Ilmu Hok Sian Cam Yau (Menaklukkan
Dewa Membunuh Siluman) serentak dalam jurus Ta Bak Kim
Ciong (Memukul Balik Lonceng Emas) dan jurus Liang Cie Yauw
(Dua Sayap Bergoyang). Jurus pertama memukul kedua lengan
Khong Yan sehingga menjerumuskannya kedepan, sementara
jurus kedua adalah sebuah serangan berantai dua lengan yang
penuh dengan hawa Budha Api Iblis.
Untungnya, Khong Yan sudah mencapai tataran awal kekuatan
iweekang Pouw Tee Pwe Yap Sian Sinkang yang memberinya
kekuatan membal. Tetapi, berhubung saat itu lawannya juga
1935
mengetahui semua kehebatan ilmu itu, maka tanpa dapat dicegah
Khong Yan terpukul oleh satu pukulan keras lawannya:
“Dukkkkkk ........”
Menyadari kekeliruannya tetapi sudah terlambat, Khong Yan
bertindak cepat dan lugas dengan memainkan Thian Liong Pat
Pian. Memang, dia kemudian mampu menghindari seranganserangan
Mo Hwee Hud selanjutnya, tetapi pada saat itu dia
sudah terluka di dalam. Ilmu-ilmu langkah pertahanannya
menyelamatkannya, tapi justru menambah berat luka dalamnya
karena membutuhkan pengerahan iweekang guna bertahan
dengan langkah-langkah aneh. Dalam keadaan normal, bukan
satu hal sulit bagi Khong Yan, tetapi setelah terluka, maka akan
menjadi berat baginya buat melanjutkan menggunakan ilmu itu.
Sayangnya, tidak ada cara lain selain dia bertahan dengan Thian
Liong Pat Pian. Sialnya, Mo Hwee Hud sudah paham dan tahu
keadaannya saat itu, terus menerus memberondong Khong Yan
untuk segera dapat meraih kemenangan.
Tio Lian Cu dan Sie Lan In saling pandang, keduanya sangat
paham bahwa Khong Yan membutuhkan istirahat sejenak untuk
memulihkan kekuatannya. Apalagi, Tio Lian CU juga tahu jika
Khong Yan membekal sebuah pil obat yang dihadiahkan oleh
1936
Thian Liong Koay Hiap. Tetapi, masalahnya, mereka agak sulit
untuk menengahi atau mengeroyok Moi Hwee Hud yang sednag
emncecar Khong Yan. Tetapi, bila diteruskan, luka Khong Yan
akan semakin parah dan semakin berbahaya. Resiko yang
dihadapi menjadi amat berat. Untungnya, pada saat itu, tiba-tiba
terdengar suara riuh-rendah dan banyak orang yang mendekati
arena tersebut. Tio Lian Cu dan Sie Lan In menjadi kaget, apalagi
ketika menyadari bahwa yang datang ternyata adalah pasukan
Utusan Pencabut Nyawa yang jumlahnya puluhan orang.
Sudah tentu inilah saat yang tepat. Sam Boa Niocu dan para
murid Mo Hwee Hud sedang kehilangan konsentrasi untuk 1, 2
detik melihat dan mengatur tibanya Utusan Pencabut Nyawa. Dan
saat itu digunakan oleh Sie Lan dan Tio Lian Cu secara
bersamaan untuk menarik dan memberi waktu istirahat buat
Khong Yan sebelum dia terpukul kembali. Mereka paham, dengan
lukanya, agak sulit Khong Yan mengembangkan pertahanan,
apalagi menyerang balik. Cara satu-satunya adalah menariknya
mundur terlebih dahulu.
Memanfaatkan wakt u yang amat sempit itu, tiba-tiba Sie Lan
In bergerak dengan kemampuan ginkangnya yang mujijat yakni
Sian Ing Tun Sin Hoat (Ilmu Bayangan Dewa Menghilang) sambil
1937
menyerang dalam gerakan Tiat Le Koan Jit (Baju Besi Menutup
Matahari) dari rangkaian Ilmu Kim Kong Ciang Hoat (Ilmu Pukulan
Cahaya Emas). Kecepatannya yang mengagumkan membuat Mo
Hwee Hud agak tertegun dan segera sadar lawan yang lain
memiliki kelebihan yang berbeda. Memang, Sie Lan In dan Khong
Yan memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing sesuai
dengan orang atau Guru masing-masing yang mengajar mereka
berdua. Tetapi, syukur karena memang Mo Hwee Hud sedang
berkonsentrasi untuk menghadapi atau lebih tepat untuk segera
menjatuhkan Khong Yan. Karena itu, ada peluang bagi Sie Lan In
mendesak Mo Hwee Hud tanpa gangguan murid-muridnya atau
tanpa bantuan dari Sam Boa Niocu kekasihnya.
Dalam waktu sepersekian detik, terjadi benturan yang sangat
hebat diiringi dengan mencelat mundurnya Khong Yan dan
langsung arah mendekat dengan Tio Lian Cu. Dia kemudian
terlihat segera berbisik kepada Tio Lian Cu dan diikuti dengan
tindakannya menelan sebutir pil untuk mengobati luka dalamnya.
Sementara itu, Sie Lan In yang mampu dan sukses mengalihkan
perhatian Mo Hwee Hud sudah kembali berdiri dalam sisi yang
sama dengan Khong Yan dan Tio Lian Cu. Mo Hwee Hud agak
murka dan dengan berang berkata:
“Kalian curang,,,,,,,, “
1938
“Kenapa disebut curang? Bukankah pada saat ini kita tidak
sedang saling pibu atau bertanding? Bukankah engkau sedang
berusaha keras menangkap kami semua tadinya, locianpwee?
Masakan kami mandah saja ditangkap dan kemudian disekap
olehmu atau oleh anak buahmu yang amat banyak itu? jelas saja
kami semua akan berusaha sekuat tenaga untuk melepaskan dari
tangkapanmu, dengan cara apapun juga.....” jawab Sie Lan In
ringan, sederhana dan mampu membuat Mo Hwee Hud tertegun
membenarkan perkataan Nona itu.
Tetapi, Tam Peng Khek yang cerdas, segera masuk dan ikut
campur dengan membuat sebuah penafsiran lain yang pada
akhir-akhirnya membuat Sie Lan In mengernyitkan keningnya.
Pada saat ida melihat Suhunya terdiam dan sulit menjawab, Tam
Peng Khek segera berkata:
“Suhu, mereka memang benar. Karena itu, biarlah kita
menggunakan cara seperti yang Sie Kouwnio tadi gunakan
melawan Suu, yakni melakukan kerubutan untuk menangkap
mereka bertiga. Jika mereka bertiga sampai tertangkap, maka kita
akan memiliki jaminan yang sangat kuat dan penting untuk
memenangkan pertarungan di Pek In San kelak.......” kalimat Tam
Peng Khek ini menggembirakan Mo Hwee Hud yang terlihat
mengangguk-angguk membenarkan pandangan murid kepalanya
1939
itu. Pada saat itu, Sie Lan In segera sadar bahwa bahaya kini
mengancam mereka bertiga, terutama karena Khong Yan yang
sedang terluka. Sayangnya, kesadaran itu tidak bisa disesali
karena lawan mereka bersiap untuk kembali menyerang guna
menangkap serta juga menyekap mereka sebagai tawanan.
“Tio sumoy, kita jaga sebisa mungkin agar Khong sute dapat
segera memulihkan diri karena lukanya tidaklah terlampau parah.
Jika kita mampu menahan mereka sampai setengah jam, maka
harapan kita melakukan perlawanan lebih hebat dan ketat jauh
lebih terbuka karena Khong Sute kelak akan bergabung dengan
kita. Sekarang, mari kita coba tempatkan Khong Sute di tengah
kita berdua. Dan engkau Ji Sute, segera upayakan agar
secepatnya mengobati dirimu sendiri, tenagamu bakalan sangat
dibutuhkan sebentar lagi.....” bisik Sie Lan In yang tetap bersikap
tenang, memberi perintah dan strategi yang lebih pas bagi mereka
dalam keadaan yang sulit. Tetapi dia tidak dapat lagi berkata-kata
lebih banyak dan lebih jauh karena dalam waktu tidak lama, Mo
Hwee Hud dan Sam Boa Niocu kini mendekati posisi berdiri
mereka berdua. Apalagi jika bukan untuk menyerang.
Keadaan menjadi amat berbahaya karena di belakang mereka
bertiga, berjejer dan mengurung ketiga anak muda itu di tengah.
Pada barisan yang paling luar, ratusan Utusan Pencabut Nyawa
1940
membentuk lingkaran seakan mengurung ketiga anak muda itu
untuk tidak kemana-mana. Di dalam lingkaran kepungan Utusan
pencabut Nyawa, terlihat berdiri dengan penuh percaya diri Tam
Peng Khek, istrinya dan juga adik seperguruannya, menjaga
untuk memberi bantuan jika diperlukan. Artinnya, saat itu Sie Lan
In, Khong Yan dan Tio Lian Cu yang kini didatangi Mo Hwee Hud
dan Sam Boa Niocu benar-benar sulit melarikan diri. Lepas dari
Mo Hwee Hud dan Sam Boa Niocu, mereka akan dihadang dan
dihadapi bertiga oleh Tam Peng Khek, Gi Ci Hoa dan Ong Keng
Siang. Pada bagian terluar, masih pula berdiri nyaris 200 orang
Utusan Pencabut Nyawa
Sebelum pecah pertempuran, Sie Lan In yang melihat lawan akan
memainkan cara dan strategi kotor segera membentak:
“Hmmm, Mo Hwee Hud Locianpwee ternyata amatlah ketakutan
untuk menghadapi serangan Tek Ui Sinkay, Pangcu Kaypang
yang kini menjadi Bengcu Tionggoan. Dan karena ketakutan itu,
Locianpwee hendak mengancamnya dengan keselamatan kami
bertiga ini. Hikhikhik, sungguh hebat, sungguh mengagumkan,
karena ternyata demikian rendahnya kualitas locianpwee......
hikhikhik”
1941
Tak terduga oleh Sie Lan In, kata-kata untuk menyudutkan Mo
Hwee Hud ini dapat menjadi sumber terhindarnya mereka dari
terjangan dan keroyokan maut para Utusan Pencabut Nyawa
lengkap dengan pentolan mereka. Bagaimana mereka dapat
terselamatkan dari keadaan yang sangat berbahaya bagi mereka
bertiga ini? Kita ikuti kejadian selanjutnya.
“Hohoho, ada disinipun Lam Hay Sinni, Thian Hoat Tosu dan Bu
Te Hwesio guru kalian bertiga itu, tetap saja lohu akan
menangkap kalian bertiga......” santai saja Mo Hwee Hud
menjawab
“Cobalah lakukan Locianpwee, ingin kulihat sampai dimana
kebisaan kalian yang menjadi peneror dan pengganggu dunia
persilatan.....”
“Khek ji, engkau tangkap bocah laki-laki yang sedang terluka itu
tetapi tunggu saat dan waktu yang tepat, untuk sekarang ini,
biarkan kami yang mengurus dua orang sisanya......” demikian Mo
Hwee Hud mengirim suara dari jarak jauh kepada murid
kepalanya dan diiyakan Tam Peng Khek.
1942
“Baik Suhu.....” juga dengan ilmu menyampaikan suara dari jarak
jauh sehingga tak terdengar oleh Sie Lan In, Khong Yan dan Tio
Lian Cu.
Dan seiring dengan itu, majulah Sam Boa Niocu dengan Mo Hwee
Hud yang masing masing mengincar lawan yang berbeda. Mo
Hwee Hud disambut oleh Tio Lian Cu sementara Sam Boa Niocu
disambut oleh Sie Lan In, dan dalam waktu yang amat singkat
pertempuran hebatpun segera berlangsung.
Tapi segera saja Mo Hwee Hud menjadi kaget karena ternyata
murid Thian Hoat Tosu ini kini dapat menandinginya, padahal dulu
saja Thian Hoat Tosu masih tipis dibawah kemampuannya. Kini,
murid tokoh tua dari Hoa San Pay itu justru mampu
menandinginya dengan kekuatan yang hebat dan malah dengan
keuletan yang juga amat mengejutkannya. Berbeda dengan
Khong Yan yang tadi dapat dia kalahkan, sekali ini dia tidak
mampu mengalahkan lawannya dengan cepat. Karena itu dia
berusaha mirip atau sama dengan mengalahkan Khong Yan,
memancing Tio Lian Cu maju menyerang habis-habisan. Dan
setelah itu, barulah dia akan merubuhkan Tio Lian Cu. Sayang
sekali, Tio Lian Cu sudah membaca strategi itu karena sempat
mendiskusikannya dengan Sie Lan In tadi.
1943
Alih-alih mencecar lawan yang sengaja membuka beberapa
lowongan untuk dapat dia serang, Tio Lian Cu dengan cerdiknya
memainkan Ilmu Mujijat yang bagi Mo Hwee Hud masih cukup
asing, yaitu Ilmu Sakti Tiang Kun Sip Toan Kim. Dengan ilmu ini,
dia mampu meniru dan tepatnya menyesuaikan dengan gaya
bersilat Mo Hwee Hud, baik bergerak cepat, bergerak lamban,
menjadi ulet dan sesuai dengan gaya menyerang lawan. Sekali
lagi Mo Hwee Hud menemukan ilmu mujijat yang lain, mirip-mirip
dengan Khong Yan tadi tetapi tidak mirip, karena yang sekarang
selalu menyesuaikan dengan gaya bertarungnya. Kadang bisa
lamban, kadang cepat, kadang bertahan dan kadang menyerang,
kadang bahkan mengantisipasi serangannya dan
memunahkannya di tengah jalan.
Pendeknya, dengan ilmu ini Tio Lian Cu dapat menahan imbang
tokoh tua yang amat berbahaya ini. Tidak cepat terdesak.
Sebaliknya dia bertahan dan menyerang sesuai dengan gaya dan
cara menyerang dan cara bertahan lawannya yang jebat itu.
Kenyataan ini perlahan-lahan menumbuhkan rasa percaya diri
yang tinggi bagi Tio Lian Cu. Hanya saja, pengalaman Khong Yan
tadi membuatnya sangat berhati-hati. Dia tidak mau terjebak
permainana tokoh tua yang dia tahu sudah sangat sarat dengan
pengalaman dan memang amat sakti itu. Karena itu, beberapa
1944
lowongan yang dibuat supaya dia menyerang, selalu dia abaikan
dan berkonsentrasi untuk bertahan dan menyerang seadanya.
Sementara itu Sie Lan In menang dalam ginkang tetapi berimbang
dengan iweekang Nenek lawannya. Atau tepatnya, iweekangnya
lebih murni, tetapi iweekang lawan rada sesat dan berhawa
beracun. Karena itu, yang membuat Sie Lan In sangat menderita
sebenarnya adalah “hawa beracun” dan trik-trik beracun yang
dimainkan secara sangat lihat oleh Sam Boa Niocu. Pada
dasarnya Sie Lan In tidak takut racun dan ini jelas sangat
mengagetkan Sam Boa Niocu. Karena binatang beracun miliknya
selalu ketakutan jika mendekati Sie Lan In.
Maklum, tanpa sepengetahuan Sam Boa Niocu, Sie Lan In telah
membungkus dirinya dengan iweekang murni kaum Budha yang
diwariskan subonya Lam Hay Sinni. Hawa beracun dan binatang
beracun akan mencair begitu mendekati selaput tipis yang
terbentuk oleh kekuatan hawa iweekang mujijat Hut Men Sian
Thian Khi Kang. Sam Boa Niocu kaget tetapi sadar bahwa dia
tidak boleh menggunakan lagi hewan-hewan kecil sejenis kutu
beracun, tetapi mesti menggunakan cara yang lain, atau
menggunakan cara yang berbeda.
1945
Iweekangnya kini adalah warisan Lam Hay Sinni yang sudah lama
mewarisinya dari Suhunya si Padri tanpa nama dari Kuil Siauw
Lim Sie. Bahkan iweekang itu sudah ditelaahnya habis-habisan
dan malah selama sekian puluh tanun terakhir ini sudah semakin
mampu mendalaminya serta menyelami landas-landas detailnya
yang amat mujijat. Maka, kemudian, di tangan Sie Lan In, kepada
siapa dia kini memasrahkan khasanah ilmu warisannya dan
memasrahkan teori dan praktek yang dia pelajari selama puluhan
tahun itu, wajar jika terlihat jadi maha hebat dan maha sakti. Hal
yang semakin membuat Sie Lan In percaya diri. Menghadapi Sam
Boa Niocu dia memiliki pegangan yang memadai.
Yang membuat Sie Lan In keteteran adalah hawa busuk yang
merembes masuk ke hidungnya. Meski racunnya sudah
ditawarkan dan ditandai dengan asap warna-warnis yang
menghiasi arena mereka, tetapi bau yang memuakkan itu tidak
dengan sendirinya terhalau pergi. Tetapi, Sie Lan In sadar, bahwa
pertarungan ini bukanlah pibu dan karena itu strategi apapun sah
untuk digunakan lawannya. Saat lawan memilih menggunakan
racun untuk menangkapnya jelas adalah sah-sah saja, dan dia
mau tidak mau harus menghadapinya secara langsung. Terlebih
jika dia menghindar maka berarti Khong Yan bakalan dalam
keadaan yang amat berbahaya, sangat mungkin tertawan musuh.
1946
Karena itulah, meski pengaruh udara busuk itu amat
mengganggunya tetapi maka Sie Lan In tetap berusaha meskipun
kehilangan banyak peluang mendesak Nenek Sam Boa Niocu.
Bahkan, bukannya mendesak untuk menang, sesekali dia yang
justru menjadi amat kerepotan untuk menghalau serangan si
Nenek yang selalu datang bertubi-tubi dan selalu menyasar
tempat yang mematikan. Apalagi, karena serangan-serangan
racun Nenek Sam Boa Niocu teramat beragam dan banyak
variasinya. Hanya, untung saja dalam hal ginkang dia memang
unggul jauh dibandingkan si Nenek Sam Boa Niocu yang beracun
dan sangat memuakkan aroma beracunnya itu. Justru karena
itulah pertempuran merekapun, sama juga dengan arena yang
satunya lagi, berlangsung dengan seru dan amat menarik guna
ditonton dan diperhatikan. Jadi teramat sulit untuk menebak siapa
yang akan unggul dalam waktu singkat, meskipun arena Sie Lan
In terlihat lebih mungkin dimenangkan si gadis. Tetapi,
kemungkinan sangatlah terbuka karena Sam Boa Niocu memiliki
banyak ilmu lain, dan yang berbahaya ialah ilmu sihir dan ilmu
racunnya.
Sepuluh menit berlalu belum ada tanda-tanda Mo Hwee Hud
bakalan mengalahkan Tio Lian Cu, sama dengan Sam Boa Niocu
yang juga terlihat kesulitan mengalahkan Sie Lan In. Tetapi,
1947
pertarungan itu, lama-kelamaan meninggalkan hanya seorang Sie
Lan In yang bisa mengontrol arena tengah dimana Khong Yang
sedang dalam keadaan terluka dan berusaha menyembuhkan
diri. Semua berpacu dengan waktu, karena seandainya Khong
Yan tertangkap, maka bisa dipastikan akan memudahkan Sie Lan
In dan Tio Lian Cu ditaklukkan. Mo Hwee Hud sudah paham
dengan soal itu, dan karenanya mereka sebenarnya sudah
bersiap untuk menyibukkan kedua wanita dan menangkap Khong
Yan. Tetapi, sayangnya, kepandaian Tio Lian Cu dan Sie Lan In
benar-benar berada diluar perkiraan Mo Hwee Hud dan terutama
Tam Peng Khek yang menjadi silau melihat gerakan ketiga orang
itu.
Ada untungnya keadaan Tam Peng Khek yang demikian. Sebab
jika dia langsung bergerak untuk mengganggu konsentrasi Tio
Lian Cu dan Sie Lan In, maka keadaan bisa berubah dengan amat
cepat. Tetapi, lama kelamaan Mo Hwee Hud sadar bahwa mereka
bisa kehilangan tempo. Maka melihat keadaan murid kepalanya
yang masih berdiam diri, tiba tiba membentak dengan suara
keras:
“Mau tunggu apa lagi.......”? bentakan keras yang membuat Tam
Peng Khek sadar dan dengan cepat melirik istrinya dan ji sutenya
dan berkata:
1948
“Sudah saatnya kita menangkap pemuda itu,,,,,, ayo......”
Serentak ketiganya bergerak masuk ke dalam arena
pertempuran. Sie Lan In yang melihat keadaan yang amat
berbahaya itu langsung berseru:
“Sam Sumoy, kita harus segera bertarung di dua sisi Khong Sute,
mereka mau main keroyok...” sambil berkata demikian, Sie Lan In
memukul dengan jurus maut dalam kecepatan sangat tinggi, yakni
jurus Hui Hong Soan Tah (Angin Puyuh Mengitari Pagoda) dari
Ilmu Kim Kong Ciang Hoat (Ilmu Pukulan Cahaya Emas). Bahkan
kekuatan iweekangnya dikerahkan sebisanya dan kemudian
memukul keras sambil mengelilingi Sam Boa Niocu yang terdesak
hebat karena perubahan gerak yang amat luar biasa dari Sie Lan
In. Bersamaan dengan itu, Tio Lian Cu juga menyerang dengan
jurus Kim So Heng Kong (Rantai emas melintangi sungai) yang
berasal dari rangkaian Ilmu Hong In Pat Jiauw (Ilmu Delapan
cengkeraman angin dan Mega). Ilmu atau jurus ini adalah salah
satu yang sudah berubah sangat hebat, dan kini menjadi salah
satu jurus andalan Tio Lian Cu.
Pada saat yang bersamaan, Tio Lian Cu dan Sie Lan In mampu
mengundurkan lawan dan kemudian kembali menempatkan dan
mengawal Khong Yan di tengah mereka berdua. Dalam posisi
1949
itulah mereka kemudian menghadapi Mo Hwee Hud dan Sam Boa
Niocu dan yang kini turut dibantu oleh Tam Peng Khek dan istrinya
Gi Ci Hoa serta juga Ong Keng Siang. Kini, murid kepala bersama
istrinya dan murid kedua Mo Hwee Hud sudah memutuskan untuk
turut membantu. Meskipun demikian, ternyata pengeroyokan itu
bukannya membantu, tetapi justru jadinya lebih banyak
menghalangi Mo Hwee Hud dan Sam Boa Niocu yang memiliki
kepandaian lebih tinggi. Mo Hwee Hud yang sudah amat sarat
pengalaman memiliki pandangan yang lebih tajam untuk
memecah pertahanan lawan, dan karena itu diapun memberi
perintah yang lain:
“Kalian bertiga jauh lebih baik bersiaga di luar lingkaran
pertempuran kami dan siapkan senjata rahasia. Sewaktu-waktu
bersiap menerobos untuk menangkap anak muda itu saat
kuperintahkan.....”
“Siap Suhu......”
Maka ketiga orang itu, yakni Tam Peng Khek dan istrinya Gi Co
Hoa serta Ong Keng Siang segera mengelilingi arena dan
bersiaga sebagaimana perintah Mo Hwee Hud. Kondisi yang
semakin mengkhawatirkan dan hal ini disadari sangat oleh Sie
Lan In dan Tio Lian Cu. Tetapi, karena serangan-serangan Mo
1950
Hwee Hud dan Sam Boa Niocu semakin membadai, membuat
mereka berdua mau tidak mau harus saling bantu dan saling
menjaga. Untuk maksud itu, mereka memang mampu menjaga
diri dan tidak sampai terdesak hebat, tetapi beberapa kali mereka
sadar, lowongan-lowongan kecil mulai muncul dari upaya mereka
untuk menjaga Khong Yan agar tetap aman. Dan mereka berdua
sadar jika semakin lama akan semakin lebar koyaknya
pertahanan mereka.
Beberapa saat lagi, mereka akan semakin repot untuk menjaga
Khong Yan karena Mo Hwee Hud kini menyerang dengan
kemampuan terbaiknya dan benar-benar membuat repot kedua
gadis cantik itu. Untung saja Sie Lan In memiliki ginkang yang
benar-benar sangat istimewa dan sering membuat mereka berdua
terhindar dari kondisi yang berbahaya. Tetapi, keadaan itu justru
semakin lama semakin membuka lebar-lebar pertahanan mereka,
lowongan guna menangkap Khong Yan semakin melebar. Mo
Hwee Hud tentunya juga menyadarinya, tetapi dia sungguh taktis
dan menunggu saat yang paling tepat untuk dapat melakukan
serangan terakhir. Baik meruntuhkan perlawanan Sie Lan In dan
Tio Lian Cu, tetapi juga yang terutama ialah menangkap Khong
Yan yang terluka.
1951
“Hahahahaha, sekarang serang anak muda itu.......” terdengar
seruan keras serta menggeledek dari Mo Hwee Hud, bersamaan
dengan dia menyerang secara hebat dan mengurung Tio Lian Cu
di tengah arena. Saat yang sama, Sam Boa Niocu juga
mengibaskan lengannya dan setelah itu diapun maju menerjang
kearah Sie Lan In. Mata tajam Sie Lan In paham bahwa kibasan
lengan Sam Boa Niocu pastilah amat beracun, dan sadar bahwa
pukulannya, juga tidak kalah beracunnya. Karena itu, dia memilih
untuk berkelit. Tetapi, astaga, dia kini paham bahwa posisi
bertahan mereka sudah terbuka sangat lebar. Apalagi ketika dia
melihat Tio Lian Cu juga mau tidak mau harus bergeser agak
kekiri dan terbukalah lobang yang sangat besar dalam garis
pertahanan mereka berdua.
Dengan sinar mata panik sambil menyelamatkan diri, Sie Lan In
melirik keadaan Khong Yan, tetapi keadaannya meskipun
memiliki kepandaian silat dan ginkang yang amat mujijat,
terlambat dibandingkan gerakan Tam Peng Khek bertiga. Sontak
mata Sie Lan In memerah dan menjadi murka, karena dia paham
Khong Yan sudah sulit untuk dipertahankan lagi. Selagi dia
melayang mundur, tiba-tiba dia berteriak penuh amarah dan
penuh tenaga:
“Haiiiiiitttttttttttttttttttt .......”
1952
Bersamaan dengan itu, lengannya terulur ke depan dan
melesatlah sebuah sinar yang amat tajam sekaligus dengan
sinarnya yang amat mengerikan. Bahkan suara yang mengiringi
lesatan senjata yang ternyata sebuah Pedang itu membawa suara
berderak yang amat mengerikan. Sudah pasti itu sebuah pedang
pusaka. Memang, pada saat murkanya, Sie Lan In memutuskan
melepas dan memegang Pedang Pusaka yang bernama Thian
Liong Po Kiam (Pedang Pusaka Naga Kahyangan) dan langsung
menyerang dengan salah satu ilmu pedang andalannya ilmu Hui
Sian Hui Kiam (Pedang terbang memutar).
Pedang yang amat berbahaya itu melesat cepat dan langsung
menyasar Sam Boa Niocu yang terang tak berani menyambut
pedang itu yang melesat dalam kecepatan yang sangat luar biasa.
Apalagi selain lesatan yang amat cepat, juga terdengar nada
menyeramkan mengiringinya. Tak ada cara lain selain mundur
dan tak melanjutkan terjangan ke arah Khong Yan. Setelah
mengundurkan Sam Boa Niocu, pedang itu berputar dengan
sendirinya dan kemudian segera menerjang Tam Peng Khek, Gi
Ci Hoa dan Ong Keng Siang bertiga yang juga bergerak maju
untuk menotok tubuh Khong Yan. Mereka bertigapun terhalang
dan tidak berani melawan pedang terbang yang merontokkan
nyali itu.
1953
Waktunya sungguh tepat, sepersekian detik lagi Tam Peng Khek
dan Ong Keng Siang akan berhasil. Sementara Gi Ci Hoa
bertindak sebagai pelindung bagi kedua orang itu. Tetapi, betapa
terkejutnya dia ketika pedang terbang itu mencelat dengan amat
cepat dan membuatnya harus mundur sambil membungkukkan
tubuhnya agar dapat terhindah dari sayatan pedang maha cepat
itu. Yang agak lalai adalah Ong keng Siang, lengan yang terulur
untuk menotok Khong Yan terserempet pedang. Untung hanya
mampu memotong jubah bagian lengan dan tidak sempat melukai
lengannya ataupun menusuk lengannya itu:
“Sreeeet......”
Begitupun, semua serangan totokannya dan sergapan terhadap
Khong Yan meleset dan gagal semua. Bahkanpun kejadian yang
sama juga dialami oleh Tam Peng Khek yang lebih cerdik. Dia
menarik lengannya lebih cepat dan dimundurkan untuk kemudian
diapun menjauhi sinar pedang yang sudah menari-nari kembali
langsung menyerang mereka berempat dalam kecepatan tinggi.
Diapun berseru dengan suara tercekat dan terdnegar ngeri:
“Ilmu Pedang Terbang......” teriak mereka takjub melihat betapa
pijaran sinar pedang yang mengejar mereka dalam kecepatan
tinggi masih belum berhenti. Kini, meski mereka berempat, tetapi
1954
untuk sesaat mereka sulit mendekati Sie Lan In yang sudah
memainkan Ilmu Pedang Terbangnya secara sangat luar biasa.
Bahkan bergantian pedang itu mengejar dan mengancam untuk
menusuk ataupun menikam mereka. Terkadang mengejar dan
mencecar mereka secara bersamaan.
Bukan hanya ilmu pedang terbang yang berbahaya, tetapi justru
pedangnya serta hawa pedangnya sangatlah berbahaya dan
mematikan. Apalagi karena pedang yang digunakan merupakan
sebuah pusaka pilihan yang bahkan selama berada di Tionggoan,
Sie Lan In nyaris tidak pernah menggunakannya. Pedang itu
dapat menyayat dan menusuk baja sekalipun, bagaikan sedang
memotong atau menusuk karet atau benda lunak lainnya. Sangat
tajam dan memiliki sisi menyeramkan, terutama ketika sedang
“terbang” seperti saat ini. Suaranya bukan hanya karena
dihasilkan oleh efek kecepatannya yang memang sangat luar
biasa. Tetapi karena ketika sedang “terbang” ada alunan nada
tersendiri yang menambah rasa seram dan rasa tegang orang.
Alunan ini malahan memiliki nuansa magis dan membuat orang
dapat tercekam ketakutan dan mengurangi kesiagaan dan
kecekatan ornag yang bersangkutan untuk menghindari
serangan.
1955
Padahal, dalam kenyataannya nada-nada yang lahir saat pedang
meluncur dengan Ilmu Pedang terbang justru adalah nada
pemunah ilmu-ilmu sihir maupun ilmu-ilmu hitam. Nada dan
iramanya sangat dekat dan saling mengisi dengan alunan irama
dan lagu untuk memuji-muji kebesaran Budha. Tetapi, sekali ini,
ketika Sie Lan In menggunakannya, justru pada saat dan keadaan
yang amat berbahaya. Karena, Sie Lan In pada saat itu tidak
memiliki peluang lain dan dengan terpaksa memainkan ilmu yang
sangat menguras tenaga itu. Dengan pedangnya sekaligus.
“Berpencar dan menjauh, serang mereka berdua dengan senjata
rahasia...” suara Sam Boa Niocu untuk pertama kalinya terdengar
memerintah anak murid suaminya yang tentunya juga adalah juga
anak muridnya. Dan memang, semakin jauh jarak mereka satu
dengan yang lain, semakin berkurang bahaya termakan senjata
maut yang membuat mereka bergidik dan sedikit seram. Kini dari
empat sisi yang melebar mereka bertarung dalam jarak jauh
membiarkan Mo Hwee Hud bertarung sendirian karena memang
dia tidak terdesak, malah sedikit mendesak lawan mudanya itu.
Sayangnya, saat itu Tio Lian Cu belum berkesempatan
mengeluarkan pedang andalannya karena Mo Hwee Hud tahu,
kekuatan utama Hoa San Pay adalah Ilmu Pedang mereka yang
amat hebat dan amat dahsyat. Melihat bagaimana Sie Lan In
1956
memainkan pedangnya, Mo Hwee Hud memutuskan tidak
memberi kesempatan bagi Tio Lian Cu untuk melepas pedang
dan kemudian menerjangnya.
“Suamiku, kita musnahkan saja mereka bertiga......” tiba-tiba
terdengar suara Nenek Sam Boa Niocu yang makin lama semakin
gemas karena tak bisa mendekati Sie Lan In dan tidak bisa
menggunakan racun untuk menyerangnya. Selain semua tak
berguna karena Sie Lan In memiliki lapis pertahanan iweekang
dan bahkan juga Pedang Mujijat yang ditakuti binatang-binatang
beracun. Menemukan kenyataan yang sangat menjengkelkan itu,
Sam Boa Niocu memikirkan untuk menggunakan racun lain yang
lebih ampuh.
“Jangan Niocu,,,,,,, anak murid punkita bakalan banyak yang
binasa ataupun terluka oleh racunmu....” terdengar Mo Hwee Hud
menolak ide Nenek Sam Boa Niocu, dan memang terdengar
cukup masuk diakal. Maka akhirnya ide Nenek Sam Boa Niocu
pun diputuskan untuk itupun dibatalkan. Tengah pertarungan itu
berlangsung dan posisinya terus menerus saling intai, tiba-tiba
terdengar suara dari luar lingkaran yang cukup menusuk telinga.
1957
“Ahaaaa, ini rupanya Pasukan Maut yang membinasakan ratusan
pengemis anggota Kaypang itu....... waaaaaah, sungguh
kebetulan, sungguh kebetulan.....”
Begitu suara yang menusuk telinga itu berlalu, tiba-tiba terdengar
teriakan-teriakan dan jeritan susul menyusul. Dan ketika
diperhatikan, mereka yang berteriak, menjerit itu ternyata adalah
orang-orang dari barisan Utusan Pencabut Nyawa. Dalam waktu
singkat, beberapa orang anggota Utusan Pencabut Nyawa sudah
tergeletak jadi korban, terluka berat dan bahkan sebagian mati
terbunuh. Kejadian tersebut amat menyentak, terlebih karena
teriakan dan jeritan barisan Utusan Pencabut Nyawa masih saja
terus-menerus terdengar. Dan artinya, korban masih terus
berjatuhan satu demi satu, dan tak lama kemudian, barisan itupun
menyibak seperti membuka jalan bagi orang lain. Dan memang
benar, dari arah reruntuhan bangunan yang tadinya menjadi arah
tujuan Sie Lan In, Khong Yan dan Tio Lian Cu, muncul banyak
orang yang membombardir Utusan Pencabut Nyawa.
Begitu menyibak, terlihat ada 3 orang yang berjalan memasuki
kurungan Utusan Pencabut Nyawa. Ada yang mirip dari ketiga
orang yang datang itu, meski postur tubuh mereka berbeda-beda
satu dengan lainnya. Di belakang mereka bertiga, juga nampak
berjalan mengekor 7 orang lainnya dengan pakaian yang semua
1958
sama. Pakaian mereka cukup mencolok karena semua berwarna
putih namun dengan sobekan-sobekan di banyak tempat, mirip
dengan potongan baju kaum pengemis. Hanya, bedanya mereka
semua mengenakan pakaian pengemis namun dalam satu nada
dan warna yang sama. Ketiga orang yang berjalan di depan jubah
warna putih pakaian mereka terlihat lebih terang dan lebih
cemerlang, sementara 7 orang lainnya lebih kusam dan lebih
buram warna putihnya.
Tidak salah lagi, ketiga orang yang berjalan di depan adalah
pemimpin dari mereka bersepuluh yang mengganggu dan
menyerang Utusan Pencabut Nyawa. Begitu tiba di tengah
lingkaran yang dikurung oleh kurang lebih 200 orang Utusan
Pencabut Nyawa, ketiganya terlihat memandang berkeliling.
Termasuk memandang Sie Lan In dan Tio Lian Cu yang tadi
bertarung hebat, dan terakhir melirik Khong Yan yang sepertinya
sebentar lagi akan segera pulih dari pengobatannya. Orang yang
berada di tengah dari ketiga manusia berjubah pengemis
berwarna putih dan terlihat gagah itu kemudian bertanya dengan
suara pekak:
“Bukankah ini adalah Utusan Pencabut Nyawa yang selama ini
bersimaharajalela dengan membunuhi banyak orang di
Tionggoan.....”?
1959
“Siapa engkau.....”? tanya Tam Peng Khek dengan suara parau,
tidak merendah tapi juga tidak menyombongkan diri. Sementara
itu wajah Mo Hwee Hud terlihat menjadi gelap melihat kedatangan
orang-orang itu, dia seperti mengenal mereka, tetapi tetap diam
dan membiarkan muridnya yang bertanya. Tentu saja dia masih
risih karena dari segi usia, dia jauh di atas semua orang yang
berada di arena yang dikelilingi lebih seratus orang Utusan
Pencabut Nyawa itu.
“Hmmmm, siapa kami akan kukatakan setelah engkau menjawab
pertanyaanku..” jawab si pendatang bersikap rada misterius.
“Apakah ada pentingnya mengenali kami semua setelah kalian
membunuhi anak buah kami di bagian depan sana......”? Tam
Peng Khek yang belum tahu siapa yang datang itu menjawab
dengan hati-hati.
“Mereka Utusan Pencabut Nyawa yang maha ganas itu, dan
pemimpinnya ya tokoh-tokoh yang tadinya dengan gagah berani
mengeroyok kami bertiga..... Mo Hwee Hud yang terkenal Maha
Hebat dengan para murid dan kelihatannya juga datang dengan
bininya.....” terdengar Sie Lan In yang menjawab karena dia
merasa Tam Peng Khek seperti berputar-putar untuk memberi
jawaban. Selain itu, Sie Lan In sudah menduga bahwa
1960
pendatang-pendatang itu adalah kawan, terbukti karena mereka
membunuhi Utusan Pencabut Nyawa. Paling tidak, musuh dari
musuhmu kemungkinan besar adalah kawan.
“Hmmmm, terima kasih Kouwnio, tapi lohu saat ini sedang
menjajaki apakah mereka cukup punya keberanian untuk
mengakui siapa mereka-mereka itu....” berkata si pemimpin para
pendatang dengan tak ada sedikitpun rasa takutnya, padahal
mereka sedang berhadapan dengan Barisan Utusan Pencabut
Nyawa. Bahkan juga sedang berhadapan dengan para pemimpin
mereka yang sudah punya nama di dunia Kang Puw, terutama Mo
Hwee Hud.
Sementara itu, Mo Hwee Hud yang meihat kedatangan mereka
sudah was-was dan akhirnya berkata dalam hatinya sendiri,
“hmm, dugaanku benar, perbuatan ceroboh Bu Tek Seng Ong
akan berujung begini....... jika Khong Sim Kaypang turun tangan,
maka pekerjaan akan menjadi teramat berat.....”. Sejak awal dia
sudah tidak setuju dengan ide untuk membantai Kaypang, karena
dia tahu betul bahwa Kaypang, meski di permukaan terlihat
lemah, tetapi sokongannya sangatlah besar. Jumlah mereka
besar dan pendukung mereka, terutama Perkumpulan Pengemis
rahasia yang terkenal dulu, Khong Sim Kaypang, sangatlah
diindahkan orang.
1961
Sementara Mo Hwee Hud tenggelam dalam analisa dan
pemikirannya, Tam Peng Khek sudah berkata nada suara
bangga;
“Benar, inilah Utusan Pencabut Nyawa yang amat terkenal dan
ditakuti di Rimba Persilatan Tionggoan dewasa ini.......”
“Dan kalian yang juga ikut dalam peristiwa pembunuhan kaum
Kaypang beserta Pangcu Kaypang dan Hu Pangcu Kaypang di
Kauw It San, bahkan juga membantai lebih 200 anggota Kaypang
disana. Benarkah.....”?
“Sesungguhnya adalah seorang Bu Tek Seng Ong yang
melakukan pembantaian besar di Kauw It San pada waktu itu....”
berkata Mo Hwee Hud yang sudah menduga jika peristiwa di
Gunung Kauw It San bakal sangat besar efeknya sudah menyela
sebelum murid kepalanya menjawab.
“Apakah artinya Utusan Pencabut Nyawa berani berkata bahwa
mereka tidak ambil bagian dalam pembantaian kaum pengemis
Kaypang di Kauw It San waktu itu.....”? bertanya si pemimpin
sekali lagi, dan sekali ini dia menghadap dan menatap mata Mo
Hwee Hud secara langsung. Sebetulnya diapun sedikit kaget
melihat Mo Hwee Hud yang terkenal itu ternyata berada disana,
1962
tetapi dia tidaklah terlihat ketakutan. Bahwa ada perasaan jeri
terhadap Mo Hwee Hud bisa dipastikan, tapi kelihatannya mereka
tidaklah takut kepadanya.
“Mereka hanya mengiringi saja.......”
“Hmmm Bu Tek Seng Ong berarti yang bertanggungjawab atas
200 nyawa anggota Kaypang di Kauw It San. Benarkah
demikian....? atau karena kalian takut menerima akibat dari
perbuatan tersebut.....”? kejar orang itu dengan tetap memandang
wajah Mo Hwee Hud meminta kepastian.
Mendengar kata “takut”, perasaan dan harga diri Mo Hwee Hud
langsung tergelitik dan karena itu, dengan suara gagah dia
berkata:
“Utusan Pencabut Nyawa dan para pemimpinnya yang adalah
murid-muridku berani berbuat sudah pasti berani
bertanggungjawab. Memang benar, Utusan Pencabut Nyawa ikut
ambil bagian untuk menghancurkan Kaypang di Kiauw It San,
siapa yang takut dan kepada siapa kami takut....”?
“Bagus...... bagus, sungguh beruntung kami bertemu sebagian
pembunuh berdarah dingin itu disini, di tempat kami sedang
beristirahat. Bentuk Kan Kauw Kai Tin dan mari kita balaskan
1963
dendam para saudara kita........ pantangan membunuh dinyatakan
dibuka. Sebagaimana mereka menghabiskan saudara-saudara
kita di Kauw It San, maka sebegituah mereka akan menerima
pembalasannya.... kemanapun Utusan Pencabut Nyawa pergi,
kesana Khong Sim Kaypang pergi mengejar.......” berkata sang
pemimpin sambil mengangkat tangan sebelah kanan.
Kelihatannya itu adalah tanda dan isyarat ataupun sejenis
komando untuk melakukan sesuatu. Apalagi jika bukan komando
menyerang.
Dan benar saja, dalam waktu singkat ketujuh orang pengemis
berbaju putih yang dapat belakangan sudah bersedia dan bersiap
dalam posisi yang boleh dibilang seperti bukan sebuah tin
(barisan). Sebelum mereka bergerak, tiba-tiba pemimpin mereka
kembali berteriak dengan suara keras:
“Masing-masing pergunakan karung penangkap anjing, yang
kaum perempuan di pihak mereka adalah manusia-manusia yang
sangat beracun......”
“Siap.......” terdengar jawaban serentak 7 orang pengemis yang
sudah membentuk sebuah barisan yang tidak terlihat
keteraturannya. Senjata mereka hanya sebuah kantong kecil
yang mereka sebut KARUNG PENANGKAP ANJING, entah dari
1964
bahan apa, tetapi tidak terlihat istimewa. Nampak seperti karung
biasa saja, tetapi berwarna putih berkilau keemasan, disitulah
letak keanehannya. Bagaimana tidak aneh, warna karung mereka
jelas adalah putih, tetapi kilaunya yang tertangkap mata telanjang
justru adalah kilau keemasan. Aneh memang terdengar. Tetapi
selebihnya, tidak ada lagi hal yang aneh dan menarik dari benda
yang mereka sebut Karung Penangkap Anjing yang menjadi
senjata mereka itu. Senjata yang secara khusus untuk
menghadapi racun Sam Boa Niocu seperti peringatan pemimpin
mereka yang berbicara cukup jelas tadi.
Sementara itu Sie Lan In terlihat kaget dan amat terkejut.
Pertama, karena Sie Lan In sama sekali belum pernah
mendengar dan tahu adanya kelompok ini, kelompok pengemis
yang aneh itu. Dan juga, dia belum pernah meihat ataupun
mendengar adanya Karung Penangkap Anjing yang rada aneh
dari kaum Kaypang ataupun kelompok pengemis lain. Dan kedua,
menjadi pertanyaan Sie Lan In ialah, apakah mampu mereka
menahan dan menggempur Utusan Pencabut Nyawa yang pada
saat itu berjumah lebih dari nyaris 150 orang itu? bahkan mungkin
saat itu ada sekitar 200 orang jumlahnya. Soalnya, pada saat itu
hanya 10 orang dari pendatang itu yang akan melakukan
1965
perlawanan melawan 200 orang, belum lagi pemimpin atau tokoh
Utusan Pencabut Nyawa yang memiliki seorang Mo Hwee Hud.
Memang, meskipun ada 3 tokoh mereka yang lain, tetapi Sie Lan
In belum sanggup melihat bahwa ketiga tokoh itu akan mampu
dan berkesanggupan menandingi seorang Mo Hwee Hud yang
amat digdaya itu. Belum lagi disana ada juga Nenek Sam Boa
Niocu yang selain hebat ilmu silatnya, juga memiliki ilmu melepas
racun yang sangat hebat dan berbahaya. Dan terakhir, adapula
tiga orang lain yang tidak kurang hebat dan berbahayanya. Murid
kepala Mo Hwee Hud dan istrinya serta murid keduanya. Hal lain
lagi yang juga sedang dipikirkan Sie Lan In saat itu adalah, akan
berada dimana posisi mereka bertiga jika dua kekuatan yang
bertemu itu melangsungkan pertempuran mati-matian?
Namanya saja karung, tetapi jika seorang Sie Lan In sama sekali
tidak tahu dan tidak paham terbuat dari bahan jenis apakah yang
dinamakan “karung penangkap anjing” itu. Sama halnya dengan
Tio Lian Cu yang juga punya keheranan dan pertanyaan yang
sama mengenai para pendatang dan karunbg uniknya itu. Tetapi,
dipihak lain, wajah Nenek Sam Boa Niocu terlihat berubah hebat
setelah melihat ketujuh orang itu kini sudah membekal “Karung
Penangkap Anjing” yang dimaksud. Bahkan, terdengar mulutnya
mendesiskan sesuatu yang tidak dapat didengar banyak orang,
1966
kecuali hanya terdengar oleh Mo Hwee Hud seorang yang
memang berada tepat disamping kirinya:
“Accchhhh, tidak salah lagi, karung mereka itu terbuat dari bahan
kulit Kim Lian Su (Ular Emas Beracun) yang sangat langka dan
mujijat,,,, tidak akan berguna ilmu racunku menghadapi mereka.
Engkau harus mengupayakan jalan lain, adu ilmu, taktik dan
kekerasan untuk dapat menang......”
Desisan Sam Boa Niocu membuat Mo Hwee Hud tercekat. Dia
sendiri mengerti dan tahu kehebatan kulit ular emas beracun dari
istrinya, Sam Boa Niocu ini. Ular langka yang hidup berkelompok,
tetapi dapat hidup sampai ratusan tahun, namun sangat sulit
ditemukan di tempat biasa. Ular ini sangat beracun, tetapi kulit
mereka justru adalah obat mujarab dan anti terhadap segala
racun. Tadinya, Mo Hwee Hud sudah berpikir bahwa dia akan
meracuni semua lawannya termasuk ketiga lawan muda yang
sangat merepotkan itu lewat Sam Boa Niocu. Tetapi, desisan Sam
Boa Niocu membuat rencananya itu terlihat menjadi sangat sulit
untuk dapat dijalankan. Tokoh licik yang penuh akal muslihat dan
penuh pengalaman itu kemudian memutar otak bagaimana
menghadapi perkumpulan Khong Sim Kaypang yang dibantu
ketiga anak muda sakti yang mereka lawan tadi.
1967
Keadaan bertambah ruwet baginya, karena belum lagi dia
memberi perintah kepada anak buahnya apa yang akan
dilakukan, lawan justru bertambah lagi kekuatannya dengan pulih
dan sembuhnya Khong Yan. Pada saat itu terlihat Khong Yan
sudah menyelesaikan konsentrasinya dalam mengobati dirinya
sendiri karena lukanya memang tidaklah terlampau berat. Apalagi
dia selalu membekal obat mujarab yang diterimanya dari Thian
Liong Koay Hiap/Koay Ji. Maka bisa dipahami jika Khong Yan
dapat beroleh kesembuhan dalam waktu yang tidak cukup
panjang. Dan yang juga amat penting adalah, hawa sinkang Pouw
Tee Owe Yap Sian Sinkang seperti juga Toa Pan Yo Hian Sinkang
memiliki keampuhan dalam proses penyembuhan. Dengan
terutama yang dapat diobati dengan iweekang itu adalah lukaluka
dalam atau luka akibat benturan iweekang. Bahkanpun jika
beroleh waktu yang cukup panjang dan memadai, justru akan
mampu menambah kekuatan iweekang seorang yang terluka
parah dan kelak dapat beroleh kesembuhannya.
Tetapi, siapa sebenarnya rombongan yang datang mengacaukan
rencana Mo Hwee Hud itu? Rombongan yang bukan hanya
mengacaukan, tetapi juga membuatnya menjadi agak khawatir
dengan kesuksesan rencana besar mereka. Barisan dan tokohtokoh
yang datang memang benar adalah kelompok pengemis
1968
yang berasal dari Khong Sim Kaypang. Tetapi apa dan siapa
kelompok pengemis yang bernama Khong Sim Kaypang ini?
Khong Sim Kaypang (Perkumpulan Pengemis Hati Kosong)
adalah perkumpulan pengemis yang usianya sudah sangat tua,
bahkan masih mendahului terbentuknya Kaypang yang ada
dewasa ini. Lebih 200 tahun silam, ketika kaum pengemis terbagi
bagi dalam berapa organisasi pengemis sebelum akhirnya
bersatu dibawah nama Kaypang, ada salah satu organisasi
Pengemis yang terkenal, yakni Khong Sim Kaypang. Organisasi
ini didirikan oleh seorang Pengemis Lihay yang bernama Khong
Sim Sinkay (Pengemis Sakti Hati Kosong). Tokoh ini
mendirikannya dengan maksud membela kepentingan kelompok
dan kaum pengemis yang sering disebut jembel dan dipandang
dengan teramat rendah oleh masyarakat. Tetapi, Organisasi ini
selalu membantu dan membela kaum pengemis tanpa pamrih,
malah sering membantu dari balik kegelapan. Sangat sedikit
tokoh yang mengetahui jejak dan keberadaan organisasi
misterius ini. Itupun terjadi karena memang organisasi ini
menutup diri dari pergaulan dengan dunia luas.
Sejak kehadiran Kaypang yang secara terang-terangan
mengumpulkan sekaligus mengorganisasikan kaum pengemis,
situasi berubah. Pasang dan surut kehadiran Kaypang dan
1969
pembelaan mereka atas kelompok pengemis membuat Khong
Sim Kaypang pada akhirnya tidak banyak menonjolkan diri di
dunia persilatan. Bahkan belakangan sudah dikira musnah dan
lenyap, dan hanya tokoh-tokoh tua belaka yang tahu sejarah dan
kisah mereka. Mo Hwee Hud termasuk yang paham serta
mengetahui sejarah kelompok ini, dan karena itu dia terlihat rada
jeri menghadapi kelompok itu secara langsung.
Kelompok ini sesuai namanya memang tidak punya pamrih
kecuali menolong dan membantu kaum pengemis. Hanya
sesekali mereka munculkan diri mereka, dan biasanya pada
kejadian yang amat menggemparkan. Terakhir mereka
munculkan diri adalah pada kurang lebih 70 tahun silam ketika
Kaypang mengalami perpecahan dan diserbu atau diganggu oleh
pihak luar yang menyusup. Pertarungan antar kaum pengemis
membuat nyaris 350 korban tewas diantara kaum pengemis,
bahkan mungkin angkanya melebihi 350 korban. Atas
kemunculan kelompok Khong Sim Kaypang, pada akhirnya badai
besar di Kaypang dapatlah diatasi dan malah merekapun sempat
mengutus seorang jago dari Khong Sim Kaypang untuk dapat
memimpin sementara Kaypang hingga organisasinya kembali
kuat. Setelah itu, tidak ada lagi kabar mengenai kelompok rahasia
ini.
1970
Yang membuat organisasi mereka amat rahasia adalah karena
sejak awal tokoh-tokoh mereka adalah tokoh-tokoh rahasia yang
sangat berbakat dan terpilih secara khusus. Proses keterpilihan
mereka bukanlah secara acak ataupun sembarangan, tetapi lewat
proses yang ketat dan sangatlah misterius. Sejak jaman dahulu
ketika baru didirikan oleh Khong Sim Sinkay sendiri, paling
banyak anggota mereka adalah 25 orang dan selalu dipimpin oleh
tokoh tertua diantara para anggota. Jumlah mereka yang terbatas
dan bergerak misterius tanpa diketahui oleh sesama warga Rimba
Persilatan Tionggoan memang luar biasa. Seperti misal tiga orang
pemimpin yang datang dan bertemu Mo Hwee Hud, tidak ada
yang dapat mengenali ketiganya. Padahal, kepandaian mereka
terlihat rata-rata masih setingkat dengan gabungan Tam Peng
Khek dan istrinya Gi CI Hoa. Bagaimana mungkin mereka terus
dapat bergerak tanpa dapat terlacak siapa saja mereka itu?
Kemunculan Khong Sim Kaypang sekali ini adalah atas kejadian
yang sangatlah menggemparkan di Kauw It San, dimana Pangcu
Kaypang dan Hu Pangcu terbunuh bersama lebih 200 orang kaum
pengemis. Peristiwa yang amat menggemparkan itu sudah
membuat Mo Hwee Hud merasa gelisah karena merasa tindakan
Bu Tek Seng Ong sudah melampaui batas. Bahkan dia
memprediksi tindakan tersebut bakal mengundang dan
1971
membangunkan naga tidur. Ddan memang itu yang kemudian dia
hadapi saat ini. Sialnya lagi, justru dia orang yang duluan
langsung bertemu dan bertarung dengan kelompok misterius
Khong Sim Kaypang. Dan mereka yang datang pada saat itu, Tui
Hong Khek Sinkay (Pengemis Sakti Pengejar Angin) yang berusia
sekitar 55 tahun bertubuh pendek berisi, Tiang Seng Lojin (Kakek
Panjang Usia) berusia sekitar 64 atau 65 tahun, bertubuh tinggi
namun kurus dan Kim Jie Sinkay (Pengemis Sakti Berjari Emas).
Tokoh terakhir ini berdiri di sebelah kanan tokoh tertua dan terlihat
wajahnya bercahaya, tanda kepandaiannya pastilah amat hebat
dan sakti mandraguna.
Bersama ketiga orang tokoh ini, juga datang 7 orang Pengemis
berusia pertengahan dan mereka adalah bagian dari 25 tokoh
Khong Sim Kaypang yang amat misterius dewasa ini. Satu hal
lagi, semua tokoh Khong Sim Kaypang memiliki kemampuan
untuk membentuk barisan yang istimewa bernama Kan Kauw Kai
Tin (Barisan Pengemis Pengejar Anjing). Barisan ini pada 70
tahun silam sudah munculkan diri dan biasa dibentuk oleh minimal
7 (tujuh) orang dan paling ampuh jika diisi oleh 9 (sembilan)
ataupun 11 (sebelas) orang. Namun diisi 7 orang masih tetap
ampuh dan sanggup melawan keroyokan ratusan orang sekalipun
merasa tanpa takut akan dapat terkalahkan. Apalagi karena
1972
mereka yang membentuk barisan itu rata-rata berkemampuan
sangat tinggi dan juga merupakan tokoh-tokoh rimba persilatan
yang misterius dan jarang menampilkan diri. Maka, wajar jika Mo
Hwee Hud sendiri merasa perlu berhati-hati berhadapan dengan
perkumpulan misterius ini. Bahkanpun dia sudah mulai merasa
was-was.
“Serang....” dan komando itupun terdengar dari tokoh Khong Sim
Kaypang yang ada dan berdiri di tengah, Tiang Seng Lojin (Kakek
Panjang Usia). Dan seiring dengan turunnya perintah menyerang
itu, tokoh sebelah kiri yang pendek berisi Tui Hong Khek Sinkay
(Pengemis Sakti Pengejar Angin) ikut begerak mengiringi Kan
Kauw Kai Tin (Barisan Pengemis Pengejar Anjing). Sementara itu,
tokoh yang tinggi dan gagah perkasa Kim Jie Sinkay (Pengemis
Sakti Berjari Emas) tetap berdiri disamping kanan Tiang Seng
Lojin.
Sekilas barisan Kan Kauw Kai Tin bergerak serabutan, mirip
sekelompok manusia yang sedang mengejar-ngejar seekor anjing
dan akan menangkapnya. Serabutan dan seperti tidak memiliki
keteraturan. Tetapi, dalam tempo singkat, tiba-tiba jeritan
terdengar di empat titik, karena gerakan pertama mereka sudah
berhasil melukai 4 orang lawan dan membunuh 2 orang lainnya.
Luar biasa. Mo Hwee Hud yang dapat melihat keanehan barisan
1973
lawan sudah dengan segera melirik kearah Tam Peng Khek dan
kemudian mengangguk. Dan terdengarlah teriakan Tam Peng
Khek guna memberi perintah kepada pasukannya:
“Habisi musuh-musuh kita.......”
Seiring dengan teriakan itu, Tham Peng Khek melirik Ong Keng
Siang untuk turun ke arena guna membantu barisan Utusan
Pencabut Nyawa. Tetapi, jika Barisan Utusan Pencabut Nyawa
yang dimainkan secara massal merupakan satu barisan yang
baru, maka Barisan Pengemis Pengejar Anjing adalah barisan
lama dan sudah menyatu dengan tokoh-tokoh Khong Sim
Kaypang. Karena itu, dalam waktu 10 menit saja, sudah 10 orang
dari Utusan Pencabut Nyawa yang terbunuh dan ada sekitar 15
orang lainnya terluka. Namun demikian 6 diantara mereka yang
terluka masih dapat dan berkemampaun untuk bertempur,
sementara 9 diantaranya terkapar tak bisa untuk melanjutkan
pertempuran lebih jauh lagi.
Mo Hwee Hud tersentak melihat betapa lihaynya barisan lawan,
tidak beraturan dan seperti main-main. Meskipun demikian, dalam
waktu yang relatif singkat, Utusan Pencabut Nyawa
bertumbangan dan semakin lama semakin banyak. Melihat hal
yang tak menyenangkan itu, Mo Hwee Hud akhirnya
1974
mengeluarkan teriakan yang terdengar seperti sebuah isyarat.
Tetapi, Tiang Seng Lojin berkata:
“Hahahahaha, panggil semua kawananmu, justru lebih baik
supaya tugas kami tak lama berkeluyuran di dunia persilatan
ini......”
Tetapi Sie Lan In, Tio Lian Cu dan Khong Yan nampak
mengerutkan kening. Karena mereka sadar, di pihak lawan
terdapat banyak sekali jago lihay dan jika berdatangan semuanya,
maka keadaan mereka akan semakin berbahaya. Tetapi, mereka
tentu saja tidak akan melarikan diri dalam suasana seperti itu,
karena bagaimanapun juga kedatangan kaum pengemis aneh ini
sudah membantu mereka bertiga dari bencana yang amat
mengerikan. Sepertinya Tiang Seng Lojin memahami
kekhawatiran Sie Lan In bertiga, karena itu, Kakek Panjang Usia
itu segera menoleh menghadapi mereka dan kemudian berkata
dengan suaran ramah, lunak dan terdengar sangat bersahabat di
telinga mereka bertiga:
“Janganlah khawatir sahabat-sahabat cilik mereka masih belum
memiliki cukup kemampuan untuk dapat membongkar atau
apalagi mengalahkan Barisan Pengejar Anjing kami ini. Bahkan
ditambah 200-300 orang Utusan Pencabut Nyawa lagi sekalipun.
1975
Bagus bagi kami, karena dapat sekaligus menagih rente dari
perbuatan mereka di Kauw It San..... hahahaha”
“Tapi Locianpwee, mereka masih memiliki beberapa jago lihay di
sekitar tempat ini, karena markas mereka berada tidak jauh di
sebelah sana” berkata Sie Lan In sambil arah darimana mereka
melarikan diri tadi.
“Hahaha, Pahlawan kami Kim Jie Sinkay (Pengemis Jari Emas)
belum turun tangan, kutanggung kemampuannya tidak berbeda
jauh dengan kemampuanmu kouwnio. Kalian bertiga sebetulnya
jika bertarung dengan tenang, tidak akan dapat diapa-apakan
setan Mo Hwee Hud itu, apalagi jika hanya istrinya yang lebih
berbahaya racunnya ketimbang ilmu silatnya itu. Tetapi, karena
kecerobohan kalian tadi, racun tanpa warna dan tanpa bau sudah
menyusup ketubuh kalian, terutama engkau dan engkau (sambil
menunjuk Khong Yan dan Tio Lian Cu). Nenek itu terlampau licin
jika kalian lawan dengan cara normal, dia punya seratus macam
cara untuk melepas racunnya, dan percayalah, kalian tidak tahu
kapan dia melepas racunnya...... kalian berdua, segera telan pil
ini, dan kelak, temui seseorang yang dapat membersihkan racun
itu dari dalam tubuh kalian berdua. Untuk dua bulan sampai tiga
bulan ini, racun itu tidak akan bekerja, tetapi lambat laun, pada
saatnya, kalian tak akan dapat disembuhkan ketika racun itu mulai
1976
bekerja. Ingat temui orang yang berkemampaun untuk
membersihkan racun ditubuh kalian itu”
“Bangsat, sungguh lancang engkau..” terdengar Sam Boa Niocu
menggerung marah karena siasat liciknya terbongkar lawan. Dia
tahu benar, dengan memiliki Kim Lian Su, pastilah kaum Khong
Sim Kaypang memiliki penawar racun maut yang dilepas dan
ditujukannya kepada Tio Lian Cu, Khong Yan dan Sie Lan In.
Hanya, karena Sie Lan In sudah mengerahkan iweekang dan
belakangan pedang pusakanya, maka dia tidak sampai terkena
pengaruh racun itu. Tetapi Tio Lian Cu dan Khong Yan yang
dalam keadaan tidak siaga terhadap racun, tanpa terasa sudah
kemasukan racun maut yang sangat berbahaya itu. Bahkan
sampai mereka diberitahu oleh tokoh Khong Sim Kaypang itu baru
mereka tahu.
Sementara itu, Sam Boa Niocu yang sudah murka, menerjang
kearah Tiang Seng Lojin tanpa dapat dicegah oleh Mo Hwee Hud.
Mo Hwee Hud pada saat itu sedang memperhatikan arena dan
menyaksikan semakin banyak anggota Utusan Pencabut Nyawa
terkalahkan, jika bukan mati, ya terluka berat. Tetapi, dia segera
tersenyum setelah tahu bahwa bantuan pihaknya sudah akan tiba
tidak lama lagi. Tetapi, tetap saja dia terkejut ketika menyadari
bahwa Sam Boa Niocu, kekasih ataupun istrinya sudah turun
1977
tangan. Dia tidak sempat mencegah. Karena toch, dia juga tahu,
Sam Boa Niocu bukanlah tokoh sembarangan. Diapun melirik dan
melihat bagaimana Nenek Sam Boa Niocu menyerang dengan
pukulan mematikan serta diiringi dengan serangan racun yang
amat jahat. Bukan hanya satu jenis racun, tapi berapa jenis racun
sekaligus yang ditujukan kepada Tiang Seng Lojin dan Kim Jie
Sinkay yang berdiri sebelah menyebelah.
Bukan Tiang Seng Lojin, tetapi Kim Jie Sinkay yang bergerak
menyambut sekaligus memukul balik Nenek Sam Boa Niocu.
Tokoh itu menggerakkan kedua lengannya secara bergantian,
lengan pertama menangkis pukulan Sam Boa Niocu, sementara
lengan kedua mengibaskan Karung Penangkap Anjing. Sungguh
hebat gerakannya dan juga kekuatan yang dikerahkannya, maka
terdengar dua bunyi yang berbeda dalam waktu nyaris
bersamaan:
“Dukkkkk,,,,,,, sretttttt,,,,, sretttttttt”
“Racun Tanpa Bayangan, Kim Coa Cee Lwe (Ular Api Emas)....”
“Tong Cu Sin Kang (Tenaga Sakti Anak Perjaka)”
Seruan pertama keluar dari mulut Tiang Seng Lojin, sementara
seruan kedua dari mulut Mo Hwee Hud. Memang benar, ada dua
1978
racun maha hebat dan sangat jarang muncul di dunia persilatan
yang dilepaskan oleh Nenek Sam Boa Niocu, sangat berbahaya
dan sangat mematikan. Tetapi Karung Penangkap Anjing
memang benar mujarab dan Racun Tanpa Bayangan serta Ular
Api Emas yang dilepas Sam Boa Niocu terlihat punah dengan
mudahnya. Bahkan Ular Api Emas yang hanya sebesar jari
kelingking gadis muda terlihat menggeliat-geliat di tanah dan tak
lama kemudian hangus terbakar. Hanya saja, hebatnya ialah
nyaris seluruh tumbuhan, rumput atau apapun di sekeliling
bangkai ular itu ikut hangus terbakar dan akhirnya terlihat
meninggalkan hamparan tanah gersang dengan diameter kurang
lebih 30 cm. Bisa dibayangkan betapa berbisanya serta betapa
beracunnya ular kecil mungil yang tadi dilepas Nenek Sam Boa
Niocu tersebut.
Tetapi, teriakan seorang Mo Hwee Hud sendiripun mendatangkan
rasa keterkejutan bagi semua orang di sekitar arena. Tong Cu
Sinkang (Tenaga Sakti Perjaka) adalah Iweekang misterius yang
dapat dilatih sempurna, berhawa khas Yang Kang atau Keras.
Tetapi jika melatih ilmu itu sama dengan merelakan keperjakaan
untuk dijaga secara abadi dan sama sekali tidak boleh
berhubungan dengan wanita. Jika pantangan itu dilanggar, maka
bisa dipastikan bukan hanya iweekang itu akan buyar melainkan
1979
juga mengancam organ-organ dalam tubuh manusia. Tingkat
yang tadi ditunjukkan oleh Kim Jie Sinkay adalah tanda-tanda
tokoh itu sudah mencapai titik sempurna dari Ilmu Sakti Perjaka.
Mo Hwee Hud tadi sangat tersentak karena sama artinya dengan
dia menemukan lawan setanding dalam diri tokoh yang terlihat
gagah perkasa dari Khong Sim Kaypang itu.
Sam Boa Niocu melihat upayanya gagal dan dipastikan memang
sudah benar jika Karung Penangkap Anjing terbuat dari Kim Lian
Su, menjadi takut dan keder dengan sendirinya. Semua racunnya
akan sulit melawan Kim Lian Su yang dianggap lawan dari semua
hewan dan benda beracun. Sementara pukulan lawan tadi cukup
buat dirinya paham dan tahu bahwa lawan masih sedikit berada
di atasnya bahkan bukan tidak mungkin setanding dengan
kekasih atau suaminya, Mo Hwee Hud. Sementara itu Kim Jie
Sinkay sudah kembali berdiri tegak dan memandang Sam Boa
Niocu sambil tersenyum. Tidak nampak dia bangga dan sombong
dengan apa yang baru saja dia lakukan. Senyumnya tetap tidak
berubah, pandangan matanya tetap saja gagah dan
membayangkan kepercayaan dirinya yang tebal. Berbeda dengan
Nenek Sam Boa Niocu yang sudah jeri sendirinya.
Sementara itu Mo Hwee Hud terlihat tersenyum karena pada saat
bentrokan terjadi antara Sam Boa Niocu dengan Kim Jie Sinkay
1980
tadi, dua orang kembali memasuki arena. Bahkan bukan cuma itu,
karena bersama dengan dua orang itu, melimpah datangnya
Utusan Pencabut Nyawa yang langsung mengurung Barisan
Pengemis Pengejar Anjing. Tapi anehnya, meski kedatangan
musuh sama banyak dengan yang mereka lawan sebelumnya,
atau bahkan mungkin malah lebih banyak lagi, tetapi Barisan
Pengemis itu tidaklah terlihat takut ataupun kewalahan. Mereka
sudah berhasil menjatuhkan sampai 40 lebih Utusan Pencabut
Nyawa saat itu, dan setengah dari jumlah itu sudah binasa,
selebihnya terluka dan tak bisa bertarung lebih jauh lagi. Sudah
cacat.
Yang membuat Mo Hwee Hud tertawa adalah munculnya Liok
Kong Djie bersama dengan Mindra, bantuan yang membuatnya
bersemangat kembali karena dua hal. Pertama, kemampuan Liok
Kond Djie yang setanding dengannya tentu saja adalah hal yang
amat menggembirakan dan diharapkan mampu memukul tokohtokoh
yang berdiri kokoh dan sombong dihadapannya. Kedua,
kemampuan Ilmu Sihir Mindra akan dia manfaatkan untuk
mengurangi kegarangan dan kehebatan Barisan mujijat para
Pengemis Khong Sim Kaypang itu. Dan terakhir, datangnya
bantuan nyaris 200 Utusan Pencabut Nyawa diharapkan mampu
menjadi dorongan moril kawan-kawan mereka yang sudah
1981
banyak berjatuhan. Sudah nyaris sepertiga dari jumlah awal yang
jatuh menjadi korban, dan jika dibiarkan, bakalan sangat
berbahaya dan amat riskan karena mengurangi jumlah kekuatan
menjelang pertempuran hidup mati di Pek In San kelak, dalam
waktu dekat.
“Mindra,,,,,,,, “
“Suhu, siap menerima perintah......” jawab Mindra yang datang
bersama Liok Kong Djie dan ratusan Utusan Pencabut Nyawa.
“Dapatkah engkau menggunakan kemampuanmu sihirmu untuk
bisa mengacaukan konsentrasi Barisan Pengemis itu,,,,,”?
“Baik Suhu,, akan segera kucoba, mudah-mudahan mereka tidak
cukup siap dengan serangan yang mengacaukan konsentrasinya”
Awalnya Tiang Seng Lojin tidak mengerti dan hanya memandangi
Mindra yang berjalan ke bagian belakang dengan dilindungi Mo
Hwee Hud dan kawan-kawannya. Tetapi, ketika melihat Mindra
mulai merapal Ilmu Sihirnya dan suasana magis terasa mulai
memenuhi daerah itu, dan secara lebih khusus area bertarung
dari Barisan Pengemis Pengejar Anjing, maka sadarlah dia.
Apalagi ketika merasakan betapa semakin lama semakin
menguatnya arus serangan sihir tersebut, maka dia segera yakin
1982
bahwa kekuatan yang sebesar itu masih belum sanggup buat
dilawannya seorang diri saja. Tetapi, tentu saja dia tidaklah
menjadi terkejut dan panik, justru dengan perlahan dia berbisik
kepada Kim Jie Sinkay dan kemudian diapun berteriak kepada Tu
Hong Khek Sinkay:
“Masuk kedalam barisan, siapkan Nyanyian Laksaan Anjing
Menyalak.....” didahului olehnya sendiri dengan meninggalkan
Kim Jie Sinkay berempat bersama Sie Lan In, Tio Lian Cu dan
Khong Yan. Sebelum masuk ke barisan dia masih sempat berbisik
kepada Sie Lan In bertiga:
“Hadapi lawan-lawan kalian secara tenang, jangan sampai
terpancing untuk menang secepatnya dan jangan terpancing
emosimu. Pertarungan ini akan memakan waktu yang sangatlah
panjang, tetapi akan ditentukan oleh Barisan Pengemis Pengejar
Anjing. Sekali lagi, Ingat pesan lohu, hati-hati dan tenang, kalian
tidak kalah jauh dari tokoh-tokoh bangkotan yang memang sudah
sakti sejak dahulu kala. Hanya melalui ketenangan dan
menguasai emosi kalian akan mampu bertahan......”
Dan ketika Tiang Seng Lojin dan Tu Hong Khek Sinkay masuk,
mereka tidak ikutan dalam sayap yang terus menerus menyerang
lawan-lawan mereka, sebaliknya mereka mengambil posisi di
1983
tengah barisan. Dan kemudian, terdengarlah seruan orang tua itu
dari dalam barisan:
“Nyanyian Laksaan Anjing Menyalak,,,,,,,”
Dan sebelum Barisan Pengemis berbuat lebih jauh, tiba-tiba
terdengar seruan yang sangat berwibawa, masih lebih mengaung
dan membius ketimbang teriakan Tiang Seng Lojin barusan:
“Hahahahaha, inilah Pasukan Naga Api yang akan membakar dan
menghanguskan kalian semua,,,,,,,” teriakan yang penuh hawa
mujijat itu luar biasa. Kekuatan sihir yang amatlah besar melanda
daerah itu, tetapi meskipun secara khusus hanya untuk
menyerang Barisan pengemis, tetapi tetap saja orang-orang
Utusan Pencabut Nyawa terdekat sejenak ikut-ikutan
terpengaruh. Akibatnya merekapun terdiam dan menjadi ngeri
melihat munculnya Pasukan Naga Api yang sangat menyeramkan
dan siap memangsa siapapun disitu.
Untung saja pada saat itu Barisan Pengemis sudah mulai
mengerahkan iweekang dan mulai memasuki unsur kekuatan
yang disatukan. Sesuatu sangatlah dibutuhkan untuk dapat
mengembangkan Irama Lagu Selaksa Anjing Menyalak, juga
sebuah unsur kekuatan sihir yang dimainkan oleh sebuah barisan.
1984
Karena itu, meski mereka sempat terpojok dan terpesona dengan
munculnya Naga Api yang menyeramkan, tetapi mereka tetap
menguatkan hati dan memusatkan pikiran. Tidak lama, karena
beberapa saat kemudian, tiba-tiba terdengarlah bunyi yang
sangat ramai bergaung dan melawan ilmu sihir Mindra. Suara itu
perlahan-lahan mulai menyela bahkanpun kemudian meningkahi
suara berwibawa Mindra dan muncullah rabuan anjing menyalak
melawan pasukan naga api.
Pertarungan seterusnya menjadi sangat menarik, tetapi jauh lebih
merugikan pihak Utusan Pencabut Nyawa. Karena meski
bertarung dengan kekuatan sihir, tetapi tetap saja Barisan
Pengemis Pengejar Anjing melakukan gebukan, serangan serta
bahkan serbuan ke barisan mereka. Akibatnya, kembali dalam
waktu singkat ada sekitar 15 orang terbunuh dan terluka,
khususnya mereka yang belum siap dan siaga akibat pengaruh
sihir yang dilontarkan Mindra. Ditambah dengan irama lagu yang
teramat merusak pendengaran, yakni “Laksanaan Anjing
Menyalak” maka tambah nelangsalah mereka. Dan sebagai
akibatnya, kembali korban berjatuhan yang justru di pihak Utusan
pencabut Nyawa. Hanya, nyawa mereka memang tidak dihitung
terlampau mahal oleh Mo Hwee Hud, dan dia beranggapan
1985
korban tersebut cukup masuk diakal di tengah pertempuran
seperti itu.
Dan, pertempuran yang anehpun segera tersaji. Mindra melawan
Barisan Pengemis Pengejar Anjir yang merupakan tarung
kekuatan sihir disatu sisi, dan juga barisan Pengemis Pengejar
Anjing melawan Utusan Pencabut Nyawa. Pertarungan sihir yang
seru terjadi antara Tiang Seng Lojin dan Tui Hong Khek Sinkay
juga dalam dukungan kekuatan Barisan itu melawan Mindra.
Tetapi, karena pada saat bersama Barisan itu melawan Utusan
Pencabut Nyawa yang diperankan oleh 7 Pengemis Khong Sim
Kaypang, maka pertarungan tersebut menjadi ramai. Secara
perlahan Utusan Pencabut Nyawa mulai lebih sedikit berkurang
korbannya, tetapi mereka sering kebingungan karena Irama
Anjing Menyalak banyak merusak konsentrasi mereka.
Untungnya pada saat itu, Barisan Pengemis Penangkap Anjing
juga terbagi menjadi dua konsentrasi bertarung mereka. Karena
pemimpin mereka saat itu sedang bertarung Ilmu Sihir melawan
Mindra.
Jika Barisan Pengemis hanya menyatukan kekuatan melawan
Mindra, mereka pasti masih dapat memenangkan pertarungan,
tetapi karena harus berbagi konsentrasi melawan Utusan
Pencabut Nyawa, maka kekuatan mereka menjadi sama kuat.
1986
Bisa dibayangkan hebatnya Ilmu Sihir Mindra yang sendirian
melawan paduan Tiang Seng Lojin bersama Tui Hong Khek
Sinkay dan masih dibantu oleh efek pengerahan kekuatan bersatu
dari Barisan Pengemis Pengejar Anjing. Tetapi, lama kelamaan
semakin jelas, bahwa perang Ilmu Sihir dimana Pasukan Naga
Api menghadapi Ilmu Irama Anjing Menyalak sulit untuk saling
mengalahkan, tetapi terus saling libas dan saling tindih.
Sementara pertarungan antara Utusan Pencabut Nyawa melawan
7 pengemis lain dari Barisan Pengemis, tetaplah masih sedikit
lebih unggul Barisan Pengemis. Buktinya, meski tidak sebanyak
tadi, tetapi tetap saja Utusan Pencabut Nyawa terus menerus
jatuh korban dan mengalami kerugian dari waktu ke waktu. Meski
lebih lamban dan lebih seidkit korbannya.
Mo Hwee Hud menggeram besar ketika melihat kenyataan itu.
Buat Mindra dapatlah dia maklumi, karena seorang diri belaka
melawan Barisan Pengemis. Tetapi Utusan Pencabut Nyawa
benar-benar membuatnya patah arang, meski jumlah mereka
amat besar dan jauh lebih banyak, tetapi tetap saja sulit untuk
diandalkan memenangkan pertarungan melawan Barisan
Pengemis. Memang, jika menghadapi musuh biasa dari
perguruan menengah kebawah, mereka memang sangat berguna
besar. Tetapi ketika mereka harus menghadapi lawan seperti Lo
1987
Han Tin dan Barisan Pengemis ini, mereka benar-benar masih
belum dapat diandalkan. Masih terlampau jauh beda dan
jaraknya, karena jika sampai tidak ada Mindra pada saat itu,
mereka pasti akan terbasmi habis dalam waktu singkat. Tapi,
tentu saja Utusan Pencabut Nyawa harus diselamatkan, demikian
yang dipikirkan Mo Hwee Hud.
Sayangnya, langkah Mo Hwee Hud segera tertahan ketika Kim
Jie Sinkay bersama ketiga “kawan baru” dari pihak Khong Sim
Kaypang, yakni Sie Lan In, Khong Yan dan Tio Lian Cu keburu
mencegatnya. Kim Jie Sinkay bahkan sudah berkata dengan
suara yang tidak terdengar takut dan malah bernada menantang
dan dengan suara gagah berani diapun berkata:
“Locianpwee, biarkan mereka bertarung secara adil. Jika memang
Locianpwee amat berkeinginan untuk ikut bertarung, maka ada
kami yang dapat melayanimu. Kita boleh bertarung secara adil
disini..”
“Hmm, apakah engkau mengira bahwa dengan menguasai Ilmu
Tong Cu Sinkang (Tenaga Sakti Perjaka) sudah dapat dan layak
engkau menjadi lawanku saat ini.....”? berkata Mo Hwee Hud
dengan sombong dan pongahnya. Tetapi Kim Jie Sinkay yang
1988
tahu persoalan yang dihadapi agak pelik dan berbahaya diam saja
dan berkata dengan suara tenang:
“Belum tentu juga cayhe akan kalah bertarung melawanmu
locianpwee,,,,,,,” berkata Kim Jie Sinkay dengan wajah tetap
tenang. Bahkan kini sikapnya sudah terlihat rada menantang jago
tua bangkotan itu.
“Jika begitu, majulah,,,,,,” Mo Hwee Hud yang sudah tidak sabar
karena Utusan Pencabut Nyawa tetap saja jatuh beberapa korban
saat melawan Barisan Pengemis pada akhirnya mengeluarkan
tantangan.
“Lopeh, ijinkan aku menghadapi bangkotan tua yang sombong
ini.....” belum lagi Kim Jie Sinkay bergerak Sie Lan In yang sudah
sejak tadi penasaran dan ingin melawan kakek itu sudah bergerak
dan langsung menyerang. Tetapi pada saat bersamaan dia
berbisik kepada Kim Jie Sinkay, “Nenek Sam Boa Niocu yang
lihay itu sungguh sulit dilawan racunnya, menurutku yang tepat
untuk melawannya adalah Lopeh, dan harus diupayakan untuk
menaklukkannya.......”
Benar juga pikir Kim Jie Sinkay. Nenek Sam Boa Niocu dengan
ciri khas racunnya yang amat berbahaya terlampau sulit dilawan,
1989
karena itu diapun memutuskan untuk melawan si Nenek
berangasan itu saja. Sementara itu, Tio Lian Cu sudah sejak awal
selalu memperhatikan gerak-gerik Liok Kong Djie, mahluk tua asal
Hoa San Pay. Dan dia sangat ingin melawan tokoh tua
perguruannya dan sekaligus menjajaki, seperti apa kepandaian
tokoh Hoa San Pay yang konon memang tergila-gila belajar ilmu
silat dan amat pintar itu. Saking fanatik dan tergila-gila, dia sampai
menyalahi aturan dan dikeluarkan dari Hoa San Pay. Tidak mau
memperoleh lawan lain, maka akhirnya dia maju selangkah dan
menantang:
“Mohon kesediaan Locianpwee Liok Kong Djie untuk melawanku.
Dan karena pada saat ini kita sedang berdiri pada posisi yang
berlawanan atau berseberangan, maka selaku orang lebih muda,
kutantang Locianpwee Liok Kong Djie untuk mengadu kekuatan
masing-masing........” sambil berkata demikian Tio Lian Cu maju
kedepan menunggu Liok Kong Djie maju menghadapinya.
Sementara itu, melihat Mo Hwee Hud mampu dan bersedia
bertarung dengan lawan yang masih muda dan terlihat seperti
melawan musuh yang setanding, Liok Kong Dji jadi tertarik. Dia
menduga Tio Lian Cu yang berani menantangnya mestinya sama
dengan lawan Mo Hwee Hud, berkepandaian tinggi dan
mendatangkan rasa ingin bertarungnya. Dan itulah sebabnya
1990
dengan tidak ragu diapun maju dan menerima tantangan Tio Lian
Cu tanpa menyadari bahwa dia sedang berhadapan dengan tokoh
muda dari perguruan asalnya, Hoa San Pay. Bahkan tokoh muda
yang adalah Ciangbudjin Hoa San Pay sendiri. Dia baru terkejut
ketika akhirnya dia menerima serangan-serangan berbahaya dari
Tio Lian Cu yang menggunakan Ilmu Hoa San Pay dengan
penguasaan yang amat hebat, sempurna dan sungguh tidaklah
jauh berada dibawah pemahaman dan penguasaannya sendiri.
Bagaimana Liok Kong Djie tidak kaget dan terkejut?
Khong Yan yang baru sembuh mendapatkan lawan ringan, tidak
seberat kedua Nona saudara seperguruannya. Maklum, dia baru
sembuh. Kombinasi Tam Peng Khek dan Gi Ci Hoa adalah
lawannya, sebelum akhirnya Sam Boa Niocu sendiri turun tangan
kembali menghadapi Kim Jie Sinkay. Dalam waktu singkat, tidak
ada lagi tokoh yang menganggur di arena itu, pertarungan hebat
pecah dan ditingkahi oleh sekali-sekali terluka dan binasanya
anggota Utusan Pencabut Nyawa karena tidak kuat menahan
Barisan Pengemis yang maju dalam formasi terbaiknya. Maju
dengan 9 orang anggota Khong Sim Kaypang yang menopang
barisan tersebut, wajar jika Utusan Pencabut Nyawa keteteran
dan semakin lama semakin banyak korban yang jatuh di pihak
mereka.
1991
Jangan ditanya bagaimana ramainya pertempuran itu. Matahari
sudah munculkan diri, sudah ada nyaris 3 jam setelah pertemuan
antara Sie Lan In, Khong Yan dan Tio Lian Cu. Beberapa
pertempuran sudah berlangsung dan kini, pertarungan tahap
yang selanjutnya sudah pecah, sementara hari sudah semakin
terang. Pertarungan antara Utusan Pencabut Nyawa melawan
Barisan Pengemis Pengejar Anjing kelihatannya meski menang
jumlah jauh, tetapi korban di pihak Utusan Pencabut Nyawa justru
sudah cukup banyak. Malahan masih terus dan terus jatuh korban
dipihak mereka. Dan tidak ada tanda-tanda mereka dapat
mendesak dan menindih kekuatan barisan lawan mereka.
Sementara pertarungan sihir yang terjadi antara Barisan
Pengemis melawan Mindra, terlihat berimbang, tetapi
pertarungan mereka jauh lebih melelahkan dan meletihkan.
Pertarungan Mo Hwee Hud melawan Sie Lan In agak ketat, meski
memang benar masih kalah pengalaman, tetapi dengan
keunggulan ginkang dan juga ketenangan sebagaimana saran
Tiang Seng Lojin, dapatlah Sie Lan In menahan gempuran Mo
Hwee Hud. Sementara Nenek Sam Boa Niocu bertarung kucingkucingan
melawan Kim Sie Sinkay, dia memang kalah tipis dalam
ilmu silat, kalah kuat dalam iweekang, tetapi menang dalam ilmu
sihir, ilmu beracun dan juga taktik menyerang secara menggelap.
1992
Kim Jie Sinkay harus berhati-hati melawan Nenek itu jika tidak
ingin dipermalukan. Tetapi, ketenangan Kim Jie Sinkay memang
mengagumkan, dia tidak terburu-buru menyerang, tidak tergesagesa
menghindar, tetapi melawan dengan penuh ketenangan dan
justru Nenek Sam Boa Niocu yang sering kelabakan.
Arena paling ringan adalah Tam Peng Khek dan Gin Ci Hoa
melawan Khong Yan yang baru sembuh dari luka dalam.
Untungnya dia mendapat lawan paling ringan, dan karena itu dia
tidaklah memaksa diri dan bertarung dengan sabar dan tenang.
Dan benar saja, dengan cara itu dia dapat melihat banyak
lowongan di pihak kedua lawannya, tetapi dia tidak buru-buru
menyerang titik lemah lawan. Sebaliknya, dia justru mencari
peluang terbaik untuk dapat dengan segera mengalahkan kedua
lawan yang bertarung dengan nafsu untuk secepatnya
membunuhnya. Tetapi mana mampu keduanya menaklukkan
Khong Yan? Untung saja luka dalamnya baru saja sembuh, dan
Khong Yan agak berhati-hati dalam pertarungan itu. Jika tidak,
maka mereka berdua tidak akan cukup kuat untuk melawan dan
meladeni serangan Khong Yan yang sering membuat mereka
keteteran.
Dan yang paling seru adalah tokoh tua Liok Kong Djie melawan
Tio Lian Cu. Tokoh yang sudah tua itu merasa keheranan melihat
1993
bagaimana Tio Lian Cu melawannya justru dengan ilmu-ilmu Hoa
San Pay. Tetapi, beda dengan yang dia tahu dan juga pahami,
ilmu-ilmu Tio Lian Cu justru lebih lengkap, lebih aneh dan jauh
lebih sesuai dengan apa yang selama ini hilang dari angannya.
Bertarung dengan Tio Lian Cu dengan Ilmu Silat Hoa San Pai
membuatnya seperti melihat bagaimana Ilmu Hoa San Pay dalam
puncak kekuatan dan kehebatannya. Sangat effisien, effektif dan
membuatnya sering harus menghindar karena takut terserempet
serangan Tio Lian Cu yang amat membahayakan.
Melawan Tio Lian Cu dengan Ilmu-Ilmu Hoa San Pay jelas
membuat Liok Kong Djie kerepotan, dia harus mengembangkan
penguasaan atau ilmu lain baik diciptakannya sendiri ataupun
yang disadapnya dari orang lain. Karena berpikir demikian, maka
Liok Kong Djie kemudian membuka ilmu-ilmu baru, baik Ilmu Hoa
San Pay yang juga sudah dimodifikasinya mau ilmu-ilmu baru
ciptaannya atau gubahannya dari ilmu orang lain. Dan Liok Kong
Djie memang terkenal kreatif, suka mengutak-atik dan bahkan
menciptakan variasinya sendiri. Baru dengan cara begitu dia
mampu untuk menandingi dan bahkan perlahan mulai bisa
merepotkan Tio Lian Cu. Karena itu, pertarungan mereka boleh
dikategorikan amatlah seru dan cukup berimbang, karena masing
masing memiliki keunggulan dan kelebihannya.
1994
Tetapi manakala Liok Kong Djie mulai mengeluarkan ilmu-ilmu
ciptaannya sekaligus juga ilmu Hoa San Pay gubahannya,
pengalaman dan kematangannya baru mulai menampakkan hasil.
Dia mulai berbalik mendesak Tio Lian Cu, meskipun sulitlah untuk
dapat dikatakan akan menang atas Tio Lian Cu. Apalagi ketika Tio
Lian Cu mulai menyelingi dengan Ilmu Mujijat yang belum dikenali
oleh Liok Kong Djie, yakni Ilmu Sakti Tiang Kun Sip Toan Kim.
Ilmu yang dia tahu nama serta legendanya, tetapi belum dia tahu
bentuk, rahasia dan kemujijatannya. Maka dengan Ilmu ini Tio
Lian Cu meski sesekali terlihat agak terdesak, tapi Liok Kong Djie
tidak akan berani menyimpulkan dia akan menang.
Terlebih karena Tio Lian Cu mulai mampu menyesuaikan cara
bersilatnya dengan karakter Liok Kong Djie dalam menyerang dan
bertahan dan kemudian menampilkan gaya yang tepat untuk
membendung, mengantisipasi dan melawan serangan-serangan
Liok Kong Djie tersebut. Karena itu bisa dipastikan pertarungan
keduanya bakalan makan waktu panjang, dan kiranya bakalan
sangat sulit untuk menerka hasil akhirnya. Baik Liok Kong Djie
maupun Tio Lian Cu cukup maklum dengan kondisi tersebut dan
masing-masing memiliki kepercayaan diri untuk dapat keluar
sebagai pemenang. Terlebih Liok Kong Djie, terlihat sekali dia
amat percaya diri sepanjang bertarung dengan Tio Lian Cu.
1995
Tetapi yang pasti dan terus berlangsung adalah, sementara
pertarungan lain terus menerus dan saling serang, maka di pihak
Utusan Pencabut Nyawa waktu demi waktu meski agak lambat
terus jatuh korban. Baik korban nyawa maupun hanya terluka.
Dan saat itu sudah ada kurang lebih 100 orang yang terbunuh
mati maupun teruka dan sekitar 75 orang diantaranya tewas
terbunuh. Begitupun, mereka tidak mampu mendekati dan
menyerang Barisan Pengemis yang memiliki kemampuan sangat
luar biasa dalam daya tahan dan kerjasama antar unitnya. Hanya
saja pada saat itu, Tiang Seng Lojin dan Tui Hong Khek Sinkay
terlihat sudah duduk dan berkeringat melawan Mindra yang juga
posisinya sudah sangat memprihatinkan. Pertarungan sihir antara
Barisan itu melawan Mindra memang masih berlanjut dan ini
menguras banyak energi serta semangat kedua belah pihak.
Pada sisi lain, Khong Yan yang bertempur secara amat berhatihati
perlahan-lahan sadar bahwa meski dituntut untuk tidak
menghamburkan tenaganya, tetapi ternyata dia memiliki cukup
kemampuan untuk mendesak Tam Peng Khek dan Gi CI Hoa.
Tapi pengalamannya yang ceroboh melawan Mo Hwee Hud
membuatnya memilih sikap berhati-hati dan tidak mau terlampau
terbawa arus mengejar kemenangan. Karena itu, dia lebih banyak
bertahan dan menyerang dengan mengandalkan Ilmu Thian Liong
1996
Pat Pian yang membuat kedua lawannya kalang kabut dan
kesulitan menyergapnya. Tetapi Khong Yan tidaklah sekedar
bertahan, apalagi dia tahu kedua lawannya yang bergabung,
meski meningkat dua kali lipat tapi masih belum setangguh Mo
Hwee Hud. Itulah sebabnya Khong Yan perlahan lahan mulai
berbalik menekan dan mulai hanya mengandalkan Thian Liong
Pat Pian ketika dia menghindari pukulan-pukulan lawan.
.
Semakin lama semakin Khong Yan merasa bahwa efek luka
dalamnya sudah tidak terlampau menghalanginya lagi.
Kesadaran itu mulai mempertebal keyakinan atas dirinya sendiri
dan karena itu dia mulai mencoba untuk mengembangkan secara
bergantian dua ilmu mautnya untuk mendesak lawan. Yakni Ilmu
Tan Ci Sin Thong (Lentikan Jari Sakti) dan juga Ilmu Hud Meh
Ciang (Pukulan Menyambar Nadi). Kenyataan mereka mulai
didesak Khong Yan membuat Gi Ci Hoa mulai berpikir untuk
menggunakan racunnya. Sayang dia belum sehebat Sam Boa
Niocu dalam menggunakan dan meracik racun, apalagi
menggunakannya dalam sebuah ilmu yang khusus beracun.
Padahal, pada saat itu Khong Yan sudah mengerahkan Ilmu
wasiat perguruannya, yakni Iweekang Pouw Tee Pwe Yap Sian
Sinkang yang juga dapat menjaga dirinya dari racun.
1997
Dengan mulai menyerangnya Khong Yan, perlahan-lahan kondisi
mereka yang jika tadi rada seimbang, kini mulai beralih dalam
kendali dan penguasaan Khong Yan. Apalagi semakin lama
semakin Khong Yan diyakinkan bahwa luka dalamnya sudah
sembuh dan tidak lagi mendatangkan halangan dan rasa nyeri jika
mengerahkannya dalam takaran lebih. Karena itu, lentikan Tam
Ci Sin Thong dan pukulan-pukulan Hud Meh Ciang semakin lama
semakin mengancam Tam Peng Khek dan Gi Ci Hoa yang mulai
lebih banyak bertahan. Menjadi lebih merepotkan ketika Gi Ci Hoa
disadarkan bahwa serangan racunnya ternyata tidak mampu
menembus pertahanan iweekang Khong Yan. Sama sekali tidak
mendatangkan hasil. Sebaliknya, justru dia sempat terserempet
totokan Tam Ci Son Thong pada lengan kirinya dan membuat
lengan tersebut serasa mati rasa. Untung saja Tam Peng Khek
cepat menolong istrinya dan memberondong Khong Yan dengan
serangan maut. Selamatlah mereka berdua dan masih mampu
melanjutkan pertarungan.
Jelas Khong Yan tidak mau terluka bersama Tam Peng Khek,
karena itu dia sengaja memberi angin kedua suami-istri itu untuk
mengambil nafas, sekaligus dia sendiri juga ingin sekali
memeriksa dirinya sendiri. Dan ketika merasa tidak ada halangan,
maka siaplah Khong Yan untuk mengakhiri perlawanan kedua
1998
suami-istri yang juga punya kesan yang tidak baik dimatanya.
Apalagi, mereka berdua memang termasuk dalam daftar musuh
perguruan dan merupakan lawan yang sudah lama memiliki
sejarah panjang dengan Suhunya Bu Te Hwesio. Maka, berada
dalam tataran yang menang melawan murid utama musuhnya
mendatangkan perasaan bahagia serta senang dalam hati Khong
Yan.
Satu arena lagi dimana pihak Mo Hwee Hud rada terdesak adalah
pertarungan Kim Jie Sinkay melawan Sam Boa Niocu. Kekalahan
telak Sam Boa Niocu adalah dalam hal tenaga iweekang.
Menghadapi Tong Cu Sinkang yang sifatnya sangat keras, jelas
saja Sam Boa Niocu keteteran dan tidak berani sama sekali untuk
adu tenaga dan kekuatan. Dalam hal bergerak, dia juga kalah
lincah dan kalah gesit dibanding lawannya. Tetapi, dia menyelingi
dan mengisi kekurangannya dengan ilmu-ilmunya yang lain, yakni
ilmu beracun dan sesekali ilmu sihir yang dapat sedikit
mengurangi tekanan dan desakan Kim Jie Sinkay. Tetapi karena
racunnya memang banyak tak berguna, makanya dia tidak
mampu mendesak Kim Jie Sinkay lebih jauh dan lebih sering
menggunakannya untuk mengurangi desakan Kim Jie Sinkay.
Untung bagi Nenek itu, karena Kim Jie Sinkay masih rada grogi
menjatuhkannya.
1999
Meskipun memang Kim Jie Sinkay sadar dengan keunggulannya,
dan terus saja memberondong Nenek Sam Boa Niocu dengan
pukulan-pukulan berat. Dan sudah sekali Nenek itu dengan
terpaksa menangkis dan membuatnya meringis kesakitan, meski
tidaklah melukainya, tetapi jelas mendatangkan rasa nyeri.
Karena itu, selanjutnya Nenek Sam Boa Niocu mati-matian
menghindari benturan kekuatan antara mereka berdua. Meski
terdesak, dengan dua kelebihan dirinya, Nenek Sam Boa Niocu
masih mampu bertahan dan tetap saja Kim Jie Sinkay agak
kesulitan untuk menuntaskan tarung seru antara mereka berdua.
Pertarungan sesungguhnya adalah Tio Lian Cu melawan Liok
Kong Djie dan juga Sie Lan In melawan Mo Hwee Hud. Pada
pertarungan melawan Sie Lan In, akhirnya Mo Hwee Hud harus
memperlakukan Sie Lan In seperti ketika dia harus bertarung
melawan Lam Hay Sinni. Melawan Lam Hay Sinni dia bertarung
serius karena tahu bahwa Rahib Selatan itu adalah lawan hebat,
lawan utama yang setanding. Karena itu, dia bisa menyerang dan
menangkis dengan penuh perhitungan dan sekaligus
menggunakan tenaga dalam yang terukur. Seperti itulah kini dia
menghadapi Sie Lan In. Setelah sadar bahwa Sie Lan In tidak lagi
terpaut jauh dari kemampuannya dan sudah nyaris setanding
dengan Subonya sendiri, si Rahib Selatan, maka Mo Hwee Hud
2000
berkonsentrasi penuh untuk melawan dan menaklukkan Sie Lan
In. Tapi apa lacur, tidak semuda yang diduganya untuk dapat
mengalahkan Sie Lan In yang sudah memiliki kemampuan
ginkang setara Subonya. Bukan hanya itu, kekuatan iweekang
mujijat dari perguruan Budha yang lembut-lembut mematikan,
juga sudah dikuasai secara baik dan sempurna oleh gadis itu.
Keadaan ini mau tidak mau membuat Mo Hwee Hud harus
bertarung pada kebisaan yang tertinggi, dan inilah yang mulai
mendatangkan tekanan berat dan besar bagi Sie Lan In. Tetapi,
gadis itu sendiri tidaklah takut dan tidak kecil hati. Dia sadar betul
bahwa Mo Hwee Hud adalah tokoh besar sebanding dengan
Subonya, dan masih agak sulit baginya untuk menang. Tetapi,
mengetahui bahwa dia mampu bertarung cukup lama dan tidak
terkalahkan, menumbuhkan semangat tersendiri. Apalagi dia
amat percaya diri dengan kemampuan ginkangnya yang memang
sesuai perkataan Subonya, sudah mampu menandingi Subonya
itu. Dan inilah modal utamanya untuk tidak kalah bertarung
melawan Mo Hwee Hud.
Teramat jarang seorang Mo Hwee Hud jika sampai mengerahkan
Ilmu Siau Mo Kang (Ilmu Iblis Tertawa) dan dikombinasikan
dengan Ilmu Hua Kut Sin Kang (Ilmu Sakti Penghancur Tulang)
yang merupakan ilmu baru ciptaannya. Bahkan, masih juga
2001
ditambahnya dengan Ilmu Mo Hwee Hud Ciang Hoat (Ilmu Budha
Api Iblis). Tetapi sekali ini, dia bersilat dengan wajah amat serius
dan memancarkan sinar mata buas karena sakit hati begitu
banyak usaha muridnya dan dirinya dalam memupuk Utusan
pencabut Nyawa tetapi yang hari ini dibantai seperti petani yang
sedang membersihkan sawahnya dari rumput-rumput yang
mengganggu. Telinga dan matanya sesekali melirik bagaimana
korban di pihaknya terus berjatuhan namun dia tidaklah mampu
berbuat apa-apa. Di arena lain dia melihat murid utamanya
terdesak padahal sudah maju dengan istrinya Gi Ci Hoa,
sementara kekasih atau istrinya Sam Boa Niocu, juga terdesak.
Mindra dalam posisi sama-sama berbahaya alias masih
setanding. Hanya arena Liok Kong Djie yang masih menjanjikan,
karena itu Mo Hwee Hud mulai berpikir untuk menyelesaikan
pertarungannya.
Sie Lan In tahu diri. Meski iweekangnya mujijat, tetapi dia tidak
ingin semena-mena bertarung adu iweekang dengan lawannya
yang sudah bangkotan dan sarat dengan pengalaman tempur
tingkat tinggi. Sangatlah bodoh jika dia sampai menempur dari sisi
itu. Satu-satunya jalan adalah mengandalkan ilmu ginkangnya
dan menyelingi dengan penggunaan kekuatan iweekang ciri khas
mereka, yakni lembut, lunak tapi mampu mementalkan serangan
2002
tenaga dalam lawan. Jadinya Sie Lan In berkelabat kesanakemari
untuk menghindar dan sesekali menyerang dengan Ilmu
Tay Lo Kim Kong Ciang maupun Kim Kong Ci. Tetapi,
menghadapi Mo Hwee Hud, ilmu-ilmu itu tidaklah banyak
berguna. Meskipun Sie Lan In ingin menggunakan pedangnya,
tapi kesempatan melolos pedang dan menyerang teramat sempit,
dan karenanya Sie Lan In banyak bergerak dengan
kecepatannya. Dan itu sudah memadai untuk menghindarkannya
dari kekalahan.
Sementara Tio Lian Cu melawan Liok Kong Djie tidak jauh beda
keadaannya jika dibanding Sie Lan In melawan Mo Hwee Hud.
Kematangan, pengalaman sekaligus keunggulan dalam hal waktu
memahami dan mendalami Ilmu-Ilmu Hoa San Pay serta
kematangan iweekang membuat Liok Kong Djie perlahan mampu
mendesak Tio Lian Cu. Tetapi, Tio Lian Cu mampu dan berhasil
membebaskan dirinya karena ilmu-ilmu Hoa San Pay yang amat
rahasia yang dapat dikuasainya tanpa diketahui oleh Liok Kong
Djie. Karena itu, pertarungan merekapun memakan waktu
panjang, sulit untuk mengatakan Liok Kong Djie akan menang
melawan Tio Lian Cu. Apalagi, karena Liok Kong Djie sendiri
merasa yakin, bahwa Tio Lian Cu masih memiliki jenis dan variasi
ilmu Hoa San Pay lainnya yang belum dia ketahui.
2003
Semakin Liok Kong Djie menerjang, semakin ulet dan liat serta
gesit Tio Lian Cu dalam menghindar dan sekaligus membalas
serangannya. Pada akhirnya, jika ada penonton netral, mereka
pasti merasa sepertinya sedang menyaksikan sepasang saudara
seperguruan yang berlatih ilmu silat. Kematangan di pihak Liok
Kong Djie, tetapi keaslian dan kegesitan di pihak Tio Lian Cu.
Penguasaan Tio Lian Cu atas Ilmu Sakti Tiang Kun Sip Toan Kim
memang agak fital dan menentukan posisinya saat itu. Selain Liok
Kond Jie masih menikmatinya dan ingin menyadapnya sekaligus
juga karena menyadari bahwa betapapun ada tunas baru di Hoa
San Pay yang malah sudah dapat merendenginya. Hanya tinggal
kalah pengalaman dan kalah kematangan belaka dibandingkan
dnegan dirinya sendiri. Tetapi, Ilmu Mujijat Tiang Kun Sip Toan
Kim memang sangat menggodanya, sangat tak disangkanya
jikalau di Hoa San Pay masih ada ilmu sehebat itu yang belum
dipelajarinya. Jelas diapun ingin menguasai ilmu yang amat hebat
itu.
“Darimana engkau mempelajari Ilmu ini,,,,,,,? Tidak mungkin
Thian Hoat Tosu yang mengajarimu, dia tidak menguasai ilmu
ini......” tanya Liok Kong Djie penasaran dan sangat kesengsem.
Maklum, sekian lama dia masih belum dapat menemukan sari pati
dari Ilmu yang menarik hatinya itu.
2004
“Hikhik, apakah Liok Locianpwee juga ingin merasakan Ilmu
lainnya yang bernama Thian Lo Sin Kuay Hoat (Ilmu Silat Tongkat
Sakti Jatuh Dari Langit)...”? goda Tio Lian Cu teringat kegemaran
dan fanatiknya tokohini atas Ilmu Silat.
“Memangnya engkau mampu memainkannya....”? seperti ditebak
Tio Lian Cu dan benar, Liok Kong Djie terpancing.
“Tentu saja,,, tetapi sudah digubah dan dapat dimainkan baik
dengan tangan kosong maupun dengan Ilmu Pedang. Tetapi,
baiklah kumainkan dengan tangan kosong saja untuk
Locianpwee, nacchhhh bersiaplah......”
Secara tiba-tiba Tio Lian Cu bergerak lebih cepat dan gesit, dan
kemudian diapun membuka serangan dengan 3 jurus serangan
sekaligus; jurus To Tha Kim Ciong (Memukul Jatuh Lonceng
Emas) yang menyasar bagian atas tubuh Liok Kong Djie. Dalam
kagetnya Liok Kong Djir mundur selangkah dan membiarkan
serangan itu lewat di kepalanya, tetapi jurus kedua, yakni jurus
Kau Hu Bun Lu (Pencari kayu bakar bertanya jalan) sudah
menyusul. Sasaran dan target serangan masih di bagian atas
tubuh Liok Kong Djie, tetapi dengan serentak sudah mengancam
di lima titik berbahaya. Bukan main kagetnya Liok Kong Djie,
sampai tanpa sadar dia mendesis kaget dan tersentak:
2005
“Accccch, hebat........”
Dia masih dapat menghindari rangkaian serangan itu dengan
memukul lengan Tio Lian Cu sambil mundur dua langkah. Tetapi
Tio Lian Cu tidak membiarkannya, dia mengejar sambil
menyerang dalam jurus Sin Hoan Put Ie (Berputar-putar tidak
berhenti). Dan sekali ini rangkaian serangannya mengarah 9 titik
berbahaya di bagian atas sambil memutari tubuh Liok Kong Djie
dalam kecepatan yang amat mengagumkan. Apalagi karena pada
saat bersamaan, diapun mengemangkan ginkang Liap In Sut
yang hebat dan mujijat sehingga membuat serangannya menjadi
dua kali lipat lebih hebat dari yang mestinya dia kuasai.
Liok Kong Djie tahu bahaya, diapun tahu bahwa ilmu yang
disebutkan Tio Lian Cu masih merupakan bagian Ilmu Hoa San
Pay, kecuali gaya ginkang yang berbeda. Ini membuatnya
tersentak dan maklum, bahwa memang masih ada dan mungkin
masih banyak khasanah ilmu Hoa San Pay lain yang masih belum
diketahuinya. Tetapi, pada saat itu dia harus menetralisasi
serangan cepat dan berbahaya yang menuju ke bagian atas
tubuhnya. Dia tidak mungkin lagi menerimanya, karena pasti
kalah cepat. Karena itu, meski menunjukkan dia terdesak dan
sedikit malu karena pilihan yang dibuat, tetapi memang tidak ada
cara lain.
2006
Hanya tinggal ada satu cara lagi, dan dia memilih cara itu dengan
gerakan Hong Hwie Lu Coan (Bukit melingkar jalan berputar).
Pilihan yang membuat dia sendiri merasa agak malu karena harus
menggulingkan dirinya dan ikut berputar beberapa saat guna
memunahkan serangan berbahaya Tio Lian Cu. Tetapi, dengan
cara yang aneh dan membuatnya malu, Liok Kong Djie berhasil
memunahkan serangan Tio Lian Cu dan kini beroleh kesempatan
memunahkan serangan Tio Lian Cu. Malahan setelah beberapa
saat dia kapok memberi keleluasaan kepada Tio Lian Cu untuk
kembali menyerangnya. Diapun berkata:
“Hebat memang ilmu itu, masih terasa unsur Hoa San Pay, meski
gerakan ginkang sudah bukan milik Hoa San Pay......” desis Liok
Kong Djie memaklumi dan mengerti bahwa memang benar bahwa
Hoa San Pay masih punya ilmu lain. Tetapi, Liok Kong Djie masih
lanjut berkata:
“Engkau maukah mengajariku ilmu tadi.....”? tanya orang tua itu
dengan harap-harap cemas meski dia tahu jawabannya.
“Sayang Locianpwee, hanya murid Hoa San Pay yang bisa
mewarisi ilmu mujijat tadi dan sejujurnya masih ada beberapa ilmu
Hoa San Pay lainnya lagi yang masih belum Locianpwee pahami,
harap dimaafkan......”
2007
Liok Kong Djie yang mendengar bahwa masih ada ilmu-ilmu Hoa
San Pay lain selain dua ilmu yang baru saja dia hadapi dan dia
tahu sangat lihay, menjadi kesengsem. Tetapi, dia merasa tidak
berdaya untuk mempelajarinya menghitung dan menyadari
buruknya hubungan dia dengan Hoa San Pay dewasa ini. Tetapi,
tiba-tiba dia seperti menyadari sesuatu dan berpikir, “jika gadis ini
kutangkap dan kupaksa mengajariku, bukankah itu sama saja...”?
pikirnya. Karena pemikiran seperti itu, maka tiba-tiba Liok Kong
Djie memperhebat serangannya dengan maksud untuk
menangkap serta memaksa Tio Lian Cu mengajarinya.
Tetapi sayangnya dia kembali kecele, karena semakin hebat dia
menyerang, justru makin alot dan semakin gesit Tio Lian Cu
bergerak. Bahkan, semakin hebat pula daya serang balik Tio Lian
Cu. Apalagi setelah dia memperoleh kesempatan untuk mencoba
dan mengembangkan ilmu-ilmu barunya. Jadinya mereka terus
bertarung dengan seru dan meski sedikit terdesak, tetapi Tio Lian
Cu semakin memperoleh momentum untuk bertahan. Setidaknya
dia paham bahwa dia tidak akan dikalahkan secara mudah.
Kesadaran ini membuat dia bertarung lepas dan sekaligus
bertemu kesenangan baru karena seperti sedang berlatih saja,
meskipun pertarungannya ini sama sekali bukanlah latihan, tapi
tarung yang seru.
2008
Waktu setengah jam kembali berlalu, dan Mo Hwee Hud tidak lagi
merasa terganggu dengan korban yang susul menyusul di Utusan
Pencabut Nyawa. Jika diteliti, dari jumlah gabungan pertama dan
kedua, sudah nyaris setengah yang jatuh menjadi korban.
Padahal, ada hampir 400 Utusan Pencabut Nyawa yang
bergelombang dalam menyerang Barisan Pengemis. Tetapi,
sampai nyaris setengah yang jatuh jadi korban, sisanya mulai
ketakutan, belum juga ada tanda-tanda Barisan Pengemis akan
jatuh atau terkalahkan. Kecuali Mindra melawan Tiang Seng Lojin
dan Tui Hong Khek Sinkay yang tambah parah. Pertarungan sihir
mereka sudah tidak sekuat dan sehebat tadi, tetapi masih saja
mereka tetap berimbang. Posisi mereka bertiga sudah amat
parah, bahkan asap putih mulai mengepul dari kepala mereka
masing masing, dan jika diteruskan mereka bertiga pasti akan
mengalami kesulitan serta luka yang amat parah.
Ketika akhirnya Mo Hwee Hud mengintip kembali lewat sudut
matanya, kagetlah dia karena Utusan Pencabut Nyawa tinggal
setengahnya dengan daya tarung melemah dipastikan tidak akan
mampu menerobos barisna musuh. Sadarlah dia jika posisi
mereka sudah akan semakin sulit. Bisa saja kerja keras muridnya
yang juga dibantu dengan sekuat tenaganya akan musnah hari ini
juga. Toch sudah nyaris setengah pasukan bentukan muridnya
2009
yang tumbang, dan lebih banyak yang mati terbunuh ketimbang
yang terluka. Sebagian yang terlukapun akan menjadi manusiamanusia
cacat. Sungguh bukan main murka dan marahnya Mo
Hwee Hud menemukan fakta yang amat memukul perasaan dan
hatinya.
Lebih parah lagi, karena meski sudah mendesak lawan mudanya,
tetapi tetap saja dia mengalami kesulitan untuk memukul roboh
lawannya yang adalah seorang anak gadis, murid musuhnya pula.
Sementara anak muridnya yang mengerubuti Khong Yan, justru
keadaan mereka lebih menyedihkan, seperti sedang menunggu
gebukan terakhir yang akan dilontarkan Khong Yan. Tetapi,
untungnya Khong Yan bukanlah tipe orang yang senang
mengalahkan orang lain secara sangat memalukan. Karena itu,
beruntunglah Tam Peng Khek dan istrinya Gi Ci Hoa. Keduanya
sudah sama sekali tidak mampu berhadapan dengan Ilmu Pek In
Hoatsut (Tangan Sihir Awan Putih) yang dimainkan secara hebat
oleh Khong Yan. Lengan keduanya bergetar hebat dan tenaga
mereka seperti tergempur didalam jika mereka berani berenturan
dan membentur tenaga pukulan Khong Yan. Celakanya, mereka
sudah beberapa kali secara terpaksa menangkis pukulan berat
Khong Yan. Keduanya merasa jika lengan mereka sendiripun
2010
sudah terluka luar, dan jika dilanjutkan tenaga dalam juga sangat
mungkin terluka karena mujijatnya pukulan itu.
Sementara Nenek Sam Boa Niocu bahkan sudah sekali terkena
pukulan lawan yang berarti, dia sudah terluka, meski luka ringan
belaka. Tetapi yang pasti, sama dengan Tam Peng Khek dan Gi
Ci Hoa, Nenek itu tinggal menunggu kepastian kapan akan kalah,
meskipun sebenarnya keadaannya masih lebih baik keadaannya
dibanding murid-murid suaminya. Tapi Mo Hwee Hud yang
melihat keadaan istrinya dan kedua muridnya semakin marah
tetapi tidak mampu melampiaskan kemarahannya secara
membuta karena sedang berhadapan dengan lawan yang tidak
ringan. Apalagi menghadapi Sie Lan In yang memiliki gerakan
hantu, teramat cepat dan sulit terlawan, dan karenanya juga sulit
untuk dipukul dan dikalahkan. Dia yakin menang jika bertempur
sampai ratusan jurus, tetapi untuk saat ini, dia baru mampu
mendesak tetapi sulit untuk bisa menang dan memasukkan
pukulan telak. Apalagi Sie Lan In sudah memilih lebih banyak
bertahan dan menyerang balik ketimbang mencecar Mo Hwee
Hud.
Mo Hwee Hud merasa mereka sudah akan kalah. “Sayang
Geberz dan Siu Pi Cong justru sedang melakukan perjalanan
menuju Pek In San saat ini, coba kalau mereka berada disini, bisa
2011
dipastikan kemenangan berada di tangan.....” desisnya menyesali
keadaan mereka yang runyam pada saat itu.
Kehebatan seorang Mo Hwee Hud adalah bagaimana menilai
situasi dan mengambil keputusan yang tidak merugikan. Dia
paham betul, saat itu sudah setengah dari 400 Utusan Pencabut
Nyawa yang menjadi korban, mengorbankan sisa 200 lagi benar
benar sebuah kebodohan. Karena itu, dia bisa mengambil
keputusan yang meskipun membuatnya malu, tetapi harus dia
ambil. Kemenangan semakin sulit diraih, tetapi jangan lagi
menambah banyak korban. Karena berpikir demikian, diapun
kemudian membisiki Liok Kong Djie dan Sam Boa Niocu serta
Tam Peng Khek suami-istri serta juga Mindra dan Ong Keng
Siang. Dia sudah memiliki strategi untuk mundur meski akan
mengorbankan puluhan anak buah, Utusan Pencabut Nyawa
lainnya. Tetapi, hal itu menurutnya akan jauh lebih baik daripada
yang tersisa 200 orang itu juga jatuh menjadi korban pada saat
itu.
Beberapa saat kemudian, dia melihat Mindra yang sudah
kepayahan mendekati tempat itu, tetapi untungnya dia juga
melihat Tiang Seng Lojin dan Tui Hong Khek Sinkay sedang
bersamadhi dengan kepala mengepulkan asap. Ternyata Mindra
masih lebih hebat, tetapi dia segera sadar jika kondisi Mindra
2012
sendiripun tidak jauh berbeda dengan kedua tokoh Khong Sim
Kaypang itu. Tetapi, itulah saatnya. Tiba tiba dia melepas ilmu
auman yang berisi hawa sihirnya yang sangat kuat, yakni Ilmu
Siau Mo Kang (Ilmu Iblis Tertawa). Dan, pada saat bersamaan,
Mindra juga ikut menyerang meski dengan sisa-sisa kekuatan
yang masih ada dalam dirinya. Inilah yang menggedor semangat
banyak tokoh disitu, meski mereka tidak terpengaruh dan tidak
guncang secara hebat, tetapi mereka membutuhkan waktu
beberapa detik untuk memulihkan semangat mereka. Terutama
karena bantuan dan dukungan Mindra yang melepas kemampuan
sihir pada kekuatan terakhirnya.
“”Bawa dia.........” sentaknya kepada Ong Keng Siang dan
kemudian segera berlari kearah Utusan Pencabut Nyawa
bersama Liok Kong Djie dan Tam Peng Khek suami istri. Sama
seperti tokoh-tokoh lainnya, Barisan Pengemis yang kehilangan
perisai atas Ilmu Sihir sempat tersentak sampai beberapa detik,
tetapi yang beberapa detik itupun sudah cukup memadai bagi Mo
Hwee Hud dan tokoh mereka lainnya untuk pergi menyelamatkan
diri mereka. Masih sempat terdengar suara Tam Peng Khek yang
memberi perintah kepada Utusan Pencabut Nyawa:
“Yang lain tahan mereka, sisanya ikut kami mempertahankan
Markas, disana kita jauh lebih aman menghadapi mereka........”
2013
Beberapa saat kemudian tinggal 20-30 orang yang menahan
Barisan Pengemis dan ketiga anak muda itu. Beberapa detik yang
berharga sudah membuat Mo Hwee Hud mampu meloloskan
dirinya dan sudah berada beberapa puluh meter didepan, tapi
mereka dihalangi oleh sekitar 20-30 Utusan Pencabut Nyawa.
Kelihatannya mereka sengaja dipasang untuk menghalangi jalan
mengejar rombongan Mo Hwee Hud yang sudah melarikan diri
balik ke markas mereka.
“Habisi mereka........” teriak Kim Jie Sinkay
Tetapi, belum lagi mereka semua bergerak untuk membunuhi
Utusan Pencabut Nyawa yang tertinggal, terutama Barisan
Pengemis untuk segera menggempur kembali Utusan Pencabut
Nyawa yang tersisa, tiba-tiba terdengar satu bentakan yang
penuh wibawa:
“Tahan.................”
Bersamaan dengan itu dari balik hutan yang cukup lebat berjalan
keluar seorang berumur pertengahan yang cakap wajahnya dan
mengenakan jubah berwarna hijau. Tetapi, jubah itu sangat mirip
dengan bahan dan bentuk dari pengemis-pengemis Khong Sim
Kaypang, hanya berbeda warna belaka. Tetapi, ada seseorang
2014
yang tersentak kaget dan menjadi amat terkejut, dan dia adalah
orang tertua yang justru menjadi pemimpin dan juga baru saja
selesai samadhi. Dia tidak lain adalah Tiang Seng Lojin. Dia
memandang takjub kearah si pendatang dan kemudian mendesis
dengan suara yang dapat didengar banyak orang:
“Astaga,,,,,,,, benarkah,,,, benarkah lohu sedang berhadapan
dengan Sin Ciang Kay Hiap (Pendekar Pengemis Tangan Sakti)
Locianpwee...”?
Tokoh yang datang itu berhenti tepat di hadapan semua orang.
Umurnya secara fisik tidak terlihat jauh berbeda dengan Kim Jie
Sinkay yang memandangnya dengan penuh rasa heran.
Bedanya, wibawa pendatang yang disebut atau dipanggil sebagai
Sin Ciang Kay Hiap (Pendekar Pengemis Tangan Sakti) oleh
Tiang Seng Lojin sungguh luar biasa. Sementara itu, ketika
akhirnya mendengar bahwa si pendatang kemungkinan besar
adalah Sin Ciang Kay Hiap (Pendekar Pengemis Tangan Sakti)
dan kemudian diiyakan, serentak membuat baik Tui Hong Khek
Sinkay maupun juga Kim Jie Sinkay tersentak kaget. Sangat
kaget malahan. Dan segera pandangan mata keduanya
menyiratkan perasaan takjub, nyaris tak percaya dan sekaligus
rasa kagum yang tidak tersembunyikan.
2015
Mereka jelas kaget karena merekapun tahu dan mengagumi
nama besar tokoh itu yang terpatri indah di benak mereka dan
semua warga Khong Sim Kaypang. Meski tokoh itu tidak pernah
mereka saksikan, bahkan mereka duga sesuai informasi yang
simpang siur, sudah lama meninggal dalam keharuman namanya.
Bagaimana tidak kaget jika saat itu mereka justru bertemu atau
menemukan tokoh yang selalu dipuja dan dipuji banyak orang
mereka? Maka wajarlah jika mereka berdua, sama seperti Tiang
Seng Lohin sendiri menjadi sangat kaget antara percaya dan tidak
percaya, antara takjub, kagum dan ingin tahu lebih.
“Benar, orang-orang darimana lohu berasal puluhan tahun silam
memanggil lohu dengan nama panggilan yang indah itu, tetapi
sesungguhnya nama itu sudah nyaris lohu lupakan......” jawaban
dengan suara yang amat jernih dan mengetuk sanubari orang itu
sontak mendatangkan kehebohan diantara seluruh orang dan
anggota Khong Sim Kaypang. Serentak mereka semua berlutut
memberi hormat kepada si pendatang sambil berkata:
“Memberi hormat kepada leluhur dan sesepuh Khong Sim
Kaypang dan sekaligus Pemimpin Agung Sin Ciang Kay Hiap
(Pendekar Pengemis Tangan Sakti) Lie Hu San....” terdengar
Tiang Seng Lojin berkata sambil berlutut memberi hormat dengan
penuh hikmat. Rasa kagum dan hormatnya benar-benar tidak dia
2016
simpan, dan jelas dalam waktu nyaris bersamaan sikap dan
perbuatannya diikuti oleh Tui Hong Khek Sinkay dan juga Kim Jie
Sinkay. Apa yang dilakukan Tiang Seng Lojin saat itu bagi mereka
berdua, sudah pasti benar dan tidak perlu dipertanyakan.
Meskipun, masih tetap ada tanda tanya apakah benar atau tidak
inilah tokoh termashyur dan amatlah dihormati dikalangan Khong
Sim Kaypang. Masalahnya ialah, mengapa tokoh yang sudah
berumur seratus tahun lebih itu terlihat tidak jauh berbeda dengan
Kim Jie Sinkay, terlihat berusia 40 tahunan.
“Hmmmmm, Lohu sudah lebih 60 tahunan meninggalkan Khong
Sim Kaypang, dan engkau masih saja mengingat dan tahu kisah
tentang Lohu......”? bertanya Sin Ciang Kay Hiap Lie Hu San
dengan suara halus namun terasa menyejukkan dan langsung
kena di hati semua pendengarnya. Bahkanpun Sie Lan In, Khong
Yan dan juga Tio Lian Cu terpesona mendengar tokoh yang masih
terlihat gagah itu sudah berada dan hidup sejak lebih 60 tahun
silam. Dan itu berarti, tokoh itu setidaknya berusia seratus tahun
atau bahkan lebih.
“Accchhhh, nama dan gambar Pemimpin Agung Lie Hu San yang
dikenal sebagai Sin Ciang Kay Hiap diabadikan di salah satu
dinding gua Markas Rahasia Khong Sim Kaypang. Dan potongan
serta gambaran tentang Pemimpin Agung Lie Hu San di dinding
2017
itu, benar-benar mirip dan tidak jauh berbeda dengan aslinya,
boanpwe benar-benar bingung. Dan rasanya Kim Jie Sinkay dan
Tui Hong Khek Sinkay juga mengalami hal yang sama dengan
Boanpwee......” jawab Tiang Seng Lojin yang juga tambah
membuat kaget Sie Lan In, Khong Yan dan Tio Lian Cu. Benar,
jika memang demikian, tokoh itu sudah berusia seratus tahun
lebih, karena usianya dewasa itu dilihat dari fisiknya, tidak lebih
dan tidak kurang sama dengan Kim Jie Sinkay yang kini sudah
berdiri gagah di hadapan mereka.
“Acccccch, kisahnya sangat panjang. Jika kalian semua melihatku
nyaris sama saja dengan gambaranku pada lebih 60 tahun lalu,
itu ada sebab-sebab khususnya. Tapi, biarlah untuk saat ini kisah
itu tetap menjadi rahasia. Kelak ketika Lohu kembali untuk
mengabdikan sisa-sisa hidup Lohu bagi Khong Sim Kaypang,
maka hal itu akan tidak menjadi rahasia lagi. Nama Lie Hu San
hanya tokoh-tokoh Khong Sim Kaypang yang tahu dan paham
siapa dia. Karena itu, mungkin sedikit banyak kalian sudah
mengerti siapa dan bagaimana Lohu pada masa lalu di Khong Sim
Kaypang dahulu. Sementara itu kalian bertiga anak-anak muda,
mohon agar menjaga nama dan jatidiriku di dunia luar, karena
selain kalian bertiga, hanya ada 4,5 manusia yang tahu namaku
tersebut hingga saat ini. Bahkan dua diantara Suhu kalian yang
2018
adalah kenalan-kenalan masa lalu Lohu ittu, sebenarnya
merekapun mengenal lohu dengan nama julukan yang berbeda.
Mereka tidak tahu dan tidak pernah mengenali nama asli Lohu......
tapi, kalian bertiga, berdirilah, sangat tidak enak bercakap-cakap
dalam keadaan kalian seperti itu” dengan ramah dan penuh
kehangatan Sin Ciang Kay Hiap menyambut dan mengajak berdiri
ketiga tokoh Khong Sim Kaypang yang masih berlutut
dihadapannya itu.
Setelah berdiri kembali atau tepatnya diajak berdiri oleh sesepuh
mereka itu, pada akhirnya Tiang Seng Lojin terihat kembali ingin
berkata-kata atau mungkin tepatnya bertanya. Dia melihat-lihat
suasana percakapan terlebih dahulu dan ketika ada waktu yang
tepat, diapun bertanya lagi:
“Acccch, benar-benarkah Pemimpin Agung Lie Hu San akan
kembali ke Markas kita Khong Sim Kaypang....”?
Sambil tersenyum ramah dan memandangi ketiga orang Khong
Sim Kaypang yang juga penerus-penerusnya, Sin Ciang Kay Hiap
Lie Hu San mengangguk-angguk. Senyumnya sangat menarik,
orangnyapun terlihat luwes, terbukti dengan segera jawaban atas
pertanyaan itu dijawabnya:
2019
“Segera setelah tugas-tugas terakhir Lohu selesai, yakni segala
hal yang masih terus menggantung selama 60 tahun terakhir ini.
Tanpa menyelesaikannya, maka Lohu pasti tidak akan pernah
tenang melanjutkan kehidupan. Dan setelah menutup semua hal
yang tersisa sejak pada puluhan tahun silam, maka Lohu akan
kembali ke Markas Khong Sim Kaypang. Mestinya begitu.......”
Tiang Seng Lojin terlihat senang, tetapi Kim Jie Sinkay yang juga
senang terlihat ada sesuatu yang sepertinya mengganjal hatinya.
Dia tidak meragukan tokoh yang dia tahu betul memiliki sejarah
panjang dan sejarah besar di Khong Sim Kaypang, tapi tetap saja
ada sesuatu yang mengganjal dihatinya. Sesuatu terkait dengan
keadaan tokoh yang mengaku sebagai sesepuh mereka.
“Apakah ada sesuatu yang mengganjal di hatimu Anak Muda.....?
engkau boleh saja langsung mengungkapkannya karena Lohu
harus segera berlalu...” Lie Hu San yang dapat menangkap seri
wajah bertanya-tanya Kim Jie Sinkay sudah bertanya sambil
senyum-senyum memandang tokoh gagah Khong Sim Kaypang
itu. Tetapi, Kim Jie Sinkay adalah seorang yang suka blak-blakan
dan tidak ingin menyimpan rasa dan kepenasarannya dalam hati
belaka. Karena itu, diapun bertanya:
2020
“Pemimpin Agung Lie, Boanpwee terus terang merasa agak
heran, mengapa setelah 60 tahun berlalu, waktu yang tentu saja
tidak pendek, bahkan sangat panjang, tetapi dalam hal potongan,
wajah dan segala bentuk fisik Locianpwee terlihat sama saja
dengan ukiran di dinding gua markas Khong Sim Kaypang.
Sepertinya tak ada yang berubah sama sekali. Sejujurnya kami
semua pangling.......” tanya Kim Jie Sinkay yang juga menjadi
pertanyaan semua yang hadir disitu, termasuk Sie Lan In, Khong
Yan dan Tio Lian Cu. Mereka jelas heran, karena usia, potongan
dan gaya bicara serta bertindak, jelas Pemimpin Agung Lie Hu
San tidak jauh berbeda usia atau umurnya dengan Kim Jie Sinkay.
Tetapi pertanyaan Kim Jie Sinkay itu sama sekali tidak membuat
Lie Hu San yang sama gagah perkasanya marah ataupun
menyimpan perasaan dalam hatinya. Dia malah memandang Kim
Jie Sinkay dan berkata:
“Engkau yang demikian gagah perkasa, mestinya adalah murid
dari salah satu tokoh Khong Sim Sam Ih Kay (Tiga Pengemis Luar
Biasa Dari Khong Sim); Jika lohu tidak keliru, maka mestinya
engkau adalah sutitku dan murid dari Ji Sute, Sip Hong almarhum
yang adalah Suhumu. Mengapa demikian? karena dialah pewaris
tunggal Tong Cu Sinkang. Kakek Gurumu merupakan adik
seperguruan Insu yang dikenal sebagai Pengemis Cacat di Khong
2021
Sim Kaypang. Tetapi, harus engkau ingat serta camkan baik-baik,
catatan hidup penguasa Tong Cu Sinkang ditakdirkan tidaklah
akan melewati angka 75 tahun. Itulah sebabnya, meski tidak
pernah berjumla lagi, tetapi lohu dapat mengetahui jika ji sute
sudah mendahuluiku. Mengenai jalan hidup Lohu, acccchhhh,
suatu saat kalian akan mengerti sendiri mengapa di usia yang
sudah lebih dari angka 100 ini, Lohu masih terlihat semuda
engkau. Tetapi, sayang karena hari ini, Lohu masih belum bisa
membuka kisah tersebut selengkapnya, tapi suatu saat kalian
akan mengerti sendiri........”
Mendengar penjelasan Lie Hu San, Kim Jie Sinkay tersentak
hebat. Memang benar semua yang dikatakan Lie Hu San, bahkan
yang mengagetkannya, ternyata tokoh yang sangat harum
namanya, bahkan sejajar dengan Khong Sim Sinkay di Khong
Sim Kaypang, ternyata masih Supek nya sendiri. Dan memang,
Tong Cu Sinkang yang dikuasainya, sebagaimana penjelasan
Suhunya yang meninggal kurang lebih 30 tahun silam, tepat
seperti penjelasan Lie Hu San. Maka tidak ada alasan untuk
meragukan jati diri Lie Hu San.
“Acccch, mohon dimaafkan pertanyaanku yang kurang sopan
Supek, mohon maaf sebesarnya. Sesungguhnya almarhum Suhu
sangat mengagungkan dan sekaligus mengidolakan Supek, yang
2022
menurut beliau juga sempat menurunkan beberapa Ilmu yang
hebat kepadanya. Mohon dimaafkan Sutitmu yang sudah
bersikap agak kurang ajar dan kurang hormat ini.....”
“Hahahahaha, kelakuanmu sungguh mirip dengan Sip Hong Sute,
selalu berterus terang, selalu bersikap gagah perkasa dan tidak
malu mengakui kesalahannya. Tapi engkau sama sekali tidak
bersalah Kim Jie Sinkay, engkau telah berubah sehebat dan
segagah Suhumu. Benar-benar Lohu kagum dan merupakan
berkat tak terkira bagi Khong Sim Kaypang memilikimu. Nach, jika
ingin membantu mengalahkan Bu Tek Seng Pay, kalian boleh
berjalan bersama ketiga anak muda itu menuju Thian Cong San.
Selaku Pangcu Kaypang yang dahulunya adalah Hu Pangcu,
mestinya Tek Ui Sinkay sedikit banyak mengerti dan paham
hubungan Kaypang dan Khong Sim Kaypang. Dan kalian berdua
(sambil menunjuk Tio Lian Cu dan Khong Yan), di Thian Cong
San akan ada yang menolong mengusir sisa racun dalam tubuh
kalian. Ceritakan saja kejadian di sini, maka dia akan mengerti,
syukur-syukur kalian juga akan mengetahui serba sedikit apa
yang terjadi dengan kisah kami 60 tahun dan muncul kembali
tetap seperti keadaan kami 60 tahun silam........ Nach, mohon
maaf, Lohu masih punya urusan lain,,,,,, jaga diri kalian baikbaik......”
2023
Belum lagi semua orang sadar dan mencerna lebih detail apa
yang disampaikan Lie Hu San, tubuh tokoh yang ternyata sudah
berusia diatas 100 tahun dan seangkatan dengan Lam Hay Sinni
dan tokoh tua lainnya itu, perlahan bergeser ke belakang. Luar
biasanya adalah, sama sekali tidak terlihat kakinya melangkah
mundur, tetapi tahu-tahu sudah melayang cepat ke belakang dan
menghilang demikian pesatnya. Sie Lan In sampai terpana
mengikuti daya dan gaya gerak Sin Ciang Kay Hiap yang ternyata
adalah tokoh sesepuh Khong Sim Kaypang.
Sedang mereka terpukau, tiba-tiba di telinga mereka semua dan
terdengar sangat jernih, satu suara dan pasti dari Lie Hu San:
“Membantai Utusan Pencabut Nyawa seperti membantai ilalang
adalah percuma. Biang mereka yang bertanggungjawab sudah
pergi bersembunyi, biarkan mereka karena sudah cukup mahal
mereka membayar. Dan 3 anak muda tawanan Utusan Pencabut
Nyawa sudah dapat diselamatkan, bahkan sekarang mereka
beroleh anugerah yang sangat luar biasa. Oleh karena itu, adalah
jauh lebih baik langsung menuju Thian Cong San sekarang
ini.......”
Suara dan terutama kecepatan bergerak atau tepatnya
kemujijatan bergerak Lie Hu San benar-benar mengagumkan.
2024
Jangankan yang lain, bahkan seorang Sie Lan In sendiripun
ternganga serta kagum bukan buatan. Bahkan beberapa saat
kemudian terdengar Sie Lam In bergumam lirih:
“Terbang Melayang Bersama Awan,,,,,,,, sungguh-sungguh
mujijat, ginkang dan juga iweekangnya sudah menyatu dan
mencapai puncak kesempurnaannya. Untuk saat ini, mungkin
hanya Subo dan Si Rase Tanpa Bayangan yang entah menyamai
atau mendekati tingkatan yang seperti itu.........”
Tidak ada seorangpun yang menyangkal, tak seorangpun yang
meragukan apa yang dikatakan Sie Lan In. Karena tak satupun
dari mereka yang tidak kagum akan ginkang dan kecepatan gerak
Sie Lan In. Tapi bahkan seorang Sie Lan In sendiripun nampak
kagum dan begitu terpesona dengan gerak pergi meninggalkan
mereka dari tokoh tua tadi, apa lagi yang bisa mereka katakan?
Tidak berapa lama kemudian ke-13 orang itu, yang terdiri dari 10
tokoh Khong Sim Kaypang dan juga Sie Lan In, Khong Yan serta
Tio Lian Cu bertiga bercakap-cakap dan saling memperkenalkan
diri. Percakapan yang penuh rasa saling mengagumi itu
berlangsung cukup lama, terlebih karena masing-masing
sebenarnya memiliki latar belakang luar biasa di Rimba Persilatan
Tionggoan. Adalah wajar sebenarnya jika mereka jadi saling
2025
mengagumi, saling memuji dan saling mengucapkan terima kasih
satu dengan yang lain. Karena pada dasarnya pertempuran seru
yang baru saja berlangsung melawan Utusan Pencabut Nyawa
dan para tokohnya, adalah berkat kerjasama mereka yang tidak
disengaja. Tanpa kehadiran pihak yang lain, bencana yang akan
dihadapi pihak yang tersisa melawan Mo Hwee Hud dan
rombongan murid-murid dan Utusan Pencabut Nyawa. Apalagi
karena masih ada tokoh dengan kemampuan sihir yang sangat
mujijat dan nyaris saja gabungan Tiang Seng Lojin dan Tui Hong
Khek Sinkay gagal melawannya.
“Ji Sute, Sam Sumoy, berhubung kalian berdua perlu bertemu Bu
San di Thian Cong San untuk mengusir racun yang mengendap
dalam tubuh kalian masing-masing, maka jauh lebih baik kalian
berdua menemani para Lopeh dari Khong Sim Kaypang. Sebelum
menuju Thian Cong San, ada satu hal yang masih ingin kulakukan
di Pek In San.......” berkata Sie Lan In kepada Khong yan dan Tio
Lian Cu yang sontak menjadi kaget setengah mati.
“Ach Suci, itu tindakan yang kurang bijaksana...” berkata Tio Lian
Cu, protes dengan niat Sie Lan In yang dikemukakan tadi
2026
“Benar Suci, sangat tidak aman sekarang ini menyatroni Pek In
San,,,, tunggulah sebentar, kita dapat bersama pergi kesana
bertiga” tambah Khong Yan mendukung ucapan Tio Lian Cu tadi.
“Jangan khawatir, Sute, Sumoy, tentu saja aku tidak akan datang
terlampau dekat. Jangan takut, aku hanya akan mengintip dari
udara biar pada saatnya kita memiliki gambaran mengenai
markas mereka......” jawab Sie Lan In gembira karena merasa
dicintai kedua adik seperguruannya.
“Tapi, betapapun engkau harus turun dari udara untuk melihat
secara detail, sehebat apapun kemampuanmu dalam hal ginkang
Suci....” tolak Tio Lian Cu yang tetap saja berkeberatan dengan
ide Sie Lan In
“Tenang saja sumoy, aku memiliki cara khusus yang belum kalian
tahu. Tapi, boleh sebentar lagi kalian berdua tahu bagaimana
caraku melakukannya dengan tingkat keamanan yang tinggi.....
bahkan bukan tidak mungkin aku akan mendahului kalian tiba di
Gunung Thian Cong San nanti.....”
“Achhhh, bagaimana mungkin Suci...”? Tio Lian Cu tetap tidak
percaya, sama halnya dengan Khong Yan sendiri
2027
“Hikhikhik, baiklah, pergilah kalian memandu jalan buat para
Lopeh, aku akan lebih dahulu berlalu mendahului kalian semua
melakukan perjalanan,,,,, dan maafkan aku akan pamit
mendahului” sambil berkata demikian Sie Lan In bersiul keras,
nyaring dan melengking hingga bergema.
Tidak berapa lama, hanya sepersekian detik setelah siulan Sie
Lan In yang cukup kuat dan nyaring mengudara serta melengking
keras itu, tiba-tiba dari arah udara, atau dari ketinggian,
terdengarlah teriakan melengking seekor burung dengan suara
yang amatlah keras:
“Arrrrrrrrchhhhhhhhhhh ...............”
Dan tidak berapa lama, di dekat Sie Lan In, diiringi dengan
hamparan angin yang luar biasa kencangnya, sudah berdiri
seekor burung yang luar biasa besarnya. Ada dua kali tinggi Sie
Lan In dan bentangan sayapnya mungkin sekitar 3 atau 4 meter.
Dan yang amat mengerikan adalah, angin yang ditimbulkan oleh
kepakan sayapnya yang dapat membentang lebar itu, amatlah
keras dan bagaikan tiupan angin badai saja. Tetapi, begitu hingga
di samping Sie Lan In, burung itu jadi jinak dan bahkan langsung
bersimpuh seperti sedang meminta Sie Lan In untuk segera
duduk di punggungnya. Tak lama kemudian, Sie Lan In melayang
2028
pergi tanpa protes apapun dari kawan-kawannya. Semua kini
maklum, Sie Lan In pasti akan mampu menyelidiki keadaan Pek
In San dari udara.
Tidak berapa lama kemudian, tempat itupun menjadi sunyi dan
sepi. Itupun setelah mereka semua bekerja keras menguburkan
korban-korban perkelahian tadi yang ternyata korban tewasnya
mencapai angka 150an lebih kurang, dan korban luka berat ada
nyaris 50 orang. Selebihnya, yang terluka ringan sudah melarikan
dirinya kembali ke markas mereka.
“Semoga kawan-kawan kalian datang kembali untuk mengangkut
dan mengobati kalian semua.....” demikian desisan Kim Jie
Sinkay, dan merekapun berlalu. Sekali ini, langsung menuju Thian
Cong San.......
====================
Koay Ji semakin mendekati Thian Cong San. Sudah cukup lama
rasanya dia turun gunung dari Thian Cong San menuju Gunung
Siong San, dan sekarang dia berjalan kembali menuju
“rumahnya”. Memang, tidak ada tempat lain yang dapat dia
anggap sebagai rumah selain THIAN CONG PAY yang terdapat
di pinggang gunung Thian Cong San. Maka ketika tiba di kaki
2029
gunung Thian Cong San, melayangkan matanya kepuncak,
sekaligus melayangkan matanya ke pinggang gunung itu, tak
tersangka hatinya tersentuh dalam haru. Disana selama belasan
tahun dia menghabiskan masa kecilnya yang penuh derita, tetapi
disana dia bertemu orang-orang yang amat sayang dan
mendidiknya tanpa pamrih.
Dia terkenang Ang Sinshe, tokoh yang memberi nama panggilan
KOAY JI baginya. Dia terkenang dengan Khong Yan, cucu luar
Pangcu Thian Cong Pay yang sudah menampungnya pada masa
kecil, dan yang kelak bahkan menjadi suhengnya. Dia teringat
dengan Nyonya Cu Yu Hwi yang dia paham kurang begitu
menyukainya, entah apa sebabnya. Dia sama sekali tidak pernah
tahu. Kemudian diapun teringat anak-anak murid dari Cu Yu Hwi
yang sering mempermainkannya namun berubah baik pada akhirakhir
kebersamaan mereka. Dan tentu saja dia teringat dua SUHU
yang sangat dihormati dan dicintainya.
Dua Suhu yang memeliharanya, melatih dan mendidik dengan
penuh kasih hingga menjadi seorang berkepandaian seperti saat
ini. Meskipun SUHU pertamanya belakangan dia tahu bernama
BU TE Hwesio tapi belum sekalipun pernah bertatap muka
dengannya. Dan Suhu pertama ini yang banyak
bertanggungjawab atas masa kecilnya, membebaskan dan
2030
sekaligus memberinya obat mujijat. Bahkan pada masa kanakkanaknya
sudah dididik dengan iweekang rahasia tokoh itu tanpa
sedikitpun merasa keberatan dengan mewariskan ilmu mujijatnya
itu.
Suhu kedua adalah BU IN SINLIONG, seorang tokoh pertapa
yang amat mujijat dan hebat. Tokoh yang mendidiknya selama
sepuluh tahun, menanamkan dasar-dasar kependekaran, dan
yang juga memasrahkan banyak hal untuk dia kerjakan kedepan
bahkan atas nama sang suhu. Suhu kedua ini tidak banyak bicara
hal-hal remeh, tetapi jika bicara, maka dia pasti membicarakan
hal-hal penting, baik mengenai ilmu silat, sejarah rimba persilatan,
kekhasan tokoh-tokoh silat, dan hal-hal penting lain terkait dirinya.
Tetapi, dia sangatlah sadar, meski tidak banyak bicara, tetapi
orang tua pertapa itu begitu mengasihinya. Dia dapat
merasakannya dari perhatian, dari tatapan mata dan dari harapan
yang diberikan kepundaknya. Koay Ji bukan orang bodoh yang
mati rasa, sebaliknya dia merasakan betul kasih sayang sang
Suhu kepadanya, dan dia sungguh mensyukurinya.
Dan kini, dalam wujud KOAY JI, dan bukan dalam wujud lain dia
mulai mendaki lagi, alias PULANG ke rumah satu-satunya yang
dia tahu. THIAN CONG PAY dan tentu Gua Pertapaan Gurunya.
Hanya tempat itu yang diingatnya dan dia tahu jika menyebut kata
2031
PULANG. Kemana lagi memangnya? Sekali ini, bukan pekerjaan
berat bagi Koay Ji menemukan kembali tempat masa kecilnya,
tempat penuh kenangan yang mendidik dan yang juga
membuatnya seperti sekarang ini. Seorang pemuda yang pilih
tanding, meski tampil dalam beberapa identitas ketika berkelana
di Rimba Persilatan. Dia kadang muncul sebagai Thian Liong
Koay Hiap, kadang muncul sebagai pemuda matang usia
pertengahan dengan nama TANG HOK. Kadang dia munculkan
diri sebagai seorang bernama BU SAN, seorang muda lugu yang
tidak pandai silat tetapi anehnya menguasai begitu banyak teori
ilmu silat yang hebat-hebat. Namun ketika PULANG, dia muncul
sebagai dirinya sendiri, KOAY JI si anak aneh dari Thian Cong
San.
Tetapi, alangkah kaget Koay Ji ketika menemukan Thian Cong
Pay dalam keadaan yang sungguh jauh berbeda dengan
angannya semula. Sebetulnya, tidaklah banyak yang berubah
disana secara fisik. Rumah utama memang bertambah besar,
tetapi selain perubahan itu serta juga bertambahnya beberapa
rumah yang lain, nyaris tidak ada yang berubah lagi. Jadi? Apa
yang sebenarnya membuat Koay Ji terkejut dan merasa aneh?
Yang membuatnya merasa kaget adalah, tempat tersebut justru
terlihat sepi, senyap dan sepertinya tidak banyak lagi orang yang
2032
tinggal disitu. Tidak lama waktu yang dibutuhkan Koay Ji untuk
paham bahwa hanya di rumah utamalah terdapat manusianya.
Tetapi itupun hanya ada sekitar dua atau tiga orang belaka,
sementara rumah-rumah lain justru sebagian besar dalam
keadaan kosong. Entah mengapa. Kemana semua saudara
seperguruannya yang setahunya sudah tiba di Thian Cong San?
Kemana pula anak murid Thian Cong Pay?
Dengan digelayuti sejumlah pertanyaan seperti itu, pada akhirnya
mulailah Koay Ji melangkah menuju Rumah Utama. Betapapapun
juga, bagaimanapun rumah utama itu sudah bertambah besar dan
lebih megah, tetapi Koay Ji masihlah kenal dengan rumah itu.
Rumah dimana terdapat perpustakaan yang cukup bersejarah
baginya, dan juga adalah tempat tinggal Cu Pangcu bersama
seluruh keluarga besarnya. Juga anak-anak dan juga cucu Cu
Pangcu, termasuk Khong Yan yang adalah teman masa kecilnya,
tetapi juga belakangan baru dia tahu sekaligus sudah merupakan
adik seperguruannya sendiri. Begitu mulai memasuki rumah
besar itu, Koay Ji merasakan suasana yang hening itu sedikit
mencurigakan, meskipun tidak terasa membahayakan bagi
dirinya sendiri. Tetapi, keanehan itu membuatnya merasa
tergelitik. Sebenarnya, ada apa gerangan dengan rumah utama
ini? Atau tepatnya, ada apa dengan Thian Cong Pay?
2033
Jawaban baginya segera tersedia ketika beberapa saat kemudian
muncul seorang yang sudah rada tua dan tidak dikenalnya. Orang
itu langsung menemuinya untuk kemudian bertanya dengan suara
serak:
“Kongcu sedang mencari siapakah..”? jelas orang yang bertanya
itu tidak menguasai ilmu silat sedikitpun.
“Oooooh, maaf, cayhe Koay Ji dan sedang mencari Cu Pangcu.
Berada dimanakah gerangan Cu Pangcu sekarang....”?
Mendengar perkataan Koay Ji, orang yang menjaga rumah utama
itu terlihat sedikit gembira dan kemudian berkata:
“Menurut Pangcu bersama seluruh saudara seperguruannya, jika
ada yang datang mengaku sebagai Koay Ji ataupun Thian Liong
Koay Hiap, maka orang itu mestinya sudah tahu kemana harus
pergi mencari. Dan hanya itu belaka yang kutahu, harap maafkan
kongcu....” berkata orang tua itu dengan nada dan kata-kata yang
terlihat memang sudah lama disiapkan.
“Baiklah,,,,, tetapi pada kemana seluruh anggota perguruan
ini....”? bertanya Koay Ji sekali lagi untuk meyakinkan dirinya
2034
“Sejak dua bulan terakhir sudah disuruh turun gunung oleh Cu
Pangcu, dan selama ini Rumah Perguruan hanya dijaga 5 orang
belaka......”
“Baiklah,,,,, biarlah cayhe langsung mencari Cu Pangcu..” berkata
Koay Ji untuk kemudian langsung berjalan pergi. Dia tahu dan
bisa menebak, kelihatannya semua saudara seperguruannya
berada di gua tempat Suhunya bertapa. Karena Gua itu memang
memiliki beberapa ruang yang disiapkan secara khusus sebagai
tempat berlatih dan terpisah dari rumah perguruan. Terasa aneh,
karena sesungguhnya Gua Pertapaan Suhunya adalah sebuah
tempat terlarang. Jangankan murid-murid Tian Cong San, bahkan
mereka sesama saudara seperguruan sendiripun dilarang untuk
mendekat dan mendatangi Gua ini. Sekarang?
Koay Ji memutuskan untuk segera menuju tempat tersebut.
Tempat yang terlindung oleh hutan yang lumayan lebat dan sulit
ditemukan oleh mereka yang sama sekali belum mengetahui
secara persis letaknya. Ada jarak sekitar 200 meter yang adalah
perladangan dan bekas tempat memelihara daun obat Ang
Sinshe dan berbatas langsung dengan hutan lebat. Dan panjang
hutan lebat hingga tiba ke Gua Suhunya juga cukup panjang,
mungkin ada 300 atau 400 meter – sebuah jarak yang cukup
panjang sebenarnya. Melewati ladang tanaman obat yang bekas2035
bekasnya masih terlihat tetapi sudah tidak terurus, Koay Ji bagai
dapat mengingat kembali masa kecilnya. Anehnya, mundur ke
belakang sebelum diserang Mo Hwee Hud dan si Rase Tanpa
Bayangan, dia justru merasa blank dan tidak punya kenangan
sama sekali. Setelah melewati perladangan itu, maka bukan
perkara sulit bagi Koay Ji untuk dapat menemukan tempat
pertapaan Suhunya.
Tetapi, alangkah terkejutnya Koay Ji ketika melangkah masuk ke
hutan itu, baru saja semeter dia melangkah masuk tiba-tiba
keadaannya sudah berubah seratus delapan puluh derajat.
Suara-suara yang mengacaukan pendengaran dan penglihatan
yang buram dan membuyar segera tersaji dihadapannya. Dia
sontak terkejut setengah mati, karena sesungguhnya dia tahu
daerah itu adalah daerah hutan dan sepertinya keadaannya
sudah jauh berbeda. Selain itu, hawa mujijat dan pengaruh mitis
dan aneh atas kesadaran ketika memasuki hutan, sungguh
sangat kuat dan bahkan dia sendiri harus mengatakan terganggu.
Suara-suara aneh itu bahkan semakin ribut dan diselingi suara
badai dan prahara yang mendatangkan perasaan aneh, tertekan
dan perasaan takut dan khawatir.
Tetapi tentu saja Koay Ji paham apa artinya. Kelihatannya daerah
itu seperti sudah “ditanam” sejenis kekuatan mujijat ataupun
2036
barisan aneh yang dapat mengalihkan dan merusak kesadaran
orang. Tetapi kekuatan Barisan itu sungguh-sungguh amat sangat
mengejutkan. Karena jika dia sampai terpengaruh dan sempat
kehilangan kesadaran, itu berarti barisan mujijat yang dipasang
bukanlah barisan biasa. Tetapi sebuah barisan mujijat yang amat
hebat. Pengalaman yang mulai banyak membuat Koay Ji sadar
dengan apa yang sedang dihadapinya pada saat itu. Dan jelas dia
tahu bagaimana menghadapi tekanan dan pengaruh mujijat
seperti itu.
Dengan segera dia mengerahkan kekuatan iweekangnya,
membersihkan pandang matanya dan kemudian membersihkan
daya kekuatan batinnya. Tetapi, luar biasa, karena tidaklah
mudah baginya untuk menemukan dan membersihkan kesadaran
serta memandang hutan didepan atau didalam dimana dia baru
saja masuk. Terlihat seperti hutan biasa, tidak ada yang aneh,
tetapi begitu masuk, engaruh yang sangat luar biasa langsung
menerjangnya. Dia masih sadar sedang berada dalam hutan,
tetapi entah mengapa pandangannya seperti sedang berada di
suatu tempat yang amat aneh dan luar biasa. Tidak terlihat hutan,
tidak ada pohon besar, yang ada adalah kegersangan dan
suasana mencekam karena temaram dan udara yang terasa agak
tipis. Selain itu, pengaruh-pengaruh dan hawa mujijat
2037
membuatnya amat sulit berkonsentrasi, untuk melakukannya dia
membutuhkan usaha, kemauan dan tekad yang kuat.
Padahal, sesungguhnya kekuatan batin Koay Ji sudah cukup
hebat pada saat itu, tetapi entah mengapa dalam menghadapi
Barisan yang satu ini dia seperti masih belum menemukan
kuncinya. Dia masih belum tahu bagaimana menghadapinya dan
karena itu dia merasa tertantang guna dapat memahaminya lebih
jauh lagi. Tetapi, apa lacur, sudah mengerahkan kekuatan
batinnya, sudah mengerahkan iweekang hingga tujuh bagian, dia
masih saja belum dapat melihat suasana yang normal.
Sebaliknya, justru mulailah terdengar suara-suara menyeramkan
dan mengancam keselamatannya. Suara-suara serangan senjata
tajam, juga suara-suara serangan senjata rahasia, hingga suarasuara
yang berseliweran di telinga fisik dan telinga batinnya. Pada
titik itu, Koay Ji sendiripun mulai merasa seram dan malah sempat
nyaris kehilangan konsentrasinya.
Di saat-saat dia mulai nyaris kehilangan pegangan dan
kesadarannya, dia teringat dengan “Ilmu Hitam” dalam Kitab
Mujijat dan teringat percakapannya dengan Kakek aneh dalam
perjalanan menuju Thian Cong San. Sontak dia duduk dan
melakukan samadhi sambil berusaha lepas dan mengandalkan
kekuatan batinnya memandang apa yang terjadi di sekitarnya. Dia
2038
kemudian menutup mata, bahkan juga mulai mengabaikan suarasuara
yang masuk melalui telinganya. Tetapi, hebat luar biasa,
tekanan keadaan dan lingkungan dimana dia berada benar-benar
sangat hebat dan sangat kuat, sulit dilawan. Koay Ji memang
kemudian mulai mampu melindungi kesadarannya, tetapi tekanan
yang memaksanya untuk takut, khawatir dan gelisah sampai bisa
kehilangan kesadaran terus dan terus menyerang bagai
bergelombang. Meskipun dia sudah melakukan samadhi, bahkan
sudah berusaha melepas semua ganjalan di dadanya, semua
emosinya, semua ambisinya, tetapi tetap saja teramat sulit untuk
melawan arus pengaruh barisan mujijat itu.
Tekanan berat itu berlangsung terus, terus dan terus, dan Koay Ji
berusaha untuk bertahan dengan samadhi, hanya bertahan.
Bahkanpun dengan kekuatan batinnya, sampai berusaha untuk
masuk menelaah ke kedalaman batinnya sendiri, dalam
ketenangan itu sendiri dengan coba menerima apa yang sedang
terjadi disekitarnya. Kemampuan berkonsentrasi, kemampuan
untuk menerima dirinya, dan kemampuan memandang secara
teliti keadaan sekitarnya dalam kekuatan batin, semua benarbenar
bagaikan menghadapi ancaman langsung, secara
berdepan. Semua seperti sulit diaturnya dan dikuasai, tetapi dia
tetap berusaha untuk bertahan, bertahan dan mencari cara
2039
melalui memeriksa seluruh catatan pelajaran yang dikuasainya.
Baik pelajaran agama, pelajaran iweekang bahkan hingga
memeriksa khasanah ilmu hitam dan ilmu sihir yang melekat
dalam pikiran dan kepalanya melalui sebuah kitab kecil yang
dibacanya pada masa kanak kanaknya. Tekanan itu menguat dari
waktu ke waktu, tetapi lama-kelamaan Koay Ji mulai merasakan
sesuatu yang aneh dan agak lain. Cukup lama dia
menimbangnya, cukup lama dia menganalisanya, sampai
kemudian dia menyimpulkan:
“Hmmmmm, ini mestinya tekanan yang disengaja untuk
membuatku melatih terlebih dalam lagi kekuatan-kekuatan mitis,
kekuatan sihir, ketenangan batin, dan sekaligus kemampuan
menjaga ketenangan. Juga kemampuan berkonsentrasi.
Gelombang tekanan dalam semua aspek, baik aspek kebatinan,
aspek emosional, benar-benar terasa seperti “diciptakan” untuk
memaksaku mengetahui batasanku. Ach, aku tidak boleh
menyerah, harus melawan......” kebandelan Koay Ji yang kenyang
dengan penderitaan semasa di tempat yang sama, membuatnya
mengeraskan hati serta membuatnya sekaligus bertekad
melawan.
Kesadaran itulah yang menghasilkan daya ulet dan daya juang
yang luar biasa dan akhirnya membuat Koay Jie tenggelam dalam
2040
samadhi. Dia sudah tidak ingat semua yang terjadi di sekitarnya,
mata batinnya awas dan terbuka, tetapi justru saat itu, dia sedang
tertidur lelap. Dia memasrahkan rasa sakitnya, rasa gelisahnya,
rasa was-was dan kekhawatirannya, dan mencoba menerima
semua itu agar tidak sampai menghasilkan keputus-asaan dan
ketidaktahuan melakukan apapun. “Karena jangan dibiarkan isi
kepalamu dikuasai ketidakpastian, jangan biarkan emosimu
ditentukan lingkungan dimana engkau berada, jangan sampai
tindakanmu semata-mata karena merespons dan menjawab
gerakan-gerakan orang,,,,,,, tetapi coba sadarilah semua
keterbatasanmu, terimalah, satukan dan tetaplah jaga
kewarasanmu, jaga sekaligus kewaspadaan, pelihara ketahanan
emosi dan sadar senantiasa dengan kesadaran nuranimu,,,,,,
maka engkau akan menemukan banyak, sangat banyak.......”
Boleh dikata setelah memahaminya, Koay Ji kemudian menyatu
dengan alam, dia seperti tertidur tetapi mengerti dan tahu apa
yang terjadi di sekitarnya. Tetapi saat tidur atau tertidur, cobaan
dan hadangan yang lain menempurnya, khayalan dan mimpi yang
sangat liar dan gila. Mimpi untuk menjadi penguasa persilatan,
mimpi memperoleh wanita-wanita cantik, menjadi orang yang
sangat kaya dan dihormati. Dan Koay Ji harus menghadapi
semuanya. Tetapi, seperti tadi, dia berkutat untuk mencoba dapat
2041
menerima semuanya, menerima apa adanya, memandang
sekeliling dalam mata dan telinga batinnya dan kemudian
membuatnya menemukan apa yang diinginkannya. Bukan
ketenaran, bukan kekayaan, bukan kekuasaan, bukan wanita
cantik, bukan semua itu, tetapi ketenangan dalam menerima,
melihat dan memilah apa yang cocok dengan dirinya. Menerima
diri, keterbatasan dan kekuatan dengan cara “apa adanya” dan
mensyukuri miliknya.
Perlahan-lahan dia mulai sanggup menerima serta juga
memandang gelombang yang menekannya, menekan emosinya,
akalnya, hatinya dan semangatnya. Semua yang berada di luar
dirinya seakan terus menantangnya, seakan melawannya, dan
menuntut perlawanan dirinya hingga sampai titik yang melampaui
kemampuannya. Karena itu, mengikuti juga apa yang
dipahaminya beberapa waktu lalu, dia mencoba menerima batas
kemampuannya, menerima apa adanya dan hebatnya dia mampu
menemukan ketenangan. Dia mampu mengalahkan semua
tekanan dan godaan dan sampai akhirnya setelah berkutat
beberapa jam, diapun terlelap dalam diam. Dalam samadhi. Kini,
dia benar-benar melupakan semuanya, tetapi menerima
semuanya. Memaafkan dirinya, menerima semua deritanya,
tetapi tetap berdiri di atas siapa dirinya, seperti apa dia kelak, dan
2042
bagaimana dia kelak. Koay Ji kini lupa segalanya, tenggelam
dalam tidur dan mimpinya, tetapi wajahnya cerah.
Koay Ji lupa waktu dan barulah malam hari dia dapat menemukan
dirinya kembali. Seutuhnya. Tidak lagi memandang melalui
dinding kekuatan batinnya, tapi sekaligus memandang
sekelilingnya dengan mata fisiknya dan juga mata hatinya. Tapi
yang hebat, dia beroleh kesegaran berpikir, lebih baru, lebih
bersemangat yang seolah bergelora dan terus menyala. Tapi, dia
merasa teramat lelah dan teramat letih. Nyaris setengah hari atau
mungkin lebih dan dia harus mengakui betapa mujijatnya Barisan
yang bisa dia pastikan adalah ciptaan sang Suhu. Koai Ji baru
sadar kini bahwa jalan masuk melalui hutan menuju pertapaan
suhunya sudah menjadi arena belajar tingkat lanjut yang
kelihatannya disediakan Suhunya. Tentunya bagi mereka sesama
saudara seperguruan. Ketika akhirnya sampai, yang justru dia
temui terlebih awal adalah Tek Ui Sinkay:
“Acccccch, padahal menurut Suhu, engkau mestinya
membutuhkan waktu sehari semalam untuk terlepas dari formasi
penghilang sukma. Tetapi ternyata, engkau hanya butuh
setengah hari dari waktu yang diperkirakan. Engkau mampu
melampaui dan mengatasi formasi pembingung sukma yang
bahkan dapat menghilangkan sukma dan kesadaran
2043
kemanusiaan kita. Engkau hebat Siauw Sute, sungguh luar
biasa.....” sambut Sam Suhengnya yang menyambut
kedatangannya di pintu masuk goa pertapaan Suhunya, Bu In
Sinliong. Pada saat itu Koay Ji berjalan mendekat dalam kondisi
sangat sadar dan amat jelas dengan lingkungannya. Dan dia jelas
tahu jika saat itu dia sudah tiba di pintu masuk gua pertapaan
gurunya.
“Sam Suheng,,,,,, achhhh...” begitu melihat Sam Suheng, orang
yang amat dihormati dan amat dikasihinya itu, Koay Ji menjadi
terharu. Tetapi bersamaan dengan itu, dia merasakan keletihan
yang amat luar biasa menyerang dirinya. Untungnya Tek Ui
Sinkay sepertinya memahami persoalannya itu, karenanya
dengan lembut bagaikan orang tua kepada anaknya, dia
menyambut dan merangkul Koay Ji sambil kemudian berbisik
dengan suara penuh kasih sayang:
“Siauw sute, Insu berpesan, siapapun dari kita, begitu selesai
melampui Barisan ini, haruslah segera beristirahat dan tidur.
Ingat, benar-benar tertidur. Manfaat tidur itu bukan hanya sekedar
mengembalikan kekuatan fisik dan kekuatan mental yang baru
saja terkuras habis selama mengarungi Barisan Mujijat itu, tetapi
juga menata dirimu sendiri dalam kematangan emosional dan
ketenangan batin,,,,,,, Nach marilah..” Tek Ui Sinkay kemudian
2044
menuntun Koay Ji memasuki gua, dan setelah berbelok ke kiri
selama beberapa meter, akhirnya tiba di sebuah ruangan. Begitu
dibaringkan, Koay Ji yang kelelahan lahir dan batin sudah dengan
cepat tertidur dan lupa segalanya. Dia tidak tahu sama sekali apa
yang terjadi selanjutnya, keletihan yang amat sangat secara
mental dan fisik dengan cepat melayangkannya ke dunia orang
tidur, lelap dan tidak ingat satu apapun.
Sampai akhirnya pagi-pagi benar, dia terbangun serta
menemukan dirinya dalam sebuah ruangan dengan tempat tidur
sederhana. Tapi, dia langsung tahu bahwa dia sudah berada
dalam gua pertapaan Suhunya, meski tempat dimana sang Suhu
bertapa, terisolasi dari tempat mereka saat itu. Maklum, sejak
Koay Ji turun gunung, Suhunya dengan tegas memberitahukan
bahwa sejak saat itu, dia akan segera memutuskan hubungan
dengan dunia luar. Dan bahkan menutup akses masuk ke bagian
dalam Gua pertapaannya untuk selama-lamanya. Koay Ji sangat
paham dan tentunya masih ingat dengan amat jelas semua
perintah dan pesan-pesan Suhunya kepadanya. Bahkan juga
termasuk pesan-pesan sang Suhu kepada seluruh saudara
seperguruannya melalui dirinya.
Sebetulnya, jika Koay Ji berkeras untuk menemui Suhunya, dia
tahu jalan masuknya seperti bagaimana caranya Thian Hoat Tosu
2045
menemui suhunya berapa tahun silam. Tetapi, dia ingat betul
permohonan terakhir Suhunya agar tidak lagi menemui dirinya
apapun alasan dan apapun keperluannya. Bahkan seluruh
kebutuhan Koay Ji ke depan pun, sudah dia atur dan sudah dia
tunjuk siapa yang mengurus dan mewakili. Karena itu, pada
akhirnya dengan penuh kesedihan dia hanya memandang dinding
guanya dan kemudian bergumam sedih:
“Suhu, tecu sudah kembali.......”
Tentu saja tidak ada jawaban meski dia berharap ada jawaban.
Tapi begitupun Koay Ji merasa bahwa Suhunya
mendengarkannya, meskipun tidak menjawab apa yang baru saja
digumamkannya. Beberapa saat kemudian, setelah membenahi
diri sendiri meski hanya sebentar, diapun melangkah keluar dari
ruangan itu. Tetapi sayangnya dia tidak menemukan seorangpun
dari saudara seperguruannya berada disana. Juga Tek Ui Sinkay
tidak ditemukannya disana. Karena tidak menemukan satupun
orang dalam gua, dia kemudian melangkah ke luar pintu gua, dan
pada akhirnya dia menemukan orang-orang yang dicarinya.
Sedang apakah mereka?
Semua saudara seperguruannya sedang berada di luar gua
pertapaan dan dalam posisi segi enam dengan sang toa suheng
2046
berada tepat di tengah-tengah. Mereka semua tenggelam dalam
samadhi, sepertinya posisi seperti itu sudah cukup lama. Terbukti
dari rumput sekitar mereka yang seperti bekas didesak melesak
ke tanah dan raut wajah mereka semua sangatlah serius. Sekali
pandang Koay Ji langsung paham bahwa mereka sepertinya
sedang berlatih satu imu, entah ilmu apakah itu gerangan. Melirik
kondisi Toa Suhengnya yang penuh wibawa, Koay Ji tersenyum
senang karena melihat jika semua saudara seperguruannya
seperti berada dalam komando sang toa suheng. Dan jelas
mereka sedang berlatih.
Sesungguhnya Koay Ji heran, dahulunya tidak ada bidang tanah
luas di pintu masuk gua suhunya, tetapi sekarang, entah
bagaimana terdapat bidang tanah yang cukup luas. Mungkin ada
kurang lebih 10 x 30 meter yang menghampar di pintu masuk gua
dan pintu masuk, itupun kini terekspose keluar dan dapat
ditemukan begitu keluar dari hutan. Hutan itu sendiri memang
amat lebat, terlebih dengan barisan mujijat yang terpasang
disana, bisa dipastikan Suhunya sudah mempersiapkan semua ini
bagi mereka anak muridnya. Entah dengan maksud apa. Jelas
Koay Ji tidak dapat berspekulasi untuk kepentingan apa.
Melihat semua suhengnya sedang berlatih, Koay Ji mejadi agak
bersemangat untuk ituk berlatih meski dengan cara yang berbeda.
2047
Dia memilih satu sudut berjarak beberapa meter dari barisan
saudara seperguruannya yang sedang berlatih dan kemudian
tenggelam dalam latihannya sendiri. Sebentar saja dia sudah
tenggelam dalam samadhi dan berlatih kembali penggabungan
dua hawa mujijat Pouw Tee Pwe Yap Siankang dan Toa Pan Yo
Hian Kang. Setelah pertemuannya dengan si Pengemis aneh Lie
Hu San, Koay Ji baru sekarang kembali berlatih dengan kedua
ilmunya ini. Dan dia jadi sangat gembira berbareng menyesal
karena tidak langsung berlatih dahulu setelah menemukan
penerangan dari si pengemis Lie Hu San.
Bukan apa-apa, dia bisa menemukan kenyataan yang sangat
menggembirakan, jika latihannya seperti menemukan tingkatan
yang lebih baru lagi. Kekuatannya itu lebih bergelombang, lebih
tertata, lebih mudah dikerahkan, dan bahkan memperkuat diri
sendiri lebih dari waktu-waktu sebelumnya. Yang kurang
disadarinya pada saat itu, mungkin ialah pengaruh perjalanannya
memasuki atau menembusi hutan buatan suhunya. Tanpa proses
tersebut, apa yang diterimanya dari si pengemis tetap hanya
bagai “pengantar” belaka. Karena dengan pesan pembuka Lie Hu
San, dia bertemu jalan dan cara melampaui Barisan Pembingung
Sukma, sekaligus melatih seluruh potensi dirinya dengan
menemukan batas kemamuan dirinya.
2048
Maka ketika dia berlatih kembali pagi itu, dia seperti menemukan
dirinya menapak selangkah lagi lebih maju. Dia tidak sadar jika
Suhunya memang mengaturnya untuk maju menapak selangkah
demi selangkah, tetapi melalui atau lewat penemuannya sendiri.
Bukan lagi lewat “disuapi” sang Suhu, tetapi melalui upaya
“menganalisa”, “menggali”, “menciptakan” dan “menemukan”
serta “mengolah” sendiri berdasarkan semua yang dia punya.
Berdasarkan, semua pengalamannya, semua bacaannya, semua
yang disaksikannya. Seperti itulah kemajuan seorang yang paling
bermakna. Bukan lagi lewat tuntutan, bimbingan, pengajaran
sehari-hari dari seorang Suhu, tetapi melalui satu cara kerja
mandiri dalam upaya untuk selalu dan selalu usaha menemukan,
menciptakan dan membentuk.
Pagi itu, Koay Ji memahami semuanya. Meskipun sebelumsebelumnya
sebagian dari proses itu sudah dia mulai, mencipta,
menganalisis, melihat untuk memperbaiki, dan seterusnya.
Tetapi, dengan mengetahui batasnya, mengetahui
kemampuannya, kini dia diingatkan bahwa kemajuannya
sekarang, sangat tergantung atas kemauan dan ketekunannya
sendiri. Semua sudah dia miliki, bacaan-bacaan, temuan-temuan
lewat jurus serangan lawan, kawan dan tarung yang dilewati serta
disaksikannya. Semua itu adalah bahan mentah, tetapi akan tetap
2049
menjadi bahan mentah jika dia membiarkannya tetap sebagai
tontotan dan bukan bahan pelajaran. Dan dia sudah menyaksikan
banyak. Teramat banyak malahan. Juga sudah memiliki ilmu
sendiri yang tidak sedikit ragam macamnya. Warisan kedua
Suhunya: Bu In Sinliong dan Bu Te Hwesio, dua manusia langka
di dunia persilatan adalah bahan-bahan pembentuk dan
dasarnya. Tapi, dia masih punya yang lain.
Karena dia juga masih membaca dua Kitab Pusaka, Kitab Pusaka
Pouw Tee Pwe Yap Siankang dan pastinya Kitab Pusaka dari Pat
Bin Ling Long. Khusus kitab yang kedua, memberi dia begitu
banyak perspektif baru yang lebih kreatif dan progressif, sangat
berbeda dengan warisan kedua suhunya yang sangat kokoh, dan
mantap. Kemantapan dan kekokohan lewat Ilmu-Ilmu Budha
sudah dia miliki dan kuasai secara baik, ditambah dengan
kreatifitas dan dinamisasi yang diwarisinya dari Kitab Pat Bin Ling
Long. Dan jika semua itu masih ditambah lagi dengan
“kecelakaan” yang berubah menjadi “berkah” semasa kecil yang
membuatnya jadi memiliki kekuatan raksasa dalam dirinya, maka
Koay Ji seperti menemukan semua alasan menjadi seorang yang
berbeda.
Samadhi dan latihan pagi Koay Ji yang sedang dalam semangat
yang membuncah membuatnya memahami semua sejarah
2050
hidupnya. Meski mengalami peristiwa yang buruk dalam sejarah
hidupnya, tetapi dia menerimanya sebagai takdir yang haruslah
dia jalani. Karena toch, dia sekaligus menerima “ganti” yang sama
besar, seimbang dengan jalan sengsara yang dilampauinya sejak
masa kanak-kanaknya. “Menerima siapa dirimu apa adanya,
memahami keterbatasan kemanusiaanmu, dan melangkah
dengan semua itu sambil awas dengan sekelilingmu...” adalah
warisan terakhir yang mengantarnya memasuki gerbang baru itu.
Gerbang itu sendiri kemudian menjadi lebih jelas dan tegas
setelah berhasil melampaui Barisan Pembingung Sukma di hutan
masuk menuju gua pertapaan gurunya.
Inilah dia, hari ini, seorang Koay Ji yang menjadi apa adanya,
siapa dirinya tanpa tahu identitasnya. Tapi dia tidak lagi
menangisinya. Karena Pemahaman yang lebih tentang dirinya
dan kemampuannya membawanya pada kesadaran baru. Toch,
kemajuannya sangat pesat dan hebat, dia sadari itu, tetapi tidak
menjadi gembira berlebihan. Karena posisinya pada saat itu
adalah menyadari keniscayaannya untuk tidak berhenti
berproses, tidak berhenti berjalan, tetapi terus hidup, terus maju
dan jangan pernah berhenti. Terus menggali, terus menganalisa,
terus membentuk, terus menciptakan.... tidak ada kesempurnaan
yang statis. Kesempurnaan bukan titik akhir, tetapi sebuah proses
2051
yang tidak pernah akan berhenti, titik akhir di hari ini bisa
merupakan titik awal di hari yang lain. Selama kita manusia hidup,
selama itu pula kita akan mencari, menggali, membentuk,
menciptakan, dan besoknya akan seperti itu lagi. Terus dan terus
seperti itu.
Koay Ji mulai memasuki tahapan menyadari memiliki banyak,
sekaligus menyadari bahwa dia belum memiliki banyak. Tetapi,
dia baru berada di pintu masuk tahapan yang bakalan lebih luas
lagi nantinya. Dia masih tetap membutuhkan waktu panjang guna
memaknai penemuan baru atas dirinya sendiri. Tetapi, berdiri di
posisi itupun sudah bermakna sangatlah besar dan amat penting
bagi dirinya sendiri. Karena sesungguhnya, dia terlampau cepat
berada pada posisinya sekarang ini, terlampau muda usia
baginya pada saat mencapainya. Seperti begitu banyak kebetulan
dan kemujijatan serta keberuntungan yang ditemuinya dan
didapatkannya. Tapi begitu jalan kehidupan, yang kadang-kadang
terasa mudah dan beruntung bagi orang lain, kadang terasa
nelangsa dan buruk bagi orang lainnya lagi.
Koay Ji tergugah dari pendalaman pribadinya dan juga latihan
dalam samadhinya ketika beberapa jam kemudian saudarasaudara
seperguruannya menggugahnya dari samadhi. Dan
alangkah kagetnya dia karena begitu sadar, sudah berada di
2052
hadapannya berdiri ketujuh saudara-saudara seperguruannya
dan semua sedang asyik mengamati keadaannya:
“Achhh, maafkan para Suheng, Suci ketika bangun pagi tadi
karena tidak menjumpai menemui seorangpun, akhirnya keluar
dan menemui para suheng dan suci tenryata sedang berlatih di
pagi hari. Tecu juga jadi ikut-ikutan berlatih meski hanya berlatih
sendirian belaka......”
“Hmmmm, dan sepagi ini engkau sudah terbangun lagi....”? tanya
Toa Suhengnya yang seperti heran dan terkejut, jelas diwajahnya.
Melihat ini, Koay Ji menjadi rada bingung, entah apa maksud toa
suhengnya.
“Benar Toa suheng........ apakah ada yang keliru dan ada yang
salah yang baru saja kulakukan toa suheng? Tanyanya bingung
“Beginis siauw sute yang baik, kami membutuhkan waktu sampai
36 jam baru dapat bangun kembali, tetapi engkau kelihatannya
hanya butuh waktu sekitar 12 jam atau malah kurang......., benarbenar
hebat ramalan Insu kita itu....” desis Jit yang Sin sian (Dewa
Sakti Jit Yang) Pek Ciu Ping takjub. Sungguh awalnya dia kurang
yakin. Tetapi menemukan kenyataan betapa Koay Ji memang
benar hanya butuh atau membutuhkan waktu 12 jam untuk sadar
2053
kembali dan malah kini sudah berlatih bersama mereka, benarbenar
sangat mencengangkan.
Meski, sebenarnya dia sejak lama sudah paham dan mengerti
bahwa Suhunya itu banyak sekali dipenuhi misteri, selain memiliki
kepandaian dan ilmu silat yang maha tinggi, tetapi juga dia tahu
sang suhu memiliki kemampuan guna meramal kejadian di masa
depan. Sementara di lain pihak, menurut penulisan suhunya,
siauw sutenya juga memiliki banyak kelebihan dan banyak sekali
kebisaan yang akan mereka tahu satu demi satu kelak.
“Achhh Toa Suheng, engkau terlalu berlebihan...... tapi,
bagaimana keandaan Insu”? begitu mendengar nama Suhunya
dibawa-bawa, Koay Ji bersemangat dan menduga jika Suhunya
itu berada bersama mereka. Tapi dia segera kecele karena
ternyata suhu mereka tidak ada disitu.
“Berlebihan siauw sute? hahahaha, tanyakan kepada para
suheng dan sucimu yang lain, yang juga sama-sama membaca
tulisan yang ditinggalkan oleh Insu bagi kami semua. Dia
menuliskan jelas apa yang akan terjadi hingga pertemuan kita
pada pagi hari ini. Bahwa kami semua bakalan membutuhkan
waktu hingga kurang lebih 2 hari 1 malam untuk mampu melintasi
Barisan Pembingung Sukma yang terlampau aneh dan mujijat itu.
2054
Tetapi dilain pihak, engkau justru hanya membutuhkan cukup
berapa jam belaka. Selain itu, Insu menuliskan bahwa engkau
cukup 12 jam memulihkan dirimu sendiri, dan kami bakalan
membutuhkan waktu 36 jam setidaknya untuk dapat pulih
kembali. Dan, kenyataannya memang demikian. Dan apakah
menurutmu ini bukanlah sebuah keanehan...?, terang Pek Ciu
Ping sambil melihat kearah Koay Ji yang juga kebingungan.
“Accccch, Insu sampai menulis begitu detail....”? tanya Koay Ji
yang sedikit kecewa karena menyangka bisa bertemu Suhunya.
Dia sendiri tidak terlalu menganggap bahwa kemampuannya
untuk ebih cepat menyeberangi Barisan Pembingung Sukma dan
kecepatannya dalam memulihkan diri sebagai sesuatu yang luar
biasa. Ataupun sesuatu yang harus dibanggakannya dihadapan
sesama saudara seperguruannya. Dia bersikap biasa-biasa saja
dan membuat semua saudara seperguruannya mau tidak mau
kagum dan membenarkan penilaian guru mereka sendiri. Tentang
siauw sute mereka yang aneh dan punya kehebatan tersendiri,
termasuk juga keluhuran budi yang tak mereka sangkal.
“Begitulah kenyataannya Sute.....” adalah Sam Suhengnya, Tek
Ui Sinkay yang kini menjawab pertanyaannya barusan.
Pertanyaan mengenai dimana keberadaan Insu mereka, karena
2055
tidak nampak berada bersama mereka. Meski sebenarnya Koay
Ji tahu, sang suhu sudah menegaskan mundurkan dirinya.
“Ooooh........” singkat komentar Koay Ji, antara kecewa dan
gembira. Kecewa tidak dapat bertemu Suhunya yang amat dia
hormati tetapi merasa amat gembira karena bertemu secara
lengkap dengan semua saudara seperguruannnya justru di depan
goa pertapaan suhu mereka.
“Mari, sudah saatnya kita sarapan pagi, dan setelahnya kita dapat
bercakap-cakap secara lebih leluasa...” Tek Ui Sinkay berbicara
sekaligus mengundang semua orang untuk menikmati sadarapan
pagi.
“Eccchhh, tapi, dimana sarapannya Sam Suheng? Dan mengapa
di Markas Thian Liong Pang sama sekali sudah tidak ada
manusianya...”? tanya Koay Ji yang masih heran dengan
pengalamannya memasuki areal Thian Cong Pay. Pandang
matanya mengarah ke Cu Ying Lun dan Tek Ui Sinkay yang dia
tahu betul adalah saudara seperguruan pertama yang datang ke
Thian Cong San. Mereka berdua mestinya tahu dengan
perkembangan disana.
2056
“Siauw Sute,, begitu kami berdua kembali ke Thian Cong Pay,
meski hanya ditinggal beberapa bulan, ternyata perubahan luar
biasa sudah terjadi. Keamanan memasuki Gua ini sudah berlipat
ganda, dan hal yang sama terjadi dengan mulut lembah guna
masuk ke Markas Thian Cong Pay kita ini. Coba engkau tebak
sendiri, jika bukan Insu, habis siapa lagikah gerangan yang
bermampuan melakukan hal seperti ini bagi kita semua....”? Cu
Pangcu atau kakak seperguruan ketujuhnya menjelaskan singkat
kepada Koay Ji yang keheranan.
“Jadi...? kemana anak murid Thian Cong Pay....? kemana pula
anak buah Sam Suheng, anggota kaypang yang demikian banyak
itu....”? tanya Koay Ji yang meski mulai paham tetapi belum
seutuhnya.
“Kita makan dulu sute, baru membicarakannya semua....” ajak
Tek Ui Sinkay sambil mengajak pergi, makan ke Markas Thian
Cong Pay. Dan Koay Ji kembali heran, karena bukankah Thian
Cong Pay hanya dihuni 5 orang belaka? Mengapa pula mereka
akan makan disana?
“Hanya kita sesama saudara seperguruan yang diijinkan Insu
memasuki dan datang ke tempat ini, orang lain dilarang keras,
bahkan juga pelayan. Ini untuk menghormati Insu yang masih
2057
bertapa di dalam sana......” tegas Pek Ciu Ping, sang Toa Suheng
sambil mulai berjalan mengikuti di belakang Tek Ui Sinkay. Katakata
dan kalimat Pek Ciu Ping jelas dan tegas, dan sepertinya
adalah pesanan dan sekaligus perintah bagi mereka semua
selaku anak murid dari Bu In Sinliong sendiri. Dan diam-diam
Koay Ji mencatatnya dalam hati sekaligus yakin, bahwa memang
benar Suhunya kini menutup diri untuk selamanya. Buktinya,
meski mereka semua muridnya sudah datang dan berkumpul di
tempat pertapaannya, tetapi sang suhu tetap saja tidak
munculkan diri menemui mereka.
Tidak berapa lama, mereka kini berhadap-hadapan dan siap
duduk di meja makan yang berbentuk segi empat. Sebuah
peristiwa makan pagi bersama untuk pertama kalinya bagi seluruh
anak murid Bu In Sinliong. Dan secara lengkap pula, tidak ada
yang tertinggal. Tuan rumahnya sudah jelas adalah Cu Ying Lun,
murid ketujuh atau murid bungsu Bu In Sinliong sebelum
menerima Koay Ji menjadi murid penutupnya. Dan selaku Tuan
Rumah sekaligus pemimpin Thian Cong Pay, selaku Pangcu
Thian Cong Pay dia bertindak secara lugas dan cepat. Ternyata,
ini kebingungan Koay Ji yang lain, rumah utama Thian Cong Pay
sudah siap dengan makanan yang cukup lengkap. Siapa dan
darimana bahan makanan pagi mereka yang demikian lengkap,
2058
banyak jenisnya dan juga takarannya banyak. Padahal, bukankah
tinggal beberapa orang belaka yang ada disini?
“Mari para suheng, suci dan siauw sute...... sarapan pagi sudah
tersedia. Silahkan Toa Suheng memulainya......”
Makan pagi yang cukup ramai, tetapi adalah Oey Hwa dengan
sesekali dibantu Pek Sim Nikouw atau Pek Bwe Li, masingmasing
murid kelima dan keenam yang paling ramai. Keduanya
tanpa sungkan menasehati dan “menggurui” Koay Ji dalam
bahasa bahasa guyon orang dewasa. Apalagi ketika mereka
mampu menyelesaikan makan pagi dengan lebih cepat
dibandingkan orang lain. Mereka tidak beranjak dari meja makan
dan mulai menggoda Koay Ji
“Ingat siauw sute, pilihan untuk gadis impianmu itu haruslah
serasi. Dia harus cantik dan juga lembut, baru bisa serasi
denganmu, dan baru kita restui. Karena itu, jangan sampai
engkau asal pilih ya.....” nasehat Oey Hwa dengan mimik wajah
yang cukup lucu sambil melirik Pek Bwe Li dan tersenyum.
“Dan jangan terlampau banyak menyakiti anak gadis orang,
berdosa jika engkau sampai melakukannya siauw sute.....”
2059
tambah Pek Sim Nikouw atau Pek Bwe Li senada dengan godaan
Oey Hwa
“Benar jangan asal suka dan kemudian asal pacaran, ataupun
suka gonta-ganti pacar seenaknya mentang mentang engkau
orang hebat berkepandaian tinggi. Tidak baik seperti itu, kami
kedua sucimu akan memarahimu jika melakukannya. Insu akan
tidak suka jika engkau berlaku begitu.....”
“Dan lagi, orang sepertimu sangat langka, pastilah banyak anak
gadis orang yang akan memperebutkan dirimu nanti.....”
Dan seterusnya dan seterusnya dan seterusnya. Koay Ji sampai
merah kuning biru wajahnya dikerjain kedua sucinya. Tetapi,
meski begitu dia tidak marah, karena dia tahu persis kedua
sucinya itu berlomba menyayanginya seperti menyayangi anak
mereka sendiri. Tetapi, nasehat mereka mengingatkannya
kepada Sie Lan In, gadis yang sudah menyita ruang hatinya, dan
membuatnya teringat Nona Yu yang sudah menjadi “istrinya”.
Keduanya cantik dan manis budi. Tetapi, dia tidak mengatakan
apa-apa menyahuti kedua sucinya. Lagipula dia belum siap untuk
mengakui siapa pilihan dan tambatan hatinya pada saat itu.
Tetapi, Tek Ui Sinkay dan Cu Ying Lun terlihat saling lirik dan
tersenyum. Sedetik kemudian:
2060
“Apakah engkau sedang terkenang dan mengenang Nona Sie
Lan In yang cantik jelita dan kini sedang merindukannya, siauw
sute....”? ledek Tek Ui Sinkay yang langsung membuat Koay Ji
jadi kelabakan dengan wajah bersemu merah. Sungguh sial, dia
menjadi bahan olok olok nyaris semua saudara seperguruannya
saat itu. Dan ini memancing Oey Hwa kembali beraksi karena
benar-benar pengen tahu siapa orang yang dicintai siauw
sutenya:
“Ha, jadi benar engkau sudah punya kekasih hati ya siauw sute,
waaaaah, engkau belum memperkenalkannya kepada kami.....”
kejarnya
“Acccch, sam suheng mau tahu saja asal bicara.......” tangkis
Koay Ji tanpa paham apa yang sebaiknya dia katakan.
“Oooocccch, baiklah, akan kukatakan kepadanya bahwa engkau
yang adalah Koay Ji, Thian Liong Koay Hiap sekalian dan pemuda
Bu San yang pura-pura bodoh itu ternyata tidak menyukai Sie
Kouwnio, bagaimana.....”? goda Tek Ui Sinkay dengan senyum
mengembang melihat Koay Ji kelabakan.
2061
“Waaaaah, jangan, jangan begitu Sam Suheng,..... ini..... ini......”
Koay Ji sontak tak sadar membuka perasaan hatinya didepan
semua saudara seperguruannya.
“Nach, terbukti kan engkau mencintai Sie Kouwnio......”? kejar Tek
Ui Sinkay dan sontak membuat Koay Ji terdiam. Benar juga, dia
cepat sekali terpancing dan tidak mampu menyembunyikan
perasaannya sendiri.
“Siapa Sie Kouwnio itu.....”? tanya Oey Hwa tegas, ingin tahu lebih
banyak. Maklum, dia berpikir siapapun jodoh bagi Koay Ji,
haruslah dia yang melakukan seleksi dan membantu Koay Ji
memutuskan.
“Jangan begitu sumoy, nanti siauw sute kita kebakaran jenggot.
Ini gadis cantik yang sangat dicintai sute kita......” tambah Tek Ui
Sinkay tambah menjadi-jadi dan makin membuat Oey Hwa sewot.
“Tapi, aku belum tahu siapa dia....” kejar Oey Hwa sambil
memandang tajam kearah Tek Ui Sinkay menuntut jawaban.
“Nanti juga sute akan memperkenalkanmu dengan Nona cantik
itu, pokoknya top dech, mana cantik dan berkepandaian tinggi
pula. Sudah pasti sangat serasi dengan siauw sute kita yang baik
ini.......”
2062
“Sudah, sudahlah..... Sie Lan In itu murid bungsu Lam Hay Sinni.
Sudah cukup, kita perlu memperbincangkan masalah lain, cukup
perbincangan ringan ini....” terdengar Pek Ciu Ping menengahi
dan mulai memimpin percakapan. Mendengar bahwa Sie Lan In
adalah murid Lam Hay Sinni, semua terdiam. Tapi,
“Hehehehe, baik toa suheng, silahkan engkau memimpin kami
semua...” terdengar Tek Ui Sinkay berbicara dan mempersilahkan
Pek Ciu Ping berbicara lebih lanjut. Karena dia sendiri sangat
paham bahwa ada banyak persoalan yang harus mereka
bicarakan, selain urusan dunia persilatan, juga urusan perguruan
mereka sendiri, sebagaimana perintah melalui tulisan-tulisan
yang ditinggalkan Bu In Sinliong bagi mereka semua sesama
saudara seperguruan.
Koay Ji terselamatkan oleh menyelanya Pek Ciu Ping dalam
percakapan mereka antar sesama saudara seperguruan. Sebab
jika tidak, maka Koay Ji pasti akan tetap semakin parah menjadi
buan-bulanan Oey Hwa yang seperti bekerjasama dengan Tek Ui
Sinkay dan Pek Bwe Li. Untunglah memang ada pekerjaan besar
mereka semua yang amat penting dan harus segera mereka
percakapkan. Koay Ji menarik nafas panjang dan merasa
gembira terbebas dari godaan dan jahilnya saudara-saudara
seperguruannya itu. Dan kini mereka bersiap menunggu Pek Ciu
2063
Ping yang kelihatannya sudah bersiap-siap untuk segera memulai
percakapan penting diantara mereka berdelapan selaku murid Bu
In Sinliong.
“Para Sute dan Sumoy, kalian semua tentu sudah tahu dan
membaca, kecuali Siauw Sute, surat peninggalan Insu bagi kita
semua. Diluar dugaan kita semua, ternyata Insu sangatlah
mengenal karakter dan juga latar belakang kita masing-masing.
Hal yang terus terang membuat lohu sendiri merasa amat terharu
meski sudah sangat lama tidak bertemu dia orang tua secara
langsung. Bahkan Insu nyaris tidak pernah meminta satupun hal
untuk dapat kukerjakan buat dia orang tua, kelihatannya juga
demikian bagi para sute dan sumoy sekalian. Sampai hari ini,
sejak turun gunung, Insu boleh dibilang tidak pernah memintaku
melakukan satu hal sajapun untuk kepentingannya. Kecuali
melakukan sesuatu harus selalu sesuai dengan keadilan dan
kepentingan orang banyak. Hanya satu, dan ini satu-satunya
permintaan Insu bagi kita semua, dan permintaannya bagi kita
masing-masing sudah dicatat dan ditinggalkannya buat kita
pahami. Lohu tidak akan menegaskan yang sudah tertulis bagi
kalian semua, tetapi sangatlah diharapkan oleh Insu agar dapat
kita kerjakan satu hal secara bersama-sama......”
2064
Pek Ciu Ping terlihat diliputi rasa haru yang luar biasa. Dan
memang tokoh ini agak perasa, sebagaimana juga dijelaskan
panjang lebar oleh Suhunya dalam surat yang ditinggalkan
khusus untuknya. Butuh beberapa saat sebelum dia melanjutkan
guna memimpin pertemuan mereka, dan setelah bisa menguasai
dirinya, beberapa saat Pek Ciu Ping kembali melanjutkan:
“Secara garis besar, Insu menerangkan siapa kita dan sekaligus
menugaskan kita masing-masing pada jalan yang berbeda. Jika
boleh lohu bacakan, maka penugasan yang berbeda dengan yang
dituliskan Insu dalam surat kepada masing-masing sute dan
sumoy, adalah sebagai berikut: Ji Sute (sambil menahan diri
sebentar, kelihatan sekali jika Pek Ciu Ping sendiripun menahan
rasa untuk dapat membacakan bagian yang satu ini)...... setelah
sekian lama engkau menjadi petani dan terus membayangi
kecintaanmu, yakni Su Sumoy mu, maka dengan ini kunyatakan
bahwa larangan kalian berdua untuk berjodoh kucabut......”
“Aiiiiich, Insu.......” terdengar isak tangis Pek Sim Nikouw atau Pek
Bwe Li ketika Pek Ciu Ping mengungkit dan menegaskan
ditariknya penolakan Suhu mereka atas tali jodohnya dengan Ji
Suhengnya.
2065
Sementara itu, mendengar perkataan Pek Ciu Ping atau sang Toa
Suhengnya, Cing San Khek (Jago Berbaju Hijau) Tiat Kie Bu
berdiri dan dengan muka memerah dan kemudian memandang
Pek Ciu Ping dan berkata dengan suara marah:
“Toa Suheng,,,,,,, meskipun Insu menghukum kami berdua
karena berani berbuat atau melanggar larangannya, tetapi kami
berdua secara rela menerima hukuman itu dengan penuh
kesadaran. Meskipun puluhan tahun kami berdua berdekatan,
tetapi tidaklah sekalipun kami melanggar larangan Insu yang
terakhir... tidaklah perlu untuk dipersoalkan lagi lebih jauh...” tatap
mata dan sikap Tiat Kie Bu yang sehari-harinya tenang sontak
berubah menjadi keras dan amat tegas. Sementara isak tangis
dari Pek Bwe Li atau Pek Sim Nikouw menyelingi atau malah
tambah menjadi-jadi melihat sikap kekasihnya itu.
“Ji Sute, duduk.......” Pek Ciu Ping boleh penuh perasaan dan
agak sentimentil, tapi dia juga bisa tegas memimpin saudara
seperguruannya. Dan melihat perubahan Pek Ciu Ping, Tiat Kie
Bu segera sadar.
“Maaf Toa Suheng, bukannya tidak menghormatimu, tetapi aku
memang betul-betul sedang terbawa emosi. Maaf, maaf. Tetapi
biarkan kami berdua menebus dosa yang sudah terjadi itu, kami
2066
tidak sekalipun menyesalkan keputusan Insu atas diri kami
berdua selama ini......” setelah berkata demikian, sambil
memandang dengan penuh kasih kearah Pek Bwe Li, Tiat Kie Bu
kemudian duduk. Keadaan dan suasan sontak menjadi hening,
menjadi agak menegangkan.
“Begitu baru benar.... Ji Sute, apakah engkau pikir Insu tidak
pernah memikirkan dan menyayangi kalian berdua...? Insu
memang menulis surat kepada kalian berdua, tapi mengenai
keputusannya dia tuliskan di surat khusus untuk lohu. Karena itu,
Ji Sute dan engkau Su Sumoy, hentikan tangismu dan dengarkan
perintah dan juga keputusan Insu untuk kalian berdua. Sam Sute,
engkau menemaniku membaca surat dan keputusan Insu, meski
surat ini sejatinya ditujukan kepadaku selaku wakil Insu
menyampaikan keputusannya. Tetapi, supaya ada saksi bahwa
keputusan ini berasal dari Insu, maka engkau menjadi saksinya...”
“Ba... ba... baik Toa Suheng.....” desis suara Pek Sim Nikouw
lemah dan bersamaan dengan itu Tek Ui Sinkay terlihat berdiri
untuk mendampingi Pek Ciu Ping, dan Oey Hwa terlihat memeluk
dan merangkul Pek Sim Nikouw penuh kasih sambil berbisik-bisik
menenangkannya. Suasana yang sungguh sangatlah
mengharukan saat itu. Mereka semua tenggelam dalam pikiran
dan kesenduan yang tiba-tiba menyeruak ke permukaan. Prahara
2067
dan penderitaan panjang Tiat Kie Bu dan Pek Bwe Li, dua sejoli
yang amat saling cinta pada masa muda mereka, memang
merupakan rahasia umum yang sangat mengganjal antara
mereka sesama saudara seperguruan. Apalagi, karena Oey Hwa
sangat dekat dan selalu membela Pek Bwe Li. Tetapi, entah
mengapa Suhu mereka melarang keras perjodohan mereka dan
mengancam akan mengeluarkan mereka dari perguruan bila
melanggar larangannya.
“Dengan disaksikan Sam Sute sebagai saksi, maka lohu
membacakan keputusan Insu atas kalian berdua,,,, nach
dengarkan...... “Mengenai Tiat Kie Bu dan Pek Bwe Li engkau
sampaikan pesan-pesanku. Bahwa tidak ada satupun
keputusanku yang berdasarkan ilmu penerawanganku yang
semenyedihkan dengan saat kuputuskan larangan berjodoh bagi
kedua muridku yang amat kukasihi. Mereka berdua, seperti juga
murid-muridku yang lain kudidik seperti mendidik seorang anak
bagiku. Tetapi, pada masa-masa tuaku, baru kusadari, bahwa
memang kadang ada perasaan yang jika berarti matipun tetap
saja sangat bermakna dan berharga. Karena itu, larangan
perjodohan antara mereka kucabut dan engkau harus
menyampaikannya secara langsung. Lam Hay Sinni sudah
meneliti keberadaan mereka dan diapun sangat setuju agar
2068
mereka dirangkapkan sebagai suami-istri segera setelah
pertemuan kalian nanti. Sampaikan juga permohonan maaf
Gurumu karena sudah membuat mereka menderita selama
sekian puluh tahun. Kecintaan mereka sangat kurasakan, meski
mereka sebenarnya bisa saja menikah dan hidup terpencil secara
diam-diam tanpa atau diluar sepengetahuanku...”
“Acchhhh, Insu.......” terdengar tangis Pek Bwe Li kembali pecah
ketika Pek Ciu Ping masih belum selesai membacakan perintah
atau pesan Suhu mereka itu. Tangisnya sangatlah menyedihkan
dan menyayat hati.
“Tidak,,,, tidak Insu, kami menerima semua keputusanmu dengan
legowo, kami tahu kami berdua memang sesekali juga bersalah
dengan berkeinginan untuk melanggar larangan Insu, tapi kami
tak mampu menyusahkan Insu yang menjadi penyelamat dan
bahkan orang tua bagi kami berdua...... huhuhuhuhuh...” isak
tangis Pek Bwe Li jadi tidak tertahan dan menangis dalam
rangkulan Oey Hwa yang juga jadi menangis sama sedihnya
bersama sucinya itu. Suasana serentak kembali dipenuhi
kesedihan sementara Tiat Kie Bu sendiripun terlihat menitikkan
air mata sambil tertunduk, tidak tahu harus mengatakan apa.
Keadaan seperti itu berangsung sekian lama sampai akhirnya
2069
isak tangis Pek Bwe Li mulai reda dalam rangkulan dan juga
bujukan Oey Hwa adik seperguruannya.
Melihat keadaan mulai kembali mereda dan kemudian masingmasing
mulai mampu mengontrol emosinya, terdengar Pek Siu
Ping melanjutkan membacakan surat dan pesan-pesan yang
diberikan dan disampaikan oleh Suhu mereka Bu In Sinliong dari
tempat pertapaannya yang sudah terpisah. Suaranya serak,
karena dia sendiripun amat terharu dan bersimpati sangat dengan
apa yang dialami kedua saudaranya itu. Dan selanjutnya, masih
mengenai keputusannya ditujukan kepada murid kedua dan murid
keempatnya, kemudian dibacakan lebih jauh dan lebih lanjut
olehnya setelah dia sendiripun berusaha keras menahan rasa
haru, bahkan sesungguhnya menahan turunnya air matanya
sendiri. Butuh perjuangan berat kelihatannya bagi Pek Ciu Ping
untuk melanjutkan membaca pesan suhu mereka. Bahkan, Koay
Ji sempat melihat jika toa suhengnya itu sempat meneteskan air
mata:
“Sesungguhnya, jika mereka memaksakan diri untuk
merangkapkan diri sebagai suami-istri pada masa lalu, maka
mereka sudah lama “terbunuh” oleh sebab yang mereka tidak
pahami. Mungkin siauw sutemu bisa memberikan sedikit
penjelasan mengenai hal tersebut dari sudut pandang yang
2070
berbeda..... Tetapi, sudahlah, soal itu adalah masalah lalu, untuk
kedepannya setelah mereka terangkap sebagai suami istri, Pek
Bwe Li harus segera meninggalkan kuil pertapaannya. Dan
sebagai hadiah pernikahan bagi mereka berdua, kuwariskan gua
pertapaan yang menghadap ke Thian Cong Pay bagi mereka
berdua. Sekaligus, mereka akan memperoleh tugas untuk ikut
menjaga Tian Cong Pay dan mendalami ilmu silat khusus yang
kuciptakan buat menjaga Perguruan kita itu......”
Semua termenung dan terdiam padahal Pek Ciu Ping sudah
selesai membacakan surat khusus keputusan Suhu mereka atas
nasib Tiat Kie Bu dan Pek Bwe Li. Tapi, Pek Ciu Ping memandang
Koay Ji dan bertanya:
“Siauw Sute, apakah engkau bisa menebak dan membantu kami
memahami apa yang dimaksudkan oleh Insu mengenai kata
“terbunuh” tersebut...” tanyanya kepada Koay Ji yang sendiripun
agak bingung pada awalnya. Tapi, sedikit banyak dia tahu
maksud dari Gurunya yang menunjuk dirinya. Karena itu, dia
kemudian bangkit dan mendekati Pek Bwe Li sambil berkata:
“Su Suci, bolehkah kumemeriksa peredaran darahmu sebentar
saja.....”? tanya Koay Ji dengan snagat berhati-hati. Maklum, dia
2071
tahu perasaan Liok Sucinya sedang terguncang dengan berita
menghentak yang baru dia dengar.
“Engkau boleh melakukannya sute.....” jawab Pek Bwe Li dengan
lemah, dia masih saja terus terisak bersama Oey Hwa. Tapi,
meski demikian, dia sendiri berharap mengetahui sesuatu yang
dapat lebih membantunya guna mengerti prahara yang
membuatnya seperti sekarang ini.
Koay Ji kemudian memegang lengan Su Sucinya dan
berkonsentrasi secara khusus dengan peredaran darah sucinya
itu. Setelah beberapa menit dia terus melakukan pemeriksaan,
kepalanya atau wajahnya terlihat berkerut dan berubah menjadi
agak serius. Bahkan, beberapa saat kemudian dia terdengar
bertanya kepada Pek Bwe Li dalam nada suara yang serius:
“Liok Suci, apakah engkau boleh mengijinkan jika tecu mencoba
menotok beberapa jalan darah di bagian punggungmu...? hanya
untuk sekedar lebih memastikan apa yang sudah kutemukan
barusan. Untuk dapat memastikannya, maka sutemu benar-benar
amat membutuhkan pemeriksaan dari beberapa sisi dan sudut
yang berbeda. Terutama ini diperlukan karena kelihatannya
memang merupakan hal yang secara langsung berhubungan
2072
dengan apa yang sangat mungkin sudah diketahui Insu. Tapi Insu
memutuskan tidak memberitahukannya pada saat itu.
“Silahkan Sute.....” berkata Pek Bwe Li sambil berdiri, menjadi
lebih tenang dan terus saja langsung membelakangi Koay Ji,
karena diapun bersama yang lain tahu betul, bahwa Koay Ji
memang menguasai ilmu pertabiban yang tinggi. Bahkan Suhu
mereka sendiripun meyakini hal tersebut.
Mendengar persetujuan Pek Bwe Li yang bahkan sudah langsung
menyodorkan punggungnya, Koay Ji kemudian bekerja cepat
menotok di beberapa titik. Secara tiba-tiba Pek Bwe Li menjerit
kesakitan, bahkan mulutnya terlihat sedikit berdarah, tetapi rasa
sakitnya cepat hilang ketika Koay Ji kembali menotok 4 titik
berlainan secara cepat dan beruntun. Setelah berhenti beberapa
saat lagi sambil menunggu Pek Bwe Li membersihkan mulutnya
yang sempat berdarah, Koay Ji lanjut menotok kembali di
beberapa titik dan kemudian menyudahi pemeriksaan atas diri
sucinya. Keningnya masih tetap berkerut dan terlihat sedang
berpikir keras, dan beberapa saat kemudian diapun berkata:
“Insu benar,,,,,, jika perjodohan Suci dengan Ji suheng
berlangsung pada 30 tahun silam, maka Suci akan tewas
bersama dengan bayi yang akan dikandungnya itu. Ada beberapa
2073
aliran darah dan kondisi kandungan Suci yang kurang baik
sehingga saat atau ketika mulai terisi jabang bayi, maka bayinya
akan membawa bencana bagi dirinya sendiri dan bahkan bagi
Suci sendiri. Sementara keadaan Ji Suheng sudah tecu pelajari
dengan amat baik dahulu, jenis darah suheng justru akan saling
memperkuat proses yang tidak sehat dalam tubuh Suci. Tetapi,
setelah kutotok tadi dan juga setelah suci tidak bisa melahirkan
lagi, maka bahaya itu justru sudah lalu dengan sendirinya.....”
demikian penjelasan Koay Ji yang menyampaikannya secara
perlahan dan agak berhati-hati sambil memandang bergantian
baik Ji Suhengnya maupun juga sang su suci.
“Sute,,,, apakah engkau tidak sedang bermain-main...”? bertanya
Ji Suhengnya, Tiat Kie Bu dengan wajah berkerut dan penuh nada
dan tanda tanya. Jelas dia tidaklah meragukan kemampuan Koay
Ji, tetapi ingin memastikan sesuatu. Dan Koay Ji yang maklum
dengan hentakan emosi kedua suheng dan sucinya itu tidak
menjadi marah, sebaliknya dia berkata lagi:
“Ji Suheng, engkau sendiri tahu betapa hormatku kepada Suheng
dan Suci. Bahkan tulisan Insu itu sedikitpun aku tidak tahu,
penjelasanku tadi adalah penjelasan lewat pemeriksaan jalan
darah, dan bahkan masih harus kulanjutkan untuk supaya suci
dapatlah sembuh seratus persen. Janganlah khawatir Ji Suheng,
2074
tecu, seperti juga Insu, tidak akan dan tidak pernah berpikir
mempermainkanmu, juga mempermainkan Suci, yang adalah
orang-orang terdekat yang kuhormati dan kukasihi .....”
“Accchhhhhhh baru kusadari mengapa Insu menolak perjodohan
kami dan bahkan menghadiahi sumoy dengan beberapa totokan.
Ternyata dia sudah memprediksi dan mengetahui masalah ini
sejak jauh-jauh hari..... ach, maafkan kami Insu.., kami sungguh
tidak menyalahkanmu Insu” terdengar Tiat Kie Bu akhirnya sadar
dan memandang sumoynya, Pek Bwe Li dengan tatap mata
mesra, bahagia karena akhirnya mereka bisa berjodoh. Meski
sudah teramat tua usia, tetapi mereka sejak dahulu memang
tinggal berdekatan untuk bisa saling tahu dan saling jaga keadaan
dan kesehatan masing-masing. Mereka berdua tidak pernah bisa
tinggal berjauhan untuk waktu yang agak lama. Karena jika
mereka tinggal berjauhan justru membuat mereka merana dan
tetap saling mencari. Begitulah cinta.
“Baiklah, untuk urusan pernikahan Ji Sute dan Su Sumoy biar kita
tunda setelah pertemuan ini. Pernikahan itu, biarlah sekalian jadi
pesta perjumpaan kita sesama saudara seperguruan karena
belum pernah kita bisa selengkap ini. Nach, lohu akan
melanjutkan pesan-pesan Suhu bagi kita.....”
2075
Pek Ciu Ping kembali menyimpan surat yang tadi berisi perintah
untuk Ji Sutenya dan Su Sumoynya, sekaligus permohonan maaf
Bu In Sinliong kepada kedua anak muridnya yang ternyata
senantiasa saling setia bahkan hingga usia tua mereka itu.
Beberapa saat kemudian, Pek Ciu Ping kembali melanjutkan
memimpin pertemuan dan memberitahu pesan selanjutnya.
Sekali ini, pesan disampaikan secara khusus kepada muridnya
yang ketiga, Tek Ui Sinkay. Untuk itu, Tek Ui Sinkay kembali ke
tempat duduknya yang semula:
“Sam Sute, Insu mengikuti sepak terjangmu yang gagah perkasa
dalam membela kaum pengemis dan menjaga martabat mereka.
Insu memutuskan membebaskan dan membiarkan engkau
berkarya bagi Kaypang, tetapi karena keadaan Rimba Persilatan
yang agak bergejolak, maka engkau harus memelihara Ilmu
Silatmu. Dan perintah yang lain tentunya engkau sudah pahami
sendiri. Tetapi, keputusanmu kelak untuk terus memimpin
Kaypang atau tidak, hendaklah kelak engkau bertanya kepada
seorang tokoh bernama Ceng San Sinkay (Pengemis Berbaju
Hijau). Tidak usah dan tidak perlu engkau mencarinya sendiri,
karena tokoh itu akan muncul dengan sendirinya nanti paling lama
satu tahun sejak pertemuan pada hari ini. Nach, apakah engkau
2076
dapat memahami dan mengerti apa yang dimaksudkan Insu
melalui suratnya ini Sam Sute....”?
“Sangat paham Toa Suheng......”
“Bagus,,,,, kita semua diperintahkan juga untuk sewaktu-waktu
membantu Kaypang baik semasa kepemimpinan Sam Sute
ataupun setelah tidak lagi selama mereka terus berjalan di jalur
yang tepat seperti saat ini. Bahkan, menurut Insu, siauw sute
bahkan sudah terlibat membantu Kaypang selama ini.....”
Mendengar namanya kembali disebut, Koay Ji terlihat memerah
mukanya, tetapi tidak dapat mengatakan apa-apa. Sementara
Pek Ciu Ping kembali melanjutkan membacakan pesan-pesan
Insu mereka:
“Ngo Sute dan engkau sekalian Liok Sumoy... (sambil
memandang kepada Siau Ji Po dan Oey Hwa), kalian berdua
ditetapkan untuk terus dengan usaha kalian di kota tempat tinggal
dewasa ini. Tetapi, jangan pernah berhenti dan sampai
melalaikan latihan ilmu silat, khususnya engkau Ngo Sute, karena
sebetulnya musuh-musuh keluarga kalian juga selalu mengintai
dari saat kesaat. Selain itu, dalam keadaan tertentu, jangan
pernah berlaku pelit untuk membantu sesama saudara
2077
seperguruan kalian yang dalam kesulitan. Apakah kalian mengerti
dengan pesan Suhu ini khusus untuk kelian berdua....”? setelah
menyampaikan pesannya, Pek Ciu Ping langsung bertanya
kepada suami-istri yang kelihatan senang dengan pengertian Insu
mereka atas apa yang sudah mereka capai dan kerjakan selama
ini.
“Siap Toa Suheng, pesan dan perintah Insu sangat kami
pahami...... mohon bantuan toa suheng untuk bisa membantuku
melatih ilmuku lebih jauh.....” Siau Ji Po yang memang hobby ilmu
silat menggunakan kesempatan itu untuk meminta.
“Hmmmm, dapat kita atur setelah pertemuan ini Ngo Sute..... ada
lain lagikah yang ingin kalian berdua tanyakan....”?
“Sudah cukup Suheng.....”
“Dan kemudian, kepada Chit Sute Cu Ying Lun. Suhu
mengijinkanmu untuk terus memimpin Thian Cong Pay dan
menghargai usaha kerasmu membina perguruan itu sejak dahulu.
Tetapi, pergolakan rimba persilatan bakal segera menyeretmu
untuk terlibat padahal perguruan itu masih sangat prematur.
Karena itu semasa masih dalam pembenahan lebih lanjut, maka
sebaiknya jangan dulu membawa perguruan itu kedalam kancah
2078
pertikaian Rimba Persilatan. Sepuluh tahun kedepan, Thian Cong
Pay sudah akan siap. Tetapi, tentu saja, sejak sekarang
dipersiapkan lebih baik lagi. Dan karena akan menggunakan Ilmu-
Ilmu Insu, maka kita semua diharapkan mendukung apa yang
sudah dimulai oleh Chit Sute. Kedepan, Ji Sute dan Su Sumoy
akan berada bersama Chit Sute untuk ikut melatih, menjaga dan
membesarkan perguruan. Malah keahlian bertani Ji Sute juga
diharapkan Insu agar membantu banyak perguruan ini agar dapat
berkembang dengan baik kedepan. Siauw Sute, meski berada
serta membantu Sam Sute, tetapi tetap akan tercatat sebagai
sesepuh Perguruan ini, dan karena itu juga wajib
membesarkannya...... itu perintah Insu dan harapan beliau bagi
Chit Sute dan juga kita semua.....”
“Terima kasih Insu, terima kasih Toa Suheng, sudah pasti
kepercayaan Insu akan kupegang dan kujunjung tinggi.....” Cu
Ying Lun berkata dengan penuh ucapan terima kasih, bahkan
juga kepada seluruh saudara seperguruannya.
“Tapi, ada satu hal yang perlu engkau perhatikan Chit Sute,,,,,,”
terdengar Pek Ciu Ping bersuara memperingatkan Cu Ying Lun.
“Silahkan Toa Suheng, pasti kuperhatikan,,,,,,” jawab Cu Ying Lun
yang juga sama ingin tahu apa yang dimaksudkan
2079
“Pertama, jaga tingkah pola keluargamu. Jangan terlampau
mencampurkan urusan keluargamu dengan perguruan ini karena
sesungguhnya, Insu menceritakan semua urusan sejak kehadiran
Siauw Sute di perguruan Thian Cong Pay. Hal ini haruslah sangat
engkau perhatikan, sebab jika tidak, Insu akan menarik
kepercayaannya ini daripadamu. Lohu ingin kita semua
perhatikan, Insu meninggalkan sebuah pengenal yang
melambangkan kehadirannya di tengah kita semua dan wajib kita
hormati sama dengan berhadapan dengan dia orang tua
langsung. Kedepan, sebagai Toa Suheng kalian semua, Lohu
akan menjadi pengganti Insu untuk menilik dan juga
memperhatikan kalian semua......... dan kedua, mengenai cucu
luarmu, Khong Yan, dia adalah murid dari seorang tokoh besar
Budha yang berasal dari Thian Tok. Bagaimana keadaannya
kelak Insu serahkan kepadamu.......”
Semua memperhatikan, termasuk juga Cu Ying Lun yang
mengangguk dan setuju dengan apa yang disampaikan Pek Ciu
Ping. Tidak ada sama sekali penolakannya, meski dia sedikit malu
karena memang, putrinya dia tahu kurang begitu suka dengan
kehadiran Koay Ji dahulu, pada masa kecilnya. Untungnya, dia
memahami serta tahu bahwa Koay Ji pada masa kanak-kanaknya
memang sudah menunjukkan sifat dan kelakuan yang agak luar
2080
biasa. Bahkan tanpa ilmu silat dan hanya mendengar bisa
menguasai beberapa jurus Thian Cong Pay.
“Selanjutnya, mengenai tanda kepercayaan Insu, benda ini kelak
akan muncul, dan jika sudah muncul itu menjadi tanda bahwa kita
sudah berpisah dengan Insu untuk selamanya. Menurut dia orang
tua, satu-satunya yang berkemampuan memasuki Gua pertapaan
Insu kelak hanyalah satu orang, yakni siauw sute kita inilah. Itupun
karena kasih dan persahabatannya dengan para penunggu dan
sahabat-sahabatnya di hutan sekitar tebing pertapaan Insu. Dan
dialah yang tahu kapan benda itu harus dan mesti dia ambil, entah
bagaimana caranya......”
Koay Ji tahu dan maklum. Persahabatannya dengan Monyetmonyet
disana akan membuatnya mampu menemukan jalan
masuk. Dan dia memang sudah menebak dengan tepat. Sangat
tepat malahan. Tetapi, memikirkan bahwa dia akan melakukan itu
pada saat suhunya yang amat dia hormati sudah meninggal,
membuat perasaan dan keinginannya menjadi tawar. Saudarasaudara
seperguruannya menatapnya tanpa ada yang tahu apa
yang sedang dipikirkannya. Sampai kemudian kembali terdengar
Pek Ciu Ping berkata:
2081
“Selanjutnya, mengenai engkau Siauw Sute, hal-hal yang
menurut Insu perlu untuk engkau ketahui sangatlah terbatas.
Kecuali peringatan Insu bahwa engkau harus mempersiapkan
dirimu secara sangat serius. Karena, Perguruan kita menurut Insu
dalam setahun kedepan, terhitung sejak engkau tiba disini, akan
kedatangan atau bakalan menerima tamu perguruan. Insu sendiri
memahami sangat sedikit, tetapi supaya kita semua awas, tamu
perguruan ini ada hubungan dengan Sukong kita. Ada hubungan
dan kaitan dengan Kakek Guru kita, karena kejadiannya terjadi
ketika Insu bersama Lam Hay Sinni sedang melakukan kunjungan
ke Persia. Kejadiannya tepat ketika Insu berada di luar Tionggoan
dan yang turun tangan adalah langsung Sukong kita itu. Tetapi
herannya, mengapa baru pada generasi kita sekarang ini mereka
datang untuk menuntut balas. Secara sangat sekilas Insu
menjelaskannya memang......” sampai disini Pek Ciu Ping
berhenti sejenak, setelah menarik nafas dia langsung
melanjutkannya lagi.
“Tetapi, satu hal yang amat perlu digarisbawahi adalah,
kemampuan serta tingkat kepandaian mereka yang akan datang
adalah setingkat dengan Insu kita yang mulia. Insu menyebutkan
getarannya sangat terasa dan semakin kuat selama beberapa
bulan terakhir, dan karena itu dia orang tua sudah membuat
2082
persiapan bagi kita semua. Gambarannya adalah, seorang yang
bijaksana, seorang yang rada angin-anginan karena korban cinta
dan seorang yang amat berbahaya dan jahat. Tapi, ketiganya
adalah tokoh yang nyaris tanpa lawan. Bahkan konon masih
diatas kemampuan 3 Dewa Tionggoan, kecuali Lam Hay Sinni
yang berkembang hebat setahun terakhir ini. Dan untuk engkau,
siauw sute, kau kebagian menghadapi salah seorang diantara
ketiga tokoh berat itu, sementara barisan yang kami mulai latih
dan sempat engkau pergoki pagi tadi, adalah Ilmu Barisan untuk
menahan salah satu diantara mereka. Bagaimana menurut
pengalamanmu menghadapi atau melewati Barisan Pembingung
Sukma siauw sute.....”? tanya Pek Ciu Ping tiba-tiba dan membuat
Koay Ji kaget. Bukan apa-apa, dia sedang membayangkan
betapa hebat musuh-musuh mereka, tahu-tahu dia ditanya toa
suhengnya.
“Apa maksud pertanyaanmu barusan toa suheng.....” bertanya
balik Koay Ji karena sesungguhnya dia belum memahami inti
pertanyaan yang diajukan toa suhengnya barusan kepadanya.
“Bagaimana kemampuanmu jika lawanmu menguasai ilmu
sehebat Barisan yang engkau lewati kemaren siang itu....”?
kembali dan sekali lagi Pek Ciu Ping bertanya kepada Koay Ji
untuk menegaskan maksudnya.
2083
“Hmmmm, sejujurnya, jika seseorang mampu dan sanggup
melepaskan pengaruh sehebat Barisan itu, maka sutemu ini
masih belum sanggup untuk menghadapinya. Barisan itu sungguh
hebat dan mujijat.....” berkata Koay Ji secara jujur, karena dia
merasakan bahwa Barisan itu memang mujijat.
“Siauw sute, terima kasih atas kejujuranmu. Tetapi, Insu berkata,
jika engkau belum mampu dan belum sanggup memasuki dan
melewati Barisan itu secara baik dan tak terganggu, maka engkau
sudah boleh meninggalkan tempat ini. Tetapi, setahun kelak
engkau arus berada di tempat ini........” tegas Pek Ciu Ping, hal
yang langsung membuat Koay Ji kaget dan berpaling
memandang toa suhengnya.
“Siauw sute, hal yang sama berlaku atas kami bertujuh. Kami tidak
berhak mewakili Insu menerima kunjungan mereka bertiga, jika
kami gagal mencapai titik seimbang dengan pengaruh dan
kemujijatan Barisan itu. Nach, kamu bisa paham sekarang..”?
tanya Pek Ciu Ping kepada Koay Ji
“Tetapi, tetapi mengapa harus Barisan Pembingung Sukma ini
yang justru menjadi tolok ukurnya....”? tanya Koay Ji masih tetap
merasa penasaran. Apa sebenarnya kehebatan yang terutama
dari barisan itu.
2084
“Karena kemampuan lawan perguruan kita, setanding dan
sebanding dengan daya tekan dan daya pengaruh serta daya
pukul dari Barisan Mujijat itu. Karena itulah, jika belum mampu
menandingi Barisan itu, engkau dilarang keluar dari sini.....
termasuk bahkan untuk membantu menghadapi Bu Tek Seng
Pay” tegas Pek Ciu Ping dengan wajah dan suara yang yang
tegas dan amat serius. Sebelum Koay Ji bertanya lebih jauh, Pek
Ciu Ping menambahkan dengan nada suara yang sama:
“Bahkan kami bertujuhpun mendapatkan persyaratan yang sama.
Jika memang kami belum mampu seperti Barisan itu, maka lebih
baik jangan mewakili sukong dan Insu dalam menerima
kunjungan ketiga orang hebat itu kelak. Karena itu, siauw sute,
baik engkau ataupun kami menerima penugasan yang sama
berat. Suhu sudah membagi-bagi tanggungjawab itu kepada kita
semua, dan sekarang adalah tugas kita mencari jalan untuk
menerima tanggungjawab tersebut......” demikian Pek Ciu Ping
menegaskan apa yang harus mereka kerjakan.
“Apakah ada petunjuk bagaimana melakukannya.....? maksudku,
mencapai tingkat yang seimbang dengan Barisan itu..? apakah
Insu meninggalkan petunjuk serta juga jalan untuk mencapai
tingkatan itu......”? bertanya Koay Ji untuk memastikan. Tapi dia
kecewa ketika toa suhengnya berkata:
2085
“Kami memang memperoleh petunjuknya siauw sute, tetapi
khusus mengenai dirimu Insu hanya berkata bahwa sudah
saatnya dan sudah waktunya engkau mencari dan
menciptakannya sendiri karena semua bahan sudah engkau
miliki..” demikian pesan Insu kepadamu siauw sute.
Koay Ji manggut-manggut dan kemudian beberapa saat dia
berkata kembali dengan suara yang terdengarnya biasa saja dan
membuat semua saudara seperguruannya kaget dengan dirinya:
“Acccch, jika demikian sutemu paham toa suheng,,,,, jika memang
demikian, sutemu akan langsung mulai berlatih saat waktu
memang memadai.....”
“Baiklah siauw sute, ingat dari perguruan kita hanya engkau yang
berkemampuan untuk melawan mereka satu melawan satu. Dan
engkau melakukannya atas nama Insu dan atas nama kami
semua..... catat itu”
“Baik toa suheng, sutemu paham,,,,,,,”
“Baguslah.....” tegas Pek Ciu Ping antara kaget dan bingung
karena tidak nampak sedikitpun ada rasa cemas dan takut di
wajah sutenya yang masih amat belia itu. Bahkan, sutenya seperti
memiliki rasa percaya diri dan keyakinan yang tinggi untuk dapat
2086
mencapai tingkatan yang dia butuhkan untuk bisa sewaktu-waktu
meninggalkan Thian Cong Pay.
‘Nach, para sute dan sumoy, kita harus meniru siauw sute yang
tidak terlihat takut dan cemas untuk mengejar ketertingalannya.
Insu sudah memberi petunjuk berarti bagi kita, bahwa ada elemen
dasar dan penyanggah, ada elemen pengokoh dasar kekuatan
Barisan kita, dan ada elemen yang dinamis dalam bertahan dan
sekaligus elemen penyerang. Kita butuh mendalami siapa-siapa
dalam posisi mana dan baru kemudian bisa melatihnya secara
perlahan-lahan, semoga dalam sebulan kita sudah bisa beroleh
hasil yang cukup baik.....” demikian Pek Ciu Ping dalam
menyemangati sute dan sumoynya.
“Betul, tanpa harus menyebutkan tenggat waktu pertikaian
dengan Bu Tek Seng Pay, rasanya kita semua setuju untuk
berusaha secara serius mencapai hasil yang dalam tempo yang
singkat” Tek Ui Sinkay menambahkan.
“Hmmmm, baiklah kita nanti berlatih lebih jauh lagi, siapa tahu
siauw sute kita bisa membantu memberikan masukan-masukan
berharga agar mempermudah kita nanti untuk berlatih lebih
effisien..” berkata Tiat Kie Bu yang paham dan tahu betul dengan
kecerdasan seorang Koay Ji.
2087
“Hmmmm, baiklah kita membahasnya kelak. Tetapi, hari ini
biarlah kita menyiapkan upacara pernikahan ji sute dan su sumoy
sebagaimana pesan dan perintah Insu kepada kita setelah
pertemuan ini,,,,,,,” kembali Pek Ciu Ping mengendalikan serta
memimpin rapat mereka.
“Tapi toa suheng, hingga sekarang tecu belum melihat siapa yang
akan bisa ikut membantu kita mempersiapkan pesta yang
dimaksud.....” Koay Ji bertanya sambil melirik Sam suheng dan
Chit suhengnya. Maksudnya adalah, dimana gerangan tokohtokoh
kaypang lainnya dan anak murid Thian Cong Pay yang
setahunya mestinya sudah berada bersama di Thian Cong San
sini.
“Siauw sute, masakan dengan kecerdasanmu engkau tidak dapat
memikirkan hal sekecil itu.....”? berkata Tek Ui Sinkay, bukannya
menjawab pertanyaan Koay Ji, tapi malahan justru berbalik
bertanya kepada Koay Ji. Dan mendengar sindiran Tek Ui Sinkay,
Koay Ji baru sadar dan kemudian tertawa.
“Accccch, benar, mengapa tecu tidak terpikir sampai kesana....”?
bergumam Koay Ji dan membuat semua saudara seperguruan
serentak memandang kearahnya. Malah Pek Bwe Li sudah
bertanya langsung:
2088
“Masak engkau memang benar tahu siauw sute.....”? tanya Pek
Bwe Li yang balik jadi heran dan bertanya-tanya
Koay Ji memandang sucinya itu, mengangguk-angguk kelihatan
sedang berpikir dan kemudian berkata dengan suaranya yang
halus:
“Jika tecu tidak salah menduga, maka mereka mestinya berada
tidak jauh dari sini, namun di tempat yang tersembunyi dan
rahasia. Bukan tidak mungkin merekapun sedang dalam
persiapan dan sedang melatih diri...... apakah benar tebakan tecu
ini? Tanya Koay Ji kepada semua saudara seperguruannya.
“Ach, engkau memang seperti hantu......” berkata Pek Bwe Li
karena memang benar tebakan dan dugaan Koay Ji
“Dibagian mana sutemu terlihat seperti hantu suci....”? kejar Koay
Ji mengomentari desisan Pek Bwe LI yang sebenarnya
menyiratkan kekagumannya atas kepintaran dan kecerdasan adik
seperguruannya itu.
“Engkau paham sendiri, tidak perlu bertanya.....” pura-pura marah
sucinya itu.
2089
“Tidak ada masalah lagi, sekarang saatnya kita mempersiapkan
pernikahan dan juga pesta sederhana ji sute dan su sumoy, nach,
bagaimana usulan kalian semua untuk merayakan hari bahagia
saudara seperguruan kita ini.....”?
Pada akhirnya sepanjang hari itu, sama sekali tidak ada lagi
latihan dan tidak ada lagi ketegangan. Karena sepanjang hari
selepas makan pagi dan pertemuan antar mereka sesama
saudara seperguruan, mereka semua sibuk mempersiapkan
Thian Cong San untuk menjadi tempat pernikahan yang amat
terlambat dari dua orang murid Bu In Sinliong. Merekapun
menyibukkan diri masing-masing, semua berusaha mengambil
bagian dan membuat persiapannya. Bahkan, beberapa orang
murid Thian Cong San dan Kaypang diundang keluar sejenak
untuk mempersiapkan hari bahagia kedua mempelai.
Dan pada akhirnya, sejak sore hari hingga malam hari,
merekapun merayakan dan berpesta untuk menghormati hari
bahagia Tiat Kie Bu dan Pek Bwe Li. Kedua orang yang sudah
berusia rata-rata 60 tahunan itu merayakan pernikahan mereka
dengan perasaan berbahagia yang tak tersembunyikan.
Pernikahan di usia ke-60 memang bukan dosa, hanya kurang
wajar saja, tetapi tetap saja dimungkinkan bagi mereka yang
secara khusus menginginkannya. Dan pestapun berlangsung
2090
hingga malam hari, kendati mereka yang hadir hanyalah tokohtokoh
Kaypang dan Thian Cong San selain sesama saudara
seperguruan itu.
Pernikahan yang aneh tetapi membahagiakan kedua orang yang
melakoninya terus saja berlangsung. Tanpa hambatan dan tanpa
halangan. Kebahagiaan adalah yang utama, kelengkapan pesta
dan juga makanannya adalah soal nomor dua. Toch yang penting
adalah upacaranya, bukanlah makanannya dan meriah atau
tidaknya pesta tersebut. Karena bagi Tiat Kie Bu dan Pek Bwe
Lie, yang paling penting dan utama adalah, mereka sempat
menikah di kehidupan mereka saat ini, daripada tidak sama
sekali. Mereka sudah sangat lama menjalani dan saling mencintai
satu dengan yang lain dan saling menginginkan satu dengan yang
lainnya. Karena itu, tidaklah penting untuk terlampau sibuk
memikirkan hal-hal remeh, hal-hal tidak penting, tetapi cukup
menyambut ucapan SELAMAT BERBAHAGIA.
Tentu saja tidak ada pesta yang tidak akan usai. Tetapi baru usai
pesta sudah langsung lagi berkeringat dan berupaya keras adalah
sesuatu yang berbeda. Dan itu adalah sang pemuda yang kita
tahu dan kenal, dia bernama Koay Ji. Begitu pesta usai, dia yang
sebenarnya sudah merasa penasaran sejak siang tadi
memutuskan untuk kembali menjajal Barisan Pembingung
2091
Sukma. Barisan itu pada siang hari sebelumnya sudah
membuatnya tersentak hebat, merasa penasaran dan seperti
terus memanggilnya untuk mengurai rahasianya. Pengaruhnya,
daya mistiknya, serta daya serang Barisan ini, sungguh
mengganggunya dan mendatangkan rasa tertantang yang
berbeda. Semakin menemukan lawan hebat, semakin Koay Ji
merasa besar daya tarik dan tantangannya. Artinya, semakin ingin
dia datang dan menerima tantangan itu untuk membuka
rahasianya. Karena itu, Koay Ji malam-malam kembali
mendatangi Barisan aneh tesebut.
Selain itu, drama dan kisah-kisah menarik antara sesama saudara
seperguruan yang diikutinya tadi, sungguh-sungguh tertanam di
angannya dan mengingatnya dengan amat baik. Semua kejadian
itu entah mengapa membekas dalam ingatan dan sulit untuk tidak
diingat-ingatnya. Terutama memperhatikan “kesendirian” sang
Toa Suheng yang mirip suhunya, berwibawa, penyendiri,
penyayang dan melindungi semua saudara seperguruannya.
Kemudian kisah tragedi berujung bahagia kedua saudara
seperguruannya, kisah cinta yang sungguh mengharukan,
mempertaruhkan cinta dan menghormati Suhu yang menjadi
orang tua mereka. Kisah cinta yang hanya dapat ditemui dalam
kisah-kisah dongeng.
2092
Kemudian kisah kelana kakak seperguruan yang ketiga, kisah
kepahlawanan dan ketokohan, yang menjadi inspirasi baginya
karena sang suheng adalah juga walinya. Inilah Pangcu Kaypang
yang juga sekaligus menjabat sebagai Tionggoan Bengcu, tokoh
yang dihormati dan dianggap mampu memimpin para pendekar di
Tionggoan. Dan lebih lanjut, juga ada kisah suami-istri yang saling
menopang dalam diri kakak seperguruan kelima dan suci
keenam, kisah lain yang juga membuatnya kagum. Perbedaan
suami-istri ini sudah pernah disaksikannya, meski sayang mereka
punya atau mendidik murid secara kurang perhatian. Tetapi,
kedua suheng dan sucinya ini juga teladan lain badinya. Dan
akhirnya kisah Cu Ying Lun yang sudah lama menjadi Pangcu
Thian Cong Pay, perguruan ilmu-ilmu suhu mereka di daerah
Thian Cong San. Masak kisah-kisah itu tidak berkaitan dengan
semua yang sedang dia hadapi pada saat itu? Ini merupakan
tantangan yang harus dia pecahkan. Tapi, dia tahu bahwa dia
mesti memulai dari barisan aneh dan mujijat itu, dia harus
mengurai rahasia Barisan aneh yang hebat itu.
Tentu saja dia tidak takut dan tidak khawatir jika sampai terluka
berat, tetapi dia hanya ingin menguji apa yang terlintas dalam
ingatannya tentang Barisan itu. Betapa amat sering Suhunya
menyelipkan namanya dalam pesan-pesan yang disampaikan
2093
melalui toa suheng, Pek Ciu Ping. Dia seperti sedang merasakan
bahwa Insu nya sendiri yang menyebut dan menyisipkan
namanya, dan jika demikian, maka pastilah ada sesuatu yang
tersembunyi yang membutuhkan uraiannya, dan membutuhkan
analisanya. Koay Ji kini bukanlah anak-anak, pergaulannya
dengan Suhunya berdua saja selama 10 tahun membuat dia
banyak paham bagaimana cara kerja suhunya itu. Meski sangat
misterius tetapi dia mulai dapat menangkap beberapa ciri
suhunya yang memang mujijat itu, termasuk cara kerjanya. “Suhu
pasti ingin aku membantu para suheng dan sumoy untuk
membuka beberapa rahasia Barisan ini.....” desisnya dalam hati
dan menetapkan langkahnya untuk masuk.
Maka perlahan-lahan Koay Ji menapak maju, selangkah demi
selangkah dan pada akhirnya diapun mulai memasuki Barisan
tersebut. Bedanya sekali ini dia sudah memperoleh gambaran
tentang barisan itu dan karenanya dia sudah sangat siap.
Berbeda dari pengalaman kemaren siang, sekali ini dia tidaklah
goyah meski merasa teramat hebat gangguan serta tekanan yang
berusaha mengalihkan perhatiannya. Hanya kekokohan dan
uletnya Koay Ji mampu menahan semua itu, dia sama sekali tidak
kehilangan konsentrasi, meskipun harus diakuinya terpaan dan
tekanan atas dirinya sungguh luar biasa. Tetapi rencananya tetap
2094
dijalankan, dia ingin mengetahui rahasia barisan itu, dan dia tahu
serta merasa amat yakin dia akan bisa menemukan rahasianya.
Koay Ji memang memiliki keyakinan dan keuletan yang berbeda
dengan semua saudara seperguruannya yang lain. Tapi dia juga
sekaligus sadar, bahwa untuk menemukan rahasia Barisan itu,
dia mesti berada di jantung pusat barisan mujijat tersebut, tidak
bisa tidak.
Pelajaran pertama yang kemudian dipetik oeh Koay Ji adalah,
memasuki Barisan itu tanpa persiapan sama saja dengan
mengantarkan nyawa. Dan itu dia alami ketika pertama kali dia
memasuki Barisan siang kemaren, nyaris hanyut dan tenggelam
dalam pengaruh mujijat Barisan itu. Ketika memasuki dengan
persiapan memadai, ternyata membuatnya memiliki daya tahan
yang lebih dari cukup, sehingga meski serangan sangatlah hebat
dan membadai, menerpa secara bergelombang, tetapi tetap saja
dia memiliki pertahanan dan daya tahan yang kokoh. Malah lebih
dari itu, perlahan-lahan diapun mulai mampu menyesuaikan
pandang matanya dengan situasi sekitar yang sayangnya teramat
samar dan bayangan-bayangan yang muncul sungguh sangat
menggoda dan bisa merusak konsentrasinya. Tetapi semua itu
dilawan dengan keuletan dan keyakinannya atas dirinya sendiri,
hal yang amat membantunya untuk terus melangkah maju.
2095
Tetapi seorang Koay Ji tidaklah mudah untuk mundur. Meski
masih terdesak, tetapi dia jelas sudah mampu bertahan lebih baik,
dan kini dia berkeinginan untuk mulai melakukan upaya
menyelidik lebih jauh. Dia paham, yang perlu dia cari adalah “inti
barisan”, karena ini adalah aturan pertama untuk memahami
barisan manapun juga. Menemukan pusat dan sumber utama
energi Barisan, adalah sebuah keharusan untuk dapat
mempelajari rahasia dan intisari barisan yang dimaksud. Barisan
itu dapat ditemukan dalam bentuk dan skema dengan system segi
tiga, segi empat, segi lima, segi enam, dan seterusnya ataupun
skema lingkaran. Tapi semua barisan pastilah memiliki pusatnya.
Pusat pergerakan, pusat sumber tenaga dan pusat yang
mengatur system bergeraknya. Sementara untuk menentukan
pusatnya bukanlah persoalan yang gampang. Apalagi karena
pada saat itu, Koay Ji selalu dan selalu saja diganggu oleh
“barisan” yang menyerang, menyerang dan terus mengganggu
konsentrasinya. Sungguh bukan pekerjaan mudah.
“Ach, jika bukannya Barisan berporos di skema 6 sudut atau 6 sisi,
mestinya di skema 7 sudut/sisi, karena bukankah jumlah para
suheng dan suci adalah 7 orang? Setelah memahami satu bagian
itu, Koay Ji lanjut mulai meneliti sumber dan arah serangan yang
selalu mengejar dan menekannya. Ini bagian yang sangatlah sulit,
2096
terutama karena dia harus mulai dari titik nol. Mulai dari mengerti
karakter pukulan, kekuatan pukulan dan ragam kondisi saat
pukulan ataupun tekanan itu datang. Dia membutuhkan waktu
hingga 3 (tiga) jam hanya untuk menyimpulkan bahwa ragam
serangan dan sudut serangan itu datang dari 6 jenis dan 6 arah
berbeda. Itu berarti barisan tersebut berdasar atas 6 sisi ataupun
6 sudut. “Bagaimana ini, bukankah mereka ada bertujuh....”?
tanya Koay Ji kebingungan dalam hati. Bertemu persoalan pelik
membuat Koay Ji terpaksa kembali melakukan penelaahan dan
setelah sejam lebih dia berusaha, akhirnya dia dapat menemukan
ragam yang berbeda.
Ada satu serangan tunggal tak berwujud yang paling berbahaya
dan biasanya datang bersamaan dengan salah satu sisi atau
sudut utamanya. Dengan kata lain, ada satu varian bebas yang
bisa menempel 6 sisi utama lain, sisi tunggal inilah yang misterius
dan sulit ditemukan kecuali harus meneliti sekian lama. Setelah
dua jam berlalu, Koay Ji merasa pasti dan menentukan bahwa
Barisan ini bersisi enam tapi membiarkan satu sisi palsu yang
bergerak bebas dan semaunya. Bergerak secara bebas dan tidak
terikat enam sisi lainnya. Selain sudah dapat menemukan sisi
palsu itu atau satu sisi menggantung yang dapat menempel sisi 6
utama, Koay Ji juga mulai mampu mengenali karakter 6 sisi yang
2097
lainnya. Tetapi, baru sampai pada titik itu belaka pemahamannya.
Belum lebih. Dan saat itu, dia merasa sudah terlampau lelah dan
letih, karena sudah nyaris 6 jam dia berkutat disana tanpa hentihentinya.
Meski temuannya masih amat terbatas, tetapi dia sudah
sangat senang, karena perlahan dia mulai lebih paham.
“Biarlah aku beristirahat dan mencoba lagi pagi nanti....” desisnya
menghentikan upayanya dan kemudian dia memutuskan untuk
beristirahat terlebih dahulu. Tetapi, temuan awalnya sungguhsungguh
sudah amat menggembirakan hatinya sendiri. Sebuah
kemajuan yang bagus. Bahkan dia memiliki keyakinan akan
menemukan rahasia barisan itu dalam waktu singkat. Dia tinggal
menentukan sisi palsu atau sisi menggantung dan sangat mampu
beradaptasi, terutama karakter utama dan sisi mana yang paling
sering dia menempel dan menyaru. Setelah itu, dia masih harus
pula untuk menentukan karakter dasar dan elemen utama dari
enam sisi berbeda itu. Karena setelah itu, dia akan dapat
menentukan darimana sumber pergerakannya serta darimana
sumber utama kekuatannya.
“Hmmmm, memang masih cukup jauh, tetapi bukan tidak dapat
terpecahkan sama sekali. Pesan apa gerangan yang ingin Insu
sampaikan melalui barisan itu....”? desis Koay Ji penasaran dan
ingin secepatnya membongkar rahasia Barisan dalam hutan itu.
2098
Tetapi tentu saja saat itu dia masih belum memperoleh jawaban
yang pasti dan masih harus terus berusaha keras. Ketika akhirnya
dia memasuki gua pertapaan Suhunya, waktu sudah menjelang
subuh, pagi akan segera menjelang datang. Tak ada lagi aktivitas
yang dilakukannya kecuali pergi beristirahat dan mengumpulkan
kembali semangat dan kekuatannya.
Dan ketika bangun pagi keesokan harinya, Koay Ji lebih memilih
bergabung untuk bersama saudara seperguruannya berlatih
meski tetap secara terpisah. Seperti kejadian sehari sebelumnya.
Barulah pada bagian akhir latihan, disaat istirahat menjelang
makan pagi, dia dapat bercakap dengan Pek Ciu Ping dan Tiat
Kie Bu. Sementara Tek Ui Sinkay dan Cu Ying Lun segera menuju
Rumah Utama Thian Cong Pay karena ada yang mesti mereka
kerjakan:
“Jiwi suheng, ada temuan pertama yang kiranya cukup penting
meskipun masih tetap harus ditelaah lebih jauh....”
“Apa maksudmu sute....”? tanya Pek Ciu Ping keheranan karena
baru usai berlatih tapi Koay Ji sudah mengajaknya bicara, dan
materi pembicaraannya masih belum jelas baginya saat itu,
maklum masih cukup lelah.
2099
“Temuanku semalam di dalam Barisan itu. Begini jiwi suheng, jika
Barisan dimasuki tanpa persiapan, maka orang yang masuk itu
akan terperosok dalam ketidakpastian untuk waktu yang sangat
panjang. Saat menemukan kesadaran dan konsentrasinya diapun
masih butuh waktu 3,4 jam baru dapat menemukan elemenelemen
yang mendukung Barisan dan butuh 3,4 jam lainnya untuk
mengenali cara kerja Barisan ini. Tetapi, syaratnya adalah, orang
yang masuk itu mestilah super pintar. Tetapi, jikalau dia
memasuki barisan dalam kesiagaan penuh, maka 3,4 jam
pertama boleh dipotong dan tidak usah dihitung karena orang itu
pasti sangat awas dan bakal lebih mudah memahami rahasia
barisan. Terlebih jika orang bersangkutan memahami Ilmu
Barisan, akan sangat lain lagi kisahnya nanti.....” jelas Koay Ji dan
membuat baik toa suheng dan ji suhengnya tersentak kaget dan
heran. Tidak henti-hentinya siauw sute mereka ini menghadirkan
kejutan.
“Apa maksudmu siauw sute,,,,,? engkau memasuki barisan itu lagi
ya semalam..? tanya Tiat Kie Bu menebak, dan sebenarnya tidak
perlu dia menjawab dan karena itu belum ada jawaban dia sudah
merasa maklum sendiri.
“Acccch, seusai pesta ji suheng semalam, memang aku
mengunjungi barisan itu. Tapi, ketika tecu siap memasuki Barisan,
2100
ternyata efeknya tidaklah sehebat ketika masuk tanpa tahu
sedang berhadapan dengan apa...... ini merupakan penemuan
pertama tecu. Artinya, efek kejut harus disiapkan sedemikian rupa
oleh Barisan itu kelak jika berhadapan dengan lawan yang sangat
hebat.....”
“Apakah engkau yakin sute...”? tanya Pek Ciu Ping yang kini
menjadi terkesan dan ingin tahu lebih banyak. Dia paham siauw
sutenya ini memang memiliki banyak sekali kemujijatan sama
seperti suhunya, karenanya dia tidak segan untuk bertanya
kepada Koay Ji, sute termuda mereka.
“Sangat yakin suheng,,,,,,,, nanti malam akan kucoba sekali
lagi...” jawab Koay Ji dengan juga sama bersemangatnya.
“Baiklah, mari kita lanjutkan sambil makan pagi saja......” ajak Pek
Ciu Ping kepada kedua sutenya itu.
Di ruang makan mereka kemudian disambut oleh Tek Ui Sinkay
dan Cu Ying Lun dan menemani mereka semua makan pagi.
Tengah Koay Ji bercakap dengan Pek Ciu Ping dan sedang seruserunya,
mendadak Tek Ui Sinkay memberitahu mereka semua
sebuah pengumuman atau pemberitahuan:
2101
“Para suheng, sumoy dan sute sekalian, hari ini menurut informasi
dari anggota Kaypang ada permintaan memasuki Lembah ini dari
Penghuni Lembah Cemara yang langsung dipimpin Ketua
Lembah Cemara, yaitu tokoh tua Soh Hun Ciang (Si Pukulan
Maut) Hoan Thian Keng. Tokoh ini meski jarang berkelana di
dunia Kangouw, tetapi memiliki nama besar. Karena itu, Lembah
Cemara meskipun tidak terlibat dalam kisruh rimba persilatan,
tetaplah sebuah tempat yang penuh misteri dan amat ditakuti dan
dihormati orang. Tetapi, Lembah Cemara bukan tempat yang
sama sekali asing bagi kita semua, karena Chit Sute justru
beroleh istrinya dari sana, yakni adik Hoan Bwee. Karena itu,
boleh dibilang kita akan menerima tamu yang akan tinggal di
Thian Cong Pay ini, karena mereka sesungguhnya sekaligus
mereka adalah keluarga dari Chit Sute.......”
Semua nampak terdiam dan agak bingung bakal menerima tamu
yang lain dan malah tinggal di Thian Cong Pay, karena
sesungguhnya mereka berdiam di Thian Cong San untuk
berkonsentrasi dan terus berlatih keras. Wajar jika tidak ada yang
menyambut dengan gembira kabar tersebut. Tetapi Cu Ying Lun
jelas memahami persoalan tersebut dan karena itu dia
menyambung:
2102
“Para suheng, suci dan siauw sute, urusan Lembah Cemara biar
kuurus dengan menempatkan mereka di dua rumah yang tersedia
di samping kiri dan nantinya ada beberapa pelayan yang melayani
mereka. Kita semua akan tetap berlatih setiap malam dan pagi
hari, biarlah kuatur agar tidak saling mengganggu kecuali bertemu
setiap kita makan pagi di tempat ini......”
Melihat posisi Chit Sutenya, Pek Ciu Ping sadar bahwa sulit untuk
memaksakan agar Cu Ying Lun mengabaikan mereka. Karena itu,
untuk mencairkan suasana dia kemudian tertawa dan berkata:
“Hahahahaha, engkau terlampau sungkan Chit Sute,
bagaimanapun mereka adalah bagian dari keluargamu. Karena
itu, kebersamaan kita dalam berlatih tidak perlu terusik dengan
kedatangan mereka. Bahkan, kita harus pandai mengatur waktu
agar engkau memiliki waktu yang cukup memadai untuk
menemani mereka semua. Tapi, memang benar, biarlah yang lain
tidak perlu terlalu terganggu dan berlaku seperti biasa, kita dapat
bertemu mereka setiap pagi hari seperti suasana hari ini. Ayolah,
tidak ada masalah sedikitpun, dan kita haruslah mendukung Chit
Sute menerima keluarganya dari Lembah Cemara....” perkataan
toa suheng ini membuat Cu Ying Lun akhirnya dapat tersenyum
kembali dan suasanapun berubah kembali menjadi lebih cair dan
lebih bergembira.
2103
Dan memang benar, menjelang siang hari, ketika semua orang
sedang bersantai, kecuali Koay Ji yang sudah kembali meneliti
Barisan dalam hutan, muncullah tamu yang dimaksudkan.
Rombongan dari Lembah Cemara dibawah pimpinan Soh Hun
Ciang (Si Pukulan Maut) Hoan Thian Ceng. Tetapi, ternyata
rombongannya cukup banyak, karena berjumlah nyaris 20 orang
atau bahkan mungkin lebih dari itu. Rombongan itu terdiri dari
kedua istrinya yang tentunya juga sudah Nenek-Nenek, yakni
Nenek Hua Han dan juga Nenek Tio Cui In. Kemudian nampak
juga kedua anaknya, yakni masing-masing Hoan Thian Kong dan
Hoan Thian Bun yang adalah kakak dan adik dari Hoan Bwee istri
dari Cu Ying Lun. Menyusul kemudian generasi ketiga atau cucucucu
dari Si Pukulan Maut Hoan Thian Kheng, yakni masinmasing
adalah Hoan Kun yang tertua, kemudian Hoan Siang In,
menyusul sepasang gadis kembar Hoan Beng Lian dan Hoan
Beng In. Dan yang paling akhir adalah seorang gadis manis cucu
luar penguasa Lembah Cemara dan bernama Kang Siauw Hong.
Bersama mereka turut pula mengantar sambil mengawal
sejumlah 11 (sebelas) orang pasukan pengawal dari Lembah
Cemara.
Bukan main kagetnya Cu Ying Lun menyaksikan kedatangan
Lembah Cemara dalam jumlah yang terhitung cukup besar itu.
2104
Dengan terburu-buru dia menyambut dan langsung menyongsong
rombongan tersebut:
“Acccch, Gakhu (mertua laki-laki), Gakbo dan adik-adik serta
keponakan semua, selamat datang di Gunung Thian Cong San
kami ini” sambut Cu Ying Lun yang tidak terlalu menduga jika
rombongan mertuanya sebanyak ini. Awalnya dia menduga hanya
sebanyak 5 atau 6 orang, tidak tahunya datang dalam rombongan
yang cukup besar, berjumlah lebih dai 20 orang. Tentunya sebuah
jumlah yang tidak sedikit pada saat Thian Cong Pay sedang
menerima tamu yang cukup banyak.
“Acccch, syukurlah engkau berada di Thian Cong San Lun ji,
tetapi kemanakah gerangan Bwee ji? Mengapa aku tidak
melihatnya berada disini....? juga cucu-cucuku, berada dimana
mereka....”? bertanya tokoh yang disebut Hoan Thian Kheng atau
yang julukannya Soh Hun Ciang (Si Tangan Sakti) begitu melihat
bahwa anak perempuannya tidak menyambutnya disitu. Juga dia
tidak melihat adanya cucu-cucunya ikut menyambut bersama
menantunya itu. Tentu saja dia menjadi heran dan sudah
langsung bertanya.
“Accch, Gakhu, demi keamanan keluargaku dan juga keluarga
perguruan Thian Cong Pay, terpaksa untuk sementara ini Bwee
2105
moi bersama anak-anak bersama juga keluarga yang lainnya
tinggal di tempat yang agak rahasia dan aman. Tetapi, sebentar
lagi mereka semua akan datang kemari, karena sesungguhnya
tidak terduga jika gakhu akan dapat tiba secepat ini di Thian Cong
San. Maafkan anak menantumu ini yang tidak cepat
menyambut......”
AliAfif.Blogspot.Com - AliAfif.Blogspot.Com -

Postingan terkait:

Ditulis Oleh : ali afif ~ Ali Afif Hora Keren

Tulisan Cerita Apik PAnL ke 13 ini diposting oleh ali afif pada hari Kamis, 19 April 2018. Terimakasih atas kunjungan Anda serta kesediaan Anda membaca Tulisan ini di Blog Ali Afif, Bukan Blogger terbaik Indonesia ataupun Legenda Blogger Tegal, Blogger keren ya Bukan. Kritik dan saran dapat anda sampaikan melalui kotak komentar.

:: support to buwel ! ::

Loading...
Comments
0 Comments