Cerita Asmara ke 20 PANL

---
baca juga
Sesuai dugaannya, penjara bawah tanah itu sudah tidak ada lagi
yang menjadi penjaganya. Semua penjaga sudah melarikan diri,
atau memilih turun gunung. Dan ketika dia ingin masuk kedalam
penjara tersebut, dia melirik ketiga orang yang mengikutinya di
belakangnya dan kemudian mengajak mereka semua masuk.
Sebuah pos jaga masih ada disana, tetapi sudah kosong
melompong. Tentu saja. Tetapi, pintu masuk tetap saja tertutup
oleh rangkaian besi yang cukup tebal dan alot untuk dibuka dan
diterjang. Tetapi, meski begitu, bukan perkara yang sulit bagi
Koay Ji untuk membobol dan membuka pintu penjara bawah
tanah tersebut. Dengan mengerahkan kekuatannya, Koay Ji
memukul dan kemudian menarik pintu besi itu, dan tidak lama
kemudian jebol. Maka terbukalah pintu masuk ke dalam penjara
bawah tanah tersebut.
Juga amat mudah ditebak, bahwa sebagian besar mereka yang
berada di penjara bawah tanah, sudah meninggal dan ruang
tahanan merekapun sudah kosong. Jika masih ada yang tersisa,
3197
kemungkinan juga sudah sakit ataupun sudah sekarat. Setelah 2
hari ditinggalkan para penjaga, masih adakah yang dapat
bertahan dalam penjara itu dalam keadaan hidup?. Karena bukan
tidak mungkin mereka sudah dibunuh oleh para penjaga sebelum
meninggalkan penjara tersebut. Tetapi, entah, oleh semua
pertimbangan itu Koay Ji tetap menyusuri terus sampai ke ujung
ruang tahanan. Batas ruang penjara bawah tanah adalah yang
dituju oleh Koay Ji, karena disana ditahan bekas ketua Pek Lian
Pay yang paham akan semua jalan rahasia bawah tanah. Dia
ingin mengetahui apa yang terjadi dengan orang yang sudah amat
tua dan juga sudah sekarat itu.
Tetapi, sayang sekali, ketika Koay Ji sampai di ruangan tersebut
dia tidak bertemu dengan siapapun karena ruangan tersebut
sudah KOSONG. Benar dugaannya, dia pasti akan dibawah dan
diperas keterangannya. Tetapi, bisa jadi juga orang tua itu sudah
tewas atau sudah dibunuh. Entah mana yang benar. Tetapi,
keadaan waktu itu agak membuat Koay Ji tercenung. Khawatir
jika sampai kakek itu dibawa para penjahat dan dipaksa untuk
melakukan atau mengatakan apa yang dia pahami dan ketahui
tentang jalan rahasia bawah tanah. Bukankah mereka bisa
menggunakan ilmu sihir, hipnotis atau bahkan menyiksa kakek itu
3198
untuk memberitahu rahasia jalan bawah tanah itu? Koay Ji agak
khawatir.
Saat itu, entah mengapa, naluri Koay Ji mengatakan bahwa dia
akan “memperoleh” sesuatu dalam ruang bawah tanah itu. Atau
lebih khusus lagi, ruang tahanan kakek tua yang menjadi salah
satu tokoh Pek Lian Pay itu seperti memanggilnya dengan
maksud yang dia tak pahami. Karena itu, dia membuka ruang
khusus tersebut dan dia kaget, karena ruangan itu masih bersih
dan belum banyak berdebu. Satu tanda bahwa dia yang
menghuninya baru “meninggal” atau baru dipindahkan belum
lama. Koay Ji berdiri dalam ruangan sel itu dan kemudian
berusaha memeriksa ruangan tersebut, utamanya daerah yang
dalam jangkauan kakek tua yang sudah tidak lagi mampu berbuat
apa-apa itu. Apakah yang menarik dari ruangan itu sehingga
dalam hati atau nalurinya terketuk menyelidiki ruangan itu?
Koay Ji memandang berkeliling, bahkan beberapa saat kemudian
dengan sengaja dia memusatkan konsentrasinya dan kekuatan
batinnya. Bukan apa-apa, saat itu dia merasa bahwa kakek tua itu
pasti ingin mengatakan sesuatu kepadanya. Nalurinya sudah
amat tajam sekarang. Karena itu, diapun berusaha keras mencari
tahu, serta membuka dirinya untuk “panggilan” dalam jiwanya itu.
Beberapa saat kemudian, Koay Ji membuka matanya, dan tidak
3199
lama, matanya yang tajam memandang berkeliling ruangan itu
dalam radius yang dia sempitkan. Dan benar saja, dia tak lama
kemudian menemukan apa yang dia cari. Sesuatu yang
nampaknya dengan sengaja disembunyikan dari mereka yang
akan memindahkan “tubuh ataupun juga mayatnya”. Biasanya
para petugas memang akan melakukannya tanpa berlelah dan
tanpa usaha mencari sesuatu yang rahasia.
Di bekas lantai dimana kakek tua itu biasanya berbaring dan
terduduk, ada sesuatu yang terlihat tidak normal dan seperti
berbeda dengan lantai dasar. Dan terutama, terlihat seperti belum
lama keadaan tersebut terjadi atau dibuat orang. Koay Ji jadi
segera paham, bahwa kakek tua itu memang ingin memberinya
pesan terakhir, dan kakek itu yakin Koay Ji akan mencarinya.
Karena memang, Koay Ji pernah berjanji kepada kakek itu bahwa
dia akan kembali untuk mengetahui keadaan kakek tua itu dan
jika bisa menyelamatkanya. “Luar biasa, kakek tua itu sepertinya
sangat yakin dan percaya dengan perkataan dan janjiku.....
sungguh mengharukan...” dalam hati Koay Ji terharu dengan
kepercayaan kakek itu.
Setelah berpikir demikian, setelah sekali lagi memandangi dan
meneliti semua sisi dalam ruangan itu, tanpa berpikir panjang
dengan diiringi tatapan penuh tanda tanya dari Siauw Hong dan
3200
Siok Han, diapun kemudian mencungkil lantai yang agak
menonjol sedikit keluar. Dia yakin dan percaya dengan temuan
dan kecurigaannya atas keadaan lantai yang sedikit aneh
tersebut. Dan benar saja, disana ada sebuah kain, jika tidak keliru,
merupakan kain bekas jubah kakek tua itu. Dan kain bekas itu
terlihat adad tulisan dari darah, dan hanya singkat saja, tanpa
disertai nama, tapi mudah dibaca dan diingat oleh Koay Ji. Mudah
diingat karena memang merupakan satu petunjuk yang amat
penting bagi Koay Ji, dan kelak juga petunjuk yang amat penting
bagi para pendekar:
“Dibawah sana, satu jalan hidup, liang persis dibawah air
terjun...”.
“Jika melihat keadaannya, pihak lawan belum tahu jalan keluar
yang dimaksud. Tapi, bukan tidak mungkin mereka akan
mencarinya untuk menyelamatkan diri, meski tidak mungkin
dalam waktu dekat. Mereka pasti sudah memastikan jalan masuk
atau turun ke lembah di bawah tebing tidak akan mungkin
ditemukan orang, dan pasti akan bertahan di bawah sana untuk
waktu yang panjang. Jelas bahwa mereka memang memastikan
jika tidak akan mungkin orang menemukan jalan ke bawah,
karena itu kakek tua itu kemungkinan besar sudah dibunuh. Jika
mereka belum tahu jalan keluar dari bawah tebing, kakek itu bisa
3201
saja belum dibunuh, karena masih dibutuhkan pengetahuannya
tentang keadaan di bawah.
“Tidak ada lagi yang dapat kita temukan disini, mari kita keluar.....”
berkata Koay Ji setelah membaca sobekan kain bertulisan darah
yang kemudian dia hancurkan. Dan setiba di luar, dia memperoleh
kabar yang menegaskan perkiraannya, yaitu adanya jalan rahasia
di bawah kedua gedung utama, namun jalan rahasia itu sudah
buntu atau sengaja dibuat buntu. Pintu masuk ke jalan rahasia itu
sudah runtuh dan jelas tidak akan dapat dilalui. Ini berarti, orangorang
yang menuju ke bawah tebing masih membawa si kakek
tua yang mengetahui jalan keluar di bawah sana, dan Koay Ji
tahu, waktu mereka tidak akan banyak. Karena itu, diapun
menemui Tek Ui Sinkay dan langsung berkata kepada sang
suheng:
“Sebaiknya saat ini juga kita segera turun ke bawah tebing, jangan
sampai mereka mampu membuat kakek tua tokoh Pek Lian Pay
itu, buka rahasia. Karena jika dia sampai buka suara dan bicara
bahwa ada jalan keluar satu-satunya dari lembah di bawah tebing
itu, maka repotlah keadaan kita kedepan. Karena jika itu terjadi,
maka bahaya yang sebenarnya akan benar-benar menjadi
kenyataan, tidak akan ada lagi dari kita merasa aman.....”
3202
“Siauw sute, apakah engkau yakin dengan kata-katamu....”?
tanya Tek Ui Sinkay yang tiba-tiba menjadi tegang dan sedikit
gelisah. Jelas sutenya itu menemukan sesuatu petunjuk penting
di bawah sana.
“Benar suheng, kakek tua itu meninggalkan pesan rahasia
kepadaku, dan nampak sekali, dia dipaksa ikut turun dan akan
dipaksa buka mulut. Keberanian mereka dalam memutus jalan
hubung mereka ke dunia luar, membuktikan bawah mereka
optimis bisa keluar dari tebing, entah bagaimana caranya.....”
jawab Koay Ji yang membuat Tek Ui Sinkay terdiam.
“Celaka, jika demikian kita harus segera bertindak......” saat
berbicara, Tek Ui Sinkay sudah tahu apa yang akan dan harus
segera mereka lakukan. Tidak lain perintah dan rencana untuk
segera bertindak. Perintahnya sudah jelas dan sudah bisa ditebak
– TURUN KE BAWAH TEBING.
“Kita pilih kekuatan yang akan mampu mengalahkan lawan,
tinggalkan dua barisan utama di atas sini. Lo Han Tin dan
Kaypang Cit Ti Sat (7 Algojo Akhirat dari Kaypang), semua tokoh
Hoa San Pay dan pasukan Kaypang biar kita tinggalkan dan
berjaga di sini, sisanya kita bawa masuk untuk melakukan
pertarungan di bawah sana. Jika terjadi sesuatu di atas, biar para
3203
suheng dan suci yang menangani, mereka bisa mengirim kabar
ke bawah, Sie suci akan membantu dengan kecepatan naik dan
turun burung rajawali saktinya......”
“Hmmm, engkau benar sute, jika mereka sampai menemukan
jalan keluar itu, benar sangat berbahaya. Sama dengan melepas
harimau turun gunung. Mari, engkau persiapkan segera untuk
memasuki jalan rahasia, sementara perintah berjaga di atas akan
segera kuturunkan setelah berbicara dengan toa suheng. Segera
setelah persiapan di atas selesai, semua yang akan turun
mengejar akan menuju ke jalan rahasia itu, engkau menunggu
disana Sute....”
“Baik sam suheng......”
Segera setelah Tek Ui Sinkay berlalu, Koay Ji memanggil Sie Lan
In dan langsung saja berkata dengan suara tegas:
“Sie Suci, sebaiknya sekarang bersama dengan Tio Kouwnio
menggunakan rajawali sakti guna turun mendahului kita sekalian.
Tetapi, jangan dulu menggebah musuh, mereka masih sedang
berupaya keras untuk mencari jalan keluar di bawah tebing sana.
Jalan keluarnya berada tepat di bawah air terjun, sebuah gua
rahasia yang sengaja dibuat oleh para pejuang dulu. Kalian
3204
berdua awasi dan jaga akses menuju ke air terjun itu. Kawankawan
yang lain akan segera kuajak pergi kebawah tebing melalui
jalan rahasia bawah tanah......”
“Sekarang Koay Ji...”? tanya Sie Lan In memastikan, dan dia
kaget mendapati wajah Koay Ji yang agak tegang
“Iya, sekarang, tetapi bukan menerjang musuh, hanya gunakan
jalan berputar untuk pergi dan berjaga di sekitar air terjun.....”
“Baiklah, biar segera kupanggil Tiauw ko.....” berkata Sie Lan In
yang kemudian memanggil Tio Lian Cu dan segera berlalu.
Mereka berdua turun ke tebing terlebih dahulu dengan
menggunakan burung rajawali.
Tidak lama kemudian, Tek Ui Sinkay datang mendekat bersama
dengan Kim Jie Sinkay, Tiang Seng Lojin, Tui Hong Khek Sinkay,
Hek Man Ciok dan anaknya Hek King Yap, Khong Yan, Siauw
Hong, Kwa Siang, Bun Siok Han, Cu Ying Lun, Bu Ta Kuang,
Hoan Kun, Mindra dan Barisan Pengemis Pengejar Anjing dari
Khong Sim Kaypang. Kemudian, rombongan itu masih disusul
juga dengan seorang tokoh Hoa San Pay lainnya, Bok Hong Ek.
Sementara yang berjaga di atas adalah Ciangbudjin Siauw Lim
Sie bersama Barisan Lo Han Tin, pasukan Kaypang yang
3205
berjumlah ratusan berpadu juga dengan barisan khusus Kaypang
dipimpin dua orang sesepuh mereka dan keempat saudara
seperguruan Tek Ui Sinkay dan Koay Ji. Kekuatan di atas cukup
hebat, dan dirasa lebih dari mampu untuk menangkal jika tokohtokoh
lawan meluruk ke atas.
Tidak menunggu lebih lama, Koay Ji kemudian membawa
rombongan yang terdiri dari tokoh-tokoh utama rimba persilatan
itu memasuki penjara bawah tanah. Dan kurang lebih dua jam,
mereka semua sudah berada di bawah tebing, meskipun masih
berada dalam gua alam. Adalah Tek Ui Sinkay bersama dengan
Cu Ying Lun dan juga Koay Ji yang kini memimpin barisan
terdepan. Ketika turun dengan tali atau rotan buatan para monyet,
nafas menjadi agak sesak, berhubung udara yang tipis. Namun
ketika tiba di ruang gua bagian bawah, kurang lebih 500 atau 600
meter dari ketinggian tebing, udara agak banyak dan menjadi jauh
lebih nyaman. Meskipun demikian, mereka agak berdesakdesakan
karena ruang yang hanya muat untuk 10 orang
maksimal, sementara jumlah mereka sudah lebih dari 20an
manusia. Wajar jika udara menjadi tipis, meski masih lebih baik
ketika mereka berada atau saat sedang turun dengan tali rotan.
“Cuwi sekalian, tali atau rotan untuk kembali ke tebing di atas,
disangkutkan agak ke atas oleh kawanan monyet. Saat butuh,
3206
mereka siap membantu kita.... sebentar lagi kita akan melakukan
penyerbuan keluar. Jika tidak keliru, maka tempat yang cukup
nyaman ditinggali berjarak kurang lebih 200 meter dari tempat ini,
berada di dekat dengan lokasi air terjun. Begitu keluar kita akan
langsung merangsek kesana, dan tunggu aba-aba, bagaimana
sebaiknya pertarungan dilangsungkan.....” demikian penjelasan
Tek Ui Sinkay yang diiyakan semua. Sebetulnya, semua mereka
ingin segera keluar dari gua.
Tidak lama kemudian, Koay Ji yang berada di pintu masuk lubang
tersebut seperti sedang melakukan sesuatu, dan tidak lama
setelah itu, terdengar teriakan burung rajawali yang cukup keras
dan masuk ke telinga semua orang:
“Kraaaaachhhhhh ...... kraaaaaaaaaachhhh .... kraaaaaaach”
Koay Ji terlihat terdiam tetapi Tek Ui Sinkay mendengar suara di
telinganya yang berbisik lembut namun tegas;
“Saatnya suheng, mereka sedang berkumpul dan terlihat
menyusun rencana lebih jauh di dekat air terjun...... jumlah
mereka kurang lebih 30an orang....” jelas itu suara yang berasal
dari Koay Ji.
3207
Mendengar laporan tersebut, Tek Ui Sinkay kemudian segera
menurunkan komando dengan suara lirih;
“Cuwi sekalian, mari, sudah saatnya kita menemui kawan-kawan
yang berusaha melarikan diri dari kita...... ayo”
Dengan dipimpin langsung oleh Tek Ui Sinkay dan Koay Ji,
merekapun keluar dari gua itu dan langsung berjalan menuju ke
punggung tebing, sedikit menanjak dari gua tempat mereka
bersembunyi. Dan sambil berjalan, mereka mau tidak mau jadi
kagum dengan bentang alam yang agak unik di bawah tebing.
Lembah dimana mereka sedang berada saat itu, dikelilingi oleh
tebing yang tingginya luar biasa, sampai ujungnya tidak nampak
oleh mata karena tertutup kabut yang cukup pekat. Boleh dikata,
tempat tersebut selalu lembab, karena amat jarang sinar matahari
menerobos masuk guna mencurahkan sinarnya ke bagian bawah
lembah. Dengan kabut yang selalu menutupi, maka wajar jika
suasana dan tanah di bawah selalu basah dan agak lembab.
Tetapi, yang lebih menggetarkan, ternyata lembah dibawah itu
tidaklah terlampau luas. Batasnya adalah tebing yang lain dimana
bagian bawahnya, juga tidak terlihat dan bagian tengahnya ada
sebuah air terjun yang menukik ke bawah, mungkin tingginya
hingga ke dasar sama tebing yang baru saja mereka turuni.
3208
Tempat atau lembah tersebut, dengan demikian setengah lebih,
atau nyaris tiga per empatnya dikelilingi oleh tebing-tebing nan
tinggi dengan dipuncaknya selalu tertutup kabut yang agak pekat,
sementara sisa adalah tebing curam ke bawah dengan tengahnya
adalah air terjun yang cukup sempit tetapi menukik tajam ke
bawah. Tukikannya cukup menyeramkan, karena langsung bebas
menukik ke bawah dan bagian bawah tidak terlihat oleh mata
manusia.
Sesungguhnya, lembah di bawah terhitung cukup atau sangat
terisolasi, merupakan tempat untuk sembunyi yang amat rahasia
sebelumnya. Tetapi, memang hanya mampu dan sanggup
menampung tidak lebih dari 1000 manusia. Maklum, karena
memang ruang untuk tinggal sangatlah terbatas. Lembah yang
konon pada masa lalu merupakan tempat bersembunyi sejumlah
tokoh pahlawan yang berjuang melawan penguasa yang sangat
lalim. Para tokoh pemberontak itu dahulu, sering bersembunyi
dalam lembah rahasia ini dan tidak pernah dapat ditemukan oleh
para pemburu dan pengejar mereka.
“Selamat datang cuwi sekalian..... bukankah kuburan bagi mereka
yang kalah sudah kami sediakan dan keadaannya sangat tenang
dan cocok jadi persitirahatan terakhir bukan? Marilah, kami
3209
semua sudah menunggu cuwi sekalian di arena yang sangat
indah ini dan pantas jadi arena perkelahian.....”
Terdengar suara sambutan dari tengah lembah. Dan tidak salah
lagi, kedatangan mereka sudah ketahuan pihak lawan. Dan
karena sudah ketahuan, sekalian saja Tek Ui Sinkay membalas
seruan tersebut:
“Hahahahaha, manusia-manusia licik yang ingin terbang
melarikan diri, akhirnya malah terjebak di dasar lembah ini......
sungguh menyedihkan. Tapi memang benar, area ini kuburan
yang nyaman bagi kalian nantinya....”
Belum bertemu masing-masing sudah melancarkan perang urat
syaraf, dan ketika pada akhirnya mereka bertemu, terlihatlah
semua tokoh-tokoh utama lawan benar sudah berkumpul disana.
Bahkan sudah ada 3 buah rumah darurat yang dibangun di
pinggiran arena itu dan bersambungan dengan beberapa pohon
berukuran kecil. Tetapi, tidak layak juga disebut pohon, karena
keadaan yang sangat lembab jadi membuat pepohonan yang
tahan untuk tumbuh rata-rata bukanlah yang besar dan kokoh,
tetapi berbatang lembut atau lunak. Rumah daruratpun lebih mirip
gubuk yang dibuat seadanya. Kelihatannya, mereka sedang
berembuk ketika posisi dan keberadaan mereka ditemukan
3210
lawan. Tetapi, di tempat dan lembah itu, kemana lagi mereka akan
pergi dan bersembunyi?
Dan satu hal yang pasti, mereka tidak menyangka jika akan
ditemukan oleh pihak atau kaum pendekar. Mereka sedang dalam
keadaan tidak bersiaga dan bersiap untuk pertarungan,
melainkan merasa “sudah” bebas dan tinggal mencari cara dan
jalan bertahan di dalam lembah dan kemudian berusaha untuk
bisa mencari jalan meninggalkan lembah itu. Apa lacur, mereka
terkejar karena lawan ternyata sudah mengetahui lembah rahasia
itu. Dan kelihatannya, lawan sudah lama tahu dan paham dengan
keadaan lembah di bawah ini. Dan itu sama artinya dengan, ada
yang memberitahu mereka letak lembah ini.
Sementara itu, rombongan yang dipimpin Tek Ui Sinkay semakin
mendekat dan ketika semakin dekat, merekapun pada akhirnya
menyaksikan ada tubuh seorang tua yang sudah berada diantara
hidup dan mati. Tokoh itu, dikenali oleh Koay Ji, dan sudah dia
duga seperti itu keadaannya. Untungnya memang, mata orang itu
sudah rusak sejak lama, sehingga kesulitan untuk dipengaruhi
oleh sihir dari Rajmid Singh. Dan lebih untung lagi, orang tua itu
belum memberitahu jalan rahasia untuk keluar dari lembah itu.
Jika tidak, bisa dipastikan jalan rahasia yang disimpannya sudah
3211
jatuh ketangan lawan dan membuat mereka merat dari lembah itu.
Dan kakek tua itu pasti sudah mati karenanya.
“Bagaimana Bu Tek Seng Ong, masih akan larikah kalian padahal
sudah kami beri waktu cukup untuk beristirahat...? tidak malukah
kalian terhadap sesepuh kalian yang sudah mintakan ampun atas
kalian semua....”? Tek Ui Sinkay langsung saja menegur dan
memojokkan Bu Tek Seng Ong.
“Hmmmm, apakah engkau pikir kami sudah kalah......?
hahahahaha, bahkan jago kalianpun nyaris tewas jika bukan
karena kedatangan ji susiok itu.....” ejek Bu tek Seng Ong
mengingatkan Tek Ui Sinkay dan kawan-kawan atas jatuh dan
terlukanya Koay Ji dalam pertarungan dua hari lewat.
“Hahahaha, engkau ngibul, karena bukankah semua tahu bahwa
malah yang Koay Ji yanglebih dahulu sembuh sementara tokoh
kalian mungkin masih juga terkapar sakit sampai sekarang....
huh.....”? balas Tek Ui Sinkay yang membuat Bu Tek Seng Ong
terdiam tak bicara lagi. Sementara tokoh atau kakek tua lawan
Koay Ji dua hari lalu, berdiri tenang dan tidak bicara sedikitpun.
“Hmmm, dia sudah akan mampu bertarung hebat sekarang ini,
jangan takut Bengcu, dia tidak akan mau ketinggalan.....”
3212
“Baiklah, untuk tidak membuang-buang waktu kita semua, lebih
baik jika kalian mulai bersiap. Karena kami akan segera
menyerang kembali, mohon maaf, sekali ini kalian akan
mengalami keroyokan karena sudah mencederai keringanan
yang kami berikan beberapa hari lalu. Penjahat dimana-mana
memang begitu, jadi kami tidak terlampau kaget dan terkejut....”
“Cuiiiiih, memuakkan. Siapa berkata kami beroleh keringanan....”?
murka Bu tek Seng Ong mendengar perkataan Tek Ui Sinkay
“Paling tidak kalian melarikan diri, hahahahaha, apakah perkataan
lohu itu keliru? Apakah meratnya kalian ke dalam lembah ini dan
meninggalkan surat ancaman bukannya merat dan melarikan
diri..... hahahahaha, sungguh memalukan” maki Tek Ui Sinkay
secara telak.
“Baiklah, jika memang bertarung pilihan kalian, masihkah kalian
berani meladeni pertarungan kedepan secara jantan.....? catat,
jika kalian TAKUT, kami akan ladeni cara apapun yang kalian pilih.
Dan apa pula taruhannya untuk setiap mereka yang kalah dalam
pertarungan ini....”? berkata Bu Tek Seng Ong yang coba untuk
mengelakkan pengeroyokan, karena jumlah lawan
diperkirakannya bakal sangat mungkin terus bertambah.
3213
“Tidak ada taruhan lagi Bu Tek Seng Ong, satu-satunya yang
kami tolerir adalah, setiap mereka yang maju dari pihak kalian,
boleh memilih jalan: menyerah dan kami punahkan
kepandaiannya, atau bertarung. Hanya itu. Kami menyediakan
tarung yang adil dan bukan seperti kalian, mengeroyok untuk
meraih kemenangan. Jika kalian taat dengan perjanjian dua hari
lalu, maka keringanan masih dapat kami pikirkan, tapi sekarang,
tidak ada lagi keringanan. Bagi yang menang, silahkan cari sendiri
jalan keluar dari tempat ini. Yang pasti, jalan kalian sudah
dihancurkan, tapi jalan kami, sudah kami amankan....”
“Diam kau ......................”
Tiba-tiba terdengar bentakan yang amat luar biasa yang
dilepaskan kakek tua yang sebelumnya menjadi lawan Koay Ji
dan sama-sama terluka itu. Memang hebat. Karena Tek Ui Sinkay
sampai terdiam beberapa saat, tetapi ketika lengan Koay Ji
menyentuh punggungnya, mengalir kekuatan mujijat yang segera
mengembalikan semangat dan kepercayaan atas dirinya. Maka,
diapun berpaling dan melirik Koay Ji dan kemudian berkata lagi:
“Hmmmmmm, meski hebat bentakanmu, tetap saja tidak akan
ada keringanan bagi kalian. Bahkan bagimu orang tua licik.
Engkaupun harus berusaha untuk selamat dari tempat ini. Maka,
3214
berusahalah untuk selamat dari pertarungan satu lawan satu.
Siapapun mereka yang ingin selamat, silahkan berusaha untuk
melalui rintangan pertarungan satu lawan satu secara adil. Kami
cukup adil memperlakukan kalian yang sebetulnya sangat licik
dan sangat curang, juga pengecut karena lari dari arena
pertarungan. Memalukan. Tapi sudahlah. Sekarang, silahkan,
siapapun yang maju akan kami sediakan lawan yang akan
mengalahkan juga dan merubuhkannya. Hati-hati, kami tidak
akan berbelas kasihan dengan manusia pengacau seperti
kalian.....” semakin pedas dan semakin tegas kata-kata Tek Ui
Sinkay. Hal itu sangat mengagetkan Koay Ji, karena ternyata
pada dasarnya tidak tersedia jalan hidup bagi lawan-lawan
mereka.
“Baiklah, bagaimana jika salah satu atau kami semua berhasil
melewati rintangan yang kalian sediakan itu....”? tanya Bu Tek
Seng Ong.
“Lohu pastikan tidak akan ada skenario seperti itu, tapi jikapun
ada, silahkan, orang itu bebas mencari jalan keluarnya sendiri dari
tempat ini. Pokoknya setiap jago dari kalian maju, akan kami
rubuhkan dan hukum melalui pertarungan yang adil, satu lawan
satu..... jika kalian memang tidak setuju, maka boleh
mengerahkan semua kekuatan kalian untuk bertarung melawan
3215
kami dan menentukan mati hidup dalam pertarungan tanpa
peraturan. Kalian silahkan memilih yang mana yang kalian
inginkan......” jawab Tek Ui Sinkay tegas. Tetapi penegasan itu
membuat pihak lawan yang menjadi terkejut karena
persembunyian mereka ketahuan, dan malah kini dalam keadaan
terdesak alias terjepit.
Keadaan yang sangat mengejutkan itu membuat mereka tidak
dapat dengan segera memutuskan pilihan mereka. Strategi yang
pas tidak mungkin lagi untuk didapat, yang ada adalah bagaimana
menyesuaikan perlawanan dengan keadaan dan kondisi di depan
mata. Dan, seperti biasanya, dalam keadaan terjepit, selalu saja
ada yang menjadi putus asa dan akhirnya menjadi marah dan
nekat. Salah seorang dari mereka memutuskan maju;
“Baik kutantang salah seorang dari kalian untuk maju
menghadapiku....” berkata Dewi Alehai saking murkanya dan
mengajukan diri untuk orang pertama yang maju melawan pihak
para pendekar. Tokoh ini terbiasa berada dalam markas dan
selalu dilayani, sekarang dia merasa dikejar-kejar dan diburu-buru
lawan, mana dapat dia menerima kenyataan seperti itu?
Melihat Dewi Alehai yang maju, Koay Ji berbisik kepada Tek Ui
Sinkay. Tek Ui Sinkay sampai melongo mendengar usulan Koay
3216
Ji, tetapi ketika melihat tatap mata sutenya yang amat serius dan
sepertinya sangat yakin dengan pilihannya, maka pada akhirnya
diapun berkata:
“Kang Siauw Hong, maju dan tundukkan musuh.....” suaranya
berubah mantap meski awalnya masih ragu.
Mendengar namanya disebut dan akan maju sebagai orang
pertama, Kang Siauw Hong sebetulnya sangat terkejut, tetapi
sekaligus gembira dan menjadi bersemangat karena dia tahu
sesuatu . Benar, dia tahu betul bahwa yang mengajukannya
adalah toakonya, Koay Ji, dan jika memang benar demikian,
maka dia yakin dan sangat percaya bahwa kakaknya itu memiliki
keyakinan dia akan menang. Benarkah seperti itu ceritanya?
Entahlah. Yang pasti, Siauw Hong sudah melompat ke araena
dengan kepercayaan atas diri sendiri yang amat tinggi dan tidak
terlihat gugup. Dan Koay Ji memandangnya dengan penuh
kepercayaan dan tidak sedikitpun terlihat gugup dan khawatir
dengan adiknya itu.
“Ha,,,,,, engkau nona kecil yang mau melawanku.....? hikhikhik,
sudah tidak adakah orang atau tokoh lain yang pantas
menghadapiku.....? atau kaum lelaki disana sudah berubah
menjadi pengecut semua dan berlindung di balik ketiak seorang
3217
gadis bau kencur ini....”? berkata Dewi Alehai ketika melihat
seorang gadis muda yang memapaknya dan akan menjadi
melawannya. Pada awalnya dia merasa agak kaget, tetapi
sekaligus senang karena merasa jalan buat dia mencari cara
keluar dari bawah tebing ini terbuka cukup lebar. Masak siy anak
semuda Siauw Hong akan mampu menandingi dan melawannya?
“Tidak usah banyak bicara nona besar, karena engkau akan keok
ditangan nona kecilmu ini, lebih baik mulailah berdoa agar dosadosamu
yang amat banyak tiu dapat diampuni dan engkau tidak
menjadi penghuni neraka yang ganas......” bukan main, sungguh
luar biasa tajam kata-kata Kang Siauw Hong, si nona muda yang
diajukan Tek Ui Sinkay itu. Sampai Dewi Alehai yang jauh lebih
berpengalaman menjadi tersentak dan marah serta murka bukan
main. Diapun segera membentak dengan nada marah:
“Awas serangan......” suara yang penuh amarah dan jengkel,
tetapi jelas memiliki rasa percaya diri untuk menang.
Dan pecahlah pertarungan pertama. Untungnya Siauw Hong
sudah mengalami satu pertarungan hebat ketika menghadapi Bu
Tek Seng Ong dan juga Geberz dalam tarung sebelumnya. Kedua
tokoh lawannya itu, keduanya yang memiliki kemampuan yang
tidak jauh darinya dan justru membuat semua ilmunya keluar dan
3218
terlatih dalam pertarungan yang sebenarnya. Jika pada tarung
sebelumnya dia keteteran karena lawan yang memang sakti,
serta memiliki kematangan dalam banyak ilmu yang mirip dengan
dirinya sendiri, maka sekali ini berbeda. Sekali ini, melawan Dewi
Alehai, dia mampu memainkan ilmu secara lancar dan tidak
merasa berat seperti menghadapi kedua lawannya sebelumnya,
terutama ketika melawan Bu Tek Seng Ong yang diakuinya
memang amat berat.
Ditambah lagi dengan fakta betapa selama dua hari terakhir dia
berlatih dan berlatih serius dibawah bimbingan Koay Ji, kakaknya.
Pengalaman dan latihan terakhir membawa banyak hal yang
positif bagi Siauw Hong, dan terbukti dia kini tidak banyak
membuang peluang seperti pada pertarungan terdahulu. Dalam
sepuluh jurus belaka Koay Ji sudah tahu, bahwa Siauw Hong tidak
akan membutuhkan waktu lama untuk menundukkan Dewi Alehai.
Serangan-serangan dan gerakan-gerakan Kang Siauw Hong
mengalami peningkatan yang amat hebat dan sakti, dan membuat
lawannya benar-benar kesulitan meladeninya. Baik menghadapi
gerakan-gerakan kakinya, maupun sterutama erangan-serangan
Siauw Hong yang cepat, tetap dan semakin lama semakin
membahayakan. Maka mulailah Dewi Alehai merasa kecut dan
semangatnya patah sendiri.
3219
Menujadi semakin repot, karena pada dasarnya Siauw Hong
bertarung untuk ingin cepat menang dari lawannya. Dasar
memang Siauw Hong yang lagi semangatnya, setelah 40 jurus
lebih mendesak lawan, dan karena ingin pamer kepada semua
pendekar yang hadir, tepat memasuki jurus ke 42, bahkan
seorang Koay Ji kaget, karena ilmu yang berbahaya tiba-tiba
dimainkan Siauw Hong. Koay Ji sendiri sampai berdesis kaget
dan kagum:
“Astaga, Ilmu Han Bun Sam Ciang..... mana lawannya mampu
menahan? selain sangat kuat dan berisi iweekang penuh, juga
sangat cepat dan sekaligus tajam dalam menyerang..,,,, ach
Sebentar lagi...”
Belum lagi habis desisan Koay Ji, Siauw Hong mengebaskan
lengannya dengan tenaga kuat dalam gerak tipu Kim lun hoan sin
(Roda emas menggelinding), dan lanjut dengan tipu Tiat ie koan
jit (Baju besi menutup matahari). Kekuatan dan juga kecepatan
yang luar biasa dalam jurus pertama Ilmu Hian Bun Sam Ciang
sudah dilepaskan. Kedua gerakan tajam dari jurus pertama itu
diperagakan Siauw Hong dengan terus mengejar dan mengelilingi
lawan yang serabutan membebaskan dirinya dari sergapan Siauw
Hong. Dewi Alehai tetap mencoba untuk melakukan perlawanan
meski gamang, tetapi selama 40 jurus dia ketakutan mengetahui
3220
lawan ternyata lebih sakti dan hebat dari dugaannya. Memasuki
jurus ke-30, semangat dan daya juangnya mulai turun karena
Siauw Hong tidak berhenti mencecarnya, lagian kekuatan
iweekangnya jauh diatasnya.
Maka ketika Siauw Hong mengelilingi tubuhnya dengan jurus
pertama, Dewi Alehai terus berusaha mati-matian untuk
melawannya dan berusaha keras untuk lari dari jangkauan jurus
itu. Tapi, sayangnya dia justru memberi peluang gerakan kedua
untuk dibuka dan langsung mengarah ke tiga bagian tubuhnya
yang berbahaya. Ketiga serangan beruntun Kang Siauw Hong
langsung mengejar dan mengarah ke lima tempat mematikan di
tubuhnya. Tetapi, ketika dia mampu mengelak dari dua jurus
pertama, semestinya pukulan ketiga Siauw Hong sudah
menjatuhkan Dewi Alehai. Tetapi pada saat itu, Siauw Hong
mendengar bisikan Koay Ji di telinganya, dan tanpa membantak
dan percaya begitu saja dia merubah gerakannya, Karena bisikan
Koay Ji adalah sebuah perintah; “Ci Liong Ciu Hoat, totok jalan
darah di dada sebelah kanan.......”
Mendengar arahan kakaknya, Siauw Hong langsung
melakukannya tanpa sangsi dan tanpa melirik Koay Ji. Tetapi,
untuk itu dia harus mengorbankan baik pukulan jurus ketiga
maupun pukulan keempat. Tetapi, pukulan kelima, seperti
3221
dikondisikan oleh luput atau berubahnya jenis pukulan ketiga dan
keempat dan sempat sedikit memberi Dewi Alehai harapan untuk
lepas. Tetapi, alngkah kagetnya, ketika dia melihat Siauw Hong
menggeliat dengan gerak kaki aneh dan tahu-tahu sentuhan
jemari Siauw Hong sudah singgah di dadanya. Ringan saja dan
tidak mampu lagi dia elakkan, maka akhirnya diapun tertotok
dengan keadaan yang dia saksikan dan dia rasakan secara
langsung......
“Tuk........ auccchhhhhkkkkkkkkk.......”
Tubuh Dewi Alehai terdorong ke belakang seperti sebuah benda
yang beratnya berapa kali lipat. Bukan apa-apa, ketika dia
tertotok, pada saat bersamaan semua sumber tenaga dan
kekuatannya membuyar dan diapun berubah kembali menjadi
orang biasa yang tidak lagi memiliki kesaktian sedikitpun. Semua
tenaga iweekang yang dihimpunnya buyar, otot dan urat penting
dalam tubuhnya bukan hanya tersumbat, tetapi putus. Dan tidak
lama kemudian, tubuhnya menyentuh bumi dengan
mengeluarkan suara keras:
“Braaaakkkkkkkkkkk.......”
3222
Dan setelah itu, Dewi Alehai, seorang jagoan dalam perkumpulan
Bu Tek Seng Pay jatuh tidak sadarkan diri. Bukan hanya jatuh
tidak sadarkan diri, tetapi bahkan untuk selanjutnya semua
kekuatannya membuyar dan dia berubah menjadi manusia biasa
kembali. Tidak banyak yang tahu keadaan yang sebenarnya,
hanya tokoh-tokoh utama yang sangat paham bahwa
kemampuan Dewi Alehai, andalan tokoh bernama Bu Tek Seng
Ong untuk urusan dalam Markas utama, sudah TAMAT. Sudah
selesai dan tidak mampu diselamatkan lagi.
Benar saja, tidak lama kemudian seorang dari rombongan lawan
meloncat ke arena, memeriksa keadaan Dewi Alehai. Sejenak
saja dan dia kemudian terlihat muram dan kemudian selanjutnya
membawa Dewi Alehai ke sudut dimana tokoh Bu Tek Seng Pay
berkumpul. Koay Ji bergumam:
“Seorang sudah dituntaskan, tapi ini baru awal.......”
Belum hilang gumaman suara Koay Ji, tokoh yang tadi membawa
tubuh Dewi Alehai sudah kembali meloncat ke arena dan berkata:
“Aku menantang orang yang melukai Dewi Alehai, maju kesini,
aku akan membalas kekalahan Dewi Alehai...” tokoh yang
ternyata adalah Jamukha dan yang selama ini hidup bagai
3223
sepasang kekasih dengan Dewi Alehai maju dengan wajah
muram. Jelas sekali kemarahan dan kesedihan memenuhi rongga
dadanya hingga terlihat sesak nafasnya dan kemarahannya
terlihat jelas. Koay Ji bisa melihatnya dan maklum, bahwa
Jamukha terguncang dan berniat balas dendam. Tetapi, Koay Ji
sudah memiliki perhitungan sendiri dan tidak mengikuti kemauan
Jamukha. Dia tahu siapa yang akan maju nanti.
Karena itu, Siauw Hong langsung dilarang maju oleh Koay Ji,
sebaliknya Tek Ui Sinkay sepersetujuan Koay Ji melirik kearah
Sutenya, Cu Ying Lun untuk maju. Dan Koay Ji terlihat
mengangguk dengan pilihan itu, karena jelas dia tahu sampai
dimana kepandaian chit suhengnya ini. Setidaknya lebih dari
cukup untuk dapat menghadapi seorang Jamukha, hu pangcu
bagian luar dari Bu tek Seng Pay dan kemudian mengalahkannya.
Jamukha menggeram murka melihat Cu Ying Lun yang maju dan
bukannya Siauw Hong yang sangat dbencinya. Karena itu,
dengan segera sudah menerjang tokoh yang nyaris berusia 60an
itu.
Tetapi, Cu Ying Lun bukanlah tokoh sembarangan. Meski belum
sehebat Koay Ji, tetapi tokoh yang dididik langsung oleh Bu In
Sinliong ini jelas bukan tokoh yang mudah dihadapi Jamukha.
Gerakannya mantap dan berisi, termasuk ketika dia mulai
3224
bergerak dengan ginkang Liap In Sut dan meladeni kecepatan
gerak Jamukha tanpa sedikitpun terlihat keteteran. Apalagi
karena ketenangan dan kepercayaan akan diri sendiri cukup
kental dan tinggi, dan terlihat dari gerakan-gerakannya yang
tenang, penuh perhitungan dan selalu mementalkan serangan
Jamukha. Pertarungan pada awal memang terlihat imbang, tetapi
orang-orang pandai sudah bisa memprediksi apa yang akan
terjadi dengan pertarungan itu.
Pertarungan mereka menjadi menarik ketika Jamukha mulai
mengerahkan Ilmu khas perguruan mereka, Ilmu Lam Hay Peng
Po Leng Im Sin Hoat (Ilmu Gerak Tubuh Menyeberangi Awan
Tenang di lautan Selatan). Ilmu gerak mujijat yang oleh Koay Ji
diberi nama sesuai seleranya menjadi Thian Liong Pat Pian.
Tetapi, ketika menghadapi Jamukha, Cu Ying Lun yang bergerak
dengan Liap In Sut dan juga Ilmu Sam Im Ciang (Tiga Tinju
Rahasia) tidak merasa kesulitan. Buka apa-apa, karena dia sering
melihat bagaimana Koay Ji memainkan ilmu itu dengan
kemampuan yang jauh lebih hebat, lebih lengkap dan lebih
sempurna. Maka menghadapi ilmu itu dalam diri Jamukha, tidak
membuatnya kebingungan dan tidak membuatnya merasa
kesulitan. Karenanya, dengan tidak kesulitan dan penuh percaya
diri dia bergerak baik menghadang dan juga kemudian
3225
memunahkan serangan Jamukha. Bukan hanya itu, dia bahkan
mendesaknya terus ketika Jamukha menghindari dengan ilmu
langkah tersebut atas sergapannya.
Sampai disini Koay Ji berbisik kepada Tek Ui Sinkay; “Chit
Suheng tidak akan lama menjinakkannya, dia memiliki banyak
simpanan untuk mendesak dan mengalahkan Jamukha.....”.
Bisikan itu diiyakan oleh Tek Ui Sinkay yang memang melihat sute
ketujuhn ya itu berada di atas angin, dan bahkan mulai mampu
mendesak serta menyudutkan Jamukha. Selewat 50 jurus
kemudian, posisi Jamukha terlihat sudah semakin kesulitan.
Bukan apa-apa, karena memang kedalaman dan kemampuan Cu
Ying Lun, terlebih sejak melatih diri bersama keenam saudara
seperguruannya sudah jauh meningkat. Apalagi, mereka saudara
seperguruan bukannya sekali atau dua kali berdiskusi dan belajar
dari Koay Ji yang memiliki pengetahuan seakan tidak ada
habisnya untuk dibagikan dengan mereka.
Maka, wajar saja Cu Ying Lun menjadi sangat paham dengan ilmu
Jamukha, karena bukan hal yang jarang dia melihat Koay Ji
berlatih dan memainkannya. Padahal, jarak ilmu antara Jamukha
dengan Koay Ji amat jauh. Itu sebabnya Cu Ying Lun tidak begitu
kesulitan melawannya dan memasuki jurus ke 60-an, Jamukha
benar-benar kerepotan karena kalah segala-galanya. Dalam hal
3226
iweekang, dia benar-benar kalah kuat dan masih kalah matang
dibandingkan Cu Ying Lun yang lebih tekun menghimpun dan
melatih juga iweekangnya. Dalam gerak cepat, boleh saja dia
menandingi Cu Ying Lun, tetapi itu, sekali lagi, Cu Ying Lun tidak
asing dengan gerakan-gerakannya itu. Akibatnya, Jamukha
seperti menghadapi tembok besar dan tebal yang teramat sulit
untuk dapat dia tembus dan kalahkan.
Selama beberapa jurus kemudian, Cu Ying Lun sepertinya
memberi peluang bagi Jamukha untuk bisa berkembang lebih
baik. Padahal, sejatinya dia sebenarnya sedang membuka jalan
untuk Jamukha datang dan menuju keruntuhannya sendiri. Hal
tersebut nyata pada saat Jamukha masuk pada jurus ke delapan
puluh, dia bergerak dengan sebuah gerakan jurus Heng kang cai
Iong (Sungai melintang memotong ombak). Dan saat itulah yang
ditunggu Cu Ying Lun, dengan diiringi oleh senyuman di bibir
Koay Ji, Cu Ying Lung segera mundur namun merangsek cepat
kembali dengan sangat cepat. Ilmu Pukulan Sian In Sin Ciang
(Lengan Sakti Bayangan Dewa) ciptaan terakhir Bu In Sinliong
digerakkan dengan gerakan Beng hou cut tong (Macan liar keluar
dari gua). Baik kecepatan maupun sekalian kekuatannya sungguh
tepat dan memadai untuk memojokkan dan mampu membuat
Jamukha sampai terperangah.
3227
Dan memang sangat luar biasa, karena Jamukha terkejut bukan
main ketika tiba-tiba kepala dan pundaknya terancam dengan tiga
rangkaian serangan tangan kosong lawannya. Hal yang
membuatnya mau tidak mau mesti melangkah mundur, tetapi
hanya dengan merubah jurusnya menjadi tipu Ngo seng boan
goat (Lima bintang mengurung rembulan), Cu Ying Lun sudah
menjebak Jamukha hingga harus adu pukulan. Pada saat
Jamukha memukul itulah dengan cerdik Cu Ying Lun merubah
ilmu dan jurusnya, yakni dengan menggunakan ilmu Pa Hiat Sin
Kong (Ilmu sakti menotok jalan darah). Dalam sebuah jurus
sederhana, yakni jurus Ki eng pok tou (Burung elang lapar
menyambar kelinci), dia membuat Jamukha seperti sengaja
memberikan dadanya untuk terkena totokan maut Cu Ying Lun.
Dan sebagaimana Dewi Alehai kekasihnya jatuh oleh Siauw Hong
dengan totokan maut, demikian juga halnya yang dialami oleh
Jamukha. Sebuah totokan yang sama-sama berakibat
menentukan karena memunahkan sumber tenaga iweekang, dan
demikian juga yang dialami Jamukha. Juga sama dengan Dewi
Alehai, hanya beda dia tidak jatuh gedebukan dengan kerasnya,
melainkan terdorong mundur dan jatuh untuk kemudian roboh
seperti berbobot berat ke tanah. Beda lainnya lagi adalah,
Jamukha terlontar ke belakang, sama seperti Dewi Alehai, namun
3228
masih tetap sadar dan tahu dirinya, hingga juga paham apa yang
sudah terjadi dengan kemampuannya. Kemampuannya hilang.
Karena dalam waktu singkat dia merasa tidak mampu lagi
mengerahan tenaga dan iweekangnya sehingga tak mampu untuk
menahan laju tubuhnya yang terasa begitu berat dan lemas dan
terus melayang ke belakang. Diapun roboh....
“Brukkkkkkk......”
Sama persis dengan Dewi Alehai nasibnya. Terpukul kalah, atau
tertotok lawan yang berakibat hilangnya semua kemampuannya,
hilang ilmu silat dan juga tenaga dalam yang selama ini dia
banggakan. Jamukha yang masih sadar dan tahu dirinya, tetap
mencoba untuk bangkit, tetapi dia membutuhkan kedua
tangannya untuk tempat bertumpu hingga akhirnya mampu berdiri
sendiri. Untuk selanjutnya dia masih juga sempat menudingkan
lengannya kearah Cu Ying Lun sambil berkata dengan nada
penuh ancaman, meski kosong ancamannya:
“Bangsat, engkau sungguh keji, sungguh keji....... aku akan
membalaskan perbuatan biadab dirimu hari ini, meski entah
kapan. Tetapi aku bersumpah, sungguh-sungguh bersumpah
kelak akan melakukan membalas......”
3229
Tetapi untuk tidak lebih menghadirkan drama yang membuat
moral pasukan dan kawan-kawannya jatuh, Bu Tek Seng Ong
kemudian bergerak cepat. Dia menotok Jamukha yang segera
tersungkur dengan sempat berdesis sambil menyebut:
“Suhu......”, tetapi setelah itu dia kehilangan kesadaran dan
dibawah mundur oleh orang-orang dari pihak Bu tek Seng Pay.
Seorang lagi dari pihak Bu Tek Seng Pay jatuh dan kalah dalam
pertarungan adil. Setelah Dewi Alehai, menyusul Jamukha, kedua
Hu pangcu di pihak lawan yang berperan sangat penting bagi Bu
Tek Seng Pay, kini terpukul kalah dan kehilangan kemampuan
bersilat.
Setelah tubuh Jamukha yang sudah lemah dibawah ke tempat
yang lebih aman, tidak lama kemudian arena pertarungan
berubah menjadi sepi. Tetapi jangan salah, keadaan justru
menjadi lebih menegangkan. Hanya, belum terlihat siapa dari
pihak Bu Tek Seng Pay yang mengajukan diri, nampaknya
mereka menunggu dari pihak para pendekar yang majukan diri
dan baru mereka akan menampilkan diri. Tetapi, sudah tentu Tek
Ui Sinkay tidak mau termakan strategi pancingan lawan itu,
karena tidak lama diapun berkata:
“Siapa orang ketiga yang ingin menerima hukuman kami? Atau,
haruskah kami maju berbareng untuk menghajar kalian
3230
semua......? atau, semua sudah pada ketakutan karena memang
bakalan....”
“Aku yang akan maju.......” ech entah mengapa justru yang maju
adalah Mo Hwee Hud. “Mengapa dia...”?, sempat Koay Ji merasa
terkejut. Tokoh maha hebat dan bernama besar itu,
sesungguhnya amat ditakuti, dan dengan majunya, maka pilihan
tokoh yang akan melawannya harus benar-benar tepat dan sesuai
untuk menguasai dan mengalahkannya. Pada saat seperti itu,
sesungguhnya Kim Jie Sinkay sudah bersiap dan akan segera
maju, tetapi belum lagi dia bergerak, Khong Yan sudah
mendahuluinya meloncat masuk kedalam arena. Kedatangannya
disambut dengan senyum dan ejekan lawan:
“Ach, anak muda, nampaknya permusuhan antara perguruan kita
memang harus dituntaskan meskipun tidak dengan Bu Te
Hwesio, tetapi dengan muridnya. Nach, hati-hati, karena ini bukan
pibu, tetapi pertarungan antara mati dan hidup. Jangan kau ayal
tetapi bertarunglah dengan baik. Karena bahkan Suhumu sendiri
tidaklah mampu mengalahkanku, tidak pernah mampu
melakukannya, apalagi hanya engkau yang hanya muridnya ....
hahahahaha”
3231
Terdengarnya seperti sebuah saran dan nasehat, tetapi Khong
Yan sadar dan tahu bahwa tokoh itu sedang menghibur dirinya
dan mencoba membesarkan semangat. Karena dia sudah berapa
kali menghadapi Khong Yan, dan pada pertempuran yang
terakhir, dia tidak mampu dan tidak sanggup lagi mendesak
Khong Yan seperti yang dahulu sering dia lakukan. Sebaliknya,
pertarungan terakhir itu, lebih banyak Khong Yan yang mendesak
dan memojokkan posisinya sehingga membuat tokoh itu kaget.
Tetapi, awalnya dia mengira, kejadian itu wajar saja, karena toch
dia memang sudah cukup lelah dan juga keadaan mereka sedang
mengeroyok, bukannya satu lawan satu. “Jika satu lawan satu,
maka pasti akan mudah kukalahkan anak itu..” demikian desisnya
dalam hati, meski sebenarnya dia sadar, semakin sulit baginya
untuk bisa menang. Karena dia semakin tua dan dia jelas kalah
secara fisik, meski untuk iweekangnya, masih menang matang
dari lawannya.
“Pertarungan ini bakalan berlangsung panjang....” desis Koay Ji
lirih dan terdengar oleh Tek Ui Sinkay dan juga Cu Ying Lun yang
terlihat masih bugar meski barusan berkelahi dan menundukkan
Jamukha. Cu Ying Lun jelas khawatir dengan Khong Yan yang
adalah cucu luarnya.
3232
“Hmmm, kelihatannya memang demikian.....” desis Tek Ui Sinkay
membenarkan desisan dan pendapat Koay Ji..
“Bagaimana peluang cucuku itu siauw sute....”? tanya Cu Ying
Lun sedikit khawatir karena tahu dan paham dengan reputasi Mo
Hwee Hud. Tokoh Dewa dan Tokoh Besar yang dia tahu,
dirinyapun masih belum mampu menandingi tokoh besar itu.
Bagaimana dengan cucunya? Yang tahu adalah Koay Ji, karena
itu Cu Ying Lun bertanya dan ingin menegaskan dugaannya.
“Sesungguhnya Khong sute sudah memiliki kemampuan yang
melampaui Mo Hwee Hud dalam Ilmu silat, tetapi, segala sesuatu
mungkin terjadi dalam pertempuran ini. Jika Khong sute mampu
bersikap tenang dan bertarung dengan sabar, maka dia bakalan
keluar sebagai pemenangnya....” tegas Koay Ji yang membawa
sedikit rasa tentram di hati Cu Ying Lun. Meskipun, penjelasan
Koay Ji memang benar, dia tahu bahwa kemampuan Khong Yan
sudah maju sangat jauh dan mampu merendengi dan bahkan
sesungguhnya tipis di atas Mo Hwee Hud. Tinggal kalah matang
dan kalah pengalaman, tetapi lainnya Khong Yan sudah unggul.
Dan kemudian, pertarungan antara Khong Yan melawan Mo
Hwee Hud sudah mulai dan keduanya langsung bertarung dalam
kecepatan dan kekuatan puncak. Maklum, keduanya sudah
3233
beberapa kali bentrok, bahkan masing-masing sudah saling
paham dan tahu keistimewaan ilmu lawan. Pada dasarnya,
banyak sekali ilmu silat mereka berdua yang memang diciptakan
untuk saling menaklukkan, terutama ketika masih generasi Mo
Hwee Hud melawan Bu Tee Hwesio, Suhu Khong Yan. Maka,
wajarlah pertarungan mereka seperti berlangsung secara
otomatis, saling serang dan saling bertahan dengan kekuatan
iweekang yang menjadi dapat menjadi pembeda. Sudah tentu,
karena kini Mo Hwee Hud sudah maju amat jauh sementara
Khong Yan, juga sudah mengalami kemajuan yang luar biasa.
Artinya ialah, tarung mereka sekali ini memang sangatlah hebat
dan sulit untuk ditentukan dalam waktu yang singkat siapa yang
akan menangi pertarungan itu.
Dalam sepuluh jurus awal saja, kekuatan yang mereka
hamburkan sudah amat luar biasa. Tetapi, Khong Yan memang
lebih cerdik dan sadar, bahwa benar kekuatan iweekangnya tidak
kalah, tetapi dia sadar satu hal, dia tetap saja masih agak kalah
matang penguasaannya. Untung dia memiliki iweekang Budha
yang lebih murni, sebuah cabang iweekang yang amat mujijat,
sinkang khas kaum Budha Thian Tok bernama Pouw Tee Pwe
Yap Sian Sinkang. Penguasaannya yang sudah sangat tinggi
membuat dia mampu menangkis kekuatan yang lebih hebat dari
3234
kekuatannya tanpa takut terkalahkan atau terluka. Karena
memang iweekangnya memiliki ciri khas yang luar biasa dan
punya juga daya pantul iweekangnya. Bahkan, bisa juga dia
menggiring dan menghantarkan kekuatan lawan untuk
membentur benda atau iweekang orang lain. Keistimewaan inilah
yang membuat Khong Yan tidak takut meladeni lawan hebat yang
biasanya amat dia takuti ini.
Baru bertarung pada jurus ke 15, tetapi Mo Hwee Hud sudah
memainkan dua ilmu andalannya bergantian, yakni Ilmu Lak hap
im hwee (enam gabungan api dingin) dan bergantian dengan Ilmu
Mo Hwee Koay Kong (Api Iblis Memancarkan Sinar Siluman).
Akibatnya hentakan kekuatan yang dihasilkannya sungguh
maksimal, dan saat itulah Khong Yan memutuskan memainkan
ilmu pelajaran yang diajarkan dan dilatihkan Koay Ji. Apalagi jika
bukan Ilmu Thian Liong Pat Pian. Tetapi, berbeda dengan Kang
Siauw Hong, dia memainkan pada variasi bertahan, menghindar
dan sesekali dengan langkah menicptakan atau mengkondisikan
penyerangan. Tidak heran jika dia sendiri menyelingi
penyerangan dengan bergantian menggunakan kedua ilmu
andalan perguruannya, yaitu Ilmu Hud Keng Ciang (Pukulan
Tenaga Budha) dan sekali-sekali juga diselingi dengan Ilmu Hud
Meh Ciang (Pukulan Menyambar Nadi). Jangan ditanya lagi
3235
kehebatan kedua ilmu pukulan itu, karena keduanya adalah ilmu
pukulan andalan Bu Tee Hwesio. Diciptakan memang untuk
berhadapan dengan Mo Hwee Hud.
Kedua iweekang berbeda aliran, yang satu Pouw Tee Pwe Yap
Sian Sinkang satu iweekang khas kaum Budha Thian Tok, dan
yang satu lagi a dalah ilmu Mo Hwe Bu Kek khi Kang (Tenaga
Dalam Api Iblis). Kekuatan iweekang Mo Hwee Hud masih lebih
matang dan ini jelas karena terkait umur dan pengalaman, Tetapi
kemurnian iweekang Khong Yan juga memegang peranan cukup
menentukan dalam tarung besar seperti ini. Karena itu, keduanya
sebenarnya memiliki tingkatan yang cukup seimbang dan
membuat pertempuran mereka dengan cepat menanjak semakin
tinggi dan semakin cepat serta jelas semakin mematikan.
Khong Yan sebenarnya merasa aneh, mengapa Mo Hwee Hud
sepertinya terlampau bernafsu dan dengan cepat meningkatkan
kekuatan iweekang dan kekuatan sihir yang menyertai ilmunya.
Hanya dalam hitungan 30 jurus, Mo Hwee Hud sudah tiba pada
pengerahan kekuatan-kekuatan mujijat dan seperti mengajaknya
untuk juga ikut mengerahkan puncak kekuatan. Dan memang,
dengan cara bertarung seperti itu, membuat Khong Yan mau tidak
mau harus melakukan hal serupa. Sebab jika tidak, maka bakalan
terjadi hal yang sangat membahayakan dirinya, bahkan dengan
3236
tingkat keduanya, ancamannya bukan hanya terluka. Tetapi
ancaman yang lebih berbahaya, ancaman kematian.
Dan karena tekanan serta desakan lawan yang mengajaknya
langsung bertarung pada puncak kemampuan mereka, maka
Khong Yan terpaksa bersikap apa boleh buat. Iweekang dia
kerahkan sampai pada kekuatan puncak, dan bahkan Ilmu
Pukulan Pek In Hoatsut sudah mulai dikerahkannya sambil
berjaga dengan ilmu ciptaan Koay Ji untuk memenangkan
pertempurannya. Yakni Ilmu Hian Bun Sam Ciang yang sudah
beberapa lama dia latihkan dan belum lagi sempat dikerahkan
untuk memukul seorang musuh. “Menurut Koay Ji, jika kulakukan
dengan waktu dan saat yang tepat, maka lawan kemungkinan
akan terpukul roboh”. Hanya saja, repotnya, Koay Ji sudah
mengingatkan kepada Khong Yan agar jangan ragu jika harus adu
kekuatan, serta mengusahakan agar dapat menotok musnah
kepandaian lawan yang hebat itu. Hal itu memang terutama agar
mereka, tokoh-tokoh utama Bu Tek Seng Pay tidak mengganas
lagi setelah lepas dari arena maut ini. Sebab lepas dari lembah
itu, dibiarkan kembali ke rimba persilatan, pastilah akan makan
korban yang sangat banyak kelak.
Sebetulnya, Koay Ji sendiri merasa heran. Apa maksud Mo Hwee
Hud yang terlihat langsung meningkatkan pertempuran meski
3237
baru pada jurus ke-50 dan sebenarnya bisa perlahan-lahan
mengintai kelemahan lawan? Apakah dia memiliki maksud dan
strategi tersembunyi? Koay Ji sungguh pusing memikirkannya.
Untungnya Khong Yan tidak terporovokasi dan terlihat siap
dengan semua strategi yang dimainkan oleh Mo Hwee Hud. Tetap
mengandalkan iweekang istimewanya yang sudah juga
disempurnakan Koay Ji, dan juga ilmu langkah Thian Liong Pat
Pian. Pada saat menentukan, Koay Ji juga melihat bahwa Khong
Yan mulai menyiapkan diri untuk memasuki puncak pertarungan
keduanya. “Mau tidak mau, Mo Hwee Hud terlihat terlampau
bernafsu, mustahil dia tidak tahu bahwa kesabaran yang akan
membuat perbedaan pada akhirnya...”? desis Koay Ji heran
dalam hatinya, dan sulit untuk mengeluarkan unek-uneknya.
Bagaimana bisa? Cu Ying Lun dan Tek Ui Sinkay sedang samasama
sibuk mengawasi pertarungan, apalagi Cu Ying Lun.
Karena yang bertarung memang kerabatnya, cucu luarnya.
“Khong sute akan segera mengakhiri pertarungan, heran
mengapa Mo Hwee Hud demikian ceroboh? Apakah dia tahu jalan
keluar sudah tertutup? Tapi, acccch, Mo Hwee Hud bukan
seorang yang demikian bodohnya...... kita harus memperhatikan
gelagat mereka secara seksama.....” tanpa sengaja Koay Ji
3238
mengeluarkan pula komentar dan kecurigaannya yang langsung
diterima dan dipertegas maksudnya oleh Tek Ui Sinkay
“Siauw sute, apa maksudmu....”? tanya Cu Ying Lun yang juga
sama dengan Koay Ji merasa aneh dengan gelagat
pertaruangan. Mengapa Mo Hwee Hud langsung saja mengajak
Khong Yan memasuki puncak tarung...?
“Perhatikan secara seksama semua gelagat Mo Hwee Hud,
sepertinya dia sengaja mencari kekalahan secepatnya, entah apa
yang berada didalam pikiran orang tua yang licik itu.....” jawab
Koay Ji akhirnya sambil memperhatikan arena, dan memang
pada saat itu sesuatu terjadi.
Terjadinya adalah ketika Mo Hwee Hud akhirnya melontarkan
jurus-jurus andalan dari Ilmu pamungkasnya, Ilmu Siau Mo Kang
(Ilmu Iblis Tertawa) yang disusul dan dikombinasikan dengan Ilmu
Mo Hwee Hud Ciang Hoat (Ilmu Budha Api Iblis). Akibatnya
sungguh luar biasa, seluruh arena mereka berdua seperti
dikelilingi api yang menghadirkan nuansa menyeramkan. Bahkan
sengatan api berwarna kebiruan mengejar kemanapun Khong
Yan pergi mengelak, tetapi langkah kaki Khong Yan sungguh
amat indah dan mencengangkan. Dengan jurus-jurus jitu yang dia
gunakan untuk bertahan, dia mampu menghindari sergapan
3239
lawan, dan anehnya dia tidak membalas sama sekali meski
peluang itu ada. Gerak In liong sam sian (Naga di awan muncul
tiga kali), kemudian disusul dengan jurus Long yang ban li (Ombak
mendorong selaksa li) dan terakhir dia bergerak dalam jurus Gwat
beng seng see (Bulan terang bintang jarang).
Banyak orang terkejut, karena sesungguhnya Khong Yan bisa
membalas serangan Mo Hwee Hud, tetapi entah mengapa dia
seperti membiarkan Mo Hwee Hud untuk melanjutkan
serangannya. Tidak atau belum membalas, dan kini Mo Hwee
Hud sudah melanjutkan dengan jurus Kui ong pat hwee (Raja
setan mengendalikan api) dan bahkan kemudian juga langsung
disusul dengan jurus Ya-can-pat-hong (Bertarung malamdari
delapan arah). Koay Ji tersenyum saat banyak orang lain justru
tertegun, karena bingung, mengapa Khong Yan membiarkan
dirinya dicecar. Membiarkan dirinya diberondong pukulan dan
tersudut, kemudian dikejar pijaran api berwarna biru yang seakan
mampu menutup semua jalan larinya. Tetapi, justru pada titik
ketika semua perhatian Mo Hwee Hud sedang fokus menyerang
itulah Khong Yan bergerak dengan cerdik.
Sebuah gerak sederhana dari Ilmu Thian Long Pat Pian, yakni
dengan jurus Liu ji ging hong (ranting pohon menyongsong angin),
dilakukan Khong Yan yang diawali dengan menyapu api yang
3240
menyerbunya. Disusul dengan dua gerakan kecil nan sederhana
sehingga dalam waktu singkat, dia sudah berhadap-hadapan
dengan Mo Hwee Hud. Jangankan orang banyak, Mo Hwee Hud
sendiripun seperti kaget menemukan fakta betapa Khong Yan
tiba-tiba sudah berada di hadapannya meski masih berjarak
sekitar 3 sampai 4 meteran. Kekagetan yang dalam pandang
mata Koay Ji terasa rada “kurang wajar” bagi tokoh sekelas Mo
Hwee Hud. Tetapi, dalam keadaan seperti itulah Khong Yan
melepas Ilmu Hian Bun Sam Ciang pada jurus pertama dan siap
menyusul dengan jurus sambungannya. Tidak ada yang hebat
dan luar biasa pada awalnya, sederhana belaka.
Inilah jurus Hu Houw Tio Jang (Harimau Mendekam Menghadap
Matahari), yang diawali dengan gerak Sam Sou Lo Shi (Jebakan
dari tiga penjuru) dan disusul dengan gerak Peng Hong Tiang Ho
(Membekukan Arus Sungai yang deras). Cukup hebat akibatnya,
karena Mo Hwee Hud yang dalam posisi doyong menyerang
secara tiba-tiba menerima serangan dengan kekuatan
membahana dan tidak terlihat ada jalan keluar baginya. Apa boleh
buat, dia mau tidak mau harus bergerak untuk mengikuti
“kemauan” Khong Yan dan bergerak dengan jurus Cui Liu Hui
Hong (Daun Pohon Liu Terhembus Angin). Tetapi pada saat itulah
jurus kedua dari Ilmu Hian Bun Sam Ciang datang menerpanya,
3241
yaitu jurus Lok Yap Kui Ken (Daun jatuh kembali ke-akar). Posisi
yang diperoleh Mo Hwee Hud memang sudah dalam bayangan
Khong Yan.
Diawali dengan gerak Sam Sou Lo Shi (Jebakan dari tiga penjuru)
yang sampai membuat Mo Hwee Hud terpana harus memilih jalan
mana menyelamatkan diri, dan di tengah keraguannya dua gerak
pamungkas membuatnya rikuh. Gerak Hoat In Kian Gwat
(Menghalaukan awan melihat bulan) membuat Mo Hwee Hud
bingung karena meski dia melihat dari arah mana Khong Yan
akan datang menerjang, tetapi gerakan kedua Khong Yan penuh
tipu mujijat yang sulit untuk diurai dalam waktu yang singkat.
Karena keripuhan Mo Hwee Hud itulah maka gerak ketiga yang
juga sama cepat dan mujijatnya, yaitu sebuah gerak Hun Ceng
Tan (Membuyarkan Abu Menjernihkan Suasana) dengan telak
menghajar bagian perutnya. Apalagi, secara tepat, bagian
iweekang menggempur dari Ilmu Pouw Tee Pwe Yap Sian
Sinkang milik Khong yan seakan menyempurnakan kekuatan
pukulan yang dia lontarkan dan bersifat menentukan itu.
“Dukkkkkk ....... aaaachhhhh ......”
Dan tubuh besar Mo Hwee Hud terbang ke belakang, terbanting
dengan muntah darah serta langsung pingsan. Dan tidak lama
3242
kemudian, seorang dari pihak lawan datang dan membawa pergi
tubuhnya yang terluka dan sudah tidak sadarkan diri itu.
Pertarungan ketigapun usai. Mo Hwee Hud kalah, terluka dan
tubuhnya sudah digotong orang menuju tempat lawan. Khong Yan
menang. Tetapi, mata tajam Koay Ji mengikuti semua kejadian
dengan teliti, namun meski kejanggalan dirasakannya secara
sangat, tetapi dia tidaklah mampu menjelaskan kenapa Mo Hwee
Hud terlalu ceroboh dan membiarkan diri kalah secara sangat
cepat? “Masakan dia dikalahkan sedemikian mudah dan
cepatnya...”? bertanya Koay Ji dalam hati dan mencoba guna
menguak apa alasan Mo Hwee Hud “mengalah”.
Kekalahan Mo Hwee Hud yang demikian cepat dan cukup tragis
membuat istrinya Sam Boa Niocu menjadi sangat murka dan
marah. Tanpa permisi dia langsung maju dan menantang Khong
Yan untuk keluar menghadapinya, bahkan dari tubuhnya sudah
berhembus racun yang sangat berbahaya. Racun yang sangat
mematikan. Dalam keadaan seperti itu, tanpa banyak bicara Koay
Ji menerjang maju ke dekat Koay Ji karena sebelum nya
memperoleh bisikan halus dari belakang tubuhnya: “racun
mematikan, segera tolong dia, dalam waktu kurang dari 3,4 menit
sahabatmu akan bisa binasa secara mengecewakan....”. Bisikan
itu membuat Koay Ji bekerja cepat, dan tidak menunggu siapapun
3243
bertindak, dia sudah mendekati Khong Yan dan berbisik cepat
dan sedikit tergesa:
“Cepat mundur bersamaku, ada yang akan menghadapinya....”
dan sambil mundur bersama Khong Yan, diapun segera berkata
dengan suara lirih dan tidak didengar orang lain kecuali Tek Ui
Sinkay dan Kim Jie Sinkay: “Kim Jie Locianpwee pantas
melawannya, karena memiliki alat pelacak dan pengusir racun.
Tokoh berbahaya seperti itu sangat beracun dan maut bagi
banyak orang.....”
Dan bersamaan dengan Koay Ji yang menyelipkan obat pemunah
kepada Khong Yan untuk digunakan, pada saat itu Kim Jie Sinkay
maju ke arena. Dia sebetulnya dengan sedikit enggan untuk
meladeni nenek Sam Boa Niocu, tetapi bisikan Koay Ji memang
benar. Dengan berbekal karung istimewa, pengenal dan pusaka
Khong Sim Kaypang, dia memiliki bekal yang lebih dari cukup
menghadapi racun Nenek Sam Boa Niocu. Sementara dalam hal
ilmu silat, kemampuannya tidaklah dibawah Khong Yan, dan
masih tipis di atas Mo Hwee Hud. Karena itu, Kim Jie Sinkay tidak
perlu merasa takut untuk berhadapan dengan Nenek Sam Boa
Niocu. Bahkan sebetulnya, dia memiliki bekal yang lebih dari
cukup untuk dapat menjinakkan nenek beracun yang memang
amat berbahaya dan mematikan itu.
3244
Modalnya itu menjadi bertambah besar, karena pada saat
tersebut Nenek Sam Boa Niocu sedang kalap dan murka.
Keadaan Nenek Sam Boa Niocu yang seperti itu, justru menjadi
jauh lebih berbahaya, karena kemarahannya bisa memicu Nenek
itu berlaku nekad dan bisa membantai banyak orang dengan
racunnya. Bukan apa-apa, karena dia baru saja menyaksikan
bagaimana sang suami terluka hingga kalah dan pingsan akibat
pertarungan hebat melawan Khong Yan yang masih muda
barusan. Dia ingin membunuh Khong Yan dan sudah nyaris
berhasil dengan racunnya, tapi tahu-tahu, ada yang menolong
Khong Yan, dan kini ada lawan yang siap bertarung
menghadapinya. Seorang pengemis.
“Baiklah, majulah untuk segera menemui kematianmu Niocu....”
berkata Kim Jie Sinkay sambil membekal “karung pusaka” yang
dibelitkan dan digulungkan di lengan kanan tanda dia siap
bertarung. Kim Jie Sinkay melihat gelagat nenek itu semakin
marah dan sudah murka. Maka dia bersiap. Dia mesti memancing
Nenek itu agar semakin murka dan semakin marah, sehingga
dengan demikian akan memudahkan dia mengalahkan Nenek
galak itu.
Tanpa banyak bicara, Sam Boa Niocu menggeber serangan
dengan bau yang amat busuk tersebar dari tubuhnya. Tidak salah
3245
lagi, Sam Boa Niocu bertarung dengan mengerahkan kekuatan
beracunnya. Untungnya Kim Jie Sinkay membekal “karung” yang
memang istimewa, karena terbuat dari bahan penolak segala
macam racun. Sebuah pusaka ampuh yang tepat dia gunakan
saat itu. Dan memang itu yang dia andalkan, tidak heran ketika
mereka saling serang, terjadi letusan-letusan kecil di sekitar sosok
Kim Jie Sinkay. Letusan kecil yang diakibatkan oleh
ditawarkannya racun-racun berbahaya yang menyerangnya oleh
perjumpaan racun dengan hawa penawar dari benda pusaka Kim
Jie Sinkay.
Dan setelah melihat racunnya gagal mengenai dan
mengakibatkan apapun bagi Kim Jie Sinkay, Sam Boa Niocu
mulai sedikit panik. Juga marah. Tetapi, dia tidak mampu berbuat
lebih dari yang mampu dia lakukan, karena pada saat itu Kim Jie
Sinkay sudah mau dan langsung mencecarnya pukulan-pukulan
berat nan mematikan. Berbeda dengan Khong Yan yang halus
namun “menghanyutkan” serta “membelit” lawan secara perlahan,
maka gaya Kim Jie Sinkay justru sebaliknya, keras dan amat kuat
berbahaya. Aspek YANG dari Kim Jie Sinkay sungguh membawa
perbawa yang amat kuat, keras dan hebat. Maklum, karena Kim
Jie Sinkay memang pewaris iweekang pusaka yang sudah
teramat jarang muncul di rimba persilatan. Yakni Sinkang Perjaka
3246
Tulen. Atau Tong Cu Sinkang. Maka, daya kekuatan yang
meluncur dari pukulannya bersifat sangat keras, sementara ilmu
yang mendorongnya, juga memang berwatak sama – keras.
Dan dua kali mereka adu pukulan, kedua-duanya membuat
Nenek Sam Boa Niocu sampai terdorong 3,4 langkah saking kuat
dan saking kerasnya daya pukulan ampuh yang dilepaskan oleh
Kim Ji Sinkay. Celaka, karena Nenek Sam Boa Niocu justru
memiliki daya gerak yang tidak beda, alias setanding dengan Kim
Jie Sinkay. Bisa ditebak, posisinya dengan cepat jatuh dibawah
angin. Apalagi, karena Kim Jie Sinkay tidak pernah berniat
mengendorkan serangan dan bertekad untuk bisa cepat
menyelesaikan pertarungannya saat itu. Karena itu, kekuatan
pukulannya semakin bertalu-talu, semakin hebat dan bisa diukur
dari angin serangannya yang sampai mengeluarkan desingan
angin yang kuat.
Tidak sampai 30 jurus, Nenek Sam Boa Niocu sudah terlihat
kapok adu pukulan, dan dia berusaha keras untuk selalu
mengelak serta berkali-kali melontarkan senjata beracunnya.
Saking kerepotannya, beberapa kali Nenek itu sampai harus
melepas “ular emas” yang sangat beracun, lincah serta memiliki
racun mematikan. Tetapi, apa lacur, semua benda beracun itu
menggeliat pergi dan ngeper ketakutan ketika bertemu dengan
3247
hawa panas pemusnah racun yang terus mengelilingi tubuh Kim
Jie Sinkay dari karung penawar racunnya itu. Dan saat memasuki
jurus ke lima puluh, Koay Ji terlihat sudah saling berbisik-bisik
dengan Tek Ui Sinkay, keduanya terlihat serius dan saling
berbisik dalam nada lirih:
“Sebentar lagi Kim Jie toako akan menghabisi Nenek itu. Dan,
kelihatannya dia tidak akan memberi ampun kepada Nenek itu.....”
“Benar sute, nenek itu terlihat sudah amat kerepotan.....”
“Ech, benarkah Kim Jie toako menguasai ilmu maut itu
suheng....”? tanya Koay Ji ketika melihat Kim Jie Sinkay
memainkan ilmu maut yang mulai semakin membuat nenek Sam
Boa Niocu tersudut.
“Memang benar sute, Kim jie heng termasuk salah seorang
sesepuh Khong Sim Kaypang yang menguasai sebuah ilmu
mujijat yang bernama Ilmu Bit Ciat Sin Ci (Ilmu Jari Sakti
Pemusnah Kepandaian). Nampaknya, dia sudah berniat untuk
dapat mengakhiri tarung itu dengan sekurangnya memunahkan
ilmu kepandaian Sam Boa Niocu yang beracun itu. Masih untung
jika Kim Jie heng hanya berniat untuk memunahkan
kepandaiannya....”
3248
“Hmm, dia menginginkan lebih dari itu suheng. Jika ilmu mujijat itu
dilakukan dalam skema iweekangku dan Khong Yan, maka
efeknya adalah memunahkan ilmu dan iweekang nenek itu.
Tetapi, dengan kekuatan iweekang keras Kim Jie toako, maka
hasilnya adaah kematian......” jelas Koay Ji yang membuat Tek Ui
Sinkay terdiam dan dalam hati bersyukur dengan mendesis:
“begitu lebih baik....”. Tidak diutarakan keluar, karena dia tahu,
sutenya ini rada aneh, tidak pernah mau membunuh orang dan
paling hanya memunahkan kepandaian mereka. Padahal, nenek
ini tetap amat berbahaya jika hidup dengan racunnya.
Dan, memang benar perkataan Koay Ji, dalam gebrakan
selanjutnya, memasuki jurus ke 70-an, terlihat sekali jika Kim Jie
Sinkay sudah sangat dominan. Nenek Sam Boa Niocu sudah
tidak dapat melakukan perlawanan selain mundur, mengelak dan
tidak lagi bermampuan untuk menyerang balik. Sementara itu,
Ilmu khas dan mujijat yang dimainkan oleh Kim Jie Sinkay dengan
amat baik, yakni Ilmu Bit Ciat Sin Ci (Ilmu Jari Sakti Pemusnah
Kepandaian), menggeletar memburu si nenek. Koay Ji sampai
gemas dan berkhawatir, karena dia malum jalan-jalan kematian
semakin membayang bagi Sam Boa Niocu. Tinggal menunggu
waktu belaka, dimana jari jemari Kim Jie Sinkay menyentuh dan
menotok jalan darah penting di tubuh Sam Boa Niocu. Dan jika itu
3249
terjadi dan terlihat semakin dekat, maka selesai sudah. Itu akan
menjadi akhir kehidupan Nenek Sam Boa Niocu yang sangat
beracun itu. Dan memang itu yang terjadi beberapa jurus
kemudian.
Dua jurus maut di kerahkan Kim Jie Sinkay dan menjebak Sam
Boa Niocu di tengah gelanggang tanpa jalan keluar. jurus Liong
Coa Hui Bu (Naga dan ular terbang sambil menari), menempatkan
Sam Boa Niocu di tengah arena kebingungan untuk menetapkan,
area mana yang diserang Kim Jie Sinkay. Dan pada akhirnya,
sebuah jurus bernama jurus Lek Pek Hua San (Tenaga dahsyat
membelah gunung), pada akhirnya mengakhiri pertarungannya.
Jurus berkekuatan hebat yang disalurkan pada jemarinya, pada
akhirnya tepat di pukulan ketiga, tidak lagi mampu diantisipasi
serta dielakkan dan tidak mampu ditangkis Nenek Sam Boa
Niocu. Cukup sekali pukulan dengan kekuatan penuh. Dan
hebatnya Sam Boa Niocu tidak menjerit dan tidak mengeluh,
mungkin pula tidak sempat merasa kesakitan, dan hanya sempat
terdengar bunyi gebukan:
“Plakkkk ......”
Sebuah pukulan tepat di bawah telinga Sam Boa Niocu
mengakhiri pertarungannya. Tuntas sudah dan berakhir dengan
3250
kematian. Hebatnya, kepala Sam Boa Niocu tidaklah nampak
bonyok atau pecah, tetapi siapapun tahu, pukulan berat Kim Jie
Sinkay sudah merusak bagian kepala Sam Boa Niocu dan
membuat nenek itu tewas dengan tidak merasakan kesakitan.
Kim Jie Sinkay menghadiahkan kematian cepat dan tidak
membuatnya merasa kesakitan untuk waktu yang lama dan
panjang. Pukulan berisi kekuatan besar tadi, mendatangkan rasa
kagum dalam hati Koay Ji dan beberapa orang yang
menyaksikan. Maklum, karena kekuatan besar Kim Jie Sinkay
tidak memporak-porandakan kepala Sam Boa Niocu, tidak pula
membuat kepala itu terlihat terluka. Kepala itu tetap utuh, seperti
tidak terjadi apa apa, tetapi jelas manusianya sudah tewas.
Sungguh hebat. Hebat karena kekuatan besar dari Kim Jie Sinkay
ternyata sudah dapat dia kelolah sedemikian rupa sehingga
efeknya benar-benar terukur dan bisa dia gunakan sesuai
kehendak hatinya.
Tam Peng Khek maju, dan sebenarnya dia hanya berniat untuk
mengambil dan sekalian membawa mayat subonya yang tewas
itu untuk mundur. Tetapi, sayang sekali karena dia menggunakan
waktu beberapa ketika memeriksa dan seperti tidak tahu mau
melakukan apa-apa. Dan ketika dia pada akhirnya sudah berniat
untuk segera mengambil mayat subonya itu, tiba-tiba Tui Hong
3251
Khek Sinkay dari Khon Sim Kaypang sudah mencelat dan
mendekatinya. Bahkan kakek sakti dari Khong Sim Kaypang itu
langsung berkata:
“Hmmmm, hebat juga engkau tidak takut maju ke arena ini.....
hohoho, mari, biar lohu yang meladenimu menuju ke neraka.
Itupun jika engkau tidak merasa takut guna melawan lohu....”
benar bahwa Tam Peng Khek sudah ketakutan dengan fakta
tewasnya sang subo dan terkalahkannya suhunya. Tetapi, pada
saat itu dia tidaklah melihat adanya jalan keluar setelah Tui Hong
Khek Sinkay maju menghadapinya. Selama dua hari berada di
bawah tebing ini, belum ada yang menemukan jalan keluar,
padahal jalan mereka masuk, sengaja sudah dihancurkan karena
menutup masuknya para pendekar untuk mengejar mereka.
Tetapi, sentilan kalimat “jika tidak takut” membuat Tam Peng Khek
jadi emosi, dan karena memang pada saat itu, nalarnya sudah
banyak tumpul melihat kematian suhu dan subonya, maka diapun
jadi emosi dan menyahut.
“Siapa takut..... mari maju jika engkau berani.....” jawab Tam Peng
Khek akhirnya karena emosi disebut “takut”, padahal dia memang
sudah khawatir dan takut akan bahaya yang akan dihadapinya.
3252
Tetapi jawaban Tam Peng Khek memang terlampau gegabah.
Meski benar bahwa Tui Hong Khek Sinkay tidak sehebat Kim Jie
Sinkay, tetapi kemampuannya tipis saja dibandingkan dengan
tokoh utama Khong Sim Kaypang itu. Jika diadu, belum tentu dia
akan kalah menghadapi Mo Hwee Hud, suhu dari Tam Peng
Khek, jikapun beda kemampuan keduanya, pastilah tipis belaka.
Karena memang, saat ini, tokoh-tokoh dari Khong Sim Kaypang
yang hadir, adalah tokoh-tokoh utama, tinggal menyisakan satu
atau dua tokoh hebat di markas rahasia mereka. Maka, melawan
Tui Hong Khek Sinkay, sama berat bagi Tam Peng Khek seperti
sedang melawan suhunya sendiri. Itulah sebab maka ketika
bertarung, dalam 20 jurus saja Tam Peng Khek sudah kerepotan
dan sudah sangat terdesak.
Apalagi karena kecepatan Tui Hong Khek Sinkay malah masih
sedikit melebihi Kim Jie Sinkay, dan kekuatan iweekangnya nyaris
sekuat Mo Hwee Hud. Mana bisa Tam Peng Khek melawannya?
Ditambah lagi dengan moral Tam Peng Khek yang sudah di titik
terbawah, semangat juang yang sudah nyaris tidak ada dan yang
tertinggal hanyalah nekat semata untuk bertarung. Nah sepuluh
jurus berurutan Tam Peng Khek seperti banteng yang mencari
jalan untuk mati bersama. Tetapi setelah sepuluh jurus lewat,
diapun keteteran dan tidak mampu lagi melakukan perlawanan
3253
membahayakan. Dan memasuki jurus ke 50, Tam Peng Khek
yang sejak awal adalah petuga Mo Hwee Hud untuk memimpin
Utusan Pencabut Nyawa sudah terpukul mundur secara telak.
Berbeda dengan Sam Boa Niocu dan sedikit mirip dengan Mo
Hwee Hud, proses kekalahan Tam Peng Khek terasa aneh dan
mencurigakan bagi Koay Ji. Memang, dia tidak akan mampu
mengalahkan Tui Hong Khek Sinkay, tetapi juga tidak akan kalah
terlampau jauh. Setidaknya, dia akan mampu menahan lawannya
hingga lama, bisa sampai 200 jurus. Tetapi mengapa begitu cepat
kalahnya? dan mengapa pula proses jatuh dan kalahnya hingga
terluka berat seperti disengaja dan di posisi terpukul yang sama
dengan Mo Hwee Hud? Berhubung mereka, Mo Hwee Hud dan
Tam Peng Khek adalah suhu dan murid, maka Koay Ji jadi
semakin curiga. Tetapi, kematian Sam Boa Niocu sedikit
mengurangi rasa curiga dan kepenasaran Koay Ji, dan lagi, dia
tidak dapat melihat celah lebih jauh yang rawan dicurigai. Celah
rawan dimaksud adalah saat kalah dan kondisi Mo Hwee Hud dan
Tam Peng Khek ketika terluka. Dan saat itu, mereka, mayat Sam
Boa Niocu dan Tam Peng Khek yang terluka sudah diangkut
orang ke rombongan Bu Tek Seng Ong.
Dan pertarungan menyusul namun tidak berlangsung lama adalah
Cen Soat Ngo, anak murid dari Sam Boa Niocu yang dilawan oleh
3254
Tiang Seng Lodjin. Tapi karena Cen Soat Ngo rada lemah dalam
ilmu silat namun hebat dalam ilmu beracun, maka lawannya yang
membekal karung mujijat sudah memukul tumpah darah Cen Soat
Ngo kurang dari 30 jurus. Kedua lengan Cen Soat Ngo remuk,
dadanya juga ikut terpukul keras dan membuatnya terluka dalam.
Untung saja, tokoh asal Khong Sim Kaypang itu terhitung lebih
lunak dibanding Kim Jie Sinkay, sehingga tidak memukul mati
lawannya. Yang jelas, kini enam orang tokoh lawan sudah tidak
berdaya dan kalah dalam pertarungan yang adil.
Tetapi pertarungan selanjutnya yang lebih seru dan lebih
menegangkan adalah pada saat Ma Hiong Seng ditandingi oleh
Hek Man Ciok. Pertarungan mereka menjadi ramai karena Hek
King Yap akhirnya turun membantu ayahnya ketika Tiang Pek
Ngo Ong (Lima Raja dari Tiang Pek), atau tepatnya Tiang Pek
Sam Ong karena dua dari mereka yang sempat terluka, sudah
tewas dalam pertarungan hebat yang terjadi sebelumnya. Karena
itu, jadinya pertarungan 4 lawan 2, dengan pertarungan terbagi
lebih dalam dua arena, arena pertama yang lebih berimbang
adalah Gek Man Ciok melawan Hek Man Ciok. Sementara arena
kedua adalah Hek King Yap melawan ketiga orang yang tadinya
adalah bagian dari 5 Raja Tiang Pek. Awalnya pertarungan agak
3255
liar dua lawan empat, tetapi perlahan tapi pasti menjadi
pertarungan dalam dua arena dan berlangsung seru.
Hanya saja, setelah terbagi dua arena, ketiga orang dari Tiang
Pek, ternyata meski bertarung bersama tetapi tidak mampu
berbuat banyak. Memang, jika mereka maju berlima, maka
kemampuan mereka bahkan masih mengatasi Ma Hiong Seng
yang adalah pangcu mereka. Tetapi, ketika berkurang satu orang
saja, barisan mereka menjadi ngawur dan tidak bisa berjalan baik.
Apalagi mereka kini tinggal bertiga, maka mau tidak mau mereka
bertarung perorangan, dan tidak lama kemudian Hek King Yap
mulai menekan mereka. Meski awalnya mereka bisa menandingi,
tetapi tidak lama kemudian, hingga jurus ke 70, salah seorang dari
mereka jatuh terpukul oleh Hek King Yap. Melihat seorang kawan
mereka jatuh, terpukul binasa, kedua kawannya mau tidak mau
berkurang daya tempurnya, dan tidak lama pasti akan jatuh
terpukul juga seperti kawan mereka. Keadaan mereka sungguh
amat rawan dan mendekati kekalahan, karena Hek King Yap
sama sekali tidak mengendorkan tekanan dan desakannya itu.
Pertarungan satu lagi berangsung relatif seimbang, meski Hek
Man Ciok sedikit lebih unggul, tetapi karena lawannya memang
bertarung antara hidup dan mati, maka kelemahannya dapatlah
tertutupi. Awal-awal pertarungan, berempat mereka masih
3256
sanggup saling menjaga, tetapi dengan cerdik Hek Man Ciok
mendesak Ma Hiong Seng yang dia lihat menjadi pemimpin dan
memiliki kemampuan yang lebih hebat dibanding ketiga
kawannya. Ketika menjadi satu lawan satu, perlahan tapi pasti
Hek Man Ciok mulai mampu mendesak lawannya, menjadi lebih
menekan lagi ketika satu dari 3 kawan Ma Hiong Seng juga jatuh.
Jelas moral mereka semakin turun, sementara desakan kedua
anak beranak yang hebat itu terus menerus bagai badai menekan
mereka bertiga. Dan habislah moral Ma Hiong Seng ketika masuk
jurus ke 100, seorang lagi kawannya terpukul jatuh, luka parah
meskipun juga sulit untuk bertahan hidup lebih lama.
Arena yang menjadi pertarungan satu lawan satu sempat menjadi
sedikit agak aneh, karena kawan Ma Hiong Seng berkali-kali
seperti minta bantuan Ma Hiong Seng. Tapi, justru kehadirannya
membuat keadaan mereka berdua semakin runyam, dan pada
jurus ke 150, kedua anak beranak itu mampu menyelesaikan
pertarungan dengan kemenangan gemilang dipihak mereka.
Sesungguhnya, jika bukan karena terganggu, Ma Hiong Seng
masih akan berkemampuna untuk bertarung lebih lama, bahkan
berpotensi melukai Hek Man Ciok. Karena sesungguhnya selisih
mereka memang amatlah tipis. Tetapi, gangguan dari anak
buahnya justru berakibat fatal, karena akhirnya, dia yang disasar
3257
oleh gabungan anak beranak keluarga Hek. Di bawah terjangan
mereka berudalah akhirnya tokoh pemimpin Tiang Pek Pay itu
roboh, dan menyusul kawannya yang terakhir.
Tidak ada sorakan dan tidak ada tangisan. Karena pertarungan
itu bukan pibu, tapi pertarungan adil yang dilakukan untuk
membasmi kawanan penjahat yang sudah lama melakukan teror
bagi rimba persilatan. Kemenangan Hek Man Ciok dan anak Hek
King Yap, sudah tentu membuat Tek Ui Sinkay menjadi senang,
dan diapun menyambut keduanya dengan ucapan terima kasih.
Bagaimanapun mereka berdua berhasil mengalahkan Tiang Pek
Pay yang menjadi salah satu penopang Bu Tek Seng Pay
bersimaharajalela di Tionggoan.
“Terima kasih banyak Hek Locianpwee dan engkau juga Hek
heng. Pertarungan yang hebat, dan banyak membantu pihak
kita.....”
“Terima kasih atas kepercayaan Bengcu.....” jawab singkat Hek
Man Ciok yang jelas terlihat lelah setelah pertarungan tersebut.
Betapapun dia memang sudah tua dan nafas serta fisiknya mulai
lebih terbatas.
3258
Kemenangan anak beranak Hek Man Ciok dan Hek King Yap
terjadi ketika hari semakin sore, bahkan cahaya semakin
berkurang. Keadaan itu dimanfaatkan oleh Bu Tek Seng Ong
dengan berkata:
“Apakah tidak sebaiknya kita beristirahat terlebih dahulu? Ataukah
kalian mau melakukan pertarungan sampai semua maju...”?
“Hmmm, apakah engkau ingin mengusulkan agar pertarungan
dilanjutkan besok hari? Ajukan saja, jika memang masuk di akal
akan lohu pikirkan....”
“Memang demikian maksudku, apakah kalian keberatan jika
pertarungan kita tunda sampai besok hari.....”?
“Hahahahaha, baiklah. Kalian pasti akan merencanakan sesuatu
untuk besok hari, tapi tenang saja, kami akan mengikuti usulan
kalian. Baiklah, lohu tutup untuk hari ini, sampai berjumpa lagi
besok....”
Sambil berkata demikian Tek Ui Sinkay mengangkat lengannya
dan mendahului kawan-kawannya untuk mundur. Berhubung
mereka semua adalah tokoh-tokoh rimba persilatan yang terbiasa
mengembara, maka tidur dalam kondisi alam yang kurang bagus
bukan masalah bagi mereka. Singkat kisah, tidak ada kejadian
3259
yang menarik sepanjang malam itu. Hanya, Koay Ji, Sie Lan In,
Tio Lian Cu dan Khong Yan beristirahat di tempat terpisah, tempat
dekat dimana lokasi jalan rahasia berada. Mereka, khususnya
Koay Ji sangat khawatir, malam itu dipergunakan oleh pihak
lawan untuk memeriksa dan mencari jalan rahasia yang dimaksud
dan meloloskan diri. Karena itu, jika rombongan pertama
beristirahat di dekat dua pintu rahasia, baik pintu kedatangan
mereka, juga termasuk di pintu dimana pihak lawan datang dan di
atasnya sudah disumbat batu untuk bisa keluar dari lubang jalan
rahasia turun ke tebing. Kedua tempat untuk keluar sudah ditutup
alias dijaga, sementara jalan yang ketiga dan belum diketahui
lawan, kelihatannya, juga sudah dijaga langsung oleh Koay Ji
bersama ketiga temannya.
Malam itu, kembali Koay Ji bercakap dan bertukar pikiran dengan
Sie Lan In dan Tio Lian Cu, serta juga Khong Yan yang sudah
bertugas hari pertama. Tukar pikiran mereka tidak banyak dan
lama, yang lama adalah berlatih dan berlatih, termasuk Koay Ji
dalam menyempurnakan formula Ilmu Pukulan Naga Melilit.
Mereka semua, berempat tenggelam dalam latihan dan
ketekunan yang sama, dan jelas mereka berjaga di tempat
tersebut. Tetapi tidak ada satupun kejadian yang berlangsung dan
terjadi yang membuat semua menjadi terganggu. Kelihatannya,
3260
lawanpun sedang berkonsentrasi untuk memenangkan
pertarungan besok hari,
Pertempuran hari kedua.....
Hari kedua diawali dengan pemandangan dimana di lapangan
yang maju dari pihak Bu Tek Seng Pay justru bukanlah tokohtokoh
utama. Justru, tokoh-tokoh mereka tak kelihatan batang
hidungnya, entah berada dimana. Sementara yang mewakili
mereka semua, justru adalah Pasukan Robot yang dipimpin 2
tokohnya dan diiringi oleh Pasukan Robot yang masih tersisa.
Memang masih ada sekitar 20 orang yang selamat karena ada
sekitar 7 atau 8 orang anggota pasukan itu yang sudah tewas
dalam pertarungan sebelumnya. Pertarungan besar dan
menegangkan yang sudah lewat, dan terjadi ketika para pendekar
menyerbu masuk melalui pintu gerbang guna menyerbu markas
utama Bu tek Seng Pay.
Sebetulnya, Tek Ui Sinkay dan para tokoh pendekar kurang
paham dan kurang mengerti, entah apa maksudnya para pasukan
robot yang muncul. Pasukan Robot ini seperti menjadi tameng
bagi para tokoh di pihak lawan, karena mereka memang tidak
muncul berada di tengah arena, tetapi jelas Pasukan Robot
seperti memagari tokoh-tokoh utama mereka yang berada di
rumah-rumahan yang dibuat di pinggir arena. Dengan tidak
3261
adanya satupun tokoh mereka yang munculkan diri, entah apa
yang sedang mereka lakukan, sulit untuk diterka. Hanya, Koay Ji
dan Tek Ui Sinkay sudah dapat memastikan tokoh-tokoh Bu Tek
Seng Pay masih berada disana, dan sepertinya masih sedang
merundingkan sesuatu, entah apa itu. Yang jelas, tokoh mereka
tidak melarikan diri, tetapi masih menyembunyikan diri entah
merundingkan siasat apa yang akan digunakan.
Melihat yang maju atau tepatnya Pasukan Robot yang
membentengi para tokoh utama Bu Tek Seng Pay yang belum
munculkan diri, Tek Ui Sinkay menjadi rada bingung dan untuk
beberapa saat belum mengambil keputusan. Waktu pada saat itu
sudah lama lewat makan pagi, matahari sudah mulai lebih tinggi
sementara tokoh-tokoh lawan seperti berlindung di belakang
Pasukan Robot. Pada saat seperti itu, maka pada akhirnya Tek Ui
Sinkay berpaling dan melirik kepada tokoh-tokoh Khong Sim
Kaypang. Sebenarnya dia ingin bertanya dan berdiskusi dengan
Tiang Seng Lojin dan Kim Jie Sinkay guna menghadapi situasi
pada saat itu. Tetapi, Tiang Seng Lojin salah kira, dia pikir Tek Ui
Sinkay memintanya untuk maju bersama Barisan Pengemis
Pengejar Anjing, dan karena itu, tanpa banyak bertanya, diapun
segera
menganggukkan kepalanya. Mengangguk sebagai persetujuan
3262
untuk segera maju ke arena, menandingi dan menghukum
sekalian Barisan lawan yang sudah banyak makan korban di
pihak para pendekar.
Kelihatannya Tiang Seng Lodjin mengira dan menduga bahwa
Tek Ui Sinkay selaku Bengcu meminta dia yang maju bersamasama
dengan Barisan Pengemis Pengejar Anjing guna melawan
amukan pasukan robot. Karena pengetahuan itu, diapun
mengaggukkan kepala tanda setuju dan memang sudah sangat
siap untuk turun gelanggang mengalahkan Pasukan Robot lawan.
Melihat anggukan Tiang Seng Lojin dan bahkan pihak Barisan
Pengemis sudah mulai terbentuk, Tek Ui Sinkay tidak bisa berkata
apa-apa lagi, dan pada akhirnya pasrah serta membiarkan saja
Barisan Pengemis yang maju. Dia sendiri sudah melihat
keampuhan Barisan Pengemis yang amat hebat ini, tidak kalah
hebat dibandingkan Barisan Kaypang. Malah, memiliki kelebihan
dengan memegang Karung Pusaka yang anti racun dan anti
senjata tajam. Mereka pasti mampu.....
Dan memang demikian adanya. Karena sebetulnya, mereka,
yakni Tiang Seng Lojin dan juga Barisan Pengemis Pengejar
Anjing, sudah rada paham dan sudah lebih mengetahui
bagaimana cara untuk mematahkan kehebatan pasukan Robot.
Hal itu mereka alami beberapa hari lalu, meski beberapa saat,
3263
terutama pada awal tarung mereka agak sedikit merasa
keteteran. Tetapi cepat atau lambat, seiring dengan pertarungan
di arena dekat gerbang masuk, mereka akhirnya mulai mampu
dan dapat menemukan rahasia pasukan robot. Karena itu, pada
akhirnya mereka mulai mampu mendesak dan melukai Pasukan
Robot, bahkan pada akhirnya mereka mampu untuk sampai
membuat beberapa anggota pasukan robot sampai ajal dan
tewas. Sekali ini, berdasarkan pertarungan sebelumnya, mereka
sudah memiliki kepercayaan diri yang lebih karena tahu dan
sudah paham apa yang mesti mereka lakukan guna menaklukkan
dan memusnahkan pasukan andalan lawan ini. Apabila perintah
Tiang Seng Lojin sampai turun, maka mereka semua sudah
sangat siap bertarung melawan pasukan lawan itu.
“Hmmmm, jadi Pasukan Robot yang kalian ajukan menghadapi
kami, baiklah. Kami juga siap untuk menghukum pasukan yang
banyak makan nyawa kawan-kawan kami,,,,, Pengemis Pengejar
Anjing, kalahkan dan runtuhkan pasukan musuh. Tidak perlu ada
yang diampuni,,,,,,,” akhirnya Tek Ui Sinkay mengeluarkan
perintah sambil mengibaskan lengannya, memberi tanda bahwa
Barisan Pengemis Pengejar Anjing sudah bisa bergerak
menyerang lawan. Dan memang ini yang ditunggu Tiang Seng
Lojin sebagai pemimpin rombongan Khong Sim Kaypang dan juga
3264
pemimpin resmi Barisan Pengemis Pengejar Anjing yang hebat
itu.
“Serang.......”
Tidak keras dan tidak kuat suara aba-aba Tiang Seng Lojin, tetapi
terdengar jelas di semua telinga pasukannya, dan juga jelas di
telinga para pendekar. Dan mereka pada tahu bahwa aba-aba
untuk keluar menyerang Barisan Lawan, yaitu Pasukan Robot
sudah diturunkan. Dan merekapun bersama-sama menyaksikan
bagaimana Barisan Pengemis Pengejar Anjing turun gelanggang
dan menyerbu pihak lawan yang lebih banyak. Mereka, pasukan
lawan berjumlah 20 lebih orang dan rata-rata mengenakan
pakaian khas robot yang sulit ditembus senjata tajam dan juga
tahan pukulan hebat lawan-lawan mereka. Entah mengapa
sebagian masih merasa ngeri dengan pasukan robot, meski
sebenarnya tidak semuanya tentu saja. Karena tokoh-tokoh
Khong Sim Kaypang sudah tahu, juga termasuk Tek Ui Sinkay
dan juga Koay Ji, bahwa Barisan Pengemis Pengejar Anjing
sudah tahu bagaimana melukai dan menjinakkan musuh yang
kebal dari senjata tajam dan pukulan biasa. Mereka paham bahwa
kemenangan hanya soal waktu bagi Barisan Pengemis, meskipun
akan makan waktu yang cukup panjang.
3265
Dan benar saja, perkiraan dan perhitungan Tek Ui Sinkay dan
Koay Ji, sudah segera terbukti di arena. Barisan Pasukan Robot
yang tidak mengandalkan Ilmu Barisan, tapi hanya mengandalkan
kengototan dan kekebalan, membuat mereka kesulitan untuk
dapat menembus masuk dan menyerang pusat Barisan Pengemis
Pengejar Anjing. Apalagi karena Tiang Seng Lojin bertarung ketat
dan selalu menurunkan perintah kepada barisannya untuk
“bermain keras” dan tidak memberi ampun lawan. Hal yang
membuat Barisan istimewa yang dia pimpin itu bertarung ganas
dan keras, tidak memberi kesempatan lawan mereka untuk
merangsek. Setiap kali Pasukan Robot mencoba memasuki
barisan mereka, dengan mudah dipukul mundur dan malah
tunggang-langgang alias kocar-kacil. Mudah dipahami, karena
meski hanya berjumlah sembilan orang, plus Tiang Seng Lodjin,
tetapi Barisan Pengemis ini bergerak dalam sistem barisan yang
sangat rapih dan terlatih.
Sistem itu membuat Barisan Pengemis mampu slaing mengisi,
saling membantu dan saling menguatkan penyerangan. Jika satu
sisi barisan diserang, maka sisi yang lain akan datang membantu
bertahan, sementara sisi lainnya lagi bertindak menyerang si
penyerang. Begitu seterusnya. Jika sedang menyerang, mereka
selalu saja ada reserve bertahan, dengan meninggalkan satu
3266
bagian menjaga bagian pertahanan. Dengan cara seperti itu,
maka Pasukan Robot seperti bertarung melawan 1 orang namun
memiliki demikian banyak kaki dan tangan yang bertarung secara
sistematis dengan saling bantu. Karenanya, pertempuran itu
dengan cepat menunjukkan gejala atau tanda-tanda akan
berakhir. Meskipun bagi Koay Ji tetap saja akan lama, karena
menundukkan Pasukan Robot membutuhkan cara khusus.
Benar juga, setelah beberapa menit pertarungan, tidak terlihat
tanda-tanda Pasukan Robot akan kalah, meskipun untuk
menangpun sulit. Mereka memang selalu saja terpukul mundur,
tetapi tidak berarti mereka kalah dan terluka, karena nyaris selalu
mereka sanggup berdiri kembali dan bertarung kembali, tidak
terluka. Sekeras atau sehebat apapun mereka terpukul, sekeras
apapun mereka terlontar dan terbanting ke tanah, mereka selalu
mampu berdiri dengan segar bugar. Tidak terluka, tidak jadi takut,
dan malah tambah garang. Tiang Seng Lojin tentu saja mengerti
dengan keadaan tersebut, tetapi dia tidak terlihat sedikitpun
marah ataupun gusar. Wajahnya tetap penuh ketenangan dan
terlihat bertarung dengan perhitungan yang matang dan emosinya
tidak mudah goyah ketika berada dalam pertarungan. Dan
memang inilah keistimewaan tokoh yang satu ini. Selalu dingin
dan selalu tenang dalam menghadapi perubahan di medan
3267
pertempuran, dan karenanya, dia selalu menjadi panglima utama
Barusan istimewa Khong Sim Kaypang ini. Visi kepemimpinannya
atas Barisan Pengemis ini memang menonjol, juga
pengetahuannya yang terang atas kemampuan Barisan dan
menilai kemampuan lawan.
Meski dia ikut bertarung, tetapi dia memang tidak berada di
pusaran utama tarung itu, dia terurs menerus bergerak di tengah
barisan, dan karena itu dia menyaksikan apa yang terus dan
sedang terjadi. Dan karena dia memang sudah melukai atau
bahkan pernah membunuh 7 atau 8 anggota Pasukan Robot,
maka dia tahu apa yang sedang terjadi. Dan pengetahuannya itu
juga membuatnya paham apa yang mesti dia lakukan, baik saat
itu juga maupun untuk memperoleh kemenangan dalam jangka
waktu panjang. Karenanya, dia tidak menjadi panik dan masih
terus saja mempertahankan pertarungan yang belum merugikan
lawan meski mereka jelas jelas mampu menggempur lawan
hingga kocar-kacir. Entah apa yang berada dalam pikiran Tiang
Seng Lojin, yang pasti dia terlihat tetap tenang dan tidak ada
tanda jika dia khawatir ataupun tegang. Dia tetap berada di tengah
barisan, memberi perintah dan belum membuat sedikitpun
perubahan.
3268
Pertarunganpun berlangsung terus dan belum menunjukkan
perubahan yang cukup berarti, meski setengah jam sudah berlalu.
Pasukan Robot tetap saja tunggang langgang, selalu terpukul dan
terdorong mundur karena kalah kuat dan kalah hebat. Tetapi,
seperti sebeumnya, mereka selalu saja bangun kembali dan tidak
terluka, maka beberapa tokoh dari pihak pendekar mulai merasa
agak gelisah. Hanya ada beberapa orang yang tetap tenang, Kim
Jie Sinkay, Tui Hong Khek Sinkay, Koay Ji, Tek Ui Sinkay dan
berapa topoh lainnya. Mereka yang tidak geisah adalah yang
paham, bahwa Pasukan Robot meski kebal, tetapi tetap saja akan
dapat dikalahkan, dilukai atau bahkan dibunuh dalam sebuah
pertempuran. Dan mereka sangat yakin dan percaya bahwa
Barisan Pengemis Pengejar Anjing akan mampu melakukannya,
dan akan dapat memenangkan tarung yang sudah berlangsung
lebih setengah jam. Hanya waktu yang akan membuktikan.
Pertempuran tetap seru dan berat sebelah, meski sudah lebih
satu jam mereka terus menerus bertarung. Kelihatannya Pasukan
Robot yang selalu tunggang langgang masih tetap hebat, meski
mereka tidak mampu mengapa-apakan Barisan lawan yang
bahkan tidak mampu mereka dekati itu. Sementara itu, perbawa
dari Barisan Pengemis Pengejar Anjing, perlahan-lahan juga
mulai semakin ganas dan makin kuat wibawa dan perbawa
3269
mereka. Dan secara otomatis lawan mereka juga makin sulit
mendekati mereka, dan pukulan semakin menyengat lawan.
Apalagi ketika terdengar siulan dari mulut Tiang Seng Lojin yang
membuat semua anggota Barisan Pengejar Anjing segera
meloloskan Karung Pusakanya dan membungkus lengan kanan
mereka dengan Karung Istimewa itu. Tidak lama setelah itu,
merekapun kembali menyerang Pasukan Robot, tetapi sekali ini
bukan kekuatan pukulan yang mereka utamakan. Bahkan, ketika
terkena pukulan Barisang Pengemis itu, Pasukan Robot tidak lagi
terlontar ke belakang ataupun terdorong mundur sampai jatuh
jauh ke belakang. Tidak lagi.
Pergerakan Barisan Pengemis mulai melamban dengan bukan
kekuatan fisik lagi sebagai andalan mereka, tetapi kekuatan
iweekang. Kekuatan tenaga dalam yang lebih dominan. Justru
karena itu, mereka melindungi lengan mereka dengan karung
pusaka dan sering menerima pukulan dan lengan lawan mereka
yang bersarung baja nan keras. Perubahan pergerakan Barisan
Pengemis, pada awalnya membuat lawan bertanya-tanya dan
terlihat membuat gerakan mereka jadi lebih percaya diri. Tetapi,
perlahan-lahan mereka mulai sadar bahwa perubahan yang
terjadi ternyata justru semakin membahayakan keadaan dan
posisi mereka. Dan keadaan tersebut semakin terasa, semakin
3270
lama semakin dapat mereka rasakan, dan mulai kembali
membuat mereka menjadi tertekan dan mulai merasa khawatir.
Bukan apa-apa, karena pukulan lawan, kini mulai mampu
menembus perisai mereka, dan mulailah mendatangkan rasa
sakit secara fisik.
Ada apa gerangan? Jika pada awal-awal pertarungan, Barisan
Pengemis melakukan serangan dengan kekuatan gwakang dan
berlangsung selama nyaris satu jam, atau bahkan mungkin lebih.
Maka, diawali dengan siulan Tiang Seng Lodjin, belakangan
mereka mulai berganti siasat. Tepatnya, hal ini memang sudah
dirancang secara jitu oleh Tiang Seng Lojin yang sekali ini mulai
terlibat lebih aktif dalam pertarungan. Memang, satu jam pertama,
Barisan Pengemis seperti “tidak memahami” kekuatan utama
Pasukan Robot yang sulit untuk dilukai dan dikalahkan. Tetapi, itu
dengan kekuatan gwakang, ataupun dengan senjata tajam, akan
berbeda jika dilakukan seperti yang dahulu mereka lakukan dan
juga pernah dilakukan oleh Koay Ji. Koay Ji menotok dan
menyasar sambungan dan persendian kaki dan lengan mereka,
dan ini yang perlahan membuat Pasukan Robot tertekan karena
merasa mulai kesakitan. Barisan Pengemis mulai menyerang
dengan lebih fokus, dan memakai prinsip yang hampir sama
3271
dengan yang digunakan oleh Koay Ji, meski sedikit berbeda.
Karena mereka melakukannya dalam sebuah Barisan.
Hanya memang, melakukan seperti yang dilakukan Koay Ji dan
pernah dilakukan oleh Barisan Pengemis, membutuhkan
kekuatan iweekang yang luar biasa. Dan untuk itu, Barisan
Pengemis harus bersatu atau tepatnya harus menyatukan tenaga
sehingga membuat mereka mampu menghimpun cukup kekuatan
iweekang untuk menembus batas kekebalan lawan. Yang tidak
diduga oleh Pasukan Robot adalah, pengemis-pengemis Khong
Sim Kaypang ini, ternyata mampu melakukannya. Atau mampu
juga menyatukan kekuatan iweekang. Tadinya, mereka
menyangka hanya pemimpin Barisan Pengemis yang mampu
melakukannya, sebagaimana mereka hadapi waktu pertarungan
di pintu masuk Markas. Memang, saat itu Tiang Seng Lojin, Tui
Hong Khek Sinkay dan Kim Jie Sinkay sesekali, menggunakan
iweekang tingkat tinggi. Dan merekalah yang sebenarnya
membunuh sekitar 7 atau 8 anggota pasukan Robot dan
mendatangkan kerugian dan sekaligus ketakutan terhadap
semua anggota Pasukan Robot.
Yang tak terduga adalah, ternyata Barisan Pengemis, mampu
menghimpun tenaga dalam melalui penyatuan iweekang.
Memang, mereka memiliki ilmu yang membuat mereka, Barisan
3272
Pengemis itu, sanggup menyatukan kekuatan iweekang sehingga
malah mampu melampaui Tiang Seng Lojin dan pemimpin
lainnya. Perlahan namun pasti, penggabungan kekuatan
iweekang mereka meningkat, dan akan mencapai puncak setelah
setengah jam mereka melakukannya. Tetapi, Pasukan Robot
mulai merasakan gelagat tidak beres setelah menit ke-15, karena
kekuatan gabungan selalu melonjak hebat dan dahsyat sehingga
menyentak mereka. Perasaan yang tadinya melambung dan lebih
optimis, perlahan-lahan kembali menguap dan makin lama justru
semakin meredup. Terutama saat mereka mulai merasakan
kesakitan akibat benturan dengan barisan pengemis, benturan
yang menyakitkan itu semakin lama semakin menguat dan
mendatangkan derita.
Bukan apa-apa, tetapi karena kekuatan gabungan itu sudah mulai
melampaui kemampuan Pasukan Robot dan mulai mampu
menembus batas khikang dan juga selaput ataupun perisai
pembungkus badan mereka. Jika awalnya mereka masih
sanggup bertahan, semakin lama semakin terasa bahwa
kekuatan gabungan lawan semakin kuat dan makin
mendatangkan rasa sakit. Bahkan yang mengagetkan, kekuatan
mereka atau kekuatan gabungan itu, masih terus menguat dan
rasanya mengatasi dan melampaui kemampuan Tiang Seng
3273
Lojin, Tui Hong Khek Sinkay dan Kim Jie Sinkay secara
perorangan. Jika kedua tokoh mereka membutuhkan dua kali
totokan baru menjungkalkan lawan, maka kini, sekali mereka
bergerak, atau tepatnya sekali seorang diantara mereka
menerjang lawan, maka seorang anggota Pasukan Robot
tersebut terpukul mundur dan mulai merasakan kesakitan. Tanda
bahwa kekuatan lawan sudah meningkat hebat dan bahwa perisai
baja mereka yang tadinya dapat melindungi, kini mulai dapat
ditembus.
Tetapi, ternyata puncak kekuatan tenaga gabungan Barisan
Pengemis masih terus meningkat, dan ini segera terbukti. Tepat
setelah setengah jam Barisan Pengemis menyatukan iweekang
mereka, tiba-tiba salah seorang anggota dari Pasukan Robot
menerjang sepenuh tenaga. Dia menerjang dengan diikuti oleh
terjangan tiga orang kawannya yang lain sehingga mengalihkan
perhatian Barisan Pengemis untuk dapat segera menebak, arah
mana sasaran utama. Tetapi, pergerakan Barisan Pengemis yang
sempat bingung, ternyata hanya pengalihan belaka, karena ketika
si penerjang kebingungan, tiba-tiba seorang dari anggota barisan
menerjangnya balik dengan amat cepatnya. Dan ketika kena
dengan telak di bagian dada anggota Pasukan Robot, orang yang
terkena langsung terhajar ke belakang. Bukan hanya itu, seorang
3274
anggota lainnya yang tadinya akan menolong, juga terhajar telak.
Akibatnya, dalam waktu nyaris bersamaan, dua orang anggota
Pasukan Robot terpukul.
Tetapi kejadian dalam waktu yang nyaris bersamaan dimana
sudah ada 2 orang anggota Pasukan Robot yang terkena pukulan
Barisan Pengemis, benar-benar menggetarkan. Karena kedua
orang yang terkena pukulan hebat itu sampai terkapar dan
nampaknya hembusan pukulan Barisan Pengemis mampu
menembus perisai baja. Akibatnya, mereka berdua, anggota
Pasukan Robot itu, bagai beroleh sebuah totokan maut yang
didorong oleh kekuatan gabungan yang maha hebat. Merekapun
terdorong ke belakang, terkapar dan selanjutnya tidak lagi mampu
bangun, karena mereka sebenarnya sudah TEWAS. Hebatnya,
mereka tewas dengan tidak terlihat adanya kerusakan yang parah
di tubuh mereka secara fisik, tetapi tubuh bagian dalam mereka
memang sudah rusak parah. Itulah keampuhan gabungan
kekuatan Barisan Pengemis yang memang ampuh dan sakti
mandraguna, sulit ditemukan adanya tokoh yang mampu
menahan kekuatan gabungan mereka. Memang sulit
membayangkan sampai dimana keampuhan gabungan tenaga
mereka.
3275
“Awas, gabungan kekuatan mereka sangat ampuh, mampu
menembus perisai baja dan khikang kita.... hati-hati....” terdengar
jeritan kaget dari pemimpin Pasukan Robot yang sama-sama
kaget dan terperangah menyaksikan betapa dua orang kawan
mereka roboh dan terkapar binasa. Dan nampaknya, tidak perlu
diulang lagi seruan tersebut, karena memang seluruh anggota
Pasukan Robot tergetar menyaksikan dua orang kawan mereka
menjadi korban. Padahal, cukup sekali mereka terkena totokan
dan pukulan lawan, dan sudah mengantarkan kedua kawan
mereka itu pergi menghadap malaekat maut.
Sementara itu, Tiang Seng Lojin terlihat tersenyum dan tahu,
bahwa nyali lawan sudah terpukul runtuh. Tinggal masalah waktu
mereka merubuhkan dan sekaligus mengalahkan lawan-lawan
yang tadinya amat sulit mereka taklukkan. Tetapi kini, setelah dua
orang binasa, daya juang Pasukan Robot menurun drastis,
merekapun kini mulai khawatir memikirkan nasib mereka Apalagi,
karena di tengah kegalauan dan kekhawatiran mereka, kembali 2
orang kawan mereka yang lain, juga terkena sengatan pukulan
gabungan lawan. Dan artinya, kembali 2 jiwa melayang akibat
terjangan tak tertahan dari pihak lawan yang ternyata mampu
menembus basis dan perisai baja yang biasanya amat ampuh
melindungi mereka. Tetapi kini, perisai baja itu seperti tidak
3276
berdaya, karena entah kenapa pukulan lawan mampu menyusup
dan melukai atau bahkan membunuh sampai 4 orang anggota
Pasukan Robot. Dan jika dilanjutkan, bukan hanya empat orang
itu saja, tetapi mereka semua yang juga berjumlah lebih 20 orang,
pasti akan menjadi korban.
“Selesaikan mereka, jangan ragu.....” terdengar perintah Tiang
Seng Lojin yang juga diiyakan baik oleh Kim Jie Sinkay maupun
TekUi Sinkay. Memang benar, dalam satu pertempuran hidup
mati, kalah dan menang berarti hidup atau mati, dan tidak ada
jalan lain di antaranya.
Akibat seruan atau perintah dari Tiang Seng Lojin itu, pergerakan
penuh tenaga dari Barisan Pengemis terus bergerak cepat dan
gesit menyasar korban yang lain. Tapi, kini Pasukan Robot sudah
takut meladeni lawan, sayangnya karena badan mereka semua
masing-masing mengenakan perisai baja, maka merekapun
bergerak tidak secepat dan segesit gerakan Barisan Pengemis.
Selain itu, merekapun khawatir lari dari arena tarung sementara
pemimpin mereka justru berada di sisi lain dan terus mengawasi
mereka semua. Para pemimpin itu mengawasi seakan berkata,
bahwa mereka harus berjuang keras untuk dapat selamat.
Keadaan itu menyurutkan bukan hanya semangat, tetapi juga
daya juang mereka.
3277
Tidak heran jika kemudian terjangan Barisan Pengemis kembali
memakan seorang lawan yang terlambat guna menghindar dan
karena itu kembali terkena sengatan pukulan Barisan Pengemis.
Sontak terdengar jeritan:
“Aaaaaachhhhhh ..... bluk.....”
Jeritannya itu disertai dengan gedebukan tanda manusia yang
menerpa bumi itu sudah tidak memiliki daya kehidupan, alias
kemungkinan besar sudah meninggal. Tidak jauh bedanya
dengan 4 (empat) kawannya yang lain, sama sudah meninggal
akibat terkena pukulan gabungan lawan yang memang sangat
hebat, berbahaya dan mematikan. Tidak terasa, sudah sekitar 5
orang anggota pasukan robot yang jadi korban dan langsung
membuat kawan-kawan mereka berkurang jauh keberanian dan
juga sekaligus kenekatan bertarung. Mereka semakin kehilangan
kepercayaan diri, tapi juga paham bahwa tidak ada jalan keluar
bagi mereka selain bertarung dan terus bertarung
mempertaruhkan hidup. Itulah sebabnya Pasukan Robot mulai
rapuh dan tidak lagi senekat pertarungan-pertarungan mereka
sebelumnya, karena jelas kemampuan mereka tidak lebih dari
kekebalan dan kenekatan.
3278
Dalam satu jam kemudian, lebih 10 orang anggota Pasukan
Robot jatuh, sebagian besar binasa, hanya ada dua orang yang
terluka, tetapi itupun dengan harapan hidup yang amat kecil. Dua
yang roboh terutama adalah mereka yang terpukul paling akhir,
saat ketika kekuatan gabungan Barisan Pengemis juga semakin
lama semakin berkurang. Bukan apa-apa, karena memang
sesungguhnya mengerahkan tenaga untuk bergabung dengan
kekuatan pukulan yang menghajar roboh lebih 10 orang Pasukan
Robot, tepatnya 11 orang, membutuhkan tenaga luar biasa.
Karena itu, wajar jika Barisan Pengemis sendiri mulai merasa
lelah, meskipun mereka tahu tidak boleh mengendorkan serangan
karena lawan masih cukup banyak. Mereka tetap berkeras terus
menyerang dengan kemampuan hebat itu dan memojokkan
lawan-lawan pada posisi yang runyam.
Dan ketika akhirnya memukul roboh anggota Pasukan Robot ke
17, merekapun merasa sudah berada di penghujung kemampuan
dan karena itu kembali melepas kemampuan mereka yang ampuh
itu. Menggabungkan kekuatan iweekang. Dan kini, merekapun
bertarung seperti awalnya, bertarung dengan strategi Ilmu
Barisan dalam melawan 5 orang lawan tersisa, termasuk dua
pemimpinnya yang lebih hebat. Perubahan itu menggembirakan
lawan, tetapi menyadari jumlah mereka kini tinggal 5 orang
3279
belaka, membuat mereka kembali kecewa. Apalagi karena
mereka sendiri juga sebenarnya tidak kalah lelah dibanding
lawan, dan masih harus berjibaku untuk menjaga dan
menyelamatkan kesempatan hidup mereka semua. Apapun,
semangat hidup mereka kembali muncul. Wajar, semutpun akan
mengupayakan kehidupan pada saat terakhir, apalagi manusia?
Tetapi, pada saat itulah Tiang Seng Lojin ambil bagian, seperti
sengaja dan sudah mengatur kesempatan itu. Kali ini, dia yang
lebih banyak keluar dari barisan, meski tetap masih dalam
jangkauan barisannya dan memukul kelima lawan yang masih
tersisa. Tindakannya nampak jelas sudah dalam perhitungan
terlebih dahulu. Dia dengan sengaja memilih terlebih dahulu 3
lawan yang paling lemah dan mencecar mereka. Dengan gerak
manis dalam jurus Lian tay pay hud (Di atas panggung teratai
menyembah Budha), dia menerjang lawan yang berdiri di sisi
paling luar. Lengannya seperti sedang menyembah, tetapi jari
telunjuknya ditekuk tanda bahwa totokan maut sudah
disiapkannya secara matang. Maka ketika lawan bergerak
menghindar, gerakan Hay tee tancu (Mencari mutiara di bawah
laut), sudah susul menyusul selama 3 gerakan berantai. Dan
tanpa ampun terdengar pukulan hebat atau totokannya mengena
dada lawan:
3280
“Tuk... Tuk.....”
Cukup dua saja, dan Tiang Seng Lojin sudah bergerak kembali
dalam gerakan indah yang lain, yakni dalam jurus Liu sui pian lou
(Air mengalir berubah arah), tanpa dia menghiraukan lawan yang
barusan terpukul. Dia mengganti arah dan mengejar lawan yang
satunya lagi, yang tadi menghindar ke arah timur, dan ketika dia
mampu menjangkau, serangannya cepat berubah. Kini dia
mencecar dengan dengan jurus ampuh lainnya yakni jurus Hui
hong tung hay (Angin puyuh yang datang dari timur) dan terus
mengejar pasukan robot yang dia sasar itu. Dalam 5 jurus
kedepan, dia mampu menghindari gerakan membantu yang
tanggung dari lawan-lawannya dan mampu menjangkau lawan
yang disasarnya dan dengan jurus Kim so heng kong (Rantai
emas melintangi sungai), akhirnya diapun berhasil. Lengannya
yang sudah terkembang berhasil menjangkau lawan,
menahannya bergerak menjauh dan akhirnya mampu dia totok
hingga jatuh.
Selesai? Tentu saja belum. Tiang Seng Lojin masih belum
berhenti, kini dia sudah memainkan jurus Yu liong tam jiau (Naga
memain ulur kukunya), dan mengejar anggota Pasukan Robot
terakhir yang masih bertahan. Tetapi, kini, bersama dua tokoh
utama pasukan robot, tokoh atau anggota terakhir berusaha untuk
3281
berada pada posisi tengah. Posisi yang dia harapkan mendapat
penjagaan dari kedua pemimpinnya yang juga sudah jatuh moral
tarungnya. Sayangnya, karena dia sendiri kemampuannya yang
memang terpisah cukup jauh dengan kedua pemimpinnya,
dengan cepat dia memilih menerapkan strategi hit and run alias
pukul dan lari bersembunyi di balik ketiak kedua pemimpinnya.
Sebuah strategi yang cukup cerdik dengan mengetahui
keterbatasan kemampuannya dan sadar bahwa lawan sudah
memiliki kemampuan membunuhnya.
Tentu saja Tiang Seng Lojin paham dengan strateginya, dan
membiarkannya terus melakukan strategi itu dan bertarung
dengan kedua pemimpin pasukan robot itu. Melawan kedua
pemimpin itu, Tiang Seng Lojin mampu mengimbangi, jika hanya
satu, mudah saja dia mengalahkan mereka. Tetapi, maju berdua,
Tiang Seng Lojin cukup kesulitan tentunya, untung saja moral
bertarung mereka berdua sudah sangat merosot, semangat
mereka boleh dibilang sudah terbang jauh. Jika dalam keadaan
normal, mereka mampu mengimbangi lawan, tetapi dalam
keadaan semua kawan sudah binasa dan tinggal mereka berdua,
maka praktis mereka sudah “kalah”. Tidak ada keinginan besar
lagi untuk bertarung, karena mereka sadar di depan mereka
3282
adalah situasi yang kelam. Alam kubur seakan-akan sudah
membayang dan seperti sedang memanggil mereka menujunya.
Moral lawan dan semangat tarung yang lembek, sudah disadari
Tiang Seng Lojin, karena itu dia memainkan strategi yang sekan
membiarkan membiarkan anggota paling akhir Pasukan Robot
seperti tidak dalam jangkauan perhatiannya. Padahal,
sesungguhnya, dia sedang berusaha keras menyingkirkannya
karena dia sendiri sudah memiliki perhitungan untuk pertarungan
kedepan. Setelah bertarung seru dan cukup imbang dengan
ketiga orang itu, Tiang Seng Lojin tiba-tiba bergerak dalam jurus
Yan cu cut lim (Burung walet keluar dari rimba), dengan terus
menguak kepungan kedua lawan beratnya. Dia sebetulnya sudah
mampu menjangkau lawan yang adalah target utamanya, tetapi
tetap tidak mau menyerang secara langsung, malah sebaliknya
menggunakan jurus jurus Yap te tou ko (Dibalik daun mencuri
buah). Sebuah jurus serangan cerdik yang jelas sudah
disiapkannya juga serangan susulan yang bersifat menentukan.
Memang benar, siasat jurus “dibalik daun mencuri buah”, secara
sengaja sudap dia persiapkan untuk dapat menjatuhkan anggota
terakhir Pasukan Robot yang terus mencoba untuk berlindung
dibalik kedua tokoh pemimpinnya. Tanpa tahu, bahwa
pemimpinnya juga tidak punya niat untuk menjaga dan menjamin
3283
keselamatannya lagi, karena mereka sendiri juga kerepotan
melawan Tiang Seng Lojin. Belum lagi memikirkan keroyokan
ataupun Barisan Pengemis yang masih mengepung mereka di
arena dan sekali-sekali ikut bergerak menahan serangan maut
mereka. Dan kembali keserangan dengan satu jurus cantik tadi,
Tiang Seng Lojin pada akhirnya mampu menarik keluar lawannya
dari persembunyiannya yang baru sadar bahaya ketika sebuah
totokan pada "yang-kok-hiat", jalan darah pada pergelangan
tangan sudah menyentilnya. Dan ketika dia masih kaget gerakan
apa yang sebaiknya diambilnya, dia sudah sangat sangat
terlambat. Sangat terlambat karena bencana sudah datang.
Sudah menjemputnya.
Sebetulnya, jika dia terus berlindung dan tidak terpancing untuk
ikut menyerang Tiang Seng Lojin, maka dia masih punya harapan
beberapa jurus kedepan. Tetapi, sayang sekali, dia terpancing
keluar dan totokan pada jalan darah pergelangan tangan, meski
tidak berakibat fatal, tetapi cukup menentukan. Karena
langkahnya jadi ayal, dan Tiang Seng Lojin sudah datang kembali
dengan jurus Am in koan cit (Awan gelap menutup matahari). Dan
inilah jurus penentuan baginya, karena gerak yang sudah lamban,
semangat yang sudah patah, kedua pemimpinnya cari selamat
sendiri, maka gebukan menentukan dia terima tanpa dapat
3284
melawan lagi. Dan seperti teman-temannya yang lain, dia terpukul
dan terlontar ke belakang tanpa dapat bangun lagi. Diapun
binasa.
Tetapi Tiang Seng Lojin tidak atau masih belum mau berhenti,
karena masih ada dua tokoh utama lawan yang harus dibereskan.
Waktu yang dia butuhkan bakalan lama, karena mereka memang
lebih hebat dibandingkan semua anak buah yang mereka pimpin.
Tetapi, Tiang Seng Lojin tidak perduli, karena dia memiliki Barisan
Pengemis yang kini sudah lebih bugar dan sudah dia pimpin untuk
menyerang dan terus menempur kedua tokoh pemimpin Pasukan
Robot. Dan benar saja, dengan tenaga bantuan Barisan
Pengemis, dua jam setengah atau hampir tiga jam setelah
pertarungan dimulai, tuntas sudah. Pasukan Robot tumbang
semua, dua pemimpin mereka tewas terbunuh dalam pertarungan
dan hanya ada empat orang yang tetap hidup, terluka dan ilmu
mereka dipunahkan. Pasukan Robot yang kebal dengan perisai
baja ringan yang membuat mereka sulit dipukul terluka, kini
semua sudah rebah tanpa dapat atau tanpa kemampuan
bertarung lagi.
“Tugas sudah dilaksanakan dengan baik......” ujar Tiang Seng
Lojin memberikan laporan kepada Tek Ui Sinkay, dan semua
Barisan Pengemispun yang baru saja selesai bertarung, dengan
3285
segera membubarkan diri. Mereka kembali ke kelompok Khong
Sim Kaypang dan berdiri bersama para tokoh utama yang masih
berada di Lembah itu dan kini memandang apa yang akan
dilakukan pihak lawan. Beberapa saat, Koay Ji berbisik kepada
Tek Ui Sinkay:
“Mereka tidak punya cukup tenaga untuk membersihkan
arena......” bisikan yang menyadarkan Tek Ui Sinkay bahwa
benar, lawan tinggal beberapa orang setelah tokoh-tokoh mereka
banyak yang terkalahkan dan terhukum. Dan bahkan Pasukan
Robot yang selama ini bertugas menjemput kawan mereka yang
terluka, juga sudah jatuh pecundang, sebagian besar tewas.
“Acccch, benar lohu lupa.... bersihkan arena...” perintah Tek Ui
Sinkay setelah sadar apa yang terjadi dengan pihak lawan. Tidak
beberapa lama, anggota Khong Sim Kaypang yang tadi sempat
bertempur, kembali bertugas membersihkan arena dari korbankorban
yang mereka jatuhkan tadi. Tetapi, begitu mereka kembali
dari tugas membersihkan arena, Bu Ta Kuang mendekati Koay Ji
dan berbisik-bisik dengannya tanpa Tek Ui Sinkay paham apa
yang mereka percakapkan. Tetapi, percakapan itu diakhiri dengan
Koay Ji menyerahkan sesuatu kepada Bu Ta Kuang yang segera
pergi dan menjumpai kelompok Khong Sim Kaypang.
3286
“Ada apa sute.....” desis Tek Ui Sinkay heran dengan tingkah Bu
Ta Kuang dan juga Koay Ji baru saja.
“Mereka keracunan suheng, tapi sudah kami atasi...... tenangkan
hatimu, biarlah hal seperti itu dilakukan Bu Ta Locianpwee.....”
jawab Koay Ji yang disusul tarikan nafas lega dari Tek Ui Sinkay.
Sementara itu, setelah arena dibersihkan, di tengah arena sudah
muncul seorang tokoh besar lainnya dari pihak Bu Tek Seng Pay,
dan sekali ini tokoh yang muncul adalah tokoh hebat. Karena dia
adalah Liok Kong Djie. Melihat munculnya tokoh itu, Koay Ji
segera melirik Tio Lian Cu yang segera paham apa maksud lirikan
Koay Ji dan segera mengangguk. Diapun segera maju selangkah
dan berkata kepada Tek Ui Sinkay dengan suara lirih:
“Perkenankan kami menyelesaikan urusan perguruan, biarkan
yang melawannya adalah kami dari Hoa San Pay.....” gagah dan
penuh percaya diri Tio Lian Cu dalam mengajukan dirinya untuk
pertarungan tersebut. Tek Ui Sinkay memandangi Tio Lian Cu
dalam senyum, dan kemudian berkata:
“Silahkan Tio Ciangbudjin, tidak ada yang lebih tepat melawannya
selain engkau sendiri.... majulah dan kalahkan dia untuk kita
semua.....” jawab Tek Ui Sinkay yang sudah dibisiki oleh sutenya
3287
Koay Ji, bahwa Tio Lian Cu yang akan maju. Bahkan juga jaminan
bahwa Tio Lian Cu akan memenangkan pertarungan antar tokoh
utama Hoa San Pay tersebut.
“Terima kasih bengcu.....” jawab Tio Lian Cu yang kemudian
memutar badannya dan kini menghadapi Liok Kong Djie dan
berjalan perlahan menemuinya. Liok Kong Djie sendiri tidak kaget
melihat kenyataan bahwa Tio Lian Cu yang akan menghadapinya
dan begitupun dia siap dan menyambut kedatangan gadis ketua
Hoa san Pay itu dengan mata tenang. Tidak seperti biasanya, dia
terlihat seperti tanpa emosi dan tetap percaya diri serta tenang.
Sungguh hebat sesungguhnya kakek itu, seorang maniak ilmu
silat yang rela melakukan apa saja untuk memenuhi selera, hobby
dan juga keinginan dan nafsunya akan ilmu silat.
Setelah mereka berdua akhirnya saling berhadapan, cukup lama
waktu mereka berdua bertatapan sampai akhirnya Tio Lian Cu
berkata setelah memberinya hormat terlebih dahulu:
“Sebagai angkatan muda Hoa San Pay, kewajibanku adalah
menghormati para sesepuh perguruan yang
membesarkanku..........”
3288
Setelah memberi hormat sampai tiga kali yang diikuti dengan
tatapan mata tenang dan tanpa ekspresi dari Liok Kong Djie, Tio
Lian Cu kemudian berkata dengan suara yang tetap tenang dan
gagah:
“Dan selanjutnya, selaku Ciangbudjin Hoa San Pay, maafkan jika
aku yang muda, harus menjalankan hukum perguruan........”
Kedua kalimat dan penghormatan yang diberikan Tio Lian Cu
dipandangi dengan tatapan tenang tetapi tanpa ekspresi dari Liok
Kong Djie. Bahkan ketika Tio Lian Cu kemudian berkata akan
melaksanakan “tugas sebagai Ciangbudjin”, Liok Kong Djie masih
tetap tenang dan tidak mengeluarkan satupun kalimat. Hanya,
jelas bahwa dia paham apa yang dilakukan dan apa yang
dikatakan oleh Tio Lian Cu. Dan Tio Lian Cu sendiri juga paham,
bahwa kakek tua yang sudah berapa kali berkelahi dengannya,
jelas mengerti apa yang sedang terjadi pada saat itu. Dengan kata
lain, mereka berdua mengerti apa maksud mereka berhadapan di
tengah arena di satu lembah bawah tebing markas Bu Tek Seng
Ong. Karena itu, Tio Lian Cu tidaklah banyak berbicara dan hanya
melakukan sesuatu yang menjadi tata krama dan juga kebiasaan
baik sebagai tokoh lebih muda, maupun sebagai pimpinan
tertinggi sebuah perguruan ternama di Tionggoan.
3289
Karenanya, setelah itu, Tio Lian Cu tidak lagi ragu untuk kemudian
secara perlahan namun pasti, membuka satu serangan dengan
tenaga dan kecepatan yang terukur. Sekedar memulai dengan
gerakan menyerang basa-basi yang tentunya sangatlah mudah
untuk diantisipasi dan sekaligus dihadapi oleh lawannya. Dan
memang benar dugaannya, Liok Kong Djie sudah siaga dan
sudah amat siap melawannya. Terbukti segera, kakek itu
menghindar dan kemudian juga menangkis pukulannya dan juga
bahkan tidaklah lama sudah balas menyerang. Kurang dari 5 jurus
serangan awal nan mudah dari Tio Lian Cu, merekapun sudah
saling serang satu dengan lainnya. Awalnya perlahan saja, tetapi
lama kelamaan mulai semakin cepat dan juga tenaga iweekang
yang dikerahkan semakin lama semakin kuat dan semakin
berbahaya. Pertarungan sesungguhnya dimulai.
Ilmu dan jurus yang mereka mainkan mirip, hanya beda di
pendalaman, kematangan dan juga pengalaman. Sementara
kekuatan iweekang mereka berdua tidaklah jauh berbeda. Tetapi
variasi serangan Liok Kong Djie jelas masih lebih kaya, lebih
variatif, sementara Tio Lian Cu lebih tajam dan lebih murni. Sesuai
sifatnya, beberapa jurus Liok Kong Djie lebih keji dan bersifat
kejam dan mematikan, meski tetap berpatokan dari daya dan tata
gerak Hoa San Pay. Karena itu, pertarungan mereka berdua lebih
3290
terlihat bagai pertarungan pibu ataupun latihan dari dua aliran Hoa
San Pay yang dimainkan oleh tokoh-tokoh puncak dan tokoh
tertinggi. Tidak heran jika kemudian Bok Hong Ek dan juga Lui
Beng Wan memandangi pertarungan mereka berdua dengan
sinar mata kagum dan ketertarikan yang tidak tersembunyikan.
Hanya, sinar mata Lui Beng Wan terlihat kelam dan seperti sedih,
sementara Bok Hong Ek jelas tertarik dengan pameran kekuatan
dua orang yang bertarung. Maklum, betapapun untuk saat ini,
kedua petarung adalah tokoh-tokoh terkemuka dan menguasai
Ilmu Hoa San Pay dengan sempurna.
Cukup cepat, 50 jurus sudah berlalu dengan serang menyerang
yang terus berganti dan dengan jurus dan ilmu Hoa San Pay yang
dihamburkan keduanya. Ilmu apapun yang dikembangkan baik
oleh Tio Lian Cu maupun oleh Liok Kong Djie, dapatlah
diantisipasi oleh lawan. Maklum, dua-duanya tokoh puncak
perguruan yang sama, yang sayangnya membela kepentingan
kelompok yang berbeda. Dalam hati Tio Lian Cu, sebagaimana
pesan Thian Hoat Tosu Suhunya, jelas masih tersisa hormat dan
ijin kepada tokoh tua mereka, Liok Kong Djie. Bagaimanapun dia
masih saja tetap menyayangkan pilihan orang tua yang sering
memang mengangkangi aturan kaum pendekar. Meski
setahunya, tidak banyak dosa di luar perguruan dari sesepuh ini
3291
yang dapatlah membuatnya dihukum secara hebat. Justru
dosanya terhadap Hoa San Pay yang sangat menyesakkan. Itu
sebabnya Tio Lian Cu masih dapat bersabar dan tetap berusaha
memberi jalan hidup bagi seorang Liok Kong Djie. Tetapi,
bagaimanapun dia juga paham, bahwa pada satu titik, dia tetap
harus mengambil keputusan untuk kepentingan orang banyak dan
juga untuk tetap menjaga dan juga melindungi nama besar Hoa
San Pay.
Sementara Liok Kong Djie, sejak terpukul lukanya Suma Cong
Beng dan bahkan belakangan tidak mampu diobati, memang lebih
sering merenung dan jadi banyak bercakap dengan Lui Beng
Wan. Meski Lui Beng Wan sering dia perlakukan tidak layak
dibanding Suma Cong Beng, tetapi justru murid inilah yang paling
berbakat dan paling banyak menyerap ilmunya. Liok Kong Djie
memang aneh. Meskipun dia sangat ambisius dalam ilmu silat,
tetapi sifat positif lainnya, dia tidaklah menyimpan ilmu silatnya
dari para muridnya. Inilah keuntungan Lui Beng Wan yang mampu
menguasai ilmu-ilmu Suhunya, bahkan kemampuannya sudah
tidak berbeda dengan sang Suhu pada saat itu. Itu sebabnya, Lui
Beng Wan mampu memperkirakan apa yang akan terjadi di
arena, karena dia sudah dapat mengukur dan paham sampai
dimana kemampuan Tio Lian Cu. Kesedihan yang membayang,
3292
karena dia seperti bisa mengetahui seperti apa nanti Tio Lian Cu
akan bertarung dengan Suhunya, dan dia tidak lagi dapat
mencampurinya.
Seratus jurus berlalu, dan terlihjat Lui Beng Wan menahan nafas
karena Liok Kong Djie sudah mulai memainkan Ilmu keras, yakni
ilmu pukulan Jit gwat it sian kun (pukulan matahari dan rembulan
satu garis). Pukulan yang pernah dan sempat menggemparkan
Tionggoan ini dimainkan suhunya dengan kekuatan gwakang dan
iweekang yang sudah meningkat tajam. Bukan hanya itu, dia
melihat emosi Suhunya juga mulai terpancing dan ini bakalan
berbahaya dan menentukan. Sebab jika sang Suhu terpancing
menyerang dengan seluruh kekuatan, dan dia tahu ini yang akan
dilakukan sang Suhu, maka Tio Lian Cu cukup menunggu
suhunya habis dimakan usia. Dan apa yang dia khawatirkan
memang terjadi. Mengetahui lawannya mulai memainkan ilmu
keras dan dalam, Tio Lian Cu malah memainkan Ilmu rahasia
yang belum dikuasai orang lain di Hoa San Pay. Ilmu itu adalah
ilmu sakti Tiang-kun Sip-toan kim, Ilmu yang rahasianya lama
tenggelam dan diperoleh kembali oleh Tio Lian Cu lewat bantuan
monyet sahabat Koay Ji.
Ilmu Khas HOA SAN PAY ini memang hebat, prinsipnya semakin
lawan cepat dalam bergerak, semakin engkau gesit dan cerdik –
3293
semakin lawan kuat menyerang dalam iweekang ataupun
gwakang, semakin engkau lincah dan licin bergerak. Semuanya
mesti dilawan dengan gaya dan cara yang tepat, dan prinsip
semua bukan tanpa batas dan tanpa lawan, dan karenanya
melawan harus dengan cara yang pas dan juga tepat. Itulah
prinsip ilmu sakti Hoa San Pay ini, yang baru seorang Tio Lian Cu
yang memahami dan meyakinkannya berdasarkan Kitab Pusaka
yang lama hilang dari perguruannya. Ilmu itu, bahkan menjadi
jauh lebih sempurna jika dibandingkan dengan aslinya, setelah
Tio Lian Cu tidak pelit mendiskusikannya dengan Koay Ji. Dan
lebih dari itu, dia malah memperoleh beberapa formula tata gerak
baru yang menyempurnakan ilmu mujijatnya, tata gerak yang
beberapa diambil Koay Ji dari Ilmu Thian Liong Pat Pian.
Ilmu itulah yang mulai dikembangkan Tio Lian Cu dan
membuatnya menyesuaikan gerakan menghindar dan
menyerangnya dengan gerakan menyerang dan gerakan
menghindar dari Liok Kong Djie. Dan memang hebat. Tio Lian Cu
tidak sedikitpun merasa berat menghadapi serangan Liok Kondg
Djie yang membadai, sebaliknya, ketika dia masuk menyerang
lawan, dia merasakan betapa ada beberapa ketika Liok Kong Djie
merasa agak kaget dan sedikit bingung dalam melawannya.
Kondisi ini membuatnya terkenang dengan Koay Ji dan sempat
3294
kaget, karena benar, Liok Kong Djie yang sangat sakti dan hebat
sesekali rada keteteran. “Sebenarnya sampai dimana
pengetahuan ilmu dan gerak Koay Ji itu.....”? desisnya heran
bareng kagum. Begitupun, dia tetap mengambil inisiatif sesuai
dengan ilmu mujijat andalannya, dan dengan cara demikian dia
selalu seperti berada selangkah didepan Liok Kong Djie. Dengan
begitu pula, Tio Lian Cu memaksa Liok Kong Djie untuk terus dan
terus mengembangkan ilmunya daam menyerang.
Dan kegembiraan Tio Lian Cu merupakan kegelisahan Lui Beng
Wan. Dia melihat betapa ilmu mujijat Hoa San Pay, entah
bagaimana, ternyata memiliki keampuhan yang “jauh” diluar
perkiraannya semula. Dia sempat memandang enteng ilmu Tiang
Kun Sip Toan Kim yang dia pahami agak remeh dan kurang hebat.
Tetapi Suhunya, anehnya selalu saja berkeras dan berkeras
bahwa sebetulnya itu merupakan satu ilmu mestika. Maka pada
saat dia melihat bagaimana Tio Lian Cu memainkannya, dia mulai
menjadi paham jika memang ilmu itu benar mujijat dan hebat.
Begitupun, dia hanya menjadi bingung karena kurang paham
kenapa terlihat demikian hebat? Bukankah semua gerakan Tio
Lian Cu dia tahu dan paham? Tetapi, mengapa di tangan Tio Lian
Cu terlihat demikian hebat dan membuat serangan suhunya jadi
mentah? Demikian mujijatnya hingga mampu membuat suhunya
3295
seperti hilang arah? Sungguh pusing seorang Lui Beng Wan
memikirkannya.
Liok Kong Djie sedang mencecar Tio Lian Cu dengan kekuatan
hebat, tetapi Lui Beng Wan melihat Tio Lian Cu tidak terdesak
sama sekali. Memang, Tio Lian Cu bergerak seperti dalam
tekanan, tetapi semua pilihan langkahnya sangat menarik.
Mudah, ringan dan tidak banyak makan tenaga. Sementara
suhunya, justru berbeda dengan gaya Tio Lian Cu, menyerang
dengan kekuatan penuh dan terus menerus berusaha
menyudutkan Tio Lian Cu. Karena memang beberapa kali Tio
Lian Cu bagai mati gaya, tetapi anehnya, selalu menghindarkan
diri dari terpaan serangan dengan mudah. “Jelas ini bukan
kebetulan, tetapi sesuatu yang sudah dipersiapkan dan
diantisipasi olehnya..” desis Lui Beng Wan dan semakin tertarik
mengikuti bagaimana kelanjutan pertarungan kedua tokoh hebat
itu.
Tidak usah dikisahkan lagi, pada saat itu, semua tokoh yang
berada disana, mulai menyaksikan dan paham mengapa Tio Lian
Cu menjadi Ciangbudjin. Memang benar dia seorang wanita dan
masih muda pula, kurang pengalaman dan masih kurang
meyakinkan menjadi Ciangbudjin. Tetapi, melihat
kemampuannya saat itu, banyak orang berdecak kagum dan
3296
heran dengan ketabahan Tio Lian Cu. Tidak takut, tidak khawatir,
bertarung secara gagah dan terlihat benar jika dia bertarung hebat
meski lebih sering terlihat mata awam “sedang didesak”. Padahal,
mata para ahli paham, bahwa Tio Lian Cu memainkan siasat yang
tepat dan sedang “menjemput” sebuah kemenangan yang
gemilang atas lawan tua yang sangat hebat itu. Ini pula yang ada
dalam benak dan tebakan seorang Lui Beng San sebagai tokoh
yang juga tidak berada dibawah kemampuan Tio Lian Cu sendiri.
Dia sudah menebak, bahwa meskipun lama, tetapi Suhunya akan
jatuh dengan bekal ilmu yang dilihatnya dari Tio Lian Cu, dan yang
dia sendiri mengakui belum menemukan kehebatannya tetapi
terlihat amat bermanfaat dan mujijat. Mungkin dia sendiri akan
berlaku dan bertindak seperti suhunya pada saat itu.
Dan perkiraan Koay Ji dan Tek Ui Sinkay yang menduga bahwa
ini akan menjadi pertarungan panjang mulai menjadi kenyataan.
Dua jam sudah lewat, sudah lebih dua ratus jurus mereka
hamburkan, tetapi belum ada tanda-tanda siapa yang akan
menjadi pemenang dalam waktu dekat. Selama dua ratus jurus,
Tio Lian Cu lebih banyak mengelak dan meladeni gaya
menyerang lawan, tidak terlihat berusaha masuk dengan ilmu
mematikan. Sinkang keduanya yang mirip yakni Siauw Thian
Sinkang, sebuah sinkag khas Hoa San Pay sudah dikerahkan
3297
sejak sangat awal, dan melambari pertarungan mereka. Bahkan
Ilmu Pa Hoat Sin Kong atau Ilmu Sakti Menotok Jalan Darah yang
juga salah satu ilmu khas yang membutuhkan daya iweekang
penuh, sudah habis dimainkan Liok Kong Djie. Tetapi, tidak
mampu untuk membuat Tio Lian Cu dikalahkan, malah sebaliknya
justru menguras banyak kekuatan tenaga dalam dan menguras
kekuatan fisiknya.
Semakin lama semakin mampu Tio Lian Cu merangsang Liok
Kong Djie untuk terus mengejar dan menyerangnya. Terkini, Liok
Kong Dji mulai memainkan kombinasi ilmu Thiat Sat Ciung
(Pukulan Pasir Besi) dengan sebuah Imu Eng Jiauw Kang
(Cengkeraman Kuku Garuda). Ilmu ini juga sama membutuhkan
kekuatan besar agar dapat mendesak dan merangsek lawan.
Tetapi, yang membuat Lui Beng Wan mengernyitkan keningnya
adalah, Tio Lian Cu tidak mengimbangi dengan sama
menggunakan ilmu itu. Tetapi justru menggabungkan ginkang
Liap In Sut dari Bu In Sinliong dan juga dengan jurus-jurus gerak
mujijat yang terus dia pertahankan dari ilmu Sakti Tiang Kun Sip
Toan Kim. Akibatnya, Liok Kong Djie terlihat jauh lebih lelah
ketimbang Tio Lian Cu, meskipun memang belum tentu dia akan
kalah. Tapi bukankah dengan usia tua Liok Kong Djie ini dalam
3298
jangka panjang akan dapat nanti menentukan siapa yang
menang?
“Accchhh, dia sudah tahu, bahwa menang dari Suhu haruslah
mengandalkan daya tahannya yang jelas jauh melebihi Suhu....”
desis Lui Beng Wan dalam hati dan mau tidak mau memuji Tio
Lian Cu. Meskipun, dugaannya tidaklah seluruhnya benar, karena
sesungguhnya, Tio Lian Cu masih menjaga muka sesepuhnya.
Jika benar keadaan memaksa, Tio Lian Cu memiliki kemampuan
dan kepercayaan diri untuk bisa keluar sebagai pemenang dari
pertarungan ini. Dugaan Lui Beng Wan hanya benar separuhnya,
tetapi tidak dalam keseluruhannya. Dia memang belum mampu
mengenali kemampuan Tio Lian Cu seperti Koay Ji mengetahui
dengan jelas tingkat kemampuan Tio Lian Cu saat ini. Tingkat
kemampuan yang bahkan sudah sedikit mengatasi sesepuhnya
itu, atau supeknya itu.
Memasuki pertarungan di atas jurus ketigaratus setelah lebih dua
jam atau mendekati tiga jam pertarungan, tiba-tiba keadaan
berubah lagi. Di tangan Liok Kong Djie entah bagaimana
bertambah dengan sebuah tongkat kecil yang tidaklah panjang
sepanjang tongkat kaum Siauw Lim Sie. Seperti pedang saja
panjangnya, terlampau pendek menjadi tongkat. Dan, dengan
tiba-tiba dia mendesak Tio Lian Cu dengan sebuah Ilmu Pedang
3299
yang disebut Ilmu Ngo lian hoan kiam hwat (Ilmu Pedang Lima
Teratai). Tentu saja Tio Lian Cu juga paham dengan Ilmu ini,
karena itu dia tidak kesulitan menghadapinya meski tidak
memakai pedang. Tetapi, ketika memasuki ilmu pedang yang lain,
yakni Ilmu Pedang Hoan Ki Bun Kiam Hoat (Ilmu Pedang
Sungsang Balik), kelihatan agak sulit bagi Tio Lian Cu jika
bertangan kosong. Dia lebih mendasarkan pada ginkang Liap In
Sut dan juga gaya ilmu mujijat atau Ilmu Sakti Tiang Kun Sip Toan
Kim untuk menghadapinya.
Koay Ji sempat terkejut melihat Liok Kong Djie memakai senjata,
tetapi tidak dapat melarang karena memang tidak ada peraturan
yang mereka sepakati. Yang penting bertarung dengan
kepandaian, memakai senjata, racun ataupun ilmu sihir tidaklah
dilarang. Meski tidak yakin Tio Lian Cu kalah, tetapi keadaannya
yang menjadi agak sedikit terdesak cukup merisaukan. Tetapi,
tidak berapa lama, Bok Hong Ek sudah melemparkan senjata
pedang yang dapat ditangkap Tio Lian Cu setelah dia mampu
mengerahkan beberapa jurus istimewa dari ilmu Liap In Sut.
Pertarungan berikut menjadi semakin menegangkan karena kini
mereka bersenjata, bahkan Tio Lian Cu sendiripun sudah
menggenggam dan menggunakan sebatang pedang. Resiko
untuk terluka tetap saja terbuka lebar.
3300
Memang, sesungguhnya Tio Lian Cu jarang berkelahi
menggunakan pedang, meski dia terus menerus melatih diri
dalam Ilmu pedang Hoa San Pay yang tadi sudah digunakan
lawan menyerangnya. Liok Kong Djie tidak paham, jika Tio Lian
Cu malah menguasai Ilmu Pedang Rahasia Hoa San Pay,
meskipun tidak mampu memainkan jurus pamungkasnya. Pada
saat itu, yang mampu melatih Ilmu Pedang Tian To Im Yang Ngo
Heng Kiam Hoat, memang hanya Tio Lian Cu. Bahkan Liok Kong
Djie sendiri tidak mengetahui keberadaan Ilmu ini, hanya
mendengar jejaknya saja tanpa tahu bagaimana bentuk dan ilmu
tersebut. Dengan berpedang, maka sudah terbuka kemungkinan
Tio Lian Cu menyerang dengan Ilmu tersebut. Sebuah Ilmu yang
sudah lama tidak lagi dikenal dimiliki oleh Hoa San Pay, karena
memang hanya Ciangbudjin yang menguasai ilmu tersebut
secara sempurna. Bahkan Thian Hoat Tosu sendiripun tidak
belajar karena memang Ilmu khusus bagi seorang Ciangbudjin
dari perguruan Hoa San Pay.
Tetapi, kemampuan bersilat pedang Liok Kong Djie cukup hebat.
Dia menguasai prinsip ilmu pedang dengan baik, dan
kelihatannya dia tidak kalah sebat dan tidak kalah hebat
ketimbang Tio Lian Cu. Karena mereka kini bisa saling serang
dengan lebih imbang dibanding tanpa senjata. Atau bahkan Liok
3301
Kong Djie seperti bisa lebih mendesak dan menghadirkan bahaya
bagi Tio Lian Cu. Hal itu lebih disebabkan Tio Lian Cu sangat
jarang bertempur dengan menggunakan senjata, meskipun
diapun sering berlatih menggunakan pedang dalam latihannya.
Untungnya, Liok Kong Djie menggunakan tongkat yang dimainkan
sebagai pedang dan bukannya sebatang pedang asli yang tajam.
Betapapun, Ilmu Pedang yang dimainkan bukan dengan pedang,
sama dengan mengurangi efek hebat ilmu pedang aslinya.
“Haiiiiiit.......”
Liok Kong Djie mendesak kembali dengan kini menggunakan
berturut-turut dua jurus atau gerakan, yakni jurus Beng goat Kiam
eng (Bayangan pedang diterang bulan) dan gerakan Hui niauw
cut lim (Burung terbang keluar hutan). Kedua jurus atau gerakan
sambung menyambung itu menerjang Tio Lian Cu dari 5 sisi
berbeda dengan gerakan memukul dan menutul, cepat dan
berkekuatan yang cukup untuk mematahkan ataupun menotok
untuk mengakhiri pertarungan mereka. Iok Kong Djie bergerak
dengan sepasang kaki yang melingkar-lingkar dalam gerakan
khas Ilmu Hoan Ki Bun Kiam Hoat (Ilmu Pedang Sungsang Balik).
Dengan jurus itu dia mencoba mengurung Tio Lian Cu di tengah
arena sehingga mudah dia hujani dengan jurus serangannya yang
bervariasi banyak. Tetapi, meskipun memang agak sedikit
3302
terdesak oleh serangan lawan, gerakan kaki dan kecepatan Tio
Lian Cu tidak luntur. Dia mampu membaca arah serangan lawan
dan karena itu diapun bergerak sama cepat dengan lincahnya dan
balas menyerang.
Sampai 3 jurus berturut dilepaskan Tio Lian Cu untuk
menetralisasi serangan Liok Kong Djie yang berusaha
menjebaknya di tengah arena. Paduan antara gerakan lemas,
licin dan cepat dilepaskannya dalam tiga rangkaian jurus Thian lie
pian in (Bidadari menari di dalam awan), disusul dengan jurus ok
miao pok cie (Kucing galak menubruk tikus) dan terakhir dengan
jurus Hay tee lo got (Di dasar laut meraup rembulan). Menarik
melihat dan menyaksikan bagaimana keduanya dalam aksi saling
antisipasi dan saling serang balik untuk mematahkan serangan
lawan. Meski memang setiap dua jurus serangan Liok Kong Djie,
harus dijawab dengan 3 gerakan atau 3 jurus Tio Lian Cu untuk
memunahkannya.
Tetapi, bayangan keduanya saling libas satu dengan yang
lainnya, bergerak maju, mundur, menyamping, menggerakkan
tubuh, melentingkan badan, dan seterusnya terus menerus
mereka lakukan. Sudah beberapa kali badan, lengan, kaki
keduanya terlihat nyaris tersambar serangan lawan, tetapi dengan
manis mereka berkelit dan serangan lawanpun lewat. Untuk
3303
kemudian, yang terserang sebelumnya bangkit dan balas
menyerang serta mendesak lawan. Terus seperti itu dan
berlangsung sampai seratus jurus lebih, hingga pertarungan
mereka memasuki jurus ke-empat ratus atau bahkan lebih. Yang
jelas, matahari mulai condong ke barat, tetapi pertarungan kedua
tokoh Hoa San Pay itu masih belum kelihatan penentuannya.
Tiba-tiba Liok Kong Djie berubah permainan ilmunya, dia kini
mulai bermain dengan tongkatnya dan terlihat mencipatkan
ratusan tongkat yang yang mencecar Tio Lian Cu dari ketinggian.
Itulah Ilmu Thian Lo Sin Kuay Hoat (Ilmu Silat Tongkat Sakti jatuh
Dari Langit), salah satu ilmu pusaka Hoa San Pay yang dimainkan
dengan tongkat. Permainan ini menguntungkan Liok Kong Djie
dari segi senjata, tetapi dia kalah dari kematangan Ilmu ini. Bukan
apa-apa, kemenangan Liok Kong Djie, karena dia bersenjata
TONGKAT, sementara Tio Lian Cu menggunakan Pedang. Hal ini
amat disadari oleh Tio Lian Cu yang untungnya sudah
menggubah ilmu itu menjadi sebuah Ilmu pedang.
Tetapi, sesungguhnya Tio Lian Cu juga tidaklah kalah-kalah amat.
Apa pasal? Dia menemukan Kitab Pusaka Hoa San Pay, yang
justru memuat salah satunya ilmu asli dari Ilmu Thian Lo Sin Kuay
Hoat. Dan karena itu, Tio Lian Cu mampu memainkan ilmu ampuh
tersebut lebih asli dan lebih murni. Dan lebih hebat tentunya.
3304
Ternyata, dengan cara ini dia mampu unggul atas lawannya,
tetapi karena menggubahnya menjadi Ilmu Pedang, banyak juga
detail penting ilmu tongkat yang tidak mampu diterjemahkan
kedalam Ilmu pedang. Ini sebabnya, dalam ilmu khas ini,
keduanya seperti tidak mampu lebih hebat dari lawannya, meski
sebenarnya Tio Lian Cu tetap saja lebih tajam dan
membahayakan. Liok Kong Djie kaget dengan gerakan-gerakan
aneh yang mujijat tetapi belum dikenalnya, tetapi dapat
mengantisipasinya karena digunakan dalam bentuk sebuah ilmu
pedang. Sementara Tio Lian Cu kaget dengan gubahan-gubahan
Liok Kong Djie yang lebih ampuh dengan menggunakan tongkat
dalam ilmu tersebut.
Karena kelebihan dan kekurangan masing-masing, maka tidak
ada yang mampu meraih keuntungan siginikan dan berarti melalui
ilmu tersebut. Maka, ketika 50 jurus mereka habiskan dalam ilmu
itu, tetap saja tidak ada yang mampu bertarung agak dominan
dibandingkan lawan. Keduanya tetap saling serang dan tidak
mampu berbuat lebih banyak selain mendesak dan kembali
didesak. Tetapi, pada ujung penggunaan ilmu tersebut, tiba-tiba
Tio Lian Cu menggertak hebat sambil berkata kepada Liok Kong
Djie:
3305
“Jaga jangan sampai terluka dengan Ilmu Pusaka Hoa San
Pay.....”, seruan yang berupa peringatan tetapi sekaligus juga
membawa ancaman atas Liok Kong Djie. Atas pengamatan
selama pertarungan, dia memang sadar bahwa lawan yang masih
muda ini memiliki banyak khasanah ilmu Hoa San Pay. Karena
itu, dia bersiaga dengan peringatan Tio Lian Cu dan segera
bersiap.
Sementara Tio Lian Cu, setelah mengeuarkan kalimat tersebut
segera berteriak lirih dan penuh keyakinan dalam suaranya:
“Haaaaiiiiiiiiiiiiiittttt............... siung-siung.....”
Dua gerakan cepat dan sangat tajam berkesiutan membuat
perasaan banyak orang jadi tergetar. Bukan hanya kecepatan,
tetapi ketajaman angin desingan pedang sungguh menggidikkan
hati, dan Liok Kong Djie yang sudah makan banyak asam garam
paham apa yang akan dilakukan Tio Lian Cu. “Ilmu pedang apa
lagi yang dia miliki itu....”? tanyanya dalam hati. Meski bertanya,
dia sesungguhnya sudah siaga dan siap menghadapinya.
Sementara itu, Tio Lian Cu sudah menggerakkan pedangnya
yang entah bagaimana sejak dimulai dengan gerakan
pendahuluan, sudah mengeluarkan desingan pedang yang amat
3306
tajam dan menggidikkan hati. Tidak heran. Karena memang dia
mulai menggunakan ilmu pusaka Hoa San Pay yang bernama
Ilmu Pedang Tian-To Im Yang Ngo Heng Kiam Hoat yang
berdasarkan Kitab Pusaka Pit Kip Tian To Im Yang Ngo Heng
Kiam Hoat. Lima lembar warna pedang mendesing mengikuti dan
mengepung tubuh Liok Kong Djie yang mencoba melindungi
dirinya dengan tongkat yang tidak dilepasnya. Tetapi
diandalkannya untuk menghadapi Tio Lian Cu yang mulai
menggerakkan pedang dan menciptakan selalu 5 jalur serangan
pedang, entah tebasan, tusukan ataupun pukulan dengan badan
pedang. Selalu akan ada 5 serangan secara bersamaan.
“Hahhhh, engkau memilikinya....”? desis Liok Kong Djie yang
dapat didengar oleh beberapa gelintir manusia belaka. Jelas dia
tahu ilmu ini, setidaknya sudah pernah mendengar karena ciri
khasnya yang selalu ada 5 jalur serangan pedang. Dia sendiri
tidak tahu ilmu ini, heran mengapa Tio Lian Cu menguasainya dan
memainkannya dengan sangat hebat menghadapinya?
Biarkan dia bingung, dan memang sangat bingung pada saat itu.
Dia benar memiliki banyak ilmu, tetapi tetap saja terkejut dan
gentar dengan lima jalur serangan Tio Lian Cu yang berganti-ganti
arah, sasaran namun dengan kekuatan dan kecepatan yang luar
biasa. Sekali ini, setiap serangan Tio Lian Cu akan dibutuhkan 4
3307
hingga 5 jurus anti serangan baru dia bisa meloloskan diri. Tetapi,
semakin lama dia semakin merasa berat karena tenaga dan
pikirannya benar-benar terkuras menghadapi serbuan mujijat Tio
Lian Cu. Dan repotnya, sekali ini, dia mengeluarkan energy yang
begitu besar untuk menghadapi serangan beruntun,
bergelombang dan sangatlah membahayakan. Tak dia sadari jika
keringat mulai mengucur deras dan selain itu keringat dingin juga
mulai mengucur untuk menetralisasi kehebatan jurus pedang Tio
Lian Cu. Tidak dia sangka jika Tio Lian Cu atau tepatnya Hoa San
Pay masih menyimpan llmu sehebat ini dan dengan sangat susah
payah baru dapat dia hadapi dan menggunakan banyak tenaga
dan menggunakan sebagian besar kecerdasan yang dia miliki.
Sungguh hebat.
Tetapi, pada puncaknya, Tio Lian Cu yang sebenarnya sudah di
ujung tangga untuk memenangkan pertarungan, tiba-tiba
kehilangan ketajaman, kekuatan dan juga kehebatannya. Apa
pasal? dia tidak mampu memainkan kembali ilmu itu dari awal,
karena memang ada jurus pamungkas yang amat dahsyat yang
belum mampu dia mainkan. Itulah sebabnya, Liok Kong Djie
masih mampu bertahan dan masih mampu melanjutkan
pertarungan meskipun tadinya dia sudah kehilangan akal dan
kehilangan ide menghadapi serangan lanjutan Tio Lian Cu.
3308
Sungguh keuntungan yang luar biasa pada saat dia kehilangan
pegangan. Dan diam-diam dia bergidik dan sadar, bahwa Tio Lian
Cu belum menguasai puncak serangan ilmu itu yang tadinya dia
sudah pasrah karena tidak mampu melawan lagi.
Untuk melanjutkan serangannya, Tio Lian Cu memainkan Toa
Hong Kiam Hoat (Ilmu pedang Angin Badai). Tapi, sayang dia
tidak menggunakan Pedang Toa Hong Kiam dan menggunakan
pedang biasa saja. Selain itu, perbawa ilmu perguruan itu sendiri
juga sudah diketahui dan dikuasai oleh Liok Kong Djie. Maka
selamatlah dia, mampu bertarung lagi meskipun tenaganya mulai
terasa merosot setelah empat jam lebih atau nyaris lima jam terus
bertarung ketat. Tenaga dan fisiknya benar-benar terkuras dalam
setengah jam terakhir saat menghadapi ilmu pedang mujijat Hoa
San Pay yang masih belum dia kenal dan ketahui teorinya itu.
Tapi, kini, meski sudah lelah, semangatnya bisa bangkit kembali
karena mampu lagi mengimbangi serangan lawan dan tidak perlu
terdesak hebat seperti sesaat sebelumnya.
Setelah berkurangnya daya serang Tio Lian Cu, Liok kong Djie
kemudian kembali tumbuh kepercayaan dirinya dan kini bersilat
dengan lebih berani dan lebih terbuka. Dia kini memutuskan untuk
menggunakan Ilmu ciptaannya sendiri yang masih belum dikenal
Tio Lian Cu sendiri, yakni Thiat Pi Peh Chiu (Pukulan Tangan
3309
Besi). Ilmu itu dikombinasikannya dengan sebuah ilmu pedang
yang tadi sudah dia mainkan seelumnya, yaitu Ilmu Pedang Hoan
ki bun kiam hwat (ilmu pedang sungsang balik). Dengan cara itu
dia menandingi Ilmu pedang Toa Hong Kiam Hoat yang juga
hanya diturunkan kepada Ciangbudjin Hoa San Pay. Hanya, dia
sendiri sudah serin melihat bagaimana ilmu itu dikembangkan dan
dimainkan. Lebih dari itu, Liok Kong Djie berani dengan tangan
kosong menangkis pedang Tio Lian Cu yang juga kaget dengan
perubahan gaya bertarung Liok Kong Djie.
Kini, mereka kembali bertarung ketat dan Tio Lian Cu kembali
mendesak lawan dengan bertarung sambil menyesuaikan dengan
daya dan gaya tarung lawan. Dia kini memutuskan untuk
menguras daya tahan lawan dan kelak akan menyerangnya
dalam ilmu yang bersifat menentukan, pamungkas. Karena
berpikir demikian, maka Tio Lian Cu seperti kembali memberi
kesempatan dan peluang Liok Kong Djie untuk mengembangkan
serangannya hingga membuatnya kembali seakan terdesak. Dan,
dalam kelelahan, maka kewaspadaan dan emosi akan sulit
dikontrol, terlebih bagi Liok Kong Djie yang sudah bertarung
nyaris selama 5 jam. Menemukan dia seperti kembali memiliki
kemampuan menyerang dan mendesak lawan, maka dia pada
akhirnya justru terpancing menyerang.
3310
Dengan bersemabgat dia kini terus-menerus memburu dan terus
menyerang Tio Lian Cu sambil mencoba untuk memojokkan dan
mengalahkan lawan mudanya yang adalah Ciangbudjin Hoa San
Pay itu. Padahal mestinya dia sudah punya pengalaman pada
tarung babak awal bahwa betapa alotnya Tio Lian Cu dalam
memainkan ilmu-ilmu Hoa San Pay. Tetapi memang, keadaan
Liok Kong Djie sudah berada pada puncak keletihan, sehingga
pertimbangan-pertimbangan strategis biasanya mulai lewat dan
biasanya sudah tidak lagi dapat menyaringnya. Itulah yang kini
sedang dialami seorang Liok Kong Djie.
Dari sebaliknya memelihara tenaga, Liok Kong Djie justru kembali
memainkan ilmu ilmu variasi yang pernah dia gubah dan ciptakan,
termasuk gubahannya sendiri atas Ilmu Pa Hiat Sin Kong (Ilmu
Sakti Menotok Jalan Darah). Bahkan gilanya, dia lagi
memperhitungkan kondisinya, mendesak Tio Lian Cu dengan
jurus-jurus berat dari ilmu pukulan Jit gwat it sian kun (pukulan
matahari dan rembulan satu garis) yang banyak makan tenaga.
Memang, akibatnya Tio Lian Cu benar terdesak hebat bukan
karena “memberi angin”, tetapi karena memang masih kurang
paham dengan varian jurus baru sisipan Liok Kong Djie itu.
Untungnya, jurus-jurus sisipan dari Koay Ji berupa langkah mujijat
pada bagian pertahanannya, banyak menolongnya hingga
3311
beberapa kali. Dan keadaan inilah yang membuat Liok Kong Djie
bertambah murka karena semestinya dalam perhitungannya dia
sudah memenangkan pertarungan. Tapi, entah bagaimana Tio
Lian Cu bisa meloloskan diri. Dekatnya dia dengan kemenangan,
membuatnya memforsir diri mengejar dan mencecar Tio Lian Cu
guna memaksakan kemenangan secepatnya.
Rasa penasarannya memang bisa dimaklumi. Bagaimana tidak?
Karena ketika dia memainkan dua jurus berangkai, masingmasing
jurus Kimso heng kong (Rantai emas melintangi sungai)
disusul dengan jurus Hui hong lam hay (Angin puyuh yang datang
dari selatan), dia merasa sudah sangat dekat dengan
kemenangan. Tetapi, apa lacur, sebuah gerakan manis dan
sangat tak terduga dari Tio Lian Cu dalam jurus Liang Cie Yauw
(Dua Sayap Bergoyang) mampu membuyarkan satu mimpi
kemenangan yang sudah di depan mata. Dia memang tidak
membayangkan bahwa Tio Lian Cu masih memiliki simpanan
gerakan mujijat yang dia tahu tidak ada dalam khasanah gerak
Hoa San Pay.
Dalam gemas dan gregetannya karena merasa “sudah dekat”
dengan kemenangan tetapi lepas lagi, Liok Kong Djie akhirnya
mengumbar sisa 25 jurus dari ilmu hebat asal Hoa San Pay, yakni
ilmu pukulan Jit gwat it sian kun (pukulan matahari dan rembulan
3312
satu garis). Belum cukup, dia menyelingi dengan kombinasi maut
juga dengan Ilmu Pa Hiat Sin Kong atau ilmu sakti menotok jalan
darah. Belum juga berhasil, dia susul dengan Ilmu Thiat Pi Peh
Chiu (Pukulan Tangan Besi) yang juga sudah gagal dia gunakan
sebelumnya. Tetapi, sekali ini memang terutama berisi semua
varian jurus ciptaannya sehingga mengagetkan Tio Lian Cu. Liok
Kong Djie memang harus diakui sebagai penggemar dan maniak
ilmu silat, dan karenanya dia banyak mencipta jurus dan gerak
baru melengkapi yang sudah ada. Seperti juga saat itu, Tio Lian
Cu benar-benar kaget menemukan betapa Ilmu Hoa San Pay
dapat digubah menjadi demikian berbahaya. Sebagian malah
sangat mematikan, sangat membahayakan dan sering tidak
memperdulikan watak kegagahan. Yang penting bermanfaat
untuk menang, dengan licik dan curang sekalipun. Tetapi, harus
dia akui memang hebat dan membahayakan.
Kembali satu jam lewat, mereka sudah lebih 500 jurus bertarung,
dan Tio Lian Cu sudah paham bahwa tenaga dalam dan fisik Liok
Kong Djie benar-benar sudah amat terkuras. Dan Liok Kong Djie
sendiri menyadarinya, dan mulai was-was karena dia menyadari
iweekangnya mulai tersendat. Tanda bahwa secara fisik
kelelahan mulai memakan kehebatan iweekangnya, sebuah
tanda ketuaan yang amat sulit untuk ditolak siapapun. Sehebat
3313
apapun orangnya. Dan Liok Kong Djie mengetahui bahwa dia
semakin merosot, bahkan merasa bahwa badannya sudah panas,
bahkan awan tipis mulai mengepul di atas kepalanya. “Ini harus
segera diselesaikan, apa boleh buat” desis Liok Kong Djie yang
pada akhirnya berpikir, jika memang harus, apa boleh buat. Harus
dilakukan apapun resikonya. Ya, Liok Kong Djie tidak lagi mampu
melihat ada jalan lain dari kondisinya. Padahal, dia sendiri yang
menciptakan satu keadaan dimana TIDAK ADA JALAN LAIN itu.
Dan yang dia lakukan kemudian adalah memainkan dua buah
ilmu berhawa mistis yang amat hebat. Beberapa ilmu
pendalamannya di sebuah puncak gunung selama beberapa
tahun dan amat jarang digunakan. Ilmu yang hanya dia turunkan
kepada Lui Beng Wan, karena murid lainnya tidak mampu
memenuhi syarat tingkat ilmu yang dikuasai guna diwarisinya
dengan ilmu hebat itu. Dalam keadaan yang dia anggap
berbahaya dan menyangkut nama baik dan keselamatannya,
pada akhirnya Liok Kong Djie pun memulainya. Itulah
keputusannya ketika menyadari bahwa dia sudah tidak memiliki
jalan lain, tidak ada jalan mundur. Maka, apa boleh buat, dia harus
melakukannya, melakukan yang paling akhir.
Pada saat keduanya adu pukulan dan mundur akibat benturan,
maka diapun surut lebih dari 5 langkah ke belakang dan kemudian
3314
menyiapkan dirinya. Dia awalnya merangkap kedua lengan dan
kemudian mengambil posisi ataupun kuda-kuda yang kurang
lazim. Berdiri dengan merangkap kedua belah lengan berbentuk
menyembah di keningnya, dan kemudian menunggu Tio Lian Cu
datang menyerang. Pantangan menggunakan ilmu itu adalah
“memulai”, tetapi ketika diserang, maka dia akan susul menyusul
keluar dengan wibawa yang hebat. Dia memulai dan bersiap
sambil juga memusatkan segenap kekuatan dan konsentrasinya.
Itulah pembukaan dari sejenis ilmu mistis bernama Wu Sin Si Hun
Thay Hoat (Ilmu Pembingung Sukma), yang juga dipadukan
dengan sebuah ilmu mistis lainnya, yakni Ilmu Mie Tjong Sin
Poh(Ilmu langkah sakti penghilang jejak). Kedua ilmu itu
diciptakannya selama 10 tahun dan terus disempurnakannya
menjadi sejenis ilmu sihir. Tetapi Tio Lian Cu sudah merasakan
terlebih dahulu bahwa lawan akan main dengan ilmu mujijat,
karena hatinya berdebar sejenak. Perasaannya yang tajam dan
nalurinya yang terlatih membisikkan sesuatu melihat wibawa dan
sinar mata lawan yang berubah serius dan memiliki pengaruh atas
mental dan emosinya. Tio Lian Cu bukan lagi gadis muda yang
baru turun gunung. Bukan. Dia sudah tertempa hebat selama
beberapa tahun meninggalkan Hoa San Pay, dan dia sudah
mampu menilai seseorang dan potensi yang bakal merugikannya.
3315
“Hmmm, ilmu sihir....” desis Tio Lian Cu menyiapkan diri dan
awalnya heran karena Liok Kong Djie tetap bersikap menunggu
dan tidak menyerangnya. Sepertinya orang tua itu menanti untuk
diserang, dan tidak akan menyerang mendahuluinya. “Hmmm,
jika memang engkau menunggu untuk kuserang, pasti kulakukan,
karena Hoa San Pay akan sangat tercemar jika tidak mampu
mengembalikanmu ke gunung” desis Tio Lian Cu dalam hatinya.
Dia semakin mantap kini. Karena jika tidak, maka Liok Kong Djie
akan memperoleh kesempatan yang cukup untuk menyembuhkan
atau memulihkan semangatnya yang sudah nyaris patah itu. Itu
pertimbangan Tio Lian Cu yang kemudian membuatnya segera
membuka serangan. Tetapi, sebelumnya dia berkata dalam nada
menyanyi dengan syair yang memang sering dia latihkan sejak
berada di Hoa San:
“Angin menerpa, dapatkah melihatnya...... hasrat yang
menggebu-gebu, benar adakah yang dapat menengoknya.....
pulang kemata hatimu, dan lihatlah kedalam, maka semua yang
tak terlihat akan terasa.......”
Kalimat-kalimat bermakna dalam itu disenandungkan dengan
nada suara yang juga bernuansa mitis, dan itu sebenarnya adalah
rangkaian dari ilmu Tot Ing Sam Ciang yang merupakan sejenis
Ilmu Suara dari Kitab Pusaka Hoa San Pay, sejenis Ilmu sihir
3316
melalui suara dan yang sekaligus pemunah Ilmu sihir. Dan benar
saja, sesaat setelah Tio Lian Cu mengkidungkannya, dia
merasakan kembali sekujur tubuhnya terasa segar dan diapun
melangkah maju seperti asal-asalan dan mengembangkan
sebuah jurus bernama Koay hun loan moa (memotong tali kusut
dengan cepat). Keputusan yang tepat, tetapi sekaligun menandai
pertarungan mereka memasuki babakan baru yang lebih
berbahaya.
Liok Kong Djie kaget, karena dia merasa kekuatan mistis dari
pukulan dan ilmunya memperoleh lawan yang setanding. Tetapi
dia masih mencoba dengan jurus Lip coan im yang (memutar balik
gelap menjadi terang), belum yakin dia kalau dia tak mampu
mempengaruhi Tio Lian Cu. Tetapi, sudah datang dengan cepat
sebuah jurus serangan lawan, yakni sebuah jurus Giok tiang hun
po (pentung kemala menembus ombak). Maka serangan itulah
yang mengantarkan keduanya dalam pertarungan yang di luar
sangkaan Liok Kong Djie yang tadinya menyangka Tio Lian Cu
tidak membekal ilmu mistis seperti dirinya saat itu. Ternyata, juga
dia mampu menawarkan serangannya dan kini mereka saling
serang kembali dalam dimensi pertarungan yang sangat berbeda.
Meskipun berbeda, tapi justru pertarungan mereka sekali ini
bersifat menentukan karena ini membutuhkan banyak tenaga
3317
dalam dan emosi. Kondisi yang bagi Liok Kong Djie justru sudah
sangat luruh, sudah sangat terkuras dan sulit untuk dapat kembali
dalam waktu singkat. Padahal, jika dalam keadaan yang normal,
maka dia mesti dapat melakukan secara lebih sempurna dan lebih
berbahaya. Memang, pada saat itu, sebenarnya Tio Lian Cu
sendiri, juga sudah mulai merasa letih dan amat lelah melanjutkan
tarung yang amat hebat itu. Tapi, apa boleh buat. Sebagai tokoh
utama Hoa San Pay, Tio Lian Cu harus mengeraskan hati
menghadapi serangan sesepuh perguruannya yang sudah sesat.
Liok Kong Djie menyambut dengan jurus Tho li ceng jun (dua
saudara berebut rezeki) guna menggebah pergi serangan ringan
Tio Lian Cu. Tetapi, sergapannya atas lengan Tio Lian Cu gagal
karena gerakan tiba-tiba Tio Lian Cu dengan jurus Thian ce keng
hun (mengejutkan arwah di ujung langit). Kaki Tio Lian Cu sudah
digeser satu langkah ke samping, sementara lengannya memukul
dan menyentil pada saat bersamaan, yang mau tidak mau
diantisipasi Liok Kong Djie dengan jurus In liong tam jiau (naga
menjulurkan cakar dari balik awan). Cara Liok Kong Djie
memunahkan semua serangan dan gerakan Tio Lian Cu memang
hebat, keduanya bagai sudah beterbangan kemana-mana dalam
nada dan cara pandang kebanyakan tokoh yang hadir dan berilmu
belum sehebat keduanya.
3318
Pertarungan merekapun semakin panjang, dengan ilmu mujijat
yang makan banyak tenaga ini berlangsung lebih setengah jam
dan dalam jurus pilihan, membuat kedua orang yang bertarung
benar-benar letih. Terutama tentu saja bagi seorang Liok Kong
Djie yang sudah berusia amat lanjut itu. Usia tua sekali lagi tidak
memang bisa berdusta. Maka, ketika pada akhirnya dia terlontar
ke belakang dan terhuyung sampai tiga langkah, wajahnya mulai
memucat, sementara Tio Lian Cu meski juga sama lelah, tetapi
masih jauh lebih baik. Jauh sekali malah. Karena lelah adalah
wajar baginya, tetapi semangatnya masih membuncah, Bukannya
karena dia jauh lebih hebat, karena rasanya selisih mereka tipis
sekali, tetapi karena memang daya tahan kemudaannya melebihi
lawan yang sudah snagat tua, sudah renta dan jelas
menggerogoti dirinya secara tidak sengaja tadi.
“Ini saatnya.....” desis Tio Lian Cu yang melihat Liok Kong Djie
sudah teramat letih dan sudah sangat lelah. Setelah menetapkan
demikian, tiba-tiba dengan kecepatan luar biasa, dia bergerak
menyergap kedepan dalam jurus serangan yang lain dari yang
biasanya. Liok Kong Djie seperti pernah melihatnya, tetapi sudah
lupa lagi. Yang dia ingat waktu itu adalah, bahwa serangan Tio
Lian Cu sangatlah berbahaya: kuat, cepat, dan banyak varian
susulannya yang tak tertebak. Memang benar, itulah jurus Hu
3319
Houw Tio Jang (Harimau Mendekam Menghadap Matahari), satu
jurus pertama dari Hian Bun Sam Ciang yang maha hebat. Tio
Lian Cu menyergap dari bawah ke atas dengan kemungkinan
jurus itu berubah dalam varian yang sulit diterka. Liok Kong Djie
tiba-tiba jadi sadar, dia sedang menghadapi salah satu jurus yang
luar biasa dan dia harus serius.
Sedapat mungkin dia menenangkan diri dan menyambut dengan
penuh kekuatan dalam gerakan Hun Hua Hut Hut (bunga
berhamburan diembus angin), sebuah jurus netral yang juga
banyak perubahan-perubahannya. Antisipasinya memang benar,
juga memang standar, tapi dia tidak tahu kalau pilihannya sudah
diantisipasi oleh lawannya. Terbukti dengan segeranya Tio Lian
Cu merubah pukulan ke jurus yang kedua, yakni jurus Lok Yap
Kui Ken (Daun jatuh kembali keakar). Pilihan “benar” dari Liok
Kong Djie membawanya kedalam satu situasi yang rumit, varian
perubahan jurus lawan bertambah dua kali lipat dan sulit untuk
diterka mana yang bersifat menentukan atas dirinya.
“Celaka.....” desis Liok Kong Djie karena emosinya sudah kurang
stabil, tenaganya sudah merosot, otomatis kecerdasannya
banyak berkurang. Apa boleh buat, diapun akhirnya memilih
gerakan Wan Te Hoan Yun (Angin taufan membuyarkan awan).
Gerakan yang juga dipilih berdasarkan naluri, dan memang tidak
3320
salah dan tidaklah keliru, hanya, jurus ketiga juga sudah
menerjang datang dengan ketidakmampuan dia lagi untuk
menghindar. Tio Lian Cu menerjang dengan jurus Boan Thian Kai
Te (Langit penuh tertutup tanah), dua gerakan awalnya menotok
lengan Liok Kong Djie dan kemudian disusul dengan sebuah
sentilan di pundak kanan Liok Kong Djie. Tapi, yang tidak
disangka Tio Lian Cu, Liok Kong Djie masih sempat membalikkan
lengannya dan mengiriminya satu pukulan kilat. Hal itu terjadi
secara bersamaan dan sungguh di luar dugaan banyak orang:
“Tuk....tuk..... buk ... tuk”
Tidak ada suara kesakitan ataupun tulang yang patah oleh
sentilan itu, tetapi tubuh Liok Kong Djie sudah terdorong jauh ke
belakang dan melayang bagai daun jatuh tanpa bobot normal
manusia lagi. Semua yang melihatnya segera maklum apa yang
sudah terjadi bagi tokoh tua yang maha hebat itu. Tetapi, Tio Lian
Cu juga terdorong sampai tiga langkah ke belakang dan kemudian
segera duduk samadhi karena di bibirnya merembes keluar darah
segar tanpa dapat dia tahan lagi. Pada saat itulah Sie Lan In
masuk ke arena dan sudah langsung memberikan bantuan
tenaga dan memasukkan sesuatu ke mulut Tio Lian Cu. Juga saat
itu Bok Hong Ek, wakil dari Hoa San Pay sudah berada di sisi Tio
Lian Cu menjaga Ciangbudjinnya.
3321
Sementara itu, sebelum tubuh Liok Kong Djie jatuh ke tanah, ada
satu bayangan meloncat memasuki arena dan menangkap
tubuhnya yang ternyata sudah tidak sadarkan diri lagi itu. Tidak
sadarnya Liok Kong Djie adalah akibat kombinasi kelelahan yang
luar biasa, tenaga yang sudah habis, kaget yang tak terkira karena
kalah dan terutama karena tiga totokan hebat yang bersarang di
tubuhnya yang sudah renta itu. Meskipun demikian, dia toch
masih sempat membalas dan melukai Tio Lian Cu dengan luka
yang cukup parah karena sampai muntah darah. Bisalah
dibayangkan sebenarnya sampai dimana kemampuan dan
kesaktian Liok kong Djie sampai pada akhirnya dia kehilangan
kemampuannya akibat totokan yang bersifat menetukan dari Tio
Lian Cu.
“Maafkan, tetapi tugas dan hukum perguruan harus
ditegakkan.....” desis Bok Hong Ek dengan mata muram dan sedih
yang terpancar dari wajahnya. Dia paham atas apa yang terjadi
terhadap Liok Kong Djie yang bagaimanapun juga adalah
sesepuh bagi Hoa San Pay. Setelah tahu bahwa Liok Kong Djie
terluka parah dan besar kemungkinan cacad, dia bergumam
seperti itu dan terdengar oleh Lui Beng Wan yang kemudian
berucap dengan nada sedih:
3322
“Benar, Bok heng suhu sudah memilih jalannya sendiri. Memang
sungguh sangat disayangkan, tetapi sudahlah, dia sudah
menebus dosanya sendiri...” sambil berkata demikian Lui Beng
Wan kemudian membalikkan tubuhnya dan kembali memeriksa
keadaan suhunya, Liok Kong Djie. Setelah itu, diapun berkata
lagi:
“Tugas Tio Ciangbudjin sudah dilakukan dengan sangat baik.
Sebagai murid satu-satunya yang tersisa dari Suhu, ijinkan suatu
saat kudatang mohon pengajaran dari Tio Ciangbudjin di Hoa San
Pay.. jika memang Thian mengijinkan mudah-mudahan Suhu bisa
menyaksikan muridnya yang tersisa berpibu dengan Tio
Ciangbudjin tanpa maksud saling bunuh.......” berkata Lui Beng
Wan, sejenis tantangan, tetapi halus disampaikan olehnya, sesuai
karakternya.
“Kapan saja akan kami tunggu dan pasti ladeni, di Hoa San.....”
jawab Bok Hong Ek dengan suara rawan dan masih sedih juga.
“Karena Suhu minta dikebumikan di dekat Hoa San jika meninggal
kelak, pasti suatu saat akan kutemui di Hoa San Pay....”
3323
“Baik, akan kami tunggu.....” pungkas Bok Hong Ek yang
sebenarnya ingin melihat keadaan Tio Lian Cu yang sudah
ditangani Sie Lan In.
Setelah cakap yang singkat itu, Lui Beng Wan membawa tubuh
Liok Kong Djie yang sudah cacat atau entah sudah meninggal itu
untuk mundur. Tetapi sekarang, dia tidak mundur ke lokasi Bu Tek
Seng Pay, melainkan dia memilih kini pada posisinya sendiri yang
berada di tengah. Jika sebelumnya suhunya datang dan berasal
dari pihak Bu Tek Seng Pay, maka sekarang dia membawanya ke
posisi yang netral setelah terluka. Untuk saat itu, dia bukan di
pihak pendekar tapi juga bukan di pihak Bu Teng Seng Pay. Tapi
tidak ada lagi yang memperhatikan keadaan itu secara teliti,
khususnya dengan posisi Lui Beng Wan. Tetapi, sesaat sebelum
Lui Beng Wan mengangkat dan membawa pergi tubuh Liok Kong
Djie yang sudah tidak berdaya, dia sempat menatap tajam kearah
diri Koay Ji, dan dari tatap matanya seperti ada sesuatu yang
perlu dia ucapkan.
Karena tatapannya itu, Koay Ji jadi memeperhatikan secara teliti
dan penuh tanda tanya akan maksud Lui Beng Wan yang seperti
ingin “mengatakan” sesuatu kepada dirinya. Dan benar saja,
dibawah pandang matanya yang teliti, dia memperhatikan sebuah
gerakan yang sangat samar dan jelas tidak ada yang
3324
memperhatikan yang dilakukan Lui Beng Wan pada saat itu.
Tetapi, Koay Ji yang sudah “dipancing” oleh Lui eng Wan terlebih
dahulu mampu melihat bagaimana “sesuatu” disusupkan Lui
Beng Wan ke balik sebuah benda dimana tubuh Liok Kong Djie
tadinya terbaring. Dan setelah Lui Beng Wan pada akhirnya
mengangkat tubuh letih dan tak berdaya dari Liok Kong Djie, dia
sekali lagi memandang kearah Koay Ji dengan sinar mata seakan
ingin berkata: “Apakah engkau sudah perhatikan dengan
baik....”?. Setelah itu, diapun melayang ke posisi netralnya.
Sementara itu, Sie Lan In masih terus mendampingi Tio Lian Cu
selama beberapa saat sampai kemudian Tio Lian Cu akhirnya
siuman dan kemudian berpindah ke lokasi para pendekar untuk
mengobati dirinya lebih jauh. Sie Lan In sudah langsung
membawa Tio Lian Cu, Ciangbudjin Hoa San Pay ke tempat yang
lebih aman dan lega untuk melanjutkan proses penyembuhannya.
Dia terus didampingi Bok Hong Ek yang terlihat selalu gelisah
menunggu kabar terakhir keadaan dan kesehatan dari
Ciangbudjin mereka. Setelah akhirnya Tio Lian Cu beristirahat
dan Sie Lan In juga akhirnya menjelaskan bahwa keadaan Tio
Lian Cu sudah tidak apa-apa, barulah dia merasa lega dan
senang kembali.
3325
“Sungguh pertarungan yang melelahkan, sungguh luar biasa,
hingga bisa lebih dari tujuh jam baru bisa dituntaskan. Tapi
syukurlah Tio Ciangbudjin menang meskipun dia juga terluka
cukup parah, ” desis Tek Ui Sinkay atau Bengcu yang baru sadar
bahwa satu pertarungan besar dan megah baru saja tuntas
dengan kemenangan kembali berpihak kepada para pendekar.
Sungguh sayang memang, karena Tio Lian Cu terluka cukup
parah dalam tarung itu. Tetapi, diatas semuanya, seorang lagi
tokoh besar lawan dapat ditaklukkan dan dihukum.
“Hmmm, sebentar lagi dia akan pulih kembali suheng, tidak perlu
terlampau kita risaukan keadaannya. Obatnya sudah kutitipkan
kepada Sie Suci....” desis Koay Ji yang membuat Tek Ui Sinkay
menjadi lebih tenang lagi. Seperti biasa, dia sangat mempercayai
perkataan sutenya yang paling muda ini, karena memang
keadaan dan kemampuannya yang luar biasa.
“Hmmmm, kelihatannya pertarungan harus dilanjutkan besok hari,
pertarungan yang terakhir benar-benar memakan waktu panjang,
padahal hari sudah mulai gelap dan sulit melanjutkan pertarungan
pada babak selanjutnya.....” berkata Tek Ui Sinkay sambil
memandang wajah Koay Ji dan kawan-kawan yang paling dekat
dengannya saat itu. Koay Ji hanya mengangguk, juga yang
lainnya.
3326
“Terserah pertimbangan Bengcu....” terdengar suara Kim Jie
Sinkay yang juga sejak tadi berada dekat dengan mereka
menyaksikan pertarungan yang baru saja terjadi dengan sangat
seru dan luar biasa itu. Selain Kim Jie Sinkay, tokoh-tokoh lain
juga pada mengiyakan, agar pertarungan dilanjutkan besoknya.
Dan itulah yang pada akhirnya menjadi keputusan mereka dan
disampaikan langsung oleh Tek Ui Sinkay kepada pihak lawan,
Bu Tek Seng Pay.
“Hmmmm, baiklah, biarlah kami berikan kalian istirahat semalam
lagi agar besok bisa berusaha dengan kemampuan terbaik......”
berkata Tek Ui Sinkay dengan suara keras dan disengaja agar
didengarkan oleh pihak lawan yang memang juga sama sedang
atau mengharap agar tarung dilanjutkan besok.
Sementara semua orang mulai beranjak ke tempat yang lebih
hangat dan aman, Koay Ji dalam kepenasarannya justru
mendatangi arena pertarungan sendirian saja. Dan benar saja,
tidak lama dia menemukan sesuatu yang ditinggalkan oleh Lui
Beng Wan disana. Sesuatu yang tidak mencolok mata dan agak
sulit untuk ditemukan. Jika Koay Ji menemukan apa yang dia
tinggalkan, itu semata karena memang dia menunjukkannya
dengan isyarat mata belaka. Tetapi, masalahnya, Koay Ji tidak
boleh membahayakan keadaan Lui Beng Wan saat itu, dan dia
3327
harus berusaha secermat mungkin agar tidak dicurigai pihak
lawan. Karena itu, setelah mengetahui “sesuatu” yang dia cari dan
ditemukan, maka akhirnya diapun mulai bertingkah seakan-akan
“mencari sesuatu”. Dan setelah sekian lama, pada akhirnya
memilih duduk bersamadhi di tempat dimana dia tahu benar Lui
Beng Wan menitip sesuatu kepadanya. Satu pilihan yang cerdik,
karena selama beberapa saat, dia diam dan melakukan samadhi,
sementara lengannya perlahan mengambi titipan dari Lui Beng
Wan yang ternyata adalah potongan jubahn Lui Beng Wan.
Setelah melakukan samadhi bohong-bohongan dan selesai
dengan misinya, Koay Ji pura-pura memandangi lokasi air terjun
yang berjarak seratus meteran dari posisi dia pada saat itu. Dia
meneliti banyak sudut disana, menghitung jarak dari pihak lawan
yang cukup jauh dan juga menghitung semua sudut termasuk
sudut pihak pendekar. Dan setelah itu, diapun berlalu. Tindaktanduknya
tentu saja menarik minat dan perhatian kedua belah
pihak, karena tidak ada yang paham dan tahu apa yang dilakukan
Koay Ji barusan. Sementara Tek Ui Sinkay yang dilapori apa yang
baru saja dikerjakan Koay Ji terlihat diam dan tenang, karena dia
sangat mengenal sute termuda itu. “Toch sebentar lagi dia akan
datang.....” pikirnya, dan memang dia benar menduga apa yang
akan dilakukan siauw sutenya.
3328
Tidak menunggu terlampau lama, kurang dari satu jam, Koay Ji
sudah datang untuk menemuinya dan membicarakan sesuatu.
Dan melihat keadaan sang sute yang mata dan pikirannya
terpusat, maka Tek Ui Sinkay sudah paham bahwa yang akan dia
katakan adalah sesuatu yang cukup penting. Jika tidak penting,
maka Koay Ji akan langsung menyapa dan bercakap-cakap
dengannya, sementara saat itu, sang sute masih terdiam dan
seperti sedang berpikir sesuatu yang sangat penting. Koay Ji
memang terlihat seperti sedang berusaha menemukan kata-kata
dan kalimat yang tepat untuk disampaikan kepada Tek Ui Sinkay.
Dan seperti biasanya, maka dialah yang harus memulai
percakapan itu;
“Ada apa siauw sute..? engkau temukan sesuatu yang penting di
arena tadi..”? tanya Tek Ui Sinkay setelah beberapa saat
memperhatikan dan melihat keadaan Koay Ji yang seperti
memikiran sesuatu yang penting.
“Benar sam suheng,,,,, mereka sudah menemukannya..” desis
Koay Ji lirih dan yang ini jelas berita mengejutkan. Tek Ui Sinkay
cepat memahami apa yang dimaksud oleh Koay Ji dengan “sudah
menemukannya”.
“Maksudmu, mereka sudah....”?
3329
“Benar sam suheng, mereka telah menemukannya....” potong
Koay Ji sebelum Tek Ui Sinkay meninggi suaranya dan
memancing perhatian banyak orang. Tetapi kali ini dengan ilmu
menyampaikan suara.
“Darimana engkau tahu....”? Tek Ui Sinkay sadar dan
menurunkan voume suaranya, terutama setelah perkataannya
dipotong secara lirih dengan tekanan khusus dan khas dari sang
sute itu melalui ilmu khusus pula.
“Lui Beng Wan memberitahuku, dan suara suheng agar diatur
guna tidak membuat lawan melacaknya. Ingat, mereka memiliki
dua orang tokoh mujijat disana yang dapat melacak semua
percakapan kita......” Koay Ji mengingatkan Tek Ui Sinkay untuk
menjaga tindak tanduk, karena benar ada Yap Jeng Cie dan
Rajmid Singh yang sakti digdaya di pihak lawan.
“Baiklah, baiklah, engkau benar. Tetapi, informasi apa yang
disampaikan Lui Beng Wan kepadamu sute...”? bertanya Tek Ui
Sinkay yang sepertinya Koay Ji mendapat kesan, sang suheng
sudah dilapori orang.
“Mereka sudah menemukan jalan rahasia, dan malam ini mereka
akan bertindak. Siang tadi mereka sudah mengeksekusi banyak
3330
orang yang sudah tidak berguna, dan ada gerakan lain yang juga
aneh di pihak mereka....... tetapi rinciannya Lui Beng Wan sendiri
masihy kurang paham. Yang paling penting, mereka, tokoh
puncak Bu Tek Seng Pay akan segera bergerak untuk meloloskan
diri.... dalam perhitungannya dan juga sesuai dengan apa yang
kupikirkan, mereka akan melakukannya malam ini juga. Karena
itu, tiada satupun pihak mereka yang menunjukkan diri pada
tarung hari ini sejak pagi hari” jelas Koay Ji dengan mata masih
menerawang dan pastilah sedang berpikir keras.
“Hmmm, engkau tahu cara mengatasinya bukan....”? tanya Tek Ui
Sinkay paham jika Koay Ji pasti sudah memikirkan solusinya. Jika
memang belum, tidaklah akan sutenya datang bercakap
dengannya.
“Apa boleh buat, malam ini kami kembali akan berjaga di dekat air
terjun tersebut. Tadi malam sudah dan barusan juga sempat
kuselidiki, jalan masuk ke bawah harus atau jalan satu-satunya
adalah melalui tempat dimana kami berlatih dan beristirahat sejak
tadi malam. Oleh karenanya, malam ini kami kembali akan
beristirahat di sekitar tempat itu, dan sekaligus menjaga akses
mereka untuk masuk balik air terjun dan menemukan jalan
rahasianya. Hanya, bagaimanapun kita semuanya mestilah
mempersiapkan diri menghadapi mereka semua, meski sudah
3331
banyak yang jatuh. Kita mengantisipasi dan menghadapi upaya
mereka untuk menemukan jalan keluar itu, maupun keamanan
para pendekar di dekat jalan keluar milik kita ini.......” berkata Koay
Ji sambil menatap suhengnya
“Hmmmm, baiklah. Jika demikian, sebaiknya engkau persiapkan
segera sute, biar kami menyesuaikan dengan rencana yang
sudah engkau susun..” ujar Tek Ui Sinkay untuk memberi
keleluasaan bagi Koay Ji yang terlihat tetap merenung dan
mencari jalan menghadapi perkembangan terakhir.
“Suheng harus tetap berada disini bersama Kim Jie Sinkay dan
para Locianpwee dari Khong Sim Kaypang, juga Chit Suheng
serta yang lain. Biarkan kami dengan rombongan kecil semalam
untuk berada disana, termasuk Khong sute. Tetapi, Bu
Locianpwee dan Mindra akan berada di dekat kami dan akan ikut
berjaga, karena bukan tidak mungkin mereka menggunakan
banyak kekuatan guna menyergap kami disana, termasuk
menggunakan kekuatan ilmu sihir oleh Rajmid Singh. Jika benar
target mereka sudah mereka identifikasi, maka apapun kekuatan
dan kehebatan mereka pasti akan dikeluarkan .....”
“Benar-benarkah mereka akan memiliki kemampuan untuk
menyergap tanpa engkau tahu terlebih dahulu sute...”?
3332
“Ach, bukan begitu suheng, buat sekedar berjaga-jaga....”
“Hmmm, biar kutugaskan Kim Jie Sinkay dan Chit Sute untuk ikut
mengawasimu disana sute, rasanya mereka cukup mampu.....”
“Baik suheng, tetapi buat jangan menyolok agar mereka tidak
bersiaga dan paham bahwa kita tahu apa yang akan mereka
lakukan.....”
“Baik, kita tetapkan demikian......”
“Tetapi, harap diingat suheng, tempat kita beristirahat dan jalan
rahasia darimana kita turun ke lembah, harus dijaga dengan ketat.
Tempatkan Barisan Pengemis Pengejar Anjing disana untuk
keamanannya, dan sedapat mungkin tokoh-tokoh Khong Sim
Kaypang menjaganya......”
“Sudah tentu, karena selama ini kita tidak melepaskan penjagaan
atas area tersebut sute, bahkan juga jalan keluar yang mereka
gunakan masuk atau turun ke lembah ini selalu berada dalam
pengawasan kita....”
“Baik jika demikian suheng....”
3333
Malam semakin gelap, tetapi Koay Ji seperti malam sebelumnya
berada di dekat dengan air terjun dan bercakap dengan Sie Lan
In, Khong Yan, Kwa Siang, Siauw Hong. Tetapi Tio Lian Cu masih
dalam proses pengobatan lewat samadhi meski dia sebenarnya
sudah sembuh kembali. Tetapi memang saat itu, dia lebih
berusaha guna memulihkan semangatnya belaka, karena lukanya
sesungguhnya sudah sembuh seperti sediakala. Dan pada saat
itu, Tio Lian Cu terus saja dijagai oleh Bok Hong Ek, tokoh asal
Hoa San Pay, yang merasa menjadi pelindung Ciangbudjinnya.
Bukan hanya merasa, tetapi memang kepadanya dititipkan pesan
seperti itu oleh semua tokoh Hoa San Pay yang berada di atas
tebing. Sementara itu, percakapan mereka yang berada di dekat
air terjun, jelas ringan dan lebih banyak bercanda satu dengan
yang lainnya. Sama belaka dengan seharis sebelumnya, tidak
ada yang beda pada dasarnya. Koay Ji memang tidak atau belum
memberitahu mereka apa yang akan terjadi malam itu, dan apa
maksud mereka untuk berjaga atau bercengkerama di udara yang
terbuka.
Hanya saja, sejak sejam mereka bercanda disitu, naluri dan indra
keenam Koay Ji sudah mulai terbangun dan mencium adanya
gerakan tersembunyi. Karena itu, beda dengan malam
sebelumnya, Koay Ji tidak banyak bercakap, tidak banyak
3334
bercanda, adalah Siauw Hong yang terus menerus mendominasi
percakapan mereka. Gadis cantik itu yang mengendalikan kisah,
cerita dan percakapan mereka, dengan Kwa Siang yang lebih
banyak berdiam diri dan mengiyakan saja apa perkataan Siauw
Hong. Sementara Sie Lan In sendiri lebih banyak tertawa dan
mengikuti alur kisah Siauw Hong, sedikit merasa heran atas diri
Koay Ji yang banyak berdiam diri. Juga Khong Yan yang pendiam,
terus berdiam diri.
Dengan gaya khasnya Siauw Hong menyegarkan percakapan
mereka, tetapi tetap saja terasa aneh karena Koay Ji tidak banyak
menimpali, bahkan untuk tertawapun terasa agak pelit. Keadaan
yang tentu saja lama-kelamaan membuat Siauw Hong sendiripun
menjadi curiga dan merasa aneh hingga kisah dan dominasi
berceritanya mulai berkurang. Pada saat itulah Koay Ji sadar
bahwa akan menjadi aneh jika tidak seramai dan semeriah seperti
suasana malam yang sebelumnya. Maka diapun kemudian
berkata dengan suara lirih:
“Kenapa kisahmu sudah berkurang ramainya Hong moi? Apakah
engkau sudah mulai mengantuk...”? sambil berkata demikian,
Koay Ji memberi isyarat agar Siauw Hong terus bercerita, dan dia
menulis perintah itu di atas tanah dan diikuti oleh mata Sie Lan In,
Khong Yan dan Siauw Hong. Dia menulis.....
3335
“Terus bercerita seperti biasa, lawan akan bergerak malam ini,
jangan membuat mereka curiga. Hong moi, teruslah bercerita.....”
Karena perintah tertulis di atas tanah barusan, maka Siauw Hong
akhirnya terus saja dalam aksinya, bercerita-bercerita dan
bercerita. Terus bercerita. Sie Lan In juga membantunya dengan
sesekali bertanya apa saja yang perlu dia tanyakan, Khong Yan
yang rada pendiam sulit ikut ramai bicara, sementara Kwa Siang
tentu saja menjadi pendengar yang setia. Sedang Koay Ji juga
hanya sesekali belaka dapat ikut menimpali agar tidak
mendatangkan kecurigaan lawan. Meski tidak semeriah tadi
malam, tetapi cukuplah mengelaui pihak lawan. Itu yang berada
dalam pikiran Koay Ji dan terus mengikuti percakapan yang
didominasi oleh Siauw Hong yang memang pandai mengangkat
topik percakapan.
“Enci Sie, Khong koko, tahukah engkau jika di dekat Lembah
Cemara sana, terdapat sebuah kuil dengan pemandangan yang
sangat indahnya? Kita bahkan akan dapat memandang sampai
kejauhan, sambil menikmati pucuk-pucuk pepohonan dan juga
desa-desa di kejauhan. Yang lebih penting lagi, kita bakalan bisa
mendengarkan lagu dan kicauan burung yang sungguh sangat
alami... suasanya sungguh sangat indahnya, sangat tenang dan
3336
benar-benar mendatangkan rasa damai yang sulit untuk dapat
dikatakan dan digambarkan.....”
“Ach, benarkah ada tempat seindah itu Hong moi? Atau janganjangan
hanya kisah rekaanmu saja sehingga membuat kami
berkeinginan mengantarmu ke sana untuk pulang”? ledek Sie Lan
In agar Siauw Hong terus berkicau.
“Ach enci, engkau salah sangka. Boleh engkau tanyakan kepada
Hoan koko dan juga kedua Hoan cici, karena kami semua pasti
pernah mendatangi tempat yang luar biasa indah itu. Konon, ini
menurut kisah para leluhur, kuil yang sudah tidak terurus itu,
adalah tempat tinggal seorang tokoh saleh yang amat sakti pada
masa lalu. Dia membuat kuil tersebut sebagai peringatan akan
kekasihnya yang meninggal dalam sebuah pertarungan.
Karenanya, bertahun-tahun dia mencari lokasi yang tepat, dan
akhirnya menemukan sebuah tempat yang mencocoki hatinya
dan kemudian diapun menguburkan kekasihnya dekat situ, dan
membangun kuil sebagai peringatan akan kekasihnya itu. Di
ketinggian itulah dia kemudian menghabiskan hidupnya sampai
ajal datang menjemputnya..... dia tetap setia berada disitu dan
kemudian malahan dia memakamkan dirinya sendiri bersama
sang kekasih......” terang Siauw Hong dengan gaya khasnya dan
3337
menarik perhatian kawan-kawannya. Kelihatannya kisah Siauw
Hong adalah kisah nyata.
“Ach, sehebat itu kisah dan latar belakang kuil yang engkau
kisahkan... jika memang benar demikian, maka layak kita
kunjungi.....” berkata Sie Lan In sedikit tergerak hatinya untuk
mendatangi tempat yang digambarkan Siauw Hong.
“Memang demikian kisahnya enci, menurut leluhur dan tua-tua di
Lembah Cemara sana. Dan cerita itu selalu diwariskan dari
generasi ke generasi berikutnya lagi, meskipun sayangnya, kuil
itu sekarang jadi terlarang bagi generasi muda Lembah Cemara,
terutama yang angkatan-angkatan terkini. Kecuali bagi keluarga
dekat Pemimpin Lembah Cemara, bisa bebas datang dan pergi,
meskipun tidak boleh lebih dari 2 kali dalam setahun.....”
Begitulah, dengan lihaynya Siauw Hong membuka kisah dan
cerita. Entah darimana dia memungut kisah dan cerita lainnya,
yang pasti dengan “dikipasi” Sie Lan In dan juga sesekali Koay Ji,
maka lancarlah dia mendominasi percakapan malam itu. Dan
tidaklah terasa malam semakin jauh, semakin larut. Dan beberapa
waktu saat terakhir, Koay Ji sudah sudah tenggelam dalam
samadhi dan terlihat sangat serius. Kelihatannya dia mulai
menemukan sesuatu, sebuah gerakan dari pihak lawan dan
3338
karenanya dia mulai melakukan samadhi. Sie Lan In sudah
maklum dan paham akan keadaan kekasihnya itu, dan karenanya
tugasnya tetap mendampingi Siauw Hong untuk berceloteh
supaya pihak lawan tidak mencium upaya lain dari mereka dan
menjadi curiga dengan posisi mereka malam itu.
Apa gerangan yang terjadi? Koay Ji yang mendapatkan pesan
rahasia dari Lui Beng Wan yang memberitahunya bahwa lawan
sudah menemukan “jalan rahasia”, sudah menjadi sangat awas.
Dia paham, lawan akan memaksa masuk ke area yang dia jaga
pada saat itu. Bukan apa-apa, karena memang itulah satusatunya
jalan keluar, dan tempat mereka adalah satu-satunya
akses menuju ke air terjun. Jika pihak lawan berkeras keluar dari
lembah melalui jalan masuk mereka sebelumnya, sudah tidak
mungkin. Karena mereka sudah menghancurkan sendiri jalan
rahasia yang dimaksud itu, dan karenanya mereka hanya memiliki
dua jalan, yakni berusaha menggunakan jalan yang dimasuki
pihak pendekar, tetapi mereka kurang tahu jalan dan juga
rahasianya atau menemukan jalan rahasia yang lain. Dan, pada
sata itu, maka, hanya ada satu jalan bagi mereka.
“Akankah mereka menerobos malam ini.....” pikir Koay Ji dalam
hati. Tetapi, dia yang menjawab sendiri: “pasti”. Tanda-tandanya
sudah dia dapatkan sejak sangat awal, yakni pergerakan yang
3339
sunyi dari pihak lawan dengan menggunakan kekuatan mujijat.
Dan naluri serta kekuatan batinnya yang sudah cukup tinggi
mengingatkan bahwa ada gerakan-gerakan lawan yang sungguh
tidak biasa. Entah apa, dan dia ingin paham dan ingin tahu apa
yang mereka lakukan. Dan untuk menerka dan menebaknya, dia
mesti melakukan sesuatu.
Tengah malam. Siauw Hong sudah berhenti berkicau, dan
sekarang sudah sedang samadhi dan sambil berlatih, sama
dengan Sie Lan In dan juga Khong Yan. Ada Bun Kwa Siang yang
seperti biasanya bertindak sebagai penjaga yang bertugas untuk
melindungi mereka berempat. Dan seperti penjaga ulung lainnya,
dia tetap terjaga dan amat siap melindungi Siauw Hong dan Sie
Lan In, juga ada Koay Ji dan Khong Yan disana. Pendeknya,
siapapun yang harus dilindungi dengan perintah Koay Ji, maka
dia wajib untuk melindunginya, meski dengan tidak tidur
sekalipun. Kwa Siang siap dan sanggup melakukannya, karena
fisiknya memang rada aneh dan tidaklah mirip manusia biasa
lainnya.
Tapi, dalam situasi dan suasana yang seperti itulah Koay Ji
menyadari bahwa lawan sedang mendekat. Ada 3 langkah
manusia yang sangat ringan, berhati-hati sedang datang
mendekati lokasi mereka, dan Koay Ji paham siapa mereka, dan
3340
juga paham apa maksud mereka. Toch tidak perlu menyimpan
sesuatu karena kelihatannya kakek yang mereka tahan di
penjara, pemimpin Pek Lian Pay sebelumnya sudah bicara dan
mungkin saat itu sudah tewas dibunuh lawan. Koay Ji
menyayangkan nasib kakek itu yang sungguh mengenaskan, dan
karenanya berniat menolongnya beberapa saat yang lalu. Tapi,
sayang sekali dia terlambat dan melihat kenyataan betapa kakek
itu jatuh ke tangan kawanan Bu Tek Seng Pay dengan nasib yang
pasti sangatlah pedih dan memilukan. Maka, Koay Ji kemudian
menunggu ketiga lawan itu datang semakin mendekat, dan
mereka bergerak perlahan mendatanginya. Pada jarak yang dia
rasa sudah cukup, maka Koay Ji kemudian menyambut dengan
suara lirih yang disampaikan kepada mereka:
“Apakah kalian benar tidak sabar menunggu sampai besok hari
saja....”? suara yang penuh wibawa dari Koay Ji, namun
melayang dan mengaung di udara. Kelihatannya, tidak terlampau
mengagetkan ketiga lawannya, tetapi sesungguhnya
mengejutkan langkah mereka. Karena jika sampai maksud
mereka ketahuan lawan, maka benar sangat berbahaya, dan bisa
menggagalkan niat mereka tentu saja. Tanpa mereka tahu, niat
mereka memang sudah terbaca oleh Koay Ji sejak siang tadi dan
karena itu dia berjaga dengan waspada di tempat itu.
3341
“Hmmm, kutahu engkau sedang menunggu kami meski
menyamarkannya melalui percakapan anak gadis itu..... Jika
engkau sudah tahu kedatangan kami, baguslah, berarti engkau
paham bahwa kami sendiripun berhak untuk berada di sekitar
tempat ini.....” Bu Tek Seng Ong sudah tampil kedepan dan dia
yang meladeni Koay Ji guna berbicara dan berdebat.
“Benarkah memang demikian....? sungguh sayang sekali,
penawaran yang baik dari kami kalian hadapi dengan cara-cara
yang licik. Dan, karenanya biarlah kutegaskan pada saat ini,
bahwa kalian bertiga adalah tokoh yang paling tidak dapat
kulepaskan pergi dari sini. Kalian boleh berusaha semampu kalian
bertiga......” dingin, tegas dan penuh wibawah suara yang
dikeluarkan Koay Ji. Ketiga lawannya tentu saja tahu makna
perkataan Koay Ji yang terakhir.
“Apa engkau mampu....”? tanya Bu Tek Seng Ong dengan
menjengek, meskipun dia sendiri kurang yakin dengan kalimat
yang dikeluarkannya. Karena dia sadar, jikalau lawan
mengeroyok mereka, maka kemungkinan mereka selamat
sangatlah sedikit dan peluang mereka kecil.
“Pertanyaannya harus dibalik Seng Ong,,,,, apakah kalian
mampu....”? balik Koay Ji dengan tetap dalam posisi samadhi,
3342
sementara ketiga lawannya sudah berdiri kurang dari 10 meter di
samping kanannya. Jarak yang kemudian mereka pelihara karena
melihat di samping Koay Ji ada orang lain, dan mereka sudah
bersiap dan berjaga di samping posisi Koay Ji yang masih terus
dalam posisi seperti orang yang sedang melakuka samadhi.
“Istirahat bukannya dimanfaatkan melakukan persiapan buat hari
akhir kalian besok, justru dimanfaatkan untuk berusaha melarikan
diri. Sesungguhnya, sikap pengecut yang amat memalukan, dan
sekaligus sudah menghapus habis semua perasaan hormat kami
terhadap kalian bertiga yang masih tersisa..... apa boleh buat,
malam ini juga kalian harus dihentikan, dengan cara apapun......”
tambah Koay Ji lagi sebelum Bu Tek Seng Ong kembali berkatakata.
Kata-lata Koay Ji yang tajam membuat mulut Bu Tek Seng
Ong tertutup sejenak. Bukan hanya dia, tetapi kedua orang yang
menyertainya, kedua tokoh tua yang maha hebat yang belum
turun tangan di arena pertempuran menentukan nasib Bu Tek
Seng Pay, juga terhenyak. Tentu saja merekapun kaget.
“Hmmmm sombong sekali, apa engkau kira kami tidak mampu
menghabisimu anak muda....”? sekali ini kakek sakti lawannya
yang kemaren dan membuatnya terluka parah sudah ikut angkat
suara. Tidak terlihat mulutnya bergerak, tetapi suara yang
mengaung itu jelas darinya.
3343
“Apakah kakek bekas pemimpin Pek Lian Pay sudah kalian
bunuh.....”? bukannya menjawab, Koay Ji justru bertanya balik
untuk memberitahu pihak lawan, bahwa apa yang menjadi niat
dan target mereka mendekati air terjun, sudah terbaca oleh Koay
Ji. Dan memang, pertanyaan Koay Ji tersebut membuat ketiga
orang yang datang bersama itu jadi saling lirik satu dengan yang
lain. Terlihat lirikan “apa boleh buat” dari mereka, dan kemudian
saling mengangguk. Koay Ji mengetahui hal itu, karena itu diapun
kembali berkata:
“Niat kalian sudah terbaca sejak awal, jangan dikira kami tidak
membaca dan tidak bersiap menghadapi kelicikan kalian.....
hahahahaha.... majulah jika memang benar kalian sudah berniat
untuk memaksakan dengan kekerasan.... dan biarlah rembulan
malam ini menjadi saksi dari akhir semua kejahatan kalian”
sungguh keras sekaligus tanpa tedeng aling-aling, dan membuat
wajah ketiga orang yang mengendap guna mendekati mereka
berubah. Untung malam menyamarkan warna-wajah yang sudah
berubah menjadi sangat tidak sedap dipandang itu.
“Hmmmm, tidak ada cara lain, kita harus membuka jalan darah..”
desis Bu Tek Seng Ong lirih dan diiyakan oleh kedua kawan
disampingnya. Pertempuran besar seperti akan terjadi. Segera.
3344
“Silahkan, karena kami sudah bersiap... bahkan yang kalian
caripun sudah kami jaga dan tidak mudah kalian masuki...” beber
Koay Ji sedikit berdusta sehingga membuat ketiga lawannya
terhenyak kaget. Lebih kaget karena pada saat bersamaan, Sie
Lan In, Khong Yan, Siauw Hong dan Kwa Siang yang sejak tadi
sudah berdiri tepat di belakang dan samping Koay Ji terlihat sudah
bersiap menyambut serangan mereka bertiga yang datang
dengan cara menggelap.
Sementara itu, sambil berkata-kata, Koay Ji sebenarnya sejak tadi
sudah mengirim isyarat dan perintah kepada semua kawankawannya:
“Sie Suci, lawanmu adalah Bu Tek Seng Ong. Jangan khawatir,
Sie Suci tidak akan kalah lagi melawannya...... karena tingkat
kalian sudah berimbang. Kwa Siang, dan engkau Siauw Hong,
lawan kalian adalah si manusia tidak genah dari Thian Tok yang
amat berbahaya itu, Siauw Hong hanya berjaga-jaga dan Kwa
Siang yang akan maju menggedornya. Khong sute, tugasmu
memastikan tidak ada lawan lain yang tersembunyi dan akan
merusak strategi kita malam ini.... dan Mindra, tawarkan semua
serangan sihir manusia itu. Ingat, mereka tidak akan segan
bermain curang dan karenanya selalulah kita bersiaga.....”
3345
Itulah strategi Koay Ji setelah Lui Beng Wan memberitahunya
rencana Bu Tek Seng Ong, dan telah bersiap dengan kekuatan
yang lebih dari cukup namun tidak cukup mencolok mata lawan.
Benar, ketiga lawan mereka sudah “galau” karena jalan untuk
keluar dari tebing tinggal satu-satunya dan malam itu, mereka
berkeras menemukan setelaha mengkompres kakek tua bekas
pemimpin Pek Lian Pay. Mereka sadar, jika langkah mereka
mudah ketahuan lawan, tetapi memang tidak ada lagi cara yang
lain selain menggunakan kekerasan. Terlebih dahulu mereka
ingin menyusup, tetapi amat disayangkan, karena Koay Ji entah
mengapa selalu memilih untuk beristirahat dekat dengan lokasi
yang mereka tahu ada jalan keluarnya. Malam itu, mereka
memutuskan, apa boleh buat, mereka harus berusaha untuk
mencobanya meski resikonya sudah mereka hitung.
Repotnya lagi, mereka sudah mengamati sejak seharian, bahwa
tidak ada jalan lain guna pergi ke balik air terjun selain melewati
tempat strategis yang dikuasai oleh Koay Ji dan kawankawannya.
Entah sengaja atau tidak, sejak semalam, Koay Ji dan
kawan-kawannya memilih tempat strategis itu dan beristirahat
sambil berlatih di daerah tersebut. Bolak-balik mereka berpikir
sejak hari mulai gelap, tetapi tetap saja tidak ada cara dan jalan
3346
lain, dan menjelang tengah malam, merekapun akhirnya
memutuskan menempuh jalan kekerasan.
Sayang sekali, upaya mereka menyergap Koay Ji dan kawankawan
kembali gagal. Karena Koay Ji ternyata sudah tahu
rencana mereka dan sudah menunggu mereka, membuat mereka
kembali kalah selangkah. Melihat kesiapan lawan, merekapun
sadar bahwa meninggalkan tempat itu sungguh sulit kecuali
melakukan perlawanan dengan menggunakan segenap kekuatan
mereka. Dan, itupun sudah mereka atur dan persiapkan, karena
masih ada hal lain yang mereka jadikan sebagai sandaran guna
strategi terakhir. Apakah itu.....?
“Pek Bin, serang mereka....” terdengar perintah pada akhirnya
turun, dan bersamaan dengan itu, Pek Bin Hwesio munculkan diri
bersama anak buahnya yang berjumlah 7 orang. Dan begitu
muncul, merekapun langsung menerjang ke arah Koay Ji dan
kawan-kawannya, menyerang secara langsung. Kelihatannya ke
tujuh anak buah Pek Bin Hwesio memang disiapkan sejak awal
untuk serangan seperti saat itu. Tapi sayang sudah diantisipasi
lawan.
Tetapi, Koay Ji tentu saja tidak panik. Otaknya yang tajam dan
cerdik sudah dengan cepat tahu apa yang akan dilakukan lawan
3347
di tengah keributan yang akan segera ditimbulkan oleh orangorang
Pek Lian Pay. Cepat dia berbisik cepat kepada semua
teman-temannya dengan suara lirih:
“Sie Suci, jangan bergerak, tugasmu untuk selalu mengawasi Bu
Tek Seng Ong, dan engkau Siauw Hong, jangan maju berkelahi
melawan orang-orang yang sengaja mereka lepas untuk
menbingungkan kita. Tugasmu saat ini adalah mengarahkan Kwa
Siang untuk menghadapi si manusia sihir dari Thian Tok itu.....
mereka akan menggunakan keributan dan kerepotan kita untuk
menemukan dan kemudian melarikan diri lewat jalan rahasia
itu.....” cepat jalan pikirannya bekerja dan dia cepat memberi
perintah kepada kawan-kawannya.
Tetapi, di mulut dengan keras dia memerintah:
“Khong Yan, tugasmu menghadapi dan menghukum mereka
semua. Merekalah salah satu biang penyakit selama ini.....”
“Baik Suheng,,,,,”
Tanpa banyak bicara Khong Yan sudah maju menyambut
serangan Pek Bin Hwesio dan ketujuh anak muridnya. Pek Bin
Hwesio yang menjadi salah satu tokoh yang masih belum maju
dalam pertarungan di arena selama 2 hari, menemui Khong Yan
3348
dan segera tahu betapa dahsyatnya lawan muda itu. Dalam waktu
singkat, dia tahu bahwa sulit baginya melawan Khong Yan, dan
menjadi lebih sulit lagi serta mengkal hatinya ketika Koay Ji
berkata kepada Bu Tek Seng Ong saat pertarungan mereka mulai
terjadi di arena khusus:
“Hmmmm, apakah engkau mengira kami akan terganggu dengan
majunya Pek Bin Hwesio yang ingin kalian korbankan itu?
bukankah memanfaatkan serbuan mereka dan kalian akan
menerobos masuk untuk menemukan jalan rahasia dan berlalu
dari sini? Hahahaha, Pek Bin Hwesio masih belum sadarkah
bahwa engkau akan mereka korbankan untuk mencari jalan
rahasia.....? benar-benar kutukan bagi dirimu yang mengkhianati
sesepuh partainya. Engkau tidak akan selamat, tetapi kalian juga
tidak akan kemana-mana Seng Ong. Tidak akan ada jalan ringan
buat terror kalian selama beberapa waktu belakangan ini. Dan
juga untuk suhumu, HONG TIN KIE (Cendekiawan Serba Bisa),
Yap Jeng Cie. Setelah dahulu membuat Pek Kut Lojin menjadi
bonekamu dengan mengacau Rimba Persilatan Tionggoan dan
kini engkau melakukan hal yang sama terhadap muridmu yag lain.
Kutegaskan kepadamu, sehebat apapun engkau, tetapi tidak
akan pernah lagi engkau meninggalkan tempat ini......” hebat,
tegas dan jelas kata-kata Koay Ji. Bukan hanya mengagetkan Bu
3349
Tek Seng Ong, tetapi juga membuat Pek Bin Hwesio tercengang
dan sadar bahwa benar, dia sebenarnya menjadi “alat” ketiga
orang yang masih belum bergerak itu. Hatinya kebat-kebit
menyesal, apalagi mengingat dia sudah mengorbankan Ketua
sebelumnya yang tadi dibunuh setelah membuka suara dimana
jalan rahasia yang di bawah lembah mati ini.
Bukan hanya Bu Tek Seng Ong dan juga Pek Bin Hwesio, tetapi
juga Yap Jeng Cie yang berjuluk Hong Tin Kie, kakek tua yang
terluka berkelahi dengan Koay Ji, juga terhenyak dengan teguran
Koay Ji. Tetapi, wajahnya cepat tenang kembali, berdiam diri
kembali meskipun matanya terlihat jelajatan dan seperti sedang
berkata-kata dalam ilmu khusus dengan seseorang. Entah siapa.
Mungkin Bu Tek Seng Ong atau mungkin juga kawannya yang
berasal dari Thian Tok, Rajmid Singh. Entahlah, tapi Koay Ji
memang tidak perduli sekali ini karena dia sudah membulatkan
hati dan juga tekadnya. Dia sudah mengambil keputusan, dan
sebelum ada dari pihak lawan yang berkata-kata, diapun
melanjutkan:
“Atas nama Bengcu Tionggoan yang masih berada di Lembah ini,
dan karena kalian yang menyerbu disini meski sudah kami
siapkan arena yang adil, maka pertarungan akan berlangsung
dengan caraku. Bukan dengan cara adil seperti dua hari disini,
3350
tetapi dengan cara dan jalanku. Masing-masing kalian bertiga
sudah kusiapkan lawan untuk menghentikan ambisi kalian dan
menguburkan kalian bertiga di Lembah ini. Karena toch kalian
yang mencari kematian disini.....” berkata Koay Ji dengan nada
suara tegas dan penuh emosi.
Kata-kata dan kalimat Koay Ji malam ini terasa sangat tegas. Dan
kata-katanya yang terakhir di dengar oleh Tek Ui Sinkay yang
sebenarnya sudah ingin keluar dari persembunyiannya. Tetapi,
karena kalimat Koay Ji yang mengambil alih dan sudah
mengeluarkan kata-kata menyediakan lawan dengan caranya
sendiri terhadap ketiga pentolan dari pihak lawan, maka diapun
bersama Cu Ying Lun dan Kim Jie Sinkay akhirnya tetap tidak
memunculkan diri mereka. Sebaliknya, mereka dengan cara
berendap menuju ke dekat air terjun dan berjaga di sekitar sana.
Sementara itu, Bu Tek Seng Ong bertiga yang tersentak dengan
kata-kata dan juga kalimat Koay Ji, terkejut setengah mati.
Bahkan, untuk pertama kalinya Yap Jeng Cie bersuara setelah
berdiam diri sejak tadi:
“Hmmm, lancang.... apa engkau kira sudah berkemampuan
mengalahkan lohu, anak muda? Engkau masih tepaut sangat
jauh.......” dengusnya marah, dan matanya terlihat bergerak liar
3351
tanda bahwa emosi dan pertimbangannya sudah kurang lurus,
emosi sudah mulai menguasainya.
“Bukankah jawabannya engkau tahu sendiri orang tua....? maaf,
setelah perbuatan licik dan khianatmu yang membuat muridmu
Pek Kut Lojin terbunuh, dan kini juga sama melakukan yang mirip
terhadap muridmu yang lain, ech namanya Bu Tek Seng Ong
ya,,,,,? Hmmm, sudah saatnya namamu dihapuskan dari dunia ini.
Dan, engkau sudah paham orang tua, bahwa lawanmu adalah
aku, dan lebih dari cukup untuk membuatmu siuman dari mimpi
terliarmu menguasai dunia. Benar-benar manusia liar yang tidak
tahu diri.....” Koay Ji benar-benar memberondong orang tua itu
dengan makian yang terasa memang kurang ajar. Bahkan orangorang
lain yang mendengarnya merasa amat kaget dan
keheranan dengan perbuatan dan juga kata-kata Koay Ji yang
sudah kehilangan rasa hormatnya kepada orang tua yang saling
luka melukai dengannya berapa hari lewat.
“Bangsat, kurang ajar engkau,..,,,” adalah Bu Tek Seng Ong yang
murka duluan saat mendengar kata-kata Koay Ji. Bukan hanya
memaki, tetapi bahkan sudah langsung menyerang Koay Ji, tetapi
sebelum pukulannya mengenai tubuh Koay Ji, sesosok bayangan
lain sudah memapaknya. Kecepatannya melebihi Bu Tek Seng
Ong, juga kegesitannya dalam bergerak. Siapa lagi jika bukan Sie
3352
Lan In yang memang sudah disiapkan menjadi lawannya oleh
Koay Ji?
“Duk.......”
Pukulan Bu Tek Seng Ong dipapak dan ditangkis oleh Sie Lan In
dan mengejutkan banyak orang. Karena Sie Lan In yang masih
muda, seorang gadis muda pula, tapi ternyata menunjukkan
gelagat mampu menahan serangan seorang yang sangat ditakuti
oleh banyak orang: BU TEK SENG ONG. Dan benturan itu diiringi
dengan senyuman oleh Koay Ji melihat betapa Sie Lan In tidak
kalah oleh benturan itu. Dia tahu, dalam kekuatan iweekang,
memang Bu Tek Seng Ong masih menang tipis, tidak beda jauh
kemampuan mereka. Tetapi, dalam ginkang dan ilmu silat, Sie
Lan In memiliki sisi lain yang melebihi lawannya.
“Hehehehe, jika memang engkau memasang tameng muridmu
itu, baiklah kita sama sama menyaksikan kekalahan muridmu
yang lain itu. Pek Kut Lojin saja engkau korbankan, pastilah
muridmu ini juga akan engkau korbankan...” Koay Ji berkata
dengan nada suara tetap sama, memojokkan dan merangsang
emosi orang tua yang dia sebut YAP JENG CIE tadi itu. Tetapi,
orang tua itu kini sudah kembali tenang dan tidak lagi emosional.
Majunya Bu Tek Seng Ong dan dipapak oleh Sie Lan In membuat
3353
arena di sekitar air terjun berubah dan bertambah menjadi dua.
Tetapi, arena pertama dimana ada Khong Yan melawan Pek Bin
Hwesio sudah berlangsung tidak seimbang karena Khong Yan
dengan cepat sudah di atas angin dan mengendalikan
pertempuran. Selain itu, Pek Bin Hwesio memang tiba-tiba sadar
bahwa benar sekali, dirinya seperti menjadi umpan bagi kawankawannya
yang masih berdiam diri dan belum terjun ke arena
pertarungan. Akibatnya, belum lagi barisan Pek Lian Pay
terbentuk, Khong Yan sudah menjatuhkan dua orang kawannya,
dan kini keroyokan mereka tidak berarti banyak bagi Khong Yan.
Arena yang tidak akan berlangsung lama, karena Khong Yan
sudah diambang kemenangan dengan tiadanya niat dari Pek Bin
Hwesio untuk terus bertarung.
Sementara Sie Lan In, begitu terjadi pertarungan dengan Bu Tek
Seng Ong segera sadar bahwa analisis Koay Ji benar. Untung
saja dia sudah disempurnakan subonya sehingga meningkat jauh,
dan juga sudah berlatih intensif dengan Koay Ji sehingga
membuatnya mampu merendengi Bu Tek Seng Ong. Bahkan, kini
dia memainkan aspek keunggulannya: ginkang, dan bergerak
mengelilingi Bu Tek Seng Ong guna terus mencecar dan
mendesaknya. Pertarungan keduanya jauh lebih seru, lebih
seimbang dan sulit ditentukan menang atau kalah dalam waktu
3354
singkat. Koay Ji sudah maklum dan tahu soal itu sejak awal. Dan
karena mengetahui kenyataan itu dan sudah memprediksinya,
maka dia bersikap tenang dan berkata:
“Apakah kalian berdua berminat untuk segera ikut bertarung
ataukah menunggu Bu Tek Seng Ong dikalahkan terlebih dahulu
oleh lawannya baru menyusulnya menuju ke neraka....”? jengek
Koay Ji memancing kedua lawan lainnya agar segera turun
tangan masuk ke arena. Tetapi, Koay Ji melihat kedua tokoh tua
itu berdiam diri dan memusatkan perhatian hanya ke arena Sie
Lan In melawan Bu Tek Seng Ong. Satu pertarungan yang
memang sangat seru dengan pelaku pertarungan berimbang
sehingga sulit menentukan dan meramalkan siapa gerangan yang
akan menang dan keluar dengan selamat dari pertarungan itu.
“Atau kalian berdua sudah sadar bahwa menggunakan kekerasan
tidak akan dapat hasil apa-apa? Tempat ini sudah dijaga sangat
ketat, seluruh jalan keluar sudah kami tutup sejak tadi. Jalan adil
kami siapkan, tetapi kalian ternyata berkeras untuk menempuh
jalan yang curang, karena itu, kutegaskan saja, malam ini kalian
akan menentukan jalan hidup kalian seperti apa kelak. Jalan bagi
orang-orang licik dan curang sudah jelas berakhir dimana...”
jengek Koay Ji yang sudah kehilangan rasa hormatnya kepada
pihak lawan-lawannya.
3355
“Hmmm, mengandalkan kemampuanmu sendiri memangnya
mampu menghalangi kami berdua bergerak....”? jengek Yap Jeng
Cie yang jadi sengit dengan kalimat Koay Ji yang memang sangat
menohok. Memang disengaja oleh Koay Ji supaya mereka segera
maju, tetapi masih beum juga.
“Pikir kalian yang picik itu, memangnya tidak ada yang akan
mampu menghadapi tokoh Thian Tok itu? hahaha, sungguh
lucu.... jika memang tidak percaya, coba majulah.....” tantang
Koay Ji yang memang sudah amat siap menghadapi manusiamanusia
licik itu. Tetapi Yap Jeng Cie kembali diam dan
memandangi arena Sie Lan In melawan Bu Tek Seng Ong.
Setelah sekian lama benar juga, kelihatannya Bu Tek Seng Ong
sulit mengambil keuntungan dan akan bertarung lama melawan
Sie Lan In. Masing-masing memiliki kelebihan dan mampu
menutupi kelemahan mereka terhadap lawannya yang hebat itu.
Saat itu Sie Lan In memang sudah mengerahkan kemampuan
ginkangnya yang maha hebat dan benar-benar membuat Bu Tek
Seng Ong kerepotan mengikuti kecepatannya. Akibatnya, Bu Tek
Seng Ong tidak mampu memaksimalkan apa yang menjadi
keunggulannya, terutama memaksimalkan keunggulan
iweekangnya. Sie Lan In yang bergerak pesat, cepat dan bagai
tak memiliki halangan bergerak dalam posisi dan kondisi yang
3356
terlihat mustahil, benar-benar membuatnya sulit. Kesulitan untuk
memojokkan Sie Lan In dan mendesaknya, sebaliknya, dalam
keadaan yang runyam baginya, bisa tiba-tiba dia terancam
serangan berbahaya dari Sie Lan In. Dan ini membuatnya
penasaran dan membuatnya kesulitan, sehingga keunggulan
yang dia miliki benar-benar menjadi tidak berguna dalam
menghadapi Sie Lan In yang semakin percaya diri. Memang, lama
kelamaan keunggulan masing-masing mulai menentukan, dan
keseimbangan mulai ditemukan. Baik Bu Tek Seng Ong juga Sie
Lan In, sudah saling tahu setelah lima puluh jurus bahwa
pertarungan mereka bakalan berlangsung lama dan panjang.
Tidak terasa sudah lima puluh jurus mereka bergebrak dan lebih
banyak Sie Lan In yang menerjang karena sulitnya Bu Tek Seng
Ong untuk menemukan kesempatan menyerang. Pada saat itu
Yap Jeng Cie dan Rajmid Singh terlihat saling pandang, tetapi
Koay Ji diam saja karena dia tahu pada saat itu keduanya pasti
berunding apa yang akan dilakukan. Tetapi, untuk sia-siap,
diapun menghubungi Mindra yang juga berada di sekitar arena,
jangan sampai Rajmid Singh memutuskan “mengganggu”
pertarungan Sie Lan In melawan Bu Tek Seng Ong. Dan
kesiagaan Mindra benar-benar membuat Koay Ji merasa senang
dan siap menghadapi segala kemungkinan termasuk
3357
kemungkinan Rajmid Singh untuk beraksi. Bahkan juga siap jika
sampai Yap Jeng Cie ikut turun tangan. Karena itu dia melirik
Siauw Hong yang tersenyum kepadanya tanda siap dan juga Kwa
Siang.
Dan ternyata, Rajmid Singh yang turun terlebih dahulu. Kakek itu
berjalan perlahan memasuki arena dan mendekati Khong Yan
yang kini tinggal menghadapi Pek Bin Hwesio bersama dua anak
buah lainnya. Sedangkan lima orang anak buah Pek Lian Pay
sudah tergolek rubuh di tanah dan kelihatannya mereka tidak
terbunuh, tapi tertotok lumpuh oleh pemuda itu. Melihat majunya
Rajmid Singh, Koay Ji memberi isyarat kepada Siauw Hong dan
Kwa Siang, dan tak menunggu sepersekian detik, Kwa Siang
sudah berjalan gagah dan langsung menyongsong Rajmid Singh.
Maju dan siapnya Kwa Siang sebenarnya membuat banyak orang
bingung, yang mereka tidak tahu, sebenarnya majunya Kwa
Siang adalah seperti “mengorbankan” satu orang yang pasti akan
“kalah” tetapi tidak “mati”. Jelas, Kwa Siang tidak akan menang,
tetapi diapun tidak akan tewas.
Menjaga keselamatan Kwa Siang, maka Siauw Hong juga maju
mengawaninya dan mereka berdua sudah disiapkan oleh Koay Ji.
Selain itu, tanpa diketahui banyak orang, Kwa Siang sudah belajar
banyak dari Koay Ji, dan Koay Ji sendiri sudah melakukan
3358
penyelidikan atas Kwa Siang. Dia tidak menemukan adanya yang
aneh selain kenyataan betapa kekuatan luar dan kekuatan fisik
pemuda itu sungguh aneh, sungguh mujijat. Bahkan, alam seperti
mengaturnya menjadi kebal secara alamiah kecuali biji matanya.
Selain matanya, semua bagian tubuh lainnya dari Kwa Siang
terhitung mujijat, mungkin bisa membuatnya merasa kesakitan,
tetapi melukainya, bahkan Koay Ji sendiripun merasa sulit.
Kecuali jika perlahan memukul di titik-titik tertentu di tubuhnya
secara terus menerus sampai dia merasa kesakitan. Tetapi,
selain itu, sulit menemukan cara melukai pemuda itu.
Maka ketika mereka melihat sekali pukul Kwa Siang kena telak,
para penontonpun terkesiap. Tetapi, mereka juga heran,
sebagaimana Rajmid Singh sendiripun juga. Apa gerangan yang
terjadi? Karena pukulan maha hebat dari Rajmid Singh hanya
mampu untuk sekedar mengundurkan seorang Kwa Siang sampai
dua langkah dan kemudian maju lagilah pemuda itu untuk
menyerang dan menerjang Rajmid Singh. Untungnya orang Thian
Tok itu cepat sadar bahwa Kwa Siang agak aneh dan susah
diladeni, terutama setelah 3 kali dia memukul dengan kekuatan
yang semakin menggila, tetapi tidak membuat si bandel takut dan
terluka. Dia tetap saja maju menerjang dengan kekuatan fisik
yang menggetarkan Rajmid Singh. Dia jelas susah untuk dilukai.
3359
Bahkan, 5,6 titik dan jalan darah kematian yang dipukul dan
ditotok oleh Rajmid Singh, tetap saja tidak membuat Kwa Siang
meringis dan merasa kesakitan. Dipukul, mundur, maju lagi,
menyerang. Demikian seterusnya dan mulai membuat banyak
orang kaget, terlebih Rajmid Sing.
Keadaan itu lama kelamaan membuat banyak yang menonton
merasa kaget dan tidak habis pikir dengan keadaan Kwa Siang.
Jelas dia tidak akan menang, tetapi, juga jelas dia sulit untuk
dipukul terluka lawannya. Bertarungnya mereka berdua
menambah satu arena lagi, dan pertarungan antara Sie Lan In
melawan Bu Tek Seng Ong yang paling ramai, sementara yang
paling mengejutkan adalah Rajmid Singh melawan Kwa Siang.
Yang paling ringan dan akan segera selesai adalah arena
pertama, dimana Khong Yan sudah memegang kendali utama
dan sanggup merubuhkan enam orang lawan, dan kini Pek Bin
Hwesio sudah mulai putus asa. Dia tahu dia tidak akan menang,
lawannya terlampau hebat, diserang dengan ilmu sihir juga tidak
mempan, dan enam dari tujuh anak buahnya sudah jatuh terkapar
dan tidak sadarkan dirinya. Bisa apa dia?
Koay Ji mengawasi ketiga arena dan juga tidak meninggalkan
kewaspadaannya atas Yap Jeng Cie. Dia tahu semua arena
aman, bahkan satu arena sudah nyaris selesai, dan paham dia
3360
harus menunggu berjam-jam sampai kepastian dua arena lainnya
dia dapatkan. Tetapi, sampai saat itu dia merasa cukup tenang,
karena satu-satunya yang dia rasa ragu adalah dirinya saat
nantinya menghadapi Yap jeng Cie. Yang lainnya dia merasa
optimis akan bisa menghadapi lawan dan tidak terlampau
khawatir untuk sampai tewas dalam pertempuran. Maka, melihat
Yap Jeng Cie tetap berdiam diri mengikuti seluruh pertarungan
membuat Koay Ji merasa senang, meskipun malam sudah larut.
Sudah jauh melewati tengah malam. Sebentar lagi pagi akan
menjelang datang.
Beberapa saat kemudian, Khong Yan memukul jatuh lawan
terakhir selain Pek Bin Hwesio dan kini mulai bertarung satu lawan
satu melawan Pek Bin Hwesio yang nyalinya sudah hilang. Boleh
dikata dia bertarung tanpa ambisi dan sudah hilang
keberaniannya untuk adu pukulan karena kekuatan Khong Yan
sangatlah besar. Jika bertarung secara sungguh-sungguh,
sebetulnya dia mampu meladeni Khong yan, karena tingkatnya
sudah setanding dengan Tam Peng Khek ataupun Jamukha. Tapi
karena sudah ketakutan dan nyalinya sudah terbang, maka dia
dengan sangat terpaksa melakukan pertarungan dengan
menjaga diri sekedarnya. Dia sudah tidak lagi memiliki
kebenarnian untuk sekedar keluar menyerang Khong Yan, dan
3361
tidak lagi berani untuk berbenturan dengan Khong yan. Hal ini
diketahui oleh Khong Yan, dan dia merasa iba untuk lawannya,
tetapi sekaligus juga paham bahwa hukuman atas Pek Bin
Hwesio tetap harus dijalankan. Karena bagaimanapun juga,
lawannya itu adalah salah satu tokoh perusuh.
Pertarungan lain yang berat sebelah tetapi aneh adalah
pertarungan antara Ramjid Singh melawan Kwa Siang yang
dibantu sesekali oleh Siauw Hong. Tetapi, nampak Siauw Hong
hanya pelengkap dan tidak masuk terlampau jauh dalam
pertempuran yang aneh itu. Disebut aneh karena Kwa Siang
selalu maju seperti hanya menerima gebukan lawannya saja. Dia
tidak atau belum banyak bergerak tetapi membiarkan lawannya
menghujani dirinya secara bertubi-tubi dengan segala macam
pukulan dan sentilan. Meski jatuh bangun, dia tetap saja bangun
dengan segar bugar dan lagi, maju mendekati lawannya Rajmid
Singh yang mulai kewalahan dengan kenekatan lawan
mudahnya. Dan juga mulai bingung karena lawan yang sudah
terkena banyak sekali pukulan hebat darinya tetap saja bangun
tanpa terluka, melawan dan juga menyerangnya dan terpukul
kembali.
Pertarungan yang sesungguhnya terjadi antara Sie Lan In
melawan Bu Tek Seng Ong. Pertarungan bermutu, bertingkat
3362
tinggi dan memainkan sejumlah ilmu dan juga jurus-jurus mujijat
yang jarang muncul di rimba persilatan. Dalam waktu singkat Sie
Lan In sudah harus mengerahkan iweekang andalan
perguruannya Hut Men Sian Thian Khi Kang (Tenaga Dalam
Mujijat), juga ginkang andalannya yakni gerak cepat Sian-Ing Tun-
Sin-Hoat (ilmu bayangan dewa menghilang). Satu kombinasi yang
jarang dia mainkan kecuali sedang berhadapan dengan lawan
yang memang sangat hebat. Bahkan dalam 50 jurus pertama, dia
sudah memainkan dua ilmu hebat untuk menyerang, yakni Ilmu
Liu Yun Ciang Hoat (llmu pukulan Awan Terbang) bergantigantian
juga dengan Ilmu Pukulan Kim Kong Ciang Hoat (Ilmu
Pukulan Cahaya Emas). Kedua ilmu itu jelas bukan ilmu pasaran
dan merupakan kebanggaan perguruan Sie Lan In, terutama dari
subonya yang adalah tokoh yang ternama, Lam Hay Sinni.
Lawannya, Bu Tek Seng Ong, tokoh utama yang selama ini
menghadirkan horor di Tionggoan, jelas bukanlah lawan lemah.
Jika kemampuannya hanya sekelas tokoh kelas satu, bagaimana
bisa dia mengendalikan tokoh-tokoh sehebat Liok Kong Djie, Mo
Hwee Hud, sejumlah Ciangbudjin dari daerah perbatasan dan
masih banyak tokoh sakti lainnya?. Di awal saja, dia sudah
memainkan ilmu iweekang perguruan yang merupajan latihan
Hian Bun Kui Goan Kang Khi (Ilmu Menghimpun Dan Menyatukan
3363
Hawa Murni), dalam satu rumusan Ilmu sakti Cap Sah Sik Heng
Kang Sim Coat. Inilah salah satu Ilmu Utama ciptaan mendiang
Pat Bin Lin Long yang juga mendasari banyak sekali ilmu mujijat
lainnya yang dia ciptakan semasa masih hidup. Dan untuk
mendesak lawan, dia sudah memainkan Ilmu Cap Ci Tam Kan Ciu
(Ilmu Sentilan Sepuluh Jari), yang juga dikuasai oleh Koay Ji dan
sudah diberi nama Ci Liong Ciu Hoat (Ilmu Mengekang Naga).
Jelas kemampuan dan juga keampuhan Bu Tek Seng Ong
memang bukan main-main.
Untungnya Sie Lan In memang sudah demikian mahir dengan
ginkangnya, sekaligus juga sudah mengenal ilmu yang dimainkan
Bu Tek Seng Ong. Karenanya, dia tidak terlampau gelisah dan
takut menghadapi serangan-serangan lawannya, tetapi mau tidak
mau, dia harus bersilat dengan kemampuan terbaik. Julukannya
sebagai Long Li Hu Tiap (Kupu-kupu di tengah ombak) benarbenar
nampak dan membuatnya dikagumi mereka yang
menyaksikannya. Dia bergerak bagai kupu-kupu terbang dan
gerakan-gerakannya memang seperti sedang bercumbu dengan
ombak atau sedang bercumbu dengan bahaya. Bu Tek Seng Ong
memang berkali-kali berseru dengan nada suara kagum karena
gerakan mujijat Sie Lan In yang membuat semua pukulan dan
serangan mautnya mentah. Serta juga dapat dielakkan dengan
3364
manis oleh Sie Lan In yang bergerak begitu ringan, cepat dan
tepat. Tetapi, bukan hanya mengelak dan lari dari pukulan,
sesekali Sie Lan In juga meladeni Bu tek Seng Ong dalam
menyerang dan menyudutkan lawannya itu.
Pertarungan semua arena jelas berada dalam pengawasan Koay
Ji dan juga tidak salah lagi, Yap Jeng Cie. Wajah kakek itu
memang tetap tenang, tetapi dia jelas saat itu sama dengan Koay
Ji mengamati dan menilai semua arena untuk menganalisis dan
juga merencanakan apa yang akan dikerjakan nantinya. Dia
seperti melepas dan membiarkan saja kawanan Pek Bin Hwesio
terbantai dan terkalahkan, bahkan untuk melirik kekalahan Pek
Bin Hwesio dan kawan-kawannyapun sama sekali tidak. Tapi dia
sangat peduli dengan pertarungan Rajmid Singh melawan Kwa
Siang dan juga dibantu Siauw Hong dan juga arena Bu Tek Seng
Ong melawan Sie Lan In yang memang amat menarik dan seru.
Sesekali dia berseru dan memberi petunjuk dalam bahasa Thian
Tok kepada Rajmid Singh kelihatannya, tetapi tetap saja kejadian
demi kejadian berulang dan tidaklah sampai membuat Kwa Siang
terluka. Terbanting kemudian dia roboh dan terpukul tunggang
langgang memang sering, bahkan berulang sedemikian
banyaknya. Tetapi tidak membuat si dogol Kwa Siang ketakutan,
kesakitan dan terluka, sebaliknya, dia justru semakin
3365
bersemangat karena dia tidak merasa terluka dan juga tidak
merasa kesakitan. Semangatnya melimpah karena Siauw Hong
ada disitu dan selalu saja menyemangati dan membakarnya,
sehingga wajahnya selalu cerah, tersenyum dan tidak merasa
takut ataupun kesakitan. Apalagi karena sesekali gadis itu maju
membantunya. Sementara itu, Rajmid Singh terlihat mulai merasa
bingung dan juga penasaran karena lawan muda itu tidak atau
sulit untuk dia sakiti atau juga lukai. Bahkan, ketika membentak:
“Mundur, engkau sudah kelelahan.....”
Bentakan dengan menggunakan wibawa sihirnya itu sama sekali
tidak mempan dan tidak berpengaruh apa-apa. Karena si dogol
tetap saja terkekeh-kekeh senang dan terus memburunya dengan
pukulan berkekuatan gwakang yang benar-benar sangat
menggentarkannya. Kekuatan iweekang pemuda itu boleh saja
cetek, tetapi dalam kekuatan gwakang, dia merasa tidaklah akan
kuat melawan dan membentur secara sengaja pukulan lawan
mud aitu. Bentakannya yang gagal berulang kali, segera
membuatnya sadar bahwa lawannya anti sihir, entah mengapa
dan dia tidak tahu alasannya. Dan bahwa, kekuatan gwakang
lawan, juga tidak lumrah manusia dan tidak ada gunanya untuk
dia lawan dan dia bentur dalam pertarungan mereka berdua.
Dengan kata lain, baik iweekang maupun ilmu sihirnya yang
3366
adalah kekuatan dan keunggulannya selama ini, tidak berguna
melawan si pemuda dogol. Dan setelah berlalu 75 jurus, dia mulai
merubah perkelahian dan mencoba mencari titik lemah si dogol,
dan memikirkan untuk mengalahkan Kwa Siang setelah tahu dan
paham kelemahan pemuda mujijat itu.
Semua arena itu berada dalam pengetahuan Yap Jeng Cie dan
terus melakukan juga analisisnya dan sesekali membantu
memberitahu kedua kawannya apa yang baik untuk dilakukan.
Tetapi, dia tidak tahu jika hal yang sama juga dilakukan oleh Koay
Ji yang secara khusus untuk Kwa Siang, dia sampaikan melalui
Siauw Hong. Dan sesuai dugaannya, jika Siauw Hong yang
menyampaikan, maka efeknya justru lebih efektif dan lebih bisa
diterima secara cepat oleh Kwa Siang. Sementara melihat Sie Lan
In, dia sadar jika pertarungan mereka jauh lebih beresiko, karena
sulitlah bagi dia dan juga bagi Yap Jeng Cie untuk menerka siapa
yang kelak akan keluar sebagai pemenang dari pertarungan seru
itu.
Saat itu pertarungan sudah memasuki jurus ke seratus, selama
satu jam lebih mereka sudah bertarung seru dan posisi masih
belum menunjukkan siapa yang akan menang diantara Sie Lan In
dan Bu Tek Seng Ong. Bahkan mereka berdua sama sudah
meningkatkan kemampuan masing-masing guna mendesak dan
3367
juga melawan terjangan lawan masing-masing. Bahkan Sie Lan
In sudah memainkan juga efek mujijat iweekangnya, Hut Men
Sian Thian Khi Kang, yang membuatnya dapat menjadi lemas
menjebak. Iweekangnya mulai memainkan efek mujijat yang
hebat dan membuat lawan merasa dia menjadi “lembek”, tetapi
justru setiap ditekan akan sama dengan karet raksasa yang
membuat pukulannya membal dan kemudian efeknya raib entah
kemana.
Bu Tek Seng Ong sadar bahwa lawannya sudah membentengi
diri dengan khikang istimewa dan khas dari perguruannya, dan
karena itu diapun mulai membentengi diri dengan efek yang
sama. Hanya, efek iweekangnya adalah “memelesetkan” pukulan
lawan sehingga tidak akan mendatangkan akibat yang berat
baginya, dan membuat semua pukulan lawan menyamping.
Dengan efek iweekang mirip yang mereka berdua kerahkan,
maka pertarungan keduanya semakin berat dan jelas semakin
menuntut konsentrasi tingkat tinggi. Kini, mereka tidak lagi
memperhatikan keadaan sekeliling melainkan berkonsentrasi
menghadapi, mengelakkan, dan juga sekalian menyerang lawan
guna meraih kemenangan. Mereka sama-sama sadar bahwa
lawan yang sedang dihadapi adalah lawan berat dan repot untuk
memikirkan cara dan kemungkinan menang ataupun kalah.
3368
Bahkan mereka kini mulai menyusun cara dan strategi bertarung
untuk jangka panjang.
Koay Ji dan Yap Ceng Jie memang banyak memperhatikan arena
mujijat ini, bukan apa-apa, mereka sadar bahwa pertarungan ini
menentukan. Karena ilmu-ilmu yang mereka kenal sedang
dihamburkan dan sedang dibenturkan, sehingga mereka mau
tidak mau harus memperhatikan. Dan keduanya segera sadar
bahwa baik Sie Lan In maupun Bu Tek Seng Ong memang
sedang dalam tingkat konsentrasi tertinggi dan karenanya
sebaiknya tidak banyak diganggu. Mereka sudah sedang berada
dalam satu tingkatan dengan menyatukan semangat serta juga
konsentrasi dalam ilmu dan iweekang yang mereka kerahkan.
Dengan cara seperti itulah mereka menyerang, mendesak,
bertahan dan sekaligus berkelit dalam pertarungan itu. Gangguan
sekecil apapun akan sangat berbahaya.
Ada satu hal dan satu proses yang tidak disadari oleh Koay Ji,
sebuah hal yang tak terasa dan juga tidak berada dalam
jangkauan pemikirannya. Pada saat dia sedang memusatkan
pikirannya, secara tidak disengaja dan tidak disadarinya,
keinginannya sangat kuat dan sangat besar untuk mampu
mencakup semua arena pertarungan. Hal yang sebenarnya
tidaklah mungkin dia lakukan dengan membagi empat bagian
3369
konsentrasi dan pemikirannya, yakni mengawasi arena Sie Lan In
melawan Bu Tek Seng Ong sebagai hal utama. Tetapi, secara
bersamaan, diapun harus membagi perhatiannya terhadap posisi,
pergerakan dan juga gerak-gerik dari Yap Jeng Cie yang
berpengaruh atas semua kejadian dan semua arena. Jika dia
memutuskan guna membantu satu pihak, maka mau tidak mau
Koay Ji juga harus ikut campur tangan disana jika tidak mau kalah.
Kemudian, diapun masih harus mengawasi satu arena yang lain,
dimana Kwa Siang yang dalam panduan Siauw Hong melawan
tokoh mujijat bernama Rajmid Singh asal Thian Tok. Tokoh ini
sejatinya setingkat dengan kemampuan Yap Jeng Cie, atau
setidaknya mendekati, namun memiliki keistimewaan dalam Ilmu
Sihir yang juga membuatnya merendengi kemampuan Yap Jeng
Cie dengan keistimewaan itu. Perlawanan Kwa Siang terhadap
Rajmidh Singh memang luar biasa, karena itu tetap saja Koay Ji
memasang awas dan perhatiannya terhadap pertarungan hebat
itu. Apalagi ada adik angkatnya, Siauw Hong yang terlibat baik
langsung maupun secara tidak langsung disana atas perintahnya.
Dan terakhir, meski tidak terlampau masuk dalam pikirannya,
pertarungan antara Khong Yan melawan Pek Bin Hwesio yang
sudah mulai masuk tahapan akhir.
3370
Awalnya Koay Ji hanya mampu mengawasi terus menerus gerakgerik
dan kelakuan dari Yap Jeng Cie. Tetapi, ketika secara tidak
sadar dia mengerahkan kemampuan khas perguruannya,
kekuatan batin dengan bantuan iweekang gabungannya, ech, dia
ternyata kemudian mampu membagi perhatiannya. Dia memilih
mengawasi dua arena, yaitu Sie Lan In melawan Bu Tek Seng
Ong dan terus mengawasi gerak-gerik dari Yap Jeng Cie. Dan,
tanpa dia sadari, dia juga tanpa dia sadari mampu membagi
konsentrasinya mengawasi arena ketiga, Kwa Siang dan Siauw
Hong menghadapi Rajmid Singh. Dan, dia tidak menyadari jika
dia mendapati lagi satu titik kemajuan yang amat mujijat, diluar
sangkanya, diluar perencanaannya, tetapi berlaku ataupun terjadi
begitu saja. Tingkat kemampuan iweekangnya yang merupakan
gabungan dua iweekang mujijat, kekuatan tenaga batin yang
diajarkan suhunya, serta sebuah anugerah kemampuan sihir yang
alamiah, serta pengetahuannya yang sangat dalam atas ilmu
Budha, ilmu Pat Bin Lin Long, sebenarnya banyak membantunya.
Memang, sekali lagi Koay Ji tidak sedang berusaha melatihnya,
melainkan memang merupakan tuntutan arena yang harus dia
awasi. Bahkan, secara perlahan, dia tak sadar jika arena Khong
Yan melawan Pek Bin Hwesio, dan seluruh arena sekitarnya
dapat dia awasi tanpa dia mesti memalingkan wajahnya kekiri
3371
maupun kekanan. Dia tidak sadar jika wawasan dan
kewaspadaannya sudah demikian maju sehingga juga malah
mampu membagi konsentrasinya mengawasi beberapa tempat
yang berbeda secara bersamaan. Sekali lagi, semua terjadi tanpa
dia sadari, tanpa dia berusaha melatihnya, tetapi karena
ketenangan, keinginan kuat mengetahui arena lainnya, juga
bantuan tenaga dan kekuatan batin serta iweekangnya, dia
akhirnya mampu. Dia akhirnya berhasil berkonsentrasi
mengawasi semua arena pertarungan dan juga arena secara
keseluruhan tanpa lagi harus berdiri berjalan kekiri dan kekanan,
atau juga mesti menoleh kekiri, kekanan, kebelakang, atau
kedepan.
Haruslah dipahami, bahwa dalam beberapa kasus istimewa,
manusia mempelajari dan mengetahui sesuatu, menguasai satu
skill melalui cara yang istimewa. Dalam kasus skill fisik, kita mau
tidak mau harus melatihnya secara perlahan-lahan sampai
kemudian menguasai skill tersebut. Tetapi, ada skill lain yang
membutuhkan tingkat ketenangan, kesabaran, kejernihan hati,
ketenangan dan kematangan emosi hingga ke tingkat lebih mitis.
Tingkat dimana semua hal bisa diamati dan disaksikan dalam satu
lokus tertentu melalui ketenangan, konsentrasi dan juga keluasan
dan juga hal keawasan atas situasi. Sebuah skill mumpuni
3372
sebenarnya yang hanya bisa dikuasai secara khusus oleh
manusia-manusia tertentu karena berkah, bakat dan bisa juga
potensi khusus yang dimilikinya.
Seperti yang baru saja dialami dan dikuasai Koay Ji tanpa dia
sendiri menyadari jika dia sudah menguasai sebuah tahapan mitis
yang amat hebat. Bukan dia sama sekali tidak berusaha, justru
dia berusaha keras, memeras kemampuannya, hingga juga
mengoptimalkan dirinya sendiri. Dia memang tidak menyadari
akan mencapai batas ataupun kemampuan mitis tersebut, tetapi
faktanya, dalam ketidaksengajaannya, dia justru mampu
mencapainya. Meski dia belum menyadarinya. Hanya, saat itu,
dia senang saja karena dia entah mengapa mampu mengawasi
tempat-tempat berbeda, juga melihatnya langsung padahal dia
tahu keterbatasannya. Jika memang ada hal aneh yang dialami
dan dimiliki seseorang tanpa dia menyadarinya, maka hal seperti
itu sering disebut orang JODOH ataupun BAKAT ataupun
ANUGERAH.
Jadilah Koay Ji mengawasi seluruh arena, bahkan lebih dari itu,
mengawasi seluruh sisi arena hingga ke sisi tebing ataupun air
terjun. Kini, wawasannya sudah sangat luas dan melebar, tetapi
dia belum menyadari jika itu sudah merupakan sebuah skill atau
kemampuan istimewa. Skill yang didapatnya secara tidak
3373
langsung, melainkan karena hatinya yang bersih yang ingin
melindungi semua kawan-kawannya, bukan karena ingin
membokong lawan dari kawan-kawannya. Dan dengan cara tak
terduga itu, dia justru mendapat sesuatu yang luar biasa. Tepatlah
kalimat dan kata-kata kaum bijaksanawan dan bijaksanawati:
“mereka-mereka yang berusaha dan atau mencoba dengan
keras, berusaha secara mati-matian seringkali tidak
mendapatnya. Mereka yang mencoba dengan maksud lebih
luhur, tanpa maksud memperoleh satu hadiah ataupun
balasannya, justru sering mendapatkannya melebihi dari apa
yang ingin dia dapatkan atau temukan....”
Mau disebut JODOH, mungkin benar. Tetapi, itulah yang
diperoleh Koay Ji secara tidak sengaja. Sebuah tahapan mitis
yang luar biasa yang memampukannya lebih awas, lebih teliti dan
lebih mampu melihat sebuah masalah dan kejadian melampaui
batas-batas ruang yang bisa dilihat matanya. Melalui “hati” dan
“keawasannya”, dia mampu melihat hal-hal yang tidak terlihat
mata fisik, tetapi terlihat jelas dengan mata hatinya, nalurinya,
nuraninya. Hanya, saat itu Koay Ji belum memahami sepenuhnya
dan belum menyadarinya. Tetapi, dia menikmati kenyataan
betapa tanpa menoleh, tapi dalam diamnya, dia mampu
mengetahui semua gerak-gerik orang yang berada di sekitarnya,
3374
bahkan termasuk yang berada di luar arena dan tidak berada
dalam jangkauan pandangan matanya.
Diapun bahkan mulai mampu menilai dan mengikuti bagaimana
Sie Lan In yang kini mulai memainkan sebuah ilmu dahsyat dan
berbahaya dari perguruannya. Yakni, satu ilmu yang dia kenal
dengan nama Ilmu To Im Cih Yang (Menyambut Dengan Keras
Mendorong Dengan Lunak). Ilmu ini memampukannya untuk
menempel dan menerima pukulan lawan, memunahkan daya
dorong keras pukulan lawan dan juga kemudian mendorongnya
menjadi kekuatan pukulan menjebak. Terasa lunak dan juga
lembek, tetapi dengan tiba-tiba bisa berubah menjadi sebuah
kekuatan dorong yang amat keras dan membahayakan.
Sementara lawannya, sudah mulai berusaha mengimbangi
pergerakan Sie Lan In dengan sebuah ilmu hebat, Ilmu Cap Ci
Tam Kan Ciu (Ilmu Sentilan Sepuluh Jari) dan juga ilmu berat
bernama Ilmu Loh Ing Ciang Hoat (Pukulan Tangan Bintang
Jatuh).
Penggunaan ilmu-ilmu tersebut yang mulai memasuki tahapan
membahayakan, karena kini ilmu-ilmu berat sudah mulai
dikembangkan setelah mereka bertarung hampir dua jam dengan
tanpa ada yang mampu mendesak. Memang benar, Bu Tek Seng
Ong masih lebih sering menyerang berbanding 2 kali serangan
3375
dibalas satu kali oleh Sie Lan In. Tetapi, gerakan Sie Lan In yang
mujijat, terpaksa harus juga sesekali diimbangi dengan Ilmu Lam
Hay Peng Po Leng Im Sin Hoat (Ilmu Gerak Tubuh Menyeberangi
Awan Tenang di lautan Selatan). Hanya, karena Sie Lan In sudah
melihat yang lebih lengkap dan sempurna dimainkan Koay Ji,
maka diapun tidak merasa kerepotan menghadapi Bu Tek Seng
Ong. Memang dimainkannya ilmu itu berbeda dengan
pengetahuan Sie Lan In yang memahami dan mengetahui ilmu
langkah yang memang hebat dan mujijat itu selengkapnya.
Pertarungan imbang itu mulai membahayakan ketika Sie Lan In
menggunakan ilmu kebanggaannya, kebanggaan suhunya. Dan
jemari Bu Tek Seng Ong mulai terlihat berkilat tanda bahwa
kekuatan yang terangkum di kepalan lengannya dan jemari mulai
sangat mematikan. Kekuatannya sudah 7 bagian dan jika Sie Lan
In ayal, maka bukan tidak mungkin dia akan terluka parah. Tetapi,
hebatnya, selain Sie Lan In sebat dan bergerak sangat cepat,
sesekali dia tidak takut meladeni pertarungan adu dan jual-beli
pukulan dengan Bu Tek Seng Ong. Tetapi, dia tidak lama
meladeni Bu Tek Seng Ong dalam jual-beli pukulan seperti itu,
hanya memberi isyarat bagi lawan, bahwa dia tidak takut dengan
kemampuannya. Atau bahwa dia sendiripun juga memiliki bekal
3376
yang memadai untuk menandingi dan menghadapi Bu Tek Seng
Ong yang sakti digdaya itu.
Sejujurnya, dalam kecepatan memang masih kalah Bu Tek Seng
Ong, tetapi dalam gerak-gerak mujijat diapun tidak kalah hebat.
Suatu saat, pada jurus ke 200 lebih, Sie Lan In menggunakan
sebuah jurus mujijat yakni jurus Sian Cu Ling Poh (Bidadari
terbang di Langit), sebuah jurus yang dia mainkan sambil berada
terus di udara meladeni rangkaian jurus serangan Bu Tek Seng
Ong. Sambil menyerang dengan jurus Can Liong Ling Yun (Naga
Bermain di Awan), dia mendesak Sie Lan In dengan totokantotokan
dari Ilmu Ilmu Cap Ci Tam Kan Ciu (Ilmu Sentilan Sepuluh
Jari). Dia terus mengejar dengan dua buah totokan dalam
gerakan hebat menggunakan jurus jurus Yu Liong Sih Hong
(Naga dan Burung Hong Menari). Dua totokan mematikan
mengarah dada dan paha Sie Lan In yang masih bergerak di
udara dan segera mengganti gerakan dengan cepat jurus Li Kiau
Puh Thian (Gadis Cantik menggapai langit).
Jurus gerakan Sie Lan In yang menggeliat dan berganti gerak di
udara sebetulnya bukanlah gerakan lumrah, tetapi mengingat
betapa gadis ini adalah murid Lam Hay Sinni, banyak yang
maklum. Betapa tidak, dalam keadaan terancam, dia masih
mampu mengganti gerakan dan membuatnya bergerak
3377
mengudara secara vertikal dan kemudian dengan cepat
menyerang dalam gerakan hebat dengan jurus Ie San Toh Hai
(Memindahkan Gunung Mengaduk Laut). Jurus itupun bukan
main-main, dia berganti menabok kepala Bu Tek Seng Ong dan
kakinya mengancam pundak, sehingga mau tidak mau Bu Tek
Seng Ong bergerak bergeser dua langkah kearah samping dan
bergerak mengganti jurus serangan. Sekali ini dia memunahkan
jurus serangan Sie Lan In dan balas menyerang kembali dengan
jurus Kim Cin Tou Hai (Jarum Emas Menyeberang Laut).
Dari keadaan terserang diapun kembali balas menyerang,
sementara Sie Lan In terlihat menggeliat, karena serangan
totokan Bu Tek Seng Ong agak menyengat dan berbahaya.
Karena lentikan totokan utama mengarah ke pinggang sebelah
kiri Sie Lan In, dan jika terkena, bukan tidak mungkin akan bocor
saking tajam dan juga kuatnya serangan balasan lawan. Dengan
cerdik dia memainkan jurus Sin Liong Jip Yun (Naga Sakti masuk
ke awan) yang membuat secara ajaib tubuhnya lagi melenting ke
atas, dan dengan cepat kembali menyerang dengan jurus Loan
Yun Thui Swat (Awan kacau dorong salju). Kelihatannya Sie Lan
In yang mampu lama bermain di udara dan tidak ketakutan serta
bahkan terus adu serangan dengan Bu Tek Seng Ong sudah
3378
menyadarkan sang lawan, bahwa dalam ginkang memang Sie
Lan In luar biasa hebatnya.
Karena dia kembali terancam oleh serangan pukulan Sie Lan In
yang membawa satu kekuatan hebat mengarahnya. Kekuatan
pukulan itu terasa antara ada dan tidak ada, sehingga Bu Tek
Seng Ong justru menjadi curiga. Pukulan itu mestinya bukan
pukulan main-main dan tidak bisa dihadapi dengan cara biasa,
tetapi mesti dengan jurus yang sama hebat. Dengan tidak ragu
diapun bergerak dengan jurus Lang Cien Liu Sah (Ombak
Memindahkan Pasir), dan langsung mengancam Sie Lan In
dengan jurus susulan jurus Ben Liu Jip Hai (Selaksa arus mengalir
ke laut). Sie Lan In sadar bahaya, tetapi dengan tenang dia
menggunakan kekuatan hawa tangkisan lawan sebelumnya untuk
menggenjot tubuhnya kembali bergerak meski belum berpijak di
tanah selama beberapa saat lamanya.
Sebuah jurus bernama jurus Giok Kiauw Yang Koan (Gadis cantik
memandang ke bawah) dikembangkannya untuk menetralisasi
serangan Bu Tek Seng Ong dan jurus Hoat Coh Sui Coa
(Membabat Rumput Mencari Ular) segera menyusul dikerahkan.
Pameran kekuatan dan kehebatan keduanya memang membuat
orang tekesima, karena Sie Lan In mampu bertahan selama
beberapa menit di udara dan menyerang, diserang, berganti gaya,
3379
selama itu tetap berada di udara. Dia tidaklah terdesak, meski
juga tidak mampu mendesak Bu Tek Seng Ong, tetapi daya
tarung dia yang berada diudara tanpa dapat didesak meski juga
tak mampu mendesak Bu Tek Seng Ong benar-benar hebat.
Maka, ketika setelah beberapa menit dia terus menyerang dari
ketinggian, saat kembali hinggap di atas tanah, diapun bergerak
lincah, cepat dan pesat. Tetap posisi mereka berdua setelah lebih
dua jam bertarung ketat, masih dalam keadaan imbang.
Koay Ji yang memandangi arena itu tersenyum dan semakin
yakin bahwa Sie Lan In memang sudah berkembang hebat dan
kini mampu menandingi kehebatan lawan. Lawan hebat, Bu Tek
Seng Ong yang dijajaran lawan, hanya setingkat dibawah
kemampuan tokoh paling hebat dari lawan, yakni Yap Jeng Cie
yang juga adalah suhunya sendiri. Melihat hasil tarung Sie Lan In
sejauh ini yang meski tidak mampu mendesak tetapi juga tidak
terdesak, mau tidak mau menyenangkan Koay Ji. Dia malah
tersenyum pada saat bersamaan karena dia menyaksikan
bagaimana satu pukulan berat Khong Yan mengakhiri perlawanan
Pek Bin Hwesio. Hwesio murtad dari Pek Lian Pay ini tak mampu
menahan sebuah pukulan kombinasi yang dilepas Khong Yan,
yakni Ilmu Hud Meh Ciang (Pukulan Menyambar Nadi). Pukulan
3380
itu adalah salah satu andalan Bu Te Hwesio yang sudah dilatihkan
secara sempurna oleh Khong Yan selama setahun terkahir.
Koay Ji bisa melihat jelas bagaimana sebuah jurus bernama jurus
Sin Liong Hian Sou (Naga Sakti Memperlihatkan Kepala)
dilepaskan Khong Yan. Jurus itu pada dasarnya sederhana meski
mengandung 5 jebakan gerakan hebat, tetapi karena Pek Bin
hwesio kebingungan menghadapi yang mana, maka sebuah
tepukan dari jurus Sih Ku le Kih (Burung Merpati Memindahkan
Ranting) membawa akibat yang menentukan. Dia tidak mampu
lagi menahan atau mencari jalan keluar dan akhirnya menutup
matanya dan membiarkan Khong Yan menepuk pangkal lengan
dan mematahkan tulang utama yang fital bagi seorang pesilat.
Meski Khong Yan ingin berbelas kasihan, tetapi mengingat
berbahayanya Pek Lian Pay dibawah Hwesio ini membuatnya
mengeraskan hati. Diapun menepuk dengan kekuatan hebat dan
meremukkan tulang pangkal lengan lawan yang akhirnya
melemparkan tubuh itu jauh ke belakang dan sudah dalam
keadaan pingsan. Tamatlah riwayat si pengkhianat Pek Lian Pay
dengan tubuh kehilangan kekuatan dan kemungkinan berlatih
silat kembali yang sirna.
Koay Ji senang karena sutenya bermurah hati, dan pada saat
yang sama juga Sie Lan In menyelesaikan sesi selama beberapa
3381
menit bertarung diudara. Sehingga kalimat Koay Ji yang
terdengar banyak orang:
“Sungguh bagus......”
Sambutan dan juga pujiannya itu terdengar baik oleh Khong Yan
maupun oleh Sie Lan In. Dan keduanya merasa bangga dan
gembira dengan pujian Koay Ji yang sebenarnya-benarnya
memang ditujukan bagi mereka berdua. Ucapan selamat bagi
Khong Yan karena menyelesaikan pertarungannya dengan baik
dan berakhir buruk meski tidak kematian bagi lawannya; serta
juga pujian bagi Sie Lan In yang benar benar bertarung dengan
kemampuan ginkang yang sangat mujijat. Banyak yang sudah
tahu bahwa ratu ginkang Lam Hay Sinni sudah menyerahkan
julukannya kepada muridnya ini, Sie Lan In. Tetapi, menyaksikan
nona itu memainkan ginkang dan bertarung dengan cara seperti
yang baru saja disaksikan banyak orang, benar benar sebuah
sajian yang sulit dilupakan. Mujijat, hebat, aneh, namun ternyata
Sie Lan In mampu memainkannya. Bertarung cukup lama di udara
dengan tidak punya jeda dan sela waktu. Kecuali ketika hinggap
kembali ke bumi setelah bertarung selama 20 jurus dengan
lawannya yang maha hebat itu.
3382
Dan kini arena pertarungan tinggal dua. Koay Ji yang bersamaan
menyaksikan Kwa Siang, mengerutkan kening karena melihat
cara bertarung si kakek yang mulai aneh. Perlahan, penuh
tenaga, tetapi tidak mengejar Kwa Siang melainkan memancing
si pemuda dogol untuk datang menyerangnya. Dan memang itu
yang dilakukan oleh Kwa Siang, mendatangi Rajmid Singh untuk
kemudian dimentalkan menjauh oleh kekuatan iweekang lawan.
Kwa Siang memang bangkit kembali, tetapi Koay Ji dapat melihat
jika pemuda kawannya itu mulai merasa kesakitan.
Bagaimanapun memang, pukulan Rajmid Singh sangat hebat,
kuat, bertenaga dan pasti akan bisa masuk dan membobol
kekebalan alamiah Kwa Siang. Memang, Koay Ji juga mampu
melakukan hal yang sama, membuat Kwa Siang kesakitan.
Tetapi, bahaya jika keadaan terus seperti itu, bisa melukai Kwa
Siang lama-kelamaan.
Berpikir demikian, diapun kemudian mengirimi Siauw Hong
bisikan dan sejumlah petunjuk yang bisa menghambat dan
memperlambat atau bahkan membuat Rajmid Singh sibuk. Dan
bukanlah hal sulit, karena memang Siauw Hong selalu menuruti
apa perintah dan yang ditugaskan Koay Ji. Seperti juga saat itu.
Begitu dia selesai mendengar aba-aba, petunjuk dan juga
perintah sang toako yang memintanya maju, tanpa menunggu
3383
perintah kedua, Siauw Hong sudah masuk menyerang Rajmid
Singh. Pukulannyapun bukan pukulan mudah, karena salah satu
dari ajaran Koay Ji, pukulan hebat yang berasal dari Pukulan
Cakar Ayam Sakti. Pukulan itu sebenarnya memang biasa saja,
tetapi setelah digubah kembali oleh Koay Ji, ilmu sederhana itu
mengandung perubahan dan ancaman tersembunyi yang tentu
saja dapat dilacak lawan. Apalagi, dalam jurus sederhana itu
memuat sejumlah perubahan tersembunyi dan sulit untuk dilacak
lawan.
Jelas saja, karena memang, Rajmid Singh bukan orang bodoh.
Selain itu, varian serangan Siauw Hong tadi berasal dari tata
gerak terkenal di Thian Tok yang jelas saja dikenal oleh Rajmid
Singh. Tetapi, melihat jalannya jurus itu, diapun terkesiap dan
berpikir aneh, mengapa gerakan mujijat itu muncul dari kalangan
orang muda Tionggoan. Dia tidak curiga bahwa itu ajaran Koay Ji
yang sudah berapa kali dia saksikan berkelahi dengan kawankawannya.
Pukulan Cakar Ayam Sakti yang baru saja dilepaskan
Siauw Hong memang bertujuan untuk membuyarkan ancaman
berbahaya dari Rajmid Singh. Jurus sederhana namun terkenal di
Thian Tok yang baru saja dipakai Siauw Hong memang rada
curang karena menyasar salah satu titik yang penting dan agak
jorok di tubuh Rajmid Singh. Dan ini membuyarkan si kakek yang
3384
akhirnya menyerang kembali keduanya dengan jurus-jurus baru,
namun juga dengan jenis pukulan baru.
Tetapi, setelah menyerang dan membuyarkan upaya Rajmid
Singh, Siauw Hong kembali mengundurkan diri dan membiarkan
Kwa Siang menghadapi kakek itu. Beberapa kali Siauw Hong
masuk memang hanya untuk “menyela” dan memberi peluang
bagi Kwa Siang untuk tidak terlampau didesak lawannya, dan
setelah itu dia mundur kembali. Dengan cara seperti itu, Bun Kwa
Siang terbantu dan terus bisa memaksa Rajmid Singh bergerak
dan bergerak. Dan itu jugalah yang membuat Kwa Siang mampu
menandingi dengan susah payah sampai pertarungan mereka
masuk ke jurus ke 300an, atau sudah melampaui 3 jam mereka
terus menerus bertarung. Waktu sudah lama lewat tengah malam,
tetapi mereka masih terus berjibaku dan saling mengintai peluang
untuk memenangkan pertarungan.
Sementara itu, setelah 3 jam terus menerus membagi perhatian
dan mampu terus ikut secara teliti mengawasi semua arena
pertarungan, perlahan-lahan Koay Ji mulai memahami sesuatu.
Dia mulai merasa aneh dan bertanya-tanya mengapa dia mampu
dengan baik mengikuti dua atau malah tiga arena dan tetap terus
mampu mengikuti semua gerak-gerik Yap Jeng Cie. Sekilas
terlihat senyum senang di bibirnya, tetapi hanya sekilas dia
3385
tersenyum menyadari sesuatu. Tetapi, tidak lama, karena dia
kemudian harus kembali menelaah dan mengawasi kedua arena
yang tarungnya semakin seru semakin memanas serta
mengawasi tindak-tanduk Yap Jeng Cie. Khusus untuk kakek itu,
Koay Ji mulai merasa bergidik, karena meski jelas posisi mereka
sudah runyam, tetapi kakek itu tetap saja belum atau tidak
bergerak. Entah karena dia memiliki rencana lain atau karena
memang adalah kehebatannya untuk tetap terus tenang
meskipun kondisi di depan mata jelas sangat runyam dan
menunjukkan pihak mereka kalah.
“Haiiiiiiiiiittttt................”
Tiba-tiba terdengar bentaka nyaris, sekali ini oleh Bu Tek Seng
Ong. Bentakannya mengguntur, tetapi memang dilepaskan
sebagai sebuah bentuk kepenasaran dan kemudian menerjang
Sie Lan In dengan meladeni Sie Lan In dalam pertarungan adu
kecepatan dan kelincahan. Koay Ji heran, tetapi memang seperti
itulah yang terjadi di arena dengan bentakan Bu Tek Seng Ong
tadi.
Apa yang terjadi? Ternyata Bu Tek Seng Ong telah
mengembangkan sebuah ilmu kecepatan yakni Ilmu Teng Bing
Tok Cui (Naik Alang2 Menyeberang Sungai) sejenis Ilmu
3386
Ginkang. Ilmu ini sengaja dinamai sesuai dengan sifat Pat Bin Lin
Long, penciptanya yang ketika tiba dan dipelajari oleh Koay Ji
menamainya dengan Ilmu Cian Liong Seng Thian (Naga Lompat
Naik Kelangit). Ilmu ginkang ini sebetulnya jenis ginkang aktif
menyerang dan mesti dikombinasikan dengan jurus-jurus pukulan
untuk mencecar dan menyudutkan lawan. Dan memang itulah
yang dilakukan oleh Bu Tek Seng Ong, bukan hanya dengan
gerakan mujijat dan cepat, tetapi diapun membuka sebuah ilmu
menyerang yang memang sangat hebat, yakni Ilmu Pukulan Pat
Mo Hwee Ciang (Pukulan 8 Iblis Sakti). Ilmu pukulan ini relatif baru
bagi Koay Ji dan memang tidak atau belum dipahaminya karena
ilmu khusus perguruan Pat Bin lin Long yang tidak tercantum
dalam buku mujijat.
Apa dan mengapa disebut hebat? Ilmu ginkang dan serangan Bu
Tek Seng Ong sudah jelas hebat dan mujijat, tetapi membuat
orang-orang yang sudah pada terbangun dan menyaksikan
pertarungan itu sembunyi-sembunyi menjadi kaget tak terkira.
Apa pasal? ternyata Sie Lan In meladeninya dengan gaya dan
cara yang indah dan menarik. Jelas dia terus mengembangkan
gerak cepat Sian Ing Tun Sin Hoat (ilmu bayangan dewa
menghilang), namun kini juga dengan kombinasi berapa formula
gerak yang diajarkan Koay Ji. Untuk menandingi pukulan lawan
3387
dia menggunakan dua ilmu sekaligus, yakni Ilmu Pukulan Kim
Kong Ciang Hoat (Ilmu Pukulan Cahaya Emas) dilambari ilmu To
Im Kiat Yo (Menarik Tenaga Dalam Lawan untuk Mendorong).
Sampai tiga ilmu sekaligus digunakan Sie Lan In guna
menandingi terjangan Bu Tek Seng Ong. Tapi, apa hebatnya?
Hebatnya adalah karena tubuh mereka kini terlihat beberapa saat
berada diudara dan saling serang menyerang dengan cepat, kuat,
hebat, mematikan dengan tidak menjejak bumi selama beberapa
saat. Bagi Sie Lan In, keadaan itu sudah sering disaksikan orang,
tetapi menyaksikan bagaimana Bu Tek Seng Ong ternyata juga
mampu melakukannya, benar-benar mengagetkan banyak orang.
Bahkan, bukan sedikit pihak yang meragukan Sie Lan In dan
mengkhawatirkan dirinya akan bisa dikalahkan lawan dalam
beberapa waktu kedepan. Tetapi, sebagian dari mereka, saat
melihat ekspresi wajah Koay Ji, akhirnya menjadi tenang kembali.
Mereka yang kenal Koay Ji menyaksikan si pemuda diam saja dan
terus mengawasi dengan tenang dan tidak menampakkan
ekspresi kecemasan.
Memang tidak perlu dicemaskan, karena meskipun Bu Tek Seng
Ong mencecar dan meladeni gerak ringan melayang Sie Lan In,
tetapi dia tidak sedikitpun membawa ancaman bahaya bagi Sie
Lan In. Dengan tenang dan ringan, Sie Lan In memainkan ilmu
3388
andalannya yang melanbari semua gerakan tangannya, yakni
dengan tenaga sakti Hut Men Sian Thian Khi Kang (Tenaga
Dalam Mujijat), yang digerakkan oleh
ilmu To Im Kiat Yo (Menarik Tenaga Dalam Lawan untuk
Mendorong). Akibatnya Bu Tek Seng Ong terlihat terus
menerjang, tetapi benturan lengan mereka berakibat berat bagi
mereka berdua. Dalam titik inilah Sie Lan In memang sedikit
dirugikan, karena meski kekuatan iweekangnya sudah memadai
dan sempurna, tetapi dalam hal iweekang dia memang masih
kalah matang optimalisasinya dalam menyerang jika
dibandingkan Bu Tek Seng Ong. Keadaan dan kondisi itu yang
terjadi dalam keadaan mereka berdua sedang bertarung ginkang
dan iweekang mujijat yang mereka keluarkan secara bersamaan.
Selama bertukar jurus sampai 7,8 kali, keduanya terus berada di
udara dan luar biasa karena kecepatan mereka bergerak banyak
menggunakan “pijakan” hawa akibat benturan antar pukulan
mereka berdua. Hanya, jika Sie Lan In masih mampu
mengambang lebih keatas, maka sebaliknya Bu Tek Seng Ong
tidak mampu lagi melakukannya selain menjaga ketinggiannya.
Tetapi, moment itulah yang terasa luar biasa bagi banyak orang
lain saat menyaksikan kedua tokoh itu melakukan saling tukar
serangan dengan tetap berada diudara. Kaki mereka terlihat
3389
menggunakan pijakan atas hawa pukulan yang dibenturkan dan
memanfaatkannya untuk tetap menjaga tubuh mengambang.
Tetapi, ada sampai 5,6 kali benturan pukulan keduanya yang
terjadi dengan sangat keras, tetapi tidak sampai membuat
keduanya terdorong kebelakang. Benar sampai terengar bunyi
gedebukan pertemuan pukulan keduanya, tetapi anehnya tubuh
mereka tetap saling lekat dan tidak terdorong ke belakang:
“Duk .... duk.... duk..... duk...... duk..... duk......”
Mengapa demikian, karena sesungguhnya keduanya
menggunakan ilmu iweekang yang berprinsip sama pada saat itu.
Jika Bu Tek Seng Ong memegang prinsip memelesetkan, maka
Sie Lan In menggunakan prinsip “menyedot” dan “lemas” alias
lembek namun mengembalikannya dengan kuat. Karena prinsip
itu, maka tenaga dorong sebetulnya agak minimal, namun karena
demikian, efeknya atas kedua orang itu sebetulnya cukup hebat
dan kuat. Untungnya, mereka tidak sama terluka karena
keduanya cukup sadar dengan batas kemampuan masingmasing.
Bahkan Sie Lan In sendiripun memahaminya. Tetapi, dia
yang sebetulnya kalah tipis dalam hal iweekang, terlindung dari
efek membal tenaga iweekang yang menyerangnya karena
3390
sebuah benda yang sudah melekat ditubuhnya, sebuah pusaka
yang berupa “kaos” yang menempel erat dengan tubuhnya.
Karena itulah, maka keduanya mampu terus bergerak, terus
bertukar pukulan tanpa merasa rugi atau dirugikan. Meski tenaga
iweekang mereka saling bentur akibat jurus-jurus yang slaing
bentur. Ketika kembali hingga di permukaan tanah, Bu Tek Seng
Ong merasa sedikit gembira, karena menduga, benturan dipenuhi
dengan tenaga iweekang tadi, pasti akan berefek negatif bagi Sie
Lan In. Tetapi, dia kecele menemukan kenyataan betapa ternyata
Sie Lan In masih terus bergerak seperti tidak terjadi apapun dalam
dirinya. Matanya masih tetap terang berseri dan penuh
kepenasaran sementara gerakannya tetap cepat, ringan dan tidak
ada tanda-tanda terganggu sedikitpun. “Ach, sehebat itukah
dirinya..... mestinya dia terluka dengan benturan benturan yang
terjadi tadi....” bisik Bu Tek Seng Ong yang merasa sangat
penasaran dengan keadaan Sie Lan In.
Rasa penasaran yang beralasan, karena dia sebetulnya sudah
mengukur kehebatan dan kekuatan iweekang Sie Lan In, dan
sudah tahu kelebihan dan kekurangan mereka masing-masing.
Serangan dengan meladeni kelebihan Sie Lan In dalam hal
ginkang memang disengajanya untuk meladeni tarung
menggunakan kecepatan dan membuatnya merangsek dengan 6
3391
kali setidaknya pukulan yang harus ditahan dan ditangkis oleh Sie
Lan In. Dan dia senang sekali karena strateginya berhasil dengan
baik ketika Sie Lan In menyambutnya tanpa rasa takut sedikitpun,
sehingga mereka adu kekuatan selama 6 kali dengan benturan
yang terdengar hebat. Tetapi, kenapa sampai sejauh ini tidak
terlihat efeknya terhadap Sie Lan In? Ini mengejutkannya dan apa
boleh buat, dia mau tidak mau harus melanjutkan pertempuran
dengan melupakan kegirangan sejenak yang ternyata tidak
sebagaimana yang diharapkan olehnya. Tarung merekapun
berlanjut lagi.
Bu Tek Seng Ong mau tidak mau menerjang terus dan
memainkan lagi Ilmu yang baru saja dia pakai tadi menerjang Sie
Lan In, yakni Ilmu Pukulan Pat Mo Hwee Ciang (Pukulan 8 Iblis
Sakti). Untuk meyakinkan dirinya, dia berusaha kembali
menggunakan ilmu itu dengan kini dukungan ilmu langkah mujijat
perguruannya, Ilmu Lam Hay Peng Po Leng Im Sin Hoat (Ilmu
Gerak Tubuh Menyeberangi Awan Tenang di lautan Selatan).
Tetapi, memang ilmu ini kurang ampuh guna menghadapi Sie Lan
In yang mengenali ilmu itu melalui Koay Ji, tetapi tetap saja oleh
Bu Tek Seng Ong dipaksakan. Bersamaan dengan itu, diapun
berusaha untuk mengembangkan jurus Kim Tan Soh Liong
(Membelenggu Naga Di Aula Emas) dan disusul dengan jurus Tou
3392
Ciok Mun Lou (Menyambit Batu Menanya Jalan). Kedua jurus itu
dikerahkan secara susul menyusul guna memegat Sie Lan In
tetap di tengah arena dan dia melangkah secara mujijat
mengelilinginya dengan menerjang lewat kedua jurus tadi. Jurus
pertama dia membuat Sie Lan In merasa nyaman dan seperti
tidak berbahaya dalam posisinya, tetapi jurus kedua justru
menerjang dalam 7 jurus serang yang susul menyusul.
Tetapi Sie Lan In tentu saja mengerti maksud lawan, apalagi
setelah mulai Bu Tek Seng Ong memakai kembali langkah mujijat
yang juga sudah dia kuasai beberapa tehniknya. Tidak mau kalah,
dia kembali menggunakan kombinasi Ilmu Pukulan Kim Kong
Ciang Hoat (Ilmu Pukulan Cahaya Emas) yang dilambari ilmu To
Im Kiat Yo (Menarik Tenaga Dalam Lawan untuk Mendorong).
Kombinasi yang memang dia andalkan dalam tarung sambil
terbang tadi, dan bergerak secara cepat dan leluasa dalam jurus
jurus Thai Ong Hu Kiam (Raja Thai Memutar Pedang). Gerak
cepatnya bagaikan sedang mengelilingi tujuh (7) bahaya atau
“pedang” dan sekaligus membuat pedang itu tidak berdaya
menyentuh dan membahayakannya. Dengan kecepatannya, dia
membuat rangkaian 7 serangan Bu Tek Seng Ong bagai ompong
dan tak mampu menyentuhnya.
3393
Bahkan dengan cepat, diapun kemudian memainkan jurus Kim
Sih Jauw Wua (Benang Emas Melilit pergelangan Tangan) dan
dilanjutkan dengan satu jurus lagi, yakni jurus Ciau Ceh Lam Hai
(Ombak Laut Selatan Menderu). Dengan cara ini, justru Sie Lan
In yang mencecar Bu Tek Seng Ong dan berbalik menjadikan
lawannya itu kaget. Kaget dan bahkan terkesiap dengan
kenyataan bahwa dia tetap saja tidak berkemampuna untuk
melukai seorang Sie Lan In. Gerakan tangan Sie Lan In yang
penuh kekuatan hawa lembek namun menjebak itu, bergerak
kesana-kemari bagaikan gelombang laut selatan dan mengejar
kemanapun Bu Tek Seng Ong bergerak menghindar. Merasa
sangat kerepotan, maka pada akhirnya diapun bergerak
sederhana dalam jurus Liu Ing Uh Khong (Air Mengalir Tarian
Kosong) dan dilanjutkan dengan gerakan pertahanan jurus Tok
Hu Tang Koan (Menjaga Pintu seorang Diri). Pilihan yang rada
tepat karena memang gerakan Sie Lan In sudah mendahuluinya
setengah langkah di depan dan mau tidak mau diapun harus
menyesuaikan sebelum kembali menerjang lawan. Gerakan
sederhana tadi cukup bagus dan membuatnya punya tempo.
Sebetulnya, dengan gerakan sederhananya barusan, diapun
menyiapkan diri untuk segera kembali menerjang lawan dan
sekali ini dia keluar dengan Ilmu baru, yakni Ilmu Pukulan Ling
3394
Khong Huan In Cam (Pukulan Tanpa Bayangan). Tetapi untuk
berganti ilmu pukulan, dia harus meredakan badai laut selatan
dalam pukulan bergelombang Sie Lan In yang membuatnya terus
menerus kerepotan. Ada juga untungnya, yaitu karena dia sudah
menutup diri dan menutup semua cela masuk serangan Sie Lan
In sehingga dia masih mampu untuk menarik nafas yang cukup
guna melanjutkan pertarungan mereka.
AliAfif.Blogspot.Com - AliAfif.Blogspot.Com -

Postingan terkait:

Ditulis Oleh : ali afif ~ Ali Afif Hora Keren

Tulisan Cerita Asmara ke 20 PANL ini diposting oleh ali afif pada hari Jumat, 20 April 2018. Terimakasih atas kunjungan Anda serta kesediaan Anda membaca Tulisan ini di Blog Ali Afif, Bukan Blogger terbaik Indonesia ataupun Legenda Blogger Tegal, Blogger keren ya Bukan. Kritik dan saran dapat anda sampaikan melalui kotak komentar.

:: support to buwel ! ::

Loading...
Comments
0 Comments