Baca Juga
- Cerita Asmara ke 20 PANL
- Cerita Amoy Lokal PANL 19
- Cerita Panlok PANL 18
- Cerita ML PL PANL 17
- Cerita PL ML PANL 16
- Cerita Cantik PANL 15
- Cerita ABG ke 14 PANL
- Cerita Apik PAnL ke 13
- Cerita PANL ke 12
- Cerita PANL ke 11
- Cerita Top PANL 10
- Cerita Asyik PANL 9
- Cerita Dewasa PANL 8
- Cerita Romantis Tante PANL 7
- Cerita Romantis ABG PANL 6
- Cerita Romantis Klasik PANL 5
350 jurus keduanya bertarung dan sudah terlampau sering
mereka menyerang dan bertahan dengan ilmu dan kekuatan
iweekang yang semakin meningkat. Pada tahap itu, baik Bu Tek
Seng Ong maupun Sie Lan In sudah sadar, bahwa mereka akan
sangat kesulitan untuk meraih kemenangan tanpa mengorbankan
sesuatu. Setelah pertarungan berlangsung ratusan jurus, mereka
berdua mulai bisa menentukan keunggulan dan sekaligus
kekurangan masing-masing.
Dengan tingkat kemampuan mereka saat itu, sulitlah mereka
membayangkan satu kemenangan gemilang tanpa salah satu dari
mereka melakukan kesalahan. Ataupun tanpa mereka
mengorbankan sesuatu akibat kemampuan lawan yang memang
setara dan seimbang dengan diri sendiri. Dengan demikian, maka
jika terus keadaan seperti mereka saat pertempuran mereka itu
berlangsung, kalah menang mereka akan mengalami kerugian
3395
yang tidak bakal sedikit dan tidaklah kecil. Terkecuali pertarungan
mereka disela atau dibubarkan oleh orang lain sebelum masingmasing
mereka mengalami luka dan terkalahkan. Sampai saat
jurus ke 350 yang baru berlalu, keadaan mereka bagaikan dua
ular bertarung dan sudah dalam keadaan saling lilit, sekujur tubuh
mereka sudah ada alur dan arus kekuatan iweekang yang saling
lilit dan repot untuk dapat diuraikan kembali. Mestilah seorang
tokoh yang sudah berkepandaian jauh diatas mereka berdua yang
berkemampuan menguraikan dan memisahkan mereka berdua
pada tingkat pengerahan iweekang seperti mereka pada saat
seperti itu. Padahal menemukan tokoh sehebat itu, nyaris
mustahil pada saat itu, meski sebenarnya ada Koay Ji dan Yap
Jeng Cie yang mereka berdua berdiri disitu dan memperhatikan
jalannya pertarungan. Mereka berdua jelas tidak akan bertindak,
karena tahu apa arti dari tindakan masing-masing.
Kembali ke pertarungan di arena sebelah, Kwa Siang masih tetap
menjadi bulan-bulanan namun tidak bisa terus dibuat menjadi
sansak dan permainan Rajmid Singh dengan adanya seorang
Siauw Hong yang mulai lebih aktif. Kehadiran Siauw Hong yang
meski hanya sekali-sekali itu membuat Kwa Siang merasa bagai
pahlawan perang, maju dipukul mundur, bangkit kembali dan
maju untuk kembali dipukul oleh lawan. Tetapi, jangan salah,
3396
setelah ratusan jurus dia terus menerus menerima baik pukulan
maupun gebukan lawannya, dia bukannya semakin lemah dan
keteteran. Sebaliknya, gerakannya justru mulai menjadi lebih
terlatih dan mulai lebih terarah. Dan hal ini mendatangkan
kekagetan yang sangat di pihak Rajmid Singh yang memang
mulai menduga ada yang aneh dengan lawannya ini. Betapa
tidak? Dalam ilmu dan iweekang, dia nyaris setanding dengan
Yap Jeng Cie, tetapi, mengapa dia tidak mampu menjatuhkan
lawan muda yang dogol ini?
Yang membuat kaget dan terkejut Rajmid Singh adalah, dia
merasa semakin lama Kwa Siang justru semakin hebat dan
menjadi semakin kuat dan bersemangat serta semakin sulit
dihadapi. Padahal, sudah puluhan kali atau bahkan mungkin
sudah ada ratusan kali pukulannya bersarang dengan telak di
sekujur tubuh pemuda itu. Bukan hanya itu, diapun sudah
mencoba menyerang dan menotok pada semua titik kelemahan
di tubuh pemuda itu. Baik di ketiak, dada, kemaluan, leher, mata
dan juga bagian tubuh lemah lainnya, semua sudah sempat
menerima pukulannya, termasuk juga kemaluan Kwa Siang
sendiri, tetapi dengan semua pukulan dan totokan itu, tetap saja
tidak mendatangkan pengaruh apa-apa terhadap Kwa Siang.
Sebaliknya, dia justru semakin gagah dan mulai bertarung lebih
3397
teratur meski tetap saja menerima beberapa gebukan dari
lawannya, dari Rajmid Singh, meskipun sudah tidak sesering
sebelumnya.
Rajmid Singh sendiri belakangan, sudah mulai kembali mengarah
mata lawan, mata Kwa Siang, atau tepatnya biji mata. Dia curiga
karena Kwa Siang menjaga dan mati-matian serta selalu
menghindarkan mata dari pukulan, totokan dan juga colekannya.
Tetapi, ketika juga suatu saat sebuah pukulannya mengenai mata
lawan muda itu, ternyata tetap saja tidak ada efek berbahaya dan
tidak terlihat Kwa Siang merasa kesakitan dengan pukulannya
barusan. “Mungkinkah mesti kucungkil dahulu mata itu barulah dia
akan merasa kesakitan....”? desis Rajmid Singh setelah
kewalahan dan mulai merasa kerepotan menghadapi kebandelan
anak muda yang susah dipukul terluka itu. Padahal, benar dia
sudah bagai sansak hidup saja, tetapi dia tidak pernah terluka
oleh banyak pukulan yang masuk mengenainya bertubi-tubi
sekalipun. Sebaliknya, pemuda itu justru semakin gagah dan
semakin hebat dalam menyerang dan semakin cepat.
Bahkan anehnya, setelah 300 jurus berlalu, Rajmid Singh kaget
karena si dogol itu terasa sudah mulai mampu berkelit dan
gerakannya masih tetap segesit dan sekuat seperti semula.
Sementara dia, sebaliknya dalam usia tuanya, justru mulai
3398
merasa agak letih dan lelah, karena sudah cukup banyak
tenaganya terbuang memukul lawan yang bandel itu. Susahnya
lagi, Kwa Siang seperti mengetahui keadaannya dan mulai
menerjang dan memberondongnya dengan kekuatan gwakang,
yang dia tahu dan paham, jika dia ladeni akan berarti maut
baginya. Rajmid Singh tiba-tiba sadar apa maksud lawan
memasang seorang Kwa Siang untuk menghadapinya. Dan dia
tahu bahwa dugaannya tidak keliru. Tidak mungkin keliru saat dia
berusaha untuk lebih mengerti dan memahaminya. Ya, lawan
muda nan bandel ini memang secara sengaja dipersiapkan untuk
menghadapinya. Karena pihak lawan kesulitan menemukan
tandingan untuknya, maka disiapkanlah anak muda ini
melawannya dengan cara menguras tenaganya dan
mengalahkannya.
Soalnya, lawan mudanya itu jelas bukan lawan sepadannya.
Tetapi, kekebalan dan daya tahannya atas ilmu sihir alias tidak
mempan disihir membuatnya menjadi lawan yang tepat karena
masih muda dan berdaya tahan yang jauh lebih lama dibanding
dirinya. Sementara dia, sudah pasti daya tahannya tidaklah
sehebat si anak muda yang masih segar, kuat dan tambah gagah
setelah mengarungi pertarungan selama 300 jurus. Sementara
dia, setelah menggunakan semua kehebatannya, semua juga
3399
iweekangnya, dia menemukan dirinya kelelahan sementara lawan
muda yang bukan kelasnya, justru semakin gagah. Lawan muda
yang jadi sansak hidup tadi semakin mampu menghadirkan
ancaman terhadap dirinya. Tidak salah lagi, lawan memang
sudah secara cerdik menyediakan baginya seorang lawan yang
“tepat”, bukan untuk mengalahkan ilmunya, tapi mengalahkan
usianya. Usianya jelas bukan lawan bagi lawan mudanya yang
agak aneh, kebal dan susah disihir, ya, dia bukan lawan dari sudut
daya tahan dibanding anak muda itu. Menjadi lebih parah
baginya, karena lawan muda nan bandel ini, juga membekal ilmu
lain yang sangat mujijat, yakni ilmu kebal yang amat kuat dan
amat hebat itu.
Pertimbangan ini segera disampaikannya kepada kawannya, dan
dia mencoba untuk mengulur waktu dan membiarkan sahabatnya
menemukan jalan keluar bagi persoalan yang sedang dia hadapi.
Gadis muda yang sesekali membantu anak muda lawannya, kini
sudah kembali berdiam diri dan membiarkan lawan mudanya
terus menyerangnya. Ya, kini dia membiarkan diri diserang lawan
mudanya itu, tetapi bukan masalah mudah bagi orang setua dia
untuk bisa menemukan kembali kebugarannya. Apalagi karena
dia kini terus diburu dengan tidak henti-hentinya oleh lawannya
yang entah mengapa kini bergerak cepat, gagah dan lebih teratur.
3400
Diam-diam dia merasa bodoh karena tidak membaca strategi
lawan yang menyodorkan lawan muda ini untuk sekedar menjadi
sansak hidup selama ratusan jurus. Hanya untuk menemukan
kenyataan bahwa dia tidak menang dengan memukuli si anak
muda yang kebal dan tidak ada matinya selama ratusan jurus itu.
Dan bodohnya, dia kini diserang serangan-serangan gwakang
yang maha kuat dan membuatnya jadi tambah lelah dan lemah
jika menyambutnya.
Tetapi, kesadaran itu muncul terlambat, karena setelah lebih 4
jam mereka terus-menerus bertarung, terus-menerus dia
menguras semua kekuatannya, tetap saja dia tidak mampu
melukai dan membunuh pemuda itu. Semua sudah dilakukannya
guna melukai Kwa Siang, tetapi dia tidak menemukan sesuatu
yang aneh dan memadai guna mengalahkan lawan itu. Padahal
dia sudah lelah, sudah capek dan sudah butuh istirahat. Tiba-tiba
dia mendengar bisikan lirih di telinganya, tanda bahwa
sahabatnya memberi petunjuk:
“Hanya tinggal matanya yang pelu engkau lukai.....”
“Sudah, beberapa kali kena kupukul.....” sanggahnya karena
memang dia berapa kali mampu memukul bagian itu. Tetapi, tetap
3401
saja pukulan-pukulannya tidak mampu melukai si dogol bandel
itu.
“Engkau bodoh, biji matanya tidak mungkin kebal..... totok, atau
jika engkau mampu cungkil keluar matanya itu”
“Ach, mengapa tak terpikir sampai kesana....”? sesalnya karena
tidak atau belum berpikir sejauh kesana. Tetapi, waktu beberapa
detik mereka bercakap, ternyata harus dia bayar cukup mahal:
“Bukkkkkkk......................”
Sebuah pukulan dengan kekuatan gwakang atau tenaga luar
yang amat hebat tiba tiba masuk dan mengenai bagian dada
luarnya. Dan diapun terdorong kencang sampai beberapa
langkah baru kembali berdiri dengan kokoh dan merasakan sakit
menyengat yang luar biasa rasanya itu. Meskipun sakit itu bukan
sakit pada bagian dalam tubuhnya, tapi rasa sakit itu terasa amat
mengganggu pergerakan tangannya, khusus tangan kirinya yang
jadi terganggu. Dan sakit seperti terasa berbeda, maklum, karena
memang rasa sakit yang dia rasakan akibat fisiknya terlanggar
oleh kekuatan pukulan tenaga luar lawan yang dia tahu sangat
hebat luar biasa. Sakit karena luka dalam, lain lagi, beda dengan
sakit fisik yang dia alami akibat kena pukul lawan muda itu.
3402
Dan untungnya lagi, setelah berhasil untuk pertama kalinya
memukul lawannya, Kwa Siang menunggu dan memberi
kesempatan Rajmid Singh untuk beristirahat sejenak dan
memandanginya penuh belas kasihan. Dia tidak sadar, jika lawan
itu berusaha mengembalikan kebugarannya untuk menyerangnya
kembali. Dan bakalan kelak menyerangnya dengan tidak
mengenal kasihan. Sudah amat jelas bahwa Kwa Siang tidak
paham bahwa memang Rajmid Singh sudah amat membutuhkan
istirahat meski hanya sejenak saja itu. Masih untung ada seorang
Siauw Hong didekatnya, dan segera memperingatinya:
“Bodoh, dia akan segera menyerangmu dengan hebat, jaga
dirimu segera...” Siauw Hong berhasil memperingatkan Kwa
Siang, tetapi sedikit terlambat. Karena sesaat setelah Siauw Hong
mulai berbicara, Rajmidh Singh sudah mengerahkan kekuatan
dan iweekangnya dan kemudian mencelat memukul Kwa Siang
dengan kedua belah lengan atau jemarinya mengembang.
Memang benar peringatan Siauw Hong dan Kwa Siang menyesal
karena sempat agak ayal. “Coba terus kuserng dia tadi, pasti dia
sudah modar”, pikir dan sesal Kwa Siang dalam hati.
Masih untung Kwa Siang agak cepat sadar, dan karena itu dia
bergerak cepat untuk menangkis, tetapi tetap saja terlambat
karena pukulan dan totokan Rajmidj Singh dengan cepat sudah
3403
mengenai tubuhnya; Sampai empat kali tubuhnya menerima
pukulan dan totokan dari lawannya:
“Duk, duk, tuk, tuk.....”
Tetapi pukulan dan totokan yang datang bertubi-tubi itu tetap tidak
melukainya meski terasa menyakitinya, terutama totokan-totokan
yang memang berisi tenaga yang luar biasa. Merasa kesakitan,
diapun menggerang murka dan mengembangkan lengan dan
membuka pertahanan untuk balas memukul. Dan karena
dilakukan dengan penuh amarah dan emosi, Bun Kwa Siang tidak
sadar jika Rajmid Singh memang dengan sengaja memancingnya
guna membuka diri. Adalah Siauw Hong sekali lagi yang
memperingatkannya dengan suaranya:
“Awas, jaga “barangmu”......”
Sengaja dia menggunakan kata “barang”, sebagai pengganti
“mata” bagi Kwa Siang. Tapi, Rajmid Singh tidaklah bodoh,
karena dengan cepat dan secara otomatis Kwa Siang bergerak
melambat dan kembali melindungi area sekitar matanya itu. Dan
sadarlah tokoh tua itu, bahwa memang benar, mata Kwa Siang
adalah bagian yang tidak dapat dijaga dengan sempurna, dan
untuk memenangkan pertarungan, maka dia harus melukai Kwa
3404
Siang pada kedua biji matanya. Memperoleh pengetahuan
tersebut Rajmid Singh menjadi sangat gembira, semangatnya
muncul kembali, tetapi sayangnya, sudah terlampau banyak
kekuatan dan tenaga yang dihamburkannya keluar untuk
menerjang Kwa Siang sejak awal. Apalagi, pengerahan kekuatan
besar yang dilakukannya untuk serangan terakhir yang berhasil
membuatnya tahu serta paham akan kelemahan dari Kwa Siang
yang tidak disadarinya sejak awal. Dia tahu dia sendiri sudah
lemah dan letih.
Tetapi, dia tidak bisa berpikir lagi lebih jauh karena Kwa Siang
sudah kembali datang menggempurnya dengan kekuatan
gwakang yang menggunung. Dia malah tambah heran, karena
Kwa Siang seperti tidak ada matinya, kekuatan gwakang anak
muda itu justru lebih bertambah hebat dan besar seiring dengan
semakin lamanya mereka adu kekuatan dan bertarung. “Jika
sekali lagi terkena gempurannya, maka habislah nasibku..”
desisnya khawatir. Bukan apa-apa, meski menemukan rahasia
kelemahan di mata Kwa Siang, tetapi dia kehabisan tenaga dan
kelelahan, sementara lawan justru semakin kuat dan semakin
berbahaya. Padahal, untuk bisa menjangkau dan menyerang biji
mata Kwa Siang, dia membutuhkan kebugaran, tenaga yang
cukup agar mampu bergerak cepat dan menotok biji mata itu.
3405
Memang benar, kenyataannya Kwa Siang seperti kondisi
“antitesa” dari seorang manusia normal. Karena semakin lama
gerakannya, justru semakin teratur dan juga semakin gagah saja
kelihatannya. Kekuatannya juga semakin membesar, terutama
adalah kekuatan gawakangnya yang memang tidak lumrah
manusia. Maka kekuatan serta kegagahan seperti itu yang kini
mesti dihadapi Rajmidh Singh yang sudah kelelahan, sudah tua
dan mulai kehilangan semangat. Padahal, seharusnya, bagi
manusia normal, mestinya Kwa Siang semakin lelah akan
semakin lemah dan juga semakin berkurang kekuatan gwakang
dalam menggempur. Yang terjadi, justru bagi Kwa Siang adalah
hal yang sebaliknya, dia bukanlah semakin lama semakin lelah,
justru semakin lama semakin hebat. Rajmid Singh sudah mulai
kelelahan dan letih sementara sebaliknya, dalam durasi yang
sama, Kwa Siang justru semakin hebat dan semakin kuat daya
tarung dan daya pukulnya.
“Benar-benar bedebah.....” maki si tua Rajmid Singh mengetahui
Kwa Siang kembali datang menggempur dengan kekuatan dan
kecepatan yang justru semakin tambah mengerikan dan otomati
mengganggu semangat dan daya tempurnya. Tetapi, harus
segera bergerak jika dia tidak ingin terpukul oleh kekuatan
pukulan Kwa Siang yang membahana dan semakin menghebat.
3406
Bahkan, saking kuatnya kekuatan gwakang dari Kwa Siang, kini
angin pukulannya terasa menyambar dan membawa angin yang
menghembus kencang dan malah sampai membuat daun-daun
sekitar mereka bergoyang. Terlihat sungguh hebat, sungguh
mengerikan dan mulai menghentak keberanian seorang Rajmid
Singh.
Mau tidak mau, dengan tetap berusaha mencari cara mengincar
biji mata Kwa Siang kakek tua itu kembali bergerak. Gerakannya
jelas sudah tidak semantap dengan sebelumnya, dan itu memang
disengaja dan disasar Kwa Siang, memaksa kakek itu terus dan
selalu bergerak. Jika memang diperlukan, juga memaksanya
untuk adu pukulan, entah bagaimana caranya, yang penting terus
diserang seperti saran dan instruksi Koay Ji. Dan disisi dekatnya,
berkali-kali Siauw Hong mengingatkannya persoalan itu, dan kini
dia mulai amat senang karena melihat setelah beberapa jam
mereka berkelahi, dia mulai berada diatas angin. Tenaga dan
kemudaannya, serta kemujijatan struktur tubuhnya memang
dimanfaatkan secara cerdik oleh Koay Ji untuk melawan salah
satu keping yang sulit dicarikan lawannya di pihak lawan. Dan,
strategi berjudi yang dilakukan Koay Ji, ternyata terhitung
memperlihatkan hasil, dan bisa membuat Rajmid Singh tidak
3407
mampu dan tidak dapat mengembangkan lagi kemampuan
terbaiknya.
Seperti yang semakin terlihat, Rajmid Singh tidak mampu lagi
bergerak cepat, tetapi berusaha semaksimal mungkin untuk
menghemat tenaganya yang masih tersisa. Karena
bagaimanapun dia masih berusaha untuk menotok dan merusak
biji mata Kwa Siang guna beroleh kemenangan dalam
pertarungan melelahkan itu. Maka, sedapat mungkin dia coba
bergerak lebih terbatas dan minimal, menghimpun tenaga tersisa
untuk menggebrak pada saat yang tepat. Tapi, sekali lagi, seperti
biasanya dia mendengar perintah dan peringatan Siauw Hong
kepada Kwa Siang, dan diapun merasa sangat kesal. Bukan apaapa,
karena mendengar perkataan Siauw Hong yang
memperingatkan Kwa Siang:
“Jangan terlampau senang dan gegabah Kwa Siang, dia sedang
menghimpun tenaga terakhir untuk bisa menyerang
kelemahanmu nanti. Karena itu, jaga terus “barangmu” itu, karena
sebentar lagi kakek busuk itu akan lemas dengan sendirinya.
Pada saat itu, engkau bisa sepuasnya mendaratkan pukulanpukulanmu,
tanggung tulangnya akan rontok dan tulangtulangnya
hancur sekalian.....”
3408
Perkataan atau tepatnya peringatan yang sangat tepat bagi Kwa
Siang yang kembali dengan cepat mendengarkan Kwa Siang dan
merusak rencana Rajmid Singh untuk mengkondisikan serangan
terakhirnya. Karena dengan Kwa Siang yang kembali
berkonsentrasi bertahan dan lebih menjaga dirinya, maka
semakin sulitlah bagi dia untuk menemukan cela menyerang Kwa
Siang. Terutama dengan sekali serang sesuai rencananya akan
bisa menotok dan menusuk biji matanya hingga hancur dan
pecah. Ach, sungguh sayang, sungguh menggemaskan. Tapi,
menyerang Siauw Hong yang selalu mengingatkan Kwa Siang,
juga bukan pekerjaan bijaksana, karena gadis muda itu, juga
bukanlah seorang lawan yang ringan. Terutama dalam kondisi dia
yang sudah lelah dan capek, kecuali jika dia masih segar seperti
biasanya dan seperti awal pertarungan. Terlebih dalam kondisi
fisiknya yang sudah amat letih dan lelah setelah bertarung
panjang dan tenaganya sudah semakin tipis.
Pada akhirnya, diapun menjadi pasrah dan menunggu
kesempatan belaka yang mungkin muncul dengan gaya Kwa
Siang yang memang agak gegabah meski dijaga secara ketat
oleh Siauw Hong. Gadis manis yang sejak awal selalu
memperingatkan dan mengarahkan Kwa Siang yang memang
rada dogol itu. Memang benar, tinggal menunggu kesempatan
3409
terbuka itu saja yang dapat dilakukan oleh Rajmid Singh dengan
melihat keadaan sekitarnya. Mengandalkan ilmju lainnya, imu
sihir, ginkang dan juga iweekangnya, sepertinya sudah tidak
memungkinkan. Karena semua itu sudah dia coba dan tidak
mendatangkan hasil.
Sementara itu, pertarungan Bu Tek Seng Ong melawan Sie Lan
In mirip belaka. Keduanya sudah membuktikan bahwa mereka
memang tokoh-tokoh puncak yang dimalui banyak orang setelah
sangup bertarung ketat dan hebat lebih 350 jurus, dan bahkan
sudah mendekati jurus ke-400 dalam rentang waktu empat (4) jam
terus menerus menguras perbendaharaan ilmu mereka. Keadaan
mereka menyerang dan mendesak lawan, serta keadaan mereka
didesak dan diserang lawan sudah mereka alami berkali-kali. Dan
keduanya masih tetap bertahan, belum menunjukkan gejala siapa
yang akan kalah ataupun siapa yang akan menang. Karena
kelemahan dan kelebihan masing-masing sudah semakin jelas
terlihat, dan meskipun demikian, tidak cukup untuk mampu
diwujudkan dengan segera. Secara umum memang Sie Lan In
lebih banyak bergerak dan lebih sering didesak, tetapi Bu Tek
Seng Ong sama sekali tidak memandang kondisinya di atas
angin.
3410
Larena Sie Lan In seperti biasanya masih terus bergerak lincah,
gesit, sementara lawannya masih tetap menyerang dengan hebat.
Tetap seperti itu. Dan keduanya sudah mulai dan sudah berpikir
untuk mengembangkan jurus-jurus dan ilmu-ilmu pamungkas
karena keadaan mereka sudah menuntut penyelesaian. Bahkan
Koay Ji sendiripun sudah merasa sedikit tegang, ketegangan
yang semakin terasa setelah dia sadar bahwa di belakangnya
sudah berdiri Khong Yan dan juga Tio Lian Cu yang juga samasama
tegang dengan dirinya. Mereka bertiga menyaksikan
bagaimana pertarungan yang tersaji dihadapan mereka,
khususnya Sie Lan In melawan Bu Tek Seng Ong, bagai
pertarungan yang tanpa ujung. Atau pertarungan dengan ujung
yang sulit untuk mereka bayangkan ujung akhirnya, saking ketat
dan saking serunya pertarungan itu berlangsung.
Bukan apa-apa, karena kekuatan yang membahana dan puncak
iweekang yang mereka kerahkan, sudah membuat semua bendabenda
ringan sekitar atau dalam arena beterbangan. Bahkan
semakin lama semakin perlahan, tidak lagi secepat pada awal
pertarungan mereka berdua. Itulah tanda bahwa pengerahan
iweekang keduanya sudah pada puncaknya, dan akan tergantung
keduanya untuk mengatur dan menata, bagaimana mereka
memanfaatkan kekuatan itu untuk pertarungan puncak. Koay Ji
3411
sendiri sudah paham dan sudah tahu, bahwa Sie Lan In saat itu
sudah di tingkat tertinggi dari pengerahan iweekang Hut Men Sian
Thian Khi Kang (Tenaga Dalam Mujijat). Iweekang mujijat yang
sebetulnya masih satu cabang dengan iweekang yang dia sendiri
kuasai dan warisi dari Bu In Sinliong. Dia tidak ragu akan hal itu,
tetapi diapun tahu bahwa Bu Tek Seng Ong sudah dalam tingkat
yang sama dengan pengerahan kekuatan iweekangnya.
Arena mereka sudah merupakan arena yang tidak dapat didekati
manusia, akan jarang ada yang mampu mendekati dan
mengganggu mereka setelah kekuatan mereka saling belit dan
saling silang sedemikian rumitnya. Dalam tingkat tersebut Koay Ji
melihat bagaimana Sie Lan In memainkan semua ilmu Siauw Lim
Sie dalam kemampuan tertinggi, baik menggunakan Tam Ci Sin
Thong, Kim Kong Ci dan juga Tay Lo Kim Kong Sin Ciang guna
menerjang dan menahan ilmu-ilmu berbahaya yang dilontarkan
lawannya. Hal yang sama yang juga dilakukan oleh Bu Tek Seng
Ong, karena mereka berdua sudah sama sepakat bahwa mereka
sudah berada di tingkat terakhir, tingkat puncak pertarungan
setelah melampaui lebih 400 jurus dalam waktu nyaris 5 jam
pertarungan. Mereka sudah saling libas dan tidak mungkin lagi
melepaskan diri dengan leluasa.
3412
Tidak banyak, hanya ada segelintir orang belaka yang memahami
apa yang sedang berlangsung di arena itu. Dua arena yang
berjarak lebih sepuluh meteran sudah berada di puncak
pertarungan, dan tinggal menunggu bagaimana akhirnya. Tetapi,
adalah arena Kwa Siang yang dibantu Siauw Hong yang
menentukan akhirnya lebih dahulu. Terutama setelah mereka
mencapai nyaris 500 jurus bertarung, dan setelah lebih 5 jam
mereka terus menerus bergerak tukar menukar pukulan. Sekali
lagi, tukar menukar pukulan, meskipun pada 350 jurus pertama
Kwa Siang bagaikan boneka yang dipukul terus menerus oleh
lawannya dengan tidak mampu membalas. Tetapi, belakangan
Bun Kwa Siang lebih mampu memberikan perlawanan, mampu
balas memukul meski jarang mampu menyentuh dan langsung
memukul lawannya. Keadaan yang mengagetkan Rajmid Singh.
Tapi, benar-benarkah Bun Kwa Siang baru mampu memberikan
perlawanan karena Rajmid Singh sudah sedemikian lelah dan
sudah sedemikian letihnya dalam tarung yang memang luar biasa
itu? Sebenarnya tidak sepenuhnya benar pandangan itu, karena
sesungguhnya meski Kwa Siang kalah jauh dibandingkan
lawannya, tetapi dia sendiri memang belum pernah
mempertunjukkan kemampuannya selama dia menjadi boneka
sansak lawannya. Selalu saja dia maju, kena pukul, terlontar ke
3413
belakang, bangkit lagi, maju lagi, kena pukul lagi dan begitu
seterusnya. Memang, seslisih yang cukup jauh dibandingkan
dengan lawannya, membuat Kwa Siang mau tidak mau menerima
kenyataan diperlakukan seperti itu oleh lawannya. Tetapi, ini yang
hebat, pada saat lawannya mulai merasa letih, diapun beroleh
kesempatan untuk mempraktekkan semua yang diajarkan oleh
Koay Ji. Karena itu, dia terlihat semakin lama semakin hebat.
Kenyataan perlawanan yang dilakukan oleh Kwa Siang dengan
kekuatan gwakang sebagai andalannya, mengagetkan banyak
orang. Langkahnya ringan, licin namun tidak mengurangi aspek
kekuatan fisik yang selalu membuat bahkan Rajmid Singh ngeri
untuk menahannya. Maklum, bahkan ketika tidak keletihanpun,
dia merasa ngeri membentur kekuatan pukulan Kwa Siang,
apalagi pada saat dia mengalami kelelahan dan keletihan.
Akibatnya, diapun mulai mengelak dan menjadi banyak bergerak
mengikuti arah dan alur serangan Kwa Siang. Itulah sebabnya,
keletihan Rajmid Singh tidak banyak berkurang, sebaliknya justru
kelelahan dan keletihannya semakin menjadi-jadi karena
kecepatan langkah Kwa Siang untuk memburu dan terus
mengejar kemanapun dia pergi. Yang mengerikan Rajmid Singh
adalah jika mesti menangkis ataupun menahan terjangan
3414
kekuatan Kwa Siang dalam kekuatan gwakang yang dia tahu
sedikit yang mampu menahannya.
Menyadari posisinya yang semakin berbahaya dan geraknya
semakin melamban, Rajmid Singh akhirnya memutuskan
mengumpulkan tenaga dan juga sisa iweekang terakhir untuk
mencari kesempatan memukul ataupun menotok mata Kwa
Siang. Keletihannya memang mendekati puncaknya setelah lebih
5 jam mereka bertarung dan melewati lebih 500 jurus. Dia
memang kaget karena Kwa Siang seperti tidak ada matinya, tidak
terlihat lelah dan letih, serangannya tetap keras dan membawa
maut. Karena itu, dengan caranya dia menciptakan lowongan
yang berkali-kali coba memancing agar Kwa Siang masuk ke
jebakannya itu. Tetapi, Siauw Hong cukup jeli dan selalu
mengingatkan Kwa Siang agar tidak masuk dalam jebakan lawan
yang dia tahu merencanakannya.
Tetapi, setelah melihat keadaan Rajmid Singh yang semakin letih,
Siauw Hong pada satu kesempatan membiarkan Kwa Siang untuk
terus bertarung dengan nalurinya. Kekuatan gwakangnya terus
bergerak dan digerakkan penuh melambari semua langkah,
semua pukulan dan membuat Rajmid Singh merasa semakin
keripuhan. Sampai akhirnya mendekati jurus ke-600an Rajmid
Singh tersenyum karena pada akhirnya Kwa Siang memakan
3415
umpannya dan Siauw Hong sepertinya membiarkan saja kejadian
itu berlangsung. Mungkin karena Siauw Hong mengira Rajmid
Singh sudah kehabisan daya dan tidak akan membahayakan Kwa
Siang lagi. Padahal, sejatinya Siauw Hong paham dan
membiarkan saja kejadian tersebut, karena dia tahu pertarungan
itu harus berakhir.
Saat itu, melihat lowongan masuk, Kwa Siang menyerang dengan
gerak tipu Tiat ie koan jit (Baju besi menutup matahari), yang
menghadiahkan sebuah pukulan hebat penuh tenaga luar kearah
Rajmid Singh. Posisi ini, memang sudah ditunggu oleh Rajmid
Singh yang tiba-tiba, saat Kwa Siang memukul, gerakangerakannya
yang sudah loyo berubah cepat dan memainkan
langkah jurus Han mo tui ho ('Setan kedinginan mengejar api).
Hebat akibatnya, Rajmid Singh memperoleh peluang bagus dan
memukul Kwa Siang dengan jurus Hui hong soan tah (Angin
puyuh mengitari pagoda). Dan dia melakukannya secara cepat
dan tepat. Pada saat terpukul, Kwa Siang awalnya merasa biasa
dan ringan saja, tetapi, tiba-tiba lengan Rajmid Singh merogoh
keatas dan menotok sebelah mata Kwa Siang dengan gerak tipu
Hay tee tam cu (Mencari mutiara di bawah laut). Rajmid Singh
tidak keliru dan malah berhasil, namun tidak menghitung satu hal,
yakni pada saat yang sama Kwa Siang memukul sekeras dan
3416
sepenuh kekuatannya dengan jurus ok miao pok cie (Kucing galak
menubruk tikus).
“Tuk........ Bukkkkkkk....... acccccchhhhhhhhhhh .......”
Pada saat yang bersamaan, atau setidaknya saat yang nyaris
bersamaan dan hanya dipisahkan oleh sepersekian detik belaka,
beberapa kejadian terjadi. Satu totokan masuk, sebuah pukulan
penuh tenaga juga kena telak, dan dua buah teriakan kesakitan
menggema diudara. Apa yang terjadi?
Rajmid Singh sudah benar dan tepat dengan gerak
pancingannya, sayang sekali daya gerak dan keawasannya
memang sudah turun sangat jauh. Pada saat normal, bukanlah
perkara sulit baginya mengelak dan mengetahui ayunan sepenuh
tenaga dari Bun Kwa Siang yang memang masuk menyerang
dengan maksud itu. Pada sangkaannya, setelah terkena totokan
di matanya, Kwa Siang akan kehilangan kekuatan dan nanti
secara otomatis kekuatan pukulannya musnah. Yang dia tidak
tahu, sesaat setelah terkena totokan dimatanya, Kwa Siang masih
belum merasa kesakitan, bahkan masih belum lagi sadar dan
merasa bahwa dia sudah terluka. Dia baru merasa sakit dan sadar
terluka sesaat setelah kekuatan pukulan besar yang dia kerahkan
membentur dan mengenai secara telak tubuh Rajmid Singh. Pada
3417
saat itulah baru Kwa Siang merasa kesakitan, dan karena itulah
mereka berdua pada saat bersamaan merasa menjerit kesakitan.
Setelah menjerit panjang, tubuh Kwa Siangpun mundur kearah
samping dan segera dipapah oleh Siauw Hong yang terkejut
melihat akhir pertarungan Kwa Siang. Pada saat bersamaan,
tubuh Rajmid Singh yang terkena pukulan tenaga gwakang dari
Kwa Siang melayang jauh sampai memasuki semak-semak, jauh
di belakang Yap Jeng Cie. Kakek tua itu hanya memandangi saja
tubuh sahabatnya melayang jauh melampauinya saking keras
dan kuatnya daya pukulan Kwa Siang dan diterima oleh Rajmid
Singh tanpa ada kekuatan menolak lagi. Meski hanya sekilas,
tetapi dia melihat betapa Rajmid Singh sudah tidak sadarkan diri,
entah “pingsan” atau malah mungkin sudah modar. Dan karena
penglihatannya itu, maka dia membiarkan saja tubuh itu melayang
jauh dan setelah tinggal dia seorang yang masih tegak berdiri
maka jelas, tidak ada lagi yang memperdulikan tubuh Rajmid
Singh itu. Tidak ada satu orangpun yang perduli, dan entah apa
yang terjadi dengan tubuh Rajmid Singh, tokoh sakti asal Thian
Tok yang terpukul telak oleh Kwa Siang. Jangankan Koay Ji,
sahabatnya Yap Jeng Cie saja tidak perduli.
Sementara itu, darah mengucur dari mata sebelah kiri Kwa Siang,
dan memang segera nyata bahwa mata Kwa Siang tidaklah kebal
3418
seperti bagian tubuhnya yang lain. Koay Ji menghampirinya
setelah berbisik sejenak kepada Khong Yan dan Tio Lian Cu, dan
saat menjamah pundak Kwa Siang, diapun menotok ke beberapa
titik sehingga lemaslah Kwa Siang. Dengan gerak cepat Koay Ji
memberi pemuda itu minum sesuatu dan kemudian mengoleskan
sejenis obat ke mata Kwa Siang, dan kemudian memerintahkan
orang untuk menjaga Kwa Siang. Bahkan kepada Siauw Hong
juga dia menitipkan pesan, yakni dengan perlahan dia berkata:
“Biarkan dia beristirahat, selama 12 jam dia tidak akan sadarkan
diri, jangan biarkan dia sendiri, ingatkan aku menjelang waktu
itu......”
Setelah berkata demikian, tubuh Kwa Siang dibawah pergi untuk
beristirahat dan dipandangi oleh Siauw Hong. Sebelum Koay Ji
melangkah ke posisinya mengamati lagi pertarungan lain yang
semakin mengarah ke puncak, Siauw Hong berkata dengan nada
penuh rasa bersalah:
“Toako, maafkan aku...... kukira, kakek tua itu sudah benar-benar
letih...” sesalnya yang terlihat jelas dari sinar matanya.
“Tidak apa-apa adikku, dia akan pulih kembali. Bahkan matanya
sebenarnya tidak apa-apa, karena sudah kupersiapkan
3419
sebelumnya, tetapi keletihan juga dialaminya dan tubuhnya perlu
beradaptasi dengan luka yang dia derita..... sudahlah, toakomu
harus mempersiapkan diri untuk pertarungan terakhir.....”
Setelah berkata demikian, Siauw Hong yang maklum dengan apa
yang akan dialami dan dikerjakan kakaknya menuruti dan
mengikuti langkah Koay Ji. Merekapun sama berendeng dengan
Khong Yan, Tio Lian Cu dan mengamati saat-saat tarung yang
menegangkan antara Sie Lan In melawan Bu Tek Seng Ong.
Pertarungan yang amat menegangkan dan sulit diterka ujungnya,
meskipun pandang mata dari Koay Ji kini malasa sudah kembali
terlihat tenang. Entah apa yang menyebabkannya tetap tenang
dan tidakah terlihat gelisah, segelisah ketiga temannya yang lain.
Padahal, pertarungan di arena yang terakhir memang meningkat
semakin lama semakin menuju puncaknya. Terlebih kedua tokoh
yang bertarung, Sie Lan In dan Bu Tek Seng Ong sudah nyaris
mendekati 6 jam terus bertarung. Dan, Koay Ji sendiri nampaknya
tahu bahwa pertarungan sedang menuju klimaksya.
Bu Tek Seng Ong sudah terus menerus bergerak dalam gerakangerakan
palsu dengan menggunakan sebuah ilmu mujijat, yakni
sebuah ilmu bernama ilmu Un sin huan ing (menyembunyikan
badan menciptakan bayangan palsu). Pergerakan Bu Tek Seng
Ong dipicu oleh gerakan-gerakan mujijat dalam Ilmu Pusaka
3420
Siauw Lim Sie yang kini mau tidak mau dilepaskan secara luar
biasa oleh Sie Lan In. Gerakan Bu Tek Seng Ong memang
berhasil membuatnya selamat pada ketika dia menghadapi
rangkaian jurus-jurus maut yang sangat hebat dan mujijat serta
jarang dikuasai orang selama ini. Bahkan juga oleh tokoh-tokoh
utama Siauw Lim Sie selama beberapa puluh tahun terakhir ini.
Pertarungan keduanya, dengan demikian membuka lembaran
pertarungan baru dengan ilmu-ilmu yang maha hebat dari
perguruan-perguruan ternama dan tokoh-tokoh terpendam.
Belum cukup, pada akhirnya Sie Lan In memainkan sebuah ilmu
yang sepertinya juga membuat lawan, bukan hanya Bu Tek Seng
Ong, tetapi juga Yap Jeng Cie jadi terpana dan kaget. Namun,
Yap Jeng Cie langsung memasang wajah dan perhatian yang
amat dalam dan mengernyitkan kening dan kemudian terlihat
tersenyum. Dia seperti melihat sesuatu yang sangat
menyenangkannya dan karena itu, dia pada akhirnya tersenyum.
Apa gerangan yang disaksikannya dan membuat tokoh sehebat
Yap Jeng Cie bisa tersenyum melihat pertarungan itu?
Bukan lain ketika Sie Lan In menyerang dengan memainkan jurus
pusaka secara berurutan, yakni jurus Liu Thian Jiu (Tangan Langit
Mengalir) yang berasal dari Tam Ci Sin Thong. Bukan hanya
berasal dari Tam Ci Sin Thong, melainkan juga adalah puncak
3421
kekuatan dan kehebatan jurus itu, dan akibatnya hanya dengan
gerakan mujijat memadukan kedua ilmu baru Bu Tek Seng Ong
lolos. Dan kedua ilmu yang dipadukan atau dikombinasikannya
itu, masing-masing ilmu Un sin huan ing (menyembunyikan badan
menciptakan bayangan palsu) dengan Ilmu Lam Hay Peng Po
Leng Im Sin Hoat (Ilmu Gerak Tubuh Menyeberangi Awan Tenang
di lautan Selatan) alias Ilmu Thian Liong Pat Pian. Totokan maha
hebat dengan sinar perak memercik menyilaukan mata dari
lengan dan jemari Sie Lan In memang sangat menggetarkan dan
membuat Bu Tek Seng Ong harus bekerja keras. Satu jurus saja,
tetapi benar-benar membuat Bu Tek Seng Ong memeras keringat
dan membuatnya sangat terperanjat, karena dia tahu jurus lain
akan segera menyusul. Dan memang benar pengetahuan dan
dugaannya, karena memang hal itulah yang kemudian terjadi dan
dia hadapi. Dan meski kesulitan, dia mampu dan sanggup juga
menawarkan serangan maut tersebut.
Tetapi, begitu Bu Tek Seng Ong mampu dengan susah payah
menggagalkan jurus pertama tadi, Sie Lan In langsung
memainkan jurus kedua, yakni gerak Can Liong Chiu (Gerak
Menabas Naga) yang berasal dari ilmu pusaka Tay Lo Kim Kong
Ciang. Gerakan ini masih tetap merupakan perasan nan
berbahaya dari ilmu pusaka Siauw Lim Sie, wajar jika Bu Tek
3422
Seng Ong kembali harus memeras keringat dan kecerdasannya
untuk menghindar. Posisinya yang memang terdesak dengan
jurus pertama, semakin didesak dengan tebasan yang terasa
sederhana tetapi menutup banyak jalan mundurnya. Apa boleh
buat, diapun bergerak dengan lincah dengan gerakan beruntun
dalam satu jurus Ya can pat hong (Bertarung malam dari delapan
penjuru bertarung). Benar, jurus yang mempunyai banyak gerak
aneh itu mampu menawarkan posisi Bu Tek Seng Ong yang
berbahaya, tetapi tetap saja dalam posisi terdesak, dan kesulitan
untuk balas menyerang. Dia harus bergerak sampai enam
lingkaran dan enam gerakan secara beruntun baru dapat lolos
dari tebasan ringan Sie Lan In.
Tetapi, jurus serangan Sie Lan In yang berikut sudah menyusul
datang, jurus Hud Kong Boh Ciau (Sinar Budha Memancar Luas)
yang sekali ini berasal dari Ilmu Kim Kong Cie. Sejumlah serangan
mencicit mengejar posisi Bu Tek Seng Ong yang kembali
tunggang-langgang menyelamatkan diri sehingga berturut-turut
harus memainkan dua buah jurus dalam 10 gerakan beruntun;
jurus Sin hoan put ie (Berputar-putar tidak berhenti), disusul
dengan jurus Ceng cui boan ta (Meniup ringan memukul pelan).
Jurus terakhir seperti dia sedang mempersiapkan sesuatu yang
sebenarnya Koay Ji dan Sie Lan In memang sudah menduganya,
3423
karena mereka sedang menguji sekaligus mempertaruhkan dua
ilmu perguruan dalam tarung yang memang sudah mereka
rancang bersama. Nampak jelas, meskipun Bu Tek Seng Ong
tergopoh dan terus terserang, tetapi dia sebenarnya sudah paham
dan tahu “kisah dan jalannya” akan seperti apa.
Maka, begitu Bu Tek Seng Ong selesai menerima tiga serangan
jurus pusaka dari Sie Lan In, dia kini berdiri tenang dengan wajah
penuh rasa percaya diri. Dia tahu dan paham apa yang akan
segera terjadi, dan dia sudah menyiapkan dirinya guna
menghadapinya. Dia tahu bahwa Sie Lan In kelihatannya
mengerti dan juga Yap Jeng Cie tahu dan paham apa yang akan
terjadi. Karena mereka semua sudah lama memproyeksikan apa
yang akan terjadi dalam waktu yang amat singkat. Dan karena itu,
kini mereka berempat, bukan hanya Sie Lan In dan Bu Tek Seng
Ong, tetapi juga Yap Jeng Cie dan Koay Ji yang ikut merancang
apa yang akan terjadi selanjutnya nampak tegang. Sebuah
pertarungan antara perguruan yang menjejak dan membekas
dalam pertikaian dan konflik besar rimba persilatan Tionggoan
selama beberapa puluh tahun terakhir.
Dan, apa yang mereka rancang dan ciptakan sudah akan segera
terwujud di arena. Pertarungan antara ciptaan-ciptaan terakhir
yang membutuhkan waktu lama dan juga panjang dalam
3424
mencipta dan melatihnya. Yang dihiasi tarung panjang dalam
kurun waktu 30 atau 40 tahun sejak Pek Kut Lojin menampilkan
keberingasannya dan mengorbankan banyak orang.
Ilmu atau jurus Sam Liong Toh Cu (3 Naga Berebut Mustika).
Itulah yang kini akan dilepaskan oleh Sie Lan In dan sudah
membukanya, menyusul serangan jurus ketiga yang masih
mampu ditahan oleh Bu tek Seng Ong. Jurus terakhir yang kini
dia lepas adalah jurus gabungan ketiga jurus yang baru saja dia
mainkan dan mampu membuat Bu Tek Seng Ong kerepotan dan
harus memeras pikiran dan juga tenaga untuk bisa menahannya.
Jurus gabungan ini, memiliki selipan baru yang di luar sangkaan
lawan, tetapi Yap Jeng Cie dan Bu Tek Seng Ong memang sudah
memiliki persiapan. Persiapan untuk menghadapi pertarungan
babakan terakhir ini, dimana semua yang mereka ciptakan dan
latih akan dibenturkan sebentar lagi. Dan mereka tidak perlu
menunggu lebih lama lagi, karena kini sudah dimulai.
Gerakan Sie Lan In boleh dibilang cepat tetapi pelan, pelan tetapi
juga cepat, karena lengannya memainkan dua atau malah tiga
gerakan menyerang yang luar biasa. Setidaknya ada totokan
lengan kiri dengan memanfaatkan kemampuan Tam Ci Sin
Thong, dan kemudian pada lengan kanan dengan tusukan Kim
Kong Cie. Belum lagi pukulan lengan menyusul yang memuat
3425
kekuatan dan keistimewaan Ilmu Tay Lo Kim Kong Sin Ciang. Ilmu
ini sesungguhnya merupakan gubahan Bu In Sinliong yang
kemudian direalisasikan dan disusun kembali oleh Koay Ji, dan
diwariskan juga kepada Sie Lan In. Maklum, mereka berdua
memang sesungguhnya memiliki ikatan dan hubungan perguruan
yang terkait dengan Siauw Lim Sie.
Tetapi, sekali ini Bu Tek Seng Ong tidak lagi lari untuk
menghindar, karena dia justru sudah bersiap dengan ilmu baru,
ilmu yang sengaja diciptakan untuk memunahkan serangan Sie
Lan In. Itulah Ilmu Kong hong sam si (Tiga jurus angin ribut). Dan
itulah ilmu pukulan yang sengaja diciptakan Yap Ceng Jie untuk
menawarkan dan ataupun guna menaklukkan jurus mujijat yang
dahulu digunakan oleh Bu In Sinliong untuk menaklukkan Pek Kut
Lojin. Termasuk imu yang sedang dimainkan Sie Lan In barusan,
meski sesungguhnya hanya ada dalam rekaan Yap Jeng Cie. Ilmu
yang disempurnakan dari jurus-jurus yang menyebabkan
kekalahan Pek Kut Lodjin dahulu. Kekalahan yang sekaligus juga
menggagalkan proyek ambisius Yap Jeng Cie sebagai guru dari
Pek Kut Lojin yang memang ingin disembah sebagai seorang
Dewa atau Malaikat Rimba Persilatan.
Memang, ambisi seorang Yap Jeng Cie pada puluhan tahun silam
dengan boneka berupa muridnya, Pek Kut Lodjin, lebih dari
3426
sekedar pemimpin seperti Tek Ui Sinkay yang adalah BENGCU.
Atau dahulu ada seorang Bengcu pendahulu Tek Ui Sinkay.
Tidak, sama sekali bukan hanya itu. Yap Jeng Cie ingin ditakuti,
disembah dan dipandang serta diperlakukan seperti seorang
dewa yang perkataannya dituruti, juga ditakuti, disembah semua
orang dan apa yang dikatakannya wajib untuk dilakukan. Itulah
ambisinya yang memang amat liar.
Dan ilmu serta jurus yang diperas dan disempurnakan
berdasarkan skema yang dirancang Bu In Sinliong dahulu, dan
ditandingi oleh jurus antinya ciptaan Yap Jeng Cie sesuai kisah
muridnya yang dikalahkan dahulu Pek Kut Lodjin, kini beradu.
Dan luar biasa, tokoh-tokoh sekelas Tek Ui Sinkay sendiripun
sampai tidak mampu mengikuti apa yang terjadi, karena kedua
tokoh yang bertarung sudah berada dibalik tabir pekat yang
menghalangi mata siapapun. Koay Ji dan Yap Jeng Cie jelas
masih mampu untuk melihat apa yang sedang terjadi,
pertarungan lengan kosong antara Sie Lan In melawan Bu Tek
Seng Ong yang nampak lambat tetapi kedua lengan mereka sama
berpijar. Tanda pengerahan tenaga yang maha dahsyat dan
lontaran pukulan yang membahayakan nyawa masing-masing
petarung.
3427
Totokan dan tebasan bertebaran dan kekuatan keduanya saling
bentur dengan hebatnya, tetapi setelah beberapa menit mereka
adu jurus dan ilmu, tidak ada yang mampu keluar sebagai
pemenang. Padahal, mereka kelihatannya sama sudah
mengerahkan kekuatan pada puncaknya. Semua terjangan,
totokan, tusukan dan juga kibasan lengan Sie Lan In mampu
diantisipasi dan bahkan dipunahkan oleh Bu Tek Seng Ong.
Bahkan, sebuah jurus pemunah yang kelihatannya dirancang
sedemikian rupa untuk mengalahkan jurus pamungkas dari Bu In
Sinliong itu, baru muncul pada tiga gerakan terakhir. Hal itu
awalnya tidak terasa dan tidak terlihat oleh Sie Lan In yang
sebenarnya juga sudah mempersiapkan diri bersama dengan
Koay Ji untuk mengantisipasi kemungkinan itu. Dan sekali lagi,
ketajaman mata dan intuisi seorang Koay Ji teruji.
Pada tiga gerakan terakhir, muncul selipan jurus Giok tiang hun
po (pentung kemala menembus ombak), yang mampu
mendorong bahkan menyentuh meski tidaklah berat dan tidak
melukai Sie Lan In, karena memang gerakan ketiga sudah
kehabisan daya iweekang menyerang. Tetapi, meskipun begitu
Yap Jeng Cie cukup senang, karena dia berpikir kelak akan
memperbaharui dan memenuhi gerakan terakhir itu dengan
tenaga penuh. Untuk saat itu, dia melihat bahwa Bu Tek Seng
3428
Ong masih belum sanggup memainkan ketiga jurus sisipan
sebagai pemusnah, dan penentu kemenangan atas ilmu lawan.
Kondisi ini membuat baik Yap Jeng Cie maupun Bu Tek Seng Ong
menjadi optimist, sementara Khong Yan dan Tio Lian Cu serta
Siauw Hong terlihat amat tegang dan menarik nafas panjang.
“Nyaris saja” begitu dalam hati mereka. Hanya Koay Ji yang
terlihat masih tetap tenang dan tidak terpengaruh oleh episode
terakhir itu.
Dan kini, Sie Lan In menawarkan serangan lawan dengan
pembukaan ilmu kedua yang dilatihnya dengan Koay Ji. Dan ini
adalah Ilmu Liu Hud Jiu Toh Cu (Tangan Budha Bergerak Merebut
Mustika), sebuah ilmu yang sengaja diproyeksikan untuk
mestinya menahan ketiga serangan sisipan tadi. Tetapi, Koay Ji
maklum dan paham bahwa lawan pasti memiliki ilmu penawar
yang lain dan sudah memproyeksikan seperti juga dia
melakukannya. Maka, tanpa ragu, Sie Lan In memainkan ilmu ini,
yang langsung merontokkan semua gerakan Bu Tek Seng Ong
dan bahkan sudah memaksa tokoh itu melambung ke belakang.
Namun dengan gerakan khas sudah pula langsung melenting
maju lagi dan kini dengan sudah dengan Ilmu Pukulan Hoei Liong
Tjiang (Tangan Naga Terbang). Nah gerakan merekapun terlihat
saling tindas dan saling libas, seperti saling tahu apa yang akan
3429
dilakukan dan apa yang akan dikerjakan lawan dalam rangka
memenangkan pertarungan.
Sie Lan In memang dalam posisi rumit karena sesungguhnya ilmu
lawan memang diciptakan khusus untuk menindih semua jurus
dan gerakannya. Tetapi, dia sendiri sudah disiapkan oleh Koay Ji
untuk menyambut kondisi dan keadaan tersebut. Itulah sebabnya
dia tidak menjadi gelisah, tetapi tetap saja menyambut serangan
lawan dan kini memainkan jurus selipan yang sengaja diciptakan
Koay Ji. Untungnya, meski belum lama dia latih, tetapi basis dan
dasar Ilmu Siauw Lim Sie ditangannya terhitung sudah matang
dan dipuncak kehebatannya. Selain itu, skenario yang kini dia
sedang hadapi, sudah dia latih dengan baik dan serius dan datang
dengan jurus Hud Jiu Can Liong Boh Ciau (Tangan Budha
Menebas Naga Memancar Luas). Sesuai dengan persiapan dan
skenario yang beberapa kali disimulasikan oleh Koay Ji
kepadanya selama beberapa hari ini.
Di lain pihak, karena merasa semua gerakan menerjang Sie Lan
In dapatlah dia patahkan, Bu Tek Seng Ong sudah semakin
percaya diri dan amat optimist. Terlebih karena dia melihat sekali
lagi, bahwa apa yang dilakukan Sie Lan In terasa mudah dia
lawan dan sesuai dengan rancangan jurus yang dibeberkan
Suhunya sehingga dia tahu bagaimana melawannya. Setelah
3430
memunahkan semua serangan Sie Lan In, diapun sudah merasa
menang dan tiba-tiba memekik kencang:
“Hiyaaaaaaatttttttttt .....”
Posisi terdesak Sie Lan In yang masih terus bergerak, membuat
Bu Tek Seng Ong tidak ragu memainkan “tinju terbangnya” secara
optimal, dan pada saat itulah dia memukul Sie Lan In tanpa ragu
sebanyak 3 kali. Dua buah pukulan hebat yang sulit dielakkan,
tetapi seperti biasa, dalam gerak yang nyaris mustahil, masih juga
sempat dan mampu dielakkan Sie Lan In. Tetapi langkahnya
memang sudah diduga oleh Bu Tek Seng Ong sehingga dia
kembali menyiapkan serangan yang lain. Kembali lima buah
serangan tinju terbang menerjang datang, dan Sie Lan In pada
saat itu merasa tepat memainkan jurus andalannya. Tetapi,
sebagai kamuflase, dia melakukannya sambil tetap mengelak ke
belakang seolah-olah sedang mengalami kesulitan. Saat itu,
keduanya seperti mengetahui tetapi tidak mengatakan, tetapi,
keduanya sama berusaha dan berharap agar lawan belum
megantisipasi secara baik, sehingga memberi mereka peluang
menang.
Saat itu, Sie Lan In tiba-tiba bergerak cepat dan mujijat sehingga
dua buah terjangan tinju lawan mampu dia elakkan. Sementara
3431
sebuah pukulan lain dia tangkis, tetapi dua buah pukulan beruntun
tepat mengenai perut dan juga dadanya. Pukulan yang diterima
Sie Lan In telak dan memang penuh kekuatan tenaga pendorong
lawan. Tetapi, pada saat bersamaan, Sie Lan In yang sudah
mengantisipasinya segera melepas kedua serangan berupa
totokan maut yang amat berbahaya bagi lawan dan juga tepat
mengenai dada serta juga ulu hati Bu Tek Seng Ong. Nyaris tidak
ada yang sempat menyaksikan bagaimana kedua totokan Sie Lan
In masuk dengan telak. Kecuali tentu saja dua orang tokoh utama
yang memang menciptakan adegan yang baru saja terjadi dan
diperankan dua orang yang baru saja saling memasukkan
pukulan dan totokan ke lawan mereka, Kedua orang yang tahu,
siapa lagi jika bukan Koay Ji dan juga Yap Jeng Cie yang menatap
dengan mata penuh gairah.
“Duk, duk ...... tuk..... tuk..... hoahkkkk, aaaaaaaaccccccchhhhhh”
Dua buah pukulan telak mengenai tubuh Sie Lan In, dan dua buah
totokan berat juga menerpa tubuh Bu Tek Seng Ong. Keduanya,
Sie Lan In dan Bu Tek Seng Ong sama terdorong dan terluka,
bahkan Sie Lan In tubuhnya terlempar ke belakang dan dari
mulutnya mengalir darah segar. Menilik keadaannya, Sie Lan In
mengalami luka dalam yang jauh lebih parah ketimbang Tio Lian
Cu beberapa waktu yang lalu. Tidak salah lagi. Dan karena itu,
3432
Tio Lian Cu sudah dengan sebat bergerak dan sudah tahu apa
yang harus segera dia lakukan, memasukkan “tetes air pusaka”
yang juga tadi oleh Sie Lan In diminumkan kepadanya saat
terluka. Dan setelah itu, Sie Lan In sudah tenggelam dalam
samadhi, karena memang pukulan yang diterimanya bukan
pukulan biasa, tetapi pukulan mujijat yang mampu merobohkan
gunung. Tetapi, mengapa pula Sie Lan In mampu selamat?
Sementara itu, Kakek tua Yap Jeng Cie memeriksa keadaan Bu
Tek Seng Ong, dan beberapa saat kemudian kepalanya
menggeleng dan matanya mengabur. Sedih tentu saja. Karena
cepat dia sadar dan tahu, jika tidak ada lagi harapan bagi seorang
Bu Tek Seng Ong setelah terkena totokan mujijat dari Sie Lan In.
Benar, dia memang tidak terluka sangat parah di fisiknya dari luar
dibandingkan Sie Lan In, tapi ilmu silatnya praktis musnah dan
punah. Apa pasal? karena urat dan otot serta tulang-tulang
penyanggah untuk berlatih ilmu silat sudah putus, dan remuk
tulang utama untuk menampung wadah tubuh memperkuat
iweekang. Totokan Sie Lan In memang tidak melukai tubuh
bagian dalam Bu Tek Seng Ong, tetapi merusak dan melukai
bagian-bagian vital yang menyanggah seorang pesilat. Dengan
cara apapun Bu Tek Seng Ong tidak mamu dihindarkan dari
kehilangan kemampuannya untuk bersilat, ilmu iweekangnya
3433
sudah buyar total dan tak mampu dikumpulkan kembali. Beberapa
saat kemudian Bu Tek Seng Ong sudah mencoba untuk duduk
namun kondisinya sangat lemah dan nampak tak bertenaga,
karena itu dia akhirnya duduk dan berkata dengan suara lemah:
“Suhu, maafkan, tecu gagal.......” suaranya terdengar lirih, persis
suara orang atau manusia yang tidak pernah belajar ilmu silat.
“Hmmmm, aku tahu,,,,, aku tahu, engkau sudah mencoba dan
masih gagal seperti juga toa suhengmu dahulu......” hanya itu dan
hanya dengusan yang diperdengarkan tokoh bernama Yap Jeng
Cie itu. Dan jawaban itu memperjelas banyak hal dalam benak
Koay Ji, sehingga dia tidak merasa perlu lagi untuk menjawab.
Tokoh itu, kakek Yap Jeng Cie, memandang Sie Lan In sekejap,
sepertinya penasaran dan kaget. Tapi kemudian dia menarik
nafas panjang dan berkata dengan nada berat sambil
memandang penasaran kearah Koay Ji:
“Mestinya nona itu sudah tewas, engkau tentu mengenakannya
sesuatu hingga dia masih sanggup bernafas dan selamat.....
apakah engkau keberatan menyebutkan benda apa yang mampu
membuatnya tetap bernafas dan selamat setelah menerima dua
pukulan berat dari Seng Ji”?
3434
“Hmmm, baguslah jika memang engkau tahu. Benda pusaka apa
itu, tidaklah perlu engkau ketahui, tetapi gunanya pusaka itu
memang mengurangi dan menahan efek pukulan penuh
iweekang dari pihak lawan....” jawab Koay Ji atas keheranan Yap
Jeng Cie melihat Sie Lan In selamat. Dan mendengar jawaban
Koay Ji yang meski tidak menyebut benda pusaka apa itu karena
dia sendiri dapat menebak jenis ular apa yang kulitnya memiliki
kemujijatan menahan tenaga serangan lawan. Selain itu, dia juga
tahu ada dua macam pusaka yang sudah raib yang memilki
kemapuhan seperti kaos pusaka yang dikenakan Sie Lan In.
“Pekerjaan busuk yang kalian lakukan sudah teramat banyak, dan
Bu Tek Seng Ong sekarang sudah mendapatkan ganjarannya
yang adil tepat. Tapi, tokoh yang paling bertanggungjawab harus
segera menerima akibat dari semua kekisruhan yang sudah
berlangsung puluhan tahun. Agar kejadian ini tidak berulang lagi,
maka apa boleh buat, mau tidak mau biang bencana yang
berulang ini haruslah kulenyapkan sekarang juga..... harap Yap
locianpwee menyiapkan diri...” berkata Koay Ji sebelum Kakek
Yap Jeng Cie kembali berkata.
Saat itu, suasana sudah mulai menjadi lebih terang, karena
memang pagi sudah datang ditandai dengan merekahnya sinar
mentari. Pada saat itu, arena pertarungan sudah kembali
3435
dikelilingi oleh banyak orang, dan yang khususnya dari pihak para
pendekar tentu saja. Mereka sudah pada bangun dan kini
mendekati arena dimana tokoh besar bernama Yap Jeng Cie
kakek tua yang amat sakti itu kini tinggal berdiri sendirian. Kawankawannya
sudah pada keok, terakhir yang kalah adalah Bu Tek
Seng Ong sendiri yang dikalahkan Sie Lan In yang juga terluka
berat, meskipun mereka melihat keadaannya lebih banyak
selamatnya daripada celakanya. Tetapi, dengan tinggal sendiri
Yap Jeng Cie sementara tokoh-tokoh pendekar masih tetap
lengkap, maka kemenangan sudah bisa ditetapkan.
Murid kakek Yap Jeng Cie itu, demikian ternyata status Bu Tek
Seng Ong yang selama ini melakukan teror di Tionggoan, sudah
terduduk dengan kekuatan yang sudah sirna. Dia sekarang
kembali menjadi manusia biasa tanpa kesaktian apapun, bahkan
kini tubuhnya terlihat menggigil kedinginan karena memang
keadaan di bawah tebing selalu agak dingin dan selain itu, juga
selalu lembab. Tetapi, karena keadaannya yang mengenaskan
itu, kehilangan ilmu silat dan iweekang dan sampai menggigil,
orang-orang memandanginya dengan sinis dan murka. Bahkan,
ketika terang semakin menguak situasi sekitar arena, orang
kemudian melihat dan juga mengenali Bu Tek Seng Ong sebagai
CIOK SENG. Terutama karena wajahnya kini tidak lagi
3436
mengenakan topeng sebagai Bu Tek Seng Ong, hanya jubahnya
saja yang menandakan siapa dia. Fakta itu sudah sesungguhnya
sudah diketahui oleh Koay Ji sejak beberapa hari yang lalu.
Sementara itu, Sie Lan In sudah mengundurkan diri dari arena
dan ditemani oleh Tio Lian Cu. Lukanya memang cukup
berbahaya, mestinya malah sangat berbahaya dan tanpa kaos
pusaka pemberian Koay Ji, bisa dipastikan dia sudah tewas
terpukul musuh. Karena memang berat luka dalam Sie Lan In,
oleh karenanya Tio Lian Cu selalu menemaninya dan menjaga
serta mengontrol keadaannya. Tetapi, meski lukanya berat dan
membahayakan, setelah minum air pusaka dari guci perak,
kondisinya sudah stabil, tetapi masih membutuhkan waktu untuk
memulihkan dirinya seperti sedia kala. Dengan mundurnya Sie
Lan In, maka arena kembali kosong, tetapi ada Koay Ji dan Yap
Jeng Ci disana yang kelihatannya akan segera bertarung untuk
menentukan nasib kakek Yap Jeng Ci.
“Yap Locianpwee, ternyata engkau yang berada dibalik semua
kekisruhan rimba persilatan sejak Pek Kut Lojin puluhan tahun
silam. Dan bukannya bertobat setelah murid utamamu dikalahkan
oleh Suhu, engkau malah kembali munculkan diri dan menjadikan
muridmu yang lain sebagai boneka seperti dahulu dialami secara
mengenaskan oleh mediang Pek Kut Lodjin. Seperti murid
3437
utamamu yang engkau jadikan boneka untuk semua tindakan dan
perbuatan kejahatan, demikian juga Ciok Seng engkau jadikan
boneka atas semua kejahatanmu..... sungguh memuakkan. Dan
engkau begitu sadis dan dingin, tidak perduli dengan ratusan
nyawa yang jadi korban dari kebiadaban yang kalian rancang dan
kerjakan itu.....” terdengar Koay Ji sudah berbicara dan membuka
semua aib yang dirancang dilakukan kakek Yap Jeng Ci sejak
puluhan tahun silam itu.
“Hahahahaha, sayang sekali Bu In Sinliong itu bersembunyi
setelah mengalahkan murid kepalaku. Padahal, jika dia bersedia
bertarung denganku, belum tentu dia akan menang melawanku,
seperti juga pertarungan yang baru saja engkau saksikan sendiri.
Bagaimana gadis itu kalah melawan muridku..... hahahaha....”
Yap Jeng Cie tertawa terbahak-bahak senang dengan apa yang
terjadi, dan menganggap bahwa Sie Lan In kalah dan karena itu,
tentunya Bu In Sinliong juga pastilah kalah jika sampai
menghadapinya. Mendengar perkataan Yap Jeng Cie, Koay Ji
dan juga beberapa saudara seperguruannya, Tek Ui Sinkay dan
juga Cu Ying Lun menjadi murka dan marah bukan main.
“Kakek tua, engkau mungkin sudah pikun dan lupa bahwa Sie
Suci baru berusia dua puluh dua tahun, sementara murid yang
engkau banggakan, sudah berlatih lebih dahulu, mungkin bahkan
3438
lebih dari 30 tahun serta masih juga kalah dan kehilangan
kepandaiannya. Berarti, seandainya engkau bertemu suhu dahulu
itu, maka nasibmu tidak akan berbeda dengan murid-muridmu
yang engkau jadikan boneka melakukan kejahatanmu. Tapi,
engkau perlu tahu saat ini, bahwa tidak perlu Suhu yang turun
tangan, cukup aku sebagai murid terakhirnya yang akan maju dan
menghukum niat busukmu itu. Mengukum seorang manusia
ambisius yang bahkan sampai hatinya mengorbankan muridmuridnya
untuk ambisi-ambisi jahatmu....” sengaja sebelum
kedua kakak seperguruannya bicara, Koay Ji sudah angkat bicara
terlebih dahulu. Dia khawatir jangan sampai ada salah satu dari
saudara seperguruannya yang maju melawan dan menyerang
kakek itu mendahuluinya. Sebab jika hal tersebut benar terjadi,
maka akan sangat berbahaya. Koay Ji paham betul bahwa kakek
tua ini memang sangat berbahaya.
“Hmmm, masih belum masuk dalam hitunganku kemampuan Bu
In Sinliong, apalagi hanya murid bungsunya yang masih bau
pupuk sepertimu...” jengek kakek Yap Jeng Cie singkat dan
ringkas.
“Saking tidak masuk hitungan, engkau harus bersembunyi
puluhan tahun mencari ilmu dan jurus pemunah atas gabungan
tiga jurus istimewa Suhu yang membuat Pek Kut Lojin kalah.
3439
Engkau butuh puluhan tahun memunahkannya tanpa engkau tahu
bahwa Suhu sudah menciptakan 4-5 lapis yang lain dari ilmu yang
engkau carikan pemunah atau tandingannya...... hahahaha,
sungguh kasihan engkau orang tua, dan sungguh tak tahu melihat
dan menilai utara dan selatan. Sebaiknya engkau belajar lebih
serius lagi agar layak melawanku nanti...” tajam dan menyengat
kata-kata Koay Ji, meski sebenarnya sebagian dari perkataannya
masih belum dapat dia buktikan. Tetapi, kalimat-kalimatnya
tersebut entah bagaimana diiyakan dan diyakini benar seperti itu
oleh kedua suhengnya, dan bagi mereka perkataan Koay Ji
adalah fakta dan memang demikian adanya.
“Hmmmm, kata-katamu mana dapat dipercaya.....”?
“Buktinya, engkau terluka melawanku kakek tua, padahal engkau
masih dibantu oleh sahabat penyihirmu itu..... jika tanpa
bantuannya, engkau sudah modar kemaren itu kakek tua. Dan jika
bukan karena permohonan ampun dari sutemu, maka engkau
sudah tidak bisa berdiri tegak hari ini...... sudah begitu, engkau
masih berani mati mau bertarung melawan Suhu..... hahahaha,
bagaikan anai-anai bermimpi untuk menerjang api. Sunggu tidak
tahu diri......”
3440
“Sungguh tajam dan busuk mulutmu itu, tapi apakah engkau
dapat membuktikan kata-kata dan kalimatmu yang manis itu.....”?
“Masih belum puaskah engkau yang nyaris kehabisan nafas dan
kalah serta terluka melawanku beberapa hari lewat? dan hanya
karena bantuan si penyihir itu maka dapatlah engkau menandingi
dan melukaiku. Sekarang engkau bertanya apakah dapat
kubuktikan? Tidak sanggupkah dengan hati nuranimu menjawab
pertanyaan itu kakek tua....? atau engkau perlu kugebuk
ulang....”?
“Banyak bicara tidak ada gunanya, sebaiknya kita tentukan di
arena pertarungan biar banyak orang menyaksikannya.....”
“Kemaren itu, juga banyak orang saksinya..... hahahahaha,
memalukan....” pancing Koay Ji terus menerus agar emosi si
kakek bangkit.
“Kemaren boleh berbeda, tetapi hari ini akan kubuktikan
kemampuanku untuk dapat memukul dan mengalahkanmu anak
muda bermulut tajam....”
“Mudah-mudahan, tetapi melihat hanya sebegitu saja
kemampuan muridmu, maka bisa kutebak engkau tidak akan
3441
dapat berbuat banyak atas diriku. Sebaiknya kata katamu ditarik
dan mohon maaf sudah keliru kakek tua.....”
“Banyak bacot, mari kita buktikan.....”
“Jika sudah tak sabar menerima gebukanku, mari silahkan maju
kakek tua....” hilang dan habis sudah rasa hormat Koay Ji atas
kakek tua yang maha kejam dan tidak punya rasa kasih kepada
murid-muridnya sekalipun.
Kakek tua itu pada akhirnya memang bergerak, sementara Koay
Ji sudah memberi isyarat kepada semua kawan-kawannya agar
menjauhi arena pertarungan. Bukan apa-apa, dia sudah
memperkirakan pertarungannya melawan kakek tua ini dapat
dipastikan bakalan berlangsung ketat dan seru. Bukan ketat dan
serunya yang dia khawatirkan, tetapi lontaran kekuatan mujijat
yang bahkan melebihi tarung antara Sie Lan In melawan Bu Tek
Seng Ong yang baru saja berakhir. Karena itu dapat dimengerti
jika kemudian arena pertarungan mestilah lebih luas dan lebar
menjaga agar tenaga iweekang yang liar terlontar kemana-mana
tidak melukai orang. Dan tentu saja kawan kawan dekat Koay Ji
sudah pada mengerti dengan maksud dan isyarat Koay Ji,
merekapun ada yang menghilang mengamankan titik-titik penting.
3442
Namun ada yang tetap berada di sekitar arena guna menjaga halhal
yang tidak mereka inginkan bersama.
Dan ditonton semua orang yang berada di lembah itu, kecuali
mereka yang sudah pada terluka dan sedang menjaga titik
penting sehingga melihat dari kejahuhan, maka pertempuranpun
terakhir itupun dimulai. YAP JENG CIE melawan KOAY JI.
Sebuah tarung antar generasi, maklum karena Yap Jeng Cie
berusia lebih 100 tahun sementara Koay Ji baru berusia 20
tahunan. Jarak usia yang demikian jauh dan lebar tentu wajar
disebut pertarungan antar generasi. Tetapi, pertarungan itu
tidaklah seperti yang diharapkan banyak orang. Yap Jeng Cie
memang bergerak, tetapi hanya bergerak hingga jarak tertentu
dari posisi dan keberadaan Koay Ji. Dalam jarak 10 meteran
belaka, karena Koay Ji juga bergerak ke tengah arena, keduanya
kemudian berdiam diri. Dalam diam mereka berdua mencoba
saling mengintimidasi dan melakukan perang mental meskipun
masing-masing sadar efeknya tidaklah akan besar karena
masing-masing sudah kenal kemampuan.
Berbeda dengan ketegangan yang muncul di arena pertarungan,
sesungguhnya, suasana pagi itu amatlah indahnya, berhubung
pantulan sinar matahari sudah pada masuk hingga ke lembah itu.
Berbeda dengan sehari sebelumnya, tidak ada sinar mentari di
3443
pagi hari karena tertutup kabut tebal, sementara pagi itu justru
pantulan sinar matahari membuat suasana menjadi cukup terang.
Dan hebatnya ada kilauan pelangi yang sangat indah di atas air
terjun, sementara warna-warni dalam lembah juga entah
bagaimana menjadi agak ramai dan semarak. Maklum, pantulan
sinar matahari berbaur dan juga menyatu dengan pantulan
cahaya sejumlah benda yang berada di Lembah itu. Jika
digambarkan, suasana dan pencahayaan di lembah sungguh
sangat indah, sungguh amat menawan panorama yang tersajikan.
Hal yang sekali lagi, justru bertolak belakang dengan aroma
pertarungan yang sampai membawa suasana yang sangat
menegangkan.
Hanya sayangnya, tidak ada yang memperhatikan panorama dan
warna-warni yang tersaji secara alamiah pada pagi itu. Karena
semua perhatian terpusat ke arena dan menciptakan ketegangan
yang sangat menyesakkan itu. Berbeda dengan nuansa alam
yang indah, maka di tengah arena adalah sumber ketegangan
yang membuat tiada satu orangpun yang perduli dengan
keindahan dalam lembah tersebut. Tetapi, begitupun, belum ada
satupun gerakan yang memicu pertarungan. Keadaan itu semakin
menyesakkan dada semua yang berada di sekitar arena, mereka
mesti menunggu dalam ketegangan.
3444
Maklum karena yang terjadi adalah, Koay Ji sedang adu kekuatan
mental dalam “senyap” dengan Yap Jeng Cie. Keduanya sedang
mengerahkan puncak kekuatan dan saling ukur, dan sebenarnya
juga sedang bertarung dengan cara yang berbeda. Benar tidak
ada gerakan yang terlihat dari mereka, tetapi segenap tenaga
dalam keduanya sudah beredar dan pada puncaknya dikerahkan.
Sehingga meski tak tertangkap mata biasa, pantulan cahaya
berpijar beda warna dari butuh mereka mulai nampak. Bukan
hanya itu, perlahan benda-benda ringan diseputar tubuh Yap
Jeng Cie mulai terangkat dan tidak lama kemudian berputar
perlahan menglilingi tubuhnya. Sementara Koay Ji juga
melakukan hal yang kurang lebih sama. Tidak lama, tubuh
keduanya sudah dikelilingi oleh benda-benda ringan, dedaunan
ataupun rumput yang tadinya berserakan sekitar tubuh mereka,
kini bagaikan mainan anak kecil terbang berputaran mengelilingi
tubuh mereka. Namun, benda-benda itu tidak berputar dalam
kecepatan tinggi, tapi dalam kecepatan yang kelihatannya mereka
sengaja atur sesuai kehendak hati.
Kondisi itu saja sudah menggambarkan dan menyentak perasaan
banyak orang. Karena, hanya satu atau dua orang dari antara
rombongan yang sedang menonton dan menyaksikan
ketegangan itu yang akan sanggup melakukannya, itupun dengan
3445
tingkat kesulitan yang sangat tinggi. Karena dibutuhkan iweekang
dan keteguhan hati yang sangat tinggi, sempurna, untuk bisa
melakukannya. Melakukannya dalam kecepatan tinggi malah
lebih mudah dibandingkan membuat benda-benda ringan terbang
mengelilingi tubuh dengan kecepatan yang lamban. Pameran
kekuatan tenaga dalam dan penguasaan tenaga dalam sempurna
yang benar-benar membuat orang takjub dan takluk terhadap
kedua manusia yang berada di tengah arena itu. Banyak orang
menahan nafas saking tegangnya dan saking takjubnya dengan
satu pemandangan yang amat jarang muncul di dunia persilatan.
Cukup lama mereka “adu mental” dan “adu nyali” seperti itu,
sampai kemudian secara bersamaan mereka membentak:
“Haiiit, haiiiit.....”
Dan secara tiba-tiba semua benda ringan yang tadinya berputar
lamban mengelilingi tubuh mereka, sama pada bergerak cepat
bagaikan peluru. Secara serentak semua benda melayang itu
mendadak bergerak cepat dan dalam kecepatan tinggi menuju
lawan. Jika digambarkan memang luar biasa, benda-benda
tersebut dapat terbang dalam kecepatan tinggi dan mengancam
lawan yang berada dalam jarak 10 meteran terpisah. Dan tidak
3446
lama kemudian, terdengar benturan luar biasa di tengah udara
ketika terjadi pertemuan benda-benda ringan tadi:
“Tar.... tar ..... tar...... tar......”
Ada puluhan kali terdengar benturan tersebut terjadi, dan selepas
benturan itu terjadi maka terjadi pula perubahan antara kedua
tokoh di arena itu. Kedua lengan masing masing terlihat bekerja,
tubuh mereka masih terpisah 10 meteran, tetapi kelihatan jelas
bila mereka mulai bertarung. Lengan keduanya bergerak, sesekali
menuding, sesekali menangkis, sesekali mengibas dan sesekali
bergerak seperti sedang mengurai sesuatu. Hanya sedikit orang
belaka yang tahu bahwa mereka sedang adu kekuatan tenaga
dalam lewat serangan jarak jauh, dan mereka menggunakan ilmu
serangan jarak jauh. Jika serangan itu mengenai tubuh lawan,
maka tidak akan ada harapan hidup, jika kekuatan yang menahan
tidak memadai. Pertarungan mereka sekali ini, kelihatannya
adalah pertarungan yang mengandalkan kematangan dan
sempurnanya kemampuan ilmu tenaga dalam.
Dari segi umur dan pengalaman, kelihatannya Yap Jeng Cie
sudah memahami jika keunggulannya adalah dalam kematangan
tenaga dalam. Meskipun iweekang Koay Ji sudah sangat hebat,
tetapi mana bisa menandinginya yang sudah belajar lebih dari 80
3447
tahun? sementara Koay Ji, jika sejak lahirpun berlatih, paling
banter punya latihan 20 tahunan. Karena itu, memang tidaklah
bisa mereka diperbandingkan. Dan sangat wajar jika Yap Jeng
Cie berpikiran: “mana bisa dia menandingiku dalam hal tenaga
iweekang...”? Itu kira-kira yang berada di dalam pikiran Yap Jeng
Cie. Dia hanya tidak tahu, bahwa Koay Ji secara alamiah dan
mujijat beroleh kekuatan iweekang yang sangat aneh. Hadiah dua
orang datuk ilmu silat pada saat itu yang kemudian bertumbuh
selama sepuluh tahun lebih dalam tubuhnya oleh sebuah obat
pusaka racikan Bu Te Hwesio. Dan untuk proses lebih jauh dalam
meluruhkannya dan menyatukannya dengan tubuhnya, dia
berlatih dua ilmu Budha yang langsung dari pewaris iweekang
mujijat itu.
Kedua iweekang itu adalah iweekang-iweekang pilihan, yang
tidak sembarang orang mampu menguasai dan mewarisinya
dalam siklus 200 tahunan di kuil Siauw Lim Sie. Juga di aliran Ilmu
Budha Thian Tok. Tetapi, memutus tabu dan larangan itu, secara
kebetulan Koay Ji belajar dua iweekang utama itu: yakni Pouw
Tee Pwe Yap Sian Sinkang yang justru biasanya berkembang di
aliran kaum Budha Thian Tok, dan iweekang Toa Pan Yo
Hiankang yang berkembang di daerah Tionggoan, tepatnya
gunung Siong San, kuil Siauw Lim Sie. Untuk memperkuat
3448
tubuhnya, dia dilatih Iweekang Pouw Tee Pwe Yap Sian Sinkang
oleh Bu Te Hwesio, tetapi untuk dapat membaurkan dalam
tubuhnya, dia berlatih Toa Pan Yo Hiankang dari suhunya yang
lain, Bu In Sinliong. Keduanya, baik Bu Te Hwesio maupun Bu In
Sinliong adalah tokoh-tokoh berbakat dari aliran Budha berbeda,
yakni dari daerah Thian Tok dan Tionggoan, tetapi keduanya
sama berbelas kasih terhadap Koay Ji. Keduanya mampu melihat
dan memprediksi bahwa bocah dengan peruntungan aneh ini,
bakal menjadi seniman ilmu silat pada jamannya.
Maka, meski berusia muda, tetapi aliran iweekang dan kekuatan
iweekang Koay Ji justru sangat jauh melampaui usia fisiknya yang
masih muda itu. Bukan hanya soal kekuatan, tetapi juga bahkan
dalam hal kesempurnaan iweekangnya, sungguh di luar
sangkaan banyak orang, bahkan juga jauh diluar dugaan dan
sangkaan Koay Ji pribadi. Terlebih iweekang itu terus bertumbuh,
bertambah kuat, dan bahkan sudah sanggup dia tangani,
endapkan, kuatkan dan menyatu dengan tubuhnya. Ditambah
dengan pengetahuannya akan rahasia gerakan manusia, jalan
darah manusia, maka dengan mudah dia mampu menciptakan
banyak ilmu dan jurus-jurus yang baru, seperti juga menemukan
jalan-jalan baru menyempurnakan penguasaannya atas
iweekangnya itu. Sandarannya atas dua iweekang mujijat kaum
3449
Budha sungguh merupakan anugerah baginya, sehingga dia
beroleh pengetahuan bahwa iweekang itu dapat bertumbuh
“tanpa batas”, tergantung pada kemauan dan kemampuan serta
bakat guna dapat terus memupuknya.
Begitulah cara dan jalan hidup dan juga sejarah Koay Ji sehingga
mampu dan juga sanggup meladeni Yap Jeng Cie yang
merupakan datuk ilmu silat dari masa yang jauh berbeda dengan
dirinya. Pada saat itu, mungkin tinggal Suhunya, Bu In Sinliong
yang akan mampu menandingi seorang Yap Jeng Cie. Apalagi,
diapun tahu, bahwa tokoh tua itu menggunakan waktu yang lama
dan panjang untuk menyempurnakan dirinya agar sanggup
melawan ilmu perguruannya. Sayangnya, Koay Ji justru
bertumbuh dalam pengetahuan yang dalam atas ilmu perguruan
Pat Bin Lin Long yang adalah dasar dan sandaran ilmu Yap Jeng
Cie itu. Itulah sebabnya Koay Ji mampu lebih cepat lagi dalam
membentuk dirinya dan berlatih ilmu-ilmu dan jurus-jurus mujijat
yang berada di luar jangkauan pemikiran orang banyak.
Kemenangan Sie Lan In adalah salah satu contoh dari
keunggulannya atas pengetahuan yang dalam atas ilmu Pat Bin
Lin Long dan Siauw Lim Sie. Dan kini, dia mesti dan sudah sedang
dalam arena melawan pentolan terhebat perguruan Pat Bin Lin
Long. Pasti sebuah pertarungan sengit.
3450
Koay Ji tidak takut dan tidak kecil hati, dia terus meladeni
kemauan dan ajakan Yap Jeng Cie, termasuk adu kematangan
iweekang dan mengikuti gaya serta cara yang diinginkan Yao
Jeng Cie bagi mereka bertarung. Setelah mereka adu “peluru”
daun, dengan tidak memperoleh kepastian siapa yang lebih
unggul, Yap Jeng Cie terlihat bergerak mendekati Koay Ji. Tetapi,
caranya bergerak agak unik, yaitu tidak dengan berjalan ataupun
terbang, tetapi dengan kedua kaki terpentang tahu-tahu bergerak
mendatangi Koay Ji. Kecepatannyapun terhitung luar biasa dan
membuat Koay Ji sampai mengernyitkan kening mendapati gerak
si kakek tua sekali ini rada berbeda. Tetapi, tentu saja Koay Ji
tidak merasa takut, hanya sedikit heran sejenak saja dan
kemudian tahu apa yang harus dia kerjakan. Apalagi jika bukan
segera bergerak dan memapak serangan kakek tua itu.
Dalam waktu singkat mereka sudah tukar menukar pukulan
dengan gerakan yang membuat banyak orang yang menyaksikan
pertarungan mereka menjadi pening. Maklum, keduanya
menggunakan ilmu langkah mujijat yang sama, meski dengan
nama yang berbeda. Tentu saja kakek Yap Jeng Cie lebih dalam
pemahaman dan juga penguasaannya, tetapi penguasaan Koay
Ji jauh lebih bervariasi, lebih banyak dan bahkan lebih lengkap.
Dan itulah sebabnya mereka tetap saja berimbang. Koay Ji
3451
sanggup menghadapi serangan-serangan Yap Jeng Cie dengan
cara sederhana, tidak banyak bergerak, tetapi mengandalkan
totokan, gerak mujijatnya dan ilmu-ilmu totokan Kim Kong Cie.
Bahkan masih dipadukan pula dengan Tam Ci Sin Thong dan
sesekali dengan Ilmu Ci Liong Ciang Hoat, dan karena paduan itu
maka dia bisa memaksa kakek Yap Jeng Cie untuk tidak keluar
menyerang semau-maunya. Tetapi harus juga memberi perhatian
pada pertahanannya karena Koay Ji mampu keluar menyerang
dan menyengatnya dengan tidak kalah tajamnya. Tidaklah
berlebihan karena sesungguhnya khasannah ilmu silat dan gerak
yang dikuasai Koay Ji benar-benar bermanfaat untuk menghadapi
kesempurnaan penguasaan dan pengalaman lawan yang
memang jauh lebih tua itu.
Tetapi, berbeda dengan Rajmid Singh yang kehabisan nafas
karena terangsang terus memukul, kakek Yap Jeng Cie sudah
langsung bertarung pada puncak ilmu dan kehebatannya. Sebab
dia tahu, jika pertarungan seperti beberapa hari yang lalu
berulang kembali, maka daya tahan fisiknya tidak akan
mendukung. Karena itu, dia tidaklah meniru cara Rajmid Singh
dan kawan-kawannya yang lain, langsung saja dia bergerak dan
menyerang dengan ilmu-ilmu pusaka dan llmu andalannya. Dan
memang benar, strategi ini berhasil membuat Koay Ji terperanjat
3452
sehingga pada pertarungan awal, lebih banyak menunggu dan
lebih banyak menghindar. Tetapi, Yap Jeng Cie sadar, bahwa
saat Koay Ji menemukan keseimbangan, maka saat itulah
pertarungan akan berlarut. Dan bisa dipastikannya pertempuran
mereka akan berlamgsung menjadi sangat panjang dan berlarutlarut,
hal yang tentu saja sangat tidak diinginkannya. Dia sudah
beranggapan dan berkesimpulan, jatuhnya Koay Ji sama saja
dengan kemenangan berada di tangannya, karena dia merasa
mampu menghadapi tokoh yang lain dan mengalahkan mereka.
Tapi, ini persoalannya, dia tidak bisa dengan cepat mengalahkan
Koay Ji, karena iweekang mereka pada dasarnya berbeda tipis
saja, dan keampuhan iweekang lawan muda itu sungguh
mengganggunya. Tidak dapat serta merta dia menguasai lawan
dengan kekuatan iweekangnya, meski dia sudah berkali-kali
mencobanya sejak dua atau tiga hari silam. Pertarungan yang
nyaris mencelakakannya karena terbawa strategi lawan yang
mampu membuat tenaga fisiknya terkuras, dan pada saat
terakhir, dia juga ikut terluka parah. Malah lebih parah dari
lawannya yang lebih muda usia itu. Hal yang tentu saja sangat
memalukan. Dan karena itu dia merubah strategi bertarung
dengan langsung mengajak lawan bertarung pada puncak
kehebatan mereka masing-masing. Untuk sesaat dia merasa
3453
senang, meski ternyata seperti dugaannya, tidaklah serta merta
membawa kemenangan baginya, karena Koay Ji hanya terdesak
sesaat belaka.
Yang tidak dipahami Yap Jeng Cie adalah, Koay Ji sama seperti
dirinya, meski setiap saat terlihat berada di sekitar arena, tetapi
terus menerus menggembeng diri sendiri. Terutama karena
karena dia sadar, untuk menghadapi Yap Jeng Cie, hanya dirinya
sendiri yang mampu dan sanggup melakukannya. Karena itu,
Koay Ji selalu siaga dan selalu “melatih diri” setiap saat,
bahkanpun ketika sedang bersama dengan suhengnya
mengamati pertarungan di arena selama dua hari terakhir.
Bahkan, Koay Ji sendiripun sudah mampu mencapai tingkat yang
yang dia sendiri tidak menduga pada hari-hari terakhir ini. Karena
itu, meski Yap Jeng Cie berlatih secara serius sehari terakhir
karena tahu dia akan segera turun ke arena, serta
mempersiapkan diri dan strategi untuk bertarung dengan Koay Ji,
tetap saja dia tak mampu menang cepat. Karena Koay Ji
sendiripun sudah menyiapkan diri memasuki pertarungan akhir
yang sangat menentukan ini.
Koay Ji sendiri tidak merasa ragu menggunakan ilmu Ci Liong Ciu
Hoat dan Ilmu Thian Liong Pat Pian, karena meski ilmu itu ciptaan
Pat Bin Lin Long, tetapi dia sendiri sudah melakukan banyak
3454
sekali tambahan dan perubahan disana-sini. Boleh dibilang,
ditangannya, Ilmu Ci Liong Ciu Hoat dan Ilmu Thian Liong Pat
Pian sudah nyaris setengah bagian adalah tambahan dan
ciptaannya. Itulah sebabnya, dia tidak khawatir dengan lawan
yang menggunakan ilmu yang sama, dan memang ada juga
beberapa perubahan, tetapi tidak sedrastis perubahan dan
tambahan yang sudah dia lakukan. Maka, pertarungan mereka,
pertarungan Yap Jeng Cie melawan Koay Ji sesekali terlihat
menggunakan ilmu yang sama, tetapi dengan varian dan juga
jurus yang banyak berbeda.
Tetapi, khusus untuk Ilmu Pukulan, Koay Ji memiliki sendiri
beberapa Ilmu Pukulan milik perguruannya, seperti Sam In Ciang
yang beberapa kali dia gunakan untuk menahan dan untuk
menyerang Yap Jeng Cie. Di tangan Koay Ji, ilmu apapun akan
bisa menjadi ilmu yang berbahaya, karena dia mulai mampu
meresapi sebuah teori, gerakan sesederhana apapun jika
dilakukan pada saat dan moment yang tepat akan menjadi
gerakan mujijat. Karena prinsip ini, maka bukan sekali dua kali
Koay Ji bertahan dan menyerang dengan dua jenis ilmu yang
berbeda dan berasal dari dua perguruan yang berbeda. Setelah
lebih kurang 30 jurus mereka bertarung dengan cara seperti itu,
tiba-tiba terdengar si kakek Yap Jeng Cie berkata:
3455
“Apakah engkau tidak malu menggunakan ilmu perguruanku?
Hahahaha, engkau sendiri sepertinya tidak percaya dengan ilmu
perguruanmu.....”
Kata-kata yang tajam namun seperti tidak diindahkan oleh Koay
Ji, meskipun pada dasarnya kata-kata tersebut benar menyentak
kalbu Koay Ji. Dan karena kalimat itulah maka untuk selanjutnya
Koay Ji tidak lagi menggunakan ilmu-ilmu ciptaan Pat Bin Lin
Long, kecuali pada variasi jurus tambahan yang dia ciptakan.
Karena dia tahu, Kitab Rahasia Gerakan Manusia ternyata bukan
milik Pat Bin Lin Long, tapi milik orang lain. Tapi sejak kalimat Yap
Jeng Cie, selanjutnya Koay Ji mulai lebih banyak menggunakan
ilmu perguruannya, termasuk juga ilmu-ilmu pusaka Siauw Lim
Sie yang sudah dikuasainya dengan baik.
“Hmmm, apakah engkau kira Suhu hanya kebetulan
mengalahkan muridmu dahulu itu? bahkan engkaupun baru saja
kulukai beberapa hari lalu. Apalagi kau orang tua bermimpi
menantang Suhu...? sungguh terlampau tinggi mimpimu...”
Berkata demikian, Koay Ji kini memutuskan tidak lagi
menggunakan baik Ilmunya Ci Liong Ciu Hoat, Thian Liong Pat
Pian dan juga ginkang Cian Liong Seng Thian. Kecuali pada jurusjurus
tambahan yang memang merupakan jurus ciptaannya dan
3456
malah sudah setengah dari ilmu aslinya yang diciptakan oleh Pat
Bin Lin Long. Tapi, kini pada dasarnya Koay Ji berhadapan
dengan Yap Jeng Cie dengan semata-mata mengandalkan ilmu
perguruannya. Dan karena lawan sudah bergerak, menyerang
dengan iweekang tinglat tinggi, maka mau tidak mau Koay Ji kini
mengerahkan kedua iweekang andalannya yang justru semakin
matang beberapa hari terakhir. Tanpa dia sadari, kekuatan
iweekang gabungan mulai menjalari tubuhnya dan juga setiap
pukulan dan tangkisannya. Baik iweekang mujijat Pouw Tee Pwe
Yap Sian Sinkang maupun juga Toa Pan Yo Hiankang yang
sudah menyatu dalam tubuhnya kini melindunginya. Bahkan juga
menjadi landasan dan tenaga pendorong dalam menghadapi
lawan tua yang dia tahu amat hebat itu.
Bukan hanya itu, gerakan ginkangnya, juga kini banyak
menggunakan Liap In Sut dan dikombinasikannya dengan jurusjurus
ciptaannya yang dia sisipkan dalam ilmu ginkang Thian
Liong Pat Pian. Bahkan selanjutnya, setelah pertarungan malam
itu, Ilmu ginkang Liap In Sut justru disempurnakan dan menjadi
lebih mujijat dengan jurus tambahan ciptaan Koay Ji. Satu lagi
keuntungan Koay Ji akibat teguran dan juga makian Yap Jeng Cie
adalah, keberanian dia untuk mulai menyandarkan gaya
tempurnya dengan ilmu baru yang peruntukkannya memang
3457
menghadapi perguruan Pat Bin Lin Long yang sudah tersesat.
Ilmu tersebut adalah Ilmu Poan Liong Ciang Hoat (Ilmu Pukulan
Naga Melilit), ciptaan dan pendalaman terakhir Koay Ji dalam
persiapan menghadapi Yap Jeng Cie.
Pada dasarnya, Pukulan Naga Melilit diciptakannya menurut
inspirasi pertempuran Geberz melawan Panglima Arcia, dan dia
dirangsang oleh Lie Hu San, tokoh mujijat asal Khong Sim
Kaypang untuk mencerna “sesuatu” dari pertarungan seru itu.
Tapi, ternyata, mereka berdua secara ajaib menemukan sebuah
formula yang sebenarnya bagi Lie Hu San sendiri baru
merupakan “teori” dan “falsafah” ilmu silat yang masih mentah.
Tetapi, Lie Hu San sendiri sudah lama memahaminya tetapi
masih belum sampai pada menemukan cara untuk
merealisasikan dan merumuskannya sebagai satu ilmu atau
prinsip dasar ilmu silat. Percakapan Lie Hu San dengan Koay Ji,
tanpa dia sangka, justru membuka pikirannya atas “falsafah
dasar” yang relatif baru. Dan diapun tidak tahu, jika Koay Ji yang
menyangka sedang “diajar” olehnya, justru menemukan hal yang
nyaris sama, tetapi mengembangkannya secara berbeda dari
tokoh hebat nan mujijat itu.
Mereka berdua tidak saling tahu dan tidak mengerti, bahwa
percakapan mereka yang tadinya seakan LIE HU SAN sedang
3458
memberi petunjuk, padahal sejatinya juga pada akhirnya
memahami sesuatu. Koay Ji dalam waktu beberapa hari mampu
kemudian merumuskan sebuah teori ilmu silat yang dia pada
akhirnya memberinya nama dalam sebuah Ilmu, yaitu Ilmu Poan
Liong Ciang Hoat (Ilmu Pukulan Naga Melilit). Karena secara
kebetulan Koay Ji sedang menemukan ilmu penawar atas
pertarungan “teoretis” yang sudah berlangsung sangat lama nan
panjang sejak Suhunya mengalahkan Pek Kut Lojin (murid utama
Yap Jeng Cie) – maka tanpa disadarinya, Ilmu Poan Liong Siang
Hoat menjadi jawabannya atas usahanya itu. Tetapi, belakangan,
dia sendiri menyadari bahwa, Ilmu tersebut juga bisa menjadi
semacam “prinsip dasar” dalam bertarung sehingga menjadi ilmu
silat yang baru, atau tepatnya cara melawan musuh lewat sistem
baru.
Melalui khasanah rahasia gerak silat dan jurus silat manusia yang
dibacanya dari kitab peninggalan Pat Bin Lin Long, dia kemudian
menciptakan sebuah gerak mujijat yang menjadi jurus-jurus
utama Pukulan Naga Melilit. Jurus-jurus itu dimaksudkan untuk
“menutup” dan “menghambat” sejak sangat awal potensi
serangan berbahaya musuh. Dia tidak lagi harus pusing
memikirkan jurus pemunah, tetapi memunahkan serangan lawan
sejak sebelum dia memasuki pertengahan jurus serangan dan
3459
sudah langsung memunahkannya. Yang mesti dilakukan Koay Ji
adalah, berusaha secepatnya mengerti lawan bergerak dengan
cara A dan maksud A, jika bergerak dengan gaya B maka
maksudnya B, demikian seterusnya. Supaya maksud A dan B
tidak tercapai, maka sebelum gerak pertengahan, masih sangat
awal, Koay Ji sudah menyerang dan memunahkan serangan
tersebut. Tidak lagi butuh jurus lain selain terus-menerus
membuat lawan tidak sanggup mengerahkan kekuatan terhebat
lewat serangannya. Karena pada dasarnya, semua jurus
serangan akan memuncak pada bagian pertengahan hingga
akhirnya. Prinsip dasar itu kemudian kelak menjadi ilmu silat baru
dan khas dari Koay Ji.
Ilmu dan prinsip bertarung seperti ini, pada dasarnya belum
pernah dicoba oleh Koay Ji, tetapi setelah didesak dan ditegur
dan dipermalukan oleh Yap Jeng Cie tadi, Koay Ji justru jadi
teringat dengan ilmu ini. Karena ingatan itu, Koay Ji sambil
bertarung mulai berusaha memberanikan diri mencoba formula
baru ini setelah dia selesai dan habis menggunakan baik Tam Ci
Sin Thong dan Kim Kong Cie dalam menyerang dan bertahan
terhadap lawannya itu. Dan menggunakan ilmu-ilmu pusaka
Siauw Lim Sie ini membuatnya sempat mampu mendesak dan
memegang kendali pertarungan, meski sebenarnya juga boleh
3460
dibilang tidak menghasilkan apa-apa. Tetapi, karena memang
iweekang pendukung adalah iweekang murni kaum Budha, maka
serangan-serangan dan gerakan Koay Ji benar-benar
mendatangkan kesulitan bagi Yap Jeng Cie.
Ada beberapa kali mereka saling lilit dengan jurus-jurus
berbahaya, dengan bahaya lebih besar dialami dan dihadapi oleh
Yap Jeng Cie. Tetapi, lewat kematangan dan pengalamannya,
tokoh tua nan sakti itu tetap saja mampu melawan dan sekaligus
membuatnya menyelamatkan diri dari situasi yang sebetulnya
agak merugikannya. Dengan memanfaatkan jurus ciptaannya
yang kini dia mainkan bersama ginkang Liap In Sut, Koay Ji mulai
menggunakan jurus Jiang Liong Jip Hun (Ular Naga Menyusup ke
Awan). Dia menghindari towelan Yap Jeng Cie yang berkekuatan
besar dan memperoleh waktu sepersekian detik dengan gerak
mundur selangkah dari kakek itu. Dengan cepat,
mengkombinasikan ilmu pusaka dan andalan suhunya, Ilmu
Pukulan Sian In Sin Ciang (Lengan Sakti Bayangan Dewa), dan
juga Ilmu Kim Kong Cie, dia menyerang kakek itu yang kehilangan
waktu meski tidak sampai setengah detik sekalipun.
Dia awalnya menyerang dengan jurus Tok Bi Hoa San (Membelah
Gunung Hoa San), dua serangan berbahaya yang merupakan
awal serangan. Seperti dugaannya, kakek itu mengibaskan
3461
lengannya karena posisinya kurang baik dengan jurus Hong Hwie
Lu Coan (Bukit melingkar jalan berputar). Lengannya memang
terdorong mengikuti arus iweekang kakek itu yang memang dia
akui sangat kuat dan tidaklah berani dia berkata lebih kuat dari
kakek itu. Tetapi, posisi itu sudah masuk dalam perhitungan dan
antisipasinya, karena dengan segera dia melakukan dua gerakan
berbahaya secara nyaris bersamaan dengan jurus Thian Sian Te
Coan (Langit mengelilingi bumi berputar) disusul dengan jurus
Tiang Hong Koan Jit (Pelangi menembus matahari). Koay Ji
membiarkan tubuhnya terseret arus kekuatan yang dikerahkan
lawannya, tetapi dengan cara itu justru membuatnya begerak jauh
lebih cepat dengan berondongan 10 serangan lengan kosong
sambil mengelilingi tubuh lawannya. Sadar Koay Ji
memanfaatkan tenaganya dan membuatnya bergerak lebih cepat
lagi, kakek tua itu akhirnya menangkis dengan sama bergerak
cepat mau tidak mau. Tidak semua dia tangkis sebetulnya.
Memang, pada akhirnya, dia mampu menangkis 4 pukulan
sehingga mereka saling berbenturan, tetapi disini Koay Ji kembali
memainkan strategi bertarungnya untuk membuat kakek tua itu
pusing sendiri. Karena penguasaan iweekangnya sudah
sedemikian hebat dan sempurna, meski lebih matang kakek tua
itu, tetapi karena iweekangnya memang lebih murni, maka bisa
3462
dia kerahkan semau hatinya. Ada setidaknya empat jenis
kekuatan iweekang yang digunakannya secara berbeda, menarik,
mendorong, menghisap dan kemudian mementalkan. Karena
perubahan-perubahan yang sulit untuk ditebak dan sulit untuk
diantisipasi ini, maka kakek Yap Jeng Cie menjadi terkejut. Tetapi
tetap saja dia mampu meladeni dengan kokoh, terutama dengan
menggunakan tenaga khas iweekang perguruannya yang
memang memiliki keampuhan khusus, yakni punya daya
memelesetkan tenaga lawan yang tidak kalah hebat dan
sempurnanya.
Kembali Koay Ji mampu memperkirakannya, karena itu ada enam
serangan lain yang dia lakukan namun tidak sampai dia benturkan
dengan kakek tua itu. Hanya sengaja memancing gerakan kakek
itu dan dan memberodongnya dari ketinggian dengan jurus yang
kedua. Pada jurus kedua ini, dia memukul sebanyak lima kali dan
membuatnya sedikit beroleh keuntungan karena kakek tua itu
dalam posisi kurang baik, hal yang dipertahankan Koay Ji selama
memainkan kedua jurus dari ilmu yang berbeda dari
perguruannya. Meski tidak sampai membuat Yap Jeng Cie
terdesak, tapi membuat kakek itu menjadi panas hati. Tetapi
sayang, kakek tua itu, Yap Jeng Cie, mestilah terlebih dahulu
memperbaiki posisi bertahannya yang sempat kalah sepersekian
3463
detik. Baru setelah itu dia mampu menerjang lagi. Hanya, saat itu
dia merasa kerepotan, karena Koay Ji masih belum memberi dia
ketika melakukan lagi serangan balasan, sebaliknya
mencecarnya lagi dengan jurus yang lain. Maka, Yap Jeng Cie
kemudian bergerak sambil merancang serangan balasannya.
Menyusul jurus yang kedua, Koay Ji yang masih menang tempo
melanjutkan lagi serangannya dengan jurus In Liong Sam Sian
(Naga di awan muncul tiga kali), dan disusul dengan jurus maut
dari Ilmu Kim Kong Cie, yakni sebuah jurus yang bernama jurus
Hud Kong Boh Ciau (Sinar Budha Memancar Luas). Masih tetap
memegang inisiatif, Koay Ji yang masih menyerang dari atas dan
tetap melayang, sadar dan paham, jika dia berganti jurus yang
lain, maka inisiatif akan berpindah ke kakek itu. Karenanya, tanpa
menjejak tanah, dengan kekuatan iweekangnya yang sudah luar
biasa, tetap dengan ginkang Liap In Sut, diapun menerjang tiga
kali. Ketiga totokan itu bukan totokan biasa, karena mengarah ke
tiga jalan darah yang berbahaya dan bakal langsung
menghentikan pertempuran jika sampai terkena, sehebat apapun
kakek tua itu.
Yap Jeng Cie jelas paham dengan bahaya serangan Koay Ji,
karena itu mau tidak mau diapun harus bergerak dengan
beberapa jurus menghindar, bahkan pada dua jurus terkahir, dia
3464
harus memantapkan hati. Bukan apa-apa, kedua jurus yang dia
gunakan terakhir, adalah jurus-jurus andalannya dalam
menyerang dan bertahan, yakni jurus Tiau Thian It Cut Hiang
(Menghadap Kelangit Dengan Sebatang Dupa) dan kemudian
Gerakan ki Hwat Liau Thian (Mengangkat Api Menyuluh Langit).
Pada bagian ini, Kakek itu harus menggunakan sampai 6 jurus
dengan dua jurus terakhir yang memakan tenaga dan kecepatan
baru dia mampu menetralisasi serangan Koay Ji dan beroleh
kesempatannya kembali. Jurus kelima merupakan jurus
andalannya dengan mengerahkan banyak tenaga iweekang yang
terpusat dan kemudian memukul lengan penyerang Koay Ji. Dan
setelah itu, diapun menyusul dengan mengejar Koay Ji yang
menyelamatkan lengannya kembali sambil berusaha menyerang
kembali dengan jurus serangan selanjutnya. Pada saat itu,
keduanya memperoleh ketika yang kembali sama untuk
menyerang dan bertahan tetapi adalah Yap Jeng Cie yang sudah
lebih dahulu bergerak.
Apakah Koay Ji terlambat? Sebenarnya tidak. Justru pada saat
dia merasa bahwa dia memiliki tabungan “sepersekian detik”
mendesak Yap Jeng Cie, maka teringatlah dia dengan Ilmu
Pukulan Naga Melilit, dan ingin mencoba prinsip itu sebagai
bahan latihan. Toch yang dia butuhkan adalah melihat bagaimana
3465
“kecepatannya” dalam membaca gerakan lawan, dan melatih
refleksnya menemukan gerakan yang tepat dalam waktu yang
terbatas. Koay Ji berpikir cepat, dan karena itu diapun sengaja
melepaskan tabungan berharganya, sepersekian detik inisiatif
menyerang, dan dia memberi kesempatan lawan untuk
menerjangnya. Hanya sesaat waktu yang dia butuhkan, selain itu,
dia sendiripun memang belum “yakin” betul dengan apa yang
akan dia lakukan, tetapi dia tetap ingin mencobanya.
Yap Jeng Cie datang dan mulai menyerang, sebuah serangan
khas dari kakek itu datang dengan jurus Gin Ho Sia Ing (Bima
Sakti meluncurkan bayangan). Koay Ji memperhatikannya dan
dengan cepat dia bergerak dengan jurus sederhana dari Ilmu
Pukulan Cakar Ayam Sakti, sebuah gerakan sederhana bernama
jurus gerak Ih Hing Hoan Wi (Pindah Bentuk Ganti Tempat).
Gerakan sederhana yang semua orang tahu dan kenal, tetapi
ternyata 4 buah serangan lawan yang dipersiapkan untuk
menerjangnya dapat dia gagalkan. Gerakan Koay Ji sederhana,
bukannya menunggu, dia justru menggeser langkah kaki maju,
dan sebelum lengan Yap Jeng Cie terulur menyerang, justru
lengan berbentuk cakar ayam Koay Ji sudah datang dan
membatalkan jurus serangannya. Kakek tua itu, Yap Jeng Cie
segera dengan cepat mengganti jurus dengan Lo Chiu Poan Kin
3466
(Pohon Tua Melingkarkan Akar) yang menarik lengannya dan
menyerang dengan gerakan melingkar.
Tetapi, sekali lagi Koay Ji bergerak dengan gerakan mudah dalam
jurus Tok liong jut tong' (naga keluar dari gua), dan serangan
kakek itupun patah di tengah jalan. Tetapi hebatnya, kakek itu
tidak mudah patah arang, sama dengan Koay Ji yang semakin
gembira dengan apa yang dia temukan. Yap Jeng Cie datang lagi
dengan jurus Cik Ci Thian Lam (Lurus Menuding ke Arah Langit
Selatan), gerakan melengkung yang gagal berubah menjadi
gerakan menotok dan memukul dalam 3 arah. Tetapi lagi sebuah
gerakan sederhana lainnya, yakni jurus Huang Hong Ing
(Mengiring Angin Puyuh), dapat mematahkan jurus serangan itu
sebelum kembali membahayakan. Setelah jurus ini antisipasi
tersebut, Koay Ji jadi agak alpa dan terlampau senang sehingga
memecah konsentrasinya, dan ini harus dia bayar dengan harga
hilangnya peluang untuk mencegat dan menahan serangan
musuh sejak gerakan tahap awal.
Seperti sebelumnya, Yap Jeng Cie yang mulai penasaran karena
sampai 4 jurus serangannya patah sebelum berkembang menjadi
penasaran dan mulai khawatir. Tetapi, perubahan suasana hati
Koay Ji membuat Yap Jeng Cie yang sempat tadi agak jatuh
perasaannya, kembali bersemangat. Jurus Ciam Liong Cut Hai
3467
(Naga menyelam keluar dari laut) yang dahsyat tidak seperti
biasanya, tidaklah mampu atau terlambat dicegah oleh Koay Ji.
Karena itu, bukannya maju mencegat, dia malah akhirnya mundur
dan berbalik didesak Yap Jeng Cie yang kini memegang kendali
pertarungan. Koay Ji memang mampu menetralisasi serangan
lawan dengan jurus Biau Chiu Te Sing (Tangan Indah Memetik
Bintang), tetapi serangan lain sudah menyusul datang dengan
jurus Lat Bi Hoa San (Dengan Tenaga Penuh Menghantam
Gunung Hoa San). Serangan ini lebih cepat dan lebih berbahaya
dan membuat Koay Ji menyesal dengan suasana hati dan
kegembiraan berlebihan yang membuatnya kembali terserang
lawan.
Tapi, meskipun demikian, Koay Ji sudah mencoba prinsip
temuannya, dan dia sudah cukup puas dan mencoba untuk
melakukannya sekali lagi. Tetapi, untuk mencoba kembali, dia
membutuhkan “tabungan” yang sama seperti dia mencobanya
tadi, padahal sekarang sudah lebih sulit karena dia sedang
dicecar lawan. Karena lawan memang hebat, maka Koay Ji
berkeras mencoba sekali lagi, tetapi untuk itu, dia butuh
menerjang lawan seperti tadi, dan dia mesti menemukan
momentum yang pas dan tepat melakukannya. Tapi, untuk saat
itu, meski dia senang dengan apa yang sudah dia coba, tetapi dia
3468
harus melawan dan menetraliser serangan lawan terlebih dahulu
dan memulai kembali. Kembali dia harus mengandalkan Ginkang
Liap In Sut dan gerakan-gerakan mujijat ciptaannya, yang sudah
dia pikirkan akan menciptakan dan menyempurnakan ginkang
perguruannya kelak dengan gerakan-gerakan baru yang dia
dalami dan ciptakan.
Hal yang dialami oleh Yap Jeng Cie tadi, kini dialami oleh Koay Ji.
Dia harus sampai menggunakan 5 jurus menawarkan dua jurus
serangan lawan, tetapi Koay Ji tidak mengeluh. Bahkan, dia
berniat mencoba sekali lagi apa yang sudah dia coba tadi dan
berharap menemukan kemajuan yang besar dalam upayanya
menyempurnakan formula yang dia percakapkan dengan Lie Hu
San. Untuk menemukan kembali apa yang hilang tadi, Koay Ji kini
selain memainkan Liap In Sut, juga mencoba gerakan pukulan
dari Ilmu Thian Liong Cap Jit Sik (17 Gerakan Naga Langit).
Sebuah ilmu kebanggaan suhunya, dan diapun sangat senang
dengan ilmu itu, karena meski hebat dan kuat, tetapi memberi
kesempatan lawan untuk “berpikir” agar mengalah. Sebuah
prinsip aneh dalam pertarungan, tetapi Suhunya memiliki
perhitungan sendiri dengan ilmu tersebut. Selain itu, diapun
mempersiapkan dengan sebuah ilmu yang lain, Taylo Kim Kong
3469
Sin Ciang, versi pukulan berat dari Siauw Lim Sie, yang sama
hebatnya dengan totokan Kim Kong Cie.
Sesungguhnya, hebat sekali cara Koay Ji untuk menawarkan
serangan Yap Jeng Cie, hal yang menggambarkan betapa
hebatnya kakek tua itu. Karena ilmu-ilmu yang dipersiapkan Koay
Ji pada dasarnya adalah ilmu-ilmu hebat yang perbawa dan
reputasinya sudah diketahui orang dan jarang dapat disaksikan
insan persilatan Tionggoan dewasa ini. Kini, Koay Ji memainkan
3 ilmu tersebut dalam upayanya yang cukup liar, mencoba
kembali formasi ilmu ciptaannya dalam dialog dengan Lie Hu San.
Apakah dia akan berhasil?
Sesungguhnya Yap Jeng Cie sendiri memang sejak awal tidak
main-main, malah sudah langsung menggunakan puncak
kehebatan ilmu perguruannya. Ilmu sakti yang menjadi
kebanggaan mereka dan dia sudah kuasai melebihi dari semua
adik seperguruannya, yakni Ilmu sakti Cap Sah Sik Heng Kang
Sim Coat dan juga Ilmu Hian Bun Kui Goan Kang Khi (Ilmu
Menghimpun Dan Menyatukan Hawa Murni ), kemudian Ilmu Cap
Ci Tam Kan Ciu (Ilmu Sentilan Sepuluh Jari) sampai Ilmu Loh Ing
Ciang Hoat (Pukulan Tangan Bintang Jatuh), sudah dia kerahkan.
Tetapi, sebagian besar sudah diselami dan dimengerti oleh Koay
Ji, oleh karena itu Koay Ji masih bisa melakukan perlawanan dan
3470
bahkan mengetahui kehebatan ilmu keluarga Pat Bin Lin Long
tersebut. Bahkan, sebagian besar ilmu andalan mereka sudah
kena dikuasai dan dikembangkan menjadi lebih sempurna dan
lebih luas dari ilmu aslinya. Inilah sebabnya mengapa Koay Ji
tidak merasa jeri menghadapi kakek tua yang adalah tokoh utama
pewaris ilmu-ilmu Pat Bin Lin Long.
Dengan gerakan-gerakan terukur, tidak cepat namun tidak
lambat, kakek itu kembali menyerang Koay Ji. Sekali ini dia
menyerang dengan gempuran kekuatan iweekang yang sudah di
7 bagian kekuatannya dan kini beruntun menyerang dengan jurus
Lie Kong sia tjio (Lie Kong memanah batu), yang langsung
dilanjutkan dengan jurus Koay niauw hoa in (Burung ajaib
membalik mega). Kedua jurus itu memang tepat pada saat itu,
menghentak dari jauh dan meghujani pukulan dari atas, pilihan
yang membuat jalan keluar Koay Ji jadi terbatas. Tetapi,
menghadapi ancaman pukulan berantai itu, Koay Ji memutuskan
menggunakan jurus Jong Liong Jut Chiu (Naga Hijau Menjulurkan
Cakar), disusul segera dengan gerakan jurus Ko Cu Boan Sim
(Burung Merpati Membalik Diri), dan jurus Hui Yan Liap Bo
(Burung Walet Menobros Ombak). Mau tidak mau Koay Ji harus
menggunakan berapa jurus lebih dari lawannya, karena dia harus
3471
mengelak dan memunahkan jurus serangan yang berantai
ditujukan ke berapa bagian tubuhnya.
Tetapi, baik kibasan, totokan maupun upayanya mengisap dan
mementalkan ilmu dan jurus pukulan lawan tidaklah sama sekali
mengurangi tekanan atas dirinya. Sama seperti tadi dia menekan
Yap Jeng Cie, dan kemudian secara sengaja dia memberi
kesempatan kakek itu untuk menerjangnya. Tetapi sekali ini,
tidaklah mungkin dia berharap diberi kesempatan kakek itu
sementara kesempatan untuk menyerang tidaklah datang setiap
saat. Apalagi, karena Yap Jeng Cie sadar, jika kemampuan
mereka memang tidaklah jauh berbeda, karena itu dia tidak
berpikir untuk menurunkan intensitas serangan dan terjangannya.
Karena itu, mau tidak mau Koay Ji harus kembali menggunakan
beberapa langkah mujijat yang masih belum diketahui dan
dipikirkan lawannya. Dan pada saat yang tepat, dia segera
kembali memainkan jurus-jurus hebat itu.
Diawali dengan sebuah jurus mujijat dari Taylo Kim Kong Ciang,
yakni jurus Hud to seng thian (Buddha suci naik sorga), yang
memukul empat pukulan lawan dan kemudian dia lanjutkan
dengan jurus Tiang Hong Koan Jit (Pelangi menembus matahari),
sebuah langkah yang masih belum disadari Yap jeng Cie.
Maklum, kali ini Koay Ji memilih sebuah gerakan aneh dari daerah
3472
Tibet, gerakan berputar pada sumbu di bumi dan tiba-tiba gerakan
memutar itu mencelatkan tubuh Koay Ji keatas. Saat keatas itu
diapun merubah kembali gerakan menjadi jurus Ya Can Pat Hong
(Bertarung malam dari delapan penjuru bertarung). Gerakan
terakhir ini adalah usaha untuk mencoba kembai menguasai
arena, meski dia paham tidaklah dengan secara telak mendesak
musuhnya. Yap Jeng Cie mencoba mempertahankan posisi dan
juga serangannya dengan memainkan dua jurus secara beruntun,
yakni jurus Hiat Kong Beng Sian (Sinar Darah Mendadak
Memancar) dan juga disambung langsung dengan lain tidak lama
kemudian, jurus Lui Tong Ban- Bu (Halilintar menggoyangkan
selaksa benda).
Terjangan balasan Yap Jeng Cie memang berhasil mengurangi
tekanan Koay Ji, terlebih dia sendiri memang menyertakan
pukulan penuh kekuatan iweekang. Dan karena upayanya ini,
maka Koay Ji sadar, bahwa dia tidak boleh memaksakan diri
untuk terus menerjang. Tetapi, tujuannya memperoleh kembali
inisiatif berhasil dia gapai, dan karena itu dia tidak alpa dan
langsung kembali menerjang Yap Jeng Cie dengan rangkaian
serangan ilmu-ilmu Tal Lo Kim Kong Ciang dan juga Sam Im
Ciang yang menjadi kebanggaan suhunya. Jangan ditanya
kekuatan iweekang yang melambari pukulannya, tidak akan kalah
3473
kuat dengan serangan dan kekuatan lawan yang berusaha
menawarkan pukulannya.
Begitulah, selama dua jam pertama, pertarungan keduanya
langsung pada puncak pertarungan dengan Koay Ji sampai tiga
kali mengulangi percobaannya memakai Pukulan Naga Melilit.
Lebih tepatnya, mencoba formula Naga Melilit yang sempat dia
percakapkan dengan Lie Hu San beberapa waktu sebelumnya.
Dan dalam saat yang dia lalui itu, semakin dia memperoleh
gambaran bahwa dia semakin bisa dan makin mendalami formula
tersebut. Apalagi, karena lawannya adalah lawan terkuat yang dia
temukan selama pengembaraannya. Memang, pada percobaan
pertama dan kedua, dia kehilangan konsentrasi tidak lama setelah
memainkan formula itu. Percobaan pertama, dia gagal akibat
kegembiraan berlebihan dan mengurangi kosentrasinya sehingga
bisa membuat Yap Jeng Cie terlepas dari jepitan dan juga
terjangan Koay Ji yang memotong setiap jurus serangannya.
Percobaan kedua, ada hasil lebih baik, karena dia sampai jurus
ke 14, baru pecah konsentrasi lagi. Tepatnya bukan konsentrasi
terpecah seperti kasus pertama, tetapi lebih ke “kembalinya” Koay
Ji dengan pola lama, berpikir jurus dilawan jurus, dan bukannya
membiarkan dirinya “melupakan” jurus tandingan, tetapi menutup
atau mencegah musuh untuk terus menerjang. Percobaan ketiga,
3474
dia bertahan lebih lama lagi, sampai jurus ke 23, dan dia mulai
sadar bahwa kekurangannya berada dimana. Karena
pengetahuan dan pemahaman ini, maka dia menjadi semakin
percaya diri dalam bertarung, meski setelah percobaan kedua dan
ketiga, dia didesak habis-habisan oleh Yap Jeng Cie. Kakek itu
sebenarnya heran juga, karena beberapa kali Koay Ji seperti
sengaja memberi dia kesempatan untuk bertarung lebih jauh dan
mengurangi tekanan dan serangannya yang sebenarnya
menyulitkan.
Bahkan, dalam percobaan yang keempat, Koay Ji sempat terkena
serempet satu pukulan lawan meski tidak telak. Dan karena dia
sudah mengerahkan kekuatan iweekang sampai tingkat tertinggi,
maka badannyapun terlindungi oleh hawa khikang khas Ilmu
Budha yang disebut Kim Kong Pu Huay Che Sen (Ilmu
Badan/Baju Emas Yang Tidak Bisa Rusak). Selain memang dia
sudah terlindung khikang itu, Koay Ji sendiri sadar bahwa pukulan
yang mengenainya sebetulnya tidaklah telak mengenainya.
Karena itu, Yap Jeng Cie sendiri tidak merasa bahwa kejadian itu
adalah sebuah kemenangan baginya. Apalagi, dia sendiri melihat
Koay Ji tidaklah terluka dan gerakannya tidak terganggu karena
terserempet pukulannya itu. Karena itulah maka moment itu
3475
terlewat begitu saja, baik Yap Jeng Cie maupun Koay Ji tidak
menganggap itu sebuah masalah besar.
Setelah lewat duaratus jurus, langkah kaki keduanya mulai
semakin lambat, juga gerakan tangan mereka semakin melambat
saja. Tanda bahwa ilmu yang mereka kerahkan sudah penuh
kekuatan iweekang, dan pukulan-pukulan yang dikerahkan
adalah pukulan dengan daya dorong yang sangat besar. Bahkan
yang mengerikan adalah, radius 10 meter dari pertarungan sudah
tidak aman bagi banyak orang dan memaksa mereka pada
menjauh lebih dari radius 20 meter. Apa sebabnya? Karena
benda-benda kecil, batu kecil yang keras karena dekat dengan
aliran air, seperti pada beterbangan. Terbang mengikuti alur dan
arus kekuatan yang mengelilingi tubuh keduanya, dan tiba-tiba
terpental menjauh dengan kecepatan yang amat jelas
mendebarkan. Karena jika sampai terkena oleh desingan batubatu
kecil itu, maka pastilah akan parah akibatnya. Maklum,
kerikil-kerikil dan bahkan benda lain yang terserempet dan
menjadi seperti “peluru” cepatnya desingan benda-benda
tersebut, penuh dengan kekuatan iweekang kedua orang yang
sedang berkelahi itu.
Disebutkan perlahan, sebetulnya tidak juga. Tetapi, kini memang,
kecepatan gerak mereka tidak lagi seperti awal. Yap Jeng Cie
3476
sudah paham, jika dia terus menerus meladeni Koay Ji dalam
pertarungan yang menguras kecepatan dan tenaga, maka dia
akan mengalami kejadian yang sama dengan 3 atau hari lalu.
Terkuras tenaga dan terluka. Dan ini dia tidak inginkan. Hanya dia
tidak mengerti saja bahwa pada saat yang sama, Koay Ji sudah
mengetahui kekurangannya dan karena itu juga sudah
menyiapkan diri lebih baik. Anehnya, entah mengapa Koay Ji
meladeni saja kemauan kakek itu dalam adu kekuatan dengan
pengerahan kekuatan iweekang tingkat tinggi. Apa Koay Ji tidak
salah? Bahkan Yap Jeng Cie juga kaget berbareng senang ketika
Koay Ji terseret kemauan dan keinginannya.
Yang tidak dipahami kakek itu adalah, Koay Ji berani meladeninya
karena memang semakin paham kekuatan kakek itu dan
kekuatannya sendiri. Pada puncak ilmu iweekangnya, Koay Ji
tidak takut berbenturan dengan kekuatan iweekang manapun
karena dia memiliki dua macam iweekang yang menyatu dalam
dirinya. Dia mampu mendorong dan adu kekuatan, mampu
menerima iweekang lebih kuat dan kemudian melepasnya
kesamping, menggiringnya atau mengembalikannya justru
kepada si penyerang. Cara kedua dapat ditempuh Koay Ji dengan
tidak perlu berhadapan dengan serangan iweekang yang
dimaksud terus menerus, tetapi menghadapinya dan menyerap,
3477
menghisap, menggiring, dan seterusnya. Tetapi, pada awal
tarung yang terlihat semakin lamban dan berakibat arena sekitar
mereka menjadi demikian mengerikan, Koay Ji tidak takut adu
kekuatan.
Hanya saja, Koay Ji juga paham, selain kekuatan lawan sedikit
lebih matang, juga memiliki kekuatannya sendiri dalam
memelesetkan serangan iweekang lawan. Dan karena keduanya
menggunakan prinsip yang sebenarnya nyaris mirip, yakni
dengan tidak langsung menghadapi kekuatan iweekang lawan,
maka keduanya dasarnya berani masuk ke tarung ini. Dan
pertarungan seperti ini, justru menguras kekuatan iweekang
terlebih cepat lagi, jika pertarungan iweekang langsung
berbenturan terus menerus. Yap Jeng Cie terkejut karena meski
meladeninya, Koay Ji ternyata juga memiliki kekhasan tenaga
iweekang yang luar biasa. Belum lagi hawa khikang yang dia
kenal khas milik kaum Budha, sudah berpijar-pijar dengan
kekuatan yang maha hebat di tubuh Koay Ji.
Yang terjadi kemudian adalah sebuah pertarungan besar yang
membuat mata semua yang menyaksikannya sampai terbelalak.
Karena semakin lama semakin arena pertarungan tak dapat
diikuti dengan pandang mata, tubuh kedua orang yang bertarung
semakin terbungkus oleh pusaran kekuatan yang tidak nampak.
3478
Bukan hanya itu, karena nyaris semua benda ringan sekitar arena
bergoyang jika bukan terbang mengikuti arus kekuatan dalam
arena. Tubuh kedua orang itu samar dan sesekali hilang dari
pandangan akibat kekuatan yang menyebar dari keduanya dan
membuat banyak benda terbang mengelilingi mereka. Belum lagi
hawa khikang yang mereka kembangkan ternyata kemudian
menambah pekatnya kabut sekeliling tubuh mereka. Hal tersebuh
membuat semakin samar dan malah kadang sampai tak nampak
dan tidak terlihat orang yang sedang menyaksikan pertarungan
keduanya. Barulah semakin jelas bagi semua orang mengapa
Koay Ji demikian dipercaya oleh Tek Ui Sinkay dan mengapa Yap
Jeng Cie sampai mampu mengobrak-abrik rimba persilatan
melalui murid-muridnya.
Koay Ji sendiri memang sudah mempersiapkan diri dengan
pertarungan jenis ini, bahkan sudah menduga akan seperti ini
tindakan Yap Jeng Cie. Benar pertarungan mereka adalah adu
kematangan iweekang, dan dia tidak takut karena selama ini dia
berusaha menyelami semakin dalam iweekangnya. Dan dia
menemukan bahwa tarung seperti yang sedang dia lakoni saat
itu, tidak perlu membuatnya kepayahan karena dia tidak harus
bertarung berhadap-hadapan. Adu pengerahan kekuatan
iweekang mereka, bahkan meski sudah saling lilit dan belit
3479
sekalipun, tetap dapatlah dia hadapi dengan kekhasan
iweekangnya. Apalagi, dengan iweekang Pouw Tee Pwe Yap
Sian Sinkang saja sebenarnya memadai, tetapi dengan kombinasi
juga kekhasan Toa Pan Yo Hiankang, membuatnya semakin
percaya diri. Karena mudah saja baginya menghadapi serangan
iweekang, menerimanya, kemudian menggiring dan
membuangnya kesamping. Karena kuatnya iweekang lawan, dia
beberapa kali mencoba mengembalikannya kearah Yap Jeng Cie,
tetapi karena kekhasan lawan, juga dia selalu gagal
melakukannya.
Pertarungan seperti itu, pada akhirnya membuat Yap Jeng Cie
sadar bahwa tetap saja dia kesulitan memperoleh kemenangan.
Dia bahkan sadar bahwa kemenangan yang dia duga akan dapat
dia peroleh semakin raib karena lawan yang lebih muda ini
memiliki daya tahan fisik yang jauh mengunggulinya. Karena
berpikir demikian, maka Yap Jeng Cie akhirnya memilih
memaksakan diri, dan mulai kembali dengan menyelingi ilmu-ilmu
pamungkas lainnya dalam arena yang sudah semakin sempit dan
saling melilit itu. “Bagaiamanapun harus diselesaikan, karena jika
tidak, maka benarlah, semua akan berakhir disini.....” demikian
tekad Yap Jeng Cie yang pada akhirnya memutuskan bertarung
mati-matian.
3480
Pada saat itu, seperti juga Koay Ji, Yap Jeng Cie sudah
mengerahkan Ilmu Hu Deh Lo Khi (Hawa Sakti Pelindung Badan)
juga dibarengi Ilmu Pi Ki Hu Hiat (Tutup Hawa Lindungi Jalan
Darah). Dia mengerahkan kedua ilmunya sebagai bagian dari
pertarungan yang amat mengerikan dan menghebohkan yang
mereka berdua jalani. Bahkan, setelah merasa adu iweekang itu
lebih merugikannya, ada akhirnya diapun kembali dalam arena
saling membelit itu membuka serangan baru dengan mencoba
Ilmu Li Seng Toan Hun Lui (Ilmu Nada Suara Mematikan Roh),
sebuah serangan berlandaskan hawa mujijat SIHIR. Tetapi, dia
sadar bahwa Koay Ji tidak bakalan goyah dengan serangan
tersebut, karenanya dia mempersiapkan ilmu lainnya, yakni
Ilmu Ling Khong Huan In Cam (Pukulan Tanpa Bayangan) dan
bahkan Ilmu Pat Mo Hwee Ciang (Pukulan 8 Iblis Sakti).
Dugaan Yap Jeng Cie memang benar. Dalam pengerahan
kekuatan iweekang yang sudah dilambari kekuatan batinnya,
Koay Ji tidak goyah dan tidak sedikitpun dapat dipengaruhi
kekuatan sihir atau kekuatan mujijat lainnya. Malah, melihat
lawannya sudah kembali menyerang dalam lingkaran yang sudah
sangat sempit akibat ilmu iweekang keduanya sudah membatasi
arena pertarungan, Koay Ji akhirnya juga ikut meladeni dengan
membuka Ilmu Tie Liong Ciu (Ilmu Sakti Tangan Mengekang
3481
Naga) bahkanpun juga mengembangkan Ilmu Hong In Pat Jiauw
(Ilmu Delapan cengkeraman angin dan Mega) warisan Thian Hoat
Tosu. Dan masih belum cukup diapun membarengi dengan
perguruannya sendiri, Ilmu Pukulan Sian In Sin Ciang (Lengan
Sakti Bayangan Dewa). Pada akhirnya, keduanya bertarung
dengan puncak kekuatan iweekang dalam jurus-jurus serangan
yang mencoba mencari kelemahan lawan dan mencecarnya
untuk memastikan kemenangan.
Pertarungan terus berlangsung seru dengan ilmu dan jurus
serangan yang maha hebat, sehingga tidak jarang terlihat
percikap api berwarna kebiruan melonjak ke angkasa. Ataupun
bunga api menyembur dari benturan keduanya ketika tidak lagi
dapat terhindarkan adu kekuatan antara keduanya. Tetapi, Koay
Ji yang meski masih muda tetapi sudah memiliki ketabahan luar
biasa akibat didikan tenaga batin suhunya, semakin “menikmati”
pertarungan tersebut. Apalagi, karena diapun dapat menemukan
celah dan peluang dengan menimbangnya secara cermat,
bagaimana dia mengulang kembali prinsip “NAGA MELILIT”, yang
sudah lima kali dia mainkan dan mendatangkan hasil yang hebat.
Ketika bertarung dengan kekuatan batin dan menemukan
kenyataan dia “menikmati” pertarungan yang sebenarnya sudah
amat beresiko bagi keselamatan keduanya, Koay Ji malah
3482
menemukan hal lain. Dia mampu menemukan peluang dan juga
celah yang semakin terbuka, semakin juga menyempurnakan
pemahamannya atas prinsip NAGA MELILIT.
Kebiasaan Koay Ji bertarung sambil mengembangkan diri,
membuatnya tidak sulit menemukan hal-hal baru dalam setiap
pertarungan. Apalagi, karena dia sadar, jika saat itu dia sudah
melindungi diri dengan kekuatan khikang mujijat, dan lawannya
juga terlihat sama-sama kesulitan menerobos masuk. Perbedaan
situasi dan emosi snagat menentukan dalam pertarungan
tersebut. Seandainya Yap Jeng Cie dalam posisi seperti
pertarungan beberapa hari lalu, kemungkinan dia sendiri akan
sama dengan Koay Ji menemukan banyak “hal baru”, dan penting
dikembangkan dalam pertarungan keduanya. Sayang sekali,
posisinya sekarang sudah sangat kepepet, dan tinggal bertarung
seorang diri dan bertarung bagi ambisinya. Melihat keadaan dan
realisasi ambisinya kembali terancam “gagal” atau bahkan
memang sudah gagal, membuat emosinya tidak stabil. Bahkan
rasa khawatir mulai muncul dan sudah mulai menggerogoti
hatinya, datang dari perasaan “sendiri”, dan kebetulan sedang
bertarung dengan lawan yang seimbang.
Sebetulnya, setipis itu kekalahan Yap Jeng Cie. Dia tidak kalah
dari Koay Ji, malah pengalaman, kematangan, strategi dan juga
3483
visi bertarung, masih melebihi Koay Ji yang jauh lebih muda.
Tetapi, kondisi psikologis Koay Ji yang lebih lepas, mampu
memahami lawan dan kekuatan lawan, dan selalu belajar
menyesuaikan serta menemukan hal baru, adalah keunggulan
Koay Ji. Akibatnya, keunggulan Yap Jeng Cie memudar perlahanlahan,
sementara Koay Ji semakin “antusias”, malah seperti
semakin “keranjingan” menemukan formula baru bagi
pengembangan ilmunya itu. Maklum, menemukan lawan sehebat
Yap Jeng Cie, mungkin hanya sekali dalam hidupnya, dan tidak
setiap saat dia bertemu lawan yang mampu memancingnya guna
mengerahkan segenap kemampuan. Dan memancingnya untuk
mengeluarkan seluruh kreatifitas dan “kegilaannya” atas ilmu silat.
Koay Ji sudah paham, asalkan dia tidak terbawa arus pertarungan
adu kekuatan, dan jikapun terpaksa maka diapun memiliki strategi
menghadapinya, pada akhirnya meladeni pertarungan adu ilmu
dan adu strategi itu. Yap Jeng Cie yang sempat mencoba
mengurung dan memaksa Koay Ji adu kekuatan iweekang,
menyadari pula bahwa dia sendiri akan kehabisan tenaga karena
Koay Ji ternyata memiliki iweekang mujijat yang amat khas dan
luar biasa. Koay Ji tidak takut adu iweekang dan memiliki
kemampuan melawan dan menggiring kekuatan iweekangnya,
dengan cara itu dia selalu lolos. Dengan cara itu, Koay Ji selalu
3484
mampu menemukan jalan yang pas dan tepat melanjutkan
pertarungan. Memang, Koay Ji belum sekalipun memaksakan
pertarungan hingga ke titik menentukan, tetapi dia juga tidak
dapat dipaksa mengikuti kemauan Yap Jeng Cie. Pada akhirnya,
mereka berdua berkutat dalam kepentingan dan keinginan
masing-masing dan terus berjuang dan bertarung untuk mengejar
kemenangan.
Karena sama-sama memahami kondisi itu, maka pilihan yang ada
pada akhirnya kembali adu ilmu dan jurus serangan, namun
dengan dorongan iweekang masing-masing yang sudah pada
puncak kekuatannya. Setelah merasa bahwa memang
kesempatan terakhirnya adalah pada adu kemampuan ilmu silat,
maka toch pada akhirnya Yap Jeng Cie mekasakan dirinya
memasuki adu ilmu tersebut. Dan dia sudah memulai dengan
kembali memeras kumpulan ilmu silat andalannya, serta juga
merasa masih ada kesempatan menang. Tapi dia juga merasa
awas, karena pertarungan sekali ini berbeda jauh dengan
awalnya, karena sengatan iweekang yang dikerahkan masingmasing
sudah pada puncaknya. Maka, hasil pertarungan
kelihatannya akan ditentukan dengan pertarungan terakhir ini
yang merupakan ilmu dan jurus yang mesti didorong dengan
kekuatan iweekang yang maha hebat. Dan Yap Jeng Cie
3485
memulainya, memasukinya dan menjadikannya jalan satusatunya
kearah kemenangan atas lawannya.
Dimata banyak orang, kecuali satu atau dua orang, serang
menyerang antara Koay Ji melawan Yap Jeng Cie sudah tidak
masuk diakal. Bagaikan ada pedang serta hawa pedang yang
menyambar-nyambar dengan sendirinya, seperti pedang terbang
tetapi jelas keduanya tidak ada yang memegang pedang.
Kemudian bagaikan ada pedang yang menangkis dan menyentil
pedang itu hingga kembali beterbangan dan tidak melukai
siapapun. Selain itu, kedua orang yang bertarung di arena, tidak
lagi dapat dikenali mana Koay Ji dan mana Yap Jeng Cie, karena
warna merekapun sudah tak bisa dibedakan. Gerakan mereka
meski tidak cepat, tetapi tersamarkan oleh benda-benda ringan
yang beterbangan mengelilingi arena, sementara kedua orang
dalamnya juga seperti bersembunyi dibalik kabut ciptaan masingmasing.
Tidak heran jika arena tersebut lebih mengerikan dan
lebih tidak dapat diprediksi karena memang sulit diikuti
pandangan mata biasa.
Pada saat itu, adalah Koay Ji yang kembali memegang kendali,
dan kini beroleh kesempatan menyerang. Tanpa pikir panjang
lagi, diapun menerjang dengan ilmu pukulan ciptaannya sendiri,
Ilmu Hian Bun Sam Ciang (Tiga Jurus Pukulan Maha sakti). Ilmu
3486
Sakti yang sudah dia turunkan kepada Kang Siauw Hong, Sie Lan
In, Khong Yan dan juga Tio Lian Cu, selain juga teorinya kepada
Bun Siok Han. Jurus yang dia mainkan tidak berbeda dengan
yang dimainkan kawan-kawannya di tarung babakan sebelumnya,
karena itu bisa diantisipasi dengan baik oleh Yap Jeng Cie. Tetapi,
dia kaget karena ternyata perbawa ilmu dan jurus serang itu jurus
perjurus sangatlah hebat, sampai dua tiga kali dari jurus
sebelumnya. Diawali dengan satu serangan awal melalui jurus Hu
Houw Tio Jang (Harimau Mendekam Menghadap Matahari).
Dimana Koay Ji bergerak dari bawah ke atas dengan sejumlah
totokan dan variasi pukulan yang langsung terasa dikulit Yap Jeng
Cie.
Tetapi, dengan khikang dan juga sejumlah gerakan aneh, kakek
itu mampu melawan serangan tersebut, meski belum lagi mampu
membalas serangan itu. Dan memang, Koay Ji menyadari, bahwa
jurus pertama hanya akan menggertak dan menjatuhkan lawan
yang tanggung, lawan lebih hebat akan jatuh pada jurus kedua.
Dan jurus itu sudah meluncur, bersambungan dengan jurus
serangan pertama, dimana jurus yang kedua, yakni jurus Lok Yap
Kui Ken (Daun jatuh kembali keakar) lain lagi. Nama jurus itu
sederhana, tetapi bagaimana jika daun yang jatuh bukan hanya
satu dan daun itu terlihat perlahan turun ke tanah namun dalam
3487
jumlah banyak?. Itulah yang dihadapi oleh Yap Jeng Cie yang
terpaksa harus berganti gerakan sampai 3 kali baru bisa menarik
nafas lega. Berturut-turut dia menggunakan gerak Ih Hing Hoan
Wi (Pindah Bentuk Ganti Tempat), sebuah jurus yang
membuatnya berganti tempat secara cepat. Disusul dengan jurus
Tok liong jut tong (naga keluar dari gua), yang membuatnya
mengambil posisi di luar daya dan lingkup serangan Koay Ji, baru
kemudian jurus Thian It Seng Cui (Alam Pertama Kali
Mengadakan Air). Dia mampu dengan cantik membebaskan diri
dari serangan jurus kedua Hian Bun Sam Ciang yang memang
hebat itu.
Harus diakui memang benar Yap Jeng Cie hebat, dia masih
mampu keluar dari jurus serangan kedua dengan cukup mudah,
meski juga tercekat karena kekuatan dan kehebatan serang jurus
kedua sudah puluhan kali lebih hebat. Dan, dia masih belum
mampu membalas karena jurus yang ketiga sudah datang dengan
sangat cepat dan sejak sangat awal dia sudah tahu, sama dengan
jurus kedua, masih berapa kali lebih hebat dibanding jurus kedua.
Dan inilah jurus ketiga, satu jurus bernama jurus Boan Thian Kai
Te (Langit penuh tertutup tanah), yang juga sempat membuat
Phoa Tay Teng tercengang dan terguncang meski mampu
selamat. Koay Ji sudah paham, bahwa pastinya Yap Jeng Cie
3488
juga akan mampu menemukan jalan keluar dari jurus ketiga ini.
Jika Phoa Tay Teng mampu, masakan Yap jeng Cie tidaklah
mampu? Koay Ji paham, tetapi karena dia memang mengincar
untuk maju lebih jauh dengan ilmu yang lain lagi dan sudah dia
persiapkan.
Bukan main terkejutnya Yap Jeng Cie ketika melihat nyaris semua
cela untuk keluar sudah tertutup, dan dia menghadapi sejumlah
serangan di tempat-tempat yang amat berbahaya baginya. Mau
tidak mau, dia harus bergerak dengan kekuatan iweekang penuh
dan secara cermati mengikuti gerakan jurus serangan lawan
sambil terus menerus bergerak. Dengan gerakan ringan dia
memainkan jurus Hay Li Long Hoan (Puteri Laut Memain Gelang)
langsung disusul dengan jurus Hay Li Long Hoan (Puteri Laut
Memasang Gelang). Kedua kaki dan lengannya bekerja keras
mengindar dan menghalau semua serangan berbahaya yang
dilepaskan Koay Ji, tetapi dia masih tetap terancam. Mau tidak
mau kembali dua gerakan saling susul menyusul dia lakukan,
jurus Giok Tay Wi Yau (Sabuk Kumala Melibat Pinggang) dan
disusul jurus Hay Lwe Cap Ciu' (Dalam Laut 10 Benua). Hebat
keduanya, bukan hanya Koay Ji, tetapi juga kakek tua yang maha
hebat itu, karena dibawah berondongan serangan tak henti, dia
mampu mentralisasi serangan Koay Ji. Malah, pada bagian
3489
terakhir dia meloloskan diri dengan cerdik melalui gerakan tipu
dalam jurus Ce Gwat Bu Kong (Rembulan dan Bintang Tiada
Bercahaya).
Tapi Koay Ji memang sudah paham apa yang akan terjadi, karena
itu intensitas serangannya tidak menurun karena dia sadar baru
saja Yap Jeng Cie menggunakan banyak sekali tenaga dan
pikirannya. “Dia pasti lelah dan terkuras konsentrasinya dengan
serangan barusan....” pikir Koay Ji, dan karena itu dia merasa
harus tetap menjaga intensitas serangan dan tekanannya. Pada
saat itulah, seperti juga tadi Sie Lan In memainkannya, Koay Ji
mulai membuka serangan-serangan dengan secara langsung
masuk pada ilmu ciptaan suhunya. Ilmu dan jurus yang secara
sengaja guna menaklukkan dan mengalahkan ilmu dari perguruan
lawannya saat itu. Ilmu Liu Hud Jiu Toh Cu (Tangan Budha
Merebut Mestika) yang sudah didalaminya, dilepaskan susul
menyusul dalam 4 jurus beruntun, yaitu masing-masing awalnya
jurus Liu Thian Jiu (Tangan Langit Mengalir) dari Tam Ci Sin
Thong, disusul dengan gerak Can Liong Chiu (Gerak Menabas
Naga) dari Tay Lo Kim Kong Ciang dan dilanjutkan dengan jurus
Hud Kong Boh Ciau (Sinar Budha Memancar Luas) dari Kim Kong
Cie.
3490
Tetapi, kakek Yap Jeng Cie nampaknya sudah sangat siap
menghadapi rangkaian serangan Koay Ji, karena memang diapun
sudah lama memikirkan dan sekaligus merumuskan jurus
penawarnya. Bahkan sambil tersenyum dia menyambut dengan
Ilmu Kong hong sam si (Tiga jurus angin ribut), dalam jurus Liu
seng liok tee (bintang luncur jatuh ketanah). Menyambut terjangan
berbahaya lawan, Yap Jeng Cie tidak menjadi gugup dan memilih
satu jurus dari ilmu Pat Bin lin Long berupa jurus tandingan
totokan atas serangan dari tam ci sin thong, “tangan laut
mengalir”. Sentilan lengan yang berbahaya dilawannya dengan
gerakan-gerakan hebat dan mujijat dengan mengandalkan
sebuah ilmu khusus, yakni Ilmu Cap Ci Tam Kan Ciu (Ilmu
Sentilan Sepuluh Jari) yang sudah dia gubah secara khusus.
Maka, tebasan dan serangan Koay Ji dengan mudah dia
gagalkan. Tetapi meskipun demikian, dia masih tetap belum
mampu untuk menyerang balik karena masih harus menahan
jurus hebat lainnya, yaitu sebuah gerakan hebat yang sangat
dikenal dengan nama hebatnya, gerakan menabas naga.
Dan untuk menghadapinya, Yap Jeng Cie tidak alpa, melainkan
dengan amat cepat diapun ikut menggetarkan kedua lengannya
yang sudah dipenuhi hawa iweekang maha luar biasa hingga
menerbitkan bunyi gemuruh yang teramat memekakkan telinga.
3491
Itulah jurus Thian heng peng Liu (guntur dan salju diujung langit)
yang merupakan ciptaannya sendiri dengan mengambil gerak,
atau inspirasi gerak dari intisari ilmu perguruan mereka, yakni Ilmu
Loh Ing Ciang Hoat (Pukulan Tangan Bintang Jatuh). Hawa
iweekang yang seperti berdaya saling tolak belakang itulah yang
mengakibatkan bunyi-bunyian sekeras guntur dan membuat Koay
Ji melengak kagum karena. Kini dia merasa yakin benar-benar,
bahwa lawan memang sengaja menyiapkan tandingan yang amat
setimpal atas semua jurus serangannya. Dan mau tidak mau
mereka terus saling mengagumi dan saling merasa lawannya
memang benar hebat. Tetapi, setelah itu Yap Jeng Cie sudah
bergerak lagi menyambut jurus ketiga dengan jurus istimewa yang
dia namakan jurus im gwat tian kong (awan rembulan cahaya
kilat). Masih satu jurus lanjutan dengan jurus sebelumnya, tetapi
mampu dan sanggup membuat gempuran Koay Ji tertahan.
Begitu tuntas dengan keberhasilannya memunahkan dalam
menahan ilmu yang dahulu pernah digunakan Bu In Sinliong saat
mengalahkan Pek Kut Lojin muridnya, terlihat Yap Jeng Cie
tersenyum senang. Cukup jelas kiranya bahwa tokoh tua itu, Yap
Jeng Cie sudah mulai menemukan kegembiraan dan
antusiasmenya dalam pertarungan tersebut. Bahkan,
setuntasnya mereka adu pukulan, Yap Jeng Cie tiba-tiba ambil
3492
inisiatif dengan menyerang Koay Ji dalam ilmu yang dia anggap
akan mampu memenangkannya. Meski setelah dia melihat dan
mengamati gerakan Sie Lan In tadi, dia sudah sepenuhnya sadar
bahwa pihak lawan juga sudah sama dengan dia. Sama-sama
sudah mempersiapkan diri untuk tarung mencipta ilmu yang
merupakan tandingan ilmu ilmu lawan, berawal dari kedua ilmu
yang barusan mereka mainkan dan saling membuat keampuhan
jurus mereka sirna. Bukannya karena jurus-jurus mereka kurang
ampuh, atau kurang hebat dalam mendesak lawan, tetapi terlihat
memang sengaja diciptakan untuk saling meniadakan. Karena itu,
mereka masing-masing belum mampu dan belum sanggup
mendesak dan juga menyudutkan lawan. Masih sama kuat.
Memanfaatkan peluang yang ada, Yap Jeng Cie berbalik
menerjang dengan ilmu yang memang disiapkan jauh-jauh hari
untuk menjinakkan ilmu-ilmu Bu In Sinliong. Ilmu yang disiapkan
itu mereka namakan Ilmu Pukulan Hoei Liong Tjiang (Tangan
Naga Terbang), sebuah ilmu mujijat yang terdiri dari hanya 3 jurus
perasan yang dimaksudkan sebagai jurus anti ilmu-ilmu lanjutan
dari Bu In Sinliong. Yap Jeng Cie menerjang dengan cepat melalui
jurus Lam-hay-po-liong(menangkap naga dilaut selatan) yang
menjadi awalnya. Meski masih awal, tetapi sejak awal kehebatan
ilmu ini sudah terasa dan beruntun menerjang dengan sama
3493
hebatnya dalam jurus kelanjutannya. Koay Ji langsung
merasakan betapa berat hawa serangan lawan, bukannya
bergelombang tetapi langsung “kuat” luar biasa dan tidak
berkurang daya gedornya. Malah semakin lama semakin
menyulitkannya, karena kekuatan pukulan lawan tidak berkurang,
melainkan tetap hebat dan terus merangsek dan memukul dirinya
agar mundur ke belakang.
Untungnya, Koay Ji sendiri sudah menciptakan ilmu yang dia
maksudkan sebagai “penawar” ilmu ciptaan lawan yang menjadi
“penawar” ilmu ciptaan suhunya. Atau ilmu-ilmu dengan ciri khas
perguruannya yang berdasarkan ilmu-ilmu mujijat dari pintu
perguruan Siauw Lim Sie. Ilmu ini adalah ciptaan Koay Ji
berdasarkan analisa atas kehebatan dan ciri khas ilmu Pat Bin Lin
Long, karena tidak mungkin lawannya mendasarkan ilmunya atas
gerak lain. Maka, diapun menamakan ilmunya sebagai Ilmu Hud
Jiu Can Liong Boh Ciau (Tangan Budha Menebas Naga
Memancar Luas). Berbeda dengan ilmu pertama, maka ilmu
kedua ini merupakan ilmu yang cenderung bertahan dan
berusaha memunahkan serangan-serangan Yap Jeng Cie,
karena Koay Ji sudah memperkirakan lawan akan menerjang
selepas pertarungan mereka di ilmu sebelumnya. Logikanya
3494
memang demikian, dan Koay Ji menyadari bahwa pasti lawan
akan menggebrak dan dia tidak salah.
Karena memang persis seperti itu yang kemudian terjadi. Dan
karena memang dia sudah mengantisipasinya, maka diapun
tanpa ragu sedikitpun memainkan ilmunya dalam jurus yang dia
beri nama jurus To pit kim kong (membacok malaikat raksasa).
Jurus pertahanannya ini bukanlah jurus pasif yang menunggu,
tetapi dengan memanfaatkan langkah rahasia ciptaannya, Koay
Ji maju mendekati lawan. Bukan hanya sekedar mendekati lawan,
melainkan langsung saja menyerang balik pada pusat kekuatan
lawan yang menghadirkan terjangan hebat kearahnya. Dan saat
dia melakukannya, Yap Jeng Cie terkejut karena ternyata lawan
kembali sudah sama seperti dia, melakukan antisipasi sesuai
momentum yang tersedia. Dan, hebat Koay Ji mampu dan
sanggup mengadakan perlawanan.
Menyadari pertahanan Koay Ji yang masuk dari sebaliknya
menghindar, Yap Jeng Cie langsung memutuskan masuk
menggunakan jurus kedua, yakni jurus Im liong san-sian (Naga
berwarna muncul tiga kali). Gerakannya cepat, berputar dengan
sumbu pada salah satu kakinya. Dan kemudian, dengan cepat dia
sudah berbalik mengincar Koay Ji dengan tiga sabetan yang
masing-masing penuh kekuatan akan kekuatan iweekang.
3495
Serangannya ketiga-tiganya berat dan berbahaya, tapi dengan
target yang berbeda dan dengan warga kekuatan yang juga
berbeda. Dalam gerak serangan pertama, kekuatan agak bersifat
lunak tetapi tersimpan daya mendorong yang amat keras.
Sementara untuk gerak kedua, lebih bersifat sangat keras dan
bersifat menggedor serta mendorong lawan ke belakang.
Sementara terakhir atau yang ketiga sifatnya menarik namun
tersimpan kekuatan dibaliknya yang akan juga mendorongnya
menjauh dengan kekuatan yang hebat. Tetapi, ketiga serangan
Yap Jeng Cie ini, juga sudah dalam “angan” dan proyeksi yang
disimulasikan oleh Koay Ji dalam pendalamannya atas ilmu-ilmu
Pat Bin Lin Long. Karena itu, diapun sudah menyambut dengan
jurus ciptaannya sendiri, yakni jurus Im liong beng wu (naga awan
menyemburkan kabut).
Jurus yang kedua dari Koay Ji, sekali ini bersifat murni bertahan
dan sama sekali tidak memberikan dia kesempatan untuk balik
menyerang, karena tidak ada celah baginya untuk menyerang
Yap Jeng Cie. Tetapi, hebatnya, ketiga serangan hebat Yap Jeng
Cie dapat dia hadapi dengan kekuatan iweekang yang
dikombinasikan dengan jurus yang tepat pilihannya. Karena itu,
terjadi tiga kali benturan dengan keuntungan tipis di pihak Yap
Jeng Cie, yang segera setelah jurus keduanya juga tidak berhasil
3496
baik membuka jurus ketiga. Keberhasilan jurus kedua hanyalah
cela untuk masuk dengan serangan ketiga dalam jurus Sin liong
tham jiau(naga sakti unjukkan cakar). Jurus ini murni serangan
hawa iweekang karena Yap Jeng Cie beroleh celah untuk
menyerang dalam kecepatan tinggi dengan segenap kekuatan
iweekangnya. Sementara di pihak lain, Koay Ji yang terlambat
sepersekian detik, dipaksa untuk mau tidak mau menerima adu
kekuatan ini tanpa ada alternatif lain. Dan memang, Koay Ji
menghadapinya sesuai dengan perkiraan Yap Jeng Cie, yakni
dengan jurus ciptaan Koay Ji dan bernama jurus Giok liong hunsim
(naga kemala memecah perhatian).
Yang diluar dugaan Yap Jeng Cie adalah, jurus ketiga ini
merupakan jurus sela namun berisi intisari kekuatan utama Toa
Pan Yo Hiankang. Sebuah hawa iweekang yang keras seperti
tidak keras, berisi seperti tidak berisi, sehingga ketika benturan
terjadi, Koay Ji seperti terpental ke belakang. Tetapi, itu memang
sudah dia hitung dan sudah dia persiapkan sejak semula, karena
seperti pertukaran ilmu tadi, kini Koay Ji bersiap melakukan
serangannya kembali. Dan rancangan serta ciptaannya,
kebetulan memang sama dan sebangun dengan bagaimana
tadinya Yap Jeng Cie menyiapkan ilmu kedua yang baru saja
mereka lewati tadi. Koay Ji segera membuka serangan dengan
3497
Ilmu Sam Ciang Soan Hong Jiu (Tiga Jurus Pukulan Kitiran
Angin), yang sama dengan Yap Jeng Cie di ilmu kedua, juga
memiliki tiga unsur serangan yang dia bagi dalam tiga jurus
serangan berbeda. Ketiganya sengaja dia persiapkan dalam
episode seperti yang sekarang dia sedang alami, tidak berbeda
jauh dengan simulasi yang dia buat sendiri.
Jurus serangan pertama adalah sebuah jurus serangan bernama
jurus Im Hong Say Tee (Angin dingin menyapu bumi). Sekali ini,
Koay Ji melakukan kombinasi kehebatan ilmu Pat Bin Lin Long
dan juga suhunya, gerak-gerak kuat dan mantap dari Siauw Lim
Sie dibaurkan dengan gerak variatif dan penuh daya serang dari
gaya ilmu Pat Bin Lin Long. Karena itu, gerak dan daya
pukulannya merupakan gambaran angi ribut yang menyapu
lawannya, dan bahkan menyapu seluruh benda yang mungkin
diterbangkan oleh hawa kekuatan yang mendorong pukulannya.
Untuk itu, Koay Ji menggunakan kekuatan pendorong gabungan
iweekang yang sudah terpadu dengan baik dalam dirinya. Dan
menjadi menarik, karena Yap Jeng Cie juga ternyata menciptakan
ilmu yang lebih kurangnya mirip, gabungan kekhasan dua
perguruan yang mereka bayangkan dan juga sengaja ciptakan di
benak mereka. Sesungguhnya, kejadian ini cukup mendebarkan
jika dapat diperhatikan dan kelak dijelaskan guna melakukan
3498
analisis atas ilmu-ilmu yang digunakan kedua orang yang
bertarung dengan cara yang luar biasa ini.
Yang hebat, keduanya melalui pendalaman atas jurus serangan
atau ilmu serangan pertama dan ilmu yang kedua tadi, sehingga
masing-masing menciptakan ilmu yang ketiga dalam proyeksi
yang juga sama dan mirip belaka. Yap Jeng Cie menamai ilmu
pukulannya ini dengan nama yang hebat, yakni Ilmu Pukulan Sie
Ciang Pat Sie (4 telapak tangan berubah menjadi delapan).
Sebuah ilmu pukulan maut yang sengaja menawarkan apa yang
dia kira dan pikirkan bisa diciptakan oleh penerus Bu In Sinliong.
Dan memang, dia benar, sebagaimana juga Koay Ji menduga
benar. Maka, mereka berdua merasa seperti sudah pernah
melawan atau bertarung dalam menghadapi gerakan seperti yang
sedang dilakukan lawannya. Meski sebenarnya baru kali itu
mereka menghadapi terjangan lawan dengan gerakan yang
seakan sudah pernah mereka lawan sebelumnya.
Sekali ini, untuk menandingi terjangan Koay Ji, Yap Jeng Cie tidak
lagi mundurkan dirinya, tetapi sebaliknya dalam keyakinan atas
jurus ciptaannya diapun maju dalam jurus Ciu hong sau liok yap
(Daun berguguran terhembus angin dingin). Ciri khas dan
karakter dua jurus yang hampir sama membuat hawa dingin
menyergap bahkan bisa terasa sampai 20 meteran dari arena
3499
pertarungan itu. Secara tiba-tiba, suasana di Lembah berubah jadi
sangat dingin, tambah dingin dari suasana yang memang selalu
dingin dan lembab sepanjang tahun. Ditambah dengan getaran
kekuatan Yap Jeng Cie dan Koay Ji, maka tambah menjadi-jadi
suasana dan cuaca yang terasa semakin dingin dan tambah
menggigit itu. Sementara di arena tarung, Yap Jeng Cie dan Koay
Ji saling intip dengan totokan, pukulan yang saling berganti
dengan memperhitungkan posisi lawan dan posisi diri sendiri.
Tetapi, jurus pertama yang menyita banyak tenaga dan pikiran
mereka berlalu karena terlampau banyak kemiripan yang mereka
munculkan.
Setelah jurus pertama, adalah Yap Jeng Cie yang beralih ke jurus
kedua dengan jurus Wong hong hui si (Angin puyuh terbangkan
serat). Perbawa jurus ini saat dibuka sudah membuat orang
menjadi ngeri, karena arena pertarungan yang sudah dibatasi
kedua pendekar yang bertarung itu, seperti sedang terjadi angin
ribut yang amat mengerikan. Meskipun sudah dibatasi dengan
kekuatan iweekang mereka, tapi tetap saja angin ribut akibat
hembusan iweekang mereka merembes keluar dan membuat
suasana sekitar menjadi mengerikan. Apalagi ketika kemudian
Koay Ji juga membuka jurus kedua yang nyaris sama, tapi dengan
nama jurus Hong Yu Pin Tiok (Angin dan hujan turun bersama).
3500
Jika keadaan sekeliling mulai berubah makin dingin, maka itu
bukan karena “perasaan” atau bukan karena ilmu sihir, tetapi
karena memang hawa dingin yang ditimbulkan kedua orang yang
sudah memasuki tahapan bertarung untuk mati dan hidup.
Tahapan pengerahan kekuatan iweekang dan ilmu mujijat lainnya
yang menyebabkan lingkungan sekitar mereka terganggu dan ikut
menggelegak seirama dengan kekuatan yang terpancar dari
kedua orang yang terus bertarung dengan hebat.
Kedua petarung menghembuskan angin puyuh dengan karakter
berbeda, jika Yap Jeng Cie membawa serta sejumlah totokan dan
pukulan yang berbahaya bagi Koay Ji, maka Koay Ji menciptakan
angin dan hujan dalam pengertian simbolis. Angin yang sama
menghembus pukulan lawan, tetapi “hujan” merupakan kiasan
akan tarung yang membentengi dirinya sedemikian rapat. Sama
sekali tidak ada benturan antar mereka berdua, karena jarak
mereka terpisah beberapa meter, tetapi serangan yang dikirimkan
terasa sangat tajam dan mampu memenggal batu sekalipun. Atau
memecahkan batu menjadi tepung atau menjadi debu akibat kuat
dan luar biasanya tenaga iweekang pendorong totokan dan
pukulan masing-masing. Dan tentu saja keduanya merasa betapa
berbahayanya pukulan dan hawa pukulan yang mereka lepaskan
dan saling berbenturan di udara.
3501
Kekuatan pukulan dan jurus Koay Ji meningkat pada jurus ketiga,
saat Koay Ji, pada akhirnya memutuskan menggunakan jurus
ketiga, yakni jurus Peng Ho Kai Tong (Sungai Es Mulai
Membeku). Efek yang belakangan membuat Koay Ji maupun Yap
Jeng Cie sendiri terkejut bukan main ketika bola bola es serta
gumpalan es pada berhamburan dari arena tarung. Hal yang
merefleksikan tingkat pengerahan kekuatan mereka berdua yang
sudah sangat hebat dan luar biasa dan sedang saling
berbenturan. Terlebih lagi, karena untuk menandingi ilmu Koay Ji,
Yap Jeng Cie juga mengerahkan jurus ciptaannya sendiri, yakni
yang disebut jurus Hui po nu thiau (gelombang dahsyat diair
terjun). Benturan kekuatan yang mereka ciptaan pada akhirnya
membuat arena pertarungan mereka berdua sampai
mencipratkan dan mementalkan banyak sekali bola dan
gumpalan es ke udara dan berjatuhan hingga ke dekat dimana
para penonton berdiri.
Dan tentu saja mereka semua yang sedang menyaksikannya
sampai mengerutkan keningnya masing-masing membayangkan
kekuatan kedua orang yang masih terus adu pukulan. Masih terus
adu kesaktian di arena yang tidak bisa lagi mereka ikuti dengan
lebih jelas lagi karena kecepatan dan karena benda-benda
berterbangan yang membuat arena pertarungan sulit tertembus
3502
mata biasa. Tidak heran dan jadi wajar jika semua penonton
berdecak kagum dan menjadi takjub sambil menimbang dan
mengira, kira-kira sudah sampai dimana kemampuan kedua
orang yang terus bertarung itu? jawaban yang sulit untuk mereka
putuskan karena memang padanan kedua petarung itu sulit untuk
mereka temukan.
Sampai pada jurus ketiga ini, dimana kekuatan iweekang dan
kekuatan khikang, dan bahkan kekuatan batin sudah dikerahkan
hingga ke puncak masing-masing, pada dasarnya kekuatan
mereka sebetulnya semakin lama semakin menyusut. Tetapi,
entah bagaimana, karena keduanya sangat antusias dalam adu
strategi dengan menggunakan ilmu ciptaan masing-masing,
membuat keterbatasan tenaga seperti mereka lupakan. Karena
mereka sesungguhnya masih menyisakan lagi masing-masing
ilmu yang sengaja diciptakan dalam alur yang sama dengan ilmu
pertama hingga ilmu ketiga. Ilmu yang jika digunakan menyerang
tokoh biasa, sudah pasti akan mendatangkan maut karena
memang sangat mujijat dan sangat hebat serta didorong kekuatan
yang tak terukur itu.
Gabungan dan kombinasi yang maha luar biasa, yakni baik
karena gerakannya yang sangat mujijat, juga karena kandungan
tenaga yang mendorongnya, sangatlah luar biasa hebat dan
3503
kuatnya. Gerakan-gerakan di ilmu tadi, hanya dapat dikeluarkan
dan berefek secara optimal, jika didukung oleh pengerahan
tenaga dorong yang memadai. Baru dengan demikian efek dan
keampuhannya akan terasa. Jika tenaga pendorongnya kurang
memadai, maka ilmu tersebut hanya akan menjadi ilmu hebat
belaka, dan bukanlah sebuah ilmu maha hebat dan ilmu maha
sakti. Pada saat itu, baik gerakan silat memang hebat dan luar
biasa, daya dorong kekuatan iweekang juga maha kuat. Itulah
sebabnya arena pertarungan dan penonton sama menjadi
gelegar dan sulit digambarkan lagi.
Ketika keduanya menyadari bahwa sampai ilmu ketigapun
mereka tetap tidak dapat dan tidak mampu menentukan kalah
menang, keduanya sebetulnya sudah mulai merasa sama-sama
gelisah. Maklum, karena masing-masing baru menciptakan tiga
atau empat ilmu mujijat sesuai dengan alur berpikir pada
pembentukan ilmu pertama hingga ilmu ketiga yang mereka
gunakan tadi. Persoalannya dan yang menjadi beban pikiran
mereka saat itu adalah: “Bagaimana jika lawan masih memiliki
ilmu sampai kelima dan keenam? Bukankah keadaan akan
berbalik dan mengalahkan lawannya..?”. Dan bukan hanya Yap
Jeng Cie sendiri yang berpikir demikian, tetapi juga Koay Ji
gelisah dengan pikiran seperti itu. Bukan apa-apa, kekurangan
3504
jurus dan ilmu bakalan membuat mereka terdesak, bahkan besar
kemungkinan mereka akan terpukul kalah. Ini yang membawa
kekhawatiran dan kegelisahan bagi mereka berdua, namun tidak
tergambarkan dari pertarungan yang tetap hebat.
Bedanya karena perasaan gelisah tadi adalah, Koay Ji dari sejak
pertarungan awal, sudah mencoba prinsip ilmu ciptaannya yang
keempat. Dan bahkan diapun mulai merasa, jikapun lawan
memiliki ilmu kelima dan keenam, maka dia merasa akan mampu
menyesuaikan dengan tatanan ilmu yang terakhir yang dia
ciptakan dan prinsipnya sudah mulai dia coba tadi. Memang, dia
belum mencobakannya dalam tingkat kemampuan lawan yang
kuat dan hebat setingkat dengan dirinya, tetapi dia tetap memiliki
perasaan optimisme bahwa dia akan mampu melakukan
perlawanan. Dan karena itu, meski gelisah, Koay Ji masih tetap
memiliki pegangan dan terus bertarung dengan gagah dan tidak
terganggu daya tempur dan daya tarungnya. Hal yang sama
dengan Yap Jeng Cie, pengalaman mengajarkannya agar
pikirannya tidak mempengaruhi gerakan. Maka dia terus
bertarung dengan penuh semangat meski sebenarnya ada sedikit
kekhawatirannya.
Itulah sebabnya meskipun keduanya sedikit gelisah, tetapi tetap
antusias dengan ilmu keempat serta berharap lawan dapat
3505
dikalahkan dengan ilmu terakhir. Dan kini, Yap Jeng Cie sudah
mulai dan membuka ilmu terakhirnya diiringi rasa gelisah serta
was-was apakah akan berhasil atau tidak. Dan inilah ciptaannya
yang teakhir, Ilmu Pukulan Ngo Gak Tin Liong (Lima gunung
menindih Naga). Mudah ditebak, ilmu ini pasti juga didorong oleh
kekuatan iweekang penuh dan bahkan sangat mungkin
menentukan akhir pertarungan keduanya. Ketika akan memulai
ilmu terakhir ini, Yap Jeng Cie merasa sedikit heran karena sekali
ini Koay Ji berdiri sedikit santai, namun sinar matanya terlihat
sangat serius. Bahkan, tidak terlihat ada kuda-kuda khusus yang
dipasang oleh Koay Ji melawannya, sementara kedua lengannya
malah lepas seperti sedang tidak ingin atau tidak akan bertarung.
Posisi dan keadaan Koay Ji yang agak aneh ini sebetulnya sedikit
menggelitik dan sedikit mencurigakan. Tetapi tidak ada waktu lagi
berkhawatir karena Yap Jeng Cie percaya diri dan percaya
dengan ilmu keempat yang dia ciptakan, maka dia tidak banyak
terpengaruh dengan posisi Koay Ji. Dia lebih berkonsentrasi
dengan dirinya dan dengan ilmu yang sudah dia persiapkan dan
akan terlontar sebentar lagi. Pada dasarnya, mereka berdua
merasa “gelisah” dengan fakta bahwa lawan masih saja berdiri
setelah ilmu ketiga yang mereka ciptakan secara susah payah.
Bagi Yap Jeng Cie selain bersusah payah, tetapi juga sudah
3506
menunggu puluhan tahun untuk dibuktikan kehebatannya. Dan,
ya, saatnya tiba dan datang. Yap Jeng Cie sudah mulai bergerak
dan segera mulai menerjang kearah Koay Ji dengan kecepatan
dan kekuatan yang terukur. Kecepatannya biasa saja, cepat
bukan cepat, lambat bukan lambat, karena yang diutamakan
adalah kekuatan pemukulnya. Yap Jeng Cie tetap dengan
melanjutkan dua jurus yang disatukan, transisi dari ilmu
sebelumnya yang sudah dia gunakan secara hebat.
Kedua ilmu tersebut adalah jurus Keng lui peng tiam (Guntur
menggeletar kilat menyambar) dan juga Ilmu Hun liong tam jiau
(Naga ulur cakar dibalik mega). Kedua jurus serangan yang akan
segera lepas itu, ada dalam tatapan dan tilikan Koay Ji yang kini
bertarung serius dan mengamati dengan teliti dan cermat setiap
gerakan tangan dan kaki lawan. Dan seiring dengan bergeraknya
Yap Jeng Cie dalam kecepatan dan kekuatan yang maha hebat,
Koay Ji sendiripun berada dalam konsentrasi yang luar biasa.
Diapun paham, kegagalannya dalam mengantisipasi serangan
lawan bakalan berakibat fatal, karena itu dia tidak mau ayal dan
gelisah, tapi terus fokus agar tidak kehilangan konsentrasi.
Maklum, ilmu andalannya yang terakhir memang membutuhkan
konsentras tingkat tertinggi baru mampu keluar dengan
keampuhan yang optimal.
3507
Maka, ketika Yap Jeng Cie memulai gerakan menyerangnya,
Koay Ji dengan ilmu atau tepatnya jurus-jurus ciptaannya
melengkapi atau menambahi Ilmu Thian Liong Pat Pian yang
aslinya ciptaan kakek guru Yap Jeng Cie, sudah bergerak cepat.
Dan gerakannya cepat, tepat dan dengan jurus yang amat
sederhana, yakni sebuah gerakan jurus Hwi hun tui tian (mega
terbang mengejar kilat). Lengan Koay Ji juga kembali berbentuk
totokan, tetapi tentunya dia malu menggunakan Ci Liong Ciu Hoat
yang adalah milik perguruan Yap Jeng Cie. Karenanya, diapun
menggunakan tebasan jemari Tam Ci Sin Thong dan tusukan
totokan jari Kim Kong Cie. Akibatnya, belum sempat serangan
jurus pertama menghambur dari Yap Jeng Cie secara optimal,
Koay Ji justru sudah menerjang lengan dan jalan darah
pengerahan hawa kekuatan selaku daya dorong iweekang
serangannya. Dan akibatnya, jurus Yap Jeng Cie patah ditengah
jalan.
Apa boleh buat, Yap Jeng Cie yang tidak mampu mengerahkan
kekuatan utama gabungan jurus pertama, terpaksa membuka
jurus kedua, yakni jurus Siang liong tam cu (dua naga merogoh
mutiara). Tetapi, alangkah kagetnya Yap Jeng Cie saat dia
kembali merasakan kejadian yang sama, yakni gerakannya
diantisipasi sejak awal oleh Koay Ji dan jalan darah di lengan dan
3508
pundaknya menjadi sasaran serangan Koay Ji dengan cara
sederhana, yaitu jurus To tiam kim teng (menyulut terbalik lampu
emas). Dengan cara demikian, Yap Jeng Cie gagal menghadirkan
perbawa jurus pertama dan jurus kedua, karena dia selalu dicecar
oleh Koay Ji sebelum maju dan keluar menyerang. Bahkan kini,
dengan langkah yang mujijat dan tidak dikenalnya, Koay Ji selalu
saja berada di dekatnya. Tidak jauh meski juga tidak sangat dekat,
tetapi jarak yang memadai dan cukup. Dan ketika Yap Jeng Cie
kembali membuka serangan dengan jurus ketiga, jurus Lui tian
ciau hoo (Guntur dan halilintar bersatu-padu), kejadian yang sama
berulang.
Maka kini, pertarungan mereka terjadi kembali dalam jarak lebih
pendek, atau lebih dekat dimana Koay Ji selalu menerjang Yap
Jeng Cie sebelum jurus serangan maut yang dia lontarkan
mencapai puncak kehebatannya. Padahal, guna membuka
serangan dengan jurus pertama hingga ketiga, Yap Jeng Cie
butuh konsentrasi dan kekuatan iweekang yang mujijat agar
mampu memainkannya. Pengerahan kekuatan dengan cara
seperti itu, sungguh menguras tenaga, tetapi tetap dapat
dihadang dan digagalkan Koay Ji. Koay Ji entah mengapa dan
bagaimana, justru seperti sudah memahami dan sudah
mengetahui apa yang akan dilakukan oleh Yap Jeng Cie. Dan
3509
berdasarkan itu, maka dia kemudian memunahkannya sejak
masih sangat awal. Sejak sebelum jurus maut Yap Jeng Cie
dilepaskan dan akan segera menemukan kekuatan utamanya
yang amat hebat dan sangatlah mematikan, sudah dicegat dan
dipunahkan. Selama tiga jurus, Yap Jeng Cie diperlakukan seperti
itu oleh Koay Ji, tidak mampu menerjang dan mengembangkan
jurus serangan secara optimal dan akhirnya justru membuang
tenaga secara percuma.
Bagaimana dengan Koay Ji sendiri? Sebenarnya, Koay Ji sendiri
juga sama saja. Dia mengerahkan tenaga yang juga sebenarnya
sangat besar, tetapi yang paling melelahkannya adalah
kecepatan dalam menebak dan mencocokkan tenaga apa dan
gerakan apa yang akan dilakukan lawan. Dan selama melakukan
itu, Koay Ji harus terus bergerak, dan menjaga jarak yang cukup
dekat. Untungnya memang keputusan menggunakan jurus
pemunah yang dia tetapkan, dalam rangkaian Ilmu Naga Melilit,
sudah dia siapkan, karena dia sudah paham jurus seperti apa
yang akan disusun lawan. Itulah perbedaannya dengan Ilmu Naga
Melilit sebagai “prinsip” yang dia ujikan dalam pertarungan babakbabak
awal tadi dan selama 4-5 kali dia lakukan dan dia cobakan
dengan hasil yang cukup baik dan menyenangkan. Terutama,
karena dia menemukan satu kenyataan, betapa prinsip Ilmu Naga
3510
Melilit itu bisa berjalan dan bisa diterapkan melawan Yap Jeng
Cie, dan jika terhadap kakek yang sangat hebat itu bisa jalan,
maka diapun paham, terhadap orang lainpun tentunya juga bisa
lebih hebat manfaatnya.
Dan ternyata, hingga jurus kelima selesai dari rangkaian Ilmu
Pukulan Ngo gak tin liong (Lima gunung menindih Naga), Koay Ji
sama sekali tidak terpojokkan, malah secara mudah
memecahkannya. Selain itu, tenaga dalamnya reatif tidak banyak
dikerahkan, berbeda dengan lawannya yang harus mengerahkan
kekuatan besar untuk mengerahkan jurus itu. Menjadi lebih
meletihkan, karena tenaga besar itu tertahan dan tidak bisa
“dihamburkan” keluar. Tenaganya tidak bisa disaurkan keluar
karena tertahan oleh totokan-totokan dan tebasan Koay Ji yang
justru mengarah ke saluran jalan darah dan jalan hawa tenaga itu.
Hal yang tentunya sangat merugikan Yap Jeng Cie, dan
membuatnya merasa sangat penasaran. Tetapi, sayangnya,
sampai jurus terakhir, dia tetap saja tidak mampu mendesak Koay
Ji, dan malah membuang begitu banyak tenaga iweekang. Dan
pada titik seperti inilah yang pada akhirnya menjadi titik balik
pertarungan hebat ini.
Meskipun, bukan berarti Yap Jeng Cie sudah kalah. Sama sekali
bukan. Yap Jeng Cie bukan tokoh kelas dua, bahkan lebih dari
3511
kelas satu dan kelas utama. Dia tokoh pilih tanding, dan punya
kelas tersendiri karena bakat, kecerdasan yang sangat hebat
yang dia miliki. Hanya, sayang memang, dia agak ambisius dan
sering irihati dengan kehebatan lawan. Pertarungannya dengan
Koay Ji boleh dibilang adalah akibat rasa irinya terhadap Bu In
Sinliong, tokoh tersembunyi yang diakui secara luas sebagai si
MAHA HEBAT, tetapi tidak pernah dapat dia tantang dan dia
lawan seumur hidupnya. Dia menggunakan Pek Kut Lojin
mencobai tokoh pertapa itu, dan menciptakan jurus-jurus
pemunah dari ilmu mujijat yang dipakai Bu In Sinliong ketika
mengalahkan Pek Kut Lojin muridnya. Hal itu dilakukannya
karena, satu saat, Yap Jeng Cie berjanji akan mendatangi den
mencobai kembali Bu In Sinliong setelah sempurna dengan ilmuilmu
ciptaannya. Tetapi sayang, dia justru bertemu tokoh mujijat
lainnya yang lebih muda, murid musuh senyapnya itu dan kini
membuat dia kelimpungan, tetap saja sulit menang.
Disebut titik balik, karena sesungguhnya semua ilmu dan jurus
serangan maut yang diciptakan Yap Jeng Cie, ternyata tidak
mampu dan tidak mempan mengalahkan lawan mudanya.
Padahal, awalnya dia sangat optimist, dan mengatakan kepada
semua kawan-kawannya bahwa dia memiliki bekal yang lebih dari
cukup untuk bisa dan dapat mengalahkan tokoh terhebat lawan,
3512
Koay Ji. Dan menyiapkan Rajmid Singh untuk menghadapi Thian
Liong Koay Hiap (atau lawan muda lain) jika tokoh aneh itu muncul
(beda dengan Pahlawan Persia yang sudah tahu rahasia ini, di
pihak Bu Tek Seng Ong, belum ada yang sangat yakin tentang
siapa Thian Liong Koay Hiap yang sebenarnya). Dan karena
cuap-cuapnya ini, maka Bu Tek Seng Pay dan kawan-kawan
merasa amat optimist. Tetapi sekarang, setelah Yap Jeng Cie
tahu bahwa semua ilmu mujijat ciptaannya tidak sanggup
mengalahkan Koay Ji, diapun mulai khawatir. Lebih khawatir lagi
dan menurunkan semangatnya adalah karena sekarang dia
seorang diri, dan tidak ada lagi kawannya yang tersisa. Karena
itu, perlahan-lahan, faktor selain kemampuan dan
kepandaiannya, terutama faktor lain atau faktor keadaan
lingkungan ikut menentukan.
Pertarungan masih terus terjadi, tetapi Koay Ji sekarang sudah
memiliki keyakinan dan kepercayaan diri yang tebal, berbeda
dengan lawannya. Memainkan Ilmu Naga Melilit dan prinsipnya,
membuat Koay Ji menghemat lebih banyak tenaga, padahal
lawannya semakin lama semakin terkuras tenaganya. Dan
sebenarnya, inilah titik balik yang dimaksud. Meskipun Yap Jeng
Cie masih menyerang dengan menggebu, tetapi daya tarung dan
keyakinan atas dirinya sudah mulai runtuh, dan hal ini pada
3513
akhirnya mengakibatkan daya serangnya juga semakin lama
semakin berkurang. Tetapi, Koay Ji juga tidak serta-merta
menyerang kakek itu, tetapi tetap melawan dan terus
memunahkan serangan Yap Jeng Cie yang semakin membuat
kakek itu terkuras hebat tenaga dan kemampuan fisiknya.
Apalagi, setelah bertarung dengan empat 4 ilmu mujijat yang
cukup memakan waktu, juga memakan banyak sekali iweekang
keduanya. Terutama Yap Jeng Cie sebenarnya sudah mulai tidak
tahan akibat terkuras daya iweekang dan daya fisiknya.
Tetapi, meskipun intensitas pertarungan mereka berkurang,
tidaklah orang luar tahu dan sadar apa yang sesungguhnya
sedang terjadi. Bahkan Tek Ui Sinkay sendiripun masih belum
sepenuhnya tahu apa yang sedang terjadi. Mereka malah merasa
agak aneh saat mendengar bentakan Koay Ji dengan suara yang
sangat berpengaruh dan didorong oleh kekuatan yang luar biasa:
“Menyerahlah kakek tua, dosamu sudah terlampau banyak,
sampai mengorbankan murid-muridmu dan juga banyak orang
tidak bersalah......”
“Hohohoho, apa engkau mampu menundukkanku anak muda...”?
tentu saja Yap Jeng Cie tidak mau kalah gengsi.
3514
Orang banyak kurang paham apa yang sebenarnya terjadi. Hanya
Kim Jie Sinkay, Tio Lian Cu dan Khong Yan yang sadar dan
sedikit paham apa yang sebenarnya sedang terjadi. Mereka tahu,
saat itu Koay Ji memang sudah diatas angin, sangat jelas. Hanya
mereka bertiga menduga bahwa itu karena pilihan strategi Koay
Ji yang tepat dan cerdas, membawa pertarungan jadi panjang dan
menguras kekuatan. Dan dengan demikian, maka lawan yang
sudah tua atau sangat renta, pastilah tidak akan bertahan lama
dan daya tahan lawan pastilah saat itu sudah turun amatlah jauh.
Mereka sendiripun tidak paham sebenarnya, apa yang terjadi
dengan adu 4 (empat) ilmu istimewa antara Koay Ji melawan Yap
Jeng Cie. Meskipun, mereka paham bahwa pertarungan dua
manusia beda generasi dan beda jauh umur itu, sangatlah luar
biasa dan sangatlah mujijat. Bahkan sampai mendatangkan angin
ribut, petir bersambungan, hingga melontarkan puluhan dan
bahkan ratusan balok es dan butiran es sebesar kelereng.
Koay Ji sebenarnya menganjurkan agar Yap Jeng Cie menyerah,
karena memang kakek itu sudah amat tua dan daya tahannya
sudah turun jauh. Semakin lama mereka bergebrak, maka
semakin turunlah daya tahannya, padahal Koay Ji justru masih
berada dipuncak kemampuannya. Namun, pada saat itu Koay Ji
sudah tidak sampai hati untuk terus menerjang karena pastilah
3515
akan melukai orang tua itu yang sudah terlihat semakin menurun.
Betapapun, Koay Ji menyayangkan akan tingkat kepandaian
lawan yang sebenarnya sudah amat luar biasa, bahkan dia
sendiripun sebetulnya menang karena daya tahannya.
Sayangnya, rasa malu dan gengsi kakek itu jelas sedang
dipertaruhkan, dan Koay Ji sendiri tahu serta paham, bahwa dia
pasti akan bertarung sampai titik darah terakhir. Yap Jeng Cie
pasti akan rela dan siap mempertaruhkan segalanya untuk
menjaga gengsi dan nama besarnya, dan hal itu amat wajar dan
menjadi kebiasaan dunia persilatan.
Sayangnya, semakin lama seiring dengan semakin dikuasainya
Ilmu Naga Melilit oleh Koay Ji, maka semakin kesulitan kakek itu
untuk menyerang. Jangankan pada saat dia masih segarpun, sulit
baginya untuk cepat menemukan formula melawan atau
menghadapi Ilmu Naga Melilit. Maka, jika sudah begitu,
bagaimana pula kakek itu bermimpi untuk dapat mengalahkan
dan membunuh Koay Ji dalam pertarungan mereka? Apalagi,
anak muda itu sudah terlihat mulai unggul kekuatan iweekangnya
menyusul merosotnya kekuatan Yap Jeng Cie akibat kelelahan
yang sangat. Jelas, karena memang Koay Ji unggul telak dalam
daya tahan dan stamina, meskipun sesungguhnya kematangan
dan pengalaman, serta bahkan kekuatan saktinya masih kalah
3516
matang dengan kakek tua itu. Tetapi, sayang sekali, ada
beberapa hal yang berada di luar dugaan kakek tua itu.
Koay Ji tau kondisi itu, dan jelas, kakek Yap Jeng Cie juga tahu
keadaan tersebut. Mereka berdua sama-sama paham dengan
keadaan yang sedang terus berlangsung dimana Koay Ji
kerepotan untuk menyajikan pukulan terakhir, sedangkan kakek
Yap Jeng Cie paham sampai dimana daya tarungnya menuju.
Kata-kata Koay Ji tadi sebenarnya memang bermaksud baik,
tetapi jelas ditanggapi keliru oleh Yap Jeng Cie. Dan bahkan
dengan tidak memperdulikan dirinya lagi, diapun serentak kembali
menyerang Koay Ji secara hebat, mengerahkan semua sisa
kekuatan yang masih dimilikinya saat itu. Serangan tersebut
sangat hebatnya, apalagi karena memang menghamburkan
begitu tenaga iweekang tersisa dari Yap Jeng Cie. Nampaknya
dia seperti mengajak mati bersama, karena itu Koay Ji kaget
ketika dia menyerang guna seperti biasa menekan serangan
kakek itu agar tidak menghambur keluar, dia merasa sangat aneh
dan mengagetkan. Ada sesuatu yang tidak biasa.....
Entah mengapa, kakek tua itu tiba-tiba seperti bugar dan segar
kembali, matanya berkilat tajam dan penuh cahaya serta wibawa
yang kuat, bahkan melebihi saat pibu mereka akan dimulai. Atau
bahkan melebihi ketika kakek itu masih sebugar saat memulai
3517
pertarungan mereka berdua. Accch, sungguh aneh. “Sinar dan
wibawa dari mata kakek itu bahkan seperti tatap mata dan
ekspresi wajah suhu yang terakhir, begitu teduh tapi menyiratkan
kekuatan pesona dan wibawa yang tak terlawan..” desis Koay Ji
dalam hatinya. Dan dalam sedetik, Koay Ji tertegun dan teringat
akan sesuatu yang membuatnya berdebar. Sebuah tulisan pada
bagian terakhir kitab pusaka Pat Bin Lin Long yang selalu dia ingat
karena petunjuk atas bagian pertama yang tidak pernah bisa dia
baca karena memang terpisah dari kitab yang sampai
ketangannya. Apa gerangan bacaan itu? bacaan itu amat rahasia,
tetapi selalu terpatri di benak dan selalu dalam ingatan Koay Ji
karena mengingatkannya sesuatu yang luar memang biasa.
Tulisan itu tentang formula tenaga dalam di kitab bagian pertama
yang hilang, yakni bahwa kekuatan iweekang perguruan Pat Bin
Lin Long akan dapat didesak hingga ketingkat yang paling
sempurna. Tetapi, sesaat setelah mencapai tingkat itu, maka
“kematian” akan menjemput datang. Pat Bin Lin Loing
mengingatkan murid-murid yang mewarisi iweekang khasnya,
bahwa pada saat memutuskan menggandakan kekuatan tenaga
dalam, maka ada rumusannya memang. Namun, peringatannya
sangat jelas, bahwa ujungnya adalah “kematian”. Kekuatan
iweekang akan kembali meningkat sampai satu setengah kali
3518
kemampuan iweekang yang dimiliki, tetapi setelah itu, ibarat balon
akan segera kempes kembali dengan tidak menyisakan
sedikitpun iweekang lagi. Artinya sudah jelas, dan Koay Ji
terhenyak ketika ingat dengan peringatan yang disampaikan Pat
Bin Lin Long itu. Bahwa Yap Jeng Cie sudah siap mati, dan karena
itu menggandakan kekuatannya dan pastilah akan segera
menyerangnya dengan penuh kekuatan.
Koay Ji kaget, karena dia melihat tanda-tanda seperti itu di mata
dan sengatan iweekang lawan yang tiba-tiba meningkat lagi,
bahkan melampaui kekuatan Yap Jeng Cie pada awal tarung
mereka. Dia cepat sadar dan tahu, bahwa dia tidak boleh
meladeni adu pukulan lawan dan terjebak dalam lingkaran
kepungan iweekang yang pasti akan menerjangnya. Untunglah
Koay Ji memahami dan tahu peringatan yang disampaikan dalam
catatan khusus Pat Bin lin Long kepada murid-muridnya yang
menguasai ilmu iweekangnya. Meskipun demikian, toch Koay Ji
tetap saja sedikit terlambat, karena memang Yap Jeng Cie sudah
bersedia melakukannya beberapa saat sebelum dia menyadari
keanehan lawan. Disaat dia mampu memahami bahwa waktunya
sudah dekat dengan kekalahan, maka diapun mengumpulkan
kembali semangatnya dan memompa iweekangnya sesuai
dengan skema tulisan kakek gurunya. Pelipatgandaan iweekang
3519
dengan resiko yang sudah dia tahu, resiko yang sudah jelas dia
paham ujungnya.
Koay Ji terlambat sepersekian detik, terutama setelah dia sadar
terjangannya dapat ditepiskan lawan dan sinar mata serta gerakgerik
lawan sungguh mencurigakan. Saat dia melejit ke belakang
adalah saat Yap Jeng Cie menerjangnya balik, maka serangkum
kekuatan maha hebat menerjang Koay Ji yang sedang berkelabat
guna mengundurkan dirinya. Bukan hanya itu, tanpa sengaja,
karena tidak lagi berpikir sempurna, dia memainkan jurus rahasia
dari Ilmu Ginkang Cian Liong Seng Thian (Lompatan Naga naik
kelangit) yang berasal dari Kitab Mujijat Pat Bin Ling Long. Dia
sebenarnya sudah menguasai ilmu ini sangat baik, tetapi merasa
bahwa pada bagian-bagian puncak, terasa sangat mistis dan tidak
mungkin atau mustahil untuk dapat dikuasai. Mengapa? yang dia
pikir tidak mungkin, entah mengapa justru pada saat yang sangat
diluar sangkanya terjadi.
Ketika mencoba untuk menghalau jurus serangan yang dilepas
Yap Jeng Cie, yaitu jurus serangan yang disebut dengan jurus
Tian Bong Lo Ciok (Memasang jaring menangkap burung). Salah
satu jurus rahasia dan jurus simpanan yang hebat atau maha
hebat malah dari Ilmu Pat Mo Hwee Ciang (Pukulan 8 Iblis Sakti),
Koay Ji sadar bahaya. Disaat dia ingin bergerak menjauh, dia
3520
merasa kekuatan maha besar mulai menghambur dari tubuh Yap
Jeng Cie yang memainkan jurus Kie Houw Men Way (Menghalau
harimau di luar pintu). Bukan kepalang kagetnya Koay Ji karena
kekuatan yang menerpanya menghambur dengan cepat dan
seakan mengelilingi tubuhnya tanpa dapat dia melihat adanya
jalan keluar. Bahkan, bersamaan dengan itu, Yap Jeng Cie sudah
bergerak lagi dengan jurus yang lain, yaitu jurus Pay San Hu
Ciong (menghalau gunung menggempur karang). Jurus terakhir,
membuat Koay Ji berada di tengah lingkaran kekuatan maha
hebat yang dilepaskan oleh Yap Jeng Cie dengan tidak ada jalan
keluarnya sama sekali. Di hitungan Yap Jeng Cie memang tidak
ada lagi jalan keluar, dia berhasil mengurung Koay Ji dan
memaksa akan mengadu kekuatan iweekang.
Pada saat amat kritis itulah Koay Ji teringat dengan Ilmu Ginkang
Cian Liong Seng Thian (Lompatan naga naik kelangit). Benar,
Koay Ji memainkan ginkang hebat ini, dan dia merasakan bahwa
pada bagian atas, dia mampu menembusnya karena kekuatan
disana tidak sehebat dibagian bawah. Tetapi, ini tapinya, dia
memerlukan sebuah gerakan “nyaris mustahil”, yakni sebuah
tingkatan ginkang tertinggi yang dikenal dengan satu nama
gerakan Ling Khong Sih Tou (Terbang di angkasa). Sebuah tahap
atau tingkatan tertinggi ilmu ginkang yang diulas bersama dengan
3521
tingkatan dan ilmu ginkang lain yang juga disebut Ilmu Ti Yun
Chung (Menembus Kelangit). Bahkan, juga masih menurut Pat
Bin Lin Long, jika menguasai “iweekang” pada tingkat tertinggi,
juga sanggup dan mampu mencapai tahapan hebat Ilmu Sia
Khong Teng sin (Menghentikan badan ditengah udara).
Semua hal itu dirasakan terlampau mujijat dan mistis bagi Koay
Ji. Maklum, itu sama saja dengan terbang. Mana bisa dilakukan?
dan karenanya dia jarang atau malah tidak pernah berusaha
melatihnya, meski sesungguhnya secara teori dia sudah berkalikali
mengingatnya. Saat ini, ketika dia merasakan mampu
menerjang keatas, celakanya dia harus turun ke bawah kembali
akibat benturan itu, tetapi saat dia akan turun ke bawah, kekuatan
Yap Jeng Cie justru sedang menuju puncaknya. Dan ini sangat
berbahaya, sudah tentu. Apa boleh buat, Koay Ji harus berusaha
membal kembali ke atas meski dorongan dan tarikan kebawah
sangatlah kuat. Tetapi dengan kemauan keras, sambil menahan
nafas dan pengerahan iweekang gabungan di puncaknya, Koay
Ji ternyata berhasil pada tingkatan hebat Ilmu Sia Khong Teng sin
(Menghentikan badan ditengah udara). Sesungguhnya tinggal ini
yang dia ingat untuk dapat dilakukan, karena jika tubuhnya
sampai merosot terus ke bawah, maka celakalah dia diterjang
pukulan lawan.
3522
Posisinya yang tidak turun tetapi tetap tertahan setinggi 2 (dua)
meter lebih di udara, serta terjadi dalam hitungan 5 hingga 7 detik
dengan posisi lengan terlipat dalam sikap menyembah didada dan
bukannya mengembang. Hal ini dengan segera jadi
pemandangan yang maha hebat, menakjubkan dan nyaris tidak
ada yang percaya dengan pandangan mata mereka. Semua
orang pada menahan nafas dan nyaris tidak percaya melihat Koay
Ji berdiri tanpa tumpuan dengan kedua lengan terlipat dan
menyembah. Tetapi, justru dengan cara itu, hembusan pukulan
lawan yang rada membahana lewat dibawahnya dan tidak
mengusiknya. Bahkan setelah itu, Koay Ji melajkukan gerakan
lain yang juga sangat tidak lazim dan belum pernah muncul di
Tionggoan, yakni sebuah gerakan Ling Khong Sih Tou (Terbang
di angkasa). Gerakan itu dilakukan dengan Koay Ji kembali
bergeser bagaikan terbang di udara tanpa pijakan sama sekali,
tetapi dalam posisi tadi, menyembah di udara setinggi lebih 2
(dua) meter langsung bergeser sejauh 2-3 meter dari tempat
semula. Mana ada yang bisa percaya dengan pemandangan
seperti ini?
Kecepatan gerak Koay Ji dia angkasa biasa saja, sehingga
dengan mudah dapat diikuti banyak orang lewat mata telanjang,
dan otomatis membuat mereka ternganga dan sebagian besar
3523
jadi tidak yakin dengan penglihatan mereka. Dan menjadi lebih
tidak yakin lagi ketika Koay Ji memainkan gerak lain yang juga
tidak wajar, dan yang oleh Koay Ji juga pada awalnya tidak dia
percayai kemungkinannya. Yakni sebuah gerakan dengan nama
Ilmu Ti Yun Chung (Menembus Kelangit), gerakan tubuh Koay Ji
yang aneh dapat melenting naik ke atas tanpa pijakan hingga kini
berada di ketinggian sampai sekitar 3 atau 4 meter dari
permukaan tanah. Dengan posisi ini, Koay Ji mengumpulkan
segenap kemampuan iweekangnya dan menyalurkannya ke
semua jemarinya, karena dia memikirkan untuk menggiring
tenaga maha hebat lawan untuk di giring kesamping. Dengan
pemikiran demikian, Koay Ji kemudian menahan tubuhnya
kembali dalam gerakan Ling Khong Sih Tou (Terbang di angkasa)
untuk kemudian setelah sekitar 20 detik beterbangan di udara
mendarat kembali di atas permukaan tanah. Sampai saat itu,
sesungguhnya Koay Ji masih belum menyadari jika gerakangerakannya
selama beberapa detik belakangan, adalah gerakan
mustahil selama ini.
Dengan sebuah jurus sederhana namun terlihat tepat, jurus Sin
Liong Cao To (Naga sakti mencakar kelinci) Koay Ji mencoba
memapak kekuatan maha hebat yang berada di arena. Tetapi,
apa lacur, kekuatan itu ternyata mulai memudar saat Koay Ji
3524
turun, dan karena itu, dia batal menggiring tenaga itu, tetapi hanya
mencoba untuk memelesetkannya. Herannya, dan Koay Ji tidak
lagi sempat berpikir jernih dan menyesal karena alpa, pada saat
itulah kekuatan tersisa lawan menyambarnya dan membuatnya
mau tidak mau harus melawan.
“Rasakan ......”
Koay Ji masih sempat merasakan desisan penuh hawa amarah
dan murka dari lawan tuanya itu. Tetapi, untung dia mendengar
desisan lawan itu, sehingga meski sudah melepas kekuatan
iweekang menggiring, Koay Ji masih mampu dan memiliki
khikang istimewanya dan masih juga tetap berkemampuan
mengerahkan segenap kekuatan yang ada. Dengan cara itu, mau
tidak mau dia harus adu kekuatan, karena sepersekian detik
waktu ketika dia alpa dan menduga lawan sudah habis. Ternyata,
lawan menjebaknya dan menyediakan dia pukulan terakhir
sebagai “oleh-oleh” yang terakhir. Tetapi, ternyata pukulan
terakhir itu, masihlah tetap begitu kuat dan hebat serta masih
mampu membuat Koay Ji terkesiap. Namun dengan sikap apa
boleh buat, sekaligus menyesal dengan kealpaannya sendiri,
Koay Ji sudah mengerahkan kekuatan semampunya untuk
melawan.
3525
“Hahahahaha habislah engkau.......”
Terbahak-bahak kakek itu, tanpa dia sadar sesuatu sedang
terjadi. Koay Ji memang menyadari kekeliruannya, tetapi jelas dia
bukan orang yang tidak berkemampuan dan akan membiarkan
dirinya binasa. Dengan kekuatan iweekang gabungan, Koay Ji
memutuskan untuk menangkis dan balas mendorong karena tak
mampu lagi guna menggiring kekuatan iweekang yang sudah
menerpanya.
“Blaaaaaaaaar................ hoakkkkkk....”
“Hahahahahahahahahaha.........”
Benturan hanya sekali terdengar dan diiringi dengan dengusan
kecil Koay Ji yang terlontar ke belakang dengan muntah darah.
Tetapi, meskipun demikian, Koay Ji masih sempat menata dirinya,
dengan terlontar ke belakang, mengatur sikapnya dan kemudian
jatuh terduduk dengan sikap samadhi. Tetapi, mulutnya penuh
dengan darah dan lengannya sudah dengan cepat memasukkan
sesuatu ke mulutnya, dan setelah itu diapun terdiam.
Di arena, kakek tua Yap Jeng Cie masih tertawa puas dan
senang, bahkan kini dia duduk dalam posisi yang sama dengan
Koay Ji dan masih terus saja tertawa. Tetapi, makin lama tawanya
3526
makin garing, semakin tanpa emosi, sampai kemudian kakek itu
terdiam dalam posisi samadhi. Dibutuhkan waktu beberapa detik
lamanya sampai arena tersebut kembali dapat dilihat dengan
mata telanjang. Menunggu kabut, debu, dedaunan dan semua
benda ringan yang tadi berkesiutan mengelilingi arena jadi tenang
dan jatuh kembali ke tanah. Ada beberapa saat, mungkin
beberapa menit baru kemudian orang-orang mampu melihat jelas
keadaan arena yang sudah mulai senyap dan sepi. Belum ada
orang yang berani memasuki arena, karena mereka belum dan
tidak yakin dengan apa yang sudah terjadi. Kakek Yap Jeng Cie
paling akhir masih terbahak tertawa sementara Koay Ji terlontar
ke belakang namun masih mampu turun dan mendarat ke bumi
dalam sikap samadhi. Tapi, jelas banyak yang menjadi saksi
bahwa dari bibir Koay Ji mengalir darah, tanda bahwa dia
memang terluka di bagian akhir tarung mereka.
Tubuh kedua petarung itu terpisah sampai 10 meter lebih, dan kini
orang-orang sudah bisa melihat jelas bagaimana keadaan kedua
orang itu. Kakek tua Yap Jeng Cie yang tadinya dikira orang
banyak dapat “memenangkan” pertarungan, nampak duduk
dalam sikap samadhi. Wajahnya tidak tertunduk, tetapi menatap
lawannya, Koay Ji. Tetapi, tatap wajahnya sudah kosong, sudah
tanpa emosi, tubuhnya sudah tidak lagi bergerak, padahal gerak
3527
sekecil apapun adalah tanda bahwa masih ada nada kehidupan.
Memang benar bahwa dia terduduk, dan masih berbicara ataupun
tertawa saat Koay Ji terlontar ke belakang dan tumopah darah.
Dan saar itu, kakek itu tetap dalam sikap seperti orang sedang
samadhi, tetapi tidak terdengar lagi nafasnya, dan sinar
kehidupan sudah raib dari pandang matanya. Mata itu terbuka
dan setengah melotot dan tetap terlihat ada nada penasaran
disana, entah apa yang menyebabkan pandang matanya seperti
itu. Satu pandang mata yang penuh rasa penasaran, penasaran
akan sesuatu yang tak tergapai.
“Sudah selesai, dia sudah tidak bernafas lagi.....” desis Kim Jie
Sinkay yang pertama kali mendekati tubuh Yap Jeng Cie. Dia
menjadi curiga, karena setelah beberapa waktu lewat, kakek Yap
Jeng Cie sama sekali tidak bergerak, dan dia tidak melihat lagi
tubuh tua itu menunjukkan daya kehidupan. Ketika dia akhirnya
mendekati dari depan, dia kaget sekali karena mata itu masih
melotot namun segera dia sadar, tidak ada lagi cahaya kehidupan
disana. Pandang matanya memang penasaran, entah apa
sebabnya, tetapi jelas dia tidak hidup lagi, pandang mata seperti
itu ialah pandang mata orang yang sudah melepas nyawanya.
Tetapi, masih belum puas dengan apa yang sudah dia peroleh
atau apa yang dia baru saja lihat sebelum melepas nyawa dan
3528
kehilangan daya hidup. Seperti itulah keadaan Yap Jeng Cie yang
dilihat dan diteliti oleh Kim Jie Sinkay.
“Sungguh hebat orang tua ini....” desis Kim Jie Sinkay kagum,
karena awalnya dia menduga kakek ini yang memenangkan
pertarungan. Sudah jelas dia tidak terluka, tetapi Koay Ji yang
terlontar ke belakang dan muntah darah. Kenapa malah kakek tua
itu yang tewas dalam posisi mata memandang penasaran dan
dalam posisi duduk bersamadhi? Hal ini mengherankan Kim Jie
Sinkay yang saling pandang mata dengan Khong Yan yang juga
sama kaget dan terkejut. Keduanya adalah sedikit dari tokoh yang
mampu mengikuti keseluruhan pertarungan, meski dalam
beberapa episode tidak cukup jelas. Tetapi, bagian terakhir
pertarungan, tetap saja tidak mampu mereka pahami seutuhnya.
Keduanya kemudian berpaling ke arah Koay Ji, dan Khong Yan
sudah maklum jika Koay Ji membekal “sesuatu”, dan sesuatu itu
adalah barang mujijat. Sebuah guci perak pusaka, dan dia sempat
melihat sangat sepintas bahwa Koay Ji sudah sempat
memasukkan tetesan air itu ke mulutnya. Karena itu, dia tidak
khawatir dengan Koay Ji, sama sekali tidak dengan keselamatan
suhengnya yang dia kenal betul. Itulah sebabnya Khong Yan
memutuskan untuk terlebih dahulu memeriksa keadaan Kakek
Yap Jeng Cie. Dan tidak cukup lama waktu baginya untuk dapat
3529
mengetahui dan menyadari bahwa kakek itu sudah meninggal
dunia. Beberapa indikasi dan tanda yang dia temukan bersama
dengan Kim Jie Sinkay memastikannya akan simpulan itu. Maka
diapun akhirnya menarik nafas panjang dan kemudian berkata
dengan suara penuh kelegaan:
“Benar Kim Jie Locianpwee, kakek itu sudah meninggal, entah
apa penyebabnya, siauwte sendiri heran.....”
“Mungkin Koay Ji bisa menjawabnya, karena dugaanku, kakek tua
inilah yang sudah menang, ech, tahu-tahu dia malah sudah
tewas....... anak itu sungguh-sungguh amat mujijat, entah dari
mana saja dia belajar ilmu-ilmunya yang aneh-aneh, mujijat dan
sulit kujelaskan dengan kata-kata.....” gumam Kim Jie Sinkay
yang masih heran dan takjub dengan apa yang ditampilkan Koay
Ji tadi. Beberapa bagian bahkan terasa mustahil dan tidak
mungkin baginya. Tapi, faktanya, dia menyaksikan dengan mata
dan kepalanya sendiri, bukan mendengar dari orang lain.
“Ach, Locianpwee, Koay Ji suheng memang mendapatkan
bimbingan dari tokoh-tokoh yang mujijat, baik dari Bun In Sinliong
Locianpwee maupun Bu Te Suhu sendiri. Kemampuannya sudah
jelas memang sungguh luar biasa......” puji Khong Yan yang
memang sangat kagum dan sangat memuja sahabat masa
3530
kecilnya, dan yang juga sebenarnya adalah kakak
seperguruannya sendiri. Meskipun dasarnya, dia sebenarnya
lebih tua setahun dibanding dengan Koay Ji. Tapi dia menjadi
murid Bu Tee Hwesio di waktu belakangan setelah Koay Ji, dan
suhunya sendiri yang meminta agari dia memanggil suheng
kepada Koay Ji.
“Acccch, kukenal kedua locianpwee hebat itu, tetapi ada
beberapa ilmu dan jurus yang amat mujijat yang dia keluarkan dan
jelas bukan berasal dari Bu In Locianpwee dan juga bukan dari Bu
Tee Locianpwee.... dia sendiri sudah sangat aneh dan juga
mujijat, sama dengan ilmu-ilmu dan jurusnya....” puji Kim Jie
Sinkay yang masih belum habis pikir dengan Koay Ji. Kim Jie
Sinkay memang adalah salah satu tokoh yang mampu mengikuti
dengan lebih baik jalannya pertarungan maha hebat antara Koay
Ji melawan Yap Jeng Cie. Dan diapun menyaksikan dengan mata
kepalanya sendiri bagaimana pertarungan mereka, bagaimana
Koay Ji yang mampu mendesak Yap Jeng Cie dengan jurus-jurus
aneh. Tetapi, pada bagian terakhir, dia melihat bagaimana Yap
Jeng Cie menyerang namun patah, selalu begitu dan dia merasa
kakek itu sudah akan kalah. Tahu-tahu, kakek itu kembali
perkasa, dan membuat Koay Ji harus “terbang” dan “berjalan di
3531
udara”, hal-hal yang membuatnya merasa tidak masuk akal dan
mustahil. Tetapi nyata.
Dan kemudian, di saat dia menyangka kakek itu akan kalah,
malah tiba-tiba menjadi jauh lebih hebat dan meningkat luar biasa
perbawanya hingga mendesak Koay Ji sampai harus “naik ke
angkasa”. Dugaannya, Koay Ji akan turun ke bumi menerima
pukulan terakhir Yap Jeng Cie, tetapi anehnya, itu tidak terjadi
dalam waktu singkat. Sebaliknya rada lama waktunya. Dan saat
dia mendarat, diapun menduga kakek itu sudah akan kehabisan
tenaga, apa mau dikata, ternyata Yap Jeng Cie menyimpan
sesuatu yang aneh dan ajaib. Tiba-tiba kekuatannya melonjak
dahsyat dan sampai membuat Kim Jie Sinkay khawatir dengan
nasib Koay Ji. Dan kekhawatirannya itu terbukti dengan amat
cepat. Kim Jie Sinkay sama dengan Khong Yan dan Tio Lian Cu,
melihat Koay Ji terpukul dan terlontar ke belakang. Meskipun
Koay Ji masih mampu mendarat dengan posisi samadhi.
Dugaan mereka kakek itu akan kalah ternyata keliru, karena tibatiba
saja kakek itu tampil jauh lebih hebat hingga pada akhirnya
mampu memukul Koay Ji hingga terlontar ke belakang. Terluka
parah. Tapi, sebelum episode itu, Kim Jie Sinkay menjadi takjub,
sangat terkejut melihat kemampuan Koay Ji yang tidak masuk di
akalnya. Selama beberapa saat Koay Ji mampu “terbang” dan
3532
mampu beterbangan di udara tanpa berpijak sama sekali ke bumi.
Baik melayang, menukik ke atas, maupun melejit-lejit bagai kupukupu
beterbangan kesana kemari tanpa menjejak tanah. Kim Jie
Sinkay sampai terngangah dan tak mampu berkata apa-apa
selain mengagumi dan takjub dengan pameran ilmu yang diluar
akal sehatnya lagi. Tetapi, hanya beberapa saat kemudian, dia
kembali kaget karena Koay Ji kena terpukul dan melayang jauh
terlontar ke belakang, bahkan terluka parah dan juga muntah
darah. “Koay Ji kalah” pikirnya.
Memang, episode itu membuat Kim Jie Sinkay menduga Koay Ji
sudah kalah, tetapi setelah lebih detail memperhatikan arena,
juga menilik keadaan Yap Jeng Cie dan Koay Ji, teramat kagetlah
dia. Koay Ji jelas selamat dan sedang menyembuhkan diri dalam
sikap samadhi, sementara lawannya, kakek Yap Jeng Cie sudah
menutup mata dengan pandangan mata tatap mata yang penuh
kepenasaran. “Apa gerangan yang dilakukan Koay Ji? ilmu mujijat
apalagi yang dimainkan anak itu hingga dia memperoleh
kemenangan dengan cara yang tidak sempat kuketahui....”? desis
Kim Jie Sinkay takjub dan masih tetap belum memperoleh jawab
yang jelas dan tegas atas semua pertanyaannya. Dan
kekagetannya.
3533
“Kim Jie heng, bagaimana keadaannya.....”? setelah beberapa
saat termenung, Kim Jie Sinkay mendapat pertanyaan dari Tek Ui
Sinkay atau Bengcu Tionggoan yang mengamati seluruh arena
terlebih dahulu sebelum mendatangi Kim Jie Sinkay. Setelah
pertarungan selesai, naluri seorang Tek Ui Sinkay berjalan cepat,
dan dia segera memeriksa seluruh arena dan sekitarnya, karena
dia percaya Koay Ji pasti akan mampu mengalahkan lawannya.
Entah mengapa, tokoh kaypang yang satu ini teramat
mempercayai Koay Ji, bahkan menganggap Koay Ji seperti
anaknya saja. Dan karena itu, berdasarkan pengalaman dan juga
pengetahuan, pengenalan dan pergaulannya selama ini, dia
percaya bahwa apa yang dikatakan dan dijanjikan Koay Ji akan
sesuai kenyataannya. Bahkan melihat Koay Ji terlontarpun dia
masih tetap yakin sutenya itu tidak kenapa-kenapa.
Dia menemukan banyak keanehan, tetapi karena luasnya arena
pada saat itu, dia menugaskan tokoh-tokoh lain memeriksa
Lembah tersebut, dan mencari kemana lawan-lawan lain yang
sudah kalah dan tewas berada. Sementara dia sendiri sudah
mendekati Kim Jie Sinkay yang berada bersama Khong Yan,
berjalan dengan Cu Ying Lun mendekati mereka. Dan dia sekilas
sudah melihat Koay Ji yang masih sedamg mengobati lukanya
3534
dan demikian pula posisi Yap Jeng Cie. Hanya, dia jadi kaget
ketika mendengar perkataan Kim Jie Sinkay:
“Kakek Yap Jeng Cie sudah tewas, sementara sam sutemu juga
terluka hebat, tetapi kelihatannya sebentar lagi juga akan segera
pulih kembali. Entah bagaimana cara sutemu menyelesaikan
pertarungan yang terlampau hebat tadi itu....” bergumam Kim Jie
Sinkay antara takjub dan heran. Karena sampai saat itu dia masih
tetap tidak mengerti bagaimana Koay Ji mengakhiri
pertarungannya tadi. Untungnya Tek Ui Sinkay tidak begitu
mengikuti jalannya pertarungan, khususnya episode terakhir
pertarungan dahsyat antara Koay Ji melawan Yap Jeng Cie. Itulah
sebabnya dia tidak begitu paham dengan apa yang dikatakan oleh
Kim Jie Sinkay, meskipun dia juga heran dengan kemampuan
“terbang” sutenya.
“Hahaha, kita mesti bertanya kepadanya, toch siauw sute
sebentar lagi akan siuman dan dapat menceritakannya kepada
kita.......”
“Menilik gayanya, tidak akan dia berbicara terus terang tentang
kehebatannya. Dan peristiwa ini akan terus menjadi tanda tanya
buatku.....” desis Kim Jie Sinkay yang memang tahu Koay Ji tidak
3535
pernah mengagulkan dirinya, dan selalu merendahkan diri untuk
hal-hal besar yang sudah dia kerjakan.
“Biar kupaksa siauw sute untuk menjelaskan kepada kita
sekalian...” tegas Tek Ui Sinkay dan diiyakan dan dianggukkan
oleh Cu Ying Lun yang selalu menyertai dan bersama dengan
sam suhengnya itu.
“Baguslah jika demikian.....” jawab Kim Jie Sinkay dengan tidak
memiliki keyakinan bahwa yang dikatakan Tek Ui Sinkay akan
terjadi, dan itu sangat jelas dalam nada suaranya barusan. Tetapi
Tek Ui Sinkay tidak memperhatikannya.
Benar saja, setengah jam berlalu, Koay Ji perlahan siuman, tetapi
terlihat jelas jika dia sudah sehat kembali hanya masih merasa
cukup letih. Adalah Sie Lan In yang justru sudah bugar kembali
dan bergabung bersama mereka bersama Tio Lian Cu yang
bertugas mengawani dan mengawasinya sejak tadi. Begitu
mendatangi tempat itu, pandangan mata Sie Lan In langsung
tertuju kearah Koay Ji, tetapi dia tidak lagi sempat bertanya
karena melihat Koay Ji akan segera sadar kembali. Hanya soal
menunggu waktu belaka dia akan segera siuman. Dan memang,
tak lama kemudian Koay Ji menyudahi samadhi dan upaya
mengobati dirinya.
3536
“Sungguh berbahaya .... sungguh berbahaya....” gumam Koay Ji
sambil kemudian bangkit berdiri dari duduk samadhinya dan
mendapati hampir semua tokoh sudah mengelilingi posisi dan
tempat dia samadhi. Mereka semua memandanginya penuh rasa
kagum yang tidak tersembunyikan. Dan begitu melihat serta
menemukan jika dirinya menjadi pusat perhatian banyak orang
membuatnya tersipu dan merasa tidak cukup percaya diri menjadi
perhatian dan dikagumi demikian banyak orang. Meski
sebenarnya, apa yang dia lakukan, pertarungan dengan Yap Jeng
Cie, memang salah satu pertarungan yang sangat hebat dan
mujijat. Karena itu, dia melirik sam suhengnya, sang Bengcu
Tionggoan dan kemudian bertanya:
“Bengcu suheng, bagaimana keadaan Lembah ini......”? tanya
Koay Ji dengan suara lirih dan terdengar semua orang.
Pertanyaan ini menyadarkan Tek Ui Sinkay dan semua orang jika
masih ada pekerjaan yang perlu mereka selesaikan. Meskipun
Koay Ji selamat dan sudah sehat kembali, tetapi bagaimanapun
keadaan Lembah dimana mereka berada, penting diketahui. Dan
sangat kebetulan, pada saat itu, para anggota Barisan Pengemis
Pengejar Anjing yang adalah anak murid Khong Sim Kaypang
datang memberi laporan.
“Lapor Bengcu........”
3537
Semua tersentak, Tek Ui Sinkay juga, saat mendengar suara
keras dari anggota Khong Sim Kaypang yang berapa saat yang
lalu, dengan dan atas perkenan Tiang Seng Lojin diberinya tugas
untuk memeriksa seluruh bagian dan sudut lembah. Dan
sekarang, kelihatannya mereka telah selesai bekerja, karena
selama lebih dari satu jam memeriksa semua sudut Lembah. Kini
mereka sudah datang dan minta waktu karena siap memberikan
laporan mereka kepada Tek Ui Sinkay dan para sesepuh. Karena
itu, dengan segera Tek Ui Sinkay berpaling kearah para anggota
Khong Sim Kaypang yang sudah bersiap serta memintanya untuk
memberi perintah melapor. Perintah agar mereka semua segera
melaporkan pekerjaan dan tugas yang dia berikan untuk
dilaksanakan anak murid Khong Sim Kaypang. Maka Tek Ui
Sinkay kemudian berkata kepada pelapor itu:
“Baik, bagaimana laporan keadaan Lembah ini.....”?
“Lapor Bengcu, Lembah ini sudah kosong. Semua yang tersisa
sudah tewas dan saat ini masih berada di tempat istirahat tokohtokoh
Bu Tek Seng Pay, tetapi yang terluka entah berada dimana.
Kami sudah memeriksa seisi Lembah, tetapi tidak menemukan
keberadaan orang lain lagi selain rombongan kita ini dan juga
mayat-mayat yang berserakan di tempat mereka sejak 3 hari
lalu.....”
3538
“Hmmmm, apakah kalian yakin mereka yang terluka juga sudah
tewas....”? tanya Tek Ui Sinkay terkejut dengan laporan itu.
“Liu Beng Wan dan suhunya Liok Kong Djie sudah menghilang,
tetapi meninggalkan dua buah surat yang ditujukan kepada Tio
Ciangbudjin dan juga kepada Bengcu serta Siauwhiap ini (sambil
menunjuk Koay Ji). Tetapi, diantara mayat-mayat disana, sama
sekali tidak kami temukan mayat Mo Hwee Hud dan muridnya
yang terluka, sementara lain-lain yang terluka kelihatannya sudah
binasa. Sementara, Bu Tek Seng Ong yang juga terluka dan
kehilangan kepandaiannya, sama saja, juga sudah tidak kelihatan
lagi batang hidungnya......”
“Apakah pengamatan kalian tidak salah....”? kaget sekali Tek Ui
Sinkay mendengar laporan tersebut. Dan bahkan sudah
menambahkan:
“Bagaimana dengan Rajmid Singh yang terlempar ke bawah
sana...”? tanyanya sambil menunjuk ke tempat yang cukup jauh.
“Mayatnya masih berada disana, tetapi kelihatannya seperti baru
saja jasadnya itu digeledah seseorang, entah siapa.......”
“Hmmmm, mengherankan jika demikian......”
3539
“Apakah kalian menemukan mayat seorang kakek tua yang sudah
kurus kering seperti mayat....? kelihatannya adalah tahanan
penjara Pek Lian Pay dan jubah tuanya adalah jubah Hwesio,
kelihatannya dipenjarakan terus semasa Bu Tek Seng Pay
setelah Pek Lian Pay....” tanya Koay Ji tiba-tiba.
“Kami tidak menemukan yang mayat kakek seperti itu
Siauwhiap....” jawab mereka singkat namun juga lugas.
“Hmmmm, aneh jika demikian.....” gumam Koay Ji, tetapi dia tahu
bahwa gua yang disebutkan kakek dalam tahanan selalu terjaga.
Kemana Liu Beng Wan dan yang lain-lainnya itu? bahkanpun Bu
Tek Seng Ong lenyap?
“Bengcu Suheng, adalah lebih baik segera turunkan perintah agar
semua bergerak untuk cepat menyelidiki seluruh sudut Lembah
ini, karena menghilangnya beberapa kawanan mereka agak
mengkhawatirkan...” berkata Koay Ji sambil memandangi Tek Ui
Sinkay yang memang memiliki niat yang sama.
Tidak menunggu lama, Tek Ui Sinkay sudah menurunkan perintah
untuk menyelidiki sekali lagi seluruh sudut lembah, dan sekali ini
tidak ada seorangpun yang tidak bergerak. Meskipun, beberapa
orang kuat masih tetap menjaga kedua lokasi utama, yakni lokasi
3540
rahasia mereka waktu turun dimana Thian Seng Lodjin dan Tui
Hong Khek Sinkay berjaga bersama Kakek tua Hek Man Ciok.
Kemudian, lokasi kedua, yaitu jalan rahasia dibalik air terjun
dimana Koay Ji selalu dekat bersama dengan Khong Yan, Tio
Lian Cu dan Sie Lan In. Perintah dari Tek Ui Sinkay berlaku bagi
semua orang, dan karena itu yang tertinggal di dekat air terjun
hanyalah Koay Ji, Sie Lan In yang juga baru sembuh dan Tek Ui
Sinkay bertiga. Khong Yan, Tio Lian Cu, Siauw Hong, Kwa Siang
serta tokoh lain ikut menyelidiki setiap sudut lembah. Pada saat
itulah Sie Lan In mendekati Koay Ji dan berkata:
“Sute, terima kasih, kaos pusaka itu benar-benar telah
menyelamatkan nyawaku. Tapi, bagaimana dengan lukamu,
apakah sudah sembuh”? berkata dan sekaligus Sie Lan In
bertanya.
“Syukurlah Suci, memang tanpa pusaka itu sulit melawan Bu Tek
Seng Ong, tingkat kemampuan kalian sesungguhnya berimbang.
Lukaku, rasanya sudah sembuh dan sudah tidak ada halangan
lagi...... tetapi, kakek itu memang luar biasa...” Koay Ji berkata
sambil memandang mayat Yap Keng Cie yang masih duduk
bersila di arena dengan sinar mata yang penuh rasa penasaran.
3541
“Tapi, mengapa sinar matanya demikian aneh dan penuh rasa
penasaran sute? Ada apa gerangan selama pertarungan kalian
yang begitu hebat tadi? Malahan menurut penglihatan Kim Ji
Locianpwee, mestinya engkau yang kalah, tetapi mengapa justru
dia yang binasa sute? Dan, mengapa pula engkau kelihatannya
seperti bisa terbang tadi....”? Tek Ui Sinkay yang merasa
penasaran dan menyimpan banyak pertanyaan sudah mencecar
Koay Ji, meskipun diantara mereka masih ada Sie Lan In. Tetapi,
Tek Ui Sinkay tidak perduli, karena dia sudah anggap Koay Ji
adalah anaknya, dan Sie Lan In sebagai calon mantunya, dan
karena itu dia bertindak seperti sedang bertanya kepada keluarga
sendiri.
“Ach, sudahlah suheng, biarlah kita bicarakan nanti saja. Ingat,
masih banyak yang perlu kita selesaikan di tempat ini..... biarlah
malam atau besok saja kuceritakan semuanya kepada suheng.
Bagaimana jika kita membaca terlebih dahulu pesan yang
ditinggalkan Liu Beng Wan? Sepertinya ada petunjuk dalam
suratnya..” Koay Ji secara lihay mengalihkan percakapan
sehingga Sie Lan In dan juga Tek Ui Sinkay tidak dapat bertanya
lebih jauh. Terutama Sie Lan In yang memang tidak sempat
menyaksikan pertarungan berhubung lukanya yang amat parah
akibat bertarung melawan Bu Tek Seng Ong.
3542
“Ach, benar juga, mari kita membacanya terlebih dahulu......”
berkata demikian, Tek Ui Sinkay kemudian mengambil kertas
surat yang disampaikan kepadanya tadi dan kemudian
membukanya untuk membacanya. Hanya beberapa menit dia
membaca dan kemudian memberikannya kepada Koay Ji sambil
berkata:
“Lebih baik engkau membacanya sekalian Sute, karena
sesungguhnya surat ini ditujukan kepada kita berdua......” berkata
Tek Ui Sinkay sambil menyerahkan surat tersebut kepada Koay Ji
yang langsung menerima dan membacanya:
Tek Ui Sinkay, Bengcu Tionggoan
Sahabat muda, Koay Ji
Terima kasih banyak atas semua kepercayaan kalian yang tidak
menganggapku sebagai musuh. Karena sangat tidak mungkin
bagiku untuk tidak membalas budi dan jasa suhuku yang
menemukanku sejak masa bayiku dan malah masih
membesarkan serta melatihku sehingga seperti sekarang ini.
Meskipun Suhu memang memilih jalan yang keliru karena
hasutan salah seorang muridnya yang sesat, tetapi Suhu
sebetulnya tidak sejahat yang terlihat.
3543
Karena itu, ijinkan selaku murid terakhir Suhu, siauwte LIU BENG
WAN, melaksanakan tugas sebagai murid, menyelamatkan
Suhuku yang amat berjasa bagi hidupku, LIOK KONG DJIE. Jika
keadaan ini dialami oleh Bengcu dan sahabat muda, maka pasti
akan menempuh jalan yang sama sepertiku.
Gerak-gerik Mo Hwee Hud yang sangat mencurigakan, kalah
amat cepat melawan Khong Yan, juga muridnya yang kalah
secara amat mudah mencurigakanku dan membuatku selalu
mengamati serta juga menyelidiki apa maksud mereka. Dan
ternyata, dia bersama Sam Boa Niocu serta murid kepalanya,
yaitu Tam Peng Khek, memang merencanakan sesuatu. Sayang
Sam Boa Niocu kalah dan terbunuh, karena memang Nenek itu
rada berangasan. Tetapi dia meninggalkan beberapa buah pil
yang hebat dan mujijat kepada suaminya itu. Pil itu mampu
“menghidupkan” kembali Hwesio bekas Ketua Pek Lian Pay dan
mereka mampu “menanyai” sukmanya. Mo Hwee Hud kemudian
membunuhi semua tokoh lain yang terluka, termasuk mengambil
sesuatu dari tubuh Rajmid Singh, kemudian membawa Bu Tek
Seng Ong yang cacad untuk meloloskan diri.
Pintu masuk ke jalan rahasia kedua untuk keluar dari Lembah ini,
sudah diberitahukan oleh kakek bekas Ketua Pek Lian Pay, selain
yang berada di balik air terjun itu. Pintu itu sudah kutandai dengan
3544
tanda rahasia yang berwarna “merah darah”. Semoga kalian bisa
mengejar Mo Hwee Hud kembali, tapi siauwte mohon pamit untuk
menyelesaikan tugas dan baktiku yang terakhir buat suhuku.
Sahabat muda Koay Ji, tolong sampaikan sekaligus permohonan
maafku kepada Tio Ciangbudjin, suatu saat siauwte akan
menghadap ke Hoa San Pay menebus dosa-dosa Suhu. Atas
semua bantuan dan kepercayaan kepadaku, kuucapkan banyak
terima kasih, juga atas semua bantuan dan juga semua
kelonggaran yang sudah diberikan untukku selama ini........
LIU BENG WAN
Koay Ji menarik nafas panjang sesaat setelah membaca surat Liu
Beng Wan, dan memang benar, jika dia dalam posisi Liu Beng
Wan, maka dia akan melakukan hal yang sama. Jangankan
kepada Suhunya, kepada Tek Ui Sinkay, sam suheng dan
sekaligus orang tua baginya, dia juga akan melakukan hal yang
sama. Koay Ji lalu kemudian memandang Tek Ui Sinkay, dan
mereka berdua saling mengangguk paham dengan posisi Liu
Beng Wan. Tetapi, Koay Ji bertanya:
“Sam suheng, sudah berapa lama kira-kira mereka berlalu....”?
3545
“Jika dihitung sejak engkau bertarung dengan Kakek Yap Jeng
Cie, rasanya sudah ada lebih satu jam mereka pergi.....”
“Dan itu berarti terlampau lama untuk mengejar mereka, apalagi
mereka tahu kita pasti akan mengejar mereka. Sementara Mo
Hwee Hud pasti sudah sembuh, dan tidak mungkin akan berjalan
begitu lambat...... sudahlah, kita sudah tidak mungkin
menemukan mereka lagi...” berkata Koay Ji sambil memandangi
Tek Ui Sinkay yang nampak mengangguk tanda setuju.
“Engkau benar.... karena itu, biarkan saja mereka berlalu. Jauh
lebih baik kita segera kembali ke atas dan menyelesaikan semua
yang masih tersisa di atas, dan setelah itu membubarkan
perserikatan ini melawan Bu Tek Seng Pay.....”
“Baik Sam Suheng, tetapi masih ada dua hal penting. Pertama,
jalan rahasia menuju dan keluar dari Lembah ini akan kututup,
amanat itu diserahkan kepada sutemu ini. Maka akan kukerjakan
bersama Sie Suci segera, terutama menutup jalan keluar dan
masuk kedalam Lembah ini. Kedua, Mo Hwee Hud masih
berkeliaran di luar sana, maka jangan lupa mengingatkan semua
orang, bahwa persoalan masih ada yang tersisa. Maka teruslah
waspada....... rasanya, Mo Hwee Hud akan merencanakan satu
pembalasan, entah kapan sulit dipastikan. Bahkan bukan tidak
3546
mungkin dia masih berada di Lembah ini, karenanya Khong Sute
dan Tio Kouwnio, serta juga adikku Siauw Hong akan ikut
memeriksa Lembah ini.... Jika sampai Mo Hwee Hud lolos, maka
bisa dipastikan perguruan kita akan menjadi sasarannya kelak,
karena itu, adalah jauh lebih baik jika semua saudara
seperguruan bersatu untuk melawan pembalasannya yang kelak
sewaktu-waktu datang......”
“Hmmm, engkau benar Koay Ji, baiklah kita tetapkan demikian.
Kalian berdua boleh menutup jalan keluar itu sekarang,
sementara akan kuatur kawan-kawan lain guna memeriksa
lembah sekali lagi secara teliti sambil bersiap untuk segera
kembali ke atas......” berkata Tek Ui Sinkay pada akhirnya setelah
sejenak berpikir. Memang benar semua kata-kata dan kalimat
Koay Ji tadi, sangat masuk akal, dan karenanya dia sudah
mengambil keputusan apa yang akan dikerjakan. Dan tentunya
semua itu akan dia lakukan kelak, karena hal yang mendesak
pada saat itu adalah membenahi dan meneliti Lembah di bawah
tebing ini.
Sepeninggal Tek Ui Sinkay dan Cu Ying Lun, Koay Ji menatap
Khong Yan dan juga Tio Lian Cu. Siauw Hong bersama Kwa
Siang dan Bun Siok Han sedang menikmati lembah sambil
memeriksa kemana gerangan perginya lawan-lawan yang tadinya
3547
terluka tetapi tiba-tiba raib. Kepada ketiga temannya, Koay Ji
berkata:
“Khong sute, Tio Kouwnio, bantulah segera Tek Ui Bengcu dan
Cu suheng, takutnya Mo Hwee Hu masih berkeliaran di sekitar
Lembah ini. Setelah semua aman, kalian berdua boleh bergabung
bersamaku dan Sie suci yang akan menutup jalan bawah tanah
dari lembah ini.....”
“”Hmmm, baik suheng.... Tio sumoy, mari....”
“Baik, jaga diri kalian, kami akan menyusul segera...” Tio Lian Cu
mengiyakan dan segera berjalan bersama Khong Yan.
“Sie suci, mari, kitapun harus bergegas.....” Koay Ji segera
bergerak pergi. Kemana lagi jika bukan ke air terjun.
“Ikuti aku...... jalan dan letaknya sudah kuselidiki....” Sie Lan In
bergerak cepat dan sudah melampaui Koay Ji dan kemudian
memimpin perjalanan yang sebenarnya sangat dekat, tetapi
medannya memang sangat berbahaya. Air terjun yang mereka
tuju memang curam menukik ke bawah, dan tidak terlihat
ujungnya, tetapi Sie Lan In sudah memberitahunya tanpa diminta:
3548
“Tinggi tebing ini nyaris setengah dari tinggi tebing untuk turun
kemari sute, karena itu dasarnya tidak terlihat, selalu tertutup uap
air dari air yang tercurah ke bawah. Di bawah sana ada sebuah
sungai yang cukup besar, tetapi untuk turun ke bawah, memang
nyaris mustahil. Selain terlampau tinggi, juga terlampau licin
tebingnya dan teramat licin karena selalu terkena uap air dan
berlumut. Kupastikan tidak akan ada manusia yang mampu
menuruninya tanpa setahu kita selama 3 hari terakhir ini. Nach,
mari kita memasuki gua itu.......”
Selesai berkata demikian, Sie Lan In meloncat ke bawah dan
setelah kurang lebih 5 sampai 6 meter dia terus menukik
kebawah, tiba-tiba dia melenting dan bergerak mendatar dan
menerobos air terjun tersebut.Untung tiada orang lain selain Koay
Ji yang menyaksikannya, sebab pameran ginkang yang
dipertunjukkan Sie Lan In amat hebat dan menakjubkan. Tetapi
buat Koay Ji yang memang tahu dan paham akan kelebihan Sie
Lan In, dia tidak terkejut lagi, dan maklum belaka. Begitupun,
Koay Ji tergetar dan segera paham, manusia biasa tidak akan
mungkin masuk ke gua tersebut tanpa tahu rahasianya. Bahkan
orang-orang Pek Lian Pay, juga mesti punya jalan khusus dan
tidak mungkin meniru bagaimana cara Sie Lan In memasuki gua
tersebut. Meski, dia sendiri bisa.
3549
“Ach, pastilah pihak Pek Lian Pay memiliki jalan mereka sendiri,,
aku mesti bergegas jangan sampai jalan itu digunakan Mo Hwee
Hud.....” berpikir demikian, Koay Ji segera meniru Sie Lan In dan
meluncur kebawah. Setelah jarak yang memang dia sudah hitung
sebelumnya menimbang apa yang dilakukan Sie Lan In,
tubuhnyapun berhenti sejenak diudara dan bukannya melenting.
Setelah berdiri atau sejenak berdiam selama sedetik, tubuhnya
tiba-tiba bergerak mendatar bagaikan terbang. Dan sedetik
kemudian, diapun selamat berpijak ke pintu masuk gua dimana
Sie Lan In sudah menunggunya dengan takjub dan mata
terbelalak. Meski terlihat kaget dengan cara Koay Ji memasuki
gua itu, tetapi tubuh dan jubah Sie Lan In terlihat sama sekali
tidaklah basah melainkan tetap saja kering.
“Sute,,, engkau,,,,, engkau bisa terbang.....”? desis Sie Lan In
terkejut, dan sekaligus membuat Koay Ji sendiri tersentak kaget,
karena dia tidak menyadari bahwa caranya untuk masuk memang
teramat mujijat. Bahkan termasuk bagi Sie Lan In yang terkenal
dengan kehebatan ginkangnya.
“Terbang ..? tidaklah suci.,,,,, aku bukan burung....” jawab Koay
Ji, tetapi setelah menjawab demikian dan teringat kembali
pertarungannya dengan Yap Jeng Cie dan caranya memasuki
gua itu, diapun terdiam. Kaget dan tidak habis pikir, meskipun
3550
kemudian dia dapat menjawab keheranannya dengan tingkat
yang baru saja dia capai dan dia praktekkan tanpa dia sadari.
“Tapi, tapi..... engkau, engkau tadi tidak seperti menggunakan
ginkang, tetapi seperti sedang terbang memasuki gua ini.....
bahkan sekilas tadi, kulihat engkau sepertinya berpijak sedetik di
udara..... bagaimana bisa engkau melakukannya sute...”? kaget
dan takjub Sie Lan In dengan apa yang baru saja dia saksikan.
Dalam kecepatan, dia masih mampu dan yakin mengatasi Koay
Ji, tetapi dalam gaya dan cara Koay Ji “berdiri” di udara dan
“terbang” memasuki pintu masuk gua, sungguh gaya dan cara
serta tingkat yang masih belum mampu dia capai. Dan dia sendiri
masih belum ada di tahap yang seperti itu.
“Ha.....? apa benar demikian suci....”? kaget Koay Ji dan semakin
bertanya-tanya dalam hatinya sendiri, apakah benar demikian.
Karena sesungguhnya Koay Ji juga masih belum begitu
menyadari tingkat dan tahap yang dicapainya dalam gerakan
mujijat dan sangt tidak biasa itu.
“Sute, bahkan tingkatkupun belum mampu melakukannya.....
Subo menjelaskan bahwa kemungkinan adalah Suhu yang
mampu melakukannya, dan jika sekarang engkau melakukannya,
3551
tidak heran.......” berkata Sie Lan In yang semakin membuat Koay
Ji takjub dan kaget dengan capaiannya.
“Benarkah demikian....”? tanya Koay Ji kaget dan mulai bisa
menerka apa yang jadi penyebab dia mampu melakukannya.
“Benar, tetapi itu bukan karena kesempurnaan ginkang, tetapi
karena kesempurnaan iweekang,,,, begitu menurut penjelasan
Subo.....”
“Ach, masuk akal jika memang benar demikian adanya...” desis
Koay Ji antara menjawab ataupun tidak menjawab pertanyaan
dan kekagetan Sie Lan In yang tadi. Tetapi Koay Ji sendiri mulai
paham dan mengerti mengapa dia mampu mencapai tingkat itu
dan melakukannya kembali tadi. Bahkan, bukan hanya heran
dengan capain itu, karena dia bahkan sudah mulai “berkhayal”
lebih jauh dengan tingkat capaiannya itu dan bagaimana ilmu
silatnya nanti.
“Ayolah, kita harus bekerja cepat...” Sie Lan In yang kemudian
mengingatkan bahwa mereka harus bergerak cepat.
“Benar suci, mari......”
3552
Kali ini, Sie Lan In tahu diri, karena adalah Koay Ji yang menerima
langsung info dan keterangan mengenai jalan rahasia ini. Konon,
gua dibalik air terjun ini adalah tempat rahasia dari kelompok
pejuang Pek Lian Pay, tempat persembunyian yang amat
dirahasiakan. Maka, ketika Koay Ji kemudian melihat keadaan
sekeliling, dia segera maklum bahwa tempat tersebut sudah lama
tidak didatangi manusia. Bahkan tidak ada sentuhan dan hawa
manusia di tempat itu untuk waktu yang sangat lama dan panjang.
Itu berarti, Mo Hwee Hud belum mengetahui jalan rahasia ini, dan
jika demikian maka berarti, Mo Hwee Hud memperoleh informasi
jalan yang lain lagi. Ada jalan yang lain lagi...... Koay Ji tersentak
memikirkan hal itu, dan dia sadar jika Mo Hwee Hud bakalan
lepas, karena jarak mereka pergi sudah ada 1 jam lebih. “Accch,
terlampau terlambat....” desis Koay Ji dalam hatinya.
Tetapi, setelah berpikir demikian, Koay Ji menjadi lebih tenang
dan kemudian dia mencoba mengingat pesan-pesan penting
kakek itu, terutama mengenai tempat rahasia ini dan detailnya.
Bahwa orang-orang yang mengetahui letak tempat ini sudah pada
meninggal, dan dialah satu-satunya orang yang masih paham dan
tahu letak dan rahasianya. Dan untuk mengetahui lebih jauh,
mesti menemukan peta jalan rahasia yang diletakkan secara
sangat rahasia. Repotnya, petunjuk mengenai penjelasan detail
3553
tentang tempat rahasia dan jalan keluar dari lembah ini, hanya
samar-samar diberitahukan kepadanya menjelang perpisahan
Koay Ji dengan Hwesio tua tawanan di penjara bawah tanah Bu
Tek Seng Pay. “Temukan sesuatu yang aneh di tempat itu.....”,
hanya satu kalimat itu, dan tidak ada lagi petunjuk lain yang
disampaikan kepadanya sampai mereka berpisah.
“Temukan sesuatu yang aneh di tempat ini..... hanya itu petunjuk
dari hwesio tua yang malang itu. Nampaknya, dia sendiri belum
terlampau rela memberitahukan pihak luar mengenai keadaan
dan rahasia gua ini.....” desis Koay Ji yang didengar oleh Sie Lan
In yang juga sedang mengawasi sekeliling.
“Temukan sesuatu yang aneh.....” desis Sie Lan In mengulangi
perkataan Koay Ji dan sejauh ini belum menemukan “sesuatu
yang aneh” yang dimaksudkan sebagai titik rahasia mengetahui
keadaan gua ini dan jalan keluar dari Lembah. “Apakah itu
sesuatu yang aneh...”? gumamnya terus sambil terus berjalan
perlahan-lahan dan terus bergumam kalimat yang sama.
Koay Ji memandanginya dengan heran sambil memandangi Sie
Lan In bergumam terus menerus sambil bergerak perlahan. Dan
dia kembali mendengar gumaman Sie Lan In dan gerakan
perlahannya:
3554
“Sesuatu yang aneh..... kita berada dalam gua yang lembab, pintu
masuknya adalah air yang deras jatuh ke bawah, gua ini
semestinya dingin dan lembab karena itu. Tetapi, kenapa justru
kurasakan agak hangat dan panas di sekitarku,,,,? Nach, disini
pusatnya, rasanya disinilah panas itu berasal, tidak bakalan salah
lagi.......” berkata kini Sie Lan In sambil memandang Koay Ji yang
juga memandangnya heran saat itu. Tetapi hanya sesaat, karena
tidak lama kemudian Koay Ji paham bahwa Sie Lan In sedang
berusaha memahami frase kalimat yang disampaikan kepadanya.
“Temukan sesuatu yang aneh dalam goa”.
“Apakah Suci.....”?
“Yang aneh disini adalah, gua ini seharusnya lembab dan terasa
amat dingin, tetapi justru terasa hangat dan nyaman berada
dalam gua dan seperti ada sumber “panas” dan kutemukan
sumbernya di titik ini, karena tempat atau titik ini merupakan
daerah dan area terhangat dari semua titik. Tetapi, dari mana asal
panas itu...”? tanya Sie Lan In sambil menatap Koay Ji.
“Jika bukan dari atas berarti dari bawah......” petunjuk singkat
coba disampaikan Koay Ji untuk menemukan jawabannya.
3555
“Bukan dari atas.... kelihatannya asalnya justru dari bawah
sute.....” jawab Sie Lan In dengan wajah dan mata menatap
serius.
Koay Ji mendekat dan memeriksa area dibawah kaki Sie Lan In
yang masih belum beranjak dari tempat yang dia duga dan dia
kira sebagai sumber “panas” ruangan yang mestinya dingin dan
lembab itu. Dan Koay Ji membenarkan bahwa memang area
itulah sumber rasa “panas” dan “hangat” yang membuat mereka
merasa cukup nyaman berada dalam gua.
“Jika demikian, kita periksa bagian pijakanmu suci, coba adakah
yang aneh dari daerah seputar lantai goa yang engkau pijak
itu...”? tanya Koay Ji dan kini keduanya sama-sama berjongkok
guna memeriksa bagian bawah, bagian lantai ruangan gua yang
memang cukup lebar itu. Ruangan yang mungkin ada sekitar 6 x
10 meter, cukup luas dan lega, bahkan tingginya juga cukup
lumayan, ada sekitar 4 (empat) meter atau mungkin malahan
lebih. Tetapi, bagian atas gua terlihat gelap dan penuh lumut,
tetapi anehnya, lantai gua tidaklah berair, justru bagian atas yang
lebih terlihat lembab dan berair.
“Tidak ada yang aneh kecuali menyebarnya rasa hangat dari area
kecil ini, mesti ada sesuatu yang berada di bawah lantai ini suci....”
3556
berkata Koay Ji setelah mereka berdua sama-sama meneliti
tempat dimana tadinya Sie Lan In berdiri, keduanya kini jongkok
di sekitar sumber rasa hangat itu. Bahkan Koay Ji kemudian
meletakkan lengannya ke lantai gua itu, dan kemudian
mengerahkan tenaganya untuk sekedar memeriksa dan
mengetahui keadaan lantai itu. Tetapi, sedetik kemudian, dia
kaget dan berseru dengan dengan nada suara kaget, karena
merasa ada sesuatu yang merambat dari bawah dan bahkan
menggetarkan kekuatan yang disalurkan oleh lengannya ke lantai
gua itu.
“Aiiiichhhh.......”
“Ada apa sute...”? desis Sie Lan In kaget karena Koay Ji menjerit
lirih dan nampak kaget menemukan sesuatu di lantai gua itu.
“Hmmm, ada sesuatu di balik lantai gua ini suci.... entah apa itu,
tetapi nampaknya sesuatu itu yang membuat lantai gua ini tetap
kering dan tidak lembab. Sesuatu itu yang juga menjaga suhu gua
ini tetap hangat dan bukannya dingin, dan juga dapat membuat
gua ini ditinggali. Entah apa itu.....” jawab Koay Ji menegaskan
apa yang memang berada di benak Sie Lan In.
3557
“Kalau begitu coba kita gali......” usul Sie Lan In sambil melirik dan
memandang Koay Ji menunggu persetujuan untuk melakukan
penggalian.
“Hmmmm, bisa juga suci, tetapi mungkin harus dilakukan secara
sangat berhati-hati berhubung kita belum tahu ada apa dibalik
lantai ini.....”
“Baik, mari kita coba.......”
Beberapa saat kemudian, Koay Ji yang terus berdiri terdengar
pada akhirnya setelah beberapa saat berkata:
“Disini tempatnya, tepat berada di balik lantai gua ini...... coba
lihat, dan ech, seperti memang sengaja dibuat dan ini ada tandatandanya.
Hmmm, pasti tepat disini, atau dibawah sini benda
tersebut......”
“Benar sute, ini dia, meski sulit dilihat, tetapi jika dipelototi dan
diteliti dan dicari secara seksama pasti akan kelihatan....”
“Mari kita coba buka suci......”
Tidak berapa lama, keduanya berhasil membuka atau
membongkar lantai gua yang kelihatannya memang sengaja
3558
digali untuk maksud tertentu. Tetapi, justru dari situ menyebar
rasa hangat yang membuat gua itu tetap nyaman ditinggali dan
tidaklah terasa terlampau lembab maupun terlampau dingin.
Tempatnya sendiri dibuat amat rahasia dan disamarkan sehingga
sulit ditemukan jika memang tidak berusaha untuk
menemukannya. Dibuat dalam ukuran dua puluh kali dua puluh
sentimeter dalam bentuk kotak, dan memang terdapat sebuah
kotak besi didalamnya, dan kemudian ditutupi dengan sejenis
karet ataupun plastik yang tidak terlampau tebal. Tetapi, lapis
plastik dan karet itu mampu menahan tekanan dari atas, karena
juga tertutup oleh lantai gua. Dan sudah jelas, dari kotak besi
dengan penutup karet atau plastik itulah menyebar rasa hangat
ke seluruh ruangan gua. Malah, juga menyebar hawa kehidupan
sehingga manusia atau mahluk hidup yang tinggal dalam gua itu
tidaklah akan kedinginan atau merasa terlampau lembab.
Tidak lama lemudian Koay Ji mengeluarkan kotak tersebut, dan
menemukan dibalik plastik atau karet bagian atas kotak itu terlihat
sebuah batu pusaka yang berwarna hijau mengkilat. Benda
tersebut nampak gemilang dan sekaligus memancarkan warna
kehijauan yang sangat menyejukkan mata. Setelah saling
pandang sejenak dengan Sie Lan In, Koay Ji yang melihat
3559
anggukkan sebagai tanda persetujuan Sie Lan In kembali bekerja.
Kini dia mencoba membuka kotak yang dimaksud.
Dia melakukannya dengan mencoba membuka dan sekaligus
melepaskan kaitan karet penutup kotak besi itu, dan ternyata
mudah saja dia melakukannya. Batu Pusaka kehijauan dalam
kotak, memang harus ditutupi dengan benda yang mudah
ditembus rasa hangat dan bukan sebuah besi yang akan
mengurung pancaran kehangatan batu itu. Dan ketika pada
akhirnya karet itu terlepas, Koay Ji dan Sie Lan In melihat di
bagian bawah batu pusaka kehijauan itu terdapat lagi seatu helai
kertas yang sudah cukup tua namun masih saja tetap terjaga
tulisan dan kualitas kertasnya. Kelihatannya batu pusaka
kehijauan itu yang memang memiliki khasiat mempertahankan
“kehidupan” atau “daya hidup” hingga kertas tersebut terjaga
kualitasnya, masih baik dan tidaklah lapuk dan hancur. Koay Ji
memperhatikan letak dan posisi Batu Pusaka yang ternyata
diletakkan di atas sejenis batu yang kecil, dan di atas batu kecil
tersebut, terdapat sejenis daun tempat diletakkannya batu pusaka
berwarna kehijauan nan gemilang itu.
Perlahan-lahan Koay Ji mengangkat Batu Pusaka bersama
dengan batu kecil yang berfungsi sebagai tatakannya, dan
kemudian memindahkannya untuk sejenak, baru Koay Ji
3560
mengambil kertas yang berada di bawahnya. Koay Ji merasa
aman saja guna mengambil kertas itu dan tidak merasa takut
racun, karena daya hidup dari batu pusaka itu pasti meruntuhkan
dan menghalau semua anasir mematikan guna menjauh atau
kehilangan dayanya. Kertas itu hebatnya masih tetap baik,
demikian juga dengan tulisannya masih dengan mudah terbaca
oleh Koay Ji. Karena itu, tidak menunggu lama Koay Ji segera
membuka kertas itu dan kemudian membacanya secara
perlahan-lahan;
Selamat Datang di Cai Hong Tong (Gua Pelangi),
Jangan pernah memindahkan dan membawa pergi pusaka Ban
Nian Oen Giok (Batu kumala yang hangat puluhan ribu tahun) dari
ruangan ini, karena belum sempat engkau meninggalkan gua ini,
segala jalan keluar dan seisi gua ini sudah runtuh sendiri. Silahkan
mencari dan menemukan “jodohmu” sendiri jauh di dalam sana...
Hui Kak Siansu
Pendek saja isi kertas itu, hanya memperingatkan untuk tidak
memindahkan batu pusaka penyanggah gua dan juga siapa
penghuninya. Dan Koay Ji harus mengakui bahwa baru sekali ini
dia mengetahui keberadaan seorang tokoh bernama HUI KAK
3561
SIANSU dan tidak ada ide dan belum pernah dia mendengar
namanya. Entah kapan dia hidup dan bagaimana sejarah
kehidupannya. Nampaknya Hui Kak Siansu adalah sebuah nama
seorang yang bertapa dan mengasingkan hidup dan dirinya,
karena itu belum pernah terdengar namanya di rimba persilatan.
Sie Lan In kecewa karena tidak mendapatkan sesuatu apapun
selain pemberitahuan nama gua, pemilik awal gua, dan larangan
membawa Batu Pusaka bernama Ban Nian Oen Giok (Bau
Kumala Hangat Ribuan Tahun). Tetapi Koay Ji kelihatannya
sedang berpikir keras, dia gembira karena menemukan sebutir
Ban Nian Oen Giok yang sayangnya tidak boleh dibawah pergi.
Larangan pemilik gua rahasia yang menyucikan diri jelas harus
dia penuhi, karena itu dia mulai menata kembali untuk
mengembalikan ke tempatnya semula. Tetapi tiba-tiba keningnya
mengernyit karena teringat bahwa kotak kecil itu cukup tebal, ada
20 cm tebalnya, sementara Batu Pusaka dan surat, hanya
menempati setengahnya. “Apakah kotak itu masih ada rahasia
lainnya yang tersembunyi....”? pikirnya dalam hati dan seketika
terhentilah niatnya untuk menutup kembali kotak itu dan
menempatkannya di tempat semula. Dan setelah beberapa saat,
matanya menatap bagian bawah kotak itu, masih ada sela yang
cukup luas di bagian bawah kotak itu.
3562
Kembali Koay Ji meletakkan batu pusaka dan penyanggahnya,
dan kemudian dia memegang kembali kotak penyimpanan.
Mengetuknya perlahan dan benar saja, masih ada rahasia lain di
dalam kotak tersebut dan dia menemukannya meski masih belum
tahu bagaimana membukanya. Adalah Sie Lan In yang kemudian
bertindak, mengambil kotak itu dan kemudian mencoba
menggeser bagian bawahnya dan itu dia, ternyata mudah saja
karena langsung terbuka perlahan-lahan. Begitu digeser
menyamping, bagian dasar kotak yang terbuat dari besi bergeser
kesamping dan bahkan menembus hingga ke bagian luar kotak.
Dan Koay Ji serta Sie Lan In menemukan bagian bawah kotak itu
yang juga masih terdapat kertas lainnya, meski lebih muda usia
dari kertas itu namun terlihat lebih kumal dari surat terdahulu yang
sudah dibaca. Dapat dipahami, karena surat itu terhalang dengan
“besi” yang juga memisahkan bagian atas dan bagian bawah,
sehingga sari hidup pelindung kertas lebih sedikit menembus
kebagian bawah kotak tersebut.
Ada dua buah kertas di bagian bawah, kertas pertama masih lebih
baik, tetapi kertas kedua bukanlah sejenis kertas, tetapi mirip
dengan kulit sejenis pohon namun punya fungsi seperti kertas.
Koay Ji meliriknya sekilas, tetapi masih kurang memahami isinya
dan lebih melihat ke kertas pertama yang bahannya mirip dengan
3563
surat yang dia temukan di bagian atas kotak, persis di bawah batu
pusaka. Dan karena jarak berbeda dari batu pusaka, maka surat
yang dia pegang jauh lebih kumal dari surat yang berada di bagian
atas kotak. Koay Ji memilih membaca surat terlebih dahulu yang
ditulis orang lain ternyata:
Pek Lian Pay dibentuk oleh para pejuang dan patriot yang dikejarkejar
oleh pihak kerajaan dan yang amat terganggu dan terancam
oleh gerakan para pejuang. Tapi setelah tersudut dan dikejarkejar
sekian lama, banyak pejuang yang mulai berulah dan
menyasar harta karun simpanan perjuangan. Karenanya, harta
karun tersebut amat terpaksa akhirnya disimpan di dalam gua
peninggalan tokoh Hui Kak Siansu ini. Demikian banyak pejuang
yang tadinya patriot berubah menjadi “garong” hanya karena
harta pusaka yang memang sangat besar dan banyak itu.
Beruntung kami dihadiahi gua Hui Kak Siansu ini, lengkap dengan
peta gua dan isinya yang punya demikian banyak rahasia.
Siapapun yang menemukan gua dan rahasianya ini, diharap
menggunakan isinya untuk kesejahteraan rakyat dan jika masih
memungkinkan, untuk menumbangkan kaisar yang lalim. Jika Pek
Lian Pay masih berjalan di jalan perjuangannya, berikan harta
pusaka dalam gua ini ke pihak Pek Lian Pay, jika memang tidak
lagi, terserah penemunya. Jika bisa kuberikan pesan dan dapat
3564
diikuti, maka setidaknya, gunakan harta yang direbut dan
dirampas dari penguasa lalim ini untuk kepentingan banyak orang
yang kesusahan.....
Di bawah surat ini terdapat peta jalan rahasia dari gua ini menuju
ke dunia luar, bahkan bisa menembus markas Pek Lian Pay.
Dalam satu ruangan rahasia dalam gua ini juga, tersimpan
peninggalan Bu Beng Hwesio (Hwesio Tanpa Nama), pengusul
pembentukan Pek Lian Pay. Ruang itu sudah kutandai, dan cara
membukanya cukup sederhana dengan mendorong pintu masuk
gua itu sambil menginjak sebuah batu tepat di-bawah pintu
masuk. Bu Beng Hwesio itu adalah tokoh yang juga menjadi Suhu
dari banyak tokoh utama Pek Liong Pay kami, kecuali pinto.
Peninggalannya adalah sebuah Kitab Pusaka, yakni HANG
LIONG PIT KIP (Buku Pusaka Penakluk Naga), kupasan orang
tua itu atas Ilmu-Ilmu Pusaka Siauw Lim Sie. Sayangnya,
dibutuhkan pengetahuan dan pemahaman atas ilmu-ilmu pusaka
dari Siauw Lim Sie terlebih dahulu baru dapat memahami
peninggalannya itu. Lebih sayang lagi, tokoh itu tidak berminat
dengan perjuangan, tetapi banyak menyelamatkan para pejuang
dan menghadiahkan Pek In San tempatnya sebagai markas Pek
Lian Pay.
3565
Bersama pit kip itu, sesuai amanat Bu Beng Hwesio, kami simpan
juga peninggalannya berupa Liong Kiang Su Po (Empat Mestika
Raja Naga), benda pusaka yang banyak khasiatnya. Pusaka yang
tadinya merupakan rampasan dari pejabat kerajaan di Ibukota,
dan dikenali serta disimpan oleh Hwesio itu. Dan di sana juga
kami pindahkan beberapa butir lain dari Ban Nian Oen Giok untuk
tetap menjaga daya hidup dalam gua tersebut. Selain itu,
belakangan gua rahasia itu menjadi kuburan bagi jasad Bu Beng
Hwesio yang budiman. Maka, hargailah jasadnya, tokoh budiman
yang amat penyayang dan saleh itu, jika tidak, bencana besar
bakalan datang menemui kalian yang mengganggunya jasadnya.
Pek Sin Hwesio
Begitu selesai membacanya, Koay Ji dan Sie Lan In terkejut dan
keduanya saling pandang. Nampaknya sama-sama kaget dan
seperti mengetahui lewat cerita dari masa lalu mengenai Bu Beng
Hwesio? Apakah tokoh itu sama dengan Suhu dari Bun In Sinliong
dan Lam Hay Sinni? Sebab jika jawabannya adalah YA, maka
tokoh itu masih memiliki hubungan yang sangat dekat dengan
mereka berdua. Artinya, Bu Beng Hwesio adalah kakek guru
mereka berdua. Dan inilah yang menjadi inti kekagetan mereka
berdua. Kekagetan itu segera membuat Sie Lan In bereaksi dan
sudah bergumam:
3566
“Sungguh amat mirip dengan nama Kakek Guru.... apakah
memang benar dia orang tua...”? desisnya tetapi jelas dia sendiri
tidaklah dapat memastikan jawaban atas pertanyaan itu.
Benarkah Bu Beng Hwesio yang dimakamkan dalam sebuah gua
di jalan rahasia Lembah itu ternyata ada hubungan dengan
mereka berdua, hubungan yang terhitung sangat dekat.
“Benar suci, sangat mirip. Tetapi sayang kita berdua sulit
memastikannya, tetapi bisa suatu saat kita tanyakan secara
langsung kepada Subo, dan dia orang tua pasti akan bisa
memberi kita kepastiannya....”
Merekapun kini paham, bahwa HUI KAK SIANSU adalah pemilik
gua dan yang amat mungkin “menemukan” atau “membentuk”
sebagian jalan rahasia di bawah tanah ini. Dan gua milik
“mendiang” Hui Kak Siansu ini kelihatannya ditemukan oleh BU
BENG HWESIO, dan kelak kemudian dihadiahkan kepada Pek
Sin Hwesio penulis surat itu, yang juga tokoh Pek Lian Pay. Koay
Ji sudah paham. Paham bahwa kemungkinan besar, kakek atau
hwesio yang bertemu dengannya dalam gua tahanan, adalah
murid atau kawan dari Pek Sin Hwesio dan seangkatan diatas dari
Pek Bin Hwesio. Tapi, itu hanya dugaan Koay Ji belaka, karena
dia belum begitu memahami seputar Pek Lian Pay, dan hanya
mengetahui serba sedikit dan terbatas mengenai sebuah
3567
organisasi yang tadinya adalah perkumpulan para patriot. Tetapi
pada akhirnya, amat disayangkan diselewengkan oleh Pek Bin
Hwesio yang sudah tewas dalam pertempuran di lembah bawah
Pek In San ini.
Koay Ji kemudian membuka peta yang juga sudah cukup kumal
tetapi masih dapat dia baca dan dapat dia pahami. Bukan hanya
itu, dengan kemampuan Koay Ji dalam membaca dan mengingat
dengan sekali baca, malah sekali ini dia membaca berkali-kali,
maka peta itu boleh dibilang sudah berpindah ke kepalanya.
Bahkan, dalam kepalanya detail peta dan petunjuknya sudah dia
endapkan dan dapatlah sewaktu-waktu dia panggil dan ingat
untuk digunakan. Karena sudah sedemikian tuanya, maka Koay
Ji tidak dapat lagi menahan kerusakan peta itu, beberapa titik
penting sudah perlahan hancur. Bahkan ketika Koay Ji
menempatkannya kembali dalam kotak, beberapa bagian lainnya
juga turut hancur berubah menjadi bubuk dan debu, sehingga
peta itu sejatinya tidak lagi lengkap. Peta selengkapnya justru
sudah berpindah ke kepala Koay Ji yang mengingatnya secara
detail.
“Suci, mari kita kembalikan gua ini ke keadaan aslinya, termasuk
mengembalikan Batu Pusaka pada tempatnya. Mana tahu suatu
saat kelak kita dapat menggunakan tempat yang tersembunyi dan
3568
amat rahasia ini....?” Koay Ji berkata kepada Sie Lan In dan
perlahan mulai mengembalikan kotak itu kedalam lantai bawah
dan kemudian menutup kembali lantai itu sehingga kembali ke
keadaan semula. Setelah beres dengan benah-benah lantai gua
itu, merekapun kini bersiap melakukan apa yang menjadi tujuan
utama mereka berdua. Untuk memastikannya, maka Sie Lan In
sudah bertanya kepada Koay Ji,
“Sekarang bagaimana sute....”? tanya Sie Lan In setelah semua
selesai dan mereka kemudian bersiap untuk melanjutkan
pekerjaan mereka.
“Selain masuk melalui air terjun tadi, ada dua jalan masuk lain,
tetapi tidak menuju langsung dan masuk ke ruangan ini,
melainkan bertemu ke bagian tengah jalan keluar. Maka, adalah
tugas kita berdua untuk segera menutup dan menghancurkan
kedua jalan keluar itu untuk menutup kemungkinan suatu saat
kelak ada orang yang masuk ke Cai Hong Tong ini..... mari, ikut
aku suci, kedua jalan rahasia dan jalan masuk itu sudah kuketahui
posisi dan letaknya....”
Koay Ji menuntun Sie Lan In berdasarkan peta yang sudah
berpindak ke kepalanya dan menggunakan penerangan Ya Beng
Cu (Mutiara Yang Bersinar di waktu gelap) yang selalu dibekal
3569
oleh Sie Lan In. Mutiara yang selalu dibawah oleh Sie Lan In
adalah sejenis Ya Beng Cu khas dari daerah Lam Hay, berwarna
kebiruan namun rada terang di waktu malam atau ketika cahaya
sangat minimal. Dan beberapa menit mereka berjalan dengan
menanjak cukup tajam ke atas, Koay Ji sudah menemukan
sebuah belokan dan bahkan tidak berapa lama kemudian, malah
menemukan jejak beberapa orang di lantai gua.
“Hmmmm, mereka kelihatannya berenam jika dilihat dari jejak
kaki ini. Siapakah mereka berenam gerangan?” desis Koay Ji
“Hmm, engkau benar sute, kelihatan jelas jika ada enam pasang
jejak kaki saat kita teliti dan mereka sudah cukup lama berlalu
melalui tempat ini.....”
“Jika dugaanku tidak keliru, mereka adalah Mo Hwee Hud dan
muridnya Tam Peng Khek, kemudian Bu Tek Seng Ong, Lui Beng
Wan dan Liok Kong Jie, terakhir entah tapak kaki milik siapa.....”
desis Koay Ji menduga-duga, tetapi tetap saja dia tidak mampu
menebak jejak langkah keenam, entah milik siapa gerangan jejak
langkah kaki yang terakhir itu.
3570
“Ayo sute, lebih baik kita mencoba mengejar mereka melalui jejak
langkah mereka ini, siapa tahu mereka akan beristirahat
nantinya.....”
“Benar suci, ayo......” Koay Ji mengiyakan meski tidak begitu
yakin, sebab jika dia dalam posisi lawan, dia pasti akan bergegas
pergi atau mencari persembunyian yang aman dari temuan lawan.
Tetapi, sampai jejak kaki itu pada akhirnya membawa Koay Ji dan
Sie Lan In setelah berjalan lebih satu jam dan keluar di sebuah
hutan, masih di pinggang gunung Pek In San, mereka tetap tidak
menemukan keenam orang yang dimaksud. Hanya, jelas bahwa
enam jejak langkah kaki manusia itu menjauh dari pintu keluar
gua, dan pada jarak 100 meter kemudian, jejak langkah kaki
merekapun menghilang. Ketika Koay Ji mencoba mengerahkan
kekuatannya untuk menjejaki kemana perginya keenam orang itu,
dia tidak mendapatkan tanda-tanda yang menguatkan arah mana
pilihan keenam orang tersebut. Bahkan tanda dari Lui Beng Wan
sekalipun tidak lagi dia lihat, dan hal itu cukup masuk di akal Koay
Ji karena memang Lui Beng Wan meski tidak bagian dari Bu Tek
Seng Ong, tetapi berkeras menyelamatkan suhunya. Jelas saja
dia tidak akan membocorkan kemana mereka pergi setelah keluar
dari gua bawah tanah, lolos dari tebing maut dibawah sana.
3571
Setelah berpikir beberapa saat, Koay Ji pada akhirnya berkata
dengan suara penuh penyesalan kepada Sie Lan In;
“Suci, tidak dapat kutemukan lagi jejak mereka berenam. Mereka
cukup cerdik, dan pasti bersembunyi entah dimana. Karena
kekuatan batinku guna menjejaki arah mereka pergi tetap tidak
mampu menentukan dan menemukan dimana mereka berada
dan bersembunyi. Jika bukan karena sudah terlampau jauh
mereka pergi, maka mereka pasti sudah memutuskan untuk
mencari tempat persembunyian yang tepat dan sulit kita
temukan....... maka sebaiknya, kita tuntaskan pekerjaan kita. Mari,
kita kembali ke dalam gua menutup jalan keluar ini, dan juga jalan
keluar yang lainnya lagi....” ajak Koay Ji pada akhirnya.
Tidak panjang waktu yang mereka gunakan untuk menutup jalan
keluar dan masuk dari gua bawah tanah yang dilalui Mo Hwee
Hud dan kawan-kawannya. Koay Ji dengan sengaja meruntuhkan
jalan keluar tersebut dan sulit untuk diakses dari luar lagi,
begitupun dengan jalan masuk dari lembah di bawah tebing.
Mereka sengaja menutup aksesnya dengan batu-batu yang cukup
besar, dan meruntuhkan pintu masuknya. Pada akhirnya, pintu
masuk satu-satunya adalah melalui air terjun dari mana mereka
masuk tadi. Kurang lebih dua jam mereka melakukannya, sampai
pada akhirnya Koay Ji berkata kepada Sie Lan In:
3572
“Semua jalan keluar sudah kita tutup, sebaiknya kita memeriksa
gua rahasia yang merupakan peninggalan Bu Beng Hwesio, dan
jika benar bahwa tokoh itu adalah juga kakek guru kita, tidak ada
salahnya kita menemuinya dan memberikan juga penghormatan
terakhir kita. Kelak kita bisa memberitahukan kepada Subo,
bahwa kita sudah bertemu kakek guru.. selain itu, harta karun
yang disebutkan dalam surat, juga harus kita amankan, jangan
sampai ditemukan orang luar....”
“Tetapi, tahukah engkau dimana letaknya sute....”? tanya Sie Lan
In tawar, karena sama dengan Koay Ji, sesungguhnya diapun
meski sebagai seorang gadis muda, memang gemar dan suka
bersolek diri, tetapi tidaklah terlampau tergila-gila dengan segala
macam kemewahan.
“Mari, ikuti aku suci......”
Dengan pengetahuan yang tertanam, di kepalanya, Koay Ji
menelusuri lagi jalan rahasia hingga ke belokan yang mengarah
ke Lembah di bawah tebing, jalan dari mana Mo Hwee Hud dan
kawan-kawannya datang. Jalan masuk yang juga sudah ditutup
oleh Koay Ji dan Sie Lan In tadinya. Dan begitu tiba di
persimpangannya, Koay Ji menepuk-nepuk dindingnya,
mendorongnya sambil kakinya menginjak batu menonjol yang ada
3573
persis dibawah pintu gua itu. Dan benar saja, tidak berapa lama
kemudian, pintu gua itu bergeser perlahan-lahan, membuka ke
samping kiri dan kanan, hingga mampu dimasuki mereka berdua.
Setelah saling pandang dan juga saling mengangguk, keduanya
kemudian perlahan-lahan memasuki pintu yang sudah terbuka itu.
Tetapi, pintu itu ternyata adalah pintu masuk ke lorong yang lain
dan mereka harus berjalan sejauh 20 meter, baru kemudian
berbelok arah kembali dan sekali lagi belok kekiri lagi.
“Hmmm, Suci, arahnya seperti sedang balik kembali ke posisi air
terjun tadi.. apakah goa rahasia itu berada dalam posisi yang
dekat dengan pintu masuk air terjun tadi? namun kelihatannya
berada pada tebing sebelah, dan jika tidak keliru kita bakalan bisa
menyaksikan pintu masuk....” bisik Koay Ji kepada Sie Lan In
menganalisis keadaan dan posisi gua dimana mereka berada.
“Benar sute, jangan-jangan kita sedang menuju tebing sebelah kiri
air terjun tadi, dan bisa jadi gua ini berakhir disana.....” desis Sie
Lan In, karena memang mereka tidak merasa sesak nafas tanda
bahwa mereka tidak berada jauh dari keluar masuk udara ke gua
atau jalan rahasia yang mereka telusuri. Dan Sie Lan In juga sama
curiga dengan letak dan posisi mereka yang seperti sedang
kembali ke arah dan jurusan pintu masuk lewat air terjun.
3574
Dan benar saja, ketika mereka akhirnya sekali lagi berbelok ke
kiri, mereka sayup sayup mendengar derasnya air yang mengalir
jatuh ke bawah meski tidak sekeras yang mereka dengarkan di
pintu masuk dibalik air terjun tadi. Dan kini, mereka sekali lagi
menemukan sebuah pintu yang lain, tetapi Koay Ji sudah paham,
berdasarkan pengalaman tadi, setelah melihat adanya batu
menonjol di bawah pintu, dia sadar bahwa system nya sama
belaka. Dan benar demikian, ketika dia membuka pintu itu dalam
cara yang sama dengan sebelumnya, pintu itupun membuka
perlahan dan dalam sekejap, mata mereka seperti terserang
“sengatan” cahaya yang luar biasa tajam namun sangat menarik
hati. Bukan apa-apa, karena ternyata ruangan tersebut adalah
ruangan khusus tempat penyimpanan seluruh harta karun dan
pusaka yang disebutkan dalam surat yang ditulis oleh Pek Sin
Hwesio tadi. Ruang penyimpanan pusaka dan harta karun Pek
Lian Pay dan juga makam Bu Beng Hwesio.
Berdua Koay Ji maupun Sie Lan In saling pandang seolah-olah
tak percaya dengan pandang mata mereka. Tumpukan harta
kekayaan, emas, permata, uang emas jadi semacam onggokan di
depan mata mereka berdua, jumlahnya sungguh banyak dan
tertimbun di hadapan mereka memenuhi ruangan yang amat luas
dan besar. Sulit menentukan luasnya, tetapi boleh dikata sangat
3575
luas dan masih jauh lebih lebar dan luas ketimbang ruangan
pertama yang mereka masuki di balik air terjun tadi. Bukan hanya
itu, ruangan luas dan besar itu dipenuhi beragam macam
perhiasan yang mewah dan jelas mahal-mahal, berkilau terbuat
dari emas dan berhamburan disana-sini. Tapi, yang hebat adalah,
semua itu tidak membuat keduanya tergiur, mata Koay Ji malah
nampak seperti mencari-cari sesuatu sampai akhirnya
menemukan apa yang dia cari. Dia menemukan utamanya yang
dia cari.
Di sudut ruangan, dia melihat sesosok tubuh yang menurut Pek
Sin Hwesio sebagai Bu Beng Hwesio, terlihat duduk dalam posisi
samadhi dengan jubah beribadatnya yang entah mengapa tetap
terpelihara meski penuh debu. Ada sebuah benda kelabu dan
mendekati hitam yang terletak di pangkuannya, entah apa itu,
Koay Ji masih belum memperhatikannya dengan jelas. Tetapi,
wajah dan tubuh Hwesio tua itu entah mengapa tetap utuh dan
terlihat seperti masih hidup, meski dia tahu sudah mati. Koay Ji
segera menarik lengan Sie Lan In dan kemudian datang
mendekati Hwesio itu yang tetap dalam posisi samadhi, dan
kemudian sesuai tata krama, bagai Hwesio itu masih hidup saja,
keduanya segera bersimpuh dihadapan Bu beng Hwesio, dan
memberi hormat sambil berlutut:
3576
“Memberi hormat kepada yang mulia Bu Beng Hwesio, maafkan
kami berdua, anak murid yang jauh lebih muda datang
menghadap......” sambil berkata demikian, Koay Ji dan Sie Lan In
kemudian memberi hormat dan salam.
Untung saja Koay Ji dan Sie Lan In datang menghadap jasad itu
terlebih dahulu, dan untungnya lagi, mereka berdua memberi
hormat terlebih dahulu. Artinya, mereka tidaklah
mempertontonkan kegemaran dan nafsu berlebih atas harta dan
benda yang jumlahnya sungguh tak terbatas disitu. Karena
dengan cara demikian, mereka berdua, meski belum tentu tewas
dan binasa, tetapi dapat menghindari kerepotan akibat jebakan
dalam ruangan itu. Adalah Sie Lan In yang ikut bersimpuh dan
berlutut memberi hormat yang entah mengapa menemukan
adanya “tulisan” di bagian bawah jubah Bu Beng Hwesio yang
melipat di bagian kaki tokoh tua itu. Jika mereka memberi hormat
sambil berdiri, maka Sie Lan In tidak akan menemukan tulisan itu.
Tapi karena berlutut, Sie Lan In dapat menemukan tulisan
tersebut yang belakangan ternyata rahasia ruangan itu.
“Sute, ada tulisan di bagian bawah jubah kaki Bu Beng Hwesio,
cobalah engkau teliti lebih jauh lagi dan bacakan......” berkata Sie
Lan In, karena menghormati Pendeta atau Bhiksu yang
kemungkinan adalah Kakek Guru mereka itu, maka dia tidak ingin
3577
melakukannya sendiri, tetapi sudah meminta Koay Ji yang
memeriksa dan membaca buat mereka berdua tentu saja.
“Yang mana suci.....”?
“Tulisan itu.....” tunjuk Sie Lan In sambil menunjuk ke arah lipatan
ke bawah yang sudah pasti tidak nampak jika mereka berdiri.
Karena jasad itu dalam sikap sedang bersamadhi di atas batu
yang kurang lebih 15 sentimeter dari atas tanah, jadi agak sedikit
terangkat dan naik keatas dibanding dasar atau lantai gua itu.
Mengikuti petunjuk Sie Lan In, Koay Ji kemudian berlutut lagi dan
memeriksa jubah tersebut dari jarak lebih dekat dan
membacanya, singkat saja:
“Di lantai tempat berlutut tadi.....”
Singkat saja, meski Koay Ji tidak langsung paham apa yang
dimaksudkan oleh Hwesio yang sudah meninggal dunia itu.
Tetapi, dia mengikuti apa yang dimaksud dan ditunjukkan Hwesio
tersebut, diapun kembali ke tempat dia berlutut tadi dan
membersihkannya dari debu yang lumayan tebal. Tetapi, di
tempatnya berlutut tadi dia tidak menemukan apa-apa, tetapi
ketika agak ke tengah antara dia dan Sie Lan In, dia akhirnya
3578
menemukan tulisan disana. Bunyinya cukup mengagetkan Koay
Ji dan juga Sie Lan In;
Syukur kalian berdua menghormat terlebih dahulu, karena seluruh
benda dalam ruangan ini beracun. Tekan huruf terbesar dari
tulisan ini, maka kalian selamat dan berjodoh......
BU BENG HWESIO
Koay Ji kemudian memeriksa dan menemukan bahwa huruf
terbesar dari tulisan itu ada di rangkaian huruf nama Bu Beng
Hwesio. Tanpa pikir panjang Koay Ji menekan huruf tersebut, dan
perlahan-lahan lantai gua itupun membuka, panjang dan lebar
hanya sebesar 30 x 30 cm, lebih lebar dan panjang dibanding
dengan peninggalan Hui Kak Siansu di bagian depan. Tetapi,
sekali ini jelas adalah peninggalan Bu Beng Hwesio yang
jasadnya berada di hadapan mereka.
Dalam lubang yang membuka itu, Koay Ji menemukan kembali
sebuah tulisan yang mirip gaya tulisannya seperti yang berada di
lantai gua namun sekali ini tertera dalam bagian atas kotak yang
berada di dalam lubang tersebut. Kotak itu sendiri berukuran
paling banyak 25 cm, sehingga tidak memenuhi lubang yang
sepertinya memang diperuntukkan bagi kotak tersebut. Karena
3579
melihat adanya tulisan di atas kotak itu, maka Koay Ji
memutuskan membacanya terlebih dahulu:
Kotak ini isinya adalah Kitab Pusaka Hang Liong Pit Kip (Buku
Pusaka menaklukan naga), syarat melatih minimal menguasai
dua buah Ilmu Pusaka Siauw Lim Sie. Jika tidak, jangan
melatihnya, akibatnya bencana. Di pangkuanku ada Pusaka Tou
Liong Ka (Jubah Wasiat Anti Senjata dan Racun) diperuntukkan
bagi yang berjodoh. Dalam kotak ada pusaka Liong Kiang Su Po
(Empat Mestika Raja Naga) serta Pena Keng Hun Pit (Pena
Pengguncang Jiwa). Mestika Raja berwarna hijau keluarkan untuk
menawarkan semua racun dalam ruangan, dan ingat, jangan
bawa Ban Nian Oen Giok (Batu kumala hangat puluhan ribu
tahun) keluar dari ruangan ini. Pena Keng Hun buat seorang
pemuda, karena hawanya memang hawa seorang lelaki....
Bukan main senangnya Koay Ji waktu membawa tulisan di atas
kotak tersebut. Dia sudah menyerahkan kaos pusakanya kepada
Sie Lan In, tidak disangka kini dia malah berolah pusaka sejenis,
Pusaka Tou Liong Ka sejenis jubah yang dia biasa gunakan
sebagai Thian Liong Koay Hiap. Tetapi, Jubah yang dia temukan
ini, punya keistimewaan khas dan khusus, karena punya
kemampuan yang sama dengan kaos yang sudah
dihadiahkannya kepada Sie lan in. Melirik ke pangkuan Bu Beng
3580
Hwesio dia melihat warna jubah itu sepertinya warna abu-abu dan
mendekat ke warna hitam dan itu sangat menyenangkannya.
Tetapi, seperti pesan Bu Beng Hwesio, mereka harus membuka
kota itu terlebih dahulu baru dapat menyentuh benda-benda lain
dalam ruangan agar tidak sampai keracunan.
Tidak lama kemudian Koay Ji dan Sie Lan In sudah membuka
kotak itu, dan disana benar ditemukan Kitab Pusaka Hang Liong
Pit Kip (Buku Pusaka menaklukan naga), juga ditemukan pusaka
hebat lainnya, yakni Liong Kiang Su Po (Empat Mustika Raja
Naga). Keempat mutiara tersebut berbentuk lebih besar dari
kelereng, nyaris dua kali lipat namun tidaklah bulat melainkan
agak lonjong bentuknya. Ada empat butir mutiara yang berwarna
berbeda-beda, dan sesuai penjelasan lain dari Bu Beng Hwesio,
maka khasiatnya: Warna Merah menghindarkan dari api ataupun
panas yang amat sangat - untuk Warna Putih berkhasiat menjadi
tahan air dan juga es yang teramat dingin - Warna Hijau jika
dimasukkan di mulut dapat menawarkan semua racun alias tahan
racun apapun selama setengah harian, dan Warna Biru dapat
menawarkan semua pegaruh sesat, termasuk pengaruh ilmu sihir.
Sebelum melanjutkan semua penyelidikan mereka dengan riang
gembira akibat apa yang mereka temukan, bergantian Koay Ji
dan Sie Lan In mengulum mutiara yang berwarna HIJAU selama
3581
beberapa detik. Baru setelah itu Koay Ji mengangkat kotak dari
lubangnya dan di bagian bawah dia menemukan Pena Keng Hun
Pit atau Pena Pengguncang Jiwa. Menurut penjelasan lain di
bawah kotak dan juga informasi dari buku pusaka sepengetahuan
Koay Ji, Pena ini benar-benar berkhasiat luar biasa dan sangat
diinginkan banyak orang. Pena tersebut hanya sepanjang 25 cm
belaka, ujungnya meruncing, batangnya seperti terbuat dari besi
baja, sangat kuat dan kokoh. Padahal, batangnya tidaklah besar,
hanya sebesar jari kelingking Koay Ji belaka, tetapi sangat
nyaman dalam pegangannya. Terutama, Koay Ji merasa amat
gembira karena memiliki benda yang amat nyaman dalam
pegangan namun punya khasiat yang sangat hebat.
Dan sepengetahuan Koay Ji, PENA Pengguncang Jiwa itu, bakal
membuat ilmu-ilmu totokan menjadi berlipat kali lebih hebat,
bahkan mampu menembus apa saja, dan termasuk mampu
menembus ilmu khikang sehebat apapun. Selain itu, juga dapat
mengguncang hawa dan juga semangat lawan jika digerakkan
dengan ilmu batin ataupun ilmu sihir, karena perbawanya
memang luar biasa. Koay Ji mengangkat Pena Wasiat tersebut
dan belakangan menjadi semakin gembira. Apa pasal? karena
dalam Kitab Pusaka Hang Liong Pit Kip, ternyata ada Ilmu Khusus
yang digubah dari Kim Kong Cie dan Tam Ci Sin Thing untuk
3582
menggunakan Pena Wasiat itu. Dan nama Ilmu itu disesuaikan
dengan nama pena tersebut, yakni Ilmu Silat Pen Penggung
Langit. Maka lengkaplah sudah kegembiraannya. Apalagi karena
Sie Lan In juga terlihat sangat gembira dengan memiliki empat
mutiara yang keempatnya adalah incaran insan persilatan dan
sudah lama raib dari Tionggoan.
(Kelak, Koay Ji = Thian Liong Koay Hiap, akan dikenal dunia
persilatan dengan ciri khasnya yang menonjol, yakni balutan
jubah pusaka atau Jubah Kelabu atau TOU LIANG KA yang tahan
racun dan panas, dan juga punya kemampuan mengurangi
kekuatan iweekang yang mengarah kepadanya. Dan ciri kedua
adalah PENA KENG HUN PIT yang memiliki keampuhan luar
biasa, yang seperti menyempurnakan Koay Ji dengan Ci Liong
Ciu Hoat dan Kim Kong Cie serta Tam Ci Sin Thong nya. Ciri ini
kelak yang menjadi pengenal Thian Liong Koay Hiap)
Setelah itu, barulah Koay Ji dengan memberi hormat dan terima
kasih sekali lagi kepada Bu Beng Hwesio, kemudian mengambil
Jubah Tou Liong Ka, sejenis jubah wasiat anti senjata tajam dan
anti racun. Bahkan, masih di hadapan jasad itu, dia kemudian
mengenakan Jubah Pusaka itu dan kemudian kembali memberi
hormat kepada Bu beng Hwesio. Tetapi, begitu dia berdiri, bukan
main terkejutnya Koay Ji ketika dia merasakan perubahan
3583
mendadak dalam tubuhnya. Jubah pusaka itu seperti melilit
tubuhnya dan kekuatan lilitannya sangat luar biasa hebatnya dan
membuatnya tiba-tiba terduduk dan harus mengerahkan
iweekangnya melakukan perlawanan. Tetapi, tengah dia berkutat
dengan belitan JUBAH itu, tiba-tiba “telinga dan mata batinnya”
seperti sedang mendengar bisikan lirih yang masuk hingga ke
sanubarinya. Demikian bunyinya:
“biarkan kekuatan itu terus membelitmu dan terus membaur
dengan dirimu, dengan demikian dia akan menjadi milikmu dan
akan menjadi bagian dari dirimu.......”
Koay Ji yakin tidak ada orang dalam ruangan itu, tetapi bisikan itu
mengalahkan jeritan Sie Lan In yang menjadi panik melihat
keadaan Koay Ji. Tetapi setelah pada akhirnya melihat Koay Ji
yang tadinya menjerit kesakitan tetapi kini berdiam diri dan
berkosentrasi dan bahkan kemudian terlihat mulai tenang,
akhirnya diapun diam saja sambil bersiaga dan memperhatikan
keselamatan dan keadaan Koay Ji. Ada sampai 10 menit Koay Ji
tersiksa akibat kuatnya belitan atas tubuhnya oleh JUBAH itu, dan
terasa ada kekuatan besar yang mengalir dari jubah itu dan
membuat tubuhnya tersiksa. Tetapi setelah sepuluh menit berlalu,
dia mulai merasa lebih ringan, dan bahkan belitan itu kini
mendatangkan rasa segar yang luar biasa. Dalam proses itu,
3584
kembali mata batin dan telinga batinnya serasa mendengar
bisikan lirih yang ditujukan kepadanya, secara khusus:
“Kionghi, jubah itu benar memang berjodoh denganmu,
kekuatanmu meningkat karena kekuatannya sudah menyatu
dengan dirimu, maka selama engkau hidup, tidak bakal ada orang
lain yang memiliki kemampuan untuk sekedar mengenakannya...
selamat tinggal”
Benar saja, setelah beberapa lama berlalu, Koay Ji merasa
semakin lama semakin nyaman, tubuhnya terasa lebih ringan dan
merasa lebih segar. Dan pada akhirnya diapun menyudahi
samadhinya dan kemudian akhirnya bangkit berdiri. Tetapi, ketika
dia melihat tubuh Bu Beng Hwesio untuk kembali memberi hormat
dan berterima kasih, kagetlah dia karena jasad itu kini sudah
berubah menjadi debu dan sudah teronggok begitu saja di
tempatnya bersamadhi tadi. Merasa jasad itu sungguh berbudi
kepada mereka berdua, bahkan besar kemungkinan adalah kakek
gurunya, maka Koay Ji kemudian mengumpulkan debu itu.
Bahkan diapun memutuskan untuk menggunakan kotak yang dia
ambil dari lantai gua tadi, dan secara perlahan juga dengan
sangat hormat dia menaruh dalam lubang di lantai dan
membuatkan sebuah papan peringatan disana:
3585
Disini beristirahat BU BENG HWESIO
Setelah semua selesai, akhirnya dengan riang gembira kedua
anak muda itu keluar dari gua tersebut, dengan Sie Lan In
menyempatkan diri mengambil beberapa buah benda berharga
yang dilihatnya indah dan gemilang. Benda-benda itu sendiri
adalah perhiasan yang amat mahal, tetapi Sie Lan In tidak begitu
paham dengan nilai dan harga dari perhiasan itu. Diantara
perhiasan itu, dia tertarik dengan tiga batang pisau berwarna
emas, putih dan merah dan wadahnyapun sama warnanya emas,
putih dan merah, tetapi ketiga warna itu berkilauan dengan amat
menariknya. Dan, Sie Lan In meraihnya karena tertarik dan bukan
karena ingin mengangkangi harta yang amat banyak itu. Dan
yang dia tahu dan ingat adalah benda-benda itu semua pada
berkilau dengan sangat indahnya dan begitu memikat matanya.
Hanya itu, selain benda pusaka yang mereka bawa keluar dari
gudang pusaka yang merupakan penimbunan harta yang tak
ternilai harganya. Dan merekapun akhirnya keluar dari sana
dengan Koay Ji tidak lupa menutup pintu ruang penyimpanan
pusaka seperti keadaan semula, atau seperti pada saat mereka
masuk.
Yang tidak diduga oleh Sie Lan In, yang dia raih dan
menyangkanya sebuah pisau hiasan, tapi ternyata adalah empat
3586
batang pedang mini, yang amat mirip dengan pisau saking kecil
dan pendeknya. Dan pedang-pedang mini itu sebetulnya adalah
pusaka yang terpendam bernama SU HONG KIAM atau Empat
Pedang Bidadari. Kim Hong Kiam (Pedang Bidadari Emas), Gin
Hong Kiam (Pedang Bidadari Perak), Pek Hong Kiam (Pedang
bidadari Putih) dan Ang Hong Kiam (Pedang Bidadari Merah).
Masing-masing pedang yang terlihat mirip hiasan, tetapi pada
dasarnya terbuat dari baja yang amat misterius dan
memancarkan cahaya tipis berwarna sesuai namanya. (Kelak, di
kemudian hari pedang ini akan dijelaskan oleh Subonya lengkap
dengan kehebatan dan kemujijatannya. Pada waktu mengambil
Keempat Pedang Mini yang berwarna sangat menarik, Sie Lan In
dan juga Koay Ji hanya memandang Su Hong Kiam sebagai
hiasan belaka. Mereka sama sekali tidak tahu bahwa itu adalah
pedang pusaka yang sangat dicari). Maklum, sinar dan warna
kemasannya, warna putihnya dan warna merahnya sungguh
gemilang dan memikat mata, bahkan masih lebih indah dari kilau
emas yang biasa. Ataupun kilau putih dan merah yang biasa
mereka lihat.
Menjelang sore hari, Koay Ji dan Sie Lan In pada akhirnya bisa
berkumpul kembali dengan kawan-kawan mereka yang lain. Dan
sebelum malam menjelang datang, semua mereka memutuskan
3587
untuk memanjat kembali naik ke Markas Bu Tek Seng Ong yang
sudah mereka taklukkan. Markas Bu tek Seng Ong yang tadinya
Markas Pek Lian Pay, kini sebagian besar jika bukan semuanya,
sudah pada terbakar dan menjadi puing. Masih ada sekitar 5
sampai 6 gedung yang cukup besar yang masih berdiri disana,
tetapi untuk selanjutnya daerah itu menjadi tidak bertuan. Tetapi,
atas bantuan dan juga keperkasaan Koay Ji dalam melawan Bu
Tek Seng Pay, daerah itu pada akhirnya dihadiahkan kepadanya.
Adalah perserikatan perguruan dan para tokoh Tionggoan yang
memutuskannya dalam pertemuan sebelum semua pendekar dan
perguruan yang berserikat membubarkan diri dari sana. Maka,
sepi kembali melanda dan melingkupi Markas Pek Lian Pay atau
juga Markas Bu Tek Seng Ong setelah sekian lama menjadi pusat
kekisruhan.
Dari sana, nama-nama yang kemudian berkibar dan amat
disegani adalah Koay Ji, Sie Lan In, Khong Yan, Tio Lian Cu, Bun
Kwa Siang, Hek Man Ciok, Kim Jie Sinkay, dan Kang Siauw Hong,
juga termasuk Liu Beng Wan. Perguruan Thian Cong Pay juga
selanjutnya semakin harum karena Koay Ji berasal dari sana,
juga bahkan asal dari Bengcu Tionggoan sebelum menjadi
anggota Kaypang. Nama perguruan itu selanjutnya melambung
3588
semakin tinggi dan semakin harum dan dikenal serta juga di
segani di angkasa rimba persilatan Tionggoan.
==================
Sebulan sudah berlalu, Thian Cong San menjadi semakin ramai.
Ini karena efek dari semakin terkenalnya perguruan itu, dan
akibatnya adalah demikian banyaknya calon murid yang
mendaftar untuk bergabung dengan perguruan tersebut. Nama
Koay Ji dan saudara seperguruannya menjadi jaminan kwalitas,
apalagi juga disana masih ada Sie Lan In, juga masih berada
disana, Khong Yan. Nama terakhir memang juga adalah keluarga
dalam Thian Cong Pay berhubung dia adalah cucu luar Pangcu,
Cu Ying Lun. Lembah Cemara sudah pulang ke markas mereka,
tetapi Siauw Hong memilih tinggal dengan kakaknya di Thian
Cong Pay dan melanjutkan latihannya yang memang masih butuh
bimbingan.
Untuk Kang Siauw Hong, Sie Lan In memberinya hadiah sebatang
Gin Hong Kiam (Pedang Bidadari Perak). Dan selanjutnya Koay
Ji dipaksa menurunkan latihan ilmu pedang bagi si nakal Siauw
Hong yang terus-menerus berlatih dengan amat tekun di bawah
bimbingan kakaknya. Sementara untuk Tio Lian Cu yang sudah
kembali ke Hoa San, menerima hadiah dari Sie Lan In sebatang
3589
Pek Hong Kiam (Pedang Bidadari Putih) yang juga amat indah.
Sementara Pedang Bidadari Merah (Ang Hong Kiam) dihadiahkan
kepada Khong Yan. Sementara, perpisahan Tio Lian Cu dengan
Koay Ji, Khong Yan dan Sie Lan In sungguh amat mengharukan:
“Toa Suci, Ji Suheng, dan engkau Koay Ji, terima kasih banyak,
tetapi berhubung pekerjaan besar dan tanggungjawab berat di
Hoa San Pay, jadi hari ini haruslah aku berpamit untuk segera
pulang ke Hoa San sana...... Suci, terima kasih atas hadiah yang
begitu indah dan menarik ini..... baik-baiklah kalian menjaga diri,
jangan lupa mengunjungi Hoa San Pay di waktu-waktu
kedepan.....”
“Hikhikhik, Tio sumoy, janganlah engkau khawatir, sebentar lagi
kami semua akan mengantarkan Khong Sute untuk menemuimu
di Hoa San Pay....” ledek Sie Lan In yang mulai menduga bahwa
kedua saudara seperguruannya (dalam hubungan ketiga guru
mereka yang memang amat dekat) itu memiliki hubungan yang
agaknya lain dan khusus. Dan begitu ledekannya menyembur
keluar, wajah Khong Yan dan Tio Lian Cu nampak sudah
memerah dan dirundung malu. Tetapi, mereka berdua sama
sekali tidak menolak maupun mengiyakan.
3590
“Tio cici, jika engkau tidak menyalamiku, maka tidak akan kubantu
perjodohanmu dengan Khong koko, seperti kujodohkan Sie cici
dengan toakoku, nach, bagaimana? Harus ada hadiahmu buatku
Khong koko.....” si centil Siauw Hong tiba-tiba nimbrung dan
membuat Tio Lian Cu dan Khong Yan jadi tambah rikuh. Sampai
mereka berdua tidak mampu lagi berkata-kata.
“Ayolah Khong koko, tunjukkan kehebatanmu.... setidaknya,
antarlah kekasihmu itu sampai ke bawah gunung. Tenang saja,
Paman Cu pasti akan segera turun tangan, jika perlu sampai
Paman Tek Ui Sinkay juga turung tangan menuju Hoa San Pay
kelak....” tambah menjadi-jadi Siauw Hong.
“Hushhh, sudah, engkau anak kecil, sana temani Kwa Siang,
kasihan dia sendirian tidak ada yang menemani....” usik Koay Ji
yang kasihan melihat wajah Tio Lian Cu dan Khong Yan yang
berubah-ubah warna dikerjai Siauw Hong. Jika tidak dibatasi,
maka Siauw Hong akan semakin menjadi-jadi kebinalannya.
“Toako, engkau begitu karena merasa sudah aman bersama Sie
cici, coba kalau belum, pasti butuh bantuanku juga....” kesal
Siauw Hong yang merasa diusir, tetapi begitupun dia menuruti
perintah kakaknya.
3591
“Sudah, engkau diam dulu...” bentak Koay Ji pura-pura marah
dengan kebandelan Siauw Hong yang memang tidak ketulungan.
Padahal, mana bisa dia marah kepada adik satu-satunya itu?
“Baik, baik.... nach, silahkan Tio cici..... aku diam dulu....”
“Kami pasti akan mengunjungimu dalam waktu dekat nanti Tio
sumoy, paling tidak sebulan atau dua bulan nanti..... jangan
khawatir...” Sie Lan In membuka kembali percakapan setelah
Siauw Hong bisa “dijinakkan”
“Terima kasih Suci.... kunjungan kalian akan sangat kunantikan.
Engkau juga Koay Ji, harus datang ke Hoa San Pay...”
“Sudah pasti, dan akan kugiring Khong sute kesana, jangan
khawatir...” canda Koay Ji sambil sedikit bergurau.
Dan akhirnya adalah Khong Yan yang mengantarkan Tio Lian Cu
turun gunung, hubungan mereka berdua nampaknya memang
semakin dekat. Dan Koay Ji yang tahu keadaan itu sudah
merencanakan merangkap mereka sebagai jodoh dalam waktu
dekat, dan akan membicarakannya dengan suhengnya, Cu Ying
Lun, kakek luar dari Khong Yan.
3592
Sementara itu, Bun Siok Han dan Bun Kwa Siang juga samasama
tetap berada di Thian Cong San karena suhu mereka
memilih untuk menetap sementara di Thian Cong San. Dan ini
sesuai dengan amanat serta perintah suhunya, Bu In Sinliong,
bahwa menantikan pertarungan dengan 3 tokoh mujijat, maka
semua muridnya diwajibkan untuk tinggal bersama. Karena itu,
seluruh saudara seperguruan Koay Ji masih tetap tinggal dan
berada di Thian Cong San, dan latihan mereka atas ilmu barisan
peninggalan Suhu mereka semakin sempurna. Hanya Tek Ui
Sinkay dan sesekali Koay Ji yang pergi dari perguruan untuk
urusan-urusan tertentu. Sementara itu, barisan-barisan aneh
yang dibentuk di sekitar Thian Cong San juga semakin hebat
dengan adanya Siauw Hong disana. Apalagi, karena berdua
dengan Koay Ji, mereka memperdalam dan mendalami Ilmu
Barisan, dan hasilnya sungguh hebat bagi Siauw Hong. Juga
Koay Ji yang jadi semakin memahami ilmu tentang barisan yang
ternyata cukup hebat dan juga snagat rumit.
Pada dasarnya, Thian Cong Pay sedang menantikan waktu
pertarungan yang masih tersisa sekitar 10 bulan ke depan. Meski
mereka sebetulnya sudah semakin siap. Jikapun lawan datang
sekarang, maka mereka sudah merasa siap meladeni mereka tapi
repotnya, mereka sama sekali tidak memiliki gambaran siapa
3593
sesungguhnya lawan perguruan mereka. Hanya Koay Ji yang
punya serba sedikit dan terbatas informasi mengenai musuh
perguruan mereka. Tetapi, karena diapun diminta untuk
menunggu sampai saat yang tepat, maka dia tidak pernah
menyinggung apa yang dia tahu didepan semua kakak
seperguruannya.
Hari-hari selanjutnya, Koay Ji kembali menjadi suhu bagi kawankawannya,
bagi Bun Kwa Siang dan Bun Siok Han yang semakin
hebat dari waktu ke waktu. Juga Siauw Hong yang sama
mengalami kemajuan hebat dalam ilmunya, terutama dengan
berlatih tanding bergantian dengan Khong Yan dan Sie Lan In.
Lebih dari itu, Sie Lan In dan Koay Ji melatih Siauw Hong dengan
menggunakan Gin Hong Kiam tanpa mereka menyadari jika
Pedang itu, sama dengan Pedang Emas milik Sie Lan In,
sebenarnya memiliki daya mujijat yang di luar tahu mereka. Yang
jelas, Siauw Hong meningkat luar biasa, dan dalam waktu singkat
semakin mendekati tingkat dan kemampuan Sie Lan In dan
Khong Yan sendiri. Hanya kurang di pengalaman dan
kematangan belaka, sungguh luar biasa sebenarnya keadaan
gadis itu. Kemampuan iweekangnya meningkat dengan pesat,
sampai sebulan terus bertumbuh dan juga membaur dengan
3594
tubuhnya. Setelah itu, baru mulai bertambah secara normal
sesuai dengan latihan dan pendalamannya.
Sekarang, menghadapi latih tanding dengan Bun Siok Han
maupun Bun Kwa Siang, Siauw Hong sudah merasa tidak lagi
atau kurang menantang. Tetapi dikala melawan Khong Yan dan
Sie Lan In, baru dia merasa ada makna lebihnya. Karena
keduanya memang lebih matang dan juga lebih berpengalaman
dan rajin memberi dia petunjuk bagaimana pertarungan yang
tepat dilangsungkan. Karena berlatih seperti itu, maka
kemampuan mereka justru bertambah hebat dari waktu ke waktu.
Apalagi, karena Koay Ji memang suka mengingatkan mereka
semua, bahwa musuh mereka yang berbahaya masih ada dan
berkeliaran di luar sana. Bahkan sewaktu-waktu akan mendatangi
mereka dan menuntut balas, karena itu mereka semua harus
selalu siap dan selalu berlatih untuk meningkatkan kemampuan
ilmu mereka.
Dan sudah tentu, terutama latihan mereka semua berhadapan
dengan Koay Ji yang mereka semua semakin merasa sulit
menakar sampai dimana kemampuan Koay Ji pada waktu itu.
Bahkanpun, termasuk nyaris semua saudara seperguruan Koay
Ji, menjadi semakin kagum dan memuja kemampuan ilmu
silatnya. Bukan hanya ketika melihatnya berlatih, tetapi
3595
mendengar kisah Kim Jie Sinkay dan Tek Ui Sinkay soal
pertarungan terakhir Koay Ji. Dari semua mereka, kecuali toa
suhengnya yang tetap saja diam dan tenang menghadapi semua
sute dan sumoynya yang ramai bercakap dan berdiskusi. Kakek
tua itu, memang merupakan titisan Suhu mereka yang suka
banyak diam namun sangat menyimak. Terutama, kebijaksanaan
toa suheng itu yang mirip dengan suhu mereka.
Latihan Sie Lan In dan Khong Yan yang paling istimewa karena
mereka sama-sama mewarisi Ilmu Budha dalam gaya berbeda,
jadi keduanya ikut bersama Koay Ji dalam mewarisi ilmu-ilmu
dalam Kitab Pusaka Hang Liong Pit Kip (Buku Pusaka
Menaklukan Naga). Sesungguhnya, Kitab tersebut merupakan
kupasan belaka, tapi meskipun demikian, dengan kehadiran Koay
Ji, kupasan tersebut justru cenderung semakin dalam dan
semakin hebat. Tanpa disadari oleh Sie Lan In dan Khong Yan,
justru Koay Ji menciptakan Ilmu Silat yang dia namakan kemudian
dengan nama khas, Ilmu silat Ji Cap Sie Kiang Liong Ciang Hoat
(24 Jurus Ilmu Menaklukkan Naga). Apa keistimewaannya?
Darimana inspirasinya?
Selama sepuluh hari Koay Ji menyelami kupasan Bu Beng
Hwesio, dan dia mampu menemukan kemudian kesamaannya
dengan beberapa kupasan suhunya. Karena itu, dia yakin bahwa
3596
Bu Beng Hwesio mestinya adalah Hwesio tanpa nama yang
menjadi Suhu dari Suhunya dan Subo Sie Lan In. Tetapi dia tetap
merasa tidak sanggup memastikannya. Meski demikian, dia kaget
bukan main karena kedalaman kupasan Bu beng Hwesio
memang sangat luar biasa, dan kupasan-kupasannya itu
kemudian digubah menjadi sebuah landasan ilmu. Bukan hanya
itu, dengan juga memasukkan semua ilmu ciptaannya dalam
pertarungan dengan Phoa Tay Teng dan Yap Jeng Cie, dia
kemudian melebur semua ilmu ciptaan suhunya, ciptaannya
sendiri dan melahirkan Ilmu Istimewa itu, Ilmu Ji Cap Sie Kiang
Liong Ciang Hoat. Semua kehebatan Tam Ci Sin Thong, Kim
Kong Cie, Taylo Kim Kong Sin Ciang, semua terangkum dalam
ilmu tersebut, bahkan juga beberapa gerak mujijat yang
diciptakan oleh Koay Ji.
Khong Yan sengaja berlatih dan dilatih Koay Ji mengingat bahaya
Mo Hwee Hud dan muridnya yang ternyata memang mampu
meloloskan diri dari bawah tebing di Pek In San. Bukan hanya itu,
Koay Ji bahkan juga sudah melatih Khong Yan dengan semua
Ilmu Langkah Thian Liong Pat Pian, secara lengkap. Kemajuan
Khong Yan bisa ditebak menjadi lebih hebat lagi, apalagi karena
Koay Ji seperti merangsangnya terus menyempurnakan
iweekang perguruannya. Sama seperti yang juga sedang
3597
diakukan oleh Sie Lan In secara terpisah setiap malam tiba hingga
menjelang pagi. Khong Yan dan juga Sie Lan In bersama Siauw
Hong boleh dibilang mengalami peningkatan kemampuan yang
amat hebat selama sebulan terakhir di Thian Cong Pay. Bahkan
belakangan mereka semua kini sudah mampu memainkan Ilmu
Gerak Thian Liong Pat Pian secara lengkap dan lebih sempurna
lagi.
Sementara untuk Kang Siauw Hong, diapun selalu berlatih
penguasaan iweekang sebagai titik beratnya setiap malam. Dan
kemudian juga berlatih ilmu silatnya yang semakin lama semakin
hebat dan semakin mengejar tingkat kemampuan Khong yan dan
juga Sie Lan In. Semua karena bimbingan yang amat serius dan
telaten dari Koay Ji, sungguh mirip dengan bagaimana Suhunya
melatih dan juga membimbing murid-muridnya dahulu kala.
Sementara Koay Ji sendiri terus melatih diri menyempurnakan
Ilmu Silat Poan Liong Ciang Hoat dengan menggunakan Pena
Keng Hun Pit. Yang dia tidak tahu, jika sebenarnya Pena tersebut
memiliki keistimewaan yang luar biasa. Tetapi Koay Ji masih
belum tahu dan belum paham sepenuhnya, namun
menggunakannya dalam Ilmu Poan Liong Ciang Hoat sungguh
amat mengagumkannya. Dia tidak perlu lagi mendekati lawan dan
menotok ke titik penting mencegah jurus serangan mematikan
3598
lawan, cukup mengerahkan iweekang dan dengan menggunakan
Pit Pusaka itu. Dan pengaruh serta jangkauannya, amat luar
biasa, karena lebih jauh dan lebih cepat lagi dan terutama, lebih
tajam. Seperti pena pusaka itu punya mata dan hati saja,
sehingga sesaat Koay Ji menggerakkannya, secepat itu pula jurus
totokannya meluncur dan mengancam lawan. Menemukan
kenyataan itu, dalam kombinasinya dengan Jubah Mestika Tou
Liang Ka, maka sama saja seorang Koay Ji yang makin
bertambah hebat dengan pit dan jubahnya.
Dan satu hal terakhir yang juga dikerjakan Koay Ji pada masamasa
berada di Thian Cong San, adalah menyelesaikan paduan
Ilmu Pedang Sie Lan In dan Tio Lian Cu ketika dia menyaksikan
kedua gadis itu bertarung (Episode 14). Dia masih ingat betul
dengan jurus-jurus maut dari Ilmu Pedang Tian To Im Yang Ngo
Heng Kiam Hoat yang dimainkan Tio Lian Cu dan Ilmu Pedang
Hui Sian Hui Kiam (Pedang Terbang Memutar) milik Sie Lan In.
Keduanya, sudah mampu bermain dengan ilmu pedang pada
tingkatan mujijat, Tingkat Sen Hap Kiam (Badan Menyatu Dengan
Pedang). Tetapi, ketika Koay Ji memahami dan semakin
mendalami Ilmu Poan Liong Ciang Hoat, khususnya prinsip
menekan lawan untuk tidak keluar dengan serangan hebatnya,
3599
prinsip itupun dimasukkan Koay Ji pada pembauran kedua ilmu
pedang kedua Nona sahabat baiknya itu.
Bahkan, karena ingatan kuatnya itu, maka paduan kedua ilmu
pedang mujijat itu jadi dinamakannya dengan nama Ilmu Pedang
Tay Pie Kiam Hoat (Ilmu Pedang Maha Kasih). Sebuah Ilmu
Pedang yang memiliki aspek menyerang dan bertahan dengan
sangat hebat, tetapi yang kemudian lebih ditekankannya pada
prinsip “mencegah” ketimbang “menyerang”. Tapi, pada bagianbagian
menyerang, dia tetap menyusun jurus-jurus menyerang
jika memang terpaksa harus dilakukan dalam keadaan yang
khusus dan mendesak. Hanya, menimbang kemampuan kedua
perempuan yang sudah demikian hebat, Koay Ji tidak lagi berpikir
mereka membutuhkan jurus yang menyerang dengan demikian
hebatnya. Bahkan, ketika kelak melatihkan ataupun mengajarkan
Ilmu ini kepada Sie Lan In dan Tio Lian Cu, dia sengaja
menyimpan jurus-jurus menyerang untuk tidak diwariskan.
Selain aktifitas berlatih dan memperdalam ilmu serta menggubah
ilmu-ilmu yang sengaja “dikumpulkan” di kepalanya, ada hal-hal
tertentu yang pada saat khusus agak mengganggu Koay Ji. Pada
malam-malam tertentu itu, Koay Ji merasa agak gelisah entah
disebabkan oleh apa. Sesuatu yang dia sendiri sebetulnya masih
rada sulit menjelaskan dan menguraikan apa hal merisaukan dan
3600
mengganggu pikirannya meski di saat-saat tertentu belaka. Tidak
setiap saat, hanya saat-saat dia merenung dan sedang tidak
mengerjakan satu halpun, baru terbersit kekhawatiran dan juga
rasa was-was yang membuatnya terjaga dan selalu berwaspada.
Bahkan ketika dia membicarakannya dengan Sie Lan In, Kang
Siauw Hong dan juga Khong Yan yang beberapa kali bertanya
kepadanya, tetap tak mampu membuatnya mampu menjelaskan
kekhawatirannya itu. Hal yang belum terlampau disadari Koay Ji
tentang kemampuannya yang lain, kemampuan yang memang
semakin tajam, semakin kuat akan sesuatu yang mungkin akan
terjadi dalam waktu mendatang. Hal itu sebenarnya terjadi dan
semakin menguat sejak pertemuan terakhirnya dengan sang
SUHU, sebelum gurunya itu pamit untuk selama-lamanya. Dia
tahu Suhunya melatihkannya sesuatu yang agak dalam, namun
menurut Suhunya tidak akan dapat dia kuasai sempurna dalam
waktu dekat. Antisipasi dan perasaan yang semakin peka dan
kuat akan apa yang terjadi pada masa depan, semakin tajam dan
semakin kuat dalam diri Koay Ji, tetapi masih belum disadarinya
sepenuhnya.
Pada saat-saat seperti itu, Koay Ji berpikir bahwa dia perlu untuk
berkelana lagi, toch karena dia juga berjanji kepada Tio Lian Cu
dan juga kepada Tek Ui Sinkay di Kaypang untuk mengunjungi
3601
mereka. Karena itu, diapun memastikan dan sekaligus
memutuskan untuk mengunjungi beberapa tempat dalam waktu
dekat, tidak dalam waktu yang lama, tetapi akan segera. Pertama
adalah mengunjungi Hoa San Pay sesuai janjinya kepada Tio Lian
Cu, kemudian mengunjungi Lembah Cemara bersama Siauw
Hong, dan juga menuju Markas Kaypang menemui Bengcu dan
tokoh Kaypang lainnya, termasuk Kim Jie Sinkay yang
dikaguminya. Baru kemudian Koay Ji akan menuju ke daerah
Perbatasan untuk menemui Yu Lian dan Yu Liong, dan semua
akan dilakukannya bersama Sie Lan In, Siauw Hong dan juga
Khong Yan. Pada akhirnya, dia bersama Sie Lan In akan
melanjutkan perjalanan menuju ke Persia, sesuai perjanjiannya
dengan Panglima Arcia dan kawan-kawannya. Disana dia akan
memenuhi undangan tokoh terhebat Persia, tokoh bernama
Spenta Armaity yang disampaikan melalui muridnya, Panglima
Arcia.
Tetapi, itulah namanya rencana. Rencana bukan berarti sudah
pasti akan terjadi, karena membutuhkan kondisi lainnya untuk
dapat melaksanakan apa yang sudah dirancang dan
direncanakan untuk dilakukan. Belum lagi Koay Ji memutuskan
untuk memulai perjalanannya, dan baru menetapkan kapan dia
melakukan perjalanan dan mendiskusikannya dengan kawan3602
kawannya, sesuatu yang sangat menggemparkan sudah terjadi.
Dan kejadian menggemparkan itu bukan hanya di Thian Cong
Pay saja, tetapi bahkan di banyak tempat penting lainnya di
Tionggoan. Kejadian apa gerangan yang sangat menggemparkan
Rimba Persilatan Tionggoan itu?
Sebuah SURAT TANTANGAN dilayangkan ke Markas Kaypang,
ke Siauw Lim Sie, Hoa San Pay dan juga ke Thian Cong Pay dan
banyak perguruan besar lainnya. Isi dari surat tantangan itu
singkat saja, demikian:
MENANTANG KOAY JI UNTUK MELAKUKAN PIBU
(PERTARUNGAN PERSAHABATAN) PADA 1 (SATU) TAHUN
KEDEPAN MELAWAN BU TEK SENG ONG DI PEK IN SAN.
PIBU INI ADALAH PERTARUNGAN PENENTUAN ANTARA
PERGURUAN PAT BIN LIN LONG MELAWAN PERGURUAN BU
IN SINLIONG.....
BU TEK SENG ONG
Anehnya, surat ini justru membuat Koay Ji tidak lagi merasa
gelisah seperti hari-hari sebelumnya, melainkan menjadi lebih
tenang. Karena sesungguhnya, dia merasa dan sudah menduga
apa yang akan terjadi, hanya masih takut mengutarakannya
3603
keluar. Ketika benar SURAT TANTANGAN yang sudah
diantisipasinya datang ke Thian Cong San, maka Koay Ji menarik
nafas panjang dan lega. Ternyata benar apa yang sudah dia
pikirkan dan dia tebak akan terjadi sesuai dengan intuisi, naluri
dan juga dugaan melalui kekuatan batinnya. Hal yang
membuatnya senang adalah, lawannya itu tidak memilih cara
untuk mengguncang DUNIA PERSILATAN seperti Pek Kut Lodjin
dengan Pek Kut Bun atau Bu Tek Seng Ong dengan Bu Tek Seng
Pay nya, tetapi menantang untuk melakukan pertarungan
persahabatan atau juga PIBU menentukan siapa lebih hebat
antara dua perguruan yang selama ini secara tersamar bersaing
dan bertanding. Menarik.....
“Hmm, akhirnya dia yang lebih hebat lagi dibanding Bu Tek Seng
Ong menurut penuturan Panglima Arcia, pada akhirnya
munculkan diri juga. Syukurlah karena dia ternyata tidak memilih
jalan sesat seperti Suhunya. Dan orang seperti ini, sesungguhnya
malah masih lebih hebat dan juga lebih berbahaya ilmunya.
Sudah pasti akan sangat menarik nantinya......” desis Koay Ji
sambil menarik nafas panjang. Lega.
TAMAT.
Ditulis Oleh : ali afif ~ Ali Afif Hora Keren
Tulisan Cerita Cinta Korea PANL ke 21 Tamat ini diposting oleh ali afif pada hari Jumat, 20 April 2018. Terimakasih atas kunjungan Anda serta kesediaan Anda membaca Tulisan ini di Blog Ali Afif, Bukan Blogger terbaik Indonesia ataupun Legenda Blogger Tegal, Blogger keren ya Bukan. Kritik dan saran dapat anda sampaikan melalui kotak komentar.