sekali lagi Ilmu Thian Liong Pat Pian
tersebut. Karena itu, bagian tersebut hanya sebagian kecil belaka
yang diketahui dan diwariskannya kepada Khong Yan. Tetapi,
toch tetap saja Ilmu tersebut sangat ampuh dipergunakan dalam
pertarungan sebagaimana pibu kali ini. Seperti ketika Khong Yan
menggunakannya menghadapi Ilmu Pedang Sungsang Balik dari
Hoa San Pay kali ini. Bukan hanya Koay Ji, tetapi Sie Lan In juga
tertarik melihat bagaimana Khong Yang bersilat dengan banyak
bertahan, namun semua serangan pedang Tio Lian Cu mampet
dan tidak berguna banyak. Kadang terlihat ampuh, tetapi hanya
dengan dua atau tiga gerakan Khong Yan, serangan yang terlihat
ampuh itu tiba-tiba berubah menjadi kosong dan tak berguna.
Karena meski namanya jurus pertahanan, tetapi dalam beberapa
kesempatan, langkah kaki itu memberi peluang yang cukup bagi
949
Khong Yan untuk melakukan serangan balasan. Dan ketika
menyerang balik, Khong Yan menggunakan Tan Ci Sin Thong,
ilmu yang bermanfaat bukan hanya menyerang, tetapi juga
mengantisipasi serangan yang berbahaya dari Tio Lian Cu sejak
sangat awal. Memasuki jurus-jurus ke 225, keadaan kembali
berubah karena Khong Yan melakukan perlawanan dengan
kombinasi Pek In Hoat Sut dan Thian Liong Pat Pian. Terutama
karena Tio Lian Cu memutuskan untuk memainkan Ilmu
Pusakanya, Tian-To Im Yang Ngo Heng Kiam Hoat. Sudah diduga
Tio Lian Cu bahwa Khong Yan akan mengeluarkan Ilmu Mujijat ini
melawannya, karena itu dia sama sekali tidak terkejut dan sangat
siap menghadapinya. Dia sendiri masih memiliki sebuah ilmu lain
yang sengaja disimpan untuk digunakan dalam pibu ronde
keduanya, yakni sebuah ilmu tongkat yang sudah digubah
menjadi ilmu pedang oleh suhunya, yaitu Ilmu Thian Lo Sin Kuay
Hoat Ilmu Silat Tongkat Sakti Jatuh dari Langit). Ilmu ini termasuk
yang ditemukan kembali “isi” dan “rahasia utama” untuk
menggunakannya dalam pertarungan. Karena itu, efeknya
sungguh hebat.
Tetapi yang tidak diduga Tio Lian Cu jika Khong Yan sendiri
menyiapkan kombinasi Pek In Hoat Sut dengan langkah-langkah
menyerang dan langkah bertahan dari Ilmu Gerak mujijat Thian
950
Liong Pat Pian. Karena itu, pertarungan mereka menuju jurusjurus
akhir terjadi secara sangat menarik dan sangat seru. Diawali
dengan jurus Lip pei thay san (Mencabut Keluar Bukit Thay San)
dan juga jurus Tiang Hong Koan Jit (Bianglala Menutupi Matahari)
dimana Tio Lian Cu menerjang sambil menyerang semua
penghalang di depannya. Serangannya mengkombinasikan dua
ilmu sekaligus, karena itu ada unsur memukul dan menikam serta
unsur menebas yang sekaligus menerjang Khong Yan. Tetapi,
Khong Yan maklum bahwa Tio Lian Cu memang menunggu
momen ini untuk mengerahkan kekuatan dan ilmu andalannya
guna memperoleh kemenangan. Karena itu, diapun sudah sangat
siap.
Berpikir demikian, maka Khong Yan kemudian bergerak dengan
ilmu gerak andalan dan yang sejak masa kecil sudah dikuasainya,
Ilmu Gerak Thian Liong Pat Pian. Bukan mundur atau bergerak ke
samping, dia justru memapak serangan Tio Lian Cu dengan
mengandalkan lengan mujijatnya dan kemudian menandingi
serangan Tio Lian Cu dengan dua jurus, yakni Tipu silat Cian
Liong Seng Thian (Naga Melompat ke langit) dan juga jurus Hang
Liong Lohan San (Arhal Menaklukkan Naga). Dia sama sekali
tidak takut lengannya membentur sisi tajam pedang Tio Lian Cu
dan kemudian mendorong pedang yang memukulnya sambil
951
menyernag balik. Hebat, karena saat itu Tio Lian Cu sendiri
konsentrasi menyerang, karena itu begitu pedangnya “terusir”
pergi secepat kilat dia mengembangkan jurus Thui Coan Mong
Goat (Mendorong Daun Jendela Memandang Rembulan). Dia
harus melakukannya bukan hanya dengan menangkis tetapi
sekaligus memunahkan jurus Menaklukkan Arhat guna kembali
masuk menyerang Khong Yan.
Kini secara cepat, berbalik Tio Lian Cu yang kembali menyerang,
namun Khong Yan juga langsung mengantisipasi dengan
mengembangkan saat itu juga sebuah jurus Im Im Liong Tham Jiu
(naga mega merentangkan cakar). Dengan tangan terbuka dia
kembali memapak serangan-serangan pedang lawan dan
memunahkannya dengan berani. Selanjutnya, dia bergerak
dengan gerakan-gerakan pertahanan Thian Liong Pat Pian
sehingga memunahkan semua serangan Tio Lian Cu. Memang
serangan pedang Tio Lian Cu sungguh ampuh dan amat
berbahaya, tetapi dengan manis dan tepat, Khong Yan
mengantisipasi dan mementahkan semua potensi bahaya dari
serangan pedang itu. Pertarungan hebat mereka berlanjut hingga
akhirnya mereka memasuki jurus ke-250 tanpa ada yang mampu
memenangkan pertarungan. Dan ketika akhirnya pertarungan
952
mereka memasuki limit jurus 250, adalah Sie Lan In yang pada
akhirnya mengingatkan mereka berdua:
“Khong sute dan Tio sumoy, sudah cukup ….. 250 jurus sudah
lewat ….” serunya dengan suara merdu dan penuh kekaguman.
Teriakannya itu diikuti oleh melompat mundurnya Khong Yan dan
Tio Lian Cu. Terlihat jelas jika mereka berdua memang
mencurahkan perhatian sepenuhnya pada jurus jurus terakhir
sehingga tidak menghitung jurus atau gerakan keberapa mereka
pada saat itu. Dan Khong Yan mengakuinya dengan jujur:
“Astaga ….. aku benar-benar tidak menghitung lagi Sie suci,
karena serangan sumoy benar-benar membahayakan …….. aku
tidak bisa membagi perhatian ….”
“Accch, benar suci, akupun tak mampu menghitung lagi ……
maaf, maaf ….”
“Sudahlah …… seperti kukatakan sebelumnya, tidak akan ada
seorang diantara kita yang mampu saling mengalahkan. Subo
sendiri meramalkan seperti itu, jikapun ada yang mungkin kalah,
itu adalah engkau sumoy, tetapi dengan catatan engkau belum
menemukan kepingan penting Ilmu Hoa San Pay ……”
953
“Engkau benar suci, tanpa penjelsan atas ilmu dari pit kip rahasia
itu, rasanya aku tak akan mampu meladeni suci dan suheng
sampai sejauh itu …….”
“Kionghi jika demikian sumoy ………”
“Terima kasih suci …..”
“Baiklah ….. jika tidaklah keberatan, Khong sute dan Tio sumoy,
mari kita lanjutkan dengan pandangan dan masukan kita untuk
masing-masing. Kita diskusikan kelemahan dan kekurangan
masing-masing hingga kita tahu dan paham, kedepan bagaimana
kita dapat meningkatkan kemampuan kita ….”
“Baik suci ……. akupun sudah siap ….” Jawab Khong Yan cepat
mengiyakan, karena dia memang sudah bersiap untuk babak
pertemuan diskusi mereka selanjutnya.
“Akupun siap suci ……”
Selanjutnya merekapun mendiskusikan kelebihan dan
kekurangan masing-masing yang dilangsungkan cukup lama.
Menjelang sore baru mereka menyelesaikan diskusi yang menarik
antara mereka, diskusi memberi dan menerima. Dan pertemuan
itupun ditutup dengan Khong Yan minta diri terlebih dahulu disusul
954
Tio Lian Cu. Kelihatannya kedua tokoh muda itu memiliki urusan
mereka masing-masing, dan karenanya memutuskan tidak
menunggu lama. Entah apa yang menjadi tugas atau urusan
mereka berdua untuk secepatnya turun gunung, tetapi suatu hal
yang pasti, mereka masing-masing akan bertemu kembali dalam
waktu yang tidak lama.
Sementara itu, Sie Lan In masih beberapa saat menarik nafas di
tempatnya dan terlihat termenung cukup lama. Seri wajahnya
sungguh sulit ditafsirkan, bahkan oleh Koay Ji yang
memandangnya dari kejauhan. Koay Jie sendiri belum beranjak
pergi, dan masih tetap menunggu sampai kedua tokoh muda sakti
yang tadi, Tio Lian Cu dan Khong Yan meninggalkan puncak
Awan Melayang. Dan melihat keadaan Sie Lan In dia menjadi
heran, karena wajah Sie Lan In sungguh sulit untuk dicerna apa
makna tatapan kosongnya dan mengapa dia menarik nafas
panjang berkali-kali. Koay Ji sungguh tidak paham, dia tetap tidak
paham meski bayangannya justru ada dalam diam dan mimpi
gadis cantik yang terus menerus ditatapinya dari kejauhan itu.
Keadaan Sie Lan In memang terlihat sendu dan kelabu, dia
seperti enggan pergi dan terikat dengan sesuatu di Tionggoan,
tetapi sayangnya dia harus memenuhi permintaan dan perintah
Subonya sesaat sebelum dia meninggalkan Lautan Selatan.
955
Tiba-tiba Sie Lan In mengeluarkan suara, sejenis suara siulan
yang melayang tinggi dan mengalun ke angkasa:
“Suuuuuuiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiitttttttttt ……..”
Seakan menjawab siulannya, tiba-tiba dari kejauhan terdengar
kepakan sayap dan teriakan dari udara !!!!!!!!! tak salah lagi, itu
teriakan atau lontaran suara dari seekor burung. Dan jika benar
itu burung, pastilah seekor burung yang sangat besar. Koay Ji
tergetar hatinya menunggu dengan perasaan heran dan takjub.
Dan benar saja, tak lama kemudian dari angkasa yang tertutup
awan, menyibak turun sesosok benda yang sangat besar, jauh
lebih besar dari burung yang selama ini dilihat dan disaksikan
Koay Ji di Tionggoan. “Ha …. Seekor burung besar …..”? desis
Koay Ji begitu menyaksikan bagaimana sosok yang ternyata
burung besar itu perlahan-lahan turun dan kemudian tegak berdiri
di hadapan Sie Lan In.
Hebat. Burung berwarna putih bersih itu ketika berdiri di hadapan
Sie Lan In justru terlihat masih lebih tinggi sekitar satu meter atau
mungkin lebih dibanding Sie Lan In ketika dia menegakkan
kepalanya. Tetapi, melihat Sie Lan In, burung putih besar ini
dengan gerak manja menundukkan kepalanya dan kemudian
menyandarkan leher dan kepalanya kepada Sie Lan In. Sie Lan
956
In rupanya tahu apa yang diingnkan burung putih besar itu, tak
lama kemudian dia membelai lehernya sambil memanggil pelan:
“Accchhhhh, Tiauw Ko, engkau merindukanku …..”? bisiknya
yang dapat didengar lirih oleh Koay Ji yang bersembunyi di tempat
yang cukup aman itu. Seakan mengerti oleh bisikan Sie Lan In,
Burung Rajawali besar itu kembali mendekatkan kepala dan juga
lehernya untuk dibelai dan dipeluk oleh Sie Lan In. Dan beberapa
saat kemudian diapun membungkuk di depan Sie Lan In yang
kemudian melompat ke punggungnya. Dan sekejap kemudian,
burung besar bersama Sie Lan In menghilang di angkasa dan
saat yang sama Koay Ji keluar dari persembunyiannya sambil
memandang ke angkasa dengan sangat takjubnya.
“Acccch, ini rupanya yang dimaksudkan Enci Sie dengan
tunggangan milik subonya, sungguh besar burung itu, dan
sungguh hebat tunggangan seperti itu ….” Bisik lirih Koay Ji
sambil memandangi penuh takjub ke angkasa meskipun dia tidak
lagi dapat melihat keberadaan burung dan gadis itu yang sudah
terbang menuju ke lautan selatan. Masih berapa lama Koay Ji
berdiri disana …… terutama berusaha mencerna apa maksud dan
apa yang berada di pikiran Sie Lan In ketika tatap mata
menerawang dan terlihat aneh itu …. ??? sampai kemudian dia
957
sadar kembali sepenuhnya, dan tak lama kemudian melesat pergi
mengejar kemana Khong Yan melenyapkan dirinya.
====================
Ada dua kabar besar yang sama-sama menghentak dan
membuat Rimba Persilatan mendadak bukan hanya penuh
warna, tetapi menjadi sangat menyeramkan dan sangat
menegangkan. Yang pertama ialah kabar besar tentang
”Pembantaian Kaypang” di Gunung Kauw It San yang
menyebabkan terbunuhnya Pangcu Kaypang Wan Kiam Ciu dan
Hu Pangcu Pek I Sinkay. Kabar ini bukan hanya menyentak, tetapi
menakutkan banyak orang. Memang benar, Kaypang dengan
cepat mendapatkan seorang Pangcu baru dalam diri tokoh besar
bernama Tek Ui Sinkay. Tokoh Kaypang yang baru munculkan diri
kembali setelah sekian lama menghilang dan bahkan semakin
sakti. Jauh melebihi kemampuannya sebelum dia menghilang
beberama tahun lamanya. Bahkan konon, kepandaiannya
sekarang sudah jauh melampaui kehebatan Pangcu Kaypang,
meski sebelumnya mereka nyaris setanding.
Tetapi, bagaimanapun kabar pembantaian yang menewaskan
pucuk pimpinan sebuah perkumpulan sebesar Kaypang,
ditambah dengan 200 murid atau anggotanya, tetap sebuah kabar
958
besar yang sangat menyentak. Malah dianggap sebagai pukulan
telak kepada golongan pendekar atau aliran putih, karena
Kaypang adalah salah satu kelompok aliran itu. Kira-kira
pemikiran banyak orang seperti ini: ”Kaypang saja yang memiliki
anggota yang demikian besar, ratusan ribu orang dan dengan
tokoh-tokoh hebat yang banyak mereka punyai, dapat
dihancurkan dengan mudah dalam semalam, apalagi kita yang
kecil-kecil .....”?. Sebuah pemikiran yang tidak keliru dan
membuat banyak perguruan dan partai menjadi was-was. Apalagi
karena bersamaan dengan bencana di Kaypang itu, juga beredar
kabar bahwa PEK KUT LODJIN turut ”bermain” disana, entah
muridnya, keturunannya atau pewarisnya. Entahlah, belum ada
yang dapat menjawabnya pasti. Bahkan kabar itu muncul
langsung dari tokoh-tokoh utama Kaypang sesuai pesan terakhir
Pangcu yang terbunuh, Wan Kiam Ciu yang menyebut nama itu
sesaat sebelum ajal menjemputnya.
Kabar kedua yang tidak kurang heboh dan seperti membenarkan
dan menegaskan satu bahaya baru sudah muncul, datang dari
daerah Pek In San. Ada apa gerangan dengan Gunung Pek In
San itu? Di Pek In San terdapat satu perguruan agama yang dulu
agak patriotis tetapi belakangan mulai kehilangan orientasinya
dan menjadi sarang tokoh sesat. Sudah lebih dari 10 tahun
959
belakangan, Pek Lian Pay yang dipimpin oleh Pek Bin Hwesio
sebagai Kauwcu, dan mereka menghadirkan cukup banyak
bencana bagi masyarakat sekitarnya. Koay Ji dan kedua
kawannya adalah contoh anak-anak yang diculik untuk kebutuhan
latihan ilmu sesat Kauwcu sesat dari Pek Lian Pay tersebut.
Kauwcu itu kabarnya memang sedang melatih sejenis iweekang
sesat yang bernama Pek Tok Ciang Lek (Tenaga Dalam Tinju
Beracun), namun kelihatannya Ilmu itu sudah matang dilatih
setelah berlalu sepuluh tahun lebih. Tetapi, meskipun demikian,
bukanlah tentang Pek Lian Pay yang mendatangkan perasaan
seram dan maut bagi banyak tokoh persilatan Tionggoan. Karena
Pek Lian Pay masih belum dianggap bahaya yang cukup serius.
Yang dianggap serius adalah munculnya tokoh bernama BU TEK
SENG ONG (Raja Malaikat Tanpa Tanding) yang menurut kabar
dari Kaypang, masih ada hubungan erat dengan Pek Kut Lodjin.
Dan tokoh inilah yang membantai dan menghancurkan markas
kedua Kaypang di Kauw It San dan sekaligus membunuh Pangcu
serta Hu Pangcu Kaypang di sana. Selain itu, juga membunuh dan
membantai 200 anak buah Kaypang sekaligus dalam semalam.
Dan, BU TEK SENG ONG, yang sekarang bermarkas di Pek Lian
Pay dan kemudian mengumumkan berdirinya sebuah Perguruan
Silat baru dengan nama yang bukan main sombongnya, yaitu BU
960
TEK SENG PAY (Partai Malaikat Tanpa Tanding). Dan mudah
ditebak bahwa yang menjadi Ketuanya sudah pasti adalah BU
TEK SENG ONG (Raja Malaikan Tanpa Tanding) itu sendiri.
Menurut kabar, dalam waktu beberapa tahun terakhir, Pek Lian
Pay memang dilaporkan sedang membangun markas baru yang
sangat megah dan bahkan amat luar biasa besarnya. Dan
rupanya, pembangunan tersebut adalah persiapan untuk
mengumumkan berdirinya BU TEK SENG PAY. Dan entah
mengapa mereka baru mengumumkan kabar menyentak itu
setelah menunggu cukup lama.
Bukan pengumuman berdirinya Bu Tek Seng Pay yang membuat
banyak orang menjadi sedemikian tegang dan pusing. Justru
ambisi dan tujuan Bu Tek Seng Pay yang secara langsung
diumumkan BU TEK SENG ONG sebagai Ketua Bu Tek Seng Pay
yang menggetarkan. Bu Tek Seng Ong dengan sangat
sombongnya membuat pengumuman yang sangat
menghebohkan itu pada saat mengumumkan berdirinya Bu Tek
Seng Pay. Dia mengumumkannya setelah kurang lebih 15 hari
menghancurkan Kay Pang di Kauw It San, dan tepat pada hari
mereka mengumumkan dan mendirikan Bu Tek Seng Pay. Isi
pengumumannya adalah, seluruh tanpa kecuali, Partai Persilatan
dan Perguruan Silat di Tionggoan, harus segera datang untuk
961
menaklukkan diri ke Pek In San selambat-lambatnya 3 bulan
setelah pengumuman. Setelah batas waktu tersebut berakhir,
maka setiap perguruan dan partai yang enggan dan memutuskan
tidak datang menaklukkan diri di Pek In San akan dianggap
musuh. Karenanya akan segera diserbu dan langsung
dilenyapkan dari permukaan bumi sampai ke akar-akarnya. Dan
setahun dari pengumuman, Bu Tek Seng Ong kemudian akan
diumumkan dan sekaligus ditetapkan sebagai BENGCU Rimba
Persilatan Tionggoan.
Luar biasa akibatnya. Dunia persilatan heboh dan geger. Banyak
orang bertanya-tanya, siapa gerangan Bu Tek Seng Ong yang
demikian ”gila” dan demikian berani untuk menaklukkan semua
partai persilatan di Tionggoan? Apa dan bagaimana gerangan
hubungannya dengan Pek Kut Lodjin yang menghadirkan badai
dan prahara besar pada kurang lebih 30 tahun silam? Sayang
tanda tanya dan pertanyaa-pertanyaan ini tidak pernah terjawab.
Belum ada yang mampu dan sanggup memperoleh jawaban pasti
atas sejumlah tanda tanya itu. Karena itu, banyak orang jadi mulai
meraba-raba dan mulai berspekulasi tentang siapa sebenarnya
tokoh yang demikian berani itu. Ada yang kemudian menyebutkan
bahwa dia adalah pewaris Pek kut Lodjin, ada pula yang
menyebutnya anak Pek Kut Lodjin, ada yang menyebut saudara
962
seperguruan dari tokoh sesat yang maha hebat puluhan tahun
silam itu.
Tetapi yang sudah jelas dan pasti adalah, akibat dari
pengumuman itu sungguh sangat luar biasa. Dalam waktu
singkat, banyak sekali perkumpulan dan tokoh-tokoh sesat yang
dengan rela hati kemudian datang dan bergabung ke Pek In San
dan memperkuat Bu tek Seng Pay. Harus dicatat, sudah cukup
lama atau bahkan teramat lamatokoh-tokoh aliran sesat
menantikan bangkitnya seorang tokoh baru sekuat dan sehebat
atau jika bisa, lebih hebat dari Pek Kut Lodjin. Tokoh aliran sesat
terakhir yang demikian hebat dan cerdik meskipun akhirnya gagal
dan bunuh diri kuyrang lebih 30 tahun silam. Dan kehadiran Bu
Tek Seng Ong bagaikan menjadi obat pelipur lara atas kerinduan
mereka untuk kembali memiliki pemimpin yang hebat dan berani
untuk adu kepandaian dan kecerdikan dengan dengan aliran
putih.
Tidak mengherankan jika dalam jangka waktu yang cukup
pendek, Bu Tek Seng Pay menjadi sebuah perguruan dengan
jumlah yang mencapai angka lebih dari 5000an. Pek In San
dengan segera berubah wajah menjadi sangat ramai, dan untuk
mencapai Gunung itu menjadi teramat sangat sulit karena
penjagaan sudah dilakukan sejak masih di kaki gunung. Padahal,
963
pusat partai itu berada cukup jauh di puncak sebelah barat Pek In
San. Tetapi sekarang, dimana-mana di gunung itu, di seluruh
penjuru untuk menuju puncak, selalu ada penjagaan yang sangat
ketat atas. Akibat penjagaan ketat di semua titik masuk menuju
puncak Pek In San, gunung itu sontak menjadi ramai dan tidak
mudah didaki lagi. Siapapun yang ingin menuju puncak, harus
melaporkan keperluan, identitas serta siapa yang ingin ditemui di
puncak Gunung Pek In San. Mereka yang memiliki urusan sepele,
sering ditolak naik.
Berita dan kabar menggemparkan ini sudah tentu sampai ke
perguruan-perguruan silat lainnya, termasuk aliran-aliran putih
dan kaum pendekar. Baik Siauw Lim Sie, Bu Tong Pay, Hoa San
Pay, Kun Lun Pay, Thian San Pay, Kaypang dan perguruan para
pendekar lainnya sudah menerima berita itu. Termasuk ultimatum
yang menggegerkan agar setiap perguruan silat segera mengirim
utusan untuk menyatakan takluk serta menerima kepemimpinan
Bu Tek Seng Pay atas dunia persilatan Tionggoan. Berita seperti
itu sebetulnya sama saja dengan satu tantangan langsung dan
satu tantangan terbuka terhadap kaum pendekar. Dan oleh
karena itu, pertemuan dalam rangka Hari Ulang Tahun Hu Sin Kok
atau Hu Pocu, menjadi arena yang sangat penting sekaligus
menegangkan. Karena acara para pendekar itu berjarak hanya
964
sekitar satu bulan dari pengumuman besar di Pek In San. Dan
banyak yang menduga, hal tersebut memang secara sengaja
dilakukan untuk menantang secara terbuka kaum pendekar.
Yang kemudian terjadi menjelang pertemuan di acara Hu Pocu
adalah, beberapa perguruan silat tanggung memilih untuk
membubarkan diri dan bergabung dengan yang lebih besar.
Sementara yang sedikit lebih besar, juga ada yang
menggabungkan diri satu dengan yang lain, dan bahkan ada yang
tiba-tiba lenyap alias menyembunyikan diri untuk sementara.
Mengapa? semua terkena kampanye dan informasi yang dengan
sengaja disebarkan, bahwa pembantaian 200 lebih anak buah
Kaypang di Kauw It San adalah ”pengumuman” tak resmi
tampilnya Bu Tek Seng Pay. Dan jika Kaypang yang begitu besar
dan jaya saja sampai ambruk, apalagi perguruan silat kecil dan
tanggung yang tidak sehebat Kaypang? Bukankah adalah jauh
lebih baik dan bijaksana untuk mengundurkan diri dan
bersembunyi? Tapi, tentu banyak juga perguruan besar yang
tetap tabah dan berani karena menyangkut reputasi dan nama
baik.
Boleh dibilang informasi seperti itu memang benar-benar ampuh.
Tetapi, masalah bukan hanya dihadapi oleh perguruan silat,
karena para pendekar pengelanapun juga menerima ultimatum
965
yang sama. Bergabung menjadi satu dengan Bu Tek Seng Pay
atau dibunuh. Bergabung berarti menyetujui cita-cita Bu Tek Seng
Pay untuk menyatu dan menguasai Dunia Persilatan dan diberi
imbalan kedudukan sesuai dengan syarat dan kemampuan yang
bersangkutan. Bahkan, kabar lain menyebutkan, banyak tokoh
tokoh sesat yang sudah lama ”pensiun” kini muncul kembali di Pek
In San dan sudah memperkuat Bu tek Seng Pay. Sudah cukup?
Masih belum, karena konon banyak tokoh sesat dari luar daerah,
bahkan dari Tibet, Thian Tok, Nepal termasuk yang malah paling
banyak adalah jago-jago asal Mongol yang ikut bergabung
memperkuat Bu Tek Seng Pay. Tidak heran jika banyak
perguruan kecil yang kemudian lebih memilih untuk bersembunyi
dan melenyapkan diri untuk menjaga keselamatan murid-murid
mereka dari amukan Bu Tek Seng Pay. Pendeknya, akibat dari
”teror” Bu Tek Seng Pay ini benar-benar menggegerkan dunia
persilatan.
Masih dua minggu pelaksanaan perayaan hari ulang tahun Poen
Loet Kiam Kek (Jago Pedang Pengejar Guntur) Hu Sin Kok yang
ke 75. Tetapi keramaian sudah seperti pada hari puncaknya di
kota Ya In. Penginapan dan hotel sudah penuh disewa banyak
tamu yang berasal dari seluruh penjuru. Sudah teramat sulit
menemukan hotel ataupun penginapan bagi mereka yang baru
966
datang pada hari-hari mendekati hari puncak perayaan hari ulang
tahun Hu Pocu. Jangankan di hotel dan penginapan, bahkanpun
di Benteng Keluarga Hu sendiripun sudah banyak tokoh-tokoh
dunia persilatan yang datang lebih dini berkumpul disana.
Termasuk Pangcu Kaypang, Tek Ui Kaypang yang sudah tiba
jauh-jauh hari karena memang ada persoalan penting yang
diajukannya dan didiskusikan berbareng dengan Hu Sin Kok.
Tidak mengherankan, karena memang, HU SIN KOK, langsung
atau tidak langsung memang dipandang sebagai pemimpin dunia
persilatan Tionggoan dewasa ini.
Sudah beberapa hari terakhir Tek Ui Sinkay bersama dengan Hu
Sin Kok dan putranya Pat Ciu Thian Cun (Jago Pedang Pengejar
Guntur) Hu Sin Tiong serta istrinya Hoa San Sian Li (Dewi dari
Hoa San Pai) Kho Sian Lian, dan juga beberapa tokoh berdiskusi.
Mereka sempat ingin menunda atau mengundurkan acara
perayaan, namun sayangnya acaranya sendiri, perayaan hari
ulang tahun ke-65, memang sudah dirancang jauh-jauh hari. Dan
juga, dirancang tanpa mengantisipasi dan mengetahui jika
ternyata Bu Tek Seng Pay akan memulai gerakan mereka secara
terbuka dari Gunung Pek In San. Karena itu, tidak cukup waktu
dan sudah tidak mungkin lagi untuk menarik undangan yang
sudah dikirimkan meskipun resikonya sangatlah besar. Mereka
967
sangat sadar, bukan tidak mungkin anak buah Bu Tek Seng Pay
akan cari perkara di perayaan dan hari besar yang memang akan
banyak dihadiri tokoh kang ouw. Tetapi, bagaimanapun tokohtokoh
aliran putih ”wajib” menjaga jati diri, reputasi dan tidak boleh
takut sebelum bertemu dengan Bu Tek Seng Ong sekalipun.
Hari itu, masih dua minggu terentang dari acara puncak, di meja
pertemuan, Hu Sin Kok sedang membahas keadaan terakhir
bersama dengan tokoh-tokoh aliran putih lainnya. Terlihat
kehadiran Tek Ui Sinkay (Pengemis Sakti Tongkat Kuning), yang
sudah menjadi Pangcu Kaypang terakhir. Kemudian bersama
mereka berdua, terlihat juga hadir Hu Sin Tiong, putra sulung Hu
Pocu yang sudah berusia 50 tahunan namun tidak terlihat
kehadiran istrinya bersama mereka. Selain itu, masih juga ada 2
(dua) orang tokoh hebat yang sudah selama hampir sebulan
menginap di Benteng Keluarga Hu setelah terus menerus gagal
untuk bertemu dan membujuk seorang kawan mereka yang
”tersesat”. Mereka berdua adalah tokoh-tokoh besar yang
kedudukan mereka di dunia persilatan sesungguhnya sudah
sangat tinggi. Merekalah yang terkenal dengan nama
”TIONGGOAN SU KOAY” (Empat Tokoh Aneh Tionggoan),
tokoh-tokoh besar yang kedudukan mereka hanya setingkat di
968
bawah Dewa Persilatan Tionggoan. Dapat dibayangkan
kehebatan mereka.
Dua orang tersebut yang adalah anggota Tionggoan Su Koay,
yakni To Pa Thian Pak (Penguasa Tunggal Langit Utara) Bu Bin
An dan See Bun Sin-Kiam-jiu (Tangan Pedang Sakti Dari Pintu
Barat) Lim Ki Cing. Selain mereka berdua ada seorang lagi yang
sesungguhnya adalah bekas tokoh sesat yang tidak kurang sakti
dan hebatnya dibandingkan dengan Bu Bin An dan Lim Ki Cing,
yakni saudara angkat Hu Sin Kok, seorang tokoh bernama Kim
Shia (si sesat bercahaya emas) Sam Kun. Sejak usainya
pertumpahan darah yang membuat Pek Kut Lodjin bunuh diri,
Sam Kun mengikuti Hu Sin Kok dan menjadi kakak angkat sang
Pocu. Sejak saat itu, untuk semua urusan dunia persilatan, Sam
Kun pasti akan berada di belakang Hu Sin Kok dan
mendukungnya, apapun keputusan itu.
Tionggoan Su Koay sendiri sebetulnya terdiri dari 4 orang, dimana
salah satunya adalah Sam Kun yang tinggal di pantai Laut
Selatan. Tetapi, sejak dia dikalahkan oleh Lam Hay Sinni yang
bertempat tinggal di laut selatan, diapun menanggalkan “posisi” di
Selatan dan meninggalkannya untuk Lam Hay Sinni. Padahal,
sesungguhnya, Lam Hay Sinni masih berusia lebih tua
dibandingkan Tionggoan Su Koay, masih ada jarak hampir 15
969
tahun lebih tua. Tetapi, meski tidak menerima, Lam Hay Sinni
sendiri tidak pernah menolak berada dalam Tionggoan Su Koay,
dan dianggap sebagai tokoh tertua dan terhebat diantara mereka
berempat. Selain itu, Sam Kun sudah meninggalkan pos di
selatan dan memilih tinggal bersama Hu Sin Kok. Itulah
sebabnya, praktis pos SELATAN berada di antara ada dan tidak
ada. Disebutkan tidak ada, padahal ada Lam Hay Sinni yang
berkedudukan disana, disebut ada, Lam Hay Sinni nyaris tidak
pernah berada bersama dengan 3 tokoh lainnya.
Urut-urutan Tionggoan Su Koay berdasarkan kehebatan mereka
adalah, Lam Hay Sinni di pos SELATAN, disusul dengan Kakek
Tua dari Lautan Timur – Tung Hai bernama Siu Pi Cong. Tokoh
yang memiliki pos di TIMUR ini memiliki julukan keren, Jian Bun
Kiam Ciang (Telapak Tangan Emas Pembabat Nyawa).
Kemudian disusul dengan tokoh yang menduduki pos UTARA,
yakni seorang tokoh besar bernama To Pa Thian Pak (Penguasa
Tunggal Langit Utara) Bu Bin An dan terakhir tokok di pos BARAT
adalah See Bun Sin-Kiam-jiu (Tangan Pedang Sakti Dari Pintu
Barat) Lim Ki Cing. Sesungguhnya tokoh yang menduduki pintu
SELATAN, memiliki kemampuan yang mengatasi ketiga tokoh
dipos lainnya, dan mereka berempat tahu belaka soal itu.
Sementara selain Rahib Selatan, ketiga tokoh lainnya relatif
970
seimbang kepandaiannya, dan karena itulah maka ketiga tokoh
lain selalu menghormati dan memandang Rahib Selatan sebagai
pemimpin mereka.
Selain mereka berlima, juga nampak di dalam ruangan adalah
tokoh Siauw Lim Sie, yakni Hwesio dari angkatan HOAT, yakni
Hoat Kek Hwesio yang sekarang adalah Wakil CIangbudjin dan
hadir mewakili pihak Siauw Lim Sie. Dan dua orang tokoh lainnya
dri Hoa San Pay yakni Thian Lui Sianseng (Tuan Geledek Langit)
Yap Eng Ceng bersama istrinya Kiang Cui Loan, Pek Hoa Tiap
(Kupu-kupu Seratus Bunga). Sepasang suai-istri yang sudah
berusia 50 tahunan ini adalah tokoh-tokoh utama Hoa San Pay
saat ini dan baru tiba sore harinya langsung dari Hoa San Pay.
Meski masih lelah, tetapi keduanya bersedia menghadiri
undangan khusus Hu Pocu. Dan tokoh terakhir yang juga belum
lama tiba berasal dari Bu Tong Pay, yang tiba dengan didampingi
5 Pendeta agama to lainnya, yakni tokoh bernama Pouw-ci-suibeng
(Jari sakti penghancur nyawa) Siangkoan Kiam Bu.
Sebetulnya, sampai sebelum berita kehadiran Bu Tek Seng Ong
dan Bu Tek Seng Pay, Bu Tong Pay masih sedang menutup diri,
dan bahkan masih terus menutup diri. Tetapi begitu mendengar
berita dan ancaman dari Bu Tek Seng Pay, merekapun akhirnya
meminta salah seorang tokoh pendekar besar yang mereka miliki,
971
Siangkoan Kiam Bu untuk mewakili Bu Tong Pay. Mereka sadar
sepenuhnya bahwa meski menutup diri, tetapi Bu Tong Pay pasti
akan tetap disasar dan menjadi target dari Bu Tek Seng Pay.
Karena itu, mereka memutuskan untuk mengutus salah seorang
tokoh mereka untuk menghadiri acara ulang tahun Hu Pocu.
Sebetulnya, tokoh berusia 48 tahun ini adalah tokoh termasyhur
dari Bu Tong Pay, bahkan tokoh Bu Tong Pay dengan kepandaian
paling hebat dewasa ini. Tetapi memang, tempat tinggal dan
rumahnya tidak tetap karena dia adalah tokoh pengelana yang
senang berkelana dan terus berpindah tempat. Singkatnya, dia
adalah seorang pengelana dan pencita Ilmu Silat yang mampu
menguasai Ilmu Silat Bu Tong Pay hingga tingkat tertinggi.
Mereka bersembilan ini nampaknya sedang membicarakan
urusan yang sangat penting dan mendesak. Dan memang
begitulah keadaannya. Adalah Hu Sin Kok yang secara langsung
memimpin pertemuan tersebut:
“Cuwi sekalian setelah kejadian dan berita menggembirakan dari
Hoa San Pay, dan juga berita bencana dari Kauw It San, kita
semua paham, dengan berdirinya Bu Tek Seng Pay, maka jelas
sekali giliran kita masing-masing akan segera tiba. Bukan tidak
mungkin mereka akan mempergunakan kesempatan perayaan
ulang tahun lohu untuk menyerbu kita disini. Karena bukankah
972
dalam waktu dekat sesuai dengan janji mereka bahwa
barangsiapa yang tidak tunduk akan mendapatkan hukumannya
…...? Dugaan lohu, perayaan ulang tahun nanti sudah pasti akan
dihadiri utusan atau bahkan tokoh mereka untuk membuat
keributan disini. Tetapi, meskipun mereka berpikiran demikian,
lohu tidak mungkin untuk mundur lagi, karena waktu sudah
terlampau terlambat untuk melakukannya. Para undangan sudah
sedang dalam perjalanan menuju Kota Yan In, bahkan, menurut
anak buahku, tidak ada lagi hotel dan penginapan yang kosong di
kota Ya In. Karena itu, sudah terlampau terlambat untuk
mengumumkan penundaan atau pembatalan acara. Yang
mungkin masih dapat kita lakukan adalah memikirkan bagaimana
menghadapi komplotan yang nyaris dipastikan akan bertamu
meski tidak diundang. Dan jika sudah demikian, tidak ada yang
dapat menjamin bahwa mereka akan tinggal diam dan tidak akan
melakukan keributan …..”
Semua yang hadir paham belaka bahwa apa yang diungkapkan
oleh Hu Pocu atau Hu Sin Kok benar belaka. Karena itu, mereka
terdiam dan berpikir masing-masing, apakah gerangan yang
dapat diusulkan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan
yang terbentang di depan mata mereka semua. Beberapa saat
mereka semua terdiam, sampai akhirnya Tek Ui Sin Kay yang
973
menjadi Pangcu Kaypang berkata dengan suara dalam dan
dengan wajah sangat serius:
“Hu Pocu ….. dewasa ini yang dianggap sebagai pemimpin atau
bengcu tidak resmi dunia persilatan adalah Hu Pocu. Jika Hu
Pocu mengeluarkan perintah agar masing masing perguruan
mengirimkan orang terbaik mereka untuk datang ke Ya In dan
khususnya ke Benteng Keluarga Hu untuk membahas ancaman
Bu Tek Seng Pay, maka ini akan menjadi salah satu pilihan.
Dengan dukungan seluruh pengantar surat dan kurir serta
kekuatan Kaypang yang banyak berada di sekitar Ya In, maka
lohu amat yakin, bahwa sebagian besar perguruan besar masih
akan sempat untuk mendapatkan undangan tersebut. Apalagi jika
memang Hu Pocu sampai memutuskan menggunakan
PANGGILAN dan bukan UNDANGAN ……..”
Mendengar usulan Tek Ui Sinkay, Hu Sin Kok yang sudah berusia
cukup lanjut, sudah 75 tahun memandangnya sambil tersenyum
dan cepat berkata:
“Pilihan itu sudah lohu pikirkan berkali-kali Pangcu ….. tetapi, itu
berarti sama dengan kita menabuh genderang perang melawan
Bu Tek Seng Pay. Dan bisa lohu pastikan, mereka yang menuju
ke kota Ya In akan menghadapi ancaman pembantaian oleh
974
orang-orang Bu Tek Seng Pay. Hal ini yang membuat lohu risau
dan takut untuk segera memutuskannya, karena resikonya cukup
berat. Selain itu, pihak kita belum cukup siap untuk melakukan
perlawanan terbuka menghadapi mereka yang semakin hari
semakin besar dan semakin banyak jumlahnya …….”
“Apakah dengan demikian Hu Pocu memutuskan untuk
menunggu mereka semakin besar dan semakin banyak korban
yang jatuh baru akan memulai upaya untuk melawan dan
memberangus terror kawanan yang tidak bertanggungjawab itu
…..”? tanya Tek Ui Sinkay dengan wajah penuh rasa penasaran
“Tidak juga demikian Pangcu …… tetapi kita butuh persiapan dan
percakapan yang disetujui bersama, sehingga ketika kita
memutuskan melakukan perlawanan dan juga penyerangan,
semua kita sudah siap. Yang masih belum cukup kuat, lebih baik
untuk bersembunyi sementara waktu, yang cukup siap, mari
berkumpul segera untuk memulai memikirkan cara terbaik
memukul musuh. Ingat, sebelumnya mereka bergerak secara
menggelap, tetapi sekarang mereka merasa sudah cukup kuat
dan berani untuk bicara dan bertindak secara lebih terangterangan.
Lohu menduga, mereka pasti memiliki tiang penyangga
yang hebat dan belum bisa kita ketahui siapa … jika benar
menurut Pangcu bahwa gerakan ini ada kaitannya dengan Pek
975
Kut Lodjin, maka kita harus lebih sabar dan lebih waspada lagi,
dan harus lebih siap lagi ……..”
Begitu Hu Pocu menyelesaikan perkataannya, To Pa Thian Pak
(Penguasa Tunggal Langit Utara) Bu Bin An, sudah segera
menyambungnya:
“Lohu sependapat dengan Hu Pocu …… selama beberapa bulan
terakhir kami bertiga dengan See Bun Sin-Kiam-jiu (Tangan
Pedang Sakti Dari Pintu Barat) Lim Ki Cing dan juga Kim Shia (si
sesat bercahaya emas) Sam Kun, banyak menyelidiki pergerakan
mereka. Salah seorang sahabat kami Jian Bun Kim Ciang
(Telapak Tangan Emas Pembabat Nyawa) Siu Pi Cong, tokoh
Lautan Timur entah mengapa berada bersama dengan komplotan
itu. Dan sesungguhnya, kekuatan mereka jika mau kami
sebutkan, berada di luar perkiraan kita semua. Tokoh sehebat Siu
Pi Cong saja ada beberapa orang, tetapi, tokoh diatasnya juga
ada meski belum kami selidiki. Dan itu bisa berarti, tokoh utama
mereka bahkan setingkat atau diatas kemampuan Pek Kut Lodjin
pada masa lalu. Beruntung ada seorang tokoh aneh yang datang
dan lalu mengobrak-abrik semua rencana mereka untuk
menguasai Siauw Lim Sie, selain kedatangan murid dari Lam Hay
Sinni. Tetapi, dari penyelidikan kami, tokoh utama mereka yang
masih sedang berlatih pada 2,3 bulan sebelumnya, kelihatannya
976
sudah munculkan diri di Kaypang dan karena itu mereka sudah
siap ……. Perkembangan keanggotaan mereka juga sangat
pesat, banyak tokoh sesat yang menggabungkan diri dengan
kekuatan baru yang menyebut diri sebagai Bu Tek Seng Pay ini
……”
“Acccccccchhh, sesungguhnya bukanlah lohu tidak
menyadarinya sama sekali. Laporan anak murid Kaypang
menyebutkan, ada banyak tokoh hebat dan mujijat yang sudah
mengundurkan diri turun gunung dan menuju Pek In San. Entah
siapa saja mereka, tetapi rata-rata tokoh tua dan sudah
menghilang puluhan tahun silam. Belum lagi tokoh hebat lainnya
yang berasal dari luar daerah, seperti dari Tibet, Thian Tok, Nepal
dan juga dari daerah Mongol selain daerah luar perbatasan.
Kekuatan mereka akan terus bertambah-tambah dari waktu ke
waktu …… jika kita terlambat, maka kekuatan mereka akan susah
untuk dilawan pada saatnya nanti. Tetapi, ini hanya lontaran ide
lohu saja, bagaimana kita mengatur perlawanan dan menggedor
mereka, biar lohu tunduk di bawah perintah Hu Pocu saja ……..”
“Hahahahahahaha, Pangcu, engkau selalu sungguh pandai
merendahkan diri dengan menempelkan emas di mukaku ….
kendati, jikalau tanpa bantuan dan dukungan Kaypang sejak
dahulu, bagaimana bisa Lohu menanamkan pengaruh dan
977
beroleh kasih sayang kawan-kawan dunia persilatan …..”? Hu
Pocu menyambut sambil tertawa. Kalimat dan tawa Hu Sin Kok
atau Hu Pocu meski sangat singkat dan sederhana, tetapi
membayangkan dan menggambarkan kualitas dirinya. Dia
mungkin atau memang, tidak memiliki kepandaian tertinggi dan
terhebat, tetapi jelas, tokoh ini memiliki wawasan yang luas dan
mampu mengatur banyak tokoh hebat untuk bekerja bersama.
Dalam hal kecerdikan, dia memang cemerlang.
“Hu Pocu ….. jika diijinkan, lohu ingin ikut berbicara ……” tiba-tiba
orang yang berada di samping kanan Hu Pocu, tokoh yang
dikenal dengan nama Sam Kun, bekas tokoh sesat yang kini
mengabdi kepada Hu Pocu angkat bicara.
“Hahahahaha tentu saja engkau dapat atau malah harus ikut
bicara Sam Hengte … apa yang ingin engkau kemukakan …”?
berkata Hu Pocu sambil tersenyum hangat dan memandang Sam
Kun disampingnya. Meski sebenarnya, sambil berbicara dia
tertegun, karena teramat jarang saudara angkatnya ini berani
angkat bicara dalam pertemuan seperti yang sedang dipimpinnya
saat ini. “Ada apakah gerangan …..”? tanya Hu Pocu dalam hati,
namun diwajahnya tetap tersenyum ramah.
978
“Sudah beberapa lama lohu menemani kedua sahabat dari
Tionggoan Su Koay. Tapi sebenarnya selain melacak pergerakan
UTUSAN PENCABUT NYAWA yang dipimpin beberapa tokoh
berkerudung berkepandaian mujijat yang malah nyaris tidak
dibawah kepandaian kami bertiga, lohu juga sedang berusaha
keras untuk membuktikan hal lain. Sesungguhnya, tiada orang
lain yang tahu dan paham, kecuali satu atau dua orang belaka.
Sangat kebetulan bahwa almarhum suhu adalah seorang tokoh
sesat yang mengenali sedikit rahasia dari perguruan Pek Kut
Lodjin yang tidak diketahui orang banyak. Perjalananku bersama
kedua sahabat ini (sambil matanya memandang Lim Ki Cing dan
Bu Bin An) salah satunya untuk membuktikan jejak tokoh yang
masih ada hubungan dekat dengan Pek Kut Lodjin. Tetapi, jelas
kami tidak dapat menemukan Pek kut Lodjin yang sudah
almarhum, tetapi kami bertiga teramat sangat kaget, karena lawan
di pihak mereka, memiliki banyak tokoh hebat dan mujijat yang
bahkan hanya tipis di bawah kemampuan Pek Kut Lodjin 30 tahun
silam. Dan satu hal penting yang menjadi misiku tadi adalah,
karena menurut suhu dahulu, Pek Kut Lodjin masih memiliki
seorang sute yang juga sangat pandai dan sangat berbakat …
hanya, sayang sekali, selama beberapa bulan berusaha mencari
jejaknya, tetap saja tak dapat kutemukan. Jika benar ada sute Pek
Kut Lodjin yang menurut Suhu sama pintar dan berbakatnya
979
dengan Pek Kut Lodjin, maka Bu Tek Seng Pay sekali ini,
kelihatannya ada hubung dengan Pek Kut Lodjin, setidaknya
dengan perguruannya ………”
“Ha …… benarkah perkataanmu itu Sam hengte ……”? bukan
main terkejutnya Hu Pocu, dan juga semua yang hadir pada saat
itu. Tentu semua sangat paham sampai dimana kehebatan
seorang pek Kut Lodjin. Dan hanya karena ada seorang tokoh tua
yang mujijat sajalah maka Pek Kut Lodjin akhirnya dapat
dikalahkan dan ditaklukkan hingga kemudian bunuh diri. Jika
memang benar masih masih ada seorang adik seperguruannya
dan bahkan sehebat dan seberbakat dia, maka bisa dipastikan
dunia persilatan memang bakal kembali sangat guncang. Maka
menjadi wajar jika semua yang hadir dalam ruangan itu bahkan
juga termasuk Tek Ui Sinkay, terperangah dan kaget setengah
mati dengan info itu.
“Tidak salah lagi ……. kalimat Suhu masih kuingat jelas sewaktu
dia menjelang ajal karena bertarung hebat dengan Bu Te Hwesio.
Saudara seperguruan Pek Kut Lodjin ada 2 orang di urutan atas
Pek Kut Lodjin, atau duheng-suhengnya, tetapi kedua-duanya
kurang waras dan karena itu akhirnya dikurung sendiri oleh suhu
Pek Kut Lodjin. Konon, dibutuhkan kecerdasan dan bakat yang
amat istimewa untuk menguasai ilmu perguruan mereka tersebut,
980
dan hanya Pek Kut Lodjin dan sutenya yang mampu
menguasainya dengan sangat baik. Dan sampai berakhir hidup
Pek Kut Lodjin, sutenya tidak pernah munculkan dirinya …… dan
bukan tidak mungkin tokoh yang mengganas sekali ini adalah sute
yang dimaksud itu ……..”
“Accccccch, jika sute Pek Kut Lodjin sehebat dan sepintar Pek Kut
Lodjin sendiri, maka alamat pergolakan besar akan kita hadapi
dalam waktu-waktu ke depan. Accccccch, padahal menemukan 3
Tokoh Dewa sudah sangat sulit, apalagi menemukan tokoh
mujijat yang dahulu mamu mengalahkan Pek Kut Lodjin …..
kelihatannya musuh kita sekali ini, malah lebih hebat dari musuh
terdahulu, Pek Kut Lodjin pada masa 30 tahun silam dia
menggana …” terdengar Hu Pocu menggumam yang dapat
didengar semua orang yang hadir dengan jelas.
“Ayahanda, jika memang sangat perlu, biarlah besok Tiong ji turun
gunung untuk coba mencari Suhu …… siapa tahu dengan
bantuan Suhu kita dapat menemukan jejak dari Lam Hay Sinni
dan juga Thian Hoat Tosu. Bisa jauh lebih lagi jika dapat
menemukan jejak dari manusia mujijat yang mampu
mengalahkan dan meruntuhkan kesombongan Pek Kut Lodjin 30
tahun silam ……..” terdengar Hu Sin Tiong, putra dari Hu Pocu
yang duduk di sebelah kiri ayahnya ikut angkat bicara. Mendengar
981
kalimatnya, Hu Pocu sekilas memandang Tek Ui Sinkay, karena
hanya mereka berdua yang tahu jelas siapa tokoh yang
mengalahkan Pek Kut Lodjin 30 tahun silam. Tidak ada orang lain
yang tahu kecuali mereka berdua dan ketiga manusia dewa
Tionggoan yang mengundang tokoh itu untuk ikut turun tangan.
Dan tokoh itu secara kebetulan adalah suhu dari Tek Ui Sin Kay
yang sudah lama bertapa.
“Hmmmmm, engkau sabarlah sebentar Tiong ji ….. kita masih
harus berusaha untuk menemukan jalan terbaik untuk
melaksanakan upacara peringatan ulang tahun ayahmu dan
sementara urusan lain, akan kita putuskan kelak …….”
“Baik ayah ,……… tetapi, perkataan Tek Ui Pangcu memang
benar, jika kita memberi mereka banyak waktu, maka korban akan
semakin banyak dan kekuatan merekapun akan semakin sulit
untuk dapat kita lawan ……”
“Hu Pocu, apakah engkau sudah punya perencanaan yang
matang untuk menghadapi persoalan yang mendesak ini …?
Kurasa usulan Tek Ui Pangcu dan anakmu Hu Sin Tiong sangat
masuk akal. Cuma saja, berdasarkan pengalaman, biasanya
engkau memiliki perhitungan tersendiri yang jarang meleset
menghadapi keadaan seperti yang sedang terjadi belakangan ini
982
…..” terdengar See Bun Sin-Kiam-jiu (Tangan Pedang Sakti Dari
Pintu Barat) Lim Ki Cing juga ikut angkat bicara.
“Amitabha ……. benar sekali …… Pinto sendiri merasa amat
yakin dan percaya dengan perhitungan Hu Pocu, meskipun sulit
untuk awalnya meyakininya …..” bahkan Hoat Kek Hwesio
sendiripun ikut berkomentar. Meski sebenarnya Hoat Kek Hwesio
juga adalah tokoh yang cerdas, tetapi berada bersama dengan Hu
Pocu, dia lebih memilih untuk tidak banyak bersuara.
Didesak seperti itu, mau tak mau Hu Sin Kok berpikir keras dan
wajahnya terlihat jelas jika sedang memutar otaknya. Ciri khasnya
jika sedang berpikir adalah tersenyum namun mulutnya tidak
mengeluarkan sepatah katapun. Rupanya sebagian besar
peserta rapat sudah memaklumi ciri khas Hu Pocu, dan karena itu
mereka membiarkan saja keadaan seperti itu berlangsung sekian
lama. Dan pada akhirnya, Hu Sin Kok membuat keputusannya
sendiri dan diungkapkannya dengan suara yang sangat lirih dan
sulit didengar orang biasa:
“Cuwi sekalian …….. sesungguhnya perhitunganku adalah, Bu
Tek Seng Pay tidak akan menyatroni Benteng Keluarga Hu
secara berterang dan tidak dengan kekuatan penuh. Mereka
masih butuh waktu beberapa lama untuk benar-benar siap
983
menghadapi seluruh pendekar Tionggoan. Meski demikian, dapat
kupastikan mereka akan berani dan pasti mengirim beberapa
tokoh hebatnya untuk menggertak pertemuan itu kelak. Selain itu,
bisa dipastikan beberapa tokoh kelas satu mereka akan
melakukan beberapa penghadangan sebelum kota Ya In, karena
itu, lohu sangat membutuhkan bantuan cuwi sekalian. Ke-7 Algojo
Akhirat Kaypang, Barisan Lo Han Kun dan sahabat lain untuk
menyambut kedatangan pada sahabat sebelum memasuki 3 pintu
masuk kota Yan In. Tokoh utama mereka tidak akan hadir dalam
penghadangan, tetapi akan langsung masuk ke Benteng Keluarga
Hu kami ini, karena itu kita bersiap saja untuk menunggu mereka
bergerak disini …….. Ketegangan sesungguhnya akan terjadi
setelah perayaan dan karena itu, jika para sahabat semua sudah
hadir, sebelum atau sesudah acara kita perlu membicarakan
perlawanan yang lebih serius dan terencana. Tetapi, sejak hari ini,
Kota Ya In kuserahkan kepada Kaypang untuk menjaga
keamanannya, sementara yang lain kumohon ikut berjaga di
Benteng ini, karena lawan akan mulai mencari cara dan celah
memasukinya ……… Tiong Ji, segera diatur penjagaan yang
ketat, mohon bantuan kepada Sam hengte untuk ikut
mengaturnya …….” Luar biasa Hu Sin Kok, dia bukan hanya
menjawab keraguan beberapa orang, tetapi sekaligus sudah
mengatur perencanaan yang cukup matang dan detail.
984
“Apakah engkau yakin dengan penilaianmu itu Hu Pocu ….”? Lim
Ki Cing yang merasa penasaran bertanya dengan nada serius.
“Lim hengte, jika aku menempatkan diri dalam posisi Bu Tek Seng
Pay, maka itu yang akan kulakukan. Demikian banyaknya tokoh
yang masuk ke Pek In San membutuhkan waktu untuk dapat dan
mampu mengatur serta menata posisi mereka dengan baik. Pasti
akan banyak kecemburuan, karena itu, justru orang orang yang
butuh posisi di Bu Tek Seng Pay yang sebagian besar akan unjuk
diri di sini untuk membuat jasa. Tetapi, bisa kupastikan Bu Tek
Seng Ong belum akan muncul disini, bukan karena takut, tetapi
karena memang belum waktunya …… atau jikapun tetap muncul,
pasti dalam bentuk penyaruan. Percayalah, mereka belum yakin
benar akan mampu menguasai kita semua saat ini …. Tapi,
mereka pasti akan segera mencobanya untuk membuktikan bagi
diri mereka sendiri ……… karena itu, perguruan-perguruan yang
lebih kecil haruslah sangat berhati-hati ……. kita disini kelak, juga
harus berhati-hati ….”
“Hmmmmmm, masuk di akal …… masuk di akal” terdengar Tek
Ui Sinkay (Pengemis Sakti Tongkat Kuning) berkomentar sambil
juga mengangguk-anggukkan kepala tanda puas dengan
penjelasan Hu Pocu.
985
Sedang mereka bercakap-cakap tiba-tiba terdengar pintu masuk
dibuka dan bersama dengan itu masuklah Hu Wan Li, putri
bungsu Hu Sin Kok yang begitu masuk langsung memberi hormat
kepada semua orang dan kemudian berkata kepada ayahnya:
“Ayah, Li Ji mohon maaf karena mengganggu. Tetapi ada seorang
tamu khusus yang mengaku adalah Ciangbudjin baru dari Hoa
San Pay, seorang gadis masih muda yang mengaku bernama
Nona Tio Lian Cu dan memohon untuk bertemu. Mohon ayahanda
yang memutuskannya, apakah diijinkan masuk ……..”?
“Accccchhhhhh Tio Ciangbudjin sendiri rupanya sudah berkenan
untuk datang sendiri. Bagus, bagus persilahkan segera agar Tio
Kouwnio masuk kemari Li Ji …….” berkata Hu Sin Kok dengan
gembira sambil melirik Yap Eng Ceng dan istrinya Kiang Cui Loan.
Tentu saja Hu Sin Kok sudah mendengar kisah mengenai Tio Lian
Cu sebagai seorang pewaris utama Thian Hoat Tosu, salah satu
tokoh besar atau Tokoh Dewa Tionggoan. Kedatangan Tio Lian
Cu, meski hanya murid seorang tokoh dewa tentu saja
mendatangkan rasa gembira dan perasaan jauh lebih tenang dan
aman menghadapi pergolakan yang sudah berada di depan mata.
Yap Eng Ceng tersenyum senang melihat respons dan kata-kata
Hu Pocu,
986
“Baik ayah …….” Jawab Hu Wan Li yang sudah dengan segera
berlalu
Tak lama kemudian masuk kembali Hu Wan Li dan di
belakangnya berjalan masuk Tio Lian Cu dengan wajah yang
dibuat menjadi agung dan lebih berwibawa. Betapapun dia
membawa nama besar Hoa San Pay sebagai Ciangbudjin, dan itu
haru dijaganya. Kedatangannya segera disambut Yap Eng Ceng
dan istrinya Kiang Cui Loan yang segera menyambut sambil
menyapa dengan akrab:
“Ciangbudjin, engkau sudah tiba ……..”?
Tio Lian Cu melihat mereka berdua dan kemudian tersenyum
sambil menyapa dengan suara yang rendah bagai berbisik namun
bernada gembira:
“Achhhhh Yap Suheng dan Enci Kiang sudah lebih dahulu berada
disini ….”?
“Sesuai perintahmu Ciangbudjin Sumoy ….”
Dan karena sudah tiba dalam ruangan tersebut, maka dengan
hormat Tio Lian Cu akhirnya berkata dengan nada menghormat:
987
“Cuwi sekalian, mohon maaf keterlambatan kami, tetapi Wakil
Ciangbudjin Hoa San Pay Yap Eng Ceng suami istri sudah datang
mendahului kami ……… namun demikian, bagaimanapun
terimalah salam hormatku ..”
“Hahahahahaha, benar-benar sangat luar biasa …… Hoa San
Pay dipimpin seorang gadis muda yang demikian hebat, murid
Thian Hoat Tosu yang demikian hebat dan sakti digdaya …… mari
…. mari Tio Ciangbudjin ……” sambil berkata demikian Hu Sin
Kok berdiri dan mengundang Tio Lian Cu untuk duduk bersama
mereka dalam ruangan tersebut sambil melanjutkan percakapan
mereka. Tetapi, belum lagi percakapan dimulai Tio Lian Cu
bertanya dengan suara serius ….:
“Hu Pocu ….. ada hal penting yang ingin kutanyakan, mohon
dimaafkan jika lancang. Apakah percakapan di tempat ini sejak
awal tadi adalah percakapan yang sangat dirahasiakan dan tidak
boleh sampai ke telinga orang luar …”? ucapnya sambil
memandang wajah Hu Sin Kok
Hu Sin Kok yang dipandang merasa ada sesuatu yang kurang
beres, tetapi dengan cepat dia mengangguk sambil berkata:
“Benar sekali Nona …… engkau menebak dengan tepat …….”
988
“Accchhhhhhh, Enci Hu, ada seseorang yang terpaksa kutotok
tadi karena bersikap sangat mencurigakan begitu melihat enci, di
luar sana. Jika aku sampai keliru menilai orang baik, mohon
dimaafkan ……”
Hu Wan Li tiba-tiba tersentak dan berkata:
“Ach benar, aku melihat ada tamu yang agak asing tadi di luar
pintu ini …. Apakah dia masih berada di luar …..”? tanya Hu Wan
Li tegang sambil memandang Tio Lian Cu yang mengangguk
kearahnya deng penuh kepastian. Melihat itu, Hu Wan Li melesat
ke luar, dan benar saja tak berapa lama dia kembali menyeret
seorang laki-laki berusia 40 tahunan dan semua merasa asing
melihatnya ….
“Ayah, tadinya kupikir dia ini adalah salah satu tamu ayahanda
….. achhhh, Li ji benar-benar lalai sekali ini …” berkata Hu Wan
Li begitu masuk.
“Tio Ciangbudjin, terima kasih telah tidak membiarkan dia
meninggalkan Benteng ini. Kelihatannya dia memang orang asing
yang menyusup ……” sambung Hu Wan Li sambil memandang
penuh terima kasih kearah Tio Lian Cu.
989
“Gerak-geriknya sangat mencurigakan dan selalu tidak tenang.
Terutama ketika Enci Hu berkata akan memasuki ruangan ini ….
tingkahnya kelihatan sangat mencurigakan karena itu sudah
kutotok terlebih dahulu sebelum memasuki ruangan ini …..”
berkata Tio Lian Cu sambil memandang Hu Wan Li
“Accccch, terima kasih Tio Ciangbudjin ….. engkau benar-benar
menyelamatkan kita malam ini. Seandainya berita tadi sampai ke
pihak lawan, maka keadaan kita akan menjadi sangat berbahaya
….. untung engkau sempat memergokinya Tio Ciangbudjin,
sungguh berbahaya, sungguh berbahaya …” berkata Hu Sin Kok
dengan nada suara penuh rasa terima kasih.
Percakapan merekapun menjadi lebih berwarna dan menjadi
semakin sadar bahwa musuh memang benar, sudah mengutus
dan memasukkan orang-orangnya ke Benteng Keluarga Hu,
entah bagaimana caranya. Jika di Benteng Keluarga Hu bisa
kebobolan, maka dapat dipastikan di Kota Ya In juga sudah
kemasukan mata-mata musuh. Bahkan mungkin bukan sekedar
mata-mata, tetapi adalah orang-orang pilihan Bu Tek Seng Pay
yang memiliki missi khusus untuk datang ke acara Hu Pocu.
Karena itu, percakapan mereka menjadi lebih seru dan bahkan
mulai bercakap bagaimana antisipasi atas kondisi terkini yang
mereka sedang hadapi.
990
Sementara mereka bercakap-cakap, di kota Ya In, ada beberapa
orang muda terlihat sedang berusaha mencari tempat
penginapan. Tetapi, celaka, karena mereka tidak mendapatkan
tempat lagi untuk menginap. Tetapi, beberapa saat kemudian,
terdengar salah seorang dari mereka, seorang gadis muda
berkata dengan suara penuh harapan dan dengan nada gembira:
“Kwan toako, ayahanda memiliki sebuah toko pakaian yang cukup
besar di kota ini. Jika memang kita tidak lagi mendapatkan tempat
di penginapan ataupun hotel, kita dapat menggunakan beberapa
kamar di toko tersebut. Gedungnya cukup besar untuk kita semua
menginap disana nanti ……..”
“Accccchhh, baguslah jika memang demikian Nyo kouwnio …..”
berkata Kwan Kim Ceng kepada Nyo Bwee.
Ternyata, mereka adalah rombongan Kwan Kim Ceng, Nyo Bwee,
Bu San (Koay Ji) dan yang sangat mengejutkan adalah adanya
Nadine, murid wanita yang paling muda dari Mo Hwee Hud. Serta
yang lebih mengejutkan lagi, tidak terlihat sedikitpun Nona itu
dalam keadaan dibatasi gerak-geriknya. Nona asal Thian Tok itu
terlihat bergerak lebih leluasa, diberi kebebasan bukan sebagai
orang tahanan, tetapi meskipun demikian dia tidak terlihat
berusaha melarikan diri atau mencari kesempatan melarikan
991
dirinya. Sebaliknya, semakin lama dia semakin akrab bergaul
dengan Nyo Bwee yang mulai mempercayainya dan juga Kwan
Kim Ceng. Bahkanpun dengan Bu San juga semakin lama
semakin akrab dalam berteman. Karena semakin akrab, maka
totokan Koay Ji malahan sudah dibuka dan dilepaskan, bahkan
mereka pernah menyuruh Nadine pergi untuk mencari dan
menemui suhunya terlebih dahulu. Tetapi, entah mengapa,
Nadine enggan pergi dan malah terus mengikuti mereka dan
semakin hari justru persahabatan mereka menjadi semakin akrab.
Perjalanan ke-empat anak muda itu sebetulnya cukup rumit untuk
dikisahkan. Selama berada di Pesanggrahan Keluarga Nyo,
Nadine adalah seorang tawanan. Maklum saja, karena dialah
yang bertugas “menjaga” dan memastikan Nyo Wangwe untuk
tetap dalam keadaan tersihir oleh suheng-suhengnya.
Belakangan Nadine, gadis cantik asal Thian Tok ini tertawan dan
ditotok secara istimewa oleh Koay Ji atau tepatnya Thian Liong
Koay Hiap. Ketika mengetahui bahwa gadis itu, Nadine, ditotok
secara khusus namun diperlakukan secara baik di lingkungan
keluarga Nyo, akhirnya Nadine dibiarkan oleh para suhengnya
untuk tetap berada disana. Tetapi, gadis cantik itu adalah orang
yang amat luwes dan sangat senang bersahabat. Karena itu,
perlahan-lahan dia malah mampu menarik perhatian dan rasa
992
suka Nyo Bwee sehingga mereka dapat berbicara dan bersahabat
lebih akrab meskipun Nyo Bwee paham bahwa Nadine adalah
murid seorang tokoh sesat.
Bukan hanya itu. Kwan Kim Ceng sendiripun perlahan-lahan luluh
dan tidak lagi melihat dan menganggap Nadine sebagai seorang
yang berbahaya dan perlu dibatasi gerak geriknya. Kim Ceng
sendiripun, sebagaimana Nyo Bwee, perlahan-lahan menjadi
akrab dan dekat dengan Nadine, bahkan menemukan kenyataan
betapa kepandaian gadis itu tidaklah lebih lemah dari
kepandaiannya sendiri. Jika Kwan Kim Ceng sedikit lebih lama
waktunya untuk dekat dengan Nadine, adalah Bu San (Koay Ji)
yang lebih cepat akrab dengan Nadine si jelita asal Thian Tok
tetapi fasih berbicara bahasa Tionggoan itu. Maklum, karena Bu
San dianggap yang termuda, namun memiliki keahlian yang
sangat luar biasa dalam hal pengobatan. Dan, dengan semakin
akrabnya mereka, secara otomatis, merekapun jadi ssering
berlatih silat bersama, dan Nadine serta Nyo Bwee mendapati
kenyataan betapa petunjuk-petunjuk Bu San demikian hebat dan
mujijat dan membantu mereka meningkatkan kepandaian masingmasing.
Ada sesuatu hal yang mendatangkan rasa curiga Kim Ceng dan
juga Nadine serta Nyo Bwee ketika Bu San entah bagaimana
993
menghilang selama dari dua hari lebih dan nyaris tiga hari. Di sore
hari ketiga Bu San kembali dengan membawa beragam macam
dedaunan obat yang menurutnya dicarinya dengan susah payah
di gunung dan hutan-hutan sekitar Pesanggrahan Keluarga Nyo.
Tetapi, yang mengherankan Kim Ceng dan kawan-kawannya
adalah, tidak terlihat sedikitpun rasa lelah dan letih di wajah Bu
Sansaat itu. Tetapi, karena alasannya memang sangat masuk
akal, dan keesokan harinya dia jadi seperti biasa kembali,
meramu obat-obatan dan berlatih bersama, maka kecurigaan
mereka atas diri Bu San itu lenyap dengan sendirinya. Sampai
akhirnya merekapun, Bu San dan Kim Ceng memutuskan untuk
melanjutkan perjalanan menuju ke Benteng Keluarga Hu di dekat
kota Ya In.
“Toako, bolehkah aku ikut menengok keramaian di benteng
keluarga Hu …”? rengek Nyo Bwee ketika Kwan Kim Ceng
memberitahu kedua Nona itu rencana perjalanan mereka
selanjutnya. Konon, karena kesepakatan itu sesuai dengan yang
mereka janjikan dengan Sie Lan In untuk bertemu kembali di
Benteng Keluarga Hu. Dan saat itu, kurang lebih sebulan kedepan
waktunya.
“Waaaaaaah, Nyo kownio, bukannya aku tidak setuju untuk
membawamu ikut serta dengan perjalanan kami berdua dengan
994
Bu San, karena sesungguhnya engkau perlu untuk bertanya dan
memintakan ijin terlebih dahulu kepada kedua orang tuamu. Dan
aku khawatir, mereka tidak akan sedemikian mudahnya untuk
mengijinkanmu pergi dan luntang-lantung berkelana di dunia
persilatan seperti aku dan juga San te yang sudah terbiasa
melakukannya selama ini ……”
“Accchhhh, belum tentu toako. Karena dewasa ini Ayah menaruh
kepercayaan yang tinggi kepada toako dan juga adik Bu San.
Karena itu, jika kukatakan bahwa toako akan menjagaku, maka
ayah pasti akan mengijinkannya …….”
“Tetapi, sebaiknya engkau bertanya lebih dahulu kepada orang
tuamu Nyo kouwnio, karena bukan perkara ringan untuk
melakukan perjalanan yang cukup jauh bagi anak gadis seperti
Nyo kouwnio ……”
“Yang terpenting engkau bersedia melindungiku sepanjang
perjalanan kelak Toako, itu soal utamanya. Perkara untuk
membujuk dan meminta ijin ayah dan ibuku akan kulakukan jika
toako bersedia …..”
Kim Ceng kebingungan setengah mati, sementara Bu San diam
saja dan memilih tidak mengatakan sesuatu apapun lagi. Tetapi,
995
jelas sekali dia mengerti apa kemauan dari Nona Nyo yang
kelihatan sekali begitu mempercayai mereka berdua. Bahkan tak
segan segan Nona yang kaya raya ini memanggil mereka sebagai
kakak ataupun adik, saking merasa dekat dan akrabnya dia. Yang
tak disangka dan tak diduga oleh Bu San adalah, Nyo Bwee berat
berpisah dengan mereka berdua, karena dia belum menentukan
siapa yang akan lebih dipilihnya kedepan, apakah Kim Ceng
ataukah Bu San. Dan celakanya, hal yang sama berlaku juga
kepada Nadine. Entah mengapa, kedua gadis ini justru bingung
menentukan pilihan, siapa yang mereka sukai, apakah Bu San
ataukah Kwan Kim Ceng. Karena keduanya adalah pemuda
pilihan.
Kwan Kim Ceng lebih matang dan dewasa, tubuhnyapun bagus.
Sikap dan prilakunya terpuji dan masih murid keluarga perguruan
Siauw Lim Sie. Meskipun usianya terpaut sekitar 6,7 tahun
dengan kedua gadis itu, tetapi memilih Kim Ceng sebagai
pendamping hidup bukanlah sesuatu yang mengecewakan.
Tetapi, selain Kim ceng, ada juga Bu San yang tak kalah
menariknya, hanya kalah di ilmu silat saja. Keunggulan Bu San
adalah, dia terlihat lebih misterius, menyimpan banyak hal tak
terduga jika dibandingkan dengan Kwan Kim Ceng. Entah
mengapa, meski hanya seorang yang hebat dalam ilmu
996
pertabiban, tapi baik Nadine dan Nyo Bwee seperti merasa seperti
ada sesuatu yang hebat dan sangat luar biasa dalam diri Bu San.
Tetapi, mereka berdua tidak sanggup merumuskan dan
menyebutkan apa yang mereka rasakan misterius dalam diri
seorang pemuda bernama Bu San itu. Yang pasti, ketika sedang
memberi petunjuk ilmu silat dan berlatih dengan mereka berdua,
kehebatan seorang Bu San sangat terasa meski hanya dalam
teori dan kata-kata dan bukannya dalam praktek. Yang sudah
pasti hebat adalah ilmu tabibnya dan teori silatnya itu. Tetapi,
anak muda yang ceria dan gembira itu, selalu terlihat penuh
percaya diri, sangat perduli kepada mereka berdua dan yakin
dengan semua tindakannya, memberi rasa aneh dan rasa suka
yang lain bagi kedua gadis muda yang cantik jelita itu.
Jika Bu San tidak atau belum mampu menangkap gelagat itu,
semata karena memang usianya yang paling muda dan juga
belum pernah melihat seorang gadis yang jatuh cinta. Dan juga,
dia sendiri belum paham apa yang dimaksud dengan jatuh cinta
dan menyukai seorang gadis dengan rasa yang berbeda.
Sementara itu, Kim Ceng yang sudah cukup berumur, juga sama
belaka, sama tidak paham karena memang lebih sibuk menemani
suhunya berkelana dan berlatih. Jadilah pergaulan ke-empat
muda-mudi itu menjadi rumit nan ruwet. Untung saja, Kwan Kim
997
Ceng sebagaimana juga Nyo Bwee dan Nadine, adalah orangorang
yang menggemari dan menekuni Ilmu Silat dan berlatih
serta berlatih secara bersama-sama. Karena itu, persoalan
ketertarikan Nadine dan Nyo Bwee jadi tidak begitu menyolok,
selain kedua anak gadis itu sendiri memang tidak terlampau
agresif dalam mengejar baik Kim Ceng maupun Bu San. Mungkin
juga karena kedua gadis cantik itu, juga sama-sama belum punya
cukup pengalaman dalam jatuh cinta atau dalam mengejar cinta
seorang laki-laki.
Maka, mendengar permintaan Nyo Bwee, Kim Ceng kelimpungan
setengah mati. Apalagi, ketika Nadine juga ikut nimbrung:
“Toako, bawalah kami berdua ……. toch kamipun bisa ikut
membantu selama dalam perjalanan menuju Benteng Keluarga
Hu ……”
“Mati aku …..” desis Kim Ceng dalam hati. Sama sekali dia tidak
menyangka kedua gadis itu akan minta ikut menemani dia dan Bu
San untuk melakukan perjalanan menuju Benteng Keluarga Hu.
Tetapi, tentu saja kalimat itu tidak dilontarkannya keluar, tetapi dia
hanya memandang Bu San yang ikut-ikutan nyengir
memandangnya. Bahkan kemudian ikut juga menambahi:
998
“Di bawah perlindungan Kim Ceng toako, kuyakin mereka akan
baik-baik saja, tidak ada salahnya mereka ikut toako ……..” ujar
Bu San sambil senyam-senyum memandangi wajah Kim Ceng
yang semakin serba salah.
“Benar sekali adik Bu San …… akupun yakin kita akan baik-baik
saja selama dalam perjalanan. Toako pasti tidak akan
membiarkan kita …..” Nyo Bwee dengan cepat menyambar
peluang yang dibuka secaa lebar oleh Bu San, sementara Kwan
Kim Ceng semakin tersudut dan tak berdaya. Apalagi, karena
Kwan Kim Ceng memang seorang pemuda pendiam yang susah
beradu pendapat.
“Bagaimana toako ……. apakah bisa engkau ijinkan ….”? kejar
Nadine melihat Kim Ceng yang cengar-cengir kebingungan
“Iya ….. ech ….. tidak …… accccch, begini saja Nyo kouwnio, jika
ayahmu memang mengijinkan engkau untuk berkelana, baru aku
bisa memikirkan atau memutuskan untuk mengijinkanmu ikut
perjalanan kita …..”
“Waaaaaah begitu baru toakoku yang baik …..” goda Nadine,
sementara Nyo Bwee dengan segera menjawab
“Baik ….. malam ini akan kumintakan ijin ayahanda ……”
999
Keesokan harinya tidak ada kabar berita, bahkan Nyo Bwee yang
pulang ke Gedung ayahnya bersama Nadine tidak munculkan diri.
Baru dua hari kemudian mereka berdua muncul dan dengan
ditemani oleh Nyo Wangwe bahkan lengkap dengan pasukan
keamanan yang disiapkannya dan juga disiapkan pemerintah
kota. Begitu melihat kedatangan Nyo Wangwe, baik Kim Ceng
maupun Bu San sudah cepat mendatangi dan memberi hormat,
tetapi dengan cepat keduanya dibangunkan si hartawan asal
Siauw Lim Sie ini. Kelihatannya senang sekali Nyo Wangwe
karena baik Kim Ceng maupun Bu San betah tinggal di
Pesanggrahannya:
“Bagaimana, Kwan Sute dan Bu San apakah kalian berdua betah
di Pesanggrahan ini selama beberapa hari belakangan …….”?
“Acccch, tentu saja Nyo Wangwe …. udara dan suasana disini
sungguh menyenangkan dan membuat kita lupa kembali ke kota
….. hahahahaha” Bu San menjawab sambil bergurau, tetapi tetap
sopan, sementara Kwan Kim Ceng menjawab dengan cukup
ringkas dan padat
“Begitulah Nyo Suheng ……”
1000
“Tetapi, kabarnya kalian berdua akan segera melanjutkan
perjalanan menuju ke Benteng Keluarga Hu …..”? tanya Nyo
Wangwe sambil memandang wajah Kwan Kim Ceng dengan
serius
“Begitulah Nyo Suheng, Suhu dan Siauw Lim Sie Ciangbudjin
menugaskanku untuk menuju Benteng Keluarga Hu seusai
masalah di tempat Nyo Suheng. Hoat Kek Suheng, Wakil
Ciangbudjin Siauw Lim Sie juga akan menuju kesana, sehingga
kehadiranku disana sekaligus untuk memberikan laporan
keadaan disini …..”
“Acccchhhh, baik sekali jika demikian. Biasanya setidaknya Wakil
Ciangbudjin yang kelak mewakili Siauw Lim Sie jika ada acara
besar di Benteng Hu Sin Kok, dan sudah pasti akan ada
keramaian disana …………..”
“Nampaknya memang demikian Nyo Wangwe …… menurut Sie
Kouwnio juga memang demikian, karena Subonya juga sudah
memintanya untuk hadir disana kelak ….” Kali ini Bu San yang
berujar dengan suara gembira
“Hmmmmmm, aku tahu, aku tahu …… tapi, apakah Kwan Sute
tidak keberatan jika cucuku bersama dengan temannya ini ikut
1001
dalam perjalanan Kwan Sute itu? Karena bagaimanapun, mereka
berdua masih teramat kurang berpengalaman melakukan
perjalanan sejauh ini dalam dunia persilatan ….….” tanya Nyo To
sambil sekali lagi meneliti seri wajah Kim Ceng ketika bertanya
“Accccch, apa maksud Nyo Suheng, Nyo kouwnio dan temannya
ini nantinya akan ikut denganku dan Bu San untuk …..”?
“Benar ….. aku ingin menitipkan mereka berdua untuk melakukan
perjalanan bersama engkau dan Bu San ….. kuyakin dalam
pengawasanmu cucuku dan kawannya ini tidak akan demikian
bawel dan ceroboh nantinya ……” belum selesai kalimat Kim
Ceng sudah dipotong langsung oleh Nyo Wangwe membenarkan
dugaannya.
Sekali ini Kim Ceng tak mampu menjawab segera. Meski dia
sudah menyangka ada kemungkinan Suhengnya ini mengijinkan
cucunya ikut dengannya untuk melakukan perjalanan. Perjalanan
yang sebenarnya tidak cukup jauh bagi dia dan Bu San, namun
membawa serta dua orang gadis lain lagi ceritanya. Tetapi, dia
tidak mungkin lagi menolak karena sudah mengiyakan
permintaan Nyo Bwee jika memang diijinkan oleh kakeknya atau
ayahnya secara langsung.
1002
“Baik ….. baiklah jika memanng Suheng mengijinkan dan
mempercayakan mereka berdua dan juga sekaligus memintaku
untuk mengawasi mereka berdua selama dalam perjalanan ke
Benteng Keluarga Hu ……”
“Hahahahahaha, bagus ….. bagus. Bagaimanapun darah
petualanganku justru ada dan mengalir dalam darah cucuku dan
tidak didalam darah anak-anakku. Tetapi, engkau harus berjanji
mengawasi dan memberi dia petunjuk bagaimana bertualang
serta berkelana dalam rimba persilatan Kwan Sute ……”
“Sudah pasti … sudah pasti Nyo suheng ……. “
“Hahahahahaha, bagus …. bagus …. Kalau begitu, mari kita
nikmati siang ini dengan bersantap bersama sambil bercakapcakap
lebih jauh …….”
Perjalanan ke-empat anak muda itu disertai oleh 2 (dua) orang
pengawal khusus yang sengaja ditugaskan Nyo Wangwe untuk
menemani. Sekaligus mengurusi dan melayani ke-empat anak
muda itu selama dalam perjalanan menuju Benteng Keluarga Hu
di kota Ya In. Tetapi, hari kedua, Kwan Kim Ceng dan Bu San
menyuruh kedua orang itu balik kembali ke gedung Nyo Wangwe,
karena mereka merasa risih untuk dilayani orang selama dalam
1003
perjalanan. Sebetulnya Nona Nyo Bwee ingin protes, tetapi Kwan
Kim Ceng dan Bu San tidak memperdulikan, sehingga pada
akhirnya, berempat mereka melakukan perjalanan dan kali ini
tanpa ada lagi orang yang melayani segela keperluan mereka.
Hanya Nyo Bwee yang awalnya cukup terganggu dengan
kenyataan tersebut, selebihnya, Nadine, Bu San dan Kim Ceng,
pada dasarnya sudah terbiasa dengan pengembaraan dalam
dunia persilatan.
Kejadian menarik terjadi ketika mereka berjarak tinggal sehari
semalam sebelum masuk ke kota Ya In, tujuan mereka. Mereka
berempat, termasuk Nadine serta Nyo Bwee yang sedang
berdandan ringkas namun tetap saja tidak menyembunyikan
kecantikan mereka, sedang duduk sambil makan di sebuah kedai
di pinggir jalan. Mereka sengaja makan siang di kedai itu
berhubung selain memang sudah teramat lapar, juga mereka
tidak akan singgah ke kota, melainkan akan langsung menuju
kota Ya In. Kedai yang mereka singgahi meskipun sederhana,
tetapi terhitung cukup ramai pengunjung seperti siang ketika
keempat anak muda itu memasukinya untuk makan. Untung saja
masih tersedia beberapa kursi kosong yang kemudian mereka
tempati untuk makan siang dan sekaligus beristirahat sebelum
melanjutkan perjalanan.
1004
Tidak ada kejadian yang cukup menarik, merekapun makan
dalam diam sampai kemudian ketika mereka akhirnya selesai
makan dan tinggal beristirahat menghabiskan waktu, tiba-tiba
masuklah tujuh orang kasar. Kebetulan saat itu tidak semua dari
mereka bertujuh dapat beroleh kursi yang masih bisa digunakan
saking banyaknya pengunjung. Keempat orang dari mereka
beroleh kursi yang cukup dekat dengan kursi Bu San berempat
yang baru saja selesai makan. Dan di belakang mereka, duduk
dengan santai dan tidak menarik perhatian seorang pemuda yang
membekal seruling dan berdandan sangat rapih. Melihat Bu San
bersempat sudah selesai makan, dan melihat kecantikan Nadine
yang amat khas dan unik serta Nyo Bwee yang juga sedang
mekar dan ranum-ranumnya, watak dan bakat iseng mereka
kambuh. Salah seorang dari mereka yang berwajah tirus dan
berusia sekitar 35 tahunan, sudah memandang dan melihat meja
Bu San dan kawan-kawan. Senyumnya mengembang begitu
melihat Nadine dan semakin tambah mengembang ketika melirik
Nyo Bwee yang duduk disamping kiri Nadine dan sebelah kanan
Bu San. Kedua Nona itu memang sangat menonjol kecantikan
mereka karena di antara puluhan pria pada saat itu, hanya ada
kurang dari 5 perempuan belaka di antara mereka. Karena itu,
tidaklah mengherankan jika si muka tirus jadi mulai cengar-cengir
1005
tidak keruan dan sudah segera muncul ide pikiran isengnya
secara mendadak.
“Hahahahahaha, Jiwi kouwnio yang cantik jelita, apakah sudah
selesai makan siangnya dan bisakah gerangan kami
mengundang untuk ikutan bersama kami menikmati makan siang
ini …..”? sapanya dengan tingkah yang cukup tengil dan cepat
membuat baik Nadine maupun Nyo Bwee langsung tidak senang.
Suasana hati yang terganggu dan tidak senang sudah langsung
terbaca dari wajah keduanya, dan Bu San mendadak mendapat
firasat sesuatu akan terjadi. Adalah Nadine yang berusia lebih
banyak jika dibandingkan dengan Nyo Bwee dan juga jelas jauh
lebih berpengalaman. Dia tahu dan mengenal banyak orang
seperti si muka tirus, bahwa orang itu tidak memiliki bekal yang
cukup tinggi, tetapi kerap suka sekali iseng dan mengganggu
orang yang lebih lemah dibandingkan dirinya sendiri.
“Hmmmmm, kami memang baru saja selesai makan, tetapi
mohon maaf karena kami baru saja selesai makan dan masih
menunggu beberapa saat lagi sebelum melanjutkan perjalanan
menuju kota Ya In …….”
“Accchhh, sedang dalam perjalanan rupanya. Jika kouwnio
setuju, maka cayhe Ma Kun bersama kawan-kawan akan sangat
1006
senang untuk mengawal dan sekaligus menemani jiwi kouwnio
dan teman-teman menuju ke tempat tujuan. Kami bertujuh dikenal
dengan nama julukan Kau Kiong Chit Houw (Tujuh Harimau Dari
Bukit Kau Kiong), dan cukup dikenal di daerah ini …..”
“Maafkan Ma hengte, kami sedang beristirahat saat ini dan
sedang tidak ingin untuk diganggu. Dan maafkan kami juga,
karena sesungguhnya kami dapat mencapai Kota Ya In tanpa
dikawal oleh Ma hengte dan kawan-kawan. Terima kasih
sebelumnya atas niat baik dan tawaran Ma Hengte dan kawankawan
……” Nadine masih tetap ramah meski hatinya sudah
mulai mengkal.
“Acchhh, tetapi perjalanan kalian berdua yang secantik ini,
sungguh akan cukup mudah mengundang bahaya dalam
perjalanan nanti, kami bersedia menemani perjalanan jiwi
kouwnio jika memang diijinkan ….. hehehehe …..”
“Maafkan, kami sedang tidak ingin diganggu Ma hengte, silahkan
..…..” Nadine berkata sambil mempersilahkan Ma hengte untuk
berlalu.
“Acccchhh, tetapi kami sungguh ingin membantu dengan
mengawal jiwi kouwnio hingga kelak tiba di kota Ya In ……..”
1007
“Terima kasih, cukup Ma hengte, maafkan, kami sedang tidak
ingin diganggu ….”
“Cayhe bukan mengganggu, tetapi menawarkan niat baik kami
…….”
“Tetapi kami tidak membutuhkan niat baikmu dan tidak
membutuhkan pengawalanmu. Sekali lagi, tolong jangan
mengganggu kami …” Nadine mulai kesal, tetapi masih coba
bersikap sabar dan baik.
“Sabar kouwnio ….. cayhe menanggung perjalananmu akan jauh
lebih aman ketimbang berjalan seperti kalian sekarang ini …..”
“Enci ….. kenapa si muka tikus ini begitu ngotot dan tidak tahu
malu ….. menjemukan” tiba-tiba Nyo Bwee bersuara dan
membuat orang yang menamakan dirinya Ma Kun langsung
terlihat murka. Terlihat jelas mukanya memerah karena makian
Nyo Bwee yang langsung atau tidak langsung memang ditujukan
kepadanya. Sementara itu Bu San dan Kim Ceng sendiripun
menjadi kaget dengan kalimat Nyo Bwee, gadis cucu seorang
tokoh yang kaya raya itu. Tanpa tedeng aling-aling memaki orang
yang sedang mengganggu ketenangan mereka.
1008
“Kouwnio, apa ,….. apa yang baru saja kau katakan ……..”? tegur
Ma Kun sambil memandang wajah Nyo Bwee dengan pandangan
tajam menusuk. Keramahan serta sikap ceriwisnya hilang dengan
sendirinya.
“Enci ….. si muka tikus kelihatannya marah ….. hikhikhik ……”
bukannya minta maaf dan membujuk Ma Kun, justru Nyo Bwee
tambah memperburuk keadaan dengan secara tidak langsung
memaki Ma Kun dengan “si muka tikus”.
Sesungguhnya, keadaan mereka sedang diamati banyak orang
yang sama tidak suka dengan kerja Ma Kun dan kawankawannya.
Karena itu, mendengar jawaban-jawaban Nyo Bwee
yang terkesan amat polos namun sangat menyinggung dan
menyakitkan para pengganggunya, membuat banyak orang jadi
geli dan bahkan banyak yang jadi tertawa karenanya. Termasuk
bahkan beberapa orang teman sekomplotan Ma Kun yang
memandang kawannya yang sedang serba salah itu. Menyerang
Nyo Bwee jelas akan sangat memalukan, karena si gadis selain
wajahnya cantik, juga terlihat jelas masih polos dan seperti tidak
tahu urusan. Membiarkan si gadis memakinya sebagai “si muka
tikus”, juga sungguh berabe. Ma Kun benar benar keki dan
bingung apa yang sebaiknya dia lakukan pada waktu itu.
1009
“Hmmmm, engkau sungguh sangat menghinaku Nona ……..”
berkata Ma Kun dengan wajah memerah marah dan tak tahu
harus bagaimana.
“Siapa suruh engkau mengganggu kami yang sedang istirahat
…..” ringan saja Nyo Bwee mendebat dan menyudutkannya.
“Cayhe meminta ijin untuk memakai kursi ini karena kalian sudah
…..”
“Bukan, engkau mendesak kami untuk kalian kawal, bahkan
memaksa kami menerima kawalan kalian ….” belum lagi Ma Kun
selesai berbicara, Nyo Bwee sudah menukasnya dengan suara
meninggi.
“Tapi tidak mesti engkau menghinaku Kouwnio …”
“Kalau tidak mau dihina, jangan terlampau mendesak dan
menekan-nekan kami disini. Kami sangat butuh istirahat. Carilah
tempat lain yang kosong sana .. huh, sungguh menjemukan”
bukan main kata-kata Nyo Bwee, tajam dan amat menohok.
Bahkan sampai-sampai Nadine sendiripun jadi terperangah
mendengar Nyo Bwee mendebat dan menyudutkan Ma Kun.
Tetapi, sebentar kemudian diapun jadi tersenyum manakala
1010
melihat Ma Kun menjadi begitu salah tingkah dan jadi tidak tahu
apa yang sebaiknya dia lakukan saat itu.
Meski demikian, Nadine menjadi sangat berwaspada begitu
melihat sinar mata Ma Kun semakin lama semakin nyalang,
sebuah pertanda jika emosinya sudah mempengaruhi
pertimbangan akal sehatnya. Tetapi, untung saja seorang
kawannya keburu datang dan kemudian berkata kepadanya:
“Sudahlah Chit sute …… kita sudah mendapat tempat untuk
duduk disana, janganlah bertengkar dengan anak-anak ingusan
itu ……” dia berkata sembil menarik badan Ma Kun untuk segera
berlalu dari hadapan Nyo Bwee dan Nadine. Diapun sendiripun
mulai risih karena perhatian banyak orang tertuju kepada mereka.
“Hmmmm, bagus, pergilah secepatnya, kalau jadi laki-laki jangan
berani beraninya hanya sama anak-anak gadis belaka ….
sungguh memalukan …..” kalimat Nyo Bwee ini yang kembali
membuat Ma Kun sangat emosional dan tiba-tiba merengut dari
pegangan serta tarikan kawannya dan kemudian berusaha untuk
berdebat kembali dengan Nyo Bwee. Tetapi kawannya dengan
cepat menggeretnya pergi diiringi dengan tatapan mata yang
marah dan nyalang dari Ma Kun.
1011
Gangguan kecil itu membuat Kwan Kim Ceng dan Bu San menjadi
hilang selera untuk beristirahat lebih lama lagi di kedai yang
sedang ramai-ramainya tersebut. Beberapa menit kemudian,
Kwan Kim Ceng memutuskan untuk pergi dan sebelumnya
berkata sambil melirik Nadine dan Nyo Bwee:
“Sudah saatnya kita berangkat …… lain kali, sebaiknya kita lebih
sabar supaya tidaklah mendapat gangguan dan musuh di
perjalanan …” Kim Ceng berkata lirih dan memang hanya
ditujukan kepada Bu San, Nadine dan Nyo Bwee
“Baik toako …. Maafkan aku …..” desis Nyo Bwee yang tiba-tiba
merasa jika kalimat Kim Ceng tadi ditujukan kepadanya.
“Sudahlah ….. ayo, kita lanjutkan perjalanan ……” adalah Bu San
yang kemudian ambil inisiatif berdiri dan kemudian berjalan
sambil meredakan ketegangan.
Tak berapa lama kemudian, keempat anak muda itu sudah
berjalan kembali namun tetap dengan kecepatan seadanya.
Karena sesungguhnya mereka tidak diburu waktu, dan
melangkah sekedarnya. Mereka memang sudah memutuskan
tidak memasuki kota dan rencananya nanti beristirahat di Kota Ya
In, maka ketika tiba di persimpangan, keempatnya kemudian
1012
mengambil jalan kearah pegunungan. Arah tersebut menjauhi
kota dan menuju ke Gunung Kau Kiong San yang sekarang ada
di hadapan mereka. Di balik pegunungan itulah kota Ya In berada.
Meski gunungnya tidak cukup tinggi tetapi hutannya tetap saja
cukup lebat. Dan mereka mau tidak mau harus melintasinya untuk
dapat mengambil jalan tercepat menuju kota Ya In. Tepat
sebelum mereka memasuki hutan yang cukup lebat guna
melintasi pegunungan Kau Kiong San, kembali satu gangguan
mereka alami.
Tidak banyak, hanya satu orang belaka. Seorang pemuda
kelihatannya. Dia memegang sebatang seruling yang terbuat dari
bahan yang keras, mungkin sejenis besi, tetapi yang aneh
warnanya adalah hitam legam. Jelas bahan yang menarik,
sebuah besi hitam mengkilat. Meski mengenakan caping tetapi
tidaklah mampu menyembunyikan wajahnya yang masih muda
dan terlihat cukup gagah, bahkan sedikit lebih tampan
dibandingkan dengan Kwan Kim Ceng. Badannya nyaris mirip
dengan Bu San, sedikit lebih kurus malahan, tetapi sikapnya
sungguh penuh percaya diri dan kelihatan malah agak tinggi hati.
Dia berdiri tepat di tengah jalan setapak yang harus dilalui oleh
rombongan Kwan Kim Ceng dan kawan-kawan. Begitu Melihat
ada yang menghalangi jalan mereka, sontak mereka berempat
1013
berhenti atau tepatnya menghentikan langkah kuda yang mereka
gunakan untuk tidak menabrak si penghadang. Pada saat itu
jalanan yang mereka tempuh memang menyempit, sejenis jalan
setapak yang mengarahkan mereka menanjak ke pegunungan.
Sebagai orang yang “dituakan” dan lebih berpengalaman, Kim
Ceng kemudian ambil inisiatif untuk bertanya maksud si
penghadang:
“Mohon dimaafkan jika cayhe kurang mengenali saudara yang
berada di depan kami semua ….…. apa gerangan yang dapat
kami bantu ……”?
“Hmmmm, sungguh pemuda-pemuda pengecut yang gemar
berlindung dibalik tajamnya lidah para gadis. Aku malu melihatmu
dan kawanmu yang satu itu …..” tajam dan pedas kalimat si
pemuda sambil melirik Kwan Kim Ceng dan Bu San yang sama
dituduhnya suka dan gemar berlindung di balik kata kata Nyo
Bwee dan Nadine. Kwan Kim Ceng terdiam sejenak, tetapi Bu San
dengan cepat mengambil alih posisi untuk bertanya jawab dengan
si pemuda yang membuatnya tersinggung:
“Hmmmm, apa pula urusanmu dengan kami ….. ? Jika kami mau,
cukup dengan satu kali mengibaskan lengan, mereka bertujuh
1014
sudah jatuh terluka. Tetapi kami tidak mau mencari urusan
dengan orang-orang tidak genah yang gede nyali terhadap kaum
lemah tetapi pengecut menghadapi tokoh kuat ….” jawab Bu San
getas tetapi tidak membuat si penghadang mundur dari posisinya.
“Hahahahahaha, apa benar engkau memiliki kemampuan untuk
mengibaskan lengan sekali saja guna merubuhkan mereka
bertujuh tadi itu? hahahahaha, engkau yang gede rasa dan
sedang bermimpi kali ya …..”? jawabnya dengan nada mengejek
dan sangat meremehkan Bu San. Tapi, anehnya Bu San tidak
menjadi marah, sebaliknya dengan suara kalem dan ruang dia
berkata:
“Tidak usah diriku yang memang tidak memiliki kemampuan
sehebat itu, cukup enci Nadineku saja yang menghadapi mereka
sudah lebih dari cukup. Dan kuyakinkan engkau kawan, enciku
ini, sekali kibasannya akan mampu meluluh-lantakkan ketujuh
kurcaci di kedai tadi itu. Bahkan engkau juga akan mampu
digebahnya pergi jika suka usil dan mengganggu orang” berkata
Bu San untuk memuji dan mengangkat pamor Nadine yang
terlihat terkejut bertemu pemuda itu. Malah dengan cepat dia maju
dan menarik lengan Bu San ke belakang sambil kemudian
berkata:
1015
“Hai, bukankah kami saat ini sedang berhadapan dengan seorang
tokoh muda yang sangat menonjol dan baru saja angkat nama
dan terkenal dengan nama dan julukannya Thian Cun Tui Hong
(Malaikat Langit Pengejar Angin) Kat Thian Ho? murid penutup
sekaligus pewaris dari salah seorang tokoh mujijat yang begitu
dikenal nama besarnya, yakni Bu Eng Ho Khouw Kiat (Si Rase
Tanpa Bayangan), apakah benar demikian adanya tuan …”?
Sekali ini bukan hanya Kwan Kim Ceng yang terkejut, tetapi
bahkan Bu San sendiripun terkejut setengah mati. Samar-samar
dia terkenang masa kecil yang sulit dibentuknya kembali, yakni
ketika bertemu Kat Thian Ho ini …….. tetapi, lebih lengkap dan
lebih detail lagi, dia tak mampu mengingatnya. Karena keadaan
mereka waktu bertemu memang runyam dan susah dikenangnya
secara lengkap. Nyo Bwee jelas tidak mengenalnya karena itu dia
diam saja dan menyerahkan Nadine untuk meladeni pemuda
gagah bercaping yang berdiri dihadapan mereka berempat.
Tetapi, tokoh yang dipanggil dan disebut Thian Cun Tui Hong Kat
Thian Ho, juga sama terkejutnya karena nama julukannya yang
baru setahun terakhir dipupuk, dapat dikenali seorang gadis.
Seorang gadis cantik yang kini sedang berdiri di hadapannya dan
dapat mengenali nama serta juga julukannya itu. Belum lagi dia
berkata lebih jauh, terdengar Bu San sudah berkata:
1016
“Acchhhhh, jika tidak salah, dialah yang duduk tepat di meja
belakang kita ketika makan siang di kedai tadi itu ……”
Dan sekali ini, Kat Thian Ho, demikian nama si pemuda tidak
menjadi kaget dan seperti mengiyakan seruan Bu San tadi.
Tetapi, dia masih penasaran terhadap Nadine, dan karena itu
diapun berkata atau tepatnya bertanya:
“Siapa engkau kouwnio? mengapa engkau mengenali nama
julukanku …..”?
“Gampang saja. Setahun terakhir, dunia persilatan diramaikan
dengan munculnya 2 bintang muda yang cemerlang, satunya
dikenal dengan nama Lat Ciu Sian Mo (Dewa Tangan Telengas)
Cie Tong Pek, murid penutup Mo Hwee Hud. Dia dikenal sangat
kejam, telengas dan sangat suka dan gemar membunuh siapa
saja yang mengganggu atau merusak suasana hatinya. Dan
satunya lagi adalah engkau, Thian Cun Tui Hong Kat Thian Ho
yang kabarnya senang mengenakan jubah hitam mengenakan
caping kemana-mana pergi dan dengan ciri utamanya adalah
membawa serta dirinya sebatang seruling antik berwarna hitam
legam. Berbeda dengan Cie Tong Pek yang telengas dan kejam,
dia ini sedikit lebih kukoay (aneh) dan dikenal tidak putih tidak
hitam, suka membawa adatnya sendiri. Nach, bukankah engkau
1017
yang dikenal dengan nama Kat Thian Ho”? panjang lebar Nadine
menjelaskan pengenalannya atas nama besar Kat Thian Ho dan
terakhir balik bertanya.
“Hmmmmm, ternyata mataku sudah lamur .... engkau pasti tokoh
persilatan yang cukup terkenal dan tidak mungkin bisa
mengenaliku jika tidak demikian. Siapa sesungguhnya engkau
Nona ……”? tanya Kat Thian Ho terkejut.
“Namaku Nadine ……. singkat saja ….” jawab Nadine lugas dan
singkat, tetapi cepat Kat Thian Ho menyadari sesuatu.
“Acccchhhh, engkau salah seorang murid Mo Hwee Hud ....?
pantas saja engkau dapat mengenaliku dengan muda Nona.
“Hmmmm, boleh dibilang murid dan boleh juga dibilang bukan ....
tetapi, bukanlah urusanmu masalah itu kawan …..”
“Hmmmmm, baiklah aku sudah mengerti sekarang ……” berkata
Kat Thian Ho sambil melirik Bu San dan Kwan Kim Ceng.
“Apa yang engkau ketahui ..? apa engkau pikir aku tidak
mengetahui apa yang berada dalam pikiranmu itu ….. hmmmmm”
dengus Bu San paham yang dimaksudkan oleh Kat Thian Ho
1018
dengan kalimat terakhirnya. Sementara Kwan Kim Cu sedikit
bingung dengan maksud dari Kat Thian Ho
“Syukurlah jika engkau tahu, bisa lebih tahu diri, dan terang lain
kali tidak akan berlaku pengecut lagi seperti tadi …..”
“Apakah engkau pikir dengan namamu yang sudah berkibar dan
kemudian engkau bisa semena-mena dan memandang enteng
Kwan toako ? Engkau keliru kawan …” berkata Bu San dengan
nada membela dan mengangkat harga diri dia dan Kwan Kim
Ceng yang direndahkan dan disindir Kat Thian Ho.
“Memangnya tidak …? Jika dia berani, aku memang geram
dengan seorang laki-laki yang biasa bersembunyi dibalik mulut
seorang anak gadis …..” berkata Kat Thian Ho, dan pahamlah
Kwan Kim Ceng apa yang dikejar oleh adik angkatnya Bu San itu.
Jelas diapun marah dan murka, tetapi sedapat mungkin dia tahan
karena dia tahu lawannya adalah tokoh hebat, murid tokoh
legendaris.
“Rupanya karena engkau sudah amat terkenal membuat engkau
menjadi terlampau sombong dan angkuh sahabat, tetapi
sudahlah. Saat ini kami perlu bergegas karena tidak ingin
1019
kemalaman di jalan, jika berkenan kami ingin lewat sekarang
…….”
“Kedua Nona itu boleh berlalu, tetapi kalian berdua harus
berusaha keras untuk dapat melewati tempatku berdiri. Dan jika
gagal, harus berjanji kelak tidak bersembunyi dibalik ketiak
seorang perempuan …..”
Pedas sekali dan sangat menusuk perkataan Kat Thian Ho.
Meskipun sabar, Kwan Kim Ceng jadi terganggu dan merasa
kesal dengan kelakuan Kat Thian Ho yang memang dikenal
seenak udelnya itu. Demikian juga Bu San. Tetapi, dia sadar,
kelihatannya dari gerak-gerik Kat Thian Ho yang demikian ringan
dan penuh percaya diri, toakonya Kwan Kim Ceng belum cukup
sanggup untuk meladeninya atau mengalahkannya dalam tarung
atau perkelahian satu lawan satu. Meski tidak tertinggal jauh tipis
saja, tetapi dia cukup yakin dengan penilaiannya itu, bahwa Kim
Ceng tidak akan mampu menang. Berpikir demikian, diapun
kemudian berkata dengan suara keras:
“Tidak perlu kami berempat sampai mengerubutimu hanya
sekedar melewati tempatmu menghadang, toako dan enci Nadine
sudah lebih dari cukup ….…..” berkata Bu San dengan cerdik dan
membuat Kat Thian Ho terkejut. Tetapi, tentu saja dia tidak
1020
khawatir jikalau memang harus berhadapan dengan Nadine,
bahkan berdua dengan Kwan Kim Ceng sekalipun. Kat Thian Ho
memang sangat percaya dengan dirinya sendiri, baik kemampuan
ilmunya dan juga kehebatan ilmu silatnya. Seandainya dia tahu
bahwa Kwan Kim Ceng adalah murid Siauw Lim Sie, murid tokoh
hebat Bu Kek Hwesio, dia mungkin akan pikir-pikir terlebih dahulu.
“Tidak ….. biar aku saja yang maju San te …….” berkeras Kim
Ceng, karena tentu saja dia risih untuk mengeroyok lawan yang
masih sama muda.
“Tentu saja toako, enci Nadine hanya akan bersiap-siap, dan jika
memang perlu, maka dia akan turun membantumu” jawab Bu San
lugas. Padahal dia memang merecanakan keterlibatan Nadine
untuk dapat mengamankan perjalanan mereka melalui hadangan
Kat Thian Ho yang dia lihat cukup hebat itu.
“Baik …… engkau majulah …….” Berkata Thian Ho menantang
Kwan Kim Ceng untuk memulai. Pada dasarnya, Kim Ceng
memang sudah mulai terbakar hatinya dengan kata kata
“bersembunyi dibalik kata-kata seorang perempuan”. Karena itu,
tanpa perlu diminta lebih lama, diapun segera menyerang Kat
Thian Ho. Meski memang baru sekitar berapa bulan terakhir Kim
Ceng melakukan perjalanan dengan Bu San, tetapi manfaat yang
1021
diperolehnya luar biasa banyak dan sangat dalam. Kwan Kim
Ceng sangat memahami kemajuannya ilmu silatnya sejak berlatih
bersama-sama dengan Bu San, dan karena itu dia menjadi curiga
dengan kemampuan Bu San. Berbareng dengan itu, dia jadi
sangat menyayangi dan bersikap melindungi persis seperti
seorang kakak berlaku melindungi adiknya yang lebih muda.
Begitu menyerang, Kwan Kim Ceng sudah menggunakan Lo Han
Kun Hoat dan juga Tat Mo Kun Hoat. Kedua ilmu keras nan hebat
dari kuil Siauw Lim Sie itu. Kat Thian Ho jadi terkejut menyadari
betapa Kwan Kim Ceng ternyata bukanlah lawan ringan. Baik
Pukulan maupun kekuatan iweekang pendorong ilmu
serangannya sangat kuat dan hebat dan mendatangkan deru
angin yang terdengar membahana. Menyadari bahwa ternyata
kekuatan iweekang lawan tidak berada di bawah kemampuannya
sendiri, Kat Thian Ho pada akhirnya bergerak dengan ginkang
andalah perguruannya. Dalam Ilmu ginkang, Subonya Bu Eng Ho
Khouw Kiat (Si Rase Tanpa Bayangan), adalah lawan setingkat
dengan Lam Hay Sinni. Keduanya adalah tokoh dengan
kemampuan berlari dan bergerak dengan cepat dan gesit yang
tak ada tandingannya di dunia persilatan saat itu. Hanya ada satu
hal detail yang membedakan mereka berdua. Karena itu, ilmu
ginkang Kat Thian Ho sudah pasti adalah ilmu wahid. Dia kini
1022
menggunakan ilmunya itu yakni Ilmu Ginkang Sam Teng Jin Thian
(Tiga Kali Melompat Memasuki Langit) begitu tahu lawannya
bukanlah sembarangan.
“Hmmmm, engkau ternyata hebat juga ……” desisnya sambil
menghilang dari hadapan Kwan Kim Ceng. Dan sejenak
kemudian dengan cepat Kat Thian Ho balik menyerang dengan
menggunakan satu ilmu perguruannya, yakni Ilmu Sah Cap Lak
Cau Hui Su Cong (Serangan Tinju Terbang 36 Perubahan). Ilmu
ini memang khas dimainkan dengan dukungan ginkang yang
istimewa baru terlihat kehebatan dan manfaatnya. Dan benar
saja, dengan cepat ganti dia yang bergerak mengelilingi Kwan
Kim Ceng dan kemudian mencecar si anak muda Siauw Lim Sie
dengan jurus-jurus tinju yang hebat. Sesuai dengan namanya,
jumlah perubahan yang sangat banyak dan ditunjang dengan
kecepatan bergerak yang mujijat, membuat ilmu pukulan Kat
Thian Ho jadi berlipat ganda manfaat dan kehebatannya.
Untung saja Ilmu Kwan Kim Ceng memang adalah Ilmu-Ilmu
murni dari Siauw Lim Sie. Bahkan kekuatan iweekangnyapun
diturunkan dari teori-teori rahasia yang hanya dapat dilatih oleh
murid-murid dengan bakat dan kemampuan istimewa. Dan yang
lebih hebat lagi, Kwan Kim Ceng bertemu dengan Bu San yang
justru membantunya dengan hebat hingga mampu mencapai
1023
kemajuan yang hebat dan luar biasa. Dia dengan cepat
memahami bahwa lawan memiliki keistimewaan dalam bergerak
dengan ginkang yang istimewa. Artinya, dia mesti melawan
dengan kokoh dan tidak banyak terbawa oleh arus serangan
lawan yang mencecarnya di banyak tempat. Berpikir demikian,
maka sambil mengembangkan Tan Ci Sin Thong guna
memunahkan setiap serangan lawan, diapun menyerang dengan
Telapak Tangan Budha.
Dan kini mengandalkan kecepatannya, kembali Kat Thian Ho
menyerang dengan varian perubahan yang banyak dan dalam
kecepatan yang mengingatkan Koay Ji dengan Sie Lan In. Jurusjurus
serangan berhamburan dari kedua lengannya, meski ada
tiga jurus yang dikeluarkannya, tetapi justru kemungkinan
pengembangannya yang sangatlah banyak. Sambil membentak,
Kat Thian Ho menyerang dengan jurus Sun Cu Tui Couw (Dengan
Tangan Mendorong Perahu) yang mengarah pundak kanan,
kemudian juga disusul dengan jurus Hun Hoa hud Liu (Sampok
Kembang Menyapu Pohon liu), kemungkinan menyusul dengan
jurus Tek-song-ciu (Tangan Memetik Bintang) mengarah ke dada
dan bahkan perut. Luar biasa, dalam waktu sepersekian detik, Kat
Thian Ho mendesak Kwan Kim Ceng untuk bertahan dengan
kombinasi beberapa jurus yang sengaja dilepaskan untuk
1024
menyudutkan posisi dan kedudukan Kwan Kim Ceng. Begitupun,
Kim Ceng yang sudah banyak belajar dan maju akhir-akhir ini,
tidaklah keteteran, tidak juga khawatir.
Dengan tenang dia bergerak lambat namun kokoh dengan dua
buah jurus yang cukup membuat Kat Thian Ho kaget. Jurus
pertama adalah dari Tan Ci Sin Thong dengan satu jari dia
memainkan jurus Ciak Ciu Poh Liong (Tangan Kosong
Menangkap Naga. Sasarannya adalah jalan darah cian-cing-hiat
diatas bahu Kat Thian Ho, tujuan jurus itu adalah, berapapun
variasi perubahan, jika jalan darah berhasil ditotok, maka kena
serangannyapun tetap tidak berbahaya, atau bahayanya sudah
jauh berkurang. Selain itu Kwan Kim Ceng juga memainkan jurus
Tak Hai Peng Mo (Menginjak Laut Membasmi Iblis) dari Ilmu
Telapak Tangan Budha. Setelah mengantisipasi serangan lawan,
dengan segera dia melangkah maju satu langkah dan menyerang
langsung Kat Thian Ho secara berhadap-hadapan. Maka hebat
akibatnya, Kat Thian Ho menemukan kenyataan betapa semua
serangan dengan gerak cepatnya dengan mudah diantisipasi dan
dipatahkan lawan hingga tidak mendatangkan posisi bahaya bagi
lawannya itu. Bahkan, serangan telapak tangan Kwan Kim Ceng
kini sudah mengancamnya langsung dari hadapannya dan
mengarah ke bagian perutnya.
1025
Menyadari lawan yang ternyata mengetahui gaya dan cara
mengantisipasi serangan beruntunnya, Kat Thian Ho menjadi
sadar bahwa dia harus berusaha secara serius namun tidak harus
dengan memaksakan diri. Untuk menambah daya serangnya,
diapun bukan hanya merubah gaya bertarungnya untuk tidak
terlampau mengandalkan kecepatan. Sebagai gantinya, dia turut
mengkombinasikan serangannya dengan Ilmu Kan Goan Cit Sin
Kong (Jari sakti Menembus Baja). Kwan Kim Ceng terkejut ketika
lawan tidak lagi mengutamakan kecepatan, tetapi kini bertarung
lebih sabar dan banyak mengandalkan variasi-variasi jurus
serangan yang berbahaya. Apalagi mengetahui bahwa Kat Thian
Ho sendiripun ternyata menguasai ilmu jemari yang sakti dan
sangat berbahaya, tidak kurang hebatnya dengan Tan Ci Sin
Thong. Akibanya, perkelahian kini tidak lagi terutama kecepatan
melawan kekokohan, tetapi sekali ini mulai lebih banyak
mengandalkan kematangan iweekang, kecerdasan dan
keberanian mengandal pada variasi serangan dan pertahanan.
Kwan Kim Ceng segera merasa bahwa lawan lebih serius dan
lebih sabar menghadapi dan bertarung melawannya. Dia kini tidak
lagi terburu-buru dan membangun serangan dengan jurus demi
jurus yang sambung menyambung. Untungnya Kwan Kim Ceng
maju cukup jauh dengan banyak berlatih dengan Bu San. Jika
1026
tidak, tanpa variuasi dan pengetahuan baru, maka dia akan
sangat kesulitan menghadapi serbuan serangan Kat Thian Ho
sekali ini. Tiba-tiba Kat Thian Ho berteriak:
“Awas serangan ……”
Bersamaan dengan itu Kat Thian Ho menyerang dengan jurus
Yun Liong Phun Uh (Naga di Awan Menyemburkan Kabut).
Sepasang lengannya bergerak cepat dan juga terlihat gerakan
jurus Hun Kang Toan Liu (Membendung Sungai Memutuskan
Aliran). Kedua jurus itu mewakili dua ilmu silat hebat yang kini
dimainkannya dengan kemungkinan varian yang cukup banyak.
Serangan jurus Yun Liong Phun Uh secara langsung menyerbu
Kwan Kim Ceng dengan langsung berdepan dan juga kekuatan
iweekangnya luar biasa dahsyat. Bagaikan gedoran seekor
banteng keraton yang lari dengan kekuatan penuh untuk
menumbuk dan menyapu semua benda dihadapannya.
Sementara tidak lama kemudian serangan susulan jurus Hun
Kang Toan Liu menutup semua serangan balasan Kwan Kim
Ceng.
Apa boleh buat, serangan terakhir Kat Thian Hong adalah
akumulasi serangan demi serangan yang dibangunnya dengan
penuh kesabaran. Kwan Kim Ceng semakin lama semakin
didesak dan apa boleh buat, dalam keadaan yang rumit diapun
1027
memainkan jurus Bong Bong Bu Yang (Kosong Melompong Tiada
Tepian). Jurus tersebut sebetulnya adalah jurus yang merupakan
atau mengutamakan basis pertahanan yang sangat ketat dan
sangat sulit ditembus. Tetapi yang menjadi akibatnya adalah,
lawan akan semakin leluasa menyerang dan mencari celah untuk
memasukkan serangannya. Untung saja, dalam latihan dengan
Bu San, Kim Ceng sudah berlatih panjang dan lama untuk tetap
kokoh dan tenang ketika memainkan jurus pertahanan ini. Karena
menurut Bu San, dengan menggunakan jurus yang juga sudah
banyak dia benahi gerakan-gerakannya ini, asalkan Kim Ceng
tenang, bertahan ketat, maka lawan yang sangat hebatpun sulit
menjatuhkannya.
Dan benar saja demikian, meskipun dengan cepat Kat Thian
Hong kembali mencecar dengan jurus Liu Seng Kan Goat
(Bintang Sapu Mengejar Rembulan). Hanya sekali ini entah
mengapa kemanapun Kat Thian Hong menyerang, dengan
mudah saja Kwan Kim Ceng mengantisipasinya dan
mengelakkannya. Sampai beberapa puluh jurus, Kim Ceng
seperti dikejar-kejar oleh jurus-jurus serangan Kat Thian Ho yang
hebat, tetapi Kwan Kim Ceng tidaklah berlari dan berlari
menghindar dari jurus serangan lawan itu. Sering dia malah maju
dengan memainkan Tan Ci Sin Thong, bukan untuk menyerang
1028
tetapi sekedar untuk mematahkan serangan lawan, atau
mengantisipasi serangan susulan Kat Thian Ho. Dan sekejap
kemudian balik lagi ke gerakan-gerakan bertahan yang kokoh dan
ampuh tersebut.
Sementara itu, Bu San mengamati pertarungan beberapa saat
dan kemudian diapun mengangguk-angguk dengan amat puas.
”Kwan Kim Ceng toako akan dapat bertahan sangat lama .....”
pikirnya sambil kemudian berjalan mendekati Nadine dan
bertanya kepada gadis itu dengan sara rendah:
”Enci Nadine ....... apakah engkau ingat paduan jurus-jurus yang
kutambahkan dalam ilmu silatmu pada 2 minggu yang lalu ...”?
”Tentu saja adik Bu San ....... apa engkau pikir sudah kulupakan
.....”? jawab Nadine dengan nada suara manja.
”Tidak ........ tentu saja bukan Enci. Aku sedang tidak bergurau.
Tetapi, dapat Enci sekarang memikirkan rangkaian empat
gerakan itu jika digunakan ketika Kwan toako memainkan
kombinasi Tan Ci Sin Thong dengan Hud Keng Ciang masingmasing
pada jurus ketiga dan rangkaian jurus ke-sembilan .....?
tentu enci masih ingat ketika Kwan Toako berputar persis di
tengah arena dalam 3 rangkaian jurus yang menyerang,
1029
mengantisipasi dan juga bertahan dalam jurus yang sekarang
sedang dia mainkan. Sekarang, cobalah enci bayangkan jika Ilmu
Lak hap im hwee (enam gabungan api dingin) melengkapi gerak
Kwan Toako. Dan ketika lawan mundur, pukulan Kwan Toako
pasti akan menyerang dengan jurus Ih Seng Hoan Tou
(Memindahkan Bintang Ke Posisi Lain) ……”
“Hmmmmm, aku tahu adikku ….. akibatnya setidaknya Kat Thian
Ho harus mundur sampai 3 langkah, tetapi dia akan dengan cepat
menyerang dengan kecepatan luar biasa, karena ginkangnya
memang sangat istimewa, salah satu yang terbaik di rimba
persilatan Tionggoan ini ……”
“Tepat sekali, dan bagaimana jika enci kemudian mengisi posisi
di timur dan mainkan rangkaian 3 jurus yang pernah kuajarkan itu;
Jurus Pat Pu Teng Khong (Delapan Langkah Menembus
Angkasa) disusul kemudian dengan Jurus Seng Cah Put Cih
(Berhambur Tak Teratur) dan ditutup dengan jurus Hui Po Ceng
Ciong (Gembreng Terbang Menghantam Lonceng). Dan pikirkan
dengan posisi sederhana, dimana cukup bagi Kwan Toako
menyerang dalam jurus yang sederhana, yakni Jurus Thian Ciu
Cian Im (Langit Mendung Awan Menggulung). Apakah yang
mungkin akan terjadi dengan posisi seperti itu ……”?
1030
Tanya Bu San sambil memandang wajah Nadine yang terlihat
sedang berpikir serius. Ketika sedang berpikir keras seperti itu,
tetap saja wajah Nadine itu cantik dan manis saat dipandang. Bu
San menyadarinya, tetapi tidak berkonsentrasi dengan keindahan
di depan matanya itu, Tetapi, beberapa saat kemudian, tiba-tiba
wajah cantik dan manis menarik itu bercahaya dan gadis itupun
segera berkata:
“Acccch, Bu San, engkau sungguh jenius bisa memikirkannya.
Bahkan Suhu sendiripun kuyakin masih akan kerepotan
menghadapi kombinasi seperti itu ……”
“Bagus, engkau sungguh amat cepat memahaminya. Kelak,
engkau harus berusaha untuk bisa menyempurnakan kombinasi
jurus-jurus itu, karena dapat menjadi satu ilmu mujijat dari
keadaan kalah berbalik bisa menang dengan melukai lawan.
Tetapi, hari ini engkau harus mencobanya bersama Kwan toako
…… beberapa saat lagi engkau bisa masuk ke arena dan cukup
beritahu Kwan Toako untuk menggunakan Hud Keng Ciang dan
biarkan lawan terus menerus maju menyerang. Pada saat lawan
terlalu semangat menyerang, maka saat itulah engkau masuk
menjadi titik menentukan untuk menegur “sesumbar” Kat Thian
Ho yang sok hebat itu ……” Bu San berkata dengan nada suara
gembira, dan Nadine hanya mengangguk sambil tersenyum
1031
“Baik …… encimu sudah siap Bu San ……”
Begitu mendengar kesiapan Nadine, Bu San segera memandang
kembali ke arena yang pertarungannya terus berlagsung namun
dengan keadaan yang tetap seperti tadi. Keadaan Kwan Kim
Ceng yang terus menerus diserang tetap kokoh dan tidak terlihat
takut meskipun terus dalam ancaman pukulan-pukulan berbahaya
lawan. Tiba-tiba Bu San berkata dengan suara berat namun jelas:
“Kat Thian Ho, sampai 100 jurus kedepan, engkau tidak akan
mampu menerobos jurus bertahan yang dinamakan Jurus Bong
Bong Bu Yang (Kosong Melompong Tiada Tepian). Enciku akan
masuk dan mendesakmu hebat hingga malah bakalan akan
mampu mengalahkanmu jika engkau ceroboh, dalam kurang lebih
20 jurus. Bagaimana apakah engkau berani menyelesaikannya
secara demikian .....”?
Mendengar suara Bu San yang demikian yakin itu, tiba-tiba Kat
Thian Ho melompat mundur dan memandang Bu San serta
Nadine dengan amat seriusnya. Sesaat kemudian dia berkata
dengan suara keras dan lantang:
1032
”Dia hanya mampu bertahan, tidak atau belum mampu
membahayakanku sejak awal hingga saat ini, hmmm siapa takut
.....”?
”Tetapi engkau tak mampu menerobosnya, bahkan hingga 200
jurus kedepan engkau belum akan menemukan formula yang
tepat. Tetapi, Enciku akan masuk dan mendesak hingga engkau
kerepotan dan terdesak hebat, bahkan jika lalai engkau
terkalahkan dalam waktu 20 atau 25 jurus ....... bagaimana,
apakah engkau berani melawan mereka berdua jika maju
bersama .....”?
”Engkau berlebihan, mana bisa mereka mendesak hebat aku
dalam hanya 25 jurus belaka? Tidak masuk di akal .....”
”Begini saja, jika mereka mendesak engkau sedemikian hebat
dalam 25 jurus, berarti kami memenangkan taruhan dan akan
pergi melewati jalanan yang engkau halangi ini. Jika tidak, maka
menjadi hakmu untuk menentukan apakah kami boleh lewat
ataukah tidak boleh ...... bagaimana menurutmu sobat ....”?
”Hmmmm, engkau terlalu percaya diri ..... tidak mungkin ....”
1033
”Berarti engkau menolak dan takut ......”? suara Bu San terdengar
provokatif dan pada akhirnya membuat Kat Thian Ho panas dan
emosi.
”Takut ...? engkau terlampau naif sobat, tapi baiklah, Nona itu
boleh maju dan ikutan menyerangku dalam 25 jurus ..... mampu
atau tidak mendesakku terserah mereka berdua dan terserah
kemampuan mereka ......”
”Baiklah kawan, sekarang sebaiknya engkau bersiap untuk
didesak dan bisa dikalahkan jika engkau keras hati dan tidak
menemukan jalan yang paling baik. Nachhhh, Enciku akan segera
masuk ke arena .....”
”Silahkan ......”
Begitu Kat Thian Ho mengatakan SILAHKAN, Bu San sudah
segera menoleh ke arah Nadine dan kemudian berkata dengan
suara tegas:
”Enci ...... engkau boleh bersiap, ingat waktu enci dan toako hanya
dalam permainan 20 hingga 25 jurus untuk mendesaknya .......”
”Baik adikku .........” sambil berkata demikian Nadine melompat ke
arena dan kemudian berbisik lirih ke telinga Kwan Kim Ceng:
1034
”Pukulan Tenaga Budha dan Tan Ci Sin Thong ........”
Sebenarnya Kwan Kim Ceng mau menolak, tetapi dia percaya Bu
San pastilah sudah menyiapkan sebuah kejutan. Karena itu,
akhirnya dia mengangguk dan kemudian sudah cepat bersiap
menyerang kembali. Saat itu Kat Thian Ho masih berdiri dengan
pongahnya dan menunggu Kwan Kim Ceng dan Nadine bersiap
untuk menyerangnya secara berpasangan. Dia sejujurnya belum
tahu tingkat kepandaian Nadine, kecuali Kwan Kim Ceng, dan
masih gelap bagaimana jika kedua orang itu maju bersama.
Tetapi, tetap saja dia merasa sangat percaya atas
kemampuannya sendiri. Itulah ciri seorang Kat Thian Ho. Memiliki
keyakinan atas kemampuan sendiri yang kadangkala terkesan
sangatlah berlebihan.
Seagaimana bisikan Nadine tadi, Kwan Kim Ceng percaya, justru
pukulan yang dia lontarkan pasti bermakna besar untuk
menciptakan kondisi masuknya Nadine dalam arena. Karena itu,
dengan cerdik Kim Ceng menyerang sekaligus dengan jurus Hud
Ciang Peng San (Telapak Budha Meratakan Bukit) salah satu
jurus hebat dari Hud Keng Ciang. Sementara sentilan Tan Ci Sin
Thong digerakkan dengan jurus Lam Hay Poh Liang (Menangkap
Naga di Laut Selatan). Dan memang benar, meski bergerak
dengan ilmu Kan Goan Cit Sin Kong (Jari sakti Menembus Baja)
1035
untuk memupus serangan Tan Ci Sin Thong dan menangkis
menggunakan Ilmu Sah Cap Lak Cau Hui Su Cong (serangan tinju
terbang dengan 36 perubahan), tetap saja Kat Thian Ho
menggunakan ginkang mujijatnya mundur mempersiapkan
serangan. Tetapi, pada saat bersamaan, Kwan Kim Ceng
menyerang lagi dengan gaya jurus Gi San Tiam Hay
(Memindahkan Bukit Menimbun Samudra). Kembali Kat Thian Ho
mencelat mundur dan pada saat itulah Nadine dengan Ilmu Lak
hap im hwee (enam gabungan api dingin) masuk untuk
melengkapi gerak Kwan Toako.
Gerakan menyerang Nadine terlihat sangat cepat, tetapi tetap
saja masih lebih cepat Kat Thian Ho ketika bergerak mundur dan
juga menghindar. Saat itu keadaan kembali sebagaimana
skenario Bu San yang digambarkan tadi, yakni Kwan Kim Ceng
masuk menyerang dengan jurus Ih Seng Hoan Tou
(Memindahkan Bintang Ke Posisi Lain) yang menyasar bagian
perut dan leher Koat Thian Ho. Memang hebat Kat Thian Ho, dia
mampu dengan cepat untuk mundur tidak sampai tiga langkah,
tetapi dengan cepat dia menyerang balik Kwan Kim Ceng dengan
jurus Kim-cian toam-bwe (memotong sakura dengan gunting
emas). Tetapi pada saat bersamaan, Nadine memainkan
rangkaian jurus istimewa, yakni berturut-turut Jurus Pat Pu Teng
1036
Khong (Delapan Langkah Menembus Angkasa) disusul dengan
Jurus Seng Cah Put Cih (Berhambur Tak Teratur). Sungguh
terkejut Kat Thian Ho dengan kombinasi dan berondongan yang
sangat hebat dari Nadine dengan kekuatan iweekang yang
sehebat Kwan Kim Ceng. Apa boleh buat, diapun mundur ke
belakang guna mencari cela menyerang Kwan Kim Ceng dengan
memainkan Ilmu Mo In Cap Pwee Cao (Delapan Belas Jurus
Pencakar Awan).
Pada sangkaannya Kwan Kim Ceng akan mundur, tetapi siapa
sangka justru Kim Ceng maju dengan beraninya sambil
mengembangkan taktik serangan dilawan serangan dalam jurus
Hua liong-tiam-cing (melukis naga menulis mata). Kat Thian Ho
tiba-tiba beroleh firasat jelek, apalagi pada saat yang nyaris
bersamaan kembali Nadine masuk dengan dengan jurus Hui Po
Ceng Ciong (Gembreng Terbang Menghantam Lonceng). Posisi
Kat Thian Ho tiba-tiba berubah menjadi sangat buruk dan mau
tidak mau harus mundur terdesak hebat ke belakang. Kalau
berkeras menyerang balik, dia pasti akan didahului oleh Nadine
yang gerakannya lebih cepat dari Kwan Kim Ceng. Pada saat
berpikir mundur itulah Kim Ceng bergerak dengan tipu sederhana
dalam Jurus Thian Ciu Cian Im (Langit Mendung Awan
1037
Menggulung). Tepat seperti yang digambarkan serta juga
diharapkan oleh Bu San tadi.
Disinilah kecerdikan seorang Kat Thian Ho untuk melihat apa
yang perlu dia lakukan. Jika berkeras melawan, maka dia pasti
terpukul kalah lawan, satu-satunya cara adalah dengan ginkang
istimewanya. Tetapi, masalahnya, pilihan tersebut bakal
merugikannya karena bagian jubahnya pasti akan terkena
serempetan tenaga serangan lawan. Tapi, itu yang paling aman
tanpa terluka, kalau pilihan lain, dia pasti terluka parah meskipun
salah satu antara Nadine ataupun Kim Ceng akan ikut pula
terluka. Hal paling mungkin ialah Kim Ceng yang terkena duluan
serempetan Ilmu Mo In Cap Pwee Cao (Delapan Belas Jurus
Pencakar Awan). Tetapi, yang kemudian terjadi tetap saja berada
diluar perhitungan teliti Bu San, karena ada hal yang tak sempat
dihitung dan diantisiasinya dengan baik. Hal lain itu adalah
sebuah senjata khas Kat Thian Ho, yakni sebatang seruling hitam.
Dan inilah yang menjadi pilihan terakhir Kat Thian Ho. Tiba-tiba
senjata yang belum digunakan, kini entah bagaimana sudah ada
dalam genggaman tangannya. “Astaga ……. aku lupa
menghitung ini …..” desis Bu San dalam hatinya. Dan mau tidak
mau diapun harus bertindak tetapi tanpa dapat dilihat oleh
siapapun.
1038
Keadaannya menegangkan, karena sesungguhnya ketiga orang
itu sedang berada dalam keadaan yang saling libas. Yang terjadi
kemudian diluar perkiraan semua orang, termasuk di luar
perkiraan Kat Thian Hong sendiri. Ketika menyerang diapun pada
akhirnya memutuskan untuk menggunakan seruling hitamnya
yang sudah langsung digunakan mengarah ke mata Nadine.
Sementara itu, Nadine sedang dalam posisi menyerang sehingga
teramat sulit baginya guna menghindari serangan di bagian
matanya itu. Bisa dipastikan serangannya gagal karena akan
terluka terlebih dahulu, adalah serangan Kwan Kim Ceng yang
akan berhasil, tetapi serangan dengan jurus sederhana itu tidak
akan mampu melukai parah Kat Thian Ho sehingga kerugian yang
parah justru akan diterima Nadine. Artinya, mereka dapat
dikategorikan kalah karena menyerang berdua namun kerugian
keduanya jauh lebih parah dari Kat Thian Ho yang menjadi lawan
mereka.
Pada saat yang sangat berbahaya itu, terjadi dua hal yang sangat
mengejutkan. Tiba-tiba Kwan Kim Ceng merubah serangannya
dengan jurus sederhana dalam skenario awal dan kemudian
meloncat untuk menghalangi arah serangan seruling lawan yang
mengarah ke mata Nadine. Nadine yang melihat tubuh Kim Ceng
tiba-tiba menghalangi seruling hitam Kat Thian Ho, dengan sangat
1039
cepat menambah tenaga karena ancaman seruling kini mengarah
persis ke pundak kanan Kwan Kim Ceng yang rela menerima
serangan mengantikan mata Nadine. Bu San cepat menyadari
bahaya ketika melihat Kwan Kim Ceng yang terancam bencana
besar. Dengan sangat cepat diapun mulai menggerakkan tenaga
mengisap yang diarahkan ke seruling hitam Kat Thian Ho
sehingga melenceng sedikit dari bagian yang berbahaya di tubuh
Kwan Kim Ceng. Begitu seruling itu melenceng, serangan Nadine
masuk ke bagian perut Kat Thian Ho yang dengan segera terpukul
mundur. Untung baginya, karena sempat terhalangi tubuh Kim
Ceng, maka kekuatan serangan Nadine sudah sedikit berkurang,
sehingga luka Kat Thian Ho tidaklah terlampau parah.
Demikian juga dengan Kwan Kim Ceng. Ketika menerima seruling
hitam lawan dengan pundak membuat dia terluka, tetapi untung
hanya sekedar goresan belaka dan tidaklah sama sekali
membahayakan. Karena serangan seruling tadi sedikit
melenceng oleh tenaga hisapan iweekang istimewa Bu San. Dan
serentak, dua tubuh laki-laki muda mundur dari arena dengan
sama terluka, meski luka Kwan Kim Ceng lebih menyakitkan
secara fisik dan luka Kat Thian Ho lebih membahayakan bagian
dalamnya. Karena itu, dengan mendengus, Kat Thian Ho berkata:
1040
“Sungguh hebat iweekang Siauw Lim Sie, hmmmm sesuai
perjanjian, silahkan kalian lewat ……” desisnya dengan sikap
amat sedih karena dia memang menderita lebih berat
dibandingkan Kwan Kim Ceng. Artinya, dia lebih dirugikan dan
dengan demikian harus mengatakan diri kalah.
“Kalian memang hebat, tetapi suatu saat kita akan bertemu
kembali …..” sambil berkata demikian, tiba-tiba Kat Thian Ho
bergerak dan sekejap kemudian tubuhnya menghilang kembali
kearah kita dan bukannya kearah kota Ya In.
“Toako, bagaimana keadaanmu …..”? tiba-tiba Nadine yang
teringat dengan tindakan nekat Kwan Kim Ceng yang menerima
pukulan seruling hitam bertanya dengan nada suara penuh rasa
khawatir. Tetapi, dia segera menemukan ternyata mata Kwan Kim
Ceng terpejam sementara Bu San sedang berusaha menolong
mengobati pundaknya yang terserempet seruling lawan.
Sebetulnya luka itu hanyalah luka luar belaka, tetapi dalam
keadaan melawan satu orang mereka berdua harus
mengerubutinya baru berhasil cukup membuat Kim Ceng sedih.
Betapapun perasaan Nadine terguncang melihat kenyataan
betapa Kwan Kim Ceng tadi melindunginya sedemikian rupa
dengan taruhan nyawa. Perasaannya tersentuh. Apalagi melihat
1041
keadaan Kwan Kim Ceng yang seperti sedang menahan rasa
sakit yang sangat. Sebetulnya bukan rasa sakit fisik akibat
menebus matanya tadi, tetapi menahan perasaan sebagai
seorang Pendekar yang mengerubuti Kat Thian Ho. Tidak
disangka Kwan kim Ceng jika tindakan nekatnya tadi, bukan
hanya mempertahankan sebelah mata Nadine, tetapi
membuatnya kelak dapat memperoleh Nadine seutuhnya. Cukup
lama Nadine terdiam dan terenyuh dengan tindakan pengorbanan
Kwan Kim Ceng yang menyentuh hatinya itu. Sampai akhirnya
terdengar suara Bu San berkata kepada Kwan Kim Ceng:
“Sudah cukup ….. seruling itu tidaklah beracun …” gumam Bu San
sambil memandang Kwan Kim Ceng, dan dia kemudian berkata
lebih jauh:
“Maafkan aku toako, tidak kusangka dia akan menggunakan
senjata begitu saja pada saat dia dalam keadaan terjepit. Tanpa
seruling itu, dia tadi sudah kalah telak, dengan seruling dia hanya
mengurangi telaknya kekalahannya namun tetap saja terluka
meski tidaklah terlampau parah, jangan engkau bersusah lagi.
Bagaimanapun juga kita sudah mampu dan berhasil mengusirnya
pergi tanpa pengorbanan berarti pada kedua belah pihak …..” Bu
San berkata sambil meminta maaf kepada Kwan Kim Ceng yang
terluka akibat salah hitungnya tadi.
1042
Kwan Kim Ceng justru memandang Bu San dengan penuh rasa
terima kasih dan malah dengan pandangan lain, pandangan yang
sulit menerima kenyataan betapa Bu San yang tidak mampu
bersilat justru merancang kerjasama mujijat dirinya dengan
Nadine. Karena itu diapun berkata:
“Accchhhh, Bu San keadaanmu sesungguhnya sulit dipercaya
dengan akal sehat. Tapi hasil pertarungan rancanganmu ini
sungguh-sungguh sangat menakjubkan …. dia, Kat Thian Ho
memang masih berada setingkat diatas kemampuanku, dalam
keadaan biasa, dikeroyok berdua dengan Nadine pun belum tentu
kami mampu menangkan dirinya secara lebih cepat karena
kemampuan ginkangnya ……..”
“Sudahlah toako, yang penting kita sudah berhasil menggebah dia
pergi dan kita bisa sekarang melanjutkan perjalanan ……..”
Tengah keduanya bercakap-cakap secara serius, Nyo Bwee dan
juga Nadine datang mendekat keduanya. Adalah Nadine yang
kemudian berkata dengan suara penuh rasa terima kasih kepada
keduanya, terutama kepada Kim Ceng:
“Terima kasih toako, engkau sudah menyelamatkan sebelah
mataku ini …… jika tidak, hiiiiiy, sungguh amat sulit aku
1043
membayangkan kedepannya memandang alam semesta ini
hanya dengan satu mata belaka”
“Makanya Enci Nadine mengucapkan terima kasih sebesarbesarnya
toako ....” tambah Nyo Bwee dengan mimik lucu
Demikianlah, keesokan harinya sebagaimana dikisahkan
sebelumnya keempat anak muda itu tiba di kota Ya In. Tetapi,
sepanjang perjalanan menuju kota Ya In, semakin dekat justru
mereka menyaksikan banyak kejadian mengerikan meski mereka
justru sama sekali tidak lagi mengalami gangguan. Kurang lebih
setengah hari sebelum tiba di kota Ya In, mereka menyaksikan
banyak sekali korban pembunuhan yang dilakukan dengan cara
yang berbeda-beda. Ada yang dibunuh dengan pedang, ada yang
dengan tangan kosong, ada yang keracunan, ada yang terbunuh
dengan senjata rahasia, dan itu mereka temui di banyak tempat.
Sebagian dari korban pembunuhan itu dikenali sebagai warga dan
anggota Kaypang. Pemandangan dan temuan tersebut membuat
mereka menjadi terhambat masuk kota Ya In karena Bu San dan
Kim Ceng berkeras untuk menguburkan terlebih dahulu orangorang
malang yang terbunuh itu. Tapi satu saat, Bu San
menemukan sebuah benda yang menarik:
1044
“Ini ciri khas Utusan Pencabut Nyawa …. apakah mereka
mengganas lagi …….”? Desis Bu San atau Koay Ji dalam hatinya.
Tetapi tidak diungkapkannya keluar sampai tuntas menguburkan
banyak mayat yang mereka temukan itu.
Begitupun akhirnya mereka tiba di Kota Ya In dan sebagaimana
diceritakan di bagian depan, mereka terpaksa menginap di tengah
kota, di sebuah daerah khusus pertokoan milik Nyo Wangwe.
Maklum, penginapan dan hotel dalam kota Ya In sudah habis
diborong para pendatang yang ingin menyaksikan dan menghadiri
undangan dari Hu Pocu. Namun ternyata toko tempat mereka
menginap tersebut besarnya bukan main, di lantai 2 terdapat
tempat tidur yang cukup banyak, ada 5 buah di luar yang
digunakan pengurus toko tersebut. Sementara di belakang
terdapat gudang besar memanjang tempat menyimpan barangbarang
yang akan dijual pada hari-hari biasanya. Padahal, toko
itu memiliki pekerja sebanyak 10 orang yang semuanya tinggal di
kompleks toko, tepatnya di belakang. Pengurusnya saja bersama
keluarga yang tinggal di lantai 2 toko tersebut, toch masih juga
tersisa 5 kamar kosong yang memang disediakan khusus buat
pemilik toko dan keluarganya, Nyo Wangwe.
Satu hal yang menarik adalah, semakin lama semakin dekat hati
Nadine dan Kwan Kim Ceng. Sebetulnya tiada maksud apa-apa
1045
dan hanya tindakan kepahlawanan sebagai “penanggung jawab”
rombongan kecil itu yang menjadi motivasi Kwan Kim Ceng, tapi
entah mengapa tindakan itu berbuah lain. Nadine justru berhasil
ditaklukkan hatinya oleh kepahlawanan Kwan Kim Ceng yang rela
menukar dirinya terluka dan terserang untuk menyelamatkan biji
mata Nadine. Proses yang wajar dan alami, dan tak disadari
keduanya. Proses kedekatan yang semakin hari justru semakin
bersemi di tengah bara pergolakan di kota Ya In dan di Benteng
Keluarga Hu. Di tengah guyonan dan gurauan Bu San dan Nyo
Bwee yang menjadi senang melihat semakin hari semakin
dekatnya hubungaan antara Nadine dan Kwan Kim Ceng.
Nyo Bwee sendiri menjadi senang, karena kini dia mulai bisa lebih
melirik dan berkonsentrasi kepada Bu San sebagai pilihan
hatinya. Tetapi, sialnya, Bu San terlihat terlampau santai dan
seperti tidak atau belum menaruh perhatian terhadap hal-hal
seperti itu. Mana Nyo Bwee tahu jika Bu San atau Koay Ji sudah
terlebih dahulu mulai menaruh simpati kepada seorang Nona
yang lain, yaitu Sie Lan In yang entah pergi kemana. Dan justru
karena janji bertemu di Benteng Keluarga Hu inilah maka Bu San
mati-matian memutuskan menuju Benteng Keluarga Hu. Memang
Bu San ramah dan akrab dengannya, tetapi belum terlihat
perhatian yang khusus sebagaimana yang disaksikan Nyo Bwee
1046
dari Kwan Kim Ceng kepada Nadine. Keadaan ini membuat Nyo
Bwee kadang menjadi nelangsa dan susah sendiri.
=================
Malam semakin menjelang, sudah 3 hari Koay Ji tinggal di rumah
besar toko milik Nyo Wangwe di kota Ya In. Selama dua hari
terakhir, keempat anak muda itu lebih banyak bersenang-senang
dan mengunjungi Telaga Kun Beng Ouw yang cukup besar dan
amat terkenal. Bahkan sejak pagi hingga sore mereka
berpesiaran disana dengan bekal yang memadai dan mencukupi
dari pengurus toko. Maklum, Nyo Bwee dikenal sebagai cucu
kesayangan Nyo Wangwe, jadi bisa dipahami mengapa si
pengurus toko terus berusaha untuk berbaik-baik dengan si gadis.
Malam mereka sempat berlatih Ilmu Silat dan entah mengapa
malam itu Bu San mengajar Nadine dan Kwan Kim Ceng dengan
cara lebih lama dan lebih meletihkan. Tetapi, semeletihkan
apapun, kelihatannya enak saja dijalani kedua orang muda itu.
Apalagi karena Bu San memaksa mereka untuk dapat
memainkan ilmu gabungan yang inspirasinya dia peroleh ketika
Kim Ceng dan Nadine melawan Kat Thian Ho.
“Kalian akan dapat memainkan kombinasi ilmu itu seorang diri jika
kekuatan batin dan kekuatan iweekang kalian mencapai
1047
puncaknya …… setidaknya, kalian membutuhkan waktu 25 tahun
untuk dapat memainkannya seorang diri …….” Berkata Bu San
yang diterima dan diaminkan begitu saja oleh Nadine dan Kim
Ceng yang terus berlatih dengan berpasangan. Sementara Nyo
Bwee sibuk berlatih seorang diri dengan Ilmu baru yang
diturunkan Bu San baginya. Ketika akhirnya waktu istirahat tiba,
barulah ke empat anak muda itu merasa sangat letih, dan karena
itu tidak berapa lama kemudian merekapun terlelap dalam tidur.
Tetapi, tidak semua mereka langsung terlelap. Karena menunggu
sejam kemudian dalam kamar Bu San yang memang terdapat di
bagian samping berhadapan dengan kamar Kim Ceng, terlihat
ada gerakan. Siapa lagi jika bukan Bu San atau Koay Ji?
Entah disengaja atau tidak, jarak kamar Bu San dengan Kim Ceng
ada jarak yang cukup lebar, karena Kim Ceng di sebelah timur
rumah dan ada ruangan luas di tengah rumah, sementara kamar
Bu San di sebelah barat. Sementara kamar Nadine dan Nyo Bwee
justru berada di sebelah depan berjarak cukup panjang dari
kamarnya Bu San dan juga kamarnya Kwan Kim Ceng. Menjelang
tengah malam, jendela kamar Bu San terlihat dibuka secara
perlahan-lahan, dan muncul sosok kepala orang setengah baya
dari dalam kamarnya. Setelah merasa aman dan tidak mungkin
dipergoki orang lain, maka melesatlah tubuh orang tua itu dari
1048
dalam kamar Bu San. Tidak salah, kini tokoh itu, Thian Liong Koay
Hiap munculkan diri di kota Ya In.
Dengan kecepatan tinggi Thian Liong Koay Hiap atau Koay Ji
bergerak dengan tujuan yang pasti, Benteng Keluarga Hu. Bukan
apa-apa, selama dua hari berada di kota Ya In dia mendengar
bahwa Sam Suhengnya yang boleh dikata wali dan orang tua
angkat sekaligus berada di Benteng Keluarga Hu. Dan bahwa
Kaypang, perkumpulan tempat Sam Suhengnya bergabung baru
saja mengalami bencana hebat. Karena bencana itu, Sam
Suhengnya kini diangkat sebagai Pangcu Kaypang sementara
sambil menunggu Musyawarah Besar Kaum Pengemis beberapa
tahun kedepan. Itu sebabnya Koay Ji memperberat porsi latihan
Nadine dan Kim Ceng dan mengajar jurus baru bagi Nyo Bwee
agar mereka keletihan pada malam harinya.
Menurut berita, Benteng Keluarga Hu berada di tepi sungai atau
telaga Kun Beng Ouw namun berada di ketinggian sehingga bisa
memandang panorama kota Ya In dari atas ketinggian tersebut.
Berpatokan pada petunjuk orang orang itu, maka Koay Ji
kemudian memutuskan arah yang akan diambilnya dan dengan
harapan akan cepat bertemu dengan Sam Suhengnya itu. Tetapi,
belum lagi dia keluar dari kota Ya In, tiba-tiba dia melihat
bayangan seorang perempuan yang berkelabat dengan
1049
kecepatan yang luar biasa. Koay Ji tertarik, “hmmm ginkangnya
bahkan tidak di bawah Khong Yan dan Nona Tio Lian Cu ……
siapa dia gerangan …..”? desis Koay Ji dalam hati dan menjadi
amat tertarik untuk mengetahui apa yang sedang dilakukan orang
itu.
Tetapi, alangkah terkejutnya Koay Ji ketika akhirnya mengetahui
jika sebenarnya gadis itu ternyata sedang menguntit dua orang
yang juga bergerak dengan kecepatan yang luar biasa. Bahkan
salah seorang diantara kedua orang yang dikuntit bergerak sama
cepat dan sama lihay ginkangnya dengan si gadis penguntit.
“Siapa gerangan mereka dan apa yang ingin mereka lakukan
…..”? kembali tanda tanya besar bergelayutan di benak Koay Ji.
Tetapi, dengan berhati-hati Koay Ji kemudian membayangi orang
orang tersebut yang sama sekali tidak menyadari jika ada yang
sedang menguntit dan terus mengawasi kemana mereka pergi.
Dalam herannya, Koay Ji melihat jika ternyata orang orang itu
menuju ke luar kota tetapi berlawanan arah dengan tujuannya
yang ingin mendaki kea rah Benteng Keluarga Hu.
Sebaliknya, orang-orang yang dikuntit si gadis, mengambil arah
berlawanan, sedikit menurun dan menyusuri telaga Kun Beng
Ouw. Setelah melakukan perjalanan selama kurang lebih satu
jam, mereka kembali masuk ke sebuah hutan yang tidak
1050
terlampau lebat. Hanya berjarak sekitar 1 kilo meter dari telaga,
mereka kemudian terlihat mulai mendekati sebuah rumah yang
sudah agak tua namun terlihat masih cukup baik untuk ditinggali,
meski kecil dan tidak muat banyak orang. Kelihatannya seperti
rumah atau pondok kecil guna tempat beristirahat namun sudah
ditinggal orang dan tidak lagi terpakai serta otomatis tidak terurus
dengan baik. Tetapi, belum lagi kedua orang itu mendekati pintu
rumah kecil itu, tiba-tiba terdengar suara dari dalam rumah
tersebut menyambut kedatangan mereka, tapi bernada teguran
dan celaan:
“Jiwi Sute …. accchhhh, betapa teledor kalian membawa orangorang
hingga ke tempat istirahat toa suhengmu ini …? Ech,
malahan ada seorang lagi yang nampaknya sudah lebih lama
mengintai rumah istirahatku ini, hahahahaha bakalan ramai jika
memang demikian adanya ….. hahahaha”
Betapa terkejutnya si gadis yang ketahuan jejaknya oleh manusia
dalam rumah kecil itu. Akan tetapi, diapun heran karena entah
siapa lagi manusia satunya yang menurut suara tadi bahkan
“sudah lebih lama” mengintai rumah kecil tersebut? Adalah si
gadis dan Koay Ji yang bertanya-tanya dalam hati. Tetapi,
terdengar suara si pemuda yang sejak tadi di kuntit si gadis:
1051
“Acch, Toa Suheng, engkau terlampau memandang entang siauw
sutemu. Padahal sudah demikian lama sutemu ini tahu jika ada
orang iseng yang menguntit jalanku, bahkan sudah sejak keluar
dari kota Ya In. Jika tidak keliru, dia adalah seorang anak gadis
dan masih muda ….…… hehehehe, kelihatannya sku akan bisa
memakainya bersenang-senang guna melewati malam yang
demikian dingin ini …….”
“Accccch, Siauw Sute apakah Suhu sudah tahu dengan pekerjaan
dan kegemaranmu yang satu itu ….”? tanya suara dari dalam
rumah kecil itu, bukan teguran hanya seperti mengingatkan
apakah Suhu mereka tahu atau tidak dengan ungkapan
“bersenang senang” dengan seorang perempuan.
“Tentu saja toa suheng …. Suhu tahu belaka, jika Suhu tidak tahu
sudah tentu tidak akan berani sutemu ini bertindak sembarangan
…….”
“Syukurlah jika memang beliau orang tua mengerti dan sudah
tahu alias paham dengan kegemaranmu itu ….. hahaha”
“Tapi, dimana pengintai yang satu lagi itu toa suheng? siapakah
gerangan orang yang demikian berani mati mengintai toa
1052
suheng? Apakah mereka tidak takut dengan jenis jenis siksaan
dan hukuman perguruan kita …..”?
“Hmmmmm, anak muda, buat apa bersusah-susah mengintaiku
dari pohon rindang dan besar itu? Apa engkau mengira telinga
batinku dapat engkau bohongi dengan sembunyi di balik sebatang
pohon seperti itu …..”?
Mendengar bahwa psosisinya sudah ketahuan, akhirnya anak
muda yang bersembunyi di pohon besar dan jejaknya sudah
konangan meloncat ke pekarangan rumah kecil itu.
Pekarangannya cukup luas dan lebar namun sayang karena tak
terurus jadi sudah penuh dengan rumput liar. Melihat si anak
muda, Koay Ji terkejut setengah mati, karena dia adalah Khong
Yan, sahabat masa kecil yang coba dikejarnya beberapa waktu
lalu namun tak sempat ditemukannya. “Mau apa Khong Yang
berada di tempat ini? Dan siapa gerangan orang-orang yang
sedang diintainya itu ..”? demikian beberapa pertanyaan yang
menggelayut di benak Koay Ji. Koay Ji sendiri memang masih
belum terlacak karena memang bersikap sangat berhati-hati
begitu mengetahui anak muda yang dikuntit si gadis adalah tokoh
berkepandaian hebat …..
1053
“Waaaaah ternyata bukan sembarang orang …. anak muda, ada
hubungan apa engkau dengan Bu Te Hwesio …..”? tanya suara
dari dalam rumah kecil itu.
“Accccch, toa suheng, apa maksudmu bahwa dia itu adalah murid
Hwesio yang suka mengganggu suhu kita sejak dulu …”?
terdengar suara si pemuda satunya lagi dengan nada suara
terkejut.
“Begitulah siauw sute ….. entah dia berani mengakuinya ataukah
tidak. Tetapi sebagai murid Bu Te Hwesio dia pasti jantan dan
mengakuinya …..”
Sementara itu, gadis menguntit si anak muda pada akhirnya
munculkan diri juga begitu melihat salah seorang pengintai yang
ketahuan sudah munculkan diri itu. Begitu dia munculkan diri di
halaman rumah kecil itu, terdengar kembali suara orang dari
dalam rumah kecil dengan nada terkejut:
“Accccch, Hong Lui Seng Shia (malaikat Sesat dari Hong Lui Bun)
Yu Lian, tokoh muda Hong Lui Bun, hahahahahahha, Nona muda,
terhadap para suhengmu engkau boleh memberontak dan
berlaku sangat tidak hormat, tetapi awas jika engkau sampai
1054
berani bertingkah melawanku …… aku tidak akan segan-segan
dan hukumanmu akan sangat menyeramkan jika kusebutkan ….”
“Hmmm, rupanya kalian orang-orang sesat yang sudah menyeret
perguruanku Hong Lui Bun ke lobang pencomberan. Kemana
para suhengku yang mengkhianati kebijakan perguruan Hong Lui
Bun kami ….”?
“Lancang ……. bahkan Bun Cu Hong Lui Bun sendiri sudah
bergabung dengan kami dan mengirimkan kedua suhengmu itu.
Siapa engkau di Hong Lui Bun Nona muda? Apakah engkau lebih
berkuasa dibandingkan toa suhengmu yang sekarang menjadi
Buncu dari perguruanmu ….”?
“Benar, meskipun toa suheng, jika melanggar aturan dan larangan
perguruan, sudah pasti akan kulawan. Suhu sudah mengijinkanku
melakukannya …..” jawab gadis muda itu yang ternyata adalah
salah satu tokoh perguruan rahasia Hong Lui Bun. Tokoh muda
ini jarang dan nyaris tidak pernah muncul di Tionggoan dan
terbatas di kisaran perbatasan dan luar tembok besar. Tetapi,
nama besar gadis yang ternyata masih begitu muda ini, sama
besar dan sama misteriusnya dengan perguruan asalnya, yaitu
perguruan Hong Lui Bun.
1055
“Dan sejujurnya, dewasa ini lohu sudah memperoleh ijin langsung
dari toa suhengmu, Buncu Hong Lui Bun untuk membekuk dan
mempersembahkanmu kepadanya dengan tuduhan
pembangkangan dan pemberontakan ….”
“Hihihihi, bahkan toa suheng sendiri belum tentu berani
melakukannya, apa lagi engkau yang tak ketahuan jejak dan
juntrunganmu itu …..”? balas si gadis tidak kalah sengit dan tidak
kalah gertak.
“Hohoho, jika engkau mengenaliku lebih jelas, maka engkau tidak
akan sampai berani mengeluarkan kata-kata tekebur seperti itu
Nona ……”
“Hmmmmm, bicara dari sana kesini, kalian ini tidak lain dan tidak
bukan adalah para gerombolan yang bermimpi menguasai dunia.
Hihihihi, ujung-ujungnya perjuangan kalian adalah kegagalan,
tidak ada kejahatan yang akan abadi ……”
“Siauw sute engkau tangkap gadis itu, Ji sute anak muda itu
bagianmu …….”
“Hehehehe, toa suheng, engkau tahu dan mengerti seleraku.
Gadis ini demikian cantik dan menggairahkan …… pasti akan
memberiku semangat berlipat untuk mengerjakan banyak kerja
1056
besar ke depan …….” sambil berkata demikian, orang yang
dipanggil “Siauw Sute” itu sudah bergerak cepat dan langsung
mencecar si gadis muda. Koay Ji kaget, karena kecepatan dan
kehebatan pukulan lawan …… tetapi, jelas dia terlampau
meremehkan kepandaian si gadis dari Hong Lui Bun itu …
“Siauw Sute, jangan gegabah ……. dia lawan yang berat untukmu
…..”
Belum habis suara peringatan dari dalam rumah, benturan sudah
terjadi dengan amat hebatnya antara si gadis dengan sang “sute”.
Peringatan itu meski sangat terlambat tetapi mampu
menyelamatkan wajah sang sute yang sebelumnya karena
memandang lawannya seorang gadis cantik, jadi menyerang
dengan kekuatan seadanya, meski tetap amat cepat. Dan
akibatnya:
“Dukkkkkkk …….”
Dengan amat berani dan santai saja si gadis menangkis serangan
pemuda itu dengan mendorongkan lengannya menyambut
sergapan lawan. Karena dalam posisi bertahan dan lebih lama
menyiapkan pertahanan, maka kekuatan iweekang yang
dikumpulkan guna menangkis serangan lawan justru lebih besar.
1057
Akibatnya si pemuda penyerang terdorong sampai 5 langkah ke
belakang dan sesudahnya baru dia berdiri dengan tegak namun
dengan wajah riang dan gembira.
“Toa suheng, ini semakin menggairahkan ……” berkata kembali
si pemuda dan kembali dia menerjang ke depan. Sekali ini, dia
sudah mengerahkan kekuatan iweekang khas perguruan mereka,
yakni ilmu Mo Hwe Bu Kek khi Kang (Tenaga Dalam Api Iblis).
Dan karena itu, dia merasa lebih percaya diri selain tertantang,
karena baginya makin hebat ilmu lawan, semakin menantang
untuk ditaklukkan. Dan begitu melihat ilmu ini dikembangkan,
Koay Ji teringat sesuatu ….. “Bukankah ini Ilmu Mo Hwee Hud
yang berapa kali kuhadapi …? jangan-jangan dia ini adalah murid
terakhir Mo Hwee Hud. Hebat jika memang benar begitu”
Dugaan Koay Ji memang benar, inilah bocah yang sama-sama
dengan dirinya pada 10 atau 11 tahun silam diculik pihak Pek Lian
Pay namun diselamatkan dan diambil murid oleh tokoh-tokoh
aneh. Dia sudah menjumpai Kat Thian Ho yang berguru atau
diambil murid oleh Bu Eng Ho Khouw Kiat atau si Rase Tanpa
Bayangan dan sekarang, dia adalah pendekar muda yang cukup
dimalui orang. Meski dia berlaku dan berbuat seenaknya, tetapi
anak muda itu masih bukan seorang tokoh sesat karena masih
ada “akal sehatnya”, demikian simpulan singkat Koay Ji. Anak
1058
ketiga, adalah Cie Tong Pek ini, yang konon julukannya selama
setahun terakhir ini adalah Lat Ciu Sian Mo (Dewa Tangan
Telengas). Dia dahulu dibawa oleh Mo Hwee Hud dan
kelihatannya diangkat menjadi muridnya yang terakhir. Tetapi
sayangnya, melihat kelakuannya yang tidak genah, sudah
mendatangkan rasa tidak suka dalam hati Koay Ji. Bahkan katakatanya
tadi mendatangkan rasa muak dalam hati Koay Ji.
Jika Cie Tong Pek memanggil orang dalam rumah itu sebagai
TOA SUHENG, maka berarti orang itu adalah To Seng Cu
(Tunggal di Atas Tanah) Tam Peng Khek murid kepala Mo Hwee
Hud atau si Api Budha Iblis. Tokoh ini biasanya tidak pernah
berjalan sendirian, tetapi selalu bersama-sama dengan istrinya,
Tok Sim Siancu (Dewi Berhati Racun) Gi Ci Hoa. Tidak berbeda
dengan Mo Hwee Hud, murid kepalanya ini juga sangat sombong
dan tidak kurang keji dan jahatnya, setali tiga uang dengan
istrinya yang pemarah, suka menyiksa orang dan senang
bertindak seenaknya. “Bukankah dia berjanji untuk mencariku ...?
Akan menarik jika pada akhirnya justru berjumpa di tempat seperti
ini dengan mereka berdua …” gumam Koay Ji.
Sementara itu, Khong Yan sudah dihadapi oleh orang yang
dipanggil Ji Sute oleh Tham Pek Eng. Artinya, Khong Yan sedang
diserang oleh Thi Jiau Kim Long (Naga Emas Cakar Besi) Ong
1059
Keng Siang, yang dikenal sebagai murid kedua dari Mo Hwee
Hud. Sama dengan suhu dan toa suhengnya, tokoh inipun sangat
berbahaya, bermuka dua, munafik dan tidak segan-segan
membunuh orang yang tak bersalah sekalipun. Menilik kehadiran
kedua murid utama Mo Hwee Hud di kota Ya In, kelihatannya
mereka akan menghadiri perayaan ulang tahun Hu Pocu atau Hu
Sin Kok. Hanya saja, dalam kapasitas apa mereka hadir? Apakah
kedua orang kakak beradik seperguruan ini juga nantinya ikut
bergabung dengan Utusan Pencabut Nyawa dan Bu Tek Seng
Pay? ini pertanyaan penting yang perlu diketahui. Dan Koay Ji
memang bermaksud mencari tahu hubungan hubungan seperti itu
guna diberitahukan kepada Sam Suhengnya yang konon sudah
berada di dalam Benteng Keluarga Hu saat ini.
Sekali pandang saja Koay Ji sudah tidak mengkhawatirkan Khong
Yan, karena anak muda itu masih setingkat di atas Ong Keng
Siang lawannya. Iweekang dan kemantapan Khong Yan yang
masih mudah sangat menonjol, karena itu Koay Ji tidak terlampau
khawatir dengan dirinya. Yang justru seru dan berbahaya adalah
pertarungan antara Yu Lian, Nona muda yang gagah dari Hong
Lui Bun melawan Cie Tong Pek. Kedua tokoh yang masih samasama
muda namun sama-sama memiliki dan mewarisi ilmu-ilmu
yang mujijat dan hebat dari dua aliran perguruan yang sangat
1060
berbeda. Aliran Budha Thian Tok yang sudah digubah menjadi
ilmu sesat oleh Mo Hwee Hud melawan aliran rahasia dan
misterius dari luar tembok perbatasan, yakni Hong Lui Bun.
Keduanya datang dari aliran rahasia dan dikenal memiliki ilmu
silat yang ampuh, hebat dan mujijat. Dan memang begitulah
gambaran pertarungan seru yang sedang disaksikan dan dilihat
secara langsung oleh Koay Ji dari tempat persembunyiannya.
Bentrokan awal kedua orang itu menunjukkan tingkat kepandaian
mereka yang seimbang dan pasti ramai pertarungan keduanya.
Entah siapa yang kalah nanti.
Dalam waktu singkat keduanya sudah bergebrak lebih dari 25
jurus. Dan jika dalam bentrokan awal Cie Tong Pek mampu
digebah mundur oleh Yu Lian, maka perkelahian selanjutnya
menjadi seimbang. Pertarungan keduanya dengan segera
menjadi jauh lebih seru, lebih berbahaya dan karena mereka
berdua secara bergantian saling menyerang dan saling bertahan.
“Waaaaah, meski ilmunya setingkat dengan Kat Thian Ho, Khong
Yan, Tio Lian Cu dan Sie Lan In, tetapi dengan kelicikan dan
kecurangannya, anak muda ini benar-benar amat berbahaya.
Untungnya Nona itu juga memiliki kemampuan yang hebat dan
dapat mengimbangi permainan Cie Tong Pek ….” analisa Koay Ji
yang kagum juga melihat kehebatan Cie Tong Pek. Murid termuda
1061
Mo Hwee Hud itu memang cerdik, variasi serangannya sungguh
berbahaya, bahkan sebagian besar telengas dan mengarah ke
bagian-bagian tubuh yang sangat berbahaya dan mematikan.
Dan memang benar, bahkan dibandingkan dengan semua
suheng Cie Tong Pek yang pernah dilawannya, kemampuan anak
muda ini malah masih mengatasi mereka semua. Bahkan jika
dibandingkan, masih lebih hebat anak muda itu dengan ji
suhengnya yang saat itu sudah mulai didesak oleh Khong Yan.
Artinya, bakat dan juga latihan Cie Tong Pek kelihatannya
memang masih melebihi para suhengnya itu. Entah jika
dibandingkan dengan toa suhengnya yang juga berada di sekitar
tempat atau arena perkelahian itu. Tetapi, dalam dugaan Koay Ji,
toa suhengnya pasti mengatasi kakak seperguruan lainnya, meski
mungkin setingkat atau masih mengatasi Cie Tong Pek sendiri.
Tapi dugaan itu tidak dapat dibuktikan oleh Koay Ji saat itu. Kelak
atau nanti beberapa saat lagi dia mungkin bakal punya waktu dan
kesempatan membuktikan sampai dimana kehebatan murid
utama Mo Hwee Hud itu.
Orang-orang dan para pendekar Tionggoan mengenal dua ilmu
pusaka dan sangat ampuh dari Hong Lui Bun. Masing-masing
Ilmu Hong Lui Ciang dan Ilmu Ceng Hwee Ciang (Ilmu Api Hijau).
Tetapi, hari ini Koay Ji menyaksikan lebih lengkap bagaimana
1062
ilmu-ilmu mujijat Hong Lui Bun dimainkan dengan sangat indah
dan mematikan oleh Yu Lian. Dia bukan hanya menangkis dan
memunahkan terjangan berbahaya Cie Tong Pek yang sudah
menggunakan kombinasi Ilmu Mo Hwe Bu Kek khi Kang (Tenaga
Dalam Api Iblis) dengan Ilmu Lak hap im hwee (enam gabungan
api dingin). Bukan takut dan menghindar, justru Yu Lian dengan
snagat berani dan penuh perhitungan, memapaknya dengan
menggunakan Iweekang mujijat temuan suhunya menjelang ajal,
yakni Ilmu Iweekang Bu Kek Hoat Keng (Tenaga atau Hawa Sakti
Tanpa Tanding). Selain itu, diapun menggunakan Ilmu Nio Jiu
Hun Si Tay Hoat (Ilmu Panca Lengan Pemisah Nyawa), sebuah
ilmu tangan kosong untuk menjinakkan jurus-jurus serangan yang
mematikan dari Cie Tong Pek.
Pertarungan mereka luar biasa seru karena saling serang dan
saling bertahan dengan frekwensi yang sama. Hal yang membuat
lama kelamaan senyum dan tawa yang tadi ramai di wajah Cie
Tong Pek mulai menghilang perlahan-lahan berganti dengan seri
wajah serius. Semua serangannya dapat digagalkan lawan,
sebaliknya diapun harus berusaha seperti lawan perempuannya
itu untuk bertahan dan balas menyerang. Bukan hanya Cie Tong
Pek, bahkan toa suhengnya yang tadi memandang enteng nona
ini menjadi bungkam dan tidak lagi berkata-kata apalagi
1063
sesumbar. Sesungguhnya, baik Cie Tong Pek dan juga Yu Lian,
sudah sedang bertarung pada puncak kehebatan mereka masingmasing.
Karena itu, mereka mengeluarkan semua kemampuan
dalam menyerang dan bertahan agar tidak terkalahkan oleh
lawan. Jika memang sulit untuk memenangkan pertempuran,
berusahalah sedapat mungkin untuk juga tidak sampai
terkalahkan oleh lawan. Dan untuk maksud itu, keduanya mesti
menguras semua perbendaharaan ilmu yang mereka kuasai dan
miliki, disertai dengan daya kecerdasan untuk menilik titik lemah
musuh.
Setelah sekian lama terdiam, tiba-tiba terdengar kembali suara
toa suheng memberi peringatan dan masukan kepada Cie Tong
Pek:
“Siauw Sute ….. dia bersilat secara berbeda, iweekangnya bukan
lagi murni Hong Lui Bun, kelihatannya kekuatan iweekangnya
amat hebat dan ampuh. Engkau coba serang dia dengan
menggunakan ilmu Ang Yang Ciang (pukulan api membara)
bergantian dengan Mo Hwe Tok (Racun Api lblis) ..”
“Baik suheng ……” jawab Cie Tong Pek singkat dan langsung
memainkan kedua ilmu itu berganti-ganti. Sepasang lengannya
memancarkan sinar berkilat bagai kilatan api dan sekaligus juga
1064
memancarkan hawa panas yang demikian membara. Tetapi,
pada saat bersamaan, Yu Lian juga sudah mulai membuka
serangan dengan menggunakan hawa panas yang mirip dalam
Ilmu Ceng Hwee Ciang (Ilmu Api Hijau). Bukan hanya itu,
sekaligus dia juga mengembangkan ginkang warisan suhunya,
Ilmu Hui Hong Ti Seng (Pelangi Terbang Memetik Bintang) untuk
menambah gesitnya setiap gerakan gerakan baik ketika
menyerang maupun saat bertahan.
“Siauw sute, berhati-hatilah, dia mulai menggunakan Ilmu Mujijat
dan andalan Hong Lui Bun yang sangat terkenal di dunia
persilatan. Itulah yang dikenal orang dengan nama Ilmu Ceng
Hwee Ciang ……”
Awas dengan peringatan suhengnya, dengan cepat Cie Tong Pek
juga menggerakkan lengannya dan segera memainkan jurus jit
seng Goat Lok (Matahari Terbit Bulan Tenggelam). Dengan
dorongan iweekang dan pukulan yang saling mencocoki, maka
daya sambar api dan panas dari lengannya benar-benar
membakar. Tetapi, kelihatan jelas jika Yu Lian juga tidak takut dan
menyongsong dengan jurus Lek Peng Ngo Gi (Lima Bukit Hancur
Merata). Dia tidak mundur dan bertahan, tetapi menyongsong
pukulan dan serangan Cie Tong Pek dengan jurus berat,
sederhana namun memiliki efek yang sangat kuat dan
1065
membahayakan. Tetapi, Cie Tong Pek sadar bahaya, dia tahu
bahaya dan memilih jurus Wong Hong Hui Si (Angin Puyuh
Terbangkan Serat) guna menghalau serangan Yu Lian. Dan
ketika terjangannya mengalihkan arah pukulan Yu Lian, diapun
menerjang kembali dengan jurus Peng Hun Ciu Si (Bagi Rata Adil
Makmur). Pukulannya inipun berat dan berbahaya, bahkan sudah
mulai tidak memakai aturan dan menyerang tempat-tempat yang
tidak pantas di tubuh seorang lawan yang berjenis kelamin
perempuan.
“Sungguh keji dan tidak tahu malu ……” desis Koay Ji dalam hati,
dan semakin buruk gambaran Cie Tong Pek di matanya.
Tetapi, meski buruk perangainya, harus diakui semua perbuatan
dan serangannya yang
“nyeleneh” dan tidak biasa, tidak patut, membuat Yu Lian
terganggu emosinya. Benar benar cerdik sebenarnya apa yang
dilakukan Cie Tong Pek untuk menyiasati tarung yang
mendebarkan melawan Yu Lian ini. Begitu serangan Yu Lian agak
kendor karena “provokasi” serangan yang mengarah ke buah
dada, selangkangan dan daerah daerah sensitif di tubuh seorang
perempuan, berbalik Cie Tong Pek yang kembali mencecar dan
kembali memegang kendali pertempuran. Dengan cekatan dia
menyerang dengan rangkaian pukulan berbahaya dengan jurus
1066
Lui Tian Ciau Hoo (guntur dan halilintar bersatu-padu). Mudah
ditebak, jurus serangannya sekali ini menjadi sangat berbahaya
karena mengandalkan kekuatan iweekang dan hawa panas
membahana. Sebenarnya bukan ilmunya yang berbahaya, tetapi
karena provokasi emosionalnya tadi, meski hanya sepersekian
detik telah mengusik kekokohan emosi Yu Lian. Tetapi apapun
itu, sudah lebih dari cukup bagi Cie Tong Pek untuk mendesaknya
dan mengembalikan posisinya yang sempat runyam karena
kehebatan Ilmu Ceng Hwee Ciang.
Dan memang, disitulah letak kehebatan seorang Cieg Tong Pek.
Selain dia memiliki bekal ilmu yang memang tinggi, diapun
mampu menggunakan akalnya dan juga bisa menghalalkan
segala cara untuk memaksakan kemenangan. Kemenangan
baginya adalah kemenangan, soal bagaimana cara meraih
kemenangan adalah hal lain. Bermain curang dan licik buatnya
adalah salah satu strategi, karena dia memang pemuja
kemenangaan. Karena itu, ada saja akal bulusnya untuk
menyiasati lawan seperti saat menghadapi Yu Lian ini. Sadar
bahwa perempuan itu memiliki kemampuan yang setara
dengannya dan akan sangat sulit mengalahkannya, maka otak
liciknya mulai bermain untuk membantunya mengalahkan lawan
1067
hebat ini. Bukan hanya itu, sambil menyerang hebat, tiba-tiba
mulutnya berseru dengan suara nyaring:
“Hahahahaha menyerahlah Nona, jika engkau baik-baik, kita
justru akan dapat bersama mengarungi lautan kenikmatan …..
Apalagi kulihat tubuhmu benar-benar sangat indah untuk
dinikmati …. hehehe”
Bukan main. Yu Lian sampai menggigil dengan strategi Tong Pek
untuk merusak daya konsentrasinya dan benar saja, dia kini
tersudut karena emosinya hanyut dan terbawa oleh ejekan dan
ajakan mesum lawan. Koay Ji bisa melihatnya dan sadar bahwa
Nona yang hebat itu bakal celaka jika permainan licik Tong Pek
berlangsung terus. Bepikir sejenak tiba-tiba Koay Ji bersuara
dengan ilmu menyampaikan suara dari jarak jauh. Membisikkan
nasehatnya ke telinga Yu Lian …:
“Nona, pusatkan perhatianmu dan jangan ladeni bicara
mesumnya, atau jika tidak, justru dia akan mengalahkanmu dan
celakalah dirimu nantinya …..”
Yu Lian tersadar cepat, tetapi posisinya waktu itu sudah cukup
berbahaya. Karena serangan demi serangan Cie Tong Pek sudah
memerangkap dia dalam posisi yang sulit untuk bisa mengganti
1068
jurus serangan atau membalikkan posisi tanpa menempuh atau
menyerempet bahaya. Koay Ji sendiripun menyaksikan posisi
yang semakin sulit bagi Yu Lian, dan karena si gadis semakin
tersudut dengan terpaksa dia masuk ke gelanggang sambil
berseru:
“Hmmmmmm pemuda bangor dan tidak tahu malu …….”
Suaranya terdengar begitu dingin dan menyeramkan karena saat
itu Koay Ji sudah menyertakan kekuatan batinnya untuk menegur
lawan. Bukan hanya menegur, dia malahan sengaja menggedor
semangat lawan dengan bentakan yang berdaya serang mujijat
ke semangat dan konsentrasi lawan itu. Dan karena bentakan itu,
Cie Tong Pek sedikit kehilangan waktunya karena harus
mengembalikan semangat yang digedor oirang. Tapi sebagai
tokoh berkepandaian tinggi, itupun sudah cukup memadai dan
membuat Yu Lian mampu memanfaatkannya untuk keluar dari
lingkaran serangan lawannya yang licik itu. Hal itu membuat baik
Tong Pek maupun orang yang tadi berada di dalam rumah kecil
menjadi murka bukan main.
Yu Lian yang mampu memanfaatkan waktu sekejap itu sudah
berdiri tegak kembali. Sebetulnya dia ingin langsung menyerang
Tong Pek untuk membalaskan kemengkalan hatinya karena
1069
nyaris terkalahkan akibat kata-kata mesum dari Tong Pek. Tapi
langkah kakinya tertahan ketika melihat penolongnya yang
berwajah cukup menyeramkan sudah berdiri di arena
pertarungannya itu. Semetara Cie Tong Pek begitu melihat siapa
tokoh yang membuyarkan kemenangannya sudah langsung
menyerang Koay Ji sambil membentak dengan suara geram:
“Kurang ajar, haram jadah …… engkau lancang membuyarkan
mimpi indahku bersama Nona yang manis dan cantik itu …….”
Serangannya sudah langsung mengarah ke beberapa jalan darah
dan bagian tubuh yang berbahaya dan mematikan di tubuh Koay
Ji. Tetapi Koay Ji yang juga muak dan marah dengan kelicikan
Cie Tong Pek tidak bergerak menyingkir, sebaliknya dia malah
menantikan serangan Cie Tong Pek. Dan begitu dekat, tiba-tiba
lengannya bergerak cepat menotok dan mendorong Cie Tong Pek
yang nekat menyerang tanpa memikirkan pertahanan tubuhnya
yang lowong dibanyak tempat.
“Dukkkkk …….. bresssssss ………. acchhhh …….. “
Benturan tak dapat dielakkan. Lengan kanan Koay Ji menangkis
serangan berbahaya yang diarahkan ke jalan darah di leher dan
berbareng dengan itu, diapun menyentil pangkal lengan Cie Tong
1070
Pek dengan totokan ringan. Dan akibatnya Cie Tong Pek menjerit
kesakitan karena lengan kirinya kehilangan kekuatan dan lunglai,
sementara sakitnya tidak kepalang. Sontak dia mundur sambil
meloncat ke belakang. Dan pada saat itulah dari dalam rumah
terdengar bentakan:
“Kurang ajar, beraninya kepada orang muda ……” disusul dengan
meloncatnya dua sosok tubuh, satu laki-laki dan satu perempuan
dengan kecepatan tinggi serta langsung memasuki arena berdiri
di depan Cie Tong Pek. Begitu keduanya berdiri kokoh, sudah
langsung Koay Ji berkata dengan suara keren:
“Apa kalian sangka menjadi murid kepala Mo Hwee Hud
menakutiku …? Bukankah sudah lohu pesankan kepada
beberapa sutemu bahwa kelak akan datang mencarimu? Nah,
malam ini kutepati perkataanku untuk mencarimu. Jangan hanya
berani engkau berkoar-koar di luaran akan mencari dan
menghukumku, kali ini justru lohu yang sudah datang dan
mencarimu ………. lebih bagus lagi karena engkau justru datang
lengkap bersama istrimu yang berhati berbisa dan tidak pernah
menghargai orang lain …..”
Hebat kata-kata Koay Ji itu. Sampai-sampai kedua suami-istri
yang biasanya sangat disegani dan ditakuti banyak tokoh kang
1071
ouw itu tertegun dan berdiri bingung menerima dampratan dari
Koay Ji. Mereka tidak menyangka akan menerima dampratan itu
dari orang yang sudah mengenal nama besar mereka, bahkan
mengenal nama besar Suhu mereka. Itulah hebat. Tetapi, tentu
saja hanya sepersekian detik, karena tiba-tiba terdengar suara
suami-istri itu yang seakan berebutan untuk memaki dan jika
mampu pasti akan berusaha membunuh atau bahkan menelan
Koay Ji yang mendamprat dan membuat mereka jatuh merek.
“Bangsat ….. engkau ……” jerit Tok Sim Siancu (Dewi Berhati
Racun) Gi Ci Hoa, tokoh perempuan berusia hampir 60 tahun itu
yang tetap terlihat berwajah garang dan sikap memandang
enteng musuh itu. Wajahnya sungguh tak sedap dipandang mata,
apalagi saat itu dia sedang murka seperti itu. Tapi, kalimatnya
belum selesai diucapkan keluar karena suaminya sudah dengan
cepat menarik lengannya dan kemudian memotong kata-katanya
dengan cepat:
“Hahahahaha, kiranya lohu sedang berhadapan dengan tokoh
yang baru muncul dan ingin beroleh nama dengan menunggangi
nama besar kami suami-istri. Bukankah Thian Liong Koay Hiap
adalah nama merekmu yang baru munculkan diri itu”? berkata To
Seng Cu (Tunggal di Atas Tanah) Tam Peng Khek dengan suara
1072
keren dan malah jauh dari nada suara murka atau emosi
berlebihan itu.
“Hahahahaha, begini baru sikap seorang tokoh besar …… dan
bukannya teriak-teriak seperti anjing gila ingin menggigit orang.
Soal nama, tidak perlu Thian Liong Koay Hiap memperoleh
dengan merendengi nama busuk kalian berdua, cukup dengan
melakukan apa yang pantas dan perlu dilakukan bagi orang
banyak …….” Berkata Koay Ji dengan suara tetap dingin dan
membuat Gi Ci Hoa kembali meradang
“Bangsat ….. binatang, kurang ajar benar, memangnya siapa
engkau membandingkan dirimu dengan …..” tetapi kembali Tam
Peng Khek menahan lengan istrinya itu dan menyabarkannya
untuk kemudian berkata:
“Baiklah …… anggaplah kami saudara seperguruan yang telah
menyalahimu. Tetapi, mengapa engkau sampai hati
memunahkan kepandaian salah seorang dari suteku Koay Hiap
..”? sekali ini, sama dengan Koay Ji, Tam Peng Khek berusaha
menahan emosinya dan bersikap dingin. Dalam sekejap tokoh
hebat, murid kepala Mo Hwee Hud itu sudah tahu jika dia sedang
berhadapan dengan manusia luar biasa yang tidak boleh
dipandang enteng. Dalam wibawa, kepercayaan diri dan
1073
keberanian, jelas sekali bahwa Koay Ji sungguh-sungguh
merendengi mereka. Bahkan mampu menghadirkan kesan dan
tampilan yang menyentak kesombongan suami-istri yang terkenal
susah diladeni oleh tokoh-tokoh utama dunia persilatan di
Tionggoan itu. Sang suami, murid utama Mo Hwee Hud segera
sadar bahwa lawan hebat ada didepannya. Dan untuk itu, dia
tidak boleh menghadapinya secara serampangan.
“Tam Peng Khek, sutemu terlampau lancang memasuki Siauw
Lim Sie, mengendalikan bekas Ciangbudjin mereka dan berusaha
merampas pucuk pimpinan disana. Bahkan sebelumnya, Utusan
Pencabut Nyawa berkali-kali mengejarku dan berniat melukai dan
bahkan beberapa kali berusaha membunuhku. Begitu melihat dan
mengetahui bahwa sutemu ternyata adalah pemimpin Utusan
Pencabut Nyawa, maka dengan keras lohu mengingatkannya.
Tetapi karena terus saja berusaha membunuhku, maka apa boleh
buat, lohu terpaksa menghukumnya …… untung saja saudara
kembarnya tidak kuambil nyawanya karena merampok harta
orang. Apakah murid-murid Mo Hwee Hud memang terbiasa
merampok seperti itu …..”? luar biasa kata-kata yang berupa
teguran dari Koay Ji, bahkan Yu Lian dan juga Khong Yan yang
kini sudah berdiri dekat dengan dirinya sampai terhenya dan
kaget dengan jawabannya. Apalagi Tam Peng Khek, istrinya dan
1074
kedua sutenya. Tetapi, mereka heran, kini istri toa suheng mereka
tidak lagi emosi seperti ingin memakan Koay Ji sebagaimana
ekspresi emosiolanya tadi ketika baru memasuki arena beberapa
menit yang baru lewat.
Keadaan itu membuat Cie Tong Pek dan Ong Keng Siang yang
sudah menghentikan pertempuran mereka masing-masing
menjadi sepenuhnya sadar bahwa saat itu toa suheng mereka
sedang menghadapi lawan yang tidak biasa. Tetapi, makin
mereka memandang lawan yang dikenal sebagai Thian Liong
Koay Hiap itu, semakin mereka tergetar. Karena, wibawa yang
menyambar keluar dari tampilan Koay Ji sedang tinggi-tingginya.
Apa pasal? Karena meski bercakap-cakap biasa, tetapi
sebenarnya Tam Peng Khek dan Koay Ji sesungguhnya sedang
adu kecakapan, adu kekuatan batin. Karena itu, wajar jika orangorang
sekitar mereka merasakan pengaruh hawa mujijat yang
memang menjalar mempengaruhi sekitar tempat itu.
“Thian Liong Koay Hiap .... itukah alasannya engkau memutuskan
bermusuhan dengan perguruanku …”? tegur Tam Peng Khek
dengan suara penuh wibawa
“Tam Peng Khek, setiap perbuatan khianat yang kutemui, pasti
akan berujung pada hukuman atas pelakunya. Tergantung dari
1075
berat atau ringannya kesalahan orang yang bersangkutan ….”
Jawab Koay Ji tenang.
“Hmmmm, setelah engkau demikian kejam memunahkan ilmu
banyak Utusan Pencabut Nyawa, kemudian membunuh pula
salah seorang suteku, bahkan melukai secara parah suteku yang
lainnya …… bahkan masih pula menyandera adik seperguruanku
yang adalah seorang gadis yang masih muda, apakah engkau
tidak pernah berpikir bahwa ini akan menjadi persoalan panjang?
Engkau katakana kepada sekarang, apakah Lohu sebagai toa
suheng mereka tidak berhak untuk memintakan
pertanggungjawabanmu sebagai pelaku dari semua itu …”?
“Sudah tentu saudara Tam Peng Khek, lohu sudah menyadarinya
jauh-jauh hari. Maka, mengetahui engkau akan memburuku,
sudah kutitipkan pesan khusus melalui beberapa orang sutemu
itu jika lohu yang akan mencarimu. Jika engkau bisa berkoar-koar
akan mencari dan menghukumku, maka aku langsung menitipkan
pesan kepada orang dekatmu dan mencarimu, tidak mesti
berkoar-koar di luaran …….”
“Hahahahahahaha, sungguh bersemangat, sungguh
bersemangat. Hutangmu terhadap perguruanku sudah teramat
1076
mahal, lohu khawatir engkau tidak mampu membayarnya seorang
diri …….” berkata lagi Tam Peng Khek.
“Engkau sengaja membiarkan tindakan-tindakan sesat para
sutemu; Engkau memimpin komplotan pencoleng yang menyebut
diri mereka Utusan Pencabut Nyawa; Engkau membiarkan
mereka merampok orang-orang tak bersalah untuk ambisi besar
kalian; Engkau membuat banyak orang kehilangan nyawa untuk
tujuan dan ambisimu; maka engkau sesungguhnya memilik
hutang kepadaku. Hutang-hutang itu akan terus kutuntut
pembayaran dengan segala kerugian dan pembunuhan yang
dilakukan komplotan tersebut, komplotan yang engkau pimpin
melalui para sutemu …..”
“Hahahahaha, sungguh menarik ….. sungguh menarik. Engkau
mampu membalikkan kedudukanmu yang berhutang kepadaku
dan justru menjadi aku yang kini berhutang kepadamu. Dengan
begitu kini engkau yang menuntutku untuk membayar hutangku.
Bukankah ini terasa sungguh aneh dan sulit masuk di akal ….”?
“Ohhhh, tapi berbicara soal hutang, menurut Nyo Wangwe
engkau merampas banyak sekali hartanya selama para sutemu
merampok hartanya dengan menduduki secara paksa dan
menguasai gedungnya. Kemudian para sutemu memimpin
1077
dengan paksa perusahaan dan terus-menerus mengeruk
keuntungan perusahaan ekspedisinya selama ini. Ada berapa
banyak lagi perusahaan lain yang kalian rampok dengan cara
yang kurang lebih mirip dan sama? dan bukankah itu dapat
dimasukkan dalam rekening hutangmu yang mestinya engkau
bayar ….”?
“Thian Liong Koay Hiap, tahukah engkau bahwa semua itu adalah
harga yang harus dibayarkan oleh mereka yang menolak
bekerjasama dengan kami …..”?
“Bekerja sama ataukah mengancam mereka dan bahkan
membuat mereka jadi robot atau dalam genggaman ilmu sihir dan
ilmu beracun kalian …..? Accch, benar dugaanku bahwa kalian ini
sesungguhnya adalah sampahnya Rimba Persilatan Tionggoan.
Dan jika tidak keliru, kalian mestinya sedang menyatroni para
pendekar yang akan berjumpa di Benteng Keluarga Hu …..
acccchhhhh, kini semakin mengerti lohu siapa sebenarnya kalian
ini. Sungguh hebat, tetapi sekaligus sungguh memalukan …..”
“Syukurlah jika akhirnya engkau paham sobat ….. engkau benar,
bahwa ambisi kami memang besar. Sangat besar malahan.
Engkau sendiri belum tentu mampu berlalu dari sini dengan
selamat, sebab aku harus segera menuntut hutangmu kepada
1078
perguruan kami. Dan tentu saja, engkaupun boleh menuntut apaapa
yang engkau anggap hutang kami kepadamu, itupun jika
engkau memang berkemampuan untuk menuntut apa-apa yang
engkau sebutkan hutang kami kepadamu …..”
“Hmmmmm, lohu sudah sangat paham sejak awal akan seperti ini
akhirnya pertemuan kita yang sungguh menarik ini. Tetapi,
syukurlah karena lohu beroleh keterangan yang lebih lengkap dan
boleh mengenali lebih dekat komplotan sampah persilatan yang
sungguh sangat busuk baunya ini. Karena itu, engkau boleh
segera memulainya, menuntut bayaran atas hutang perguruanmu
langsung kepadaku. Dan kusarankan, adalah lebih baik jika
engkau langsung turun berdua dengan istrimu yang tak kalah
ganas itu. Tetapi, masih mengherankan diriku, mengapa dalam
misi yang penting untuk mengganggu pertemuan para pendekar,
masakan hanya kalian berempat ini saja yang munculkan dirinya?
Hmmmmm pastilah ada siasat busuk lainnya yang sedang kalian
atur. Tapi tidak mengapa, hari ini kalian akan mendapat pelajaran
dariku bahwa dunia persilatan Tionggoan tidak seempuk yang
kalian duga …”
“Sombong sekali manusia ini, toa suheng, ijinkan aku untuk
memukul mulutnya yang bau busuk dan mendatangkan rasa
1079
marah itu ….….” Cie Tong Pek tiba-tiba menyela saking marah
dan tak kuat menahan emosinya.
“Engkau masih bau pupuk Tong Pek, masih jauh untuk
melawanku. Menghamburkan tenaga dalam untuk
kesenanganmu maksiatmu membuat dirimu tidak bernilai untuk
melawanku. Menahan diri dan emosi saja engkau masih belum
mampu, lebih baik jika engkau banyak belajar dari Toa Suhengmu
ini….” makian Koay Ji sekaligus pujian kepada Tham Pek Eng,
karena sesungguhnya Koay Ji sendiri kagum dengan tampilan
yang tenang dan penuh daya kepemimpinan dari lawannya itu.
“Hahahahahaha, tenang-tenangkan dirimu siauw sute (sambil
memegang dan menahan lengan Tong Pek yang nyaris meledak
dengan ledekan Koay Ji). Thian Liong Koay Hiap, engkau
sungguh-sungguh lawan yang sangat menarik. Terima kasih atas
pujian dan pengajaranmu buat perguruan kami. Tetapi jangan
engkau khawatir, tantanganmu kepada kami suami istri pasti akan
kami ladeni dengan segenap hati. Sementara pilihan strategi yang
kami terapkan, lebih baik engkau tidak usah memperdulikannya
lebih jauh lagi, karena toch sebentar lagi engkau akan bisa
bertanya secara langsung kepada Giam Lo Ong di neraka
sana….”
1080
“Toa Suheng …… biarkan aku yang maju lebih dahulu menghajar
orang tua tak tahu malu dan suka campur urusan orang lain ini
……” sekali lagi Cie Tong Pek berusaha untuk majukin dirinya
guna bertarung melawan Koay Jie yang tadi sudah menghina dan
merendahkannya, tetapi dengan sama sombongnya Koay Ji
berkata:
“Hmmmm, sekali lagi anak muda, engkau masih belum berderajat
melawanku. Lohu menantang toa suhengmu dan bukan engkau
yang gatal perempuan dan berkelakuan tengik. Orang muda yang
menjijikkan dan sangat memalukan. Jika tidak meniru sikap Toa
Suhengmu, jangan harap engkau akan mampu mencapai tingkat
tertinggi dalam Ilmu Silatmu. Hmmmm, sungguh anak muda
berbakat tetapi sangat memuakkan dalam tingkah lakunya……”
hebat makian Koay Ji, karena memang dia sangat sebal dengan
pemuda yang sangat buruk dalam sikapnya itu.
“Bangsat ……. engkau benar-benar menghinaku …. awas kau
….”
“Siauw sute, jangan mengganggu urusanku, biar aku yang
menangani …..” tegas suara Tam Peng Khek sekali ini dan karena
itu Cie Tong Pek terpaksa harus menahan hawa amarahnya yang
sudah sampai di ubun-ubun. Apalagi, karena sikap suhengnya
1081
kali ini sungguh luar biasa dan teramat jarang dilihatnya di waktuwaktu
sebelumnya. Sangat serius dan justru tenang berwibawa,
kelihatannya memandang tinggi pihak lawannya. Namun
demikian matanya nyalang berapi memandang ke arah Koay Ji,
seakan-akan ingin memangsa dan menelan lawannya itu hiduphidup.
Sangat jelas amarah dan dendam menumpuk melalui
pandang matanya itu. Koay Ji sendiri tidak sadar jikalau kata-kata
keras dan kasarnya itu membuat Cie Tong Pek akhirnya
memusatkan diri dalam melatih diri lebih jauh kelak.
“Begitu memang lebih baik ………” Koay Ji berkata dengan suara
yang tetap tenang, sementara Tam Peng Khek sudah saling lirik
dengan istrinya dan juga kedua sutenya. Kelihatan jelas jika
keduanya, suami istri itu sudah amat siap untuk segera
menyerang. Melihat keadaan itu, Koay Ji segera berkata kepada
Yu Lian dan Khong Yan dengan suara rendah dan melalu
penyaluran ilmu menyampaikan suara:
“Nona, jangan terpengaruh emosimu jika sekali lagi menghadapi
Pemuda tidak tahu malu dan sombong itu. Sekali engkau
memberi dia ketika dan juga kesempatan untuk mendesakmu,
maka itu akan sangat berbahaya bagimu. Dia mampu bertarung
dengan memanfaatkan kebusukan mulutnya untuk memukul
emosi dan ketenanganmu, jaga dan perhatikan baik-baik hal
1082
tersebut..…… dan engkau Khong Yan, perhatikan bahwa
lawanmu masih memiliki kelicikan lain yang siap dimanfaatkannya
setiap saat. Kita punya waktu sampai pagi hari karena mereka
sesungguhnya sedang menantikan bala bantuan untuk mulai
beraksi, jadi hati-hatilah kalian berdua ……”
Selanjutnya Koay Ji terdiam karena Tam Peng Khek sudah
memandang Tok Sim Sianli (Dewi Berhati Racun) Gi Ci Hoa dan
berkata kepadanya:
“Istriku, biarkan aku maju terlebih dahulu untuk mencoba
kemampuannya. Jika sampai aku memang terdesak, engkau
sudah tahu kapan maju membantuku untuk melawan musuh
perguruan kita yang sombong ini …..” dan herannya, ini mungkin
kelebihan suami istri itu ketika bertemu lawan hebat, seperti juga
suaminya, kini Tok SIm Sianli Gi Ci Hoa terlihat sangat tenang dan
menurut perkataan suaminya. Padahal, tadinya dia sangat
berangasan dan selalu ingin menyerang Koay Ji lebih dahulu.
Tetapi, meski demikian, dia justru yang membuka serangannya
mendahului suaminya. Berbeda dengan orang lain, Perempuan
yang dipanggil atau berjulukan Dewi Berhati Racun ini membuka
serangan suaminya dengan menyerang sambil juga mengibaskan
lengannya. Meski tahu bahwa lawan menyerang dengan “jarum
1083
rahasia” tetapi Koay Ji diam saja, padahal Khong Yan dan Yu Lian
memandangnya dengan raut wajah yang sangat
mengkhawatirkan keadaannya. Bahkan Yu Lian tanpa sadar
sudah berteriak mengingatkan Koay Ji:
“Awas jarum beracun”
Tetapi, baik Yu Lian maupun Khong Yan berdua tak mampu
berbuat apa-apa karena jarum itu melaju terlampau cepat dan
sudah tiba dan dengan telak menghantam perut dan dada Koay
Ji. Tetapi dengan segera pandangan khawatir mereka berubah
menjadi pandangan kagum ketika melihat 5 buat jarum kecil dan
halus itu begitu menusuk dan menembus jubah Koay Ji, tiba-tiba
terbang kembali keluar dan kemudian jatuh di tanah tanpa mampu
melukai Koay Ji sedikitpun. Bukan hanya Khong Yan dan Yu Lian
yang terkejut setengah mati, bahkan Tam Peng Khek dan istrinya
serta juga Cie Tong Pek memandangnya dengan mata berbinar,
antara kagum dan juga dengki. Sementara itu Koay Ji yang
mementalkan jarum itu dengan bantuan “pusaka” buatan suhunya
sebagai pakaian dalam anti segala macam senjata tajam dan
racun, dan juga iweekang mujijat yang dikuasainya sudah berkata
dengan suara dingin menusuk:
1084
“Hmmmmmm, tidak kecewa engkau menjadi Nenek Berhati
Racun ….. selain curang dan beracun, engkau juga punya
kebisaan busuk ini. Sungguh heran ada anak murid tokoh hebat
sekelas Mo Hwee Hud tetapi begini pengecut dan tak becus …….”
“Suamiku, ini saatnya buatmu ……” hanya itu suara yang
dikeluarkan Dewi Berhati Racun sambil menyerahkan Koay Ji
kepada suaminya untuk dilawan. Dan pada saat itu, Tam Peng
Khek yang lepas dari keterkesimaan melihat betapa mudah dan
aneh seorang Koay Ji memunahkan serangan jarum beracun tadi,
sudah melepas serangan dengan tangan kosongnya.
“Awas serangan ……” berbeda dengan istrinya, Tam Peng Khek
menyerang dengan memberi isyarat pemberitahuan terlebih
dahulu. Padahal, Koay Ji sudah siap sejak beberapa saat yang
lalu, terbukti dengan pameran yang membuat banyak orang jadi
kaget dan terkesiap melihatnya mematahkan serangan jarum
beracun tanpa mengelak dan menghindar. Tetapi menerima
dengan badannya, melindungi tubuh dengan tenaga dalam dan
menghemoaskan jarum beracun ke tanah. Luar biasa.
Tetapi, serangan yang lebih berbahaya sudah datang. Serangan
tangan kosong Tam Peng Khek, murid kepala Mo Hwe Hud, Iblis
Api Budha yang kini mencecarnya dengan tenaga dalam yang
1085
luar biasa panasnya. Belum lagi pukulan itu tiba, hawa panas
yang luar biasa membara sudah menyakiti kulitnya. Tetapi,
karena Koay Ji sudah siap, hawa panas membara itu tidak
membuatnya kaget dan merasa kepanasan. Maklum, tenaga
pelindung badan sudah dikerahkan dan kekuatan iweekang
dalam tubuhnya otomatis bekerja ketika dirangsang oleh hawa
pukulan lawan.
“Hmmmm, bagus …….”
Gumaman bernada pujian Koay Ji memang bukannya pura-pura.
Karena hawa panas yang menyerangnya didorong oleh kekuatan
iweekang yang sungguh kuat dan dia yakin, inilah lawan terhebat
yang pernah bertarung dengannya selama ini. Tetapi, meski
begitu, dia tidak merasa keteteran karena memiliki kepercayaan
diri dan kemampuan yang memadai untuk melawannya. Bahkan
dengan beraninya, dia mendorongkan kedua lengannya dan
memapak serangan penuh iweekang Tam Peng Khek. Padahal,
ini baru awal tarung keduanya:
“Blaaaaaarrrrrrr ……”
Benturan yang luar biasa dan sudah langsung menunjukkan siapa
unggul. Tam Peng Khek terdorong selangkah mundur, sementara
1086
Koay Ji hanya bergoyang sedikit dan tidak sampai harus
melangkah mundur untuk memunahkan daya dorong lawan yang
sangat kuat dan panas membara.
“Hmmmmm, pantas jika engkau begini sombong …..” gumam
Tam Peng Khek yang sudah kembali langsung menyerang lawan
dengan kekuatan pukulan lebih besar dan dengan jurus-jurus
pukulan yang berbahaya. Tetapi, Koay Ji dengan tenang bergerak
dengan menggunakan Liap In Sut dan menghindar sambil
memunahkan serangan serangan lawan dan masih belum balas
menyerang.
“Engkau harus mengundang istrimu turun tangan jika memang
berniat mengalahkanku sobat, jika tidak engkau akan menyesal
…….”
“Bangsaat…… ini, aku sudah datang menyerangmu” teriak Gi Ci
Ho yang akhirnya memutuskan untuk segera masuk melihat
suaminya bertarung tanpa mampu mendesak lawan. Bukannya
makian curang dan busuk yang membuatnya sangat berang sejak
tadi, tetapi perubahan panggilan dan julukan DEWI menjadi
NENEK yang membuatnya murka dan sulit untuk tertahan lagi.
Tetapi, serangannya kali ini jauh lebih berbahaya karena sekalian
pada saat bersamaan Tam Peng Khek yang sadar bahwa istrinya
1087
memang sudah harus terlibat, juga sudah ikutan bergerak masuk
menyerang dengan kekuatan luar biasa. Tidak tanggungtanggung,
dia menyerang hebat dengan Ilmu Hok Sian Cam Yau
(Menaklukkan Dewa Membunuh Siluman). Dibandingkan dengan
Cie Tong Pek, kekuatan iweekang toa suhengnya terasa memang
lebih kuat, meski variasi serangan masih lebih kaya sang sute.
Tetapi, Koay Ji segera merasa, tokoh ini benar-benar lebih hebat
dan masih tetap lebih di atas Kakek Siu Pi Cong yang sudah
pernah dikenalnya di Kuil Siauw Lim Sie. Bahkan, masih terasa
lebih matang jika dibandingkan dengan tokoh-tokoh lain yang
dikenalnya, seperti Sie Lan In, Tio Lian Cu dan Khong Yan yang
memang baru tampilkan diri di dunia persilatan. Itulah sebabnya
Koay Ji menjadi lebih waspada dan serius menghadapinya.
Koay Ji sendiri pada dasarnya adalah seorang tokoh muda yang
memiliki kemauan dan kemampuan belajar yang sangat
menakjubkan. Baik dalam daya ingat, kecerdikan dan
kecerdasan, dia terhitung berada di atas rata-rata tokoh muda
lainnya. Dan semua itu masih ditambah dengan bantuan sebuah
Kitab Mujijat yang membantunya memahami dan mengetahui
rahasia dasar gerakan silat manusia. Pertempurannya dengan
tokoh-tokoh hebat, bahkan termasuk melawan Barisan Lo Han Tin
dari Siauw Li Sie, melawan 2 orang sesepuh Siauw Lim Sie dan
1088
banyak tokoh-tokoh hebat lain, mematangkannya dan
membuatnya maju lebih jauh lagi. Bahkan, secara tidak langsung
dia melatih dan mengajar Sie Lan In, Kwan Kim Ceng, Nadine dan
juga Nyo Bwee, meski tidak langsung mempraktekkannya.
Menyaksikan pertempuran antara anak murid 3 Tokoh Dewa
Tionggoan, membuatnya semakin kaya dan semakin maju tanpa
dia sendiri menyadarinya. Tanpa dia sendiri merangkainya dalam
tata gerak, hanya menyusun tata urutannya di benaknya dan
menghasilkan formula-formula baru yang lebih kaya dan lebih
kreatif dibandingkan dengan pemilik aslinya.
Karena itu, serangan gabungan Gi Ci Hoa dan Tam Peng Khek
tidaklah membuatnya takut dan gemetar, meski dia merasa
dorongan kekuatan lawan sungguh hebat serta membahana.
Terus menerus mencecar dan mengejarnya serta slaing mengisi,
saling melindungi dan juga saling melengkapi. Tetapi, entah
mengapa sekali ini Koay Ji tidak menggunakan Ilmu mujijat yang
diandalkannya, yakni Thian Liong Pat Pian atau Naga Langit
Berubah Delapan Kali. Bukannya bergerak menghindar, dengan
cepat Koay Ji menggerakkan kedua tangannya dan menyambut
kedua serangan lawan dengan jurus Keng To Liat An (Ombak
Dahsyat Retakkan Pantai). Awalnya Tam Peng Khek menduga
bahwa Koay Ji akan berkelit ataupun menghindar karena
1089
gabungan serangan beracun istrinya dan serangannya dalam
jurus jurus Tiem Sak Seng Kim (Menutul Batu Berubah Emas)
bukanlah serangan yang biasa saja. Ketika menyerang secara
bersama dengan Gi Ci Hoa istrinya, biasanya dia mengerahkan
kekuatan besar untuk dapat menyelesaikan pertempuran dalam
satu atau dua jurus belaka. Tetapi, betapa kaget dan terkejutnya
dia ketika Koay Ji justru menyambutnya dengan jurus pukulan dan
bukannya menghindarkan diri. Dan yang kemudian membuat dia
menjadi lebih kaget lagi adalah karena daya hisap tenaga
iweekang Koay Ji sangatlah hebat dan amat kuat sehingga
mempengaruhi pengerahan kekuatannya. Otomatis, dia kesulitan
untuk mengerahkan tenaga memukul tanpa menjaga diri untuk
tidak terjerumus maju ke depan akibat tenaga hisapan Koay Ji.
“Celaka ……..” bisik Peng Khek gelisah sambil menarik
tenaganya dan merubahnya dengan satu serangan lain dengan
lengan kirinya dalam jurus Cing Wi Thian Hay (Cing Wi Mengisi
Laut). Serangannya ini ditujukan ke pangkal lengan kanan Koay
Ji yang menyambut serangan istrinya Gi Ci Hoa, dan benar saja,
Koay Ji menarik lengan tersebut dan menyambut pukulan Tam
Peng Khek dengan gaya jurus Thian Li Sam Hoa (Dewi
Menaburkan Bunga). Tetapi, untuk melawan pukulan Gi Ci Hoa,
dia tidak menyambutnya tetapi cukup menggerakkan tubuhnya
1090
hingga condong ke belakang dan kemudian seperti terayun
mengkuti tangkisan dan serangan balasannya kearah Tam Peng
Kek. Hebat, Tam Peng Khek tahu bahwa lawan berkeras adu
pukulan dan tidak mengundurkan diri, dan akhirnya diapun tahu
dan yakin bahwa kekuatan iweekang lawannya memang sangat
mengejutkannya. Antara heran dan kagum Tam Peng Khek
akhirnya memutuskan untuk meladeni kemauan Koay Ji dalam
adu pukulan tersebut. Keras lawan keras, adu pukulan. “Toch dia
menghadapi gabungan kekuatan kami suami istri, mana dia
sanggup ….”? pikir Tam Peng Khek.
Adalah karena tidak mau kalah wibawa, Tam Peng Khek
menggerakkan lengannya dan memotong gerakan tubuh dan
lengan Koay Ji dengan menyerang titik jalan darah di sambungan
lengannya dalam sebuah jurus Jan Thian Jiak Tee (Langit Cacad
Bumi Kutung). Sementara Gi Ci Hoa menyusul dengan serangan
menggunakan jurus Tiang Hong Hui Liong (Angin Deras
Terbangkan Naga). Kedua lengannya membantu serangan
suaminya dengan mencecar beberapa bagian tubuh Koay Ji.
Tetapi, Koay Ji memutuskan untuk menggunakan jurus Tui San
Tiam Hay (Mendorong Bukit Membendung Samudra). Dia bukan
hanya membendung serangan Tam Peng Khek dan langsung
menerjang ke jalan darah di bagian perut lawan, tetapi gerakan itu
1091
juga mengandung kekuatan untuk mengisap tenaga serangan
lawan sehingga serangan Gi Ci Hoa menyeleweng dan kini
bahkan secara tak sengaja mengarahkan pukulannya ke pangkal
lengan Tam Peng Khek.
Bukan main kalutnya Giu Ci Hoa dan terkejutnya Tam Peng Khek.
Sadarlah keduanya jika lawan memang bukan tokoh biasa, bukan
lawan enteng, melainkan lawan hebat yang mampu
menggetarkan suami-istri yang belum ketemu tanding selama ini.
Dengan cepat dan cermat keduanya menarik tenaga serangan
dan kembali menyerang dengan saling mengisi. Tetapi begitupun,
keduanya tak mampu mendesak dan membuat Koay Ji
melangkah mundur setengah langkah sekalipun, sebaliknya,
dengan mudah dia mampu melawan serangan tangan kosong
mereka berdua. Bukan hanya itu, dengan kekuatan iweekangnya
yang sungguh hebat, dia mampu memunahkan kekuatan ilmu
pukulan gabungan keduanya. Dalam waktu singkat, 20 jurus
sudah berlalu sementara pertarungan mereka, dua melawan satu
itu tidak menghasilkan apa-apa bagi kedua belah pihak. Tetapi,
jika wajah dan sinar mata Tam Peng Khek sudah berubah sangat
serius, maka Koay Ji masih tetap terlihat tenang dan tetap saja
mengikuti pertarungan tanpa merasa takut sedikitpun.
1092
Jika dibicarakan membutuhkan waktu cukup lama, padahal 20
jurus berlangsung hanya dalam hitungan beberapa detik belaka.
Dan setelah dua puluh jurus berlalu, Koay Ji sendiri menemukan
kenyataan bahwa dia haruslah menguras semua kebisaan dan
kemampuannya guna meladeni keroyokan suami-istri yang
berbahaya ini. Tadi, ketika melawan Tam Peng Khek seorang, dia
masih percaya bahwa kemampuannya masih memadai untuk
mengalahkan lawan. Tetapi begitu maju bersanding dengan
istrinya, mereka berubah menjadi pasangan yang mampu
menghadirkan kerepotan baginya. Tapi dasar cerdik, dia
kemudian berkata perlahan:
“Hmmmm, hebat ….. hebat …. kombinasi kalian berdua memang
tidak mengecewakan. Tapi, terus terang saja masih belum cukup
untuk dapat menagih hutang dipunahkannya kepandaian sutemu
itu, karenanya ….. mundurlah dulu” sambil berkata demikian,
Koay Ji mengerahkan kekuatannya sampai tujuh bagian atau
mungkin lebih dan kemudian mengibas dengan jurus Liok Hoa
Pian Leng (Bunga Berguguran di Angkasa). Tambahan kekuatan
iweekangnya memang membuatnya mampu untuk mendorong
mundur kedua lawan yang memang hebat itu. Tetapi, kedua
lawannya memang bukan orang biasa, keduanya terdorong
mundur sampai 1 langkah dan Koay Ji sendiri harus mundur
1093
sampai setengah langkah dan baru dapat tegak kembali. Hebat,
dia tahu kedua suami istri itu memang bukan manusia
sembarangan, mereka sungguh mampu merepotkannya. Karena
itu, dia memandang kedua musuhnya yang kini sudah tegak
kembali dan memang tidak didesak dan diserangnya kembali:
“Tam Peng Khek …… malam ini lohu memperingatkanmu untuk
terakhir kalinya. Lohu masih memandang wajah Mo Hwee Hud,
Suhu kalian dan tidak menyusahkan kalian lebih jauh lagi, tapi jika
kalian tetap saja bersimaharajalela di daerah Tionggoan, maka
pertemuan berikut aku tidak akan berlaku murah hati kepada
kalian lagi. Hukumanku yang memunahkan kepandaian sutemu
adalah peringatan, dan pertemuan kita kali ini adalah juga
peringatanku yang terakhir bagi kalian semua. Termasuk engkau
anak muda yang pongah, jika kesombongan dan kesesatan yang
engkau tunjukkan kembali kulihat langsung di depan mataku,
maka lohu tidak akan segan untuk menghukummu seperti kedua
suhengmu……….”
Hebat teguran Koay Ji. Tetapi dilain pihak, Tam Peng Khek sendiri
sudah cukup sadar jika lawannya ini memang hebat.
“Kelihatannya hanya Suhu yang mampu melawannya dan
mengalahkannya…..” desisnya dalam hati sekaligus juga ngeri
menerka-nerka siapa gerangan lawan yang demikian hebatnya
1094
ini. Tetapi, seorang Cie Tong Pek tidak bisa terima dengan
peringatan Koay ji, dengan menggeram dia berteriak sambil
menyerang dengan sangat hebatnya:
“Bangsat ……. lihat seranganku….”
Luar biasa, sambil membentak dengan kekuatan mujijat dalam
Ilmu Siau Mo Kang (Ilmu Iblis Tertawa) yang berperbawa sihir
yang kuat dan pekat, diapun menerjang dengan Ilmu Hua Kut Sin
Kang (Ilmu Sakti Penghancur Tulang). Melihat kombinasi
serangan yang sangat hebat dan berbahaya ini, bukan hanya
Koay Ji yang terkejut meski tidak rikuh melawan terjangan lawan
yang hebat ini. Karena sebenarnya Koay Ji sudah melihat gelagat
bahwa Cie Tong Pek akan menyerang. Bahkanpun Tam Peng
Khek juga mendesis dengan kaget dan nyaris tak percaya:
“Acccch, siauw sute, itu …. Itu benarkah itu adalah Ilmu Huat Kut
Sinkang (Ilmu Sakti Penghancur Tulang) yang mujijat dan maha
hebat itu, bagaimana engkau kini mampu menguasai dan
menggunakannya …..”?
Kekagetan Tam Peng Khek hanya dimengerti oleh kalangan
perguruan mereka. Karena Ilmu itu sebenarnya memang tidak
diturunkan kepada anak murid yang lain, entah kenapa justru tiba1095
tiba sudah dikuasai dan dipergunakan oleh Cie Tong Pek,
padahal dia sebagai murid tertua, justru belum menguasainya.
Sementara itu, Koay Ji yang melihat serangan lawan tidak alpa.
Apalagi saat itu, dia sudah dapat menguasai kedua ilmu sinkang
yang sangat istimewa dari kalangan Budha di Tionggoan dan
Thian Tok, yaitu Toa Pan Yo Hian Kang dan juga Pouw Tee Pwe
Yap Sian Sinkang. Meski dia belum mampu menyatukannya
secara sempurna, tapi kekuatannya saat ini sudah teramat hebat.
Karena itu, dia dengan berani dan sengaja menerima pukulan
lawan dengan dadanya:
“Bukkkkkkk ………” dan hebat akibatnya, Cie Tong Peng terlontar
kebelakang akibat kekuatannya dikembalikan oleh lontaran
kekuatan Toa Pan Yo Hiankang dan sontak dia terluka hebat
karenanya.
“Accccccchhhhhhhhhhh ………. brakkkkk ….” tubuh Cie Tong
Pek terlontar sampai berapa meter dan langsung terkulai dengan
mulut mengeluarkan darah.
“Hmmmmm, engkau mencari mati rupanya ………... sekali ini aku
masih bermurah hati kepadamu karena engkau masih sangat
muda. Masih ada kesempatan berobah. Cukup engkau hanya
1096
kulukai, toch karena engkau juga yang lancang menyerang lohu
secara menggelap. Tetapi sekali lagi, merupakan peringatan lohu
yang terakhir buat kalian semua, lain kali aku tidak akan semurah
hati malam ini …..”
“Thian Liong Koay Hiap ….. apakah ini berarti engkau menantang
kami seperguruan dan suhu kami Mo Hwee Hud …”?
“Hahahahahaha, engkau mendesak dan mengancamku dengan
nama itu? Jika kalian tidak mengakibatkan keributan d Tionggoan,
maka kalian tidak akan menjadi lawanku. Tapi, para sutemu
menebar keributan di Siauw Lim Sie dan bahkan merampok di
Han Im, dan sekarang kalian merencanakan keributan di Benteng
Keluarga Hu …… bahkan mendukung gerakan yang
menggemparkan Tionggoan …… karena itu, jika sekali lagi
kujumpai kalian kasak-kusuk bikin ribut di Tionggoan, jangan
salahkan jika kepandaian kalian kupunahkan seperti sutemu
…….”
Tam Peng Khek cukup tahu diri. Kini dia sadar, Thian Liong Koay
Hiap bukan tokoh yang dengan mudah dan dapat dia taklukkan,
bahkan dengan menggunakan nama besar Suhunya sekalipun.
Jika mengerubutinya dengan 2 lawan satu, kemenangan masih
belum yakin akan didapatnya, meski melawan berdua dengan
1097
istrinya membuat mereka mampu menandingi Koay Ji. Jika
mereka berempat mengerubuti Koay Ji alias Thian Liong Koay
Hiap, dia masih amat yakin akan dapat memenangkan
pertarungan itu. Tetapi, celakanya disitu masih ada Yu Lian yang
bahkan mampu menandingi siauw sutenya, dan bahkan masih
ada lagi Khong Yan yang kelihatannya justru memiliki
kemampuan menaklukkan Ji sutenya. Tokoh muda itu
dicurigainya memiliki hubungan dengan Bu Te Hwesio, bahkan
kemungkinan besar adalah murid dari tokoh dewa Thian Tok yang
hijrah mengejar Suhu mereka ke Tionggoan itu. Dan jika itu benar,
maka berarti bahaya bagi mereka. Kondisi itu akhirnya
membuatnya berpikir lebih realistis, posisinya lebih sulit dan sukar
untuk menang melawan ketiga orang di hadapannya. Maka
dengan mengeraskan hatinya diapun berkata:
“Hmmm, jika memang demikian, maka lohu akan menyampaikan
tantanganmu kepada Suhu dan para sute …… akan ada waktu
kami membuat perhitungan kembali ….”
“Hahahahaha, sungguh pintar engkau bersilat lidah. Sudah jelas
kukatakan, jika kalian tetap membawa keributan di Tionggoan,
maka hukuman kalian sudah jelas. Tetapi, jika engkau artikan itu
sebagai tantangan kepada perguruanmu, terserah engkau
sajalah, lohu tidak mau ambil pusing ……”
1098
“Baiklah …… jika memang demikian kami mohon diri …….”
“Tunggu dulu ……… urusanku belum diselesaikan …..” tiba-tiba
Yu Lian membentak sesaat sebelum Tam Peng Khek berlalu.
“Nona, kedua suhengmu itu sedang mendampingi Bu Tek Seng
Ong, tokoh utama Bu Tek Seng Pay. Dimana keberadaan dan
jejak Bu Tek Seng Ong, lohu sendiripun tidak tahu dan kurang
paham, engkau keliru jika bertanya kepada kami …….. mohon
maaf” sambil berkata demikian Tam Peng Khek kemudian melirik
ji sute dan istrinya untuk kemudian berlalu. Sebelumnya, adalah ji
sutenya yang bergerak menyambar tubuh Cie Tong Pek dan
membawa tubuh siauw sute mereka yang terluka itu.
Tidak lama sepeninggal mereka, Yu Lian segera menghampiri
Koay Ji sambil berkata dengan suara penuh hormat:
“Thian Liong Koay Hiap locianpwee, terima kasih atas semua
petunjuk dan batuanmu kepada wanpwe … mohon dimaafkan,
karena harus mencari jejak kedua suhengku maka terpaksa
akupun akan segera meninggalkan tempat ini ……”
“Baiklah Nona …… sebaiknya engkau berhati-hati menjejaki
mereka, karena situasi di kota Ya In dewasa ini sudah sedemikian
liarnya. Sebelum memasuki kota Ya In banyak korban
1099
pembunuhan yang rata-rata adalah jago silat. Semua pasti akan
bermuara ke acara Ulang Tahun Hu Pocu, jadi, sebaiknya engkau
berhati-hati Nona ….”
“Terima kasih locianpwee ,,,,,,, wanpwe mohon diri ……”
Dan tidak berapa lama kemudian di tempat itu tersisa Khong Yan
dan Koay Ji. Pada dasarnya Koay Ji sangat ingin menegur dan
bertukar sapa dengan Khong Yan, tetapi dia memutuskan untuk
tetap mempertahankan penyamarannya. Meski demikian, dia
ingin melakukan sesuatu bagi Khong Yan, sahabat masa kecilnya
yang lebih tua 1,2 tahun darinya, tetapi yang kini konon menjadi
sutenya. Meski dia masih punya banyak pertanyaan mengenai
suhunya yang satu ini. Ya, menurut Suhunya, Bu In Sin Liong, dia
masih memiliki Suhu yang lain, yang sudah lebih dahulu
mendidiknya sebelum diambil murid oleh Bu In Sin Liong. Tetapi,
Suhunya tidak pernah memberitahu nama tokoh yang menjadi
Suhunya itu. Dan gambarannya tentang Suhu yang misterius itu,
juga masih seperti dahulu, datang dan menemuinya serta
melatihnya sebuah ilmu yang belakangan dia tahu adalah Pouw
Tee Pwe Yap Sian Sinkang. Dan Ilmu itu hanyalah dikuasai satu
orang belaka, BU TE HWESIO. Bukan itu sama artinya dengan
fakta bahwa orang yang sudah mengajarinya ilmu itu dahulu
adalah Hwesio itu, BU TE HWESIO. Dan jika memang demikian,
1100
maka itu berarti bahwa dia memang adalah murid dari Hwesio
lihay yang sangat misterius itu. Dan jika benar begitu, maka
Khong Yan ini adalah sutenya sendiri meski umurnya justru
beberapa bulan di atas usianya sendiri, dan masih teman
sepermainan di masa kecilnya.
“Wanpwe Khong Yan menjumpai Thian Liong Koay Hiap
Locianpwee …..”
“Khong Yan ….. lohu memang sedang mencarimu ……”
“Acccch, ada apa gerangan locianpwee …..”?
“Lohu hanya ingin menyampaikan apa yang menjadi permintaan
Suhengmu. Beberapa waktu yang lalu suhengmu membantuku
mengobatiku hingga sembuh sepenuhnya, dan untuk membayar
hutang, lohu dimintanya mewarisimu, sebagai sutenya sejenis
Ilmu. Meskipun ilmu itu sebagiannya sudah engkau kuasai …….”
“Acccchhhh, Locianpwee, dimanakah Koay Ji Suheng sekarang
berada ….”? tanya Khong Yang kaget dan gembira. Hal ini
menyenangkan Koay Ji, karena bukan “Ilmu” yang diutamakan
Khong Yan, tetapi kabar beritanya.
1101
“Kami berjumpa di Gunung Siong San, tetapi dewasa ini, berada
dimana bocah aneh itu, lohupun tidak lagi mengerti …..”
“Accchhhh, sayang sekali jika memang demikian Locianpwe …..
sayang sekali, sudah lebih 10 tahun wanpwe tidak bertemu
dengan suhengku itu. Padahal menurut Suhu, kepandaian
suheng sekarang sudah maju demikian jauh, bahkan masih
berada di atas kemampuanku sendiri dewasa ini ……”
“Sesungguhnya diapun sangat merindukanmu anak muda, dia
sangat berterima kasih kepada keluargamu yang berjasa
membesarkannya, terutama kepadamu yang tidak pernah
menyakitinya, bahkan bersedia bermain bersamanya.
Kepandaiannya memang sudah maju demikian jauh, bahkan tidak
lagi berada dibawah kemampuanku sendiri dewasa ini. Tetapi,
begitupun dia masih memikirkan bagaimana agar kemajuanmu
juga meningkat dan tidak membuat Suhu kalian kecewa …….”
“Accchhh, bahkan bertemu dengannya saja sudah mendatangkan
kebahagiaan buatku Locianpwee …. Itu saja sudah cukup.
Apalagi karena Suhu memang memerintahkanku buat mencari
dan menemuinya …..”
“Bu Te Hwesio maksudmu anak muda …..”?
1102
“Memang. Benar sekali locianpwee, kelihatannya Suheng sendiri
sudah cukup banyak menceritakannya kepada locianpwe …”
“Hmmmm, benar sekali anak muda ….. bahkan Suhengmu
menceritakan bagaimana pada masa kecilnya, Bu Te Hwesio
membantunya dan melatihnya dengan sejenis Ilmu mujijat agar
dia terhindar dari kematian …..”
“Betul sekali locianpwee, meski pada saat itu Suheng sendiri
belum mengetahui dan belum menyadari jika itu adalah Suhu…..”
“Pantaslah jika Suhengmu menjadi demikian hebatnya, dia
memiliki 2 orang Suhu yang demikian hebat dan digdaya …..”
“Benar sekali locianpwee, menurut Suhu dalam waktu tidak lama
dia bahkan akan mampu merendengi kehebatan Suhu sendiri
…… bakatnya sungguh istimewa menurut penuturan Suhu …”
“Baiklah, memang pemuda itu agak istimewa anak muda. Tetapi,
karena banyak yang mesti lohu kerjakan, perkenankan sekarang
ini lohu mewariskan kepandaian yang dimintanya sebagai
imbalan atas pengobatannya ……”
“Acccchhh, maksud locianpwee …..”?
1103
“Anak muda, kami berdua sedikit banyak masih memiliki
hubungan perguruan, karena kami menguasai beberapa jenis
ilmu yang sama meskipun dari sumber yang berbeda.
Menurutnya, engkau sudah menguasai sebagian dari ilmu
tersebut …..”
“Haaaaaa, jika memang demikian jangan-jangan Locianpwee
masih terhitung kaum tuanya atau suhengnya …”?
“Entahlah anak muda, kami masih belum sempat membahas
persoalan itu. Yang jelas, sata ini, perkenankan lohu mengajarkan
setengah bagian dari Ilmu Thian Liong Pat Pian itu kepadamu.
Dengan sudah memahami bagian setengahnya, maka engkau
tidak akan butuh waktu yang panjang untuk memahami sisa
bagian setengah untuk bagian penyerangannya….. apa engkau
siap anak muda …”?
“Apa …..? Ilmu Thian Liong Pat Pian yang mujijat itu? Benarbenarkah
memang masih ada lagi setengah bagiannya yang yang
yang justru masih belum kumengerti dan belum kupelajari dari
Suheng locianpwee …..”?
1104
“Maka sekarang, sebaiknya engkau duduk berkonsentrasi untuk
mendengarkan lohu menjelaskannya kepadamu secara lebih baik
……”
“Baiklah Locianpwee, wanpwe mengerti……”
Begitulah, setelah satu jam lebih berlalu, Koay Ji kemudian
bangkit berdiri dan berkata kepada Khong Yan:
“Anak muda, lohu sudah memenuhi janji kepada Koay Ji,
sekarang, sebaiknya engkau melatihnya sekali lagi. Dalam
perjalananmu kelak, kombinasikan dengan Ilmu-ilmu yang sudah
engkau kuasai, niscaya engkau akan bertambah hebat ……”
“Terima kasih locianpwee ……”
“Kita berpisah disini anak muda …..”
Dan setelah berkata demikian, Koay Ji yang sebenarnya ingin
mengorek keterangan lebih jauh mengenai Thian Cong San dan
Thian Cong Pay, mendadak ingat bahwa dia mesti menemui
seseorang di Benteng Keluarga Hu. Dan waktunya sangat
terbatas. Meski begitu, dia harus segera menemuinya.
1105
Tetapi, betapa terkejutnya Koay Ji ketika menemukan kenyataan
betapa penjagaan dalam Benteng Keluarga Hu demikian
ketatnya. Nyaris di setiap sudut Benteng, terlihat penjagaan
berkelompok, itupun di luar perondaan yang juga dilakukan
secara rutin serta bergantian dilakukan oleh sekelompok orang.
“Seperti mau perang saja” desis Koay Ji dalam hati. Tetapi,
persoalannya adalah, dia harus bertemu sam suhengnya secara
rahasia dan tidak ingin diketahui oleh orang lain. Karena itu, maka
dipelajarinya seluruh medan dan mengamati secara detail guna
memutuskan kapan saat terbaik untuk memasuki Benteng
Keluarga Hu tanpa terlacak siapapun. Cukup lama dia diam dan
mengamati setiap sudut, bahkan sempat berputar satu kali untuk
melihat dan juga mempelajari tata letak dan bentang Benteng
Keluarga Hu tersebut. Sampai akhirnya, diapun memutuskan
bahwa pintu masuk paling aman adalah pintu masuk tak terduga
untuk dimasuki orang pada malam hari. Dan kesanalah dia
memulai. Tidak tepat di pintu masuknya, tetapi dekat-dekat
dengan pintu masuk Benteng.
Menunggu sampai perondaan regular lewat dengan cepat Koay Ji
melompat mendekati tembok benteng, dan kemudian menunggu
sesaat lagi. Sesudah agak aman, diapun mengembangkan Liap
In Sut dan melayang ke atas dan bisa tiba di ujung tembok tanpa
1106
terlihat siapapun. Untung di tengah malam dia terbantu suasana
yang gelap sehingga sulit terlihat dari arah lain kalau ada orang
asing yang masuk. Belum lagi, gerakannya memang sangat cepat
dan gesit. Dengan cara yang sama dia memasuki benteng dan
melompat turun ke bawah, sekali ini dia turun dengan nyaman.
Tetapi, dekat tempatnya ada beberapa orang yang berjaga,
sehingga dengan terpaksa Koay Ji harus menjaga langkah dan
gerak-geriknya.
Tetapi, sayang sekali tempatnya justru akan dilewati 5 orang
penjaga yang sedang dalam tugas melakukan perondaan. Dalam
waktu beberapa detik lagi, dia pasti akan dipergoki. Tetapi, saat
itu juga Koay Ji bertindak, dia berdiri dan kemudian terdengar
suaranya yang mujijat bergetar menyambut kelima orang itu.
Sebelum mereka sempat menyadari kehadiran Koay Ji, semangat
mereka sudah dikuasai terlebih dahulu. Dan suara Koay Ji
terdengar menggetar sambil bertanya:
“Dimana tempat istirahat Pangcu Kaypang ……”?
Serentak langkah mereka berlima tertahan, dan adalah orang
yang terdepan kemudian menunju ke sebuah gedung yang cukup
besar di sebelah barat Benteng itu. Melihat sasaran sudah
1107
ditemukan, Koay Ji kemudian berkata dengan suara penuh
wibawa:
“Lanjutkan tugas kalian ……”
Begitu diperintah mereka berlimapun kemudian bergerak dan
melanjutkan melakukan perondaan. Kebetulan sekali karena
mereka melakukan ronda sampai ke dekat gedung yang
ditunjukkan sebagai tempat istirahat Pangcu Kaypang. Dan tak
lama kemudian Koay Ji sudah terpisah dari kelima orang itu.
Sementara kelima penjaga itu bergerak dan terus bertugas meski
mereka sempat bingung karena ada beberapa saat mereka bagai
terlelap dan tidak tahu apa yang baru saja terjadi. Pada saat
kesadaran mereka temukan kembali, Koay Ji sudah dalam
gedung yang ditunjukkan kepadanya, bahkan sudah berada di
dalam. Namun karena hari sudah jauh malam, maka tidak ada
orang lagi yang berjaga ataupun berada di ruang tengah gedung
yang cukup besar tersebut. Hal ini kembali membuat Koay Ji
bingung, kamar mana gerangan yang menjadi tempat beristirahat
Sam Suhengnya itu? Setelah berpikir beberapa saat, pada
akhirnya diapun menarik nafas panjang dan sesaat kemudian dia
meloncat ke atas loteng dan dari sana dia berkonsentrasi dan tibatiba:
1108
“Hahahahahahaha, inikah Benteng Keluarga Hu …….”?
Suara tertawa itu mengalun luar biasa, tetapi yang hebat adalah,
suara itu mengalun hanya terdengar oleh orang-orang yang
berada dalam gedung itu. Dan sebagaimana dugaannya, hanya
dalam waktu beberapa detik belaka pintu-pintu kamar pada
terbuka dan meloncatlah para tokoh untuk keluar dari gedung itu.
Dia melihat ternyata Tek Ui Sinkay, Sam Suhengnya beristirahat
di kamar utama yang terletak di bagian depan. Dengan sangat
cepat dan gesit, belum lagi tokoh utama Kaypang itu berlari
keluar, Koay Ji segera berbisik:
“Sam Suheng, kutunggu di dalam kamar …….”
Hebat …. mendengar suara itu, Tek Ui Sinkay bukannya langsung
batal meloncat ke luar. Sebaliknya, dia mempercepat langkahnya
ke luar dan membiarkan gedung itu dalam keadaan kosong dan
memberi waktu bagi Koay Ji untuk memasuki kamarnya. Bisa
ditebak, keadaan di luar menjadi ribut dan kacau, tetapi karena
mereka tidak dapat menemukan sesuatu yang mencurigakan
disana, sebentar saja merekapun kembali masuk kedalam
gedung.
1109
Setelah mengatur dan bercakap sebentar dengan beberapa
tokoh, termasuk dalamnya Hoat Hek Hwesio, beberapa tokoh Hoa
San Pay, Bu Tong Pay, dan tidak ditemukan sesuatu yang
mencurigakan, masing-masing akhirnya masuk kamar kembali
untuk beristirahat. Begitu Tek Ui Sinkay memasuki kamarnya, dia
tidak menjadi kaget karena menemukan sesosok tubuh berada di
dalam. Tetapi, bukan menyerangnya melainkan justru berlutut di
hadapannya dan memberi hormat, baru kemudian berkata
dengan suara yang sangat mengharukan:
“Sam Suheng…… mohon maaf, sutemu Koay Ji datang
berkunjung memberi salam dan menghunjuk hormat kepadamu
…..”
Sebetulnya Tek Ui Sinkay berdebar-debar menunggu siapa
gerangan yang mencarinya dan sama sekali tidak menduga
bahwa siauw sutenya, adik seperguruan termudanya ini yang
datang mencarinya. Awalnya dia menduga adalah adik
seperguruannya yang lain yang datang untuk ikut bergabung dan
bukannya adik perguruannya yang terakhir ini. Karena itu, bukan
main kagetnya sang Pangcu Kaypang ini begitu diberi tahu bahwa
adalah Koay Ji yang datang. Dan sudah jelaslah bahwa “suara
tertawa” yang tadi memancing semua orang untuk keluar dari
1110
kamarnya, pastilah adalah pekerjaan nakal dari sutenya yang
paling kecil ini.
“Acccchhhh, Siauw Sute ……. bangunlah ….. tapi, apa-apaan
dengan dandananmu dan juga penampilanmu seperti orang tua
ini …..”? kaget juga Tek Ui Sinkay melihat penampilan siauw
sutenya itu. Karena setahunya Siauw Sutenya masih sangat
muda, paling banyak berusia 19 tahun, sementara tokoh yang
berlutut dihadapannya justru seorang manusia berusia
pertengahan. Mendengar kata-kata Sam Suhengnya, Koay Ji
menjadi sadar dan kemudian membuka samaran topeng kulitnya.
Baru berkata:
“Accchhhh, mohon dimaafkan Sam Suheng ….. beberapa waktu
terakhir ini memang sutemu sengaja merubah penampilan
menjadi seperti ini dan memperkenalkan diri sebagai Thian Liong
Koay Hiap ….”
“Begitu baru benar …..” ucap Tek Ui Sinkay begitu melihat Koay
Ji melepas topeng kulitnya dan melihat wajah Koay Ji yang sudah
dewasa. Tetapi, dia terkejut melihat sinar mata siauw sutenya
yang demikian bening seperti manusia yang tidak mengerti dan
tidak paham iweekang atau tidak berlatih Ilmu Silat. Dia jelas
mengerti dengan keadaan sutenya dan diam-diam dia bergumam
1111
dalam hati: “benar sekali ramalan Suhu bahwa siauw sute akan
mampu mencapai puncak kehebatan diusia yang masih sangat
muda, sungguh-sungguh luar biasa”. Tetapi, begitu mendengar
bahwa ternyata Siauw sutenya adalah orang yang selama ini
menjadi Thian Liong Koay Hiap, tak tertahankan diapun berkata
lagi dengan suara lirih:
“Occchhhh, jadi engkau yang sudah mendatangi Kuil Siauw Lim
Sie dan membuat Sam Susiok pulang ke kuil dan bahkan
kemudian mengobati Toa Supek kita ….”?
“Acccccch Suheng … jadi benar dugaan sutemu bahwa
sebenarnya Suhu kita berasal dari Kuil Siauw Lim Sie”? justru
Koay Ji balik bertanya
“Apakah Suhu tidak menceritakannya kepada sute ….”? tanya
Tek Ui SInkay sambil mengernyitkan keningnya tanda tidak
mengerti.
“Sam Suheng, Suhu hanya memesankan dengan sangat, dan
bahkan juga memintaku berjanji melakukannya sesuai dengan
perintah Suhu, yakni agar dalam keadaan yang apapun kita mesti
membantu Kuil Siauw Lim Sie …..”
1112
“Hmmmmm, entah mengapa Suhu tidak mengisahkannya
kepadamu Sute. Tetapi, garis besarnya Suhu kita adalah Bu In
Hwesio, murid dari Sucouw yang seorang Hwesio pertapa di
Siauw Lim Sie. Sucouw kita gemar belajar Kitab Budha dan
mendalami Ilmu Silat baik teori maupun praktek dan beliau
seangkatan dengan Ciangbudjin angkatan sebelum Toa Supek.
Sesungguhnya Sucouw sebagaimana juga Suhu kita, pernah
dicalonkan menjadi Ciangbudjin Siauw Lim Sie, tetapi entah
bagaimana nasib kedua orang tua yang kita hormati itu tidak
berjodoh dengan jabatan itu. Sucouw memilih bertapa hingga
ajalnya di Siauw Lim Sie dan hanya menerima dua orang murid,
yaitu Suhu dan Lam Hay Sinni ……”
“Accchhhhhh …….” terdengar lenguhan Koay Ji tetapi tidak
berkomentar, dia kaget karena ternyata Nona Sie Lan In yang
sudah dikenalnya itu, masih memiliki hubungan perguruan
dengannya sendiri. Sesuatu yang jelas sangat mengagetkannya,
sekaligus menyenangkannya. Pahamlah dia mengapa Sie Lan In
juga mampu memainkan Ilmu-ilmu Siauw Lim Sie dan memiliki
dasar Ilmu Silat yang sangat mirip dengan dirinya. Berpikir
demikian semakin senang hatinya mengenang Sie Lan In, tetapi
kenangannya terhenti karena Sam Suhengnya melanjutkan
kisahnya:
1113
“Sayangnya, Suhu karena gagal melaksanakan satu tugas
perguruan yang tak pernah dikisahkannya kepada muridmuridnya,
akhirnya memilih keluar dari Kuil Siauw Lim Sie dan
memilih bertapa di Thian Cong San …… sementara Lam Hay
Sinni memilih untuk bertapa di Lautan Selatan ……. Itulah
sekedar kisah mengenai Suhu kita yang kelak kemudian
menggunakan nama pertapaan Bu In Siansu, tetapi bagi tokohtokoh
yang mengenalnya dengan baik, dia dikenal dengan nama
Bu In Sin Liong ….. dahulunya, nama Budha Suhu kita adalah Bu
In Hwesio. Beliau adalah Sute dari Bu Sin Hwesio, tokoh kedua
dari angkatan BU dari Siauw Lim Sie ……”
Dan sebelum Koay Ji sempat bertanya dan berkomentar lebih
jauh, Tek Ui Sinkay sudah melanjutkan dengan kata-katanya:
“Dan engkau benar Sute …. Suhu pasti akan setuju dengan
perbuatanmu di Siauw Lim Sie itu. Tapi, ngomong-ngomong,
sebetulnya ada apa gerangan engkau malam-malam begini
datang menemuiku dan bahkan telah mengganggu istirahat
begitu banyak tokoh yang sedang lelap beristirahat di Benteng
Keluarga Hu ini ….”?
“Acch, maafkan perbuatanku tadi Suheng, sesungguhnya tidak
dapat kutemukan cara bagaimana untuk menemui suheng karena
1114
kurang tahu di kamar mana suheng berada. Adalah tidak mungkin
membuka pintu kamar satu persatu, karena itu sutemu berpikir
cara seperti tadi itu …… mohon dimaafkan suheng ……”
“Accch, sudahlah jika memang demikian …. toch engkau sudah
dapat menemuiku sute, ada kabar apa sebenarnya dan
bagaimana keadaan Insu ….”?
“Insu baik-baik saja suheng ….. mengenai kunjunganku, ada
beberapa hal yang perlu kusampaikan kepada suheng. Yang
pertama, perkenankan sutemu menyampaikan selamat atas
pengangatan suheng menjadi Pangcu Kaypang ….”
“Ach, terima kasih Siauw Sute ……”
“Yang kedua, sutemu juga mendengar kabar di Kauw It San
tentang banyaknya tokoh Kaypang yang dibantai musuh, karena
itu jika memang Sam Suheng membutuhkan, sutemu juga
bersedia untuk membantu dan melindungi anak murid Kaypang.
Apalagi, karena sepanjang perjalanan memasuki Kota Ya In,
sutemu banyak menemukan anak murid Kaypang yang terbunuh
dan telah menguburkan mereka bersama dengan Kwan Kim Ceng
suheng, murid Bu Khek Susiok dari Siauw Lim Sie. Ada apa
gerangan dengan Perkumpulan Kaypang Suheng ……”?
1115
“Acchhhhh, sudah kuduga Kaypang akan menjadi target
perkumpulan Bu Tek Seng Pay itu …… hmmmm, sungguh
menggemaskan” desis Tek Ui Sinkay
“Suheng, adakah sesuatu yang dapat sutemu kerjakan untuk
anak murid Kaypang yang menjadi anak buah suheng itu …..”?
“Tentu saja Sute … hmmmm, engkau kedepan boleh dan berhak
bertindak atas nama diriku sebagai Pangcu Kaypang untuk
membantu, menolong dan bahkan memerintah tokoh Kaypang
manapun untuk hal-hal yang tidak bertentangan dengan keadilan
dan kebenaran dan juga liangsim kita. Engkau boleh memegang
tanda pengenalku ini” ujar Tek Ui Sinkay sambil menyerahkan
sebuah Kim Pay (tanda pengenal) kepada Koay Ji yang
menyambutnya dengan senang hati.
“Tahukah engkau siapa yang membunuhi anak murid Kaypang
selama ini ….”? tanya Tek Ui Sinkay dengan suara serius setelah
Koay Ji memegang Kim Pay Pangcu Kaypang tersebut dan
menyimpannya.
“Suheng, jika melihat cara membunuh dan mereka yang
melakukannya, nampaknya dilakukan oleh sekelompok orang.
Dan terus terang tecu mencurigai Utusan Pencabut Nyawa yang
1116
justru dipimpin oleh para murid Mo Hwee Hud. Salah seorang
pemimpin Utusan Pencabut Nyawa yang adalah murid kelima Mo
Hwe Hud sudah kupunahkan kepandaiannya di Siauw Lim Sie,
dan bahkan tadi sebelum kemari, baru saja tecu bertemu dan
mengusir murid kepala Mo Hwee Hud beserta istri dan 2 orang
sutenya yang sedang berkumpul merencanakan hal jahat di
Benteng Keluarga Hu ini di luar kota Ya In, dekat telaga Kun Beng
Ouw itu ……”
“Ha…… Siauw Sute, sebentar dulu. Apakah benar perkataanmu
yang tadi itu? bahwa engkau mengusir dan mengalahkan mereka
berempat hingga merat, melarikan diri dari hadapanmu….”? Tek
Ui Sinkay bertanya nyaris tidak percaya. Bagaimana bisa adik
seperguruannya yang termuda ini bisa demikian sakti dan digdaya
padahal setahunya dia sendiri baru bisa menandingi murid kepala
Mo Hwee Hud itu setelah berlatih kembali bersama suhunya
selama beberapa tahun terakhir. Tetapi, jika harus melawan
gabungan dengan istrinya yang juga hebat, dia selaku Pangcu
Kaypang meski merasa memiliki kesanggupan tetapi masih masih
merasa rada akan sangat repot dan berat. Dia menyadarinya
dengan sangat. Tetapi sekarang, sute termudanya justru mampu
mengusir mereka berempat? bukankah ini adalah berita yang
sungguh luar biasa dan sulit dipercaya?. Dia sampai tak mampu
1117
lagi berkata-kata dan hanya mampu bertanya singkat seperti itu.
Bukan meragukan, karena dia sendiri sudah diyakinkan Suhunya
mengenai kemujijatan anak ini dan diminta khusus untuk menjaga
dan mengawasi semua tindak tanduknya di luaran.
“Sutemu mampu mengalahkan mereka suami dan istri dalam 20
jurus, dan melukai adik seperguruan termuda mereka yang coba
membokongku. Tetapi, disana juga ada murid bungsu Bu Te
Hwesio, cucu Chit Suheng bernama Khong Yan dan juga Hong
Lui Seng Shia (Malaikat Sesat dari Hong Lui Bun) Yu Lian. Karena
itu mereka enggan melakukan pengeroyokan kepada sutemu ini
……”
Mau tidak mau Tek Ui Sinkay harus percaya, karena kalau ada
saksinya, berarti adik seperguruannya ini sama sekali tidak
berdusta. Mengalahkan suami-istri itu bukanlah perkara mudah di
dunia persilatan dewasa ini. Hanya beberapa orang yang
sanggup melakukan dan mengalahkan mereka berdua jika
mereka maju berpasangan. Tetapi, adik seperguruannya ini
malah sudah melakukannya dan mengusir mereka, bahkan
mengalahkan secara mudah dalam 20 jurus belaka. “Sampai
dimana sebenarnya ilmu kepandaian siauw sute ini? bahkan
konon, ketika melawan salah seorang sesepuh Siauw Lim Sie
yang masih terhitung Susioknya, adik seperguruan Suhu mereka
1118
sekalipun dia tetap tidak dapat terkalahkan …….” desis Pangcu
Kaypang ini dalam hati. Kaget, kagum dan pusing
membayangkannya.
“Terus, apalagi yang engkau ketahui selama beberapa bulan
terakhir engkau berkelana di dunia persilatan Sute…..”?
“Utusan Pencabut Nyawa kelihatannya memupuk kekayaan
dengan merampok para hartawan, dan untung saja salah satu
sumber rampokan mereka di kota Han Im sudah sutemu
bereskan. Utusan Pencabut Nyawa sudah kubersihkan disana,
sementara pemimpin mereka yang merampok harta Nyo Lopeh di
Han Im, murid keempat Mo Hwee Hud kulukai hingga tidak bisa
bersilat selama setahun mendatang. Tapi, bukan tidak mungkin
banyak perampokan seperti ini mereka lakukan. Dan atas
perbuatan mereka kepada anak murid Kaypang, sutemu akan
mengejar dan menuntut mereka atas perbuatan tersebut ….”
“Hmmmm, semakin jelas jika mereka mendukung Bu Tek Seng
Pay. Aaaachhh, jika Mo Hwee Hud mendukung mereka,
bukankah bencana kedepan ini bakalan sangat berat dan bahkan
melebihi badai 30 tahun silam …..”?
“Accch, sam suheng, apa maksudmu ….”?
1119
“Siauw sute, maksudku adalah, dalam waktu dekat bencana
berdarah akan terjadi dalam skala yang sangat besar. Dan
engkau sudah mengendus bibt-bibit bencana itu dan baru saja
melaporkan kepadaku. Tidak salah lagi, Utusan Pencabut Nyawa
dan murid Mo Hwee Hud kelihatannya bekerjasama untuk
mencaplok dunia persilatan serta berusaha memperkaya diri
mereka dan kelak mengatur rimba persilatan ……”
“Suheng, kita harus melawan mereka. Tidak bisa kita biarkan
mereka membunuh, merampok terus menerus” ujar Koay Ji
dengan suara bergetar.
“Betul sekali siauw sute …. betul sekali. Tetapi sesungguhnya
dewasa ini kekuatan mereka semakin besar sementara kekuatan
kelompok aliran putih justru masih belum dapat dipersatukan. Itu
sebabnya murid kepala Mo Hwee Hud berani mati menyatroni
Benteng Keluarga Hu karena mereka merasa sangat percaya diri,
dan bahwa kekuatan mereka sangat besar dan luar biasa …..”
berkata Tek Ui Sinkay dengan suara geram sekaligus masygul
dengan keadaan dunia persilatan.
“Sam Suheng, bagaimana dengan para suheng lainnya? Apakah
mereka akan datang dan membantu kita melawan para penjahat
…”? bertanya Koay Ji dengan penuh harap, karena
1120
sesungguhnya dia belum pernah mengetahui seperti apa watak
dan keadaan suheng-suhengnya yang lain.
“Accchhhhhh, Toa Suheng aneh seperti Suhu dan tidak begitu
perduli dengan keadaan dunia persilatan. Ji suhengmu sedang
banyak persoalan dengan keluarganya, tetapi mungkin
suhengmu yang lain akan muncul kemari karena mereka sudah
menerima kabar tentang munculnya Bu Tek Seng Pay dan
bahaya serta ancaman yang menyertai kemunculannya. Bahkan
Chit Sute sudah mengirimkan kabar akan tiba kemari dalam
beberapa hari kedepan ……”
“Acchhhhhh, Chit Suheng Hoan Thian-Ciu (Tangan Membalik
Langit) Cu Ying Lun, Thian Cong Pangcu maksudmu Sam
Suheng …..”?
“Benar sute ….. memang dia, baru siang tadi seorang murid
Kaypang mengabariku soal kesediaan Chit Sute untuk bergabung
kemari ……”
“Sungguh baik jika memang demikian adanya……..” desis Koay
Ji menjadi senang ketika mendengar bahwa Chit Suhengnya juga
akan segera menyusul ke Benteng Keluarga Hu dan bergabung
dengan para pendekar.
1121
“Siauw Sute ……..” berkata Tek Ui Sinkay dengan suara lirih
“Ada apa Suheng …….”?
“Bolehkah suhengmu ini kiranya menanyakan sesuatu yang
mungkin tidak berkenan kepadamu …. dan engkau boleh tidak
menjawabnya ….”
“Accch Sam Suheng … hidup sutemu ini boleh dibilang adalah
karena kebaikan dan karena perjuangan suheng seorang.
Bahkan, Suhu sudah bertitah kepadaku, bahwa kelak, jika sutemu
ini membutuhkan seorang wali, maka hanya ada seorang yang
berhak untuk menjadi wali dan wakilku menggantikan Suhu dan
orang tua yang sutemu sendiri tidak tahu dimana, jadi baik
sebagai keluarga dan maupun sebagai saudara seperguruan.
Dan Suhu sudah langsung menujuk Sam Suheng ….. karena itu,
bagiku suheng sudah sama dengan keluarga sendiri, melebihi
rasa hormatku sebagai seorang Sute ….. karena satu-satunya
yang mengerti berasal darimana diriku dan seperti apa diriku pada
masa lalu adalah suheng seorang …”
“Sute ….. jika suhengmu bertanya demikian, tidak lain karena
persoalan besar yang akan dan sedang kita hadapi kedepan ini
…….”
1122
“Tanyakanlah suheng, jika bisa menjawab, pasti akan kujawab
…..”
“Apakah kiranya Suhu kita dapat dibujuk untuk turun gunung jika
memang suatu saat kita menghadapi persoalan yang sangat berat
dan besar ……”?
Mendengar pertanyaan itu, Koay Ji kaget dan untuk sesaat tidak
mampu menjawabnya. Karena sesaat sebelum meninggalkan
gua pertapaan suhunya, dengan tegas orang tua itu sudah
menegaskan, bahwa dengan alasan apapun, dia tidak lagi
mengijinkan murid muridnya untuk mengganggunya. Karena itu,
akhirnya diapun berkata dengan nada suara berat dan sedih:
“Suheng, sebelum sutemu dilepaskan berkelana setahun yang
lalu, Suhu berkali-kali menegaskan, bahwa untuk dan dengan
alasan apapun lagi, kita saudara seperguruan jangan lagi sampai
memberatkan langkah hidup beliau orang tua. Karena itu, sutemu
berpikir rasanya akan sangat berat dan sulit bagi kita untuk
mengundangnya turun gunung dengan alasan apapun. Bahkan
termasuk dengan alasan persoalan besar yang sedang terjadi
dewasa ini…..”
1123
“Aku mengerti Sute…… Hmmmm, ada satu hal lagi, apakah.....….
apakah engkau sudah mampu mewarisi semua kehebatan Suhu
kita itu …..”? tanya Tek Ui Sinkay secara sangat hati-hati.
“Accchhh Suheng, mana bisa kita menyamai kehebatan Suhu kita
itu? Tidak, rasanya sutemu belum mampu mewarisi semua
kehebatan suhu kita ……”
“Sute, kutanyakan hal ini, karena setelah engkau berkelana, Chit
Suheng datang untuk menemuiku dan secara khusus
menyerahkan sebuah surat rahasia dari Suhu kita itu. Tahukah
engkau apa isinya …..”?
“Acchhh, benar begitu Suheng ….? Apakah jangan-jangan Suhu
kita ada menyesalkan sesuatu tentang sutemu ini ……”?
“Bukan….. sama sekali bukan itu persoalannya siauw sute. Tidak
ada sama sekali Suhu mengungkit-ungkit kejelekan ataupun
kekurangan-kekuranganmu. Yang ada, justru mengenai hal-hal
yang sebaliknya. Dan oleh karena itu, suhengmu menanyakan
persoalan ini langsung kepadamu ……”
“Suheng …. apa gerangan yang dipesankan Suhu kepadaku ..”?
tanya Koay Ji dengan wajah yang memelas. Dia benar-benar
1124
khawatir jangan-jangan ada hal yang disesalkan suhunya atas
dirinya selama ini.
“Siauw sute…… Suhu menyampaikan pesannya secara khusus
kepadaku dan juga Chit Sute, bahwa apabila kelak ada yang
meminta bantuan SUHU untuk turun tangan, maka SUHU
memutuskan mewakilkan engkau guna menghadapi persoalan
besar yang menimpa Rimba Persilatan Tionggoan. Termasuk
persoalan yang menimpa Kaypang sekalipun. Karena itu, kami
para suhengmu sudah dilarang untuk jangan lagi berusaha
meminta Suhu turun gunung, karena beban itu sudah berpindah
ke pundakmu. Suhu memberitahuku dan Chit Sute, karena
sesungguhnya, dari kita saudara seperguruan, adalah kami
berdua yang paling dekat denga dirimu …..”
“Astaga ….. Sam Suheng, mana bisa begitu …….”
“Sute, sejujurnya, aku sangat mempercayai Suhu kita, dan karena
itu, apa yang beliau pesankan, kusampaikan kepadamu secara
terus terang………”
“Suheng ...” Koay Ji tidak mampu lagi berkata-kata, karena apa
yang disampaikan oleh Suhengnya betul-betul kabar yang
terlampau besar baginya. Dia merasa tidak memiliki kemampuan
1125
yang demikian besar untuk mengatasnamakan Suhunya dalam
membantu Rimba Persilatan Tionggoan yang sedang bergejolak.
Tetapi, celakanya, menurut Sam Suhengnya, adalah dia, murid
bungsu Suhunya yang menerima beban berat tersebut. Bukankah
ini sebuah berita yang susah diterima akal ….”? pikirnya
“Bahkan, kelak Thian Cong Pay jika memang akan terus
dipertahankan adalah engkau yang wajib untuk membela dan
membesarkannya …….”
Kelihatannya Tek Ui Sinkay sangat memahami kekagetan yang
dialami Siauw Sutenya ini dan karena itu dia membiarkan Koay Ji
tenggelam dalam lamunannya dan memberi waktu untuk
memikirkan semua kata-katanya. Tetapi setelah sekian waktu
berlalu, Tek Ui Sinkay kembali berkata:
“Tahukah engkau kini maksud pertanyaan Suhengmu tentang
apakah engkau sudah mampu mewarisi semua kehebatan Suhu
kita …”? tanya Tek Ui Sinkay sambil dengan serius memandang
wajah Koay Ji
“Sute mengerti Suheng …… meski Suhu pernah mengatakan
bahwa kemampuanku sudah mampu menyamai kehebatan Suhu
pada 30 tahun silam dan bahkan masih akan terus maju karena
1126
“bantuan” Bu Te Hwesio, Mo Hwee Hud dan Bu Eng Ho Khouw
Kiat atau si Rase Tanpa Bayangan, tetapi sesungguhnya sute
tidak pernah meyakini dan mempercayainya. Kehebatan Suhu
dan kebijaksanaan Suhu itu terlampau hebat bagi Sutemu ini,
mana bisa merendenginya….. ach, dia orang tua …….”
“Sute……. mari, biarlah kuberitahu beberapa hal, angkat
wajahmu dan pandanglah wajah Suhengmu ini……” Tek Ui
Sinkay berkata dengan suara serius, karena sedikit banyak dia
dapat mengerti pergolakan batin yang dirasakan sute terkecilnya
ini. Tapi, isi surat Suhunya tidak mungkin keliru. Dan pandang
mata yang bening dari sutenya tadi semakin meyakinkan dirinya.
Selain itu, di luarnya, Tek Ui Sinkay sendiri, memang adalah tokoh
terdekat bagi Koay Ji dan bahkan diserahi tugas Suhunya menjadi
wali dan wakil keluarga dan perguruan kedepan.
“Baik Suheng ……” Koay Ji berkata sambil memandang wajah
Sam Suhengnya dengan perasaan yang benar-benar galau.
“Sute, hanya ada satu, dua atau tiga tokoh yang mampu
mengalahkan Murid Kepala Mo Hwee Hud jika maju bersama
istrinya, bahkan Suhengmupun merasa berat untuk dapat
melakukannya. Dengan menjatuhkannya dalam 20 jurus, berarti
engkau sudah beranjak maju dibandingkan kehebatan Suhu 30
1127
tahun silam. Bahkan, menurut Hoat Kek Hwesio, Wakil
Ciangbudjin Siauw Lim Sie, engkau bahkan tidak kalah ketika
melawan kedua sesepuh Siauw Lim Sie yang masih merupakan
Susiok kita itu. Karena itu, sebagai Suhengmu, Walimu
sebagaimana pesan dan petunjuk Suhu melalui surat itu, maka
kuminta engkau menjaga tindakanmu dan jangan sampai
menodai nama besar Suhu dan perguruan kita ……..”
“Suheng, engkau benar. Demi nama besar Suhu, demi nama
besar Sam Suheng, Koay Ji berjanji dan bersumpah untuk terus
berjalan di jalan yang benar, dan semua petuah dan nasehat
Suhu dan para Suheng sekalian akan Koay Ji ingat dan tanamkan
baik-baik dalam ingatan dan benak…..”
“Bagus Sute …… satu hal lagi, dalam hal-hal yang membutuhkan
campur tangan Suhu, maka Suhengmu akan memintamu untuk
turun tangan. Bagaimana caramu untuk kelak menanganinya,
engkau tahu dan dapat memikirkan caranya …….”
“Suheng …. engkau …. maksudmu …..”?
“Sute, untuk saat ini, semangat para Pendekar hanya mampu
ditegakkan dengan cara menghadirkan 3 Dewa Tionggoan dan
1128
sebagian kecil tahu, bahwa di atas ketiga tokoh itu adalah Bu In
Siansu ……”
Mendengar hal itu Koay Ji menarik nafas panjang. Sedikit banyak
dia mengerti hal yang diminta Suhengnya kepadanya itu. Memang
sangat berat, tetapi bukanlah sesuatu yang tidak mungkin untuk
dilakukan. Setelah berpikir demikian, pada akhirnya Koay Ji pun
berkata dengan suara rendah:
“Baiklah Sam Suheng, jika memang demi dan untuk kepentingan
banyak orang, Sutemu akan mendengarkan semua pesan dan
petunjukmu. Hanya, ada satu hal yang mohon kebijaksanaan
Sam Suheng ..”
“Apakah itu Sute …..”? Tek Ui SInkay, Pangcu Kaypang
memandang wajah Koay Ji dengan pandangan hangat dan
menentramkan
“Suheng, dewasa ini sutemu sedang dalam penyamaran dan
menjadi seorang bernama Bu San, tabib muda yang tinggal di
Toko Nyo Wangwe di kota Ya In bersama Kwan Suheng, Nyo
Bwee cucu Nyo Wangwe dan murid perempuan Mo Hwee Hud
bernama Nadine. Dalam penyamaran sekali ini, kumohon Suheng
memahami dan memaklumi adalah untuk menjaga perasaan
1129
orang-orang yang selama ini bersikap baik kepada Sute.
Sementara itu, untuk penyamaran sebagai Thian Liong Koay
Hiap, memang disengaja khusus untuk memusuhi dan
menghadapi Utusan Pencabut Nyawa, tetapi belakangan Sute
merasa biarlah dalam berkelana di Rimba Persilatan, akan
seterusnya memakai nama julukan tersebut. Selain dekat dengan
nama panggilan sute, juga karena sesungguhnya hingga saat ini,
sute tidak tahu dan kurang paham siapa-siapa sesungguhnya
keluarga dekatku. Maka, hanya Suhu dan Suheng yang selama
ini dapat kuakui sebagai keluarga dekatku …..”
“Baiklah Sute, semua itu dapat kuterima. Setelah keributan
dengan Bu tek Seng Pay berlalu, Suhengmu ini akan
mengerahkan semua daya dan kemampuan Kaypang untuk
mencari tahu jejak keluarga dan orang tuamu, jangan khawatir
Sute …..”
“Terima kasih atas pengertian Suheng …….”
“Bagaimanapun dan betapapun sebagai keluarga terdekatmu,
adalah wajib bagiku untuk membantumu Sute. Bahkan,
sesungguhnya, itu juga salah satu perintah Suhu untuk kulakukan
bagimu …….
1130
“Baiklah Suheng, selanjutnya menunggu perintahmu untuk
kulakukan kedepan. Tapi sementara ini, sute akan bergerak dari
luar sebagai Thian Liong Kay Hiap, asal ada pesan dari Suheng,
sampaikan saja melalui anak murid Kaypang. Menjelang acara
perayaan, jika amat dibutuhkan sute akan bersedia berpindah
kemari, tetapi tergantung kebutuhan dan keputusan suheng saja
……”
“Baiklah sute, kita tetapkan demikian saja …..”
“Oh ya, satu hal lagi Suheng ….. mohon dirahasiakan
penyamaranku, kecuali kepada Suhu seorang ataupun orang
yang suheng sangat percayai …..”
“Baiklah Sute ……… aku setuju ….”
“Jika demikian, perkenankan Sute mohon diri ……”
=================
Tidak sebagaimana diduga banyak orang, menjelang perayaan
ulang tahun Hu Pocu, keadaan kota Ya In masih tetap tenang dan
tidak muncul gejolak yang berlebihan. Jika ada yang dapat
memakluminya dalam Benteng Keluarga Hu, maka hanya
seorang Tek Ui Sinkay saja. Karena setelah kunjungan siauw
1131
sutenya, Koay Ji, sering muncul kabar betapa banyak tokoh-tokoh
yang berusaha menyerang anak murid Kaypang dan para
Pendekar, jatuh tanpa dapat dilacak siapa pelakunya. Hanya
seorang yang datang memberi kabar bahwa Thian Liong Koay
Hiap memberikan bantuan ketika kelompok mereka diserang
komplotan Utusan Pencabut Nyawa di luar kota Ya In. Dan
seluruh komplotan itu diserang dan dipunahkan kepandaian
mereka oleh tokoh misterius itu. Bahkan ternyata tokoh aneh itu
malah mengakui, bahwa dia ikut menjadi bagian dari Kaypang
mereka dengan menunjukkan kim pay dari sang Pangcu. Dalam
waktu beberapa hari, ada lebih kurang 50 orang anak buah
Utusan Pencabut Nyawa yang menjadi korban, dipunahkan
kepandaian mereka dan menjadi bercacat permanen serta
kehilangan kepandaian untuk selama-lamanya.
Menurut penuturan pencari dan pelacak jejak Kaypang, tokohtokoh
utama pihak lawan sudah meninggalkan kota Ya In dan
kemungkinan berpangkalan di tempat berbeda. Tetapi, Tek Ui
Sinkay lebih memahami keadaan sesungguhnya sesuai informasi
Koay Ji. Yakni, setelah Tam Peng Khek suami-istri dapat
dikalahkan, kelompok misterius itu mulai merasa terancam karena
tak dapat mengetahui jejak dan dimana adanya Thian Liong Koay
Hiap. Terlampau misterius, datang dan perginya tidak terlacak
1132
dan memiliki kepandaian yang sangat tinggi dan sulit terlawan.
Meski benar kota Ya In terlihat lebih tenang, tetapi sesungguhnya
kelompok penjahat sedang berusaha menghilangkan jejak sambil
juga terus menerus berusaha mencari jejak tokoh misterius yang
sangat mereka benci itu. Tokoh yang sangat mereka benci dan
ditempatkan sebagai musuh yang wajib dihilangkan dengan
segala macam cara. Bahkan perintah itu sudah turun bukan
hanya dari Utusan Pencabut Nyawa yang dikomandani oleh Tam
Peng Khek, tetapi langsung dari Seng Ong atau Raja Malaikat.
Tek Ui Sinkay sendiri menimbang cukup cermat keadaan terakhir.
Apalagi karena sama sekali hingga menjelang acara perayaan
ulang tahun Hu pocu, tidak ada laporan bahwa kelompok penjahat
itu meninggalkan kota Ya In. Sehingga dapat dipastikan, mereka
terus bersembunyi di tempat yang dirahasiakan sambil terus
menanti waktu yang tepat untuk dapat beraksi. Dimana mereka
akan beraksi, sangat mudah ditebak. Apalagi jika bukan datang,
hadir dan kemudian mengacau peringatan Ulang Tahun HU
Pocu? Untuk hal yang satu ini, bahkan Tek Ui Sinkay sendiri
memang tidak berani untuk memastikan. Tetapi, untuk apa pula
mereka tidak beranjak pergi jika memang tidak ada sesuatu yang
secara khusus sedang mereka sasar? dan yang paling
memungkinkan, memang adalah mengacau perayaan. Tapi, apa
1133
maksud mereka untuk mengacau padahal jelas-jelas mereka
sebelumnya sudah mendeklarasikan diri untuk menguasai Rimba
Persilatan Tionggoan?
Keesokan harinya, menjelang tengah hari, Tek Ui Sinkay
Kaypang Pangcu menerima sebuah surat yang disampaikan
secara sangat rahasia kepadanya. Adalah anak murid Kaypang
langsung yang menemuinya dan mengantarkan surat itu disertai
perkataan “agar langsung diserahkan secara pribadi kepada
Pangcu Kaypang”. Karena itu, selain disampaikan dengan cara
yang agak rahasia dan diapun sudah tahu dari siapa gerangan
surat tersebut, maka diapun mau tidak mau harus membaca
secara cermat dan memikirkan akibat-akibatnya. Maka bergegas
dia memasuki ruangannya dan kemudian membuka kertas
tersebut:
Sam Suheng,
Ada beberapa sosok aneh dan berkepandaian setingkat atau
bahkan lebih jika dibandingkan Tam Peng Khek yang memasuki
Kota Ya In secara berterang. Orang lain boleh dikibuli, tetapi
sutemu dapat melacak mereka. Entah siapa tokoh-tokoh tersebut.
Satu hal lagi, seorang diantara mereka kelihatannya terlatih
menggunakan racun. Dia disebut sebagai Sat Hong Tok Ciang
1134
(Tangan Beracun Angin Jahat) Cen Soat Ngo. Nenek berusia 60
tahunan dan haruslah sangat diwaspadai karena menurut Suhu,
meski kepandaiannya tidak menonjol tetapi ilmu racunnya justru
sangat berbahaya. Jika mereka sampai memutuskan
menggunakan racun, karena akan sangat luas akibatnya karena
akan demikian banyak manusia yang akan hadir dan berada di
tempat perayaan Hu Pocu. Teliti dan awasi semua makanan dan
sumber air.
Utusan Pencabut Nyawa masih berada di Ya In, berarti Tam Peng
Khek masih berada di dalam kota tetapi bersembunyi di suatu
tempat yang dirahasiakan. Bahkan saudara-saudara
seperguruannya pada menampakkan diri semua dalam kota Ya
In, kecuali kedua adik seperguruannya yang sudah sutemu ini
lukai beberapa bulan sebelumnya. Apakah ini berarti tokoh
bernama Mo Hwee Hud, Suhu mereka juga berada di Ya In?
sangat mungkin karena mereka memang menaruh dendam
kepada sutemu ini. Selebihnya, entahlah, agaknya sukar untuk
dipastikan saat ini …..
Anak murid Bu Te Hwesio, Khong Yan Sutit, juga pewaris tokoh
Dewa tersebut sudah ikut muncul dan akan dapat menjadi
bantuan bagi para Pendekar. Selain itu, tokoh muda Hong Lui Bun
yang beda kepentingan dengan Hong Lui Buncu, juga tetap
1135
berkeliaran di kota dan memburu tokoh-tokoh Hong Lui Bun yang
menurutnya sudah berkhianat terhadap cita-cita Hong Lui Bun.
Diapun bisa merupakan bantuan yang hebat, karena
kepandaiannya sungguh luar biasa.
Sutemu, Koay Ji
Apa yang dibaca barusan oleh Tek Ui Sinkay memang adalah
pantauan terakhir yang dilakukan oleh Thian Liong Koay Hiap
alias Koay Ji. Sayang sekali, ketika memergoki rombongan
misterius yang masuk kota Ya In dengan cara tidak mencolok ini,
Koay Ji sedang dalam samaran sebagai pemuda Bu San. Karena
itu, Koay Ji hanya dapat mengandalkan ketajaman mata dan
telinganya semata dan tidak sempat menghadang atau berbicara
dengan mereka. Begitupun dia mampu mendengarkan satu
penggalan percakapan rombongan misterius tersebut.
Bagaimana kisahnya?
Setelah bertemu dengan Sam Suhengnya, Koay Ji meninggalkan
Benteng Hu Pocu dan selama beberapa hari berturutan, dengan
sengaja memburu, melacak keberadaan Utusan Pencabut Nyawa
dan kemudian menghukum mereka dengan sangat berat. Tetapi,
begitupun selama beberapa hari terakhir dia hanya dapat
menemukan komplotan yang tidak memiliki kedudukan tinggi,
1136
alias hanya petugas suruhan belaka dan tokoh seperti ini
biasanya tidak mengetahui banyak. Karena kegigihannya, Koay Ji
mampu banyak membantu para pendekar yang diserang Utusan
Pencabut Nyawa dan membantu pihak Kaypang yang diserang
lawan. Dan dalam berapa kesempatan diapun menggunakan
nama “Kaypang” dengan kim pay yang diberikan Tek Ui Sinkay
sebagai tanda pengenalnya. Hal yang memang disengajanya.
Informasi menarik ditemukannya ketika secara sengaja dia keluar
berjalan-jalan untuk mencari bahan-bahan obat di toko obat Kota
Ya In. Tetapi, untuk membuat dia dapat berjalan sendirian, Koay
Ji membebani Kim Ceng, Nadine dan Nyo Bwee dengan teori teori
Ilmu Silat baru yang membuat mereka menjadi sibuk sendiri. Dan
karena memang waktu di siang hari, maka Koay Ji secara sengaja
berdandan sebagai Bu San dan tidak dalam tampilan sebagai
Thian Liong Koay Hiap. Tidak disangka, perjalanannya yang tidak
punya tujuan khusus selain melihat-lihat sambil singgah ke toko
obat nantinya, ternyata ada gunanya. Dia memergoki satu
rombongan yang berusaha mengaburkan pandangan orang
entah untuk maksud apa. Rombongan itu sendiri sebetulnya
tampil tidak begitu menyolok, tapi sayang kebentur Koay ji.
Saat itu sangat kebetulan Koay Ji berbelok dan memutuskan
untuk menuju ke toko obat. Toko obat terkenal di kota Ya In
1137
terdapat di satu sudut selatan kota dan berada di daerah yang
tidak begitu ramai suasanya. Bahkan daerah itu terhitung tidak
banyak dikunjungi manusia, kecuali untuk kebutuhan membeli
obat-obatan atau bahan obat. Dan memang, daerah itu banyak
memiliki toko obat selain beberapa sinshe yang buka praktek
berbayar mengobati orang sakit. Meski tidak begitu ramai, tetapi
ada rumah makan juga di sudut jalanan menuju ke daerah khusus
toko obat dan praktek para sinshe tersebut. Dan kebetulannya,
pada saat Koay Ji akan berbelok, justru bersamaan dengan
keluarnya sekitar 6,7 orang yang bertingkah seperti tokoh silat
kebanyakan.
Tetapi, ketujuh orang ini tidak dapat mengelabui pandangan dan
terutama insting seorang Koay Ji. Terutama karena dalam
rombongan tersebut terdapat beberapa orang yang memiliki
kepandaian yang sangat tinggi. Dan kebetulannya, mungkin
karena lama menahan dan menyembunyikan diri selama berada
di restoran, mereka seperti melepas kepenatan “berpura-pura”
dalam waktu yang lama. Memang, tidak lama dan hanya sekilas,
tetapi sudah cukup bagi Koay Ji untuk mengenali adanya seorang
tokoh hebat yang berada di sekitar atau didekatnya. Rata-rata
ketujuh orang itu memiliki kepandaian hebat dan sungguh
1138
mengejutkan Koay Ji, apalagi ketika secara tak sengaja dia dapat
mendengar bisikan lirih seseorang:
“Untung saja Sat Hong Tok Ciang (Tangan Beracun Angin Jahat)
Cen Soat Ngo masih dapat menahan diri, coba kalau tidak, semua
orang di restoran itu pasti sudah berubah menjadi bubuk atau
cairan ……. Hehehehe ….”
Hanya kalimat tersebut itu saja, karena si pembicara terdiam
ketika tokoh yang dikenali Koay Ji sebagai yang terkuat diantara
mereka bertujuh menatap tajam si pembicara dan membuat
semua terdiam. Sedetik kemudian, tingkah mereka yang bergaya
seperti preman atau kumpulan orang tak punya kerjaan di kota Ya
In selain memeras serta juga menipu orang, muncul kembali. Hal
yang mengagumkan bagi Koay Ji, tetapi tidak membuat dia
kehilangan kecurigaannya karena tahu, setidaknya 5 dari 7 orang
itu adalah jago-jago kawakan. Bahkan dia merasa, tokoh terhebat
yang diidentifikasinya tadi memiliki kemampuan di atas Tam Peng
Khek. Tentu saja bukan hal biasa dan main main, dan tidak
mungkin jika ketujuh orang itu masuk kota Ya In tanpa tujuan yang
tidak tersangkut urusan Hu Pocu.
“Siapa mereka gerangan ...”? tanya Koay Ji dalam dirinya sendiri
sambil terus mencatat ciri-ciri mereka bertujuh. Yang pasti sudah
1139
diingatnya adalah Sat Hong Tok Ciang (Tangan Beracun Angin
Jahat) Cen Soat Ngo, yang menurut penuturan Suhunya, meski
Ilmu SIlatnya tidak hebat tetapi ilmu racunnya justru salah satu
yang paling mematikan di Tionggoan. Karena dia merupakan
didikan seorang tokoh dari Biauw Kiang yang sangat ahli dan
pakar dalam urusan membunuh manusia dengan benda beracun
atau dengan binatang beracun sekalipun. Pendeknya seorang
kejam yang pintar membunuh dan meracuni orang.
Tetapi, jika mengenali orang-orang tersebut maka Koay Ji akan
lebih kaget lagi. Benar mereka adalah tokoh-tokoh yang sedang
menyaru atau berpura-pura menjadi tokoh yang tidak dikenal.
Meskipun, sebenarnya mereka adalah bagian dari sebuah
gerakan rahasia yang justru sedang menyasar peringatan ulang
tahun Hu Pocu. Selain si tokoh beracun Nenen Cen Soat Ngo
yang berjuluk Sat Hong Tok Ciang (Tangan Beracun Angin Jahat),
juga ada dua tokoh hebat dari perguruan misterius Hong Lui Bun
yang sedang diburu oleh Yu Lian. Mereka adalah Mo pit siu
(Orang Tua Lengan Iblis) Sin Bu dan Jiat Pit Hun (Sukma cacad
lengan) Lu Kun Tek. Kedua orang ini adalah tokoh-tokoh utama
dari Hong Lui Bun, kedudukan mereka atau tokoh yang dapat dan
bisa memerintah mereka hanya Hong Lui Buncu seorang. Jangan
1140
ditanya kemampuan keduanya, karena masing-masing setingkat
dengan kepandaian Tam Peng Khek, murid kepala Mo Hwee Hud.
Kemudian, tokoh terhebat yang dapat diidentifikasi kehebatannya
oleh Koay Ji adalah tokoh maut dari Tiang Pek San, bahkan Ketua
dari Tiang Pek Pay sendiri bernama Ki Leng Sin Ciang (Raksasa
Telapak Tangan Sakti) Ma Hiong (Tiang Pek San). Jika
dibandingkan Tam Peng Khek dia malah masih lebih hebat, lebih
misterius, bahkan lebih jahat. Tetapi, tokoh ini memang teramat
jarang munculkan diri di Tionggoan, entah bagaimana Utusan
Pencabut Nyawa dan terutama Bu Tek Seng Ong dapat
menggoda dan memikatnya untuk turun gunung. Berusia kurang
lebih 60 tahun, bertubuh tinggi besar dan wajah yang menyiratkan
kecerdikan sekaligus juga kelicikannya. Berjalan bersama 6 orang
lainnya membuat tokoh ini terlihat menjulang sendiri dan karena
itu Koay Ji dapat mengenalinya sebagai seorang tokoh hebat.
Satu lagi tokoh yang munculkan diri adalah Suma Cong Beng,
tokoh Hoa San Pay yang berkhianat dan kini ternyata sudah
bergabung dengan gerakan rahasia di Tionggoan. Koay Ji benar
tidak kenal dengannya, tetapi tetap dapat mengetahui jika tokoh
ini memiliki kehebatan yang bahkan hanya tipis di bawah tokoh
tinggi besar dari Tiang Pek Pay yang misterius tersebut. Jelas
terlihat jika Suma Cong Beng adalah tokoh yang menjadi
1141
penunjuk jalan dan memimpin mereka bertujuh kearah yang
sudah dia tahu dan tinggal berjalan mencapainya saja. Suma
Cong Beng sendiri terlihat ringkih dan pendek jika dibandingkan
dengan Paycu Tiang Pek Pay meski di rombongan itu bukan yang
paling kecil dan pendek. Karena teman-temannya yang lain, yang
dua orang lagi ada yang lebih pendek dan lebih kecil, tetapi
keduanya adalah tokoh-tokoh biasa belaka dan tidak ada yang
penting untuk dijelaskan dari keduanya.
Berjalan berkelompok dan tidak memancing keingintahuan orang,
ketujuh orang itu kemudian berlalu kearah pintu selatan kota, dan
kemudian keluar serta menghilang dari sana. Koay Ji tidak lagi
melakukan pengejaran karena resikonya terlampau besar dan
dandanannya terlampau menyolok untuk melakukan pengejaran.
Insting Koay Ji yang kuat dapat menentukan kehebatan 4 orang
dalam Ilmu Silat dan satu lagi tokoh beracun yang akan sangat
berbahaya bagi para pendekar yang bersiap mengikuti perayaan
dua hari kedepan. Karena temuan tersebut maka Koay Ji tidak
menunggu lama, dia sudah menuliskan temuannya dan
mengirimkannya langsung kepada Sam Suhengnya agar bersiapsiap.
Tetapi, dengan semakin banyak tokoh-tokoh asing yang
ditemukannya, Koay Ji mulai curiga, benar-benarkah mereka
hanya akan sekedar mengacau atau ada agenda lain lagikah
1142
yang mereka rencanakan? Dan jika dugaannya benar, apa
gerangan yang akan mereka lakukan? berpikir demikian Koay Ji
akhirnya memutuskan untuk bergerak pada malam harinya.
Sasaran atau target penyelidikannya adalah daerah di luar pintu
selatan kota, tempat dimana 7 orang mencurigakan yang
ditemukannya tadi siang pergi menghilangkan diri dari
pengamatannya. Tengah malam, Koay Ji yang kembali berubah
bentuk tetapi kali ini tidak dalam samara Thian Liong Koay Hiap,
tetapi seorang pemuda matang berusia lebih dari 30 tahun.
Gerakannya gesit, cepat dan sulit ditangkap dengan mata
telanjang manusia, tetapi ketika memasuki atau mendekati pintu
selatan, dia menahan langkah dan mengamatinya. Tidak ada
yang mencurigakan dan instingnyapun tidak menyebut jika ada
manusia disekitarnya, tetapi, mengapa pintu tersebut begitu
tenang, lengang dan seperti tidak ada manusianya? benar-benar
mencurigakan. Kemana para petugas dan tentara yang menjaga
kota Ya In ini? pikiran ini membangkitkan rasa curiga dan rasa
ingin tahu Koay Ji. Benar, mengapa pintu kota selatan seperti
terbiarkan kosong tanpa penjaga pada malam hari?
Koay Ji yang terkejut memutuskan untuk melakukan pemeriksaan
sebelum melangkah melanjutkan penyelidikan ke luar tembok
kota. Tetapi alangkah kaget ketika dia maju mendekati gerbang
1143
kota tiba-tiba baju dalam dari kulit ular mahkota daun tiba-tiba
terasa dingin, dingin dan terus terasa dingin yang makin
menyengat.
“Racun panas ….. astaga ……. begitu kuatnya pula …” Koay Ji
kaget karena ternyata gerbang kota sudah ditaburi racun dengan
kekuatan yang mengejutkannya. Dia sendiri sebagai seorang
Tabib Sakti, sama sekali tidaklah takut dengan racun, tetapi para
penjaga bukankah berarti sudah pada binasa dengan racun itu?
Apalagi Koay Ji dapat merasakan betapa tajam dan kuatnya
racun tersebut.
Dan memang benar dugaan Koay Ji, karena ketika masuk
melakukan pemeriksaan, tidak seorang manusiapun yang dapat
ditemukannya. Pos penjagaan sudah kosong melompong,
tempat-tempat dimana para penjaga mengawasi lalu lalang
manusia, juga ikut-ikutan kosong. Bahkan daerah tempat dimana
biasanya para penjaga berkumpul dan bersenda gurau
menghilangkan kepenatan dan kejenuhan berjaga-jaga juga
nampak kosong melompong. Hanya saja, di tempat-tempat
tersebut Koay Ji sempat menemukan genangan air berwarna
kehijauan dan berserak di beberapa tempat terpisah. Tetapi,
itupun dapat ditemukan Koay Ji karena bantuan pantulan warna
1144
aneh yang masuk kematanya ketika melakukan upaya pencarian
dan penyelidikan. Dalam kecurigaannya diapun bergumam:
“Hmmmm, racun panas yang sangat ganas …… kelihatannya
semua korban tewas dan mencair serta berubah menjadi cairan
berwarna kehijauan. Hmmmmm, racun kelabang berwarna merah
darah dari daerah Biauw. Tidak salah lagi, mereka semua menjadi
korban si Nenek keji yang telengas tangannya itu. Awas engkau
jika kutemukan suatu hari kelak …….” desis Koay Ji. Tetapi,
belum lagi Koay Ji berpikir lebih jauh, tiba-tiba daya pikirnya yang
cerdik membisikinya sesuatu:
“Eccchhhh, benar juga, untuk apa mereka membunuhi para
penjaga gerbang kota jika mereka tidak sedang merencanakan
untuk melakukan sesuatu pada malam ini? atau, jangan-jangan
malah mereka sudah melakukannya ….”? berpikir demikian Koay
Ji menjadi berubah serius dan waspada. Diapun kemudian
memutuskan untuk mengamati jalanan, namun sekian lama tetap
saja tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan. Otaknya
bekerja keras memikirkan sesuatu ….
“Hmmm, biarlah kutunggu disini, mestinya ada pergerakan yang
akan mereka lakukan malam ini, tetapi aku harus memancing
mereka …….” sambil berpikir demikian, Koay Ji kemudian
1145
meloncat ke luar tembok kota dan berbelok ke kanan, tidak terus
mengarah kearah selatan, tetapi berbelok arah. Bukan hanya itu,
diapun sengaja masuk ke hutan dan dalam kecepatan yang
sangat tinggi, dan setelah dirasanya cukup jauh, diapun berbelok
arah dan kembali mengambil arah dan jalan menuju ke Kota.
Tetapi sekali ini, dia memilih jalan masuk melalui pintu sebelah
Barat kota Ya In, berbeda dengan gerbang keluarnya tadi. Dan
kemudian, dengan kecepatan kilat, dia kembali menuju ke pintu
selatan yang dicurigainya, tetapi sekali ini dia melakukannya
dengan sangat berhati-hati dan tidak ingin jejaknya tercium.
Koay Ji tiba kembali di pintu selatan tetapi tidak melihat adanya
gerakan yang cukup mencurigakan. Penasaran, diapun mendekat
dan mencari tempat tersembunyi yang strategis dan dapat
mengawasi seluruh gerak-gerik maupun aktivitas di sekitar
gerbang sebelah selatan kota Ya In tersebut. Beberapa menit
berlalu dalam hening, bahkan setengah jam berlalu tanpa ada
sesuatu apapun yang terjadi. Baru setelah satu jam lewat,
keheningan akhirnya mulai terusik juga. Dengan telinganya yang
sangat tajam, Koay Ji mendengar adanya gerakan sekelompok
orang yang berjalan mendekati pintu gerbang dari arah dalam
kota Ya In. Dan tidak berapa lama, benar saja, terlihat 6 orang
sedang mengangkat sebuah kotak yang terbuat dari besi dan
1146
memegangnya pada 6 sisi berbeda. Meski tidak terlihat amat
berat, tetapi mereka nampak sangat berhati-hati memegang dan
mengangkatnya pergi. Tidak lama merekapun lewat pintu
gerbang yang sudah tidak berpenjaga dengan tidak merasa
curiga, dan terus melaju ke depan dengan tidak menoleh ke
belakang.
Dari jarak yang sangat aman Koay Ji terus mengamati dan
merasa sangat curiga ketika melihat ke-enam orang itu terus dan
terus berjalan kedepan hingga akhirnya mencapai jarak 100 meter
dari gerbang kota. Dan mereka masih terus berjalan, tetapi kini
mereka terlihat sudah sempoyongan, bahkan ketika mencapai
jarak 200 meter, gerakan melangkah keenam orang itu mulai
terhenti satu persatu. Belakangan mereka jatuh dan mulai
menggeliat-geliat kesakitan satu demi satu. Koay Ji amat maklum
mereka pasti sudah terkena racun, entah darimana datangnya
racun tersebut. Hanya lewat beberapa menit, keenam orang
itupun rebah dan terus menggeliat kesakitan dengan suara seperti
sapi digorok di leher mereka. Dan ketika akhirnya Koay Ji lebih
mendekat, dia masih sempat menyaksikan bagaimana penggalan
tubuh terakhir keenam orang itu, yakni bagian kaki mencair
perlahan-lahan. Dan seterusnya sirna dan berubah menjadi
cairan hijau dengan meninggalkan asap mengepul dari bekas
1147
tubuh keenam manusia yang malang itu. Dan beberapa saat
kemudian, dalam hitungan yang tidak terlampau lama, tubuh
orang-orang itu raib dari pandangan mata dan berubah menjadi
cairan kehijauan. Bahkan asap yang mengepul perlahanlahanpun
sirna, seiring dengan “hilangnya” jasad orang-orang
tadi. Cairan kehijauan itupun perlahan meresap kedalam tanah
dengan meninggalkan tanah kering kerontang tanpa sedikitpun
lagi rumput tumbuh diatasnya. Koay Ji merinding
menyaksikannya. “Sungguh berbahaya dan sungguh mematikan
racun panas tersebut” desisnya dalam hati sambil memperhatikan
tanah kering bekas resapan cairan hijau tadi.
Koay Ji tidak harus menunggu lama, karena beberapa saat
kemudian, terlihat keluar dari dalam hutan sebanyak 10 orang
dengan dandanan khas UTUSAN PENCABUT NYAWA. Hal yang
sudah dalam perhitungan Koay Ji yang masih merasa seram
dengan apa yang baru saja dilihatnya terjadi kepada 6 orang
malang tadi. Tetapi, selain 10 orang dalam dandanan Utusan
Pencabut Nyawa, terlihat seorang yang lain dalam dandanan
yang sangat aneh, bahkan nyaris telanjang. Seorang yang
berusia kurang lebih 40 tahunan dengan rambut kepala yang
digelung ke atas, dan hanya mengenakan sejenis cawat yang
digunakan untuk melindungi alat vitalnya sekedarnya. Orang ini
1148
melangkah maju perlahan-lahan, dengan mata terus menerus
memandangi kotak atau peti yang tngginya kurang lebih 60 cm
dan panjangnya 1 meter serta terletak kurang lebih 20 meter dari
tempatnya berdiri. Sementara itu, para pengawalnya, 10 manusia
Utusan Pencabut Nyawa terus menerus mengawalnya dengan
tidak bergerak dari jarak yang cukup aman. Seakan memastikan
tokoh yang berjalan di depan mereka akan terjaga baik dan tidak
akan kemana-mana.
Dalam waktu singkat Koay Ji memutuskan untuk menjalankan
rencana yang tiba-tiba muncul dikepalanya. Dia tidak yakin bahwa
pasukan “penjemput” kotak itu hanya berjumlah 10 orang plus
pemimpinnya yang berdandan sangat aneh tersebut. Karena itu,
dia menyaksikan sambil terus menerus menahan nafas dan
membiarkan semua yang dilakukan mahluk aneh itu terhadap
kotak persegi yang masih tergeletak dan terlihat aneh itu.
Selanjutnya Koay Ji melihat bagaimana si manusia aneh
melumuri lengannya dengan sejenis cairan, dan kemudian
melakukan gerakan-gerakan mengusap keempat sisi kotak.
Setelah kembali melumuri lengannya dengan cairan, diapun
melanjutkan dengan mengusap bagian-bagian lain yang tadinya
belum terusap lengannya yang sudah dilumuri cairan tersebut.
1149
“Dia memunahkan racun jahat di kotak itu”, pikir Koay Ji dan
memang seperti itu yang sedang dilakukan si manusia aneh. Ini
segera nyata beberapa saat kemudian ketika dari semua sisi peti
atau kotak itu mengepulkan asap berwarna kehijauan. Dan tidak
lama kemudian, si manusia aneh itupun memberi isyarat kearah
10 Utusan Pencabut Nyawa yang dengan cepat mendekat dan
kemudian mengangkat dan mengusung peti atau kotak persegi
empat untuk seterusnya melangkah pergi. Sudah tentu Koay Ji
terus mengikuti dan mengintai apa yang akan dilakukan manusia
manusia itu pada tengah malam buta seperti ini. Karena berharap
akan menemukan jawaban atas sejumlah pertanyaan dan misteri
selama beberapa hari ini, maka Koay Ji sengaja terus menguntit
di belakang 11 manusia tersebut. Tetapi, dia teramat cerdik untuk
dapat diketahui posisinya, karena Koay Ji sadar, masih banyak
tokoh lain yang menjaga peti yang sepertinya berharga itu.
Bahkan bukan tidak mungkin ada pasukan pendam yang
mengawasi mereka secara rahasia. Meskipun dia susah untuk
menebak kira kira apa isi kotak yang baru saja dirampok oleh ke
sepuluh orang Utusan Pencabut Nyawa tersebut, tetapi Koay Ji
yakin barang itu mestilah berharga dan penting bagi kawanan
perampok itu. “Persetan ..... apapun itu, biarlah kukuntit dahulu
orang-orang itu” Koay Ji berpikir untuk mengetahuinya kelak.
1150
Setelah yakin bahwa keadaan sudah aman dengan
memeriksanya sekali lagi secara teliti, maka Koay Ji kemudian
memutuskan untuk ikut bergerak menguntit kemana gerangan
kelompok manusia itu pergi. Seperti sengaja mempermainkan
Koay Ji, kelompok manusia itu berbelok kiri dan kanan berkalikali,
berjalan lurus dan kemudian keluar hutan, tetapi tak lama
kemudian, lagi masuk hutan. Setelah berjalan kurang lebih 1 jam
dengan Koay Ji yang kebingungan untuk menentukan arah saat
itu, akhirnya merekapun tiba di sebuah tempat yang cukup
tersembunyi dan sulit ditemukan. Hanya satu penandanya,
sebuah pohon yang amat besar dan sangat rindang. Di bawah
pohon itulah ke sepuluh Utusan Pencabut Nyawa dan si Manusia
Aneh berhenti, bahkan kemudian meletakkan Kotak atau Peti
yang mereka bawah di atas tanah. Setelah melakukan tugasnya,
ke 10 orang Utusan Pencabut Nyawa terlihat kembali dalam posisi
mengawal si manusia aneh.
Setelah itu, terlihat si manusia aneh kini menghadap kearah
pohon besar tersebut dan terdengarlah mulutnya berkata-kata
dalam bahasa yang sama sekali tak dipahami oleh Koay Ji.
Penasaran, bahkan amat sangat, Koay Ji terus menunggu apa
gerangan yang akan terjadi, dan apa yang akan dilakukan
komplotan misterius tersebut terhadap kotak atau peti yang
1151
mereka angkut tersebut. Selesai manusia aneh itu berkata-kata,
terdengar sambutan atau balasan dari dalam pohon besar, dan
tak lama kemudian si manusia aneh itupun memberi perintah
kepada 10 Utusan Pencabut Nyawa. Setelah menerima perintah,
ke-10 Utusan Pencabut Nyawa serentak berdiri dalam posisi
siaga menjaga di sekitar tempat tersebut. Maka Koay Ji segera
paham jika maksudnya untuk menyelidiki lebih jauh bakalan
mengalami kesulitan. Kelihatannya lawan bekerja agak ekstra
hati-hati dan memperhitungkan banyak segi untuk keamanan dan
kerahasiaan atas apa yang mereka rancang malam itu. Meskipun
demikian, Koay Ji tidak menjadi patah arang, tetapi tetap berdiam
diri dan waspada di tempat dimana dia mengintai. Diapun bahkan
mulai menduga-duga, apa gerangan yang ada dalam peti dan
untuk maksud apa mereka mengangkut peti itu secara rahasia.
Apakah ada hubungan dengan perayaan ulang tahun Hu Pocu?
Karena ingin tahu apa gerangan yang terjadi, Koay Ji kemudian
mengerahkan Ilmu Batin untuk mencoba mengetahui apa yang
berada di balik pohon besar tersebut. Tetapi, alangkah kagetnya
ketika dia membentur tabir yang luar biasa kuatnya dan sulit dia
menembusnya karena tabir tersebut benar-benar hebat dan
membutuhkan waktu yang sangat lama untuk menembusnya.
Bahkan mungkin, agak sulit buatnya untuk membobol tirai mujijat
1152
tersebut. Celakanya, ketika membentur tabir tersebut, secara tak
langsung Koay Ji sebenarnya memberitahu keberadaannya yang
tersembunyi kepada pihak lawan. Dan, lawan tentu tidak bodoh,
karena jika mereka memiliki kemampuan membangun tabir sihir
yang sedemikian kuat, maka gangguan atas tabir itu pasti akan
membuat mereka sadar ada yang mencoba untuk membobolnya.
“Hmmmm, saatnya untuk segera pergi ...” desis Koay Ji dalam
hati.
Tapi, baru saja dia mau beranjak pergi, dia melihat 3 bayangan di
sebelah kanannya bergerak dengan gerak yang amat aneh dan
bahkan dalam kecepatan yang luar biasa hebatnya. Diapun
akhirnya berdiam diri, karena melihat ada tiga bayangan lainnya
melesat dari balik pohon tersebut dengan kecepatan yang juga
sama sangat luar biasa. Bahkan seorang dari mereka nyaris atau
mungkin sedikit lebih cepat dari ketiga bayangan yang pergi
terlebih dahulu, menghindar dari tempat tersebut. Tetapi, tiba tiba
Koay Ji mendengar satu suara lainnya:
“Masih ada satu orang lagi yang tidak kalah hebatnya, geledah
seluruh daerah sekitar 100 meter dari tempat kita .....” terdengar
suara yang amat berwibawa dari balik pohon besar dan Koay Ji
paham, sekali ini pasti dirinyalah yang dimaksud. Tak menunggu
lama lagi, diapun melesat pergi dengan kecepatan yang sulit
1153
dilihat mata manusia. Dan tak lama kemudian, dari balik pohon
besar, melesat 4 bayangan yang mengejar langsung dan
mengambil arah untuk mengejar ke arah mana Koay Ji melarikan
dirinya. Koay Ji masih sempat menoleh serta dapat melihat
betapa ada 4 bayangan yang mengejarnya dengan amat cepat,
tetapi karena kondisi yang gelap dan kecepatannya masih jauh
mengatasi lawan-lawannya, tak lama kemudian dia sudah
menghilangkan jejaknya dengan meninggalkan pengejarnya jauh
di belakang. Entah mengapa dan bagaimana, tiba-tiba muncul
sesosok tubuh yang lain lagi dari baik pepohonan yang bergerak
dengan sangat cepat bahkan sepertinya mampu mengimbangi
daya luncur dan kecepatan Koay Ji.
“Hmmmm, perlu kuselidiki siapa lagikah gerangan yang
menyelidiki kawanan penjahat itu bersamaku tadi .......? desis
Koay Ji dan kemudian dengan segera memutar arah larinya dan
sekarang langsung menuju kearah mana ketiga tokoh yang
mengintai bersamanya tadi melarikan diri. Koay Ji sadar bahwa
sangat mungkin dia bertemu dengan pengejar dan bukannya para
pengintai yang ikut mengintai tadi dengannya dalam waktu yang
bersamaan.
Dalam sekejap dia sudah berlari cukup jauh, tetapi entah
mengapa masih belum juga menemukan orang-orang yang dia
1154
cari. Baik para pengintai, maupun para pengejar yang sama-sama
sempat disaksikannya tadi, memiliki gerak cepat yang cukup
hebat. Karena itu, Koay Ji kemudian berhenti sejenak dan terlihat
berdiam diri sejenak sambil bersedekap, dan tak lama kemudian
matanya terlihat bersinar terang dan mengarah ke arah kanan
yang berarti justru masuk lebih jauh lagi kedalam hutan lebat di
luar kota tersebut. “Hmmmmm, mereka sudah sedang bentrok
.......” desisnya dan kemudian melayang pergi menuju tempat itu.
Kita ikuti “lomba lari” dari kelompok pertama yang melesat
melarikan diri dari pohon besar markas para Utusan Pencabut
nyawa, tempat dimana peti misterius akhirnya diamankan. Tetapi,
siapakah gerangan ketiga orang yang ternyata ikutan mengintip
peti misterius di tempat berbeda dengan Koay Ji namun pada
akhirnya ketahuan itu? Jika didekati maka seorang dari mereka
sudah pernah munculkan dirinya. Dia bukan lain adalah si cantik
Hong Lui Seng Shia (Malaikat Sesat dari Hong Lui) Yu Lian,
seorang gadis manis yang sudah pada usia ke-24, usia yang
sudah matang dan menggairahkan kaum lelaki. Sementara itu
kedua orang yang datang bersamanya, bahkan terlihat masih
lebih kuat dan lebih sakti lagi dari si dara cantik dari Hong Lui Bun
itu. Entahlah, yang pasti kedua orang yang bersama Yu Lian
tersebut, yang seorang memiliki raut wajah yang rada rada mirip
1155
dengannya. Dan memang, dia adalah kakak tertua dari Nona
Hong Lui Bun, Yu Lian yang cantik jelita itu. Dia adalah seorang
tokoh besar Hong Lui Bun yang sama dengan adiknya terusir dan
dididik oleh tokoh misterius Hong Lui Bun untuk membersihkan
perguruan. Dan dia bernama julukan Thian Gwa Kuncu (Orang
Gagah dari Perbatasan Langit) Yu Kong, saat ini tokoh tersebut
sudah berusia sekitar 35 tahun.
Sementara tokoh ketiga adalah seorang tinggi besar dengan
potongan yang berbeda dengan kedua tokoh Hong Lui Bun yang
terusir, kakak beradik Yu Kong dan Yu Lian. Tokoh ini berbadan
tinggi besar, matanya berwarna kebiruan dengan rambut yang
diikat rapih dan pakaian yang seperti jubah perempuan namun
berwarna kelabu. Beberapa uniform dan lambang terlihat
tersulam indah dan gagah pada jubahnya dan sepertinya
bukanlah simbol organisasi ataupun perguruan ataupun simbol
kerajaan dari daratan Tiongkok. Lebih terlihat seperti simbosimbol
penting dari negara asing, mirip dengan simbol-simbol dari
dewa-dewa dan pahlawan bangsa Persia yang terbentang cukup
jauh jaraknya dari Tionggoan. Dan memang, dia adalah seorang
tokoh hebat yang berasal dari negeri yang cukup jauh, Persia, dan
bernama Ilya (Anak Dewa). Entah apa maksud dan tujuannya
berada dan mengembara cukup jauh atau sangat jauh hingga ke
1156
daerah Tionggoan. Yang pasti, dia kini berkawan dengan kedua
tokoh Hong Lui Bun kakak beradik yang terusir dan memiliki missi
untuk membersihkan perguruan mereka, Hong Lui Bun.
Satu hal yang cukup menarik adalah, kelihatannya kesaktian
tokoh Persia ini bahkan masih sedikit berada di atas kedua kakak
beradik asal Hong Lui Bun tersebut. Jika mencermati gaya
bergeraknya, kecepatannya dan kekokohan langkahnya,
setidaknya dia masih berada tipis di atas kemampuan Yu Kong
yang juga terlihat begitu gagah perkasa itu. Ketiga orang inilah
yang tadi ikut mengintai bersama dengan Koay Ji dan lebih dahulu
menghindar dan melarikan diri begitu jejak mereka konangan dan
kemudian dikejar oleh pihak lawan.
Karena harus mengimbangi kedua kakak beradik She Yu
tersebut, akhirnya mereka bertiga dapat disusul oleh tokoh
pengejar pertama yang mengenakan penutup wajah berwarna
hitam. Gerakannya sungguh cepat, gesit meski tubuhnya tinggi
besar, nyaris sama dengan postur si tokoh Persia, Ilya. Dan tidak
lama kemudian, kedua temannya meluncur tiba, dan ternyata
mereka adalah masing-masing “bekas” tokoh Hoa San Pay yang
bernama Suma Cong Beng bersama seorang tokoh lainnya.
Bersama Suma Cong Beng, datang seorang tokoh dari Tiang Pek
San, salah seorang tokoh utamanya yang bernama Ki Leng Sin
1157
Ciang (Raksasa Telapak Tangan Sakti) Ma Hiong (Tiang Pek
San). Melihat kemunculan ketiga orang yang terlihat sangat hebat
dan tangguh itu sama sekali tidak membuat Ilya, Yu Kong dan Yu
Lian kaget maupun terkejut karena memang sudah dalam
sangkaan mereka sebelumnya.
Hanya saja, begitu saling tatap muka meski hanya sejenak,
keenam orang itu sudah langsung paham dan tahu kemampuan
dan kebisaan masing-masing. Karenanya, diam diam Ilya dan Yu
Kong mengeluh dalam hati, karena kelihatannya kekuatan
mereka masih sedikit kalah dibandingkan dengan ketiga lawan
yang baru datang mengejar mereka semua. Perhatian dan
k0onsentrasi mereka terutama tertuju kepada tokoh yang
berjubah hitam dan berkerudung hitam yang jelas kelihatan
sangat hebat dan sakti mandraguna itu. Ilya bisa menduga dan
menebak bahwa tokoh itu bahkan masih lebih hebat dari dirinya
sendiri. Sinar mata dan gerakan orang itu memang hebat dan
cukup membuat mereka bertiga tersentak dengan wibawa dan
pengaruh orang itu. Tetapi, karena sudah bertemu dan bertatap
muka, mau tidak mau Ilya dan juga Yu Kong serta Yu Lian harus
bersikap optimis dan tidak menunjukkan rasa jeri.
1158
“Bukan perbuatan ksatria memata-matai kami ......” berkata Suma
Cong Beng yang kelihatannya bertindak sebagai juru bicara
kelompok pengejar
“Hmmmmm, kami hanya mau memastikan bahwa tokoh-tokoh
buruan kami, yakni para perusak tradisi Hong Lui Bun berada
dimana. Selain itu, sahabat kami Ilya, juga sedang memburu
tokoh sesat asal Persia yang jejaknya ditemukan di Tionggoan ini
... memang sangat kebetulan karena jejak mereka semua, justru
membawa kami sampai harus mengintip persekutuan kalian
malam hari ini. Dan lagi, nampaknya persekutuan kalian adalah
tempat mereka bersembunyi dewasa ini, baik perlindungan bagi
tokoh-tokoh yang menjadi perusak tradisi Hong Lui Bun selama
ini; maupun juga persembunyian dari seorang tokoh tua asal
Persia sana. Karena itu, tidak perlu kami berbasa-basi lebih
jauh.....” berkata Yu Kong dengan tanpa rasa takut dan langsung
berterang dengan maksud mereka di Tionggoan.
“Accchhhh, jika memang demikian adanya, berarti kami tidak
boleh melepaskan kalian pergi dengan begitu saja. Karena selain
sudah sangat lancang mengintip pertemuan rahasia kami malam
ini, juga ternyata merupakan musuh dari kawan-kawan kami yang
bersekutu untuk tujuan yang sama .....”
1159
“Sudah kuduga ..... buruan kami pasti berteman dengan sesama
manusia tak berguna yang hanya akan mencelakai manusia
lainnya .....” jawab Yu Kong tetap tenang meski dia sudah sangat
waspada. Sementara itu, Suma Cong Beng menjadi sangat murka
mendengar jawaban tanpa tedeng aling-aling dan tanpa takut dari
lawannya tersebut. Dia pada akhirnya kemudian menoleh kearah
dua kawannya dan kemudian diapun menganggukkan kepala
tanda sesuatu harus dilakukan. Dan jawaban kedua kawannya
adalah anggukan yang serupa, bahkan kemudian tokoh misterius
yang berkerudung hitam sudah bertindak dengan melangkah
maju dan kemudian berkata dengan suara yang sepertinya
ditahan-tahan:
“Lebih baik kalian maju sajalah bertiga sekaligus biar tugas lohu
dapat dengan cepat diselesaikan .......” tantangnya penuh
kesombongan dan percaya diri yang jelas sangat berlebihan,
tetapi orang itu tetap tenang.
Tetapi, sebagai jawabannya, majulah Ilya yang secara naluariah
menghadapi si tokoh berkerudung yang dia tahu dan sadar lebih
lihay dibanding kedua temannya yang datang bersamanya itu.
Sementara Yu Kong hanya menyaksikannya dengan sekedar
mengangguk-anggukkan kepala tanda setuju dengan majunya
Ilya, sang tokoh Persia yang tinggi besar itu. Yu Kong tahu, Ilya
1160
kelihatannya dapat mengantisipasi kehebatan lawan meski
memang masih tipis selisihnya dibanding lawan yang tak jelas
identitasnya itu. Menyadari kehebatan lawan maka Yu Kong pada
akhirnya memandangi Yu Lian dan kemudian memberi isyarat
adiknya untuk bersiap melakukan perlawanan sesuai dengan
kondisi yang dihadapi.
Dan tak lama kemudian si tokoh berkerudungpun sudah
mencecar dan menyerang Ilya yang berdiri kokoh menunggu
serangannya. Dan memang segera terbukti kehebatan orang
berkerudung itu, karena segera terlihat Ilya memang masih
berada sedikit dan tipis dibawah tingkat si tokoh berkerudung
yang memang hebat luar biasa. Meskipun tidak jauh dan tidak
terdesak hebat, tetapi Ilya dan Yu Kong sadar, bahwa cepat atau
lambat lawan akan mampu memperoleh kemenangan meski akan
memakan waktu yang tidak pendek. Meski kalah tipis, tetapi
pertempuran Ilya melawan si tokoh misterius terlihat sangat luar
biasa dan hebat, namun terutama karena kekuatan tenaga dalam
lawan terlihat menonjol, maka sulit bagi seorang Ilya untuk terus
menerus menandinginya. Untung saja, Ilya sendiripun memiliki
kemampuan yang sangat luar biasa dan terlihat tidak akan
sembarang tokoh asal Tionggoan akan berkemampuan melawan
dan menandinginya. Tetapi, sayang lawannya adalah sekelas
1161
tokoh sepuh yang sangat jarang mendapatkan tandingan,
sehingga posisinya selain gerak tipu kalah matang, tenaganya
juga masih belum memadai dibanding lawannya. Hanya dengan
gerakan-gerakan yang memang aneh, penuh tipu muslihat serta
masih asing di daerah Tionggoan sajalah yang membuatnya
masih mampu bertahan dengan tidak terdesak terlampau parah
oleh lawannya.
Melihat keadaan yang berbahaya, mau tidak mau Yu Kong dan
Yu Lian saling lirik untuk membantu Ilya. Sayang sekali, karena
begitu mereka maju ke arena, keduanya segera disambut dan
dipapak lawan masing-masing yang juga memang sudah siap
sedia menunggu mereka turun tangan. Yu Kong disambut oleh
tokoh utama yang juga seorang tokoh hebat dan berasal dari
Tiang Pek San, namanya Ki Leng Sin Ciang
(RaksasaTelapakTanganSakti) Ma Hiong. Tokoh ini bahkan
merupakan tokoh utama Tiang Pek San dewasa ini dan masih
setanding dengan Buncu Hong Lui Bun yang juga bersekutu
bersama saat itu. Sementara Yu Lian disambut oleh Suma Cong
Beng, tokoh Hoa San Pay yang kini bergabung dengan pihak
perusuh dan ikut menghadirkan bala bagi dunia Kang ouw.
Suasana kembali berubah namun lebih runyam bagi pihak Ilya,
Yu Kong dan Yu Lian, karena jika Yu Kong mampu menandingi
1162
tokoh utama Tiang Pek San, maka Yu Lian meski mampu
meladeni Suma Cong Beng, tetapi masih belum ungkulan dan
kalah tipis melawan Suma Cong Beng.
Keadaan itu segera terasa karena dalam waktu yang cepat, Yu
Lian merasa mulai agak berat dan keteteran meladeni tokoh
kawakan (bekas) Hoa San Pay yang sebetulnya sudah lama
menjadi murid dari tokoh pengkhianat Hoa San Pay, Liok Kong
Djie. Keadaan mereka jelas menjadi semakin runyam dan bakalan
mengancam jiwa jika tidak mampu keluar dari kepungan 3 orang
lawan itu secepatnya. Mereka menemukan kenyataan betapa
lawan-lawan mereka itu, bukan hanya sekedar dapat menandingi
kemampuan mereka, tetapi bahkan mampu mendesak dan
membuat mereka terpojok dan terdesak hingga sulit meloloskan
diri. Lama kelamaan posisi mereka menjadi makin berbahaya
karena di dua arena, mereka dalam posisi terdesak. Meski
sebenarnya untuk benar-benar dapat terkalahkan masih
membutuhkan waktu yang cukup lama. Hanya Yu Kong seorang
yang terlihat masih memiliki kemampuan setanding dengan
lawannya, yang lainnya terdesak.
Saat posisi mereka bertiga semakin runyam karena Yu Lian dan
juga Ilya semakin tersudut oleh gencarnya serbuan lawan-lawan
mereka, sesuatu yang lebih berbahaya justru sedang menjelang
1163
datang. Suasana membahayakan itu terjadi ketika secara tiba
tiba, muncul tokoh lain yang juga tinggi besar dan berkerudung
hitam. Dilihat dari tampilan fisik, jelas dia adalah sahabat dari
lawan-lawan Ilya dan kakak beradik She Yu tersebut. Dan menjadi
semakin runyam dan repot, ketika terlihat baik dalam gerakan,
kegesitan dan kekokohan, tokoh yang baru datang itu tidaklah
kalah dengan lawan Ilya yang sangat hebat dan susah diladeni.
Dan begitu datang, diapun langsung datang mendekat ke arena
dimana Ilya melawan si kerudung hitam. Kedua tokoh yang sama
tinggi besar dan terlihat sama hebat itu jelas sengaja
menyembunyikan identitasnya masing-masing. Dia memang
sempat menoleh dan memandangi kondisi kedua kawannya yang
terlihat masih mampu melawan dan bahkan salah satunya malah
sudah juga menang angin. Ketika dia kembali memandangi arena
Ilya melawan sahabatnya, diapun bergumam:
“Hmmmm, kita tidak dapat membuang waktu terlampau lama,
karena sebentar lagi kita harus segera bertindak untuk beroleh
manfaat maksimal.......” desisnya perlahan sambil mulai
mendekati arena Ilya melawan si kerudung hitam kawannya.
Bukan hanya itu, terlihat lengannya mulai memancarkan cahaya
api yang terlihat seperti bukan api tetapi adalah jilatan api yang
terlihat memancar hebat dari lengannya. Hebat memang dan luar
1164
biasa jika diperhatikan lebih lama dan terperinci. Dan syukurlah,
pada saat seperti inilah Koay Ji tiba dan sekali pandang tahu,
bahwa dia harus membantu lawan yang akan dibokong oleh
kerudung hitam yang berpotongan dan berdandan seperti Utusan
Pencabut Nyawa. Melihat ketiga orang itu dalam bahaya dan
salah seorangnya sudah dikenalnya dengan baik, maka dengan
lirih dan berani dia kemudian berkata sambil menangkis serangan
si kerudung hitam itu:
“Dimana-mana kalian melakukan kerusuhan dan menyerang
secara menggelap, hmmm memalukan, sungguh memalukan ....”
Sambil berkata demikian, Koay Ji kemudian melesat kedepan dan
menyambut pukulan lawan yang mengancam Ilya. Padahal pada
saat itu, Ilya sendiri sudah merasa pasrah karena pada saat
bersamaan dia menghadapi pukulan berat nan berbahaya yang
dilontarkan lawannya yang juga sama berkerudung hitam dengan
pendatang yang sudah langsung membokongnya. Tetapi, ketika
mendapatkan bantuan Koay Ji, dengan cepat semangatnya
bangkit lagi dan langsung melawan penyerangnya dengan lebih
mantap serta membuat lawannya terkejut. Posisi Ilya memang
sudah runyam tadinya. Jika dia mengelakkan pukulan lawan yang
satu, maka dia pasti akan termakan pukulan lawan yang lainnya.
Pendeknya, menghindar ataupun melawan, dua-duanya bakalan
1165
berakibat amat buruk bagi Ilya dalam posisinya yang diserang dua
tokoh hebat pada saat bersamaan dari dua sudut berbeda.
Maka datangnya bantuan dari Koay Ji sungguh sesuatu yang
amat tak terduga dan disaat yang sangatlah tepat. Koay Ji dengan
berani dan penuh perhitungan menyambut pukulan si penyerang
gelap yang membokong Ilya. Dan bantuan Koay Ji tersebut
memberi Ilya waktu yang cukup dan semangat baru yang menyala
untuk melanjutkan tarung yang memang berat baginya itu.
Terbebas dari serangan berat lawan membuat Ilya kembali
bernafas dan menata kembali perlawanannya. Meski tidak
mampu untuk mendesak lawannya, tetapi cukup beruntung
karena mampu membuat posisinya yang tadinya sudah amat
buruk membaik kembali.
Tetapi, Koay Ji sendiri terkejut setengah mati ketika menyambut
pukulan lawannya. Dia padahal sudah mengerahkan sampai 5
bagian tenaga untuk membendung serangan si kerudung hitam.
Tapi ketika membentur angin pukulan lawan, Koay Ji tersentak
kaget. Sungguh tak terkira olehnya jika kekuatan lawan tidak
kalah dan bahkan mampu menandinginya. Itulah sebabnya
diapun dengan segera dan buru-buru akhirnya harus
menghimpun tenaga murninya agar tidak terdorong kalah oleh
lawan. Bukan apa-apa, karena 5 bagian tenaganya rasanya
1166
seperti anai-anai menyerbu api dan tidak ada efek yang
membahayakan lawan. Maka buru-buru dia mengerahkan
segenap kekuatannya dan bahkan sampai akhirnya diapun
mengerahkan tenaga pilihannya, yakni gabungan dua iweekang
murni agama Budha yang berasal dari Thian Tok dan Tionggoan.
Dia gembira karena meski harus berusaha keras dan bersusah
payah, dia dapat melawan lebih baik dan bahkan dengan
gabungan tenaga iweekangnya, dia beroleh keuntungan. Karena
kemudian, kekuatan pukulan lawan akhirnya mampu dia lontarkan
ke samping kanannya, bertepatan dengan posisi Suma Cong
Beng yang sedang berusaha mendesak Yu Lian di arena
sebelahnya.
Dua kejadian yang berselisih jarak sepersekian detik terjadi pada
saat yang nyaris bersamaan dengan masuknya Koay Ji
membantu Ilya. Pertama, ketika dia melontarkan pukuan
lawannya yang membokong Ilya kesamping, hal ini menghadirkan
kekagetan yang tak terkirakan dan sama sekali diluar dugaan
Koay Ji. Lawan Koay Ji sampai mundur selangkah, sementara
Koay Ji mundur sampai satu setengah langkah ke belakang.
Tetapi, setelah benturan itu, lawan Koay Ji terlihat terdiam
seketika dan seperti sedang berpikir keras, sambil memandangi
Koay Ji dalam paras dan dandanan sebagai seorang pemuda
1167
bersuai 30an bernama TANG HOK, dengan mata tak berkedip.
Dan beberapa saat kemudian diapun bertanya dalam nada
penasaran, namun jelas saat itu kesombongan dan kekasarannya
sudah jauh berkurang dibanding sebelumnya. Setidaknya
dibandingkan dengan waktu kedatangannya tadi yang langsung
menyerang lawan:
“Siapa engkau .......”? bentaknya dengan sedikit terselip suara
gemetar tanda bahwa kesombongannya tergoyahkan oleh
benturan pukulan mereka tadi. Tetapi Koay Ji tidak
memperhatikannya dan menjawab dengan suara yang juga kaget
dan jelas tergetar kaget. Hal yang tak dapat dihindarinya karena
beroleh lawan berat pada saat yang tidak dia duga. Maklum,
lawannya sekali ini sungguh sangat mengagetkannya, karena
baru sekali ini dia sampai menggunakan gabungan dua iweekang
mujijat hingga mencapai takaran lebih dari 7 bagian kekuatan
iweekangnya. Dan menggunakan gabungan iweekang mujijat,
juga adalah pertama kali baginya semenjak dia keluar dari pintu
perguruannya untuk mengembara:
“Cayge adalah orang tak ternama namun bolehlah kusebutkan
namaku, TANG HOK. Dan....... siapa pula engkau ....?” desis
Koay Ji yang juga kagum atas kekuatan dan kehebatan lawan
yang baru berbenturan dengannya.
1168
Pertanyaan balik itu sepertinya membuat si kerudung hitam
tergetar hebat, dan tidak dapat berkata apa-apapun. Hanya saja,
kini pandang matanya berubah menjadi buas dan murka melihat
Koay Ji yang sepertinya tidak goyah menerima pukulan
andalannya. Padahal lawannya masih muda. Keadaan si
Kerudung Hitam justu membuat Koay Ji jadi merinding dan
kemudian menyiapkan diri, karena dia tahu betul, inilah lawan
terhebat yang pernah dihadapinya sejak keluar dari pintu
perguruan. Dan lawan hebat tersebut, kini bersiap menyerang
dengan kekuatan dan jurus-jurus serangan yang pasti jauh lebih
berbahaya. Jeleknya, Koay Ji sama sekali tidak mengenal lawan
yang sedang dihadapinya pada saat itu dan hanya mengandalkan
ciri-ciri fisik lawan yang dia amati dan yakin jika mereka masih
belum pernah bertemu sebelumnya.
Hal kedua yang terjadi pada saat itu adalah apesnya Suma Cong
Beng akibat satu serangan tak terduga yang mimpipun tidak
dikiranya bakal terjadi pada dirinya saat itu. Saat itu dia sedang
mendesak Yu Lian dan posisinya sudah benar-benar di atas
angin. Tetapi pada kedudukan menang tipis dan siap menyerang
lawan dengan pukulan andalan untuk meraih kemenangan, tibatiba
berhembus satu kekuatan yang sangat besar dan luar biasa
hebatnya dari belakang tubuhnya. Jika dia berkeras menyerang,
1169
maka kekuatan itu akan “memakannya”, dan dia jelas akan terluka
parah atau mungkin binasa. Jika berusaha menahan serangan
berat itu dengan prinsip kuat lawan kuat, maka dia pasti akan
terluka, kalah kuat dan akibatnya pastilah akan sangat hebat.
Pada akhirnya, diapun memilih untuk menghindar dan lebih suka
menghadapi serangan Yu Lian yang resiko bagi nyawanya jauh
lebih kecil dibanding membendung lontaran tenaga kawannya
yang dilontarkan Koay Ji. Dan memang, kejadian itulah yang pada
akhirnya dialaminya. Pada saat dia menghindari kekuatan
serangan dari belakang, berupa tenaga serangan si kerudung
hitam yang dilontarkan kesamping oleh Koay Ji, Yu Lian sang
lawan yang melihat posisi lawan menjadi goyah, dengan tidak
sedikitpun ragu memukul lawannya tersebut.
Untungnya, karena Yu Lian memang pada awalnya hendak
menghindari serangan Suma Cong Beng, hingga akhirnya dia
hanya mampu mengumpulkan lima bagian tenaganya untuk
menyerang Suma Cong Beng yang sedang goyah itu. Tetapi,
itupun sudah lebih dari cukup untuk membuat Suma Cong Beng
terlontar ke samping, pingsan dan dari mulutnya tumpah darah.
Kejadian itu menghasilkan rentetan kejadian lain yang merubah
situasi ataupun arena pertarungan pada saat itu. Bahkan Yu Lian
sendiripun tidak mengerti apa dan mengapa. Karena, tiba-tiba
1170
terdengar auman menyakitkan dari manusia kerudung hitam yang
melawan Ilya, begitu melihat Suma Cong Beng jatuh dan terluka
oleh kekuatan pukulan yang dialihkan Koay Ji.
Ditulis Oleh : ali afif ~ Ali Afif Hora Keren
Tulisan Cerita Dewasa PANL 8 ini diposting oleh ali afif pada hari Kamis, 19 April 2018. Terimakasih atas kunjungan Anda serta kesediaan Anda membaca Tulisan ini di Blog Ali Afif, Bukan Blogger terbaik Indonesia ataupun Legenda Blogger Tegal, Blogger keren ya Bukan. Kritik dan saran dapat anda sampaikan melalui kotak komentar.