Di pihak lain, Koay Ji atau Thian Liong Koay Hiap terlihat mulai
membalas serangan kedua lawannya. Berbeda dengan
pertarungannya di Siauw Lim Sie, sekali ini gerak gerik Koay Ji
sudah jauh lebih mantap, jauh lebih terarah dan sudah leluasa
dalam mengerahkan kekuatan iweekangnya. Karena itu,
menghadapi keroyokan kedua lawan yang sebenarnya tidak
kurang hebat dari lawan-lawannya di Siauw Lim Sie, dia justru
tidak merasa kerepotan. Bahkan, semakin mudah dia melihat
lubang kelemahan lawan sejak berlatih dan “melatih” Sie Lan In
dan Kwan Kim Ceng. Sementara itu, Kwan Kim Ceng dan Sie Lan
In disisi lain seperti mengenal gerak-gerak yang dimainkan oleh
Thian Liong Koay Hiap, tetapi mereka merasa tahu tapi asing,
asing tetapi seperti tahu dan mengenali gaya-gaya tersebut. Itulah
sebabnya keduanya semakin tidak serius melawan lawan mereka
masing-masing. Gerak-gerik Thian Liong Koay Hiap, jurus dan
gaya menghindarnya seperti mereka kenali.
763
”Jurus Tiang Hong Koan Jit (Pelangi Menembus Matahari) ....”
terdengar bentakan keras dan getaran mujijat dari Lim Keng Cu.
Bersamaan dengan getaran tersebut yang memaksa Koay Ji
untuk mengerahkan kekuatan tenaga iweekangnya lebih tinggi,
Ouw Cih juga merangsek maju dengan ilmu Ang Yang Ciang
(Pukulan Api membara). Sekali ini dia menyerang hebat dalam
jurus Pek-hay-pok-li (laut hijau memantulkan sinar) dan hebat luar
biasa kombinasi serangan kedua kakak beradik seperguruan ini.
Mereka seperti menutup semua jalan keluar Koay Ji dan
memaksa Koay Ji untuk menghadapi mereka secara berdepan.
Jika sebelumnya Koay Ji seperti kucing-kucingan dengan ilmu
gerak mujijatnya, kini mereka memepet dan mengurung Koay Ji
untuk tidak bisa mengelak lagi. Padahal, sesungguhnya Koay Ji
sudah memiliki pilihan dan strateginya sendiri menghadapi kedua
lawan hebatnya ini.
Kekuatan utama Lim Keng Cu bukan pada jurus serangannya,
tetapi pada bentakan sihir yang menggoyahkan semangat lawan
dan kekuatan iweekang yang melambari pukulannya yang
mengarah ke bagian atas Koay Ji. Sementara Ouw Cih
menyerang dengan cara nekat dan bertekat untuk membunuh
Koay Ji dengan cara apapun bahkan dengan tidak mempedulikan
keselamatannya. Kekuatan kedua orang itu sungguh luar biasa
764
dan membawa hawa panas membara dan menggencet Koay Ji di
tengah tengah. Tetapi, Koay Ji berbeda dengan tokoh-tokoh lain
di Tionggoan. Bukan hanya gerakan mujijatnya yang luar biasa,
tetapi juga kekuatan iweekang di usia semuda dirinya sungguh
terasa tidak masuk akal bagi banyak orang. Melihat kenekatan
Ouw Cih, Koay Ji menjadi sebal, tetapi karena mengingat sudah
mencelakai kakaknya, maka Koay Ji sedikit bermurah hati
menghadapinya.
Tetapi, setelah berkali-kali Ouw Cih seperti tak tahu diri, membuat
Koay Ji menjadi murka dengan sendirinya. Dengan gerak mujijat
dan ginkang Lian Lip Sut, Koay Ji bergerak dengan licin dan lincah
sehingga terlepas dari semua gencetan kedua lawannya, pada
saat itu secara bersamaan dia mengembangkan jurus Hua-liongthiam-
cing (melukis naga memberi mata). Kedua lengannya
bergerak cepat mendorong lengan Lim Keng Cu sampai tokoh itu
kaget karena tenaganya terhisap kuat oleh lawannya dan dilain
saat mendorongnya hingga terpental sampai 5 langkah ke
belakang. Pada saat itu, Ouw Cih baru sadar bahaya, tetapi dia
rada terlambat menyadari serangan Koay Ji yang menggunakan
Sam Im Ciang untuk memukulnya. Untung dia masih menahan
kekuatan iweekangnya, jika tidak pukulan itu akan
menghancurkan seisi tubuh Ouw Cih yang sudah membuatnya
765
kesal dan murka. Hanya terdengar benturan dan erangan
kesakitan dalam waktu sepersekian detik:
”Bukkkkkkkk ......... uaaaaaaaakkkkkkkkk ”
Sebuah pukulan berat Koay Ji mendarat dengan telak di pinggang
kiri Ouw Cih dan akibatnya sungguh hebat. Tubuh Ouw Cih
langsung terpental roboh ke belakang dan dari mulutnya mengalir
darah segar. Dia terlihat masih berusaha untuk duduk, tetapi
akhirnya tak sanggup melakukannya. Sampai-sampai, akhirnya
suhengnya Lim Keng Cu mendekatinya dan menotok beberapa
bagian tubuh Ouw Cih membuat akhirnya darah berhenti
menyembur dari mulutnya. Begitu selesai Lim Keng Cu berdiri dan
memandang marah kearah Koay Ji sambil membentak:
”Engkau mencederainya secara parah ....... engkau berani dan
lancang .....”
”Hahahahahaha, bukan hanya melukai, tetapi membuatnya harus
berbaring di tempat tidur selama kurang lebih setahun. Sekali dia
mengerahkan tenaga murni untuk berkelahi atau melukai orang,
maka dalam waktu kurang sebulan hawa murninya akan
membuyar dengan sendirinya dan jangan harap lagi mampu
melatih hawa murninya kembali. Dan bukan hanya dia,
766
engkaupun akan menerima hukuman yang sama, sama seperti
semua orang yang punya niat buruk bagi banyak orang ........”
Mendengar kalimat Koay Ji, Ouw Cih yang masih belum pingsan
sepenuhnya menjadi pening dan benar-benar kehilangan
kesadarannya. Sementara Lim Keng Cu, menjadi jeri dan ngeri
mendengar ancaman Koay Ji. Sesungguhnya sudah sejak awal
dia sudah merasa ngeri menghadapi Koay Ji, dan ketika akhirnya
Ouw Cih yang bandel mendapat hukumannya, diapun sadar
posisinya sudah sangat gawat. Dia melihat-lihat kesekeliling
seperti mengharapkan bantuan, tetapi ketawa dan suara Koay Ji
membuatnya makin ngeri dan mulai kehilangan pegangan:
”Hahahahaha, petugas keamanan sudah mengurung anak
buahmu di pesanggrahan keluarga Nyo dan bahkan ribuan
petugas keamanan sudah diundang Nyo Lopeh untuk mengurung
gedung ini. Jika engkau berpikir masih akan pergi meninggalkan
gedung ini, engkau sungguh bermimpi disiang hari ........ semua
begundal kalian sudah pada ditangkapi di kota Han Im, tinggal
kalian pemimpinnya yang harus diamankan. Kulihat, jauh lebih
baik engkau menyerahkan diri, sebab jika menunggu aku turun
tangan, maka hukumanmu akan sama dengan Ngo Sutemu .......”
767
Tetapi, tiba-tiba terdengar sebuah raungan dan tawa iblis yang
sungguh menggetarkan. Meski raungan dan tawa iblis itu sangat
menggetarkan, tetapi kelihatannya sasaran utamanya adalah
Koay Ji. Karena terlambat sedetik mengantisipasinya, Koay Ji
terkena efek serangan berbahaya yang penuh hawa mujijat sihir
tersebut. Kesempatan Koay Ji untuk memperkuat diri dan
mengusir hawa sihir yang mujijat itu memberi waktu kepada dua
orang untuk bertindak secara berbeda. Yang pertama adalah Lim
Keng Cu yang terlihat gembira dengan tawa iblis itu, diapun
mendesis lirih:
”Sam Suheng .......”
Sambil mendesis demikian dia kemudian bergerak cepat karena
Koay Ji kehilangan waktu sedetik untuk mengumpulkan
semangatnya. Bersamaan dengan itu, Lim Keng Cu bergerak
kearah tubuh Ouw Cih dan sedetik kemudian dia sudah melompat
pergi bersama dengan Siu Pi Cong yang juga mencelat pergi
dengan kesepatan tinggi. Sementara itu, gadis cantik yang
dipanggil ”siauw sumoy” oleh Lim Keng Cu, ketika mendengar
tawa iblis, terlihat bergerak untuk mengkonsentrasikan diri dan
kemudian mengeluarkan tawa membantu tawa iblis itu
menyerang Koay Ji. Tetapi, Kwan Kim Ceng yang tidak menjadi
768
sasaran langsung tawa mujijat berkekuatan sihir hebat itu sudah
bergerak cepat.
Dengan totokan Tan Ci Sin Thong, dia menerjang si gadis cantik
yang tidak menyangka serangan Kwan Kim Ceng.
Sesungguhnya, jika tadi dia bergegas pergi tanpa berusaha
menyerang Koay Ji dengan membantu suara sihir tadi, dia
memiliki banyak waktu yang cukup meloloskan diri. Tetapi, karena
memberi bantuan untuk menyerang Koay Ji, dia kehilangan waktu
sedetik dua detik dan memberi kesempatan Kwan Kim Ceng dan
Koay Ji bekerjasama membekuknya. Totokan Tan Ci Sin Thong
membuat serangan sihirnya kearah Koay Ji terhenti dan
bersamaan dengan itu, tawa Iblis tadi juga sirap. Sementara Lim
Keng Cu dan Siu Pi Cong sudah berkelabat pergi menjauh tanpa
dapat diapa-apakan oleh Koay Ji dan apalagi oleh para penjaga
yang sudah mengurung gedung Nyo Wangwe.
Yang sial adalah si gadis cantik. Begitu dia kehilangan waktu
untuk mencelat pergi, sebuah totokan lain yang dilepaskan Koay
Ji dengan ilmu Mengekang Naga sudah menghentikan
langkahnya dan kini dia rubuh tertotok. Robohnya gadis itu segera
diikuti dengan bentakan keras Koay Ji:
769
”Bangsa, kalian tidak bisa meloloskan diri begitu saja .......” begitu
kalimat itu meluncur dari mulutnya, diapun berkelabat pergi
mengejar kemana perginya Lim Ke Cung yang membopong
saudara seperguruannya dan juga Kakek Siu Pi Cong. Tak
seberapa detik mereka semua sudah berlalu. Tiba-tiba, Nona Sie
Lan In juga ikut membentak setelah 2,3 detik Koay Ji berkelabat
pergi mengejar musuh:
”Heeeeeei, engkau mau kabur ........”? teriakannya diikuti dengan
berkelabatnya tubuh Nona Sie Lan In dalam kecepatan yang
menakjubkan. Tetapi, sayang sekali, waktu 3,4 detik sudah cukup
bagi Thian Liong Koay Hiap untuk menghilangkan jejaknya, dan
Sie Lan In tidak lagi dapat mengetahui arah mana yang diambil
pendekar aneh itu. Sementara dalam waktu yang tidak terlampau
lama, tiba-tiba masuk ke halaman orang lain yang datang dengan
seri wajah penuh kegembiraan:
”Acccchhhhh, akhirnya aku tidak terlambat datang ......
bagaimana Kwan toako, apa semua sudah dapat terkendalikan
......”? terlihat si pemuda yang bernama Bu San masuk bersama
seorang gadis lainnya, yang belakangan di kenal sebagai cucu
Nyo Wangwe, yaitu Nona Nyo Bwee yang manis.
770
”Acccchhhh Bu San, bagaimana keadaanmu, apakah tidak ada
orang yang datang dan mengganggumu di rumah penginapan
....”? tanya Kwan Kim Ceng dengan wajah penuh kekhawatiran
yang membuat Koay Ji terharu. Dia teringat tadi bahwa Lim Keng
Cu dan komplotannya mengancamnya akan mengirim orang
untuk menangkap atau akan mencelakai Koay Ji yang tinggal di
penginapan.
”Accchhm syukurlah orang aneh bernama Thian Liong Koay Hiap
datang membantuku dan kemudian mengantarku kemari, sampai
kemudian bertemu dengan Nona Nyo Bwee. Dan akhirnya tadi
kami berdua bertemu lagi disini dan masuk bersama menemui
Kwan toako ...... heeeiiii, kemana Nona Sie .....”? tanya Koay Ji
dengan wajah penuh keheranan karena tidak melihat Sie Lan In
disitu.
”Acccchhhh, syukurlah saudara Bu San. Jangan khawatir, Nona
Sie baik-baik saja, dia justru sedang mengejar orang aneh itu.
Sepertinya ada ganjalan diantara mereka berdua, tapi biarlah lain
kali kita berusaha untuk mendamaikan mereka. Kita tunggu saja,
sebentar lagi juga dia balik kemari .......”
”Acccch, tapi Pendekar Aneh itu menyelamatkan Nyo Wangwe
dan juga tadi sudah membantuku dari para penjahat. Banyak
771
sekali bantuannya, buat apa Nona Sie berkelahi dan berselisih
dengan Pendekar aneh itu .....”?
”Entahlah Bu San, aku sendiri tidak mengerti persoalan diantara
mereka .....”
Tiba-tiba keadaan menjadi ramai dan dari pintu gerbang terlihat
berjalan masuk penuh wibawa seorag berpakaian mewah.
Bahkan Nyo Bwee segera menyambutnya sambil dengan suara
manja memanggil:
”Kong-kong, bagaimana keadaanmu, apakah engkau sudah
sehat ......”? sambil berkata demikian, setelah dekat, Nyo Bwee
sudah segera menggandeng lengan kong-kongnya dengan sikap
manjanya.
”Acccchhhh, sudah tidak berhalangan cucuku ..... ada Pendekar
Aneh itu yang sudah membantu melepaskan kekuatan sihir itu
dan kemudian ada anak muda bernama Bu San yang membantu
menyembuhkan dan menyehatkan kembali kong-kong .... tetapi,
dimana Pendekar Aneh itu, kenapa kong-kong tidak melihatnya
.....”?
772
”Menjumpai Nyo Suheng, siauwte Kwan Kim Ceng murid dari
Suhu Bu Kek Hwesio. Bagaimana keadaan Nyo Suheng sekarang
......”?
”Aaaaachhhh, Kwan Sute ....... sudah lama lohu tidak mendengar
kabar Bu Kek Supek, apakah keadaan Suhumu baik-baik saja
Kwan sute ......”? balas Nyo To menegur dan menyapa Kwan Kim
Ceng dengan ramah.
”Suhu baik-baik saja Nyo Suheng, bahgkan sekarang setelah
tugasnya selesai, Suhu sudah kembali tinggal di Kuil Siauw Lim
Sie ......”
”Hahahahahaha, baguslah jika Bu Kek Supek tinggal di Siong
San, tentu menambah kekuatan kita disana .....” Nyo To berkata
dengan wajah cerah, terlihat sekali rasa gembira dimatanya meski
masih terlihat jejak-jejak keletihan akibat cukup lama ditawan dan
disihir orang di gedungnya sendiri. Tetapi, bahwa secara fisik dia
sudah sehat kembali sungguh menggembirakannya.
Tak lama kemudian Sie Lan In kembali ke gedung megah
keluarga Nyo dan langsung diperkenalkan dengan Nyo To
sekeluarga. Kegembiraan memenuhi gedung keluarga Nyo
sementara penjagaan ketat dilakukan oleh penjaga keamanan
773
yang dikirimkan langsung penguasa kota Han Im. Malamnya,
meski kedua orang tua Nyo Bwee masih dalam perawatan.
Namun dengan kemampuan Bu San, membantu mereka dengan
pil penambah tenaga, tak lama kemudian merekapun sudah dapat
berdiri meski masih sangat letih. Maka lengkaplah kegembiraan
Nyo To dan keluarganya, sambil tak lupa mereka mengucapkan
terima kasih kepada Sie Lan In, Kwan Kim Ceng dan juga Bu San
atas bantuan untuk keluarga mereka.
Sementara itu, Gadis cantik tawanan Thian Liong Koay Hiap dan
Kwan Kim Ceng akhirnya diketahui bernama Nadina. Gadis ini
masih sangat muda dan merupakan murid bungsu dari Mo Hwee
Hud. Meski masih muda, tetapi kemampuan Ilmu silatnya ternyata
tidak dibawah kemampuan Kwan Kim Ceng, malahan memiliki
kemampuan lain yang lebih hebat, yakni Ilmu Sihir yang cukup
kuat. Hanya, berbeda dengan semua karena usianya juga baru
18 tahunan. Sekali berkelana sudah langsung tertangkap musuh
sungguh membuatnya lebih sering menangis dan bermuram
durja. Meski demikian, karena khawatir melarikan diri, Bu San
(atau Koay Ji) secara sengaja telah menotok Nadina dengan
totokan khusus. Hal ini membuat si gadis cantik tidak menyadari
jika dia tak mampu pergi terlampau jauh dari Bu San.
774
”San ji, masih perlukah engkau menangani kesehatanku malam
ini .....” tanya Nyo To setelah jamuan makan malam yang penuh
kegembiraan malam itu. Tentu setelah secara terbuka dia
menyatakan terima kasih kepada semua orang muda yang sudah
membantu keluarganya melalui musibah yang cukup lama
mereka alami. Bahkan sebelumnya Nyo To sempat berkata
kerugiannya tidak seberapa dan tidak akan membuatnya miskin.
Dia akan terus membantu Siauw Lim Sie karena itu adalah janji
dan sumpahnya ke Siauw Lim Sie.
”Nanti sebelum Nyo Locianpwee beristirahat, San ji akan
memeriksa sekali lagi, termasuk juga Nyo lopeh berdua. Biarlah
malam ini kuperiksa sekali lagi, meski tadi sebetulnya sudah tidak
lagi berhalangan. Hanya untuk memastikan saja .....” demikian Bu
San menjanjikan untuk memeriksa kembali Nyo To dan anaknya
Nyo Kun suami istri. Dan memang demikian yang dilakukan Bu
San malam itu dengan terus menerus ditemani Nyo Bwee yang
tak henti-hentinya menyatakan terima kasih kepada Bu San.
Tetap, sebelum Bu San sendiri beristirahat, tiba-tiba dia
mendengar suara Sie Lan In yang meminta dia untuk berbicara
sebentar. Sekali ini, karena masing-masing, Bu San, Kim Ceng
dan Sie Lan In beroleh kamar yang besar, maka mereka tidur
terpisah. Terutama Kim Ceng dan Bu San yang selama
775
perjalanan jika menginap di hotel pasti akan tidur di kamar yang
sama.
”Nona Sie ........ silahkan ..... ” Bu San mempersilahkan Nona Sie
memasuki kamarnya dan hal itu tidak membuat mereka risih
karena sebelumnya seperti itulah laku mereka selama dalam
perjalanan. Dan Sie Lan In kemudian memasuki kamar Bu San,
duduk di kursi yang tersedia di kamar besar tempat beristirahat
Bu San. Disana dia terdiam dan terlihat agak sedikit penasaran.
Tetapi, Koay Ji sangatlah paham sebagaimana waktu-waktu
sebelumnya, adalah lebih baik membiarkan Sie Lan In seperti itu
sebelum mengajaknya bercakap-cakap lebih jauh. Dan benar
saja, setelah beberapa saat, Sie Lan In kemudian bertanya
kepadanya:
”Bu San ........ aku .... aku ingin bertanya sesuatu kepadamu ......”
tanya si Nona dengan sinar mata ragu dan bingung.
”Enci Sie ..... adakah sesuatu yang mengganggu perasaanmu hari
ini .....”
”Bukan soal itu Adik Bu San ...... tapi .... aku, aku merasa aneh
dan kebingungan ...”
”Apa yang membuat Enci kebingungan .....”? kejar Bu San ...
776
”Acccchhhh, tetapi ..... sepertinya mustahil .....”
Bu San atau Koay Ji kebingungan dengan tingkah pola Sie Lan In
yang sangatlah membingungkan malam ini. Karena itu, dia
terdiam dan menunggu Lan In untuk berbicara lebih jauh.
”Apakah, apakah engkau mengenal dan memiliki hubungan
dengan Thian Liong Koay Hiap adik Bu San .....”? akhirnya
dengan susah payah Lan In bertanya sambil menatap langsung
ke wajah Bu San untuk mencari kepastian disana. Tentu saja
Koay Ji siap menjawab pertanyaan semacam ini, sudah berapa
hari dia menyiapkan diri dan juga jawaban atas pertanyaan seperti
ini.
”Acccchhhh, pendekar hebat itu .....? Bagaimana bisa aku
memiliki hubungan dan mengenalnya Enci Lan In ...”
Sie Lan In mendesah dan terlihat kebingungan. Tetapi kemudian
sambil kembali menatap mata Bu San diapun berkata:
”Ada beberapa jenis gerakan yang engkau ajarkan sungguh mirip
dengan gerakan yang ditunjukkan Thian Liong Koay Hiap hari ini.
Karena itu, aku sempat menduga, jangan-jangan engkau memiliki
hubungan dengannya. Entah dia adalah suhengmu atau mungkin
murid dari Pendeta Tua yang engkau kisahkan itu .....”
777
”Acccccchhhhh, sangat mungkin ..... sangat mungkin. Tetapi,
sayang sekali, aku tidak mengetahui hal-hal pribadi yang
menyangkut Pendeta Tua itu Enci ..... percakapan kami tidak
pernah lebih dari seputar pelajaran dan penjelasan lisannya atas
ilmu dan jurus yang tersimpan dikepalaku. Bisa jadi dia
mengajarkannya kepada muridnya, dan Thian Liong Koay Hiap
itu, adalah mungkin muridnya enci ..... tetapi, sesungguhnya aku
tidak merasa yakin dan pasti .....”
Sie Lan In melihat ketulusan dan ketidakpura-puraan dalam
jawaban Bu San. Karena itu, dia mengernyitkan kening dan
kembali merenung. Sungguh dia tidak keliru dan merasa pasti
bahwa ada banyak sekali kemiripan gerakan yang ditunjukkan
Koay Hiap tadi siang dengan gerak dan jurus-jurus istimewa yang
diajarkan Bu San kepadanya dan kepada Kwan Kim Ceng. Tetapi,
tentu saja dia tak dapat mendesak dan memaksa Bu San untuk
menjelaskan kemiripan-kemiripan itu, selain menduga bahwa
besar kemungkinan Koay Hiap adalah murid Pendeta Tua yang
dikisahkan Bu San. Setidaknya, itu yang diyakini oleh Sie Lan In.
Setelah terdiam beberapa saat, akhirnya Sie Lan In kemudian
berkata:
778
”Adik Bu San, Encimu ini akan meninggalkan kalian untuk
beberapa saat. Beberapa waktu kedepan, enci punya janji
pertemuan mewakili Subo ..... oleh karena itu, dalam beberapa
waktu kedepan, enci akan melanjutkan perjalanan. Semoga kita
dapat bertemu kembali setelah itu ......”
”Acccchhh, Enci, engkau akan pergi kemana gerangan ......”?
tanya Bu San tanpa disangka dan secara otomatis bertanya ingin
tahu.
”Adikku, enci harus mewakili Subo menghadiri sebuah pibu dalam
waktu dekat, dan pertemuan kami sangatlah rahasia dan tidak
boleh dihadiri orang lain ..... karena itu, apa boleh buat, tidak
kuijinkan siapapun mengikutiku .....”
”Accchhhh, jika memang demikian, enci perlu berkonsentrasi
berlatih selama beberapa hari ini sebelum menuju ke tempat
perjanjian itu. Lagipula, kulihat tempat ini sangat tepat menjadi
memusatkan perhatian .....”
”Engkau benar adiikku .... beberapa hari sebelum berangkat, enci
ingin berkonsentrasi berlatih menyempurnakan ilmu-ilmu
perguruanku. Sebab menurut penuturan Subo, lawan lawan yang
779
akan kuhadapi bukanlah lawan lemah, kemampuan mereka tidak
berada di sebelah bawah kemampuanku ......”
”Jika enci membutuhkan bantuanku, katakan saja. Jika dapat
membantu enci, aku akan dengan sangat senang melakukannya
.....”
Sie Lan In tertegun. Benar, dia teringat bahwa kemampuannya
meningkat oleh ide dan bantuan Koay Ji, kenapa tidak dia berlatih
selama beberapa hari dengan Bu San. Ide ini menyenangkannya,
selain itu, entah mengapa dia sangat senang berlama-lama
dengan pemuda yang tidak mengerti silat, tetapi penuh percaya
diri dan malah memiliki pemahaman yang dalam terhadap ilmu
dan jurus ilmu silat. Dan karena itu maka diapun berkata dengan
suara sedikit ragu namun jelas nada suaranya demikian penuh
permohonan yang sulit ditolak:
”Apa engkau bersedia membantu encimu ini .....”?
”Sudah pasti aku akan dengan sangat senang hati membantumu
Enci .... tetapi, coba engkau katakan terlebih dahulu bagaimana
caranya adikmu ini akan dapat membantumu enci ...”
”Cara berlatih kita sebelumnya, termasuk dengan Kwan kim Ceng
toako sangatlah berguna dan sangat membantuku Bu San.
780
Apakah engkau bersedia jika kita berlatih dengan cara seperti itu
selama beberapa hari kedepan. Bagaimana pendapatmu .....”?
tanya Sie Lan In antusias dan rasa sangat senangnya tak
disembunyikan.
”Oooooh, baik .... baik, jika hanya itu permintaan Encu, aku pasti
akan sangat bersedia untuk membantu ....” jawab Bu San segera.
Dan bukan main senangnya Sie Lan In, dia tidak tahu karena Bu
San sendiri teramat senang berlama-lama, baik bercakap cakap
maupun berlatih bersama. Apalagi, karena persiapan Sie Lan In,
dia sering sekali didahulukan dan berlatih secara terpisah.
Dan begitu seterusnya yang terjadi. Bahkan setelah 3 hari, Sie
Lan In, Bu San dan Kwan Kim Ceng dengan ditemani Nyo Bwee
dan membawa beberapa pelayan, pindah ke Pesanggrahan
Keluarga Nyo. Tentu saja dengan jumlah penjaga keamanaan
yang diminta Nyo Wangwe dari pihak keamanan kota yang
berjumlah hampir 30an orang. Ditambah dengan beberapa
pelayan, akhirnya kesampaian juga mimpi Sie Lan In dan juga
Kwan Kim Ceng serta Bu San untuk dapat menginap di
pesanggrahan itu. Bahkan, Nadina yang menjadi tawanan
merekapun ikut dipindahkan ke pesanggrahan dan ditempatkan
di ruangan bawah tanah. Hanya saja, selama beberapa hari
terakhir, karena sifat Nadina yang ramah dan bersahabat,
781
perlahan-lahan permusuhan diantara mereka mulai mencair.
Termasuk dengan Nyo Bwee yang semakin kemari semakin
merasa simpati dan suka berbicara dengan Nadina.
Ada hampir 10 hari secara intensif Koay Ji berlatih bersama
dengan Nona Sie Lan In. Tetapi, selain itu, semenjak pindah ke
pesanggrahan keluarga Nyo, diapun akhirnya membantu Kwan
Kim Ceng dan Nyo Bwee untuk melakukan hal yang sama dengan
Sie Lan In. Meski frekwensi dengan Sie Lan In jauh lebih tinggi
karena memang Bu San mengerti jika Nona itu harus melakukan
pibu dan perlu persiapan lebih menghadapinya tarung tersebut.
Tetapi, yang membuat Koay Ji terkejut adalah, kualitas ilmu Sie
Lan In sungguh sangat hebat, tidak kalah atau bahkan masih
mengatasi Kwan Kim Ceng. Dan herannya, semakin kemari dia
semakin paham bahwa ada kedekatan yang luar biasa dasar ilmu
antara dirinya dengan Sie Lan In dan juga dengan Kwan Kim
Ceng. Meski kedekatan mereka berdua jauh lebih terasa dan jauh
lebih kental. Dengan kata lain, lebih dekat lagi hubungn dasar
ilmunya dengan Sie Lan In dibandingkan dengan Kwan Kim Ceng.
Hal ini membuat Bu San banyak menduga-duga tanpa
memperoleh jawaban dan akhirnya membiarkan saja fakta itu
menjadi rahasia abadi. Meski suatu saat dia akhirnya dapat juga
memahaminya.
782
Sie Lan In sendiri tidak segan dan tidak lagi menyembunyikan
ilmunya, kecuali ilmu pamungkas perguruannya yang tentunya
tidak ingin dipertunjukkannya. Tetapi, bukan sedikit dia menerima
masukan dan bahkan format jurus baru yang dirasakannya sangat
lihay sebagai hasil kreasi nya berdua dengan Bu San. Karena itu,
selama sepuluh hari berlatih, Sie Lan In merasa kemampuannya
melesat cukup tinggi dibanding sebelum dia mulai berlatih berdua
dengan Bu San. Dan yang membuatnya senang dan tidak dia
sadari, kemampuan iweekangnya meningkat dengan hebat. Dia
tidak tahu jika Bu San beberapa kali membantunya, baik dengan
gerakan-gerakan yang khusus menggugah jalan darah
pertumbuhan iweekang, maupun dengan mencampurkan sejenis
obat atau pil yang berguna memupuk tenaga iweekangnya.
Terlebih, karena setelah makan atau melatih gerakan tertentu, Bu
San kemudian membimbing Sie Lan In untuk mengatur tenaganya
dan memberinya petunjuk melatihnya.
Keadaan ini membuat Sie Lan In benar-benar takluk dan merasa
betapa mujijatnya Bu San. Bahkan, anehnya semakin lama dia
semakin merasa jika Bu San sebenarnya adalah pemuda yang
menyembunyikan kepandaiannya. Tetapi, tetap dia tak mampu
membuktikan dugaannya, tetap saja terlihat Bu San sebagai
pemuda yang tidak bisa bersilat tetapi menguasai ilmu
783
pernafasan. Dan terutama menguasai sejumlah rahasia
membentuk jurus serangan yang sangat luar biasa. Jika dia
ambisius, maka dia akan tinggal lama dengan Bu San. Dan
kemudian akan terus menguras pengertian dan penguasaan Bu
San atas sejumlah gerak dan sejumlah ilmu yang masih banyak
dalam perbendaharaannya. Tetapi, Sie Lan In yang sangat
terharu dengan keseriusan Koay Ji jelas memiliki liangsim.
Beberapa kali dia berpikir anda saja Bu San mampu bersilat dan
beberapa pengandaian lainnya. Tetapi hanya sampai pada titik
andai-andai seperti itu. Karena seterusnya andai-andai itu
tenggelam dibalik latihannya yang sangat serius dan membuatnya
maju sangat pesat.
Tanpa disadari keduanya, kebersamaan semenjak di
Pesanggrahan Keluarga Nyo justru semakin mendekatkan
mereka berdua. Bu San semakin memperhatikan detail keadaan
diri Sie Lan In, bahkan juga mengatur kebutuhan-kebutuhannya
ketika sedang berlatih. Sementara Sie Lan In, sadar atau tidak
sering mengatur dan merapihkan pakaian Bu San jika mereka
sedang berdua saja. Tetapi itu semua berlangsung secara alami
dan sama sekali tanpa mereka sadar jika mereka masing-masing
menerima perlakuan ”berbeda” dari kawannya itu tanpa protes.
Malah merasa sangat manis dan sangat senang menerima
784
perlakuan itu. Apalagi karena pada dasarnya, terutama Bu San,
memang hidup dengan perhatian dan kasih sayang yang sangat
terbatas dan nyaris minimal. Beroleh perhatian seorang
perempuan, jelas membuatnya merasa amat gembira dan sangat
senang.
Tetapi, bukan hanya Sie Lan In, belakangan Kwan Kim Ceng juga
meminta waktu Bu San untuk berlatih, dan bahkan kemudian juga
Nona Nyo Bwee. Dan karena begitu, tanpa mereka sadari selama
10 hari terakhir, bukannya berpesiaran dan bersenang senang,
justru keempat anak muda itu giat sekali menggembleng. Hanya
disaat senggang, setelah makan siang atau menjelang sore hari
mereka menyelingi aktifitas mereka dengan bersenang-senang di
sungai. Hampir setiap hari Nyo To dan anaknya yang sulung Nyo
Kun datang mengunjungi mereka, dan senang melihat
perkembangan anak muda yang bergaul rukun itu. Anehnya,
sejak hari keenam, Nadina, juga akhirnya bisa bersahabat
semakin erat dengan Nyo Bwee dan akhirnya juga dengan Kwan
Kim Ceng, Bu San dan juga Sie Lan In. Tetapi, meskipun
demikian, totokan khas Koay Ji tidak dipunahkan, dan selalu dia
berkilah bahwa suatu saat Thian Liong Koay Hiap akan
membebaskan nona Nadina yang cantik itu.
785
“Enci, apakah engkau akan kembali lagi kelak ……”? tanya Bu
San yang entah bagaimana merasa sangat berat untuk berpisah
dengan Sie Lan. Sesaat setelah Sie Lan In menjelaskan bahwa
besok dia sudah harus segera berangkat menuju tempat yang
disepakati bersama menurut Subonya. Dia hanya tidak tahu,
bahwa hal yang sama entah bagaimana juga dirasakan oleh Lan
In, tetapi dia berusaha keras untuk mengabaikan dan
menganggapnya tidak soal.
“Adik Bu San …… Pibu itu adalah sebab encimu bertualang di
Tionggoan, tentu saja harus dipenuhi. Tetapi, setelah pibu,
encimu harus pulang terlebih dahulu ke Lam Hay dan setidaknya
selama sebulan harus berada di sana. Subo perlu mengetahui
hasil dari Pibu tersebut. Tetapi, enci berjanji akan bertemu
kembali di pesta ulang tahun Hu Pocu lebih dua bulan kedepan
…..”
“Tapi bukankah menurut enci perjalanan menuju Lam Hay
membutuhkan waktu lebih sebulan saking jauhnya? Bagaimana
mungkin pada dua bulan kedepan engkau sudah berada di acara
Hu Pocu ….”?
Sie Lan In memandang Bu San terharu. Dia sendiri sangat sadar,
sama seperti Bu San dia merasa enggan segera berpisah. Tetapi,
786
tugas perguruan sudah menantinya. Dan atas pertanyaan Bu
San, dengan tersenyum dia berkata:
“Engkau akan mengetahuinya nanti Bu San …… Subo memiliki
tunggangan mujijat yang jarang orang di Tionggoan
mengetahuinya ……..”
“Acccch, benar demikian enci ……”?
“Engkau akan melihatnya kelak ……”
===================
Meski siang hari, tetapi Puncak Hoa San Pay terasa sangat dingin
menusuk. Dan kita menuju sebuah tempat, di salah satu tempat
rahasia atau malah paling rahasia dari Hoa San Pay berada.
Tempat itu berada dan terletak di salah satu dari Puncak Hoa San
Pay yang terkenal dengan nama Sian Jin Hong, tepatnya berada
di daerah sebelah timur; Tempat terlarang dan paling rahasia itu
hanya diketahui secara sangat terbatas di kalangan tokoh-tokoh
Hoa San Pay semata. Nama tempat tersebut adalah Im Tay Hong,
sebuah tempat yang tidak terpisah jauh dari Kun Cu Hong, yang
juga adalah tempat terlarang bagi siapapun, termasuk anak murid
Hoa San Pay. Jika Kun Cu Hong masih diketahui beberapa murid
utama, tetapi rahasia utamanya hanya diketahui tidak lebih 4
787
orang belaka, maka Im Tay Hong hanya diketahui dua orang
belaka. Memang tempat khusus yang sangat terlarang bagi anak
murid Hoa San Pay, termasuk terlarang bagi termasuk bagi
Ciangbudjin sendiri untuk mengunjungi ataupun mendatanginya.
Karena dibutuhkan kondisi khusus untuk dapat mendatangi Im
Tay Hong dengan terlebih dahulu melewati Kun Cu Hong.
Tempat keramat yang pertama, yakni Kun Cu Hong, saat ini
didiami atau ditinggali oleh tokoh besar Hoa San Pay yang sudah
berusia sangat lanjut. Sudah melampaui angka 70 tahun.
Namanya sangat dikagumi dan diindahkan orang, dialah Boh-
Hun-Jiu (si tangan pembelah langit), Bun Thian Pah yang
merupakan toa suheng Kheng Seng Taysu, bekas Ciangbudjin
Hoa San Pay yang terusir oleh sutitnya sendiri. Dewasa ini, Boh
Hun Jiu sedang menggodok salah seorang muridid dari Kheng
Seng Taysu dan sudah dijadikan murid sendiri, murid penutupnya.
Namanya adalah Bok Hong Ek yang sudah mendekati usia 25
tahun. Tetapi, sejak konflik lebih 5 tahun silam, Kheng Seng Taysu
dan semua adik seperguruannya, yakni Le Goan Kay, Gan Tiong
Ciang In Tiong Han dan Tan Goan Keng sudah dikurung di Kun
Cu Hong. Tinggal Suma Cong Beng yang masih bebas di Hoa
San Pay, karena menghianati perguruan dan mencaploknya dari
tangan Kheng Seng Taysu dan kemudian mengangkat
788
keponakan muridnya yang sudah lama menjadi murid rahasianya,
Ciok Ciam Liong menjadi Ciangbudjin. Tentunya Ciangbudjin
yang berada di bawah cengkeramannya. Karena adalah Suma
Cong Beng yang menjadi otak pengkhianatan Hoa San Pay dan
sudah lama mendidik Ciok Ciam Liong dan berapa sutenya untuk
persiapan pengkhianatannya.
Sementara di Im Tay Hong, terdapat tokoh-tokoh dari angkatan
tertua, merupakan Tianglo Hoa San Pay dan sudah berusia
sangat tinggi. Sudah mendekati dan melampaui usia 90 tahunan.
Dan mereka yang masih hidup meskipun tidak pernah
menunjukkan diri mereka lagi, adalah tokoh-tokoh yang masih
seangkatan Thian Hoat Tosu. Itupun hanya tinggal 2 (dua) orang
belaka, mereka masing-masing bernama Ji Koan-su (Pendekar
Sakti Berbudi Halus) Gouw Tie beserta sutenya yang bernama Pisan-
khek (tamu pembelah gunung ) Liu Siang Kwe. Mereka
bertapa disitu tanpa diketahui orang lagi apakah mereka masih
hidup ataukah tidak, bahkan Kheng Seng Taysu sendiri tidak tahu
lagi apakah mereka masih hidup ataukah sudah meninggal.
Tetapi tokoh lain yang berada di Im Tay Hong dan yang justru
paling terkenal adalah tokoh cemerlang dari Hoa San Pay, dia
adalah Thian Hoat Tosu. Tokoh yang sudah berusia sangat tinggi,
dipastikan di atas 90 tahunan dan masih lebih tua dibandingkan
789
kedua sutenya di atas. Tokoh tua itu sedang melatih murid
terakhirnya, yang awalnya adalah anak temuan yang kemudian
diasuk dan dididik Kheng Seng Taysu, anak itu bernama Tio Lian
Cu. Seorang anak gadis.
Sebagai tokoh tertua, Thian Hoat Tosu tentu mengetahui jejak
dan nasib dua saudara seperguruannya yang juga berada dan
bertapa di Im Tay Hong. Tetapi, belakangan dia kaget, karena
mereka berdua sudah maju cukup jauh dalam ilmu kebatinan.
Pertemuan terakhir mereka, justru ketika dia membawa Tio Lian
Cu ke Im Tay Hong dan setelah itu, Thian Hoat Tosu tidak lagi
pernah bertemu dengan mereka berdua, kecuali Tio Lian Cu yang
beberapa kali dikunjungi secara bergantian oleh kedua tokoh
sepuh itu. Belakangan Thian Hoat Tosu gembira, karena ternyata
kedua sutenya yang juga sudah berusia lanjut itu, turut memberi
pelajaran kepada Tio Lian Cu. Dan itu pulalah yang membuat Tio
Lian Cu lebih lengkap, karena dibimbing dalam ilmu kekuatan
batin oleh kedua sute Thian Hoat Tosu yang hebat itu.
Begitulah kesibukan dan aktifitas di tempat paling rahasia dan
paling terlarang di Hoa San Pay. Kesibukan, yang bahkan hampir
semua anak murid Hoa San Pay sendiri tidak menyadarinya
ataupun mengetahuinya. Bahkan Kheng seng Taysu tidak tahu
jika Thian Hoat Tosu mendidik Tio Lian Cu di daerah terlarang itu.
790
Tidak heran, karena memang keberadaan tempat terlarang itu
lebih banyak rahasia dan nyaris jadi dongeng bagi kebanyakan
anak murid Hoa San Pay. Kisah sesungguhnya justru tidak
mereka ketahui secara pasti. Tetapi dapatlah dimaklumi, karena
disanalah tinggal tokoh-tokoh Hoa San Pay yang sudah
memutuskan hubungan dengan dunia luar.
Hari itu, Tio Lian Cu yang sudah bertumbuh menjadi seorang
gadis remaja yang cantik dan menarik, terlihat sedang berlatih
dengan diawasi oleh tiga orang sekaligus. Yang pasti adalah
Suhunya, Thian Hoat Tosu, sementara yang dua lagi tidak terlihat
berada di sekitar arena. Tetapi baik Tio Lian Cu maupun Thian
Hoat Tosu tahu mereka sedang mengikuti latihan itu dari tempat
kegelapan. Maklum, hari itu sudah mereka tetapkan bersama
sebagai hari terakhir bagi Tio Lian Cu berada di Im Tay Hong, dan
setelah hari itu, Tio Lian Cu diutus untuk segera keluar. Tugasnya
gadis itu selanjutnya bukan lagi di Im Tay Hong, tetapi
mengamalkan ilmu yang sudah dilatihnya secara intensif selama
beberapa tahun belakangan dibawah tilikan Thian Hoat Tosu
bersama kedua sutenya yang sudah mengasingkan diri.
Tio Lian Cu memainkan semua ilmu-ilmu dasar Hoa San Pay,
mulai dari Hoa San Kun Hoat yang dilandasi dengan tenaga
Iweekang Siauw Thian Sin Kang (Tenaga Sakti Pembakar Langit).
791
Dilanjutkan dengan Ilmu Leng Wan Sip Pat Pian (18 Jurus Kera
Sakti) dan terus menerus meningkat ke ilmu yang semakin berat
Hong In Pat Jiauw (Delapan cengkeraman Awan dan Angin). Dan
lanjut lagi dengan Ilmu Pa Hiat Sin Kong (Ilmu Sakti Menotok
Jalan Darah) dan pada puncaknya adalah Ilmu Pukulan Jit Gwat
It Sian Kun (Pukulan Matahari dan Rembulan Satu garis) yang
sangat legendaris dan sangat berbahaya. Tetapi hebatnya,
semua ilmu dasar hingga ilmu rahasia Hoa San Pay, dapat
dimainkan Tio Lian Cu dengan sangat sempurna dan dengan
kekuatan yang mencukupi.
Sampai disini Thian Hoat Tosu mengangguk-angguk tanda
sangat puas puas, semakin puas ketika dia menyaksikan
bagaimana Tio Lian Cu mampu memainkan Ilmu Sam Im Ciang
(Tiga Pukulan Sakti) dan gerakan ginkang Liap In Sut (Ginkang
Mengejar Awan) andalan Bu In Sin Liong secara luar biasa.
Memang, pelajaran Liap In Sut seakan melengkapi kekurangan
Tio Lian Cu, karena Hoa San Pay kurang memiliki Ilmu Ginkang
yang istimewa. Karena itu, permainan Tio Lian Cu sungguh
sungguh sangat memuaskan Thian Hoat Tosu dan tak ada lagi
yang dapat dicela tokoh tua itu ketika menyaksikan muridnya
beraksi secara demikian hebat. “Hmmmmmm, anak ini memang
sungguh-sungguh berbakat, dan sungguh-sungguh beruntung
792
karena Bu In Sin Liong (Bu In Hwesio) berkenan
menyempurnakannya …….. luar biasa…….”. Semestinya
kejayaan Hoa San Pay akan banyak bergantung kepada anak ini
….. !!!
Tiba-tiba Tio Lian Cu bergerak dengan sangat aneh, langkahlangkah
yang tidak cepat namun tidak lambat dan mengganti ilmuilmu
tangan kosong dengan ilmu pedang. Tiba-tiba di lengannya
sudah tergenggam sebatang pedang mujijat yang berwarna putih
kebiru biruan. Dan ….. itulah Pedang Pusaka Hoa San Pay yang
dikenal dengan nama Pedang Toa Hong Kiam (Pedang Angin
Badai), Pedang Pusaka yang juga sekaligus menjadi simbol
agung Perguruan Hoa San Pai dimasa lalu. Ada peraturan yang
masih tetap tertulis dan belum digugurkan, yakni barang siapa
yang memegang dan memiliki Pedang Pusaka Hoa San Pay yang
bernama Toa Hong Kiam, maka dia berhak untuk memberi
perintah kepada siapapun di Hoa San Pay. Dengan kata lain,
siapapun yang memegang Pedang Pusaka itu dan menguasai
Ilmu Pedang Pusaka perguruan, maka dia berhak menjadi
pemimpin tertinggi di Hoa San Pay. Dan sekarang, Pedang
Pusaka itu, justru muncul kembali ditangan Tio Lian Cu dan
sekarang sedang memainkannya dalam ilmu-ilmu khas Hoa San
Pay.
793
Awalnya Tio Lian Cu memainkannya dengan Ilmu Pedang Hoa
San Kiam Hoat yang kemudian disusul dengan Ilmu Pedang Hoan
Ki Bun Kiam Hoat (Ilmu Pedang Sungsang Balik). Kedua ilmu
pedang itu dimainkan dengan sangat cepat, indah tapi cukup
tajam dan membahayakan lawan. Selesai memainkan kedua ilmu
tersebut, tiba-tiba Tio Lian Cu bersilat dengan gaya yang berbeda,
sekali ini dia memainkan Ilmu khas Hoa San Pay yang aslinya
bukan Ilmu Pedang. Aslinya adalah Ilmu Silat Thian Lo Sin Kuay
Hoat (Tongkat Sakti Jatuh Dari Langit), tetapi sudah digubah
sedemikian rupa oleh Thian Hoat Tosu menjadi Ilmu Pedang.
Tetapi, gubahannya ternyata cukup hebat dan mampu dimainkan
dengan sangat baik dan bahkan jauh menjadi terlihat cuku
membahayakan lawan dibandingkan kedua ilmu pedang
sebelumnya. Melihat itu, Thian Hoat Tosu menganggukanggukkan
kepalanya sambil tersenyum puas. Jelas dia puas,
karena intisari ilmu tersebut sudah ditemukannya kembali dalam
ulasan Kitab Pusaka yang ditemukan Tio Lian Cu di dekat gua
pertapaan Bu In Sin Liong. Dan dengan mengikuti ulasan disana,
Thian Hoat Tosu mampu menyempurnakan Ilmu tersebut, bahkan
kemudian menggubahnya menjadi Ilmu Pedang.
Tetapi yang membuat Thian Hoat Tosu gembira adalah ketika Tio
Lian Cu memainkan secara hebat ilmu rahasia yang tiba-tiba
794
muncul kembali, Ilmu Tian To Im Ngo Heng Kiam Hoat (Ilmu
Pedang Mujijat Berdasarkan Lima Unsur). Apalagi karena pada
saat memainkannya, Tio Lian Cu juga memainkan Ilmu Pusaka
Hoa San Pay lainnya, yakni Ilmu Sakti Tiang Kun Sip Toan Kiam.
Kedua Ilmu ini, sejatinya sudah hilang intisarinya dan punah dari
Hoa San Pay, dan tidak diduga oleh Tio Lian Cu jika dia pada
akhirnya dapat menemukan pelajaran tersebut yang juga dimuat
di Kitab Pusaka temuannya. Kedua Ilmu Sakti ini memiliki nasib
berbeda. Ilmu pertama sudah lenyap lama dari Hoa San Pay,
bersama dengan pedang Toa Hong Kiam. Ilmu kedua, meski
memang masih tetap ada jejaknya di Hoa San Pay, tetapi
intisarinya sudah lenyap dan tak bisa dibanggakan lagi. Tetapi,
berkat temuan Tio Lian Cu yang kemudian diserap oleh Thian
Hoat Tosu, mampu mengembalikannya menjadi Ilmu Mujijat lagi
yang ternyata jadi hebat dan luar biasa.
Ilmu itu sejatinya bukanlah ilmu menyerang, tetapi sejenis Ilmu
mujijat yang mengikuti prinsip, semakin lawan cepat semakin
engkau gesit dan bergerak seadanya, semakin lawan kuat,
semakin engkau licin dan lemas. Melawan dengan prinsip ilmu
sakti ini adalah melawan tanpa batas, melawan dengan cara yang
tepat dan effisien. Lawan boleh cepat atau kuat, tetapi engkau
dapat mengalahkannya dengan gaya dan cara yang tepat tanpa
795
harus secepat lawan atau sekuat lawan. Ilmu inipun
memampukan tokoh Hoa San Pay masa lalu, melawan tokohtokoh
lain yang berkepandaian lebih hebat sekalipun tanpa
terkalahkan. Prinsipnya adalah menyesuaikan diri dengan ilmu
dan kemampuan lawan dalam pertempuran.
Ilmu-Ilmu Mujijat Hoa San Pay yang baru ditemukan kembali inilah
yang kemudian disebut sebagai “kepingan yang hilang” dari
khasannah Ilmu Hoa San Pay oleh Thian Hoat Tosu.
Sebagaimana yang pernah dikisahkan Thian Hoat Tosu kepada
Bu In Sin Liong beberapa waktu yang lalu. Dan dengan kombinasi
Ilmu Pedang dan Ilmu Sakti itu, maka gerak-gerik Tio Lian Cu
menjadi sangat effisien dan jauh lebih sederhana namun selalu
dengan tujuan yang jelas dan pasti. Dia memainkan semua jurus
Ilmu Silat Tian To Im Yang Ngo Heng Kiam Hoat dnegan cepat,
lincah tanpa banyak kembangan, tetapi justru dipuji oleh Thian
Hoat Tosu. Memainkan ilmu tersebut dengan Ilmu mujijat Tiang
Kun Sip Toan Kim harus berusaha untuk “melupakan” rangkaian
jurus, tetapi menyesuaikan dengan lawan. Dan Tio Lian Cu
memainkannya dengan kombinasi, kadang menggunakan
rangkaian jurusnya dan kadang seperti tanpa pola. Tetapi, semua
terasa luar biasa dan sangat berbahaya.
Pada bagian terakhir, tiba-tiba Tio Lian Cu membentuk gaya dan
796
posisi tubuh yang sangat aneh dengan pedang yang justru seperti
tidak mengarah ke lawan. Dan tiba-tiba Tio Lian Cu membentak
dan menggerakkan pedangnya dengan cepat dan ringan, hingga
menghadirkan ledakan dan angin rebut bagai prahara. Ketika
semua kondisi tersebut menjadi sangat mengerikan, tiba-tiba Tio
Lian Cu berteriak hebat, tetapi beberapa saat kemudian, tidak ada
akibat yang luar biasa yang tersaji. Bahkan sesaat kemudian Tio
Lian Cu mendesis dan berkata:
“Suhu, maafkan tecu …. Jurus pamungkas Po Kong Kiam Eng
(Gelombang Sinar Pedang Bayangan), masih belum sanggup
kulepaskan. Rasanya semua yang diminta sucouw sudah
kulakukan, pengerahan kekuatan sudah, tetapi ketika akan
memasuki babakan terakhir, entah mengapa semua kekuatanku
membuyar dan tak sanggup kulepaskan secara sempurna.
Dorongan tenagaku perlahan membuyar, entah kenapa. Sungguh
tecu belum paham sepenuhnya ……..”
“Cu ji ……. engkau tidak perlu menyesal dan kecewa, karena
dapat kupastikan Ilmu Hoa San Pay generasi sesudah Suhumu
dan para Susiokmu, tidak ada yang akan dapat menandingimu.
Sudah lama kujelaskan, engkau harus belajar menahan emosi,
memperkuat pengalaman dan terutama memperkuat kekuatan
batinmu. Karena jurus terakhir sebetulnya adalah puncak
797
pengerahan kekuatan emosi, kekuatan iweekang, kekuatan batin
yang tidak lagi dipengaruhi oleh kalah atau menang. Bukan lagi
untuk melukai atau membunuh lawan, tetapi sebagaimana prinsip
Ilmu Mujijat kita, dengan gerakan sederhana, engkau membentuk
bayangan pedang yang mudah saja dalam menangkis,
menyerang ataupun memunahkan serangan lawan. Semakin
engkau dalam menguasai kekuatan emosi, kekuatan batin dan
kekuatan iweekangmu, akan semakin engkau mampu
memainkannya ………”
“Suhu …… tapi, apakah Suhu mampu memainkannya ……”?
“Justru karena mampu maka Suhumu memberitahumu hal itu Cu
Ji. Dalam kekuatan iweekang, engkau sudah melampaui tahap
untuk mampu memainkannya. Dalam hal menguasai emosi,
engkau sudah semakin mendekati kemampuan melepaskan ilmu
atau jurus mujijat tersebut, tetapi kekuatan batin adalah aspek
mitis yang hanya dapat engkau pelajari seiring dengan
pertumbuhan emosi dan pertambahan umurmu. Cu Ji,
percayalah, engkau tidak akan menunggu sampai seusia Suhumu
ini untuk kelak suatu saat dapat memainkannya secara sempurna.
Setelah engkau mempelajari ilmu Sihir dan Ilmu Kebatinan
melalui kedua Susiokmu, maka engkau akan memiliki
kemampuan menguasainya secara lebih baik sesuai
798
pengalamanmu kelak. Tetapi, Suhumu dapat memastikan jika
dalam waktu kurang dari 10 tahun engkau akan dapat
menguasainya secara sempurna …… engkau tak perlu buru-buru
Cu Ji …..”
“Apakah memang benar demikian Suhu …..”?
“Sesungguhnya, selain jurus pamungkas itu, tidak ada lagi yang
dapat engkau pelajari dari Suhumu dan kedua susiokmu ……
karena itu, engkau beristirahatlah. Setelah itu, datanglah
menghadap keruangan pertapaan Suhumu …….”
Sambil berkata demikian, Thian Hoat Tosu berlalu tanpa berkatakata
lagi. Dan Tio Lian Cu tidak berani mendesak Suhunya lebih
jauh. Dia paham betul sifat Suhunya ini, jika sudah berlalu, lebih
baik jangan lagi diganggu. Maka secepat kilat, dia kemudian
membenahi dirinya, membersihkan diri dan kurang lebih dua jam
kemudian, dia sudah siap dan sekarang memasuki ruangan
khusus dimana dia biasanya menghadap Suhunya, Thian Hoat
Tosu.
Tetapi berbeda dengan hari-hari sebelumnya, sekali ini wajah
Thian Hoat Tosu rada berbeda. Bukan hanya itu, dalam ruangan
tersebut, juga hadir kedua susioknya yang sudah berusia sangat
799
tinggi, nyaris menyentuh angka 90 tahunan. Mereka bertiga inilah
tokoh-tokoh tertua di Hoa San Pay yang bahkan sebagian besar
anak murid Hoa San Pay tidak tahu, apakah mereka masih
bertapa atau sudah wafat. Sejauh ini, hanya Tio Lian Cu dan
Kheng Seng Taysu atau seorang dua orang lain yang tahu jika
mereka masih hidup dan terus bertapa di Im Tay Hong. Melihat
keadaan yang sangat serius, Tio Lian Cu tidak berayal, dia
langsung masuk dan kemudian memberi hormat dengan sangat
khusyuknya kepada ketiga orang tua itu:
“Tecu Tio Lian Cu menjumpai Suhu dan Jiwi Susiok ……..”
“Duduklah muridku ……..” adalah Thian Hoat Tosu yang
menyambutnya, sementara Ji Koan-su (Pendekar Sakti Berbudi
Halus) Gouw Tie dan Pi-san-khek (tamu pembelah gunung ) Liu
Siang Kwe nampak diam saja mengamati. Keadaan yang berbeda
dan agak luar biasa ini membuat Tio Lian Cu menjadi keder dan
bertanya tanya dalam jatinya, ada apa gerangan. Menunggu Tio
Lian Cu duduk menghadap mereka bertiga, kembali Thian Hoat
Tosu membuka suara:
“Cu Ji ……. hari ini, sengaja kedua susiokmu mendampingi
Suhumu untuk berbicara dengan engkau. Karena sama seperti
Suhumu, kedua susiokmu dan juga bahkan dirimu sampai
800
sekarang ini, menghabiskan hampir seluruh masa kehidupan di
Hoa San Pay yang kita cintai ini. Suhumu diangkat sebagai murid
oleh khong chouwmu pada usia 4 tahun, demikian juga dengan
kedua susiokmu, juga sama saja. Pada usia yang masih sangat
muda sudah tinggal dan berlatih di Hoa San Pay kita ini. Itulah
sebabnya, kedua Susiokmu ingin melihat dan melepas engkau.
Selain itu, juga jiwi susiokmu itu ingin ikut menyatakan dan
menyampaikan harapan-harapan mereka untuk engkau. Baik
melepasmu untuk segera membersihkan perguruan kita dari
anasir-anasir sesat yang sedang membuat Hoa San Pay menjadi
gelap dan kelam; Dan juga untuk upaya mengangkat kembali
nama dan perguruan Hoa San Pay ………”
Suasana dengan cepat berubah menjadi sendu bagi Tio Lian Cu.
Sang gadis yang kini sudah berubah menjadi demikian cantik
menarik ini seperti merasa bahwa dalam waktu yang sangat
dekat, dia akan berpisah dengan ketiga orang tua yang selama ini
secara ketat dan disiplin mengajarnya. Bahkan juga mendidiknya,
memberi petuah serta menyayanginya seperti juga cucu mereka
sendiri. Apalagi karena Thian Hoat Tosu, suhunya memberi waktu
untuk merenung dan membuat suasana terasa demikian tenang,
diam dan mengaduk emosi. Tetapi, tidak lama kemudian Thian
Hoat Tosu yang tahu bahwa emosi muridnya sedang seperti
801
diaduk-aduk melanjutkan perkataannya dengan suara lembut dan
halus:
“Cu Ji, kedua Susiokmu ini sudah bersumpah untuk tidak akan
lagi mencampuri urusan kedalam Hoa San Pay dengan alasan
apapun sejak 10 tahun silam. Bahkan kedua Susiokmu ini sudah
tidak memiliki keinginan meninggalkan Im Tay Hong di kisaran
Hoa San ini saking cintanya dengan Hoa San Pay kita. Suhumu,
sesungguhnya juga punya keinginan yang demikian. Hanya
karena urusanmu belaka dan perjanjian dengan Lam Hay Sinni
serta Bu Te Hwesio yang masih mengikat sehingga sesekali
masih harus meninggalkan tempat ini …….”
Kembali Thian Hoat Tosu berhenti sejenak, memberi kesempatan
kepada semua untuk merenung. Tetapi tidak lama, sambil juga
memandangi kedua adik seperguruannya, diapun kemudian
berkata kembali:
“Waktumu berlatih sudah selesai hari ini. Meski engkau tidak
melihat kehadiran mereka tadi, tetapi ketika tadi engkau berlatih
untuk terakhir kalinya, saat itu kedua susiokmu mengamati secara
sangat teliti. Dan kami bertiga sudah sama percaya dan yakin,
bahwa kami bertiga melepasmu hari ini sebagai tokoh muda
terhebat yang pernah kami lahirkan. Bahkan masih melampaui
802
Toa Suhengmu sendiri yang pada 30 tahun silam kami lepaskan
bersama, tetapi sayang kemudian jejaknya menghilang begitu
saja. Karenanya, mencari jejak seorang suhengmu yang bernama
KONG TANG LUNG, yang usianya sudah sekitar 57 tahun atau
malah lebih, adalah salah satu tugasmu. Suhengmu ini bolehlah
dikatakan adalah murid dari kami bertiga, persis sama seperti
keadaanmu saat ini. Diapun berbakat baik, berkepribadian yang
membanggakan, tidak pernah mempermalukan perguruannya.
Tetapi setelah kami mengutusnya untuk ikut membantu
perjuangan memberantas ronrongan Pek Kut Lodjin, entah
mengapa dan bagaimana suhengmu menghilang. Dan bersama
dengan menghilangnya dirinya, ikut juga lenyap tak berbekas
murid kepala Lam Hay Sinni, KWEE LAN HOA yang berjuluk
Thian Li Lam Koay (Bidadari Langit Sesat dari Selatan) dan murid
kepala Bu Te Hwesio yang baru datang dari Thian Tok yang
bernama Nagi. Mereka bertiga pernah bertarung dengan hebat
dan sangat ketat namun tak ada seorangpun yang sanggup
mengalahkan lawan lainnya. Karena itu, pada akhirnya kami
mengutus mereka untuk menempur Pek Kut Lodjin, karena
kemampuan yang tinggi mereka bertiga. Hilangnya mereka
bertiga, akhirnya memancing kami, Lam Hay Sinni dan Bu Te
Hwesio untuk turun tangan menempur barisan Pek Kut Lodjin.
803
Tetapi, tetap saja sampai puluhan tahun, suhengmu belum
munculkan dirinya lagi..”
“Accccccch, Suhu, jadi Tecu masih memiliki seorang Suheng
yang lain lagi dan harus mencarinya …….… tetapi, bagaimana
kira-kira potongan dan tanda pengenalnya fisik yang jelas dan
mudah kukenali Suhu ….”?
Thian Hoat Tosu sekilas menjadi sedih diingatkan akan murid
kepala mereka bertiga ini. Memang, sebagaimana Tio Lian Cu
sekarang ini, dia sangat mengasihi dan bahkan mengasuh
langsung pendidikan dan perawatan anak itu. Bersama kedua
sutenya, mereka turun tangan langsung dan mengagumi
kecerdasan dan bakat yang menonjol dari murid mereka tersebut.
“Cu Ji …… suhengmu itu memiliki ciri khas sangat senang
berpakaian hijau. Tetapi, apakah sampai sekarang masih seperti
itu, entahlah …….”
“Cu Ji, dia memiliki tanda lahir di pundak kanannya yang berwarna
hitam pekat sebesar telur ayam. Wajahnya seperti Toa Suheng
ini, selalu terlihat berwibawa, posturnya tinggi besar gerakgeriknya
selalu sabar, lembut dan sangat santun seperti Ji
Susiokmu itu ………..” terdengar tambahan informasi dari Pi San
804
Khek (Tamu Pembelah Gunung) Liu Siang Kwe yang duduk tepat
di sebelah kanan Thian Hoat Tosu sambil menunjuk tokoh ketiga
yang berada di sebelah kiri Thian Hoat Tosu.
“Dan ketika meninggalkan Hoa San Pay, dia membekal senjata
andalanku yakni Pedang Lui Cu Kiam (Pedang Mutiara Geledek).
Pedang itu berwarna kecoklatan, tetapi bercahaya gemilang
dengan gagangnya berwarna kecoklatan seperti warna batang
pohon …….” demikian Ji Koan-su (Pendekar Sakti Berbudi Halus)
Gouw Tie ikut berbicara memberi informasi lebih rinci. Gambaran
yang semakin jelas mengenai toa suhengnya membuat Tio Lian
Cu terpekur, jelas bahwa ketiga Suhunya ini sangat
menginginkannya untuk melacak jejaknya.
“Baiklah, para Suhu tecu sudah dapat mencatat serta mengingatingat
semua ciri dan pengenal suheng Kong Tang Lun. Mohon
doa restu agar Tecu dapat menemukan serta membawa pulang
kembali Suheng ….”
“Bagus Cu Ji ……. apapun kelak yang akan engkau putuskan
terhadap suhengmu itu, maka putuskan secara bijaksana.
Apalagi, karena engkau memang berhak membuat keputusan
apapun terkait anak murid Hoa San Pay, termasuk toa suhengmu
itu. Sebagaimana sudah Suhumu ini jelaskan, bahwa siapapun
805
yang menjadi pemegang Pedang Pusaka Toa Hong Kiam, pusaka
Hoa San Pay kita, maka dia berhak menjadi Ciangbudjin Hoa San
Pay. Atau membuat keputusan tertinggi yang bahkan melampaui
keputusan Ciangbudjin Hoa San Pay saat ini. Karena Ciangbudjin
saat ini, selain melanggar aturan Partai, dia juga tidak memegang
lambang pusaka symbol Partay kita. Harap engkau mencatat
baik-baik, apalagi karena selain memegang Pedang Pusaka dan
Simbol Perguruan, engkaupun menjadi penguasa Ilmu-Ilmu
Pusaka Perguruan yang sudah lama raib itu ……”
“Tapi Suhu ….. bagaimana mungkin tecu menjadi Ciangbudjin
Partai Hoa San Pay. Bukankah masih banyak para Suheng yang
…….”
“Takdir sudah menentukan jalannya Cu Ji, engkau jelas-jelas
telah dipilih Sucouw untuk menyelamatkan Partay kita. Mau atau
tidak engkau harus mengemban tugas berat yang diembankan
leluhurmu …… karena itu, tugas selanjutnya yang ingin
kutegaskan kepadamu adalah, menjadi CIANGBUDJIN HOA SAN
PAY …….”
“Haaaaa, Suhu …….”
806
“TIO LIAN CU, entah mengapa Sucouw membawamu
menemukan TOA HONG KIAM, bahkan menghadiahimu Pit Kip
yang memuat rahasia Ilmu-Ilmu pusaka kita. Jika bukan jodoh dan
takdir, apa pula namanya itu? Karena itu, sesungguhnya saat ini,
engkau adalah satu satunya orang yang dapat menyelamatkan
pertumpahan darah di Hoa San Pay ini. Suhumu sudah
menunggu lebih 7 tahun untuk saat seperti sekarang. Untung
saja, meski saudara seperguruanmu yang lain berkhianat, tetapi
mereka tidak membuat basis dan landasan mengaduk dunia
persilatan di Hoa San Pay. Untung saja mereka membangun
basis di puncak selatan Hoa San, yakni puncak Lok Eng Hong
dan tidak mengganggu anak murid kita. Tetapi, reputasi Hoa San
Pay selama beberapa tahun terakhir nyaris rusak. Karena Suma
Cong Beng dan Ciangbudjin sekarang Ciok Ciam Liong yang
sangat tidak punya etika dan tata krama bergaul dengan sesama
kaum persilatan Tionggoan. Ini adalah tugasmu, yaitu untuk
mengembalikan nama besar dan kewibawaan Hoa San Pay …..”
Thian Hoat Tosu berhenti sebentar karena sekejap dia sempat
terpengaruh emosinya. Maklum, baginya dan kedua sutenya itu,
Hoa San Pay adalah RUMAH. Hoa San Pay adalah Partay
sekaligus rumah mereka, kebanggaan dan jati diri yang tidak bisa
tidak harus mereka jaga dan junjung tinggi. Membicarakan Hoa
807
San Pay selalu mengaduk emosi mereka bertiga. Apalagi ketika
Hoa San Pay terpuruk, benar-benar melukai perasaan mereka,
meski mereka sudah menyepi dan bertapa. Terlihat jelas jika
tokoh tokoh tua itu sempat sangat emosional dan karena itu
mereka berusaha keras untuk menetralisasi suasana hati dan
emosi. Baru setelah kemudian Thian Hoat Tosu menarik nafas
dalam sebentar, diapun kemudian dapat berkata dengan suara
perlahan dan lebih tenang seperti sebelumnya:
“Cu Ji, dengan membawa Pedang Pusaka ini, engkau pergilah
menyeberang ke Kun Cu Hong, disana ada beberapa suhengmu
yang dipenjarakan oleh Ciangbudjin yang berkhianat itu. Engkau
minta terlebih dahulu agar Boh-Hun-Jiu (si tangan pembelah
langit), Bun Thian Pah, Toa Suhengmu yang sedang mendidik
seorang sutitnya Bok Hong Ek untuk ikut turun tangan. Tiada
orang lain yang dapat menemukannya kecuali Suhumu ini dan
para susiokmu …… katakan kepadanya dengan menunjukkan
Toa Hong Kiam, bahwa waktu penebusan Hoa San Pay sudah
tiba. Kemudian, bersama Toa Suhengmu itu, pergilah
membebaskan Kheng Seng Taysu dan para suhengmu yang lain
yang dikurung di ruangan lain di Kun Cu Hong. Bagaimana
selanjutnya engkau bertindak, tanyakan kepada Bun Thian Pah
karena dia sudah mengatur dan merencanakan tindakan ini sejak
808
lama ….. bahkan sudah mengundang beberapa tokoh Hoa San
Pay lainnya untuk bersiap-siap. Selanjutnya apa dan bagaimana
Hoa San Pay, engkau dengarkan nasehat dan petunjuk toa
suhengmu itu …… hanya, saranku buatmu muridku, jika engkau
merasa kurang cocok dengan menjadi Ciangbudjin Hoa San Pay,
janganlah engkau melepaskan hak itu sekarang. Engkau harus
membereskan dan membebaskan terlebih dahulu persoalan Hoa
San Pay, benahi selama setahun atau dua tahun, angkat kembali
namanya baru engkau melepaskannya kepada tokoh atau anak
murid yang tepat ………” kata-kata Thian Hoat Tosu ini
didengarkan dan direspons dengan anggukkan kepala oleh kedua
tokoh sepuh lainnya yang duduk di sebelah kiri dan kanannya.
Sementara itu, mendengar bahwa dia dapat melepaskan jabatan
Ciangbudjin Hoa San Pan setelah setahun atau dua tahun, Tio
Lian Cu menjadi lega. Bagaimanapun, dia tidaklah bermimpi
menjadi Ciangbudjin Hoa San Pay selamanya.
“Mengapa engkau harus menyelamatkan Hoa San Pay dengan
memegang Toa Hong Kiam sebagai Ciangbudjin Hoa San Pay,
akan dapat engkau pahami kelak. Karena, untuk maksud itu pula
Suhumu mendidikmu. Lawan beratmu adalah salah seorang
suhengmu yang bernama SUMA CONG BENG, yang
kepandaiannya kemungkinan besar tidak berada di sebelah
809
bawah kemampuanmu saat ini. Bahkan toa suhengmu masih
belum mampu menaklukkannya, hanya engkau yang kami
andalkan untuk dapat menaklukkannya. Harus engkau catat,
semua perintahmu harus berlandaskan atas perintah Pedang
TOA HONG KIAM, Pusaka yang diindahkan semua murid Hoa
san Pay. Kehadiran pusaka itu akan membuat wibawa dan
keabsahan Ciangbudjin Hoa San Pay sekarang ini akan
berkurang banyak, dan dengan bantuan Kheng Seng Taysu,
maka persoalan Hoa San Pay dapat diselesaikan secara baik.
Selanjutnya, engkau tanyakan kepada para suhengmu itu ……”
Thian Hoat Tosu menutup penjelasannya sambil sekali lagi
menarik nafas panjang.
“Baiklah Suhu ….. tecu mengerti ……”
“Dan satu hal lagi setelah urusan di Hoa San Pay dapat
diselesaikan, kelak tepat pada pertengahan bulan ketujuh,
pergilah ke Puncak Ciu Lok San dekat kota Han Im. Disana
engkau akan bertemu dengan masing-masing murid Lam Hay
Sinni dan Bu Te Hwesio. Mereka mestinya sudah paham apa
yang akan dilakukan …. Yakni melanjutkan adu kepandaian
antara murid-murid Lam Hay Sinni, Thian Hoat Tosu dan Bu Te
Hwesio. Dengan kemampuanmu sekarang, mestinya engkau
tidak akan kalah lagi sebagaimana Suhumu ini selalu kalah
810
setengah jurus. Tetapi haruslah engkau ingat, ini adalah PIBU
persahabatan. Kalian bersatulah sebagai satu keluarga
perguruan TIGA DEWA. Kemenangan bukan yang terutama,
tetapi adu kemampuan, kematangan, pengalaman untuk
memperoleh gambaran yang lebih jelas dan tegas tingkat
kemampuan masing-masing. Karena itu, hadirilah perjanjian
antara kami bertiga itu dan cukup dengan jangan
mempermalukan nama Suhumu …”
Percakapan masih dilanjutkan sampai beberapa waktu, memberi
kesempatan kedua orang tua lainnya untuk meninggalkan pesanpesan
untuk Tio Lin Cu. Saat itu, Thian Hoat Tosu lebih banyak
berdiam diri dan memberi kesempatan kedua orang sutenya
untuk memberi petuah dan nasehat kepada muridnya. Entah
berapa lama percakapan itu berlangsung, yang pasti menjelang
sore baru Tio Lian Cu kelihatan keluar dari ruangan khusus Thian
Hoat Tosu. Dan kurang dari sejam baru kemudian Tio Lian Cu
terlihat keluar dengan bungkusan yang tidak besar dan membekal
sebatang pedang. Pedang Pusaka Toa Hong Kiam, lambang
kepemimpinan Hoa San Pay yang dengan bangga dipegangnya
dan melangkahlah dia menuju Kun Cu Hong sebagaimana
petunjuk Suhunya untuk memulai tugasnya.
===================
811
Tidak ada yang menghalangi ketika seorang gadis cantik
memasuki halaman utama Hoa San Pay. Baru menjadi perhatian
banyak orang ketia gadis cantik itu mengajukan sebuah
permohonan, yaitu untuk bertemu dengan tokoh utama Hoa San
Pay saat ini, Ciangbudjin Ciok Ciam Liong sendiri. Sudah tentu
kedatangan dan juga permintaannya mengagetkan, dan mulai
menyita perhatian banyak orang. Bahkan para penjaga yang
sebelumnya membiarkannya kini mendekati dan membentak:
“Siapa engkau …… ada maksud apa bertemu dengan
Ciangbudjin …”? tanya seorang anak murid Hoa San Pay dengan
nada bengis.
“Apakah sekarang ini setiap anak murid Hoa San Pay tidak lagi
diajari sopan santun untuk bertanya kepada setiap tamu yang
berkunjung secara baik-baik guna mencari tahu maksud
kedatangannya ..”? sesal si gadis cantik yang tenang saja
dibentak oleh seorang murid yang menerima kedatangannya.
Mendengar teguran Tio Lian Cu, anak murid Hoa San Pay itu
berbalik menjadi kurang enak hati. Dan karena itu, dengan suara
lebih ramah dia kembali bertanya ….
“Mohon dimaafkan jika memang demikian Nona …… tetapi,
adalah tugas kami untuk mencari tahu setiap tamu yang ingin
812
bertemu CIangbudjin, karena itu, siapa gerangan Nona, berasal
dari mana dan apa pula yang menjadi maksud dan tujuan Nona
untuk mohon bertemu dengan Ciangbudjin kami ….”?
“Nacccch, begitu baru benar. Sopan santun seperti itu pastilah
tidak membuat malu leluhur partay Hoa San Pay kita ……..
sekarang, sampaikan kepada Ciangbudjin Hoa San Pay, bahwa
aku datang untuk memberinya kabar terbaru tentang Pedang
Pusaka Toa Hong Kiam. Waktuku sangatlah terbatas, jika dia
tidak segera datang sendiri, maka aku akan segera berlalu dari
tempat ini ……” demikian jawab Tio Lian Cu dengan tetap
merahasiakan namanya sendiri.
“Apa …? Toa Hong Po Kiam, pusaka Hoa San Pay yang sudah
hilang selama puluhan atau bahkan ratusan tahun itu …..”?
“Benar ,,,,, memang Pedang Pusaka itu. Nach, apakah sekarang
engkau mau pergi dan dan memberitahu Ciangbudjin Hoa San
bahwa aku menunggunya disini dan membawa berita penting
buat Hoa San Pay …”? Tio Lian Cu berkata sambil tersenyum
misterius tetapi yang membuat penjaga itu semakin tersentak
kaget. Tetapi, tentu saja berita itu penting, karenanya dia segera
berlalu kedalam.
813
Tetapi sambil berlalu setelah, dia menyempatkan diri untuk
memberitahukan teman-temannya agar mengawasi Tio Lian Cu.
Mengawasi seorang gadis cantik tentu saja menyenangkan,
kawan-kawannya dengan senang hati menggantikannya dan kini
mengawasi Tio Lian Cu yang terlihat santai dan tidak terlihat takuttakut.
Dan sambil menunggu kedatangan orang yang dimaksud,
Tio Lian Cu yang kali ini mengenakan pakaian ringkas berwarna
ungu, terlihat bersikap biasa saja seperti tidak ada yang
dikhwatirkannya. Justru murid-murid Hoa San Pay yang
mengawasinya yang menjadi tidak mengerti dengan tingkah Tio
Lian Cu.
Dan sebagaimana dugaan Tio Lian Cu, dalam waktu yang tidak
lama, tokoh yang ditunggunya sudah mendatanginya. Tokoh yang
kini menjadi Ciangbudjin Hoa San Pay yaitu Ciok Ciam Liong.
Pakaiannya sekarang lebih mewah, bahkan terlampau mewah
nampaknya, dan wajahnya jauh lebih bersih meski kini sudah
berusia hampir 50 tahun. Dan ketika berhadapan dan
menghadapi Tio Lian Cu, Ciok Ciam Liong yang datang diiringi
oleh beberapa orang yang tak begitu dikenal oleh Tio Lian Cu
kecuali Cia Nam, terlihat melengak kaget. Dia seperti kenal tapi
tidak kenal, seperti tidak kenal tapi juga mengenalnya. Diam-diam
814
dia terkejut dan kemudian menyapa dengan suara berat namun
berisi sedikit rasa curiga:
“Hmmmm, jadi engkau yang mengaku membawa kabar mengenai
Toa Hong Po Kiam Nona …? Tetapi, sesungguhnya siapa
erangan engkau ini ….. ? Mengapa wajah dan tingkahmu seperti
tidak asing bagiku ……”?
Melihat kedatangan Ciok Ciam Liong, nafsu dan amarah Tio Lian
Cu sebenarnya sudah naik hingga ke kepala. Rasanya ingin dia
dengan segera menelanjangi kebusukannya dan kemudian
menerkam dan menghukum manusia durhaka itu dengan
hukuman yang berat. Tetapi, sebagai orang yang berlatih Ilmu
Dalam dan bahkan Ilmu Batin, dengan cepat dia menindas
kemarahannya. Dia harus bertindak hati-hati dan mengukur hati
dan keberpihakan anak murid Hoa San Pay. Karena itu dia
berusaha keras untuk bertindak dengan tenang dan tidak terburuburu.
Setelah menenangkan diri, pada akhirnya secara perlahanlahan
dia memandang Ciok Ciam Liong dan bertanya:
“Benarkah siauwte sedang berhadapan dengan Ciangbudjin Hoa
San Pay, yang mulia Ciok Ciam Liong Locianpwee …..”?
815
“Benar sekali Nona …….. untuk saat sekarang ini engkau
memang sedang berhadapan dengan lohu yang secara kebetulan
mengemban kepercayaan untuk menjabat sebagai Ciangbudjin
Hoa san Pay. Apakah tidak engkau keberatan jika lohu
mengetahui nama nona yang sebenarnya ….”?
“Acccccchhh, jika memang demikian, perkenankan siauwte
memberi salam dan ucapan terima kasih karena Ciam
Locianpwee. Terutama karena dengan rela hati memimpin Hoa
San Pay sudah selama 7 tahun terakhir ini, meskipun sebetulnya
bukan karena diberi kepercayaan. Tetapi merebutnya dengan
cara yang sangat tidak layak dan malah dengan cara yang sangat
memalukan. Berlaku curang, membunuh sesame saudara
seperguruan dan membokong Kheng Seng Taysu. Tetapi
bagaimanapun, kesedianmu untuk tidak menghancurkan serta
tidak melacurkan Perguruan Hoa San Pay dengan para penjahat
di Lok Eng Hong sana, haruslah kuhargai. Tetapi, sekarang ini,
sudah cukup semua apa yang engkau lakukan terhadap Hoa San
Pay ………”
Bukan main marah dan murkanya Ciok Ciam Liong mendengar
kata-kata dan kalimat Tio Lian Cu yang diucapkan nyaris tanpa
emosi. Dan disampaikan seorang gadis muda kepadanya seperti
seorang tua yang menyesalkan kecerobohan dan juga
816
kekeliruannya beberapa waktu lalu. Wajahnya memerah,
rambutnya bergerak dan dengan cepat dia berkata dengan suara
keras dan angker:
“Kurang ajar …… siapakah engkau yang demikian berani dan
lancing berkata seperti itu di hadapan lohu ……”? potong Ciok
Ciam Liong dengan wajah murka bukan alang kepalang. Matanya
menatap nyalang.
“Soal siapakah aku bukan masalah utama Ciok Ciam Liong. Kita
sama-sama orang Hoa San Pay, hanya bedanya, aku bukan
orang yang tega untuk melakukan pengkhianatan seperti engkau.
Mengingat kerelaanmu memimpin selama 7 tahun, maka aku
akan memberimu jalan mundur yang baik jika engkau ingin berlalu
secara baik-baik. Karena bagaimanapun engkau tidak
memasukkan para penjahat di luar sana untuk bercampur dengan
perguruan kita ini. Tetapi, jika engkau melakukan perlawanan,
maka biarlah aku menegaskan kepadamu saat ini, bahwa engkau
akan dihukum seberat-beratnya karena perbuatanmu yang
khianat dan memalukan itu ………”
Sungguh tegas, tidak main-main dan bagi Ciok Ciam Liong,
bagaikan geledek di siang hari mengikuti kata demi kata, kalimat
demi kalimat yang tersusun demikian rapih yang dilontarkan Tio
817
Lian Cu. Ada sedikit penghargaan dan tawaran mundur baik-baik
namun juga ada nada-nada ancaman yang membuatnya
tersentak. Tetapi, bagaimana bisa dia menyerahkan jabatan
Ciangbudjin yang sudah dia peroleh dengan cara membokong
dan mengkhianati kaum tuanya di Hoa San Pay? sungguh satu
hal yang sangat tidak masuk akal. Maka, dengan murka diapun
berkata:
“Setan betina yang tidak tahu utara dan selatan, engkau sungguh
sungguh tidak tahu sopan santun. Setelah menghina Hoa San
Pay dan menghina lohu selaku Ciangbudjin, jangan engkau
berharap untuk masih dapat melangkah pergi dari sini dalam
keadaan selamat. Penjaga ……” teriak Ciok Ciam Liong sambil
memandang berkeliling dan melihat betapa semakin lama
semakin banyak anak murid Hoa San Pay yang mengitari tempat
mereka berada dan memandang heran.
Tetapi Ciok Ciam Liong dan rombongannya yang berjumlah 6
(enam) orang, termasuk Cia Nam yang juga khianat, tersentak
kaget. Terutama ketika perlahan-lahan dari balik tembok meloncat
masuk Kheng Seng Taysu, Le Goan Kay, Tan Goan Keng
bersama dengan Bok Hong Ek. Tidak salah lagi, inilah tokohtokoh
utama pada 7,8 tahun silam yang sebenarnya dijebloskan
kedalam penjara rahasia di ruangan rahasia Kun Cu Hong.
818
Bagaimana mereka bisa tiba-tiba munculkan diri secara bersama
disitu? sungguh kagetnya Ciok Ciam Liong bukan alang kepalang.
Mimpipun dia tidak atau belum membayangkan jika hari yang
sangat cerah ini dia menghadapi kenyataan yang sangat
mengejutkan. Betapa posisinya jadi terancam karena tokoh-tokoh
yang tadinya dipenjarakannya dan tidak pernah menunjukkan
gelagat untuk melawan ataupun juga melakukan pemberontakan,
kini tiba-tiba muncul kembali.
“Ciok Ciam Liong, betapapun engkau bukanlah orang yang
terlampau busuk hatinya. Tidak bekerja merusak perguruan kita
Hoa San Pay dan tidak membunuh kami semua para tetua
perguruan Hoa San Pay ….. karena itu, kuminta kepada Cu Ji
untuk memberikan penawaran jalan keluar bagimu secara baikbaik.
Tetapi, itupun terserah kepadamu. Setidaknya kami melihat
jalan keluar yang tidak membuat kita harus saling membunuh
setelah melalui banyak persoalan panjang …….” berkata Kheng
Seng Taysu, tokoh yang sebelumnya menjadi Ciangbudjin
sebelum direbut oleh Ciok Ciam Liong dengan cara licik dan
membokong.
“Hahahahahahaha, jangankan engkau tokoh yang menjadi bekas
Ciangbudjin Hoa San Pay dan para bekas susiok … toa supek
sendiripun tidak lagi kami takuti sekarang ini. Karena itu, Cia Nam
819
sute dengan baik-baik bergabung dan kukeluarkan dari penjara
agar mau ikut membantuku menjadi tokoh utama Hoa San Pay
sambil mempelajari ilmu ilmu rahasia Hoa San Pay yang lain .…”
tawa Ciok Ciam Liong bergema dan sepertinya memang sengaja
memamerkan kekuatan iweekangnya yang sekarang memang
maju secara sangat luar biasa dan mengagetkan Kheng Seng
Taysu. Kheng Seng Taysu jadi menarik nafas panjang dan
berkata:
“Omitohud …… hebat …. hebat, engkau memang maju sangat
jauh, bahkan sudah dapat nyaris melampaui kemampuanku
sendiri sebagai supekmu. Tapi, sayang sekali, sungguh sangatlah
disayangkan karena engkau tersesat …. dan setiap yang tersesat
jika tidak cepat menyadari kesesatannya akan beroleh hukuman
yang setimpal. Dan itu akan berlaku atas dirimu ….. Hmmmm, Cu
Ji lakukan tugasmu”
“Baik Suhu ……” jawab Tio Lian Cu yang memandangi sekeliling
dan paham bahwa Suhunya masih didukung banyak anak murid
Hoa San Pay.
Pada saat itu, memang secara perlahan-lahan, halaman yang
memang sangat luas itu mulai dipenuhi oleh anak murid Hoa San
Pay. Dan melihat hal tersebut, Ciok Ciam Liong menjadi semakins
820
enang dan gembira. Dia sangat yakin bahwa posisinya sangat
kuat dan sudah didukung oleh seluruh murid Hoa San Pay. Itulah
sebabnya dia menjadi sangat gembira, dan kemudian dia berkata
dengan suara yang keras dan dibuat terdengar sangat
berwibawa:
“Hahahahahaha, apakah engkau yang akan menghukumku
bersama dengan beberapa orang yang engkau bawa itu Kheng
Seng Taysu …..”?
“Ciok Ciam Liong, sekali lagi kuingatkan. Engkau mengambil alih
Hoa San Pay dengan membunuh beberapa orang sutemu dan
kemudian membokongku sebagai Ciangbudjin pada saat itu.
Mengamcamku untuk menjadikanmu CIANGBUDJIN dengan
taruhan berapa nyawa susiokmu dan sute dan sumoymu. Bahkan
karena perbuatan khianatmu, Suhumu Gan Tiong Ciang kini
menderita sakit parah dan malu menghadapi para leluhur Hoa
San Pay ….. apa engkau kira posisi dan kedudukanmu saat ini
sudah terlampau kokoh? Kutawarkan sekali lagi jalan mundur
yang baik bagimu. Karena bagaimanapun, engkau dapat
menahan diri dan tidaklah sampai membuat Hoa San Pay menjadi
perguruan aliran hitam dan menjadi anasir penjahat bagi kang
ouw dengan tokoh-tokoh tidak genah di Lok Eng Hong sana …….”
821
‘Kheng Seng Taysu ….. sebagai Ciangbudjin Hoa San Pay,
dihadapan sekian banyak anak murid Hoa San Pay kuminta
dengan sangat berlutut. Dan menunggu hukuman perguruan yang
layak dan pantas atas kalimat-kalimatmu yang sangat memalukan
dan tidak menghargai Ciangbudjin Hoa San Pay …….”
Pada saat itu Ciok Ciam Liong sudah sangat yakin dan percaya
diri. Karena betapapun juga, setelah 7 tahun memimpin, meski
bukan pemimpin yang sangat cakap, tetapi dia tahu bahwa dia
diterima sebagian besar anak murid Hoa San Pay. Apalagi,
diapun dikukuhkan oleh Kheng Seng Taysu secara resmi. Meski
memang, tidak memegang lambang utama Hoa San Pay yang
tertulis dalam aturan Hoa San Pay, bahwa pemegang TOA HONG
KIAM adalah pemberi perintah teratas dan bahkan mengatasi
CIANGBUDJIN HOA SAN PAY sekalipun. Karena keyakinan itu,
maka Ciok Ciam Liong menjadi berani menghadapi para
leluhurnya, bahkan kemudian tak segan-segan untuk kembali
memberi perintah:
“Kheng Seng Taysu, kuberi waktu sampai hitungan kelima …. Jika
engkau tidak berlutut untuk menerima hukuman, maka segenap
anak murid Hoa San Pay akan kuperintah untuk mengerubutimu
dan rombonganmu dan kemudian menghukum kalian dengan
hukuman mati sebagai pemberontak …………”
822
“Ciok Ciam Liong, apakah engkau masih tidak paham dengan
maksud baikku untuk memberimu jalan mundur dari Hoa San Pay
……”?
“Satu ……… Dua …….. Tiga …….. Empat …….”
Belum lagi hitungan kelima dikeluarkan, tiba-tiba terdengar bunyi
pedang dikeluarkan dari sarungnya dalam kecepatan tinggi dan
diikuti oleh aungan seperti badai menderu ketika dibolangbalingkan
pemegangnya ………
“Tahan ……… Ciok Ciam Liong, sekarang engkau perhatian baikbaik
apa yang berada dilenganku saat ini” bentak Tio Lian Cu
dengan pengerahan kekuatan iweekang yang luar biasa besar.
Bentakan itu sekaligus menutup dan membuat suara tawa Ciok
Ciam Liong yang sebelumnya keras menjadi seperti suara
nyamuk dihadapan aungan seekor singa jantan perkasa.
Bersamaan dengan teriakan yang sangat nyaring melengking dan
mengguncang suara dan semangat banyak orang itu, kini banyak
orang yang sudah mengalihkan perhatian kepada seorang gadis
muda, yakni Tio Lian Cu yang selama beberapa waktu dilupakan
dan tidak diperhatikan orang. Dan banyak orang yang terheranheran
melihat Pedang Pusaka yang demikian aneh warnanya dan
memiliki perbawa yang sangat hebat dan luar biasa itu.
823
Ciok Ciam Liong juga sama terkejutnya. Jelas saja dia tahu aturan
tertulis yang selalu diwariskan turun temurun. Yakni, bahwa
pemegang Pedang Toa Hong Kiam adalah pemegang kedaulatan
tertinggi, bahkan mengatasi Ciangbudjin sekalipun. Karena itu,
Pedang itu menjadi symbol dan tanda pemimpin tertinggi Hoa San
Pay. Kini, melihat munculnya pedang itu, Ciok Ciam Liong mulai
berkeringat dingin dan mulailah matanya terbuka. Bahwa
kehadiran Kheng Seng Taysu, mestinya karena ada sandaran
yang sangat kuat, dan karena itu mereka berani untuk tampilkan
diri. Tetapi, Ciok Ciam Liong cerdik dan cepat berpikir, belum lagi
banyak orang sadar, dia sudah bergerak dalam kecepatan tinggi
sambil mendesis:
“Hmmmm, kemarikan pusaka perguruanku …….”
Mulanya Ciok Ciam Liong tidak begitu memandang tinggi
kemampuan gadis yang memegang Toa Hong Po Kiam itu. Dia
hanya tidak tahu saja jika si pemegang Pedang Pusaka justru
adalah anak didik yang paling hebat yang dihasilkan oleh para
sesepuh Partai Hoa San Pay. Karena itu, tepat ketika lengannya
mendekati gagang pedang Toa Hong Kiam, tiba-tiba dengan
sebuah hentakan yang berdasarkan Ilmu Hong In Pat Jiauw (Ilmu
Delapan CengkeramanAangin dan Mega) Tio Lian Cu memegat
pergi lengannya. Bahkan bukan cuma itu, dengan gerakan
824
sederhana jurus Mong coa to sim (ular sawah mengeluarkan
lidah), dia mendorong pergi Ciok CIam Liong. Akibat dorongannya
sungguh telak dan membuat Ciok Ciam Liong harus menderita
malu yang bukan buatan. Dirinya terdorong, terhuyung-huyung
sampai 5,6 langkah ke belakang belakang dan baru dapat tegak
berdiri kembali. Itupun dengan wajah yang memerah akibat
menahan malu. Dan serentak, kemarahan berkobar dan
membakar hatinya, dia lupa bahwa tadi dia dengan mudah
dijatuhkan lawan.
“Hmmmmmm, sungguh sangat memalukan. Mana ada dalam
sejarah Hoa San Pay kita ini seorang Ciangbudjin Hoa San Pay
berani mati untuk bertindak culas dan curang seperti engkau?
Memalukan perguruan dan memalukan para leluhurmu …..” tajam
dan pedas teguran Tio Lian Cu.
Sementara itu, Ciok Ciam Liong yang sedang murka tiba-tiba
berteriak dan memberi perintah kepada seluruh anak murid Hoa
San Pay:
“Serang para pengkhianat dan rebut kembali pusaka kita …….”
“Tahan … Siapa yang bergerak berarti memberontak terhadap
aturan Hoa San Pay”
825
Kheng Seng Taysu balas membentak dan membuat gerakan dari
anak murid Hoa San Pay jadi tertahan. Bagaimanapun mereka
masih mengenali bekas Ciangbudjin Hoa San Pay yang mereka
hormati dan kasihi. Berbeda dengan Ciok Ciam Liong yang sibuk
mengejar nama besar tetapi sering tidak memperhatikan
kemajuan dan kebutuhan anak murid Hoa San Pay. Apalagi,
nyaris semua anak murid Hoa San Pay justru paham dengan
aturan mengenai Pedang Pusaka Toa Hong Kiam. Dan bentakan
Kheng Seng Taysu sungguh-sungguh manjur. Anak murid Hoa
San Pay saling pandang satu dengan lainnya dan semua pada
akhirnya menjadi ragu-ragu dan tak ada satupun yang maju untuk
menyerang Tio Lian Cu.
“Kurang ajar ….. maju dan rebut Pedang itu …. Ini perintah
Ciangbudjin ….. yang tidak maju akan mendapatkan hukuman
berat” kembali Ciok Ciam Liong berteriak-teriak dan bahkan mulai
mengancam anak muridnya.
“Seluruh anak murid Hoa San Pay, dengarkan perintah pemegang
Toa Hong Po Kiam, pemegang perintah tertinggi dalam aturan
Hoa San Pay …. kosongkan lapangan dan berjaga di semua
sudut. Biarkan ke-enam pengkhianat perguruan berada di tengah
dan saksikan bagaimana Toa Hong Po Kiam berusaha untuk
membersihkan Hoa San Pay dari para pengkhianat. Bagi yang
826
masih ragu, kutunjukkan kim pay dari Ciangbudjin Angkatan
Keempat, Sucouw To-Pi Sin-kiam In Kiam (Si Pedang Sakti
Berlengan Banyak) yang menganugerahkan Pedang dan Pit Kip
Rahasia Ilmu Hoa San Pay kepadaku ..” sambil berkata demikian,
tiba-tiba di ujung pedang Toa Hong Po Kiam sudah terlihat
sebuah kimpay atau tanda pengenal Ciangbudjin Hoa San Pay.
Dan To Pi Sin Kiam In Kiam adalah Ciangbudjin terakhir yang
diketahui memegang Pedang Pusaka itu. Dan keadaan ini
membuat suasana semakin kaget dan tidak ada yang berani
memihak Ciok Ciam Liong lagi. Sudah jelas, semua terpengaruh
dengan Pedang Pusaka dan kimpay serta kata-kata Kheng Seng
Taysu dan Tio Lian Cu. Selain mereka juga kaget karena ternyata
Ciangbudjin itu sudha memberontak dan memenjarakan tokoh
tokoh Hoa San Pay yang selama ini dekat dengan mereka.
Benar saja, dalam waktu beberapa detik, para murid Hoa San Pay
membuka ruang yang lebar di tengah lapangan dan
meninggalkan Ciok Ciam Liong dan para begundal pengkhianat
itu di tengah lapangan. Sikap mereka sudah jelas ….
menghormati Pedang Pusaka. Karena itu, nasib Hoa San Pay dan
Ciok Ciam Liong kini dipertaruhkan atas dasar apa yang akan
diputuskan oleh Tio Lian Cu. Dan keputusan itu segera turun
dengan perkataan gadis itu:
827
“Tecu TIO LIAN CU, murid Kheng Seng Suhu dan pewaris para
Tianglo Hoa San Pay, Thian Hoat Suhu, Ji Koan-su (Pendekar
Sakti Berbudi Halus) Gouw Tie Suhu, Pi-san-khek (Tamu
Pembelah Gunung) Liu Siang Kwe Suhu dan atas berkah Pedang
Pusaka Toa Hong Kiam akan membersihkan perguruan. Para
suheng, Bun Thian Pah, Kheng Seng Taysu, Le Goan Kay,
periksa seluruh murid Hoa San Pay yang terlibat dalam
pengkhianatan membunuh sesama saudara seperguruan dan
yang telah mengangkangi jabatan Ciangbudjin ……. segera
laksanakan …….”
“Menerima perintah …….” Kheng Seng Taysu dan Le Goan Kay
segera bergerak dan kemudian meninggalkan lapangan.
Sementara Bun Thian Pah masih belum terlihat berada di
lapangan tersebut, juga muridnya Bok Hong Ek.
“Ciok Ciam Liong, engkau mengkhianati perguruan kita,
membunuh beberapa saudara seperguruanmu dan memaksa
Kheng Seng taysu menjadikan engkau Ciangbudjin Hoa San Pay
……. hari ini, bersama-sama kelima temanmu, silahkan mencari
jalan selamat dengan mengalahkanku. Jika kalian berenam
mampu mengalahkanku, maka kalian boleh berlalu tanpa
hukuman, tetapi jika tidak mampu, maka terserah dalam keadaan
seperti apa kalian keluar dari kepungan ini ……. jika beruntung
828
selamat, maka kalian akan menjadi tahanan seumur hidup di Hoa
San Pay …. kalian berenam boleh maju bersama mencari jalan
selamat itu ……”
Bukan main keputusan Tio Lian Cu ini. Sampai-sampai Tan Goan
Keng yang masih saudara seperguruan Kheng Seng Taysu dan
Thian Lui Sianseng Yap Eng Ceng dan istrinya Kiang Cui Loan
mengernyitkan kening. Saat itu terlihat, memang keempat orang
yang ikut menemani Ciok Ciam Liong seperti tidaklah terlampau
hebat kemampuan mereka. Tetapi masih ada seorang Cia Nam
yang memiliki kesaktian tidak berbeda jauh dengan Ciok Ciam
Liong sendiri. Mengapa pula Tio Lian Cu begitu gegabah
menangani mereka berenam sekaligus …..”?
“Hmmmmm, engkau sungguh sombong Nona ……. tetapi, baiklah
lohu akan berusaha bukan untuk keluar dari lingkaran ini, tetapi
untuk merampas Pedang Pusaka Hoa San Pay yang entah
engkau temukan dimana ……” sambil berkata demikian Ciok
Ciam Liong tanpa malu-malu memandang Cia Nam dan kemudian
merekapun maju mendekati Tio Lian Cu. Sementara 3 orang
lainnya tidak beranjak dari tempatnya. Anehnya yang seorang lagi
terus-terusan berdiam diri dan sikapnya sangatlah tenang, tidak
terlihat takut atau khawatir. Sikapnya ini mengundang kecurigaan
Tan Goan Keng. “Hmmmm, sikapnya sungguh tenang, sangat
829
mencurigakan … apakah dia memang sengaja menyembunyikan
kepandaiannya …? Siapa gerangan dia? sepertinya bukan anak
murid Hoa San Pay …… tapi apa maksudnya?
Padahal, pandangan Tan Goan Keng dan Yap Eng Ceng
memang tidak meleset. Ada satu orang diantara keenam orang itu
yang justru memiliki kepandaian lebih hebat dan sejak awal
terlihat sangat tenang. Tokoh ini memang bukan murid Hoa San
Pay, tetapi seseorang yang datang ke Hoa San Pay untuk maksud
yang lain. Sepertinya urusan yang berbeda. Tapi, ketenangannya
memang patut diacungi jempol. Dan sebenarnya Tio Lian Cu juga
memperhatikan keadaannya.
Sementara itu, Ciok Ciam Liong yang sudah sempat membentur
Tio Lian Cu sadar jika nona ini memiliki kemampuan hebat.
Karena itu dia berhati-hati dan sudah membisiki Cia Nam untuk
ikut membantunya. Bagaimanapun posisi mereka sangat
berbahaya saat ini. Apalagi karena Suma Cong Beng dan ketiga
saudara seperguruan mereka yang ikut berkhianat masih belum
kembali dari puncak Lok Eng Hong. Sementara tokoh yang
berkunjung kepadanya dan masih tidak diketahuinya
kehebatannya, justru datang untuk bertanya tentang dimana dan
apa yang dikerjakan Suma Cong Beng.Jika lengkap berada di
Hoa San Pay dengan susioknya atau mereka keburu tiba, Ciok
830
Ciam Liong percaya posisi mereka akan berbalik lebih
mendominasi. Tapi sekarang, keadaan agak berbahaya buat
dirinya dan pihak yang mendukungnya. Mereka harus
mengandalkan diri sendiri dan bantuan Cia Nam. Sementara
bantuan tokoh satu lagi yang mereka tahu sangat hebat tapi
sampai dimana kehebatannya itu mereka masih belum tahu dan
yakin benar, tidaklah dapat mereka pastikan.
Kini Ciok Ciam Liong berusaha menenangkan hatinya yang
gelisah. Sesungguhnya nafsu amarah sudah sangat
menggerogoti hatinya, matanya nyalang memerah tanda murka,
tatap matanyapun menyala bagai ingin menelan orang. Jika
mampu, dia ingin menelan Tio Lian Cu bulat-bulat. Tetapi karena
amat sadar jika dia sedang menghadapi saat yang sangat
menentukan, dia berusaha keras mengendalikan dirinya. Dan
setelah beberapa saat, akhirnya diapun memutuskan untuk keluar
menyerang itupun saat dia merasa sudah cukup dapat
mengontrol dirinya. Hanya, sekali ini dia dia sangat berhati-hati
setelah pengalaman pahit dipukul mundur dalam sekali serangan
oleh Tio Lian Cu beberapa saat sebelumnya.
“Hmmmm, bersiaplah Nona ……”
831
Begitu maju Ciok Ciam Liong langsung memainkan ilmu Hoa San
Kun Hoat. Tetapi, berbeda dengan Hoa San Kun Hoat yang
dikuasai oleh Tio Lian Cu, serangan serta gerakan Ciok Ciam
Liong terlihat mengalami beberapa perubahan. Dan hebatnya,
perubahan tersebut membuat Ilmu tersebut menjadi lebih indah
dan lebih berbahaya. Tetapi, tentu saja Tio Lian Cu tidak kagok
dengan perubahan itu, bagaimanapun dia sudah menyelami
kedalaman ilmu dasar Hoa San Pay. Karena itu, diapun bersilat
dengan ilmu yang sama, namun dengan kekuatan dan kecepatan
yang melebihi Ciok Ciam Liong. Akibatnya, terlihat jelas jika Ciok
Ciam Liong meski lebih bervariasi tetapi tak mampu mendesak
Tio Lian Cu. Malahan, dalam lima gebrakan kemudian, dia
kembali terdorong ke belakang.
“Hmmmmm, baru menguasai Ilmu Hoa San Pay sebegitu sudah
berani dan lancang mengangkat diri menjadi Ciangbudjin Hoa
San Pay …… engkau sungguh memalukan perguruan dan
seluruh leluhur Hoa San Pay ….”
Teguran Tio Lian Cu sungguh-sungguh menyakitkan bagi Ciok
Ciam Liong. Dengan cepat dia kembali menyerang, bahkan sekali
ini menggunakan Ilmu Pa Hiat Sin Kong atau Ilmu Sakti Menotok
Jalan Darah. Memang hebat bukan main karena dengan cepat dia
mengurung tubuh Tio Lian Cu dengan totokan-totokan hebat yang
832
mengarah bagian bagian tubuh yang berbahaya. Tetapi, seperti
tadi, Tio Lian Cu yang sudah mendalami selama bertahun-tahun,
bahkan berlatih dengan 3 tokoh tertua Hoa San Pay, dengan
sangat mudah saja memunahkan semua serangannya. Bukan
hanya memunahkan, beberapa kali bahkan langsung menyerang
balik dan mengundurkan Ciok Ciam Liong yang semakin
penasaran dalam menyerang.
Pada gerakan jurus kelima, kembali Ciok Ciam Liong terdorong
mundur, sekali ini bahkan sampai 5,6 langkah ke belakang, satu
tanda kekuatan saktinya memang masih terpaut jauh dari
lawannya. Karena ketika dia menghujani Tio Lian Cu dengan
totokan-totokan di pundak, lengan dan pinggang, tiba-tiba Tio Lian
Cu bergerak menggeser satu langkah kekanan. Kemudian
langsung maju selangkah dan tepat berada di tengah kedua
lengan lawan yang sedang mengincarnya. Dan dengan
kecepatan bagai kilat, dia memukul dada lawan yang meski masih
mampu ditangkis Ciok Ciam Liong, tetapi jelas kalah jauh
tenaganya.
“Dukkkkkk …….”
Kembali Ciok Ciam Liong terdorong. Dan sekali ini, dia mulai
khawatir, karena teramat mudah bagi Tio Lian Cu mematahkan
833
semua serangannya. Padahal, dia sudah yakin menguasai
dengan benar dan sempurna seluruh ajaran Suma Cong Beng
kepadanya. Dan mereka semua sangat percaya jika perbaikanperbaikan
atas semua Ilmu Hoa San Pay pasti akan membuat
anak murid Hoa San Pay terkejut. Tetapi, Tio Lian Cu yang jelas
bergerak dengan Ilmu Hoa San Pay sama dengan dirinya, justru
dengan mudah mengalahkan, mematahkan dan mengembalikan
semua serangannya. Bahkan berkali-kali mempermalukannya di
hadapan banyak anak murid Hoa San Pay. Tetapi, Ciok Ciam
Liong masih ingin mencoba dan menyerang kembali. Tiba-tiba dia
membentak marah dengan suara menggelegar:
“Awas kau …..”
Sekali ini dia menyerang dengan Salah satu Ilmu Pusaka ilmu
pukulan Jit gwat it sian kun (pukulan matahari dan rembulan satu
garis). Ilmu ini sebenarnya sudah tidak dikenali lagi oleh banyak
tokoh Hoa San Pay sampai pada 7,8 tahun silam. Sampai tahutahu
ilmu ini memakan korban dan membunuh sampai 3 anak
murid Hoa San Pay yang dinominasikan sebagai Calon
Ciangbudjin. Dan melihat Ciok Ciam Liong sudah membuka
serangan dengan ilmu itu, Tio Lian Cu mengernyitkan keningnya.
Tetapi, dia sama sekali tidak ayal karena dia mengenal dan
834
sangat menguasai Ilmu Pukulan yang memang hebat dan mujijat
itu.
“Hmmmm, boleh juga engkau menguasai Jit Gwat It Sian Kun ….
sayang engkau tersesat dan memalukan perguruan. Engkau lihat
bagaimana kutaklukkan Ilmu yang banyak makan korban anak
murid perguruan kita itu …..” sambil berkata demikian, Tio Lian
Cu kemudian mengikuti gerak dan gaya Ciok Ciam Liong dan ikut
menggunakan Ilmu itu dalam menyerang dan bertahan.
Akibatnya hebat dan luar biasa. Tetapi sekali ini terlihat agak lain.
Tio Lian Cu bergerak lebih lambat namun jelas lebih kokoh baik
dalam menyerang maupun menghadapi semua pukulan Ciok
CIam Liong. Sementara meski Ciok Ciam Liong lebih cepat dan
lebih bervariasi, namun terlihat jelas jika memang ilmu itu sudah
banyak berubah dari aslinya. Ataupun sudah cukup banyak
modifikasi dan perubahan dilakukan atas ilmu itu. Melihat semua
itu, Tio Lian Cu yang sangat memahami ilmu itu karena
mempelajari inti sarinya segera kembali berkata:
“Engkau rupanya sudah menerima ajaran yang tidak murni lagi
….. sayang sekali, padahal engkau mengaku sebagai Ciangbudjin
Hoa San Pay. Sekarang mari engkau lihat dan saksikan
835
bagaimana Ilmu simpanan Hoa San Pay itu seharusnya
dimainkan dan digunakan, lihat manfaatnya ….”
“Ini jurus Cuan-im-teh gwat (menembusi awan memetik
rembulan), hati-hati dengan pundak kanan dan bagian dada
sebelah kirimu …….” Sambil berkata dmeikian Tio Lian Cu
menggerakkan kaki dan tangannya secara lambat. Tetapi
meskipun demikian, entah bagaimana dia tetap dapat mendahului
gerakan kaki Ciok Ciam Liong dan memapas persis pada saat
yang tepat dan membuat lawannya repot menangkis lengannya
yang mengarah bagian pundak dan dada sebelah kanan. Kendati
sebenarnya Tio Lian Cu sudah memberi peringatan terlebih
dahulu.
“Dan yang ini namanya adalah jurus Thian-li-hui-ko (perempuan
langit menangkis tombak), hati-hati dalam menjaga bagian perut
dan paha kirimu, jangan sampai engkau alpa ……” demikian Tio
Lian Cu yang sudah memegang kendali sepenuhnya. Memang
aneh untuk dijelaskan, dia bergerak lebih lambat dibandingkan
lawannya, tetapi ketika menyerang, dia menduduki posisi yang
sangat pas dan tepat sehingga pukulannya lebih dahulu
mengancam lawan. Dan sekali lagi Ciok Ciam Liong tergetar dan
kembali dalam posisi terserang dari yang tadinya bergerak
dengan jurus yang sama dengan yang diteriakkan Tio Lian Cu.
836
Sampai jurus ke 11 Ciok Ciam Cong lebih banyak dan lebih sering
terserang balik entah bagaimana ceritanya. Dia sendiri masih
belum paham sepenuhnya mengapa. Padahal, setiap kali Tio Lian
Cu berteriak serta memberitahu jurus serangannya, dia
mendahului menyerang dengan ilmu itu. Untung saja, saat itu Tio
Lian Cu memang seperti secara sengaja memberitahu banyak
orang, bahwa diapun memahami ilmu pusaka Hoa San Pay itu.
Bahkan mampu memahami dan menguasainya jauh lebih
sempurna. Dan setelah cukup, kembali dia berteriak dengan
suara nyaring:
“Dan sekarang, jagalah baik-baik Siau ci thian lam (matahari
tenggelam bianglala menyelimuti angkasa) …. engkau harus
menjaga agar bagian kepala, pundak dan lehermu tidak
terserembet seranganku. Sebaiknya berkonsentrasi disana,
karena intisari jurus ini adalah menyerang bagian atas …. hatihati,
karena sekali ini engkau harus menerima akibat yang lebih
keras ……”
Dan benar saja, Tio Lian Cu bergerak cepat setelah memunahkan
serangan lawan dan mencelat keatas mengancam dari sana. Ciok
Ciam Liong tahu bagaimana menghadapi jurus berbahaya itu,
tetapi entah mengapa setelah 3 kali menangkis, dia sadar bahwa
benar memang ada lowongan yang benar-benar terbuka di bagian
837
pundak sebelah kirinya. Dengan amat cepat kaki kanannya
bergeser selangkah, tetapi saat bersamaan dengan
pergeserannya, lengan mungil Tio Lian Cu sudah nyeleweng
masuk tanpa dapat diantisipasinya lagi:
“Bukkkkkkk ……… acccchhhhhhhh …”
Kembali Ciok Ciam Liong terdorong mundur, hanya sekali ini
mulutnya meneteskan darah tanda jika dia sudah terluka.
“Sudah kukatakan, majulah kalian berbareng ….. supaya lebih
cepat hukuman dapat kujatuhkan bagi mereka yang berjiwa
khianat …..”
Sementara itu, kekalahan Ciok Ciam Liong yang demikian mudah
dan sepertinya dipermainkan Tio Lian Cu sangat mengagetkan
Cia Nam. Maka ketika Ciok Ciam Liong memandang kearahnya,
keduanya saling mengangguk. Itulah sebuah isyarat. Dan
manakala keduanya kemudian maju berbareng, maka isyarat itu
sudah jelas makna dan artinya. Tetapi, Tio Lian Cu gembira:
“Hihihihi, sudah kukatakan sejak tadi, majulah berbareng biar
lebih mudah dan lebih cepat bagiku untuk menuntaskan hukuman
buat kalian gembong pengkhianat di Hoa San Pay. Biar
menghemat waktuku …… apakah kalian juga tidak sebaiknya
838
turun tangan bersama mereka berdua …”? Tio Lian Cu
memandang keempat orang lainnya dengan tatapan tajam.
Tetapi, tiga orang lain mundur-mundur ketakutan, sementara
yang seorang lagi tetap berdiam ditempat dengan tenangnya.
Diam-diam Tio Lian Cu mencatat bahwa inilah lawan yang
sebenarnya.
Sementara itu Cia Nam sudah maju membantu Ciok Ciam Liong
yang sedikit terluka oleh serangan Tio Lian Cu tadi. Kini melihat
mereka berdua maju bersama, meski masih tetap kurang yakin,
tetapi Ciok Ciam Liong merasa lebih tenang dibanding bertarung
sendirian. Saat itu suara serius Tio Lian Cu terdengar:
“Kutegaskan kepada kalian berdua sekali lagi, dengan memberi
pilihan. Dan ini adalah penegasanku yang terakhir kalianya bagi
kalian berdua: “segeralah bertobat maka hukuman kalian lebih
ringan. Tetapi jika tidak, maka hukuman yang akan kujatuhkan
akan lebih menyakitkan bagi kalian berdua …..”
Tetapi jawaban atas tawaran Tio Lian Cu adalah serangan
bersama Cia Nam dan juga Ciok Ciam Liong. Bukan serangan
biasa, karena keduanya menyerang dengan jurus dan gaya
berbeda dan dari kedua jenis ilmu yang terhitung hebat dan luar
biasa di kalangan anak murid Hoa San Pay. Jika Ciok Ciam Liong
839
tetap menggunakan Ilmu Jit Gwat It Sian Kun, maka Cia Nam
menggunakan sebatang tongkat pendek dalam Ilmu Thian Lo Sin
Kuay Hhoat (Ilmu Silat Tongkat Sakti Jatuh Dari Langit). Ilmu ini
juga dikenal oleh anak murid Hoa San Pay, tetapi permainan Cia
Nam berbeda jauh dan lebih berisi dibanding dengan yang
diketahui banyak orang. Melihat hal itu, Tio Lian Cu tersenyum
dan berkata dengan suara keren:
“Hmmmmm, boleh juga engkau memainkannya, meski sudah
berubah tetapi cukup hebat dan baik, setidaknya melebihi yang
dilatih kebanyakan murid Hoa San Pay. Hanya sayang, terlampau
banyak variasi dan bunga-bunga kembangannya yang tidak
berguna. Nach, baik-baik dan jagalah agar engkau tidak kena
hukumanku …..”
Serangan Ciok Ciam Liong dan Cia Nam dengan segera
mengejar Tio Lian Cu. Tapi sekali ini, Lian Cu memainkan salah
satu ilmu pusaka Hoa San Pay, yakni ilmu sakti Tiang-kun Siptoan
kim. Intisari Ilmu ini sudah lama lenyap dari Hoa San Pay
meski masih tetap diajarkan kepada anak murid mereka. Padahal,
Ilmu ini terhitung pelajaran mujijat yang membuat orang yang
menggunakannya, meski kalah tinggi ilmunya tapi mampi
memberi perlawanan hebat tanpa takut terkalahkan. Dan dengan
Ilmu ini Tio Lian Cu menjajaki pergerakan jurus serangan lawan.
840
Lawan bergerak cepat dia jadi gesit namun kokoh, lawan menguat
dia jadi licin dan lemas. Dan dengan cara tersebut dia dapat
mengukur jika tingkat Ciok Ciam Liong dan Cia Nam, memang
sudah cukup hebat dan akan mampu melawan dan menandingi
Kheng seng Taysu, suhunya yang mula mula. Tetapi, jelas masih
belum akan mampu untuk melawan atau mengimbangi seorang
Bun Thian Pah.
Setelah melihat permainan kedua orang itu, Tio Lian Cu merasa
sudah cukup main main dengan kedua pengkhianat itu. Apalagi
mengingat mereka enggan untuk tobat dan minta maaf atau
menyesali perbuatannya. Setelah berpikir demikian, Tio Lian Cu
tiba-tiba bergerak cepat dengan menggunakan Ilmu Hong In Pat
Jiauw (Ilmu Delapan Cengkeraman Angin dan Mega). Dan
bahkan dengan memadukannnya dengan Ilmu Pa Hiat Sin Kong
(Ilmu Sakti Menotok Jalan Darah). Dia dengan cepat mendesak
lawan-lawannya dan tiba-tiba dia melihat lowongan yang pas
untuk segera menjatuhkan salah seorang lawannya. Segera dia
mengerahkan tenaga dan mengatur kecepatannya dan kemudian
membentak hebat:
“Jatuh …….. “
841
Seiring dengan itu tubuh Ciok Ciam Liong terdorong atau tepatnya
terlontar jauh ke belakang dan ketika melayang sudah dalam
keadaan pingsan. Sementara itu, Cia Nam masih sempat
menangkis dengan tongkatnya, tetapi Tio Lian Cu yang merasa
sudah cukup, segera menggerakkan lengannya dan menotok Cia
Nam roboh dan jatuh tertotok. Dalam waktu yang tidak lama, Tio
Lian Cu menjatuhkan kedua lawannya dan sangat bisa dipastikan
keduanya terluka berat oleh pukulan Tio Lian Cu.
Seiring dengan jatuhnya Ciok Ciam Liong dan Cia Nam, terdengar
teriakan dan sorakan menggema di banyak sudut lapangan
tersebut. Hal itu menandakan bahwa memang banyak murid Hoa
San Pay yang senang dan menunggu runtuhnya kepemimpinan
para pemberontak itu. Melihat keadaan yang sangat tidak
menguntungkan, ketiga tokoh Hoa San Pay lainnya yang tadi
datang menemui Tio Lian Cu dengan sikap garang, segera maju
kehadapan Lian Cu sambil berkata dengan nada penuh
penyesalan:
“Kami mengaku bersalah dan siap menerima hukuman …….”
Tio Lian Cu mengangkat tangannya untuk menghentikan teriakan
dan sorakan yang menyambut kemenangannya. Setelah itu dia
842
memandang kearah Ciok Ciam Liong dan Cia Nam untuk
kemudian berkata dengan suara tegas dan keras:
“Aku menghukum engkau yang merebut kedudukan Ciangbudjin
dengan memunahkan Ilmu Silatmu …… selanjutnya engkau akan
hidup di penjara perguruan Hoa San Pay. Dan engkau, karena
bukan tokoh utama tetapi terbujuk untuk berkhianat, maka aku
melukaimu secara berat. Jangan pernah berani mengerahkan
tenaga iweekangmu selama setahun ini, sebab jika engkau
lakukan, maka tenaga murnimu akan perlahan membuyar dengan
sendirinya dan tidak dapat engkau latih kembali. Setelah setahun,
akan dilihat, apakah kelakuanmu berobah atau tidak ……..”
Mendengar perkataan Tio Lian Cu, bukan main sedihnya Cia
Nam. Tetapi, dia masih bersyukur karena tidak dihukum mati atau
dipunahkan kepandaiannya. Tetapi, waktu setahun terhitung lama
juga baginya. Hanya, mengingat bahwa dia masih diberikan
kesempatan untuk bertobat, terasa menyenangkan juga dalam
hatinya meski harus hidup dalam tahanan selama setahun.
Keadaan Cia Nam memang masih lebih baik jika dibandingkan
dengan Ciok Ciam Liong yang langsung pingsan tidak sadarkan
dirinya setelah terkena pukulan Lian Cu.
843
Bersamaan dengan itu, tiba-tiba terlihat memasuki lapangan Bun
Thian Pah dan segera bergabung bersama dengan Kheng Seng
Taysu, Le Goan Kay, Tan Goak Keng dan juga seluruh anak murid
dan tokoh Hoa San Pay lainnya. Terlihat Bok Hong Ek yang
selama sepuluh tahun terakhir berada dalam pendidikan hebat
seorang Bun Thian Pah. Dan begitu mereka semua menyatu,
Kheng Seng Taysu segera menghadap Tio Lian Cu dan berkata
dengan suara yang dapat didengarkan banyak orang di lapangan
tersebut, bahkan di sudut-sudut lapangan:
“Menemui Pemegang Po Kiam Hoa San Pay ……..”
“Accch, Suhu …….”
“Tidak berani …… tidak berani ……” Kheng Seng Taysu mengerti
dengan kedudukan Tio Lian Cu. Memang dia adalah Suhu gadis
itu, bahkan ornag yang memelihara dan mengurusnya sejak
masih berusia sangat muda, masih dibawah 5 tahun. Tetapi, itu
semua sebelum Tio Lian Cu dipilih dan diangkat menjadi pewaris
Thian Hoat Tosu. Tetapi siapa sangka, dia juga adalah pemegang
Toa Hong Po Kiam yang membuat kedudukannya bahkan kini
sudah mengatasi Suhunya sendiri, Thian Hoat Tosu? Benarbenar
kejadian yang sangat mencengangkan tapi
menggembirakan.
844
“Baiklah, jika demikian, bagaimana kabar berita dari para murid
Hoa San Pay yang berkhianat Toa Suheng ……”? pada akhirnya
Tio Lian Cu bertanya kepada Bun Thian Pah, tokoh tua yang
selama beberapa waktu tidak menemani Tio Lian Cu, tetapi sudah
langsung melakukan pembersihan di Hoa San Pay.
“Lapor kepada Pemegang Hoa San Po Kiam, Sute Suma Cong
Beng dan para murid pengkhianat lainnya dilaporkan sedang
berada bersama kelompok penjahat di Lok Eng Hong. Tetapi,
ketika mengejar ke puncak itu, ternyata markas itu sudah
dibiarkan kosong dan konon sudah beberapa hari lalu mereka
bersama hampir 200an orang sudah menuju ke tempat lain yang
dirahasiakan. Kelihatannya mereka sudah menerima perintah
untuk segera bergerak …….”
Mendengar laporan Bun Thian Pah, bukan hanya Tio Lian Cu
yang kaget, tetapi juga orang aneh yang masih belum menyerah
dan tetap berdiri tenang di tempatnya, juga terlihat terkejut.
Kelihatan jelas dia mendengar dengan sangat terejut, tetapi
hebat, karena dengan cepat dia menguasai diri. Sementara Tio
Lian Cu segera berkata:
“Baiklah, jika memang demikian, kita dapat mengejarnya dan
menghukum anak murid kita yang ikut ambil bagian dalam
845
kegiatan yang meresahkan itu. Bahkan, sejak hari ini kutetapkan
mereka semua bukan lagi anak murid Hoa San Pay, dan kita
semua wajib memberi hukuman kepada para pengkhianat itu.
Tetapi sebelum keluar mengejar mereka, bagaimana pula nasib
dan hukuman mereka-mereka yang sudah berkomplot dengan
mereka dan berkhianat di Hoa San Pay ……”?
“Anak murid Hoa San Pay yang ikut berkhianat hampir semua
sudah meninggalkan Perguruan dan bergabung ke puncak Lok
Eng Hong. Tetapi, sayangnya mereka semuapun sudah pergi
bersama rombongan rombongan besar entah kemana. Yang
tertinggal di perguruan kita tinggal lebih kurang 15 orang, dan
yang sepuluh lainnya sudah dibekuk tinggal 5 orang yang sudah
menyerah yang berada di hadapan kita semua ……” lapor Bun
Thian Pah.
“Baiklah, jika memang demikian mohon Toa Suheng untuk
menghukum mereka semua para pengkhianat itu dan tempatkan
di penjara partai kita. Kecuali Ciok Ciam Liong, kepandaiannya
sudah kupunahkan ……”
“Baik ……. melaksanakan perintah …….”
846
Tidak lama kemudian Bun Thian Pah terlihat bercakap-cakap
dengan Kheng Seng Taysu seperti merundingkan sesuatu.
Bersama mereka berdua juga bergabung Le Goan Kay dan Tan
Goan Keng dan merekapun berbisik-bisik seorang dengan yang
lain. Sementara itu Tio Lian Cu sudah menghadapi si orang asing
yang masih tetap tenang berada disitu seperti tidak takut jika
dirinya nantinya dikerubuti anak murid Hoa San Pay. Melihat
keadaannya, Tio Lian Cu terkejut juga, karena tokoh itu ternyata
masih cukup muda, paling banyak berusia 30 tahunan. Tetapi
perawakannya yang tinggi besar, ketenangannya yang menonjol
dan tatap matanya yang tidak menyiratkan sedikitpun rasa cemas
dan takut sudah membuat Lian Cu waspada. Karena itu, dia
dengan perlahan menatap tokoh itu dan kemudian bertanya:
“Siapa gerangan anda …… apakah juga anak murid Hoa San Pay
ataukah tamu undangan dari Ciok Ciam Liong si murid durhakan
…..”?
“Mau dibilang anak murid Hoa San Pay, boleh juga ….. tetapi,
dihitung bukan anak murid Hoa San Pay, tepat juga …….. aku
memang datang mengunjungi Ciok Ciam Liong untuk
menanyakan satu urusan …. tetapi sayang nampaknya dia tidak
mungkin lagi dapat menjelaskan sesuatu apapun kepadaku ……”
847
“Hmmmmm, apa maksudmu dengan kalimat mau dibilang murid
Hoa San Pay bukan mau dibilang bukan murid Hoa San Pay juga
bukan, sebaiknya engkau jelaskan secara rinci dan tidak berputar
putar …..”?
“Karena Suhuku adalah Liok Kong Djie, dan menurut penutusan
Suhu, dia orang tua sudah diusir keluar dari perguruan Hoa San
Pay ini, jadi statusku sudah cukup jelas kiranya bagi kalian semua
…….”
Kalimat itu diucapkan dengan santai saja, tidak keras tidak
perlahan. Tetapi akibatnya sungguh mengejutkan semua orang.
Terutama Bun Thian Pah, Kheng Seng Taysu dan semua adik
seperguruan mereka ………
“Apakah engkau mencari jejak Suma Cong Beng ……”? terdengar
Kheng Seng Taysu bertanya dengan nada menyelidik.
“Locianpwee, tepat sekali, aku memang ditugaskan untuk mencari
jejak suhengku itu. Dapatkah Locianpwee kiranya menerangkan
kemana gerangan Suheng pergi agar aku dapat menyusul dia
orang ……”? jawab orang muda itu tetap tenang dan tidak terlihat
sedikitpun bersikap ketakutan.
848
“Siapa sesungguhnya engkau anak muda ….……”? tanya Kheng
Seng Taysu masih dengan sikap terkejut.
“Namaku adalah Lui beng Wan, kebetulan orang-orang
memanggil dan juga menjuluki aku dengan nama kosong Si Hun
Koay Sat Jiu (Tangan Aneh Pembetot Sukma), murid terakhir Liok
Kong Djie Suhu …….”
“Apakah niatmu datang adalah untuk mengacaukan perguruan
Suhumu, Hoa San Pay kami ini, anak muda …..”?
“Sama sekali bukan. Meksipun Suhu sudah lama dikeluarkan,
tetapi dia tidak pernah ingin Hoa San Pay dicederai. Meski dia
ingin anak muridnya menguasai Hoa San Pay dengan cara
apapun, tetapi dia tidak menginginkan Hoa San Pay dibawa
mengubah aliran dan tradisinya …… hal itu aku tahu dengan jelas
……”
“Aaaaaaaccchhhhh, syukurlah …. tetapi sayang sekali,
Suhengmu itu sudah secara kelewatan turun tangan membunuh
3 orang sutitnya sendiri dan kemudian bersekutu dengan
komplotan yang tidak ketahuan identitas dan tujuannya. Semoga
saja tidak membawa kerusuhan di dunia Kang Ouw …”
849
“Sayang sekali, Suhu memang pernah merestui dan memberinya
ijin untuk menguasai Hoa San Pay. Bahkan dengan cara apapun
yang memungkinkan. Karena itu, aku tak dapat menyalahkan
Suma Suheng ……”
“Hmmmm, jika demikian, apa yang akan engkau lakukan terhadap
Hoa San Pay saat ini setelah menyaksikan akibat dari perbuatan
suhengmu ….”?
“Aku tidak akan melakukan apapun juga, karena ternyata orang
yang diangkat Suheng menjadi Ciangbudjin terlampau lemah dan
tidak punya guna. Tetapi, aku akan mencoba kepandaian orang
yang memegang Toa Hong Kiam …… hanya ingin mengetahui
apakah Perguruan kebanggaan Suhu dipegang tokoh yang tepat
ataukah tidak …” kalimat itu diucapkan dengan nada datar, nyaris
tanpa emosi. Padahal, kalimat tadi jelas-jelas adalah tantangan
terhadap Tio Lian Cu.
Mendengar namanya terbawa-bawa dalam percakapan antara
Kheng Seng Taysu dengan si anak muda yang mengaku bernama
Lui Beng Wan, Tio Lian Cu tertarik. Terlebih ketika tantangan itu
diajukan kepadanya secara langsung dihadapan semua anak
murid Hoa San Pay yang nyaris semua kini berada di lapangan
tersebut. Jelas dia tidak akan mundur dan akan menghadapi
850
penantangnya itu, meski dia paham lawannya jauh lebih hebat
dibandingkan Ciok Ciam Liong dan Cia Nam ……
“Hmmmmm, jadi engkau murid dari Liok Kong Djie, murid usiran
dari Hoa San Pay. Baik, kalau engkau ingin menantangku, aku
akan menerimanya dengan senang hati dan akan kubuktikan jika
masa depan Hoa San Pay akan sangat cerah kedepannya”
berkata Tio Lian Cu dengan nada tawar, berusaha tidak terbawa
emosi oleh tantangan yang diajukan Lui beng Wan tadi.
“Nona Tio, aku tahu engkau sangat hebat. Meskipun begitu, aku
memiliki keyakinan akan mampu untuk menghadapimu. Dan
sesungguhnya, adalah karena amanat untuk mencobai
kehebatan Ciangbudjin atau tokoh terhebat Hoa San Pay dari
Suhu yang membuatku harus mengajukan tantangan ini. Melihat
kemampuan Ciok Ciangbudjin tadi, sesungguhnya aku sudah
tidak berminat mencobanya, tetapi mengetahui bahwa tokoh
tertinggi adalah pemegang Toa Hong Kiam, maka akupun
memberanikan diri untuk menantangmu berpibu. Kelak, setelah
pibu ini, aku akan pulang guna menghadap Suhu dan melaporkan
hasilnya …….”
Bukan main kagetnya semua orang. Bun Thian Pah sudah kaget
mendengar Lui Beng Wan adalah murid bungsu Liok Kong Djie,
851
bahkan dia tahu jika anak muda itu malah mungkin masih lebih
hebat ketimbang Suma Cong Beng. Gerak-gerik, kepercayaan
diri, ketenangan dan kata-kata pemuda itu sungguh
membayangkan kehebatan tersembunyi dari anak muda itu.
Apalagi mengingat bahwa anak muda itu kelihatannya adalah
gemblengan Liok Kong Djie dan dipersiapkan secara khusus.
Diam-diam Buan Thian Pah mengkhawatirkan siauw sumoynya
yang meski dia tahu sangat lihay, tetapi masih kurang
pengalaman. “Apakah siauw sumoy mampu menghadapinya
……? Tanpa terasa dia berkata dengan nada tergetar:
“Siauw sumoy, apakah engkau …. apakah engkau …..”
“Toa Suheng, tenang saja ….. saat ini aku ingin mengirim pesan
kepada Liok Kong Dji Susiok untuk tidak khawatir dengan Hoa san
Pay kita …… jangan takut, sumoymu akan berusaha sekuat
tenaga dan yakin akan mampu membuat mata mereka lebih
terbuka dan sadar kalau Hoa San Pay tak perlu dikhawatirkan
perkembangannya …..”
“Hmmmm, sungguh bersemangat …. akupun akan berusaha
menunjukkan bahwa aku mampu menandingimu nona …… mari
kita mulai …..”
852
“Apakah kita akan bersenjata atau bertangan kosong Lui toako
…..”? tanya Tio Lian Cu melihat Lui Beng Wan tidak memegang
senjata.
“Bukankah Hoa San Pay memiliki keistimewaan baik dengan
tangan kosong maupun dengan senjata? Adalah baik jika kita bisa
merasa bebas, baik menggunakan senjata atau dengan tangan
kosong ……”
“Baik ……. akupun sepakat ……”
“Silahkan Nona Tio …. Engkau boleh memulai ….”
Tanpa diperintah lebar dan luas lapangan dengan sendirinya
kembali memanjang dan melebar ketika para murid dengan
sendirinya mundur dan memberi ruang yang lebih kepada kedua
orang di tengah lapangan melakukan pibu. Bahkan Bun Thian
Pah juga meminta para sute dan sutitnya untuk menjauh dan
memberi tempat yang luang bagi Tio Lian Cu dan Lui Beng Wan.
“Nampaknya kita akan menyaksikan pameran ilmu-ilmu rahasia
Hoa San Pay yang selama ini tersimpan oleh Liok Kong Dji dan
Thian Hoat Tosu …..” bisik Bun Thian Pah kepada para sute,
muridnya dan juga keponakan muridnya. Dan semua
mengangguk dengan rasa tegang yang mulai mencekam ……..
853
Sementara itu, Lui Beng Wan dan Tio Lian Cu sendiri sudah siap
di tengah lapangan. Diam-diam Lui Beng Wan membatin:
“kelihatannya Nona Tio ini memang bukanlah tokoh
sembarangan, apakah aku mampu mengalahkannya atau tidak,
masih sulit untuk diramalkan. Hmmmm, lihat saja nanti…….”.
Padahal, di pihak Tio Lian Cu sendiri sebenarnya juga memiliki
pikiran yang sama ….. hal ini terutama lahir setelah adu pandang
mata yang tentunya didorong oleh kekuatan dalam yang tak
nampak oleh orang luar atau penonton yang berada di sekeliling
mereka. Babak itu sebetulnya sudah meninggalkan kesan bagi
keduanya, bahwa sekali ini mereka menghadapi atau sedang
berhadapan dengan lawan yang tidak lemah.
“Lui toako, awas ……” diiringi dengan desisan lirih Tio Lian Cu
menerjang maju dengan kecepatan luar biasa. Kedua lengannya
bergerak-gerak hebat dengan memainkan kedua jurus silih
berganti, yakni Ilmu Hong In Pat Jiauw (Ilmu Delapan
Cengkeraman angin dan Mega) dan Ilmu Pa Hiat Sin Kong (Ilmu
Sakti Menotok Jalan Darah). Kali ini jelas berbeda dengan ketika
Tio Lian Cu menghadapi Ciok Ciam Liong tadi, bahkan juga ketika
menghadapi keroyokan Cia Nam dan Ciok Ciam Liong. Dia
memang sudah mengerahkan iweekang Siauw Thian Sian Kang
sampai 5 bagian hingga baik totokan maupun pukulan
854
cengkeramannya membawa bahaya yang luar biasa. Dan Lui
Beng Wan kelihatannya mengerti dengan keadaan ini.
Hebatnya, Lui Beng Wan kemudian juga bersilat dengan ilmu
yang sama. Tetapi, dapat dilihat semua orang jika kedua orang
yang sedang bersilat itu memiliki keistimewaan yang berbeda. Lui
Beng Wan terlihat lebih mantap dan lebih matang serta variasinya
masih jauh lebih banyak, sementara di pihak Tio Lian Cu memiliki
kematangan iweekang dan mampu mengatasi kecepatan Lui
beng Wan. Tio Lian Cu masih menang gesit dan cepat dalam
melakukan pergerakan, baik lewat penyerangan maupun ketika
sedang bertahan. Selain itu, Tio Lian Cu terlihat lebih murni dan
kokoh, sehingga sering dia bergerak dengan lebih sedikit gerakan
sementara Lui Beng Wan bergerak lebih sering dan lebih banyak.
Perbedaan itu langsung kelihatan begitu mereka bergebrak dan
menjadi semakin jelas bagi semua penonton manakala semakin
lama mereka bertarung. Karena toch mereka bertarung dengan
sama-sama menggunakan ilmu-ilmu dan juga jurus-jurus yang
sama dan serupa. Sesuai minat Liok Kong Djie, maka ilmu-ilmu
Hoa San Pay menjadi lebih banyak variasinya, banyak
penyimpangannya yang kelihatannya disengaja. Sebaliknya, jelas
sekali jika Tio Lian Cu mewarisi kemurnian gerakan serta jurusjurus
ilmu Hoa San Pay yang asli. Hal ini dikarenakan dia mampu
855
menemukan Kitab Pusaka yang banyak membuka perspektif dan
wawasannya atas ilmu-ilmu rahasia Hoa San Pay tersebut.
Kelebihannya dalam kemurnian Ilmu Hoa San Pay sangat jelas
dimata para ahli ilmu silat Hoa San Pay, dan ini menjadi nilai
tambah keberpihakannya mereka.
Fakta yang tersaji itu membuat Bun Thian Pah akhirnya mulai
berkurang kekhawatiran dan kecemasannya. Sebaliknya, dia
malahan sudah mulai mengamati secara lebih serius dan
mendalam setiap gerakan dan setiap tipu serta strategi yang
dikembangkan baik Tio Lian Cu berdasarkan Ilmu-Ilmu andalan
Hoa San Pay. Dia memang kurang tertarik memperhatikan Lui
Beng Wan karena tahu sekali bahwa gerakan-gerakannya sudah
banyak kembangan dan variasi dan sudah tidak murni lagi.
Berbeda jauh dengan Tio Lian Cu yang dia tahu betul latar
belakang dan siapa tokoh yang mengasuh dan melatihnya. Tapi,
meskipun demikian, pertarungan antar saudara seperguruan ini
terus berlangsung menarik, dan keduanya berusaha untuk
sedapatnya menaklukkan lawan. Tetapi, setelah berlangsung
beberapa jurus, kedua tokoh yang bertarung sudah segera sadar,
bahwa pibu tersebut bakalan berlangsung panjang dan lama.
Karena dalam tipu, ginkang dan sinkang, mereka terpaut tidak
terlampau jauh.
856
Bagi banyak orang, terutama tokoh-tokoh Hoa San Pay kelas
utama, pertarungan hebat itu sungguh-sungguh penuh pelajaran.
Mereka seperti disuguhi pertempuran dengan praktek yang tepat
tentang bagaimana jurus-jurus dari Ilmu Pusaka Hoa San Pay
dimainkan secara demikian hebatnya. Baik Tio Lian Cu yang
bersilat dengan gerakan-gerakan yang asli dan mengandung
demikian banyak rahasia yang belum mereka tahu, maupun Lui
Beng Wan yang demikian bervariasi. Tetapi, keduanya, Tio Lian
Cu dan Lui Beng Wan, lengkap dengan kelebihan dan
kekurangan masing-masing, memainkan Ilmu-ilmu Hoa San Pay
dengan sangat baiknya. Mereka berdua saling serang dan juga
saling bertahan dengan ilmu-ilmu murni dan asli dari Hoa San Pay
dan memainkannya dalan tingkat penguasaan yang sangat tinggi.
Setelah memainkan kombinasi Ilmu Hong In Pat Jiauw (Ilmu
Delapan Cengkeraman angin dan Mega) dan Ilmu Pa Hiat Sin
Kong (Ilmu Sakti Menotok Jalan Darah), keduanya sudah
meninggalkan jejak dan ingatan mendalam bagi banyak orang.
Terutama penonton yang adalah tokoh-tokoh utama Hoa San
Pay. Bahkan Bun Thian Pah sendiri sampai bergumam: “tingkat
keduanya bahkan tidak berada di sebelah bawah kemampuanku,
atau bahkan mungkin lebih …… sungguh-sungguh Thian Hoat
Supek dan Liok Kong Djie Supek adalah manusia-manusia luar
857
biasa bagi Hoa San Pay kita ……” memang benar, dalam
penggunaan kedua Ilmu hebat Hoa San Pay tadi, baik Tio Lian Cu
maupun Lui Beng Wan mampu memainkannya nyaris tanpa cela.
Dan selain itu, keduanya mampu melakukannya dengan
kemampuan Iweekang yang hebat dan membuat semua orang
terkejut serta kagum. Yang membuat mereka semakin kagum
adalah Tio Lian Cu yang masih demikian muda namun kekuatan
iweekangnya tidak tertinggal Lui Beng Wan. Mana mereka tahu
jika untuk itu Thian Hoat Tosu harus sampai meminta jauh-jauh
mengunjungi Thian Cong San untuk memintakan bantuan
sahabatnya yang mujijat di sana?
Bahkan ketika mereka berdua kembali beradu dalam ilmu yang
lain lagi, yakni Ilmu Leng Wan Sip-pat Pian (Delapan Belas Jurus
Ilmu Silat Kera Sakti) ciri khas dan keunggulan masing-masing
dengan segera kembali tersaji dengan nyata. Dalam jurus ini Lui
Beng Wan lebih terlihat menguasai karena memang kemungkinan
pergerakan seekor kera lebih sulit diantisipasi. Karena itu, variasi
yang ditambahkan olehnya membuatnya mampu meningkatkan
peluang dan kemungkinan gerak dan jurus baru. Sementara Tio
Lian Cu benar-benar berpegang pada ajaran Suhunya, selain
memang, juga masih kurang pengalaman dibandingkan dengan
lawannya yang berusia lebih. Tetapi, meski sedikit didesak,
858
tidaklah berarti Tio Lian Cu kehilangan pegangan. Tetap saja dia
mampu memberi perlawanan dan bahkan dalam waktu tak lama
kembali menyeimbangkan keadaan dan tidak jatuh dibawa angin.
Bahkan anehnya, perlahan-lahan dia mampu membalikkan
keadaan dengan mendesak balik Lui Beng Wan. Bukan apa-apa,
pelajarannya dalam Ilmu ini justru menanjak jauh lebih hebat
begitu digunakan dalam pertarungan yang sesungguhnya.
Sesungguhnya Tio Lian Cu, lebih memahami “kera” jika
dibandingkan dengan Lui Beng Wan. Karena melalui Koay Ji, dia
belajar bagaimana berbicara dan berkomunikasi dengan seekor
kera. Dan kemampuan hebat itu bahkan semakin terasah baik
ketika balik ke Hoa San Pay serta membuatnya lebih mengenali
bagaimana keadaan dan gerak istimewa seekor kera. Di Hoa San
Pay dia menjumpai banyak kera yang dari mereka dia belajar
banyak dank arena itu, gaya dan “penjiwaannya” justru lebih unik
dan tepat.
Tetapi begitupun, setelah seluruh ilmu dikerahkan, Tio Lian Cu
tetap saja tak mampu mengalahkan lawannya dengan segala
keunggulannya itu, dia hanya mampu sedikit mengungguli Lui
Beng Wan. Apalagi karena dalam ilmu terakhir keduanya
memahami dengan jelas dasar-dasar ilmu itu dan tahu dimana
kehebatan setiap jurus yang sedang dikerahkan. Adalah Lui Beng
859
Wan yang kemudian memulai lagi dengan Ilmu Pukulan terhebat
yang dimiliki Hoa San Pay. Dan apalagi jika bukan ilmu mujijat
yang dikenal dengan nama Ilmu Pukulan Jit Gwat It Sian Kun
(Pukulan Matahari dan Rembulan Satu Garis). Ilmu ini
sesungguhnya hanya dikuasai segelintir tokoh utama Hoa San
Pay, termasuk Liok Kong Djie. Hanya tokoh-tokoh berbakat bagus
sajalah yang diberi pelajaran penuh atas ilmu ini. Dan tidak
banyak tokoh Hoa San Pay yang memiliki bakat istimewa untuk
menguasai sepenuhnya ilmu ini.
Mengapa demikian istimewa ilmu itu dan terbatas mereka yang
mewarisinya? Karena sebenarnya, Ilmu ini sangat banyak
menggunakan kedalaman dan kekuatan Iweekang. Sementara
iweekang pendorongnya, Siauw Thian Sian Kang, hanya dapat
diwarisi oleh mereka yang bertulang baik karena berbeda dengan
iweekang aliran perguruan lain seperti Siauw Lim Sie maupun bu
Tong. Itulah sebabnya ketika Lui Beng Wan memulai, banyak
yang menarik nafas terkejut. Sangat terkejut malah. Mereka
berpikir, akankah Tio Lian Cu mampu mengimbangi dan menahan
serangan-serangan dengan ilmu mujijat itu? Apalagi saat melihat
Tio Lian Cu juga sama memainkan ilmu tersebut dan dengan
tingkat kemampuan yang nyaris sama hebatnya. Maka keduanya
kembali terlihat seperti sedang berlatih, tetapi dengan tingkat
860
resiko yang jauh lebih mengerikan. Karena sekali tersentuh,
jangankan langsung terkena, tersentuh saja sudah merupakan
maut dan bahaya besar bagi lawan.
Tetapi begitupun, beberapa kali mereka melakukan adu pukulan,
terlihat jika kedua orang itu sudah mencapai tingkatan
penguasaan yang boleh dikatakan dalam atas Ilmu itu. Bahkan
Bun Thian Pah seornag yang paham bahwa keduanya menahan
diri untuk tidak saling melukai lawan dan membatasi penggunaan
iweekang masing-masing. Keduanya terlihat sudah mampu
mengendalikan diri dan tidak sampai saling melukai, sebab jika itu
terjadi dengan kemampuan yang setingkat, keduanya akan jatuh
terluka sama parahnya dan sama beratnya. Bun Thian Pah diamdiam
mengagumi keduanya, terlebih mengagumi Tio Lian Cu
yang dipandangnya meski masih muda, tetapi dapat menjadi
solusi yang sempurna untuk membenahi Hoa San Pay. Sampai
pada tingkatan mampu menahan diri dan menyimpan tenaga,
ternyata keduanya tetap bermampuan memperlihatkan
keunggulan mereka jika dibanding tokoh Hoa San Pay lainnya.
Mungkin hanya Bun Thian Pah yang mampu memadai dengan
mereka, terutama karena memang kekutan iweekangnya yang
sudah demikian tinggi. Dan setelah melihat kenyataan itu, Lui
Beng Wan kemudian berkata:
861
“Tio Kouwnio …… hati-hati ,,,,,,, aku akan memainkan ilmu-ilmu
yang lain …..”
Sambil berkata demikian, Lui Beng Wan tiba-tiba bergerak
dengan sebuah Ilmu Sakti, yakni Ilmu Mie Tjong Sin Poh (Ilmu
langkah sakti penghilang jejak). Ilmu ini bukan Ilmu Hoa San Pay,
tetapi ciptaan Liok Kong Djie dengan pendalamannya atas
beberapa tehnik ilmu dari luar dengan beberapa gerakan khas
Hoa San Pay. Dan sungguh hebat, apalagi karena dia
mengkombinasikan gerak itu dengan ilmu lain, yakni Ilmu Tiat Pi
Peh Chiu (Pukulan Tangan Besi). Ilmu ini juga merupakan ciptaan
Liok Kong Djie dengan upaya menggabungkan antara Ilmu Thiat
Sat Ciung (Pukulan Pasir Besi) dengan Ilmu Eng Jiaw Kong
(Cengkeraman Kuku Garuda). Penggabungan kedua ilmu
tersebut menjadi sangat berbahaya, jauh lebih berbahaya
dibanding kedua ilmu aslinya. Karena baik dengan cengkeraman
maupun dengan hembusan pukulan saja, Lui Beng Wan menjadi
sangat berbahaya. Tetapi, Tio Lian Cu segera saja tahu dimana
kehebatan ilmu lawan, dan dia tetap memilih ilmu Hoa San Pay
untuk meladeninya. Inilah Imu Tiang Kun Sip Toan Kim.
Sebenarnya Tio Lian Cu sempat berpikir akan menggunakan Ilmu
Pukulan Sam Im Ciang yang hebat, warisan Bu In Sin Liong
kepadanya. Tetapi ketika berpikir bahwa dia sedang bertindak
862
atas nama PEMBERI perintah tertinggi Hoa San Pay, dia
mengurungkan niatnya. Sebagai gantinya, dia segera
mengerahkan Ilmu Mujijat Hoa San Pay, tetapi yang berbeda jauh
dengan yang jejak yang masih tersisa di Hoa San Pay saat itu.
Ilmu Tiang Kun Sip Toan Kim saat itu, hanyalah kulitnya belaka
dan digunakan dengan prinsip yang kabur dan tidak lagi jelas.
Berbeda manakala Tio Lian Cu memainkannya melawan Lui Beng
Wan. Semua mata terbelalak, karena dengan sangat lincah,
ringan dan tidak kesulitan sama sekali, Tio Lian Cu menghadapi
Lui Beng Wan. Bukan hanya berlari dan menghindar, tetapi
memukul dan mendorong Lui Beng Wan dengan jenis pukulan
yang berbeda-beda. Kadang bersilat dan menggunakan Hoa San
Kun Hoat, namun kadang dia menggunakan cengkeraman angin
dan mega, tetapi saat lain dia kadang menggunakan jurus yang
tak dikenali siapapun. Seperti tanpa pola, tapi itulah polanya.
“Acccccch, tak disangka ternyata Ilmu Pusaka Tiang Kun Sip
Toan Kim dapat dimainkan sedemikian hebat dan mujijatnya …..”
diam-diam Bun Thian Pah membatin. Jelas dia kaget melihat
bagaimana caranya Tio Lian Cu melawan Lui Beng Wan dan kini
bahkan berada di atas angin dan membuat lawannya sedikit
kerepotan. Semakin kuat pukulan Lui Beng Wan, semakin cepat
dan gesit Tio Lian Cu bergerak, tetapi ketika dia mencoba
863
bergerak cepat mengimbangi Tio Lian Cu, gadis itu malah menjadi
lemas, licin dan bergerak tanpa pola. Setiap pergerakan Lui Beng
Wan, dilawan secara tepat oleh gerakan Lian Cu dan dan
membuatnya seperti bertanding tanpa pola ilmu yang pakem.
Semua terserah bagaimana Lui Beng Wan dalam bergerak
menyerang, dan Tio Lian Cu memainkan gaya dan ilmunya
secara konsisten. Bahkan matanya bersinar tajam dan bibirnya
tersenyum, sepertinya Tio Lian Cu semakin lama semakin mahir
dan mulai lebih menjiwai teori dari ilmu mujijatnya itu. Hal yang
sangat menggembirakannya.
Berkali-kali Lui Beng Wan menyerang, tetapi dengan cara
sederhana dan mudah saja, Lian Cu memunahkannya. Bukan
hanya itu, beberapa kali dengan cepat menyerang balik tanpa
ambisi menjatuhkannya dengan segera. Semakin hebat lawan
menyerang, semakin hebat pula daya serang baliknya. Lui Beng
Wan sadar:
“Astaga, engkau malah sudah menemukan titik kesempurnaan
Imu Tiang Kun Sip Toan Kim, engkau hebat Tio Kouwnio ……
tetapi, awas, aku mempunyai ilmu yang lain. Hati-hati karena ilmu
ini dapat menjadi tandingan ilmumu itu …….” sambil berkata
demikian, tiba-tiba Lui Beng Wan membentak:
864
“Wu Sin Si Hun Thay Hoat (Ilmu Pembingung Sukma) ….….”
sambil membentak dengan suara berwibawa dia bergerak dengan
jurus sederhana. Teramat sederhana malah dan telrihat banyak
orang.
Tetapi, jurus sederhana itu dengan cepat diantisipasi Tio Lian Cu
dan bahkan dengan cepat mendesak Lui Beng Wan. Lui beng
Wan kaget karena bentakannya dengan ilmu mujijat tidak
membawa pengaruh terhadap Tio Lian Cu. Harus dipahami,
setelah menggunakan Ilmu Mujijat yang sebenarnya Ilmu Sihir
melalui suara, biasanya Lui Beng Wan dengan menggunakan
jurus sederhana akan dapat dengan mudah memukul atau
menjatuhkan lawannya. Karena bentakannya memang ditujukan
untuk menyerang dan mempengaruhi semangat lawan, bahkan
memukul semangat lawan dengan telak agar kehilangan
keberanian dan semangat. Tetapi, tidak menghadapi Tio Lian Cu
yang sebenarnya, juga menguasai ilmu sejenis. Sebaliknya, gadis
itu malah sambil senyum berkata kepada Lui Beng Wan:
“Lui toako, Ilmu sihirmu tidak akan mempan menghadapiku ……..”
“Hahahahahahaha, sudahlah Tio Kouwnio ………. kita sudahi
sampai disini …..” sambil berkata demikian, Lui Beng Wan
meloncat mundur ke belakang sambil memandang kagum ke arah
865
Tio Lian Cu. Dan kemudian berkata kembali setelah melihat Tio
Lian Cu yang tidak mengejarnya dan membiarkannya melompat
mundur menjauhi arena:
“Tio Kouwnio .. dan semua saudara-saudara di Hoa San Pay,
betapa inginku mengaku sebagai murid Hoa San Pay, tetapi
sayang Suhuku sudah diusir dari sini. Tetapi, aku ingin
mengatakan sesuatu kepada Tio Kouwnio ….. entah mengapa
Suhuku sangat mendengar semua bujukan Suheng Suma Cong
Beng. Bahkan Suhu begitu sayang dan memanjakannya selama
ini. Karena itu, janganlah sampai membunuh Suheng, jika
memang suatu saat memutuskan untuk menghukumnya. Tio
Kouwnio bisa memikirkan cara yang lain …… sebab, jika sampai
terjadi demikian, kupastikan Suhu akan kalap dan mengamuk
hingga kemari. Untuk saat ini, terus terang saja teramat sedikit
tokoh yang mampu menandinginya ….. bahkan Tio Kouwnio juga
belum akan sanggup menahan Suhu. Kekuatannya sudah
termaat sulit untuk dibayangkan. Hanya memang untungnya,
Suhu teramat sangat menghormati dan mencintai Perguruan Hoa
San Pay ini. Entah mengapa dan bagaimana atau entah apa yang
menjadi alasannya, susah kubayangkan …. Yang jelas, jika
sampai terjadi apa-apa dengan Suma Suheng, Suhu pasti akan
866
bertindak di luar nalar normal kita semua. Hanya itu saja yang
ingin kusampaikan kepada Nona Tio dan cuwi locianpwee …….”
“Hmmmmm, Anak muda …. apakah engkau sengaja berkata
demikian agar suhengmu kelak tidak diapa-apakah setelah
mengaduk-aduk Hoa San Pay kami ….”? tiba-tiba Bun Thian Pah
maju selangkah dan langsung bertanya kepada Lui Beng Wan
dengan nada suara yang tajam.
“Siapakah gerangan locianpwee …..”? tanya Lui Beng Wan
terkejut dan kaget melihat seorang tua mendekati sambil
menegurnya dengan suara tajam. Padahal, bukanlah maksudnya
untuk menakut-nakuti, hanya sekedar menyarankan.
“Boh-Hun-Jiu (si tangan pembelah langit), Bun Thian Pah ….”
berkata Bun Thian Pah dengan suara tegas
“Acccchhhh, kiranya Bun Locianpwee ..…. maaf …… maaf jika
siauwte sampai tidak terlampau mampu mengenali locianpwee.
Tetapi Suhu pernah menceritakan kepadaku bahwa tokoh
terhebat dewasa ini di Hoa San Pay setelah angkatan Suhu justru
adalah Bun locianpwee …..”
“Tidak berani ….. tidak berani. Tetapi, sekali lagi aku bertanya
kepadamu anak muda, apakah engkau sedang mengancam kami
867
dan melindungi suhengmu yang melakukan pengacauan di Hoa
San Pay ….”?
“Justru sebaliknya locianpwee, siauwte sangat mengenal Suhu,
tetapi entah mengapa selama 15 tahun terakhir ini suhu menjadi
sangat berubah dan sangat dengar-dengaran dengan Suma
Suheng. Kutegaskan sekali lagi, Suhu sendiri tidak akan setuju
dengan pengacauan yang dilakukan suheng, apalagi samai
membunuh. Tetapi, meskipun demikian, bisa kupastikan suhu
tidak akan menghukumnya karena perbuatannya itu, entah
karena alasan apa, yang jelas tak mampu kupahami. Sejak kecil
Suhu selalu menekankan rasa hormat dan rasa bangga terhadap
Hoa San Pay dan mendidikku agar mencintai dan kelak menjadi
bagian Hoa San Pay ….. tetapi, kusadari itu hal yang nyaris
mustahil. Jika kukatakan hal tadi locianpwee, semata karena tidak
ingin melihat bentrokan yang tidak perlu antara Hoa San Pay
dengan Suhu yang pasti kalap jika terjadi sesuatu dengan
Suheng. Tidak ada maksud apa-apa, hanya itu saja yang ingin
siauwte sampaikan dan kemukakan …..”
“Hmmmmm, sayang sekali dia sudah mengaduk-aduk dan
malahan mengakibatkan tewasnya beberapa murid Hoa San Pay.
Bahkan beberapa keponakan muridnya. Bukan hanya membunuh
beberapa murid, malahan juga menahan dan memenjarakan
868
saudara-saudara seperguruannya sendiri. Sungguh kelewatan
dan menjengkelkan. Tetapi, bagaimanapun juga, keputusan
terakhir berada di tangan Tio sumoy dan bukanlah aku yang harus
dan mesti memutuskannya …….” Bun Thian Pah berkata sambil
melirik Tio Lian Cu
Dan jelas Tio Lian Cu mengerti maksud Bun Thian Pah. Karena
itu, diapun kemudian berkata dengan suara tegas:
“Nasib Sum Cong Beng akan kutetapkan berdasarkan
pertemuanku dengannya kelak. Yang pasti, tidak akan ada dan
tidak boleh ada kesalahan seberat itu dan kemudian dibiarkan
tanpa ada hukumannya. Namun demikian, untuk saat ini, dengan
melihat apa yang dilakukannya dan juga menilik kemampuannya,
biarlah urusan menghukumnya secara langsung akan kulakukan
dengan prinsip dan aturan Hoa San Pay ……. terima kasih atas
peringatanmu akan kuingat dengan baik Lui toako ……”
“Hmmmm, engkau sungguh bijak …… kelihatannya masa depan
Hoa San Pay akan kembali ke puncak kecemerlangannya kelak
di tangan Tio Kouwnio. Kalau memang demikian, bairlah aku yang
rendah mohon diri. Mohon maaf Bun Locianpwee, semua
saudara-saudara Hoa San Pay ….. siauwte mohon diri …….”
869
Belum lagi Bun Thian Pah melarang Lui Beng Wan berlalu,
dengan cepat Tio Lian Cu yang melihat tidak ada hawa sesat di
tindak-tanduk Lui Beng Wan sudah berkata dengan suara lunak
namun terdengar banyak orang:
“Silahkan Lui toako, terima kasih atas simpatimu bagi Hoa San
Pay …..”
Dengan gerakan yang sangat cepat, Lui Beng Wan meninggalkan
halaman Hoa San Pay dan tak kelihatan lagi bayangannya:
“Sesungguhnya kepandaian Lui Beng Wan itu sangatlah hebat.
Bahkan, belum tentu kemampuannya itu berada dibawah
kemampuanku …..” berkata Bun Thian Pah dengan suara lirih dan
dapat didengar banyak orang.
“Tetapi, kepandaiannya adalah semua yang sudah kita saksikan,
dan memang masih sangat erat dengan Ilmu kepandaian Hoa
San Pay kita …” Kheng Seng Taysu berkata untuk menenangkan
toa suhengnya ….
“Acchhhhh, Ji Sute, cobalah tanya siauw sumoy, anak muda itu
belum mengeluarkan seluruh kepandaian dan kemampuannya
……”
870
“Aku tahu toa suheng, tetapi aku kurang yakin jika dia mampu
menandingi toa suheng dengan kepandaiannya tersebut. Dalam
hal tenaga iweekang dia kelihatannya masih belum mencapai
tingkat tertinggi, tetapi memang, variasi ilmu dan jurus
serangannya sangatlah kaya dan berbahaya ……”
“Hahahahahahaha, engkau kurang tahu secara jelas Ji sute,
karena bahkan tingkat kemampuanku saat ini dalam melawan Tio
sumoy saja sudah tidak memadainya. Tidak kecewa toa supek
melatih dan mengajarnya siang dan malam demi masa depan
Hoa San Pay kita ini ……… dan tingkat kemampuan anak muda
tadi, menurut penglihatanku nyaris setingkat dengan sumoy …..”
Kheng Seng Taysu terkejut, matanya dengan cepat memandang
Tio Lian Cu sambil bertanya dengan nada suara kurang percaya:
“Benarkah demikian adanya Cu Ji ….”?
“Memang benar demikian Suhu ….. sesungguhnya dia masih
menyimpan banyak kemampuan lain dalam dirinya. Dan belum
sepenuhnya menggunakannya ketika melawan Cu Ji tadi. Tetapi,
Cu Ji memiliki keyakinan memiliki kemampuan yang lebih dari
cukup untuk mengendalikannya dan menudukkannya jika suatu
saat berjalan di jalan yang sesat. Meskipun, sejujurnya,
871
melakukan hal tersebut akan sangat sangat susah payah. Tingkat
kemampuannya memang sudah amat tinggi ……”
Penjelasan Tio Lian Cu inilah yang akhirnya membuat Kheng
Seng Taysu menjadi percaya dengan apa yang dikatakan Bun
Thian Pah sebelumnya. Dia memandang toa suhengnya dengan
pandangan ragu. Namun melihat sinar mata Bun Thian Pah yang
menerawang dengan cahaya pandang misterius, membuatnya
membatalkan sejumlah pertanyaan yang ingin diajukannya.
Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya Bun Thian Pah sadar
kembali dan sambil memandang Tio Lian Cu dan Kheng Seng
Taysu dia berkata:
“Tidak ada cara lain, bahaya besar masih mengintai kita semua.
Kita harus kembali berlatih keras, tetapi Tio sumoy dan Ek Ji harus
segera turun gunung agar kawan-kawan Kang Ouw mendengar
berita mengenai keberadaan Hoa San Pay. Selain itu, Ceng Ji dan
Loan Ji harus menutup diri selama sebulan di Hoa san Pay baru
dapat kemudian turun gunung …… itu yang kuusulkan untuk
segera kita putuskan dan juga lakukan …..” Bun Thian Pah
berkata sambil memandang Kheng Seng Taysu dan juga Tio Lian
Cu yang sedang memperhatikannya dengan pandang mata serius
872
…. Dan belum lagi mereka mengeluarkan suara, dia sudah
berkata kembali:
“Oh ya ….. Tio Sumoy, apapun dan bagaimanapun, ketika
berkelana engkau harus mengaku diri sebagai Ciangbudjin Hoa
San Pay ……. karena untuk saat ini, dengan memegang Toa
Hong Kiam dan penguasaanmu yang sangat dalam dengan ilmu
Hoa San Pay, maka mau tidak mau engkau harus
mengembannya. Dan hal itu akan sangat membantu Hoa San Pay
dalam menegakkan kakinya di dunia persilatan ……”
Tio Lian Cu terkejut setengah mati mendengarnya. Dengan
sangat cepat dan segera dia berkata kepada Bun Thian Pah:
“Toa Suheng, tetapi sesungguhnya aku memiliki pengalaman
yang nihil mengenai bagaimana memimpin Hoa San Pay dengan
baik dan tepat …. Karena itu, biarlah Pedang ini kuserahkan
kepada ….”
“Siauw Sumoy …….. jangan pernah memandang remeh Pedang
Pusaka kita. Pedang itu adalah symbol keramat Hoa San Pay kita.
Dan menurut legenda para pendiri Hoa San Pay, Pedang itu
biasanya menemukan tuannya sendiri. Karenanya, tidaklah dapat
pedang itu dialihkan dan dipegang oleh sembarang tangan yang
873
tidak menguasai Ilmu Pusaka yang engkau pelajari seorang diri
….. dan tanpa itu, Pedang Pusaka kita tidak punya arti yang
banyak. Dan jika pedang itu tercuri orang lain, maka habislah Hoa
San Pay kita ini …. Karena itu, meski berat engkau mesti memikul
tanggung jawab ini sampai semua persoalan dapat kita atasi
secara baik …….”
“Hmmmm, ada baiknya kita membicarakan persoalan ini secara
lebih serius dan berhati hati. Cu Ji, engkau bubarkan pertemuan
ini dan setelah itu, setelah itu kita semua akan memasuki ruangan
rapat Partai kita dan memutuskannya secara lebih baik ……”
Kheng Seng Taysu yang melihat gelagat yang kurang baik segera
cepat memutuskan.
Dan begitulah, sepeninggal Lui Beng Wan, tokoh-tokoh Hoa San
Pay akhirnya sibuk untuk menata kembali perguruan mereka,
dalam arahan Bun Thian Pah, Kheng Seng Taysu dan saudara
seperguruan mereka yang lainnya. Tentu, juga Tio Lian Cu, yang
kini menjadi bintang baru Hoa San Pay. Tokoh yang
menyelamatkan Hoa San Pay. Dan dipundaknya banyak tokoh
utama yang berharap Hoa San Pay akan bangkit kembali
menyongsong masa jayanya.
874
Pertemuan tertutup tokoh-tokoh utama Hoa San Pay, pada
akhirnya sepakat secara bulat untuk meminta dan mendesak TIO
LIAN CU menjadi CIANGBUDJIN HOA SAN PAY. Setidkanya
keputusan itu berlaku sampai pergolakan Dunia Persilatan
Tionggoan berlalu. Baru setelah itu Tio LIan Cu diberi kebebasan
untuk memutuskan masa depannya dan masa depan Hoa San
Pay. Dan Tio Lian Cu sebagai pewaris TOA HONG KIAM, pada
akhirnya tidak dapat menolaknya lagi.
Setelah Tio Lian Cu menjadi Ciangbudjin Hoa San Pay, beberapa
hari kemudian dia turun gunung bersama dengan Bok Hong Ek
untuk mengejar para pengkhianat Partai Hoa San Pay. Tetapi itu
dia lakukan setelah menurunkan beberapa kunci rahasia ilmu
andalan Hoa San Pay kepada Bun Thian Pah dan Kheng Seng
Taysu. Dan untuk sementara, kita tinggalkan dulu Hoa San Pay
dan perjalanan Tio Lian Cu dan Bok Hong Ek. Kita menengok
tempat lain.
==================
Kisah di Gunung Kauw It San …!!! Terkait dengan perkumpulan
Kaypang, satu pang atau Perkumpulan terbesar Kaum Pengemis
di Tionggoan. Atau setidkanya salah satu Perkumpulan Silat
terbesar. DImana saat itu, mereka baru saja melaksanakan
875
sebuah acara yang dihadiri oleh Kawcu Kaypang Wan Kiam Ciu.
Kaypang baru saja mengalami beberapa guncangan besar ketika
Dinasti Boan guncang dan jatuh hingga dimulailah dinasti yang
baru, yakni Dinasti Yuan. Dalam prosesnya, Kaypang ikut
mendukung pergerakan rakyat dan karenanya banyak tokohnya
yang ikut menjadi korban. Setelah itu, dalam waktu yang
berdekatan Kaypang juga ikut dalam pergolakan rimba persilatan
yang diaduk-aduk oleh tokoh bernama Pek Kut Lodjin. Dua
pergolakan besar itu banyak meminta korban tokoh-tokoh
Kaypang dan bahkan banyak juga anggota mereka yang menjadi
korban oleh kedua pergolakan besar tersebut.
Beberapa tahun belakangan, Kaypang mulai mampu membangun
kembali PANG yang sangat terkenal memiliki banyak anggota.
Setelah banyak tercerai berai, Kaypang sudah menunjukkan
geliatnya untuk kembali menjadi salah satu perkumpulan yang
terpandang. Anggota mereka mulai kembali semakin banyak,
meski belum sebanyak sebelum pergolakan menumbangkan
dinasti boan. Tetapi, setidaknya, sudah kembali sampai sekitar
75% kekuatan sebelumnya. Hal ini tentu saja amat
menggembirakan, karenanya Kawcu Kaypang dan beberapa
tokoh mereka, sering melakukan perjalanan untuk memberi
penguatan dan juga menjaga agar Kaypang tetap solid. Sekaligus
876
juga agar kebanggaan kaum pengemis atas Kaypang tetap
terjaga dengan kuat. Termasuk juga dengan ikatan erat sesama
kaum pengemis serta mereka yang tergabung dalam
perkumpulan kaum pengemis tersebut.
Pangcu Kaypang, Wan Kiam Ciu adalah tokoh yang sudah
berusia sekitar 60 tahunan, sedikit lagi tepat berusia 60 tahun.
Sudah hampir 20 tahun dia memimpin Kaypang dan banyak
usaha keras dilakukannya untuk menyatukan seluruh kekuatan
Kaypang. Dan prosesnya, persis sama dengan kedatangannya ke
gunung Kauw It San, yakni untuk menegaskan dan meresmikan
markas Kaypang terbesar setelah markas utama di Heng San.
Markas besar di Kauw It San ini akan menjadi markas kedua
terbesar bagi Kaypang untuk kembali menegakkan dan
membesarkan kewibawaan Kaypang. Karena pentingnya acara
ini, maka bersama Kaypang Pangcu, juga turut serta Hu Pangcu
Pek I Sinkay dan juga KAYPANG CHIT TI SAT (7 Algojo Akhirat
dari Kaypang). Ke-7 Algojo Akhirat dari Kaypang ini
sesungguhnya bukanlah tokoh-tokoh utama mereka, melainkan
tokoh kedua. Tetapi, siapapun yang mendampingi Kaypang
Pangcu, maka mereka akan mempergunakan nama Kaypang Chit
Ti Sat.
877
Adalah kebiasaan dan memanng tugas Hu Pangcu Tek Ui Sinkay
untuk mendampingi Pangcu dalam melayani acara-acara ke luar,
termasuk urusan ke Kauw It San kali ini. Tetapi sangat kebetulan
baru sehari sebelumnya Tek Ui Sinkay kembali dari bertugas di
luaran, sehingga akhirnya Hu Pangcu Pek I Sinkay yang
diputuskan menemani Pangcu Kaypang ke Kauw It San. Dengan
demikian, untuk sementara tugas-tugas di markas utama di
Pegunungan Heng San akan ditangani dan diurus oleh Tek Ui
Sinkay sampai saat kembalinya Pangcu dari Kauw It San
nantinya. Sebetulnya Tek Ui Sinkay sudah melaporkan bahwa
gerakan-gerakan di dunia persilatan terasa semakin berbahaya.
Dia mencoba untuk menahan Pangcu agar tidak bepergian
terlampau jauh; Tetapi sayang sekali, karena jadwal sudah sejak
lama diputuskan di Kauw It San, maka Pangcu tetap berkeras
untuk berangkat.
Acara peresmian Markas Besar di Kauw It San sudah 2 hari
berlalu. Keramaian sudah lewat tentu saja, dan bahkan para tamu
atau undangan dari luar kalangan Kaypang pun sudah
meninggalkan Kauw It San. Sementara Pangcu Kaypang Wan
Kiam Ciu, pada saat itu sebenarnya sudah memutuskan untuk
segera pulang keesokan harinya, untuk kembali ke Pegunungan
Heng San, markas Utama Kaypang. Tetapi, malam sebelum
878
kepulangannya, masih tetap banyak anak murid Kaypang yang
terkumpul di Kauw It San dan berasal dari sekitar gunung itu.
Masih ada sekitar 200an anggota Kaypang yang tetap setia
berada di Kauw It San.Mereka menunggu Pangcu pulang ke Heng
San baru kembali ketempat mereka masing-masing. Di Kauw It
San sendiri, ada sekitar 60an murid Kaypang yang memiliki
kemampuan bersilat, dan sisanya hampir 40 orang adalah kaum
pengemis yang papa dan tak berilmu. Memang, meski beranggota
banyak, tetapi anak buah Kaypang tidaklah semua adalah tokoh
silat, sebagian besar memang belajar silat, tetapi tidak semua.
Malam sebelum kepulangannya, Kaypang Pangcu Wan Kiam Ciu
memanfaatkan untuk bercakap-cakap bersama dengan para
tokoh Kaypang Kauw It San denggan ditemani Hu poangcu Pek I
Sinkay. Lawan bicaranya adalah mereka yang menjadi tokoh dan
pemimpin di Kauw It San, dan tentu agendanya adalah
bagaimana memperkuat basis Kaypang di sekitar Kauw It San
sebagai markas kedua terbesar bagi Kaypang. Pada saat itu,
yang terpilih sebagai pemimpin dengan jabatan Tancu Utama
(Kepala Cabang Utama) adalah Thi Bok Sia Kiam (Pedang Sakti
Kayu Baja) Cu Pok. Tokoh ini sudah berusia 47 tahun, berilmu
tinggi dengan kemampuan utamanya adalah dalam Ilmu pedang.
Selain itu, kemampuannya sebagai pencari jejak dan sebagai
879
mata-mata serta penyampai berita, sungguh sangat
mengagumkan. Karena potensinya, Jabatan Tancu Utama Kauw
It San, sedang dipikirkan dijabat setingkat Hu PANGCU, dan kelak
akan diputuskan di Pegunungan Heng San. Artinya, jika diterima,
maka jabatan Cu Pok kelak akan menjadi Hu Pangcu dengan
tugas-tugas khusus, menata serta mengatur markas alternatif di
Kauw It San dan menata khusus alur informasi Kaypang.
Sementara percakapan serius dilakukan di dalam ruangan
khusus, sebagian besar anak murid Kaypang masih bercakapcakap.
Tetapi, sebagaimana biasanya, ruangan pertemuan dijaga
secara ketat oleh ke tujuh algojo akhirat asal Kaypang Pusat.
Karena memang seperti itulah aturan di lingkungan Kaypang.
Selain menjaga agar orang yang berkepentingan tidak dapat
masuk mendadak dan merusak suasana rapat, tetapi juga
bertugas menjaga keamanan ruangan dan isinya. Malam itu,
percakapan ternyata berlangsung cukup alot, apalagi diselingi
dengan makan malam. Hingga menjelang tengah malam, saat
suasana di luar mulai sepi, percakapan dalam ruangan masih
tetap terus berlangsung. Bahkan hingga sudah sepi sekalipun,
percakapan di dalam ruangan masih tetap terus berlangsung
dengan seru.
880
Dalam ruangan sendiri, terlihat Wan Kiam Ciu Pangcu dengan
didampingi oleh Pek I Sinkay berhadapan dengan tiga orang yang
mewakili Kaypang di Kauw It San. Masing-masing adalah (Thi bok
sia kiam pedang sakti kayu baja) Cu Pok, sebagai Tancu Utama
mengepalai Kaypang di Kauw It San. Kemudian samping kirinya
adalah tokoh bernama Cia Cing Wan, yang sudah berusia 44
tahun dan Oey Hoan Ciang yang berusia 43 tahun. Keduanya
adalah tokoh-tokoh lama dan menjadi sahabat kekal dari Cu Pok,
mereka bertiga memang sejak mudanya sudah menjadi sahabat
kekal dan juga menjadi murid dari seorang tokoh Kaypang yang
sudah mundurkan diri. Mereka semua sedang terlibat percakapan
yang terlihat serius mengenai masalah Kaypang, terutama
persoalan Kaypang dan dunia Kang Ouw yang sedang bergolak.
Sebetulnya percakapan itu sudah pada ujungnya, bahkan Wan
Kiam Ciu, Kaypang Pangcu sudah berkata-kata untuk menutup
pertemuan:
“Kesepakatan mengenai jabatan Tancu Utama kelak menjadi Hu
Pangcu yang khusus menata semua urusan Kaypang Kauw It San
akan diputuskan segera. Secara prinsip lohu setuju dengan
usulan tersebut, tetapi biarlah dipercakapkan dan juga diterima
bersama oleh semua tokoh Kaypang. Lohu berharap Cu Tancu
bersama kawan-kawan di Kauw It San sini akan berkembang
881
semakin besar dan membawa pengaruh yang hebat bagi
Kaypang kita. Lohu pikir, pertemuan kita malam hari ini sudah
lebih dari cukup, kita sudah boleh beristirahat ……..”
Baru saja Wan Kiam Ciu mengatakan kata “beristirahat”, tiba-tiba
terdengar suara yang mencurigakan di luar. Suara-suara tersebut
kemudian senyap namun terdengar kembali beberapa saat
kemudian dan kemudian kembali senyap. Wan Pangcu terlihat
tidak terlampau memperdulikan karena memang dia sangat
percaya dan mengandalkan ke tujuh orang hebatnya yang berada
dan menjaga di luar. Karena itu dia melirik kearah Cu Pok dan
kemudian berkata:
“Tidak apa-apa …… ada Kaypang Cit Ti Sat (7 Algojo Akhirat dari
Kaypang), jika terjadi apa-apa pasti mereka akan mengirim kabar
……”
“Hahahahaha benar Pangcu, hampir kami lupa hal itu. Baiklah,
memang sudah saatnya kita beristirahat, terutama karena Pangcu
bersama rombongan harus berangkat pagi-pagi benar kembali ke
Pegunungan Heng San ……..”
Selesai Cu Pok menyelesaikan perkataannya, secara tiba-tiba
pintu masuk ke ruangan tersebut terbuka dengan sendirinya. Dan
882
tak perlu ditunggu lama, perlahan-lahan masuk ke dalam ruangan
seorang tokoh yang sangat misterius. Masuk mengenakan jubah
hitam pekat dan mengenakapn pula tutup kepala yang
menyembunyikan wajah dan identitasnya. Ciri aneh lainnya, tutup
kepalanya berbentuk aneh dan tidak biasa, yakni wajah malaikat
yang sedang menatap tajam, tetapi bukanlah malaikat yang
ramah, melainkan malaikat yang sedang menyeringai
mengekspresikan kekejamannya. Menyusul kemudian di
belakangnya, berjalan masuk tiga orang dengan sikap yang sama
misterius karena masing-masing mengenakan jubah hitam
kerudung berwarna emas, hitam dan putih. Berturut-turut mereka
masuk dan berdiri di belakang manusia bertopeng malaikat
dengan sikap takzim dan dalam diam. Ketika ketiganya berjalan
masuk, terdengar suara yang seperti melayang dan memasuki
telinga semua yang berada dalam ruangan dengan jelas:
“Mengapa kalian belum memberi hormat menyambut kedatangan
BU TEK SENG ONG (Raja Malaikat Tanpa Tanding)”?
Tetapi, jelas saja tak ada yang menyambut dan apalagi memberi
hormat kepada keempat tamu tak diundang yang jelas
mengganggu pertemuan mereka. Tetapi, sekilas pintas, wajah
Kaypang Pangcu Wan Pangcu terlihat memerah menahan
amarah, meski juga sekaligus heran karena para tamu tak
883
diundang ini mampu memasuki ruangan itu. Kepalanya sekilas
melongok ke luar, dan dia menjadi kaget dan maklum, anak
buahnya ternyata sudah jatuh pecundang.
“Siapa kalian ……..”? tegurnya dengan suara berwibawa meski
dalam hati merasa mulai ngeri dan terkejut dengan kedatangan
keempat manusia misterius itu. Jika ada yang mampu menghabisi
ke-tujuh algojo Kaypang, maka tokoh itu tentulah bukan tokoh
sembarangan, mestilah tokoh yang hebat.
”Jika sampai hitungan kelima kalian semua tidak memberi hormat
menyambut BU TEK SENG ONG, maka akan segera bertambah
5 korban lainnya setelah 7 korban di luar yang terbunuh dengan
keadaan yang sangat mengerikan ……” tawar dan dingin suara
yang masuk serta menusuk telinga dan pendengaran mereka. Cu
Pok memandang Wan Kiam Ciu dan kagum, karena sang Pangcu
masih tetap tenang. Atau lebih tepat sudah mampu menenangkan
diri menghadapi situasi seram itu.
Melihat keadaan itu, Wan Pangcu memang dengan cepat sadar.
Bahwa musuh sudah meluruk datang ke Kaypang. Tetapi,
sebagai Pangcu perkumpulan yang sangat besar dan termasyhur,
sudah tentu dia tidaklah menjadi takut dan tawar hati. Dengan
berani dia menegur lawan-lawannya:
884
“Sungguh berani mati kalian mengganggu Kaypang kami tepat di
markas Kauw It San kami ini pula ,,,,, hebat …. hebat …….”
“Satu …….. dua …….. tiga ……. empat …..” jawaban atas teguran
Pangcu Kaypang adalah hitungan yang entah siapa yang
melepasnya dari keempat orang yang dalam sikap dan pakaian
mereka begitu misterius itu. Karena sesungguhnya tidak terlihat
ada yang bergerak dan mengeluarkan suara hitungan.
Melihat sikap keempat pendatang yang begitu memandang
enteng dan bahkan dengan perlahan menghitung dan seakan
memberi waktu terbatas buat mereka, Wan Pangcu menjadi
marah dan kemudian berkata:
“Hmmmmm, benar-benar orang-orang tak bermalu, tidak punya
tata karma dan tidak punya liangsim. Baik, jika memang begitu,
lihat bagaimana lohu nanti membuat kalian semua lari terbirit-birit
dari tempat ini …” sambil berkata demikian, Wan Kiam Ciu yang
sudah murka, segera maju selangkah kemudian bergerak
menyerang dengan angin pukulan yang menyambar menderu.
Tetapi, betapa terkejutnya semua orang ketika tokoh terdepan
yang mengenakan topeng malaikat langsung terkena pukulan
Wan Pangcu. Tetapi, begitu pukulan sang Pangcu mengenai
885
dadanya, dengan bergerak sedikit, seakan menerima pukulan itu
dan kemudian mendorongnya kesamping, bahayapun sudah
berlalu. Bahkan, terdengar bunyi yang sukup keras:
“Brakkkkkkkkk ……” ternyata, pukulan hebat Wan Kiam Ciu
dengan mudah dialihkan ke meja pertemuan yang sudah dengan
segera pecah bberkeping-keping. Sungguh satu pameran
kekuatan yang luar biasa dan membuat Wan Kiam Ciu melongo
saking kaget dan ngerinya dengan kehebatan lawan.
“Astaga, lima bagian kekuatan iweekangku dengan demikian
mudah diterima dadanya dan bahkan dapat pula dengan begitu
mudahnya dialihkan untuk menghancurkan meja pertemuan …..?
siapa sebenarnya tokoh yang hebat ini …….? Hanya ada sedikit
tokoh yang mampu melakukannya, menerima pukulanku tanpa
terluka, bahkan mampu mengalihkannya menghancurkan benda
lain …..” mau tak mau Kaypang Pangcu Wan Kiam Ciu berusaha
menebak nebak dan menduga duga siapa gerangan tokoh atau
orang misterius dihadapannya.
“Engkau hebat sobat ….. tetapi, siapa sebenarnya engkau …….”?
Jawaban yang terdengar adalah hitungan terakhir … LIMA. Tapi,
entah siapa yang bersuara diantara ke-empat manusia misterius
886
itu, karena semuanya mengenakan tutup muka seakan tidak ingin
dikenali lawannya. Setelah hitungan kelima selesai, suasana
kembali berubah seram. Beberapa detik, baru terdengar kembali
suara yang aneh, namun cukup lirih terdengar di telinga para
pendengarnya. Kelima tokoh Kaypang yang tadinya sedang
mengadakan pertemuan itu jelas mendengar suara yang memang
ditujukan kepada mereka itu:
“Bersiaplah segera untuk menghadap Giam Lo Ong, waktu kalian
sudah habis. Kecuali seorang di antara kalian, maka yang lainnya,
termasuk engkau Wan Pangcu, harus pergi bertanya kepada
Giam Lo Ong siapa kami yang sebenarnya ………” sambil berkata
demikian, si orang berkepala malaikat terlihat bergerak.
Gerakannya tidak cepat, malahan terlihat lambat belaka, tapi
anehnya, dengan sangat cepat dia sudah berada di hadapan Pek
I Sinkay dengan lengan terulur. Dan dengan segera menyerang
bagian kepala Hu Pangcu Kaypang itu.
Tetapi sesungguhnya Pek I Sinkay sendiri bukan seorang tokoh
lemah. Apalagi, sebagai Hu Pangcu Kaypang, tentu saja dia
memiliki bekal kepandaian yang tinggi dan berbeda dengan
anggota Kaypang biasa. Pangcu sendiri menyadarinya meski
paham bahwa Hu Pangcu masih belum sehebat kemampuannya.
Tetapi, mereka semua terkejut ketika melihat Pek I Sinkay
887
menangkis serangan mudah dari Bu tek Seng Ong, namun segera
disusul terdengar teriakan menyayat hati:
“Aaaaacchhhhhhhh ……” diiringi dengan tubuh Pek I Sinkay yang
jatuh terlontar ke bekalang dan terlentang dan mulut sudah
mengeluarkan darah. Cukup sekali terpukul oleh satu hentakan
pukulan si manusia misterius belaka. Bahkan Wan Kiam Ciu tak
mampu memahami pukulan apakah gerangan yang dilepaskan
lawan sehingga hanya dalam satu pukulan saja mampu
menewaskan wakilnya itu? Tetapi, Pek I Sinkay yang terluka
parah terlihat berusaha mengatakan sesuatu:
“Pek ……. Kut …… Lo …..” tetapi sayang belum selesai
kalimatnya nyawanya sudah melayang pergi meninggalkan
raganya.
Jelas Wan Kiam Ciu kaget mendengar desisan sebelum
meninggal dari Pek I Sinkay. Sama kagetnya dengan melihat
kenyataan wakilnya itu terbunuh mati oleh satu saja pukulan
lawan. Tetapi, dia dipaksa untuk tidak berpikir panjang, karena
keadaan dengan cepat berubah, ketika Bu Tek Seng Ong kembali
bergerak dan kali ini tidaklah terdengar teriakan ngeri. Hanya
bunyi seperti yang didengarkan Wan Kiam Ciu tadi sebelum
keempat manusia misterius ini masuk. Kelihatannya, cara itu pula
888
yang digunakan lawan membunuh ke tujuh algojo akhirat di luar
ruangan. Dan memang, kembali dua tubuh yang tadinya
mendampingi Cu Pok sudah tewas terlentang tanpa
mengeluarkan jeritan sedikitpun. Benar-benar hebat akiibat
pukulan lawan misterius yang kini berdiri dihadapan Pangcu
Kaypang dan Cu Pok. Teramat mudah baginya menghabisi tokohtokoh
yang sebenarnya memiliki kemampuan hebat. Setidaknya,
tingkat tokoh-tokoh itu sudah cukup tinggi di lingkungan Kaypang.
Sampai-sampai Pangcu Kaypang dan Cu Pok tak sanggup
berkata-kata lagi karena merasa seram dengan kemampuan
lawan.
Tapi, Wan Kiam Ciu betapapun adalah seorang Pangcu dari Pang
terkenal dan bahkan terbesar di Tionggoan. Dan diapun sudah
mengalami begitu banyak kejadian serta pengalaman yang
bahkan lebih mengerikan dibandingkan dengan apa yang sedang
tersaji di hadapannya saat ini. Karena itu, dengan cepat dia
menenangkan diri dan kemudian berkata dengan suara bergetar:
“Siapa engkau dan apa keinginanmu sebenarnya ….”?
“Bu Tek Seng Ong ………… sudah waktunya menguasai dunia.
Jika Kaypang tunduk, maka mereka selamat, jika tidak, mereka
musnah”
889
“Hmmmm, apakah semudah itu engkau menganggap kami akan
tunduk nantinya …”? suara Wan Kiam Ciu menjadi marah
“Kalau begitu, engkau pergilah …….”
Hanya itu yang terdengar, dan kembali manusia yang
menamakan dirinya Bu Tek Seng Ong bergerak dan mencecar
Wan Kiam Ciu. Tetapi, sekali ini Pangcu Kaypang itu sudah siap,
dengan cepat dia bergerak menghindar sambil balas memukul.
Tetapi, seperti tadi, lawan misterius itu tidaklah mengelak dan
membiarkan dirinya terpukul. Akibatnya, bukan saja pukulan Wan
Kiam Ciu berefek, tetapi pukulan hebat Pangcu Kaypang itu
kembali digiring kearah lain. Dan sekejap kemudian, dia malah
kembali dicecar lawan, seperti tadi, tidak cepat, lambat saja.
Tetapi kekuatan pukulan itu sudah menutup semua jalan keluar
Wan Kiam Ciu dan sedetik kemudian terdengar:
“Dukkkkkkkkk ……..” hebat bukan main, Pangcu Kaypang
memang bukan manusia sembarangan. Dia tahu bahwa
lawannya hebat luar biasa, karena itu dia mengatur kekuatan
pukulannya hingga mampu menahan pukulan lawan misterius itu.
Tetapi dia tetap saja masih kalah kuat. Karena benturan itu, dia
sampai terdorong mundur sampai tiga langkah. Keadaan yang
membuatnya terkejut setengah mati.
890
“Siapa engkau sebenarnya …”? jeritnya kaget, karena
sesungguhnya dia tidak mampu mengenali jenis pukulan dan ilmu
yang digunakan lawannya. Tetapi, samar-samar dia seperti
mengetahui dan memahami berdasarkan apa yang didengar dan
disampaikan kepadanya oleh tokoh-tokoh tua.
“Kesempatan untukmu sudah lewat …… terimalah …..” kembali
si manusia misterius bergerak, tetapi berbeda dengan tadi, dia kini
menambah kekuatan pukulannya. Dan melihat Pangcu Kaypang
itu sudah terdesak sedemikian rupa, Cu Pok berteriak keras ikut
membantu Wan Kiam Ciu:
“Awas serangan ……..”
Tapi entah bagaimana, gerakan mujijat Bu Tek Seng Ong dengan
tiga langkah ringan sudah terlepas dari jerat pukulan Cu Pok dan
kembali mengancam Wan Kiam Ciu. Pangcu Kaypang segera
sadar bahaya, dengan cepat dia mengerahkan segenap
kekuatannya dan menangkis pukulan lawan. Dengan segenap
kekuatan dia berharap akan berhasil. Benarkah …? Hasilnya
segera terlihat:
“Acccchhhhhhhh ……..” tubuh Wan Kiam Ciu terdorong ke
belakang dan sekali ini tidak dapat bangun lagi. Sekali lihat Cu
891
Pok sadar bahwa junjungannya, Pangcu Kaypang sudah terluka
parah atau mungkin bahkan sudah tewas oleh pukulan maut
lawan yang masih berada didepannya itu. Tetapi, bukannya takut,
dia justru menjadi nekat dan bersiap untuk adu jiwa.
“Bangsat ….. engkau membunuh Pangcu …..”? tetapi, belum lagi
dia menyerang, dia mendengar desisan Kaypang Pangcu yang
memang terlontar dekatnya
“Dia …. Dia Pek Kut Lodjin …….” dan setelah itu nafasnyapun
berhenti. Seorang tokoh hebat, pemimpin kaum pengemis
melayang jiwanya.
Hal ini menambah kalap CU Pok, dan segera dia bangkit dan
kemudian menyerang si manusia misterius. Tetapi semua
pukulannya dengan mudah saja dipunahkan lawan. Dia tidak
bergerak mundur atau maju, hanya menggerak-gerakkan badan
saja dan semua pukulan Cu Pok lewat tanpa mengganggunya.
Setelah menyerang selama 10 jurus, tiba-tiba kembali terdengar
suara mujijat seperti tadi:
“Cukup …. engkau kubiarkan hidup untuk mengabarkan kepada
Kaypang agar bersiap tunduk kepada BU TEK SENG ONG.
Dalam waktu dekat, Bu Eng Seng Ong akan mulai bergerak dan
892
mengeluarkan perintah menundukkan semua partai persilatan.
Naccchhh, engkau beruntung, tapi pergilah, sampaikan pesanku
kepada Kaypang kalian di Pegunungan Heng San sana …….”
Bersamaan dengan kalimat itu, sebelah tangan si manusia
misterius bergerak cepat dan memukul Cu Pok hingga terpental
ke belakang dan kemudian pingsan. Selanjutnya dia tidak tahu
apa-apa lagi. Dia juga tidak tahu bahwa hari itu, Kauw It San
terjadi banjir darah karena semua penghuni Kaypang di Kauw It
San terbunuh kecuali dirinya sendiri. Dan teringatlah dia akan
pesan si manusia misterius. Dalam ruangan dimana dia tadi
pingsan selama setengah harian, masih terbujur kaku Pangcu dan
Hu Pangcu Kaypang yang sudah menjadi mayat. Juga mayat
kedua saudara angkatnya yang terbunuh lebih dahulu oleh lawan
yang luar biasa hebatnya itu.
Kisah dan cerita itu disampaikan dengan jelas oleh Cu Pok ketika
akhirnya tiba di Pegunungan Heng San dan melaporkannya
kepada Tek Ui Sinkay yang kaget bukan main mendengar kabar
tersebut. Kematian nyaris 200 orang anggota Kaypang dan
bahkan Pangcu serta Hu Pangcu Kaypang sungguh kabar yang
terlampau besar. Tek Ui Sinkay sendiri sampai gagap beberapa
saat setelah Cu Pok menyampaikan berita besar atau bencana
besar bagi Kaypang. Dan yang membuatnya menjadi semakin
893
tidak mengerti adalah desisan Pek I Sinkay dan Wan Kiam Ciu,
mendiang Pangcu Kaypang yang tewas di Kauw It San. Keduanya
menggumamkan hal yang sama, yaitu menyebutkan kata PEK
KUT LODJIN ……. Tetapi, bukankah tokoh mujijat yang sangat
berbahaya itu sudah bunuh diri nyaris 30 tahun silam? Tetapi
untuk tidka membuat semua orang bertanya-tanya dalam
kegelapan, apalagi karena keadaan harus ditenangkan dan
diatasi, beberapa saat diapun berkata:
“Sudah kuingatkan ….. sudah kuingatkan ……” beberapa kali dia
berkata seperti itu. Karena memang, Tek Ui Sinkay sudah
memperingatkan Pangcu Kaypang agar jangan dulu bepergian
karena keadaan rimba persilatan yang sedang tidak menentu.
Dan kedatangan kabar bencana itu membuat Tek Ui Sinkay
sempat gamang sebentar dan kesulitan berpikir jernih beberapa
waktu. Tetapi, betapapun dia seorang tokoh besar, kemampuan
Ilmu silatnya bahkan masih melebihi Pangcu Kaypang. Karena itu,
diapun berusaha keras menekan perasaannya dan bersikap
gagah untuk memikirkan apa yang harus dikerjakan sesegera
mungkin. Yang jelas, dia kini adalah satu-satunya pemimpin atau
tokoh utama Kaypang yang masih hidup. Karena itu, dia harus
segera bersikap dan harus segera memikirkan apa yang perlu
dilakukan:
894
“Panggil seluruh tokoh Kaypang. SEGERA, kita harus segera
memutuskan apa yang mesti dikerjakan ke depan dan bersiap
menyambut masalah besar yang menentukan mati hidupnya
Kaypang kita ….” jelas dan tegas perintahnya.
Hari itu juga pihak Kaypang memutuskan jabatan Pangcu
Kaypang akan dijabat Tek Ui Sinkay sampai pelaksanaan
Pertemuan Besar anggota Kaypang. Dan diapun memilih Cu Pok
menjadi salah satu Hu Pangcu. Juga seorang tokoh tua lainnya,
yakni Giok-bin-sin-ang (kakek sakti berwajah pualam) Ouw Hok
untuk mengurusi masalah Kaypang secara kedalam. Ouw Hok
malah berusia lebih tinggi dari Tek Ui Sinkay dan menguasai
banyak sekali aturan Kaypang, itulah sebabnya dia dipilih dan
diminta bantuan oleh Te Ui SInkay mendampinginya. Perubahan
besar tersebut membuat Kaypang tidak guncang berlebihan,
tetapi tetap saja menjadi kabar besar bagi rimba persilatan
Tionggoan. Kaypang diserang ……..
Beberapa hari kemudian, Tek Ui Sinkay meninggalkan Kaypang
bersama dengan Cu Pok. Bukan hanya itu, bersama dengan
mereka, atau tepatnya mendahului mereka, Tek Ui Sinkay
melepas beberapa orang dengan tugas khusus. Dan tugas
khusus itu akan ditangani Cu Pok, yaitu tugas sebagai mata-mata
dan pembawa kabar atau berita ke semua perguruan sahabat.
895
Baik ke Siauw Lim Sie, Bu Tong Pay, Thian San Pay, Kun Lun
Pay dan semua perguruan silat lainnya untuk menjelaskan apa
yang terjadi di Kauw It San. Selain itu, mengutus tokoh-tokoh
Kaypang yang memiliki kemampuan menyelidiki, guna
mengawasi tokoh yang mengaku bernama BU TEK SENG ONG
dan apa hubungannya dengan PEK KUT LODJIN. Pekerjaan
seperti itu memang adalah keahlian Cu Pok yang kini menjabat
sebagai Hu Pangcu.
Bahwa pergerakan musuh sudah sedang dimulai. Dan bahwa
persiapan mereka terhitung lamban, atau terlalu lamban. Setelah
menugaskan banyak anak muridnya itu, Tek Ui Sinkay sendiri
kemudian berlalu bersama dengan Cu Pok, namun berpisah
untuk kepentingan berbeda. Dan mereka mengadakan perjanjian
untuk kelak akan berjumpa di acara Hu Pocu dalam waktu yang
tidak lama.
===============
Sebuah kejadian lain di tempat yang terpisah jauh, melibatkan
tokoh-tokoh dewa atau yang terkait mereka, terjadi dalam waktu
yang nyaris bersamaan dengan peristiwa di Kauw It San. Kita
melihat apa yang terjadi disana ……
896
Puncak Ciu Lok San, tidak jauh dari kota Han Im. Perjalanan
seharian sudah dapat tiba di Ciu Lok San, ditambah beberapa jam
untuk mencari atau menemukan Puncak Awan Melayang. Di
tempat itu pulalah terakhir kali Lam Hay Sinni, Bu Te Hwesio dan
Thian Hoat Tosu terakhir kali bertemu dan mendiskusikan ilmu
silat masing-masing untuk kemudian membuat janji pertemuan
anak murid mereka masing-masing. Dan hari ini, adalah
perwujudan dari janji pertemuan ketiga tokoh dewa itu, tetapi
pertemuan anak murid mereka. Anak murid yang mereka
persiapkan untuk melanjutkan tradisi pertemuan mereka bertiga.
Dan pertemuan itu, jelas dirahasiakan. Karena itu, nyaris tidak
ada tokoh silat yang hadir untuk menyaksikan pertemuan rahasia
itu.
Puncak Awan Melayang adalah salah satu puncak di Gunung Ciu
Lok San, terdapat di sisi barat gunung dan salah satu tempat
misterius yang sulit dicari orang biasa. Karena pemandangan di
tempat itu biasanya adalah awan melulu dan teramat jarang
mampu memandang ke bawah tanpa halangan awan. Itu
sebabnya ketiga tokoh dewa itu memberi nama Puncak Awan
Melayang bagi tempat yang mereka temukan secara tidak
sengaja tersebut.
897
Hari itu, puncak awan melayang berbeda dengan hari-hari
sebelumnya dikunjungi orang. Saat itu, sudah ada dua orang yang
tiba disana, keduanya adalah gadis muda yang cantik, namun
dengan kecantikan yang rada berbeda. Gadis pertama terlihat
lembut dalam gerak-geriknya, tetapi tatap matanya cukup dingin.
Sikapnya terlihat agung untuk gadis seusianya, dan dia
mengenakan jubah ringkas berwarna kebiruan. Jangan ditanya
kecantikannya. Secara fisik gadis muda ini memang cantik dan
anggun, ditambah dengan sikapnya yang jarang berbicara, maka
semakin menonjol sifat ini dalam dirinya. Dia adalah Sie Lan In,
murid bungsu dan murid kesayangan Lam Hay Sinnni, tokoh
besar dari Lam Hay, Laut Selatan.
Gadis muda kedua adalah Tio Lian Cu, murid terkahir Thian Hoat
Tosu. Gadis ini lebih lincah dan lebih riang jika dibandingkan
dengan Sie Lan In. Tetapi belakangan setelah menjadi tokoh
utama Hoa San Pay, bahkan menjadi Ciangbudjin Hoa San Pay,
dia terpaksa harus banyak menahan diri. Tetapi, sifat dasarnya
yang periang tidak bisa begitu saja dia tinggalkan, tetap terbawa
menjadi bagian kehidupannya. Kecantikannya tidak kalah dengan
murid Lam Hay Sinni yang terlihat cantik dan agung, sementara
Tio Lian Cu terlihat cantik dan menarik. Dengan jubah berwarna
kehijauan menambah cantik dan manisnya Tio Lian Cu.
898
Tetapi, sejak kedatangan mereka berdua, tidak ada sama sekali
kontak ataupun saling bicara antara keduanya. Sekali tatap
mereka sudah tahu jika lawannya memiliki ilmu yang tidak rendah,
dan tentu rasa ingin menang perlahan tumbuh dalam hati
keduanya. Cuma, tidak dapat mereka katakan ataupun
ungkapkan. Keduanya bersikap menunggu, menunggu
kedatangan satu orang lagi, sesuai amanat dan pesan Guru
mereka masing masing. Yakni, bahwa akan datang 3 orang
mewakili 3 tokoh Dewa Tionggoan untuk memenuhi janji pibu dan
diskusi tentang kepandaian masing-masing Tokoh Dewa setelah
sekian tahun tidak pernah bertemu kembali.
Karena masih menunggu, maka mereka membiarkan keadaan
tetap senyap dan saat itu mereka menikmati kesenyapan dengan
deru tiupan angin yang seperti melantunkan lagu alam. Deru
angina memang menyeramkan saat itu. Dan memang seperti itu
tiap hari di Puncak Awan Melayang. Jika dikatakan senyap, juga
tidak, karena lantunan irama alam yang tidak biasa di keramaian
manusia. Jika dibilang ramai, maka juga tidak, karena hanya ada
mereka berdua di puncak itu. Tetapi, yang pasti, bagi manusia
biasa, suasana di Puncak Awan melayang sangatlah
menyeramkan.
899
Cukup lama keduanya saling diam dan tidak saling sapa.
Keduanya tenggelam dalam samadhi masing-masing sambil
menunggu kedatangan orang terakhir. Dan penantian mereka
kelihatannya berakhir ketika mereka menangkap desir angin yang
mendekati tempat mereka. Tidak salah, kelihatannya orang
terakhir yang mereka sedang nantikan, datang mendekati tempat
mereka bertemu. Desir angin itu tiba-tiba berhenti dan tak lama
kemudian, sesosok bayangan yang mengenakan jubah berwarna
kecoklatan sudah berdiri di tengah-tengah, diantara Tio Lian Cu
dan Sie Lan In. Melihat adanya dua orang nona disana, dengan
tersipu dia berkata:
“Mohon maaf jiwi kouwnio, mewakili Suhu Bu Te Hwesio, saya
Khong Yan menjumpai dan memberi salam kepada jiwi kouwnio
……”
Ucapan permintaan maaf Khong Yan yang baru tiba, memperjelas
siapa mewakili siapa diantara ketiga orang itu. Meski tentu saja
Khong Yang belum mengetahui pasti siapa mewakili siapa
diantara kedua Nona manis yang berada di samping kiri dan
kanannya dalam jarak masing-masing sekitar 7,8 meter. Tetapi,
Tio Lian Cu dan Sie Lan In sudah mengetahui siapa mewakili
siapa, meski nama belum diketahui dengan pasti. Tetapi, ada
yang lebih terkejut lagi melihat kedatangan Khong Yan dan
900
menyebutkan siapa yang diwakilinya. Orang itu berjarak cukup
jauh dan aman dari tempat ketiga orang muda yang hadir
memenuhi janji pertemuan. Dan kemampuannya
menyembunyikan jejak dari ketiga tokoh muda cemerlang ini,
jelas menunjukkan kemampuan tokoh itu yang tentunya tidak
rendah. Orang itu terkejut karena dia mengenal Khong Yan, dan
mudah ditebak orang itu adalah Koay Ji yang mengenakan
dandanan Thian Liong Koay Hiap untuk mengintai pertemuan
rahasia yang dia ketahui melalui Sie Lan In.
“Pantaslah Khong Yan lenyap dari Thian Cong San, ternyata dia
diambil murid oleh tokoh mujijat itu …. accchhh, aku bangga dan
terharu dengan kemajuan dan nasib baikmu Khong Yan …..”
Koay Ji berkata dalam hatinya, sangat senang menyaksikan
kawan masa kecilnya muncul dan telah menjadi tokoh yang hebat,
tokoh muda yang punya kedudukan tinggi di dunia persilatan.
Bagaimana tiba-tiba Koay Ji munculkan diri di puncak Ciu Lok
San? kisahnya akan diketahui kelak. (Kisah Khong Yan menjadi
murid Bu Te Hwesio kelak akan dikisahkan di belakang).
Sementara itu, kedatangan Khong Yan sudah membuat Sie Lan
In dan Tio Lian Cu berdiri. Mereka tahu siapa yang datang, meski
sebenarnya mereka sama sekali belum mengenalnya. Atau
tepatnya belum saling mengenal. Hal itu dikarenakan, mereka
901
bertiga mendapat pesan serta wanti-wanti dari Guru masingmasing
untuk menjaga dengan sangat persahabatan diantara
mereka sebagaimana guru-guru mereka. Dan, mereka bertiga,
sebagai murid tokoh tokoh dewa, harus mengikat tali
persahabatan dan saling membantu untuk mengatasi masalah
dan persoalan di dunia persilatan. Dan sebagai tokoh terakhir
yang datang, Khong Yan yang ternyata tumbuh gagah bahkan
sedikit lebih tinggi disbanding Koay Ji, terlihat sudah menjadi
pendekar yang hebat dan memiliki rasa percaya diri yang jelas.
Saat itu, adalah Nona Sie Lan In yang kemudian berkata dengan
suara jernih:
“Selamat berjumpa saudara Khong Yan, perkenalkan namaku Sie
Lan In, murid dari Subo Lam Hay Sinni di Laut Selatan …….”
“Acccchhhhh, senang bertemu dengan Sie Kouwnio ………..
semoga Lam Hay Sinni locianpwee selalu dalam keadaan sehat
….
“Terima kasih saudara Khong Yan, Subo baik-baik saja” balas dan
jawab Sie Lan In singkat namun jelas.
“Selamat berjumpa saudara Khong Yan dan juga Sie Lan In, aku
mewakili Thian Hoat Suhu, berasal dari Hoa San Pay ….. senang
902
bertemu jiwi dan semoga pesan Guru kita masing-masing dapat
kita lakukan sepenuh hati …….”
“Accchhhh, Tio Kouwnio rupanya …… senang sekali dengan
harapan yang baik itu. Akupun berharap sesuai pesan Suhu, agar
selalu dengan sekuat tenaga dan hati untuk menjaga hubungan
baik antara perguruan kita semua …..”
Entah mengapa, percakapan langsung antara Tio Lian Cu dan Sie
Lan In harus menunggu jembatan yang dibangun oleh Khong Yan
di tengah-tengah mereka. Maka diapun berkata dengan suara
lebar:
“Apakah jiwi kouwnio sudah bertemu dan saling sebelumnya …”?
“Kamipun baru berjumpa disini Saudara Khong Yan ….” jawab Tio
Lian Cu sementara Sie Lan In menggeleng tanda belum pernah
berkenalan.
“Jika memang demikian, apakah bisa sesuai pesan Guru kita
masing-masing, kita dapat lebih saling mengenal satu dengan
yang lainnya? Maksudku, karena adalah kita bertiga yang
menyatukan ketiga perguruan ini, mewakili guru masing-masing,
biarlah kita saling menyapa sebagai saudara-saudara
seperguruan. Tetapi, untuk maksud tersebut, kita semua harus
903
mengetahui usia masing-masing, sehingga urut-urutannya dapat
saja kita tetapkan dengan cara demikian. Tetapi, tentu tanpa
maksud dapat saling memberi perintah satu dengan yang lainnya,
atau yang satu berkuasa atas yang lain. Hanya untuk
persaudaraan antara kita. Bagaimana menurut jiwi kouwnio
……”?
Baik Sie Lan In maupun Tio Lian Cu terkejut dengan usul Khong
Yan, tetapi keduanya masih berdiam diri berpikir. Kelihatannya
usul itu memang sangat baik, dan keduanya tidak terlihat
keberatan. Bukankah memang Guru mereka masing-masing
memang menegaskan untuk menjaga persaudaraan 3 perguruan
itu? hanya, masalahnya siapa nantinya yang menjadi tertua agak
sulit ditentukan, dan belum tentu juga cara serta hasil dari
penentuannya akan menyenangkan dan diterima semuanya.
Ketika Tio Lian Cu dan Sie Lan In saling pandang, dan
kelihatannya keduanya setuju dengan usul itu, tetapi sorot mata
keduanya memancarkan kepenasaran yang mudah ditebak.
Khong Yan dapat menangkap suasana itu.
“Boleh juga, tetapi, usulku, urut-urutannya kelak akan kita
tentukan melalui hasil pibu antara kita nantinya ….” Adalah Tio
Lian Cu yang akhirnya berbicara terlebih dahulu. Atas usul Lian
Cu itu, Nona Sie Lan In terlihat mengangguk-anggukkan kepala
904
tanda menyetujui usulan tersebut. Khong Yan menjadi cepat
tanggap dan juga merasa setuju dengan usul itu, tetapi akalnya
melayang kedepan. “Bagaimana kalau hasilnya tidak ada yang
menang …”? karena itu diapun berkata:
“Baik ……… baik, kita sepakati demikian saja. Tetapi, sebelum
kita melakukan pibu, adalah baik urut-urutan usia menjadi
patokan bagi kita untuk saling menyapa. Bolehlah dimulai dariku
saja. Saat ini, namaku Khong Yang burid Suhu Bu Te Hwesio,
baru saja berusia 20 tahun, baru sebulan lalu genap berusia 20
tahunan. Bagaimana dengan engkau Tio Kouwnio …..”?
“Usiaku belum genap 20 tahun, baru berusia 19 tahunan ……”
jawab Tio Lian Cu yang berarti menjadi adik dari Khong Yan.
“Kalau demikian, artinya aku akan menjadi yang tertua diantara
kita, karena usiaku sudah 20 tahun lewat beberapa bulan …..”
“Baik, begitulah kita tetapkan. Toa Suci, terimalah salamku …….
engkau juga, Sam Sumoy, aku memberimu selamat atas
persaudaraan kita bertiga ……”
Tanpa sungkan mereka bertiga yang memang memiliki hubungan
yang baik, terutama di tingkat Guru mereka, saling memberi
hormat dan tandanya setuju dengan urut-urutan sesuai dengan
905
usia masing-masing. Tetapi, urut-urutan itu dapat berubah
berdasarkan hasil pibu mereka nantinya. Dan mereka bertiga
sudah menyepakatinya. Setelah saling memberi hormat sebagai
“satu keluarga perguruan”, ketiganya kini sepakat untuk
menyerahkan kepada Sie Lan In yang tertua untuk mengatur
percakapan mereka bertiga. Terutama menyepakati mekanisme
dan cara pibu:
“Baiklah, Khong Sute dan Tio Sumoy, apakah kita akan mengikuti
cara para Guru kita ketika melakukan pibu atau akan menciptakan
cara kita sendiri …”? demikian Sie Lan In membuka percakapan
“Menurutku, mekanisme dan cara para guru kita menarik untuk
kita tiru. Tetapi, jika bisa kita perluas hingga jurus ke 250, baru
kemudian kita melakukan diskusi untuk bertukar pendalaman atas
ilmu kita masing-masing …” berkata Tio Lian Cu yang memang
agak setuju jika pibu diperpanjang dan bukannya hanya 100 jurus
seperti pengalaman guru guru mereka ketika terakhir kali pibu.
“Bagaimana menurutmu Khong sute ….”?
“Sie suci dan Tio sumoy, Suhu berpesan agar bukan terutama
menentukan kalah atau menang yang terutama, tetapi bagaimana
kita saling memperkuat untuk kelak melawan kekisruhan di
906
Tionggoan. Karena itu, cara para guru kita sudah tepat, tetapi jika
Tio sumoy ingin memperpanjangnya, rasanya juga baik ……
terutama karena tingkat kepandaian kita mungkin masih belum
setinggi para Guru kita. Karena itu, usulan Tio sumoy kudukung
untuk kita laksanakan …..”
“Hmmmm, baiklah. Jika melihat kecenderungannya, kita akan
berpibu satu lawan satu dalam 250 jurus. Kemudian beristirahat
sejenak baru lanjut kembali dengan lawan yang lain. Pada babak
pertama kita melakukan pibu selama 250 jurus dan saling
berlawanan, dan selanjutnya kita akan memberi masukan dan
petunjuk dari sisi kita mengenai cara meningkatkan kemampuan
masing-masing. Bagaimana menurut jiwi …”? tawar Sie Lan In
mengajukan cara pibu
“Baik begitu suci, aku sepakat …..” sambut Tio Lian Cu
“Akupun sepakat Suci ……”
“Bagus jika demikian. Peraturannya adalah, sebagaimana para
Guru kita, adalah bebas untuk menggunakan senjata, bahkanpun
senjata rahasia ataupun jenis ilmu lain yang kita kuasai. Tetapi,
harus dicatat, itu dilakukan dengan memberi peringatan terlebih
dahulu kepada lawan kita. Dan penentuan kalah dan menang,
907
cukup jika sudah kalah setengah jurus akan dinyatakan kalah pibu
…… atau jika mampu menyentuh baju lawan juga dinyatakan
menang, kecuali jika ada pertimbangan lain, kita dapat berusaha
merembukkannya secara bersama …..”
“Baik …..” serentak Tio Lian Cu dan Khong Yan menjawab.
“Baiklah ….. karena kita sudah sepakat, maka mari kita
menentukan urut-urutan pibu, siapa yang akan maju lebiuh dahulu
dan siapa yang maju pada ronde kedua ….”
Pada akhirnya adalah Khong Yan yang akan melawan Sie Lan In,
karena mereka yang mendapatkan undian melakukan pibu
terlebih dahulu. Pada babak kedua baru Sie Lan In melawan Tio
Lian Cu dan partai terakhir adalah Tio Lian Cu melawan Khong
Yan. Undian yang cukup adil karena mereka lakukan secara
terbuka dan diketahui bersama prosesnya. Setelah undian
ditetapkan, Sie Lan In kemudian berkata:
“Khong Sute, mari, kita beroleh undian untuk maju pibu terlebih
dahulu …..”
“Baik Sie Suci, mari, aku sudah siap …..”
908
Tak lama kemudian Tio Lian Cu sudah mundurkan diri dan
tertinggal di tengah adalah Sie Lan In yang akan bertanding
melawan Khong Yan. Murid Lam Hay Sinni melawan murid Bu Te
Hwesio, kedua tokoh dewa Tionggoan yang sudah jarang sekali
muncul dan berkelana di rimba persilatan. Tanpa terasa Koay Ji
yang juga memperhatikan keadaan di arena pibu menjadi tegang.
Karena bagaimanapun dia mengenal kedua orang yang akan
melakukan pibu, bahkan keduanya pernah memperoleh masukan
dan petunjuk darinya. Siapa yang akan dibelanya? Entahlah.
Sejujurnya Koay Ji menjadi bingung siapa yang akan dipilihnya
untuk menang.
“Khong sute, silahkan …….”
“Baik, Sie Suci …. maafkan aku …..” sambil berkata demikian
Khong Yan bergerak mengejar dan mencecar Sie Lan In dengan
ilmu dasar yang dikuasainya. Tetapi, Koay Ji menjadi kaget
karena melihat betapa Khong Yan mempergunakan ilmu ciptaan
mereka pada masa kecil, Ilmu Cakar Ayam Sakti. Diam-diam dia
menjadi geli sekaligus kagum melihat betapa ilmu itu di tangan
Khong Yan sebagaimana dirinya, sudah jauh berubah menjadi
ilmu yang sangat berbahaya. Apalagi ketika Koay Ji melihat
betapa Khong Yan menggunakan ilmu iweekang yang sangat
dikenalinya: Pouw Tee Pwe Yap Sian Sinkang. “Apakah Suhu
909
Khong Yan yang mengajariku iweekang mujijat itu …”? penasaran
Koay Ji dalam hati.
Dan melihat Sie Lan In sudah melawan dengan ilmunya yang
mujijat dan mirip dengan ilmu Koay Ji, yakni ilmu-ilmu Budha yang
bersumber dari Kuil Siauw Lim Sie. Sie Lan In bersilat dengan
Ilmu Liu Yun Ciang Hoat (llmu pukulan Awan Terbang) dan
dengan dorongan Ilmu iweekang Hut Men Sian Thian Khi Kang
(Tenaga Dalam Mujijat). Jika Bu In Hwesio (belakangan Bu In Sin
Liong) menggubah Toa Pan Yo Hian Kang alirang hawa YANG,
maka Lam Hay Sinni menggubah Iweekang Hut Men Sian Thian
Khi Kang yang lebih bersifat lemas. Memang kedalaman Toa Pan
Yo Hian Kang masih tipis diatas pelajaran Hut Men Sian Thian Khi
Kang, tetapi dalam menopang gerakan cepat dan lemas, justru
lebih tepat ilmu kedua. Dan itu sebabnya Lam Hay Sinni dapat
menciptakan ilmu gerak cepat yang mujijat.
Berbeda lagi dengan Iweekang Pouw Tee Pwe Yap Sian Sinkang
yang juga mampu mendorong, menghisap, menggabungkan
tenaga yang menyerang dan pada tingkatnya yang sempurna
bahkan mampu membalikkan tenaga serangan lawan. Ilmu
Budha ini berkembang di Thian Tok dan dikuasai dengan sangat
baik oleh Bu Te Hwesio dan kini diwariskannya kepada Khong
Yan (dan juga Koay Ji). Karena dasar iweekang yang berbeda ini,
910
maka gerakan-gerakan kedua tokoh muda dari garis perguruan
Budha, menjadi seru dan menarik. Gaya yang berbeda dan cara
serta usaha menang dengan menggunakan ilmu-ilmu yang
berbeda, namun dari akar yang nyaris sama, yakni ilmu-ilmu
gerak perguruan yang berdasarkan ajaran agama Budha. Namun
meski demikian, mereka berdua mampu sama-sama bergerak
dengan sangat cepat dan mendatangkan bahaya bagi lawan
mereka.
Sie Lan In sebagaimana tipe dan latihannya sangat
mengandalkan gerakan cepat dan kemudian kelemasannya untuk
berusaha memenangkan pibu. Sementara Khong Yan
mengandalkan kekokohan dan kekuatan iweekangnya yang
memang menjadi ciri kekuatannya. Itu sebabnya Sie Lan In
bergerak cepat dan seperti terlihat mendominasi pertarungan
dengan jurus-jurus serangan yang cepat, membahana dan
seakan tidak memberi waktu bagi Khong Yan untuk bernafas.
Tetapi, sebaliknya Khong Yan dalam kekokohannya mampu
menangkis dan menghalau semua serangan Sie Lan In dan terus
menjaga keseimbangan pertarungan. Dua sampai tiga serangan
Sie Lan In dibalas dengan satu pukulan balik Khong Yan, tetapi
begitupun, tidak berarti Khong Yan jatuh dibawah angin dan
terdesak.
911
Tak terasa 50 jurus awal sudah dilalui tanpa dapat disimpulkan
apakah Khong Yan yang unggul ataukah Sie Lan In. Yang jelas
pertarungan selanjutnya menjadi semakin menegangkan karena
Sie Lan In semakin cepat bergerak dan kini mulai memainkan Ilmu
Kim Kong Ciang Hoat (Ilmu Pukulan Cahaya Emas) dan sesekali
Ilmu To Im Cih Yang (Menyambut Dengan Keras Mendorong
Dengan Lunak). Dengan kedua ilmu itu yang dimainkan dengan
kecepatan tinggi membuat Khong Yan terkejut. Kedua ilmu itu
memang dirancang untuk maksud bergerak cepat dan tidak
memberi lawan peluang menyerang balik. Khong Yan terpaksa
harus memunahkannya dengan Ilmu Tan Ci Sin Thong. Tiba-tiba
Sie Lan In membentak dengan suara keras:
“Awas …….”
Sambil membentak lengannya mencecar Khong Yan dengan
jurus Thui Poh Pang Lan (Mendorong Gelombang) yang
menyasar jalan darah Tay Me Hiat di pinggang. Kemudian dengan
cepat lengan kirinya bergerak menyusul dengan serangan telak
ke jalan darah Hian-ki-hiat di tubuh Khong Yan dengan
menggunakan jurus Liu Ing Uh Khong (Air Mengalir Tarian
Kosong). Kedua gerakan tersebut dilakukan dengan kecepatan
tinggi dan susul menyusul, bahkan masih dengan serangan
susulan yang bisa sangat merepotkan Khong Yan. Tetapi, patut
912
dipuji karena Khong Yan tidak kaget dan gugup menghadapi
serangan berbahaya yang dilancarkan Sie Lan In dengan
kecepatan tinggi. Dengan tenang dia menggerakkan kedua
lengannya dalam jurus Tok Hu Tang Koan (Menjaga Pintu
seorang Diri), dia mencegat pukulan di pinggang dan sekaligus
mendorong balik lengan Lan In sehingga menggagalkan
serangan kedua. Gerakan yang tepat dan efisien dilakukan Khong
Yan.
Tetapi Lan In seperti sudah menduga gerakan lawan, karena itu
dengan menggeser kakinya, dia kembali masuk menyerang
Khong Yan dengan jurus Cian Kun Ban Ma (Ribuan prajurit
Laksaan Kuda). Sekali ini dia menyerang dan menyasar ke thian
toh hiat, hoan bun hiat dan siang-ki hiat, tiga Hiat-to besar di tubuh
Khong Yan. Dan serangan ini susul menyusul dengan target
ketiga hiat to tersebut, satu di tangkis datang serangan yang lain.
Khong Yan mengenal bahaya, karena itu diapun sadar dan
menggerakkan lengannya dengan jurus Lang Cien Liu Sah
(Ombak Menderu Pasir Mengalir). Gerakan kedua lengannya
mengarah ke semua kemungkinan serangan Lan In, kemanapun
arah lengannya sudah tertutup dan diantisipasi dengan baik oleh
Khong Yang, dank arena itu kembali serangan Lan In gagal.
913
Bahkan sekali ini, Khong Yan mengambil inisiatif untuk balik
menyerang lawan,
Dengan jurus Tau Tho Pau Li (Memetik Buah Persik) tiba-tiba dari
bergerak untuk bertahan dan memunahkan serangan lawan,
Khong Yan justru balik menyerang. Target atau sasarannya
adalah jalan darah "Tjian-cing-hiat" pada bahu dengan
menggunakan lengan yang sejak tadi memainkan totokan Tan Ci
Sin Thong. Sie Lan In dengan manis menarik badan dan
kemudian bergerak dengan Jurus Kim Sih Jauw Wua (Benang
Emas Melilit pergelangan Tangan) yang mengantisipasi serangan
lanjutan Khong Yang. Tetapi, sekali menyerang Khong Yan
menyiapkannya dengan baik, dengan jurus Hong Cien Loh Yap
(Angin Berhembus Dedaun Ron-tok) dia kembali mendesak Sie
Lan In. Lengannya bergerak mengarah jalan darah sin ciang-hiat,
dan kemudian kakinya bergerak lincah dan menyusulkan
serangan dengan jurus lain, yakni jurus Hoan Kang Toh Hai
(Membalikkan Sungai Menggali Laut).
Luar biasa, serangan-serangan berantai Khong Yan ini ibarat
serangan angin badai yang datang susul-menyusul dan hanya
dapat dielakkan dan ditangkis Lan In karena dia memiliki gerakan
yang luar biasa cepatnya. Tetapi, akibat serangan-serangan itu
adalah berkibar-kibarnya pakaiannya dan juga rambutnya.
914
Beberapa kali terserang secara hebat membuat Lan In kembali
bergerak sangat cepat dengan ginkangnya yang memang
istimewa Sian-Ing Tun-Sin-Hoat (Ilmu Bayangan Dewa
Menghilang). Ilmu inilah yang banyak membantunya dalam
bergerak hingga posisi yang terasa sulitpun masih dapat
dihindarinya dengan manis. Setelah itu, dia kembali memukul
dengan Pukulan Wan To Bian Chiu (Tangan Kapas Meraup
Selendang). Sampai dua kali mereka adu pukulan:
“Dukkk ….. dukkkkk ……”
Tetapi tidak ada yang memenangkan adu pukulan itu, karena
dengan daya lemas dan kekuatan kapasnya Lan In mampu
menghadapi kekuatan pukulan Khong Yan yang lantas lenyap
kekuatannya. Sampai akhirnya mereka bertarung 150 jurus lebih,
posisi mereka tetap seperti itu. Saling serang dengan porsi
serangan lebih besar Lan In, tetapi diapun tak mampu menembus
basis pertahanan Khong Yan yang bergerak secara kokoh dan
dengan kekuatan yang hebat. Bahkan sesekali mereka adu
kekuatan dengan sedikit keunggulan dipihak Khong Yan, karena
meski kekuatan lemas Lan In mampu mendukungnya, tetapi jika
terus-terusan dia kerepotan juga menahan efeknya bagi dirinya.
Karena itu, memanfaatkan kecepatan, Sie Lan Ini lebih banyak
915
mendesak Khong Yan yang bertahan dan menyerang balik untuk
menyelamatkan posisinya dari desakan hebat Sie Lan In.
Sie Lan In melihat, jika menggunakan ilmu-ilmu tangan kosong
yang juga dia tahu dikuasai dengan baik oleh Khong Yan, dia akan
keteteran. Karena dalam ilmu tangan kosong kelihatannya Khong
Yang masih lebih unggul dibandingkan dengan dirinya. Karena
itu, dia mulai memikirkan jalan mundur guna menyerang lawan
dengan ilmunya yang lain, yakni Ilmu Pedang. Di Ilmu yang satu
ini dia memiliki keyakinan yang lebih karena tingkatannya sudah
sangat tinggi. Berpikir demikian, setelah bergerak dengan cepat,
tiba-tiba dia membentak:
“Khong Yang ….. awas pedang …….”
Sambil membentak demikian dia sudah mengembangkan Ilmu
Thian Kan Hong Lee Kiam Hoat (Ilmu Silat Pedang Taufan
Mujizat). Hebatnya bukan kepalang. Bahkan Khong Yan sendiri
takjub dengan tusukan, tebasan dan serangan pedang lawan
yang mendatangkan perasaan seram karena bagaikan masuk ke
pusaran badai yang selalu mengancamnya. Mau tidak mau dia
akhirnya harus mengandalkan Ilmu Hud meh ciang (pukulan
menyambar nadi), sebuah ilmu yang memang dirancang khusus
guna menghadapi lawan bersenjata. Ilmu ini adalah ilmu pukulan
916
jarak jauh, sentilan-sentilan tajam sejenis Tan Ci Sin Thong, tetapi
digunakan untuk jarak jauh dan selalu mengarah ke titik-titik jalan
darah di sepanjang lengan dan bahu lawan. Tetapi sayangnya,
Lan In memiliki pemunahnya karena diapun menguasai Tan Ci
Sin Thong yang mampu menghalau totokan jarak jauh Khong
Yan.
Begitu bebas, maka dia akan kembali menerjang Khong Yan.
Setelah kembali lewat 20 jurus, sementara kedudukan mereka
masih tetap saling serang dan tiada yang mampu mendesak dan
mengalahkan lawan, tiba-tiba Sie Lan In kembali membuka
serangan. Susul menyusul dia mencecar Khong Yan dengan
jurus-jurus maut yakni jurus Pit Yun Cian Cang (Gumpalan Awan
Merintang), Phang Hoa Soh Liu (Bunga-bunga Bertaburan) dan
jurus Ku Hoa Cun Ih (Bunga Ku Dimusim Semi). Serangan susul
menyusul ini bermaksud mendesak mundur Khong Yan dan
kemudian dengan mudah akan menjadi sasaran serangan susulmenyusul
dari rangkaian ilmu silat Pedang Taufan Mujijat. Tetapi,
Khong Yan paham, sekali dia mundur menghindar, maka Lan In
akan mencecar dia habis-habisan dan akan kesulitan
mengembalikan posisinya.
Berpikir demikian, bukannya mundur, dia justru maju dengan Ilmu
Hud Keng Ciang (Pukulan Tenaga Budha). Secara bersamaan dia
917
memainkan jurus Yun Liong Phun Uh (Naga menyemburkan
Kabut) dan jurus Ciak Ciu Poh Liong (Tangan Kosong Menangkap
Naga). Keadaan ini membuat Lan In menjadi kagum, sadarlah dia
jika lawan sudah siap menghadapi jurus-jurus ilmu pedangnya
sekalipun. Karena jurus-jurus tadi memang dengan cepat dan
tepat memasuki area yang mengharuskan Lan In untuk menjaga
diri dan tidak memforsir serangan. Jurus Naga Menyemburkan
Kabut membuatnya menghadapi bayangan palsu Khong Yan dan
ketika dia belum pada posisi sepenuhnya memahami dimana
Khong Yan, kedua jurus terakhirnya sudah dipunahkan lawan
secara berani. Dengan lengan kosong Khong Yan menotok badan
pedang hingga serangan pedangnya menyamping. Keadaan itu
membuatnya justru jadi dalam posisi mudah diserang lawan.
Dan memang demikian adanya. Memperoleh sedikit lowongan,
Khong Yan segera menyerang balik dengan jurus Hui Pa Cong
Ceng (Gembreng Terbang Menubruk Lonceng), dan membuat
Lan In harus kembali mencelat mundur mencari jalan untuk
menyerang balik. Khong Yan memang tidak mengejar, tetapi
menggerakkan kedua lengannya dengan melakukan totokan
jarak jauh dalam ilmu Ilmu Hud meh ciang (pukulan menyambar
nadi) dan menyasar ki bun hiat dan bit kian hiat di tubuh Lan In.
Dan tentu saja Lan In dengan mudah mengelakkannya sambil
918
kembali merancang serangan baru ke tubuh Khong Yang yang
tidak bergerak mengejarnya tetapi mencecar dengan serangan
totokan jarak jauh.
Sampai disini Koay Ji semakin kagum dengan kemampuan Sie
Lan In. Haruslah dia akui bahwa Khong Yan sudah maju demikian
jauh dan mampu menandingi Sie Lan In tanpa terdesak. Memang
sesekali dia terlihat kerepotan menerima serangan Sie Lan In,
tetapi dia tidak terlampau susah untuk menetralisasi serbuan Sie
Lan In itu. Karena itu, hingga mencapai jurus ke-200, mereka
berdua boleh dibilang masih tetap seimbang. Belum ada pihak
yang akan dapat dikatakan mendominasi atau menang atau
sedikit menang dibandingkan lawannya. Terutama karena
keduanya memiliki sisi beda dalam keunggulan masing-masing.
Sementara Sie Lan In mengandalkan tenaga lemas dan juga
kecepatannya, dan di lain pihak Khong Yan mengandalkan
kekuatan tenaga dan juga sisi kekokohannya dalam bertahan dan
menyerang. Karena itu, keduanya sulit untuk menentukan
kemenangan. Bahkan, Koay Ji sudah menyimpulkan sendiri,
bahwa keduanya setanding dan tidak ada yang akan keluar
sebagai pemenang.
“Khong Yan, awas dengan ilmuku ini, Ilmu Hui-Sian-Hui-Kiam
(Pedang Terbang Memutar)” sambil berseru demikian Sie Lan In
919
melontarkan pedang ke udara yang kemudian dengan cepat
terbang memutar dengan meninggalkan suara desingan yang
menyeramkan telinga. Apalagi Khong yan yang menjadi sasaran
langsung. Bahkan diapun sudah berseru kagum:
”Accchhhh, Ilmu Pedang Terbang ........ bagus ..... bagus .....”
Sambil berseru demikian, Khong Yan segera membuka ilmu baru.
Sebuah Ilmu Pusaka perguruannya, yakni Ilmu Pek-in-hoat-sut
(Ilmu Sihir Awan Putih). Perlahan lahan kedua lengannya mulai
terbungkus awan putih yang cukup pekat dan kemudian dengan
perlahan dia menggerakkan kedua lengannya itu. Tetapi awan
putih pekat itu tetaplah menempel di kedua lengannya, dan kini
lengannya berubah menjadi lengan awan putih yang mujijat. Sie
Lan In kagum melihat bagaimana Khong Yan menggunakan
ilmunya untuk melawan serangan dan tebasan pedangnya. Cepat
dia menggerakkan atau lebih tepat mengendalikan pedang yang
kemudian terbang berputar di sekeliling tubuh Khong Yan.
Hebatnya, Khong Yan tidak berputar-putar untuk mengikuti
kearah mana pedang akan menyerangnya. Tetapi tetap dengan
kokoh dan tenang menghadapi serangan ataupun tebasan dan
tikaman pedang terbang itu.
920
Awalnya Sie Lan In menggunakan jurus ampuh yang disebut jurus
Sin Hoan Put Le (Berputar-putar tidak berhenti) dalam mana
pedang terbangnya berputar-putar dan mendesing di sekeliling
tubuh Khong Yan. Tetapi, melihat betapa Khong Yan tidaklah
terpancing untuk bergerak mengejar kemana pedang itu pergi,
maka tiba-tiba dia menggerakkan lengannya, dan pedang itupun
menerjang Khong Yan dalam jurus Ban Li In San (Awan Gunung
Tampak Selaksa Li) dan masih dipadu dengan jurus Ceng Kou
Cih Meng (Lonceng Dan Genta Berbunyi Serentak). Dengan
kedua jurus tersebut, desingan pedang Sie Lan In bagai berubah
menjadi sumber bunyi-bunyian yang ikut menyerang pusat
konsentrasi Khong Yan.
Tetapi meskipun demikian, tidaklah serta merta Khong Yan goyah
dan terganggu. Apalagi karena dia sudah tiba pada konsentrasi
tertinggi dan menggunakan ilmu mujijat perguruannya untuk
menahan serangan pedang terbang yang luar biasa hebat itu.
Sesungguhnya, dewasa ini teramat jarang ditemukan tokoh yang
memiliki kemampuan menahan serangan pedang terbang. Tetapi
hebat karena Khong Yan justru mampu menerimanya dengan
baik. Bahkan ketika pedang itu kemudian mulai meluncur
menikam, membabat dan menebasnya, dengan tenang dia
menangkis dan menghalau pedang itu dengan lengan kosongnya
921
yang terbungkus awan putih. Luar biasa, lengannya tidak cedera
dan pedang terbang terhalau pergi atau berbelok arah dan tidak
melukai Khong Yan sedikitpun.
Kembali Sie Lan In menggerakkan lengan dan menyerang
dengan jurus Cian Li Peng Swat (Seribu Li Semua Es). Sekali ini
hawa dingin membeku mengiringi desingan pedang yang
mengurung tubuh Khong Yan, dan hebatnya terus menerus
mencari celah dan lowongan untuk menusuk atau menebas.
Tetapi pertahanan Khong Yan cukup hebat dan kuat. Dan
bertahan seperti itu terus hingga 20 jurus Khong Yan diserang,
namun tidak mendatangkan sedikitpun manfaat bagi Sie Lan In.
Memang Khong Yan bertahan kokoh dan seperti tak mampu
menyerang lawan, tetapi sebetulnya, setiap tangkisan dan setiap
benturan pedang terbang dengan lengan, adalah cara Khong Yan
memukul balik tenaga Lan In. Dan Sie Lan In tentu saja mengerti
dengan kenyataan tersebut, sehingga tidak dapat disebut Khong
Yan bertahan semata.
Apakah hanya sampai disitu kehebatan Sie Lan In? jika ya, maka
mana bisa Lam Hay Sinni membiarkannya mengembara di
Tionggoan? Saat ini Sie Lan In sudah mencapai tingkat Sen Hap
Kiam (Badan Menyatu Dengan Pedang). Tingkat yang juga
dicapai hanya oleh Toa Sucinya yang menghilang cukup lama.
922
Tetapi kelebihannya adalah, dia mulai mampu menyerang dengan
ilmu lain sambil memainkan Ilmu pedang terbang. Inilah
kelebihannya yang dipelajarinya, meskipun dia masih belum
sanggup menembus jurus terakhir yang baru subonya yang
mampu memainkannya. Tetapi, untuk seorang Sie Lan In,
tingkatnya dalam Ilmu Pedang sudah teramat tinggi dan hanya
satu atau dua orang yang mampu mencapainya selain subonya.
“Khong Yan …. berhati-hatilah …..” bisiknya lirih memberi
peringatan. Padahal, saat itu tidak perlu lagi, karena selain dia,
Khong Yan sendiri sudah dalam konsentrasi yang nyaris total.
Tidak lagi memperhatikan sekelilingnya.
Dan mulailah Sie Lan In kembali mengurung Khong Yan dengan
pedang terbangnya yang mendesing mengganggu pendengaran.
Tetapi, bukan cuma itu, sekali ini Sie Lan In ikut menyerang
menggunakan sebelah tangannya dengan memainkan ilmu-ilmu
andalan subonya. Ilmu-ilmu dari Siauw Lim Sie, dan dia
menggunakan totokan-totokan Kim Kong Cie untuk menambah
daya serangnya. Akibatnya cukup hebat totokan totokannya sama
berbahayanya dengan pedang, padahal serbuan pedang itu
sendiri sudah cukup merepotkan Khong Yan. Karena itu, apa
boleh buat, diapun harus membagi perhatiannya untuk terjangan
pedang dan serangan-serangan totokan yang dilancarkan Sie Lan
923
In. Dan keadaan tersebut sungguh mendebarkan, bukan hanya
bagi Khong Yan tetapi juga bagi Sie Lan In. Karena pertempuran
mereka sekali ini benar-benar menguras tenaga, semangat dan
keteguhan.
Kembali 10 jurus berlalu, mereka bahkan saling cecar dengan
totokan mencari sasaran menyerang dan bertahan. Tetapi,
keadaan Khong Yan mulai repot. Hal ini membuat Sie Lan In mulai
tersenyum dan terus mencecar Khong Yan karena dia
berpendapat saat itu adalah tepat untuk emmastikan
kemenangannya. Tetapi, tiba-tiba dia terkejut bukan main ketika
dalam keadaan yang sangat berbahaya dengan manis Khong Yan
bergerak dengan sebat dan sangat mujijat. Entah bagaimana,
tiba-tiba kini dia yang diserang Khong Yan, untung saja desingan
pedang membuat Khong Yan tidak mampu mencecar dan
mendesaknya lebih jauh. Tetapi, keheranan dan keterkejutan Sie
Lan In terus berlanjut. Karena ada tiga atau empat kali dia
menyaksikan bagaimana gerakan mujijat Khong Yan
membuatnya menghindar dan selamat dari posisi yang
dipikirkannya sudah akan membuatnya menang. Tetapi ternyata,
beberapa saat kemudian, dia kembali balik diserang dan didesak
Khong Yan.
924
Begitulah, sampai akhirnya genap jurus ke 250, tetap saja tak ada
salah seorangpun dari mereka yang mampu keluar sebagai
pemenang. Alias kedudukan mereka seri, tak ada yang mampu
menang untuk setengah jurus sekalipun. Tetapi, begitu mereka
selesai dan masih berkeringat karena menggunakan banyak
tenaga pada jurus-jurus terakhir, terlihat Sie Lan In yang
penasaran sudah bertanya kepada Khong Yan:
“Khong sute ….. ada satu yang ingin kutanyakan kepadamu ……”
“Ada apa gerangan Sie Suci …. “? Khong Yan bertanya balik
ketika melihat nada penasaran di mata Sie Lan In.
“Siapakah gerangan yang mengajari engkau gerakan-gerakan
mujijat yang membuatmu mampu menyerangku balik pada saat
justru engkau sedang terjepit …..”?
“Accccchhhh, engkau mengenali jurus-jurusku tersebut Sie Suci
…..”? Khong Yan kaget ketika itu yang ditanyakan Sie Lan In.
“Benar, aku pernah melawan seorang tokoh yang menggunakan
ilmu tersebut, meski lebih lengkap dan mujijat dibandingkan
engkau ……”
925
“Haaaa ….. apakah, apakah engkau sudah bertemu adik
angkatku yang juga sekaligus adalah suhengku yang bernama
Koay Ji itu …..”? kini malah Khong Yan yang balik bertanya
dengan wajah berbinar-binar.
“Acccch tidak mungkin Khong Sute, lawanku itu bernama Thian
Liong Koay Hiap dan sudah berusia lebih 45 tahun ……. dan
kuakui, dia memang sangat hebat. Apakah dia adalah suhengmu
ataukah Susiokmu …..”? jawab Sie Lan In sambil memandang
Khong Yan penuh perhatian.
Kini berbalik Khong Yan yang kebingungan. Jelas sekali menurut
Koay Ji dan juga dibenarkan oleh suhunya, bahwa hanya dia
seorang dan Koay Ji yang menguasai gerak mujijat yang bernama
THIAN LIONG PAT PIAN itu. Karena itu, diapun berkata dengan
suara datar:
“Sie Suci, sejujurnya hanya ada dua orang yang menguasai Ilmu
yang kumainkan tadi, namanya Ilmu Thian Liong Pat Pian. Yang
mengajariku adalah adikku, adik angkatku Koay Ji, seorang bocah
aneh tak bernama yang kemudian diangkat Suhu menjadi murid
mendahuluiku. Tetapi, sejak kurang lebih 10 tahun silam kami
sudah berpisah dan belum pernah bertemu kembali sampai hari
ini ……. acchhhh, sungguh sempat kukira bahwa aku sudah
926
menemukan jejak suhengku itu. Tetapi ternyata sampai sekarang,
akupun masih berusaha mencarinya ……”
Melihat keadaa Khong Yan, Sie Lan In tertegun. Tentu saja dia
percaya dengan apa yang dijelaskan Khong Yan, tetapi jelas
sekali jika ilmu yang dimainkan Khong Yan tadi sama atau
malahan mirip benar dengan ilmu yang dimainkan Thian Liong
Koay Hiap, tokoh yang sangat menggemaskan dan
mengesalkannya itu. Dia masih ingin bertanya tetapi tiba-tiba
terdengar suara yang lain, Tio Lian Cu:
“Khong Suheng, aku pernah bertemu Koay Ji kurang lebih 7 tahun
silam, dan bahkan kami pernah bermain bersama selama 10 hari
di puncak Thian Cong San. Tetapi, menurut pegetahuanku Koay
Ji adalah murid seorang Pertapa Sakti yang menyendiri dan
bukanlah suhengmu ………”
“Accchhh, engkau belum sepenuhnya mengerti Tio Sumoy …..
sebelum menjadi murid dari kakek guruku, suhengku itu atau
Koay Jie sudah terlebih dahulu menjadi murid suhuku. Tetapi,
untuk kesembuhannya, mau tidak mau Koay Ji atau suhengku itu
harus belajar terlebih dahulu Ilmu Toa Pan Yo Hian Kang dari
kakek guruku …… begitu kisah yang sesungguhnya sumoy
……..”
927
“Acccchhhh, baru aku mengerti …..” bergumam Tio Lian Cu
mengenangkan sahabat masa kecilnya yang berlaku sangat baik
dan sangat menyenangkan itu. Bahkan yang juga mengajarnya
berbicara dalam bahasa monyet.
“Sudahlah ….. biarlah kita selidiki perlahan lahan nanti, apakah
benar Thian Liong Koay Hiap itu adalah suhengmu atau bukan
Khong Sute, tetapi yang jelas dan pasti, dia mampu memainkan
ilmu gerak mujijatmu tadi secara lengkap dan sempurna. Jujur,
aku tak sanggup mengejarnya dan memukulnya ketika dia
bergerak mengikuti gerakan gerakan mujijatnya yang luar biasa
itu ……” berkata Sie Lan In setelah hilang rasa kaget dan
terkejutnya mendengar penjelasan Khong Yan dan Tio Lian Cu.
“Benar Suci …… lebih baik kalian beristirahat terlebih dahulu
sebelum kita memasuki babak kedua dari pibu kita hari ini ……”
Tio Lian Cu memberi usul yang dengan segera diiyakan dan
disetujui oleh Khong Yan dan Sie Lan In. Dan bagi mereka yang
berlatih Ilmu Silat, terutama yang tingkat kepandaian dan
kemampuannya sudah setinggi ketiga anak muda itu,
mengembalikan kesegaran, semangat dan konsnetrasi tidaklah
satu pekerjaan berat. Tidak lebih satu jam kemudian, baik Khong
Yan maupun Sie Lan In sudah kembali bersemangat dan pulih
seperti sedia kala. Dan, menilik kemampuan mengembalikan
928
kesegaran, maka Khong Yan masih sedikit dan tipis di atas Sie
Lan In, karena dia siuman kurang lebih 2, 3 menit mendahului
Nona dari Lam Hay itu. Dan Sie Lan In tahu dan dengan tulus dia
berkata:
“Iweekangmu sungguh hebat sute ……”
“Mana ….. mana, tetap saja kerepotan menghadapimu suci ……”
Tetapi Sie Lan In tidak lagi memperhatikan jawaban Khong Yan,
karena dengan segera diapun berkata dengan suara lirih:
“Sam sumoy, mari, sekarang adalah giliran kita berdua untuk
melakukan pibu di babak kedua ini. Mari kita mencoba saling
menaklukkan sumoy …..”
“Baik suci ….. aku sudah siap …..”
Tio Lian Cu paham betul jika Sie Lan In baru saja
menghamburkan banyak tenaga menghadapi Khong Yan
sebelumnya. Tetapi, jiwa besarnya membuatnya tidak mau
memanfaatkan kelebihan itu untuk kemudian mendesak adu
pukulan dengan Sie Lan In. Tetapi, dia juga paham bahwa
kelebihan Sie Lan In ada dalam ginkangnya yang sangat luar
biasa, terlampau sulit baginya untuk menandingi Lan In dalam
929
gerak cepat. Dan Lian Cu paham betul bahwa mengandalkan
kecepatan hanya akan membuatnya kehabisan daya dan tak
akan mampu menandingi Lan In.
Pibu kali ini memiliki makna sangat penting bagi Tio Lian Cu.
Karena sebetulnya ada sesuatu yang sangat ingin dibuktikannya,
dan sekarang dia akan mencobanya. Menurut Thian Hoat Tosu
Gurunya, sebelum menemukan rahasia inti ilmu Sakti Tiang Kun
Sip Toan Kim dan Ilmu Tian To Im Yang Ngo Heng Kiam Hoat,
gurunya selalu kalah tipis ketika bertarung baik dengan Bu Te
Hwesio maupun dengan Lam Hay Sinni. Meski di luar orang tahu
bahwa mereka masih setanding dan tidak saling mengalahkan.
Tetapi, setelah menemukan rahasia kedua ilmu sakti itu, Thian
Hoat Tosu yakin jika mereka sudah mampu mengejar ketinggalan
dan tidak akan kalah lagi sebagaimana pibu-pibu yang
sebelumnya. Dan untuk maksud itulah Lian Cu bertarung, ingin
membuktikan bahwa dia tidak akan kalah bahkan jika
memungkinkan, akan berusaha memenangkan pertarungan lewat
cara jujur dan terbuka.
Sesungguhnya Sie Lan In adalah gadis yang tenang dan sudah
mampu mengendalikan perasaannya. Karena itu, meski tidak
mampu menang melawan Khong Yan tetapi juga tidak kalah, tidak
ada yang disesalkannya. Dan dia sama sekali tidak kecewa
930
karena dia sudah diwanti-wanti Subonya, bahwa lawan beratnya
adalah murid Bu Te Hwesio. Bahkan Subonya berpesan, dalam
tingkat kemampuan Ilmu Iweekang, adalah Bu Te Hwesio yang
paling tinggi meski selisihnya sangat tipis. Sementara dalam ilmu
ginkang, adalah Lam Hay Sinni subonya yang mampu mengatasi
kedua tokoh yang lainnya. Sementara Thian Hoat Tosu seperti
kehilangan satu bagian dari kematangan ilmunya, dan karena itu
sering kalah sejurus. Tetapi, jika mereka mampu menemukan
penggalan yang hilang itu, niscaya akan sulit mengalahkan wakil
dari Thian Hoat Tosu. Itu yang membuat Lan In tidak terlampau
gegabah untuk langsung menyerang Lian Cu, tetapi bersikap
sabar seperti pertempuran sebelumnya.
Dan untung memang itulah yang terjadi. Dalam benturan pertama
saja, Lan In sudah tahu jika kekuatan iweekang keduanya
setanding dan tidak ada yang lebih kuat dari yang lain. Karena itu,
dia berlaku sabar dan mengajak adu pukulan dengan kecepatan
tinggi, karena kecepatan adalah keistimewaannya. Tetapi,
meskipun Sie Lan In sudah menggunakan menggunakan Ilmu Liu
Yun Ciang Hoat (llmu pukulan Awan Terbang) dan bahkan
kemudian diganti lagi dengan lmu To Im Cih Yang (Menyambut
Dengan Keras Mendorong Dengan Lunak), tetap saja dengan
santai dan kokoh Lian Cu menandinginya. Sebat dan cepat dia
931
menyambut dengan Ilmu Pa Hiat Sin Kong atau ilmu sakti
menotok jalan darah. Sejak awal Tio Lian Cu sudah memutuskan
untuk langsung menerapkan Ilmu Sakti Tiang Kun Sip Toan Kim
yang sudah sangat dikuasainya dan diandalkannya. Hal ini karena
dia masih belum yakin benar dan takut terkalahkan oleh Sie Lan
In terlampau awal.
Pertarungan ini awalnya memang menunjukkan betapa Tio Lian
Cu masih agak sedikit kurang percaya diri. Tetapi, setelah
memasuki jurus kedua puluh dan dia merasa tidak kalah tenaga
dan mampu mengisi kekosongan kelemahannya dalam hal
ginkang dengan Ilmu Liap In Sut warisan Bu In Sin Liong atau
dengan mengerahkan Ilmu Mujijat Tiang kun Sip Toan Kim,
mulailah dia percaya diri dan lebih berani untuk balas keluar
menyerang lawannya. Jika awalnya dia hanya berani menotok
lawan dengan jarak aman, kini dia mulai berani mengerahkan Ilmu
Hong In Pat Jiauw (Ilmu Delapan Cengkeraman Angin dan Mega)
dan mengejar Sie Lan In hingga jarak yang kebih dekat. Dan sejak
itu, meski frekwensi dalam menyerang masih tetap dipegang Sie
Lan In yang memiliki gerak yang sangat cepat, tapi Tio Lian Cu
sudah mulai mampu memberikan perlawanan hebat.
Tidak lama kemudian keduanya sudah memasuki jurus ke-100
tanpa ada tanda-tanda satu pihak akan mengalami kekalahan.
932
Seperti tarung sebelumnya, Sie Lan In memang menang dalam
gerakan cepatnya, tetapi segera nyata bahwa kelihatannya Tio
Lian Cu sudah memiliki obat antinya dan membuatnya tetap
kokoh melawan dan bahkan berani menyerang balik. Sampai
jurus ke 100 mereka masih tetap serang menyerang dengan Ilmu-
Ilmu tangan kosong, bahkan Sie Lan In mencoba semua Ilmu
Siauw Lim Sie yang dikuasainya dengan sempurna. Baik Ilmu Kim
Kong Ci, Tan Ci Sin Thong maupun Tay Lo Kim Kong Ciang yang
mujijat dihamburkannya berganti-ganti untuk menyerang dan
mendesak posisi Tio Lian Cu. Tetapi dengan tenang dan
mengandalkan berganti-ganti Ilmu Pukulan Jit Gwat It Sian Kun
(Pukulan Matahari dan Rembulan Satu Garis) hinggga Ilmu
Pukulan Sam Im Ciang warisan Bu In Sin Liong, dia mampu
menahan dan meladeni serangan-serangan Sie Lan In. Bahkan
hingga mereka berdua saling serang memasuki jurus ke 175.
Keadaan masih tetap seperti sebelumnya, saling serang dan
saling desak, namun susah untuk meraih kemenangan.
Meski sudah mengerahkan ilmu andalan masing-masing, tetap
saja keduanya tidak mampu saling melukai dan saling mendesak
sangat jauh. Karena selalu saja keduanya mampu
menyeimbangkan keadaan dengan cepat dan tidak menunggu
sampai terdesak hebat. Sampai akhirnya adalah Tio Lian Cu yang
933
memutuskan untuk menyerang dan sekali ini dengan Ilmu
pedang:
“Suci, awas pedang ……”
Sekejap saja di tangan Tio Lian Cu kini sudah tergenggam
sebatang pedang. Tetapi, Sie Lan In masih sempat bertanya
dengan nada kurang percaya:
“Sumoy, benarkah engkau ingin bertanding pedang denganku
…….”?
“Suci, aku sungguh ingin mencobanya …….”
“Baiklah …….. mari kita coba …..”
Inilah babak yang sangat menarik dan menegangkan karena
kedua gadis muda itu kini saling serang dan saling bertahan
dengan menggunakan senjata tajam. Sesungguhnya Lam Hay
Sinni pernah berpesan kepada muridnya, untuk tidak mencari
kemenangan dengan Ilmu pedang ketika menghadapi murid dari
Thian Hoat Tosu. Bukan apa-apa, karena untuk waktu yang lama
Rahib Sakti itu paham, bahwa Hoa San Pay kehilangan banyak
ilmu mujijatnya sejak puluhan tahun silam. Terutama kehilangan
Ilmu Pedang mujijat yang pernah mengangkat nama dan
934
kebesaran Hoa San Pay. Karena itu, Thian Hoat Tosu selalu kalah
ketika berhadapan dengan menggunakan ilmu pedang. Anehnya,
sekarang ini justru Tio Lian Cu yang menantang adu ilmu pedang.
“Apa tidak salah”? pikir Sie Lan In.
Tapi, ketika mereka saling serang dengan dua jenis Ilmu Pedang
yang sama hebatnya, yakni Tio Lian Cu menggunakan Hoan Ki
Bun Kiam Hoat (Ilmu Pedang Sungsang Balik) dan Sie Lan In
menggunakan Ilmu Pedang Thian Kan Hong Lee Kiam Hoat (Ilmu
Silat Pedang Taufan Mujizat), keadaan berubah tegang. Sungguh
hebat luar biasa bisa menyaksikan kedua gadis muda usia ini
dalam memainkan pedang di tangan mereka dengan sedemikian
mahirnya. Saling serang dan kemudian saling bertahan dengan
menggunakan pedang tajam dan dalam pibu yang sungguhan,
benar-benar sangat menegangkan. Tetapi, sekali ini adalah Sie
Lan In yang menjadi kaget dan kemudian kagum karena ternyata
tetap saja Tio Lian Cu dapat menjejerinya. Bukan hanya gesit dan
mampu menahan serangannya, tetapi bahkan mampu
menyerangnya balik dengan serangan yang kuat dan berbahaya.
Pertarungan yang kini memasuki babakan menggunakan senjata
tajam, pedang, kini membuat Khong Yan yang menyaksikan
pertarungan tersebut dari samping menjadi gelisah. Terutama
karena dia melihat bagaimana kedua nona itu saling libas
935
demikian hebat dan dahsyatnya dengan ancaman terluka yang
demikian tinggi pada masing-masing posisi kedua nona itu.
“Suci, awas ……jurus Sing Kua Thian Kai (Bintang Bergantung Di
Langit) ...” teriak Tio Lian Cu dengan bersemangat.
”Hmmmmm, Sumoy, aku bisa mengatasinya dengan jurus Hong
Pah Soh Liu (Angin Menggoyangkan Ranting Liu) .....” balas Sie
Lan In merdu
Dalam waktu singkat mereka bergerak cepat dengan Tio Lian Cu
menggerakkan pergelangan tangannya dan pedangnya berubah
menjadi cahaya menusuk tajam dari atas kepala dan mengejar
Sie Lan In. Tetapi, Sie Lan In tidak kalah pamor, dengan cepat
pedangnya bergerak cepat dan membendung semua serangan di
atas kepalanya dengan pedang yang seperti membentuk payung
dan kemudian bergerak menyambut serbuan pedang Tio Lian Cu.
Sedetik kemudian, mereka kembali saling tebas, saling tikam
dengan gaya yang manis, namun selalu terlihat menyeramkan jika
pedang tajam itu mengenai salah satu dari kedua gadis manis itu.
Dan Khong Yan yang menyaksikan dari dekat dan detail paham
jika salah sedikit akan timbul korban yang tidak diiinginkan. Bukan
hanya kekalahan yang akan sangat menyakitkan, tetapi akibat
dari kekalahan itu adalah fisik yang terluka, dan bahkan bisa
936
mematikan. Karena kalah sudah sakit atau menyakitkan, apalagi
jika kalah karena tertusuk atau terkena tebasan pedang tajam
yang digerakkan dengan kekuatan iweekang.
Pada dasarnya, gerak dan prinsip bertarung Tio Lian Cu
sebenarnya memadukan kedua kekuatan yang berlawanan, yakni
keras dengan lemas, im dan yang. Karena Sinkangnya
sebenarnya adalah aliran keras, yakni Siauw Thian Sinkang,
tetapi prinsip ilmunya justru memadukan melawan keras dengan
lembut dan melawan cepat dengan gesit, melawan lambat
dengan cepat. Pendeknya, prinsip ilmu yang ditemukan intinya
oleh Tio Lian Cu adalah, selalu siap menyesuaikan dengan ilmu
lawan dan kemudian mencari antinya. Itulah salah satu kepingan
penting yang membuat kemampuan Tio Lian Cu mampu
menahan kemampuan Sie Lan In dan tidak membuatnya terdesak
meski sudah memasuki jurus keduaratus. Dan kepingan inilah
yang lenyap sekian lama dari Hoa San Pay, hanya karena
keuletan dan kecerdikan serta ketekunan Thian Hoat Tosu sajalah
hingga dia mampu mensejajarkan diri dengan tokoh-tokoh hebat
dunia persilatan Tionggoan saat ini. Dan kini, pengetahuan itu
dicurahkan kepada Tio Lian Cu, bahkan masih dengan
ditemukannya inti rahasia ilmu pusaka mereka.
937
Tiba-tiba, kini Sie Lan In yang bergerak cepat dan menaburkan
pedangnya hingga menghasilkan serangan berantai dalam jurus
Huan Yun Hok Ih (Awan Berbalik Hujan Turun). Sungguh hebat
menyaksikannya, tetapi dengan cermat Tio Lian Cu membuka
jurus Hong Cien Sah Cing (Angin Berhembus Pasir Jadi Bersih).
Dia menemukan dalam prinsip melawan kecepatan adalah
kekokohan dan menangkis serangan lawan yang berisi dan
bukannya yang kosong. Dengan cara tersebut, dia menghemat
gerakan dan mampu mengikuti semua terjangan Lan In yang
bergerak dengan cara yang susah untuk dijelaskan. Dan sekali
lagi, dia memang tepat memilih strategi perlawanan terhadap Sie
Lan In yang memiliki kecepatan bergerak dan gaya gerak yang
berbeda dengannya.
Ketika serangannya dapat digagalkan lawan, dengan teramat
cepat kembali Sie Lan In mengejar Tio Lian Cu dengan jurus Cai
Tiap Siang Hui (Sepasang Kupu Kupu Beterbangan). Jurus ini
membuatnya seperti terbang mengelilingi Tio Lian Cu dan
sesukanya menyerang, menabas, menikam ataupun menusuk
dari semua sudut. Sedetik Tio Lian Cu terkejut dengan intensitas
serangan Sie Lan In yang meningkat, baik kecepatannya maupun
variasinya. Tetapi, teringat dengan prinsip utama ilmunya, nyaris
secara otomatis Lian Cu menggunakan jurus Heng Pu Sien
938
Khong (Air Terjun Mengalir). Pilihan yang menarik, karena
gerakannya jadi seperti paduan yang mengisi sela-sela serangan
Sie Lan In dan keduanya seperti sedang menari sambil mengisi
celah kosong antara keduanya.
Sejak tahap ini, maka yang paling tertarik dan paling penasaran
adalah Koay ji yang meski menyaksikan dari kejauhan tetapi
cukup jelas menangkap gerakan-gerakan kedua gadis itu. Dia
terlihat merenung dan memahami sesuatu yang bahkan tak
mampu dilihat Khong Yan, apalagi Sie Lan In dan Tio Lian Cu
yang terus menerus berkonsentrasi menyerang dan bertahan.
Ketertarikan Koay Ji adalah melihat kedua gadis muda itu seperti
sedang menari, namun demikian justru sengatan dari saling isi
dan saling serang antara keduanya, lebih berbahaya jika ada
pihak ketiga. Ada celah menarik yang membuat Koay Ji terpikat.
Dan kelak Koay Ji akan menemukan dan memadukan gerakangerakan
saling serang mereka berdua menjadi sebuah rangkaian
yang sangat berbahaya dan mematikan. Tentu saja pada saat itu
kedua gadis itu tidak menyadari apa yang disaksikan Koay Ji dan
membuatnya setengah mati tertarik, tertarik dan semakin tertarik.
Matanya sampai tak menutup sekian lama untuk dapat melihat
dan menganalisa gerakan-gerakan kedua gadis itu.
939
Sementara itu, setelah menimbang-nimbang sekian lama, Sie Lan
In akhirnya sampai juga pada keputusan untuk menyerang
dengan ilmu andalannya, ilmu Hui-Sian-Hui-Kiam (Pedang
Terbang Memutar). Tetapi, pada saat melihat Sie Lan In tiba pada
ilmu ini yang sudah disaksikannya tadi, Tio Lian Cu kemudian
menggerakkan pedangnya secara berbeda. Dan itulah
pembukaan ilmu mujijat Hoa San Pay yang bernama Ilmu Pedang
Tian To Im Yang Ngo Heng Kiam Hoat. Keduanya kurang sadar
dan belum saling tahu, jika lawan sudah menguasai pedang
hingga ke tingkat Tingkat Sen Hap Kiam (Badan Menyatu Dengan
Pedang). Karena itu, ketika Sie Lan In bergerak atau tepatnya
menggerakkan pedang menyerang Tio Lian Cu, pada saat
bersamaan Tio Lian Cu juga menggerakkan pedang yang kini
seperti dikendalikan oleh pikirannya. Secepat dia berpikir, secepat
itu pedang bergerak kearah yang dikehendakinya.
Dan tiba-tiba menyerbulah pedang Sie Lan In ke udara dan
kemudian mengejar Tio Lian Cu. Tetapi, menyambut serangan
maut tersebut, Tio Lian Cu tiba-tiba melompat dengan Liap In Sut
ginkang khas Bu In Sin Liong yang justru membantu Ilmu Hoa San
Pay ini menjadi lebih sempurna. Ketika melompat, Tio Lian Cu
menggerakkan pedang ditangannya dan kemudian tubuhnya
meluncur mengikuti arah pedang yang bergerak menangkis,
940
mendorong dan memotong alur pedang terbang. Ini sungguh
hebat, karena sasaran pedang terbang kini seperti bersembunyi
dibalik pedang yang juga terbang bersama pemiliknya. Akibatnya
pemandangan menjadi aneh dan benar-benar jarang terlihat
dipertontonkan di dunia persilatan Tionggoan. Posisi Sie Lan In
yang saat itu sedang menggerakkan dan mengontrol pedang dari
kejauhan, berhadapan dengan Tio Lian Cu yang seperti “terbang”
bersama pedangnya. Dalam posisi itu sepertinya terlihat jika Tio
Lian Cu sekedar mengantisipasi serangan Sie Lan In. Dan
memang seperti itu maksud dan strategi tempur Tio Lian Cu
sebagaimana Ilmu Mujijat Hoa San Pay yang didalaminya. Tetapi,
jangan salah, dia sama sekali tidak terdesak dan Sie Lan In
sangat maklum dengan keadaan tersebut. Karena itu, wajah Sie
Lan In terlihat sama serius dan sama tegang dengan keadaan dan
wajah Tio Lian Cu.
Sie Lan Cu kaget bukan kepalang. Kaget melihat bagaimana cara
Lian Cu mematahkan pedang terbangnya yang jauh berbeda
dengan gaya dan cara yang dipilih Khong Yan tadi. Yang
mengagetkannya adalah, subonya memberi tahunya sesaat
sebelum menuju Tionggoan, bahwa Hoa San Pay kehilangan ilmu
pedang andalan mereka puluhan atau ratusan tahun silam.
Tetapi, mengapa kini muncul ilmu pedang baru yang mampu
941
menahan dan bertahan dari Ilmu pedang terbangnya? Kekagetan
itu membuatnya menyesal belum mampu memainkan jurus maut
dari ilmu pamungkasnya ini. Dia tidak tahu bahwa hal yang sama
dialami Tio Lian Cu yang kesal karena belum mampu melepas
ilmu rahasia dari ilmu mujijat yang baru ditemukannya pada 7
tahun silam itu. Karena itu, ketika akhirnya mereka mengerahkan
kekuatan pada jurus ke 250, yang terdengar adalah suara
benturan pedang dan ….“trak ….. trak ….”, disusul dengan
jatuhnya kedua batang pedang ke tanah yang sudah patah-patah.
Keduanya kemudian saling pandang dalam senyum karena
maklum, pertarungan terakhir sungguh sangatlah mendebarkan
dan menegangkan. Bahwa mereka berhasil keluar dari
pertarungan yang amat berbahaya itu dalam keadaan utuh dan
selamat, sungguh sangat mengagumkan. Tetapi, yang lebih
melegakan keduanya adalah kenyataan bahwa mereka berdua
dapat atau berhasil melaluinya dengan tidak terkalahkan meski
juga sangat sadar bahwa mereka tidak mampu mengalahkan
lawan.
“Sumoy ….. kionghi, kelihatannya engkau dan suhumu sudah
menemukan kepingan yang hilang dari ilmu Hoa San Pay ….
sekali lagi kionghi …..” dengan tulus Sie Lan In menyampaikan
pujiannya atas kemampuan Tio Lian Cu.
942
“Terima kasih Suci ….. engkau benar, memang 7 tahun silam
dengan bantuan Koay Ji, di Thian Cong San sumoymu ini berhasil
menemukan warisan yang puluhan tahun lenyap dari gunung Hoa
San Pay …… tetapi terima kasih atas pengajaran Suci, Suhu
sendiri sudah mengingatkan bahwa menahan seri sudah sangat
hebat setelah sekian lama Suhu selalu tertinggal tipis ……” nada
penasaran muncul dalam suara Tio Lian Cu meski dia sadar
capaiannya sudah cukup hebat.
“Hikhikhik …….. kali ini, keluarga 3 Dewa sudah tidak mampu
saling mengalahkan. Kutanggung, engkaupun tidak akan
dikalahkan namun tak akan mampu mengalahkan Khong Sute
….. tetapi, kalian boleh coba nanti. Engkau beristirahatlah terlebih
dahulu sumoy, biar engkau menghadapinya secara adil ……”
Pertarungan keduapun ternyata berakhir dengan hasil yang sama
belaka dengan ronde sebelumnya antara Khong Yan melawan
Sie Lan In. Yakni tidak ada diantara Sie Lan In dan Tio Lian Cu
yang dapat saling mengalahkan. Sie Lan In tak mampu
mengalahkan Tio Lian Cu, sehingga benarlah ramalan Thian Hoat
Tosu. Bahwa temuan Tio Lian Cu di Thian Cong San akan
melengkapi Ilmu Hoa San Pay yang seperti kehilangan satu
keping yang sangat penting dan menentukan. Dan keping yang
hilang itulah yang membuatnya selalu tertinggal dan kalah tipis
943
dari Lam Hay Sinni dan Bu te Hwesio. Dan kini, benarlah, melalui
Tio Lian Cu terbukti, mereka, Hoa San Pay, kini sudah mampu
mengejar ketertinggalannya dari Lam Hay Sinni dan Bu Te
Hwesio. Tentu saja Tio Lian Cu cukup bangga dengan capaian
yang luar biasa itu.
Seusai pertempuran kedua, Koay Ji terlihat sedang termenung di
tempatnya mengintai. Bibirnya komat-kamit, matanya
menerawang dan seperti sednag berpikir panjang. Dia sedang
menimbang satu hal, entah apa itu. Tetapi yang pasti, dia tidak
lagi melihat atau memandang ke arena yang saat itu sedang
“istirahat”, memberi waktu bagi Tio Lian Cu untuk memulihkan diri
sebelum melawan Khong Yan. Dan satu jam kembali berlalu, tapi
Koay Ji masih tetap menerawang dan berpikir, sementara Tio Lian
Cu sudah selesai dengan pemulihan semangat dan fisiknya.
Bahkan dia sudah melompat berdiri dan kemudian menghadap
Sie Lan In sambil berkata:
“Suci ….. aku sudah siap ……”
“Hahahahaha, sekarang, bersiaplah menghadapi Khong Yan dan
berlatihlah melalui pibu itu lebih tekun. Sesuai perkataanku
sebelumny, kuramalkan pibu kalian akan berakhir sama, kurang
lebih sama dengan pibu pada dua ronde yang sebelumnya.
944
Terutama karena engkau telah menemukan keping yang hilang
itu sumoy, maka pibu kalian akan seperti latihan belaka. Tidak
beda dengan pibu kita barusan …… nach, Khong Sute, silahkan
dimulai …..”
“Baik ….. Tio Sumoy, mari silahkan …….” Ujar Khong Yan yang
kini sudah berdiri menanti Tio Lian Cu untuk memulai pibu antara
mereka berdua.
Tio Lian Cu sudah menyaksikan sebelumnya ketangguhan Khong
Yan, karena itu dia tidak merasa risih untuk langsung menyerang.
Bahkan berbeda dengan ketika melawan Sie Lan In, sekali ini dia
langsung menyerang dengan kekuatan Siauw Thian Sin Kang
sebanyak 5 bagian danmenggunakan Ilmu Pa Hiat Sin Kong (Ilmu
Sakti Menotok Jalan Darah). Tentu saja Khong Yan juga maklum
dan sadar, bahwa lawannya meski adalah seorang gadis, tetapi
berpotensi besar untuk mengalahkannya dan mencederainya jika
dia kurang awas dan lalai. Karena itu, dia tidak mengambil resiko,
tetapi langsung saja meladeni Tio Lian Cu dengan
menggabungkan sekaligus Tan Ci Sin Thong dan juga Ilmu
Pukulan Cakar Ayam Sakti. Kombinasi yang dianggapnya lebih
dari cukup untuk meladeni gempuran hebat yang dilepaskan oleh
Tio Lian Cu.
945
Pada dasarnya, berbeda dengan pertarungan pertama dan
kedua, baik Tio Lian Cu dan juga Khong Yan, sudah sempat
menyaksikan bagaimana lawan mereka dalam pertempuran
sebelumnya. Artinya, keduanya tidak lagi dapat menyimpan
terlalu banyak rahasia karena sudah sempat dipertunjukkan
dalam pertarungan melawan Sie Lan In yang dua-duanya berakhir
sama kuat. Oleh karenanya, keduanya tidak lagi berusaha
mencari tahu, tetapi langsung berusaha untuk menyerang serta
berusaha membaca dan mencari titik lemah lawan. Sebuah
pekerjaan yang sulit untuk mereka lakukan karena dalam banyak
hal keduanya memang masih setanding. Keduanya, baik dalam
hal iweekang maupun ginkang benar-benar standing sehingga
hanya soal ketenangan, kematangan dan juga kejelian dan
kecerdikan yang menentukan siapa yang mampu bertahan dan
menang. Juga dalam hal pengalaman, keduanya boleh dikata
adalah tokoh-tokoh baru yang masih miskin pengalaman,
termasuk pengalaman dalam upaya menganalisis kekuatan dan
kelemahan lawan.
Sekejap saja keduanya sudah mendekati jurus ke-100 tanpa ada
dari mereka yang mampu terus menerus mendesak yang lain.
Pada saat itu jugalah Koay Ji sadar dari “lamunannya” dan
kembali, mengikuti pertempuran seru antara Khong Yan melawan
946
Tio Lian Cu. Kembali dia kesulitan memilih pihak yang akan
dibelanya, karena kedua orang itu, Khong Yan maupun Tio Lian
Cu adalah kenalan-kenalan lama yang punya kisah dan kaitan
dengan masa lalunya. Keduanya adalah sahabat dekat yang tidak
menganggap dia dengan keanehannya menjadi sesuatu yang
harus dihindari. Mereka justru dengan senang hati menjadi
sahabat baiknya dan mengukir kenangan yang dalam dan tak
mudah dilupakannya. Karena itu Koay Ji mengikuti pibu tersebut
dengan santai. Apalagi, karena dia melihat ujung-ujunnya pibu
ketiga ini akan berakhir kurang lebih sama dengan pibu ronde
pertama maupun ronde kedua yang sudah lewat. Alias keduanya
cenderung tidak ada yang dapat memenangkan pertarungan.
Setelah melalui jurus ke-100, Tio Lian Cu kembali menggunakan
Ilmu Sakti Tiang Kun Sip Toan Kim menghadapi serbuan Ilmu Hud
Keng Ciang (Pukulan Tenaga Budha). Menghadapi rangkaian
serangan susul-menyusul dari Khong Yan yang menyerang
dengan jurus Ciong liong ji hay (naga sakti masuk samudera) dan
disusul dengan gerakan Kian hou in liang (harimau muncul naga
ber- sembunyi), dihadapi Tio LIan Cu dengan cerdik. Dia paham,
jika diladeni dengan kekerasan, meski belum tentu dia kalah,
tetapi akan kerepotan untuk menjaga kekuatan tenaga
iweekangnya. Karena itu, dia kemudian kembali memilih untuk
947
menyesuaikan dengan gerakan Khong Yan, saat mana kut dan
kokoh dan saat mana lemas dan gesit. Dia menghadapinya
dengan Gerakan Thian ho ta sia (sungai langit tumpah kebawah)
yang lebih mengutamakan gerakan seperti air yang terbentuk
sesuai dengan wadahnya. Atau ketika Khong Yan mencecar
dengan jurus-jurus selanjutnya, dia memilih satu jurus To yu cian
hui (membalikkan sayap terbang ke depan). Dengan taktik seperti
itu, Tio Lian Cu jadi mampu untuk mengimbangi gerakan-gerakan
dan serangan Khong Yan dan tidaklah jatuh dibawah tekanan
Khong Yan.
Prinsip menyerang dan bertahan dengan menyesuaikan jurusjurus
serangan lawan, semakin kuat semakin gesit dan lemas,
semakin cepat semakin lincah melawan. Cara itu terbukti ampuh
untuk menanggulangi menghadapi serbuan Khong Yan dan
hasilnya memang benar tidak membuat Tio Lian Cu terdesak.
Meski lebih banyak terserang baru merespons tetapi tetap saja
Tio Lian Cu mampu menghadapi serangan-serangan Khong Yan
yang berbahaya. Pertarungan mereka terus berlangsung seperti
itu, dan berubah ketika kemudian akhirnya Tio Lian Cu
menggunakan Ilmu Pedangnya. Gaya yang sedikit mirip namun
diperankan secara berbeda atau secara terbalik terjadi ketika Tio
Lian Cu berinisiatif menyerang mulai memasuki jurus ke-200.
948
Tetapi sekali ini dia sudah dalam posisi menyerang dengan
menggunakan Ilmu pedangnya.
Ditulis Oleh : ali afif ~ Ali Afif Hora Keren
Tulisan Cerita Romantis Tante PANL 7 ini diposting oleh ali afif pada hari Kamis, 19 April 2018. Terimakasih atas kunjungan Anda serta kesediaan Anda membaca Tulisan ini di Blog Ali Afif, Bukan Blogger terbaik Indonesia ataupun Legenda Blogger Tegal, Blogger keren ya Bukan. Kritik dan saran dapat anda sampaikan melalui kotak komentar.