Baca JUga:
- Cerita Romantis Lama Bingit : Dendam Iblis Seribu ...
- Cerita Romantis Kuno : Dendam Iblis Seribu Wajah 6...
- Cerita Romantis Klasik : Dendam Iblis Seribu Wajah...
- Cerita Romantis Sedih Mengharukan : Dendam Iblis S...
- Cerita Romantis Bikin Nangis : Dendam Iblis Seribu...
- Cerita Roman Picisan Romantis : Dendam Iblis Serib...
- Cerita Novel Cinta : Dendam Iblis Seribu Wajah 2
- Cerita Cinta Romantis : Dendam Iblis Seribu Wajah ...
- Cerita Legendaris Mandarin :
Belum lagi ucapannya selesai, tiba-tiba terdengar suara bentakan yang keras,
“Walaupun bocah ini bersedia menerima hukuman, tetapi harus lihat dulu apakah si
pengemis tua ini merasa senang atau tidak!”
Telapak tangannya menghantam ke depan, langsung terasa ada serangkum tenaga
yang kuat melanda datang. Sia Hai Cinjin mencelat ke belakang setengah langkah.
Kemudian telapak tangannya mendorong keluar dan menyambut serangan Cian Cong
dengan kekerasan.
Begitu kedua gulung tenaga beradu, mereka sama-sama tergetar tubuhnya dan
terhuyung-huyung seperti orang mabok.
“Lwekang yang bagus!” bentak Cian Cong. Sembari berkata, tiba-tiba tubuhnya
mendesak ke depan. Segulung serangan dan tendangan dilancarkan. Secara berturut-turut
dia melancarkan sembilan jurus.
Sia Hai Cinjin tidak mengira bahwa si pengemis tua ini benar-benar hendak mengadu
jiwa dengannya. Diam-diam hatinya tercekat sekali. Cepat-cepat dia mengerahkan ilmu Bu
Tong Pai yang hebat, tangan kiri menangkis, tangan kanan menahan. Sembilan jurus telah
berlalu, dirinya sendiri tidak kurang tidak lebih tergetar mundur sejauh sembilan langkah.
Para murid Bu Tong Pai melihat Ciang Bunjin mereka menghadapi musuh tangguh.
Segera terlihat keadaannya yang semakin lama semakin terdesak. Tanpa terasa hati
mereka jadi khawatir. Tampak mereka mengeluarkan senjata masing-masing dan siap
maju ke depan memberikan pertolongan.
Justru di saat suasana menjadi panas itulah, terdengar suara bentakan seseorang,
“Berhenti!”
Suaranya begitu keras, bergema memekakan telinga. Bahkan Cian Cong dan Sia Hai
Cinjin sampai menghentikan gerakan tubuh mereka dan mencelat ke sudut.
Begitu pandangan mata dialihkan, tampak Tian Bu Cu berjalan keluar dengan wajah
kelam. Pada jarak enam langkah dari diri Tan Ki, dia menghentikan langkah kakinya.
Sepasang matanya menyorotkan sinar yang tajam. Pertama-tama dia melirik sekilas
kepada si pengemis sakti Cian Cong, kemudian beralih kepada Sia Hai Cinjin dan terakhir
pandangan matanya berhenti pada diri Tan Ki.
“Apakah kau sudah sadar akan dosamu?” tanyanya dengan nada berwibawa.
Tan Ki menarik nafas panjang. Wajahnya tampak kelam sekali.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Ketika mula-mula berkecimpung di dunia Kangouw, karena sedikit kesalahpahaman,
serta pandangan yang picik, Boanpwe melanggar pantangan membunuh. Dari awal hingga
akhir, tokoh-tokoh yang mati di tangan Cian Bin Mo-ong, kecuali murid Bu Tong yang
disebutkan tadi, seluruhnya ada dua puluh tujuh orang. Boanpwe sadar pengetahuan diri
sendiri terlalu dangkal, pandangan hidup pun demikian picik, sehingga salah membunuh
orang. Dengan tangan yang berlumuran darah ini, tidak mungkin boanpwe berani
menyandang tanggung jawab berat. Hal ini sering membuat hati boanpwe jadi tidak
tenteram…” berkata sampai di sini, ucapannya terhenti.
Dia melepaskan ikat pinggang merahnya dan menyodorkan ke hadapan Tian Bu Cu
dengan hormat. Kemudian terdengar lagi suaranya yang pilu. “Ilmu silat boanpwe masih
kurang becus, dengan demikian juga tidak pantas memikul tanggung jawab yang berat ini.
Tetapi saat ini, golongan sesat dari luar samudera akan melakukan penyerangan besarbesaran.
Boanpwe terpaksa menyerahkan jabatan ini kepada orang lain. Semoga Bengcu
yang akan terpilih nanti dapat memikirkan kesejahteraan dunia Bulim melebihi
kepentingan dirinya sendiri. Mengenai diri Boanpwe sendiri yang membunuh orang-orang
tidak bersalah dengan nama Cian Bin Mo-ong, memang merupakan suatu dosa yang
besar. Oleh karena itu, boanpwe rela menerima hukuman apapun yang diberikan oleh
para Cianpwe…” selesai berkata, kembali dia menarik nafas panjang-panjang.
Tampangnya saat itu sungguh mengenaskan. Seakan seorang pendekar besar yang
menemui jalan buntu.
“Apakah kau ingat bahwa dendam kematian ayahmu masih belum terbalas?”
Mendengar kata-katanya, tubuh Tan Ki langsung tergetar hebat. Dia mendongakkan
wajahnya sambil bertanya, “Pada saat seperti ini Locianpwe tiba-tiba mengajukan
pertanyaan yang menyangkut kematian ayahku, entah maksud apa sebenarnya yang
terkandung dalam hati locianpwe?”
Mata Tian Bu Cu beredar, dia segera melihat orang-orang gagah yang berkumpul itu
sedang berkasak-kusuk dan berdebat di sana sini. Diam-diam dia berpikir di dalam
hatinya: ‘Kalau ditilik dari keadaan sekarang ini, apabila pinto menjelaskan niat yang
sebenarnya, pasti ada saja orang yang merasa kurang senang. Kemungkinan malah bisa
terjadi kekacauan yang tidak diinginkan. Lebih baik aku menyatakan secara terbuka apa
yang dipesankan oleh Yibun Siu San tadi, mungkin dengan cara demikian, mereka malah
akan terharu terhadap keadaan Tan Ki…’
Dia langsung tersenyum lembut. Tampaknya dia sudah mengambil suatu keputusan.
Tangannya terulur dan dikeluarkannya sebuah botol kecil yang terbuat dari batu kumala.
Dibukanya tutup botol itu kemudian dituangkannya isi berupa pil berwarna kuning dan
merah ke dalam telapak tangan. Kemudian dijumputnya sebutir pil yang berwarna merah
dan lalu tersenyum simpul.
“Ini merupakan pil beracun yang reaksinya sangat cepat. Kalau kau merasa menyesal
karena telah membunuh orang-orang yang tidak berdosa, bagaimana kalau kau telan obat
beracun ini?”
Mendengar kata-katanya, mula-mula Tan Ki agak tertegun. Kemudian tampak dia
tertawa getir dan menyambut pil berwarna merah tersebut.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Melihat gerak-geriknya ini, tampaknya Tan Ki telah mengambil keputusan yang besar.
Orang-orang gagah yang melihatnya sampai berubah wajah mereka. Otomatis mereka
menyayangkan apabila tokoh yang begini muda dan berilmu tinggi harus mati begitu saja.
Tiba-tiba Mei Ling menghambur keluar dari rombongan Tan Ki. Dia berlutut di samping
suaminya dengan air mata berderai.
“Tan Koko, apakah kau benar-benar akan menelan racun itu?”
Sekali lagi Tan Ki menarik nafas panjang.
“Kecuali begini, tidak ada cara lain lagi untuk menyatakan penyesalan hatiku. Selama
hidup ini, aku telah banyak berbuat dosa. Saat ini aku dapat mati di hadapan para orangorang
gagah sedunia, rasanya tidak perlu disayangkan juga!”
Mei Ling mengusap air matanya kemudian tersenyum lembut. Namun orang-orang
dapat merasakan kegetiran yang menyayat hati terselip di balik senyumannya.
“Apakah obat itu benar-benar mengandung racun yang ganas?”
Tan Ki adalah seorang pemuda yang cerdas, tetapi untuk sesaat dia juga tidak
menangkap apa maksud pertanyaan Mei Ling itu. Mendengar pertanyaannya, dia malah
jadi termangu -mangu.
“Tentu saja racunnya sangat ganas.” sahutnya kemudian.
Mei Ling mengulurkan tangan kanannya sambil tersenyum.
“Berikan setengah dari pil itu kepadaku. Seandainya kau mati, aku toh masih bisa
mendampingi di sisimu!”
Nada suaranya begitu datar dan tenang, seakan dia juga sudah bertekad untuk
mengiringi kematian Tan Ki. Tidak setitik gejolak emosipun yang terlihat. Hal ini
membuktikan bahwa keputusannya sudah tidak dapat diganggu gugat.
Hati Tan Ki tercekat mendengar ucapannya. Tubuhnya sampai tergetar. Kemudian dia
menggelengkan kepalanya berkaji-kali. Dikembangkannya secercah tawa yang getir.
“Urusan ini timbul dari diriku sendiri. Sudah sepatutnya aku sendiri yang menanggung
resiko ini!” sembari berkata, dia langsung menggerakkan tangannya, mulutnya terbuka
dan berniat menelan pil beracun itu.
Justru di saat yang genting di mana pil beracun itu hampir masuk ke dalam mulutnya,
tiba-tiba terdengar seseorang menyebutkan ‘Omitohud!’ kemudian membentak, “Tunggu
dulu!”
Suaranya sirap, orangnya pun muncul, dia adalah Ciang Bunjin Siau Lim Pai, Pun Sang
Taisu.
Matanya menyorotkan sinar yang lembut, begitu kakinya mendarat di atas tanah,
tangannya secepat kilat mencengkeram perge-langan tangan Tan Ki.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tokoh ini merupakan Cian Bunjin Siau Lim Pai, sekaligus tokoh tersakti dari generasi
Pun. Gerakan yang dilakukannya secepat kilat, orang lain pasti sulit meloloskan diri dari
cengkeramannya. Tetapi Tan Ki bukan tokoh sembarangan. Melihat kedatangannya yang
sekonyong-konyong itu, dia sudah dapat menduga apa maksud hwesio tua ini. Hatinya
saat ini sudah bertekad untuk menebus dosa dengan kematian. Mana mungkin dia
membiarkan Pun Sang Taisu merebut pil beracun itu. Oleh karena itu, dia segera
membentak dengan nada suara yang keras, “Taisu, hati-hati!”
Sembari berkata, lengan kanannya telah mengerahkan tenaga dalam yang dahsyat.
Disambutnya serangan Pun Sang Taisu yang hebat. Dalam waktu yang bersamaan,
telapak tangan kanannya terangkat ke atas dan langsung dimasukkannya pil beracun itu
ke dalam mulut serta menelannya ke dalam perut.
Terdengar suara benturan dua gulung tenaga yang dahsyat. Dalam jarak tujuh langkah,
debu-debu beterbangan. Bahkan orang-orang yang ada di sekitarnya ikut tergetar,
pakaian mereka berkibar-kibar. Timbul serangkum angin yang kencang sekali.
Serangan ini dilancarkan Tan Ki dengan perhatian terpencar. Oleh karena itu kekuatan
yang terkandungnya tidak sehebat biasa. Begitu beradu dengan pukulan Pun Sang Taisu,
kakinya langsung goyah kemudian tampak terhuyung-huyung mundur satu langkah.
Watak Pun Sang Taisu sangat welas asih, tadinya dia hendak mencegah Tan Ki
menelan pil beracun tersebut. Setelah itu dia ingin menyatakan di hadapan umum jasajasa
yang pernah dibuat Tan Ki sehingga timbul belas kasihan mereka, Kemungkinan
dirinya akan lolos dari hukuman mati. Tidak tahunya pikiran Tan Ki sudah bertekad untuk
menebus dosanya dengan kematian. Hatinya merasa tertekan sekali. Wajahnya kelam.
Sepasang telapak tangannya dirangkap di depan dada dan terdengar mulutnya menyebut
nama Bud-dha, “Omitohud!” nada suaranya mengandung penyesalan yang dalam. Tan Ki
tertawa getir.
“Kasih sayang Taisu kepada Boanpwe, hanya dapat Boanpwe simpan dalam-dalam di
sanubari ini. Sayangnya dosa yang Boanpwe lakukan terlalu besar sehingga tidak berani
menerima belas kasihan dari Taisu.”
Pun Sang Taisu memejamkan sepasang matanya.
“Apapun yang dilakukan oleh Tian Bu Cu, pasti mengandung makna yang dalam. Pinceng
tidak seharusnya bertindak ceroboh dan mengacaukan urusan ini…” tiba-tiba
orangtua ini seakan teringat suatu masalah besar. Kata-katanya pun tidak jadi diteruskan.
Perlahan-lahan dia melangkah mundur tiga tindak dan menyaksikan perkembangan
selanjutnya dari samping.
Meskipun dia tidak melanjutkan kata-katanya, tetapi orang-orang gagah yang
berkumpul di tempat itu tahu bahwa hwesio tua ini mempunyai pemikiran yang dalam.
Saat ini dia pasti sedang merenungkan suatu masalah yang besar.
Tan Ki melihat dia mengundurkan diri dengan mata menyorotkan sinar kesenduan.
Diam-diam hatinya merasa terharu. Ingin sekali dia maju ke depan dan menyatakan
terima kasihnya. Tiba-tiba dia merasa sesuatu yang aneh dalam tubuhnya. Serangkum
hawa panas mengalir di seluruh peredaran darahnya. Kemungkinan pil yang ditelannya
tadi mulai menunjukkan reaksinya. Hawa panas semakin lama semakin membara dalam
tubuhnya. Meskipun tenaga dalam Tan Ki sudah mencapai taraf yang tinggi sekali, namun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dia tetap merasakan tenggorokannya menjadi kering sampai menelan ludahpun sulit.
Panasnya hampir tidak tertahankan. Keringat mulai membasahi kening leher bahkan
dadanya. Hatinya terkejut setengah mati. Kakinya yang baru maju beberapa langkah
segera dihentikan. Diam-diam dia mengerahkan hawa murni dalam tubuhnya, tetapi dia
tidak merasa sakit ataupun gatal.
Dia pernah mendapat penjelasan dari Yibun Siu San, bahwa obat beracun, semakin
ganas, semakin tidak terasa. Hatinya tergetar. Diam-diam dia berpikir: ‘Apa yang
dikatakan Tian Bu Cu Locianpwe ternyata tidak salah. Racun yang terkandung dalam obat
ini keji sekali. Tampaknya aku tidak mati secara gagah di bawah ancaman pedang atau
golok, tetapi malah mati dengan sebutir pil beracun. Benar-benar menggelikan!” hatinya
merasa kecewa, tanpa sadar mimik wajahnya menunjukkan perasaan hatinya yang putus
asa.
Tiba-tiba telinganya mendengar suara Tian Bu Cu yang bening dan lembut, “Apakah
kau menganggap cara pinto ini terlalu keji?”
Wajah Tan Ki langsung berubah, tampak dia menggelengkan kepalanya.
“Mana mungkin Boanpwe berani mempunyai pikiran seperti itu?”
Tian Bu Cu tertawa lebar.
“Aku rasa dalam keadaan seperti ini, kau memang tidak berani mempunyai pikiran yang
bukan-bukan. Tetapi, ada satu hal yang ingin pinto tanyakan kepadamu… kau merasa
lebih baik mati dengan tenang seperti ini, atau lebih baik mati dengan gegap gempita?”
Tan Ki menundukkan kepalanya merenung sejenak.
“Seorang manusia hidup di dunia, apabila tidak dapat melakukan suatu hal yang besar,
setidaknya kehidupan ini dilewatkan dengan berharga. Boanpwe hidup di dunia Bulim yang
keras, sudah tentu memilih mati dengan gegap gempita. Apabila kita sudah mati, tetapi
masih ada sebagian orang yang menarik nafas panjang menyesalkannya, setidak-tidaknya
hidup kitja itu sudah berarti.”
Kenyataan di depan mata sekarang ini, dosa yang pernah kau perbuat terlalu besar.
Meskipun harus menerima hukuman mati dengan diseret lima ekor kuda, rasanya masih
pantas. Tetapi keadaan sekarang ini justru sedang gawat-gawatnya. Pihak Lam Hay dan Si
Yu tidak mungkin menyudahi urusan ini begitu saja. Kami sebetulnya membutuhkan orang
yang berilmu tinggi seperti dirimu ini. Oleh karena itu, pinto terpaksa mencari sebuah jalan
keluar. Kalau kau bersedia mengorbankan diri, bukan saja hidupmu menjadi berarti, malah
namamu tetap harum dipandang sebagai pahlawan bangsa!”
Kata-kata yang diucapkannya ini mengandung makna yang dalam. Rasa ingin tahu
orang-orang gagah yang berkumpul di tempat itu jadi tergugah. Beratus-ratus pasang
mata terpusat pada diri Tian Bu Cu. Sikap mereka menunjukkan ketegangan yang tidak
terkirakan.
Tian Bu Cu mengeluarkan suara batuk-batuk kecil. Kemudian terdengar dia melanjutkan
kata-katanya dengan perlahan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Menurut penyelidikan keponakan Sia Hai Cinjin, saat ini pihak Lam Hay dan Si Yu
berkumpul di sebuah lembah yang jaraknya delapan puluh li di sebelah tenggara. Tempat
itu sangat terpencil dan tidak mudah mengadakan penyelidikan. Tetapi kalau ditinjau dari
ilmu yang kau miliki sekarang ini, hal ini pasti tidak menjadi persoalan bagi dirimu. Oleh
karena itu, pinto memberanikan diri mengambil keputusan. Pinto telah memberimu sebutir
pil beracun yang baru akan bereaksi setengah bulan kemudian. Apabila kau ingin menebus
dosamu dengan membuat jasa, maka kau boleh membawa batok kepala pemimpin Lam
Hay Bun itu dan kembali kemari menemui Pinto. Kalau bukan sampai jejakmu yang
kepergok orang, pinto harap kau tidak mati dengan sia-sia. Paling tidak kau harus
membunuh salah seorang tokohnya sebagai temanmu di alam baka nanti!”
Tan Ki belum pernah mendengar Tian Bu Cu mengucapkan kata-kata yang begitu sadis.
Untuk sesaat dia malah jadi termangu-mangu.
Terdengar si pengemis sakti Cian Cong tertawa dingin.
“Entah maksud apa yang terkandung dalam hati si hidung kerbau ini. Kepergian anak Ki
ini sama saja dengan menghadapi musuh seorang diri. Meskipun ia mempunyai
kepandaian membalikkan bumi ini, tetap tidak mungkin kembali dalam keadaan hidup. Si
pengemis tua paling suka menempuh bahaya, biar aku menemani dia pergi!”
Tian Bu Cu tahu adat si pengemis yang angin-anginan. Dia tertawa lebar mendengar
ucapannya.
“Kalau urusannya mudah seperti membalikkan tangan sendiri, Pinto juga tidak akan
menyuruh dia pergi. Perlu kau ketahui, kepergiannya yang seorang diri memang
tampaknya menghadapi bahaya yang besar, bisa pergi tidak mungkin kembali lagi. Tetapi
apabila dia bisa bertindak sesuai dengan perkembangan dan kesempatan, mungkin dia
mempunyai peluang besar untuk berhasil. Apalagi dia masih mempunyai waktu setengah
bulan sebelum racun dalam tubuhnya menunjukkan reaksi.
Menang, kalah, hidup atau mati, semua tergantung dari kecerdasan otaknya.
Seandainya Cian-heng menemani dia, secara tidak langsung malah menjadi beban.
Jejaknya lebih mudah dipergoki musuh. Berhasil belum tentu, kalah sudah pasti. Pinto
sama sekali tidak setuju dengan pendapat ini!”
Sembari berkata, dia membalikkan tubuhnya kembali dan membentak dengan suara
keras, “Fu Yong, kau hendak ke mana?”
Liang Fu Yong menyeret tangan Mei Ling dan baru berjalan satu langkah. Niatnya ingin
melarikan diri secara diam-diam. Mendengar suara bentakan gurunya, tampak wajahnya
berubah hebat. Cepat-cepat dia menghentikan langkah kakinya dan menyahut dengan
gugup… “Ti… tidak…”
Mata Tian Bu Cu yang menyorotkan sinar tajam menatap wajahnya lekat-lekat. Hati
Liang Fu Yong jadi tergetar. Terdengar Tian Bu Cu berkata lagi dengan nada berat.
“Kau ingin belajar seperti dulu lagi, meninggalkan pegunungan secara diam-diam dan
membantu Tan Ki? Kau harus tahu bahwa murid Bu Tong Pai harus mengikuti peraturan
yang ketat. Siapa yang berani melanggarnya, harus menerima hukuman berat. Kalau kau
memang tidak takut dituduh sebagai murid murtad, silahkan pergi, tidak apa-apa!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Isi hatinya tertembus oleh Tian Bu Cu, wajah Liang Fu Yong langsung berubah merah
padam. Tanpa terasa kepalanya tertunduk rendah-rendah dan tidak berani menyahut
sepatah katapun.
Setelah memarahi muridnya, pandangan mata Tian Bu Cu kembali beralih kepada Sia
Hai Cinjin.
“Kemarikan kantong bekalmu itu. Biar dibawa oleh Tan Ki!”
Orang-orang yang biasa berkelana di dunia Kangouw selalu membawa kantong bekal
dalam perjalanan. Dengan demikian, apabila mereka berjalan di daerah yang terpencil
atau hutan di mana tidak terdapat rumah makan maupun penginapan, mereka mempunyai
persiapan untuk mengisi perut. Sia Hai Cinjin dan anggota para lima partai besarnya
berangkat dari perguruan masing-masing menuju Tok Liong-hong untuk memberikan
bantuan kepada perkumpulan Ikat Pinggang Merah, sudah tentu mereka membawa bekal
dalam jumlah yang cukup banyak, paling tidak untuk seminggu perjalanan. Setelah
mendengar perkataan Tian Bu Cu, dia segera mengeluarkan kantong bekalnya kemudian
menyodorkannya kepada Tan Ki.
Dengan membawa sebatang pedang, Ceng Lam Hong menghampiri putranya.
Wajahnya menyiratkan kepedihan hatinya.
“Pedang pendek ini milik Kiau Hun yang digunakan untuk mematahkan pedang
sulingmu tempo hari, bukan senjata biasa. Kau benar-benar tidak tahu kebaikan orang.
Pedang penghancur pelangi yang sudah dihadiahkan kepadamu, malah kau kembalikan
kepada si gadis berpakaian putih. Kalau tidak membawa senjata tajam di sampingmu,
keadaan dirimu semakin berbahaya. Bawa saja pedang pendek ini…”
Biar bagaimanapun, Ceng Lam Hong adalah seorang ibu yang sangat menyayangi
putranya. Walaupun dosa Tan Ki sangat besar karena membunuhi orang-orang yang tidak
berdosa, bahkan menimbulkan kegemparan di dunia Bulim, tetapi menjelang perpisahan
yang entah masih dapat berjumpa lagi atau tidak, tanpa dapat ditahan lagi air matanya
jatuh bercucuran. Berkata beberapa patah, dia tidak sanggup meneruskan lagi, suaranya
tersendat-sendat karena isak tangis yang pilu. Tiba-tiba dia memalingkan kepalanya,
lengan bajunya diangkat ke atas untuk menutupi wajah dan memaksakan dirinya untuk
berkata, “Jaga dirimu baik-baik…” belum lagi suaranya sirna, orangnya sendiri langsung
membalikkan tubuh dan berlari pergi secepat kilat. Tentu saja dia hampir tidak sanggup
menahan kepedihan hatinya mengingat perpisahan kali ini merupakan perpisahan hidup
dan mati.
Yibun Siu San menarik nafas panjang.
“Anak Ki, kau bukan tidak punya peluang untuk hidup. Baik-baiklah kau gunakan
kecerdasan serta akal sehatmu dalam melakukan tugas. Bertindak mengikuti keadaan,
harus bisa menahan penderitaan yang bagaimanapun beratnya. Dengan demikian kau
baru pantas disebut orang yang berakal budi. Aku harap kau akan kembali menemuiku
dalam keadaan hidup.” selesai berkata, dia tidak menunggu jawaban dari Tan Ki.
Tubuhnya berkelebat mengejar di belakang Ceng Lam Hong.
Kata-kata yang diucapkannya tadi mengandung makna yang dalam. Hati Tan Ki bukan
main terharunya, sepasang matanya menatap bayangan Yibun Siu San dan Ceng Lam
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hong lekat-lekat. Untuk sesaat, seakan ada sesuatu yang dirasakannya. Dia tidak
mengucapkan sepatah katapun, tetapi di sudut bibirnya tersungging seulas senyuman.
Kurang lebih sepeminum teh kemudian, baru dia mengalihkan kembali pandangan
matanya. Tatapannya beredar kepada orang-orang gagah yang berkumpul di sana sekilas.
“Cayhe mohon diri.” katanya sambil membungkukkan tubuhnya dalam-dalam, setelah
itu dia membalikkan tubuhnya meninggalkan tempat itu.
Orang-orang yang ada di sana dapat mendengar nada suaranya yang berat. Seperti
ucapan seorang pendekar yang pergi tanpa kembali lagi, diam-diam hati mereka terasa
tertekan…
Sementara itu, Mei Ling menghambur ke depan mengejarnya. Sepasang alisnya
mengerut ketat. Wajahnya sendu sekali, air mata berderai membasahi pipi. Dengan suara
yang menyayat hati dia berteriak…
“Tan Koko!”
Mendengar panggilannya, langkah kaki Tan Ki terhenti. Dia langsung menolehkan
kepalanya. Dua pasang mata bertemu pandang. Dia melihat sorot kepedihan terpancar
jelas dari mata istrinya. Tiba-tiba saja hatinya seakan dilanda tekanan bathin yang hebat.
Langkah kakinya malah dipercepat dan dalam sekejap mata dia sudah menghambur pergi.
Meskipun sudah menelan pil beracun pemberian Tian Bu Cu, tetapi racun itu tidak
berpengaruh sama sekali terhadap ilmu silatnya. Begitu dia mengerahkan ilmu
ginkangnya, tubuhnya bergerak bagai hembusan angin dan melayang terus ke depan.
“Tan Koko!” dari belakangnya terus berkumandang suara panggilan. Nadanya bagai
ratapan seorang isteri yang ditinggal mati suaminya. Begitu pilu dan mengenaskan.
Kumandangnya bergema di seluruh bukit.
Tan Ki merasa suara panggilan itu bagai beribu batang pedang yang menusuk
jantungnya. Hatinya sakit bukan kepalang. Hampir saja dia menghentikan langkah kakinya
dan melepas rasa rindu dengan isterinya. Namun akhirnya dia menggerakkan giginya eraterat
dan menahan rasa pilu di hatinya. Tanpa memalingkan kepala sekalipun dia terus
berlari sekencang-kencangnya. Angin sejuk berhembus dari depan, menerpa wajahnya
yang penuh dengan air mata…
Kurang lebih setengah kentungan kemudian, suara panggilan di belakangnya tidak
terdengar lagi. Tanpa terasa langkah kakinya diperlambat. Pandangan matanya segera
beredar. Rupanya dia sudah sampai di sebuah lembah yang terpencil dekat bukit Tok
Liong-hong. Rumput-rumput tumbuh liar, bunga serta pepohonan membisu. Pemandangan
ini menimbulkan rasa pilu bagi orang yang melihatnya.
Tampak dia menarik nafas dalam-dalam. Kemudian wajahnya mendongak ke atas dan
menghembuskan nafasnya panjang-panjang. Terlihat olehnya cakrawala membentang
tanpa batas. Awan putih berarak, sekonyong-konyong dadanya terasa lapang. Segala
macam kepedihan yang tadi membaur dalam hatinya sirna seketika. Kegagahannya
terbangkit. Setelah menentukan arah yang tepat, dia langsung berlari menuju bagian
tenggara.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tampak padang rumput yang luas dengan tanah kuning berhamparan. Di hadapannya
terlihat sebuah makam baru. Kalau dilihat dari tanahnya yang berserakan, kemungkinan
besar jenazah di dalamnya baru dikubur dan bahkan dilakukan dengan tergesa-gesa.
Pada dasarnya Tan Ki merupakan seorang pemuda yang cerdas. Setelah merenung
sejenak, dia segera dapat menduga asal-usul kuburan itu. Pasti tempat ini dilalui
rombongan Lam Hay dan Si Yu. Tukang kereta yang umum jarang melintasi daerah ini.
Orang mati yang baru dikubur itu, pasti orang dari pihak Lam Hay yang mati dalam
pertarungan tadi. Mereka digebah pergi oleh kehebatan ilmu si gadis berpakaian putih.
Oleh karena itu, orang ini tidak sempat dikubur dengan layak, apalagi pakai upacara
segala macam. Itulah sebabnya mereka mengambil jalan pintas dengan menguburkannya
di tempat ini.
Meskipun Tan Ki tidak tahu siapa orang yang dikubur itu, tetapi mengingat kepergiannya
kali ini menempuh bahaya sedemikian besar, pikirnya mungkin dia tidak bisa kembali
lagi dan berubah menjadi mayat seperti orang yang baru dikubur ini…
Melihat pemandangan yang menyedihkan ini, tiba-tiba muncul perasaan senasib dengan
orang yang mati itu. Tanpa terasa dia membungkukkan tubuhnya dalam-dalam memberi
penghormatan terakhir kepada orang mati yang ada di dalam makamnya.
Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki mendatangi dari belakang punggungnya, tetapi
sekejap kemudian berhenti lagi. Kemungkinan orang itu melihat bayangan punggung Tan
Ki sehingga terkejut dan menghentikan langkah kakinya.
BAGIAN LV
Suara langkah kaki itu demikian ringan dan lirih. Kalau bukan orang yang
pendengarannya tajam sekali, pasti tidak akan merasakannya. Hati Tan Ki langsung
tercekat. Cepat-cepat dia menolehkan kepalanya sembari mengerahkan tenaga dalam
secara diam-diam untuk menjaga segala kemungkinan.
Kira-kira enam langkah dari dirinya, berdiri tegak adik seperguruan Kaucu Pek Kut Kau,
Kim Yu.
Tampaknya orang itu bermaksud melancarkan sebuah pukulan, lengan kanannya sudah
terangkat ke atas. Tetapi ketika Tan Ki menolehkan kepalanya, cepat-cepat dia
menurunkan tangannya kembali. Wajahnya tersipu-sipu seperti orang yang tertangkap
basah.
Saat ini Tan Ki bukan tokoh sembarangan lagi. Sekali lihat saja, dia sudah tahu apa
yang terkandung dalam hati Kim Yu. Oleh karena itu dia mengeluarkan suara tertawa yang
dingin.
“Sejak kapan saudara belajar membokong orang dari belakang? Berani-beraninya kau
mencuri kesempatan di saat orang lengah. Kalau memang hebat, coba kau lancarkan
serangan dari depan sekarang juga!”
Kim Yu menaikkan sepasang bahunya sambil tersenyum simpul.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Bagus sekali, bagus sekali!”
“Hari ini kita mempunyai kesempatan bertemu di sini. Tadi kita belum sempat
bergebrak. Sekarang di sini tidak ada seorangpun. Tempatnya juga tenang, sesuai bagi
kita untuk berkelahi sebanyak tiga ratus jurus dan tidak ada seorangpun yang
menganggu!”
Kim Yu tertawa terkekeh-kekeh dua kali.
“Mati hidup dalam sebuah pertarungan adalah hal yang jamak. Apabila saudara
mempunyai kegembiraan seperti itu, seharusnya aku mengiringi kemauanmu. Sayangnya
saat ini aku masih mempunyai tugas yang lain sehingga harus memohon diri terlebih
dahulu. Apabila kita mempunyai jodoh, di lain kesempatan baru kita perhitungkan hutang
piutang di antara kita, bagaimana?”
Wajah Tan Ki langsung berubah mendengar perkataannya. Dari sinar matanya
terpancar hawa pembunuhan yang tebal. Dia memperdengarkan suara tawa yang dingin.
“Kata-kata saudara sungguh enak didengar. Tetapi aku justru tahu bahwa kau hanya
terlihat gagah di luar, namun dalamnya kering kerontang. Sebetulnya hatimu sudah
merasa gentar terhadapku, mungkin karena siang tadi kau sudah melihat kepandaianku
yang sebenarnya, bukan?”
“Tidak salah, kepandaianmu memang hebat sekali!”
“Kalau begitu aku akan turun tangan mencabut selembar nyawamu!” selesai berkata,
tanpa memberi kesempatan sedikitpun kepada Kim Yu, dia langsung menjulurkan
tangannya mengirim sebuah pukulan.
Kim Yu mengangkat telapak tangannya menyambut, langsung terasa dadanya menjadi
panas. Cepat-cepat dia mencelat mundur sejauh tiga langkah. Ternyata tenaga dalam
yang telah dipupuknya puluhan tahun masih tidak sanggup menahan pukulan lawannya.
Dia merasa ilmu kepandaian Tan Ki seperti mengikuti waktu yang berlalu, semakin hari
semakin hebat…
Sedangkan Tan Ki sendiri saat itu merasa bahwa obat beracun yang diberikan Tian Bu
Cu hanya mengandung hawa panas yang memenuhi dadanya. Selain itu tidak ada rasa
aneh sedikitpun yang dia rasakan.
Justru pada saat pukulan Tan Ki menggetarkan Kim Yu sehingga mundur beberapa
langkah, dari kejauhan terdengar suara siulan panjang sebanyak dua kali. Sumbernya dari
dua arah yang berlawanan.
Diamrdiam Kim Yu merasa senang. Dia mengira-ngira dalam hati. ‘Bala bantuan sudah
datang!”
Begitu pikirannya tergerak, nyalinya pun menjadi besar. Diam-diam dia mengerahkan
tenaga dalamnya kemudian dengan posisi menahan di depan dada, dia menghantamkan
sebuah serangan.
Perlahan-lahan sepasang alis Tan Ki menjungkit ke atas. Dia tahu bahwa suara siulan
panjang yang terdengar sebanyak dua kali tadi keluar dari mulut seorang tokoh yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tenaga dalamnya hebat sekali. Kalau dia tidak menggunakan waktu yang ada sebaikbaiknya
dengan membunuh Kim Yu, bisa-bisa dirinya sendiri yang diringkus oleh musuh.
Hatinya sudah bertekad untuk melakukan pertarungan dalam jangka waktu cepat. Oleh
karena itu, tanpa mempertimbangkan lama-lama, dia langsung mengerahkan jurusjurusnya
yang paling keji. Tampak tubuhnya dengan gesit menghindarkan serangan Kim
Yu.
Entah bagaimana caranya, tahu-tahu dia menerobos ke dalam bayangan dan angin
kencang yang terpancar dari pukulan Kim Yu. Tangan kanannya langsung menjulur ke
depan dengan kekuatan dahsyat. Secepat kilat dia menghantam dada lawannya.
Tampaknya Kim Yu sama sekali tidak menyangka kalau Tan Ki memiliki gerakan tubuh
yang begitu aneh sehingga berani menerobos ke dalam bayangan pukulannya. Hatinya
tercekat bukan kepalang!
Kejadiannya berlangsung dengan cepat. Meskipun ada niat Kim Yu untuk mengelakkan
diri dari serangan Tan Ki, tetapi tidak keburu lagi. Dia merasa seperti ada sebuah palu
besar yang menghantam dadanya. Saat itu juga aliran darahnya bagai membalik. Dia tidak
sanggup berdiri dengan tegak lagi. Begitu keras getarannya sampai tubuh orang itu
melayang di udara kemudian terhempas jatuh pada jarak satu depaan.
Tan Ki tidak membuang waktu. Dia mengerahkan lagi hawa murninya dan menerjang
ke depan. Dia takut pukulannya tidak cukup kuat sehingga lawannya belum mati, tetapi
hanya terluka parah. Oleh karena itu, orangnya baru sampai di hadapan Kim Yu, kembali
dia melancarkan sebuah pukulan.
Ketika rangkuman tenaga yang dahsyat itu sudah mereda, ternyata tubuh Kim Yu tidak
bergerak lagi. Beberapa tetes darah masih mengalir dari sudut bibirnya. Kematiannya
cukup mengenaskan.
Meskipun selama hidupnya Tan Ki sudah sering membunuh orang, tetapi melihat
pemandangan di depannya, ternyata dia juga merasa tertekan. Udara di sekitar tempat itu
seperti tiba-tiba menjadi dingin. Tanpa dapat ditahan lagi tubuhnya bergetar dan bulu
kuduknya merinding.
Tepat pada saat itu, kembali terdengar suara siulan yang berkumandang datang. Kali
ini sumber suara itu sudah tidak sejauh tadi lagi. Kemungkinan besar jarak orangnya
sudah mendekat. Tan Ki mendongakkan wajahnya kemudian mengedarkan pandangan
matanya ke sekeliling. Setelah yakin tidak ada seorangpun yang memperhatikan gerakgeriknya,
cepat-cepat dia memondong tubuh Kim Yu dan membawanya ke balik sebatang
pohon siong yang besar.
Gerakannya sangat cepat. Baru saja dia menyembunyikan dirinya dengan baik. Di atas
padang rumput tersebut secara berturut-turut melayang turun dua sosok bayangan. Orang
yang pertama mengenakan pakaian yang penuh dengan tambalan di sana sini, janggutnya
sudah putih dan panjangnya kira-kira tiga cun. Ditilik dari keadaannya, dapat dipastikan
bahwa dia adalah seorang pengemis.
Orang yang kedua merupakan seorang laki-laki setengah baya berpakaian hitam.
Matanya sipit dan mulutnya lebar. Tampangnya angker sehingga timbul kesan yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyeramkan. Kedua orang ini bukan lain dari si pengemis sakti Cian Gong dan Kaucu Pek
Kut Kau dari daerah Si Yu.
Mulut si pengemis sakti Cian Cong selamanya tidak pernah melewatkan kesempatan
untuk mengejek orang. Ketika melihat Kaucu Pek Kut Kau juga sudah sampai di tempat
itu, dia langsung mendongakkan wajahnya tertawa terbahak-bahak.
“Kalau bukan musuh, justru susah bertemu muka. Sekarang kita justru berjumpa di sini
dengan tidak terduga-duga!”
Wajah Kaucu Pek Kut Kau yang hitam legam dari awal hingga akhir selalu terlihat datar
dan dingin. Kalau diperhatikan baik-baik, dia seperti sesosok mayat yang tidak
memperlihatkan perasaan apapun. Entah dia merasa senang atau marah mendengar katakata
Cian Cong.
Sikap Cian Cong berangasan. Melihat Kaucu Pek Kut Kau itu tidak menyahut sepatah
katapun, kesabarannya jadi habis. Matanya mendelik lebar-lebar.
“Hei! Apakah kau bertemu dengan pangcu kami?”
Dengan dingin Kaucu Pek Kut Kau malah berbalik bertanya kepadanya, “Aku justru baru
ingin bertanya kepadamu, apakah kau melihat adik seperguruanku?”
Mendengar sahutannya yang bagai sindiran itu, untuk sesaat Cian Cong jadi tertegun.
Dia mengangkat tangannya lalu menggaruk-garuk kulit kepalanya, seakan sedang
memikirkan kata-kata yang harus diucapkan.
Tampak lengan baju Kaucu Pek Kut Kau yang lebar itu berkibar-kibar, sekonyongkonyong
dia maju ke depan tiga langkah. Serangkum angin yang kencang langsung
terpancar keluar dari dalam lengan bajunya itu.
Kedua orang itu merupakan tokoh-tokoh berilmu tinggi yang jarang ada di dunia Kangouw.
Oleh karena itu, terhadap serangannya yang dahsyat ini, Cian Cong sama sekali
tidak berani memandang ringan. Tubuhnya menggeser sedikit ke sebelah kiri kurang lebih
dua langkah. Lengan kanannya terangkat perlahan-lahan, kemudian melancarkan sebuah
serangan balasan.
Kemarahan Hua Pek Cing jadi terbangkit. Dia membentak dengan suara keras
kemudian melancarkan beberapa serangan berturut-turut. Setiap jurus yang
dikerahkannya mengandung kekejian yang tidak terkirakan. Serangannya langsung
dilancarkan ke bagian tubuh yang mematikan.
Sementara itu, dari balik sebatang pohon yang besar tiba-tiba muncul sesosok
bayangan. Gerakannya begitu cepat, sehingga dalam sekejap mata sudah sampai di dekat
kedua orang yang sedang bertarung dengan sengit itu. Terdengar dia berteriak dengan
suara lantang…
“Suheng, harap mundur! Biar aku yang melawan orang ini!” seraya berkata, dia
langsung melancarkan sebuah pukulan yang dahsyat dan menghantamkannya ke depan!
Cian Cong melihat adik seperguruan Kaucu Pek Kut Kau, Kim Yu muncul secara
mendadak. Hatinya jadi tercekat.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Bagus sekali. Si setan hitam juga sudah bisa mencari bala bantuan!”
Telapak kanannya bergerak, sebuah serangan yang mengandung tenaga dalam hebat
langsung dihantamkan ke depan menyambut serangan Kim Yu.
Dia mengira lawannya itu adalah adik seperguruan Kaucu Pek Kut Kau, tentu saja
tenaga dalam yang dimiliki tidak bisa menandingi suhengnya sendiri. Kekuatan Kaucu Pek
Kut Kau saja hampir seimbang dengan dirinya. Apabila dia menyambut pukulannya ini
dengan kekerasan, walaupun tidak sampai terluka, paling tidak lengannya akan merasa
kesemutan dan tergetar mundur sejauh lima langkah.
Siapa nyana kenyataannya justru jauh berbeda dengan dugaannya. Ketika dua gulung
kekuatan beradu, sepasang alis Cian Cong langsung berkerut. Dia tergetar mundur sejauh
tiga langkah. Rupanya ketika mereka mengadu tenaga dengan kekerasan, dia langsung
sadar bahwa tenaga dalam lawannya masih menang satu tingkat dibandingkan dengan
dirinya.
Kejadian ini benar-benar di luar dugaannya. Meskipun Cian Cong mempunyai
pengetahuan yang luas dan pengalaman segudang serta ketenangan yang sulit disamai
oleh orang lain, tetapi peristiwa ini sempat membuatnya termangu-mangu beberapa saat.
Bahkan Kaucu Pek Kut Kau juga terkejut setengah mati sehingga termangu-mangu.
Sepasang matanya yang seram, menatap diri adik seperguruannya tanpa berkedip
sedikitpun.
Dia benar-benar tidak mengerti. Mengapa adik seperguruannya yang selama ini selalu
kalah bila mengadu tenaga dalam dengannya, tiba-tiba menjadi demikian kuat hanya
dalam waktu beberapa kentungan saja. Bahkan kekuatannya begitu mengejutkan.
Justru ketika kedua orang itu masih kebingungan, tiba-tiba Kim Yu menggerakkan
tubuhnya menerjang ke depan. Telapak tangannya menghantam, kakinya menendang.
Dalam waktu yang singkat dia memainkan delapan sembilan jurus serangan.
Diam-diam hati Cian Cong tercekat melihat gerakannya yang hebat. Dia segera
membentak, “Siapa kau sebenarnya?” seraya bertanya, sepasang telapak tanganya
menjulur ke depan, dia menangkis sambil mengelak ke sana ke sini. Setelah kalang kabut
beberapa waktu, akhirnya dia baru dapat mempertahankan diri dari serangan Kim Yu yang
gencar.
Kim Yu tertawa lebar.
“Aku memang Kim Yu!” sahutnya sambil melancarkan sebuah serangan.
Cian Cong mengulurkan telapak tangannya menyambut serangan itu. Tiba-tiba suatu
ingatan melintas di benaknya. Cepat-cepat dia mencelat mundur dan membentak.
“Tunggu sebentar!”
Kim Yu masih juga tersenyum simpul.
“Kalau kau mempunyai pesan terakhir yang ingin disampaikan, cayhe bisa memberimu
waktu sedikit.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Soal mati atau hidup, si pengemis tua selamanya tidak pernah ambil hati. Saudara juga
tidak perlu mengucapkan kata-kata yang demikian…” dia merandek sejenak. Kemudian
baru melanjutkan kembali, “Si pengemis tua ingin minta sedikit petunjuk.”
“Kalau memang cayhe tahu yang kau tanyakan, pasti cayhe jawab dengan sebenarbenarnya.”
sahut Kim Yu sambil tertawa.
“Apakah kau pernah bertemu dengan pang-cu perkumpulan kami?”
“Ada.”
“Di mana dia sekarang?”
“Sudah mati!”
Hati Cian Cong langsung tergetar.
“Betul?” tanyanya dengan nada bimbang. “Cayhe selamanya paling tidak suka berdusta,
apalagi mengoceh sembarangan. Kalau kau tetap tidak percaya, apa boleh buat?”
Mendengar keterangan yang tidak diduga-duganya ini, hatinya lebih sedih daripada
dihina oleh orang. Mengingat Tan Ki adalah seorang pemuda yang gagah dan bermasa
depan cerah, bahkan sudah berhasil merebut kedudukan Bulim Bengcu, berarti sejak
sekarang diri anak muda itu sudah disegani di mana-mana. Siapa sangka Thian sungguh
tidak adil. Belum selesai persoalan yang satu, datang lagi masalah yang lain. Dunia Bulim
benar-benar tidak mempunyai rejeki. Justru di saat namanya mulai menjulang tinggi, dia
malah… hati Cian Cong terasa pilu, air matanya jatuh bercucuran. Dia berdiri dengan
terma-ngu-mangu untuk beberapa saat. Kemudian bertanya lagi dengan suara sendu:
Bagaimana kau bisa tahu?”
Dia berharap Kim Yu akan mengakui kata-kata yang diucapkannya tadi hanya gurauan
belaka. Oleh karena itu, meskipun hatinya sedang merasa sedih bukan kepalang, dia tetap
menyelidiki hal ini. Tentu saja dia juga ingin tahu bagaimana Tan Ki menemui kematiannya.
Terdengar Kim Yu mengeluarkan suara tawa yang menyeramkan.
“Cayhe bertaruh dengannya, sama berdiri tanpa bergerak dan saling menyerang
sebanyak tiga kali tanpa boleh bergeser ataupun menangkis. Tetapi aku yang memulai
terlebih dahulu…”
Sepasang mata. Cian Cong langsung menyorotkan sinar berapi-api. Dengan marah dia
membentak, “Pengalamannya masih dangkal. Kau justru menjebaknya dengan cara yang
licik dan mengakali dia agar jangan membalas!”
Kim Yu tersenyum simpul.
“Kalau tidak begitu, tenaga dalam maupun kepandaian cayhe memang bukan
tandingannya. Apalagi di dalam dunia Kangouw, yang paling penting justru harus licik.
Semakin licik malah semakin baik. Cayhe sadar sampai di mana kemampuan diri sendiri,
terpaksa menggunakan akal untuk mengelabuinya. Kalau kau ingin melihat dia, coba kau
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pergi ke belakang pohon besar itu!” sambil berbicara, tangannya menunjuk ke arah pohon
besar dari mana dia muncul tadi.
Cian Cong mendelik kepadanya sekilas. Tubuhnya berkelebat menuju pohon besar yang
ditunjuk Kim Yu.
Dalam sekejap mata, dia sudah melesat kembali, tampak wajahnya menyiratkan
kegusaran yang tidak terkirakan. Rambut dan jenggotnya seakan berdiri tegak.
Tampangnya seperti ingin menelan lawannya hidup-hidup. Sungguh tidak enak dipandang.
Kaucu Pek Kut Kau tahu kemarahannya sudah benar-benar meluap. Setiap saat orang
ini bisa mengamuk atau menimbulkan kesulitan. Di samping itu dia juga takut sutenya
berhasil dikalahkan oleh Cian Cong. Diam-diam dia mengerahkan tenaga dalam dan maju
setengah langkah. Dia menghadang di depan Kim Yu dengan sikap melindungi.
Suasana yang tegang terasa menyelimuti tempat itu. Tiba-tiba Kim Yu berkata kepada
suhengnya dengan suara rendah.
“Sekarang si makhluk tua ini hanya seorang diri. Kalau kita bergabung melawannya,
tentu tidak sulit menghabiskan selembar nyawanya. Bagaimana pendapat suheng tentang
usul siaute ini?”
Sepasang mata Kaucu Pek Kut Kau memperhatikan lengan Cian Cong lekat-lekat.
“Hal ini mungkin bisa menjatuhkan derajat kita. Menangpun tidak terasa gemilang.”
“Kalau begitu, kita tidak perlu bergebrak lagi dengannya. Kita pulang saja!”
Dengan demikian, kedua kakak adik seperguruan membalikkan tubuhnya dengan
maksud meninggalkan tempat itu. Tiba-tiba pada saat itu, Cian Cong mengeluarkan suara
raungan dan menerjang datang. Sekaligus dia melancarkan beberapa buah serangan.
Kekuatannya demikian dahsyat, persis seperti seekor harimau yang mengamuk.
Tubuh Kim Yu berkelebat. Bukannya mundur dia malah maju ke depan. Dengan jurus
Palu Emas Mengetuk Lonceng, dia langsung melancarkan serangan dengan gencar.
Demikian terdesaknya Cian Cong sehingga mau tidak mau dia harus memikirkan
keselamatan dirinya sendiri terlebih dahulu. Kakinya mencelat mundur berkali-kali.
Dua kali Kim Yu menyerang, Cian Cong terus mencelat mundur ke belakang. Melihat
keadaan ini, hati Kaucu Pek Kut Kau semakin dilanda kebingungan. Tiba-tiba dia merasa
bahwa ilmu kepandaian adik seperguruannya secara mendadak maju demikian pesat…
Setelah berhasil mendesak mundur si pengemis sakti Cian Cong, Kim Yu sama sekali
tidak berniat mengejar. Dia seperti orang yang tergesa-gesa karena urusan lain, dengan
menarik tangan Kaucu Pek Kut Kau, keduanya menghambur pergi dari tempat itu.
Di tempat itu hanya tinggal Cian Cong seorang. Dia seperti orang yang kehilangan
sesuatu dan berdiri termangu-mangu sekian lama…
Angin sejuk berhembus semilir, keadaan makam baru dihadapannya masih seperti sedia
kala. Sedangkan mimik wajahnya menyiratkan perasaan pilu yang mengenaskan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Entah berapa lama telah berlalu, tiba-tiba terdengar dua kali suara tawa panjang dari
balik pohon yang besar. Tampak bayangan manusia berkelebat, secara berturut-turut
muncul dua orang di hadapan Cian Cong. Mereka adalah Yibun Siu San dan si tokoh sakti
Bu Tong San, Tian Bu Cu. Ternyata mereka mengejar jejak Cian Cong sehingga sampai di
tempat tersebut.
Tampak Tian Bu Cu tertawa lebar.
“Cian-heng berdiri seorang diri di sini, kalau dilihat dari tampangnya seperti orang yang
sedang sedih sekali. Entah apa sebabnya?”
Cian Cong menarik nafas panjang-panjang.
“Anak Ki sudah mati.” sahutnya lirih.
Yibun Siu San tertawa lebar.
“Yang mati bukan dia, kalau Cian-heng ingin tahu kejadian yang sebenarnya, harap ikut
dengan Hengte.” seraya berkata, orangnya sudah membalikkan tubuh, arahnya tetap
pohon yang besar itu.
Mendengar nada suaranya yang demikian pasti dan tidak seperti orang yang berdusta,
diam-diam hatinya berpikir: ‘Mayat yang tadi kulihat terang-terangan Tan Ki adanya,
mengapa sekarang dia malah mengatakan bahwa yang mati bukan Tan Ki?’
Begitu pikirannya tergerak, hatinya semakin bingung. Tanpa terasa langkah kakinya
mengikuti Yibun Siu San dari belakang.
Begitu pandangan matanya memperhatikan dengan seksama, orangtua yang terkenal
sakti ini langsung mengeluarkan suara seruan terkejut. Rupanya mayat yang tergeletak di
balik pohon itu, benar-benar Kim Yu adanya. Hanya wajah bagian depan dan belakang
berlainan, bajunya sendiri tetap milik Tan Ki.
Setelah melihat sekali lagi, untuk sesaat hatinya dilanda kebingungan. Dia mengangkat
tangannya menggaruk-garuk kepala yang tidak gatal. Kemudian terdengar dia
menggumam seorang diri, “Benar-benar aneh sekali. Tapi siapa orang yang barusan
bergebrak dengan si pengemis tua?”
“Ada suatu hal yang terlupa oleh Cian-heng.”
“Apa yang terlupakan oleh si pengemis tua?”
“Bukankah kau tahu bahwa anak Ki mempunyai sebuah gelar yang lain, yakni Cian Bin
Mo-ong? Dia bisa merubah wajahnya dalam sekejap mata saja. Mungkin karena waktunya
yang tidak cukup, dalam keadaan tergesa-gesa dia hanya mengoleskan obat secara asalasalan
saja pada wajah Kim Yu. Dengan demikian khasiatnya juga hanya bereaksi
sebentar. Namun kau sempat dikelabui olehnya.”
Kata-kata itu seakan menyadarkan Cian Cong dari mimpi panjang. Mulutnya
mengeluarkan suara desahan terkejut. Tangannya ditepuk keras-keras. Dia langsung
tertawa terpingkal-pingkal.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Betul, betul! Rupanya begitu! Tidak heran tenaganya begitu kuat sehingga hampir saja
si pengemis tua kalah di tangannya…!”
****
Sementara itu, Tan Ki yang pandai menyamar dan Kaucu Pek Kut Kau terus berlari
berdampingan.
Perlu diketahui bahwa ilmu menyamar Tan Ki diperoleh dari seorang tua tanpa nama,
dia sanggup merubah wajahnya dalam sekejap mata saja. Sedangkan samarannya begitu
sempurna sehingga persis dengan orang yang ditirunya.
Meskipun sepasang mata Kaucu Pek Kut Kau sangat tajam, setelah lewat sekian lama,
dia masih tidak menemukan kejanggalan. Tetapi biar bagaimanapun, dia merupakan
seorang tokoh sakti yang perasaannya peka. Pengetahuan maupun pengalamannya luas
sekali. Terhadap ilmu silat adik seperguruannya yang mendadak maju demikian pesat,
sedikit banyaknya dia merasa curiga juga. Setelah berjalan beberapa saat, tiba-tiba Kaucu
Pek Kut Kau melambatkan langkah kakinya.
“Kim Yu, suheng mempunyai sedikit persoalan yang tidak dimengerti, ingin bertanya
kepadamu.”
Melihat tampangnya yang angker, Tan Ki berusaha bersikap sewajar mungkin.
“Silahkan suheng tanyakan saja.” sahutnya.
“Suheng melihat kau melawan si makhluk tua tadi, tampaknya kekuatanmu jauh lebih
hebat dibandingkan sebelumnya. Dengan demikian, hati suheng merasa agak heran.”
Hati Tan Ki diam-diam tergetar.
“Urusan ini kalau diceritakan panjang sekali…” mulutnya menyahut, dalam waktu yang
bersamaan pikirannya terus berputar mencari alasan yang tepat.
Kaucu Pek Kut Kau melihat matanya terus mengerling ke sana ke mari, hatinya semakin
curiga. Oleh karena itu, wajahnya juga tampak semakin kelam.
“Ada apa dengan dirimu?” tanyanya.
“Suheng, tentu saja kau sudah menduga bahwa siaute menemukan sebuah peristiwa
yang luar biasa. Tetapi kalau harus diceritakan dalam sesaat, rasanya bingung bagaimana
harus memulainya. Oleh karena itu, siaute harus menyusun dulu uraian yang tepat agar
dapat menceritakannya dengan jelas dari awal hingga akhir. Apalagi kau tahu selamanya
siaute tidak pandai berbicara…”
Wajah Kaucu Pek Kut Kau berubah agak lunak mendengar kata-katanya. Dia
menganggukkan kepalanya berkali-kali.
“Cukup beralasan juga kata-katamu itu.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sementara mereka berbincang-bincang, kedua-duanya sudah berlari sejauh lima
puluhan li. Tiba-tiba terlihat sebuah lekukan di bagian depan. Bentuk tempat itu agak
aneh, di kiri kanan mereka terdapat bukit bebatuan yang tinggi. Keadaan tempat itu pun
sepertinya agak berbahaya. Ada kemungkinan tiba-tiba terjadi tanah longsor. Apabila
benar demikian, tidak ada tempat lagi untuk melarikan diri sehingga mereka bisa terkubur
hidup-hidup di tempat tersebut.
Setelah membelok di lekukan tadi, mereka memasuki lembah yang terjal. Di depan
pintu masuk lembah itu, terdapat empat orang laki-laki bertubuh kekar dan bersenjata
tajam menjaga di sana.
Melihat keadaan ini, Tan Ki tahu mereka sudah sampai di tempat tujuan. Matanya
mengerling dua kali, tiba-tiba timbul sebuah akal bagus di benaknya.
“Suheng, kita sudah sampai di markas sementara, begitu masuk ke dalam pasti banyak
orang-orang dari Lam Hay Bun. Kalau siaute menceritakan kejadian aneh yang siaute
temui, mungkin akan berpengaruh terhadap nama baik pihak kita. Jangan-jangan mereka
berpikir bahwa para tokoh Si Yu hanya mengandalkan penemuan ajaib saja baru
mempunyai ilmu yang tinggi.. Dengan demikian pamor Pek Kut Kau kita jadi merosot.”
Mendengar kata-katanya sepasang alis Kaucu Pek Kut Kau langsung menjungkit ke
atas.
“Masa begitu hebat pengaruhnya?”
“Sebelum beristirahat malam nanti, siaute akan menceritakan semuanya sampai jelas.
Suheng nanti pasti akan mengerti sendiri benar tidaknya ucapan siaute ini.”
Terhadap kata-kata Tan Ki, Kaucu Pek Kut Kau itu seakan ikut bergairah. Dia percaya
sepenuhnya apa yang diucapkan anak muda tersebut. Oleh karena itu, dia juga tidak
mendesak lebih lanjut.
Setelah berjalan kurang sepenanakan nasi, mereka memasuki celah yang sempit,
kemudian masuk ke dalam sebuah jalan berbentuk terowongan. Keadaan langsung
berubah, di hadapan mereka terdapat sebuah ruangan batu yang luas sekali. Di sana
sudah banyak berkumpul orang-orang dari kedua pihak, tetapi melihat munculnya Kaucu
Pek Kut Kau dengan adik seperguruannya, mereka segera membalikkan tubuh dan
menjura dengan hormat.
Sembari berjalan, secara diam-diam Tan Ki memperhatikan keadaan di dalam goa itu
dengan seksama. Tempat mana kira-kira yang terdapat alat rahasia atau perangkap.
Semuanya dihapal luar kepala. Seandainya dia gagal dalam tugas, mungkin masih ada
harapan untuk mengundurkan diri.
Sementara dia sedang memperhatikan keadaan tempat itu dengan seksama, suasana di
hadapannya jadi berubah. Keadaan di hadapannya terang benderang, rupanya mereka
sudah sampai di sebuah tanah kosong yang cukup luas. Di sekitar tumbuh rumput-rumput
liar dan ada beberapa pondok yang dibangun asal-asalan. Mungkin hanya sebagai tempat
perlindungan untuk sementara. Tetapi siapa yang menyangka bahwa di lembah yang
terpencil ini justru berdiri markas orang-orang Lam Hay Bun.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sepasang mata Tan Ki memperhatikan dengan seksama pondok yang ada di tengahtengah.
Pondok yang satu ini jauh berbeda dengan pondok-pondok di kiri kanannya.
Tampaknya pondok tersebut jauh lebih kokoh dari yang lainnya. Ukurannya juga jauh lebih
besar. Dia segera menduga bahwa pondok yang satu ini merupakan tempat tinggal
sementara si tocu sakti dari Lam Hay Bun yang belum pernah bertemu muka dengannya,
namun selalu berhasrat mencabut nyawanya itu.
Ternyata dugaannya memang tidak salah. Kaucu Pek Kut Kau langsung mengajaknya
menuju pondok tersebut.
Kalau Tan Ki bukan seorang pemuda bernyali besar, pasti hatinya dilanda ketegangan
yang tidak terkirakan masuk ke sarang harimau ini. Tetapi sejak awal hingga akhir,
penampilannya masih begitu tenang dan wajar.
Dulu dia sudah sering menyamar sebagai berbagai tokoh yang berlainan. Tua, muda,
bungkuk, pincang, semua pernah dicobanya. Kali ini menyamar sebagai Kim Yu, hanya
mengulangi apa yang sudah dilakukannya dulu. Pokoknya dia harus bertindak sesuai
perkembangan yang terjadi.
Di depan pondok juga terdapat empat orang laki-laki kekar bersenjata tajam yang
menjaga. Sikap mereka seperti orang yang akan menyambut musuh tangguh. Begitu
masuk ke dalamnya, langsung timbul perasaan yang janggal.
Begitu pandangan matanya dialihkan, dia melihat kedua Bun Bu-siang dan ketiga orang
tongcu dari Lam Hay Bun duduk di atas selembar permadani yang tebal. Mereka sedang
memejamkan mata dengan kepala tertunduk tanpa mengucapkan sepatah katapun,
seakan sedang menguras otak memikirkan suatu masalah yang rumit. Sikap mereka juga
seperti menunggu kedatangan seseorang. Tampang mereka semuanya serius. Juga
menunjukkan penampilan yang sopan.
Melihat situasi ini, hati Tan Ki sempat bimbang sesaat. Di samping itu dia juga khawatir
kalau terlalu banyak bicara malah mendatangkan bencana. Kemungkinan kedoknya bisa
terbuka. Terpaksa dia mengikuti Kaucu Pek Kut Kau berjalan ke depan tanpa
mengucapkan sepatah kata atau menyapa siapapun. Mereka mencari tempat yang kosong
dan duduk di sana.
Setelah menunggu kurang lebih sepenanakan nasi kemudian, tiba-tiba terdengar suara
dentingan logam yang menyusup ke dalam gendang telinga. Sumbernya dari luar pondok
dan semakin lama semakin mendekat. Kemungkinan tujuannya memang pondok yang satu
ini.
Mendengar suara dentingan ini, orang-orang yang tadinya duduk di atas permadani dan
beberapa buah kursi di samping langsung berdiri serentak. Mereka menghadap ke depan
pintu. Sikap mereka menunjukkan hormat yang tidak terkirakan.
Meljhat sikap mereka, Tan Ki sempat merasa bingung. Tetapi akhirnya terpaksa dia ikut
berdiri seperti orang-orang lainnya. Terdengar suara lonceng berbunyi sebanyak tiga kali,
sedangkan suara dentingan logam tadi langsung berhenti.
Kemudian terdengar lagi seseorang berteriak dengan lantang, “Toa Tocu tiba!”
Diam-diam Tan Ki memaki dalam hati: ‘Huh! Sungguh besar lagak si Toa Tocu itu!’
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Orang yang berjalan di bagian depan merupakan seorang laki-laki berusia kurang lebih
lima puluh tahun, tubuhnya gemuk pendek, telinganya besar dan matanya bulat. Kalau
ditilik dari penampilannya, kemungkinan dia inilah sang tocu yang misterius itu.
Di samping kirinya mengiringi Hua Pek Cing yang berwajah pucat seperti orang sakit
parah. Sedangkan di samping kanannya berjalan dua orang gadis, mereka adalah kakak
beradik Cin Ying dan Cin Ie.
Begitu orang-orang ini masuk ke dalam pondok, suasana semakin hening mencekam.
Tampak anggota Lam Hay Bun berdiri dengan dada membusung, tangan lurus ke
bawah dan bernafas pun tidak berani keras-keras. Menunggu sampai Toa Tocu itu duduk
di atas singgasananya yang terdapat di tengah-tengah, baru mereka duduk kembali di
tempat masing-masing.
Tan Ki menggunakan kesempatan ini memperhatikan Toa Tocu tersebut lekat-lekat.
Yang paling ditelitinya justru sinar mata orang itu, karena sampai di mana tingginya
tenaga dalam seseorang biasanya dapat terlihat dari sinar matanya yang menyorot tajam.
Tetapi ketika pandangannya menatap sinar mata Tocu itu, untuk sesaat tanpa dapat
ditahan lagi dia jadi tertegun. Ternyata Tocu yang berambisi besar itu mempunyai sinar
mata yang tidak berbeda dengan orang biasa. Namun bola matanya justru lebih bening
dan berkilauan daripada bola mata seorang gadis.
BAGIAN LVI
Sekonyong-konyong… sepasang alis Toa Tocu itu berkerut-kerut, dia berkata dengar
nada suara yang berat, “Aneh sekali, di sini terdapat serangkum hawa pedang yang
tajam!”
“Hawa pedang?”
Mendengar kata-katanya, tanpa sadar mereka serentak mengulangi kata-kata Toa Tocu
tersebut. Rupanya mereka tercekat oleh ucapan Toa Tocu tadi.
Perlu diketahui bahwa kepandaian Toa Tocu dari Lam Hay ini sudah mencapai taraf
yang tidak terkirakan tingginya. Hawa pedang yang dikatakan olehnya merupakan kiasan
bahwa tempat tersebut mengandung hawa pembunuhan yang tebal!
Oleh karena itu, para hadirin yang ada di dalam pondok itu menjadi tergetar hatinya.
Untuk sesaat mereka malah termangu-mangu. Tampak Toa Tocu itu berdiri dari tempat
duduknya perlahan-lahan. Matanya menyapu ke arah para hadirin.
“Aku bisa mengatakan pada saudara-saudara sekalian, bahwa di dalam pondok ini
terdapat seseorang yang mempunyai niat tidak baik…”
Begitu kata-katanya terucapkan, orang-orang yang ada di dalam pondok itu langsung
saling pandang antara yang satu dengan yang lainnya. Tidak ada seorangpun yang berani
menyahut.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendadak Tong Ku Lu merangkapkan sepasang kepalan tangannya dan berdiri menjura
dalam-dalam.
“Apakah Tocu sudah menemukan siapa adanya orang itu?”
“Untuk sementara ini masih sulit dipastikan. Hawa pedang ini terasa sangat mendesak
dan tajam sekali. Kalau bukan karena aku sudah mempelajari ilmu Kiu Coan Sikang atau
ilmu ketajaman Indera Sembilan Putaran, mungkin aku sendiri juga tidak akan
merasakannya.”
Mendengar ucapannya, hati Tan Ki malah menjadi lega. Di samping itu otaknya juga
berputar mencari jalan untuk menghadapi musuh agar tugasnya dapat berhasil.
Mendadak sebuah ilham muncul di benak kepalanya, dia teringat suatu cerita legenda
yang pernah dibacanya. Diam-diam dia berpikir dalam hatinya: ‘Mengapa aku tidak meniru
perbuatannya yang menggunakan kesempatan membunuh kaisar?’
Pikirannya tergerak, perlahan-lahan dia berdiri.
“Mendengar kata-kata Toa Tocu yang mengatakan hawa pedang yang tajam, aku jadi
teringat suatu hal.” sembari berkata, dari selipan ikat pinggangnya dia mencabut sebatang
pedang, kemudian terdengar dia melanjutkan kata-katanya. “Pedang ini aku dapatkan dari
tubuh Bulim Bengcu wilayah Tionggoan, Tan Ki. Karena perasaan suka, aku
menyimpannya. Kemungkinan hawa pedang yang Toa Tocu maksudkan terpancar dari
pedang pendek ini.”
Toa Tocu melirik ke arahnya sekilas. Kemudian terdengar dia mendengus dingin.
“Aku mengenali pedang tersebut sebagai hadiahku untuk Kiau Hun!”
Tan Ki tersenyum simpul. Dia berjalan ke depan dua langkah. Sepasang tangannya
menyandang pedang tersebut dan perlahan-lahan melangkah mendekati Toa Tocu. Tidak
seorangpun yang tahu hatinya saat ini sudah merencanakan suatu kejahatan. Segulung
angin topan sebentar lagi akan melanda…
Tampak sinar mata orang-orang yang ada dalam pondok itu terpusat pada diri Tan Ki.
Mereka tidak mengerti apa maksud perbuatan Tan Ki ini.
Justru ketika hati mereka masih bertanya-tanya, kembali Tan Ki menghentikan langkah
kakinya. Jaraknya dengan Toa Tocu itu hanya tinggal tiga langkah saja.
Setelah tersenyum ramah, dia menggerakkan pedang itu ke depan, tampak segurat
sinar berwarna hijau yang berkilauan, pandangan mata menjadi samar dan serangkum
hawa dingin menyelimuti pondok tersebut. Sembari tertawa Tan Ki berkata, “Mata Toa
Tocu tajam bagai kilat, apakah Toa Tocu dapat melihat kejanggalan yang ada pada
pedang ini?”
Sembari berkata, dia menyodorkan pedang itu ke hadapan Toa Tocu, tetapi arahnya
justru dada sang Tocu tersebut.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Siapa kiranya Toa Tocu itu? Melihat cara Tan Ki menyodorkan pedangnya, sepasang
alisnya langsung menjungkit ke atas. Cara Tan Ki menyodorkan pedangnya jauh berbeda
dengan cara yang digunakan orang biasa. Justru saat itu di hatinya sudah timbul perasaan
curiga…
Mendadak Tan Ki membentak dengan suara keras. Tangannya yang menyodorkan
pedang sekonyong-konyong menjadi cepat. Ca-haya berkelebat, dia langsung melancarkan
sebuah serangan ke bagian urat darah yang mematikan di dada Toa Tocu.
Perubahan yang tidak disangka-sangka ini begitu mengejutkan, sehingga orang-orang
yang hadir dalam pondok itu menjerit kaget. Serentak mereka melonjak berdiri dari
tempat duduk masing-masing.
Kejadiannya hanya sekejap mata.
Tiba-tiba Toa Tocu menghentakkan tubuhnya ke belakang, orang dengan kursinya
sekaligus menggelinding mundur. Tampak gerakan pedang di tangan Tan Ki mengandung
kecepatan yang tidak terkirakan. Meskipun ilmu Toa Tocu sudah mencapai taraf yang
tinggi sekali, tetapi dia juga tidak sempat menghindar. Secarik cahaya lewat di depan
matanya, pundak kirinya terasa dingin, tahu-tahu terlihat darah segar menetes di atas
tanah.
Kaucu Pek Kut Kau yang melihat adik seperguruannya tiba-tiba melancarkan serangan
pada Toa Tocu dari Lam Hay Bun, tanpa dapat ditahan lagi hatinya menjadi tercekat. Dia
segera membentak dengan suara keras, “Kau sudah gila!” sepasang kakinya menutul,
tubuhnya berkelebat ke depan.
Sampai saat ini dia masih tidak tahu bahwa adik seperguruannya itu merupakan
samaran orang lain. Ketika dia melesat ke depan, tiba-tiba dia melihat Tan Ki memutar
tangannya dan menikam kepadanya. Angin kencang menderu-deru, bagian wajahnya
terasa diterpa hawa dingin. Rupanya serangan Tan Ki kali ini telah menggunakan tenaga
dalamnya sebanyak tujuh bagian.
Terdesak oleh serangan Tan Ki yang begitu hebat, Kaucu Pek Kut Kau terpaksa menarik
kembali serangannya dan mencelat mundur. Untuk sesaat, hatinya merasa kesal juga
marah. Akhirnya dia malah jadi termangu-ma-ngu. Tidak sepatah katapun sanggup
diucapkannya.
Keadaan di dalam pondok itu menjadi agak kacau karena perubahan yang mendadak
ini. Hua Pek Cing tergesa-gesa maju ke depan dan membangunkan gurunya. Sedangkan
kedua Bun Bu-siang, Tong Ku Lu dan Cia Tian Lun langsung mengepung Tan Ki.
Sementara itu ketiga Tongcu saling lirik sekilas kemudian berdiri di belakang punggung
Tan Ki. Apabila dia hendak melarikan diri, mereka akan menggunakan serangan secepat
kilat untuk menahannya.
Bokongannya yang tidak membawa hasil tadi malah menjerumuskan dirinya dalam
perangkap. Saat ini hati Tan Ki sudah bertekad untuk gugur sebagai pahlawan. Lagipula
racun yang diberikan oleh Tian Bu Cu hanya dapat memperpanjang hidupnya sebentar
lagi. Daripada mati tanpa diketahui oleh seorang-pun, lebih baik mengamuk di markas
musuh. Apabila dapat membunuh beberapa orang jago dari pihak lawan, berarti dia juga
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sudah meringankan rekan-rekan Bulim yang lain. Oleh karena pemikiran itulah, gayanya
saat ini begitu tenang serta tidak terlihat kegentaran sedikitpun.
Toa Tocu mengerahkan hawa murninya untuk menghentikan darah yang mengalir.
Setelah itu tampak dia maju ke depan dua langkah dan membentak dengan suara tajam.
“Kau mendapat perintah dari siapa sehingga berani demikian kurang ajar terhadap
diriku?”
Tan Ki tertawa lebar.
“Aku selamanya bertindak seorang diri. Tidak pernah ada orang yang berani
memerintah diriku, juga belum pernah ada orang_ yang sanggup membuat aku takluk
pada perintahnya!”
Toa Tocu itu tertegun sejenak.
“Mengapa nada bicaramu jauh berbeda dengan dulu?”
“Tentu saja. Kim Yu adalah Kim Yu, aku adalah aku! Bagaimana dua orang yang
berlainan dapat dibandingkan persamaannya?”
Mendengar ucapannya, sekali lagi Toa Tocu tertegun. Dengan heran dia bertanya, “Lalu
siapa kau sebenarnya?”
“Kalau kau ingin tahu boleh saja, tetapi jangan kau kira pikiranku sudah kurang waras!”
sambil berkata, Tan Ki mengangkat tangannya lalu mengulapkan tangan itu ke wajahnya.
Puluhan pasang mata seperti terhipnotis, mata mereka membelalak lebar-lebar.
Semuanya memperhatikan Tan Ki lekat-lekat. Seakan sebentar lagi akan terjadi suatu
keajaiban.
Perlahan-lahan… selembar wajah yang tampan dan gagah muncul dalam pandangan
orang-orang yang ada dalam pondok itu. Otomatis hati mereka tergetar, rasa terkejutnya
kali ini tak perlu ditanyakan lagi. Terutama Cin Ying dan Cin Ie, mereka lebih heran dari
pada orang lainnya. Karena mimpipun mereka tidak menyangka bahwa pada saat dan
tempat seperti ini Tan Ki bisa muncul di hadapan mereka.
Pikiran Cin le lebih polos, baru saja pundaknya bergerak sedikit, maksudnya ingin
melesat ke depan, tahu-tahu Cin Ying telah menarik tangannya.
“Jangan gegabah! Dengan seorang diri Tan Siangkong menempuh bahaya seperti ini,
pasti mempunyai alasan tersendiri. Lebih baik kita perhatikan dulu keadaannya baru
mencari jalan. Kalau tidak, begitu kau keluar, mereka pasti akan mengetahui bahwa
selama ini kita ada hubungan dengan orang-orang wilayah Tionggoan!”
Ketika mereka sedang berbicara itulah, tiba-tiba terdengar suara bentakan yang keras.
Serentak mereka memalingkan kepalanya, tampak Tan Ki sudah mulai bergebrak dengan
salah satu Bun Bu-siang, Tong Ku Lu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kepandaian kedua orang itu hampir seimbang. Selisihnya tipis sekali. Begitu kekuatan
mereka beradu, tubuh keduanya langsung terhuyung-huyung, kemudian tergetar mundur
sejauh setengah langkah.
Hati Tan Ki sudah bertekad untuk mengadu jiwa di markas musuh ini. Pokoknya dia
ingin membunuh lawannya sebanyak mungkin. Oleh karena itu, tanpa mengatur
pernafasannya lagi, dia langsung menerjang kembali. Dengan jurus Kuda Berlari di Tengah
Pegunungan, dia langsung melancarkan -sebuah serangan yang dahsyat.
Miao Fei Siong melihat anak muda ini langsung menerjang ke arah Tong Ku Lu tanpa
memperhatikan sekitarnya. Dia mengira ini merupakan kesempatan yang bagus baginya
untuk membokong. Tanpa bersuara sedikit-pun, dia langsung mendesak dari arah kiri.
Telapak tanan kanannya terangkat dan secepat kilat dia menghantam ke depan.
Sepasang alis Tan Ki perlahan-lahan menjungkit ke atas. Dia menggeser ke kanan
setengah langkah. Dengan jurus Naga Kuning Mengibaskan Ekor, dia menyambut
datangnya serangan Miao Fei Siong dengan kekerasan. Pedang di tangan kanannya masih
tetap pada posisi semula, yakni menikam ke arah Tong Ku Lu.
Jurus yang satu ini dikerahkannya dengan menempuh bahaya, karena perhatiannya
harus terbagi kepada dua orang lawan. Dengan demikian tenaga dalamnya juga harus
diatur agar seimbang. Sembari membalas dengan sebuah serangan, tangannya yang satu
lagi harus menyambut bokongan yang lain pula.
Dalam waktu sekejap mata, benturan tenaga dan senjata langsung terjadi. Terdengar
suara keluhan dan dengusan dingin yang berturut-turut. Bayangan tubuh manusia terus
menerus berkelebat. Tong Ku Lu maupun Miao Fei Siong sama-sama terpental ke
belakang.
Tan Ki sendiri masih berdiri tegak bagai gunung yang kokoh. Tubuhnya tidak bergeser
sedikitpun, tetapi di sudut bibirnya terlihat darah mengalir. Sudah barang tentu, meskipun
Tan Ki memiliki tenaga dalam yang hebat, namun menghadapi gabungan tenaga dua
lawan tangguh yang mempunyai kekuatan dahsyat, tubuhnya tergetar sedemikian rupa.
Dia merasa isi perutnya seperti membalik. Telinganya berdengung dan matanya
berkunang-kunang.
Pada saat itu dia memang sudah bertekad gugur sebagai pahlawan. Dia tidak
memikirkan keselamatan dirinya lagi. Ia juga sadar, apabila pertarungan ini diteruskan,
kesempatannya untuk hidup tipis sekali. Namun dia tidak putus asa. Teringat akan
harapan si pengemis sakti Cian Cong dan pamannya Yibun Siu San yang besar,
semangatnya jadi semakin berkobar-kobar. Apalagi sebelumnya dia sudah menelan sebutir
pil beracun pemberian Tian Bu Cu. Walaupun dia sanggup meloloskan diri dari tempat ini,
tetap saja tidak sanggup meloloskan diri dari kematian.
Berpikir sampai di sini, tanpa dapat ditahan lagi bibirnya menyunggingkan seulas
senyuman. Tetapi senyuman itu begitu mengenaskan dan pilu.
Tiba-tiba Tan Ki mendongakkan wajahnya mengeluarkan suara siulan yang panjang.
Nadanya melengking tinggi sehingga menggetarkan gendang telinga. Kemudian
pergelangan tangannya berputar. Dengan jurus Bunga-Bunga Berguguran, pedangnya
menimbulkan desiran angin yang bergulung-gulung. Sasarannya kali ini salah satu dari
ketiga Tongcu Lam Hay Bun yang lihai, Ho Tiang Cun. Telapak tangan kirinya memainkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sebuah jurus yang hebat, yakni Mengais Pasir di Atas Tanah. Dalam waktu yang
bersamaan dia melancarkan sebuah serangan kepada Tio Hui.
Satu jurus dua gerakan, masing-masing menggunakan tenaga dalam yang berlainan.
Hawa pedang dan angin yang terpancar dari pukulannya seperti menuju jalan masingmasing.
Laksana dua orang yang menggunakan jurus berlainan, tetapi melancarkan
serangannya dalam waktu yang bersamaan.
Ho Tiang Cun dan Tio Hui melihat serangannya begitu gencar dan dahsyat. Untuk
sesaat mereka malah tidak berani menyambutnya dengan kekerasan. Pinggang meliuk dan
kaki menggeser. Masing-masing mencelat mundur sejauh tiga langkah.
Sinar mata Tan Ki menyorotkan hawa pembunuhan yang tebal. Secara berturut-turut
kembali dia melancarkan tiga belas jurus serangan. Cahaya berkilauan timbul dari pedang
di tangannya. Pancarannya begitu kuat sehingga memenuhi jarak sekitar satu depaan.
Tiga orang tongcu, dua orang Bun Bu-siang dan Kaucu Pek Kut Kau dalam waktu
seketika menjadi kalang kabut karena serangan Tan Ki yang dahsyat. Mereka terdesak
mundur sehingga keadaan di dalam pondok itu menjadi kacau balau.
Tiba-tiba Tan Ki mengeluarkan suara bentakan yang keras. Kakinya bergerak mengejar
Miao Fei Siong dari belakang. Tampak pedang pendek di tangannya meluncur cepat
menikam ke depan. Dalam sekejap mata, dia menarik kembali jurus serangan yang telah
dilancarkannya. Jurus ini dikerahkan dengan kecepatan yang tidak terkirakan. Baru saja
pedangnya bergerak ke depan, tahu-tahu sudah ditarik kembali. Begitu cepatnya sehingga
orang-orang yang ada dalam ruangan itu tidak sempat melihat jelas bagaimana cara
tangannya melakukan gerakan.
Justru ketika dia melancarkan pedangnya kemudian menarik kembali, dalam waktu
yang bersamaan terdengar suara jeritan yang menyayat hati. Darah memercik ke manamana.
Tubuh Miao Fei Siong terhuyung-huyung ke belakang seperti orang mabuk,
kemudian terhempas di atas tanah dengan nyawa melayang.
Orang-orang di dalam pondok itu melihat gerakan tubuh dan tangan Tan Ki demikian
hebat sehingga sulit dilukiskan dengan kata-kata. Hati mereka tercekat bukan kepalang.
Wajah mereka menyiratkan perasaan ngeri yang tidak terkirakan.
Toa Tocu dari Lam Hay sendiri juga melihat cara Tan Ki yang begitu cepat sehingga
sanggup membunuh salah seorang jagonya dalam sekejap mata, tetapi dia hanya
mengeluarkan suara tawa yang dingin serta menyaksikan dari samping. Tampaknya dia
menganggap Tan Ki seperti seekor ikan di dalam jala. Tentu saja dia tidak perlu turun
tangan sendiri. Biar bagaimanapun sulit baginya untuk meloloskan diri dari tempat itu.
Oleh karena itu, dia juga tidak perduli melihat salah seorang jagonya dapat terbunuh oleh
Tan Ki dalam seke-japan mata.
Sementara itu, gerakan Tan Ki terlihat melemah. Tong Ku Lu segera menggunakan
kesempatan itu untuk membalas menyerang. Biar bagaimana orang ini merupakan salah
satu Bun Bu Siang dari Lam Hay Bun. Ilmunya tinggi sekali. Begitu jurus serangannya
dikerahkan, segera terasa ada serangkum angin kencang yang menimbulkan suara siulan
panjang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tubuh Tan Ki berkelebat, dia menghindarkan dirinya dari pukulan Tong Ku Lu. Belum
sempat dia membalas menyerang, tanpa menimbulkan suara sedikitpun Ho Tiang Cun
menerjang datang dari sebelah kiri. Pukulan dihantamkan ke depan sekaligus jari
tangannya melancarkan sebuah totokan. Secara berturut-turut dia mengerahkan tiga jurus
serangan.
Tio Hui seakan mengimbangi pukulan yang dilancarkan oleh Ho Tiang Cun. Dia
melancarkan dua buah pukulan dan sebuah tendangan.
Menghadapi serangan yang gencar ini, mau tidak mau Tan Ki mencelat mundur berkalikali.
Kesempatannya melancarkan serangan terlebih dahulu hilang, keadaan jadi berbalik.
Dia merasa situasi di hadapannya saat ini bukan main gawatnya. Apalagi saat ini dia tidak
mempunyai peluang lagi untuk membunuh Toa Tocu, diam-diam hatinya merasa panik.
Ketika pikirannya sedang gelisah, tiba-tiba terdengar Tong Ku Lu berteriak dengan
lantang, “Siapkan Tian Si Liok-tou (Enam Bintang Penggetar Langit)!”
Mendengar teriakannya, Tan Ki justru jadi tertegun.
Rupanya setelah bergebrak dengan Tan Ki sebanyak beberapa jurus, Tong Ku Lu sadar
tenaga dalam mereka hampir seimbang. Tetapi jurus serangannya justru kalah aneh dan
keji. Apabila pertarungan ini diteruskan, meskipun mereka dapat menggabungkan tenaga
beberapa orang untuk meringkus Tan Ki, tetapi paling tidak harus melewatkan lima
ratusan jurus. Oleh karena itu, pikirannya segera tergerak. Dia berniat menggunakan
barisan Lam Hay Bun yang terkenal untuk mengepung Tan Ki. Setelah itu mereka tinggal
menggunakan obat bius atau senjata rahasia untuk merubuhkannya.
Mendengar kata-katanya, Cia Tian Lun beserta rekan-rekannya yang lain langsung
duduk bersila di atas tanah. Hua Pek Cing juga mencelat, keluar dan di bagian pusat. Dia
menggantikan kedudukan Miao Fei Siong yang sudah mati terbunuh oleh Tan Ki.
Barisan yang terdiri dari enam orang itu sudah dipersiapkan. Daya kerjanya langsung
dilancarkan. Sebagai pembuka jalan, Kaucu Pek Kut Kau yang pertama-tama
menghantamkan sebuah pukulan ke depan.
Indera penglihatan Tan Ki sangat tajam sekali. Otaknya juga cerdas. Setelah melihat
sekilas, dia segera mengetahui bahwa keenam orang itu membentuk barisan dengan
telapak tangan saling menempel. Seperti orang yang mengerahkan hawa murninya untuk
menyembuhkan luka dalam. Tanpa dapat ditahan lagi hatinya segera tergerak. Dengan
cara saling menempelkan telapak tangan seperti itu, mereka dapat menggabungkan
tenaga enam orang pada satu orang. Setiap serangan yang dilancarkan berarti merupakan
kekuatan enam orang yang tentu saja dapat dibayangkan kehebatannya.
Diam-diam hati Tan Ki tercekat. Di samping itu dia juga ingin membuktikan dugaannya
sendiri. Oleh karena itu dia segera menghimpun hawa murninya dan mendorong telapak
tangannya ke depan menyambut serangan Kaucu Pek Kut Kau.
Begitu kedua telapak tangan saling beradu, Tan Ki langsung merasa jantungnya bagai
dihantam oleh sebuah palu yang besar. Tubuhnya terpental ke atas satu kali, kakinya
goyah dan sepasang pundaknya terhuyung-huyung.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wajah Tan Ki perlahan-lahan berubah. Diam-diam dia berpikir di dalam hati: ‘Sungguh
barisan Tian Si Liok-tou yang hebat!’
Sementara pikirannya masih tergerak, tiba-tiba Cian Tian Lun yang posisinya di tengahtengah
kembali melakukan penyerangan. Tenaga dalamnya bagai gunung yang rubuh,
demikian dahsyatnya sehingga membuat hati Tan Ki tergetar.
Anak muda itu tahu, apabila dia menyambut lagi serangan Cia Tian Lun ini, pasti
keadaannya tidak berbeda dengan sebelumnya. Berarti dia mengadu tenaga dalam
dengan enam orang lawan sekaligus. Paling tidak dia akan terluka parah. Oleh karena itu,
untuk sesaat dia tidak berani menyambut dengan kekerasan. Dia menggeser ke sebelah
kiri satu langkah, pedang di tangannya digetarkan. Dengan sebuah jurus yang hebat,
pedang di tangannya menimbulkan lingkaran cahaya dengan ukuran besar kecil.
Serangannya ditujukan kepada salah satu Bun Bu-siang dari Lam Hay Bun, yakni Tong Ku
Lu.
Menghadapi serangannya yang begitu dahsyat, Tong Ku Lu malah seperti menganggap
remeh. Dia tetap bersila di tempatnya tanpa bergerak sedikitpun. Justru Ho Tiang Cun dan
Hua Pek Cing yang masing-masing menghantamkan sebuah pukulan menahan serangan
pedang Tan Ki.
Hawa amarah dalam dada Tan Ki jadi meluap. Jurus-jurus yang aneh serta keji
dilancarkannya secara gencar. Saat itu juga, kilauan pedang memijar-mijar dan mendesak
kepada enam orang tersebut.
Tidak tahunya Tian Si Liok-tou itu merupakan ilmu tingkat tertinggi dalam perguruan
Lam Hay Bun. Ilmu itu merupakan cip-taan tocu sebelumnya, Gin Tong yang
menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk merampungkannya. Orang yang diserang
justru tidak mengelakkan diri ataupun menangkis, tetapi telapak tangannya ditempelkan
pada telapak tangan rekan di sebelahnya dan rekannya itulah yang melancarkan serangan
balasan. Hal ini berarti orang yang pertama itu menerima saluran tenaga dalam dari rekan
lainnya sehingga kekuatannya menjadi dahsyat. Meskipun ilmu pedang Tan Ki aneh dan
dapat menimbulkan hawa pedang yang tajam, tetapi setelah melancarkan serangan
beberapa kali berturut-turut, tetap saja dia tidak sanggup melukai satu orangpun dari
pihak lawan. Diam-diam hatinya menjadi panik, keringat dinginnya terus mengucur
dengan deras.
Dia merasa setiap kali melancarkan sebuah serangan, musuh tidak menghindar ataupun
balas menyerang, tetapi malah mempertahankan diri. Lambat laun dirinya sendiri yang
terperangkap dalam barisan itu. Walaupun pedang pendek di tangannya masih bisa
digerakkan ke sana ke mari, tetapi wawasan dirinya sendiri semakin lama semakin simpati.
Setelah lewat beberapa jurus, dia merasa bagian depan belakang kiri atau kanan
tubuhnya bagai ada lingkaran kekuatan tanpa wujud yang mendesak dirinya sehingga
udara terasa pengap. Dengan demikian gerakan tubuhnya juga jadi lambat dan tidak bisa
berputar atau bergeser secara leluasa. Dia pun merasa sulit melangkahkan kakinya.
Walaupun akhirnya dia sanggup menindakkan kakinya satu langkah, namun dia harus
menguras tenaga yang banyak. Hatinya sadar bahwa apabila pertarungan ini diteruskan,
dirinya tentu tidak luput dari bencana.
Begitu pikirannya tergerak, tiba-tiba muncul niatnya untuk melarikan diri…
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Siapa nyana baru saja niat itu muncul, tiba-tiba lingkungannya terasa semakin sempit.
Barisan Tian Si Liok-tou itu sudah bergerak sekaligus. Apalagi barisan itu seperti dipimpin
oleh orang yang ada di tengah-tengah. Karena di kiri kanannya ada orang lain yang
melindungi, maka tidak mudah bagi lawan untuk mencari peluang menyerangnya.
Sementara itu gerakan barisan tersebut semakin lama semakin cepat. Baru saja Tan Ki
mengerahkan jurus Cahaya Keperakan di Atas Lautan dengan gerakan seperti
mengundurkan diri, tiba-tiba terdengar suara bentakan Hua Pek Cing yang langsung
melancarkan sebuah serangan.
Dia pernah tergetar isi perutnya karena serangan hawa pedang Tan Ki. Sebetulnya
keadaan anak muda itu sudah sedemikian parah, bahkan ilmu silatnya sempat musnah.
Tetapi toa tocu dari Lam Hay bukan hanya seorang yang berilmu tinggi, ilmu
pengobatannya juga hebat sekali. Ke manapun dia pergi, dia selalu membawa Hiang Lianjau
(Rumput teratai harum) yang merupakan keluaran Lam Hay Bun. Setelah dipadu
dengan bantuan saluran tenaga dalam dari beberapa bawahan gurunya, dalam waktu tiga
kentungan saja mereka sudah berhasil menarik Hua Pek Cing dari jurang kematian. Hanya
saja tubuhnya masih lemas dan tenaga dalamnya sudah jauh melemah dibandingkan
dengan sebelumnya. Serangannya kali ini yang merupakan tenaga gabungan dari kelima
orang lainnya, tentu saja tidak dapat dipandang ringan karena memang dahsyat sekali.
Serangan yang dilakukan oleh Hua Pek Cing tepat sekali. Dengan tepat dia
menghadang jalan mundur Tan Ki. Keadaan jadi berbahaya. Begitu terdesaknya Tan Ki
sehingga dia cepat-cepat mengempos semangatnya, kemudian tangannya mendorong ke
depan menyambut serangan tersebut.
Terdengar suara benturan kedua telapak tangan yang menggelegar memekakkan
telinga. Bagian atas tubuh Hua Pek Cing bergoyang-goyang, sedangkan Tan Ki yang
terhantam dorongan tenaga demikian dahsyat tidak dapat mempertahankan injakan
kakinya lagi di atas tanah. Akhirnya setelah terhuyung-huyung beberapa kali, kakinya
terpaksa menindak ke depan satu langkah.
Keadaan yang demikian genting ini membuat perasaan hati Cin Ying dan Cin Ie yang
melihatnya sampai terkejut setengah mati. Tanpa terasa mereka maju satu langkah.
Begitu melihat Tan Ki dalam keadaan bahaya, tanpa memperdulikan segalanya mereka
bersiap melesat ke depan memberikan pertolongan.
Tampak bayangan telapak dan hawa pedang bergulung memenuhi sekitar tempat
tersebut. Semakin lama pertarungan mereka berlangsung semakin cepat. Justru ketika dia
tidak tahu bagaimana harus berbuat, tiba-tiba dari luar pondok terdengar sayup-sayup
suara pekikan rajawali. Nadanya melengking tinggi sehingga membuat gendang telinga
menjadi ngilu.
Kemudian terdengar suara siulan panjang mengiringi pekikan rajawali tadi. Namun
suara siulan itu demikian lembut seakan mengandung kerinduan hati seorang kekasih
yang sudah lama berpisah…
Orang-orang yang ada dalam pondok itu sampai termangu-mangu mendengarkannya.
Mereka seperti terpengaruh oleh suara siulan tadi. Hawa pembunuhan yang menyelimuti
pondok tersebut serasa menyurut cukup banyak.
Tiba-tiba Tan Ki mengeluarkan suara bentakan keras, secara berturut-turut dia
melancarkan tiga serangan. Dia sadar bahwa saat ini merupakan kesempatan emas
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
baginya. Kalau dia tidak mencari akal menerobos keluar dari barisan tersebut, mungkin dia
terpaksa mati oleh serangan keenam orang yang berilmu tinggi-tinggi itu. Oleh karena itu,
serangannya yang gencar ini mengandung tenaga dalam yang bukan main dahsyatnya.
Dia tidak memberi kesempatan bagi lawan untuk melancarkan serangan balasan. Dengan
jurus ‘Ikan Lele Melompat-lompat’, tubuhnya berjungkir balik di udara kemudian melesat
keluar dari barisan tersebut.
Tan Ki tidak pernah membayangkan bahwa dia dapat menerjang keluar tanpa
menemukan kesulitan sedikitpun. Oleh karena itu gerakannya juga tidak terlalu cepat. Di
samping itu secara diam-diam dia juga mengerahkan hawa murninya menghadapi segala
kemungkinan yang akan terjadi. Tetapi urusannya benarbenar di luar dugaan Tan Ki. Baik
Tong Ku Lu maupun Hua Pek Cing tidak ada yang turun tangan mencegahnya.
Begitu pandangan matanya dialihkan, entah sejak kapan, di depan pintu telah berdiri
seorang gadis berpakaian hijau. Rambutnya dikepang dua dan kecantikannya luar biasa.
Gadis ini sama sekali tidak asing dalam pandangan Tan Ki. Dia adalah pelayan si gadis
berpakaian putih yang selalu menunggang burung rajawali, yakni Mei Hun adanya.
Kepala Tan Ki berpaling ke arah yang lain. Pandangan mata orang-orang di dalam
pondok itu seakan terkesima terhadap kecantikan si gadis cilik yang baru muncul ini.
Sekonyong-konyong suatu ingatan melintas di benak Tan Ki. Dia segera berkata kepada
Mei Hun, “Tempat ini merupakan markas sementara golongan sesat, sedangkan kau
berani-beraninya muncul di sarang harimau.”
Mei Hun mengerlingkan matanya sebanyak dua kali. Bibirnya tersenyum manis.
“Maksudmu, tempat ini sangat berbahaya bukan?”
“Kalau kedatanganmu ini tidak diiringi majikanmu, sudah tentu berbahaya bagi dirimu!”
Senyum Mei Hun semakin lebar.
“Belum tentu.” katanya santai.
Orangnya sendiri memang sudah cantik bukan main, begitu tersenyum, otomatis
terlihat semakin menawan. Tampak tubuhnya bergerak dengan lemah gemulai. Selangkah
demi selangkah dia berjalan masuk dan terus menuju tempat Toa Tocu dari Lam Hay Bun.
Kemunculannya yang tidak tersangka-sangka sudah mengejutkan orang-orang yang
ada di dalam pondok tersebut. Ternyata dia malah berani menghampiri Toa Tocu.
Besarnya nyali gadis itu benar-benar sulit disamakan oleh orang lain. Mereka merasa
gerak-gerik gadis ini begitu misterius, maksud kedatangannya membingungkan. Tanpa
dapat ditahan lagi, orang-orang yang ada di di dalam pondok itu merasa tidak paham
sehingga saling menukar pandangan. Hua Pek Cing yang pernah kena batunya, terlebihlebih
merasa gelisah melihat kemunculannya itu.
Sepasang alis Tan Ki menjungkit ke atas. Pedang ditangannya digenggam erat-erat.
Pandangan mata Toa Tocu menyorotkan sinar yang berkilauan. Tiba-tiba wajahnya
menjadi kelam. Dia membentak dengan suara keras, “Untuk apa kau datang ke mari?”
Mei Hun mengembangkan seulas senyuman yang sangat manis.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Tentu saja untuk mengambil batok kepalamu!”
Mendengar perkatannya, Toa Tocu segera mendongakkan kepalanya dan tertawa
terbahak-bahak.
“Sungguh seorang budak cilik yang bermulut tajam! Kau kira siapa aku ini?”
“Aku tidak perduli siapa dirimu. Tetapi karena aku sudah menaksir batok kepalamu,
meskipun tidak sudi menyerahkannya kau juga tidak bisa melarangku.”
Toa Tocu mengeluarkan suara tawa yang dingin. Tampangnya seperti orang yang
marah tetapi juga geli mendengar ucapan Mei Hun tadi, sungguh tidak enak untuk
dipandang.
Tan Ki melihat di balik senyumnya yang dingin terselip kegusaran. Segurat hawa
kehijauan muncul di wajahnya. Demikian samarnya sehingga tidak dapat terlihat oleh
orang yang pandangan matanya kurang tajam.
Melihat tampangnya yang aneh dan tidak enak dilihat, wajah Mei Hun langsung
berubah. Dia mengeluarkan suara tawa yang dingin.
“Rupanya kau sudah mempelajari ilmu Hawa Sesat dari Mayat yang Seram!”
“Tampaknya kau juga bukan orang tanpa asal-usul. Karena sekali lihat saja kau sudah
dapat menebak dengan tepat rahasiaku. Mengingat usiamu yang demikian muda, yang
mestinya belum mengerti apa-apa, aku juga malas berdebat panjang lebar denganmu.
Cepat katakan asal perguruanmu dan kau boleh segera tinggalkan tempat ini!” kata Toa
Tocu.
“Biarpun kau mengusir aku, belum tentu aku bersedia meninggalkan tempat ini.”
Sepasang mata Toa Tocu tiba-tiba menyorotkan sinar yang berkilauan. Seperti dua
buah lentera berwarna hijau yang menyeramkan sehingga membuat hati orang tergetar.
Ditambah lagi dengan hawa hijau yang menyelimuti wajahnya, semakin membuat hati
orang menjadi gelisah dan tercekat. Terdengar dia mengeluarkan suara tawa yang seram.
“Kalau aku berniat mengambil nyawamu, mudahnya seperti membalikkan telapak
tangan sendiri…!”
Mei Hun tidak memberi kesempatan kepada Toa Tocu tersebut untuk melanjutkan katakatanya,
dia langsung menukas, “Lalu mengapa kau tidak mencobanya? Lihat apakah
membuktikannya mudah atau bicaranya saja yang mudah?”
Toa Tocu adalah seorang pimpinan, di wilayah Lam Hay Bun yang paling disegani.
Mendengar sindirannya yang begitu tajam, tentu saja dia tidak dapat menahan kemarahan
dalam hatinya lagi. Oleh karena itu, dia langsung mendongakkan wajahnya dan
mengeluarkan suara tawa yang mirip dengan pekikan burung hantu di tengah malam.
Tan Ki merasa suara tawa sang tocu tersebut seakan membawa hawa dingin yang
menyusup ke dalam dada. Bukan saja tidak enak didengar, malah membuat tubuh orang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menggigil seperti tiba-tiba saja turun salju yang deras sehingga menutupi seluruh pondok
tersebut. Bulu kuduknya merinding seketika.
Justru di saat Tan Ki merasa gelisah, tiba-tiba suara tawa sang tocu sirap. Dia langsung
maju ke depan sejauh dua langkah.
“Aku akan mengalah kepadamu sebanyak tiga jurus…”
Ucapan ini apabila tercetus dari mulut orang lain, tentu orang-orang yang
mendengarnya akan merasa bahwa tocu ini sombongnya bukan main. Tetapi tocu ini
bukan sembarang tocu. Ilmunya sudah mencapai taraf yang demikian tinggi sehingga sulit
diukur lagi. Mereka merasa kata-kata itu wajar sekali terdengar dari mulutnya, tidak
seorangpun yang merasa dia tidak pantas berkata seperti itu.
Tampaknya Mei Hun seperti sengaja mengulur waktu. Ternyata dia tidak langsung
melancarkan serangan. Dengan tampang yang dingin dan datar dia berkata, “Kalau kau
memang berniat mengalah tiga jurus kepadaku, maka kau tidak boleh melancarkan
serangan balasan!”
“Tentu saja!” sahut sang Toa Tocu.
“Apakah kau tidak berpikir bahwa tiga jurus ini mungkin dapat membuat kau rubuh di
atas tanah bermandikan darah?”
Wajah Toa Tocu tiba-tiba menjadi serius.
“Aku tidak sudi berdebat terus denganmu! Pokoknya kau lancarkan saja serangan
secepatnya!”
Mei Hun tersenyum simpul.
“Meskipun ilmu sesat yang kau pelajari itu mengandung racun yang ganas serta
pengaruh yang dahsyat, tetapi kau tidak sanggup mempertahankan hawa murnimu dalam
waktu yang terlalu lama. Kalau waktu terus berlalu, kau terpaksa mengendurkan hawa
murni yang kau kerahkan. Begitu ilmu beracun itu buyar, kau akan segera berubah
menjadi orang yang tidak berguna. Seandainya aku mengucapkan beberapa patah kata
lagi untuk mengulur waktu, maka aku akan…”
Toa Tocu mendengar kata-katanya yang semakin lama semakin membuka rahasia yang
ada pada dirinya. Hatinya menjadi marah dan terkejut. Dia langsung membentak dengan
suara keras menukas ucapan Mei Hun, “Tutup mulutmu! Kalau kau masih belum mau
melancarkan serangan, jangan salahkan apabila Toa Tocumu ini menarik kembali katakata
yang sudah diucapkan dan berbalik turun tangan menyerangmu!”
Mei Hun menggerak-gerakkan sepasang kepang di belakang kepalanya. Bibirnya masih
juga tersenyum manis.
“Sekarang bukan saatnya mengadakan pertarungan dengan tergesa-gesa.
Kedatanganku ini sebenarnya karena mendapat tugas yang maha berat. Kalau kau berniat
mendengarkannya, maka kau harus memberi waktu agar aku dapat mengatur kata-kata
yang baik dan mengatur pernafasan sejenak.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Toa Tocu melihat gadis itu seperti mengemban tugas penting yang ingin disampaikan.
Tampangnya juga bukan seperti orang yang sedang bergurau. Diam-diam hatinya
tergerak. Tetapi biar bagaimanapun dia merupakan seorang tokoh yang licik. Kemarahan
atau kesenangan yang dirasakannya tidak mudah terlihat dari mimik wajahnya. Meskipun
kedatangan gadis ini begitu misterius dan ia ingin mendengar apa yang akan disampaikan
olehnya. Namun dari luarnya dia justru pura-pura gusar.
“Kalau ada ucapan yang ingin kau sampaikan, harap katakan secepatnya. Aku tidak ada
waktu bersilat lidah denganmu!”
“Baiklah, aku akan mengatakannya…”
Baru mengucapkan beberapa patah kata, tiba-tiba dia berhenti lagi. Sepasang matanya
perlahan-lahan dipejamkan. Seakan sedang merenung bagaimana harus menyampaikan
pesannya. Sampai sekian lama dia tidak berkata-kata lagi.
Orang-orang yang ada di dalam pondok itu merasa apa yang ingin disampaikan oleh
Mei Hun pasti suatu masalah yang serius. Tanpa terasa hampir seluruh pandangan mata
terpusat pada diri gadis itu. Mereka menunggu dengan nafas tertahan dan tidak ada
seorangpun yang membuka suara.
Keheningan yang mencekam menyelimuti suasana di dalam pondok tersebut. Kembali
waktu selama sepeminuman teh berlalu. Sekonyong-konyong Tan Ki melihat hawa
kehijauan yang tergurat di wajah Toa Tocu semakin lama semakin samar. Sinar matanya
yang dingin juga tidak menyorotkan sinar setajam tadi lagi. Diam-diam hatinya merasa
bingung. Tetapi tangannya tetap menggenggam pedang erat-erat seakan tidak berani
gegabah menghadapi situasi yang ada.
Tiba-tiba terdengar lagi suara Mei Hun yang merdu…
“Di luar samudera ada empat puluh delapan pulau. Sebelumnya sudah banyak tokohtokoh
dari wilayah ini yang menggemparkan daerah Tionggoan, tetapi tokoh-tokoh ini
mempunyai pikiran yang panjang dan jiwa yang lapang. Mereka tidak berani sembarangan
menginjakkan kakinya ke daerah Tionggoan meskipun hanya satu langkah saja. Selama
ratusan bahkan ribuan tahun, ilmu silat terus berusaha dikembangkan, siapapun ingin
menciptakan ilmu yang paling tinggi di dunia ini. Selama ratusan balikan ribuan tahun,
hubungan antara Lam Hay dengan Tionggoan juga biasa-biasa saja. Boleh dibilang saling
menghargai sehingga tidak ada pihak manapun yang berusaha menguasai pihak lainnya.
Bahkan bekas Bengcu yang lama, yakni Cin Tong juga tidak berani bertindak gegabah.
Meskipun beliau sering menginjakkan kakinya ke wilayah Tiong-goan dan bertukar pikiran
tentang ilmu silat dengan tokoh-tokoh sakti dari wilayah Tiong-goan kami. Tetapi sejak
awal hingga akhir, hubungan mereka bagai sahabat yang hanya saling menjajaki ilmu
masing-masing. Belum pernah terjadi pertikaian atau sengketa yang menyangkut budi
ataupun dendam. Seandainya kau memiliki sepersepuluh dari jiwa besar dari Cin Losiansing,
maka kau tidak mungkin berambisi demikian besar sehingga berniat menguasai
wilayah Tionggoan.”
Toa Tocu memperdengarkan suara tawa yang dingin.
“Aku mempunyai kelebihan dibandingkan dengan manusia biasa. Ambisiku memang
ingin menyatukan seluruh Bulim agar tunduk di bawah sebuah bendera yang sama,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan demikian tidak akan terjadi lagi perebutan kekuasaan antara satu wilayah dengan
lainnya. Mengapa hal ini tidak boleh dilakukan?”
“Apakah kau benar-benar berniat membubarkan setiap partai yang ada dan membuat
mereka takluk di bawah benderamu?” tanya Mei Hun.
“Aku memang mengandalkan kekuatanku dan berusaha menguasai seluruh dunia ini…”
berkata sampai di sini, tiba-tiba dia seperti teringat suatu hal yang serius. Setelah
mendengus dingin satu kali, dia tidak melanjutkan kata-katanya lagi.
Rupanya ketika keduanya terlibat dalam pembicaraan itulah, hawa hijau yang tersirat di
wajahnya lambat laun menjadi sirna.
Kemunculan Mei Hun yang secara tidak terduga-duga di markas pihak Lam Hay ini,
memang menerima tugas dari seseorang. Melihat hawa hijau yang tersirat di wajah Toa
Tocu sebelumnya sekarang sudah lenyap. Dia maklum bahwa hawa racun yang
dikerahkannya juga sudah surut. Apabila dia ingin turun tangan, waktunya justru dalam
beberapa menit ini. Sebab beberapa menit kemudian, hawa murni dalam tubuh Toa Tocu
tersebut bisa dihimpun kembali dan diapun sanggup mengerahkan ilmu beracunnya lagi.
Oleh karena itu, dia segera mengembangkan seulas senyuman yang manis.
“Aku tahu, biar bagaimana kau merupakan seorang tokoh yang paling disegani di
wilayah Lam Hay ini. Kata-kata yang kau ucapkan seberat gunung. Niat yang sudah ada
dalam hatimu sulit diubah. Seandainya ambisimu memang demikian besar, ingin
menguasai seluruh dunia ini di bawah benderamu, aku juga tidak dapat mengatakan apaapa
lagi. Semoga kau dapat mementangkan sayapmu selebar-lebarnya dan berhasil
mendapatkan apa yang kau inginkan. Di sini juga aku memohon diri.” dia segera
membalikkan tubuhnya dan menarik tangan Tan Ki, kemudian mengajaknya menghambur
keluar dari ruangan tersebut.
Mei Hun datang secara tidak terduga-duga, sekarang malah mau pergi seenaknya.
Seakan tidak memandang sebelah mata kepada orang lain. Toa Tocu itu pada dasarnya
adalah manusia yang tinggi hati, mana mungkin dia sanggup menahan kekesalannya
menghadapi tindak-tanduk Mei Hun ini. Pandangan matanya langsung beralih kepada Cia
Tian Hun dan membentak dengan suara keras, “Tahan dia!” nada suaranya begitu berat
seakan mengandung kegusaran yang tidak terkirakan.
Cia Tian Lun langsung mengiakan. Tubuhnya langsung berkelebat ke depan. Tangan
kirinya menjulur keluar, tangan kanannya membentuk cakar, timbul angin yang menderuderu
dan melanda ke arah Mei Hun dan TanKi.
Meskipun kedudukan orang ini hanya sebagai salah satu dari Bun Bu-siang, tetapi ilmu
silatnya benar-benar tidak dapat dianggap enteng. Mei Hun merasa cengkeraman yang
dilancarkannya mengandung tenaga dalam yang dahsyat. Orangnya belum sampai,
anginnya sudah melanda datang. Tanpa dapat ditahan lagi, hatinya merasa tercekat.
Pergeangan kanannya memutar. Dengan sebuah jurus yang hebat, dia mengibas ke
depan.
Siapa sangka Cia Tian Lun memang mengharapkan dia melakukan gerakan tersebut.
Tiba-tiba lengannya membalik dan tenaga yang terpancar pada cengkeramannya langsung
lenyap. Dari lambat gerakannya menjadi cepat. Begitu tangannya bergerak sekali lagi,
tahu-tahu pergelan-gan tangan Mei Hun sudah tercekal olehnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika kibasan tangannya menemui kekosongan, Mei Hun merasa ada yang tidak beres.
Niatnya ingin mengibas sekali lagi, tetapi waktunya sudah tidak keburu. Tiba-tiba dia
merasa pergelangan tangannya seperti kesemutan dan bagai dijepit oleh sepasang capitan
besi yang kuat. Seluruh tenaga dalamnya langsung lenyap seketika.
Namun ilmu silat Mei Hun diajarkan langsung oleh si gadis berpakaian putih yang sakti.
Dalam keadaan seperti itu, kesadaran pikirannya tetap terjaga. Diam-diam dia
mengerahkan hawa murni dalam tubuhnya dan langsung menutup seluruh jalan darah
yang ada di pergelangan tangannya. Meskipun dia merasa tulang pada pergelangan
tangannya itu agak sakit, tetapi dalam sekejap mata tenaga dalamnya sudah pulih
sebanyak tujuh bagian. Dia langsung mengeluarkan suara bentakan, tubuhnya agak
membungkuk sedikit dan kaki kirinya menendang depan. Sasarannya jalan darah di bagian
pinggang Cia Tian Lun.
Jurus serangannya ini mengandung keajaiban yang tidak terkirakan, lebih-lebih
dilancarkan secara tidak terduga-duga. Cian Tian Lun tidak menduga bahwa pergelangan
tangannya yang sudah tercekal masih bisa mempunyai tenaga untuk melancarkan
serangan balasan. Jarak di antara mereka juga demikian dekat, apabila mengulurkan
tangan ke depan, jalan darah utama pada seluruh tubuh lawan dapat terjangkau. Hal ini
bukan main gawatnya. Tetapi pengetahuan maupun pengalaman Cia Tia Lun sangat luas.
Tentu saja dia sadar betapa bahaya kedudukannya saat itu, terpaksa dia melepaskan
kesempatan yang baik dengan mengendurkan cekalan tangannya kemudian mencelat
mundur.
Mei Hun masih berdiri di tempatnya semula. Dia juga tidak mengejar lawannya. Hanya
terdengar dia berkata dengan bibir tersenyum, “Ilmu silatmu belum seberapa hebat.”
selesai berkata, dia langsung membalikkan tubuhnya berjalan pergi.
Mungkin ilmu silatnya yang aneh dan ajaib telah membuat orang-orang di dalam
pondok itu merasa terkejut. Ternyata tidak ada seorangpun yang menghadang
kepergiannya. Bahkan Toa Tocu sendiri seperti mempunyai rencana yang lain sehingga
tidak bergerak setengah langkahpun.
Tampaknya Mei Hun sendiri pura-pura gagah di hadapan musuh. Jalannya juga tenang
sekali. Tetapi begitu keluar dari pintu, dia segera berkata kepada Tan Ki dengan suara
yang lirih, “Cepat lari! Kita tidak boleh berlama-lama di sini!”
Tan Ki juga tidak mengerti mengapa tiba-tiba niatnya berubah. Melihat sepasang
alisnya yang indah menjungkit ke atas dan langsung menghambur ke depan secepat kilat,
dia juga segera mengerahkan ilmu ginkangnya dan menyusul dari belakang.
Setelah berlari beberapa saat, keduanya melihat tidak ada orang yang mengejar
mereka. Oleh karena itu, merekapun melambatkan gerakan kakinya. Setelah sampai di
mulut lembah yang sempit, mendadak Tan Ki menghentikan langkah kakinya: Dia segera
merangkapkan sepasang kepalan tangannya dan menjura dalam-dalam kepada Mei Hun.
Dengan perasaan rendah diri dia berkata, “Cayhe sudah berulang kali berbuat kesalahan
terhadap majikan nona, tetapi nona sama sekali tidak menyimpan dendam dalam hati.
Malah membalas kebencian dengan budi. Sekarang Cayhe kembali mendapat bantuan dari
nona, hati ini sungguh-sungguh merasa malu.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Yang menolong engkau bukan aku, saat ini aku hanya menjalankan perintah saja.”
meskipun mulutnya menyahut tetapi gerakan kakinya tidak berhenti sama sekali. Dia terus
melangkah ke depan, tetapi nada suaranya seperti orang yang menahan kekesalan hati.
Mendengar ucapannya, Tan Ki sempat tertegun sejenak. Dia lalu melangkahkan kakinya
mengejar dari belakang.
“Apakah nona mendapat perintah dari majikanmu sehingga sengaja datang untuk
menolong aku?”
“Kalau kau kira majikanku masih merindukan dirimu, boleh saja kau menganggap
demikian.”
Hati Tan Ki tergetar. Untuk sesaat dia tidak tahu bagaimana harus menjawab perkataan
Mei Hun.’
Padahal Tan Ki adalah seorang pemuda yang cerdas, tetapi dalam keadaan ruwet
seperti ini, pikirannya seperti tersumbat.
Suasana menjadi hening. Kedua orang itu berlari lagi beberapa saat. Melihat Tan Ki
terus merenung tanpa mengucapkan sepatah katapun, sepasang alis Mei Hun jadi
mengerut-ngerut. Tiba-tiba dia bertanya, “Mengapa kau tidak berbicara lagi?”
Tan Ki menarik nafas perlahan-lahan.
“Cayhe benar-benar kehabisan kata-kata.”
Tampaknya Mei Hun merasa tidak puas dengan jawabannya itu. Wajahnya menyiratkan
mimik yang dingin dan datar. Tiba-tiba langkah kakinya dipercepat dan dia berlari terus ke
depan secepat kilat.
Melihat sikap Mei Hun yang kadang-kadang dingin dan kadang-kadang ramah itu, Tan
Ki benar-benar tidak tahu bagaimana tanggapan gadis itu terhadap dirinya. Untuk sesaat
dia jadi serba salah. Mengejar rasanya salah, tidak mengejar juga salah. Dia malah berdiri
termangu-mangu di tempatnya.
Gerakan tubuh Mei Hun benar-benar cepat sekali. Dalam sekejap dia sudah membelok
pada sebuah lekukan dan tidak terlihat lagi. Udara yang menyebar di sekitar tempat itu
masih menyebarkan keharuman yang terpancar dari tubuh seorang gadis, tetapi
keharuman yang terendus ini justru membuat hatinya semakin tertekan. Matanya
memandang pemandangan lembah yang sunyi sambil menarik nafas dalam-dalam sekali
lagi.
Dia sendiri tidak mengerti mengapa harus menarik nafas panjang. Hatinya seperti
merasa kehilangan sesuatu yang sangat disukainya. Dia merasa dirinya begitu sunyi tiada
teman dan sanak keluarga…
Untuk sekian lama dia berdiri termangu-mangu. Rasanya sulit menentukan pilihan.
Tiba-tiba tubuhnya tergetar, urat nadi di pergelangan tangannya yang utama telah dicekal
oleh seseorang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Gerakan orang itu begitu cepat bagai kilat. Meskipun ilmu kepandaian Tan Ki sekarang
sudah tinggi sekali, tetapi karena perhatiannya terpencar dan tidak berjaga-jaga sama
sekali, dia tidak sempat lagi mengelakkan diri, bahkan tidak merasa sama sekali.
Perlu diketahui bahwa urat nadi pergelangan tangan merupakan salah satu dari tiga
puluh enam urat terpenting yang terdapat pada tubuh manusia. Aliran darahnya bagai
tersumbat, sebagian dirinya kesemutan dan tidak bertenaga untuk mengadakan
perlawanan.
Telinga Tan Ki mendengar nada suara seorang tua yang berat berkumandang dari
belakang punggungnya, “Meskipun ke ujung langit, lohu tetap akan mencarimu. Siapa
tahu Thian memang mempunyai mata sehingga mempertemukan kita di tempat ini.”
Mendengar nada suaranya itu, Tan Ki segera mengetahui siapa adanya orang itu.
Orang itu tak lain adalah Pangcu Tian Ciang Pang, Lok Hong. Tanpa dapat ditahan lagi
hatinya menjadi gusar. Baru saja dia ingin meluapkan kemarahannya, mendadak hati anak
muda ini tergerak. Diam-diam dia berpikir: ‘Urat nadi pergelangan tanganku sudah tercekal
olehnya. Dengan demikian seluruh tenagapun menjadi lenyap. Kalau aku sampai
mengucapkan kata-kata yang membuatnya marah, sudah pasti dia akan melukai aku.’
Begitu pikirannya tergerak, cepat-cepat dia menekan kemarahan dalam hatinya dan
tersenyum ramah.
“Cara Locianpwe ini sungguh mengejutkan, entah apa kesalahan Boanpwe?”
Wajah Lok Hong menjadi merah padam. Dia menjawab dengan rasa jengah.
“Selama hidup ini lohu tidak pernah mempunyai niat untuk membokong siapapun.
Tetapi keadaan sekarang jauh berlainan dengan biasanya. Biar bagaimana kau merupakan
seorang pangcu dari perkumpulan Ikat Pinggang Merah. Meskipun belum tentu lohu
merasa gentar terhadapmu, tetapi ilmu silatmu saat ini sudah termasuk jago pedang
tingkat sembilan. Terpaksa aku meringkusmu dengan tidak terduga-duga sehingga dapat
menghemat waktu.” seraya berbicara, cekalan tangannya semakin diperkuat.
Tan Ki merasa tulang pergelangan tangannya nyeri sekali. Keringat telah membasahi
seluruh tubuhnya. Tetapi kegagahannya benar-benar tidak dapat disamakan dengan orang
lain. Dia mengkertakkan giginya erat-erat tanpa mendengus sedikitpun.
Lok Hong tahu keberanian Tan Ki besar sekali. Meskipun pergelangan tangannya sudah
tercekal dan menahan sakit tanpa merintih sedikitpun, tetapi apabila perhatiannya
terpencar sedikit saja, dia tidak bisa menjamin kalau Tan Ki tidak akan berbuat macammacam.
Oleh karena itu, dia segera mengulurkan tangannya dan menotok dua jalan darah
pada tubuh Tan Ki.
Tubuh anak muda itu terhuyung-huyung sebentar. Dia langsung membentak dengan
nada marah, “Entah apa maksud Locianpwe mendesak orang sedemikian rupa?” walaupun
hiat to alias jalan darahnya telah tertotok sehingga tenaga dalamnya lenyap sama sekali,
tetapi yang ditotok oleh Lok Hong bukan urat bisu, sehingga mulutnya masih dapat
berbicara sebagaimana biasa.
Loh Hong memperdengarkan suara tawa yang dingin sekali.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Nyawa cucu kesayanganku sedang di ambang maut. Rasanya tidak mungkin dapat
diselamatkan lagi. Kalau dia sudah mati, apa artinya hidup lohu di dunia ini? Tetapi
sebelum Ing-ji menghembuskan nafasnya yang terakhir, aku akan mencari seseorang
untuk menemaninya.”
“Kalau ditilik dari keadaan sekarang, tampaknya orang yang kau maksudkan itu diriku,
bukan?”
Sekali lagi Lok Hong tertawa dingin.
“Bencana ini, kalau ingin dicari dalangnya, terpaksa lohu menunjuk dirimu!”
Sepasang alis Tan Ki langsung menjungkit ke atas.
“Orang yang mencari gara-gara engkau sendiri, yang membuat cucumu terluka parah
juga dirimu sendiri. Mengapa Locianpwe menuduh yang bukan-bukan dan menyalahkan
diriku dalam hal ini?”
Terhadap sindiran Tan Ki yang tajam, untuk sesaat Lok Hong seperti kehilangan katakata
untuk memberikan jawaban. Sempat dia termangu-mangu cukup lama. Kemudian
perasaan malu dalam hatinya berubah jadi gusar. Tangannya bergerak ke kiri dan kanan.
Secara berturut-turut dia menempeleng sepasang pipi Tan Ki.
“Kalau kau masih berani mengeluarkan kata-kata yang membuat aku marah, jangan
salahkan apabila aku menurunkan tangan keji. Sebelum bertemu dengan cucu
perempuanku, aku akan menyiksa dirimu dulu secara perlahan-lahan.” seraya berkata,
lengan kirinya menjulur ke depan. Tahu-tahu tubuh Tan Ki sudah berada dalam
gendongannya. Seperti mengangkat seekor anak ayam, dia langsung mengerahkan ilmu
ginkangnya. Dalam dua kali loncatan saja, dia sudah mencapai jarak sejauh tiga empat
depa.
Justru ketika belum lama kedua orang itu pergi dari tempat itu, di mulut lembah tibatiba
melesat keluar dua sosok bayangan. Pakaiannya berwarna hijau dan satunya lagi
merah. Mereka mengedarkan pandangannya ke sekitar. Kedua orang itu adalah gadisgadis
pelayan yang melayani si gadis berpakaian putih yang sakti, yakni Mei Hun dan Ciu
Hiang.
Tampang Mei Hun menyiratkan perasaan hatinya yang panik. Matanya celingak-celinguk
ke sana ke mari. Ciu Hiang juga mengedarkan pandangan matanya. Tiba-tiba dia
menghentikan langkah kakinya.
“Di sini juga tidak ada. Ke mana dia sebetulnya?”
Mei Hun merasa sedih dan gugup.
“Bagaimana aku bisa tahu? Tadi aku merasa jengkel sehingga menyindirnya dua patah
kata. Aku kira biar bagaimana dia akan mengejar aku dan pergi menemui cujin bersamasama.
Tidak tahunya orang ini benar-benar tinggi hati dan angkuh. Ternyata dia pergi
secara diam-diam. Kalau cujin sampai tahu urusan ini dan menyelidiki sebab musababnya,
aku benar-benar tidak tahu apa yang harus kukatakan.” sambil berkata, secara berturutturut
dia menghentakkan kakinya di atas tanah dua kali. Dia merasa panik juga kesal
bukan main.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Urusan toh sudah jadi begini. Terpaksa kita mencari jalan.
Kalau sampai buntu juga, sebaiknya berterus terang saja.” sahut Ciu Hiang.
Mei Hun mengiakan dengan lirih. Untuk sesaat dia tidak mengatakan apa-apa. Dia
menundukkan kepalanya merenung sesaat. Tiba-tiba dia membungkukkan tubuhnya dan
menempelkan telinganya di atas tanah. Dia segera mengerahkan ilmu Te Ting-sut (Ilmu
mendengarkan tanah).
Ilmu ini merupakan ilmu pendengaran kelas tinggi. Orang yang menguasainya sanggup
mendengarkan gerak-gerik di sekitar dari getaran di atas tanah. Orang yang sudah
berpengalaman dapat mengetahui gerakan musuh dalam jarak sepuluh li. Sejak kecil Mei
Hun tinggal di pegunungan Ming San. Dia sering menggunakan ilmu ini untuk mengincar
binatang-binatang liar. Sekarang dia mengerahkan ilmu yang sama dan mendengarkan
untuk beberapa saat. Ternyata dia menemukan suara langkah pada jarak tiga li di sebelah
tenggara.
Ciu Hiang menunggu sejenak. Dia melihat wajah Mei Hun berseri-seri. Tanpa dapat
ditahan lagi dia langsung bertanya, “Bagaimana? Apakah kau menemukan jejaknya?”
Mei Hun mengulurkan jari tangannya menunjuk ke sebelah tenggara.
“Dia menggunakan ilmu ginkang tingkat tinggi dan lari ke sebelah sana!” seraya
berkata, dia melonjak bangun. Dia seakan merasa bahwa bagaimanapun dia harus
menemukan Tan Ki. Tanpa menunggu jawaban dari Ciu Hiang, dia langsung mengerahkan
hawa murninya kemudian melesat ke arah tenggara.
Di bawah sinar mentari yang terik, dua sosok bayangan berlari bagai terbang. Tubuh
keduanya bagai gulungan kabut yang terhembus angin. Namun, biar bagaimana kedua
gadis ini merupakan orang-orang yang kurang pengalaman. Meskipun ilmu mereka sangat
tinggi, tetapi pengetahuan tidak cukup luas. Selama ini mereka memang jarang
berkecimpung di dunia Kangouw. Keduanya hanya berpikir untuk mengejar Tan Ki.
Dengan demikian keadaan di sekitar mereka tidak diperhatikan lagi. Entah sejak kapan, di
belakang mereka ternyata mengikuti dua orang gadis bercadar hitam.
Sementara itu, Lok Hong yang menggendong tubuh Tan Ki terus berlari. Setelah kurang
lebih sepenanakan nasi kemudian, tiba-tiba dia berganti arah. Dia tidak lagi berlari ke arah
tenggara, tetapi menuju sebelah selatan.
Tampak pepohonan seperti mundur ke belakang. Dalam waktu yang singkat dia sudah
melewati tiga turunan yang curam dan sampai di depan sebuah goa alami. Di dalamnya
terlihat remang-remang, sehingga sulit melihat pemandangan yang ada. Kemungkinan goa
ini sangat besar dan dalam. Lok Hong yang memondong tubuh Tan Ki secara berturutturut
melalui tiga buah lekukan, tetapi masih juga belum sampai di tempat tujuan.
Tiba-tiba dia menghentikan langkah kakinya. Di hadapannya terdapat sebuah ruangan
batu yang tinggi dan besar. Tempat ini tertutup oleh sinar mentari. Itulah sebabnya
keadaan di sana jauh lebih gelap daripada di depan tadi. Hawa di dalam ruangan itu pun
terasa lembab sehingga menimbulkan pera-saanyang tidak enak. Sepasang alis Tan Ki
langsung berkerut-kerut. Terdengar dia tertawa dingin.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Di dalam goa yang gelap dan menyeramkan ini, apabila ingin membunuh seseorang,
pasti sulit diketahui orang dan buktinya mudah dilenyapkan.”
“Kalau lohu memang berniat membunuhmu, mudahnya seperti membalikkan telapak
tangan sendiri. Meskipun si pengemis tua yang datang sendiri ke mari, juga harus lihat
dulu suasana hatiku. Melepaskan dirimu atau tidak, pokoknya orang lain tidak berhak
menentukan!” seraya berkata, dia langsung melangkah masuk ke dalam ruangan batu
tersebut.
Begitu pandangan matanya dialihkan, tampak seseorang berbaring di atas sebuah
balai-balai yang mungkin dibuat dalam keadaan darurat karena buatannya asal-asalan
saja. Di atas dinding yang terdapat di sampingnya tergantung empat buat obor,
cahayanya mulai suram dan menyoroti wajah orang itu. Dia adalah seorang gadis. Tan Ki
tidak merasa asing terhadapnya. Dia memang cucu kesayangan Lok Hong, yaitu Lok Ing
adanya. Wajahnya begitu pucat, tubuhnya seakan demikian lemah. Meskipun saat ini dia
sedang tertidur pulas, tetapi siapapun yang melihatnya pasti menyadari bahwa gadis itu
sedang sakit parah. Boleh dibilang ia sudah sekarat dan berada di ambang kematian.
Melihat keadaan luka Lok Ing yang ternyata demikian parah, hati Tan Ki menjadi pilu
seketika. Gadis yang selama ini malang melintang di Sai Pak dan tidak ada yang berani
mencari perkara dengannya ini sudah seperti lampu yang hampir kehabisan minyak,
sekarat menunggu datangnya malaikat elmaut…
Pikirannya melayang-layang, tanpa dapat ditahan lagi dia teringat dirinya sendiri yang
juga sudah menelan obat beracun. Bunga api dalam hidupnya juga hanya dapat menyala
selama setengah bulan lagi. Setelah itu, dirinya akan menjadi sama seperti keadaan Lok
Ing sekarang, terbaring di atas tempat tidur, sendirian, tak berdaya menunggu datangnya
kematian. Berpikir sampai di sini, tanpa terasa timbul perasaan iba yang dalam terhadap
gadis ini. Sepasang matanya dipejamkan dan mulutnya mengeluarkan suara tawa yang
getir.
Tiba-tiba telapak kakinya terasa menyentuh sesuatu yang keras. Ternyata dia sudah
diturunkan oleh Lok Hong di atas tanah. Kemungkinan orangtua itu takut menimbulkan
suara yang keras sehingga cucu kesayangannya akan tersentak bangun. Oleh karena itu,
ketika menurunkan Tan Ki di atas tanah, dia melakukannya dengan hati-hati sekali.
Menghadapi tindakannya yang menyatakan sampai di mana kasih sayang terhadap Lok
Ing, Tan Ki sempat tertegun juga. Diam-diam dia berpikir dalam hatinya: ‘Orangtua ini
sangat mementingkan kehidupan cucunya. Terhadapku malah kadang-kadang dingin,
kadang-kadang baik, benar-benar membuat orang tidak mengerti bagaimana perasaan
hati orangtua ini yang sesungguhnya.’
Oleh karena itu, Tan Ki pura-pura tenang : menghadapi situasi di hadapannya.
“Entah apa maksud Locianpwe mengajak aku datang ke sini?”
“Kau toh mempunyai mata, mengapa tidak kau lihat saja sendiri?”
“Lihat apa?” tanya Tan Ki pura-pura.
“Kalau Ing-jiku sampai mati, aku akan menyuruh engkau menemaninya!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tan Ki tertawa datar.
“Begitu juga ada baiknya. Toh, aku sendiri tidak bisa hidup lebih dari setengah bulan
lagi. Tetapi bagaimana kalau Lok Kouwnio mempunyai peruntungan yang bagus sehingga
tidak sampai menemui ajalnya?”
Terhadap pertanyaan ini, Lok Hong malah merasa di luar dugaan sehingga dia
menundukkan kepalanya merenung beberapa saat.
“Tentu saja Lohu akan menarik kembali kata-kata tadi dan menggantikannya dengan
membantu kau melaksanakan tugas sampai berhasil serta membantumu menjadi orang
yang terkenal.”
Tan Ki menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tertawa datar.
“Tidak ada gunanya. Hidup Cayhe tinggal empat belas hari lagi. Walaupun Locianpwe
berniat membantu aku, kemungkinan tidak akan…” belum lagi kata-katanya selesai
diucapkan, tiba-tiba terdengar suara gesekan selimut, Lok Ing mengeluarkan suara
rintihan perlahan dan mendadak bangun dari tidurnya.
Ketika berhasil melihat wajah Tan Ki dengan jelas, Lok Ing seperti orang yang terkena
pukulan bathin, seluruh tubuhnya bergetar. Matanya yang sayu membelalak lebar-lebar.
Begitu terkejutnya sehingga tidak sanggup mengucapkan sepatah katapun.
Wajah Lok Hong beruban menjadi lembut. Dia berkata dengan suara perlahan, “Ing-ji,
aku telah mengajaknya ke mari menemuimu.”
Terdengar suara deheman lirih dari mulut Lok Ing. Lambat-lambat dia memejamkan
matanya. Tetapi dalam sekejap saja, sudut matanya yang menimbulkan perasaan iba itu
telah mengalir butiran air mata yang deras. Tampangnya sungguh mengenaskan, seakan
di dalam hatinya terdapat penderitaan yang tidak terkirakan.
Dengari suara lirih Lok Hong memanggil Lok Ing sebanyak dua kali. Nada suaranya
begitu sendu. Kata-katanya tidak sanggup diteruskan lagi seperti ada sesuatu yang
tercekat di tenggorokannya. Pangcu Ti Ciang Pang yang disegani di dunia Kangouw ini
ternyata belum dapat melepaskan dirinya dari lilitan kasih sayang dengan darah dagingnya
sendiri, meskipun usianya sudah tua sekali. Wajahnya menunjukkan kepiluan hatinya yang
tidak terkirakan.
Tiba-tiba terdengar suara Lok Ing yang lirih, “Yaya, aku tidak ingin melihat orang yang
ingin kutemui itu dalam keadaan teringkus seperti ini. Bukalah jalan darahnya.”
Mendengar kata-katanya, untuk sesaat Lok Hong merasa bimbang setengah mati.
Matanya menatap Tan Ki kemudian beralih kembali kepada cucu perempuannya. Dia sadar
ilmu silat Tan Ki saat ini tidak dapat disamakan dengan tempo dulu lagi. Apabila
totokannya dilepaskan, belum tentu dia sanggup meringkusnya lagi dalam lima ratus jurus.
Dia menundukkan kepalanya merenung sekian lama. Akhirnya dia mengkertakkan
giginya erat-erat. Dibukanya dua urat nadi Tan Ki yang tertotok, tetapi orangnya sendiri
langsung melesat ke depan dan menghadang di depan balai-balai. Apabila Tan Ki berniat
turun tangan kepadanya, tentu tidak sampai terjadi sesuatu yang membahayakan keadaan
Lok Ing.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Seluruh tubuh Tan Ki tergetar. Dia langsung merasa darah dalam tubuhnya mengalir
dengan lancar kembali. Rasa kesemutan juga hilang seketika. Dia segera meliukkan
pinggangnya ke kiri dan kanan untuk mengurangi rasa pegal karena tertotok sekian lama.
Terdengar kembali Lok Ing berkata, “Yaya, keluarlah kau sebentar.”
Entah kekuatan apa yang membuat Lok Hong tidak sanggup membantah. Setelah
menganggukkan kepalanya, ternyata dia benar-benar berjalan keluar dari goa tersebut.
Melihat keadaan itu, Tan Ki malah jadi termangu-mangu. Diam-diam hatinya berpikir:
‘Entah permainan apa yang sedang berlangsung di antara kedua kakek dan cucu ini?’
Tiba-tiba telinganya kembali menangkap suara Lok Ing yang lemah, “Apa yang sedang
kau pikirkan?”
Pikiran Tan Ki menjadi jernih seketika mendengar pertanyaannya.
“Tidak ada.” sahutnya lirih.
Lok Ing tertawa getir.
“Aku tahu watakmu sangat angkuh dan tinggi hati. Pasti karena kedatanganmu ke mari
dipaksa oleh kakekku sehingga perasaanmu jadi kurang senang bukan? Aku sendiri juga
tidak tahu apa sebabnya. Sebelum ke-matian datang menjemputku, rasanya ingin sekali
aku melihatmu sekali lagi. Meskipun kita tidak dapat duduk bersama dan berbincangbincang
sebagaimana biasanya, paling tidak kita bisa saling pandang. Tidak tahunya Yaya
menganggap serius ucapan yang dicelotehkan oleh orang yang sudah sekarat ini. Rupanya
dia benar-benar meninggalkan goa ini dan mencarimu ke mana-mana. Kalau hatimu
merasa tidak senang, silahkan umbar kemarahanmu pada diriku…”
Berkata sampai di sini, hatinya terasa pedih sekali. Tetapi dia segera memalingkan
wajahnya ke tempat lain dan tidak ingin Tan Ki melihat air matanya yang mengalir dengan
deras.
Obor yang mulai meredup di dinding goa itu memancarkan sinarnya sehingga terlihat
rambutnya yang tergerai dan berwarna hitam pekat. Tampak sepasang pundaknya
bergerak-gerak karena menahan isak tangis. Hal ini membuat suasana di dalam ruangan
batu itu semakin pengap dan sumpek sehingga Tan Ki hampir tidak dapat menahannya.
Tetapi di balik semua ini juga terselip kepiluan yang mengenaskan hati.
Keadaan ini menimbulkan perasaan iba di hati Tan Ki, tanpa sadar dia duduk di atas
balai-balai dan perlahan-lahan digenggamnya tangan Lok Ing. Dia merasa tangan gadis itu
demikian lemah dan kurus. Perlahan-lahan dia menarik nafas panjang.
“Baik-baiklah kau menjaga kesehatanmu, aku akan pergi mencari obat…”
Lok Ing menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Luka ini sudah sedemikian parah sehingga menyusup ke jantung. Meskipun ada obat
yang bagaimanapun mujarabnya, jiwaku ini sulit tertolong lagi.” tiba-tiba dia memalingkan
wajahnya. Matanya yang sudah kehilangan cahaya berkilauan mengejap-ngejap dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memandang wajah Tan Ki lekat-lekat. Bibirnya tersenyum. “Apakah kau benar-benar ingin
mencarikan obat buatku atau hanya asal mengatakannya saja karena iba melihat,
keadaanku ini?”
“Apapun yang kukatakan, keluar dari hati yang tulus.” sahut Tan Ki.
Perlahan-lahan Lok Ing memejamkan matanya kembali.
“Kalau begitu, aku dapat mati dengan tenang. Tidak ada yang kupikirkan lagi.”
Ketika mengucapkan kata-kata itu, hatinya benar-benar merasa gembira dan nyaman.
Bibirnya menyunggingkan seulas senyuman yang tipis. Meskipun Tan Ki adalah seorang
pemuda yang berotak cerdas, tetapi dia tidak mengerti bagaimana perasaan Lok Ing saat
ini. Dia juga tidak tahu apa yang harus dikatakannya, sehingga akhirnya dia memilih untuk
membisu.
BAGIAN LVII
Setelah sama-sama berdiam diri kurang lebih sepenanakan nasi kemudian, tiba-tiba Tan
Ki seakan teringat sesuatu hal yang penting. Matanya bergerak-gerak dan semangatnya
terbangkit seketika.
“Walaupun di dunia ini tidak ada obat yang dapat membuat manusia tidak dapat mati,
tetapi aku tetap akan berusaha sekuat tenaga mencoba mencarinya.”
Lok Ing tertawa getir.
“Seumpamanya kau bisa mengobati luka ini, tetapi kau tetap tidak sanggup
memulihkan sakit di bathinku ini.”
Suaranya yang sendu membuat semangat Tan Ki yang baru tergugah menjadi surut
sebagian. Orangnya sendiri jadi tertegun. Dia merasa nada bicara Lok Ing yang sendu tadi
seakan mengandung makna yang dalam. Kalau didengar sepintas lalu, biasa-biasa saja.
Tetapi apabila direnungkan secara seksama, tentu tidak sulit mengetahui apa yang
diharapkannya.
Oleh karena itu, Tan Ki menarik nafas panjang-panjang sekali lagi. Terdengar suaranya
yang seperti menggumam seorang diri, juga seperti berkata kepada Lok Ing.
“Aku mengerti apa yang kau pikirkan dalam hati, tetapi keadaanku di depan matamu ini
tidak jauh berbeda dengan dirimu sendiri…”
“Tidak berbeda dengan diriku? Aku kok tidak melihat sesuatu pada dirimu keadaan
yang kau katakan seperti keadaanku ini?”
Tan Ki tertawa getir.
“Kalau kau dapat mengerti, tentu kau tidak akan merindukan seorang laki-laki yang
sudah di ambang ajalnya. Bahkan mungkin kakekmu juga tidak akan memaksa aku datang
ke mari menemuimu.” saat itu juga dia menceritakan secara terus terang bagaimana ketua
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bu Tong Pai membuka kedok yang telah ditutupinya selama beberapa bulan terakhir ini.
Juga bagaimana kemudian Tian Bu Cu menyuruhnya menelan pil beracun lalu
menugaskannya menyelinap ke markas musuh untuk membuktikan penyesalan dirinya
atas dosa-dosa yang pernah dilakukannya.
Tampaknya Lok Ing merasa tertarik sekali akan kisah hidup Tan Ki yang berliku-liku dan
banyak terselip keanehan di sana sini. Pergelangan tangan kirinya mencekal tangan Tan Ki
yang sedang menggenggam tangannya erat-erat. Bibirnya memaksakan seulas senyuman.
“Jadi sekarang kau sudah bersiap menunggu kematian?”
Sepasang alis Tan Ki menjungkit ke atas. Terdengar dia berkata dengan suara yang
gagah…
“Orang hidup di dunia ini, seandainya tidak bisa menikmati kesenangan atau rejeki
seperti orang lain, setidaknya harus mati dengan berharga. Tubuh Cayhe berlumuran
dosa, mana berani berharap yang bukan-bukan? Tetapi sebelum menghembuskan nafas
terakhir, aku akan mengacaukan pihak musuh sampai kalang kabut. Paling tidak aku akan
membunuh beberapa orang jagonya agar mereka menderita kerugian besar.’”
Sembari mendengarkan perkataannya, mata Lok Ing menatap ke atap goa. Seakan ada
sesuatu yang dipikirkannya sehingga pandangan matanya, begitu terlongong-longong.
Sampai lama sekali, dia baru mengembangkan seulas senyuman.
“Sekarang aku jadi tidak ingin mati.” katanya mendadak.
Tan Ki jadi tertegun.
“Apa yang kau katakan?” tanyanya seakan tidak mendengar kata-kata Lok Ing dengan
jelas.
“Aku akan menunggu kau mati terlebih dahulu, kemudian membangun sebuah makam
raksasa untuk dirimu. Setelah itu aku baru rela mati. Dengan demikian kita akan mati
bersama-sama, dikuburkan bersama dalam sebuah peti yang sama. Budi dendam atau
kemelut apapun di dunia ini, pada saat itu tidak dapat lagi menganggu ketenangan kita…”
berkata sampai di sini, dia merasa kebimbangannya belum hilang semua, cepat-cepat dia
melanjutkan kembali, “Dalam keadaan hidup aku tidak dapat memperoleh setitikpun cinta
kasih darimu, tetapi setelah mati malah bisa memperoleh orangnya, dengan demikian
matipun aku tidak merasa menyesal.”
Mendengar kata-katanya yang semakin lama semakin mencetuskan perasaan hatinya,
Tan Ki malah jadi bingung. Diam-diam dia berpikir di dalam hati: ‘Kalau dibiarkan
mengoceh terus seperti ini, lama kelamaan aku terpaksa menikah denganmu. Bila tidak,
kau tentu tidak dapat menahan perasaan cinta di dalam hatimu dan otomatis penyakitmu
akan bertambah parah…’
Begitu pikirannya tergerak, tiba-tiba timbul niat untuk melarikan diri dari tempat itu.
Sepasang matanya terus melirik ke arah pintu goa memperhatikan gerak-gerik di sana.
Dia takut Lok Hong masih menunggu di depan goa. Oleh karena itu, dia mempertajam
panca indera pendengaran dan penglihatannya untuk meneliti dengan seksama. Tetapi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
begitu mendengarkan dengan penuh perhatian, dia merasa ada suara dentingan senjata
yang terdengar sayup-sayup di telinganya.
Kemudian menyusul terdengar suara siulan yang panjang. Kumandangnya kali ini
begitu keras sehingga wajah Lok Ing yang pucat pasi malah berubah jadi tidak karuan.
Tampaknya gadis itu merasa terkejut sekali.
“Yaya bertemu dengan musuh tangguh…”
Tan Ki langsung melonjak bangun. Dia segera menukas ucapan Lok Ing, “Biar aku pergi
lihat!” seraya berkata, dia tidak menunggu jawaban dari Lok Ing. Dia langsung
membalikkan tubuhnya dan menghambur pergi dari sana. Sebetulnya, gerakan Tan Ki ini
merupakan suatu reaksi spontan karena ingin melepaskan diri dari gadis itu.
Ketika keluar dari ruangan batu tersebut, dia langsung menghembuskan nafas
panjangpanjang. Rasa bingung, gelisah yang sebelumnya tersirat pada wajah Tan Ki
sekarang lenyap tidak berbekas. Pikirannya juga terasa jauh lebih jernih.
Ketika dia mendengarkan lagi dengan seksama, suara dentingan senjata yang sayupsayup
tadi ternyata sudah berhenti. Seluruh terowongan di dalam goa menjadi hening
kembali seperti semula. Ingatan Tan Ki sangat tajam. Walaupun saat ini dia tidak bisa lagi
menelusuri kejadian itu dari suara dentingan senjata, tetapi berkat ingatannya dia tahu
dari mana sumber suara tadi berasal. Oleh karena itu dia segera menghambur ke sebelah
kiri di mana terdapat beberapa buah tikungan.
Dalam dua tiga kali loncatan, telinganya sudah mendengar suara bentakan. Saat itu
Tan Ki sudah mencapai jarak empat puluh depaan dari tempatnya semula. Tadinya dia
berniat menghentikan langkah kakinya untuk menyelidiki sumber suara tadi. Justru pada
saat itulah telinganya kembali menangkap suara bentakan serta suara angin yang
menderu-deru dari pukulan seseorang. Begitu kerasnya sehingga meninggalkan gema
yang berkepanjangan di dalam goa.
Rupanya tempat di mana Tan Ki berdiri sekarang merupakan sebuah celah yang agak
dalam. Oleh karena itu, meskipun suara-suara yang terpancar dari luar dapat terdengar
jelas di telinganya, tetapi orang-orangnya sendiri belum terlihat.
Kembali terdengar suara seorang gadis yang agak kekanak-kanakan.
“Apakah kau masih tidak mau memberi jalan kepada kami?”
Mendengar nada suaranya itu, Tan Ki merasa tidak asing. Tetapi dalam sesaat dia
justru tidak dapat mengingatnya kembali. Cepat-cepat dia menghentikan langkah kakinya
dan berdiri sambil menahan nafas. Maksudnya ingin melihat dulu situasi kedua belah pihak
baru mempertimbangkan apa yang harus dilakukannya.
Terdengar Lok Hong mengeluarkan suara tawa terbahak-bahak.
“Tahun ini usia lohu sudah mencapai tujuh puluh enam tahun, tetapi belum pernah
memberi jalan ataupun mengalah kepada orang lain. Apabila nona ingin masuk ke dalam
goa ini, kecuali menerjang masuk dengan paksa, rasanya tidak ada cara lain yang dapat
ditempuh.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kemungkinan sikap gadis itu juga berangasan dan iseng. Dia langsung membuka mulut
memaki Lok Hong, “Tua bangka keras kepala, lihat pukulan!”
Tan Ki bersembunyi di celah yang dalam, otomatis dia tidak dapat melihat jurus apa
yang dimainkan oleh gadis itu. Dari suara pukulannya yang menimbulkan siulan, dia dapat
menduga bahwa ilmu kepandaian gadis ini setidaknya setara dengan jago pedang tingkat
delapan.
Sementara itu, kembali terdengar suara seorang. Tetapi yang satu ini jauh lebih halus
dan lembut.
“Ie Moay, jangan berkelahi lagi!”
Gadis yang pertama tadi tampaknya kurang puas terhadap teguran kakaknya.
“Tua bangka keras kepala ini melarang aku bertemu dengan calon suamiku. Benarbenar
tidak tahu aturan. Cici tidak membantu aku memukulnya, malah menyuruh aku
berhenti. Ini juga tidak pakai aturan. Kalau si tua bangka ini sampai mencelakai calon
suamiku, bagaimana aku bisa hidup lagi di dunia ini?”
Mendengar kata-katanya, pikiran Tan Ki jadi tersentak. Diam-diam dia berkata di dalam
hati: ‘Rupanya yang datang itu Cin Ying dan Cin Ie.’ berpikir sampai di sini, dia langsung
melangkah keluar dengan perlahan-lahan. Begitu pandangan matanya dialihkan, dia
melihat Cin Ying dan Cin Ie berdiri berdampingan. Pada jarak kurang lebih tiga depa di
depan mereka, berdiri Pangcu Ti Ciang Pang, Lok Hong.
Mata Cin Ying sangat awas, melihat sesosok bayangan muncul dengan perlahan-lahan
dari celah goa, dia segera mengenali siapa adanya orang itu. Tetapi meskipun dia sudah
melihat dengan jelas, tetapi dia tidak berani membuka suara menyapa karena takut harga
dirinya sebagai seorang gadis jatuh dalam pandangan orang lain.
Sedangkan Cin Ie memang agak ketolol-tololan. Belum lagi Tan Ki sampai di dekat
mereka, dia sudah membuka mulut berteriak, “Nah, calon suamiku sudah keluar!”
tubuhnya berkelebat, dia langsung menghambur ke depan.
Tiba-tiba terdengar Lok Hong membentak, “Kembali!” telapak tangannya menjulur
keluar dan mengirimkan sebuah pukulan. Langsung terasa ada serangkum angin kencang
mendesak ke arah tubuh Cin Ie yang sedang menghambur datang. Gadis itu cepat-cepat
menjungkir balikkan tubuhnya di udara kemudian melesat ke samping.
Tan Ki maju beberapa langkah. Dia berdiri di antara kedua pihak.
“Apa yang terjadi?”
Cin Ie segera menukas, “Kami mengejar dari lembah sampai ke tempat ini. Padahal ada
beberapa urusan yang ingin kami sampaikan kepadamu, tetapi makhluk tua ini justru
menghalang kami bertemu denganmu.”
Ketika dia sedang menjelaskan, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki yang
mendatangi. Dari celah yang gelap sekonyong-konyong muncul Mei Hun dan Ciu Hiang.
Melihat keadaan ini, sepasang alis Lok
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hong langsung berkerut.
“Sebetulnya berapa jumlah rekan kalian yang datang ke tempat ini?”
“Mereka adalah mereka sendiri. Mana aku tahu berapa orang yang datang!” sahut Cin
Ie.
Mei Hun mengerlingkan matanya, dia menyapu ke arah orang-orang yang ada di
tempat itu sekilas. Kemudian dia menghentikan langkah kakinya dan berkata kepada Tan
Ki dengan ketus.
“Kenapa sih kau ini? Aku toh mengajakmu pergi menemui majikanku, tahu-tahu kau
malah melarikan diri secara diam-diam. Kalau kau ingin menimbulkan kesulitan kepada
diriku, rasanya juga tidak perlu demikian menyolok.”
“Pokoknya kita ajak saja dia menemui Cu-jin, buat apa kau mengoceh panjang lebar
lagi?” tukas Ciu Hiang. Selesai berkata, dia langsung mendelikkan matanya lebar-lebar
terhadap Tan Ki. Sekaligus mulutnya membentak. “Kau mau ikut dengan kami atau tidak?”
Tan Ki melihat gadis itu berdiri dengan berkacak pinggang. Tampangnya garang sekali,
tetapi tampang wajahnya justru terlihat kekanak-kanakan. Seperti anak kecil yang sedang
marah-marahan dengan teman bermainnya. Diam-diam dia merasa geli melihat sikap
gadis itu.
“Kalau kau mau mengajak aku, sebetulnya mudah sekali. Aku sendiri tidak keberatan,
tetapi keadaan di depan matalah yang tidak memungkinkan. Di dalam goa ada seorang
sahabat yang sedang terluka parah sehingga memerlukan aku untuk merawatnya. Kalau
aku pergi begitu saja, kemungkinan dia akan…” belum lagi dia meneruskan kata-katanya,
tiba-tiba dia merasa tidak tepat mengucapkannya. Lok Hong ada di samping, apabila katakatanya
ini menimbulkan pukulan bathin bagi orangtua ini, kemungkinan keempat gadis ini
tidak mudah apabila ingin meninggalkan tempat itu. Oleh karena pemikiran ini, maka dia
tidak jadi meneruskan kata-katanya.
Tidak tahunya Ciu Hiang justru menggunakan kesempatan ketika dia sedang merenung
untuk melancarkan sebuah totokan kepadanya. Tetapi baru saja tubuhnya bergerak ke
depan, tiba-tiba terdengar suara bentakan Lok Hong. Orangtua itu mengangkat lengan
bajunya dan mengirimkan sebuah pukulan. Serangkum angin yang kencang langsung
melanda ke arah Ciu Hiang. Di saat itu pula, Mei Hun mengulurkan sepasang lengannya
dan menyerang ke arah Lok Hong.
Gerak-gerik ketiga orang ini mengandung kecepatan yang tidak terkirakan. Walaupun
ada yang terlebih dahulu turun tangan dan ada yang belakangan menyerang, tetapi saking
cepatnya sehingga terasa seperti dilancarkan dalam waktu yang bersamaan.
Terdengar suara benturan yang keras dan menimbulkan gema di dalam goa. Mei Hun
menyambut pukulan Lok Hong dengan kekerasan. Kakinya langsung goyah dan
terhuyung-huyung mundur sejauh dua langkah.
Totokan yang dikerahkan oleh Ciu Hiang mendapat bantuan dari Mei Hun sehingga
terus meluncur ke arah Tan Ki. Angin yang timbul dari jari tangannya bagai ombak yang
bergulung-gulung, sungguh tidak boleh dipandang ringan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tiba-tiba terendus serangkum bau harum yang samar-samar menerpa datang dari
sebelah kiri. Pada saat yang sama telinganya menangkap suara Cin Ying yang halus dan
merdu.
“Nona cilik jangan mendesak orang sedemikian rupa!”
Ciu Hiang merasa ada sebuah telapak tangan yang menempel di punggungnya ketika
perkataan tadi sirap. Tanpa dapat ditahan lagi hatinya tercekat. Tubuhnya bergetar,
meskipun jari tangan kanannya sudah menempel di tubuh Tan Ki dan tinggal melancarkan
tenaga sedikit untuk menotoknya, tetapi dalam waktu yang singkat itu, terpaksa dia
menurunkan tangannya kembali. Kemudian dia berdiri tanpa bergerak sedikitpun.
Perubahan yang genting itu terjadi dalam sekejap mata saja, tetapi dalam waktu
singkat keadaan di tempat itu menjadi kacau balau. Hatipun terasa tegang tidak
terkirakan.
Perlu diketahui bahwa orang-orang yang ada di tempat itu mengandung niat sendirisendiri,
meskipun tidak ada minat untuk membunuh orang, tetapi mereka masing-masing
berusaha menguasai situasi dan mengajak Tan Ki meninggalkan tempat itu.
Tan Ki adalah seorang pemuda yang cerdas, mana mungkin dia tidak sadar bahwa
kekacauan ini sebetulnya timbul dari dirinya sendiri. Hatinya ingin mencegah pertikaian
yang tidak ada gunanya ini. Tiba-tiba dia menemukan bahwa di celah seberang yang gelap
seperti berkelebat sesosok bayangan yang samar-samar. Setelah diperhatikan lagi dengan
seksama, bayangan itu tidak terlihat lagi. Baik pendengaran maupun penglihatan Tan Ki
sangat tajam. Dia yakin dirinya tidak salah lihat. Oleh karena itu dia segera mengerahkan
hawa murninya untuk melindungi seluruh tubuh sekaligus berteriak dengan keras,
“Berhenti!” suaranya bagai guntur yang menggelegar di siang hari, begitu keras sehingga
menimbulkan gaung yang berkepanjangan.
Mendengar bentakannya, mula-mula Cin Ying yang langsung mencelat mundur ke
belakang. Kemudian menyusul Lok Hong juga melangkah mundur satu tindak.
Menggunakan kesempatan yang baik itu, tubuh Tan Ki langsung berkelebat dan
menerjang ke depan.
Tiba-tiba terdengar suara yang memekakkan telinga. Tubuh Tan Ki berkelebat, namun
dalam sekejap mata dia mencelat mundur kembali. Rupanya ketika dia melesat ke depan
tadi, sekalian dia melancarkan sebuah serangan. Kali ini dia telah mengerahkan segenap
kekuatannya. Dengan demikian dapat dibayangkan sampai di mana kedahsyatan
serangannya ini. Tidak tahunya lawan juga merupakan seorang tokoh sakti. Begitu dua
gulung tenaga dalam beradu, dia langsung merasakan bahwa kekuatan lawannya begitu
hebat sehingga dirinya hampir tidak kuat menahannya. Hatinya terkejut setengah mati.
Cepat-cepat dia menarik kembali sepasang pundaknya dan memaksakan dirinya untuk
mencelat ke belakang.
Lok Hong melihat keadaan anak muda itu yang melesat ke depan kemudian mencelat
mundur kembali, pakaian anak muda itu sampai berkibar-kibar karena hempasan kekuatan
yang keras. Dia langsung menduga bahwa urusannya cukup gawat. Tanpa dapat ditahan
lagi sepasang alisnya menjungkit ke atas. Kemudian terdengar dia membentak dengan
suara lantang, “Siapa?” seraya bersuara, orangnya sendiri langsung melesat ke depan
sejauh enam langkah. Dia berhenti tepat menghadang di depan Tan Ki.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Perlahan-lahan Cin Ying memejamkan sepasang matanya, dia menundukkan kepalanya
merenung sejenak. Tampaknya dia sedang memikirkan suatu masalah yang serius.
Sepasang alisnya terus berkerut, keningnya dikernyitkan. Sejak tadi dia tidak
mengucapkan sepatah katapun. Tiba-tiba dia membuka matanya kembali kemudian
memandang Tan Ki. Wajahnya menyiratkan perasaan terkejut. Tanpa menimbulkan suara
sedikitpun, diam-diam dia menarik tangan Cin Ie dan mengajaknya masuk ke dalam goa.
Justru ketika kedua kakak beradik Cin Ying dan Cin Ie baru saja pergi, Lok Hong sudah
mengeluarkan bentakan sebanyak beberapa kali, tetapi dari awal hingga akhir tidak
terdengar sahutan apapun. Di bagian depan celah tersebut yang terlihat hanya kegelapan
belaka sehingga pemandangan apapun tidak tertangkap oleh pandangan mata.
Perlu diketahui bahwa watak Lok Hong berangasan sekali. Setelah bertanya beberapa
kali tidak mendapatkan sahutan apa-apa, hawa amarah dalam dadanyajadi meluap. Diamdiam
dia mengerahkan tenaga dalamnya kemudian menghantam ke arah celah yang gelap
itu.
Meskipun serangan yang dilancarkannya ini hanya bertujuan menyelidiki saja, tetapi
dalam keadaan marah, tanpa berpikir panjang lagi dia turun tangan. Kekuatannya bagai
ombak di lautan yang menghempas-hempas, dahsyatnya tidak terkirakan.
Begitu pukulannya terpancar keluar, timbul suara angin kencang yang menderu-deru.
Tenaga dalamnya terus meluncur ke bagian celah yang gelap. Tiba-tiba dia merasa telapak
tangannya agak bergetar. Tenaganya seperti membentur sesuatu sehingga menahan
kekuatannya melaju lebih jauh.
Lok Hong langsung mengernyitkan keningnya.
“Coba sambut lagi serangan lohu ini!” bentaknya keras. Kembali angin berdesir, telapak
tangan kirinya langsung menghantam ke depan.
Kali ini dia mengerahkan sepuluh bagian tenaga dalamnya, berarti kekuatannya berlipat
ganda dari sebelumnya. Dia berharap begitu lawan menyambut serangannya ini, orang itu
terpaksa menampakkan dirinya. Jurus serangan yang digunakannya memang khusus
untuk menyerang musuh yang ada pada jarak sepuluh depa lebih. Walaupun lawannya
mungkin sudah bertekad untuk mengadu jiwa, tetapi tentu saja sulit menggerakkan kaki
tangannya dengan leluasa di celah yang sempit tersebut. Otomatis dia juga hanya
sanggup mengerahkan tenaga dalamnya sebanyak enam tujuh bagian. Apabila dia tetap
berani menyambut serangannya ini, meskipun tidak sampai mati, paling tidak orang itu
akan terluka parah. Begitulah menurut pikiran Lok Hong sendiri.
Siapa sangka kenyataannya justru jauh berbeda dengan dugaannya sendiri. Ketika dia
menghantam ke depan, mula-mula terasa begitu lancar dan deras bagai air yang meluap
di saat banjir melanda. Tetapi setelah sampai pada jarak sembilan sepuluh kaki, tenaganya
bagai membentur gunung yang kokoh, serangkum kekuatan yang tidak terkirakan
dahsyatnya menahan tenaga dalam yang terpancar dari serangannya, tenaganya sendiri
sampai memental balik kembali. Hatinya kali ini benar-benar terkejut, cepat-cepat dia
mencelat mundur sejauh lima langkah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Walaupun gerakannya sudah cukup cepat, namun tetap saja dia sempat tersapu oleh
pentalan tenaga dalam tadi. Dia merasa paha kirinya agak nyeri. Ketika kakinya mendarat
di atas tanah, tubuhnya sempat bergoyang sebanyak tiga kali.
Kemudian terasa ada serangkum angin yang kencang lewat di samping tubuhnya.
Suaranya bergemuruh. Pakaian beberapa orang itu sampai berkibar-kibar.
Diam-diam Tan Ki berpikir di dalam hati: ‘Tenaga dalam pihak lawan ternyata sekuat
apa yang kuduga. Kalau yang datang ini salah satu tokoh dari pihak Lam Hay atau Si Yu,
benar-benar merupakan hal yang patut dikhawatirkan.’
Dia merasa ilmu silat orang yang bersembunyi di dalam kegelapan itu sudah mencapai
taraf yang tinggi sekali. Hatinya jadi bertanya-tanya. Justru ketika pikirannya masih
melayang-layang, tanpa sadar matanya melirik sekilas ke arah Lok Hong. Tampak wajah
orangtua itu merah padam menahan kemarahan hatinya. Keringat bahkan telah
membasahi selembar wajah orangtua itu. Dalam keadaan seperti ini, dia tidak berani
menyerang lagi. Cepat-cepat dipejamkannya sepasang matanya lalu berdiam diri mengatur
pernafasan. Hal ini membuktikan bahwa dua kali serangannya yang gagal tadi telah
menghamburkan cukup banyak hawa murni dalam tubuhnya.
Walaupun kedatangan Tan Ki ke tempat itu karena dipaksa oleh Lok Hong, namun
apabila orang yang bersembunyi di dalam celah yang gelap itu benar-benar tokoh sakti
dari pihak Lam Hay ataupun Si Yu, terpaksa dia harus menyampingkan kebencian ataupun
urusan pribadinya untuk sementara serta bekerja sama menghadapi musuh. Sekarang
hatinya sudah mengambil keputusany segera kegagahan-nya terbangkit. Cepat-cepat dia
mengerahkan hawa murninya dan menghimpun tenaga dalam secara diam-diam lalu
dengan tenang melangkah ke depan.
Mei Hun dan Ciu Hiang melihat langkah kakinya yang mantap dan seakan sudah siap
menghadapi musuh. Mereka takut Tan Ki akan gagal. Oleh karena itu, setelah saling lirik
sekilas, keduanya segera melesat ke depan dan berhenti di kiri kanannya seakan
melindungi.
Setelah berjalan lima enam langkah, tiba-tiba Tan Ki menghentikan langkah kakinya.
“Tokoh tinggi dari mana saudara ini? Seorang laki-laki sejati berdiri dengan kaki
berpijak di atas tanah, kepala mendongak menghadap langit. Datang ataupun pergi selalu
secara terang-terangan. Harap saudara keluar mengunjukkan diri!”
Baru ucapannya selesai, segera terdengar suara sahutan yang merdu dan bening.
“Kalau ingatan Tan Siangkong tidak lemah, tentu tidak lupa dengan suaraku ini bukan?”
Mendengar suaranya, hati Tan Ki langsung bergetar.
“Apakah kau si gadis berpakaian putih yang menunggang burung rajawali?”
Tiba-tiba terdengar angin berdesir, kemudian sebuah bayangan melesat dari samping
Tan Ki. Rupanya Mei Hun dan Ciu Hiang dapat mengenali suara majikan mereka sehingga
tergesa-gesa melesat ke depan kemudian menghilang di dalam celah yang gelap itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sekonyong-konyong terdengar suara tawa Lok Hong yang mengandung kemarahan.
Suara itu begitu panjang sehingga sampai kurang lebih sepeminuman teh baru berhenti.
“Nona masuk ke dalam goa yang terpencil ini dengan maksud mengambil orang.
Meskipun belum tentu lohu dapat menandingimu, tetapi juga tidak akan membiarkan kau
membawanya pergi begitu saja.”
Terdengar suara deheman dari mulut gadis berpakaian putih itu. “Mengapa?”
“Lohu memerlukan tenaga orang ini untuk membantuku…”
Berkata sampai di sini, tiba-tiba dari belakang punggungnya terdengar suara teriakan
yang tidak henti-hentinya, “Tua bangka keras kepala! Tua bangka keras kepala!”
Tampak sesosok bayangan berkelebat, Cin-Ie menghambur datang dengan tergesagesa.
Sejenak saja dia sudah sampai di hadapan Lok Hong. Kemungkinan hati gadis ini
sedang panik sekali. Dia berlari begitu kencang sampai nafasnya tersengal-sengal. Begitu
langkah kakinya berhenti, mulutnya langsung berteriak, “Orangnya sudah hampir mati…!”
Lok Hong terkejut bukan main.
“Apa?”
“Nona yang ada di dalam ruangan batu itu sudah hampir putus nafasnya.”
Mendengar ucapannya, hati Lok Hong bagai digelayuti beban yang berat. Jantungnya
seperti dihantam seseorang dengan keras. Tetapi sejenak kemudian, pikirannya jernih
kembali, dia merasa harus mempertahankan kekuatan hatinya. Oleh karena itu, tanpa
mengucapkan sepatah katapun, dia langsung membalikkan tubuhnya dan pergi dengan
tergesa-gesa.
Mendengar berita buruk yang tidak terduga-duga ini, hati Tan Ki juga dilanda
kegelisahan yang tidak terkirakan. Dia segera membalikkan tubuhnya dan berniat masuk
ke dalam untuk melihat kejadian yang sebenarnya. Tiba-tiba si gadis berpakaian putih
muncul dari balik celah yang gelap. Mei Hun dan Ciu Hiang mengiringi dari belakang.
Tampak wajahnya yang sendu menyiratkan kekesalah hatinya. Perlahan-lahan dia
berjalan ke arah Tan Ki.
“Hatimu sangat memperhatikan nona itu bukan?”
“Cayhe merasa tidak tenang mengetahui lukanya yang demikian parah…” tiba-tiba dia
teringat bahwa gadis cantik di hadapannya memiliki ilmu pengobatan yang tidak terkirakan
tingginya. Seandainya dia dapat memohon sebutir pil Penyelamat Nyawa yang pernah
dihadiahkan kepadanya tempo hari, walaupun luka yang dialami Lok Ing lebih parah dari
sekarang, asal nafasnya masih belum putus, pasti masih bisa tertolong.
Pikiran muncul secara mendadak. Dengan demikian dia tidak mempersiapkan diri sama
sekali. Apalagi selama hidupnya Tan Ki terkenal sebagai manusia yang tinggi hati. Gengsi
baginya untuk mengajukan permohonan kepada orang lain. Tetapi keadaan yang
dihadapinya sekarang justru mengharuskan dia mengajukan permohonan. Akhirnya Tan Ki
jadi serba salah. Setelah berpikir bolak-balik, dia masih tidak tahu apa yang harus
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
diucapkannya sebagai pembuka kata. Tanpa dapat ditahan lagi dia menundukkan
kepalanya dalam-dalam dan merenung sekian lama.
Gadis sakti berpakaian putih itu mengerlingkan matanya ke sana ke mari. Tampaknya
dia sudah menduga apa yang dipikirkan Tan Ki saat ini. Oleh karena itu, bibirnya langsung
mengembangkan seulas senyuman sehingga terlihat lesung pipitnya yang dalam.
“Apakah ada sesuatu yang ingin kau katakan?” tanyanya lembut.
“Cayhe… cayhe…” sampai sekian lama Tan Ki belum sanggup juga mengutarakan
keinginannya.
Gadis berpakaian putih itu tersenyum simpul.
“Katakan saja. Andaikata ucapanmu itu tidak sepantasnya, aku juga tidak akan
menyalahkan dirimu. Mei Hun maupun Ciu Hiang telah mengikuti aku sejak kecil. Mereka
bukan orang luar. Ada apa-apa sebaiknya kau cetuskan secara terang-terangan saja.”
Tan Ki segera merangkapkan sepasang kepalan tangannya kemudian berkata, “Ada
sesuatu hal yang cayhe ingin mohon kepada nona.”
“Kau ingin memohon aku agar membantumu membalas dendam dan membunuh Toa
Tocu agar kau dapat menebus dosamu dengan jasa bukan?”
Tan Ki menggelengkan kepalanya, “Bukan.”
“Kalau begitu kau ingin memohon sebutir pil dewa buatan guruku untuk melenyapkan
racun dalam tubuhmu?”
“Juga bukan.” sahut Tan Ki.
Sepasang alis gadis berpakaian putih itu langsung menjungkit ke atas. Tiba-tiba dia
membalikkan tubuhnya dan berdiri membelakangi Tan Ki. Mimik wajahnya saat itu begitu
aneh, terdengar dia berkata dengan nada bimbang, “Kalau begitu aku tidak sanggup
menebak apa yang kau inginkan. Apabila ada sesuatu yang ingin kau mohonkan kepada
diriku, harap kau katakan saja terus terang.”
“Hal yang cayhe ingin mohonkan kepada nona, sebetulnya…” tiba-tiba serangkum
perasaan jengah menyelimuti hatinya. Wajahnya jadi merah padam dan kata-katanya tidak
dapat diteruskan lagi.
Gadis berpakaian putih itu menunggu lagi beberapa saat. Melihat Tan Ki belum sanggup
juga menyatakan apa yang tersirat dalam hatinya, tanpa dapat menahan diri lagi dia
menukas, “Kau katakan saja perlahan-lahan, aku akan sabar menunggu.” nada suaranya
seperti mengandung kegembiraan sekaligus ketegangan.
Tetapi entah apa yang dipikirkan oleh Tan Ki. Dia tetap menundukkan kepalanya
merenung. Terdengar kembali si gadis berpakaian putih itu berkata, “Sejak kecil aku
diasuh oleh suhu di pegunungan Ming San. Selain menurunkan berbagai ilmu kepadaku,
sehari-harinya suhu sangat menyayangiku. Apapun yang kusetujui, suhu tidak pernah
menolaknya… kau boleh katakan isi hatimu dengan tenang, pokoknya aku akan
mengabulkan permintaanmu.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Cahye memohon nona menghadiahkan sebutir pil dewa kepadaku.”
“Baik, aku akan mengabulkannya.”
Tan Ki membungkukkan tubuhnya dalam-dalam.
“Terima kasih atas kebaikan budi nona yang tidak menyimpan kebencian tempo dulu.
Aku, Tan Ki benar-benar terharu sekali.”
“Jangan sungkan.” sahut si gadis berpakaian putih sambil menolehkan kepalanya.
Wajahnya menyiratkan perasaan seakan menunggu kelanjutan kata-kata Tan Ki. Akhirnya
dia tidak dapat menahan dirinya untuk bertanya. “Apa lagi?”
“Tidak ada apa-apa lagi.”
Seluruh tubuh gadis itu langsung bergetar.
“Benar-benar tidak ada lagi?”
Mendengar pertanyaannya yang seakan mendesak ini, Tan. Ki malah jadi termangumangu.
“Cayhe dapat memohon sebutir pil dewa untuk menolong nyawa temanku, sudah lebih
cukup dari segalanya.”
Mendengar ucapannya, gadis berpakaian putih itu seakan mendapat pukulan bathin
yang hebat. Tubuhnya terhuyung-huyung beberapa kali. Wajahnya yang terlihat berseriseri
sebelumnya langsung berubah menjadi pucat pasi. Matanya menyorotkan sinar
kebencian juga penyesalan. Untuk sekian lama dia berdiri termangu-mangu.
Entah sejak kapan, di sepasang matanya sudah mengembang air. Tetapi tampaknya dia
tidak ingin sampai Tan Ki melihatnya. Cepat-cepat dia menutupi wajahnya kemudian
membalikkan tubuh dan menghambur masuk ke dalam celah goa yang gelap tadi.
Tan Ki tidak menyangka perubahan hatinya bisa demikian cepat dan tidak terdugaduga.
Tanpa dapat ditahan lagi dia jadi tertegun. Tetapi tanpa sadar mulutnya malah berteriak,
“Pil dewa yang nona janjikan…”
Sepasang alis Mei Hun langsung menjungkit ke atas. Terdengar dia menukas dengan
nada suara yang bukan main dinginnya, “Apapun yang dijanjikan oleh nonaku, selamanya
tidak pernah diingkari, buat apa kau berteriak-teriak seperti orang gila?”
“Entah persoalan apa yang membuatnya tiba-tiba jadi begitu sedih?” kata Tan, Ki
dengan tampang bingung.
Mei Hun tertawa dingin.
“Rupanya kau masih mempunyai sedikit perasaan sehingga bisa mengajukan
pertanyaan ini. Apakah sampai saat ini kau masih belum mengerti perasaan hati nonaku
itu? Ada hal apapun, seharusnya kau yang membuka mulut memohon kepadanya. Tetapi
kau justru tidak pernah menyatakan apapun sehingga kau membuat dia seperti mimpi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
indah di siang bolong. Padahal dia ingin melupakan apa yang telah terjadi diantara kalian
sebelumnya dan saling menukar isi hati bersamamu. Majikanku sudah tahu bahwa kau
menyandang tugas yang berat demi menebus dosamu di masa lalu. Apabila kau
melakukan tugas ini seorang diri, keadaan dirimu pasti berbahaya sekali. Kalau didengar
dari nada bicaranya sehari-hari, tampaknya dia berniat mewariskan beberapa macam ilmu
sakti kepada dirimu. Walaupun berhasil atau gagalnya tergantung dirimu sendiri, tetapi
perhatiannya yang demikian besar, apakah tidak patut mendapatkan sedikit perhatian
darimu?”
Semakin bicara, tampaknya hati Mei Hun semakin kesal. Sepasang tangannya mengepal
erat-erat. Hampir saja dia menghentakkan kakinya keras-keras di atas tanah dan memakimaki
Tan Ki sepuasnya. Tetapi biar bagaimana Mei Hun merupakan pelayan pribadi si
gadis berpakaian putih yang sehari-harinya mendapat didikan yang keras. Walaupun
hatinya merasa marah sekali, tetapi dia masih sanggup mengendalikan perasaannya.
Terdengar dia melanjutkan kembali kata-katanya, “Seandainya otakmu lebih tajam sedikit,
tentu tidak sulit bagimu untuk menduga ucapan apa yang diharapkan nonaku keluar dari
mulutmu itu. Dengan demikian dia juga tidak perlu begitu sedih sehingga lari pergi tanpa
menolehkan kepalanya lagi.”
Wajah Tan Ki semakin lama semakin kelam. Dengan berdiam diri dia mendengarkan
ucapan Mei Hun sampai selesai. Kadang-kadang dia mengernyitkan keningnya.
Tepat pada saat itu, terdengar suara langkah kaki mendatangi, sesosok bayangan
melesat keluar dari celah goa yang gelap. Kemudian di susul dengan suara panggilan yang
lantang, “Tan Siangkong!”
Mendengar suara itu, Tan Ki segera tahu bahwa yang datang itu Cin Ie adanya. Dengan
nada suara yang penuh kekesalan hatinya dia membentak, “Ada urusan apa sampai harus
berteriak-teriak?”
Perlu diketahui bahwa perasaan hati Tan Ki saat ini sedang gundah bukan main. Dia
sendiri tidak tahu apa yang dirasakannya. Apalagi suara panggilan Cin Ie begitu gugup dan
keras. Hatinya terasa semakin sebal dan tertekan. Oleh karena itu, nada sahutannya juga
seperti orang yang hendak mengumbar hawa amarah dalam hatinya. Terdengarnya tidak
terkandung rasa sungkan sama sekali.
Cin Ie jadi tertegun. Wajahnya jadi muram seketika. Air matanya mengembang di sudut
mata.
“Cici meminta aku menyampaikan kepadamu suatu urusan. Kau malah begini kasar
menghadapi aku.”
Hati Tan Ki langsung tergetar. Pikirannya jadi jernih seketika. Dia mendongakkan
wajahnya dan menghembuskan nafas panjang-panjang. Dengan penuh penyesalan dia
berkata, “Pikiran Cayhe lagi buntu. Harap Ie-moay sudi memaafkan. Melihat tampangmu
yang demikian panik, urusan yang disuruh oleh cicimu untuk disampaikan kepadaku pasti
penting sekali.”
Mendengar suara Tan Ki yang kembali lembut, Cin Ie langsung mengembangkan seulas
senyuman.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Lok Kouwnio sudah meninggal.” otaknya sangat polos. Melihat Tan Ki sampai meminta
maaf kepadanya, segala rasa duka dalam hatinya pun menjadi sirna seketika. Bahkan
wajahnya kembali berseri-seri.
BAGIAN LVIII
Tan Ki terkejut setengah mati mendengar laporannya. “Betul?”
“Sudah tahu betul.”
Baru saja ucapannya selesai, tiba-tiba dia melihat tubuh Tan Ki berkelebat. Pakaiannya
sampai berkibar-kibar ketika dia melesat ke dalam goa.
Begitu pandangan mata Tan Ki dialihkan, hatinya langsung tertekan seperti diganduli
beban yang bukan main beratnya.
Di atas balai-balai itu, masih terbaring tubuh Lok Ing yang kurus. Pakaiannya yang
hitam sudah penuh dengan bercak darah. Tampangnya kaku, wajahnya putih seperti
selembar kertas. Tampaknya kondisi gadis itu memang sudah di ambang kematian…
Seandainya gadis itu sampai mati, siapa sebenarnya yang merasa berduka? Tan Ki tidak
herani membayangkannya, dia juga tidak dapat menjawabnya. Karena dia merasa,
meskipun dia tidak pernah mencintai Lok Ing, tetapi di antara mereka pernah terjadi
berbagai kenangan yang cukup manis.
Tampaknya Lok Ing masih dapat mendengar suara langkah kakinya yang menghampiri.
Pikirannya tiba-tiba menjadi jernih. Sepasang matanya terbuka lebar-lebar. Dia berusaha
mendongakkan wajahnya untuk melihat. Setelah berhasil memperhatikan dengan jelas
tampang Tan Ki. Cepat-cepat dia memejamkan matanya kembali.
Meskipun hanya sekejap mata, tetapi bibirnya yang sudah putih itu mengembangkan
seulas senyuman. Hal ini membuktikan bahwa kedatangan Tan Ki membuat perasannya
menjadi gembira.
Tan Ki memanggil dengan suara lirih, “Lok Kouwnio…” dia merasa ada ribuan kata-kata
yang memenuhi hatinya tetapi dia tidak tahu bagaimana harus mengucapkannya. Akhirnya
dia membalikkan tubuhnya dan menyapa Lok Hong dan Cin Yin. Kemudian berjalan
perlahan-lahan ia berjalan menuju balai-balai di mana tubuh Lok Ing terbaring.
“Rasanya dia tidak tertolong lagi.” kata Cin Ying dengan suara lirih.
Tan Ki menganggukkan kepalanya. Wajahnya sungguh mengenaskan. Terus terang dia
memang sudah merasa putus asa terhadap luka yang diderita oleh Lok Ing. Antara dirinya
dengan Lok Hong sempat terjadi perselisihan. Bila dia sampai mengucapkan sepatah kata
yang tidak disukainya, mungkin akan terjadi keributan yang tidak diinginkan. Oleh karena
itu, Tan Ki sengaja memperlihatkan gaya seperti orang yang tidak mempunyai kata-kata
yang harus diucapkan.
Tampak Cin Ying menarik nafas panjang-panjang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Aku sudah membantunya dengan mengerahkan hawa murni serta mendorong urat
darahnya agar lancar kembali. Tetapi sampai Lok Locianpwe masuk tadi, nafasnya masih
begitu lemah serta tidak menunjukkan perubahan berarti.”
“Apakah dia ada mengucapkan apa-apa?”
“Saat ini keadaannya sudah demikian parah, mana mungkin dia mempunyai tenaga
untuk membuka mulut? Tetapi kalau ditilik dari mimik wajahnya, tampak dia mempunyai
ganjalan hati yang ingin disampaikan kepadamu. Sayangnya tenaganya demikian lemah.
Sehingga tidak ada kekuatan untuk membuka mulut.”
Perlahan-lahan Tan Ki mengernyitkan sepasang alisnya. Diam-diam dia bertanya-tanya
dalam hati: ‘Entah apa yang ingin dikatakannya?’ tanpa terasa sinar matanya beralih
kepada diri Lok Ing. Tiba-tiba dia melihat mulut gadis itu membuka dan memuntahkan
darah segar dalam jumlah yang cukup, banyak.
Tan Ki mengeluarkan suara seruan terkejut. Wajahnya berubah hebat. Untung
pandangan mata Cin Ying sangat tajam dan gerakannya cepat pula. Lengannya menjulur
ke depan, segera ditotoknya beberapa jalan darah di tubuh Lok Ing.
Lok Hong menghembuskan nafas panjang. Terdengar dia mengguman seorang diri.
“Lohu hanya mempunyai seorang cucu perempuan ini. Apabila terjadi sesuatu pada
dirinya, lohu juga tidak sanggup hidup seorang diri lagi.” nada suaranya begitu pilu
sehingga terdengar jelas keperihan hatinya yang tidak terkirakan.
Justru pada saat itu, tiba-tiba Lok Ing membuka sepasang matanya dan menatap ke
arah Tan Ki. Mulutnya bergerak-gerak dan keluarlah suaranya yang lirih, “Tan Koko,
kemarilah.” suaranya begitu kecil seperti dengungan nyamuk. Kalau bukan orang yang
mempunyai pendengaran tajam, pasti tidak akan terdengar suaranya.
Tanpa terasa Tan Ki berjalan menghampirinya.
“Ada ucapan apa yang ingin nona sampaikan?”
“Sebentar lagi aku akan pergi.” kata Lok Ing lirih.
Hati Tan Ki tergetar. Serangkum rasa pilu memenuhi dadanya.
“Tan Koko, maukah kau mendengarkan kata-kataku?”
“Pada saat seperti sekarang ini, untuk apa kau mengucapkan kata-kata yang demikian
sungkan? Jangan kata sepuluh dua puluh kata, biarpun kau ingin aku terjun ke lautan api,
aku pasti tidak akan menolaknya.”
“Kalau begitu, aku merasa tenang sekali.”
“Kalau ada kata-kata yang ingin kau sampaikan, silahkan nona cetuskan saja terus
terang.”
“Aku…. aku….”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Berkata sampai di sini, tiba-tiba Lok Ing terbatuk-batuk hebat. Kata-katanya terhenti,
nafasnya memburu dan wajahnya menyiratkan penderitaan yang tidak terkirakan.
Hati Tan Ki terasa pilu melihatnya.
“Perlahan-lahan saja kau sampaikan apa yang ingin kau katakan. Aku akan sabar
menunggu, ingat kesehatan dirimu sendiri…”
Tanpa sadar pandangan matanya melihat ke arah Lok Hong. Entah sejak kapan, wajah
orangtua itu sudah berubah demikian datar dan dingin. Tampangnya laksana dilapisi es
yang tipis sehingga tampak menyeramkan. Tan Ki sadar bahwa situasi di depan matanya
sangat rumit, baik tindak-tanduk maupun kata-katanya harus dilakukan dengan hati-hati.
Apabila terjadi sedikit kesalahan saja, watak Lok Hong yang keras kepala sungguh tidak
mudah dihadapi. Dia pasti membebankan segala dosa ini pada dirinya.
Berpikir sampai di sini, tanpa dapat ditahan lagi seluruh tubuhnya menggigil, ucapannya
yang belum selesai tidak jadi diteruskan lagi.
Ternyata Lok Hong hanya mendengus dingin satu kali dan tidak mengucapkan sepatah
katapun. Ketika batuk Lok Ing agak mereda, waktu sepeminuman teh telah berlalu. Tetapi
orang-orang yang ada dalam ruangan batu tersebut justru merasa seperti lambat sekali
sehingga bagai berabad-abad.
Terdengar Lok Ing berkata lagi dengan suaranya yang lirih:
“Tan Koko, ada suatu hal yang sudah lama tersimpan di dalam hati ini dan ingin
kuutarakan sekarang. Apakah kau akan marah bila aku mengatakannya?”
Tan Ki menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Aku akan mendengarnya dengan sepenuh hati.”
Wajah Lok Ing yang pucat tiba-tiba menyiratkan rona merah jambu sekilas. Dia
menggigit bibirnya perlahan. Setelah merenung beberapa saat, kembali dia mengernyitkan
keningnya. Seakan ada sesuatu hal yang tidak dapat dipecahkannya sehingga pikirannya
menjadi rumit.
Melihat tampangnya itu, hati Lok Hong dan Tan Ki sama-sama merasa tegang. Hanya
sekilas kemudian tampak dia menggigit bibirnya sekali lagi, kemudian mengembangkan
seulas senyuman yang tipis. Lesung pipitnya terlihat jelas, giginya yang putih berkilauan.
Senyumnya demikian memikat.
“Aku akan mengatakannya…”
Setelah mengucapkan sepatah kata, dia malah berhenti lagi. Rona merah jambu di
wajahnya semakin lama semakin jelas.
Tan Ki menjadi panik, baru saja dia ingin membuka mulut bertanya, terdengar lagi
suara Lok Ing yang seperti menggumam seorang diri.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Rela berbaris di belakang, asal berdampingan dengan kekasih hati.” selesai berkata,
dia memejamkan matanya kembali. Tampangnya begitu mengenaskan, tetapi menyiratkan
perasaan jengah di hatinya.
Mendengar ucapannya, Tan Ki malah jadi termangu-mangu. Diam-diam dia berpikir
dalam hatinya: ‘Apa maksud kata-katanya ini? Rela berbaris di belakang, asal
berdampingan dengan kekasih hati…’ diam-diam dia terus mengulangi kata-kata itu.
Semakin dipikir, dia malah semakin tidak mengerti.
Tiba-tiba suatu ingatan melintas di benaknya, rasanya dia mulai paham apa yang
dimaksudkan oleh Lok Ing. Wajahnya jadi merah padam seketika.
Lok Hong langsung mengeluarkan suara dengusan yang berat.
“Kata-kata yang bagus! Ing-ji, apakah kau benar-benar sudi menikah dengan orang
ini?”
“Cinta kasih yang melilit di dalam hati ini sudah terlalu mendalam, apabila bukan orang
yang dituju, seumur hidup ini Ing-ji tidak sudi menikah.”
“Bagus, bagus! Kata-kata yang gagah sekali. Kalau begitu, keinginan hatimu, sekarang
juga Yaya akan meni…”
Lok Ing menjadi panik mendengar ucapannya.
“Tidak bisa, aku sudah di ambang kematian. Mana boleh aku menambah penderitaan
baginya?” berkata sampai di sini, kemungkinan hatinya terasa perih kembali. Air matanya
mengalir dengan deras.
Cin Ying juga merasa ada serangkum kepiluan yang melanda hatinya. Tiba-tiba dia
memalingkan kepalanya seakan tidak ingin melihat ataupun mendengarkan apa yang
berlangsung di hadapannya. Sudah barang tentu pembicaraan antara Lok Hong dan
cucunya menimbulkan perasaan tidak enak di hati Cin Ying.
Sekonyong-konyong terdengar suara langkah kaki. Begitu pandangan mata dialihkan,
tampak Cin Ie berjalan masuk dengan termangu-mangu. Boleh dibilang pada waktu yang
bersamaan, tubuh Lok Ing bergetar hebat.
Bergumpal-gumpal darah yang kental muncrat dari mulut gadis itu. Tampangnya
sungguh menyayat hati. Dia berkata dengan suara yang hampir tidak terdengar, “Kali ini
aku benar-benar akan pergi…”
Mendengar kata-katanya, pikiran Tan Ki benar-benar terpukul. Sepasang kepalan
tangannya mengepal erat-erat. Dia berteriak seperti orang kalap, “Tidak, kau tidak akan
mati!”
Mata Lok Hong membelalak lebar-lebar. Air matanya berkilauan. Dia sadar bahwa pada
saat seperti ini, banyak bicara tidak ada gunanya. Oleh karena itu, dia terus
membungkam. Tetapi pandangan matanya yang penuh kasih sayang tidak berkedip
sekalipun dari wajah Lok Ing, seolah menyadari bahwa kelak dia tidak mempunyai
kesempatan melihatnya lagi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Perasaan Cin Ying sendiri galau tidak terkirakan, tetapi dia juga terpengaruh oleh
suasana yang mengharukan itu sehingga dia memalingkan kepalanya kembali. Dia hanya
melihat sekilas, setelah itu cepat-cepat dia menoleh lagi ke tempat lain… aih! Perasaan
hati seorang wanita memang paling sulit diraba…
Sedangkan saat itu nafas Lok Ing semakin lama semakin memburu, tetapi semakin
lama semakin lemah. Dari awal hingga akhir tidak sampai setengah jam, nafasnya sudah
putus. Sukmapun melayang meninggalkan dunia yang merumitkan benak manusia ini.
Tidak ada seorangpun yang menangis tersedu-sedu, tetapi suasana seperti ini justru
lebih menyayat hati. Kematiannya menimbulkan kepedihan yang menyelinap dalam hati
setiap orang yang ada dalam ruangan batu itu.
Mati dan hidup ada nilainya, ada orang yang mati seberat gunung Thai San, ada yang
ringan seperti sehelai bulu ayam. Namun ke-matian Lok Ing justru tidak termasuk di
antara keduanya. Boleh dibilang nyawanya melayang karena ulah kakeknya sendiri.
Apakah nasib mempermainkan manusia atau karena situasi saat itu yang menentukan
demikian?
Tan Ki terus memikirkan pertanyaan ini, akhirnya dia hanya dapat menarik nafas
panjang!
Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki yang mendatangi, Tan Ki menolehkan
kepalanya. Gadis berpakaian putih itu berjalan masuk diiringi oleh Mei Hun dan Ciu Hiang.
Tan Ki segera mendengus dingin, kemudian memalingkan kepalanya kembali.
Tubuh Mei Hun berkelebat lurus ke arahnya. Wajah gadis itu menyiratkan kegusaran
yang tidak terkirakan.
“Apa yang kau denguskan?”
“Apa urusanmu?” nada suaranya begitu tajam seperti sebatang jarum menusuk ke
dalam kalbu. Yang seorang merasa tidak senang karena menganggap majikannya dihina,
sedangkan yang satu lagi baru kehilangan atas kematian sahabatnya. Mereka seperti ingin
mengumbarkan kekesalan hati sehingga begitu mengeluarkan ucapan, nada suara mereka
sama-sama terdengar ketus dan dingin.
Mei Hun membusungkan dadanya, seakan siap turun tangan. Tiba-tiba terdengar gadis
berpakaian putih itu berkata dengan suara yang sendu, “Jangan berkelahi!”
Tan Ki tertawa dingin.
“Tidak berkelahipun tidak dapat mencairkan kekesalan dalam hatiku ini.”
“Mengapa sikapmu selalu tidak tahu aturan seperti ini terhadapku?”
“Kalau bisa, aku malah akan lebih jahat lagi!”
Mendengar nada suaranya yang sejak semula demikian tajam menusuk, saking
kesalnya wajah gadis berpakaian putih itu sampai pucat pasi. Tubuhnya bergetar,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sekonyong-konyong tangannya memegang keningnya sendiri dan berdiri terhuyunghuyung.
“Mei Hun, cepat papah aku.”
Mei Hun dan Ciu Hiang segera maju ke depan membimbing majikan mereka. Tampak
sepasang mata gadis berpakaian putih itu dipejamkan rapat-rapat. Dari sudutnya ada
setitik air mata berkilauan. Wajahnya berkerut-kerut seakan menahan penderitaan bathinnya.
Hati Cin Ying perlahan-lahan tergerak, diam-diam dia menarik tangan Cin Ie dan
mengerahkan tenaga dalam. Mereka melindungi Tan Ki dari kedua sisi. Dia sudah dapat
melihat bahwa perasaan hati si gadis berpakaian putih saat ini sedang galau sekali, seakan
sulit menentukan keputusan yang harus diambilnya antara kasih dan benci.
Lama mereka saling terdiam. Mendadak terlihat si gadis berpakaian putih mengibaskan
tangannya. “Mari kita pergi.” katanya kemudian.
Tubuh mereka berkelebat, kepergian mereka begitu cepat. Dalam sekejap mata ketiga
orang itu sudah menghilang dari pandangan mata.
Keputusan yang diambil si gadis berpakaian putih tampaknya sudah bulat. Perginya
juga begitu cepat. Menjelang kepergiannya, dia juga tidak dapat menahan diri dan
menolehkan kepalanya melihat Tan Ki sekilas.
Pandangan mata Cin Ying sangat tajam.
Melihat dia menolehkan kepalanya menatap Tan Ki sekilas, dia sempat memandang
wajahnya yang penuh air mata. Untuk sesaat dia seakan menemukan sesuatu. Oleh
karena itu dia menarik nafas panjang-panjang.
“Tan siangkong, mengapa kau bersikap demikian terhadapnya?”
“Aku memohon sebutir pil dewa buatannya, kalau dia terang-terangan tidak mau kasih,
aku juga tidak akan memaksanya. Tidak tahunya setelah berjanji mengabulkan
permintaanku, dia malah menunggu sampai Lok Kouwnio sudah menghembuskan nafas
terakhir baru datang kemari. Bukankah itu suatu penghinaan?”
“Kalau menurut pandanganku, gadis berpakaian putih itu bukan orang yang mudah
mengingkari janjinya.”
“Maksudmu akulah yang telah salah paham kepadanya?”
“Kemungkinan itu memang ada.”
Tan Ki mendengus sekali lagi.
“Pandangan kaum perempuan!”
Cin Ying tidak menduga bahwa dia akan mengeluarkan ucapan yang begitu tajam,
seperti tidak memberi kesempatan sedikitpun kepada orang lain untuk menyatakan
pendapatnya. Kali ini dia benar-benar kena batunya. Selembar wajahnya jadi merah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
padam, entah mengapa. Meskipun demikian, dalam hatinya tidak timbul sedikitpun
perasaan benci kepada Tan Ki.
Tampak Tan Ki menundukkan kepalanya dalam-dalam seakan merenung. Kemudian dia
menggerakkan kakinya melangkah keluar dari ruangan batu tersebut.
Tiba-tiba telinganya mendengar suara bentakan nyaring, “Mau ke mana kau?” disusul
dengan sesosok bayangan yang berkelebat kemudian menghadang di depan Tan Ki.
Tampak bayangan tubuhnya yang tinggi besar. Siapa lagi kalau bukan Lok Hong.
Entah apa yang sedang dipikirkan Tan Ki saat ini. Tampangnya sungguh aneh. terhadap
bentakan maupun hadangannya, dia seakan tidak memperhatikan sama sekali. Langkah
kakinya tidak berhenti. Dia terus berjalan keluar.
Wajah Lok Hong berubah hebat.
“Kau ingin cari mati?” bentaknya sekali lagi sambil menghantamkan tangannya ke
depan. Kekuatan tenaganya bagai ombak yang bergulung-gulung, dengan dahsyat
melanda ke arah Tan Ki.
Serangannya ini dilancarkan dengan spontan. Kalau diperhatikan sekilas tampaknya
biasa-biasa saja, tetapi tenaga dalam orangtua ini sudah mencapai taraf yang tinggi sekali.
Meskipun serangan itu biasa-biasa saja, tetapi setidaknya tenaga yang terkandung di
dalamnya mencapai lima ratus kati. Mau tidak mau Tan Ki harus mengelakkan diri apabila
tidak ingin celaka. Siapa nyana Tan Ki terus melangkahkan kakinya, dia tidak
menghindarkan dirinya sama sekali. Entah apa yang direncanakan hati orang ini.
Lok Hong jadi termangu-mangu. Dengan panik dia menarik kembali serangan yang
sudah dilancarkannya. Dalam waktu yang bersamaan, mulutnya membentak, “Selamanya
lohu tidak suka membunuh orang yang tidak mau membalas. Sekarang ini ilmu silatmu
sudah mencapai taraf yang mengejutkan, mengapa kau tidak mau menghindar?” Tan Ki
tertawa datar. “Untuk apa menghindar?” Mendengar kata-katanya, sekali lagi Lok Hong
tertegun.
“Di antara kita berdua, sejak dulu memang sudah ada ganjalan. Cepat atau lambat kita
memang pasti akan bertarung untuk menentukan siapa yang lebih unggul diantara kita.
Yang jadi masalah sekarang hanya waktunya saja. Meskipun ilmu kepandaian cayhe saat
ini sudah termasuk lumayan, tetapi sebelum jenazah nona Lok menjadi dingin, aku tidak
akan bertarung denganmu. Kalau kau merasa tidak senang, silahkan saja turun tangan,
pokoknya aku tidak akan membalas.”
“Kau kira dengan ucapanmu ini, persoalan akan menjadi beres? Kalau begitu,
anggapan-mu itu salah besar.”
“Aku juga malas berdebat panjang lebar denganmu. Terserah saja apa yang kau
pikirkan.”
Lok Hong merasa hawa amarah dalam dadanya seperti berkobar-kobar. Dia
mendongakkan wajahnya tertawa terbahak-bahak.
“Lohu justru ingin lihat kebenaran ucapanmu itu!” dengan posisi menahan di depan
dada dia melancarkan sebuah pukulan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Cayhe sudah bilang tidak akan membalas, terserah kau mau percaya…” tiba-tiba dia
merasa ada serangkum angin yang kuat mendesak kepadanya. Nafasnya sampai sesak,
aliran darahnya seakan membalik, tanpa terasa ucapannya jadi terhenti. Dia langsung
memejamkan sepasang matanya.
Sekonyong-konyong terasa angin berdesir, serangkum bau harum yang terpancar dari
tubuh seorang gadis terendus oleh indera penciuman. Rupanya Cin Ying langsung melesat
ke depan dan mengibaskan tangannya dua kali. Dengan demikian serangan Lok Hongjadi
sirna seketika.
“Harap Locianpwe sabar sebentar.” Lok Hong melihat tangan gadis itu bergerak,
ternyata dengan mudah berhasil menahan serangannya. Diam-diam hatinya jadi tergetar.
Usia gadis ini mungkin tidak lebih dari dua puluh tahun, tetapi dia sudah memiliki
kepandaian yang lebih tinggi daripada dirinya sendiri. Apabila dia sampai bekerja sama
dengan Tan Ki menghadapinya, sudah pasti dirinya akan kalang kabut. Berpikir sampai di
sini, terpaksa dia menahan kemarahan dalam hatinya.
“Apa yang ingin kau katakan?” tanyanya.
“Apakah Lok Locianpwe sempat mendengar jelas kata-kata Cici Ing sebelum ajalnya
tadi?”
“Setiap kalimat, setiap patah kata, tidak akan terlupakan seumur hidup. Biar bagaimana
dia merupakan satu-satunya darah daging lohu yang masih ada. Kata-kata yang diucapkan
sebelum menghembuskan nafas terakhir menyangkut kewajiban lohu, bagaimana mungkin
lohu tidak mendengarnya dengan jelas?”
“Kata-kata ‘rela berbaris di belakang asal berdampingan dengan kekasih hati’, apakah
locianpwe sudah mengerti makna yang terkandung di dalamnya?”
Lok Hong jadi termangu-mangu untuk beberapa saat.
“Ini… ini…” sebetulnya Lok Hong sudah paham maksud Lok Ing, tetapi karena harga
dirinya, dia merasa tidak pantas mengatakannya terus terang.
“Kalau masih ada hal yang tidak locianpwe mengerti biar aku yang menjelaskannya.”
Lok Hong menggoyang-goyangkan tangannya.
“Tidak perlu. Lohu hanya ingin menahan bocah ini selama beberapa hari, urusan
lainnya lohu tidak mau tahu sama sekali.”
“Sayangnya cayhe mempunyai tugas yang berat sehingga tidak dapat menuruti
keinginanmu!” tukas Tan Ki.
Lok Hong mendengus berat-berat. Wajahnya menyiratkan kegusaran yang tidak terkatakan.
Cin Ying khawatir timbul lagi perselisihan di antara mereka. Pikirannya yang cerdas
langsung berputar, cepat-cepat dia maju dan berdiri di antara kedua orang itu. Kemudian
terdengar dia berkata dengan suara yang lembut…
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Locianpwe ingin menahan dia beberapa hari untuk menemani jenazah cici Ing yang
kesepian, tetapi Tan Ki mempunyai tugas yang berat sehingga mau tidak mau dia harus
pergi. Kalau kalian saling berkeras dengan keinginan masing-masing, berdiri sehari
semalam juga tidak mungkin menyelesaikan masalah ini. Biar aku saja yang memberi
saran agar keinginan kalian sama-sama bisa tercapai, sekaligus juga bermanfaat bagi
diriku…” dia sengaja menghentikan kata-katanya dan memperhatikan reaksi kedua orang
itu.
Mata Tan Ki maupun Lok Hong langsung bersinar terang. Mereka menatap lekat-lekat.
Mimik wajah mereka aneh sekali, seakan penasaran menunggu keterangan darinya.
Oleh karena itu, perasaan Cin Ying pun menjadi lega. Dia mengembangkan seulas
senyuman yang manis.
“Kata-kata yang diucapkan oleh Cici Ing sebelum ajalnya, sudah terang menyatakan
bahwa dia telah menyerahkan dirinya kepada Tan siangkong. Kalau dipikir-pikir,
seharusnya kalian sudah menjadi mertua dan menantu. Tentunya tidak boleh terjadi
pertikaian seperti ini. Tetapi keadaan Tan siangkong sekarang ini justru berada di ambang
maut. Biar bagaimana dia merupakan si iblis Cian Bin Mo-ong yang sempat
menggemparkan dunia Kangouw. Begitu rahasianya terbongkar, dia diserahi tugas yang
berat, yakni menyelidiki markas Toa Tocu dari Lam Hay Bun, bahkan kalau bisa mengambil
batok kepalanya sebagai jasa atas dosa-dosa yang pernah dibuatnya. Biar bagaimanapun,
dia tidak bisa berdiam di sini. Apabila locianpwe ingin memaksanya dengan ilmu
kepandaian, walaupun bisa menahannya untuk menemani Cici Ing, tetapi tidak dapat
membuatnya menjadi tenang atau rela dengan kemauan hatinya sendiri.”
“Lalu bagaimana menurut pendapatmu?”
“Kita harus mencari akal agar perasaannya menjadi tenang. Dengan demikian dia akan
tinggal di dalam ruangan batu tanpa perasaan gelisah atau pun risau. Jangan kata delapan
atau sepuluh tahun, mungkin seumur hidupun dia tidak ingin meninggalkan ruangan batu
itu lagi dan akan menemani jenazah cici Ing seumur hidupnya. Tetapi Locianpwe harus
mengulurkan tangan membantunya membunuh Toa Tocu dari Lam Hay itu.”
Mendengar ucapannya, mulut Lok Hong sempat mengeluarkan suara seruan terkejut,
kemudian dia menundukkan kepalanya merenung. Diam-diam dia berpikir di dalam hati:
‘Bicara ke sana ke mari, akhirnya kau toh membelanya juga.’
Berpikir sampai di sini, tanpa dapat ditahan lagi dia melirik Tan Ki sekilas. Dia melihat
sepasang mata anak muda itu menatap kosong ke depan seakan ada sesuatu yang sedang
menggelayuti pikirannya. Tampaknya dia bahkan tidak mendengar pembicaraan antara
Lok Hong dengan Cin Ying. Oleh karena itu Lok Hong cepat-cepat bertanya kepada Cin
Ying, “Setelah urusan ini selesai, kau berani menjamin bahwa dia bersedia menemani
jenazah Ing-ji untuk selamanya?”
“Kemungkinan kami kakak beradik pun tidak akan meninggalkan ruangan batu itu lagi.”
seraya berkata, dia mengembangkan seulas senyuman. Namun senyuman itu begitu sendu
sehingga menyayat hati siapapun yang melihatnya. Mimik wajahnya menyiratkan
kepedihan hatinya. Hatinya juga merasa bergejolak oleh berbagai perasaan yang aneh,
hanya saja dia tidak sanggup mengutarakannya…
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Seandainya tugasnya belum lagi berhasil, tetapi orangnya sudah keburu tamat
riwayatnya, bagaimana?”
Wajah Cin Ying langsung berubah mendengar pertanyaannya. Tubuhnya bergetar dan
terhuyung-huyung seperti orang yang mendadak kehilangan tenaganya. Sekali lihat saja
dapat diketahui bahwa pertanyaan Lok Hong tadi benar-benar mengenai hatinya. Hanya
saja dia takut rahasianya terbongkar sehingga cepat-cepat menarik nafas panjang dan
berusaha menahan kepiluan di hatinya.
“Kalau peruntungannya tidak baik sehingga mati dalam menjalankan tugas, bukankah
malah sebuah kebetulan bagi locianpwe? Locianpwe boleh menutup ruangan batu tersebut
agar sukma keduanya beristirahat dengan tenang selamanya.”
“Bagus sekali! Hidup tidak dapat bersama, mati justru dikuburkan dalam satu liang.
Ing-ji pasti merasa bahagia di alam baka!”
Selesai berkata, dia mendongakkan wajahnya tertawa terbahak-bahak. Hatinya merasa
terhibur sekali. Tetapi dalam sekejap mata, entah apa lagi yang melintas di benaknya,
suara tawanya ditarik kembali, wajahnya pun menjadi kelam. Sinar matanya menatap
lekat-lekat pada diri Cin Ying. Tampak wajah gadis itu yang menyiratkan kegundahan
hatinya, diam-diam diapun ikut merasa tidak tenang.
Terdengar mulut Lok Hong mengguman seorang diri, “Aku mengerti sekarang. Saat ini
aku bani mengerti apa yang kau maksudkan. Kalau bocah itu sampai mati, kalian kakak
beradik juga rela mengorbankan…”
Tiba-tiba dia menghentikan kata-katanya kemudian menarik nafas panjang. Meskipun
dia tidak menjelaskan apa maksudnya, tetapi apabila orang lain mendengarnya, tentu
tidak sulit menebak pengorbanan apa yang rela dilakukan kakak beradik itu…
****
Angin bertiup semilir, hujan masih turun rintik-rintik. Pegunungan yang menjulang
tinggi seakan bertambah cerah setelah diterpa hujan semalaman. Rerumputan
mengangguk-anggukkan kepalanya, air embun membasahi seluruh tempat itu. Bahkan
dari atas pohon dan ranting-ranting masih terus menetes turun.
Empat sosok bayangan berjalan perlahan-lahan seakan menghitungi setiap langkah
yang mereka tempuh. Satu orangtua, satu pemuda dan dua orang gadis.
“Lembah di mana markas sementara para penjahat itu, rasanya tidak jauh lagi bukan?”
terdengar suara orangtua itu berkata dengan nada cukup keras.
“Harap Lok Locianpwe hati-hati berbicara. Di sini sudah termasuk kekuasaan pihak Lam
Hay. Gegabah sedikit saja, jejak kita pasti akan konangan oleh pihak musuh.”
“Cin Ying, tindakanmu ini sama saja dengan mengkhianati perguruanmu sendiri.
Apakah sampai saat ini kau masih tidak merasa takut?”
Cin Ying hanya tertawa getir tanpa menyahut. Terdengar Lok Hong menarik nafas
panjang-panjang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Lohu mengerti apa yang terpikir dalam hatimu saat ini, tetapi aku justru tidak
berdaya… sejak dahulu kala sampai sekarang, kata-kata ‘cinta kasih’ memang paling rumit
dicernakan. Lilitannya begitu kencang sehingga sulit bagi manusia untuk melepaskan diri
dari jeratannya. Lohu yang sudah begini tua pun masih tidak dapat terlepas dari
perangkapnya.”
Sejak meninggalkan ruangan batu, Cin Ie tidak mengucapkan sepatah katapun.
Bibirnya terus mengembangkan seulas senyuman. Dia berjalan di samping Tan Ki. Seakan
hatinya sudah merasa cukup puas asal dapat berdampingan dengan pemuda ini.
Sejak keluar dari ruangan batu, wajah Tan Ki bagai diselimuti es yang tipis. Begitu
dingin dan tidak pernah tersenyum sedikitpun. Tampangnya bahkan sungguh tidak enak
dilihat.!
Kali ini dia sudah siap bertemu muka lagi dengan Toa Tocu dan mengadu jiwa
dengannya. Hidup atau mati, dia sendiri tidak berani memastikan. Tidak ada orang yang
dapat dimintakan bantuannya, terpaksa dia mengandalkan kepandaiannya sendiri dan
sebatang pedang pendek peninggalan Kiau Hun untuk menentukan nasibnya sendiri.
Tiba-tiba terdengar suara siulan yang panjang memecahkan keheningan yang
mencekam. Angin berdesir, pakaian berkibar-kibar. Secara berturut-turut tiga sosok
bayangan melayang turun. Kedatangan mereka begitu cepat sehingga laksana helaian
bulu yang terbang tertiup angin. Dalam sekejap mata mereka sudah berdiri di depan mata.
Ketiga orang ini sama sekali tidak asing. Mereka adalah Hua Pek Cing yang pernah
terluka di bawah serangan pedang Tan Ki, Cia Tian Lun dan Tong Ku Lu yang belum
pernah berhadapan dengan Tan Ki secara terang-terangan.
Tan Ki mengeluarkan suara tawa yang dingin.
“Gunung tidak berubah, air terus mengalir. Akhirnya kita bertemu lagi!”
Wajah Hua Pek Cing hijau membesi.
“Hente justru ingin membalas serangan pedangmu tempo hari!”
Tan Ki sadar, pada saat seperti ini tidak ada gunanya banyak bicara. Dia hanya
mengeluarkan suara dengusan yang dingin dan mencabut pedang pendek yang
disembunyikan dalam lengan bajunya.
Tiba-tiba terdengar suara tawa terbahak-bahak. Lok Hong berjalan keluar dengan
langkah lebar. Matanya menatap sekilas kepada Hua Pek Cing, wajahnya mengembangkan
senyuman mengejek.
“Apakah kau ini yang disebut tocu muda dari Lam Hay?”
“Memang benar.”
“Tahukah kau siapa diri lohu ini?” Hua Pek Cing gusar sekali melihat keangkuhannya.
“Aku tidak peduli siapa adanya dirimu itu. Dasar tua bangka tidak tahu mampus!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pergelangan tangannya memutar, sepasang pedangnya langsung dihunus. Tampak dua
carik cahaya yang berkilauan sehingga orang-orang yang melihatnya terpaksa
memejamkan mata sekejap.
Lok Hong bukan tokoh sembarangan, sekali lihat saja dia sudah tahu bahwa lawannya
ini tidak boleh dianggap enteng. Jaraknya dengan anak muda itu kurang lebih enam
langkah, namun hawa pedangnya sudah terasa sampai dekatnya. Udara terasa dingin
seketika. Bahkan tubuh pun menjadi agak menggigil.
Tiba-tiba terdengar Hua Pek Cing mengeluarkan suara bentakan keras. Sepasang
lengannya bergerak, cahaya merah seperti pelangi melintas di udara, gerakannya begitu
cepat menerjang ke arah Lok Hong.
Hua Pek Cing berpikir dalam hati, apabila si tua bangka ini rela menjadikan dirinya
sebagai korban pertama, sudah barang tentu dia akan menyempurnakan keinginannya.
Setelah itu dia baru mencari Tan Ki untuk membalaskan kekalahannya tempo hari. Apalagi
dalam beberapa hari ini, gurunya menurunkan lagi delapan jurus ilmu pedang yang maha
dahsyat. Kebetulan dia dapat menjadikan orangtua ini sebagai kelinci percobaan. Begitu
pikirannya tergerak, dia langsung mengerahkan ilmu pedangnya yang cepat bagai kilat
dan keji tidak terkirakan.
Hati Lok Hong sampai tercekat melihatnya, cepat-cepat dia mengulurkan sepasang
lengannya kemudian mengibas ke arah serangan yang dilancarkan oleh pihak lawan.
Tubuh Hua Pek Cing memutar setengah lingkaran, kemudian menggeser ke kanan
sejauh dua langkah. Dia tetap menggunakan jurus ilmu pedang yang hebat itu dan
menyerang ke arah Lok Hong.
Hua Pek Cing bukan tokoh sembarangan. Begitu sepasang pedangnya digerakkan,
segera terasa ada segulung kekuatan dahsyat yang terpancar keluar. Meskipun belum
dapat menandingi ilmu pedang Tan Ki yang sudah mencapai taraf tertinggi itu, tetapi
dalam jarak dua meter saja, hawa dingin yang terpancar dari pedangnya masih terasa.
Untuk sesaat, Lok Hong sampai kalang kabut dibuatnya. Terpaksa kakinya menghentak
dan mencelat mundur ke belakang sejauh dua langkah.
Hua Pek Cing justru menggunakan kesempatan itu untuk mengejarnya. Pedang di
tangannya bagai seekor ular berbisa yang menerobos dalam ilalang dan meluncur ke jalan
darah utama di bagian dada. Kecepatan maupun waktunya telah dipertimbangkan dengan
matang. Dengan demikian lawan tidak mempunyai kesempatan untuk menghindarkan diri
lagi. Seandainya Lok Hong dapat menghindarkan diri, dalam waktu yang bersamaan Hua
Pek Cing akan menggerakkan pedangnya yang satu lagi. Kemungkinan besar malah jiwa
orangtua ini akan melayang seketika.
Kali ini rasa terkejut di hati Lok Hong jangan ditanyakan lagi. Dia tidak menyangka Tocu
muda dari Lam Hay ini sudah memiliki kepandaian setinggi ini. Dia sendiri bukan orang
sembarangan, otomatis dia dapat melihat bahayanya serangan yang satu ini.
Tampak cahaya pedang berkelebat. Untung saja otak Lok Hong cepat tanggap. Dengan
panik dia menggelindingkan tubuhnya di atas tanah. Selama pedang di tangan Hua Pek
Cing masih mengincar, dia tidak berani menghentikan gerakan tubuhnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tenaga dalamnya sangat tinggi, perubahan gerakannya pun melebihi orang lain berlipat
ganda. Siapa nyana meskipun sudah cepat, dia masih kalah cepat dengan cahaya pedang
di tangan Hua Pek Cing. Justru baru saja tubuhnya dijatuhkan di atas tanah dan
menggelinding, tiba-tiba dia merasa paha kirinya seperti dihembus angin yang dingin.
Serangkum rasa nyeri langsung terasa olehnya. Keringat di-nginpun membasahi kening.
Diam-diam dia mengulurkan tangannya meraba, terlihat darah segar membasahi telapak
tangannya. Tidak disangka seorang bocah yang masih ingusan sanggup melukainya hanya
dalam tiga jurus saja. Semakin dipikir, hatinya semakin mendongkol. Untuk sesaat dia
malah terduduk dengan termangu-mangu di atas tanah.
Dalam tiga jurus, Hua Pek Cing berhasil melukai seorang tokoh kelas tinggi dari daerah
Tionggoan. Rasa bangga dalam hatinya jangan ditanyakan lagi. Dia langsung
mendongakkan wajahnya tertawa terbahak-bahak.
Perlahan-lahan Cin Ying mengernyitkan keningnya. Kemudian tampak dia berjalan
mendekati Lok Hong…
Tiba-tiba terdengar suara bentakan Tong Ku Lu…
“Budak cilik, berhenti!”
Mendengar bentakannya, ternyata Cin Ying benar-benar menghentikan langkah
kakinya. Dengan hormat dia membungkukkan tubuhnya sedikit.
“Entah petunjuk apa yang hendak diberikan oleh Tong Siok-siok?”
“Kau majulah ke depan tujuh langkah!” Cin Ying agak tertegun. Biasanya perasaan hati
seorang wanita jauh lebih peka dari pada laki-laki, tetapi mungkin karena keadaan yang
mendesak, walaupun sudah jelas niat Tong Ku Lu tidak baik, dia tetap menuruti perkataan
orang itu.
BAGIAN LIX
Tiba-tiba, tubuh Cin Ie berkelebat dan mengejar ke depan. Gadis ini lugu sekali.
Otaknya pun agak lambat. Meskipun dia dapat merasakan bahwa situasi di depan mata
sekarang sangat gawat, tetapi dia tidak tahu bagaimana harus memperingatkan cicinya.
Hatinya menjadi panik dan tanpa berpikir panjang dia langsung mengejar Cin Ying.
Ternyata apa yang diduganya sama sekali tidak salah. Ketika Cin Ying sudah melangkah
lebih lima tindak, tiba-tiba Tong Ku Lu mengeluarkan suara tawa yang seram. Tangannya
langsung menjulur keluar dan menghantam ke depan.
Wajah Cin Ying berubah hebat. Tersirat rasa terkejut yang tidak terkirakan pada mimik
wajahnya itu. Keadaan seperti itu tentu sulit bagi siapapun untuk menghindarkan diri. Dia
langsung merasa dirinya sudah diambang kematian. Rasa terkejut dan takut berbaur
menjadi satu dalam hatinya. Wajahnya sungguh mengerikan.
Tiba-tiba terdengar suara bentakan yang keras, Cia Tian Lun langsung melesat ke
depan. Dia langsung menyambut serangan Tong Ku Lu tadi dengan kekerasan. Tampak
debu-debu beterbangan, angin kencang membuat pakaian mereka berkibar-kibar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tong Ku Lu jadi tertegun melihat tindakannya. Dengan bingung dia berkata, “Entah apa
maksud Cia-heng turun tangan menghalangi hente?”
“Kekuatan yang kau lancarkan dalam seranganmu begitu dahsyat. Kalau sampai
mengenai sasaran, mungkin selembar jiwa Ing-ji sulit dipertahankan.”
“Menghadapi pengkhianat, untuk apa harus mempertimbangkan berat tidaknya
serangan kita?”
“Sayangnya kau bukan Tocu, jadi tidak dapat mengambil keputusan apakah dia harus
dihukum mati atau tidak.”
Tong Ku Lu marah sekali mendengar perkataannya.
“Sebetulnya apa maksud Cia-heng dengan mengeluarkan ucapan seperti ini? Kalau kau
memang berniat membantunya, jangan salahkan kalau aku tidak mengingat lagi hubungan
kita selama ini!”
Cia Tian Lun tersenyum simpul. “Aku bukannya memantu dia, tetapi melihat keadaan di
depan mata sekarang ini, kita tidak boleh mengambil tindakan dengan tergesa-gesa. Kalau
Ying-ji memang berkhianat, tidak perlu takut dia akan lari. Setelah kita bekerja sama
meringkus anak muda itu, baru kita bawa dia menemui Tocu untuk menanyakan hukuman
apa yang harus dijatuhkan pada dirinya. Untuk apa kau tergesa-gesa sekarang juga?”
Sepasang mata Tong Ku Lu mendelik lebar-lebar.
“Hengte maklum kau mempunyai hubungan yang baik dengan ayahnya. Sebelum
meninggal, ayahnya pernah berpesan untuk menjaga mereka kakak beradik baik-baik.
Ucapan semanis apapun yang kau ucapkan, hatiku tetap tidak akan tergerak!”
Cia Tian Lun tersenyum lembut.
“Tong-heng terlalu mendesak orang, cayhe mengingat…” belum lagi ucapannya selesai,
tiba-tiba terasa ada serangkum angin yang kencang melanda ke arahnya dan telinganya
mendengar dentingan senjata tajam. Entah sejak kapan, rupanya Tan Ki dan Hua Pek Cing
sudah mulai bergebrak. Begitu hebatnya tenaga dalam kedua orang itu sehingga angin
yang terpancar dari pedang maupun pukulan mereka terasa sampai ke tempat Cia Tian
Lun.
Ilmu silat kedua orang ini memang hampir seimbang. Hanya dalam ilmu pedang saja,
kedua orang itu masih terpaut sedikit. Keduanya mengerahkan jurus yang keji dan
kecepatan kilat, untuk merubuhkan lawannya. Cahaya yang memijar dari senjata mereka
semakin lama semakin berkilapan.
Pada saat itu, Lok Hong sudah merangkak bangun dan memborehkan obat pada
lukanya. Sepasang matanya terus memperhatikan arena pertarungan. Wajahnya
menyiratkan kepanikan yang tidak terkirakan.
Tiba-tiba terdengar suara bentakkan Tong Ku Lu, tubuhnya berkelebat ke depan dan
melancarkan serangan yang dahsyat. Dalam sekejap mata dia sudah menjalankan tujuh
delapan jurus yang mematikan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Cia Tian Lun menghadapi lawannya dengan tenang. Secara berturut-turut dia
memecahkan serangan Tong Ku Lu yang gencar tadi. Wajahnya tampak berubah. Tangan
dan kakinya bergerak serentak, dia langsung menyerang Tong Ku Lu dengan gencar pula.
Kedua orang ini sama-sama merupakan tokoh berilmu tinggi. Baru bergebrak beberapa
jurus saja, tampaknya pertarungan mereka sudah sengit bukan main. Angin pukulan
menderu-deru, bayangan tinju bergulung-gulung. Masing-masing tak ada yang mau
mengalah. Dalam sekejap mata saja empat puluhan gebrakan sudah berlalu.
Suasana semakin lama semakin panas mencekam.
Tiba-tiba sepasang tangan Tong Ku Lu direntangkan pada kedua sisi. Mendadak dia
melancarkan dua buah serangan kemudian mencelat mundur ke belakang. Telapak tangan
kirinya diangkat ke atas, gayanya seakan siap-siap melancarkan serangan kembali.
Cia Tian Lun cukup lama bergaul dengan orang ini. Kali ini dia sadar bahwa kegusaran
hati Tong Ku Lu sudah meluap. Mungkin dia sudah siap mengadu jiwa dengannya. Cepatcepat
dia mengerahkan tenaga dalamnya dan menyalurkannya pada sepasang lengan.
Sepasang matanya sendiri memperhatikan gerak gerik Tong Ku Lu lekat-lekat dan bersiapsiap
menjaga segala kemungkinan.
Tiba-tiba lengan Tong Ku Lu menjulur ke depan. Serangkum tenaga dalam yang
dahsyat langsung menerpa ke arah Cia Tian Lun.
Cia Tian Lun sendiri memang sudah bersiap-siap. Dia segera mengambil posisi dengan
menahan di depan dada kemudian sepasang lengannya mendorong ke depan dan
menyambut serangan Tong Ku Lu dengan kekerasan. Dua rangkum kekuatan langsung
membentur. Keduanya sama-sama tergetar dan pundak mereka bergoyang-goyang
sebanyak tiga kali.
Terdengar Tong Ku Lu mengeluarkan suara dengusan yang dingin. Ternyata tanpa
mengatur pernafasannya lagi dia melancarkan empat buah serangan berturut-turut. Cia
Tian Lun juga cukup keji. Dengan keras dia menyambut empat serangan Tong Ku Lu
tersebut.
Udara terasa pengap. Angin yang timbul dari pukulan keduanya menderu-deru. Yang
seorang melancarkan empat pukulan, sedangkan yang lainnya menyambut empat pukulan.
Wajah mereka sama-sama berubah jadi pucat pasi. Nafas Tong Ku Lu tersengal-sengal,
sedangkan keringat sudah membasahi seluruh wajah Cia Tian Lun. Mereka berdiri saling
menatap tanpa melakukan gerakan apa-apa. Kemungkinan keduanya menggunakan
kesempatan itu untuk mengatur pernafasan masing-masing.
Tiba-tiba Cin Ying menghambur datang dan mencekal lengan Cia Tian Lun.
“Siok-siok, jangan berkelahi lagi!” air matanya mengalir dengan deras dan membasahi
pipinya.
“Sebelum ajal ayahmu telah menitipkan pesan agar aku menjaga kalian baik-baik
seumur hidup ini…”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Tetapi siok-siok tidak boleh mendapat tuduhan sebagai pengkhianat hanya gara-gara
Ying-ji dan Ie-moay.”
“Sudahlah, sudahlah. Toh segalanya sudah dimulai, setidaknya harus ada suatu
penyelesaian. Aku sudah berjanji kepada ayahmu. Biar bagaimana aku tidak boleh melihat
kalian berdua terjerumus dalam bahaya atau kembali ke lembah mendapat hukuman dari
Toa Tocu.” tiba-tiba dia merendahkan nada suaranya dan berkata lagi. “Apakah kau
mempunyai kesan yang baik kepada pemuda itu?”
Pertanyaan ini membuat selembar wajah Cin Ying jadi merah padam. Hatinya berdebardebar
dan cepat-cepat menundukkan kepalanya dalam-dalam. Dia menghindari
pandangan mata Cia Tian Lun yang tajam.
Pada saat itu, hujan sudah berhenti, angin-pun tidak bertiup lagi. Hati Cin Ying malah
dilanda perasaan yang tidak menentu. Hampir saja dia lupa bahwa saat itu dia sedang
mencegah Cia Tian Lun melanjutkan pertarungan.
Sekonyong-konyong dia merasa ada sebuah tangan yang lembut mengelus-elus
rambutnya. Telinganya mendengar nada suara Cia Tian Lun yang berat.
“Cepat kau suruh anak muda itu menghentikan pertarungan.”
“Ini…”
“Cepat!”
Mendengar bentakannya, Cin Ying malah tertegun. Begitu pandangan matanya
dialihkan, dia melihat wajah Cia Tian Lun menyiratkan kepanikan yang tidak terkirakan.
Sepasang matanya terus mengerling ke sana ke mari seakan menemukan suatu hal yang
serius.
Sementara itu, terdengar suara benturan senjata tajam yang memekakkan telinga. Baik
Tan Ki maupun Hua Pek Cing sama-sama mencelat mundur ke belakang. Wajah mereka
terlihat begitu kelam, nafas mereka memburu, dada tersengal-sengal dan keringat terus
mengucur dari kening keduanya. Rupanya pertarungan ini telah menghamburkan banyak
hawa murni di dalam tubuh mereka dan tetap masih belum ketahuan siapa yang lebih
unggul.
Tiba-tiba terdengar suara teriakan Lok Hong.
“Celaka!” tubuhnya berkelebat dan melesat ke depan sejauh enam tujuh langkah. Boleh
dibilang dalam waktu yang hampir bersamaan, di tempatnya berdiri tadi tiba-tiba meledak
dan menimbulkan suara yang menggelegar, bunga api memercik ke mana-mana. Asap
putih langsung bergulung-gulung di udara.
Hati Tan Ki tercekat bukan kepalang. Diam-diam dia berpikir: ‘Celaka! Rupanya di sini
terdapat banyak senjata rahasia dari mesiu yang ditanamkan di dalam tanah!’
Begitu pikirannya tergerak, matanya langsung menangkap sesosok bayangan yang
tidak asing lagi. Tubuhnya bergetar hebat. Darahnya seakan menggelegak. Kemarahan
dalam dadanya seakan meluap-luap serta hampir tidak dapat dibendung.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Orang itu bukan lain dari musuh besarnya yang sempat membuat Tan Ki bersumpah
dalam hati untuk membunuhnya dengan tangan sendiri, yakni Oey Kang.
Tampak dia berjalan ke arah mereka dengan menggerak-gerakkan kipas di tangannya.
Tampangnya santai sekali. Di belakang tubuhnya mengikuti puluhan laki-laki berpakaian
hitam. Wajah mereka masing-masing terlihat kaku dan datar. Tangan mereka
menggenggam sebuah tabung, tetapi langkah kaki mereka justru demikian ringan dan
lincah.
Tan Ki mengkertakkan giginya erat-erat. Tiba-tiba dia berteriak lantang kemudian
menerjang ke depan. Pedang pendek di tangannya langsung meluncur keluar.
Oey Kang tertawa lebar.
“Tamu yang datang tidak boleh tidak disambut. Biar lohu membalas sebuah serangan
untukmu!” kipasnya langsung dibuka, tubuhnya juga bergerak dalam waktu yang
bersamaan. Perlahan-lahan dia menggetarkan kipasnya dan membalas sebuah serangan.
Tan Ki diangkat kemudian menjulur keluar, dengan mudah dia berhasil memecahkan
serangan Oey Kang.
Oey Kang tertawa terbahak-bahak. “Masih ada lagi!” pergelangan tangannya memutar,
timbul gelombang angin yang menghempas-hempas. Secara berturut-turut dia
melancarkan tiga buah serangan. Tan Ki sampai kalang kabut dibuatnya sehingga terpaksa
mencelat mundur sejauh tiga langkah. Tampak Cia Tian Lun menghentakkan kakinya di
atas tanah sambil menggerutu, “Sudah terlambat!”
“Apanya yang terlambat?” tanya Cin Ying bingung.
“Kalian sudah tidak keburu kabur lagi!”
Hati Cin Ying menjadi tergetar mendengarnya. Pandangan matanya mengedar, dia
segera mengerti apa yang dimaksudkan oleh Cia Tian Lun.
Rupanya saat itu berpuluh-puluh lelaki kekar yang mengiringi di belakang Oey Kang
tadi sudah menudingkan tabung di tangannya ke arah mereka seakan siap
menghamburkan isi tabung tersebut. Cin Ying sudah melihat dengan mata kepala sendiri
sampai di mana kehebatan Ban Hua Hue-tong tersebut. Tanpa dapat ditahan lagi hatinya
jadi tercekat dan keringat dingin membasahi sepasang telapak tangannya.
Cia Tian Lun menarik nafas panjang-panjang.
“Toa Tocu sudah mendapat berita bahwa anak muda she Tan itu akan melalui tempat
ini. Oleh karena itu, sudah dipersiapkan…” tiba-tiba dia melihat setitik sinar yang dingin
meluncur ke arahnya. Tanpa terasa mulutnya berteriak. “Celaka!” tubuhnya berkelebat,
secepat kilat dia melesat keluar.
Tangan kanannya masih menggenggam tangan Cin Ying erat-erat. Oleh karena itu,
ketika dia melesat pergi, otomatis tubuh Cin Ying ikut tertarik.
Terdengar suara ledakan yang memekakkan telinga. Bunga api dan asap putih
bertebaran ke mana-mana. Rerumputan maupun bunga-bungaan yang tumbuh di sekitar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tempat itu semuanya membasah karena terpaan hujan tadi malam, tetapi ketika terkena
ledakan tetap saja menimbulkan bau hangus yang menyengatkan indera penciuman. Hati
Lok Hong itu tercekat. Wajahnya menunjukkan kegusaran yang tidak terkirakan. “Benarbenar
senjata api yang keji.” Senjata rahasia mengandung api yang gencar ini benar-benar
tidak dapat dianggap remeh. Ketiga puluh enam jendral langit masing-masing
menudingkan tabung di tangan mereka ke arah lawan. Meskipun hati Lok Hong bukan
main gusarnya, tetapi tetap saja dia tidak berani sembarangan mengambil tindakan.
Cin Ie masih berdiri di tempatnya dengan termangu-mangu. Kemunculan Oey Kang
yang tidak terduga-duga itu seakan menimbulkan kesan ngeri di hatinya. Sepasang
matanya terus mengedar ke sana ke mari menandakan hatinya yang gelisah.
Cin Ying tersenyum lembut kepadanya. Dia segera menggenggam tangan gadis itu.
“Ada siok-siok di sini, kau tidak usah merasa takut.”
“Si tua bangka yang jahat itu menakutkan. Itu hari ketika dia datang berkunjung ke
lembah, matanya terus menatap diri cici lekat-lekat…”
Cin Ying melirik sekilas kepada Tan Ki, dia menggoyang-goyangkan tangannya.
“Urusan ini tidak usah diungkit lagi. Saat ini keadaan sedang gawat. Semuanya harus
dilakukan dengan hati-hati. Baik-baik kau berdiri di samping Cici, jangan sembarangan
bergerak. Jangan sampai perhatian cici terpencar apabila menghadapi musuh.”
Terdengar Tong Ku Lu membentak marah, “Budak sudah di ambang kematian, masih
belum merasa menyesal juga!” tangannya mendorong ke depan dan melancarkan sebuah
pukulan kepada Cin Ying.
Sepasang alis Cin Ying langsung menjung-kit ke atas. Baru saja dia ingin melangkah
keluar dan menangkis serangan itu, tiba-tiba tampak Cia Tian Lun berkelebat lewat di
sampingnya dan langsung menyambut serangan Tong Ku Lu tadi dengan kekerasan.
Setelah mengatur pernafasan sejenak, hawa murni mereka telah pulih kembali seperti
sedia kala. Begitu kedua gulung tenaga dahsyat beradu, tubuh keduanya langsung
tergetar hebat dengan diiringi suara yang menggelegar. Setelah terhuyung-huyung
beberapa kali, kaki mereka sama-sama tergetar mundur setengah langkah.
Tiba-tiba terdengar bentakan yang keras, hati Cin Ying maupun Cin Ie sama-sama
tercekat. Serentak mereka menolehkan kepalanya dan wajah merekapun berubah hebat.
Rupanya Tan Ki tidak dapat menahan kemarahan di hatinya lagi. Melihat Oey Kang
melancarkan serangan yang dahsyat kepadanya, tanpa menghindarkan diri dia malah
menyambut serangan itu dengan kekerasan.
Oey Kang meraung keras, lengannya digetarkan, tenaga dalam yang terkandung di
dalamnya ditambah lagi sebanyak beberapa bagian kemudian mendesak ke depan. Pada
dasarnya tenaga dalam Tan Ki memang kalah sedikit dibandingkan dengannya. Mana
mungkin dia sanggup menyambut pukulan yang demikian hebat. Oleh karena itu, segera
terdengar dengusan berat dari hidungnya, tubuhnya terhuyung-huyung dan secara
berturut-turut dia tergetar mundur beberapa langkah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sikap Oey Kang sangat tenang, dia tidak mengejar Tan Ki. Bibirnya malah
mengembangkan seulas senyuman. Tiba-tiba dia mengangkat sepasang tangannya. Ketiga
puluh enam laki-laki berpakaian hitam langsung berpencaran keluar. Tabung di tangan
tetap diarahkan kepada beberapa orang itu.
Sementara itu Cia Tian Lun segera melangkah ke depan menghadang di depan Cin Ying
dan Cin Ie. Sementara itu Lok Hong yang hanya berdiam diri sejak dikalahkan oleh Hua
Pek Cing juga dapat merasakan gawatnya situasi. Cepat-cepat dia melesat ke depan dan
berdiri berdampingan dengan pihak Tan Ki. Di depan mereka kelompok laki-laki
berpakaian hitam tersebut terus melangkah maju setindak demi setindak.
Posisi Oey Kang sangat menguntungkan. Dia berdiri di tengah-tengah barisan jendral
langit tersebut. Wajahnya menunjukkan mimik aneh. Tetapi entah apa sebabnya ternyata
sampai sekian lama dia masih belum mengambil tindakan apa-apa.
Wajah Tan Ki merah padam, bibirnya bergetar. Kemudian terdengar dia berkata dengan
tersendat-sendat, “Aku ingin mencabut nyawamu!” mungkin saking marahnya, katakatanya
sampai tidak jelas terdengar.
“Bagus sekali, bagus sekali! Tentu saja aku akan mengiringi kemauanmu.” sahut Oey
Kang sambil tertawa terbahak-bahak.
Entah apa yang tersirat dalam hatinya, meskipun mulutnya menyahut perkataan Tan Ki,
tetapi sepasang matanya terus memperhatikan Cin Ying lekat-lekat. Wajah Cin Ying
sampai merah padam dibuatnya, dengan penuh kebencian dia meludah di atas tanah.
“Apakah Oey Sian-sing sedang menunggu kedatangan seseorang?” mendadak
terdengar Hua Pek Cing mengajukan pertanyaan tersebut.
Oey Kang tertawa terbahak-bahak.
“Untuk menghadapi orang-orang seperti ini, sudah ada barisan Jendral Langitku yang
hebat. Untuk apa menunggu orang lagi? Hua Sau Tocu juga terlalu memandang remeh
lohu.”
“Lalu mengapa kau masih belum memerintahkan mereka untuk turun tangan?”
“Tentu saja lohu mempunyai alasan tersendiri.”
Hua Pek Cing melihat mimik wajahnya yang aneh seakan ingin memohon sesuatu dari
dirinya. Tetapi mungkin karena menjaga harga dirinya sendiri, Oey Kang tidak
menyatakannya secara terus terang. Tanpa dapat ditahan lagi dia mengernyitkan
keningnya.
“Apa sebenarnya yang kau pikirkan dalam hatimu? Mengapa tidak kau cetuskan saja
terus terang”
“Tampaknya Cin Kouwnio dan Cia Tian Lun sudah mengkhianati perguruan bukan?”
“Apa yang Oey Sian-sing katakan memang benar, Sau Tocu ini justru ingin meringkus
para pengkhianat itu!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Kalau lohu berhasil meringkus orang yang kau paling benci dalam hati, bolehkah aku
mengucapkan sedikit perkataan?”
Diam-diam Hua Pek Cing menggerutu di dalam hati: ‘Mulutmu sungguh manis, tetapi
sesungguhnya kau sedang mendesak aku…!’
Meskipun hatinya berpikir demikian, tetapi penampilan di luarnya tidak berubah.
Bibirnya malah menyunggingkan seulas senyuman.
“Lohu akan membantumu membalaskan dendam dalam hati, tetapi kau harus
menyerahkan nona Cin Ying kepadaku!”
Hua Pek Cing pura-pura merenung sejenak.
“Suhu telah menyerahkan urusan ini kepadaku, berarti aku boleh mengambil
keputusan. Baiklah aku akan mengabulkan permintaanmu.”
Mendengar pembicaraan di antara kedua orang, itu, hati Tan Ki marah sekali. Tanpa
menunda waktu dia langsung menerjang ke depan dan melancarkan serangan kepada Oey
Kang.
Si raja iblis itu mengeluarkan suara tawa yang dingin. Tangannya menepuk tiga kali,
kemudian dia mengeluarkan sebuah bendera merah dan mengibarkannya di udara. Para
laki-laki berpakaian hitam tadi tampaknya berada di bawah kendali bendera tersebut.
Begitu melihat Oey Kang mengibarkannya, mereka serentak maju dan beberapa di
antaranya langsung menghadang Tan Ki.
Pertarungan yang sengit dan tidak seimbangpun terjadi dalam sekejap mata. Tan Ki
berkelebat ke sana ke mari dengan pedang pendek di tangannya dan berusaha mencari
kesempatan mengincar Oey Kang. Tetapi berkali-kali dia tertahan oleh kelompok laki-laki
berpakaian hitam itu. Isi tabung mulai ditekan, bunga api memercik ke mana-mana, asappun
mengepul memenuhi udara.
Lok Hong maklum isi hati Tan Ki. Dia segera membentak nyaring dan berkelebat ke
depan kemudian melancarkan serangan yang gencar ke arah beberapa laki-laki berpakaian
hitam yang sedang mengurung Tan Ki. Dalam waktu yang bersamaan, terdengar mulutnya
berkata, “Cepat urus musuhmu itu, biar lohu yang menangani mayat hidup ini!”
Tan Ki memandangnya sekilas dengan tatapan terharu, dendam di antara mereka
seakan sirna seketika. Tanpa membuang waktu lagi dia langsung menerjang ke arah Oey
Kang.
Oey Kang tertawa terbahak-bahak melihatnya. Tiba-tiba tangannya mengibas, tiga
batang senjata rahasia dikibaskan keluar. Di samping itu secara diam-diam telapak
tangannya yang satu lagi juga sudah menggenggam berbagai senjata rahasia dan siap
dilontarkan.
Keahliannya dalam bidang senjata rahasia justru yang membuat namanya terkenal di
dunia Kangouw. Tetapi apabila tidak bertemu dengan musuh yang benar-benar tangguh,
dia jarang menunjukkan keahliannya itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hati Lok Hong dan Cia Tian Lun tergetar. Mereka maklum sampai di mana kelihaian Oey
Kang di bidang yang satu ini. Wajah mereka menyiratkan perasaan khawatir akan
keselamatan Tan Ki, tetapi mereka saat ini justru sedang kelabakan diserang oleh laki-laki
berpakaian hitam. Oleh karena itu, meskipun ada niat dalam hati untuk membantu, namun
mereka tidak mempunyai kesempatan sama sekali.
Tiba-tiba terlihat Tan Ki menjungkir balikkan tubuhnya, tiga batang senjata rahasia
melesat lewat di samping telinganya. Belum lagi tubuhnya sempat turun di atas tanah,
sekonyong-konyong kembali empat batang senjata rahasia melesat datang kembali.
Tubuh Tan Ki sedang melayang di tengah udara. Meskipun dia berusaha mengerahkan
hawa murninya dan menggeser tubuhnya ke samping, tetapi empat batang senjata
rahasia itu justru mengincar bagian tubuh yang berbeda-beda. Keadaannya saat itu benarbenar
gawat sekali.
Cin Ie yang melihat keadaan calon suaminya, tanpa berpikir panjang lagi langsung
menerjang ke depan. Cin Ying yang berdiri di sebelahnya terkejut sekali, tetapi tidak
sempat lagi dia mencegah tindakan Cin Ie itu.
Tubuh Tan Ki masih melayang-layang di tengah udara. Terdengar Oey Kang tertawa
terbahak-bahak. Tangannya mengibas sekali lagi. Sembilan batang pisau terbang kembali
melesat keluar. Tan Ki sudah pasrah menghadapi nasib yang akan diterimanya.
Justru pada saat itu, tiba-tiba terdengar suara jeritan yang menyayat hati. Darah
memercik ke mana-mana, sesosok tubuh terhempas jatuh di atas tanah. Orang itu tidak
lain adalah Cin Ie.
Di bagian dadanya sudah tertancap sebatang pisau terbang, inilah yang merenggut
nyawanya. Di samping itu pada bagian pundak dan pinggang juga tertancap beberapa
batang senjata rahasia. Wajahnya pucat pasi, darah mengalir dari seluruh panca
inderanya. Orangnya sendiri sudah mati, tetapi sudut bibirnya mengembangkan seulas
senyuman. Otomatis tindakannya ini telah berhasil menyelamatkan selembar jiwa Tan Ki.
Dia merasa bangga dapat mengorbankan diri bagi orang yang dicintainya.
Saat itu Tan Ki sudah melayang turun di atas tanah dan berdiri di sampingnya.
Tubuhnya menggigil, sepasang tangannya mengepal erat-erat. Mimik wajahnya sungguh
tidak enak dilihat. Dia berdiri tegak tanpa mengucapkan sepatah katapun. Dia merasa
telinga berdengung-dengung. Sampai-sampai tangisan Cin Ying pun tidak terdengar jelas
olehnya.
Melihat keadaannya yang seperti orang terkejut itu, diam-diam Oey Kang berpikir dalam
hati: Meskipun tadi jiwamu sempat diselamatkan oleh Cin Ie, tetapi dalam keadaan seperti
sekarang ini, apabila aku melancarkan serangan lagi, mana mungkin kau sanggup
meloloskan diri dari kematian?’
Begitu pikirannya tergerak, tiba-tiba tubuhnya berkelebat dan melancarkan sebuah
serangan.
Tiba-tiba terdengar Lok Hong berteriak de-ngan suara keras, “Hati-hati!”
Pikiran Tan Ki tersentak sadar. Cepat-cepat dia menghimpun hawa murninya dan
mencelat ke belakang. Kembali terdengar Oey Kang tertawa terbahak-bahak…
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Justru ketika dia sedang tertawa itulah, pada jarak tiga depaan di sampingnya terdapat
sebatang pohon siong yang tinggi. Di atasnya berdiri seorang gadis berpakaian putih,
sedangkan di balik batang pohon yang besar berdiri dua orang gadis cilik.
Tampak si gadis cilik berpakaian hijau mendongakkan wajahnya sambil bertanya,
“Siocia, apakah kau dapat melihatnya dengan jelas?”
“Hm, untuk sementara ini dia masih sanggup bertahan.”
Gadis berpakaian hijau itu menarik nafas panjang-panjang.
“Aih… mengapa hati Siocia masih belum juga dapat dipadamkan?”
Tiba-tiba gadis yang berdiri di sampingnya menukas perkataan gadis yang pertama
tadi.
“Cici Mei Hun, kau toh bukannya tidak mengerti perasaan hati Siocia, untuk apa kau
bicara yang bukan-bukan sehingga hatinya bertambah bingung?”
Gadis berpakaian hijau yang pertama hanya menggeleng-gelengkan kepalanya dan
tidak mengucapkan apa-apa lagi.
Tiba-tiba terdengar suara desakan dari mulut si gadis berpakaian putih.
“Dua rombongan orang-orang ini mempunyai gerakan langkah kaki yang cepat. Entah
pihak mana yang datang. Kalau digabungkan mungkin jumlahnya mencapai ratusan
orang.”
****
BAGIAN LX
Sudut bibir Hua Pek Cing maupun Tong Ku Lu menyunggingkan seulas senyuman yang
licik. Mereka memperhatikan pertarungan yang berlangsung antara Tan Ki dan Oey Kang.
Tentu saja bagi mereka, siapapun yang mati tidak menjadi persoalan. Mereka tinggal
mengambil hasilnya saja.
Tepat pada saat itu… dari bagian timur tiba-tiba muncul serombongan orang yang
mendatangi dengan tergesa-gesa. Sementara itu dari arah utara juga muncul lagi
serombongan orang yang jumlahnya mungkin tidak kurang dari lima puluhan orang.
Tiba-tiba terdengar suara menggelegar, segulung bau hangus langsung menerpa
hidung orang-orang yang ada di tempat itu, disusul dengan beberapa sosok bayangan
yang berkelebat. Mereka adalah Mei Ling, Liang Fu Yong, Yan Jen Ping, Ban Jin Bu, Goan
Yu Liong, Cu Cia dan Sam Po Hwesio.
Tampak tangan Cu Cia dan Sam Po Hwesio menggenggam puluhan batang bambu
berisi bahan peledak dan berlari di bagian depan.
Goan Yu Liong memperhatikan keadaan di situ sejenak, kemudian terdengar dia
menarik nafas panjang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Biarpun kita sudah menguras otak membersihkan tempat ini, tetapi kedatangan kita
tetap agak terlambat.”
“Tutup mulutmu!” bentak Cu Cia. “Keadaan Tan-heng sekarang sedang gawatgawatnya.
Jangan sampai perhatiannya terpencar karena mengetahui kehadiran kita.”
Tepat pada saat itu, terdengar suara bentakan Tan Ki yang lantang. Tubuhnya
mencelat mundur dalam waktu yang bersamaan. Tampak Oey Kang berdiri dengan tangan
mendekap dada. Pedang pendek milik Kiau Hun sudah tertancap di dadanya. Darah segar
terus mengalir lewat gagang pedang itu.
Perubahan itu terjadi secara tidak terduga-duga. Meskipun pihak Lam Hay terus
memperhatikan jalannya pertarungan, tetapi karena gerakan tangan Tan Ki terlalu cepat,
mereka sampai tidak sempat melihat bagaimana caranya membunuh Oey Kang. Juga tidak
ada orang yang sempat melihat bahwa menjelang kematiannya, Oey Kang masih sempat
melukai pundak kanan Tan Ki.
Justru ketika tubuh Oey Kang hampir terjengkang rubuh di atas tanah, terdengar Cin
Ying berteriak histeris dan menerjang ke depan sambil mengibaskan pedang di tangannya
ke batang leher Oey Kang. Kepala orang itu langsung menggelinding di atas tanah.
Cia Tian Lun memondong mayat Cin Ie dan berjalan menghampirinya. Wajahnya kelam
sekali menandakan hatinya yang sedang tertekan. Dia berkata dengan suara lirih, “Mari
kita tinggalkan tempat ini.”
Pikiran Cin Ying seperti melayang-layang. Dia menyahut tanpa menolehkan kepalanya
sama sekali.
“Betul, kita memang sudah harus pergi.”
Tan Ki terkejut sekali mendengar perkataannya. Dia segera melesat ke depan dan
menghadang di depan Cin Ying.
“Ke mana iujuan kalian?”
“Dunia ini sangat luas. Ke manapun kita dapat melangkahkan kaki…”
Tan Ki masih berdiri termangu-mangu. Tiba-tiba bayangan tubuh berkelebat, baik Cia
Tian Lun maupun Cin Ying sudah melesat pergi dengan kecepatan kilat. Dalam sekejap
mata mereka sudah menghilang dari pandangan.
Entah apa yang dipikirkan oleh Tan Ki. Bibirnya bergerak-gerak seakan ingin
mengatakan sesuatu tetapi akhirnya dibatalkan.
Tampak Mei Ling berjalan mendekatinya dan memegang lengannya.
“Selamat atas keberhasilan Toako membalas dendam kematian ayah.”
“Hatiku tidak merasa senang karena ini.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Adik Ie mengorbankan dirinya demi menyelamatkan selembar nyawaku…” sahut Tan Ki
sambil menarik nafas panjang.
“Benar. Toako harus mencari jalan agar arwah cici Ie dapat terhibur di alam baka.”
“Aku sedang berpikir, seandainya kau dapat melahirkan beberapa putra atau putri,
bagaimana kalau salah satunya mengikuti marga adik Ie agar hatinya terhibur di alam
sana?”
Wajah Mei Ling tersipu-sipu mendengarkan ucapannya.
“Aku mana mempunyai rejeki sebesar itu… tapi cici Liang mungkin bisa…”
“Apa?” Tan Ki terkejut sekali mendengar perkataannya.
“Cici Liang sudah hamil…”
Wajah Tan Ki langsung berubah berseri-seri. Baru saja dia ingin mengatakan sesuatu
kepada Liang Fu Yong, tiba-tiba telinganya mendengar suara dentingan senjata dan
bentakan nyaring. Cepat-cepat dia menolehkan kepalanya. Entah sejak kapan, baik
rombongan Cu Cia, si pengemis sakti Cian Cong dan bahkan Yibun Siu San dan Tian Bu Cu
sudah muncul di tempat itu dan terlibat dalam pertempuran. Tong Ku Lu menghadapi si
pengemis sakti Cian Cong. Kaucu Pek Kut Kau menghadapi Tian Bu Cu, sedangkan Yibun
Siu San membantu yang lainnya menggebah laki-laki berpakaian hitam yang masih terus
bertarung dengan kalap.
Tan Ki cepat-cepat maju ke depan dan berteriak dengan suara lantang.
“Paman Yibun, saudara-saudara sekalian! Para laki-laki berpakaian hitam itu
terpengaruh oleh semacam obat bius buatan Oey Kang. Walaupun kalian membunuh
semuanya, juga hanya menambah jatuhnya korban saja!” seraya berkata, dia memungut
bendera merah yang terjatuh dari tangan Oey Kang dan mencoba mengibar-ngibarkannya
sebanyak tiga kali. Ternyata para laki-laki berpakaian hitam itu langsung menghentikan
gerakannya, tetapi tetap berdiri kaku di tempat masing-masing. Yibun Siu San pun
mengajak rombongannya menepi ke samping dan melihat perkembangan selanjutnya.
Tan Ki sendiri langsung menghampiri Hua Pek Cing.
“Aku hanya ingin menanyakan suatu hal kepadamu. Kau ingin meneruskan pertikaian
ini atau kembali ke daerahmu dan berjanji tidak akan menginjakkan kaki lagi ke wilayah
Tionggoan?”
Hua Pek Cing tampak ragu-ragu memberikan jawaban. Belum sempat dia berkata apaapa,
tiba-tiba terdengar suara tawa yang panjang. Tahu-tahu di sampingnya sudah berdiri
tocu dari Lam Hay Bun yang misterius.
Hua Pek Cing langsung menjatuhkan dirinya berlutut di depan orang itu. “Suhu…!”
Tocu Lam Hay Bun hanya mendengus dingin. Matanya menatap lekat-lekat pada Tan
Ki.
“Pertanyaanmu tadi salah alamat, seharusnya kau tanyakan kepadaku.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Kalau melihat tampangmu ini, rasanya tidak perlu kita banyak bicara. Ambisimu
mungkin tidak akan sirna sebelum dirimu sendiri terkapar di atas tanah menjadi mayat!”
tanpa memberi kesempatan sedikitpun, tangan Tan Ki bergerak, dia langsung melancarkan
sebuah serangan kepada Tocu dari Lam Hay Bun itu. Sementara itu, tampak si gadis
berpakaian putih keluar dari balik pohon siong dan menghampiri Cu Cia. Dia menyodorkan
sebungkus amplop putih ke hadapannya.
“Bagikan obat ini kepada rekan-rekan yang keracunan. Sebentar saja racun tersebut
akan hilang dari tubuh mereka.”
Cu Cia menyambutnya dengan termangu-mangu. Untuk sesaat dia tidak tahu apa yang
harus dikatakannya. Baru saja dia ingin mengucapkan terima kasih. Si gadis berpakaiari
putih sudah menolehkan kepalanya kepada Mei Hun dan berkata, “Mei Hun, bantu
pengemis itu rubuhkan manusia berpakaian hitam tangannya menunjuk kepada Kaucu Pek
Kut Kau.
Mei Hun segera mengiakan. Tubuhnya berkelebat ke depan dan pedang di tangannya
langsung digerakkan dengan gencar. Baik si pengemis sakti Cian Cong maupun Kaucu Pek
Kut Kau sama-sama terkejut karena tidak menyangka gadis cilik itu akan melancarkan
serangan secara mendadak. Belum lagi sempat dia memaki, tahu-tahu lengan kanannya
sudah tertebas oleh pedang Mei Hun sehingga darah memuncrat ke mana-mana. Tentu
saja Cian Cong tidak ingin menggunakan kesempatan untuk menyerang orang yang sudah
terluka. Dia segera mencelat ke samping dan menyaksikan bagaimana dalam sekejap mata
saja Mei Hun sudah berhasil merubuhkan Kaucu Pek Kut Kau tersebut.
Pertarungan antara Tan Ki dan Tocu Lam Hay Bun semakin lama semakin sengit. Jurusjurus
keji dilancarkan dengan kecepatan yang tidak terkirakan. Mei Ling dan Liang Fu Yong
memperhatikannya dengan wajah menyiratkan perasaan khawatir.
Tian Bu Cu menarik nafas panjang melihat ilmu kepandaian Tan Ki yang sudah
mencapai taraf setinggi itu. Kepalanya menoleh kepada Mei Ling.
“Kau khawatir dia akan kalah bukan?” Mei Ling menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Aku tahu Tan Koko memang sudah berniat mengorbankan diri, tetapi mengingat bayi
dalam kandungan cici Liang…”
Tian Bu Cu tersenyum lembut.
“Ilmu kepandaiannya saat ini sudah mencapai taraf yang tidak terkirakan tingginya, asal
dia tidak memencarkan perhatiannya dan berhati-hati, mungkin dia masih bisa
mengalahkan Tocu dari Lam Hay Bun itu.”
“Tetapi… dia sudah menelan obat beracun, walaupun dia dapat mengalahkan tocu itu,
tetap saja dirinya tidak akan terlepas dari ke-matian…”
“Siapa bilang dia menelan obat beracun. Pinto hanya ingin menjajal ketulusan hatinya.
Obat yang Pinto berikan kepadanya malah sejenis obat penambah tenaga agar
semangatnya tetap terjaga… namun, pinto masih mengkhawatirkan satu hal.”
Wajah Mei Ling dan Liang Fu Yong langsung berseri-seri mendengar keterangannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Apa itu?”
“Tocu Lam Hay Bun itu menguasai semacam ilmu sesat yang mengandung racun keji,
kalau dia sampai menggunakannya, kemungkinan anak Ki…”
Tiba-tiba terlihat gadis berpakaian putih itu berjalan ke depan dengan perlahan-lahan.
Dia berhenti di belakang punggung Tan Ki. Saat itu Tan Ki sedang berdiri tegak dan
menatap Tocu Lam Hay Bun lekat-lekat. Setelah bergebrak dengan orang itu sebanyak
beberapa jurus, Tan Ki sadar tidak mudah menghadapi lawan yang satu ini. Tetapi karena
hatinya sudah nekat untuk gugur demi menebus dosanya, dia langsung mengeluarkan
suara bentakan yang keras. Tubuhnya mencelat ke udara…
Tiba-tiba gadis berpakaian putih yang ada di belakangnya mengangkat sebuah jari
tangannya dan mengirimkan sebuah totokan. Tan Ki merasa punggungnya tergetar.
Pikirannya menjadi jernih seketika, bagian tubuhnya yang biasanya tidak bisa dipakai
mengerahkan tenaga dalam atau pun hawa murni jadi lancar seketika.
Sikap Toa Tocu dari Lam Hay Bun semakin lama semakin memperlihatkan
ketegangannya. Ilmu sesat yang dipelajarinya banyak menghamburkan hawa murni,
apabila menunda waktu terus, lama kelamaan…
Tiba-tiba dia melihat tubuh Tan Ki menerjang datang secepat kilat, tampak pedang
pendek di tangannya mengeluarkan cahaya yang berkilauan. Hati Toa Tocu itu tercekat
setengah mati. Untuk sesaat dia jadi kalang kabut. Kemudian tampak dia menghantamkan
sebuah pukulan ke depan.
Serangan Tan Ki seakan tertahan, bahkan tubuhnya sendiri sempat tergetar oleh angin
kencang yang timbul dari serangan Toa Tocu tersebut. Tepat pada saat itu, tampak si
gadis berpakaian putih kembali melancarkan beberapa buah totokan pada tubuh Tan Ki.
Semangat Tan Ki jadi terbangkit, tubuhnya terasa nyaman. Tenaga dalamnya tiba-tiba
saja bertambah dua kali lipat. Dia mengertakkan giginya erat-erat dan meneruskan
serangannya yang tertunda tadi.
Mimpipun Toa Tocu itu tidak menyangka kalau si gadis berpakaian putih bisa bertindak
menempuh bahaya yang demikian besar. Rupanya totokan yang dilancarkan dari jarak
jauh itu merupakan suatu cara menerobos jalan darah penting tingkat tinggi. Oleh karena
itu, tubuh Tan Ki. yang melayang di tengah udara dalam waktu seketika langsung
merasakan perubahan pada dirinya. Sedangkan Toa Tocu sendiri begitu terkejutnya
sehingga berdiri termangu-mangu.
Justru di saat itulah, pedang pendek Tan Ki sudah menerobos ke dalam jantungnya.
Boleh dibilang hampir dalam waktu yang bersamaan, Tong Ku Lu rubuh di tangan Ciu
Hiang, Hua Pek Cing terkapar bermandikan darah oleh pedang di tangan Mei Hun.
Toa Tocu dari Lam Hay sendiri langsung terjengkang ke belakang dengan nyawa
melayang. Saat itu juga tampak tubuh Tan Ki yang baru mendarat di atas tanah, berdiri
dengan terhuyung-huyung kemudian jatuh tidak sadarkan diri.
Mei Ling dan Liang Fu Yong terkejut sekali. Serentak mereka menghambur ke depan
sambil berteriak, “Tan Koko…! Adik Ki!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wajah keduanya menyiratkan kepanikan yang tidak terkirakan, air mata Mei Ling malah
sudah mengucur dengan deras.
Gadis berpakaian putih maju ke depan satu langkah. Dia menatap Tan Ki sekilas
kemudian berkata, “Jangan khawatir, dia tidak akan mati…”
Sementara itu, Yibun Siu San, Ceng Lam Hong dan Liu Seng bertiga juga menghampiri
dengan tergesa-gesa, “Tetapi luka yang dideritanya…”
“Tidak apa-apa, hanya terkejut karena mendapat totokan pelancar jalan darah di
tengah udara tadi. Aku akan memberinya sebungkus obat agar lukanya dapat sembuh
seperti sediakala, tetapi kalian tidak boleh mengatakan bahwa obat ini merupakan
pemberianku. Hatinya sudah kepalang membenci aku.”
Ketika mengucapkan kata-katanya yang terakhir, air matanya hampir mengalir dengan
deras.
Gadis berpakaian putih itu menahan kepedihan hatinya. Dia melirik Lok Hong sekilas,
kemudian mengeluarkan dua pucuk surat. Yang satu diberikan kepada Mei Ling, yang
satunya lagi disodorkan kepada Ceng Lam Hong.
“Sekarang Lok Locianpwe akan membawanya pergi. Kalian ikutlah dengannya.
Penjelasan yang terperinci bisa kalian ketahui di dalam surat ini.” seraya berkata, matanya
menatap Tan Ki dengan perasaan yang berat. Sampai sekian lama baru dia membalikkan
tubuhnya meninggalkan tempat itu.
Di dalam dunia Bulim, tidak pernah ada seorangpun yang tahu siapa namanya. Ketika
datang, dia membantu mereka menyelesaikan suatu masalah yang besar. Ketika pergi, dia
justru membawa sekeping hatinya yang luka.
Dia sudah mengambil keputusan untuk tidak bertemu lagi dengan Tan Ki. Di dalam
suratnya dia justru meminta kepada Mei Ling, apabila Mei Ling melahirkan anak lelaki
ataupun perempuan, harap satu diantaranya diantarkan ke Ming San untuk diangkatnya
sebagai anak ataupun murid. Tentu saja tidak ada seorangpun yang tahu bagaimana
perasaan hati gadis ini yang sebenarnya…
Matahari mulai terbenam di ufuk barat. Tampak segurat cahaya kemerahan di batas
cakrawala. Empat sosok bayangan berjalan perlahan-lahan di tengah pegunungan. Dua
laki-laki dan dua wanita. Mereka adalah Tan Ki, Lok Hong, Mei Ling dan Liang Fu Yong.
Mereka sedang menuju ke goa di mana terdapat ruangan batu tempat Lok Ing
bersemayam.
Diam-diam Tan Ki sudah mengambil ke-putusan dalam hati untuk tidak meninggalkan
goa itu untuk selama-lamanya. Dia ingin menemani arwah Lok Ing sekaligus
mengundurkan diri dari dunia Bulim yang ruwet. Di sana dia akan membentuk sebuah
keluarga yang bahagia dengan seorang istri dan seorang selir…
****
Ketika pertarungan sudah berakhir dan semuanya kembali ke tempat masing-masing, di
atas sebuah puncak gunung yang tinggi berdiri seorang pemuda berpakaian putih. Dalam
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pelukannya bersandar sesosok mayat seorang gadis yang cantik jelita serta berpakaian
merah.
Gadis dalam pelukannya ini mati karena Tan Ki yang juga merupakan orang yang paling
dicintai gadis itu di dunia ini. Namun hati pemuda berbaju putih itu tidak membenci Tan Ki
sama sekali. Matanya memandang bayangan punggung Tan Ki yang semakin lama
semakin menjauh. Terdengar mulutnya menggumam seorang diri, “Tan-heng, aku akan
mendoakan dirimu…”
Akhirnya dia menundukkan kepalanya kembali. Di tatapnya gadis cantik dalam
pelukannya dan air matapun mengalir dengan deras.
TAMAT
Ditulis Oleh : ali afif ~ Ali Afif Hora Keren
Tulisan Cerita Romantis Kuna Makuna : Dendam Iblis Seribu Wajah 8 Tamat ini diposting oleh ali afif pada hari Jumat, 21 April 2017. Terimakasih atas kunjungan Anda serta kesediaan Anda membaca Tulisan ini di Blog Ali Afif, Bukan Blogger terbaik Indonesia ataupun Legenda Blogger Tegal, Blogger keren ya Bukan. Kritik dan saran dapat anda sampaikan melalui kotak komentar.