baca juga:
- Cerita Romantis Misteri: Iblis Sungai Telaga 1
- Cerita Romantis Kuna Makuna : Dendam Iblis Seribu ...
- Cerita Romantis Lama Bingit : Dendam Iblis Seribu ...
- Cerita Romantis Kuno : Dendam Iblis Seribu Wajah 6...
- Cerita Romantis Klasik : Dendam Iblis Seribu Wajah...
- Cerita Romantis Sedih Mengharukan : Dendam Iblis S...
- Cerita Romantis Bikin Nangis : Dendam Iblis Seribu...
- Cerita Roman Picisan Romantis : Dendam Iblis Serib...
- Cerita Novel Cinta : Dendam Iblis Seribu Wajah 2
- Cerita Cinta Romantis : Dendam Iblis Seribu Wajah ...
Eng Eng setuju, maka pergilah mereka berdua. Jalanan di
belakang gunung itu sukar juga tetapi mereka dapat
melaluinya. Tibalah mereka dilembah sebelah kanan gunung,
lembah mana sebenarnya terapit tiga buah gunung dan
luasnya kira-kira satu bahu sawah. Disebelah kanan itulah
terletak sebuah jurang dalam belasan tombak yang gelap
hingga tak nampak apa-apa. Berada didekat jurang dimana
angin halus berhembus, sudah tercium bau tak sedap dan
amis.
Sampai disitu, Minai tak berani maju lebih jauh, katanya :
“Laba-laba itu bersembunyi didasar jurang ini, didalam sebuah
goa. Nanti aku coba memanggil-manggil, entah tuan Sia
berada ditempat atau tidak….”
Lalu dua kali ketua kampung ini berteriak memanggil.
Tidak ada jawaban, tetapi tidak lama tampaklah seorang
setengah tua dengan baju hijau muda muncul dibawah
sebatang pohon cemara, terus dia mendaki dengan cepat,
gerakannya mirip gerakan seekor kera.
Eng Eng segera memasang mata, hingga ia bisa menerka
orang sudah berusia kira-kira tiga puluh tahun, berkumis
pendek, dahinya lebar dan matanya tajam. Pada pinggangnya
tergantung sebuah kantong piauw, paling dahulu ia
memandang Minai, barulah beralih ke Eng Eng.
Minai lantas menunjuk pada Eng Eng dan berkata pada
orang tua itu :“Tuan ini tadi ditengah jalan sudah membantu
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
seorang penduduk kampung kami yang keracunan, sekarang
ia minta aku mengantarkannya kemari untuk melihat
bagaimana tuan akan membinasakan si laba-laba beracun”
Orang itu tidak menjawab, hanya mengawasi kedua orang
itu, nampaknya dia masgul.
Melihat demikian, Eng Eng memecah kesunyian, katanya
:“Tuan, apakah tuan telah melihat binatang beracun itu?
Dalam hal menolong jiwa sesamanya, bersedia aku
mengeluarkan tenagaku yang tak berarti, maka seandianya
tuan membutuhkan kawan pembantu, tuan perintahkan saja
aku!”
Mendengar kata-kata itu, orang setengah tua itu kelihatan
lenyap kemasgulannya, wajahnya menjadi sedikit terang.
“Kau baik sekali, saudara” katanya. “Justru hari ini aku
sedang memikirkan untuk turun tangan dan lagi kekurangan
seorang pembantu, jika tuan sudi membantu, itulah bagus
sekali!”
“Jangan sungkan tuan” Eng Eng menjawab,”Bilang saja apa
yang harus aku lakukan!”
“Terima kasih!” kata orang itu.
Sampai disitu keduanya lantas belajar kenal satu dengan
yang lain. Eng Eng tambah menghargai orang setengah tua itu
sebab dialah kiranya Sia Hong dengan gelar Cek sian ciang si
Tangan Merah yang tersohor.
Sementara itu Minai lantas minta obat kemudian pulang
terlebih dahulu.
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
Setelah ketua suku itu pergi, Sia Hong berkata pada Eng
Eng, “Binatang beracun itu bakal muncul tak lama lagi, kita
harus bersiap sedia sekarang, mari tuan turut padaku!”
Eng Eng mengangguk, maka keduanya lantas turun
kejurang sambil merembet diatara pohon rotan. Lewat
beberapa tombak jalanannya makin sukar dan sekitarnyapun
mulai remang-remang.
Sesaat kemudian, Sia Hong berdiam diatas sebuah batu
karang besar, sebelah tangannya terus menunjuk ke depan
sambil berkata :“Lihat arah yang kutunjuk itu, didinding
tembok gunung itu ada sebuah gua kecil, itulah tempat si
laba-laba bersembunyi.”
Eng Eng mengawasi, ia dapat melihat goa itu yang tertutup
rumput, goa itu tak akan tampak kalau tidak diperhatikan
benar.
“Binatang beracun itu yang dinamakan siu cu,” Sia Hong
menjelaskan, “Entah mengapa dia bersarang disini, sulitnya
sekarang dia telah menjadi sangat besar dan racunnya
menjadi sangat beracun, hingga untuk dapat didekati….”
Eng Eng mengerutkan kening.
“Habis saudara Sia, bagaimana kau hendak turun tangan?”
tanyanya.
“Telah sekian lama aku awasi binatang itu, dia biasa keluar
lewat magrib buat mencari makan. Keluarnya satu hari satu
kali. Barang makanannya ialah segala kutu dan ular yang lebih
dahulu ia sembur dengan racunnya yang mirip uap itu hingga
bakal mangsanya menjadi pingsan dan beku. Jika terbawa
angin, uap itu dapat melayang jauh dan jika mengenai orang
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
atau binatang yang kebetulan berada dibawah angin, maka
orang itu akan celaka tanpa tahu apa sebabnya. Uap itu
bagaikan hawa, tak boleh tersedot oleh hidung dan
bekerjanya sangat cepat, orangnya pingsan terus mati….”
Baru sekarang Eng Eng mengerti kenapa Salim, orang
Biauw itu pingsan mendadak.
“Saudara, untuk membinasakan laba-laba itu, apakah telah
kau sediakan obat pemunahnya?” tanyanya kemudian.
“Ya” sahut Sia Hong. “Telah aku gunakan waktu beberapa
hari mencari bahan obatnya, lalu terus aku membuatnya
menjadi obat pulung, inilah dia obat itu!” Ia merogoh kantong
obatnya dan mengeluarkan sebutir pil warna kuning tua
sebesar telur burung gereja, sambil mengangsurkannya pada
sahabat barunya itu, ia lalu berkata “Telan ini untuk mencegah
serangan uap beracun itu.”
Eng Eng menyambut obat tersebut yang terus ia masuki
kedalam mulutnya.
“Saudara bagaimana caranya kau hendak membasmi labalaba
itu?” katanya.
“Itu dia sulitnya! Walaupun aku sudah sedia obat
penawarnya aku masih takut datang terlalu dekat untuk
menebas atau menikamnya dengan pedang. Kalau dia sedang
gusar dan menyemburkan racunnya secara hebat, itu sangat
berbahaya….”
“Bagaimana kalau kita serang dia dengan piauw atau panah
tangan?”
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
Itulah jalan satu-satunya, hanya dalam hal ini kita harus
menjaga supaya dia kena telak, karena kalau hanya terluka
dia akan mengamuk dan itu sangatlah berbahaya. Bicara terus
terang, aku kuatir aku tak mampu menggunakan senjata itu
dengan sempurna….” “Bagaimana jika aku mempertunjukkan
sedikit kepandaianku yang tak berarti, yaitu aku membantu
saudara dengan peluruku?”
“Baiklah,” jawab Sia Hong. Hanya Biear bagaimanapun
mereka baru kenal, sehingga ia rada sangsi.
Selama itu, sang waktu terus berjalan, sang surya mulai
doyong kebarat, mereka berdua terus mengawasi goa itu.
Dilain saat, sang magrib sudah tiba, ketika jagat mulai
gelap, maka dari mulut goa tampak sesuatu yang tak terlihat
tadi siang. Itulah sinar hijau yang lembut, yang makin lama
makin terang. Dan ketika jagat mulai benar-benar gelap maka
sinar itu lantas menjadi sepasang cahaya hijau mencorong
sekali. Karena itulah sepasang mata sebesar biji buah persik
yang berada diwajah seekor laba-laba raksasa, yang sangat
besar kepala dan tubuhnya berwarna hitam sedangkan kaki
tangannya yang panjang semua berbulu kuning.
Sia Hong lantas menyiapkan keluar beberapa batang
piauwnya (kongpiauw), sedangkan Eng Eng segera
menyiapkan pelurunya.
Dengan cepat laba-laba itu sudah muncul diluar goa
dengan seluruh badannya. Selagi Eng Eng mengawasi tajam,
tahu-tahu Sia Hong sudah mulai menyerang ke arah perut
binatang itu.
Sang laba-laba tak mengira ada orang mengintai dan
menyerangnya, dua batang kongpiaw menancap pada
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
perutnya tetapi tidak lantas membunuhnya, dia merasa sangat
nyeri dan menjadi gusar karenanya, tak ampun lagi, dia
menyemburkan racunnya yang jahat yang berwarna kuning.
Tepat saat beberapa puluh biji peluru pun datang
menghujaninya.
“Lekas lompat berkelit!” terdengar suara Sia Hong. “Jangan
menghadapinya, racunnya itu tak dapat dihadang!”
Baru Eng Eng mau bergerak, ia merasa lengan kirinya
ditarik, maka ia meneruskan ikut melompat kesamping sejauh
beberapa tombak, karena mereka terus berlompatan dan
ketika mereka berdiri diam untuk menoleh ke belakang,
sempat mereka lihat buyarnya uap kuning itu, makin lama
makin tipis, sedangkan sang laba-laba sudah roboh menjadi
bangkai sebab seluruh tubuhnya penuh terhajar peluru teratai
besi.
Rumput dimulut goa itu pada rebah, rupa-rupanya bekas
diamuk kaki tangannya si laba-laba raksasa itu.
Masih sekian lama Sia Hong diam mengawasi, baru
kemudian berkata :“Syukur binatang berbahaya itu telah dapat
dibinasakan, sekarang marilah kita pulang buat mengatakan
kepada penduduk Biauw supaya mereka menyuruh orang
untuk memendam bangkai ini.
Eng Eng setuju, maka berdua lantas berjalan pulang.
Bukan main girangnya Minai dan warganya, mereka lantas
menjamu kedua orang tamunya dan mereka sangat dihormati
dan dipuji, kemudian mereka berdua diminta suka berdiam
beberapa hari lagi dikampung tersebut.
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
Selama itu hubungan antara Sia Hong dan Eng Eng makin
erat, lalu Eng Eng mendapat tahu bahwa si sahabat benarbenar
seorang ahli hewan beracun, hingga iapun memperoleh
pengetahuan banyak tentang perihal racun, dan semua
penuturan si sahabat ia ingat baik-baik.
Lewat beberapa hari barulah kedua orang itu berlalu dari
Tiam Cong San, lalu mereka berduapun berpisah untuk
melanjutkan perjalanan masing-masing.
Sesudah lewat beberapa tahun Eng Eng mendengar dunia
Kang Ouw memuji nama Sia Hong sebagai Kim Lam It Tok, Si
Tangan Beracun dari Kwiecu Selatan. Ingin ia menemui
sahabatnya itu, sayang orang tersebut tak menentu tempat
tinggalnya hingga sukar mencarinya. Karena itu belum pernah
kedua sahabat itu saling bertemu lagi, sampai terjadi peristiwa
hebat dikuil Siauw Lim Sie itu, sehingga Eng Eng jadi ingat
pula pada sahabatnya itu, demikianlah penuturannya.
In Gwa Sian dan Pek Cut telah mendengarkan dengan
penuh perhatian, dan akhirnya Pek Cut mengerutkan alisnya
dan berkata masgul :“Dengan begitu teranglah Kim Lam It
Tok seorang yang lurus, kenapa sekarang dia ikut kawanan
bajingan dari luar lautan itu? Sungguh aku tidak mengerti.”
“Memang itu aneh tetapi sekarang kita belum mengetahui
sebab musababnya.” berkata Eng Eng. “Dahulupun aku tak
sempat bertanya perihal gurunya, tak tahu aku tabiatnya
secara mendalam. Mungkin ada sebab musabab yang
membuat pikirannya berubah…”
“Siapa lurus siapa sesat, itu cuma soal satu tindak kaki,”
kata Pat Pie Sin Kit. “Sia Hong mempunyai kepandaian
istimewa itu, ia sudah kena terpikat si sesat yang hendak
memanfaatkannya.”
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
Sampai disitu mereka berbicara, tidak ada keputusan apaapa,
lalu Pek cut mengajak Eng Eng mengundurkan diri dari
kamarnya si pengemis luar biasa.
Besoknya tengah hari, Pek Cut menerima berita tibanya Go
Hian Tojin bersama dua orang saudara seperguruannya serta
empat orang muridnya. Go Hian adalah ketua partai Bu Tong
Pay dipropinsi Hopak dan kedua saudaranya itu Seng Hian dan
Leng Hian. Bu Tong Pay cuma kalah ternama sedikit dari
Siauw Lim Sie. Tingkatnya Go Hian sama dengan Pek Cut
sedangkan namanya tersohor berimbang dengan nama In
Gwa Sian. Ketika undangan dikirim yang diharap ialah Go Hian
akan mengirim beberapa orang wakilnya, siapa sangka dia
datang sendiri. Inilah diluar dugaan. Maka Pek Cut dan In Gwa
Sian menjadi heran. Walaupun demikian tanpa ayal mereka
menyambut dengan hormat kedatangan Go Hian, bahkan Pek
Cut mengajak para Tianglo dari Kam Ih dan Tatmo Ih.
Yang luar biasa, walaupun mereka sama-sama ternama,
ketiga orang itu belum pernah bertemu satu dengan lain,
artinya mereka belum pernah berkenalan.
Pek Cut beramai menyambut ditempat yang jauhnya lima
lie dari kuilnya. Selagi menantikan, ia dan rombongannya
melihat bagaimana dua orang muridnya yang bertugas
menjaga diarah itu tengah memimpin rombongan tamutamunya,
tujuh orang imam yang mengenakan Topauw, jubah
keimaman serta punggungnya masing-masing menggendong
pedang, cepat jalannya para tamu itu seperti lari, hingga
kedua penyambutnya yang mesti mendahului mereka pada
bermandikan keringat, padahal waktu itu musim dingin.
Setibanya rombongan itu, Pek Cut maju paling depan untuk
menyambut, ia sudah lantas berhadapan dengan seorang
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
imam tua dengan janggut panjang hingga ke dada dan
jubahnya hijau muda, sembari tertawa ia berkata :“Lolap toh
berhadapan dengan Go Hian Totiang, bukan? Maaf muridku
telah tak jelas membawa berita, hingga lolap tak tahu bahwa
yang tiba totiang sendiri hingga tak dari jauh-jauh lolap
menyambutnya…”
Imam itu tersenyum, ia membalas hormat sambil menjura.
“Tak berani, tak berani pinto menerima kehormatan
demikian besar!” kata dia merendah. “Pinto datang bersama
dua saudara seperguruanku serta ke empat muridku, supaya
mereka itu mudah diperintah-perintah.”
“Lolap tak berani, lolap malu akan mendengar kata-kata
diperintah-perintah itu.” berkata Pek Cut merendah,
“Kedatangan totiang saja sudah membuat kami sangat girang
dan bersyukur dan kami mengharap semoga berkat nama
totiang yang besar kita dapat membasmi kawanan bajingan
luar lautan itu supaya kita dapat melindungi kesejahateraan
rimba persilatan seluruh tionggoan!”
Go Hian merendah, kemudian ia perkenalkan kedua sute,
adik seperguruannya itu, maka Pek Cut pun saling memberi
hormat dengan Seng Hian dan Leng Hian yang baru berusia
empat puluh lebih, rambutnya hitam , matanya tajam. Setelah
itu ia yang ganti memperkenalkan para Tianglonya serta Pat
Pie Sin Kit juga.
Go Hian semua pernah mendengar nama besar si pengemis
aneh, ia tertawa sambil mengurut-urut janggutnya, dengan
ramah ia berkata :“Sudah lama pinto tak dengar nama
Tayhiap banyak disebut orang, kali ini karena ancaman
terhadap kaum rimba persilatan, tayhiap sudi hadir disini,
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
pinto bersyukur sekali. Pasti kaum rimba persilatan juga akan
bersyukur seperti pinto!”
Imam itu memanggil Tayhiap kepada pengemis cabang
atas itu.
“Sebenarnya namaku itu nama kosong belaka!” In Gwa
Sian merendah. “Tak berani aku si pengemis tua menerima
panggilan Toheng ini. Adalah kami yang sangat bersyukur
bahwa Toheng sebagai seorang ketua partai yang namanya
besar bagaikan gunung Tay San, telah sudi menghargai kami
dengan kehadiran Toheng beramai disini guna bekerja untuk
kaum rimba persilatan tionggoan!”
Tiba-tiba Go Hian menghela napas.
“Sebenarnya pihak kamipun telah mendengar perihalnya
kaum bajingan luar lautan itu sudah mendatangi Tionggoan,”
katanya masgul. “Hanya diluar dugaan kami bahwa
bergeraknya mereka begini cepat. Siauw Lim Sie dan Bu Tong
berasal dari satu kaum, kita bagaikan gigi dan bibir, maka itu
jangan kata Siauw Lim Pay yang mengundang, biarpun cuma
Pek Cut Taysu sendiri, Bu Tong Pay sudah seharusnya dapat
memberi jasanya yang tak berarti. Itulah sebabnya kenapa
pinto setelah menerima surat undangan, sudah lantas
berangkat kemari!”
“Terima kasih, terima kasih!” Pek Cut balas menjawab.
“Toheng beramai sudah melakukan perjalanan jauh, itulah
artinya penderitaan, maka itu silahkan kita pergi kegubuk kami
supaya kami dapat menyambutnya sebagaimana layaknya
tuan rumah. Perkenankanlah lolap memimpin jalan!”
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
Berkata begitu, benar-benar Pek Cut memutar tubuh buat
bertindak pergi, maka In Gwa Sian lantas mengikutinya,
hingga mereka lantas diikuti oleh para tamunya.
Disepanjang jalan, asal bertemu pendeta, semua pendeta
itu menghunjuk hormat dan mengucapkan selamat datang.
Mereka ini mengagumi pihak Bu Tong Pay, sebab mereka tahu
nama Seng Hian dan Leng Hian sangat tersohor sebagai ahliahli
pedang, kalau mereka itu lihai, pasti lihai pula Go Hian
sebagai suheng dan cianbunjin partai.
Pak Cut mengajak tamunya berkumpul di Tatmo dimana
sudah lantas disajikan barang barang hidangan , delapan
orang kacung bersiap melayani mereka, sedang diluar ruangan
berkumpul dua ratus orang pendeta sebagai pengawal
kehormatan. Pula telah diperdengarkan bunyi tetabuhan
diwaktu mereka menyambut tetamu, semua memuji :“Amidha
Budha!”
Itulah cara penyambutan besar dari Siauw Lim Sie terhadap
tetamunya yang dipandang agung, melihat hal itu Go Hian
beramai bangkit untuk mengatakan dengan merendah bahwa
ia tak sanggup menerima penghormatan itu.
“Inilah melulu disebabkan bersyukurnya kami, karena
seorang ketua partai besar seperti Bu Tong Pay telah sudi
datang mengunjungi Tiong Gak,” kata Pek Cut. “Silahkan
duduk, mari mengeringi tiga cawan!”
“Biar bagaimana kedatangan kami ini adalah hal yang
biasa,” berkata Go hian, “Tadinya pinto sudah mengambil
keputusan buat hidup menyendiri, guna menyingkir dari
segala keruwetan tetapi sekarang tidak.”
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
“Demikian juga maksud kami dari Siauw Lim Pay,” kata Pek
Cut, “Murid-murid kami banyak yang merantau, tetapi mereka
itu telah dipesan untuk tidak sembarangan melakukan
pembunuhan, siapa tahu kami toh disatroni kawanan bajingan
luar lautan itu…”
Lantas ketua Siauw Lim Sie menjelaskan bagaimana muridmuridnya
kena dibokong dengan racun bahkan ada dua yang
dipenggal batang lehernya!
Mendengar keterangan itu, alis Go Hian terbangun, itulah
tanda dari kemurkaannya.
“Kawanan bajingan itu tinggal terpisah dari kami jauhnya
laksaan lie, tetapi siapa tahu mereka toh datang menyatroni,”
Pek Cut melanjutkan, “Maka itu teranglah maksud mereka
bukan untuk membasmi Siauw Lim Sie saja. Itulah sebabnya
kami membuat undangan umum buat mengajak sesama kaum
persilatan bekerja sama guna menantang dan mencegah
berhasilnya maksud jahat rombongan itu.”
“Itupula sebabnya kenapa kami datang kemari.” Go Hian
memberi kepastian. Kami mengerti ilmu silat cuma kulitnya
saja, karenanya kami bersedia menerima pelbagai perintah.
“Toheng hanya merendah,” berkata Pek Cut, “Siapa yang
tak pernah mendengar nama Bu Tong Siang Kiam?
Kedatangan Toheng beramai ini membuat kami merasa sangat
mendapat muka!”
“Bu Tong Siang Kiam” ialah sepasang jago pedang dari Bu
Tong Pay.
Berkata begitu Pek Cut menghela napas, lalu ia
menambahkan: “Sebenarnya, apabila tidak ada In Tayhiap
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
yang mendesak kami, tak berani kami turut membuat
undangan umum ini…..”
Go Hian mengalihkan pandang matanya dari pendeta itu
kepada si pengemis tua, lekas-lekas ia berkata: “Pinto malas
sekali, sudah beberapa puluh tahun tak pernah pinto
merantau, karena itu pinto cuma mendengar saja nama
tayhiap banyak disebut orang, tapi hari ini kita dapat bertemu
muka, sungguh pinto banyak bersyukur!”
In Gwa Sian tersenyum,
“Namaku si pengemis cuma nama kosong belaka,”
bilangnya. “Tak berani aku menerima pujian dari Toheng.”
“Dijaman ini siapakah yang tidak kenal Tek Cio Siangjin,
Heng San Kiamkek dan Pat Pie Sin Kit tiga orang besar?” kata
pula imam dari Bu Tong Pay itu. “Pinto pun telah mendengar
halnya saudara In bersahabat erat dengan Tek Cio Totiang,
maka itu dalam urusan kita ini tentunya Siangjin pun turut
diundang. Kapankah kiranya Siangjin bakal tiba, supaya pinto
dapat bertemu dengannya?”
“Tek Cio sihidung kerbau adalah orang paling aneh,” sahut
In Gwa Sian, yang menghela napas.
“Sudah sejak setengah tahun lalu dia telah pergi jauh.”
Tiba-tiba saja pengemis ini menghentikan kata-katanya itu.
Itulah disebabkan ia ingat akan sebutan “sihidung kerbau” itu.
Ia sudah keterlepasan ngomong. Bukankah ketujuh tamunya
ini imam seperti Tek Cio sahabatnya itu? Ia tersenyum jengah,
terus ia menutup mulutnya.
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
Agaknya Go Hian tidak menghiraukan kata-kata “sihidung
kerbau” itu, dia tersenyum ketika dia melanjuti bicara. Kali ini
dia tanya. Heng San Kiamkek turut diundang atau tidak.
“Katanya dia sangat lihai dengan sebatang pedangnya,” ia
menambahkan, “Kalau dia turut diundang, pasti kita akan
berhasil membasmi kawanan bajingan luar lautan itu.”
“Kami memikir buat mengundang Heng San Kiamkek, tapi
tak dapat,” Pek Cut mewakili In Gwa Sian menjawab.
“Sekarang ini ia tak ketentuan tempatnya, jadi sukar untuk
mengirimkan undangan kepadanya.”
Go Hian agak menyesal, tetapi ia tidak bilang apa-apa.
Demikian mereka berjamu sembari memasang omong.
Selang satu jam, perjamuan itu ditutup, terus Pek Cut
mengantarkan para tetamunya kekamar yang sudah
disediakan buat mereka itu. Hingga selanjutnya Go Hian
semua berdiam didalam kuil Siauw Lim Sie itu.
Waktu berjalan dengan cepat, tibalah tanggal sembilan
bulan pertama. Sekalian pendeta yang diutus menyampaikan
surat undangan sudah pada pulang dengan saling susul.
Sedangkan para undangan telah datang silih berganti.
Diantaranya adalah Uan Tio Siang Can yang belum tiba. Cuma
mereka itu terhitung orang-orang dari kalangan sesat bukan
luruspun bukan..”
Pada suatu hari In Gwa Sian pergi ke belakang gunung,
kegubuk kedua nona. Selekasnya dia masuk kedalam gubuk,
dia jadi terkejut saking herannya. Ini disebabkan dia
mendapati mereka itu lagi bersiap berkemas untuk berangkat.
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
“Eh, eh, anak-anak!” tegurnya heran, “Kemana kalian
hendak pergi?”
Kiauw In dan Giok Peng tidak menjawab pertanyaan itu,
mereka terus berkemas-kemas.
Pengemis tua itu mengawasi tajam, lalu dia menengadah
ke langit dan tertawa lebar.
“Kalian berdua, kalian sangat nakal” katanya nyaring. Dia
tidak gusar walaupun dia seperti dipermainkan. “Sekarang
kalian menjadi gagu agaknya. apakah kalian mau main gila?
apakah kalian memberikan teka-teki kepadaku si pengemis tua
supaya aku menerkanya?”
Sekali lagi dia tertawa.
Kiauw In mencibir mulutnya. Tiba-tiba diapun tertawa.
“Aku tidak gagu!” sahutnya. Dan ia tertawa pula. “Jika
paman hendak menebak silahkan menebak!”
Giok Peng sementara itu berulang kali mengedipkan
matanya pada si kakak, maksudnya mencegah orang
membocorkan “rahasia” supaya rencana mereka jangan gagal,
akan tetapi Kiauw In berpura-pura tidak melihatnya, ia tetap
dengan tingkahnya itu hingga membuat si adik Peng heran
dan ragu-ragu. Dengan sepasang matanya yang jeli Giok Peng
terus mengawasi kakaknya itu.
In Gwa Sian sebaliknya tidak memperhatikan atau lebih
tepat tidak memperdulikan gerak geriknya Giok Peng itu,
bahkan dia sudah lantas mengulurkan tangannya mencekal
Kiauw In sembari berkata keras: “Anak In, apakah kau sangka
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
aku tidak tahu? Hm! Kalau kalian berdua bukannya hendak
pergi mencari dia, siapa lagi?”
Kiauw In tertawa seenaknya saja.
“Dia siapa?” tanyanya. Sedikitpun ia tak nampak likat atau
jengah.
Si pengemis tua tertawa lebar.
“Dia siapa?” ia mengulangi, “Siapa lagi! Dialah anak Hiong!”
Kedua nona saling mengawasi, mereka tersenyum.
“Mana dapat kalian mendustai aku si orang tua?” berkata
In Gwa Sian. “Janganlah berpikir demikian! Ketika anak Hiong
meninggalkan gunung, didalam suratnya sudah ditulis jelas
bahwa lain tahun bulan pertama tanggal lima belas dia bakal
kembali ke Tiong Gak, maka jika kalian hendak pergi asalasalan
untuk mencarinya, pikiran kalian itu pikiran tolol!”
“Paman keliru!” berkata Giok Peng, “Walaupun benar kami
hendak mencari seseorang, tapi dia bukanlah adik Hiong!”
Pat Pie Sin Kit melengak sejenak, terus dia berpikir.
“Habis anak Peng, siapakah yang hendak kalian cari?”
tanyanya, “Lekas bilang!”
Si nona tapinya menggeleng kepala.
“Anak tak akan memberitahukan,” sahutnya.
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
Pengemis tua merasa aneh. Ia mengawasi kedua nona
bergantian, kebetulan Giok Peng tunduk untuk merapikan
bajunya, ia lalu tarik lengan Kiauw In buat diajak pergi keluar.
“Anak In, apakah kalian hendak pergi bersama?” dia tanya
sungguh-sungguh setibanya dihalaman luar. “Jangan kau
membohongi padaku!”
“Anak cuma akan mengantarkan dia,” sahut Nona Cio.
“Anak sendiri mempunyai tempat tujuan lain?”
In Gwa Sian menjadi heran, ia bingung. Ia mengurut-urut
kumisnya dengan tidak tahu harus bilang apa, ia berdiam saja.
“Anak telah bicara jelas!” berkata Kiauw In menegaskan.
“Paman tak akan bertanya tanya pula, bukan?”
Lantas si nona membalik tubuh untuk kembali kedalam,
terus ia menurunkan pedang yang tergantung ditembok lalu
diletakkannya dimeja, kemudian ia membantu Giok Peng
merapikan buntalannya.
In Gwa Sian sudah lantas kembali kedalam sambil bertolak
pinggang, ia berdiri di depan kedua nona.
“Karena kalian tidak mau bicara, aku juga tidak akan
memaksa!” katanya dengan suara tinggi.
“Tapi sekarang kalian harus terangkan padaku, kalian
hendak berangkat hari ini atau besok?”
Giok Peng mengangkat kepalanya.
“Kami akan berangkat besok!” sahutnya singkat.
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
In Gwa Sian menghela napas.
“Kalian mau pergi juga, nah pergilah, kalian bebas!”
katanya. “Hanya kalau nanti anak Hiong kembali kesini,
apakah kata kalian? Kalian ada pesan atau tidak? Bicaralah!”
“Tidak!” menjawab kedua nona berbareng, singkat.
Mendengar itu, tanpa terasa si pengemis menggeleng
kepala, dan tanpa bilang apa-apa lagi dengan perlahan ia
bertindak keluar….
Selekasnya orang berlalu, Kiauw In tertawa, bahkan sambil
bertepuk tangan, katanya: “Adik Peng, hari ini kita dapat
menggoda paman In!”
“Tetapi paman mengatakan hal yang benar” Giok Peng
bilang. “Kalau benar adik Hiong pulang dalam beberapa hari
ini, bagaimana?”
“Mungkinkah dia akan pergi mencari kita?”
Kiauw In menenangkan. “Adik Peng, kau cuma memikirkan
dia seorang, kau sampai melupakan urusan besar!”
Giok Peng menubruk kakaknya itu.
“Kakak, kakak, aku tidak mau!” katanya.
“Kakak kau permainkan aku! Ah, aku tak mau pergi!”
Kiauw In lantas merangkul adiknya itu, hendak ia
menggoda namun dibatalkannya. Karena Hauw Yan yang lagi
tidur membalik tubuh untuk menyingkap selimutnya, terus
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
anak itu bangun akan duduk sambil ia memanggil: “Mama!
Mama!”
Giok Peng melepaskan diri, ia lari kepada anaknya itu yang
baginya bagaikan mestika. Sambil memeluk anak itu ia
berkata: “Anak, ibumu disini! Apakah kau ingin makan?”
Hauw Yan merangkul leher ibunya itu.
“Mama, kenapa ayah masih belum kembali?” tanyanya.
Ditanya lain, ia menjawab lain. “Mama, lekas cari ayah, ajak
ayah pulang! Hendak aku mengajak ayah pergi kegunung
memetik buah!”
Kiauw In menghampiri ibu dan anak itu, menepuk-nepuk
lengan Hauw Yan.
“Hauw Yan” katanya sabar, “Besok bersama ibumu akan
aku ajak pergi mencari ayahmu, sekarang jangan kau ganggu
ibumu.”
“Aku tidak mau ikut” kata anak itu yang merangkul terus
pada ibunya, “aku hanya ingin mama mencari ayah!”
Kiauw In menyilangkan tangan di muka bocah itu.
“Kau lihat,” katanya, “Kau sekarang telah berusia lima
tahun! Tak malukah kau selalu mencari ayah dan ibumu?”
Hauw Yan memegang tangan orang, untuk dibawa
kemulutnya buat digigit!
“Haha!” tertawa Kiauw In. “Kau nakal ya? Bagaimana kau
hendak menggigit tangan otang?”
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
“Habis aku dilarang mencari ayah….” kata anak itu.
“Huss!” Giok Peng mengasih dengar suara Hauw Yan lantas
tertawa.
Malam itu Giok Peng meniduri anaknya, lalu ia duduk
bersama Kiauw In, membicarakan rencana mereka.
Sebenarnya mereka itu disamping rencana mereka, juga mau
bekerja masing-masing.
Rencananya Kiauw In begini : Kiauw In menerka Hong Kun
yang mencuri kitab, ia ingin Giok Peng yang mengambilnya
kembali, caranya yaitu Giok Peng harus bersikap baik terhadap
Hong Kun dan memberinya pengertian. Kitab itu mesti didapat
pulang, kesatu supaya tidak hilang, kedua agar mereka
bertiga dapat bersama-sama memahami dan meyakininya. Tak
dapat isi kitab itu dipelajari orang lain karena akan sangat
berbahaya bagi rimba persilatan. Pertemuan diantara Giok
Peng dan Hong Kun itupun perlu guna memutuskan tali
asmara diantara mereka berdua, supaya It Hiong tidak
terganggu lebih jauh. Mulanya Giok Peng menolak rencana
tersebut, akhirnya ia kena bujuk dan menyetujuinya. Mereka
akan pergi bersama, tetapi Kiauw In mau terus pulang ke Pay
In Nia guna mendapat kepastian, It Hiong telah pulang
kegunungnya atau tidak. Mereka mengharap akan kembali ke
Tiong Gak tanpa terlambat, agar mereka dapat menghadiri
rapat besar demi membantu Pek Cut. Rencana itu tak mau
dibocorkan walaupun terhadap In Gwa Sian. Merekapun akan
berangkat besok pagi secara diam-diam.
Selesai bicara mereka memadamkan api dan terus tidur.
Tengah malam itu datang angin utara yang hebat, hingga
saling beterbangan membuat hawa menjadi dingin luar biasa.
Angin itu tak mau berhenti, daun jendela diserbu berulangKang
Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
ulang. Hauw Yan tak dapat tidur, sebentar-sebentar dia
memanggil ibunya, hingga Giok Peng turut menjadi sukar tidur
pula.
Kiauw In pun mendusin dengan terperanjat.
Ia menanti sampai jam lima. Diluar dugaan angin menderuderu
lebih kencang hingga hawa menjadi dingin hampir tak
dapat dilawan.
Akhirnya Giok Peng lompat turun dari pembaringannya, ia
iangin menyalakan api. Tiba-tiba dari arah pintu gerbang kuil,
terdengar riuh suara genta hingga membisingkan telinga,
memecah kesunyian malam dan membuat hati orang gentar…
Mengerti bahwa itulah genta kuil yang merupakan tanda
bahaya, Giok Peng lantas menolak tubuh Kiauw In untuk
dibangunkan, terus membisiki sang kakak agar sang kakak
memasang telinga.
Alis nona Cio rapat satu dengan lain, dengan cepat ia
meniup dan memadamkan api untuk terus membisiki
kawannya: “Pastilah kawanan bajingan dari luar lautan itu
telah datang menyerbu pula secara membokong! Lekas kau
gendong Hauw Yan, aku sendiri mau keluar untuk melihatlihat!”
“Kakak lebih baik kita pergi bersama.” Giok Peng berkata.
“Aku kira tidak ada halangannya kalau kita membiarkan Hauw
Yan tidur seorang diri…” Ia lantas menghampiri anaknya untuk
membisiki telinganya, kemudian ia menjemput dua batang
pedang diatas meja, satu dikasihhkan pada kakaknya.
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
Kiauw In menyambuti. Lantas keduanya pergi keluar. Habis
menutup pintu mereka memecah diri ke kiri dan kanan berlalu
sambil saban-saban mendekam.
Giok Peng pergi ke kiri, habis memutari rimba ia menuju
kepondokan belakang yaitu Lohan Tong. ruang Arhat tempat
para pendeta belajar silat yang lantainya beralaskan batu
persegi, hanya ubinnya sudah tidak rata bekas latihan keras
dari banyak tahun. Syukur ia pandai ilmu ringan tubuh dan
matanya awas, ubin tak rata itu tidak menyusahkannya.
Ruang itupun mendapat penerangan dari cahaya rembulan,
sebab saat itu si putri malam sedang terangnya. Lentera
didalam ruang tidak dinyalakan rupanya sudah dipadamkan,
tetapi ditubuh delapan belas patung arhat nampak cahaya
cukup nyata, semua berdiam ditempatnya masing-masing
dalam kesunyian ruang itu. Diluar situpun tidak ada orang,
kecuali angin yang menggoyang-goyang pohon-pohon bambu
dan menimbulkan suara gesekannya.
Ketika itu suara genta sudah berhenti, rupanya gantinya
adalah suara berlarinya sepatu dari beberapa puluh pendeta
dari dua pendopo depan berlari-lari kehalaman luar. Suara itu
tak lama lantas hilang.
Disaat Giok Peng hendak melintasi pendopo Tay Hiong Pothian
mendadak ia ingar putranya, ia menjadi ragu-ragu,
tengah ia berpikir matanya melihat satu bayangan berkelebat
disebelah kiri pintu Pekarangan, bergeraknya sangat pesat
hingga sukar dilihat dengan jelas, karena itu ia menjadi curiga,
segera ia melompat menyusul, pedangnya diputar guna
melindungi dirinya.
Setelah melewati pintu, Nona Pek melihat sebuah taman
kecil yang berdampingan dengan sekelompok kamar pendeta.
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
Itulah halaman barat. Ia melintasi halaman itu, dari sini ia
memutar ke pendopo Tay Hiong Po-thian dan di depan sana
letaknya pintu gerbang. Ia lompat naik keatas genteng terus
melintasinya. genteng itu penuh salju, lantas ia tiba ditepian
payon. Dibawah itu ada sebuah pohon bwe yang bunganya
putih sedang mekar. Disini sinar putih dari salju membuat
sekitarnya terang.
Selagi Giok Peng hendak lompat turun, mendadak kakinya
yang sebelah terpeleset salju, berbareng dengan mana dari
samping menyambar segumpal benda. Ia menerka kepada
bokongan orang jahat. Maka ia berteriak: “Jahanam, jangan
curang!” sambil membentak ia berkelit seraya melompat turun
kehalaman. Baru ia meletakkan kakinya, serangan sudah
datang lagi, kali ini terus bertubi-tubi. Celakanya halaman itu
penuh dengan es hingga sulit menaruh kaki disitu.
Pada saat terancam itu, Giok Peng berlaku cerdik dan
cepat. Ia putar pedang di depannya, menghalau setiap
serangan gumpalan salju, dilain pihak ia lompat mundur
kepohon guna melindungi diri di belakang pohon itu. Ia
berlompatan dengan gerakan “Walet pulang sarang”.
Hebat serangan gelap itu, walaupun senjatanya cuma
gumpalan es, batang pohon terhajar hingga terdengar suara
berisik dan cabangnya pada bergoyang-goyang, hingga salju
diatasnya berjatuhan bagai hujan.
Untuk menghindarkan diri lebih jauh, nona Pek
berlompatan lagi kesamping, kali ini dengan gerakan “Walet
Menembus Tirai”. Ia jadi berada di depan sebuah pendopo.
disitu tergantung sebuah genta yang besar yang biasa
digunakan sebagai pertanda untuk para pendeta bersantap
pagi dan sore.
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
Disitu Giok Peng berpikir dengan cepat. Tay Hiong Po-thian
sunyi, demikian juga pendopo kiri kanannya. Kemanakah
perginya semua pendeta? Bukankah musuh tengah menyerbu?
Apakah mereka terkena tipu daya musuh “Memancing
Harimau Meninggalkan Sarang”? Itulah berbahaya. Itu artinya
kuil kosong. Maka ia memikirkan untuk membunyikan genta.
Tapi terlalu berbahaya jika ia harus mengambil tambang yang
dikaitkan sebuah martil kecil alat untuk memukul genta, ia lalu
mengayun kakinya menjejak genta itu!
Segera terdengar suara nyaring berisik, berulang-ulang
yang terdengar sampai ketempat yang jauh.
Hanya belum berhenti suara genta itu, tiba-tiba dari
belakang pohon terdengar sebuah suara menghina: “Nona
kecil, para pendeta sudah kabur semuanya, maka itu kau
biarlah aku yang melayani.”
Giok Peng terkejut. Inilah yang tidak ia sangka. Ia
menerka, suara itu tentulah dikeluarkan bayangan tadi. Belum
lagi ia memberi jawaban, kembali ia dibuat kaget sekali, kali
ini dengan menyambarnya seutas tali yang panjang, yang
mengancam menjerat lehernya.
Dalam kagetnya, Giok Peng membela diri. Ia menunduk
sambil pedangnya disabetkan keatas ke arah tali itu untuk
memapasnya putus. Ia menggunakan tipu tebasan
“Membisakan Awan dan Halimun”, karena ia mendongkol,
iapun mendamprat: “Jahanam tak punya muka! Lihat senjata
nonamu!”
Orang yang bersembunyi itu tertawa mengejek, terus ia
berkata: “Haha, malam ini aku datang sengaja untuk
menjengukmu nona! nona yang baik, kau tahu sendiri, para
pendeta itu adalah bangsa orang suci yang tak menghendaki
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
istri, mereka itu beda dengan aku, Haha! Nona baiklah kau
ikut aku ke pulau To Liong To untuk hidup senang dan
bahagia! Pulauku itu jauh lebih hebat dari pada kuil sunyi ini.
Dan kau akan jauh lebih berbahagia daripada mengikuti
kawanan pendeta itu!”
Kata-kata orang itu membuat nona Pek gusar sekali,
hatinya amat panas, hampir ia membalas mendamprat tapi ia
batalkan begitu mendengar disebutnya nama To Liong To,
pulau naga melengkung. Jadi benar penyerbu ini orang luar
lautan, pastilah datang dalam jumlah besar. Maka mereka itu
tidak boleh dipandang ringan. Para pendeta pun belum pada
kembali.
“Baiklah aku layani dia bicara, barangkali saja aku bisa
mendapat tahu siapa dia sebenarnya…” demikian pikirannya.
Maka tenanglah hatinya. Maka ia melanjutkan menjejak lagi
genta itu dilain pihak ia membuka suaranya, katanya: “Kalau
kau benar orang kosen dari To Liong To, kenapa kau
memasuki kuil seperti maling? Bukankah selain kau masih ada
konco-koncomu yang lain?”
Orang didalam gelap itu telah menarik kembali talinya, ia
tahu setelah gagal kali yang pertama, yang kedua kali pasti
tak ada gunanya. Ia ternyata berada diatas pohon, dari atas
itu ia mengeluarkan juga suaranya: “Eh nona, apakah kau tak
kenal sebuah pepatah kuno “Perang tak pantang haram”. Kau
harus ketahui, kami yang datang maksud kami tidak baik tak
nanti dia datang menyambuti. Mari nona, tuan besarmu Cut
Tong Kauw, Thie Siong Kang tak dapat menanti lama!
Mendengar suara orang itu, tahulah Giok Peng bahwa
manusia ceriwis itu ialah si “Ular Naga Keluar dari Gua” (Cut
Tong Kauw), tapi belum sempat memberi jawaban musuhnya
itu sudah menggunakan pula tali bandringannya. Hanya kali ini
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
dia bukan mengarah leher melainkan hanya melayangkan
talinya dari kiri ke kanan untuk melilit tubuh.
Mulanya Giok Peng mau menebas, namun ia melihat ujung
tali itu tanpa kepalanya yang bundar, ia lantas menerka
kepada tipu daya jago To Liong to itu. Maka ia batal menebas.
Ia menjejak genta untuk membuat tubuhnya melesat. Begitu
lekas ia menyingkir, begitu lekas juga genta itu kena terlibat
tali musuh dan tertarik keras hingga gentanya berbunyi
nyaring.
Menyaksikan hal itu tahulah si nona bahwa Thie Siong Kang
bertenaga besar sekali. Iapun lantas memikirkan daya buat
berlalu dari situ. Dengan musuh berdiam diatas dan ia
dibawah , ia terancam bahaya. sebab ia kalah kedudukan yang
baik. Ia lantas memutuskan untuk menanti kembalinya para
pendeta…
Tanpa ragu lagi Giok Peng berlompat sejauh dua tombak
hingga ia berada dekat dengan pintu gerbang, lagi satu
lompatan ia akan berada disebelah luar. Tapi ketika ia melihat
pintu, ia heran. Disitu telah bertumpuk banyak batang pohon
yang panjang dan pendek. Umpama kata mirip bukit. Pasti
berabe sekali andiakata ia mesti singkirkan semua rintangan
itu. Terpaksa ia mencari jalan keluar lainnya. Begitulah ia
putar pedangnya sambil ia membentak:
“Jahanam hendak aku mengadu jiwa denganmu!”
Walaupun demikian ia menempelkan tubuhnya pada tembok
sambil jalan dan melindungi dirinya disisi tiang pendopo.
Setelah itu ia lompat untuk sampai dipendopo Tay Hiong Pothian.
Ia hendak lewat pendopo belakang guna melintasi
deretan kamar dan keluar dari situ….
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
Thie Siong Kang ternyata pintar sekali. Dia telah menduga
si nona telah tertutup jalan majunya dan pasti bakal mundur
teratur, maka dia lantas menjaga dipendopo. Untuk itu dengan
gesit dia lompat turun dari atas pohon dan terus
menempatkan dirinya. Maka ketika Giok Peng datang
mendekat, mendadak dia menggunakan tali bandringannya
sambil dia berseru: “Nona yang baik, baiklah kau letaki
pedangmu, supaya dengan baik kau turuti aku! Percayaitu aku
Cut Tong Kauw, tidak nanti akan menyia-nyiakanmu. Pulau To
Liong To gunungnya indah permai, barang makanannya
lengkap dan lezat! Semuanya sedia untuk kau cicipi dan
makan sepuasnya! Anginnyapun sejuk dan gelombangnya
tenang, hingga pastilah kita bergembira andiakata kita berdua
naik perahu akan berpesiar bersama-sama! Setiap hari akan
aku temani kau selalu! Nah, marilah kita…
Tak sudi Giok Peng kena ringkus tali itu, juga tak mau ia
menyambutinya dengan pedangnya, hanya setelah menanti
hampir tibanya ujung tali, mendadak ia lompat mencelat untuk
menjauhkan diri. Pedangnya diputar buat melindungi diri.
Itulah salah satu jurus dari ilmu pedang Khie Bun Pat Kwa
Kiam. Selekasnya ia bebas dari ancaman tali bandringan itu,
iapun lompat melesat justru ke arah musuh itu, jago To Liong
To itu justru sedang terbuka dadanya sebab dia lagi
membandring si nona. Tapi dia benar-benar kosen, walaupun
seperti dibokong itu masih dapat ia mengelakkan diri.
“Bagus” dia berseru. Bukannya dia menangkis, dia justru
mencelat pergi, berkelit dari serangan yang berbahaya itu.
Segera dia bertindak dan menatap lawannya, mtanya melirik
tajam. Menyusul itu dia bertindak maju sambil tertawa dia
menantang: “Nona yang baik, jangan kelewat kasar! Mari
maju lagi!”
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
Kembali Siong Kang menggunakan tali bandringannya yang
lihai itu. Nampaknya dia ingin memberi hormat, sebenarnya
dia bersiap untuk melanjutkan serangannya. Disaat itu dia
bersikap sombong dan wajahnya menunjukkan
kejumawaannya.
Giok Peng mengawasi dengan tajam. Ia mengerti bahwa ia
terancam bahaya kalau ia kurang jeli dan kurang gesit. Ia
mendongkol maka mukanya menjadi bersemu merah.
Siong Kangpun mengawasi si nona itu yang dimatanya
tampak semakin cantik dan manis. Dia memang seorang
bajingan yang berparas elok. Dipulaunya, aturannya keras, tak
berani dia sembarang main gila, tidak demikian apabila dia
berada diluar wilayahnya. Dia menjadi bebas bebas, dialah si
tukang menghina wanita. Memang dia bertugas meronda
dibagian luar, jadi ia sering meninggalkan pulaunya,
menyeberang buat beberapa lama untuk mencari kesempatan
memuaskan nafsunya. Demikian juga ketika ia melihat Giok
Peng, dia tertarik bukan main dan berniat mengganggu nona
itu. Dia sampai mengeluarkan iler.
Jilid 5
"Nona yang baik, aku Cut Tong Kay, aku kenal aturan,"
kata dia mencoba bersikap sabar.
"Aku tahu kau tuan rumah dan aku tetamu, dan aku tahu
pula pepatah yang berkata, tamu-tamu tak dapat memaksa,
kau tuan rumahnya! Begitulah sekarang ini, aku suka
mengalah didalam tiga jurus, tak akan aku membalas
menyerang padamu tetapi jika dalam tiga jurus kau tak
mampu mengalahkan aku, bagaimana?" Giok Peng
mendongkol dan gusar, tak sudi ia melayani bicara.
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
"Siapa mau mengalah dari kau sekalipun buat tiga jurus!"
bentak si nona.
"Aku akan layani kau sampai seratus jurus ..."
Siong Kang menyela dengan tawa nyaring, bandering
ditangannya diulapkan.
"Nona, jangan kau memandang enteng taliku ini!" katanya.
"Taliku ini sama dengan aku sendiri ialah sudah lama
tersohornya! Mari aku bilangi kau secara terus terang! Taliku
ini bernama Twle Hun Toat Beng So, artinya tali pengejar roh
dan perampas nyawa! Taliku lebih hebat daripada Kwa Sian
So, tali peranti meringkus dewa, dan selama sepuluh tahun
entah berapa banyak orang kangouw kosen yang telah
kuringkus bagaikan babi dan kambing untuk diseret ke Po
Liong To dimana mereka dibunuh dan kulitnya dibeset
mayatnyapun ludas! Hanya kalau orang sebagai kau yang
begini cantik manis, aku Cut Tong Kay suka bermurah hati,
takkan ku hukum mati kepadamu sebaliknya akan aku ambil
kau sebagai ..." Benci rasanya Giok Peng mendengar orang
mengoceh makin lama makin tak keruan.
"Jahanam! selanya. "Jahanam, hari ini kau mengakui
kejahatanmu sudah meluap! Entah berapa banyak wanita
yang telah menjadi korban kebiadabanmu! Kalau kau tak
datang kemari, itulah untungmu, tetapi sekarang kau sudah
mengantarkan jiwa, inilah kebetulan bagiku! Memang aku
hendak membasmi manusia biadab semacammu! Akulah yang
akan mengejar roh dan merampas jiwamu! Sudah, jangan
banyak mulut kau.
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
“Lihat pedangku!" Begitu ia mengakhiri kata-katanya itu,
begitu Nona Pek maju ke garis "Bun" dari Patkwa menyimpang
satu tindak untuk menginjak garis "Twee".
Itulah gerakan dari Khie Bun Patkwa Kiam untuk maju
menyerang.
Inilah sebab Siong Kang kebetulan berdiri di garis "Kian
Kiong".
Siong Kang mengawasi gerak gerik si nona. Dia tak
mengerti artinya tindakan maju itu. Dia justru merasa sangat
girang sebab dia menyangka hatinya si nona sudah berubah
menjadi lunak.
Tanpa merasa dia berseru: "Bagus nona!" Baru saja seruan
itu keluar atas pedangnya, Giok Peng seudah meluncur
kemuka orang. Tadinya pedang itu bersikap bukan menebas
bukan menikam, membuat si pria mata keranjang tak dapat
menerka-nerka. Tahu-tahu dia sudah kaget.
Maka guna menyelamatkan dirinya, dia lompat
berjumpalitan dengan jurus silat "Thie Poan Kio", jembatan
papan besi. Melihat orang lolos, Giok Peng menyerang pula
dengan satu susulan cepat.
Ia mendadak ke Kian Kiong, pedangnya menikam kemuka
orang, disaat orang itu berkepala di bawah berkaki di atas.
Segera terdengar satu suara nyaring, dari beradunya ujung
pedang dengan benda keras! Nona Pek terperanjat.
Tikamannya itu tepat, hanya tadinya kalau ia menyangka
mengenai sasarannya, kiranya hampir menancap di batu bata!
Dan tengah ia keheran-heranan, ia mendengar tawanya si
orang she Thio yang terus berkata: "Aku berada disini
menantikanmu!" Dengan cepat Giok Peng kepalanya, Siong
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
Kang berjongkok diatas meja tempat memasang dupa,
banderingannya terlibat pada kuping hio louw, tempat abu.
Dia tampak gembira. Diam-diam si nona terperanjat. Benarbenar
lawan itu lihai.
Siong Kang menepuk-nepuk meja sembari tertawa dia
berkata: "Nona, ilmu ringan tubuhmu benar mahir! Dan ilmu
pedang juga tak dapat dicela! Nah, hayo kau menyerang pula.
Tinggal satu jurus lagi! Bukankah aku menjanjikan tiga jurus
padamu?" Giok Peng tidak menjawab.
Ia sedang diganggu rasa herannya. Ialah kenapa tidak ada
pendeta yang muncul sedangkan ia sudah membunyikan
genta berulang-ulang. Apa mungkin semua pendeta sudah
pergi keluar berikut Pek Cut Siauw dan In Gwa Siau,
pamannya itu? Kalau benar pastilah di luar kuil sudah terjadi
sesuatu yang hebat. Ia pula memikirkan Kiauw In.
Bagaimana dengan kakak itu? Kemana perginya sang
kakak? Apakah kakak itupun tak menghadapi lawan yang
lihai? Karena pikirannya itu terganggu, ia jadi diam sambil
mengawasi saja lawannya itu. Siong Kang manatap tajam, ia
mempuasi mata keranjangnya terhadap kecantikan nona di
hadapannya itu. Ia merasa orang makin dipandang menjadi
makin cantik, hingga kembali liurnya meleleh keluar ....
Akhirnya Giok Peng sadar, hatinya pun panas sekali.
"Cut Tong Kauw!" bentaknya smabil menuding: "Kaulah si
ular naga yang biasa keluar dari sarangnya, kenapa kau tidak
mau jantan nongol? Kalau aku lihat macammu sekarang ini
kau justru mirip dengan Hok Au Coa, ulat yang mendekam
diatas meja! Beranikah kau turun dari meja dan diam dekat
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
padaku untuk melayani pedangku ini?" Siong Kang tertawa
lebar menjawab tantangan itu.
"Masih ada satu jurus!" katanya jumawa, bukannya dia
menjawab, dia justru memperingati akan janji yang
diberikannya.
"Kau tahu, kalau seorang budiman mengeluarkan
perkataannya, empat ekor kuda tak dapat mengejarnya! Kau
percaya aku, aku tidak mau menghina kau dengan melanggar
janjiku!" Giok Peng berlaku sabar.
Ia memang berniat menggunakan akal memancing orang
melompat turun akan ia membarengi menyerang atau kalau ia
gagal, hendak ia lompat keluar guna mencari siasat
selanjutnya. Siong Kang tidak tahu dirinya di akali. Ia
nongkrong terus diatas meja sembahyang itu. Ketika ia
mendapat kenyataan si nona tidak mau menyerangnya pula,
baru ia membuka mulut lebar-lebar untuk tertawa.
Dengan sikap acuh tak acuh, ia berkata: "Setelah kau
selesai menyerangku tiga kali, barulah aku akan membalas
menyerangmu! Kalau ada yang datang tetapi tidak dibalasi, itu
namanya tidak kenal adat istiadat. Nona yang baik, benar atau
tidak kata-kataku ini?" Baru sekarang si nona mau melayani
bicara.
"Katamu mau mengalah tiga jurus dari aku," katanya,
"sudah dua jurus dan masih ada satu jurus sisanya yang
penghabisan, tetapi kau berlaku licik? Kenapa kau main
berkelit saja? Itu namanya bukan mengalah, hanya kau
melindungi dirimu yang licin. Dengan caramu ini, jangan kata
tiga jurus, tiga ratus juruspun tidak ada artinya!" Nona Pek
sudi melayani bicara karena ia pikir untuk memperlambat
waktu, selama ia mengharap-harap kembalinya para pendeta
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
yang ia sangka akan tiba tak lama lagi, siapa tahu jago dari
pulau Naga Melengkung itu tak kena diakali.
Dia itu tak sudi turun, cuma matanya terus mengawasi.
"Hai, makhluk hina dina!" bentak Giok Peng kemudian.
"Masih kau tidak mau turun untuk kita bertempur terus?"
"Hmm!" Siong Kang mendengus dingin, terus dia berlompat
jungkir balik untuk meloloskan tali kaitannya dari kuping
tempat abu yang besar, untuk lekas-lekas dia menyimpannya.
Setelah itu barulah dia menghunus pedangnya sambil dia
berlompat turun guna bersiap siaga.
Nona Pek langsung melompat maju sambil menikam
kerongkongan orang. Siong Kang tertawa dingin, dengan
pedangnya ia memberi perlawanan. Dia menebas pedang
orang dengan jurus "Garuda Mementang Sayap." Karena ini
kedua senjata beradu keras dan mengeluarkan letikan
percikan seperti kembang api. Dengan berbareng kedua pihak
melompat mundur. Dengan cepat tahulah mereka akan tenaga
kekuatan masing-masing.
Hanya sebentar, Cut Tong Kauw segera membentak sambil
dibarengi tubuhnya melompat maju untuk menikam si nona.
Dia incar jalan darah hiam kie di dadanya nona itu. Itulah satu
serangan ceriwis! Setelah mengetahui tenaga lawan, Giok
Peng tidak mau buat kedua kalinya mengadu tenaga pula. Ia
tertawa sambil melompat maju ke arah lawannya, iapun
membacok ke arah lengan kiri lawan itu. Itulah tikaman "Badai
dan guntur". Ia mencari jalan darah Pek Jie. Siong Kang
tertawa dingin. Dia berkelit sambil memutar tubuh, pedangnya
terus ditikamkan pula. Kali ini dia menggunakan tipu
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
"Menyibak Rumput Mencari Ular" dan pedangnya mencari
sasaran jalan darah beng bun di punggung si nona.
Giok Peng terkejut juga. Sambil mengegos tubuh, ia lompat
ke samping, dari situ ia menyontek dengan pedang kemuka
lawan, membikin lawan itu kaget dan lekas-lekas membela
diri. Melihat lagak orang itu, si nona tertawa. Tapi ia tidak
hanya tertawa, ia menyusuli dengan satu tikaman lain. Kali ini
ke dada, ke sasaran yang berupa jalan darah ciang tay.
Siong Kang pun terkejut. Ia melihat bagaimana si nona
selalu mencari jalan darahnya yang berbahaya, yang dapat
membahayakan nyawanya. Ia menjadi panas hati. Segera ia
membuat pembalasan. Dua kalinya menikam saling susul
bengis sekali. Giok Peng menjadi repot dibuatnya.
Tak kurang cepatnya, ia menangkis ke kiri dan ke arah
darimana tikaman-tikaman datang. Ia mendapat kenyataan
serangan si Naga Keluar dari Sarang mengancam sekali sinar
putih dari pedangnya dia itu berkelabatan putih dan suara
anginnya menghembus-hembus. Maka ia berlaku tenang, ia
melayani dengan jurus dari Kie Bun Patkwa Kiam. Karena ini
mereka berdua menjadi bergerak-gerak dengan cepat sekali.
Mereka berkelit dan berlompatan, mereka maju dan mundur
silih berganti.
Tanpa merasa, saking cepatnya pertempuran sudah
berlangsung dua puluh jurus. Selama itu si nona merasai
bagaimana musuhnya kuat dan alot. Selama itu ia cuma
mampu melayani, tak dapat ia mendesaknya. Syukur ia cerdas
dan bermata tajam. Maka tak mau ia larut melayani keras
dengan keras. Segera ia menggunakan akal.
Ia menggunakan ketajaman lidahnya, akan mendamprat
dan mengejek lawan itu, membuatnya panas hati dan gusar.
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
Akal ini memberikan hasil. Hatinya Siong Kang panas bukan
main, ia menyerang sengit sekali. Ia telah menggunakan
seluruh kepandaiannya akan merobohkan si nona.
Dalam murkanya, ia lupa halnya si nona cantik manis dan
tadi ia hendak ganggu dan perkosa. Sekarang ia
menyerangnya sebagai musuh yang dibenci! Dengan Kie Bun
Patkwa Kiam, Giok Peng layani musuh yang tangguh dan
telengas ini.
Dimana perlu ia menyingkir ke sekitar lawan, tak lagi ia
mau melawan sama kerasnya. Maka itu, kembali telah lewat
dua puluh jurus. Hingga selama empat puluh jurus, mereka
masih sama tangguhnya. Segera tampak Siong Kang tak lagi
menyerang keras sebagai tadi-tadinya.
Gerakannya mulai lamban, seperti dua tangannya tak dapat
mengimbangi hawa amarahnya.
Baru sekarang dia mengerti bahwa sebenarnya nona itu
bukanlah sembarang lawan, sedang pada mulutnya dia
memandang ringan dan hendak mempermainkannya. Kiranya
dia memang unggul disebabkan desakannya dengan talinya
yang lihai itu. Tapi dia masih tidak mau menyerah kalah,
bahkan dia penasaran. Dia toh belum dikalahkan, dia baru
dibikin tak mampu merobohkan musuhnya. Sekarang jago dari
To Liong To mau menggunakan akalnya. Dia main mundur
saja.
Selang sembilan tindak, diam-diam dia merogoh kesakunya
menyiapkan senjata rahasianya. Dia menggunakan tangan kiri
sebab tangan kanannya selalu menggunakan pedangnya guna
melayani lawan, ternyata ia meggunakan Hui Hie Piauw, yaitu
senjata rahasia Ikan Terbang. Tiga kali beruntun dia
menyerang si nona selagi nona itu tidak bersiap sedia. Tapi
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
itulah bukan senjata rahasia maut yang dapat mematikan, itu
hanya tipuan belaka guna membuat lawan kaget dan repot.
Selagi menimpuk itu, selagi si nona terkejut, tangan
kanannya berganti meraba ke pinggangnya dimana ada
tersiapkan lain macam senjata rahasia, ia delapan belas biji
Hui Seng Tan, peluru Bintang Terbang. Asalkan alat
rahasianya ditekan, peluru melesat saling susul menyerang
musuh! Giok Peng kaget dan repot. Itulah senjata-senjata
rahasia yang asing baginya. Makanya ia menyampoknya,
ketiga Hui Hie Piauw.
Yang hebat adalah delapan belas buah peluru itu, yang
menyerang ke atas dan ke bawah, masing-masing sembilan
biji. Itulah tipu senjata rahasia yang dinamakan "Hujan Bunga
Sejagat". Untuk menyelamatkan diri, ia menggunakan
kemahiran kegesitan dan kelincahan tubuhnya. ia berkelit dan
berlompatan ke segala arah hingga ia tampak mirip daun-daun
yang berjatuhan.
Kalau ia berlompatan ke kiri dan kanan, ia lompat tak lebih
dari tujuh kaki. Itulah ilmu yang dinamakan "Tonggeret
Bersedia di antara Daun Rontok." Selekasnya delapan belas
senjata habis dipakai menyerang, bebaslah Nona Pek dari
ancaman bencana maut itu. Tidak ada sebiji peluru juga yang
mengenai tubuhnya. Setiap peluru cuma mendekati ia tiga dim
lalu terasampok menyasar.
Bukan main mendongkol dan gusarnya Cut Tong Kauw,
tanpa mengatakan sesuatu ia menyerang pula. Dia
mengumbar hawa amarahnya. Kali ini dia menyerang dengan
senjata rahasianya yang ketiga ialah Cit Chao So In Nauw,
panah tangan Tujuh Bintang Memecahkan Mega. Diapun
berbesar hati karena sebegitu jauh yang dia tahu setiap
menyerang dengan senjata ini mesti-mesti dia berhasil. Tiap
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
batang panah tangan itu panjangnya tujuh dim batangnya,
bagian yang tajam ujung ditancapkan empat batang jarum
yang mampu menembus sekalipun orang yang tubuhnya
kebal, menembus ke daging menancap ke tulang. Saking
halusnya, panah tangan itu sulit dikelit.
Tapi yang paling celaka adalah ujungnya setiap jarum
pernah dicelupkan racun hingga asal mengenai darah, racun
itu lantas bekerja, membuat orang binasa seketika! Thio Siong
Kang kosen, semua tiga senjata rahasianya itu jarang dia
gunakan, lebih-lebih panah tangan itu. Biasanya dia gunakan
terhadap lawan yang tangguh.
Demikian kali ini sesudah kewalahan melayani si nona yang
mulanya ia pandang ringan. Begitu dalam amarahnya, dia
menyerang Giok Peng. Nona Pek selalu waspada. Ia
mendengar suara menghembus lalu melihat sinar-sinar halus
berkelebatan ke arahnya. Tanpa berayal lagi, ia memutar
pedangnya maka itu berhasillah ia menyampok jarum dan
runtuh ketujuh jarum maut itu! Siong Kang melengak di dalam
hati, hawa marahnya lantas meluap dan karenanya itu luar
biasa ia menggunakan senjata rahasianya yang terakhir samasama
lihainya, yaitu Hui Ciam yang istimewa, "Panah dan
Jarum".
Makanya ia menyerang dengan ilmu silat, cara
menyerangnya membuat panah itu menyerang ke lima
sasaran empat penjuru dan tengah hingga mirip dengan
bunga bwe lantas disusul dengan sembilan batang jarum, dari
luarnya satu panah itu terbuat dari besi pula, cara
menyerangnya sebanyak tiga kali. Setiap ujung panah beracun
dan bagian cagaknya tajam sekali. Jika lima batang yang
pertama gagal, menyusul sepuluh batang lainnya, kalau masih
gagal pula menyusullah yang terakhir bahkan ini terdiri dua
belas batang.
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
Hingga semuanya berjumlah dua puluh tujuh batang panah
beracun! Penyerangan yang kedua dan ketiga racun berubah
arah lagi, sesuai cara menyerangnya! Kali ini Siong Kang
percaya bahwa dia tidak akan gagal pula! Nona Pek berseru
"Bagus!" ketika ia melihat musuh menghujani ia dengan anak
panah istimewa itu, dengan lantas ia memutar pedang
bagaikan kitiran hingga tubuh terlindung rapat sampai hujan
dan angin tak dapat menembusinya, hanya terdengar suara
anginnya dan terlihat sinar pedang berkilauan. Suara lainnya
adalah bunyinya ujung yang tajam bentrok dengan badan
pedang dengan kesudahannya anak panah jatuh berserakan di
lantai.
Si nona pun habis sabarnya sesudah ia diserang berulangulang
itu maka ia hendak pembalasan tetapi justru ia mau
menghampiri lawan, Siong Kang mendahuluinya kabur ke
dalam pepohonan lebat di dekat situ, tatkala dia dikejar terus,
dia pun kabur terus-terusan sampai akhirnya dia lenyap dari
pandangan mata. Hingga sia-sia belaka si nona mendaki
puncak untuk melihat ke segala arah. Sebenarnya Siong Kang
menyingkir di tempat-tempat yang rapat dengan pepohonan,
dengan cepat dia menuju ke kali Siong Yang Kee.
Di tengah jalan dia terkejut. Tiba-tiba ia mendengar suara
riuh dan berisik. Lekas dia menengok ke belakang. Maka
tampak banyaknya api obor mendatangi dari puncak Ngo Leng
Hong di arah kanan kuil Siauw Liem Sie. Dia dapat menerka
tentunya para pendeta lagi berjalan pulang, supaya dia tidak
terlihat atau terpergok mereka itu, lekas-lekas dia lari pula ke
tempat lebat dengan pohon, disini dia tetap lari terus
mengikuti tepian rimba itu ....
Sebenarnya tempat lebat itu merupakan rimba-rimba kecil
dan banyak tikungannya dan di setiap gundukan rimba ada
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
hidup sebuah pohon tua yang umurnya di atas sertaus tahun
yang dahan-dahan dan daunnya bagaikan mengelilingi langitlangit
menambah gelapnya rimba. Jangan kata malam,
siangpun gelap dan orang disitu tak dapat membedakan
empat penjuru, timur dan barat selatan dan utara! Di dalam
rimba itu mudah bagi orang terasasar.
Tidak demikian cabang atas dari luar lautan ini. Sebabnya
ialah dia sudah membuat persediaan, yaitu sejak satu bulan
yang lalu dia sudah mendatangi puncak Ngo Leng Hong dan
membuat sebuah gubuk di dalam dimana dia tinggal dengan
menyamar sebagai seorang tukang cari kayu, untuk
menjelajah rimba guna mengenali setiap bagiannya supaya
jika ada kesempatan dia dapat mengintai kuil Siauw Liem Sie.
Dia pula berani bergaul dengan penduduk gunung disekitar
itu, hingga dia bisa mendengar dari setiap penduduk
andiakata ada gerak-geriknya kuil yang molos keluar. Bahkan
di waktu malampun, dia dapat mondar-mandir dengan bebas
di dalam rimba itu. Demikianlah kali ini menyingkir dari kuil.
Di dalam waktu yang pendek dia sudah tiba di kali Siauw
Yang Kie, di tepi mana dia cepat melompat menaiki sebuah
pohon kayu besar untuk mengambil satu buntalan besar untuk
sambil membawa buntalan itu dia lompat turun pula.
Hanya kali ini segera dia mendengar pertanyaan dari luar
rimba, "Siapa di sana?" Mendengar suara itu, Siong Kang
terkejut. Suara itu aneh datangnya, seperti dari tempat yang
jauh tetapi tibanya, yaitu terdengarnya cepat sekali. Suara itu
mirip anak panah yang melesat datang. Walaupun demikian
dia berlaku tabah dan tenang. Dia berdiam saja. Tak mau dia
menyahut.
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
Sebaliknya dia membuka buntalannya dan mengeluarkan
sebuah barang setelah dia membukanya nyata itulah sepotong
baju renang panjang lima dim lebar tiga dim, terbuatnya dari
kulit lunak tapi kuat hingga tak mudah dirusak senjata tajam.
Itulah pakaian To Liong To yang memerlukannya sebab
mereka berdiam di atas sebuah pulau dan setiap waktu harus
bergerak di air, berenang atau menyelam. Dengan cepat Siong
Kang menggunakan baju mandinya itu, kemudian dari dalam
bungkusannya dia menarik sepasang Ngo Bie Cie, yaitu
senjata mirip kaitan yang diberi nama "Alis Angkasa".
Itulah senjata yang bisa dipakai di dalam air dan di dalam
air itulah senjatanya pengganti pedang yang berat. Seluruh
kaitan terbuat dari besi, kuat dan ringan sebab besi bajanya
tak besar.
"Siapa itu di dalam rimba?" terdengar pula tegur selagi si
jago To Liong To berdandan itu.
Suara itu keras tetapi seperti suara seorang tua. Dan
pertanyaan terus diulangi beberapa kali sebab selain dia itu
tidak memperolah jawaban. Meski juga ia mendengar, Siong
Kang bagaikan berpura tuli. Tetap ia tidak menyahut balik,
cuma dengan perlahan ia tertawa dingin. Toh ia bersiap sedia,
kaitannya dipentang, disiapkan guna menyambut musuh!
Teguran tidak terdengar lagi, sebagai gantinya ada suara kaki
mendatangi. Itulah suara yang disebabkan injakan kaki pada
daun-daun kering bunyinya berserakan. Sampai disitu dengan
tetap waspada, Siong Kang mengeluarkan suara seperti babi.
Diluar rimba, tindakan kaki terdengar mendatangi makin
dekat makin dekat. Lagi terdengar suaranya seorang tua:
"Siapa di dalam rimba? Lekas keluar! Jangan kau main
sembunyi saja!" Kembali Siong Kang mengeluarkan suara
mirip babi tadi.
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
"Suhu!" terdengar suara diluar, mirip anak muridnya,
seorang wanita yang memanggil gurunya.
"Barangkali itu suaranya Binatang. Coba dengar!" Di dalam
hatinya, Siong Kang tertawa. Ia menerka bahwa orang kena ia
akali. Karenanya, ia mengulangi suaranya itu, lebih nyaring
lagi.
Sebab ia "berbunyi", kaitannya digoreskan kepada tanah,
suaranya seperti babi lagi mencakar dengan kakinya. Setelah
suara kecil halus itu terdengar suara si tua tadi: "Di waktu
salju dan angin besar seperti ini, di waktu tengah malam gelap
gulita, binatang liar juga tak berani keluar mencari makan!
Muridku, kau berhati-hatilah!" "Biar aku yang masuk
melihatnya!" terdengar suara lain lagi.
"Jika benar binatang liar, akan aku bunuh dengan kay tao
ku ini supaya penduduk sini bebas dari gangguannya!" Siong
Kang menerka di luar rimba ada tiga orang, satu tua, satu
anak tanggung dan yang ketiga seorang pendeta.
Dia itu menyebut kay tao. Ialah golok istimewa yang
merupakan senjata dari kaum penganut agama Sang Buddha.
Si anak tanggung tentunya seorang kacung karena pendeta
dan si orang tua pasti pendeta tua.
Ia memasuki tepian kali tanpa membuat suara, pikrinya
"Sekarang kamu bertiga kepala-kepala gundul, kebetulan
kamu datang, dasar kamu mau mengantarkan jiwa kamu!
Dengan begini kalau nanti aku pulang, dapat aku menangih
jasa dari kakakku!" Segera setelah mengambil keputusan,
Siong Kang mengeluarkan pula suaranya hingga dua kali,
setelah itu ia lompat ke tepi kali.
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
Memang benar ketiga orang itu pendeta semua. Yang tua
adalah Gouw Ceng, salah satu dari Siauw Liem Ngo Lo, lima
Tetua Siauw Liem Sie, senjatanya ialah sebatang hong puansan,
yang mirip sekop. Dia mengajak Gouw Hong, adik
seperguruannya dan si kacung pendeta Ceng Ceng.
Mereka datang dari puncak Ngo Leng Hong dan di
sepanjang jalan terus melakukan pemeriksaan dan
penggeledahan. Pek Cut Siansu telah memerintahkan separuh
muridnya pulang dan separuh lagi melakukan pemeriksaan
umum dan untuk memeriksa di Siauw Yang Kee itu diperlukan
lima enam puluh orang. Gouw Ceng pernah terluka hingga ia
merasa malu karenanya , karena itu ia ingin membasmi para
penyerbunya itu, maka juga ia yang mengajukan diri meminta
tugas ronda dan memeriksa itu.
Pek Cut menerima baik permintaan itu sebab ia tahu
sebelah hilir Siauw Yang Kee menjadi jalan masuk sebelah kiri
Siauw Liem Sie dan dialah itu perlu dijaga oleh seorang yang
lihai, cuma ia memesan untuk Gouw Ceng barhati-hati, setiba
fajar dia mesti lekas kembali. Tugasnya akan diganti oleh
orang lain. Demikian bertiga mereka pergi ke Siauw Yang Kee
dan mereka justru bertemu dengan si licik Thio Siong Kang.
Hanya itu mereka menyangka bahwa mereka benar bertemu
dengan babi hutan hingga mereka sudah berlaku sembrono
dan melanggar pantangan, "Bertemu rimba jangan
memasukinya".
Beng Khong maju di muka. Gouw Ceng dan Ceng Ceng
mengikuti dia. Dia menjadi heran. Dia cuma melihat kali, tiada
manusia tiada binatang.
Sambil menunju ke kali, dia kata: "Barusan terang-terang
aku melihat ada sesuatu yang muncul di permukaan air yang
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
terus selam pula. Sekarang bayangannya pun lenyap ...."
Berkata begitu, pendeta ini berjalan.
Dia pun menuju ke sebelah kanan, di situ ada sebuah
pohon cemara yang lebat bercampur pohon-pohon rotan dan
rumput yang tinggi hingga siapa berjalan di situ dia bisa
muncul dan lenyap disebabkan tinggi dan lebatnya rumput itu.
Melihat Beng Khong maju, Ceng Ceng menyusul, Gouw Ceng
berusaha mencegah tetapi berdua mereka terus melangkah,
terpaksa ia membiarkan mereka pergi. Atas segera juga ia
mendengar dua jeritan yang menyayatkan! Ia menjadi kaget
sekali, ia mengikuti jejak dari situ segera ia berlompat lari
untuk mencari tahu suara siapa itu. Hanya sebentar, pendeta
ini telah tiba di tepian kali. Di sana tak tampak Beng Khong
dan Ceng Ceng, segala apa sunyi kecuali air sungai berombak
bergoyang-goyang ....
Sambil memegangi senjatanya, Gouw Ceng berjongkok
guna melihat pinggiran kali guna mencari tapak atau bekasbekas
kedua kawannya itu. Untuk terkejutnya, ia melihat
tanda darah merah baru, di atas dahan sebuah pohon
terdapat baju yang dikenalinya sebagai milik kacungnya Ceng
Ceng, ia menjadi kaget pula. Lantas ia lalu memasang mata di
tepian itu guna menyusul atau atau mencari kedua kawannya
itu. Sepatutnya Ceng Ceng tak ia bawa bersama. Baru pendeta
ini lari belasan tombak jauhnya, mendadak ia mendengar
suara air berbareng melihat munculnya kepala seseorang,
malahan ia lantas kenali si kacung pendeta.
"Ceng Ceng!" ia memanggil.
"Ceng Ceng!" Tidak ada jawaban, sebaliknya kepalanya
Ceng Ceng itu mendadak selam tenggelam pula masuk ke
dalam kali! Itulah aneh! Gouw Ceng menjadi curiga.
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
Dia maju dua tindak sambil dia menegur: "Penjahat siapa
yang telah mencelakai muridku? Lekas muncul!" Ia pun
menghajar permukaan air.
Menyusul itu, tiba-tiba tampak munculnya kepala orang,
ketika Gouw Ceng mengawasi, disamping kaget sekali, iapun
mengeluh.
Itulah kepalanya Beng Khong, adik seperguruannya!
Bagaikan orang kalap, Gouw Ceng melompat ke air,
senjatanya dipakai menyerang dengan hebat.
Ia pula berseru: "Jahanam, akan aku adu jiwaku!" Hajaran
itu membuat air muncrat, hasilnya tidak ada.
Kepalanya Beng Khong terus tak muncul pula. Tapi dilain
saat, di muka air sejauh setombak lebih, timbullah dua kepala
orang dengan berbareng kedua kepala itu bergoyang tak
henti-hentinya. Itu pula kepalanya Bneg Khong dan Ceng
Ceng! Dilihat dari gerak-geriknya itu, terang kedua kepala
orang itu ada yang menggerak-geriknya, yakni dibuat main ....
Dalam gusarnya, Gouw Ceng seperti lupa segala apa. Ia
lantas bergerak menghampiri kedua kepala orang itu. Karena
air kali dalam, ia mesti berenang. Ketika itu, air tak membeku.
Sebaliknya, air mengalir deras. Itulah Thio Siong Kang, yang
telah memancing Ceng Ceng dan Beng Khong yang telah ia
dapat binasakan, sesudah mana lebih jauh mencoba
memancing Gouw Ceng. Ia ada bagaikan siluman air. Ia dapat
bergerak dengan leluasa di dalam kali. Ia girang ketika ia
mengetahui si pendeta sudah mencebur ke air apalagi ia
selekasnya memperoleh kenyataan pendeta itu tak pandai
berenang. Kepalanya Ceng Ceng dan Beng Khong segera
ditarik pula ditenggelamkan sebagai gantinya itu tangannya
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
dia dipakai mencabut cagak atau kaitan Ngo Bie Cie yang ia
selipkan di pinggangnya, dengan itu ia lantas menyerang.
Di dalam air, Gouw Ceng tidak dapat bergerak dengan
bebas. Ia menunggu di atas, di bawah kurang perhatian.
Justru itu, ia dapat merintangi kaitan yang satu, tidak lainnya.
Senjatanya Cut Tong Kauw memangnya tidak ampun lagi,
paha kanannya kena tertikam hingga darahnya lantas bocoran
dan lukanya nyeri. Ia kaget dan merasa nyeri, dalam
kagetnya, ia menyerang ke arah dimana ia rasa musuh
berada. Gerakannya itu cepat luar biasa. Cut Tong Kauw tak
dapat membela atau melindungi diri sepenuhnya, ujung
senjata lawannya mengenai kemprolannya disebabkan
gerakannya sedikit lambat. Bukan main ia merasakan nyeri, ia
lantas menyelam lari! Habis menyerang itu, Gouw Ceng lekaslekas
kembali ke darat.
Tak usah ia berdiam lama, di permukaan air ia tampak
timbulnya pula Thio Siong Kang karena cabang atas dari luar
lautan itu hendak membinasakan lawannya. Ia muncul untuk
terus menantang secara jumawa: "Eh, darimana sih
datangnya ini keledia kepala gundul dari Siauw Liem Sie?
Kalau kau benar laki-laki sejati, mari turun ke kali!" Baru
sekarang Gouw Ceng melihat musuh curang itu, yang selalu
main dalam air. Dia mirip siluman air sebab yang tampak
mukanya saja. Di dalam air itu, dia seperti dapat berdiri tegak.
Itulah bukti dari lihainya ilmu berenangnya.
Ia mengerti kalau ia berkelahi di dalam air, sukar buat ia
merebut kemenangan tetapi gusarnya bukan bukan main,
sukar buat ia menahan sabar. Maka itu ia lantas menjemput
batu dan menyerang dengan timpukan. Batu itu dapat
digunakan dengan ilmu melemparkan "Panah Bulu Terbang
bagaikan Belalang".
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
"Jahanam, jangan lari!" iapun membarengi berteriak.
"Bagus!" Siong Kang berseru terus ia menyelam hingga tak
tampak lagi.
Gouw Ceng putus asa hingga ia menarik nafas dalamdalam.
Sekarang ia ingat kepada luka di pahanya, yang
darahnya masih mengucur maka dengan kedua jeriji
tangannya, ia menekan pinggiran luka itu guna menahan
keluarnya darah, sembari berbuat begitu ia menghadap ke
arah barat sambil membaca mantra "Menghentikan Darah",
menyusul itu ia menekan lukanya itu. Maka di lain saat
berhenti sudah keluarnya darah. Itulah mantra warisannya
Tatmo Couwsu. Baru Gouw Ceng menghentikan darahnya, ia
melihat Siong Kang muncul pula.
Kali ini jago luar lautan itu berkata nyaring, "Pendeta
gundul, aku tahu kau pasti tidak berani turun ke air! Karena
itu tuan besarmu tak mau melayanimu lebih lama pula!" Habis
orang berkata itu, Gouw Ceng memburu ke tepian.
Ia gusar sekali. Ia berkata sengit, "Jahanam, sayang tadi
aku tidak menghajar mampus padamu! Beranikah kau naik ke
darat ini buat menempur aku tiga ratus jurus?" Siong Kang
tertawa lantang.
"Sampai ketemu pula di belakang hari!" kata dia mengejek.
"Akan tiba satu hari yang tuan besarmu akan
mengantarkan kau pergi ke Barat! Ke Nirwana! Keledia
gundul, kau ingat kata-kataku ini!" Kata-kata yang
memanaskan hati ini ditutup dengan orangnya menyelam, dari
gerakan air masih terlihat bahwa dia berenang ke hilir hingga
dia terbawa arus yang deras itu.
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
Gouw Ceng mengawasi dengan melongo terus ia menghela
napas. Ia tak berdaya sama sekali. Mayat kedua kawannya
pun tak dapat ia cari. Sesudah menjublek sekian lama, baru ia
pergi dengan tindakan berat dengan wajah lesu.
"Dasar aku yang kurang teliti!" ia menyesalkan dirinya
sendiri.
"Kecewa Beng Khong dan Ceng Ceng, akulah yang seperti
mengantarkan jiwanya. Mana aku ada muka untuk kembali ke
kuil menemui ketua dan saudara-saudara lainnya? Tidak bisa
lain, aku mesti cari mayatnya Beng Khong berdua, pulang ke
kuil adalah soal lain ...." Maka itu terus pendeta ini berjalan di
tepian itu.
Tatkala itu angin sudah mulai berhenti menghembus dan
ufuk timur mulai nampak sisanya, guram-guram terang
pertanda tibanya sang fajar. Terus Gouw Ceng berjalan
sampai akhirnya ia tiba di sebuah tempat yang berada di aliran
bawah sungai Siuaw Yang Kee. Di sana terdapat banyak
sawah yang menjadi miliknya kuil sampai sperti tak terlihat
ujung perbatasannya.
Kebanyakan sawah itu diusahakan oleh para pendeta
sendiri, yang lainnya digarap oleh penduduk kampung itu. Di
antaranya ada sawah yang sudah diubah menjadi kebun
sayur. Dengan berdiri diam, Gouw Ceng melihat ke sekitarnya,
ia tidak mendapati siapa juga. Ia mendongkol, iapun berduka.
Maka ia lantas duduk bersila di bawahnya sebuah pohon
cemara pada mana menyandarkan tubuhnya. Ia mengeluarkan
sepatunya Ceng Ceng dan mengawasi itu berulang kali ia
menghela napas sambil menggeleng-geleng kepala, ia
bagaikan kelalap ke dalam pikiran kusutnya sampai ia tak tahu
ada orang muncul dari belakang pohon, sampai orang itu
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
menegurnya, "Eh, barang apakah itu?" Maka kagetlah ia, terus
ia mencelat bangun untuk segera memutar tubuh.
Barulah hatinya tenang sesudah mengenali orang yang
ialah Lauw In. Di lain pihak dengan gugup, ia mencoba
menyimpan sepatu ke dalam jubahnya! Liauw In mencegah.
"Sute," katanya, "bukankah itu sebuah sepatu?" "Sute"
berarti adik seperguruan dan Gouw Ceng adalah sute-nya
yang ke empat (si-sute).
"Bu ... bukan Toa-suheng ..." sahut adik seperguruan itu
bingung dan gugup hingga suaranya tak lancar.
"Apakah Toa-suheng seorang diri saja?" "Toa-suheng"
adalah kakak seperguruan yang tertua.
Kiauw In mengawasi. Ia melihat satu wajah yang pucatguram.
"Kau kenapakah, sute?" kakak itu tanya.
"Kau seperti hendak menyembunyikan sesuatu kepadaku?
Sepatu siapakah itu? Aku minta janganlah kau membohong".
Bukan main bingungnya pendeta itu, hatinya pepat. Tibatiba
ia terjatuh duduk dengan sendirinya! Ia berdiam saja.
Liauw In heran. Ia mendekati, akan menongkrong di depan
adik seperguruan itu.
"Di sini cuma ada kita berdua, sute" katanya sabar.
"Kau mempunyai urusan apakah? Tak ada halangan untuk
memberitahukan itu kepadaku" Gouw Ceng Beng tidak lantas
menjawab, hanya kali ini ia justru menarik keluar sepatu yang
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
ia sembunyikan itu untuk dilemparkan, setelah mana ia
menutupi mukanya dan membungkam.
Liauw In pergi menjemput sepatu itu untuk memeriksanya
dengan seksama. Selama itu ia pun berdiam saja, cuma
hatinya yang bekerja menerka-nerka.
Selang sesaat dengan tangan bergemetar ia bawa sepatu
itu ke mukanya Gouw Ceng untuk menanya dengan suara tak
lancar: "Bukankah ini sepatunya Ceng Ceng? Dia kena
apakah?" Untuk kesekian kalinya, adik seperguruan itu tetap
membisu.
Liauw In penasaran, ia menanya dan menanya pula. Ia
mendesak.
Sampai itu waktu, baru Gouw Ceng mengangkat kepalanya
untuk memandang kakak seperguruannya itu.
"Dia ... dia sudah ..." sahutnya sukar.
"Juga Beng ... Khong ...." Liauw In terkejut sekali, hatinya
menggetar. Ia menatap.
"Apakah mereka sudah mati?" tanyanya.
"Siapakah yang?" Sekarang tak dapat adik seperguruan itu
menutup mulut lebih lama maka ia tuturkanlah
pengalamannya tadi sampai Ceng Ceng dan Beng Khong
menyusul ke dalam rimba, ke tepi kali, dimana mereka itu
cuma terlihat kepalanya sebagai mayat sedangkan Ceng Ceng
ketinggalan sebelah sepatunya yang didapatkan di tempat
yang ada darahnya.
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
Habis itu ia ceritakan "pertempurannya" dengan musuh di
dalam air yang lihai itu yang telah pergi menghilang menyelam
sambil menjanjikan akan bertemu pula nanti.
Liauw In terkejut. Ia mencekal sute itu untuk
mengangkatnya bangun. "Sute! Inilah hebat!" katanya
nyaring, hatinya tegang.
"Mari kita lekas pulang untuk mengabarkan kepada bapak
ketua untuk kita mengambil keputusan! Peristiwa ini tidak
boleh dibiarkan saja. Bahkan kita tidak dapat bertindak
lambat!" "Gouw Ceng tidak, hendak aku turun gunung,"
katanya.
"Hendak aku mencari Thio Siong Kang, kepala bajingan itu
guna menuntut balas buat adik Bneg Khong dan Ceng Ceng.
Sebelum berhasil aku membalas dendam, aku sumpah tidak
mau aku pulang ke kuil".
Gusarnya Liauw In menjadi padam. "Sute, kau benar,"
berkata dia terus terang.
"Benar Beng Khong dan Ceng Ceng telah terbinasa tetapi
mereka pasti terbinasa karena dicurangi, sebagaimana kau
sendiri hampir celaka kena dibokong lawanmu. Dalam
peristiwa ini, kau tak bersalah sama sekali. Buat apa kau
meninggalkan kuil kita? Musuh kita itu pastilah salah seorang
bajingan dari luar lautan, dari To Liong To. Dia dapat
bersembunyi di sekitar kali ini, itulah berbahaya. Itu pula
menandakan lihainya. Bukankah kita tidak pernah memergoki
kita? Karena itu aku percaya, dia mestinay bukan baru malam
ini saja tiba di sini. Sebab telah terbukti penjagaan kita kurang
sempurna, selanjutnya kita mesti lebih waspada dan
memperketatnya. Maka itu, perlu hal ini dilaporkan kepada
ketua kita. Perihal urusan kita tiap tahun, untuk itu kita masih
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
punya waktu satu bulan lebih. Sekarang inipun para undangan
tengah terus mendatangi, kita harus menantikan mereka
supaya dengan bantuan mereka itu dapat kita membasmi
musuh kita. Kawan-kawan yang termasuk orang lain suka
membantu kita, apapula kau seorang dari Ngo Lo. Jika kau
pergi tanpa pamitan, bukan saja ketua kita bakal menyesalkan
kau, tenaga kitapun menjadi berkurang. Maka itu sute, tak
dapat kau pergi." Gouw Ceng dapat dikasihh mengerti maka ia
mengangguk-angguk.
Lalu ia lantas menyimpan pula sepatunya Ceng Ceng dan
berkata: "Marilah kita pulang, sepatu ini aku akan jadikan
barang bukti kalau bapak ketua dan saudara-saudara kita
melihatnya pasti makin keras tekadnya buat menentang
musuh dari luar lautan itu! Kau jangan kuatir, sute kau tak
bakal dipersalahkan, kau akan dimaklumi." Gouw Ceng
berdiam maka Liauw In lantas pegang tangannya, ditarik buat
diajak meninggalkan tempat itu.
Dengan tangan yang satu ia sentuh bahunya adik
seperguruannya itu.
"Jangan menyesal dan berduka sute," kakak itu masih
membujuk.
"Kau lihat cepat atau lambat sakit hati ini pasti bakal
terbalaskan! Marilah!" Dan mereka menuju pulang ke kuil.
Sekarang kita melihat dahulu Nona Cio Kiauw In seperginya
dia dari Nona Pek Giok Peng. Kalau Nona Pek menuju ke kiri,
ia ke kanan dimana terdapat sebuah ruang diam, kamarkamar
peranti bersemadhi yang bangunannya lebih besar
daripada ruang lainnya di dalam kuil itu. Inilah tempat yang
diperuntukan para tamu. Ketika itu ruang tersebut sangan
sunyi, semua pintu sudah dirapatkan, rupanya orang telah
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
pada beristirahat. Tanpa ragu-ragu ia lompat naik ke atas
genteng untuk melintasi ruang itu.
Dari atas wuwungan, ia melihat jauh ke sebelah depan
hingga ia menyaksikan pelbagai tanjakan dan bukit-bukit kecil
di sebelah bawahnya. Ia juga melihat Ngo Leng Hong, lima
puncak di arah barat itu. Setelah mengawasi sekian lama,
nona ini menjadi bimbang.
"Malam begini gelap dan puncak demikian," demikain
pikirnya, "aku sebaliknya seorang diri, habis aku menuju ke
arah mana?" Lalu ia memikir sebaliknya.
Ia sudah keluar, tak dapat ia kembali. Masih ia berpikir itu
ketika ia mendengar suara genta nyaring dan berisik, suaranya
seperti dekat seperti jauh. Ia menerka kepada pertanda untuk
berkumpulnya para pendeta. Terkaan ini membuat hatinya
tenang. Bukankah pendeta itu berjumlah besar dan juga ada
ahli-ahli silat kenamaan. Tanpa itu, taruh kata musuh banyak,
tak mudah mereka itu dapat menerobos masuk atau banyak
tingkah. Maka ia pikir baiklah ia pergi melakukan perondaan,
umpamakan ia menemui musuh, harus ia hajar musuh itu
supaya ia dapat membuat jasa dan nanti memperoleh muka
terang! Begitu keputusan itu diambil, begitu si nona melompat
pergi.
Ia menjelajahi pelbagai bukit kecil yang berupa seperti
tanjakan, terus sampai di kaki puncak Ngo Leng Hong. Di sini
ia berhenti sebentar, sekalian beristirahat, matanya
memandang ke kaki puncak. Ia mendapati rimba di antara
mana lapat-lapat tampak beberapa gua. Karena ini ia berlaku
waspada. Setelah beristirahat itu, Kiauw In lompat naik ke
atas sebuah pohon tua, dari situ ia berlompatan terus. Ia
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
dapat bergerak dengan leluasa karena ia menggunakan ilmu
ringan tubuh "Burung Wlaet Menembusi Tirai".
Ia bergerak maju ke kiri dan ke kanan, sampai ia berada di
pinggang gunung dimana barulah ia lompat turun ke tanah
untuk terus mengawasi ke bawah gunung ke segala penjuru.
Tempat dimana si nona berdiam ialah depannya sebuah gua
besar yang tingginya dua tombak, yang mulutnya lebar
bagaikan ikan lodan mulut mana madap nyamping.
Bergelantungan pada itu ada banyak stalaktit dan akar-akar
rotan. Ada juga terdengar suara menetes air. Dari luar ada
cahaya silau mencorong ke dalam membuat mata silau.
Dengan mencekal pedangnya, dengan tindakan perlahan
Kiauw In berjalan memasuki gua itu.
Selekasnya si nona berada di dalam gua, segera ia
merasakan tubuhnya hangat. Hawa di situ sangat beda
dengan hawa dingin di luar gua. Karenanya mendadak saja ia
merasa segar dan bersemangat. Ia memejamkan mata
sebentar lalu dipentangnya pula hingga ia dapat melihat
denag terlebih tegas sedangkan telinganya segera mendengar
suara plak plok perlahan tak hentinya. Ia melihat banyak
bayangan hitam berterbangan bolak-balik, di antara ada yang
saban-saban membentur dinding dan jatuh karenanya. Kiranya
itulah kawanan kampret yang rupanya menjadi kaget karena
datangnya orang dan lantas terbang berserabutan.
Lantas Nona Cio berpikir: "Di sini ada banyak kampret,
pasti di sinipun tidak ada orang. Baiklah aku keluar dahulu
melihat di luaran". Maka iapun bertindak keluar.
Lantaran ia mengawasi daerah Timur dimana tampak dua
buah puncak di atas satu diantaranya terlihat ada banyak
sekali sinar-sinar warna terang kehijau-hijauan mirip kunangkunang
yang sedang terbang mondar-mandir dan turun naik.
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
Mengawasi pemandangan itu, makin lama Kiauw In merasa
makin aneh. Selagi begitu, ia mendengar dengungan genta
dari kejauhan (itulah saat dimana Giok Peng menendang
genta berulang-ulang).
Ia tidak perhatikan itu, ia tidak menyangka jelek atau
mencurigainya. Suara itu toh datang dari tempat yang jauh. Ia
justru memusatkan perhatiannya kepada kunang-kunang itu,
yang berterbangan tetapi tetap berkumpul, bergumulan di
satu tempat. Ia menyesal karena ia terpisahnya terlalu jauh,
tak dapat ia melihat lebih tegas. Untuk menghampirinya, iapun
merasa sulit.
Maka Kiauw In mengawasi saja sampai selang seketika ia
mendapati sinar terang itu bagaikan berpindah turun dan
cahayanya pun seperti berkelap-kelip. Seperti cahaya api yang
sebentar hidup sebentar padam. Nampaknya seperti kunangkunang
itu ada yang maju pergi.
"Ah, itu bukannya kunang-kunang!" tiba-tiba ia berkata,
satu katanya itu keterlepasan.
"Di atas gunung tak sama dengan di kaki bukit, di atas
gunung tidak ada tempat yang semak-semak, biasanya di
tempat kering tak ada kumpulan kunang-kunang sebanyak itu.
Itu juga tentu bukannya cahaya dari kawah. Habis cahaya
apakah itu? Kalau itu api kunang-kunang yang terasampok
angin, kenapa pindahnya turun ke bawah tak tertiup ke
puncak yang lain? Itulah aneh! Ah, biarlah aku pergi ke sana
melihat ...." Setelah mengambil putusan ini, sukar atau tidak
Nona Cio lantas bergerak ke arah api yang aneh itu.
Bagaikan sang kera, ia pindah dari satu pohon ke pohon
yang lain. Sebab sulit untuk jalan atau berlari-lari di bawah
tanah. Tidak terlalu lama sampai sudah ia di puncak yang
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
kedua. Di sini baru ia mencari jalanan. Ia mendapati sebuah
jalan kecil yang berliku-liku maka ia lantas berlari-lari.
Karenanya, ia mesti lari berputaran. Ia lari keras sekali. Kali itu
ia tiba di puncak yang ke empat hingga di depannya tampak
puncak yang paling besar. Ia senang melihat puncak itu. Di
puncak itu tampaknya terdapat lebih banyak gua. Tanpa ragu
ia maju terus. Kalau perlu ia merayap naik dengan bantuannya
akar-akar rotan.
Dengan sukar akhirnya ia toh tiba juga di atas puncak. Di
sini ia berdiri, memandang ke lain arah, ke bawah puncak.
Maka tampaklah di situ sebuah kali, lebar dan agaknya dalam.
Kali ini memisah puncak ini dengan puncak sebelah sana,
puncak kelima. Maka juga puncak itu dapat dipandang tetapi
tak dapat segera disampai ....
Keras Nona Cio berpikir. Bagaimana caranya untuk pergi ke
seberang itu? Biar bagaimana , iapun telah merasa letih.
Sambil separuh beristirahat itu, terus ia memandang ke
sekitarnya. Akhirnya setelah menghela napas dan bangun
berdiri, ia bertindak ke sebuah gua kecil di depannya,
memasukinya dan lantas duduk di atas sebuah batu besar. Ia
memejamkan mata seperti lagi bersemadhi, napasnyapun
disalurkan dengan perlahan.
Di saat itu, sulit buat Kiauw In untuk menenangkan diri.
Pikirannya terasa kusut. Ia meram dan melek dan meram
pula. Entah berapa lama ia sudah duduk diam saja seperti itu.
Lalu, tiba-tiba ia terperanjat.
"Kakak In?" demikian ia mendengar secara mendadak.
Cepat ia membuka matanya.
Untuk herannya, ia melihat Giok Peng di hadapannya.
"bagaimana?” tanyanya segera. "Apakah kau menemukan
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
musuh?" Giok Peng sudah lantas menuturkan pengalamannya,
bagaimana ia telah bertemu Thio Siong Kang si jago luar
lautan yang lihai itu, yang kosen tetapi licik.
"Sia-sia belaka aku mengejar dan mencarinya." Nona Pek
menambahkan kemudian.
"Dia memiliki kepandaian ringan tubuh yang
mengagumkan. Sia-sia saja aku mencarinya selama beberapa
jam." "Akupun tidak menemukan barang seorang musuh."
Kiauw In memberitahukan.
"Mungkin dia atau mereka sudah lari kabur. Adik Peng,
Hauw Yau ditinggal lama, entah dia sudah mendusin atau
belum. Mari kita lekas pulang!" Berkata begitu Nona Cio
segera berlompat bangun dan bertindak keluar. Giok Peng pun
ingat anaknya itu maka ia segera mengikut.
Sekeluarnya dari puncak ke empat, mereka itu menghadapi
sebuah kali besar, kali tanah pegunungan yang airnya deras
sekali, yang saban-saban menerjang batu-batu besar sehingga
makin menerbitkan suara nyaring dan berisik, suara berisik
mana diperbuat oleh suaranya sebuah curahan air tumpah
yang tinggi. Disitu kedua nona menghentikan tindakannya.
Mereka tidak melihat jalan yang dapat dilalui. Kauw In
menunjuk ke depan dan berkata kepada Giok Peng:
"Adik, lekas cari jalan. Lihat, fajar lagi mendatangi!
Mungkin sampai tengah hari juga kita sukar sampai di kuil!"
Giok Peng berjalan sampai di tepian kali.
Ia menoleh ke kiri dan kanan, yaitu ke hulu dan ke ke hilir.
Sekian lama dia berdiam, tiba-tiba ia berkata: "Aku ingat
sekarang! Ini kan puncak ke empat? Maka puncak yang tadi
kita lihat dari atas mesti puncak yang paling belakang. Mari
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
kita kembali, dari sana baru kita dapat berjalan pulang." Kauw
In berpikir.
"Tadi, apakah kau melihat cahaya api yang berkelak-kelik?"
tanyanya.
"Bukan melainkan cahaya api tapi api para pendeta" sahut
Giok Peng.
"Jumlah mereka sedikitnya seratus orang lebih. Mereka itu
mencari dan menggeledah di atas dan di kaki gunung dengan
berpencaran."
"Benarkah itu?" Kauw In menegasi.
Awalnya dia heran. "Ah" ia menambahkan, "Kalau
demikian, benar-benar kita mesti kembali!"
Lantas nona Cio mendahului bertindak hingga Giok Peng
mesti mengikutinya. Dengan banyak susah mereka tiba pula di
puncak dan mulut gua tadi, dari sini, dari atas mereka dapat
memandang ke bawah.
Masih mereka belum juga melihat jalanan. Tiba-tiba Nona
Cio menebas berulang-ulang kepada pohon cemara.
"Kenapa itu kakak?" tanya Giok Peng heran. Kauw In
menuding ke arah kali.
"Kita harus menyebrangi kali, tetapi kita tidak dapat
berenang" sahutnya.
"Maka kita mesti menebang pohon ini buat dijadikan
batangnya sebagai perahu, mari kau membantu aku
menebangnya!" Tepat itu waktu dari dalam gua terdengar
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
suara orang: "Eh, hati-hati! Di luar gua ada orang!" Giok Peng
terkejut, serta merta ia menghunus pedangnya dan lompat
mencelat ke mulut gua.
Kauw In pun melompat menyusul kawannya itu ketika dari
salam gua tampak munculnya dua orang pendeta, yang
segera dikenali Gouw Jin dan Gouw Gie adanya, tangan
mereka membekal tongkat, tampang mereka tegang.
"Taysu, kami disini!" Kauw In segera meneriaki.
"Kami hendak pulang tetapi kami belum berhasil mendapati
jalannya." Kedua pendeta melihat kedua nona, lekas-lekas
mereka memberi hormat.
"Mari kami mengantarkan nona-nona pulang" kata Gouw
Jin.
"Terima kasih" Nona Cio mengucap.
Gouw Jin mendahului memutar tubuh, buat kembali ke
dalam gua, kedua nona mengikuti. Gouw Gie mengikuti paling
belakang.
"Hati-hati!" terdengar suara Gouw Jin setelah mereka jalan
selintasan.
Giok Peng mengawasi ke depan dimana terdapat dinding
yang penuh akar rotan. Disitu tampak sebuah liang besar,
Gouw Jin membungkuk masuk ke dalam liang itu, yang
merupakan sebuah pintu. Gouw Jin maju akan membetot akar
rotan tang menghadangnya. Sekarang Giok Peng berdua
melihat sebuah alat, yaitu sebuah pintu besi yang daunnya
tergantung tinggi.
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
Selekasnya mereka masuk, daun pintu itu menggebrak
jatuh dengan memperdengarkan suara nyaring berisik.Diamdiam
kedua nona merasa aneh. Lama mereka mengikuti si
pendeta jalan di sebuah terowongan yang cuma muat satu
orang. Sekitarnya batu dan tingginya terowongan cuma tiga
kaki sehingga orang harus membungkuk-bungkuk.
Terowongan pula gelap. Mereka mesti jalan berbelok-belok
beberapa kali sampai mereka mulai merasa hembusan angin
lalu tampak sinar terang, pertanda datangnya fajar.
Di paling ujung itulah mulut terowongan itu berada.
Sekeluarnya dari mulut gua, Giok Peng berdua baru dapat
melihat tegas-tegas. Di depan mereka, puncak gunung
bagaikan menembus ke langit. Mega seperti menutupinya, di
ufuk timur cahaya matahari masih lemah sekali. Puncak yang
tadi malam mereka lihat berada dekat sekali di depan mereka.
"Taysu, apakah ini puncak yang kelima?" Kauw In tanya
Gouw Jin.
"Ya" sahut pendeta itu mengangguk.
"Dari sini kita pulang, jalannya dekat sekali."
"Semula aku menyangka kami dapat pulang dengan jalan
puncak pertama itu" kata Giok Peng.
Gouw Jin menggeleng kepala lalu dia menutur perihal
jalanan di kelima puncak disitu. Ada banyak jalanan, banyak
juga yang buntu. Tanah datar lebih banyak daripada guanya.
Kali tak dapat dilewati kalau airnya banjir, yaitu di musim
hujan.
Di sebelah situ, ada pula gangguan halimun atau uap yang
tebal. Terowongan itu adalah buatan ketua mereka terdahulu.
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
Masih ada beberapa terowongan lain yang jarang dipakai. Di
akhirnya Gouw Jin memberi penjelasan bahwa tadi mereka
tengah melakukan pemeriksaan ketika mereka melihat kedua
nona itu maka juga mereka lantas menghampirinya. Diamdiam
kedua nona mentertawakan diri. Lantaran tak kenal
jalanan, mereka jadi tersesat. Sekarang dengan dipimpIn
Gouw Jin berdua, lekas sekali mereka kembali ke kuil.
Di pendopo Tay Hiong Po-tian, orang tengah berkumpul.
Disitu Pek Cut Taysu sebagai ketua duduk di kursi pertama,
ditemani oleh Gouw Hian Tojin dari Butong Pay serta ke empat
adik perguruannya sendiri. Di sebelah kiri duduk Pat Pie Sin Kit
bersama Ngay Eng Eng, Ang Siau Siangjin, Liauw Lo, Gouw To
dan Gouw Hoat Taysu. Melihat orang berkumpul dan
tampangnya mereka itu, Kiauw In berdua menerka mesti telah
terjadi sesuatu.
Lekas-lekas mereka maju mendekati buat memberi hormat
pada Pek Cut semua setelah mana mereka mendampingi
paman guru mereka, si pengemis sakti.
"Gouw Ceng, coba kau tuturkan pengalamanmu tadi malam
bertemu dengan musuh," berkata Pek Cut Taysu habis kedua
nona menjalankan kehormatan.
Rupanya orang baru saja berkumpul. Kiauw In berdua
menoleh kepada Gouw Ceng yang paling dulu menghormati
ketuanya, baru dia memberi hormat pada para tamu dan
paman gurunya, setelah itu dia mulai menceritakan
penuturannya yang jelas sekali.
"Tadinya aku tak niat pulang lagi," ia tambahkan kemudian
seraya mengasi tahu bagaimana Liauw In, yang
menemukannya, membujuk dan memberi pengertian
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
kepadanya kepada bahaya yang mengancam Siauw Liem Sie
serta dunia rimba persilatan semuanya.
"Sekarang aku menerima salah, bersedia aku menerima
hukuman dari bapak ketua." Mengakhiri kata-katanya itu,
Gouw Ceng menghampiri Pek Cut, untuk berdiri sambil tunduk
di depan ketuanya itu, tampangnya sangat berduka.
"Aku sudah tahu" berkata ketua itu.
"Pergilah mundur dan beristirahat! Jangan kau bersusah
hati. Beng Khong dan Ceng Ceng sembrono, mereka
menerima bagiannya maka biarlah mereka nanti disambut
oleh sang Buddha kita di Tanah Barat. Bagi kita, dunia kosong!
Sekarang soalnya ialah musuh besar berada di depan kita dan
keselamatan Siauw Liem Sie terancam, kita harus berdaya
membebaskan diri. Lagi sekali aku beritahukan, jangan kau
bersusah hati. Pergilah kau mundur!"
Jilid 6
Gouw Ceng tidak segera mengundurkan diri.
“Bapak Ketua,” katanya, “Aku bersedia mengorbankan diri,
tak nanti aku mundur walaupun ada ancaman berlaksa
kematian!”
Pek Cut mengulapkan tangannya.
“Amidha Budha!” pujinya.
“Aku mengerti kau!” Terus ia berpaling kepada Liauw In
dan berkata: “Liauw In, kau ajaklah dia pergi!”
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
Liauw In menurut, habis mengangguk, ia menghampiri
Gouw Ceng untuk memegang.
“Sute kau harus dengar kata-kata bapak ketua.” katanya,
“Mari beristirahat!”
Lalu adik seperguruannya itu ditarik, diajak kependopo
belakang.
Pek Cut menoleh kepada Go Hian Tojin kemudian berkata:
“Totiang, bukankah Thio Siong Kang itu salah seorang
bajingan kepala dari pulau To Liong To? Apakah totiang
pernah mendengar tentang mereka?”
Go Hian membalas hormat.
“Maaf, pendengaran pinto tentang dunia Kang Ouw sangat
terbatas,” sahutnya. “Memang dahulu pernah pinto
mendengar perihal bajingan kepala dari pulau itu, bahwa
mereka itu suka melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak
halal, bahkan pernah ada beberapa orang rekan yang datang
kepada pinto untuk mengajak pinto pergi menyerang mereka,
katanya guna membantu rakyat dari gangguan mereka itu.
Terpaksa pinto tolak ajakan itu sebab ketika itu pinto
berpendapat partai kami tidak mencari urusan diluaran, kalau
orang tidak mengganggu kami, kamipun tidak mau
mengganggu orang. Karena itu pinto tidak tahu jelas perihal
bajingan-bajingan itu.”
Pek Cut tahu dari pihak Bu Tong Pay ini, ia tidak dapat
mengharap keterangan jelas, kalau toh ia menanyakan Go
Hian, itulah disebabkan sebagai tuan rumah tak boleh ia lupa
menunjukkan penghargaan dan rasa hormatnya pada
tetamunya itu, yang telah begitu memerlukan datang untuk
membantu pihaknya. Maka ia mengangguk dan berkata:
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
“Terima kasih totiang! Syukur bahwa totiangpun mengetahui
bahwa mereka itu telah melakukan perbuatan-perbuatan yang
tidak halal. Sebenarnya perbuatan itu sudah lama mereka
kerjakan dan orang jauh dan dekat rata-rata pernah
mendengarnya.”
“Sayang malam tadi aku tidak bertemu sendiri dengan
jahanam itu!” berkata Eng Eng sengit. “Kalau sebaliknya,
walau kepandaianku tidak berarti, hendak aku mencoba
membekuknya.”
“Ngay Tayhiap berbicara secara terus terang, senang aku
mendengarnya!” In Gwa Sian menimbrung.
Setelah itu muncullah dua orang pendeta muda, yang
masing-masing membawa satu buntalan hitam serta sehelai
atau tambang panjang terbuat entah dari rotan atau benda
lainnya. Mereka itu muncul dari depan dan masuknya secara
tergopoh-gopoh, langsung mereka mendekati Gouw jin Taysu,
salah satu dari Ngo Lo, kelima Tianglo. Mereka memberi
hormat, lantas mereka menyerahkan barang-barang yang
dibawanya itu sambil mengucapkan kata-kata dengan
perlahan.
Gouw Jin menyambut sambil mengangguk-ngangguk,
lantas dia berbangkit dan membawa kedua rupa barang itu
kehadapan Pek Cut untuk dipersembahkan, sambil memberi
hormat, ia berkata: “Harap bapak ketua ketahui bahwa Ceng
Leng dan Beng Wan berdua sudah menerima perintah pergi
kekaki Ngo Leng Hong dekat Siauw Yan Kie, dimana mereka
membuat penyelidikan. Menurut penduduk sana, pada dua
bulan yang lalu kampung mereka kedatangan seorang pria
pertengahan, yang tinggal dengan membuat gubuk dikaki
gunung dan Pekerjaannya setiap hari ialah mencari kayu buat
dijual kepada penduduk kampung, bahwa kadang-kadang dia
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
menanyakan penduduk tentang segala hal perihal kuil kita.
Tadi malam orang itu nampak pulang entah apa sebabnya.
Mendengar itu Ceng Leng bercuriga, maka ia pergi kegubuk
orang itu dan memeriksanya. Ia cuma menemukan tali
panjang ini, lainnya segala perabotan dapur saja. Beng Wan
sebaliknya menemui bungkusan ini dibawah pohon cemara tua
ditepi kali, tergeletak ditanah, terus dia membawanya pulang.
Harap bapak ketua sudi memeriksanya.”
Semua mata hadirin segera diarahkan kepada kedua
barang itu. Pek Cut mengawasi sekian lama, lantas bungkusan
itu ia serahkan pada Go Hian Tojin, untuk si imam melihatnya.
“Sungguh bungkusan yang besar.” kata Imam dari Bu Tong
Pay itu, “Seorang manusiapun dapat dibungkus dengan ini!”
“Jahitannya bukan seperti jahitan biasa.” Pek Cut
menambahkan, pendeta ini heran.
In Gwa Sian menyambuti bungkusan itu untuk diteliti. Dia
bermata tajam, lantas katanya: “Menurut aku, bungkusan
inipun bekas direndam dahulu dengan getahnya suatu pohon
dan bekas dijemur kering hingga kain ini tidak nyerap air dan
dapat dipakai sebagai pakaian menyelam. Kalau kalian tidak
percaya, cobalah!”
Ngay Eng Eng turut memeriksa benda itu lalu dia
menunjuki jempol tangannya.
“Saudara In benar!” katanya. “Inilah pasti milik Thio Siong
Kang sibajingan itu!”
—- Hal 09 S/D 16 hilang ——
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
menjadi jurus “Belibis Turun di Pasir” Pedangnya menjadi
meluncur kebahu kiri lawan. Pedang itu bersinar berkilau.
Sia Hong terancam bahaya, untuk menyelamatkan diri ia
berkelit sambil melompat jungkir balik dengan jurus “Ular
Naga Berjumpalitan” Toh ia terlambat juga, ia masih kalah
cepat. Hanya untung baginya cuma bajunya yang terobekrobek!
Dengan lompatan itu ia menyingkir sejauh dua tombak.
“Imam siluman, benar lihai pecut emasmu itu!” Seng Ciang
berseru.
Sia Hong mengeluarkan peluh dingin. Meski selamat, ia
sudah kalah, maka mukanya menjadi pucat pasi dan merah
padam. Ia malu dan penasaran.
Selagi saudara seperguruannya itu berdiri diam. Hek Hong
berlompatan maju sambil menunding dengan goloknya, golok
Pun Tiat To. Ia berseru: “Siluman, benar lihai ilmu pedangmu!
Mari pinto juga hendak belajar kenal denganmu!” Menyusul itu
ia menyerang membacok ke arah jalan darah hoa kay si
lawan.
Seng Ciang melihat datangnya ancaman, ia menangkis
dengan keras hingga senjata mereka bentrok dan bersuara
nyaring. Setelah itu ia membalas menikam iga kiri si imam.
Mau tidak mau Hek Hong mesti berloncatan mundur. Balasan
lawannya itu hebat sekali. Sambil mundur itu, ia menghajar
pedang guna memunahkan serangan itu. Maka pedang dan
golok beradu keras berisik dan percikan apinya bermuncratan.
Bentrokan itu hebat Hek Hong, goloknya hampir lepas dari
tangannya dan jeriji tangannya hampir terpotong, walaupun
demikian ia tidak mau berhenti sampai disitu. Ia penasaran. Ia
merasa dirinya seperti sedang menunggang harimau hingga
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
tak dapat ia berlompatan turun. Sambil menggertak giginya
dan menyerang pula, mulanya menusuk lalu mendak dan
membabat lawan.
Seng Ciang menangkis tusukan itu, dilain pihak sambil
menjejak tanah, dia lompat guna menyelamatkan kakinya, tapi
selekasnya dia menaruh kakinya, dia balas membacok dari
atas kebawah. Tak berhasil dia mengenai lawan tapi
pedangnya menghajar golok demikian telak dan keras, hingga
golok dari tangan Hek Hong mental dan selagi lawan itu
menjadi kaget dan bengong, dia berlompatan maju dengan
susulan tikamannya!
Tanpa senjata dan sedang bingung sedang tangannyapun
nyeri, maka Hek Hong tidak berdaya terhadap serangan kali
ini. Tak ampun lagi bahu kirinya kena tertikam hingga ia
terluka, sambil menjerit robohlah tubuhnya.
Koaw Hong berlompat maju, dia kaget bercampur gusar.
Kaget buat saudara seperguruannya dan gusar terhadap
lawan itu. Sambil menunding dan berteriak: ” Kau berani
melukai adik seperguruanku, Awas!” Dan dia segera
menghajar dengan Bu Hwe Pian, cambuk baja yang
dinamakan “Ekor Harimau”. Itulah pukulan “Kacung Tay Sie
Menindih Kepala”.
Melihat senjata orang agaknya berat, Seng Ciang berlaku
hati-hati. Begitulah ia menghindar ke kiri darimana ia
membarengi membabat ke kanan mencari bahu lawan. Koaw
Hong pun berkelit, habis berkelit ia menyerang pula,
cambuknya dibabat untuk sekalian melibat tubuh musuh. Seng
Ciang mendak, dengan begitu cambuk lewat diatas kepalanya.
Sekali lagi ia membalas kembali kebahu lawannya itu. Koaw
Hong berkelit sambil berlompatan dengan penasaran, maka
kembali iapun menyerang dengan menyabet kebawah.
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
Seng Ciang menjejak tanah melompat tinggi setombak
lebih dan setelah ia mendarat ia telah terpisah tujuh delapan
kaki dari lawannya. Tapi ia disusuli si imam yang
menyerangnya dengan jurus “Naga Hitam Keluar Dari Gua”
sasarannya ialah jalan darah “heng han” dipunggung Seng
Ciang. Jago luar lautan mendengar suara aneh akibat
bekerjanya cambuk, ia berkelit sambil mendak ke kanan
darimana lagi-lagi ia membabat bahu lawannya.
Didalam delapan belas senjata, cambuk terhitung yang
nomor tujuh dan dipelajarinya paling sulit, siapa pandai
menggunakannya, dia akan jadi lihai sekali. Koaw Hong cukup
lihai tetapi dia kalah licin dari Seng Ciang, yang ilmu
pedangnya baik sekali. Maka juga didalam waktu tigapuluh
jurus, jago luar lautan itu tetap lebih unggul. Bahkan sehabis
itu, perlahan-lahan, si Imam mulai terkurung sinar pedangnya.
Kalau dia melawan terus dapat susah dia. Karenanya lantas ia
menggunakan akal, mendadak ia menyabet kebawah dengan
jurus “Angin Puyuh Menyapu Salju”.
Dengan memaksakan diri Seng Ciang lompat mundur, atas
mana Koaw Hong lompat ke kanannya. Menampak demikian ia
menerka si imam hendak menyerang dia dengan senjata
rahasia, maka ia lantas memasang mata. Sengaja ia menegur:
“Eh imam siluman, kita belum menang atau kalah, kenapa kau
mau mundur?” Lalu terus ia lompat menyusul pedangnya
dilancarkan.
Benarlah terkaan jago luar lautan itu, saking terpaksa,
Koaw Hong hendak menggunakan senjata rahasianya, cepat ia
merogoh kesakunya dan menimpukkan dua batang jarum
emas, mengarah kemuka dan dada.
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
Seng Ciang bermata tajam, dan lagi dia sudah bersiaga,
maka itu ketika ia melihat bahu si imam bergerak, ia dapat
menerka kemana arah serangannya. Ia telah memasang mata,
lantas ia menyerang. Ia juga membekal senjata rahasia yang
berupa paku dan dengan itulah ia menyambut jarum lawan.
Suara nyaring terdengar akibat bentrokan senjata rahasia
yang dua-duanya lantas jatuh ketanah. Menyusul itu Seng
Ciang bertindak lebih jauh. Tanpa ragu dan tanpa ayal. Kalau
tadi ia menimpuk dengan tangan kanan, sekarang ia
menimpuk pula dengan tangan kiri. Kalau tadi ia
menggunakan paku, sekarang senjata rahasia yang
dinamakan Thie Lian Cie atau teratai besi. Dan teratai yang
pertama meluncur ke belakang kepala si imam.
Koaw Hong kaget bukan main, ia mendengar bunyi senjata
beradu, ia tahu bahwa penyerangan gelapnya sudah gagal,
maka dalam hati ia berseru: ” Celaka!” dan belum sempat ia
berdaya telinganya sudah mendengar sambaran angin di
belakangnya, dengan cepat ia tunduk sambil mendak sedikit.
Dengan begitu senjata rahasia itu lewat diatas kepalanya.
Tetapi itu belum semua. Seng Ciang menyerang dengan
menggunakan tipu daya. Serangannya kebatok kepala cuma
akal belaka guna memancing kelengahan lawan. Selekasnya
timpukannya yang pertama itu segera menyusul yang kedua,
lalu menyusul yang ketiga. Dua yang belakangan ini dengan
kecepatan luar biasa dan arah tujuannya berlainan.
Kaow hong sudah lantas menjerit. Tak berdaya ia waktu
teratai yang kedua menancap di jalan darah co in dibetisnya
bagian belakang kaki kanannya, sambil menjerit “Aduh!”
tubuhnyapun roboh. Dia merasa nyeri dan kaki kanannya itu
lantas menjadi kaku. Untung baginya, teratai yang ketiga lolos
karena ia keburu roboh.
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
Menyusul robohnya si imam, muncullah Ngay Eng Eng yang
lantas menghadapi Seng Ciang guna menghadang andiakata
jago luar lautan itu hendak merampas jiwa lawannya. Ngay
Eng Eng datang dengan meluncur dari tempat yang tinggi.
“Hm!” Eng Eng mengasih dengar ejekannya. “Kalian gagah
sekali sehingga dapat merobohkan beberapa bapak imam!
Tapi kalian jangan berpuas diri dahulu! Aku Ngay Eng Eng
dengan tanganku yang berdarah daging ini, hendak aku
melayani kalian. Aku hendak melampiaskan penasarannya
bapak-bapak ini…!”
Belum berhenti suaranya, Lie Seng sudah menikam
padanya. Dengan hanya satu kali bergerak, maka Eng Eng
sudah berkelit hingga segera berada di belakang penyerang
yaitu Lie Seng, si Ular Naga Mendekam, lantas ia membalas
menyerang dengan kedua belah tangannya dengan
menggunakan ilmu silat “Tangan Membalik Mega”. Sasarannya
ialah kedua bahu lawan.
Lie Seng terkejut tetapi dia sanggup menyelamatkan diri.
Sambil mendak sedikit dia menjejak tanah, berkelit dengan
melompat sejauh tiga tombak. Melihat orang menyingkir
begitu jauh, Eng Eng tertawa.
“Manusia jahat, jika kau bernyali, mari maju pula!”
tantangnya. Lalu bukannya ia berdiam menanti orang
menghampirinya, ia justru melompat ke kiri untuk lari
mendekati tanjakan!
Lie Seng menjadi sangat gusar, sambil membentak ia lari
mengejar. Jago tua itu sengaja hendak mempermainkannya,
ia tidak segera melayani melainkan hanya lari berputaran
seperti lagi main petak, kemudian barulah ia lari mendaki
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
menuju puncak. Ketika itu ia menoleh ke belakang, ia melihat
si Ular Naga Mendekam masih terus menyusulnya dan
ketinggalan tak jauh darinya.
Dengan lekas jago dari luar lautan itu dapat menyusul dan
dengan sengit dia lantas menikam untuk itu dia sampai
berlompat. Eng Eng masih tidak hendak menyambuti, ia hanya
berkelit. Karenanya ia jadi telah memberi kesempatan buat
lawannya itu kembali menikam! Masih jago tua itu tidak mau
melawan, dan hanya berkelit menghindar. Kali ini dia lari terus
mendaki bukit dan barulah diatas bukit itu ia berdiri menanti.
Lie Seng menyusul terus, kedatangannya dibarengi dengan
tusukan, karena dia semakin gusar maka serangannyapun
makin hebat. Pedangnya itu selain berkilau kehijau-hijauan
anginnyapun terdengar tajam. Eng Eng menduga senjata
lawan adalah senjata mestika maka tak mau ia memandang
enteng. Sebaliknya ia mengerahkan tenaga dalam
ditangannya, setelah berkelit ia melayani bertempur sambil
berlompatan mundur dan kesisi kanan berlompatan tinggi.
Dengan tangannya ia bersilat dengan ilmu silat Kim Na Kong
yang istimewa untuk menangkap senjata atau serangan
lawan. Ia sudah berusia lanjut tetapi ia dapat bergerak dengan
gesit sehingga ia seperti sedang bermain diantara kilauan
pedang.
Sudah lama sekali Ngay Eng Eng tidak menggunakan
senjata tajam. Kalau bertempur ia selalu menggunakan
sepasang tangannya. Demikian pula kali ini, tak peduli pedang
si Ular Naga Mendekam menyerang dengan luar biasa, ia
selalu dapat melayani dengan mudah sekali. Dengan cepat
dua puluh jurus telah berlalu, seperti semula tadi tetap
mereka tak ada yang kalah atau menang. Sebaliknya Lie Seng
semakin penasaran, ia menggunakan seluruh kepandaiannya
sebab niatnya adalah merobohkan musuh. Sementara
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
lawannya tetap melayani dengan tenang seperti semula. Maka
sepuluh jurus lagi telah dilewatkan.
Tengah mereka bertempur bagaikan main-main itu,
mendadak Eng Eng mementang kedua tangannya, terus
tubuhnya mencelat sejauh tiga tombak, sebab ia
menggunakan ilmu silat lompat tinggi dan jauh “Elang
Menyerbu Langit”. Ia menyingkir kesebelah kanan. Lie Seng
membentak nyaring, tubuhnya membarengi berlompat juga
menyusul. Dia seperti tidak mau memberi kesempatan. Kali ini
Eng Eng lari terus terusan, sampai melewati empat puncak.
Dipuncak yang ke empat ini ia tiba disebuah pohon yang besar
dan tua, yang tinggi dan banyak dahan-dahannya sedang
daunnya berupa mirip payung. Disitu ia berhenti dan
mengawasi lawannya sambil tersenyum.
Lie Seng mengejar terus tapi sekarang dia telah bermandi
peluh dan napasnyapun tersengal sengal, cuma semangatnya
yang tak kunjung padam, tapi dia masih menuruti suara
hatinya, yaitu marah. Selekasnya dia datang mendekat maka
tak ampun lagi dia menikam lawannya itu! Dengan tangan
kosong, Eng Eng tidak mau menyambuti pedang. Buat
kesekian kalinya ia berkelit luar biasa gesit, tahu-tahu ia sudah
berada di belakang penyerangnya. Dengan sama hebatnya ia
menyerang dengan kedua tangannya. Ia menggunakan jurus
Melintang Menghajar Dahan Emas, walaupun demikian ia
menggunakan tenaga lima bagian.
Lie Seng lihai, masih dapat ia menyelamatkan diri dengan
lompat ke depan sejauh dua tombak. Cuma iganya tersentuh
sedikit, sedang maksud lawannya adalah membuatnya roboh
pingsan disebabkan tulang-tulangnya pada patah. Panas si
jago dari luar lautan, setelah menaruh kaki, dia memutar
tubuh buat maju menghampiri lantas menikam pula, hebat
niatnya untuk membalas lawannya.
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
Heran juga Eng Eng, biasanya jarang ia gagal dengan
serangan semacam itu. Hajarannya itu mampu menciderai
orang yang kebal sekalipun, namun Lie Seng malah masih
mampu menyerangnya. Tapi ia tak gentar. Ia menanti, segera
setelah ujung pedang hampir sampai, ia berkelit ke kiri hingga
ia jadi berada disebelah kanan lawannya. Disini ia lantas
menyerang. Tentu sekali sekarang ia tambah tenaganya
hingga menjadi tujuh bagian.
Kali ini Lie Seng tidak lolos seperti tadi, punggungnya telah
terhajar telak, maka tubuhnya tersuruk ke depan sejauh satu
tombak. Tapi dia kuat sekali, dia tak roboh mencium tanah,
bahkan dia lekas-lekas memperbaiki diri. Maka itu kembali dia
dapat maju pula guna melakukan serangan balasan. Dia
menggunakan ilmu pedang “Dengan Obor Membakar Langit”.
Kembali Eng Eng menjadi heran. Ia heran atas kekebalan
dan ketangguhan lawannya itu. Orang telah mengeluarkan
banyak sekali tenaga dan barusan telah kena terhajar
walaupun cuma tersentuh iganya lalu terhajar punggungnya.
Kenapa dia dapat bertahan sedemikian rupa?
Tak usah lama jago tua itu berpikir, lantas ia ingat sesuatu,
hingga ia bagaikan orang yang baru sadar dari tidurnya. Itulah
sebabnya kenapa tubuh lawan terasa seperti lunak-lunak
keras atau lembek kokoh, hingga hajarannya tak mengenai
secara hebat. Maka itu, mungkin orang itu mengenakan
lapisan atau pelindung yang istimewa ditubuhnya. Entah….
“Orang licin!” pikirnya. Lalu, melihat sebuah pohon Pek
disebelah kanannya, ia mendapat akal. Dengan segera ia
menjejak tanah dan lompat naik keatas pohon itu. Berdiri satu
kaki dengan sikap “Ayam Emas Berdiri Dengan Satu Kaki”
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
Melihat sikap orang itu, Lie Seng gusar sekali. Dia
membentak lantas melompat naik guna menyusul dan
langsung menyerang tanpa ampun lagi dengan tikaman “Naga
Hijau Masuk Kelaut” mengarah ke dada lawannya. Memang
niatnya Eng Eng dengan aksinya itu adalah untuk merampas
pedang lawan. Ia bersikap tenang, ketika ia ditikam itu, ia
menanti sampai orang hampir mendapat hasil, mendadak ia
berpura-pura terpeleset hingga tubuhnya terguling dari dahan
dimana ia menaruh sebelah kakinya. Ia mengait dengan
kakinya hingga tubuhnya bergelantungan bagaikan orang
bermain ayunan. Dengan cepat tangan kanannya menyambar
dahan itu untuk dipegang erat-erat buat bertahan hingga
tubuhnya tak jatuh kebawah, menyusul kemudian sebelah
kakinya menendang lengan lawan, lengan yang dipakai
menikam.
“Aduh!” Lie Seng menjerit, kaget dan nyeri. Cekalannya
sudah lantas terlepas hingga pedangnya jatuh ketanah. Saking
nyerinya dia mesti memegangi lengannya itu. Karena ini dia
menjadi jeri dan terpaksa lompat turun dari pohon untuk terus
lari dan kabur! Eng Eng tidak mau mengerti. Ia tak sudi
membiarkan lawan lolos, begitu melihat orang lari, ia lompat
turun terus mengejar. Ia memang dapat lari lebih cepat,
sebentar saja ia sudah berhasil menyusul. Maka bergeraklah ia
bagaikan elang. Kedua tangannya dipentang menyambar ke
iga lawan.
Lie Seng tahu datangnya ancaman itu, namun tangannya
tak berdaya sehingga ia menjadi kuatir, tapi ia masih memiliki
tangan kiri. Sambil mendak untuk berkelit dari sambaran, ia
memutar tubuhnya lalu cepat dengan tangan kirinya itu ia
menyerang keperut musuh. Ia menggunakan pukulan “Tangan
Pasir Besi” yang lihai dan mengarah perut musuh. Ia bersedia
mati bersama…
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
Eng Eng tidak menjadi bingung, sebaliknya ia mendahului.
Dengan sebelah tangannya dan dengan ujung lengan bajunya
ia menyampok muka lawan. Si Ular Naga Mendekam kaget
sekali. Tak dapat ia berkelit atau menangkis. Tapi hebat
kebutan itu, walaupun cuma ujung baju. Ia merasai mukanya
nyeri sekali seperti terasampok lembaran besi. Kali ini tak
ampun lagi, ia berteriak kesakitan lantas terjengkang dan
roboh pingsan!
Sementara itu Mie A Lun sudah menyusul hingga ia sempat
menyaksikan robohnya saudara angkatnya itu, guna menolong
saudaranya yang ia kuatir dibunuh musuh, ia menyerang
musuh dengan satu ayunan tangan dan meluncurlah senjata
rahasianya, sebatang kongpiauw disusul oleh dua yang lain.
Senjata itu melesat dengan mengeluarkan suara yang tajam.
Eng Eng tahu datangnya serangan itu, dengan tabah ia
mengebut berulang-ulang membuat ketiga senjata rahasia itu
berjatuhan ketanah.
Mie A Lun terperanjat saking herannya atas kelihaian
lawannya. Ia menjadi penasaran sekali, maka ia menyerang
pula sekarang dengan lebih gencar, ia menyerang keatas tiga
kebawah empat. Maka tujuh buah sinar terang meluncur ke
arah lawannya. Eng Eng mengenali senjata rahasia itu ialah
semacam panah tangan yang bukan terbuat dari besi atau
emas, melainkan terbuat dari akar kayu pinang yang
dilengkapi dengan baja dan seluruhnya sudah direndam dalam
air beracun juga ditambahi dengan sebuah per hingga bisa
melesat dengan cepat sampai sejauh tujuh delapan tombak
dan setiap pipanya memuat tujuh batang. Kembali ia
menunjukkan kegesitan dan kelihaiannya. Sambil melompat ia
mengebut setiap panah tangan itu sehingga berjatuhan
ketanah dan ia terbebaslah ia dari ancaman maut.
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
Panas hatinya Mie A Lun melihat senjata rahasianya gagal,
sambil berseru ia maju menyerang dengan tangan kirinya
untuk menggertak sementara kepalan kanannya meninju
hebat kedada. Eng Eng berkelit ke kiri, tangan kirinya
membacok lengan penyerangnya itu. Ia bukan membacok
dengan senjata tajam, melainkan dengan pergelangan telapak
tangannya. Itulah bacokan yang dinamakan “Menyambut
Palang Pintu Besi”
A Lun gesit, dapat ia menggeser lengannya itu. Ia gagal
menyerang tapi lengannyapun selamat. Tapi Eng Eng berlaku
cepat sekali, ia menyerang pula dengan kedua tangannya
mencari sepasang mata lawannya. Serangan mana membuat
lawannya berkelit sambil memutar tubuh, hingga ia berada
disisi kiri, maka ia lalu meluncurkan tangannya ke iga jago tua
itu. Itulah serangan “Tawon Galak Masuk Kesarang” Eng Eng
berkelit, tangan kirinya menolak, demikianlah mereka saling
serang.
Kiranya Mie A Lun menggunakan ilmu silat “Naga
Berenang”. Maka itu ia dapat bersilat pesat kedelapan penjuru
hingga ia tampak mirip bayangan saja. Tapi Eng Eng bukan
sembarang lawan. Jago tua ini dapat menandingi kegesitan
jago dari luar lautan itu. Dengan demikian mereka telah
bertempur lebih dari tiga puluh jurus. A Lun penasaran sekali,
sebab ia tak mampu mengalahkan lawannya, mendadak ia lari
berputaran, lalu lompat keluar lapangan untuk memasang
kuda-kudanya. Selekasnya ia mengerahkan tenaganya
ditangan kanan, tiba-tiba ia menyerang sambil berseru
nyaring. Ia menggunakan pukulan “Harimau Hitam
Mencengkeram Hati”
Eng Eng dapat mengegos tubuh dari pukulan dahsyat itu.
Ia menjadi gusar hingga kumis dan janggutnya bangun berdiri
seperti duri landak. Disaat serangan lewat ia berlompatan
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
merangsek untuk balas menghajar. Ia bukan memukul atau
menusuk hanya menjambret kedua bahu lawannya itu guna
mencengkeram tulang-tulangnya buat ditarik dengan kuat dan
keras. Sebab ia menggunakan jurus silat “Cakar Elang”. Kalau
ia berhasil maka patah dan rusaklah tulang bahu lawannya.
A Lun mengenal bahaya itu, ia berkelit dengan gerakan dari
Naga Berenang. Ia berkelit ke kiri ke kanan, darimana ia
mengirim serangan balasan ke kiri bahu lawan. Ia menyerang
pula dengan pukulan “Harimau Hitam Mencengkeram Hati”
dan sasarannya ialah jalan darah cang cok dari Eng Eng.
Celaka, siapa yang terhajar jalan darah tersebut akan mati
seketika, seringannya akan sakit batuk dan susah napas
bertahun-tahun sebelum akhirnya menutup mata. Eng Eng
mengerti akan ancaman bahaya itu maka ia menyelamatkan
dirinya dengan kelitan “Angin Meniup Gelombang Pohon
Yangliu”
Dua Kali gagal menyebabkan hawa amarahnya memuncak.
Dengan sengit kepalan kirinya menghajar muka lawannya.
Tapi kali ini dia dilawan keras dengan keras, serangan itu
disambut dengan serangan juga. Maka bentroklah kepalan
mereka berdua dan kesudahannya mereka sama-sama
terpukul mundur.
Habis berkelahi lama dan menggembor kegusarannya itu, A
Lun telah menggunakan tenaganya berlebihan, maka habis
bentrok ini, napasnya lantas memburu, hingga mukanya
penuh dengan butiran peluh. Ternyata dia kalah ulet. Sedang
ia masih mengatur napasnya yang memburu, lawannya
berseru sambil maju menyerangnya dengan tidak memberikan
kesempatan untuk beristirahat. Serangan datang bertubi-tubi,
sebab gagal yang satu, menyusul yang lain, tangan dan kaki
bergantian.
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
Bukan main repotnya A Lun untuk membela diri. Dalam
repotnya itu, ia mencoba berlompat minggir tujuh tindak lalu
dengan cepat sekali mengeluarkan senjatanya yang termasuk
senjata istimewa. Senjata itu sepasang terbuat dari besi,
batangnya sebesar biji buah persik sedang panjangnya dua
kaki delapan dim dan ujungnya merupakan seperti lima jari
tangan yang lancip.
Eng Eng segera mengenali senjata itu yang disebut Jit Goat
Sian Jin Ciang “Tangan Dewa berpokok Matahari dan
Rembulan” atau “CaCing Duri Badak Matahari dan Rembulan”.
Tentu sekali tak mudah ia mempertahankan perkelahian
dengan tangan kosong terus menerus, melihat orang
menggunakan senjata, dengan cepat ia menghunuskan
pedang yang tergantung dipunggungnya.
“Sambut!” A Lun berseru seraya dia mementang sepasang
senjatanya yang luar biasa itu, untuk meluncurkan senjatanya
yang kiri. Itu hanya itu gertakan belaka, selekasnya lawan
berkelit ia membarengi menyerang pula dengan tangan kanan
dan mengancam jalan darah lengtay. Eng Eng berkelit ke kiri,
setelah bebas ia balas menyerang. Ia menebas lengan
lawannya itu, gerakannya ialah gerakan “Belibis Turun di Pasir
Datar”
A Lun menarik tangan dan tubuhnya buat mengangkat kaki
kiri menggeser kesamping musuh dari sisi, sebelum musuh
menarik pulang tangannya, ia coba mendahului menyerang
pula. Dengan dua senjata berbareng, hanya serangannya
masing-masing keatas dan kebawah. Itulah jurus “Gouw Kong
Menumbang Pohon Kayu Manis” dengan begitu kedua belah
pihak sama-sama berlaku keras dan gesit, mereka saling balas
secara kontan. Eng Eng menyingkir dari senjata lawan.
Setelah itu ia membalas pula, menikam dengan jurus
“Menunggang Naga Memancing Burung Phoenik”
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
Mie A Lun juga dapat menyelamatkan dirinya. Dengan
sepasang senjatanya, dia menangkis pedang lawan. Jago she
Ngay itu menarik pulang pedangnya. Ia memutar tubuhnya
kesamping, dari situ ia menyerang dengan jurus “Rajawali
Emas Membuka Sayap” Tapi serangan itu sia-sia belaka,
lawannya mampu melayaninya. Kembali lawannya menyerang
balik dengan senjatanya mencari jalan darah khie-hay di
pundak kiri. Untuk mencegah serangan itu, Eng Eng
mengancam tangan lawan itu, ia menusuk tangan yang
memegang Sian Jin Ciang. A Lun menarik senjatanya. lalu
dengan cepatnya dia balas menyerang dengan jurus silat
“Bajingan Galak Memasuki Pintu Neraka” sasarannya ialah
jalan darah thay-yang yang berada dibawah iga Eng Eng.
Jago tua itu tidak melompat menyingkir, dia hanya
menyedot hawa membuat tubuhnya menjadi menyusut,
sehingga senjata lawan tak sampai sasarannya.
“Kena!” ia berseru. Itulah karena habis berkelit ia
menyerang.
A Lun bermata jeli dan gesit, dapatlah ia berkelit dari
ancaman pedang itu, ia menangkis dengan tangan kiri seraya
tangan kanannya dipakai menyerang musuh. Eng Eng lompat
ke kiri untuk terus mengancam iga lawan. Kali ini A Lun
terancam bahaya besar, syukur dia tidak menjadi gugup. Dia
tidak berkelit ke belakang atau ke kiri kanan, sebaliknya dia
justru merangsek maju. Pedang lawan ia tempel, supaya
ujung pedang tidak menyentuh tubuhnya, berbareng dengan
itu senjatanya yang sebelah lagi menghajar dada musuhnya
mencari jalan darah khie-bun. Tangkisan dan serangannya itu
dinamakan jurus silat “Bidadari Menenun”
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
Eng Eng melompat sejauh lima kaki lalu mengawasi
musuhnya dengan tajam, sesudah itu keduanya sama saling
mendekati. Ia lantas menyerang dengan gencar dan hebat,
sehingga berbalik ia menjadi pihak yang menyerang, pihak
penyerbu tahu diri, dan dapat melihat gelagat sehingga
berlaku dengan waspada. A Lun memanfaatkan dengan
maksimal keunggulan senjatanya yang mempunyai
empatpuluh sembilan jurus dan duapuluh empat diantaranya
untuk menghajar jalan darah. Memang senjata itu jarang
terlihat di muka umum saking langkanya.
Buat sementara Eng Eng tampak unggul, ia dapat
mengandalkan pedangnya yang tajam. Iapun selalu
menggunakan tangan kirinya untuk menusuk jalan darah
lawan. Tak dapat A Lun lalai atau ayal bergerak, bisa-bisa dia
jadi korban. Souw Tay Liong melihat kawannya tidak berhasil
merebut kemenangan, dia jadi berpikir keras. Sekian lama
diapun berdiri menonton saja, melihat keadaan dia lantas
mengambil keputusan.
“Adik, kau mundurlah!” Dia berseru kemudian kepada A
Lun, “Biar kakakmu yang membereskan lawanmu ini!”
Walaupun dia berkata begitu, si Harimau Gunung ini tidak
menanti saudaranya mundur dulu, ia trus melompat maju
untuk menyerang musuh. A Lun mendengar dan melihat
begitu kakaknya itu maju, dia melompat keluar dari kalangan
meninggalkan lawannya. Eng Eng sempat mengawasi lawan
barunya yang bersenjatakan golok Gan Leng To - Sayap
Belibis. Namanya “Sayap Belibis” tetapi kenyataannya golok itu
beratnya kira-kira empatpuluh kati. Itulah senjata berat yang
jarang dipakai orang dan siapa yang memakainya selain
tenaganya besar kemungkinan ilmu silatnyapun mahir.
Walaupun demikian ia tidak jeri, bahkan sebaliknya, ketika
musuh datang mendekat secepatnya ia mendahului menikam.
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
Souw Tay Liong melihat serangan itu lantas berkelit.
Walaupun senjatanya berat, namun tak mau ia memakainya
dengan sembarangan. Dia berkelit ke kiri. Dari sini barulah dia
membalas membacok iga kiri. Itulah ilmu golok “Sang Nelayan
Menebar Jala”. Sasarannya ialah iga kiri lawan. Sambil berkelit
ke kanan, Eng Eng menangkis. Ia berlaku cepat hingga lawan
tidak sempat menarik pulang goloknya, dengan begitu pedang
dan golok beradu keras satu dengan yang lain, hingga
suaranya memekakkan telinga dan kedua senjata mengaung
sampai lama.
Benturan itu membuat Souw Tay Liong mengetahui bahwa
lawan memiliki tenaga yang besar. Hal ini membuatnya
berpikir. Ia tahu mereka berada diwilayah musuh, sehingga
dari segi kedudukan pihak sana lebih unggul. Karena itu
pihaknya perlu secepatnya untuk merebut kemenangan. Kalau
lawan sampai memperoleh bantuan, tentulah berbahaya bagi
mereka. Karena itu tak ayal lagi ia mulai mencoba mendesak.
Ia berkelahi dengan menggunakan “Pek Houw To” yaitu ilmu
golok Harimau Putih, yang semuanya terdiri dari delapan
puluh satu jurus, semua dengan gerak gerik harimau dan pula
biasanya semua serangannya berantai dan belum berhenti
kalau musuh belum dikalahkan….
Satu keistimewaan lain dari ilmu golok Harimau Putih itu
ialah bisa digunakan untuk melayani berbagai senjata dan
selama dipergunakan ditempat luas, sinarnya terlihat
berkilauan. Dan biasanya kalau musuh tak lihai maka hanya
dalam sepuluh jurus dapat dirobohkan. Eng Eng kenal Pek
Houw To, maka itu melihat lawan menggunakan ilmu golok
yang lihai itu, ia tidak bersangsi pula. Ia juga menggunakan
ilmu pedangnya Bu Kek Kiam - pedang Tanpa Batas, yang
telah ia latih selama lima puluh tahun, ilmu ini mirip dengan
ilmu Thay Kek Kiam yaitu bertujuan melawan kekerasan
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
dengan kelembutan. Sinar pedangnya mengurung seluruh
tubuhnya dengan rapat.
Begitulah Pek Houw To dilayani oleh Bu Kek Kiam, ilmu
goloknya menjadi tak dapat bergerak dengan leluasa, sampai
pada jurus yang ketujuhpuluh lima, yaitu “Harimau Lapar
Menggoyang Kepala” dan “Harimau Hitam Menerkam Bumi”
mendadak goloknya diputar melintir lalu mendadak dia juga
membacok lawannya pada tiga arah!
Tidak ada jalan lain bagi Eng Eng untuk menyelamatkan diri
selain melompat menyingkir, dengan begitu semua bacokan
yang keatas dan kebawah tidak mengenai sasaran. Ia
melompat ke kiri, selekasnya ia menaruh kaki, ia balas
menyerang. Ia bukannya menabas melainkan menikam
kemuka lawan.
Souw Tay Liong terperanjat juga. Ia seharusnya terus
mencecar musuhnya supaya semua jurusnya dapat di jalankan
habis, namun sekarang tidak, bahkan ia harus menyelamatkan
dirinya. Maka ia berkelit kesamping, tangan kirinya dipakai
menolak sedang golok ditangan kanannya membacok dengan
jurus “Harimau Menggeliat”
Bukannya Eng Eng terancam bahaya, melainkan inilah yang
ditunggu-tunggunya, ia mendahului menghajar belakang golok
musuhnya dengan jurus pedang “Ular Sakti Muntahkan Tikus”
dengan mengerahkan tenaganya. Tay Liong kaget sekali,
tangannya terasa nyeri dan tiba-tiba goloknya terlepas dan
terpental keudara dan jatuh hingga delapan kaki jauhnya
dengan suara berdentangan nyaring.
Cie Seng Ciang dan Mie A Lun kaget sekali hingga mereka
berseru tertahan! Mereka menerka pasti lawan akan
melanjutkan serangan susulannya. Sementara itu Tay Liong
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
masih kelihatan tergetar sambil memegang tangannya yang
terasa sangat nyeri.
Namun dugaan mereka ternyata salah. Setelah
kemenangannya Eng Eng tidak menggunakan kesempatan itu
untuk terus mendesak musuh, sebaliknya dia terus melompat
mundur sambil memberi hormat dengan memegangi terus
pedangnya, sambil tertawa ia berkata: “Sahabat aku
mengucapkan terima kasih karena kalian sudi mengalah. Ini
cuma kekeliruan gerakan tangan, belum ada yang menang
atau kalah! Silahkan ambil golokmu itu! Tak usahlah kalian
mencoba menjagoi disini!”
Perkataan Eng Eng ini membuat lawannya menjadi gusar
sekali. Ia sudah kalah dan merasa malu, tetapi kata-kata
orang membuat merah muka dan telinganya. Ia menganggap
dirinya diejek atau dihina, katanya dalam hati: ” Makhluk mau
mampus! Kau belum kenal senjata rahasiaku yang asal
digunakan pasti meminta jiwa!”
Memang si Harimau Gunung pandai dua macam senjata
rahasia, yang pertama ialah yang terdapat didalam kantong
kulit yang tergantung dipinggangnya. Kantong itu berisi Hui
Hie Cie yaitu tempuling ikan yang terbuat dari baja mengkilat,
panjangnya tiga dim, ujungnya lancip, seluruh tubuhnya
bersisik tajam mirip duri. Apalagi tempuling itu bekas
direndam didalam racun yang ganas, siapa kena terluka maka
dia mesti binasa. Yang lainnya ialah piauw berantai yang
tersimpan dalam lengan bajunya, tajamnya luar biasa. Kedua
macam senjata rahasia itu biasa digunakannya setelah ia
terdesak, maka dari tadi ia ingin menggunakannya namun
dibatalkannya sendiri. Ia tidak menyangka, orang yang
usianya sudah meningkat ternyata sedemikian kosen.
Sekarang saatnya sudah tiba, mendadak ia berseru dan
tangan kirinya terayun menimpukkan tiga buah piauw secara
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
beruntun. Lalu tanpa menantikan bagaimana hasil
serangannya itu, tangannya terus meraba kantong kulitnya
dan mengambil tujuh batang tempulingnya…
Eng Eng tidak menyangka bahwa orang gusar dan terus
menyerang dirinya, tetapi ia selalu siap sedia, bahkan ia
sempat melihat lawan merogoh kantong kulitnya. Maka sambil
berkelit dari ketiga piauw, ia tak lengah, terus ia menatap
tangan musuhnya dan ia menduga pada senjata rahasia
beracun. Selepasnya senjata itu ditimpukkan , ia putar
pedangnya untuk menangkis. Tubuhnya bagaikan tertutup
pedang. Tiga kali terdengar suara tang ting tong, terus ketiga
piauw sudah jatuh ketanah.
Dilain pihak dengan tangan kirinya ia mengeluarkan Thie
Lian Cie, teratai besinya. Dua biji untuk disembunyikan
didalam lengan baju. Tak dapat ia berlaku ayal, segera ia
melihat tujuh sinar terang meluncur ke arahnya, empat diatas,
tiga dibawah. Tak dapat ia menyampok semua senjata itu
yang ia terka senjata rahasia adanya. Maka guna
menyelamatkan diri ia membuang tubuhnya kesamping untuk
terus bergulingan. Itulah jurus silat “Go Tae Liong” atau “Naga
Tidur Ditanah”. Dilain pihak, dengan pedangnya barulah ia
menyampok tiga yang kebawah itu hingga ketiga tempuling
itu terasampok mental!
Souw Tay Liong terkejut hingga hatinya gentar
menyaksikan ketangkasan lawannya. Sedang menurut
dugaannya, musuh tak akan lolos dari salah satu dari sepuluh
senjata rahasianya, terutama tempulingnya yang beracun. Ia
menjadi sangat penasaran, sambil kertak giginya ia
menyerang pula dengan lima biji tempulingnya yang telah ia
keluarkan dengan sangat cepat dari kantongnya.
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
Kali ini Eng Eng pun sudah siap sedia. Setelah menjatuhkan
diri ia lantas bangun. Ketika kelima senjata rahasia tiba, ia
sampok runtuh semuanya, ia putar pedangnya rapat
mengurung dirinya.
Tay Liong makin gusar, ia menyimpan goloknya
dipunggungnya, terus menggunakan kedua tangannya untuk
meraup senjata rahasianya. Kiranya disamping tempuling Hui
Hie Cie, iapun membekal Hui Hong Ciam, jarum “Belalang
Terbang”. Ia lalu menggenggam masing-masing tujuh buah
terus menyerang bagaikan hujan. Ia sudah merasa pasti kali
ini tidak akan gagal pula….
Jago dari luar lautan ini tidak pernah menyangka bahwa
Ngay Eng Eng adalah seorang ahli dalam soal menghindari
senjata rahasia, baik dengan berkelit maupun dengan
pedangnya. Dan kali ini Eng Eng memutar tubuhnya bagaikan
gangsing, pedangnya turut berputar melindungi seluruh
tubuhnya. Maka nyaringlah suara bertemunya senjata rahasia
itu dengan pedangnya, yang pada jatuh langsung ketanah
atau terpental jauh!
Tay Liong terkejut menyaksikan lihainya lawan, hingga ia
melongo. Justru itu Eng Eng melompat ke arahnya dan
menebas ke arahnya. Tanpa tahu apa-apa, pedang lawan
sudah menebas kutung batang lehernya hingga robohlah
tubuh dan kepalanya secara terpisah dan darahnya muncrat
bagai air mancur. Cie Seng Ciang kaget menyaksikan
kebinasaan adiknya itu, dia menjadi sangat gusar sehingga dia
lupa pada lawannya yang gagah luar biasa.
Dia lantas mengeluarkan suara kemarahannya: “Kurang
ajar! Bagaimana kau berani membinasakan adik angkatku?
Aku Cie Seng Ciang akan mengadu jiwa denganmu!”
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
Lantas dia keluarkan senjata rahasianya, sebab dia tak mau
menggunakan pedangnya. Dia menurunkan sebuah
bungkusan kuning dari punggungnya, dari situ dia menarik
keluar sepasang Cu Bo Wanyo Kauw, Kaitan “Bebek Mandarin”
Kaitan ini beda sekali dari kaitan “Kepala Harimau” yang biasa
orang miliki. Yang kiri panjang dua kaki delapan dim, yang
kanan lebih panjang empat dim, besarnya sebesar jari tangan
dan di belakangnya dilapisi emas hingga bersinar gemerlapan
menyilaukan mata. Ujung atau kepala kaitan bercagak tiga,
yang ditengah mirip tombak cagak, yang kiri dan kanan mirip
jie-ie, yaitu semacam tongkat lambang agama Sang Buddha.
Gagangnya disertakan besi pelindung, guna melindungi
tangan yang memegangnya dari serangan senjata lawan.
Pelindung itu bukan mirip tombak cagak tapi sama seperti
kaitan melengkung, pada ujung gagang diikatkan pita yang
berkibaran tertiup angin.
Begitu melihat orang memegang kaitan itu, Eng Eng
menyadari kalau Seng Ciang benar-benar lihai. Kaitannya
sendiri sudah hebat, apalagi pitanya itupun dapat dipakai
untuk melibat senjata musuh! Segera Eng Eng bersiap,
demikian juga lawannya.
Cie Seng Ciang maju setindak.
“Sahabat, lihat senjataku!” katanya nyaring. Sambil
melangkah maju, ia mulai penyerangannya. Dengan cagak kiri
ia mengancam, sedang serangan yang sebenarnya ialah cagak
kanan yang menuju keiga lawan.
Eng Eng sudah siap, mudah saja ia menghindar,
berbarengan dengan musuh, pedangnyapun menyambar
kelengan kanan guna membabat lengan itu dengan jurus
pedang “Membuka Penglari Menukar Tiang” Seng Ciang
mundur sambil mendak, terus tubuhnya berputar untuk
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
selekasnya menggempur pedang lawan dengan jurus silat
“Kipas Besi Menyambut Angin” keras ia menggempurnya.
Eng Eng menyambut dengan gerakan “Elang Kelabu
Membuka Sayap”, selekasnya lolos ia mendak, guna terus
menyerang pula membabat kebawah beruntun hingga tiga kali
pulang pergi dengan jurus pedang “Angin Timur Mencuci
Jembatan”
Dengan sepasang kaitannya Seng Ciang membebaskan diri
dari ancaman pedang, terus ia membalas menyerang. Mulanya
ia melompat maju, setelah datang dekat lawan sambil
memiringkan tubuhnya ia menikam. Eng Eng mesti berlaku
awas. Tak mau ia memberi kesempatan pedangnya terkait
atau terlibat. Ia menggeser kaki kirinya ke belakang tubuhnya
untuk mundur, dengan begitu senjata lawan tidak mengenai
sasaran dan iapun bebas. Belum sempat ia menenangkan diri,
sepasang kaitan musuh sudah tiba pula, maka lantas ia
mundur setindak sambil kakinya terus dijejakkan untuk
membuat tubuhnya mencelat mundur lebih jauh, inilah yang
dinamakan tipu “Di Tepi Jurang Menahan Kuda”
Hebat Seng Ciang, gagal serangan pertama menyusul
serangan berikutnya. Demikian ia sudah mengulangi
serangannya tanpa henti, ia ingin pedang musuh terlibat dan
terlepas dari cekalan atau terpental jauh. Ketika musuh
mundur ia merangsek, hingga ia mengikuti lawan bagai
layang-layang putus. Lalu dengan kaitannya lagi-lagi ia
menyerang jalan darah Beng Bun.
Selagi melompat mundur, Eng Eng sudah
memperhitungkan kemungkinan lawan menyusul
membayanginya, maka ia juga telah siap sedia. Dengan
kecepatan luar biasa, ia memutar tubuh, buat menghadapi
lawan. Tubuhnya mendak sedang pedangnya menangkis. Ia
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
memutar tubuh dengan gerakan “Naga Kuning Membalik
Badan”, terus ia berseru bengis: “Kena!” Dan pedangnya
menusuk dari bawah keatas dengan jurus “Menolak Mega
Mengejar Rembulan” Ia membabat sebelah lengan lawannya
yang ganas itu.
Seng Ciang terperanjat. Tak disangka olehnya bahwa lawan
demikian lihainya. Ia lantas menarik tangannya yang dipakai
menyerang itu, sebaliknya dengan tangan kirinya yang
mencoba mengkait pedang lawan. Eng Eng membebaskan
pedangnya dengan gerakan “Membalik Kepala Memandang Si
Putri Malam” habis itu ia membalas dengan membabat kaki kiri
orang she Cie itu.
Seng Ciang terkejut. Maka ia menyelamatkan dirinya
dengan menangkis dengan sepasang kaitannya, membuat
kedua senjata beradu keras menerbitkan suara nyaring.
Saking kerasnya senjata beradu, hingga kedua pihak pun
merasakan tubuhnya bergetar.
Jilid 7
Diam-diam Eng-Eng tunduk akan melihat pedangnya,
hatinya lantas menjadi lega. Pedangnya itu tangguh, tidak
sampai menjadi bengkok melengkung, bahkan lecetpun tidak.
Kapan Seng Ciang pun melihat kaitannya, ia terkejut sekali. Ia
tidak menyangka pedang musuh begitu kuat sekali. Kaitannya
telah sompal akibat adu kekuatan itu, walaupun cuma codet
saja. Yang membuatnya berkecil hati adalah kepercayaan
bahwa siapa senjatanya sompal, itulah alamat atau pertanda
tidak baik...
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
Seng ciang heran sebab ia tahu kaitannya terbuat dari besi
dan baja campurannya terpilih dan buatannya juga sempurna,
toh senjatanya itu masih kalah. Itu pula bukti lawan bertenaga
kuat. Karena ini ia memikir buat tidak melawan keras dengan
keras. Ia mau mengandalkan kelicinan atau kecerdikannya.
Segera kedua pihak sudah mulai bergebrak pula. Seng Ciang
bertindak dengan hati-hati bagaikan naga marah, demikian
kedua kaitannya jago luar lautan ini bergerak-gerak.
Untuk melayani musuh yang telah menjadi nekad seperti
itu. Eng Eng menggunakan kepandaiannya yang menjadi
latihannya selama tiga puluh tahun lebih. Yaitu ilmu pedang
Bu Kek Kiam. Saking serunya ia sudah menjalankan sampai
seratus dua puluh lebih, sedangkan jumlah semua jurusnya
ialah seratus sembilan puluh lima.
Coba musuh bukannya Cia Seng Ciang pasti musuh itu
sudah roboh siang-siang. Seng ciang dapat membuat dirinya
berada disebelah belakang lawan, segera dia mementangkan
kedua senjatanya, untuk diteruskan menghajar punggung
lawannya itu. Itulah jurus " Dewa Thio mengantar arak. "
Eng Eng belum sempat memutar tubuh ketika ia insyaf
akan datangnya bahaya, maka dengan cepat ia berbalik sambil
menangkis dengan secepatnya, dengan tenaga penuh. Itulah
tangkisan yang juga merupakan serangan.
Seng Ciang terkejut. Kedua tangannya bisa terbabat putus.
Tapi ia bukanlah seorang lemah. Tidak menanti sampai
tibanya pedang ia mendahului mundur tujuh kaki. Eng Eng
mendongkol. Ia mengharap mampu merobohkan musuhnya
itu. nyata ia gagal. Tidak bersangsi pula, ia lompat mengejar.
Segera ia menikam pinggang lawan. Ia menggunakan tipu
pedang " Angin Mengantarkan Pelayaran Sungai. "
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
Seng Ciang merasakan angin menyambar dibawah ia tahu
halnya penyerangan tengah mengancamnya. Untuk
menyelamatkan diri, ia mendahului memutar tubuh sambil
lompat berjumpalitan. Namanya jurus silat itupun " Ular naga
berjumpalitan. "tepat dengan cara bergeraknya, Maka ujung
pedang cuma mampu mendekati tiga dim , lantas tak
mengenai.
"Bagus!" berseru Seng Ciang yang membalas menyerang
dengan jurus "Sepasang gelang mengalangi rembulan". Saking
cepatnya ia berhasil menggempur pedang lawan hingga sekali
lagi kedua senjata bentrok keras. Bahkan kali ini pedang kena
terlibat. Itu jadi mirip dengan pertarungan hidup dan mati.
Niatnya Seng Ciang yaitu merampas pedang lawannya itu.
Dilain pihak, Eng Eng mau mengadu tenaga kalau perlu suka
ia mengadu jiwa. Maka keduanya menjadi saling menarik. Eng
Eng berlaku cerdik tengah saling tarik itu ia menolak.
Seng Ciang terperanjat. Diluar sangkaan, ia kena tertolak
mundur sepuluh tindak lebih.
"Benar kau lihai !" serunya mendongkol. Tetapi ia diamdiam
ia melirik dana mengedipi mata Mie a Lun.
Kawan itu mengerti, segera ia mengangkat tubuh Souw Tay
Liong buat dipanggul dan dibawa lari. Seng Ciang menanti
kawan itu sudah lari sedikit jauh, ia lompat mundur, sesudah
mana ia memutar tubuhnya dan lari menyusul kawannya. Eng
Eng melihat orang meninggalkannya pergi. Ia membiarkan
saja tak ada niatnya untuk mengejar, sebaliknya ia
memberikan obat kepada Pek Hong Tojin, hingga ia lekas
pulih juga kesakitannya. Setelah itu ia menotok bebas pada
Kam Hong Tojin.
"Si bajingan sudah pergi, mari kita pulang!"
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
Kemudian si jago tua mengajak. "kalau ada terjadi sesuatu
di kuil, mungkin kita dapat memberikan bantuan kita."
Sim Hong bertiga mengangguk, maka berempat mereka
berlari pulang.
Malam itu bulan indah tetapi sang mega menutupinya,
membuat sang jagad malam suaram terbenam dalam
kesunyian. Kalau toh ada yang terdengar, itulah suara siuran
perlahan dari daun-daun pohon cemara serta berkericiknya air
kali. Eng Eng lagi di depan. Ia menggunakan tenaga Kun Goan
It Khie Kang. Hingga seolah-olah kakinya tidak menginjak
tanah. Karenanya, ditanah pegunungan itu dapat berlari
seperti ditanah datar. Sim Hong bertiga mencoba mengejar,
mereka tidak berhasil. Mereka berdua tetap terpisah dua
tombak lebih. Maka didalam hati mereka mengagumi dan
memuji jago tua itu.
Tengah mereka berlari lari itu mendadak Eng Eng
mengangkat kepalanya memandang kepinggang gunung.
Itulah karena telinganya mendengar sesuatu. Maka lantas ia
melihat beberapa batang panah api meluncur diudara,
mulanya naik terus turun kembali setelah tampak lantas
lenyap. Menyusul itu dari lembah puncak yang ketiga terlihat
naiknya enam buah balon Khong Beng Teng yang ... tidak
jelas..... dan tiga sisanya berwarna kuning semua. Mengikuti
tiupannya angin timur laut, semua balon melayang ke arah
Siauw Lim Sie. Pada malam seperti itu, munculnya balon itu
menyolok mata. Sesudah itu menyusullah suara nyaring dari
genta kuil yang berbunyi tak hentinya.
"Celaka!" seru Eng Eng terkejut. "Pasti kawanan bajingan
sudah menyerang Siauw Lim Sie!" Lantas ia percepat larinya.
Walaupun demikian, masih sempat ia menunjuk ke tanah
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
datar di luar kuil sambil ia berkata pada ketiga kawan
imamnya : "Totiong bertiga lihat! Bukankah itu kelima Tianglo
dari Siauw Lim Sie tengah memimpin murid-muridnya guna
menentang lawan?"
Sin Hong bertiga menandang ke arah yang ditunjuk itu.
Memang di depan pintu Pekarangan dari Siauw Lim Sie terlihat
satu pertempuran ramai, orang bergerak-gerak dan golok dan
pedang saling sambar. Nampaknya pertempuran itu hebat
sekali.
"Mari kita maju!" Sin Hong mengajak Eng Eng yang tangan
bajunya ia tarik. Ia sendiripun mempercepat larinya.
Di dalam waktu yang singkat, tiba sudah mereka berempat
di tempat pertempuran. Hingga sekarang mereka dapat
melihat dengan tegas.
Pihak musuh benar-benar adalah Hek Keng To Sam Koay,
ialah tiga "jia" (samkoay) dari Hek Keng To, pulau ikan Lodan
Hitam, Thia Lohan Kee Liong Si arhat Besi, Giok Bin Sian Kong
Tan Hong si Rase Sakti Bermuka Kemala dan Cek Hong Siancu
Cin Tong Si Dewa Angin Merah. Mereka lihai sekali, mereka
menabas kesana kemari terhadap para pendeta yang
mengepungnya, diantara siapa yang telah banyak yang roboh
terluka dan terbinasa. Bertiga mereka dibantu oleh Kan Tie Uh
si murid murtad dari Siauw Lim Sie yang berlaku sebagai
cecolok atau penunjuk jalan. Dia lihai dan dia dapat
menghadang Gouw cang dang Gouw Gie dua tertua dari
Siauw Lim Sie. Dia bersenjata golok, saban-saban dia berseruseru,
rupanya guna mengacaukan pihak kuil.
Gouw Ceng gusar dia melesat ke belakang orang murtad
itu dengan senjatanya hong piausan dia menyontek ke
belakang kepala orang. Dia menggunakan jurus "Membiak
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
Awan Melihat matahari." Kan Tie Uh menjatuhkan diri dalam
gerak "Keledia Malang bergulingan" setelah jatuh lantas dia
menghajar kedua kaki lawannya itu. Gouw Ceng berlompat
berkelit atas mana musuhnya segera meneruskan menyerang
kepada Gouw Gie, saudaranya seperguruannya itu. Hingga
mereka bertiga jadi bertempur seru.
Rombongan Hek Keng To ini datang menyerang secara
tiba-tiba. Sengaja mereka mendahului waktu undangan atau
tantangan dari In Gwa Sian berdua Pek Cut Tojin. Mereka
ingin ketahui persiapan dan kekuatan pihak Siauw Lim Sie itu.
Mereka datang bersama-sama rombongan dari pulau To Liong
To dan lain-lain seperti Cie Seng Ciang Siauw Tiong Seng thia
Han Bin Tiong Lam Cay, Tio It In Lie Tay Keng, Mie A Lun
Souw Tay Liong dan Lie Seng. Setibanya di wilayah kuil
mereka lantas memencar diri dalam beberapa rombongan.
Sengaja pula mereka menyerang di waktu malam, niatnya
kalau bisa sekalian membasmi musuh, merampas dan
menduduki Siauw Lim Sie supaya kuli itu dapat digunakan
mereka sebagai pangkalan untuk melaksanakan lebih jauh
maksud mereka menjagoi dunia Rimba Persilatan seluruh
Tionggoan.
Ketika itu Kan Tie Uh merasa puas sekali sebab seorang diri
ia sanggup menentang kedua Tianglo dari Siauw Lim Sie.
Setelah menonton sejenak itu, Eng Eng menjadi naik darah.
Sebab ia menyerukan tingkahnya si manusia murtad. Ia lantas
berseru seraya terus maju untuk segera menyerang dengan
kedua tangan kosongnya menotok dua jalan darah seng bun
dan hong hwe. Tak ada lagi sedikitpun rasa kasihannya. Ke
dua Tianglo, ia berkata : "Taysu silakan mundur! Biarkan aku
yang membereskan telur busuk ini!"
Kan Tie Uh terperanjat. Seruannya itu membuat telinganya
ketulian. Tapi dia tak menjadi bingung. Tahu akan datangnya
Kang Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
http://kang-zusi.info/ http://kangzusi.com/
musuh baru, dia menyerang Gouw Ceng dan Gouw Gie,
selekasnya dua pendeta itu berkelit, ia lompat keluar
kalangan.
Ditulis Oleh : ali afif ~ Ali Afif Hora Keren
Tulisan Cerita Silat Romantis : Iblis Sungai Telaga 2 ini diposting oleh ali afif pada hari Selasa, 25 April 2017. Terimakasih atas kunjungan Anda serta kesediaan Anda membaca Tulisan ini di Blog Ali Afif, Bukan Blogger terbaik Indonesia ataupun Legenda Blogger Tegal, Blogger keren ya Bukan. Kritik dan saran dapat anda sampaikan melalui kotak komentar.