Cersil Terbaik Lembah Merpati 3 Tamat
- Cerita Silat Cersil Lembah Merpati 2
- Cerita Silat Cersil Lembah Merpati 1
- Cersil Stefanus Perserikatan Naga Api 1
- Cersil Stefanus : Pendekar Naga dan Harimau 1
- Cersil Cerita Silat Pedang Angin Berbisik Full Kom...
- Cerita Romantis Dewasa Mengharukan : PB 15 Tamat
- Cerita Filipina Dewasa Melodrama : PAB 14
- Cerita Cinta Romantis Filipina : PAB 13
lingkaran mengelilingi tubuhnya di tengah-tengah sinar hijau yang remang-remang seperti pedut.
Ombak dingin begitu membentur pedut hijau ini sudah lenyap tidak berbekas sama sekali.
Telah berkali-kali Hu-lan Lo-kway melangkah maju, tapi harus dipaksa balik mundur kembali.
Si Badak Tanduk Perak hanya takut kepada Pit ajaib yang besar khasiatnya ini, maka ia berkata:
“Hei, jika betul kau berani, mari kita mengadu tenaga dengan menggunakan telapak tangan kosong.”
Koo San Djie lantas menyimpan Pit wasiatnya.
“Siapa yang takut? Sampai di mana juga akan kulayani.”
Si Badak Tanduk Perak tertawa dingin, tulang-tulangnya berkeretekan, berbunyi beberapa kali, dua
tangannya dilempangkan ke depan secara perlahan-lahan.
Inilah jumlah semua tenaga latihan, jika dilihat dengan sekelebatan seperti enteng sekali, tapi sebenarnya
beberapa kali lipat lebih hebat.
Koo San Djie juga menangkis dengan pukulan. Ilmunya Ombak menyapu ribuan sampah, dikeluarkan dan
mendahului memapaki kekerasan itu.
Dua angin pukulan keras terbentur.
Koo San Djie miring dia mundur lima tindak. Tjeng Tjeng berteriak keras, ia sudah maju untuk menolong,
disaat itu, Koo San Djie sudah maju lagi, membentur lagi pukulannya sang musuh!
Si Badak Tanduk Perak tertawa mengejek, dengan mengibaskan lengan bajunya, ia juga tidak mau
ketinggalan menyerang.
Tapi kali ini giliran ia sendiri yang merasakan sesak dada, pukulan Koo San Djie seperti ombak laut saja
datang dengan tidak putus-putusnya.
Gelombang pukulan ini telah membuat tubuhnya si Badak Tanduk Perak terpental naik ke tengah udara.
Kim Ting Sa dan Hu-lan Lo-kway berdua sudah maju untuk menolong kawan mereka, tiba-tiba saja, dada
mereka terasa bergolak dan terjatuh dua-duanya.
Tubuh kedua orang itu terduduk lemas.
Koo San Djie menjadi melengak di tempatnya, ia tidak mengerti, kejadian apalagi yang dapat datang
dengan mendadak ini?
Empat orang Lembah Merpati hanya tertawa terbahak-bahak.
“Jika raja akherat telah menetapkan kematiannya ini jam juga, mana dapat ditawar-tawar lagi.”
Semua orang seperti telah mengerti, bencana apa yang telah menimpa diri mereka, sebentar saja, pedang
dan golok keluar dari kerangka semua dan ditujukan keorang orangnya Lembah Merpati.
Tiba-tiba...... Terdengar suara tertawa seorang yang menggema angkasa.
Berbareng dengan tertutupnya suara tertawa dari orang-orang Lembah Merpati tadi, empat anak muda ini
telah terbang meninggalkan gunung Sin-sa.
dunia-kangouw.blogspot.com
Pada waktu keadaan yang kalut ini, dari tengah udara telah lompat turun seorang laki-laki setengah umur.
Itulah si Pendekar Merpati Liu Djin Liong!
Tjeng Tjeng yang melihat datangnya orang ini sudah lantas berteriak:
“Ayah......”
Ia mendahului melompat dan menubruknya ke dalam pelukan ayahnya.
Koo San Djie juga sudah lantas memberi hormatnya kepada sang supek.
Yang datang betul adalah si Pendekar Merpati Liu Djin Liong yang telah lenyap sekian lamanya.
Ia dengan tangan mengusap-usap rambutnya sang anak sudah berkata kepada Koo San Djie:
“Setahun tidak bertemu, kepandaianmu telah maju banyak sekali.”
Si Pengemis Sakti Kiang Tjo tertawa dan maju ke muka.
“Hei kawan tua, jika kita bertemu muka tiga bulan sebelumnya, di antara kita akan terjadi pertarungan yang
serupa juga.”
Liu Djin Liong tertawa riang.
“Aku telah lama tidak keluar rumah, ada urusan apa lagi yang dapat menyinggung orang lain?”
Kiang Tjo bertanya dengan heran:
“Sembilan ketua partai besar dari berbagai golongan telah menemui ajalnya di dalam Makam Merpati.
Kabar ini telah meluas kemana-mana apa betul kau masih belum mengetahui?”
Liu Djin Liong menjadi sangat kaget.
“Apa betul?”
Lalu pandangan matanya di arahkan kepada Koo San Djie sekalian dan berkata:
“Dengan tidak mendapat ijin dan berani sembarangan memasuki Makam Merpati sudah seharusnya
menerima kematian, tapi siapakah orangnya yang telah mewakiliku?”
Ia sudah menyangka akan perbuatan Koo San Djie, maka sudah mengarahkan pandangannya pada si
pemuda.
Waktu itu, si Badak Tanduk Perak yang sudah hampir mendekati ajalnya, dengan sekuat tenaga masih
coba berkata:
“Tentang mereka, akulah yang membunuhnya, hanya......”
Si Pengemis Sakti maju setindak dengan geramnya ia berkata:
“Mengapa kau begitu kejam? Sampai satupun tidak ada yang lolos dari tangan jahatmu?”
Si Badak Tanduk Perak menghela napas:
“Aku hanya kebetulan saja untuk menalangi menjadi algojo. Kejadian waktu itu tidak berbeda jauh dengan
hari ini, mereka semua terkena racun terlebih dulu. Haaaiiiiii...... Tidak disangka aku menjadi jago dunia
sekian lamanya, juga harus......”
Sampai di sini, ia sudah tidak dapat melanjutkan perkataannya pula, seorang jago dari kalangan tersohor
telah menemukan ajalnya secara penasaran.
Kemudian menyusul pula jeritan dari Kim Ting Sa, Hu-lan Lo-kway dan yang lain-lain, mereka tidak mau
ketinggalan untuk pergi menyusul kawannya, melaporkan diri ke tempatnya raja akherat.
Benar-benar hebat pengaruh racun Lembah Merpati.
Koo San Djie sudah lantas mengeluarkan kitab Sari Pepatah Raja Woo yang sekian lama diperebutkan dan
diserahkan kepada sang supek.
“Ini kitab yang beruntung masih dapat direbut kembali, harap supek dapat menerimanya kembali,” katanya.
dunia-kangouw.blogspot.com
Liu Djin Liong sambil menerima kitab tadi tertawa berkakakan:
“Jika supekmu sampai sejilid kitab saja masih tidak dapat menjaga, buat apa mendapat julukan Pendekar
Merpati dan jalan di kalangan Kang-ouw? Kitab ini adalah kitab palsu.”
Si Pengemis Sakti Kiang Tjo menyelak:
“Hm, bagus, bagus. Karena kitab palsumu ini, sampai harus menyusahkan sedemikian banyaknya orang.
Terlebih-lebih si bocah yang tidak mengenal mati.”
Liu Djin Liong seperti setengah memuji setengah meminta maaf, dipandangnya Koo San Djie sekian lama.
Kemudian dengan perlahan-lahan ia berkata:
“Kini bereslah semua urusan ini dan bagaimana dengan selanjutnya perjalanan kita orang?”
“Aku akan pergi ke gunung Siong-san memberi laporan,” kata Kiang Tjo. “Setengah tahun lagi kita samasama
bertemu di dalam Lembah Merpati.”
Lengan panjangnya lantas dikibaskan dan sebagai terbang saja ia turun meninggalkan mereka.
Setelah lenyap si Pengemis Sakti, Koo San Djie memberitahukan pada sang supek, maksudnya untuk
kembali dulu ke dalam Makam Merpati untuk melatih diri bersama-sama dengan Tjeng Tjeng dan Ong Hoe
Tjoe, memperdalam ilmunya.
Liu Djin Liong menyetujui akan maksud ini, maka ia berkata:
“Jika demikian, marilah kita bersama-sama kembali ke dalam Makam Merpati.”
Demikianlah, berempat dengan Ong Hoe Tjoe mereka bersama-sama menuju ke Makam Merpati yang telah
lama ditinggalkannya.
21.47. Ketua Wanita dari Perkumpulan Hui-hong-pang
Liu Djin Liong sedari ditinggal minggat oleh Tjeng Tjeng yang nakal, telah menghapuskan peraturan yang
tidak mengijinkan orang luar masuk ke dalam Makam Merpatinya. Maka dengan senang hati, ia mengajak
Koo San Djie dan Ong Hoe Tjoe menuju ke Makam Merpati. Tentang minggatnya Tjeng Tjeng, tidak
disebut-sebut lagi.
Jika Tjeng Tjeng menanyakan kemana saja setahun ini, sang ayah telah pergi? Selalu dijawab dengan
gelengan kepala saja.
Tjeng Tjeng tahu akan adat ayahnya yang angkuh, mungkin ia telah mengalami kejadian yang tidak
menyenangkan, maka selanjutnya, ia juga tidak mau menanyakan lagi.
Dugaannya Tjeng Tjeng memang tidak salah.
Itu waktu, baru saja Liu Djin Liong keluar untuk mencari anaknya yang nakal yang minggat, ia sudah melihat
sepasang anak muda yang menuju ke arah barat, dengan gerakan yang cepat sekali. Dengan gerakan yang
digunakan oleh mereka ini adalah gerakan kepandaiannya sendiri. Maka hatinya tergerak dan kembali lagi
ke dalam makamnya, meninggalkan sepotong kertas untuk anaknya, dan ke arah barat juga ia menyusul
sepasang anak muda tadi.
Tapi ia mengejar setelah sampai di daerah pegunungan yang penuh belukar di daerah barat, ia kehilangan
jejak dua anak muda yang dikejar.
Di daerah pegunungan ini ia berputar-putar sampai dua hari, selama ini ia telah dapat melihat hutan
belantara yang gelap sekali, maka seperti terdapat sesuatu yang tidak beres, maka ia telah menyelidikinya
dengan teliti.
Biarpun otaknya penuh dengan segala macam buku pengetahuan, tapi biar bagaimana juga, ia masih tidak
dapat menemukan sesuatu yang aneh dalam rimba belantara.
Dalam keadaan demikian, mendadak matanya yang tajam telah dapat melihat musuh lama, si Badak
Tanduk Perak, sambil celingukan keluar dari dalam rimba aneh itu.
dunia-kangouw.blogspot.com
Hatinya menjadi curiga, kepandaian silatnya si Badak Tanduk Perak, hanya berimbang dengan dirinya, tapi
tentang pengetahuan umum, mana dapat disamai dengannya? Mengapa ia dapat memecahkan barisan tin
ini?
Demikianlah, ia menguntit terus gerak gerik si Badak Tanduk Perak, sampai setahun dan sampai juga ia di
gunung Sin-sa.
Tapi sekarang si Badak Tanduk Perak telah meninggalkannya, ia juga sudah tidak dapat mengutarakan
kecurigaannya. Maka hatinya telah memutuskan untuk pulang dulu ke dalam Makam Merpati dan perlahanlahan
memikirkan cara pemecahannya soal barisan tin yang dialaminya.
Maka sewaktu Tjeng Tjeng mengajaknya pulang, ia sudah cepat-cepat melulusinya.
Tidak lama dari mereka meninggalkan gunung Sin-sa, di belakangnya telah terdapat orang yang menguntit.
Tiga anak muda yang sedang girang dan belum cukup pengalaman tidak mengetahui kejadian ini, tapi Liu
Djin Liong yang kawakan mana dapat dikelabuinya?
Tapi ia mana pandang mata segala kurcaci ini, dengan tertawa dingin ia tidak memperdulikannya.
Sewaktu mereka berempat memasuki pegunungan lain, dari salah satu tikungan, mendadak telah keluar
menghadang seorang tua berbadan tinggi besar.
Orang tua tinggi besar ini memakai ikat kepala kain putih, brewok dan kumisnya penuh menutupi seluruh
mukanya, di pinggang terikat juga kain kasar seperti di kepalanya.
Sambil menunjuk Koo San Djie lalu membentaknya:
“Partai Padang Pasir tidak pernah mengganggu urusanmu, mengapa kau berani sembarang menghina?”
Koo San Djie menjadi bingung, dengan tenang ia menjawab:
“Semua perkataanmu ini aku tidak mengerti. Di manakah aku pernah menghina partaimu?”
“Jangan banyak cingcong. Lihat serangan!” Orang itu membentak.
Betul saja ia sudah mengirim serangannya sampai tiga kali.
Angin pukulan menimbulkan hawa panas, hingga mulut menjadi haus kulit terasa seperti terbakar.
Kepandaian ini baru pertama kalinya memasuki daerah Tiong-goan, biarpun Koo San Djie dapat menahan
serangan yang hebat, tapi terhadap hawa panas ini tidak berdaya sama sekali.
Hanya di pinggangnya yang tidak terasa panas, ia teringat akan Pit Badak Dewa.
Maka dengan sebat ia telah mengeluarkan dan diputar-putar menutup seluruh tubuh.
Apa mau, karena gugup, berbareng dengan senjata ampuh ia telah menarik ke luar juga tanda kebesaran
dari Lembah Merpati yang didapati dari Orang Tua Bertangan Satu yang terkurung di dalam goa
pembuangannya Lembah Merpati.
Tidak mempunyai waktu untuk menyimpan lagi tanda kebesaran ini maka Pit Badak Dewa membawa-bawa
tanda kebesaran ini diputar-putar.
Tanda kebesaran Lembah Merpati yang asli mencahayakan khasiatnya, begitu terkena hawa panas si
orang tua, lantas mengeluarkan asap putih, mengelilingi seluruh tubuh Koo San Djie.
Hawa panas telah hilang lenyap dan sebagai gantinya, asap yang keluar dari tanda kebesaran Lembah
Merpati ini semakin lama menjadi semakin banyak, dan membuat sejuk kembali hawa di situ yang tadinya
telah menjadi panas sekali.
Koo Sin Jie baru teringat akan khasiatnya tanda kebesaran ini yang dapat menahan panas dan menolak
angin, nyalinya menjadi bertambah besar, karena sudah tidak takut lagi akan serangan panas si orang tua
itu. Setelah dapat memukul mundur musuhnya ia menggantungkan tanda kebesaran Lembah Merpati ini di
leher, dan menyerang lagi dengan lebih berani.
Orang tua tinggi besar itu biarpun mempunyai tenaga latihan yang dalam, ia tidak dapat menandingi
kekuatan Koo San Djie yang selalu mendapat rejeki, tadi, ia hanya mengandalkan kekuatannya hawa panas
sudah tidak berdaya sama sekali, hatinya menjadi agak gelisah.
dunia-kangouw.blogspot.com
Sebenarnya orang-orang partai Padang Pasir jarang sekali datang ke daerah Tiong-goan, sampai Liu Djin
Liong sendiri juga tidak mengerti, mengapa Koo San Djie dapat menanam permusuhan dengannya? Ia takut
Koo San Djie akan keterlepasan tangan, hingga menambah dendaman saja, maka ia segera majukan
dirinya berkata:
“Berhenti!”
Koo San Djie sudah lantas menahan serangan lanjutan dan berdiri di pinggir.
Liu Djin Liong lantas memberikan hormat kepada orang tua itu dan berkata:
“Di mana murid keponakanku ini telah melanggar peraturan partai Padang Pasir, harap saudara suka
memberi penjelasan dengan terang dulu.”
Si orang tua menenangkan napasnya yang sengal-sengal. Dengan tidak memperdulikan pertanyaan Liu
Djin Liong lagi, ia sudah membalikkan badannya dan meninggalkan mereka yang jadi melongo karena
heran.
Koo San Djie menggerendeng sendiri:
“Kejadian yang aneh sekali.”
Lalu ia memasukkan juga tanda kebesaran Lembah Merpati tadi dan mulai lagi dengan perjalanannya.
Belum juga mereka berempat berjalan beberapa tindak, dari depannya kembali mendatangi seorang tua
berpakaian kuno. Orang tua ini berjalan dengan cepat sekali, sebentar saja sudah sampai di hadapan
mereka. Sampai Liu Djin Liong juga tidak mengetahui, dengan menggunakan ilmu apa orang tua ini dapat
mendatangi dengan demikian aneh?
Orang tua itu datang dengan laku hormat sekali, setelah menjura kepada empat orang ia berkata kepada
Koo San Djie:
“Batu giok yang digunakan oleh saudara kecil ini tadi dapatkah diperlihatkan sebentar kepadaku?”
Koo San Djie membongkokkan badannya menjawab:
“Menyesal sekali, tidak dapat melulusi permintaan ini.”
Si orang tua berpakaian kuno tidak menjadi marah, dengan tetap menghormat ia bertanya lagi:
“Dan bagaimana jika menuturkan asal usulnya?”
“Juga tidak perlu,” jawab Koo San Djie.
Orang tua itu mengkerutkan kedua alisnya:
“Lebih baik saudara kecil ini dapat berterus terang, agar dapat menghindari kejadian yang tidak diingini!”
Koo San Djie tidak mengerti, apa yang diartikan oleh orang tua ini, ia mulai naik darah.
“Aku ingin melihatnya kejadian apa yang tidak diingini itu,” jawabnya.
Si orang tua masih mencoba menahan sabarnya dan berkata lagi:
“Saudara kecil jangan salah mengerti. Batu giok mempunyai riwayat yang sukar dimengerti dan mempunyai
hubungan yang rapat dengan perjalananku, maka baru aku menanyakan tentang soalnya. Harap saudara
dapat memberi keterangan yang jelas dan sekalian menyerahkan batu giok ini untuk dibawa pulang,
menyelesaikan urusan.”
Koo San Djie tidak tahu akan maksud si orang tua yang selalu menghormat, tapi ia masih menggelenggelengkan
kepalanya saja.
Muka si orang tua berpakaian kuno mulai berobah dan berkata:
“Jika saudara kecil tetap berpendirian kukuh, dengan apa boleh buat aku akan menggunakan kekerasan.”
Mendadak, sebelah tangannya disodorkan menyekal lengan Koo San Djie, dan sebelah tangannya lagi juga
tidak tinggal diam, mengarah jalan darah Hoan-bun-hiat.
dunia-kangouw.blogspot.com
Koo San Djie hanya merasakan sebelah tangannya menjadi kaku, tapi otomatis, sebelah tangannya lagi
bergerak dan badannya terputar menyingkir dari totokannya si orang tua aneh itu.
Si orang tua aneh sudah merasakan tangannya berhasil, dan berkepercayaan penuh akan dapat merebut
kembali batu giok yang ditemuinya, tidak menyangka sama sekali bahwa anak gembala ini biarpun sebelah
tangannya sudah terpegang juga masih dapat menghindarkan diri dari totokannya.
Orang tua ini adalah salah satu dari orang-orang yang tertua dari Lembah Merpati, karena kepandaiannya
memang melebihi dari orang-orang lainnya, maka ia telah diangkat sebagai salah satu dari anggota Dewan
Orang Tua yang memegang peranan terpenting dari Lembah Merpati.
Kali ini, ia dikecualikan boleh keluar dari dalam lembah untuk menyerap-nyerapi tindak tanduknya ketua
lembah mereka yang baru, karena melihat gelagat ketua baru mereka ini seperti ada mengandung suatu
maksud yang tertentu.
Para anggota dewan juga telah mendengar yang ketua baru mereka ini telah mengumpulkan orang-orang
pandai dari luar. Mereka memutuskan untuk menggeser kedudukannya. Hanya susahnya, mereka masih
kekurangan bukti yang nyata dan tidak berani sembarangan menggesernya, karena masih memandang
tanda kebesaran giok kumala Lembah Merpati, yang berada di dalam tangannya si Ketua lembah.
Maka, tugas yang diberikan kepada orang tua ini adalah berat sekali. Di waktu Koo San Djie bertempur
dengan orang tua dari partai Padang Pasir tadi, ia melihat anak muda Koo San Djie ini seperti
mengeluarkan tanda kebesaran yang tertinggi dari lembahnya, maka biar bagaimana juga ia harus
mengetahuinya dengan jelas bagaimana asal usulnya benda itu.
Maka dengan cepat ia menarik kembali tangannya dan menyerang berkali-kali ke arahnya si anak muda
yang kosen, ia mau mengetahui, sampai di mana kepandaiannya.
Begitu si orang tua mulai dengan serangannya, Koo San Djie sudah melihat orang tua ini adalah lawan yang
terberat dalam seumur hidupnya, dengan hati-hati ia harus melayaninya, jurus demi jurus.
Pertempuran antara dua orang jago dari kelas berat tentu saja membuat terpesona yang melihat. Koo San
Djie keluarkan kepandaiannya yang tertulis dibatok kura-kura ialah kepandaian kuno yang baru keluar lagi,
membuat Liu Djin Liong, Tjeng Tjeng dan Ong Hoe Tjoe menjadi kagum. Sedang kepandaian yang
digunakan si orang tua adalah kepandaian asli dari Lembah Merpati yang gesit dan banyak perobahannya.
Dalam beberapa jurus saja Koo San Djie telah dibikin bergidik. Ia seperti telah pernah melihat gerakangerakan
ini, tapi kini pikirannya sedang dalam keadaan butak, sehingga ia tidak dapat mengingatnya sama
sekali.
Sambil berpikir tangannya terus bergerak-gerak juga menangkis segala serangan lawannya, maka dengan
sendirinya gerakan tangannya tidak secepat biasa.
Dalam pertempuran yang menentukan dari dua jago, mana dapat meleng atau lengah? Inilah yang menjadi
sebab memaksa Koo San Djie mundur berulang-ulang.
Ong Hoe Tjoe dan Tjeng Tjeng sampai menjerit-jerit beberapa kali, dari kiri dan kanan dua orang ini maju
untuk siap membantunya.
Tapi Liu Djin Liong sudah menghalang-halangi dan berkata:
“Buat apa kau orang kuatir? Dia tidak akan kalah!”
Tiba-tiba Koo San Djie seperti mendapat bantuan yang tidak terlihat, ia dapat berbalik menyerang sampai
memaksa si orang tua mundur ke tempat asalnya. Ternyata, karena saking terdesak, ia telah mengeluarkan
pelajaran dari kitab Kutu buku, hal ini dilakukan tanpa kesadaran.
Si orang tua menjadi terkejut, sambil mundur ia membentak:
“Berhenti! Pelajaran ini didapat dari siapa?”
Koo San Djie masih terus menyerang:
“Kau tidak berhak bertanya,” jawabnya.
Dengan sungguh-sungguh si orang tua berkata lagi:
dunia-kangouw.blogspot.com
“Kepandaianmu dan batu giok itu mempunyai asal usul yang erat sekali. Harap kau dapat memberitahukan
dengan terus terang.”
Koo San Djie berhenti menyerang, sambil menngawasi si orang tua ia berkata:
“Dapatkah Locianpwe mengatakan asal usul terlebih dahulu?”
Si orang tua ragu-ragu sebentar tapi ia berkata juga:
“Aku adalah orang Lembah Merpati, kau juga tentu tahu sesuatu tentang Lembah Merpati?”
Koo San Djie dengan suara dingin menjawab:
“Nama Lembah Merpati telah dibikin rusak oleh kawanan kurcaci yang sebangsa kau ini, semua orang
membenci sampai masuk ke dalam tulangnya. Kebetulan kau datang kemari, kau boleh pulang dan beritahu
kepada ketuamu bahwa aku Koo San Djie akan mencarinya untuk membikin perhitungan.”
Menurut taksiran, beberapa perkataan ini cukup akan menimbulkan marah si orang tua, tapi aneh, orang tua
ini bukan saja tidak menjadi marah, bahkan ia menghela napas sampai beberapa kali dan berkata:
“Tadinya aku hanya curiga, tidak disangka, memang telah kejadian dengan sebenarnya. Jika melihat
kelakuan saudara kecil aku telah dapat menduga yang dimaksud siapa orangnya. Di lain hari, jika kau dapat
masuk ke dalam Lembah Merpati kau boleh mencariku yang bernama Koo Hian saja.”
Dengan cepat ia membalikkan badannya dan kembali ke tempat asal datangnya. Sebentar saja ia telah
lenyap dari pandangan mata.
Kepandaian asli dari Lembah Merpati baru kali ini dapat keluar dunia, biarpun Liu Djin Liong sombong
karena kepandaiannya, setelah melihat dengan mata kepala sendiri ilmunya si orang tua tadi, dengan tidak
terasa harus memujinya juga sampai beberapa kali.
Lalu perlahan-lahan ia berjalan menuju ke arahnya Koo San Djie dan berkata:
“Ilmu yang barusan kau gunakan kau dapat dari mana?”
Koo San Djie dengan terus terang menceritakan tentang pengalamannya di dalam goa telah menemukan si
Orang Tua Bertangan Satu yang terkurung.
Biarpun Liu Djin Liong mengetahui ilmu aslinya Lembah Merpati yang tinggi tapi ia masih mau mencobanya
juga. Maka dalam pikirannya telah timbul niatan untuk dapat pergi ke dalam Lembah Merpati.
Sebenarnya ia sudah mempunyai rencana untuk mengajak Koo San Djie bersama-sama masuk ke dalam
Lembah Merpati, tapi kini setelah mengetahui bahwa anak muda ini mempunyai tanda kebesaran Lembah
Merpati, ia telah merobah rencana ini dan siap untuk menerjangnya sendiri.
“Tidak disangka dengan umurmu yang semuda ini telah mengalami bermacam-macam kejadian aneh, aku
harus menghaturkan selamat juga kepadamu,” kata Liu Djin Liong.
Koo San Djie dengan merendah mengucapkan terima kasih.
“Sudah menjadi kesukaanku dalam ilmu silat,” kata pula Liu Djin Liong, “tapi dalam seumur hidupku belum
pernah mengalami menemukan kepandaian yang paling sempurna. Maka sebelum kau masuk ke dalam
Lembah Merpati, aku ingin dapat menjajal dulu kepandaian mereka itu.”
Baru saja ia menutup mulutnya, dari atas mereka telah loncat turun seorang yang didahului oleh suara
ketawanya:
“Jika saudara Liu mempunyai keinginan ini, aku si Pengemis melarat siap untuk menjadi buntut.
Semua orang tidak usah melihat siapa orangnya, hanya mendengar suara saja sudah dapat mengetahui
yang datang adalah si Pengemis Sakti Kiang Tjo!
Yang datang berbareng dengan Kiang Tjo ini masih ada tiga orang lagi, yaitu paderi Siauw-lim Kong Tie
Hweeshio, si kecil Siauw Khong dan seorang lagi yang berdandan sebagai seorang nikouw yang berwibawa
agung.
Ong Hoe Tjoe yang melihat nikouw ini sudah lantas lari menubruk ke dalam pelukannya, maka Koo San Djie
yang melihat itu sudah lantas dapat menebak bahwa nikouw ini tentunya adalah Bie Khiu Nie yang menjadi
guru Ong Hoe Tjoe.
dunia-kangouw.blogspot.com
Setelah mereka menjalankan peradatannya masing-masing, Liu Djin Liong sudah berkata kepada Kiang Tjo
yang dulu sebagai seterunya:
“Seorang pengemis seperti kau ini jika ingin pergi juga ke dalam Lembah Merpati memang tidak dapat
diragukan lagi tapi dua orang beragama yang seperti mereka ini apa tidak takut akan menambah dosa
saja?”
Kiong Tie sudah merangkapkan kedua tangannya dan berkata:
“Omitohud! Inilah keadaan yang telah memaksa kita mencampurinya. Semua orang sudah tidak dapat
membiarkan Lembah Merpati mengganas lagi.”
Bie Khiu Nie dengan memainkan biji tasbehnya berkata:
“Bukan sedikit orang Lembah Merpati yang mengganas di dunia, tapi kepandaian mereka ini berbeda, di
antaranya ialah kepandaian tuan Liu ini yang paling banyak digunakan. Dapatkah tuan memberikan sedikit
penjelasannya.”
“Lembah Merpati sering memancing orang masuk ke dalam, hanya bermaksud mencuri ilmu pelajaran. Dan
dua orangku setelah melarikan diri, meninggalkan lembahku, tentu juga telah tertarik ke sana, maka tidak
heran jika mereka dapat menggunakan sedikit ilmu ini,” menerangkan Liu Djin Liong.
Bie Khiu Nie memanggut-manggutkan kepalanya.
“Tidak perduli kau orang bertiga mempunyai ganjalan langsung atau tidak langsung dengan Lembah
Merpati,” kata Kiang Tjo, “Demi keadilan, aku bersedia mencampurkan diri. Bagaimana jika kita berempat
yang sudah tidak jauh dengan liang kuhur bersama-sama membereskannya?”
Liu Djin Liong tertawa bergelak-gelak:
“Jika kau betul mempunyai kegembiraan tentang hal ini, maka silahkan kau sajalah yang menetapkan hari.”
Kong Tie Hweeshio mewakili Kiang Tjo menjawab:
“Saudara kecil ini bukankah sudah berjanji dengan Tiauw Tua, akan masuk ke dalam Lembah Merpati
dalam setengah tahun lagi? Bagaimana jika kita mendahuluinya dua hari di muka?”
Semua orang menyetujui akan usul ini, termasuk Liu Djin Liong.
Bie Khiu Nie menggunakan tangannya menepok pundaknya Ong Hoe Tjoe yang masih menempel di
dekatnya, sambil tersenyum ia berkata:
“Diakah yang dimaksud dengan adik kecilmu itu?”
Ong Hoe Tjoe menjadi malu, seraya mainkan lengan bajunya, ia membuka mulut:
“Emm......”
Sang guru tertawa dan menganggukkan kepalanya seperti memuji akan pilihannya sang murid. Ia telah
dapat mendengar juga tentang kelakuan anak gembala yang menjadi calon hidup sang murid ini, maka ia
sudah tidak menanyakan lagi kepada muridnya yang pemaluan.
Sewaktu mereka sedang enak-enakan berbicara, Kong Tie Hweeshio yang berdiri di paling pinggir sudah
membalikkan mukanya memandang ke arahnya gerombolan pepohonan liar yang banyak tumbuh di situ. Ia
bersenyum ewah, dengan tidak mengatakan sesuatu apa lagi. Biarpun ia tahu akan kedatangan musuh, tapi
masih tidak memandang mata.
21.48. Ketua Wanita dari Perkumpulan Hui-hong-pang
Semua orang yang berada di situ, termasuk Tjeng Tjeng yang paling kecil telah mempunyai dasar-dasar
yang sempurna, mereka tentu dapat membedakan yang mana jatuhnya daun dan bunga. Melihat kelakuan
Kong Tie Hweeshio ini Kiang Tjo lah yang paling tidak dapat menahan sabarnya:
“Jika kau tidak menunjukkan diri, apa harus aku si Pengemis yang menarik keluar?”
Dari dalam semak-semak sudah lantas keluar seorang yang bermuka bewok beralis tebal menjura pada
Kong Tie Hweeshio dan berkata:
dunia-kangouw.blogspot.com
“Aku mewakili Lembah Merpati Luar menyampaikan selamatnya kepada kalian. Lembah Merpati memang
telah bermaksud untuk mengundang kalian datang berkunjung ke sana, kebetulan jika kalian di sini telah
menetapkan hari kedatangan, kami hanya menunggu pada waktu harinya saja.”
Tidak menunggu sampai beberapa orang ini mengatakan apa, ia sudah berbalik lagi dan melesat pergi.
Liu Djin Liong dan tiga orang lainnya adalah tokoh-tokoh yang terkemuka, terhadap mata-mata ini mereka
tidak dapat berbuat suatu apa. Koo San Djie, Ong Hoe Tjoe dan Siauw Khong, sebelum mendapat perintah
dari orang-orang yang lebih tua dari mereka yang kini berada di hadapannya juga tidak berani sembarangan
turun tangan.
Hanya Tjeng Tjeng yang masih kekanak-anakan, tidak mengetahui suatu apa, yang sudah biasa dimanja
oleh ayahnya, sudah lantas mencelat dan berkata:
“Apa kau kira dengan begini saja kau dapat meninggalkan kami?”
Bayangan kecil sudah mengikuti mata-mata Lembah Merpati. Tangan kecilnya. mendahului diulur ke depan
dengan gerak tipu. ‘Sebelah tangan mengurung bumi', mencengkeram ke arah orang di depannya. Lima
aliran angin yang tajam sudah mengurung kepala orang.
Tidak gampang untuk menjadi seorang mata-mata yang banyak bahayanya, orang ini melihat Tjeng Tjeng
mulai menyerang dari belakang, lalu tertawa dingin. Setelah dapat menghindarkan serangan nona cilik, ia
masih dapat membalas memukul sampai dua kali.
Tjeng Tjeng melihat orang ini berani menahan langkahnya dan membalas menyerang, tentu saja menjadi
girang. Gerak kaki kecilnya pindah ke sana sini mengelilingi orang ini, sebentar saja di sekitarnya orang ini
telah penuh dengan bayangan-bayangan si nona kecil.
Orang ini sebenarnya tidak ingin terlibat di sini, apa lagi dari kejauhan sudah terlihat olehnya Koo San Djie
dan Siauw Khong juga sudah lari mendatangi, maka nyalinya menjadi semakin ciut, dengan keras ia
menyerang dua kali dan siap untuk mengundurkan diri.
Terdengar Tjeng Tjeng berteriak:
“Tinggalkan dulu sedikit tanda matamu.”
Hanya terdengar suara “sret”, tali pengikat pinggangnya sudah terputus, terkena serangan angin jarinya
Tjeng Tjeng dan jatuh ke tanah.
Tapi orang ini tidak sempat lagi untuk memungutnya kembali, nyawanya lebih penting dari pada tali pengikat
ini. Sambil lari ia membalikkan kepalanya dan berkata:
“Jangan hanya bisa menghina orang, lihat saja di dalam Lembah Merpati, kau dapat berbuat apa?”
Tjeng Tjeng yang menjadi panas hatinya sudah ingin mengejar lagi, tapi telah keburu disusul oleh Koo San
Djie yang sudah lantas menahannya:
“Lekas kau kembali. Ayahmu sudah berkali-kali memanggilmu.”
Dengan apa boleh buat, Tjeng Tjeng bersama Koo San Djie dan Siauw Khong bertiga kembali lagi.
Setelah mereka berkumpul lagi, Kiang Tjo sudah mendahului pamit dan meninggalkan mereka. Disusul
dengan Kong Tie dan Siauw Khong berdua.
Mendadak ia melihat sang guru kekasih memalingkan kepalanya lagi dan berkata kepada Koo San Djie:
“Gurumu si Pendekar Berbaju Ungu sudah masuk kembali ke dalam dunia Kang-ouw, kini dia sedang
mencari-carimu. Apa kau telah menemuinya?”
“Apa dia orang tua telah sembuh kembali? Di manakah kini dia berada?” bertanya Koo San Djie.
Biarpun gurunya sang kekasih ini sudah mulai mengangkat langkahnya lagi tapi masih juga ia menjawab:
“Mungkin dia masih berada di kota Gak-yang. Jika kau ingin menemuinya, lekaslah pergi ke sana.”
Koo San Djie yang lama tidak bertemu dengan gurunya sudah menjadi kangen sekali. Maka ia sudah
berkata kepada Liu Djin Liong:
“Harap supek dapat mengijinkanku untuk pergi ke kota Gak-yang guna menemui suhu.......”
dunia-kangouw.blogspot.com
“Baiklah,” sahut Liu Djin Liong. “Kau boleh segera pergi ke sana dan tidak usah ke Makam Merpati lagi. Jika
telah sampai pada waktunya, kita bertemu di dalam Lembah Merpati saja.”
Maka sambil mengulapkan tangannya kepada Tjeng Tjeng, anak muda itu meninggalkan mereka berdua
menuju ke arah kota Gak-yang.
Hari itu sewaktu ia sedang enak-enaknya berjalan, dari depannya terlihat mendatangi beberapa
penunggang kuda. Begitu sampai di hadapannya dengan berbareng, mereka sudah lompat turun dari
kudanya masing-masing dan memberi hormatnya:
“Saudara kecil ini bukankah orang yang menjadi ahli warisnya si Pendekar Berbaju Ungu?”
Koo San Djie tidak mengelak, tapi ia mengira akan gurunya yang telah menyuruh orang datang menyambut,
maka dengan tertawa ia menjawab:
“Aku yang rendah betul adalah Koo San Djie.”
Empat orang yang berbadan gagah ini sudah menjadi kegirangan hampir berbareng mereka berkata:
“Ketua muda kita telah lama mengagumimu maka dia menyuruh kami datang menyambut.”
Perkataan ini telah menjadikan ia bingung lagi, dalam hatinya berkata:
“Belum pernah aku mengenal seorang ketua muda. Siapakah ketua muda ini?”
Dilihatnya empat orang berbadan gagah ini masih berdiri di sampingnya dengan menghormat sekali, seperti
masih menunggu sampai Koo San Djie naik ke atas kuda yang telah tersedia.
Maka dengan heran ia bertanya:
“Siapakah ketua mudamu itu? Harap dijelaskan dulu baru aku dapat datang menemuinya.”
“Setelah dapat bertemu, juga akan diketahui siapa orangnya,” jawabnya.
“Di manakah ketua mudamu itu?” tanya Koo San Djie.
“Di depan, di dalam kota Gak-yang,” jawabnya.
Dalam hati Koo San Djie berkata:
“Kebetulan, akupun akan pergi ke dalam kota Gak-yang, jika mengikuti kepada mereka ini juga tidak akan
mengganggu waktuku.”
Maka ia segera melulusi permintaannya mereka dan bersama-sama menuju ke dalam kota Gak-yang
Empat orang ini selalu sudah dapat menyiapkan segala keperluannya anak muda kita dengan sempurna,
hal ini telah membuat Koo San Djie semakin tidak mengerti saja. Sering ia bertanya kepada mereka, tapi
selalu dijawabnya dengan tertawa:
“Nama yang besar dari saudara kecil telah tersebar di mana-mana. Siapakah yang tidak mengharapkan
dapat bertemu muka? Ketua muda kami hanyalah salah satu dari ribuan banyaknya orang.”
Koo San Djie melihat tidak dapat menemukan jawaban yang jelas maka sudah diam saja......
◄Y►
“Bum, Bum, Bum......” Tiga kali suara meriam meletus di atas gunung Tang-teng-kun.
Di atas permukaan air telaga tertampak tiga buah perahu besar yang terpajang bagus, perahu-perahu itu
maju ke depan. Di puncak tiang layar terlihat berkibar-kibar bendera yang menggambarkan burung Hong
yang sedang terbang melayang-layang.
Inilah tiga perahu terbesar dari perkumpulan Hui-hong-pang dengan gambar burung Hong terbang sebagai
lambang perkumpulan. Perahu yang di tengah adalah perahu yang biasa dipakai oleh ketua Hui-hong-pang
yang dapat menguasai semua perahu-perahu di daerah Tong-teng ini, dan perahu di kedua belahnya ada
perahu pengiring, di mana ada terdapat empatpuluh delapan ketua daerah Hui-hong-pang.
Tiga perahu besar perlahan-lahan berjalan dengan megahnya menuju ke arah kota Gak-yang.
dunia-kangouw.blogspot.com
Perkumpulan Hui-hong-pang telah lama mendapat nama di daerah sekitar telaga Tong-teng, tapi seperti ini
kali, ketua mereka keluar dengan cara besar-besaran dan lagi dari jauh-jauh hari sudah menyambut tamu
yang tidak dekat jaraknya adalah untuk pertama kalinya.
Semua orang yang melihat tentu sudah menyangka akan kedatangan tamu yang teragung atau orang yang
terkemuka, tidak tahunya yang akan disambut oleh mereka hanyalah seorang anak muda yang berpakaian
gembala, yaitu anak muda kita Koo San Djie yang telah lama dikagumi oleh ketua mudanya.
Begitu tiga perahu besar ini menepi, delapan orang pejabat ketua daerah Hui-hong-pang telah mendahului
lompat ke tepi dan berbaris rapi menunggu kedatangan tamu mereka.
Delapan orang ketua daerah ini adalah orang yang biasa mengepalai ratusan anak buahnya, tentu saja
tidak memandang mata kepada anak muda yang tidak menyolok mata. Mereka hanya terpaksa karena
harus menerima perintah ketua muda mereka.
Biarpun demikian, hati mereka masih tidak rela untuk menerima perintah. Di dalam kalangan Kang-ouw,
ilmu kepandaian yang paling diutamakan, pendekar-pendekar yang hanya berada dalam cerita tidak dapat
menaklukan hati mereka yang besar.
Koo San Djie dengan diiringi oleh empat orang berbadan gagah telah mulai maju ke muka sampai di
hadapannya barisan para ketua daerah.
Baru saja ia bertindak dua langkah, dari sampingnya telah terasa ada angin tekanan yang besar mau
mendorong. Tidak usah dikata lagi, tentulah delapan orang penyambut ini yang main gila.
Tapi ia hanya tertawa saja, tenaga Bu-kiat-sian-kang nya dilepaskan keluar, mengurung di sekeliling
tubuhnya sejarak satu tumbak. Ia tetap melangkah dengan tenang, menuju ke tepi pelabuhan.
Perahu besar yang biasanya diduduki oleh ketua muda mereka yang tadinya berada di tengah kini telah
menepi dan berendeng dengan tangga pelabuhan, tapi begitu Koo San Djie mau mengayun langkahnya
menuju ke sana, badan perahu bergerak dan meninggalkan tepi sejarak tigapuluh tombak.
Hanya jarak tigapuluh tumbak ini mana bisa menyusahkan anak muda kita, tapi ia tidak mau
mempertontonkan ilmu mengentengi tubuhnya di hadapan demikian banyaknya orang, ia kesal juga dengan
delapan orang ketua daerah yang mengganggunya. Maka ia segera mengarahkan tenaganya
menggunakan ilmu It-su-kui-goan-kong perlahan-lahan menggape ke arah perahu dan berkata:
“Hei penggayu, mengapa tidak menggayu perahumu ke pinggir?”
Perahu besar tadi seperti telah terikat oleh tali kuat yang tidak terlihat, tidak dapat bergerak jauh lagi,
kemudian perlahan-lahan telah kena tertarik oleh tenaganya Koo San Djie dan menepi lagi.
Koo San Djie dengan langkah enteng mengayunkan kakinya ke atas geladak perahu.
Hanya berapa kejadian ini cukup membuat delapan orang ketua daerah menjadi ternganga terlongonglongong.
Mereka saling pandang memandang tidak percaya, tapi karena ini jugalah mereka telah merobah
padangannya.
Yang mengepalai delapan orang ini, seorang tua bermuka lebar sudah lantas menyusul dan memberi
hormatnya. Ia berkata:
“Ketua muda dari perkumpulan kami telah lama mengagumi kepandaian saudara, sebenarnya ingin sekali ia
menyambut kemari sendiri, tapi karena berhubung dengan sesuatu hal, maka dengan terpaksa harus
mengutus kami delapan pengurus daerah mewakili menyambutnya.”
Kemudian mereka satu persatu memperkenalkan dirinya:
“Aku yang rendah adalah pengurus daerah Siang-kiang.”
“Dan ini adalah pengurus daerah Kun-san.”
“Yang di sana pengurus daerah Liok-kok.”
“Di sebelahnya......”
Koo San Djie membongkokkan badannya ke arah delapan orang ini sambil mengangkat tangannya
memberi hormat ke sekelilingnya.
dunia-kangouw.blogspot.com
“Terima kasih banyak atas sambutan-sambutan para saudara di sini, entah cianpwe yang manakah sebagai
ketua muda?” kata Koo San Djie.
Pengurus daerah Siang-kiang tertawa:
“Perkataan cianpwe ia masih tidak sanggup menerima, sebentar lagi, setelah sampai di Kun-san tentu akan
jelas sendirinya.”
Pikirannya Koo San Djie penuh dengan kecurigaan, dalam hatinya berpikir:
“Siapakah ketua muda yang aneh ini? Mengapa sengaja membuat banyak atraksi?”
Setelah iringan perahu sampai di tempat Kun-san, delapan orang pejabat pengurus daerah dengan hormat
mendahului melompat ke tepi dan menyilahkan Koo San Djie jalan terlebih dahulu.
Sebentar saja suara tabuh-tabuhan memekak telinga, diselingi juga oleh beberapa dentuman meriam.
Empatpuluh delapan pengurus daerah dengan rapi berdiri menjadi dua baris, dengan membongkokan
badan menyambut tamu agung mereka.
Koo San Djie dengan tersipu-sipu sudah lantas membalas hormatnya dan berkata:
“Aku yang rendah ada mempunyai kepandaian apa, sehingga harus menerima penghormatan yang
sedemikian besar?”
Pengurus daerah Siang-kiang sudah lantas berkata:
“Saudara tidak usah terlalu merendah. Marilah masuk ke dalam ruangan perundingan untuk kita berbicara!”
Serombongan pengurus daerah dengan mengiringi Koo San Djie sudah lantas menuju ke tempat ruangan
berunding mereka di daerah Kun-san.
Di dalam ruangan telah tersedia meja makan dengan segala hidangan.
Di dalam perjamuan, pengurus daerah Siang-kiang mendadak mengangkat cawannya dan berkata:
“Aku yang rendah mewakili ketua muda kami mengucapkan selamatnya kepada saudara Koo ini yang dari
jauh-jauh telah mencapaikan diri untuk datang ke daerah Kun-san. Hanya sayang, karena ketua muda kami
sedang menemui halangan, sehingga tidak dapat menemaninya. Harap saudara Koo dapat
memaafkannya.”
Koo San Djie menyambuti cawan arak dan berkata:
“Perkumpulan saudara sedemikian repotnya menyambut aku kemari, aku merasa tidak enak. Aku yang
rendah mana dapat mencelanya lagi? Tapi orang tidak dapat menerima kehormatan, jika tidak mempunyai
pahala, harap saudara dapat memberi penjelasan untuk dapat melegakan hatiku.”
Pengurus daerah Siang-kiang tertawa:
“Aku yang rendah hanya mengagumi nama saja dan tidak bermaksud lain, harap saudara dapat melegakan
hatimu.”
Setelah hampir sampai pada akhir perjamuan, mendadak dari dalam bertindak keluar seorang anak
perempuan yang kira-kira berumur duabelas tahun. Anak perempuan ini begitu keluar sudah langsung
menuju ke arah pengurus daerah Siang-kiang dan membisiki beberapa perkataan di telinganya.
Pengurus daerah Siang-kiang berkali-kali memanggutkan kepalanya dan kemudian ia bangkit dari tempat
duduknya, berkata:
“Aku yang rendah ada sedikit permintaan yang akan disampaikan kepada saudara Koo yang terhormat
ini.......”
Perkataan ini telah menimbulkan perhatian semua orang yang berada di sini. Tidak terkecuali juga dengan
anak muda kita ini, tapi ia hanya membiarkan saja dan tidak memotong perkataannya.
Maka pengurus daerah Siang-kiang sudah lantas melanjutkan perkataannya:
dunia-kangouw.blogspot.com
“Telah lama kami mendengar ilmu kepandaian saudara yang kesohor, maka dengan ini aku yang rendah
memberanikan diri untuk meminta beberapa petunjuk yang istimewa dari saudara untuk dapat membuka
mata para saudara yang kini berada di sini.”
Segala macam orang tidak ada satu yang tidak suka akan keanehan, demikian juga dengan semua orang
yang berada di situ. Dengan hampir serentak semua orang sudah lantas bertepuk tangan yang riuh sekali.
Koo San Djie ragu-ragu sebentar, tapi kemudian ia berdiri juga dari tempat duduknya dan berkata:
“Jika ketua muda saudara ada memerintahkan begitu, aku yang rendah akan memberanikan diri untuk
mempertontonkan sedikit kejelekanku ini di hadapan para saudara yang kini berada di sini. Harap saudarasaudara
jangan mentertawakan.”
Tangannya berbareng menyambar poci arak yang berada di meja dan berjalan menuju ke tengah-tengah
ruangan.
Sesaat ruangan menjadi sepi, semua orang sudah menahan napasnya untuk melihat apa yang dibuatnya?
Koo San Djie menarik napas sebentar, sebelah tangannya mengangkat tinggi-tinggi poci arak tadi.
Mulut poci arak tadi mendadak telah berobah seperti sumber air saja memancurkan araknya. Tapi pancuran
arak ini tidak menjadi buyar dan jatuh di tanah, ia terkumpul menjadi satu di udara merupakan bola.
Mendadak, terdengar satu suara “pluk” yang pecah, seluruh ruangan menjadi wangi dengan hawa arak.
Ternyata arak yang terkumpul di udara tadi telah meledak menjadi butiran-butiran arak yang halus tersebar
kemana-mana, yang aneh, biarpun butiran arak ini telah tersebar, tapi hanya terdiam di atas kepala semua
orang dan tidak mau turun lagi. Lapisan arak ini kira-kira berjarak satu tumbak dari kepala orang, maka bau
harum semerbaknya arak telah dapat tercium oleh semua orang.
Setelah lewat beberapa lama, Koo San Djie mendadak berteriak:
“Kembali!”
Dan betul saja butiran arak halus yang tadinya tersebar di seluruh ruangan telah tertarik kembali ke dalam
poci tadi seperti seekor naga kecil yang meminum air saja, butiran-butiran arak telah pada masuk ke mulut
poci, satu tetes pun tidak ada yang ketinggalan di luarnya.
Kejadian yang seperti dalam dongengan ini dapat terjadi di dalam ruangan perjamuan, membuat semua
orang terlongong-longong. Ada yang menggeleng-gelengkan kepalanya, ada yang meleletkan lidahnya
sampai kemudian mereka bersama-sama bertepuk tangan, riuh sekali.
Lama baru suara tepuk tangan ini menjadi reda.
Setelah menunggu sampai suara tepok tangan ini lenyap sama sekali, pengurus daerah Siang-kiang
kembali bangun dari tempatnya dan berkata:
“Ilmu kepandaian saudara memang betul-betul telah membuka mata kami. Dan dapatkah juga sekalian
memberi tahu akan namanya.”
Koo San Djie juga tidak dapat menolak permintaan ini, maka ia berkata:
“Ilmu ini dinamakan It-su-kui-goan-kong, ilmu pelajaran ini jika telah sampai di puncaknya, dilepas dapat
mengurung seluruh gunung dan disimpan dapat menjadi sekecil kutu.”
Biarpun para jago-jago ini telah berkelana di kalangan Kang-ouw puluhan tahun lamanya, tapi terhadap
penjelasan ini hanya dapat mengerti setengahnya. Maka mereka hanya dapat menyambung dengan
beberapa perkataan pujian.
Delapan orang pengurus daerah memiliki pandangan mata yang lebih jeli, dari sini sudah dapat menaksir
berapa dalamnya kepandaian anak gembala yang tidak menyolok mata ini.
Perjamuan ini berakhir sampai pada jauh malam.
Koo San Djie sebenarnya tidak suka meminum arak, tapi kali ini karena tidak enak untuk menolaknya
dengan terpaksa telah meminumnya juga.
Biarpun tempat yang disediakan untuknya ada sedemikian empuknya, tapi biar bagaimanapun ia masih
tidak dapat memeramkan kedua matanya. Baru saja ia siap mengerahkan tenaganya untuk memaksa
dunia-kangouw.blogspot.com
keluar arak yang diminumnya tadi, telinganya yang lihay telah dapat mendengar satu suara yang sangat
perlahan sekali.
Ia tahu inilah suara kaki orang yang telah mempunyai kepandaian tinggi di atas genting, maka sebelah
tangannya sudah lantas menekan ranjangnya akan mencelat ke arah jendela. Seperti asap saja ia telah
keluar dari sela-sela jendela dan terlihat olehnya sesosok bayangan yang langsing lenyap di antara batubatu
gunung palsu......
22.49. Menerjang Lembah Merpati
Koo San Djie yang telah lompat keluar dari jendela telah dapat melihat sebuah bayangan yang langsing
lenyap di antara gunung-gunungan palsu.
Terhadap si tubuh langsing Koo San Djie mempunyai pandangan yang lain, apa lagi Lembah Merpati kini
telah terang-terangan berseteru dengannya. Mana ia dapat membiarkan lewat begitu saja?
Dengan tidak menghentikan langkahnya lagi, ia sudah menyusul ke jurusannya dan betul juga seorang
wanita berbaju putih sedang berjalan cepat menuju ke tempat ruangan bersidang.
Wanita berbaju putih ini seperti telah apal sekali dengan jalanan di sini, bagaikan rumah sendiri saja ia
berjalan dengan lenggang.
Ketika itu jarak di antara mereka sudah menjadi dekat sekali, ternyata wanita berbaju putih ini adalah Sioksong
Mo-lie yang telah lama dikenal.
Hatinya menjadi kaget dan berpikir:
“Apa Hui-hong-pang ini juga telah bersekongkol dengan Lembah Merpati?
Siok-song Mo-lie setelah sampai di belakang ruang bersidang, dengan tidak ragu-ragu lagi mengenjot
badannya dan masuk ke situ. Ternyata ruang bersidang ini mempunyai hubungan dengan ruangan dalam
ketua Hui-hong-pang.
Koo San Djie dengan cepat mendahului dua tindak untuk mencari tempat yang lebih tepat sehingga dapat
melihat keadaan dalamnya dengan lebih tegas lagi.
Di bawahnya adalah ruangan tamu yang kecil, seorang gadis muda yang kira-kira berumur delapanbelas
tahun duduk di sana dengan muka penuh akan kesedihan. Di kedua sisi masing-masing terdapat duduk
pengurus daerah Siang- kiang dan Kun-san
Gadis muda itu berpembawaan agung sekali, jika dilihat dalam sekelebatan saja, rasa-rasanya Koo San
Djie seperti telah melihatnya di mana tapi biar bagaimana juga kini ia sudah tidak mengingatnya lagi.
Setelah sekian lama, mendadak ia seperti baru tersadar:
“Betul. Mukanya gadis ini dan si pemuda desa yang pernah membantunya membuat barisan Kalajengking
bersama-sama dengan Hay-sim Kongcu ada sangat mirip sekali. Apa ia ada saudaranya?”
Maka ia sudah berpikir untuk membantunya di mana perlu, karena ia juga masih berhutang budi kepada
saudaranya.
Karena ia sedang memikirkan soal ini sampai lupa akan dirinya Siok-song Mo-lie yang waktu itu telah
lenyap dari pandangan matanya.
Mendadak si gadis sudah membentangkan kedua matanya yang seperti bintang, dengan keren berkata:
“Siapa yang mencuri dengar pembicaraan kami? Mengapa tidak berani menonjolkan diri?”
Berbareng terdengar juga satu suara yang nyaring menjawab:
“Satu ketua muda yang panjang kupingnya.”
Di dalam ruangan tamu yang kecil itu kini telah bertambah lagi seorang wanita berbaju putih Siok-song Molie.
Gadis di dalam ruangan tamu melihat siapa adanya si pengunjung, mukanya segera menjadi berobah.
Dengan tidak bangun lagi dari tempatnya ia tertawa dingin.
dunia-kangouw.blogspot.com
“Tidak tahunya, kau juga berani mencuri dengar pembicaraan kami.”
Tapi pengurus daerah Siang-kiang dan Kun-san dengan cepat telah bangun berdiri dan menyilahkan duduk
dengan hormat.
Siok-song Mo-lie membawa dirinja dengan angkuh sekali, seperti mendemontrasikan lagak tengiknya ia
berkata:
“Ketua mudaku, mengapa tidak bergembira? Apa tidak suka dengan kedatanganku?”
“'Nelayan-nelayan di daerah Tong-teng,” kata si gadis, “adalah kawan-kawan melarat, semua tidak
mempunyai gunung mas atau lembah perak. Mereka mana dapat mencukupi keserakahanmu, Lembah
Merpati yang tidak habis-habisnya?”
Mukanya Siok-song Mo-lie juga berubah mendengar sindiran ini, dengan tidak kalah dinginnya ia berkata:
“Maka kau sudah tidak mau mengirimkan barang makanan lagi?”
Pengurus daerah Siang-kiang sudah menyelak di tengah dan berkata:
“Bukan maksud kami yang tidak mau mengirim barang-barang antaran ke sana. Inilah karena keadaan yang
sangat memaksa dari para kawan nelayan yang berpendapatan kurang. Dan lagi, ketua kami juga telah
lama tidak ada kabar ceritanya, umpama betul Lembah Merpati tidak mengijinkan ketua kami kembali ke
Hui-hong-pang, juga tidak ada salahnya jika dapat memberi sedikit kabar tentang keselamatannya agar
kami dapat lebih tenang.”
Siok-song Mo-lie tertawa:
“Hal ini buat apa kau kuatirkan? Ketuamu juga bukannya seorang anak kecil yang masih memerlukan
perawatan orang, masa takut akan dimakan orang. Ia kini masih berada di dalam Lembah dan menjabat
pangkat yang tinggi sekali.”
Si gadis sudah berkata lagi dengan marah:
“Tidak usah banyak putar lidah. Di sini semua telah tahu akan akal bulusmu. Janganlah kau terlalu tidak
memandang mata pada Hui-hong-pang. Jika saja kau berani menganggu selembar rambut ayahku...... hm
......hm......”
Siok-song Mo-lie sudah marah juga dan meninggalkan tempat duduknya. Dengan tertawa dingin ia berkata:
“Kuberi jangka waktu tiga hari padamu untuk dapat mengumpulkan jumlah yang diminta. Jika siapa yang
berani membantah perintah ini berarti kematian.”
Ia mengangkat kakinya dan lantas meninggalkan ruangan sidang yang kecil itu.
Tapi baru saja ia keluar dari pintu ruangan, satu pukulan angin yang keras telah menyambar ke arahnya.
Untuk menyingkir dari serangan ini, ia sudah tidak berdaya sama sekali, sebentar saja ia telah tertotok jalan
darahnya.
Pengurus daerah Siang-kiang yang mendengar kegaduhan di depan pintu ruangan sudah lantas menyusul
keluar dan dilihatnya Koo San Djie dengan muka merah sedang menenteng masuk tubuhnya Siok-song Molie
yang sudah dibikin tidak berdaya.
Begitu masuk ke dalam ruangan kecil tadi ia melemparkan tubuhnya Siok-song Mo-lie. Terdengar suaranya
yang keren:
“Kelakuan Lembah Merpati tidak ada bedanya dengan perampok yang suka merampas barang orang.
Orang ini sebagai pemerasnya tidak pantas untuk diberi hidup lagi.”
Lalu ia menjurah ke arah si gadis dan berkata lagi:
“Harap nona dapat memaafkan kelancanganku ini.”
Perobahan yang tidak terduga ini membuat tiga orang yang sedang berunding jadi melongo. Dua orang
pengurus daerah dengan wajah ketakutan telah memandang ke arah ketua muda mereka.
Si gadis sebenarnya benama Liok Siauw Kian, anak dari ketua Hui-hong-pang yang bernama Liok Beng
Kong terbujuk masuk ke dalam Lembah Merpati, jabatan ketua ini dengan sendirinya telah jatuh ke atas
dirinya Liok Siauw Kian.
dunia-kangouw.blogspot.com
Telah lama Lembah Merpati memerasnya, dengan menahan Liok Beng Kong sebagai tanggungan. Liok
Siauw Kian yang mengingat keselamatan jiwa sang ayah dengan terpaksa harus melulusi segala
permintaannya.
Tapi Lembah Merpati masih belum merasa puas dengan persembahan mereka yang dianggapnya tidak
seberapa. Berkali-kali telah mengutus orangnya memaksa Hui-hong-pang untuk menambah antarannya.
Hui-hong-pang telah dipaksa mengikat pinggang karena harus sering-sering mengirim barang antarannya
ke dalam Lembah Merpati. Bagaimana harus menambahnya lagi. Dan lagi belakangan ini ketua mereka
Liok Beng Kong sudah tidak kabar ceritanya lagi sehingga timbul pikiran jelek tentang keselamatan.
Liok Siauw Kian yang memikir akan penderitaannya sang ayah di dalam Lembah Merpati sudah menjadi
tidak sabaran dan mengusulkan untuk mengerahkan seluruh kekuatan yang ada untuk menggempur
Lembah Merpati.
Tapi delapan pengurus daerah yang lebih banyak mengenal asam garamnya dunia, menganggap Hui-hongpang
masih belum mempunyai cukup kekuatan untuk melawan Lembah Merpati yang tangguh. Apalagi jika
mengingat ketua mereka masih di dalam kekuasaan musuh. Dan mengusulkan untuk bersabar, sehingga
menunggu saatnya tiba.
Pernah juga Liok Siauw Kian mengikuti ayahnya Liok Beng Kong pergi kemana-mana termasuk juga
perebutan empedu ikan mas di telaga Pook-yang, maka ia telah melihat dengan mata sendiri, bagaimana
Koo San Djie dengan sendirian saja sudah berhasil menangkap ikan raksasa itu. Dari mulai kejadian itu
nama Koo San Djie telah meningkat setinggi langit dan kemudian terdengar juga kabarnya tentang Koo San
Djie yang telah terang-terangan berani menentang Lembah Merpati. Maka timbullah niatan untuk menarik
tenaganya pemuda nelayan ini sebagai pembantu Hui-hong-pang.
Dari laporan-laporan yang didapat orang-orang bawahannya, Liok Siauw Kian juga telah mengetahui,
bahwa Lembah Merpati telah menyebarkan orang-orangnya untuk mencari anak muda yang berkepandaian
tinggi ini, maka ia segera mengutus adiknya yang bernama Liok Siauw Hong, yaitu pemuda desa yang
pernah membantu Koo San Djie dan Hay-sim Kongcu melawan musuhnya, untuk mengikat tali
persahabatan.
Liok Siauw Hong adalah muridnya si hweeshio alis panjang Pek Bie yang pernah bertemu muka sampai
beberapa kali dengan Koo San Djie.
Hui-hong-pang tadinya masih belum bermaksud terang-terangan memusuhi Lembah Merpati, tidak
disangka Koo San Djie yang mendadak muncul di sini telah menotok jalan darah Siok-song Mo-lie. Kejadian
ini telah membuat Hui-hong-pang tidak dapat melepaskan diri. Liok Siauw Kian yang kurang pengalaman
menjadi tidak berpegangan, ia sendiri juga mengarahkan pandangannya kepada dua pengurus daerahnya.
Koo San Djie mengetahui kesulitan orang, maka dengan tertawa panjang ia segera mengangkat tubuh Sioksong
Mo-lie dan berkata:
“Perbuatanku ini akan kutanggung sendiri dan tidak akan menyinggung-nyinggung nama Hui-hong-pang.”
Segera tubuhnya berkelebat dan lenyap ditelan kegelapan.
Pengurus daerah Siang-kiang seperti baru engah, maka ia segera berseru:
“Saudara Koo, tunggu sebentar......!”
Tapi Koo San Djie sudah tidak dapat mendengarnya lagi.
Mukanya Liok Siauw Kian menjadi berubah, ia harus segera mengambil suatu keputusan, maka dengan
gagah ia berkata:
“Dari pada menahan sabar menerima hinaan, lebih baik lekas-lekas kita mendapat suatu penyelesaian.
Saudara Koo tadi tentunya telah pergi ke dalam Lembah Merpati, maka harap delapan pengurus daerah
segera pergi menyiapkan barang-barang yang diminta dan menyampurkan diri dengan saudara Koo di
sana. Dan juga segera membawa perintahku memanggil pulang adikku untuk berkumpul menjadi satu.”
Dua pengurus daerah tadi setelah menerima perintah lalu mengundurkan diri.
◄Y►
Kita mengikuti Koo San Djie yang menenteng tubuhnya Siok-song Mo-lie, meninggalkan markas sementara
Hui-hong-pang, setelah sampai di bawah gunung ia melemparkan tubuh tawanannya dan berkata:
dunia-kangouw.blogspot.com
“Jika kau masih menyayangi dirimu, lekaslah beritahukan, di mana letaknya Lembah Merpati. Atau......”
Siok-song Mo-lie tertawa dingin:
“Apa kau kira aku ini ada seorang anak kecil yang dapat sembarangan dibujuk? Jika kau mengharapkan
mengorek keterangan dari diriku, itulah jangan harap sama sekali.”
Koo San Djie juga tahu bahwa peraturan Lembah Merpati keras sekali, memang tidak mudah untuk dapat
mengorek keterangan dari dirinya. Apalagi jika orang-orang Hui-hong-pang datang mengganggunya lagi,
maka sukarlah untuk ia menyingkirkan diri. Maka dengan tidak banyak bicara lagi ia menotok jalan darah
Siok-song Mo-lie yang penting-penting.
Siok-song Mo-lie hanya merasakan seperti banyak semut merayap di seluruh tubuhnya, tenaganya
terpecah belah, tidak dapat dikumpulkan lagi. Ia mencoba menjalankan jalan napasnya dan berdiri lagi, tapi
usahanya ini hanya sia-sia belaka.
Koo San Djie yang masih berada di sebelahnya sudah tertawa:
“Sekarang telah kehilangan seluruh kepandaianmu. Akan kulihat masih dapatkah kau mengganggu orang
lagi?”
Siok-song Mo-lie baru tahu, ia telah kehilangan semua ilmunya hal ini ada lebih sengsara dari pada
kehilangan jiwanya, maka, dengan air mata meleleh ia berkata:
“Dendam apakah di antara kita berdua. Mengapa kau sampai hati untuk berbuat sekejam ini......”
Koo San Djie mengawasi sebentar, hatinya merasa kasihan juga. Bukan hal yang mudah untuknya
mempelajari kepandaian yang tinggi ini, maka ia lalu menotok hidup lagi jalan darahnya.
Dengan keren ia berkata:
“Dalam tiga bulan, keadaanmu akan menjadi normal kembali tapi jika kau masih tidak dapat merobah
kelakuanmu, aku akan segera mencarimu dan tidak memberi ampun lagi.”
Tanpa menunggu jawaban lagi ia sudah meninggalkan Siok-song Mo-lie sendirian.
Terhadap tindak tanduknya Lembah Merpati belakangan ini sudah sangat menusuk perasaan hatinya,
apalagi jika mengingat akan si Orang Tua Bertangan Satu di dalam goa, hatinya sudah menjadi tidak
tenang. Umpama Koo San Djie dapat diberi sayap, pada waktu itu juga ia akan segera terbang ke dalam
Lembah Merpati untuk menyelesaikan urusannya.
Setelah beberapa hari Koo San Djie berjalan menuju ke sebelah barat Kang-see, pada suatu hari sampailah
ia di tempat tujuan.
Diperhatikan dengan seksama keadaan hutan belantara yang selalu tidak mau menerima tamu kunjungan
orang luar. Hanya gelap saja di sana, satupun tidak terlihat tanda-tanda keanehan.
Maka dalam hatinya ia berpikir:
“Jika aku hanya berjalan lurus ke depan tidak kehilangan arah, apa tidak dapat sampai di sana?
Maka dengan membetulkan arah tujuannya ia lompat ke dalam rimba belantara yang masih asing baginya.
Sewaktu ia baru masuk ke dalam hutan yang gelap itu masih tidak merasakan suatu apa, tapi semakin jauh
tindakannya ia sudah menjadi semakin pusing. Kini ia sudah tidak dapat membedakan arah lagi, pepohonan
yang dilihatnya seperti teratur, tapi sebetulnya tidak teratur, telah mengacaukan pikirannya.
Setelah nabrak sana dan nubruk sini sekian lamanya dengan masih tetap tidak berhasil juga, ia sudah
menjadi semakin pusing saja. Sampai sedemikian lamanya ia masih tetap tidak dapat menemukan suatu
apa juga. Dalam keadaan yang sesulit itu, mendadak di sebelah kirinya seperti ada mendengar tindakan
beberapa orang.
22.50. Jebakan Lembah Merpati
Tidak jauh darinya memang betul terdapat lima orang yang sedang bicara. Hanya saja karena keanehannya
pepohonan di situ sehingga memisahkan mereka.
dunia-kangouw.blogspot.com
Di antara lima orang ini, salah satu di antaranya yang memegang pipa dan berpakaian kasar telah berkata:
“Jika kita masih tidak dapat keluar juga, ambil saja api dan bakar semua rimba sialan ini biar menjadi rata
dengan tanah.”
Di sebelahnya seorang yang berhidung betet tertawa dingin:
“Enak betul kau goyang lidah. Sebelum rimba terbakar rata, apa kita tidak akan menjadi sate terlebih
dahulu?”
Seorang lagi yang tinggi besar seperti tuan tanah sudah membentak:
“Hei, kalian buat apa ribut di sini? Apa kalian sudah tidak percaya kepadaku Houw Sam Ya kita dapat
menerjang keluar?”
Koo San Djie menjadi kaget juga mendengar orang ini mengaku dirinya sebagai Houw Sam Ya. Dalam
hatinya berkata:
“Mengapa Houw Sam Ya ini dapat datang kemari juga?”
Yang mengaku Houw Sam Ya ini adalah seorang, dato di sebelah Barat daya, pada umur mudanya dengan
mengandalkan sepasang kepalan belum pernah ia menemui tandingan. Entah buat urusan apa sehingga ia
sampai datang juga ke dalam Lembah Merpati?
Sewaktu ia sedang memikir, di antara kegelapan seperti ada orang yang telah menggapaikan ke arahnya,
tapi karena gerakannya orang itu sangat cepat, sehingga sukar untuknya mengenali siapa adanya orang itu.
Dalam keadaan sulit demikian, tidak ada waktu buat ia banyak pikir, maka badannya segera digerakkan dan
mengikuti arahnya bayangan tadi.
Orang di depan itu seperti memang sengaja mengunjuk jalan kepadanya, ia hanya terpisah tidak jauh dari
Koo San Djie, dan anak muda kita mengikuti sekian lama dengan menempuh jalan yang berliku-liku.
Orang itu sangat apal sekali dengan jalanan di sini, dengan tidak usah mencari tanda-tanda lagi ia sudah
berhasil membawa Koo San Djie keluar dari dalam rimba dan kemudian ia lenyap kembali.
Koo San Djie mulai bernapas lega, ia telah sampai juga di ujung lainnya dari hutan belantara ini, di
hadapannya kini terlihat suatu pemandangan yang luas.
Di depannya kelihatan menjulang tinggi batu tanjakan yang terbuat rapi sekali, di sekitarnya jalan tanjakan
ini penuh dengan tebing-tebing curam yang saling susun di sana.
Baginya kini hanya jalan maju ini yang masih ada harapan dan dengan memberanikan diri ia berjalan
mendaki batu tanjakan yang seperti mau menembus awan.
Kini di atas kepalanya hanya terdapat gumpalan awan yang berseleweran dan ia sendiri juga telah
terbungkus oleh kabut yang mengambang luas. Entah kemana menujunya jalan yang menjulang ke atas ini,
ia seperti berada dalam cerita khayalan menuju ke arahnya sorga yang penuh dengan dewi-dewi yang
sudah menunggunya di sana.
Setelah sampai di puncak, dari kejauhan sudah terdengar lolongan anjing dan berkokoknya ayam. Ia
mengarahkan pandangannya ke bawah, di sana, jauh berada di depannya terdapatlah suatu lembah yang
sukar didapati orang.
Coraknya lembah yang tersembunyi ini ada seperti satu hiolow saja, Lembah Luar kecil dan lembah dalam
besar, satu jalanan kecil menghubungkan dua lembah yang hampir terpisah.
Di sana terdapat sawah ladang yang luas dan penuh dengan bermacam-macam tanaman, di antaranya
terdapat juga rombongan hewan dan gembala-gembalanya. Inilah Lembah Merpati!
Hati Koo San Djie menjadi berdebar-debar, melihat lembah yang sudah berada di bawah kakinya ini, ia
segera tengkurap dan memperhatikan lembah kecil yang berada di sebelah depan.
Keadaan di dalam Lembah Luar, berbeda dengan Lembah dalam. Semua orang di sini tentu ada membawa
senjata, tidak terdapat satu orang biasa di situ. Rumah-rumah mereka juga berbeda dengan rumah biasa
yang terpisah-pisah. Rumah-rumah di sini didirikan di lereng-lereng gunung seperti satu pesanggrahan.
dunia-kangouw.blogspot.com
Jalan masuk ke dalam Lembah Merpati yang misteri ini hanya satu-satunya yang terdapat di mulut hio-low
tadi. Di kedua sisinya terdapat tebing-tebing tinggi yang licin, sampaipun burung, juga sukar untuk hinggap
di sana. Jalan ini bagaikan sebilah pisau besar saja yang telah membelah tebing ini menjadi dua.
Jika melihat keadaan tempat yang sebagus ini, sukarlah Koo San Djie menerjang masuk, hanya seorang
saja yang menjaga sudah cukup kuat untuk dapat menahan ratusan tentara. Apa lagi hanya ia seorang diri
saja, lebih mudah lagi untuk menahannya.
Waktu itu, hari masih terang benderang, tidak mungkin untuk ia pergi ke sana. Kecuali pada malam hari,
masih ada harapan besar baginya yang mempunyai kegesitan yang luar biasa.
Maka, ia terduduk di sana menunggu sehingga matahari mulai condong ke Barat. Dikeluarkan makanan
keringaya dan dikunyah perlahan-lahan.
Tetapi ia makan tidak lama, karena pada waktu itu, kupingnya yang tajam telah dapat mendengar siulan
tanda bahaya dari Lembah Merpati.
Ia kaget dan terbangun dari duduknya, ia ingin tahu siapakah yang berani menerjang Lembah Merpati?
Dilihatnya bayangan orang simpang siur ke luar dari pesanggrahan Lembah Merpati, semua orang menuju
ke arah Lembah Luar karena kejadian terbit di tempat Lembah Luar.
Setelah membiarkan orang-orang ini lenyap semua di antara pepohonan yang lebat, baru Koo San Djie
mengarahkan pandangannya ke tempat jalan sempit.
Di situ hanya ada seorang saja yang menjaga. Betul-betul ia bernyali besar, ia terbang turun dari atas tebing
tinggi tadi.
Lembah Merpati yang letaknya tersembunyi ini jarang sekali kedatangan orang, dan lagi gerakannya Koo
San Djie juga sama dengan gerakan yang mereka gunakan. Maka si penjaga tidak begitu
memperhatikannya, sehingga sampai bergerak dekat sekali baru ia berteriak:
“Berhenti! Siapa di sana?”
Tapi teriakannya sudah telat, jalan darahnya telah tertotok oleh angin santer.
Setelah Koo San Djie dapat menyelesaikan si penjaga jalan, dengan mudah dilemparkannya ke arah
tumpukan batu, langsung menuju ke arah belakang pesanggrahan mereka.
Memang ia berani menerjang bahaya, sengaja ia mendatangkan ke arah tempat yang terlampau terang.
Di tengah-tengah ruangan yang besar, yang ternyata adalah tempat persidangan, telah penuh sesak
dengan orang yang duduk di sana, mereka seperti sedang berdebat merundingkan sesuatu soal.
Yang duduk di meja ketua adalah seorang setengah umur berkulit putih dan mempunyai raut muka persegi,
di sisinya berdiri seorang wanita yang cantik.
Lam Keng Liu dan Sui Yun Nio masing-masing duduk di kiri dan kanan depannya, di sekitarnya orang-orang
ini terdapat juga Pek-hoat Sian-tong dan banyak orang berbaju merah.
Terdengar Lam Keng Liu dengan suara menghormat berkata ke arahnya si putih bermuka persegi tadi:
“Kau telah memerintahkan kami memancing masuk beberapa orang ini ke dalam Lembah Merpati, apakah
maksud yang sebenarnya.”
Si muka persegi tertawa kejam:
“Apa kalian tidak mengingini kepandaian asli Lembah Merpati?”
Sui Yun Nio sudah mendahului berkata:
“Maksud kita datang kemari ialah hanya untuk soal itu, tapi......”
Si muka persegi sudah memotong perkataannya:
“Kau orang semua tentu juga mempunyai maksud yang sama, bukan? Sampai aku Liu Tong sahabat ketua
Lembah Luar juga mempunyai tujuan ini. Tapi di antara kita semua, siapakah yang pernah masuk ke dalam
Lembah Merpati? Maka......”
dunia-kangouw.blogspot.com
Lam Keng Liu sampai menepuk tangannya sendiri:
“Betul, kini aku sudah mengerti akan maksudmu. Bukankah dengan menarik masuk musuh-musuh tangguh
ini, supaya dapat kita gunakan sebagai tameng umpan peluru?!
Liu Tong tertawa terbahak-bahak:
“Memang otakmu banyak cacingnya. Maka kita dapat berpura-pura kalah dan mundur ke Lembah dalam
untuk menunggu saatnya......”
Si wanita centil yang seperti ular sudah menggelendot di samping tubuhnya dan berkata:
“Akalmu memang tak dapat dicela, tapi apa kau tahu bahwa di antara orang-orang yang diundang itu
terdapat juga si tua Liu Djin Liong?”
Liu Tong tertawa dingin:
“Takut apa? Apa kita harus seumur hidup takuti padanya? Biar dia lihat kepandaian luar yang bukan didapat
darinya......”
Mendadak saat itu terdengar suara tertawa dingin yang liwat di atas mereka:
“Hm......”
Koo San Djie terkejut, pikirnya:
“Celaka, mereka tentu akan mengejar keluar.”
Betul saja beberapa bayangan sudah berpencaran menuju ke arahnya. Waktu itu ia masih ingin
mengunjukan dirinya, tangannya menekan perlahan, dengan menempelkan diri di antara genting-genting, ia
meluncurkan dirinya ke arah belakang ruangan.
Begitu ia menjatuhkan dirinya, ia telah berada di dalam satu ruangan kecil, tempat ini hampir seluruhnya
terpendam dalam batu cadas. Ia masuk dan melalui pintu bundar di sana tibalah pada satu kamar batu yang
gelap.
Kamar batu gelap ini kosong, tidak terdapat suatu apa, ia mulai meraba-raba dan beruntung telah
mengenakan peralatan rahasia.
Lantai bawahnya mendadak bergerak dan terlihatlah tangga batu yang menurun ke bawah tanah. Ia tidak
perduli lorong di bawah tanah ini menuju kemana, dengan menuruti arahnya ia turun ke bawah.
Setelah berjalan turun kira-kira setengah lie, keadaan mulai melebar dan terdapat penerangan. Terlihat
pintu bundar pula menghalang di depannya, lewat dari pintu bundar ini sampailah ia pada satu ruangan
baca yang penuh dengan bermacam-macam buku.
Kecuali terdapat banyak buku pada ruangan baca ini, perabot lainnya hanya terdapat dua kursi duduk yang
berendeng terletak di ujung kamar.
Hati Koo San Djie menjadi terhambat.
“Demikianpun baik juga,” ia berkata sendiri.
Maka dijumputnya salah satu buku dan menjatuhkan dirinya di kursi yang pertama.
Tapi begitu pantatnya menempel di atas kursi tersebut, hanya terdengar suara “krek krek” nya alat mesin
yang telah membarenginya, dan sebelum ia dapat berbuat suatu apa dua tangan yang kuat telah
merangkulnya dan menekan ia ke dalam kursi yang aneh itu, tapi perobahan masih belum berhenti sampai
di sini, kursi tadi tidak lama kemudian juga dapat bergerak masuk ke dalam tembok.
Dengan tenaga Koo San Djie sekarang ini, tangan-tangan besi yang merangkulnya sebentar saja telah
dapat dipatahkan. Ternyata ia telah dapat dibawa ke dalam lain ruangan lagi oleh kursi yang dapat bergerak
tadi. Ia sudah mau melompat bangun dari kursinya, terlihat olehnya seorang wanita setengah umur sedang
masuk ke dalam ruangan rahasia ini.
Setelah diteliti ternyata yang datang adalah wanita yang tadi menggelendotkan badannya di kursinya Liu
Tong, si kepala Lembah Luar tadi.
dunia-kangouw.blogspot.com
Tapi wanita ini seperti tidak melihatnya, maka Koo San Djie juga tidak mau sembarang bergerak dari
tempatnya dan segera mengeluarkan Pit Badak Dewa. Warna hijau mencorong di sekitarnya pit pusaka dan
sudah mengarah wanita yang baru datang.
“Cresss......”
Si wanita menjerit keras, mengangkat tangan kanannya dan lima angin jari yang tajam menusuk ke arah
Koo San Djie, dari lengan kirinya masih terlihat darah mengetel keluar karena lukanya kena goresan pit.
Sakarang gilirannya Koo San Djie yang menjerit kaget, karena ia segera mengenali akan gerakannya Tjeng
Tjeng, tahulah ia sekarang siapa orangnya si Ketua Lembah Luar Liu Tong dan wanita ini, ia lompat ke
samping menghindarkan serangannya lima jari.
Terdengar suara tertusuknya papan dan kursi yang tadi didudukinya telah ke depan, bolong bekas lima jari.
Tenaga serangan jarinya ini ada lebih keras dan cepat beberapa kali dari yang Tjeng Tjeng gunakan!
Terdengar suara bentakannya Koo San Djie,
“Bagus. Kini aku akan mewakili Liu-supek membikin bersih pintu perguruannya.”
Ia juga menggerakkan ilmu pukulannya Sari Pepatah Raja Woo dan menyerang dengan gencar.
Si wanita centil juga sudah mengetahui siapa adanya anak muda ini dan berkata:
“Oh, kiranya kaulah sibocah yang datang, tidak disangka kau bernyali besar sekali dan berani datang ke
dalam Lembah Merpati ini. Sekarang kau akan segera merasai kelihaian Lembah Merpati......”
Dengan cepat sekali ia mengirim cengkeraman jarinya dan lompat ke belakang sehingga menempel dengan
dinding ruangan. Terdengar lagi suara krek, kreknya alat mesin, dan Koo San Djie segera merasakan
badannya seperti melayang dan terjatuh ke dalam kegelapan......”
23.51. Undangan Ketua Lembah Merpati
Munculnya kabar Lembah Merpati berada di daerah sebelah barat Kang-see seperti guntur saja
menggelegar ke seluruh Kang-ouw. Di mana-mana sebagai bahan pembicaraan, senantiasa Lembah
Merpati yang penuh rahasia itu.
Lembah Merpati yang misterius itu tadinya terlalu dibesar-besarkan, sehingga baru saja tersiar kabar
letaknya, orang telah berbondong-bondong menuju ke sana.
Di depan pintu gerbang Lembah Merpati yaitu rimba belantara yang tidak menyukai orang luar telah
berkumpul bukan sedikit tokoh-tokoh silat. Di antara mereka yang ingin tahu datang ke situ, tentu saja ada
juga beberapa orang yang bermaksud mencari sanak famili mereka yang kabarnya telah lenyap di dalam
Lembah Merpati yang penuh rahasia itu.
Biarpun mereka tahu, setelah melewati rimba belantara ini mereka akan segera dapat melihat Lembah
Merpati, tapi siapa juga tidak berani sembarang memasukinya.
Ada juga beberapa orang yang coba-coba memasukinya, tapi setelah berputar-putaran di sana dua hari
lamanya, akhirnya kembali ke tempat asal mula. Di antaranya, bukan sedikit yang tidak ada kabar beritanya.
Yang datang terlebih dahulu tidak berani sembarang memasukinya lagi, tapi yang datang belakangan tetap
masih terus membanjiri, hingga yang berkumpul semakin lama sudah menjadi semakin banyak, tapi
satupun tidak ada orang yang berhasil untuk mencari jalan masuk.
Sedang mareka dalam keadaan tidak berdaya, dari kejauhan telah lari mendatangi beberapa orang pula.
Mereka ini adalah orang-orang yang menerima undangan Lembah Merpati, seperti Kong Tie Hweeshio, Liu
Djin Liong, Bie Khiu Nie, Kiang Tjo, Ong Hoe Tjoe, Tjeng Tjeng dan Siauw Khong.
Mereka ini tidak memperdulikan semua orang yang masih pusing memikirkan jalan masuk, karena Ong Hoe
Tjoe ada mempunyai peta jalan Lembah Merpati. Mereka berkumpul menjadi satu.
Waktu itu keadaan di dalam Lembah Merpati sedang dalam keadaan kalut.
Sejak ketua Lembah Merpati yang baru Han Oe Seng naik takhta, ia sudah mempunyai maksud untuk
merajai dunia, ia merasa kepandaiannya Lembah Merpati telah cukup tinggi, untuk apa menyembunyikan
diri lagi dalam lembah yang sunyi ini? Dalam hati besarnya telah timbul niatan jahat untuk menjajah orang.
dunia-kangouw.blogspot.com
Tapi para anggota Dewan Tetua tidak menyetujui maksud liarnya, mereka menganggap Lembah Merpati
telah cukup subur untuk membiayai kebutuhan pokok. Mereka tidak ingin dijajah oleh dunia luar yang
banyak tipu muslihatnya, tapi mereka juga tidak ingin untuk menjajah dunianya orang lain.
Tidak demikian dengan Han Oe Seng yang bersifat temaha, adatnya kukuh dan berangasan, ia tidak
percaya akan perkataan orang lain, dengan turun tangan sendiri ia keluar dari dalam lembah, menyebarkan
cerita burung dan mencari orang yang dapat digunakan sebagai kaki tangannya.
Demikianlah ia berhasil juga mendapatkan beberapa orang pandai seperti Liu Tong suami istri, Lam Keng
Liu suami istri dan lainnya.
Dengan tidak melanggar peraturan lembah, ia bermaksud menggunakan orang-orang ini yang nantinya
akan diberi pelajaran ilmu kepandaian Lembah Merpati dan dapat digunakan untuk menjelajahi dunia luar.
Maka terjadilah satu komplotan baru yang diberi nama komplotan Lembah Luar. Dengan mendirikan
Lembah Luar, Han Oe Seng bermaksud tertentu pula. Ia telah manyediakan suatu tempat untuk jalan
mundurnya, karena takut kejahatannya yang telah menganiaya ketua lama si Orang Tua Bertangan Satu,
terbongkar rahasianya, ia masih ada jalan mundur untuk lari ke tempat komplotannya Lembah Luar ini.
Sayang Liu Tong suami istri sebagai ketua Lembah Luar juga bukannya orang baik-baik, dengan
menggunakan kepandaian Lembah Merpati sebagai umpan, ia memancing para pemuda yang kurang kuat
imannya untuk dijadikan kaki tangannya sendiri. Di antaranya tidak sedikit jago-jago dari kalangan hitam
juga yang bersedia mengekor di belakangnya.
Seperti Tong Touw Hio dan lain adalah salah satu di antaranya.
Belakangan setelah mengetahui akan kepandaiannya Koo San Djie yang istimewa, timbul juga niatannya
untak dapat menarik anak muda ini ke bawah kekuasaannya. Maka beberapa kali telah menyuruh orangorangnya
untuk menangkapnya dan akhirnya terjebloslah anak muda ini dalam perangkap rahasia.
Sebenarnya semua urusan ini Han Oe Seng tidak mengetahuinya sama sekali, sampai salah satu anggota
dari Dewan Tetua yang bernama Koo Hian setelah keluar lembah menyelidikinya telah memberi tahu
padanya tentang semua ini.
Sampai pada saat itu, baru membuat ia ragu-ragu juga, tapi ia sebagai orang yang berpendirian kukuh,
biarpun salah, juga masih tidak mau mengakui akan kesalahannya. Untuk mendapat kepastiannya, ia pergi
sendirian menyelidiki, dan kebetulan sekali ia dapat mencuri dengar tentang maksud jeleknya mereka. Maka
dengan tertawa dingin ia pergi meninggalkannya dan kembali ke dalam lembah.
Liu Tong dan kawan-kawannya yang mendengar suara tertawa tadi segera pergi keluar mencari orang yang
telah mencuri dengar perundingannya. Belakangan ia mendapat laporan dari istrinya Bwee Siang bahwa
sang istri telah berhasil menjebloskan seorang anak muda yang bernama Koo San Djie ke dalam gua di
bawah tanah, maka pikirannya hanya menyangka bahwa Koo San Djie lah yang mengeluarkan suara dingin
tadi dan sudah tidak menarik panjang lagi.
Setelah Han Oe Seng kembali ke dalam lembah, lantas memanggil empat anggota terkemuka dari Dewan
Tetua yaitu Koo Hian, Kie Sun, Kam Sia Liong dan Pheng Siu Khang untuk merundingkan caranya
menahan bahaya yang dibawanya sendiri itu.
Han Oe Seng mengusulkan untuk memancing semua orang ini, termasuk juga orang-orang yang berani
menerjang masuk ke dalam Lembah Merpati, ke suatu tempat dan membunuhnya semua.
Tapi empat orang dari Dewan Tetua sudah menganggap usul ini tidak dapat di jalankan, bukan saja dapat
mengganggu muka terang Lembah Merpati, bahkan sudah tentu dapat menambah musuh tangguh yang
tidak diingini. Mereka setuju untuk memanggil semua orang-orang yang memasuki Lembah Merpati, dengan
terang-terangan dan dengan mengandalkan kepandaian turunan Lembah Merpati, tidak sukarlah untuk
menaklukannya.
Tentang Liu Tong dan kawannya tentu saja tidak gampang-gampang melepaskan.
Han Oe Seng terpaksa menyetujuinya putusan ini dan mengeluarkan perintahnya untuk menarik pulang
orang-orangnya yang masih berada di Lembah Luar masuk ke dalam lembah, untuk siap siaga terhadap
segala kemungkinan.
◄Y►
Di depan hutan belantara Lembah Merpati.......
dunia-kangouw.blogspot.com
Liu Djin Liong dan rombongannya, setelah dapat memasuki Lembah Luar, tentu saja tidak dapat menemui
Liu Tong dan konco-konconya karena mereka telah menarik dirinya masuk ke dalam Lembah Merpati.
Dan dalam ruangan besar datang menyambut Houw Sam Ya dan beberapa orang-orangnya, deagan
tertawa berkakakan ia berkata:
“Tidak disangka beberapa orang terkemuka sudah datang semua. Ini kali pertandingan di Lembah Merpati
merupakan suatu keramaian yang sukar dicari keduanya.”
Lalu ia menyodorkan selembar surat undangan merah yang besar yang baru saja di dapatinya dari seorang
pesuruhnya Lembah Merpati.
Pengemis sakti Kiang Tjo menyambuti surat undangan tadi dan tertawa lebar, ujarnya:
“Kelakuan yang sombong sekali, mereka berani mengundang para jago untuk bertanding dengannya. Aku si
Pengemis bangkotan adalah orang yang pertama, akan kulihat kepandaian apakah yang dapat merajai
dunia?”
Mendadak satu bayangan ungu berkelebat dan di hadapannya kini telah berdiri seorang tua, dengan
tertawa mesem ia berkata kepada Kiang Tjo:
“Kepandaian siapa yang dapat merajai dunia?”
Si Pengemis sakti melihat yang datang ini adalah si pendekar Berbaju Ungu yang telah lama tidak keluar di
dunia Kang-ouw, ia tertawa bergelak-gelak:
“Menurut pendapatku si Pengemis tua, ialah kepandaian murid kesayanganmu itulah yang nantinya dapat
merajai dunia......”
Liu Djin Liong girang melihat sahabat lamanya juga telah datang, ia lantas maju menyongsong, diikuti juga
oleh Kong Tie Hweeshio, Bie Khiu Nie dan lain-lainnya.
Ong Hoe Tjoe dan Tjeng Tjeng yang mengetahui bahwa orang tua inilah yang menjadi gurunya Koo San
Djie sudah lantas memberi hormat.
Terdengar si Pendekar Berbaju Ungu membuka mulutnya:
“Aku merasa sangat berterima atas perhatian kawan-kawan yang telah memperhatikan muridku yang nakal
itu. Tapi entah di manakah ia sekarang?”
“Ia telah berjanji dengan Tiauw Tua untuk masuk ke dalam lembah pada esok lusa,” jawab Liu Djin Liong.
Dalam keadaan yang ramai ini dari luar telah masuk pula beberapa orang.
Ketua mudanya Hui-hong-pang, Liok Siauw Kian, dengan diiringi delapan pengurus daerahnya telah
mengajak Hay-sim Kongcu dan si pemuda desa Liok Siauw Hong datang ke situ.
Tjeng Tjeng yang mengenali dua pemuda di belakang Liok Siauw Kian adalah kawan Koo San Djie, dari
jauh-jauh sudah meneriakinya:
“Hei, mengapa koko San tidak bersama-sama kalian?”
Liok Siauw Hong menjawab:
“Inilah heran sekali. Ia telah masuk kemari lebih dulu beberapa hari.”
Ong Hoe Tjoe menjadi kaget dan berkuatir.
“Tapi mengapa kita tidak dapat menemuinya?”
Kiang Tjo tertawa terbahak-bahak:
“Ia dengan kepandaiannya yang sempurna dan lagi ada membawa-bawa Pit Badak Dewa, tidak mungkin
terjadi suatu apa. Kau tidak usah kuatir kepadanya, mungkin juga ia sudah keluar lagi menunggu si Tiauw
Tua.”
“Tang...... tang...... tang......”
dunia-kangouw.blogspot.com
Dari dalam Lembah Merpati telah terdengar lonceng dipukul keras. Empat orang tua berjenggot panjang
mengenakan pakaian kuno seperti empat lembar daun kering saja terbang turun dari atas tebing tinggi.
Setelah menghadapi orang banyak, Koo Hian membuka suaranya yang nyaring:
“Koo Hian, Kie Sun, Kam Sia Liong dan Pheng Siu Khang empat orang mewakili ketua Lembah Merpati
datang menyambut para tamu yang telah berkunjung kemari......”
Si Pengemis sakti Kiang Tjo melihat ke arah Liu Djin Liong, kemudian berkata sambil tertawa:
“Bagaimana jika kami mendahuluinya?”
Pheng Siu Khang tertawa mesem:
“Tunggu sebentar. Ketua kami kuatir di antara rombongan kalian ini menyelip orang, tidak ternama, maka
telah menyediakan suatu jalan tebing untuk para tamu.”
Lalu tangannya menunjuk ke arah tebing yang licin.
Si Pengemis sakti mengerahkan pandangannya ke sana dan dilihatnya pada tebing tinggi yang licin itu tidak
terdapat tempat untuk menaruh kaki. Jika bukannya orang yang mempunyai kepandaian ilmu mengentengi
tubuh yang sempurna, tidak mungkin dapat melewatinya.
Tapi ia masih tetap tertawa, katanya:
“Suatu tempat yang bagus untuk berlatih.”
Pheng Siu Kang menyilahkan para tetamunya jalan.
Kiang Tjo mendahului jalan di muka untuk membuka jalan. Disusul oleh Liu Djin Liong, Kong Tie Hweeshio
dan yang lain-lainnya.
Pheng Siu Kang dengan mengajak rombongan ini yang kira-kira lebih dari duaratus orang, berjalan sampai
di bawah tebing tinggi tadi dan berkata:
“Aku akan mendahului memimpin jalan.”
Ia mengibaskan lengan bajunya yang besar dan melayang naik sampai hampir tujuhpuluh tombak jauhnya.
Badannya ditempelkan ke arah tebing sebentar, kaki dan tangannya bergerak-gerak seperti seekor cecak
merayap naik. Sebentar saja ia telah sampai di atas tebing.
Pada waktu badan Peng Siu Khang melayang, Kiang Tjo juga telah mengikuti jejaknya sambil tertawa-tawa
dan hampir berbareng merendengi jago Lembah Merpati itu.
Dari orang-orangnya Hauw Sam Ya, juga telah keluar dua orang dan mengikuti jejaknya mereka.
Kong Tie Hweeshio juga tidak mau ketinggalan. Tubuhnya mumbul ke atas dengan perlahan-lahan, sebelah
tangannya menggores ke tebing licin sebentar dan meneruskan jalan badannya sehingga sampai di atas
tebing.
Sebentar saja bayangan-bayangan telah berseliweran dan saling susul naik ke atas tebing. Di antara
demikian banyak orang, gerakan Ong Hoe Tjoe yang menggunakan ilmu Berjumpalitan di udara yang paling
menarik. Seperti seekor burung besar, ia berjumpalitan beberapa kali di udara dan sudah melewati
puncaknya tebing tadi.
Kemudian beberapa orang dari Hui-hong pang juga telah sampai semua.
Kini, di atas tebing hanya berdiri empatpuluh orang lebih, dan yang lain-lainnya yang tidak mahir meniru
kawannya terpaksa balik keluar lembah dengan perasan yang amat lesu.
Kiang Tjo yang melihat sudah tidak ada orang lagi yang dapat naik tebing, lalu berkata:
“Semua tamu telah naik dan bagaimana selanjutnya?”
Mendadak dari bawah tebing ada orang yang menyahutinya:
“Tunggu dulu! Masih ada aku si Sastrawan Miskin yang belum naik.
Sebentar saja beberapa bayangan telah melesat naik lagi, Tiauw Tua, si Sastrawan Pan Pin, Hian-tju
Totiang dan orang-orangnya delapan partai besar juga telah datang menyusul.
dunia-kangouw.blogspot.com
Pheng Siu Kang sambil menjura berkata:
“Ketua kami dan beberapa orang lagi dari Dewan Tetua telah menunggu di Hong-hong-theng, para tamu
akan segera kami antarkan ke sana.”
Rombongan ini dengan perlahan-lahan mulai meninggalkan tebing tinggi, sambil menyaksikan
pemandangan Lembah Merpati, yang telah lama disegani. Pemandangan di sini memang menarik hati,
sehingga membuat mereka telah lupa akan bahaya yang akan dihadapinya.
Sungai kecil berliku-liku mengalir di sana dengan di kedua tepinya telah ditanam pepohonan semua.
Biarpun waktu telah mendekati akhir musim rontok, tapi sawah di sini masih tetap menghijau. Di jalan-jalan
yang bersih dan rapi, terlihat banyak orang-orang Lembah Merpati berlalu lintas, biarpun mereka melihat
sedemikian banyaknya orang yang membawa senjata, kelihatan mereka tidak merasa keder, termasuk juga
anak-anak dan wanitanya.
Rumah-rumah dikapur bersih, rapi dan megah-megah. Dari jauh sudah mulai tampak tempat kediaman
ketua Lembah Merpati. Di hadapannya telah penuh orang menunggu, yang berdiri di paling depan, seorang
bermuka kuning yang kira-kira berumur limapuluh tahun dengan memakai jubah kuning telah lama
menunggu dengan sikapnya yang sangat angkuh sekali.
Setelah rombongan tamu Lembah Merpati ini sampai di hadapannya, terdengar ketua ber kata:
“Han Oe Seng di sini menyambut para tamu.”
Semua orang juga lantas membalas hormat, mengikuti masuk ke dalam Hong-hong-theng.
Setelah masing-masing mengambil tempat duduk. Han Oe Seng sudah berkata:
“Lembah Merpati sebetulnya tidak pernah mencampuri urusan dunia, tapi kini bukan sedikit orang yang mau
mencari gara-gara. Untuk mendapatkan suatu cara penyelesaian maka Lembah Merpati telah mengundang
para tamu untuk......”
Kiang Tjo memotong sambil tertawa:
“Jika mendengar kata-katamu yang bagus ini, siapa juga tidak percaya bahwa Lembah Merpati dapat
berbuat jahat. Tapi semua orang yang datang kemari telah mempunyai mata dan dapat melihat kelakuankelakuan
apa yang telah kau lakukan.”
Han Oe Seng belum sempat untuk menjawab, Houw Sam Ya telah nyeletuk:
“Persekutuan gunung Sin-sa tidak mempunyai sangkut pautnya dengan Lembah Merpati, mengapa kau
menyuruh orang meracuni?”
“Kalian jangan sembarang berkata, bukti-bukti apa yang berada di dalam tanganmu?” Han U Seng berteriak
marah.
Kong Tie Hweeshio merangkap kedua tangannya dan berkata:
“Omitohud. Lembah Merpati telah banyak memancing masuk anak muda untuk dijadikan apa? Dan
kemanakah semua anak-anak muda itu? Ketua partai kami dan delapan partai lainnya juga telah binasa
karena racunmu, apakah sebabnya? Apa semua ini masih kurang untuk dijadikan bukti?”
Han Oe Seng yang masih tidak mau mengaku salah sudah tertawa dingin:
“Semua kejadian juga harus ada bukti orangnya. Jika semua kesalahan-kesalahan main sembarangan
diletakan di atas pundak Lembah Merpati, apa dikira Lembah Merpati takut kepada kalian?”
Liu Djin Liong yang sedari tadi diam saja, menyaksikan kecongkakkannya Han Oe Seng sudah merasa tidak
puas. Dengan tertawa ia berkata:
“Lembah Merpati demikian memperlakukan para tamunya, apa juga termasuk peraturan-peraturan.”
Liu Djin Liong datang kemari hanya ingin menyaksikan kepandaian Lembah Merpati, jika memang tidak
dapat diurus dengan perkataan-perkataan, maka kekuatanlan yang akan menentukannya.
Para anggota Dewan Tetua yang mendengar penuturan para tamunya tadi sudah menduga ketuanya Han
Oe Seng dapat segera mengambil keputusan yang bijaksana untuk memberi hukuman kepada Liu Tong
dan konco-konconya, tapi tidak disangka, Han Oe Seng sudah menyangkal semua dan membelokan
dunia-kangouw.blogspot.com
perkataan-perkataan. Maka Koo Hian yang paling dulu tidak dapat menahan sabarnya sudah lantas berdiri,
katanya:
“Saudara Liu harap dapat bersabar dulu......”
Lalu ia membalikkan badannya menghadapi sang ketua dan menyambung kata-katanya:
“Peraturan lembah sangat keras, tidak mungkin jika masih ada orang kita yang berlaku sewenang-wenang.
Tapi tentang orang Lembah Luar memang sukar untuk dipastikan. Mengapa ketua tidak mau memanggilnya
mereka untuk mendapat kepastian?”
23.52. Pertempuran di Dalam Lembah
Han Oe Seng dengan tegas memberikan kepastiannya:
“Tidak ada perlunya memanggil mereka. Semua orang yang ternyata bukannya anak-anak kemarin saja,
mereka jika bukannya ketua partai tentu adalah jago-jago tua, mengapa dapat dengan mudah diracuni oleh
orang? Inilah alasan mereka yang mau mencari gara-gara saja.”
Kiang Tjo yang sudah menjadi tidak sabar, ia terdengar membentak:
“Aku si Pengemis belum pernah menemukan orang yang seperti kau, tidak mengenal aturan ini. Apa kau
mengandalkan beberapa jurus kepandaianmu? Mari, mari aku yang pertama melayanimu!”
Mendadak dari dalam rombongan orang menyelak seorang yang bersuara merdu:
“Tunggu dulu. Aku sebagai seorang wanita yang lemah masih ada beberapa pertanyaan yang akan
diajukan padanya. Ayahku Liok Beng Kong telah dapat dipancing masuk ke dalam Lembah Merpati,
sehingga kini masih tidak ada kabar ceritanya. Bahkan mereka masih berani menggunakan keselamatan
jiwanya untuk memeras kepada kami meminta ini dan itu. Apakah perbuatan ini tidak sama dengan
perbuatan seorang perampok?”
Han Oe Seng tertawa:
“Ayahmu sebagai seorang ketua Hui-hong-pang mana dapat sembarang dipancing orang? Siapa yang
mempunyai kelebihan waktu mengurusnya?”
Guru Ong Hoe Tjoe, Bie Khiu Nie menimbrung:
“Omitohud, jadi menurut pendapatmu semua orang ini hanya mau menjual cerita saja?”
Han Oe Seng mengeluarkan suara tertawanya yang dingin menyeramkan:
“Lembah Merpati mengundang para tamunya hanya untuk mengadu kepandaian, apa untuk mengajak
berperang lidah? Maka aku hanya mengharapkan kalian dapat lekas-lekas memajukan dirinya.”
Kie Sun dan Kam Sia Liong sebagai dua orang yang terkemuka dari Dewan Tetua hampir berbareng sudah
berdiri dari tempatnya dan menahannya:
“Pertandingan harap ditunda dulu. Kami sekarang juga akan memanggil ketua Lembah Luar.”
Han Oe Seng dari dalam sakunya segera mengeluarkan tanda kekuasaan ketua dan membentak:
“Apa kau berdua berani tidak mendengar putusan ketua dan ingin bertindak sendiri?”
Kie Sun dan Kam Sia Liong membongkokkan badannya dan mengundurkau diri.
“Tentu kau juga tidak berani melanggar putusanku,” Han Oe Seng tertawa dingin.
Lalu ia mengeluarkan putusannya:
“Lekas ajak para tamu menanti di medan pertandingan.”
Urusan sampai di sini sudah menjadi kacau. Semua orang yang datang dari luar lembah sudah
menunjukkan kemarahannya. Houw Sam Ya dengan rambut berdiri berjalan di muka. Liu Djin Liong dengan
mendongakkan kepalanya tertawa dingin.
dunia-kangouw.blogspot.com
Medan pertandingan letaknya di belakang Hong-hong-theng, tempatnya luas sekali dan dikelilingi oleh
taman-tamanan yang beraneka macamnya.
Para tamu Lembah Merpati baru saja memasuki medan pertempuran sudah dapat melihat banyak orang tua
dan muda berdiri menanti. Inilah Han Oe Seng yang sudah menyiapkan orang-orang pandainya untuk
menanti di situ.
Di sekitar pertandingan tidak didirikan tempat untuk penonton, maka dengan sendirinya semua orang ini
memecahkan dirinya menjadi tiga rombongan. Orang-orangnya Lembah Merpati di tengah-tengah, di
sebelah kiri adalah Liu Djin Liong, si Pendekar Berbaju Ungu, Kong Tie Hweeshio, Kiang Tjo dan yang lainlainnya
lagi. Dan di kanannya terdiri dari orang-orangnya Houw Sam Ya dari golongan hitam.
Han Oe Seng dengan senyum penuh ejekan berkata:
“Pertemuan kita pada hari ini bukannya pertemuan biasa atau pertandingan di antara musuh-musuhnya.
Maka harap kalian dapat menurut aturan dan urutannya. Silahkan kalian memulainya!”
Si Pendekar Berbaju Ungu yang dari tadi diam saja mulai bertanya:
“Aku masih ada persoalan yang tidak habis dimengerti. Lembah Merpati sebenarnya mengandung maksud
apa, sehingga harus menarik demikian banyaknya pemuda?”
“Urusan ini kau tidak usah menanyakan lagi,” Han Oe Seng menjawab dengan getas, “Kecuali kalau kau
dapat memenangkan kepandaian Lembah Merpati, itu lain lagi persoalannya.”
Kiang Tjo menjadi tidak sabaran:
“Manusia jumawa, aku si Pengemis ingin melihat, berapa tingginya sih kepandaianmu?” katanya
mendongkol.
Perkataan keluar orangnyapun telah melompat keluar. Tapi dari sebelah kanan telah ada orang yang
mendahuluinya:
“Pengemis tua, tunggulah sebentar saja aku Houw Sam Ya sudah tidak sabar menunggunya lagi......”
Bayangan orang berkelebat dan menghalang-halangi majunya si Pengemis sakti Kiang Tjo belum juga
menjawab, suara tertawa dinginnya Han Oe Seng sudah terdengar lagi:
“Buat apa menjerit-jerit tidak keruan? Jangan kuatir, Lembah Merpati akan melayani kalian, satu persatu.”
Houw Sam Ya yang tidak sabaran memang sudah tidak dapat menunggunya lagi, dengan tidak berkata lagi,
ia sudah memajukan dirinya dan mulai mengeluarkan serangannya.
Han Oe Seng tertawa dingin, dengan menggeser kakinya sedikit, ia sudah dapat menghindarkan serangan
ini.
Kiang Tjo yang melihat mereka sudah bertempur lantas mengundurkan dirinya kembali.
Houw Sam Ya melihat serangannya gagal, sudah maju setindak lagi dan menyerang bertubi-tubi dengan
kedua tangannya. Tenaganya telah dikeluarkan semua, hingga mengeluarkan angin menderu-deru.
Han Oe Seng menjadi kaget karena menghadapi musuh tangguh ini, dengan tidak kalah sebatnya ia
melayani, menyerang dan menangkis silih berganti. Kepandaian Kutu buku dari Lembah Merpati memang
tidak percuma, dengan kalm saja telah dapat mempunahkan semua serangan keras yang datang
menyerangnya.
Mendadak Han Oe Seng memajukan langkahnya, jari dan telapak tangannya dikerjakan, mendesak dan
mengurung sang musuh. Segera terlihat satu bayangan mental keluar dari kalangan perkelahian. Houw
Sam Ya dengan menjerit keras telah memuntahkan darah segar.
Han Oe Seng masih tetap berdiri di tempatnya dengan tertawa dingin.
Berbareng dengan terpukul mundurnya Houw Sam Ya, dari rombongan telah keluar empat orang
kepercayaan yang sudah lantas mengurung ketua Lembah Merpati yang memang lihay ini.
Han Oe Seng biarpun dikurung oleh empat orang yang berkepandaian bukan rendah, juga masih dapat
mengeluarkan senyum menghina, terlihat jari kanannya meluncur, menotok rubuh seorang di antaranya.
Dengan tidak menghentikan gerakan tangannya tadi, beruntun ia menotok jalan darahnya dua orang lagi
dan seorang yang berada di depannya sebelum dapat berbuat suatu apa juga telah di bikin tidak berdaya.
dunia-kangouw.blogspot.com
Ia dalam sekejapan telah menjatuhkan empat orang lawan dengan gerakan tangan yang bagus sekali, telah
membuat orang-orang yang melihatnya merasa kagum.
Kong Tie Hweeshio dengan perlahan-lahan majukan dirinya dan berkata:
“Kepandaian Lembah Merpati memang dapat menggetarkan dunia, tapi aku tetap akan mencobanya juga.”
Tapi Kiang Tjo yang sudah tidak mau didahului orang lagi sudah menyelak:
“Aku si Pengemislah yang harus melawannya terlebih dahulu.”
Dari pihak Dewan Tetua Lembah Merpati juga telah lompat keluar dua orang di kanan Koo Hian dan di kiri
Kie Sun. Terdengar Koo Hian berkata:
“Ketua telah memenangkan dua pertandingan, maka dua orang ini boleh diserahkan saja kepada kami.”
Han Oe Seng tertawa jumawa.
“Masih belum waktunya mengganti orang. Hanya pertandingan semacam ini, jangan kata baru dua kali,
ditambah seratus kali lagi juga masih sanggup aku meneruskannya......”
Sebenarnya ia sebagai ketua dari Lembah Merpati tidak perlu turun tangan sendiri untuk menghadapi
orang-orang ini, sebab buat apa menaruh orang-orangnya yang berkepandaian tinggi? Tapi memang Han
Oe Seng suka mengagulkan diri, dengan sendirian saja ia ingin melayani semua tamu-tamunya.
Kiang Tjo begitu menempatkan dirinya sudah lantas memberi hormat dan menggeser sedikit langkahnya
mulai dengan serangan pertama.
Han Oe Seng seperti tadi masih dapat berlaku tenang melayaninya, lompat ke kiri dan ke kanan memberi
jalan angin serangan-serangan musuhnya. Dalam waktu tidak lama, sepuluh jurus telah dapat
dilewatkannya.
Pada satu saat ia membentak keras, dua tangannya berbareng disodorkan keluar mengarah dua jalan
darah orang yang penting.
Kiang Tjo menurunkan pundaknya, jari tangannya berbalik hendak mencengkeram tangan orang.
Han Oe Seng hanya menggerakkan sedikit tubuhnya, arah tangannya tetap tidak berobah. Ia membiarkan
sang lawan meneruskan cengkeramannya yang mengarah tangan sebelah kiri dan dengan kecepatan yang
luar biasa ia sudah mendahului membalikkan tangan kanannya menotok jalan darah Kie-tie.
Kiang Tjo sudah mengulurkan semua tangannya, untuk menarik kembali sudah tidak ada waktunya lagi
maka dengan terpaksa harus menjatuhkan Iagi tangannya ke bawah dan nyerong ke samping tiga tindak.
Biarpun ia bertindak dengan tepat, tidak urung kain bajunya kena tersobek juga dan melayang-layang
dibawa angin totokan. Si pengemis sakti berdiri bengong, tidak dapat berkata apa-apa lagi.
Kong Tie Hweeshio dengan baju jubahnya berkibar-kibar maju ke muka.
“Aku masih ingin mencoba untuk menerima pukulan Lembah Merpati.”
Han Oe Seng tertawa besar.
“Asal kau orang mau saja, tetap akan kulayaninya,” katanya jumawa.
Kong Tie Hweeshio tidak banyak rewel, setelah menarik napas dalam mengumpulkan, kekuatannya, ia
mengangkat sebelah tangannya didorong ke arah musuh.
Muka riangnya Han Oe Seng tiba-tiba lenyap dan sebagai gantinya ketegangan yang pertama
menguasainya. Sebelah tangannya ditaruh di depan dadanya dan perlahan-lahan maju memapakinya
serangan lawan.
Dua tenaga dalam dari dua aliran yang tidak sama ini mulai saling bentur dan mengeluarkan suara yang
memekakkan telinga. Dua orang sama-sama tergoncang dan berusaha menenangkan diri lagi.
Kong Tie Hweeshio yang mempunyai latihan tenaga dalam puluhan tahun lamanya, setelah melihat Han Oe
Seng dapat mengalahkan orang dengan demikian cepatnya, sudah lantas mengajak mengadu tenaga. Ia
menambah lagi kekuatannya, saling susul untuk dapat menjatuhkan lawan.
dunia-kangouw.blogspot.com
Muka Han Oe Seng yang tadinya kuning sudah mulai berobah menjadi bersemu merah, semua orang yang
menyaksikan sudah menyangka, kemenangan tentu berada di tangan tokoh Siauw-lim-pay.
Kong Tie Hweeshio sendiri juga telah merasa senang melihat tenaganya sang lawan hanya sekuat ini, maka
dengan mencurahkan semua tenaganya ia mulai mendorong lagi.
Mendadak dirasakan olehnya tenaganya lenyap dalam seketika dan kekuatan tidak kelihatan telah berbalik
menyerangnya. Untuk menyingkir dari tenaga berbalik ini sudah terlambat. Dadanya Kong Tie Hweeshio
terasa menjadi sesak dan dipaksa harus mundur beberapa tindak dengan mendapat luka parah di dalam.
Tapi Kong Tie Hweeshio yang mempunyai latihan sempurna, dengan memaksakan darah yang sudah mau
keluar dari mulutnya, perlahan-lahan ia mundur balik ke tempatnya lagi.
Kekalahan Kong Tie Hweeshio adalah di luar dugaan semua orang. Para jago dari Dewan Tetuanya masih
belum keluar sudah harus menerima kekalahan ini, maka orang merasa kecil hati untuk memenangkannya.
Liu Djin Liong tampak majukan dirinya dan berkata:
“Sekarang sudah waktunya aku Liu Djin Liong mendapat giliran. Diumpamakan kau sudah lelah, boleh
suruh orang-orangmu menggantikannya.”
Han Oe Seng sebenarnya sudah sedari tadi mengetahui, bahwa di antara demikian banyaknya orang yang
memasuki lembahnya, Liu Djin Liong dan si Pendekar Berbaju Ungu lah yang paling sukar untuk dilayani.
Setelah ia mengadu tenaga dengan Kong Tie Hweeshio, tangannya memang sudah merasa tidak begitu
leluasa seperti tadi. Tapi begitu mendengar beberapa perkataannya Liu Djin Liong, adatnya yang angkuh
tidak mau mengganti orang.
“Aku sendiri juga telah cukup melayaninya, untuk apa mengganti orang lagi?” ujarnya sangat sombong.
Muka Liu Djin Liong menjadi berobah juga tapi ia paling tidak suka mengadu mulut, maka dengan sekali
gebrak, ia sudah mengeluarkan ilmu pelajaran Sari Pepatah Raja Woo.
“Inilah yang akan kau layani,” bentaknya.
Han Oe Seng yang baru saja kegirangan mendapat muka terang karena dengan beruntun telah dapat
mengalahkan beberapa orang, sudah menjadi sedikit lengah, dengan seenaknya saja ia menyambuti
serangan Liu Djin Liong. Tapi baru saja sampai pada setengah jalan, ia bisa merasakan pukulan ini sangat
berbeda dengan yang sudah-sudah, maka ia harus menambah kekuatannya lagi, baru dapat
menghindarkannya. Biarpun demikian, hatinya menjadi keder juga dan mengeluh:
“Inilah orangnya yang harus mendapat perhatian penuh.”
Ia maju ke depan dengan pesat, dengan jalan mendahului serangannya orang ia memukul berkali-kali.
Liu Djin Liong mengeluarkan suara dari hidung dan betul-betul melayaninya dengan sepenuh tenaga.
Kakinya digeser pergi datang, mencari tempat kedudukan menguntungkan dan menggerakkan dua
tangannya menyerang ke sana sini. Jika dilihat dari jauh, tangannya seperti telah bertambah beberapa kali
lipat jumlahnya berusaha mengurung lawan.
Dua jago bergerak dengan kecepatan yang luar biasa, sebentar saja telah dilewati lebih dari limapuluh
jurus.
Perlahan-lahan gerakan mereka mulai menjadi kendor, keadaan telah semakin tegang. Han Oe Seng tibatiba
melompat tinggi dan mengeluarkan kepalannya yang mengarah batok kepala orang.
Liu Djin Liong menancapkan kedua kakinya kuat-kuat di tanah mengangkat sebelah tangannya
menengadah menahan serangan lawan.
Hanya terdengar suara “Bum”, tanah yang diinjak Liu Djin Liong mulai retak. Han Oe Seng juga terputar
sekali di udara dengan termiring-miring melompat ke samping, dengan sekali menutul tanah untuk kedua
kalinya ia melompat lagi ke atas dan tetap mengarah batok kepala musuh.
Liu Djin Liong tidak mau mengalah dan menyingkir dari serangan ini, ia mengangkat lagi tangannya
membentur serangan tadi.
Tapi keadaan tetap sama kuat.
dunia-kangouw.blogspot.com
Han Oe Seng mulai naik darah betul-betul, matanya merah seperti mau mengeluarkan api melotot keluar,
tulangnya berkeretekan seperti bunyi petasan, tangannya diremas-remas dengan gemas dan maju
mendekati lawan tangguhnya.
Liu Djin Liong tidak mengerti akan kelakuan lawannya ini yang dapat berbuat gerakan-gerakan seaneh ini,
ia juga mengerahkan semua tenaga untuk dikumpulkan menjadi satu dan siap sedia menghadapi segala
kemungkinan yang tidak diduga. Sebentar lagi gebrakan ini sudah akan dapat menentukan kematiannya di
antara dua jago yang sedang bertarung......
Mendadak, dari jauh terdengar satu suara siulan panjang yang dapat menggeletarkan sukma semua orang,
suara ini lama menggema di angkasa. Seperti seekor burung garuda saja, dari kejauhan melayang-layang
seorang yang segera melompat turun di medan pertandingan.
“Berhenti!” bentaknya.
Orang yang datang ternyata adalah Koo San Djie, melihat Han Oe Seng akan menggunakan ilmu Tiga
Pukulan Meremukkan Tulang yang ganas, ia cepat-cepat berteriak untuk menghentikannya. Karena ia tahu
ilmu Tiga Pukulan Meremukkan Tulang bukan pukulan biasa yang sering digunakan orang. Dengan ilmu ini,
biarpun tenaga sang lawan lebih kuat tiga kali lipat dari Han Oe Seng, belum tentu dapat menahannya.
Apa lagi Liu Djin Liong yang hanya menang seketik saja, mana dapat menahan serangan dahsyat ini?
Begitu terkena, dengan tidak ampun lagi, tulang-tulangnya akan segera remuk berantakan. Tapi biarpun
demikian, si penyerang sendiri, Han Oe Seng juga akan mengalami kerugian tenaga yang tidak sedikit dan
lumpuh tidak dapat berjalan untuk sekian lamanya. Maka ilmu ini jika tidak karena terpaksa, tidak mungkin
gampang-gampang orang menggunakannya.
Tapi Han Oe Seng yang hanya tahu maju saja demikian tidak melihat segala akibatnya lagi, karena tidak
berdaya untuk dapat merobohkan musuh tangguhnya, Liu Djin Liong sudah menjadi nekad dan akan
menggunakannya juga. Untung dalam keadaan segenting ini Koo San Djie keburu datang dan mencegah.
Han Oe Seng menjadi batal menyerang dan mengawasi, siapakah orangnya yang berani menghalanghalanginya?
Bukankah Koo San Djie sudah kena perangkap kejeblos dalam lobang rahasia, tapi mengapa ia bisa datang
ke situ......?
24.53. Penemuan Di Bawah Tanah
Ternyata pada waktu Koo San Djie terjatuh ke bawah goa rahasia yang gelap, dengan kecepatan yang
melebihi jatuhnya bintang sapu, terus turun ke dasar lobang.
Untung saja ia masih dapat menenangkan pikirannya, kedua tangan digebrakkan ke atas dan mengangkat
hawa napasnya, berusaha mengentengkan badan, menghilangkan kecepatan jatuhnya. Setelah samarsamar
dapat melihat dasar lobang gelap, ia mulai menekukkan kedua kakinya dan berjumpalitan beberapa
kali, melayang turun dengan perlahan-lahan, sehingga dapat menginjak tanah dengan tidak kurang suatu
apa.
Kakinya terasa ada menginjak tanah yang basah dan demek, hidungnya dapat mencium bau hawa lapuk
yang karena tidak pernah terkena sinar matahari. Keadaan di sekelilingnya tetap gelap gulita. Karena tahu
akan adanya binatang beracun yang dapat menyerangnya dengan mendadak, ia sudah segera
mengeluarkan Pit Badak Dewanya, dicekal di tangan.
Sewaktu ia mencabut keluar pitnya tadi, mendadak terlihat ada sinar yang keluar dari badannya. Ia mulai
merogoh lagi dan ternyata itu ada tanda kebesaran Lembah Merpati yang dapat mengeluarkan sinar.
Untuk meminjam penerangan, ia telah mengeluarkan juga tanda kebesaran Lembah Merpati ini dan
mengalungkan di atas lehernya. Dalam sekejapan saja sinar yang guram remang-remang telah menyinari
seluruh keadaan di situ.
Goa ini ada merupakan sela-sela dua tebing yang tinggi, dedaunan gunung telah lumutan sehingga
membuat tangan yang memeganginya terasa licin sekali. Dan di bawah tanah di antara sela-sela batu kecil
terlihat ada beberapa mata air kecil menyelip-nyelip mengalir ke lorong goa yang sempit dan panjang. Entah
ke mana lagi menujunya goa yang gelap itu?
dunia-kangouw.blogspot.com
Karena ingin mengetahui ke mana menujunya air gunung ini, dengan menggunakan tanda kebesaran
Lembah Merpati yang dapat menyinari keadaan di situ, dengan tangan menyekal keras pit wasiatnya ia
meneruskan maju ke dalam goa kecil yang gelap.
Setelah berjalan dua lie lebih dari tempat tadi, jalan goa sudah menjadi sukar saja. Masih untung yang ia
mempunyai pit wasiat dan dapat membongkar batu-batu penghalang dengan mudah sekali dan berjalan lagi
sampai setengah lie Dari sini ia sudah mulai dapat melihat sinar terang matahari yang guram, ternyata ia
hampir keluar dari lubang goa itu yang mungkin tidak pernah didatangi manusia.
Ia mulai memperhatikan keadaan di mulut goa dan hatinya mendadak menjadi tergetar juga. Ia ada seperti
pernah melihat keadaan yang seperti ini dan pikirannya yang cerdas sebentar saja telah mengingat kembali
bahwa di dalam goa inilah ia pernah menemukan si Orang Tua Bertangan Satu dan menguburnya.
Goa ini masih seperti sedia kala, hawa wajah yang welas asih dari si orang tua yang telah lenyap tidak
terlihat lagi. Ia bergerak menuju ke arah goa kecil tempat menyimpan mayat si orang tua dan berlutut di
sana.
Beberapa saat kemudian......
Perlahan-lahan ia berdiri lagi dan memperhatikan keadaan di situ. Goa ini bukan saja dalam dan panjang,
bahkan bukan sedikit juga terdapat goa-goa kecil lagi. Pada hari itu karena ia terburu-buru ingin keluar dari
sini, maka setelah mengubur mayat si Orang Tua Bertangan Satu, bersama-sama dengan si Selendang
Merah ia terburu-buru keluar untuk mencari jalan menaiki tebing tinggi lagi. Jika ia berlaku sedikit teliti saja,
tentu sudah dapat menemukan rahasianya.
Kini ia seperti seorang penyelidik yang telah menjelajah dalam goa. Mendadak pada mulut goa dari salah
satu goa kecil ia melihat ada satu tengkorak manusia. Dan di atas batu di sekelilingnya goa kecil ini terdapat
banyak sekali tulisan-tulisan dan gambar-gambar.
Orang yang melatih dirinya dalam ilmu silat terhadap segala hal-hal inilah yang paling tertarik. Ia lalu
mendekati tanda kebesaran Lembah Merpati itu dan memperhatikannya tulisan dan gambar-gambar
dengan seksama sekali.
Dilihatnya di batu yang sebelah kiri ada tergambar gerakan tangan yang semuanya tiga kali tujuh gerakan.
Di mana ada tertulis Ilmu Tiga Pukulan Meremukan Tulang dan penjelasan-penjelasannya.
Setelah memperhatikan sekian lamanya, hatinya sudah mulai apal dengan gerakan ini, tapi karena ia
menganggap ilmu itu terlalu ganas dan merusak diri sendiri maka ia tidak memperhatikannya lagi.
Ia mulai mengarahkan pandangannya ke sebelah kanan dan di sana juga ada tergambar gerakan-gerakan
tangan juga, tapi gerakan-gerakan ini mirip sekali dengan ilmu cengkeraman. Dan di pinggirnya juga tertulis
Delapan gerakan tangan panjang.
Dalam hatinya Koo San Djie tertawa sendiri:
“Mengapa Gerakan Tangan Panjang ini juga harus diturunkan kepada orang?”
Tapi sewaktu ia memperhatikannya dengan seksama, ia malah berobah menjadi kaget, karena gerakangerakan
ini ada terlampau sukar untuk dipahami. Cara dan tujuannya berbeda sekali dengan:gerakangerakan
yang sering dilihatnya. Biarpun ia hanya terdiri dari delapan gerakan, tapi untuk dapat
mempelajarinya lebih memakan waktu dari ilmu pukulan Tiga Pukulan Meremukan Tulang.
Dengan tidak terasa, ia telah menari-nari, mengikuti gerakan-gerakan tadi. setelah ia dapat mempelajari
ilmu Delapan Gerakan Tangan Panjang ini, sebenarnya, ia sudah ingin meninggalkan ruangan goa batu itu,
mendadak, matanya telah dapat melihat sebaris tulisan yang menceritakan tentang kematian orang yang
memiliki ilmu tersebut.
Orang itu mengatakan bahwa karena ia terlalu suka akan keramaian dan menyolong keluar dari Lembah
Merpati, perbuatannya ini telah dapat dipergoki oleh ketuanya sehingga menyebabkan ia harus dikurung di
dalam goa buangan itu. Karena ia tidak mempunyai suatu ilmu yang dapat disohorkan, maka ia melukiskan
dua macam ilmunya yang dapat dipahami di dalam goa buangan yang dinamakan Tiga Pukulan Meremukan
Tulang dan ilmu Delapan Gerakan Tangan Panjang, yang dianggap lumayan untuk diturunkan kepada
orang lain di belakang hari. Tapi ia mengharapkan agar siapa yang dapat melihat dan mempelajarinya
jangan sembarang menggunakan dua ilmu ini untuk menghina atau mengganggu orang.
Baru sekarang Koo San Djie tahu bahwa goa itu adalah tempat tawanan Lembah Merpati.
dunia-kangouw.blogspot.com
Mendadak hatinya berpikir:
“Jika benar goa ini menjadi tempat buangan Lembah Merpati, letaknya tentu tidak jauh dari lembah aneh itu,
maka tidak sukarlah untuk keluar lagi.”
Maka hatinya menjadi besar kembali dan segera mencari-cari jalan keluar.
Setelah ia menerobos sana dan menerobos sini dua hari lamanya, akhirnya berhasil juga ia menemukan
jalan keluar. Saking girang, dengan tidak memikirkan suatu apa lagi, ia menggunakan gerakan Awan dan
asap lewat di mata, menerjang keluar goa.
Apa mau, baru saja ia keluar dari dalam goa, telah terdengar olehnya satu suara bentakan yang nyaring dari
seorang gadis dan merasa adanya satu tangan yang mau mengarah leher baju.
Dalam keadaan yang tidak sempat untuk berpikir lagi, ia menggunakan gerakan Delapan Gerakan Tangan
Panjang yang baru saja dipelajari. Ilmu Delapan Gerakan Tangan Panjang ini memang ada luar biasa,
biarpun dalam keadaan yang sukar, Koo San Djie masih berhasil menangkap pergelangan si penyerang
gelap.
Karena si penyerang tidak menyangka sama sekali sang lawan dapat bergerak sedemikian bagusnya,
saking cepatnya gerakan mereka sehingga mereka bertubrukan dan bergumul di tanah.
Ternyata yang telah lama menunggu di luar goa adalah seorang gadis berbaju putih. Melihat orang telah
mencekal tangannya dan seperti sengaja si gadis menjadi marah dan menampar pipi si pemuda.
Tamparan itu terdengar nyaring, di pipi kiri Koo San Djie yang putih telah tercetak lima jari merah yang kecil.
“Nona, kenapa kau menampar aku?” tanya Koo San Djie heran.
Si gadis membisu. Tadi karena dalam keadaan marah ia sudah menampar sekenanya saja, sekarang
setelah melihat si pemuda seperti bukannya pemuda bangor dan bersikap sopan santun kepadanya, maka
ia merasa menyesal atas perbuatannya tadi. Kini ia hanya masam mesem sambil kedua matanya yang jeli
bermain.
Dua orang menjadi saling pandang sesaat lamanya tanpa dapat mengeluarkan kata-kata. Yang satu
merasa bingung tidak mengerti, dan satunya lagi merasa bersedih karena telah menamparnya. Keadaan ini
telah membuat orang yang melihatnya menjadi salah mengerti.
Terdengar suaranya tertawanya seorang nenek yang telah memecah kesunyian.
“Hei, kau orang sedang membuat apa di sini? Tengah mengadu kekuatan mata? Atau sedang......”
Sebenarnya ia sudah mau mengatakan sedang bercumbu-cumbuan, tapi tidak meneruskan katanya lagi.
Si gadis baru seperti tersadar, dengan muka merah ia sudah lantas menubruk ke arah neneknya. Dengan
lagak yang aleman sekali ia berkata:
“Aku tidak mau...... Nanek selalu......”
Si nenek mengelus-elus rambut cucunya dan berkata:
“Kapankah nenekmu pernah menghinamu? ...... Eh, dari manakah datangnya pemuda itu?”
Koo San Djie baru sadar bahwa ia sangat gegabah. Dalam keadaan seperti sekarang, masih berada di
dalam daerah musuh, mengapa ia berbuat sembarangan saja? Baru saja ia mau meninggalkan tempat itu
dan memberi hormatnya kepada si nenek, si nenek telah mendahuluinya berkata dengan perasaan heran:
“Eeeeee......”
Si nenek menggape-gapekan tangannya dan berkata:
“Saudara kecil, kau ikut sebentar, aku ingin ajukan beberapa pertanyaan.”
Kelakuan si nenek bukan saja telah mengherankan Koo San Djie, bahkan sampai si gadis juga menjadi
terlongong-longong.
Entah pertanyaan apa yang akan diajukan oleh si nenek, tapi karena ia telah sampai di situ dan perlu
mencari tahu tentang jalan keluar, maka sudah mengikutinya si nenek tadi sehingga sampai di tempatnya
satu gubuk yang tua.
dunia-kangouw.blogspot.com
Koo San Djie telah memperhatikan keadaan di perjalanan, dilihatnya tempat keluarnya goa pembuangan
orang Lembah Merpati itu adalah suatu lembah yang besar sekali. Dikejauhan terlihat banyak rumah, tapi
mengapa si nenek telah mengajaknya ke tempat yang sunyi?
Setelah masuk ke dalam gubuk dan menyilahkan Koo San Djie duduk, sambil menunjuk pada tanda
kepercayaan Lembah Merpati, si nenek mulai bertanya:
“Saudara kecil, kau mendapatkan barang ini dari mana? Dapatkah kau memperlihatkan sebentar saja?”
Koo San Djie melihat si nenek berkata dengan demikian hormat dan lagi bukanlah seperti orang yang
mengandung maksud jahat maka ia segera meloloskan barang yang diminta dari lehernya dan berkata:
“Jika hanya sekedar mau melihat, tentu saja boleh.”
Si nenek menyambuti tanda kepercayaan Lembah Merpati tadi dan membolak-balikkannya beberapa kali,
diam-diam ia mengerahkan tenaga dalamnya disalurkan pada benda itu. Dari ukiran kedua mata merpati
telah mencorot keluar sinar terang yang berkilauan memancar ke seluruh ruangan.
Koo San Djie telah menyimpan tanda kepercayaan ini sekian lama, tapi belum mengetahui bahwa benda itu
masih mempunyai khasiat yang demikian hebat, dengan tidak terasa ia telah mengeluarkan pujian.
Setelah si nenek memeriksa dan mendapat kepastian bahwa tanda kepercayaan Lembah Merpati ini tulen,
dengan kedua tangannya ia memulangkan kembali kepada Koo San Djie, kemudian menjura dengan sangat
hormatnya dan berkata:
“Lie Long Nio di sini memberikan hormat kepada ketua.”
Lalu ia membalikkan badan dan berkata kepada si gadis tadi:
“Han Hiong, mengapa tidak lekas memberi hormat kepada ketua?”
Si gadis juga segera memberi hormat dan berkata dengan perlahan:
“Djin Han Hiong di sini memberi hormat kepada ketua.”
Koo San Djie menjadi kelabakan menghadapi keadaan yang mendadak ini, dengan tersipu-sipu ia berkata:
“Jangan...... jangan berbuat demikian. Aku masih belum resmi memangku jabatan ketua Lembah Merpati.
Dan lagi......”
Sebenarnya ia juga mau mengatakan bahwa ia tidak mengingini jabatan ketua Lembah Merpati, tapi setelah
dipikirkannya, percuma saja, di sini ia mengatakan kepada mereka itu, maka ia tidak meneruskan
perkataannya lagi.
Setelah menjalankan kehormatannya Lie Long Nio berkata lagi:
“Aku yang rendah memberanikan diri untuk bertanya, siapakah yang telah memberikan tanda kepercayaan
Lembah Merpati ini? Dan dengan kedatangannya ketua ini bukankah bermaksud untuk menggantikan
jabatan ketua yang sekarang?”
Koo San Djie dengan muka sedih menghela napas dan berkata:
“Jika kalian memang betul mengetahui akan asal usulnya tanda kepercayaan Lembah Merpati, aku juga
dapat menceritakan segala kejadian-kejadiannya.”
Lalu diceritakan olehnya bagaimana ia bertemu dengan seorang Tua Bertangan Satu dengan jelas sekali.
Lie Long Nio yang mendengarkan sudah mengucurkan air matanya dan berkata:
“Tidak disangka, bajingan itu berani berbuat demikian kejam. Aku bersumpah untuk membalas dendam ini
dan menyiarkan kabar ini kepada semua orang Lembah Merpati.
Djin Han Hiong yang mendengar si Orang Tua Bertangan Satu dianiaya oleh Han Oe Seng sampai
demikian hebat, ia turut mengucurkan air mata.
Koo San Djie yang tidak tahu akan hubungan mereka ini dengan si Orang Tua Bertangan Satu dan lagi
memang mulutnya tidak pandai bicara, sudah tidak tahu dengan cara bagaimana baru dapat menghibur
mereka.
dunia-kangouw.blogspot.com
Setelah menangis sekian lama, Lie Long Nio baru menyusut air matanya dan menceritakan kepada Koo
San Djie tentang duduknya peristiwa.
Ternyata si Orang Tua Bertangan Satu yang bernama Lie Tjiauw Djin adalah saudara kandungnya si nenek
Lie Long Nio. Ketua yang sekarang ini Han Oe Seng adalah salah satu pesuruhnya Lie Tjiauw Djin. Karena
melihat kepintaran orang she Han itu melebihi orang lain, maka ia telah dicalonkan sebagai ketua muda dan
memberikan seluruh kepandaiannya.
Pada sehari di muka, sebelum Han Oe Seng diangkat menjadi ketua. Lie Tjiauw Djin baru dapat melihat
bahwa Han Oe Seng mempunyai sifat pembawaan yang tidak bagus dan tidak pantas untuk dijadikan ketua.
Tapi pada waktu itu karena keadaan telah berjalan sedemikian rupa, membuat Lie Tjiauw Djin tidak dapat
berbuat suatu apapun.
Karena takut Han Oe Seng berlaku sewenang-wenang setelah menjabat ketua, Lie Tjiauw Djin sudah
segera membuat tanda kepercayaan yang palsu untuk diserahkan kepadanya dan menyimpan tanda
kepercayaan yang asli.
Betul saja, setelah Han Oe Seng menjadi ketua, terhadap segala urusan ia selalu bertindak dengan semaumaunya
saja tidak berunding lagi dengan para anggota Dewan Tetua. Lie Tjiauw Djin sebagai salah satu
anggotanya para Dewan Tetua sudah sering memberi peringatan. Justru inilah yang telah menimbulkan
niatan untuk menyingkirkan orang tua ini, sehingga berakhir dengan kematiannya di dalam goa buangan
yang dua kali ditemuinya oleh Koo San Djie.
Sebenarnya para anggota Dewan Tetua lainnya juga sudah mecurigai hilangnya Lie Tjiauw Djin adalah
perbuatan Han Oe Seng, tapi karena tidak mendapatkan bukti yang nyata, maka tidak dapat berbuat suatu
apa.
Lie Tjiauw Djin tidak mempunyai anak istri, hanya mempunyai satu adik perempuan, ialah si nenek Lie Long
Nio yang tugasnya di tempat yang sepi ini untuk menjaga goa yang tidak ada artinya sama sekali.
Sampai di sini Koo San Djie baru tahu akan hubungan si Orang Tua Bertangan Satu Lie Tjiauw Djin dengan
si nenek ini. Maka ia juga sudah menceritakan tentang kejahatannya orang Lembah Merpati belakangan ini
dan menjelaskan juga akan maksud kedatangannya ke situ untuk membongkar kejahatan Han Oe Seng
kepada semua orang Lembah Merpati.
Lie Long Nio memanggutkan kepalanya dan berkata:
“Begini saja baiknya, kau tinggal dulu di sini untuk beberapa waktu, menunggu kawan-kawanmu. Dengan
kepandaian Han Oe Seng yang memang tinggi sekali, kawan-kawanmu itu masih belum tentu dapat
memenangkannya. Ada baiknya juga kau mempelajari ilmu silat Lembah Merpati dulu di sini dan menunggu
saat bergeraknya.”
Koo San Djie kelihatan berpikir, kemudian berkata:
“Untuk tinggal di sini memang tidak menjadi soal, tapi aku takut yang kawan-kawanku itu nanti harus
menunggu terlalu lama.”
Djin Han Hiong nyeletuk:
“Kawan-kawanmu itu jika tidak berhasil menemuimu tentu juga dapat memasuki ke dalam Lembah Merpati
sendiri. Mengapa harus sama-sama.”
Koo San Djie berkata:
“Aku telah berjanji kepada mereka,” kata Koo San Djie, “Mana dapat tidak menemuinya? Tapi karena
sekarang juga masih belum sampai pada waktunya aku bersedia tinggal di sini sampai pada saatnya aku
menemui mereka.”
Demikianlah ia telah mengambil keputusan.
Koo San Djie memang ada niatan untuk mencari suatu tempat yang dapat digunakan untuk melatih
kepandaiannya yang baru, yang kebetulan sekali mendapat ajakannya si nenek dan sang cucu. Dan
dengan tinggal diam di dalam Lembah Merpati ini ia juga dapat sewaktu-waktu mengetahui, apa yang telah
terjadi.
Setiap hari, ia bersemedi dan melatih dengan sungguh-sungguh kepandaian barunya.
dunia-kangouw.blogspot.com
Tidak percuma si Orang Tua Bertangan Satu Lie Tjiauw Djin yang telah memberi kepadanya itu kitab Kutu
Buku yang menjadi sari pelajaran Lembah Merpati. Koo San Djie dengan tekun betul-betul mempelajari
dengan teliti sekali.
Lie Long Nio sebagai salah satu orang Lembah Merpati sudah tentu saja mempunyai dasar kepandaian ini,
maka sering juga ia memberi petunjuk-petunjuknya yang berharga.
Si gadis yang bernama Djin Han Hiong juga mempunyai kepandaian yang dapat dipelajarinya dari
neneknya, telah lama ia tinggal dengan sang nenek Lie Long Nio ini berdua saja. Karena semua orang tahu
bahwa mereka ini adalah orang-orang yang tidak disukai oleh ketua barunya, maka tidak ada satu orang
yang berani mendekatinya. Maka biarpun sudah menjadi gadis, Djin Han Hiong tidak pernah mempunyai
seorang kawan main, apa lagi seorang pemuda.
Pada itu waktu Koo San Djie yang baru saja melayang keluar dari dalam goa, dengan tidak disengaja telah
menarik tangannya sehingga mengakibatkan ia menamparnya, telah menjadikan satu kenang-kenangan
baginya. Apa lagi setelah si pemuda yang mendapat tamparannya masih tetap tidak marah kepadanya,
sikap Koo San Djie itu telah memberi kesan baik.
Belakangan, setelah mengetahui bahwa anak muda ini mempunyai tanda kepercayaan Lembah Merpati
yang berarti menjadi calon ketuanya telah menganggap pemuda itu sebagai orang sendiri.
Apa lagi setelah mengetahui Koo San Djie melulusi permintaannya mereka untuk tinggal di sini dan melihat
bagaimana caranya si pemuda mempelajari kepandaiannya dengan sungguh-sungguh hati, telah membuat
hatinya menjadi semakin tertarik.
Lama kelamaan di antara kedua pemuda dan pemudi itu telah terjalin suatu perhubungan yang mesra.
Koo San Djie telah menyerahkan hatinya kepada Ong Hoe Tjoe, masih tidak mengapa menghadapi sifat
opennya gadis Lembah Merpati ini, tapi tidak demikian dengan perasaan Djin Han Hiong yang baru pertama
kali mengalaminya, semakin lama sudah membuat ia menjadi semakin tertarik.
Lie Long Nio bermata tajam, mana tidak dapat melihat keadaan cucunya ini, tapi memang maksudnya juga
demikian, maka ia hanya berlaga pilon saja dengan menutup kuping dan mata.
Inilah suatu kesalahan baginya, sebab jika Lie Long Nio dengan terus terang segera menanyakan kepada
Koo San Djie, tidak sampai terjadi keadaan yang membuat luka hati cucu luarnya sendiri.
Koo San Djie telah mencurahkan semua pikirannya ke dalam pelajarannya, ia menjadi lupa akan segalanya,
hingga perhatiannya Djin Han Hiong yang dicurahkan kepadanya hampir tidak diambil perduli sama sekali.
Pada suatu malam, tepat jam tiga pagi, Koo San Djie seperti baru mendapatkan ilham akan ilmu
kepandaiannya dan bangun dari tempat tidurnya, dengan berindap-indap ia menuju ke pekarangannya
belakang melatih diri.
Si Selendang Merah dapat menggunakan senjata selendangnya dengan sesukanya, ia juga ingin mencobacoba
menggunakan tenaga dalamnya untuk meniru.
Begitu berpikir, segera juga ia mengerahkan tangan dan kakinya menari-nari. Jerijinya dikeraskan dan
mengumpulkan semua tenaga mengarah ke jurusan salah satu pohon kecil di hadapannya dan dalam
khayalnya telah menggunakan hawa dirinya melilit pohon itu sampai tiga putaran, dengan perlahan-lahan ia
menarik kembali tenaganya dan betul saja pohon tadi telah menjadi bergoyang-goyang.
24.54. Kelihayan Ilmu Silat Kutu Buku
Tiba-tiba, sekali gus, ia menarik semua tenaganya dan “Brak”, pohon tadi telah menjadi roboh di
hadapannya.
Ia mendehem sekali lagi dan melepaskan hawa tenaganya keluar mendorong pohon yang telah roboh tadi
sampai terbongkar dengan akar-akarnya terbang menjauhinya......
Ia ingin mengetahui, sampai di mana kekuatan dirinya yang telah dilatih terus-terusan ini. Setelah pohon
tadi terlempar lebih dari limapuluh tombak, dengan sekali bentak, ia menunjukkan dua jarinya ke arah sana
dan dua hawa tenaga yang tidak terlihat seperti rantai saja telah melilit pohon itu lagi. Hawa tenaga begitu
terasa mengenai pohon, dengan menekuk sedikit jarinya, pohon itu seperti di angkat tangan setan saja telah
kembali ke hadapannya lagi.
dunia-kangouw.blogspot.com
Setelah beberapa kali menjajal dengan hasil yang memuaskan, hatinya menjadi sangat girang, karena kini
ia telah mulai menaiki tarap yang tertinggi. Baru sekarang ia betul-betul memuji pelajaran Lembah Merpati
yang tertulis dalam kitab Kutu Bukunya. Hanya satu pelajaran ini saja telah cukup untuk memakan waktu
seumur hidupnya orang.
Ia mulai duduk bersila di salah satu batu besar, sambil memeramkan kedua matanya ia mulai mengingatingat
kembali pelajaran-pelajaran yang baru.
Mendadak, di belakangnya terasa ada suara orang lain yang bernapas, dengan tidak membalikkan
badannya lagi dua jarinya telah ditekuk ke belakang mengarah di mana suara napas orang tadi, dan dua
aliran tenaga yang tidak terlihat berbunyi menembus dedaunan langsung mengarah orang yang baru
datang.
Terasa ia telah dapat menyentuh satu benda yang lembek yang disangkanya tentu sebangsa binatang
malam yang sedang berkeliaran di waktu malam hari. Maka dengan mengentengkan tenaganya ia menarik
kembali dua jarinya tadi.
Hanya terdengar satu suara jeritan yang nyaring, satu tubuh yang langsing tertarik olehnya terbang
menubruknya.
Orang yang datang ternyata adalah Djin Han Hiong!
Inilah suatu hal yang tidak dapat disangka-sangkanya, bukannya ia ingin mempertontonkan kepandaiannya,
karena baru saja ia sedang memikir-mikirkan kepandaian barunya ini, maka dengan tidak terasa ia telah
mengangkat tangannya dan mengeluarkan ilmunya.
Djin Han Hiong yang terjatuh ke arahnya Koo San Djie, setelah dapat menutulkan kakinya di atas tanah,
dengan tangan mengurut dada berkata:
“Hei, kepandaian apakah yang baru kau pelajari? Seperti ilmu hitam saja yang dapat menangkap orang dari
jarak yang sejauh itu. Hampir saja membuat aku mati karena takut.”
Setelah berkata, dengan lagak yang menarik ia tertawa.
Koo San Djie yang merasa tidak pantas ia berbuat demikian, dengan rasa menyesal ia berkata:
“Aku sebenarnya tidak mengetahui bahwa nona yang datang, maka kesalahan tangan, harap nona sudi
memaafkan.”
Djin Han Hiong menjebikan mulutnya dan betkata:
“Hmmm......! Apa kau kira betul-betul dapat menangkapku dengan kepandaianmu itu tadi? Aku hanya
sengaja saja membiarkan tertangkap olehmu karena ingin melihat sampai di mana kemajuanmu sampai
sekarang ini.”
Koo San Djie seperti orang yang membentur batu saja terdiam bengong. Ia menyangka bahwa perkataan
tadi telah menyinggung hati si nona, maka dengan mencoba menambal kesalahannya ia berkata:
“Atas perhatianmu terhadap kemajuanku ini, aku harus menghaturkan banyak terima kasih. Entah harus
cara bagaimana aku dapat membalasnya?”
Djin Han Hiong dengan penuh perhatian berkata:
“Mengapa pada waktu malam begini kau masih terus melatih diri? Lekaslah kau tidur kembali agar jangan
sampai dapat menganggu kesehatan dirimu.”
Koo San Djie tiba-tiba membuka kedua matanya besar-besar dan membentak:
“Siapa?”
Badannya melompat melesat melewati pepohonan yang rendah menuju ke arah belakangnya satu pohon
besar.
“Brakkk......” terdengar suara jatuhnya pohon besar itu terkena serangan Koo San Djie. Daun-daun
beterbangan mengikuti robohnya pohon tadi.
Dibarengi oleh satu suara tertawa dingin, dari mana terlihat satu bayangan hitam yang telah melompat
kesalah satu batu.
dunia-kangouw.blogspot.com
Sambil menunjuk ke arah Koo San Djie bayangan hitam itu berkata:
“Dari mana datangnya manusia liar ini yang berani sembarangan memasuki Lembah Merpati?”
Djin Han Hiong dengan napas memburu telah menyelak di antara mereka berdua dan berkata:
“Ia adalah tamu di rumah kami yang bernama Koo.......”
Tapi si bayangan hitam tadi dengan tidak mau mengerti telah memutuskan penjelasan Djin Han Hiong:
“Berani sembarangan memasukkan orang luar ke dalam Lembah Merpati, menurut peraturan lembah dapat
dihukum mati. Apa kau masih ada muka untuk berkata denganku?”
Sambil menunjuk Koo San Djie lagi ia berkata:
“Dengan mengandalkan tenaga siapa sehingga kau berani memasuki lembah ini?”
Djin Han Hiong yang melihat saudara misannya sedemikian galaknya terhadap sang tamu sudah menjadi
hampir menangis. Dengan terputus-putus ia berkata:
“Kau...... kau berani......”
Koo San Djie yang tahu dirinya dalam mulut harimau sudah bersedia mau membereskannya, tapi setelah
mengetahui akan hubungannya orang ini dengan Djin Han Hiong, ia menjadi membatalkan niatannya dan
berdiri menjublek karena tidak tahu harus berbuat bagaimana.
Orang yang baru datang tadi melihat Koo San Djie tidak menyahut sudah menyangka bahwa orang ini tentu
sudah menjadi takut karenanya. Maka dengan galak ia berkata pula:
“Mengapa kau tidak bicara? Apa kau telah menjadi takut sendiri? Jika kau mau berlutut di hadapanku,
mungkin juga aku dapat mengampunimu.”
Orang ini adalah cucu keponakan si Orang Tua Bertangan Satu Lie Tjiauw Djin, karena perbuatannya yang
tidak senonoh dan sering mendapat comelan sehingga membenci juga kepada sang paman.
Setelah Lie Tjiauw Djin lenyap dengan tidak berbekas dari Lembah Merpati, ia menganggap dirinya sebagai
cucu keponakan satu-satunya dari si orang tua sudah tentu akan dapat meneruskan jabatannya. Tapi tidak
disangka-sangka sang paman tidak meninggalkan apa-apa. Maka ia sudah membenci Lie Tjiauw Djin dan
sanak keluarganya termasuk juga Lie Long Nio dan Djin Han Hiong ini.
Belum pernah ia memberi hormat kepada famili yang lebih tua, Lie Long Nio, tapi belakangan ini ia melihat
Djin Han Hiong semakin lama sudah menjadi semakin cantik saja, hatinya menjadi tergerak dan seringsering
datang ke sana dengan bermacam-macam alasan.
Djin Han Hiong melihat tingkah lakunya si saudara misan yang bernama Lie Kee Kiok ini selalu mendapat
celaan orang sudah tentu saja ia tidak menyukainya. Belum pernah ia mau melayaninya bicara, maka telah
lama juga Lie Kee Kiok tidak berani menemuinya. Tapi tidak disangka pada malam hari itu ia datang ke situ,
entah apa lagi maksud busuknya?
Lie Kee Kiok yang melihat orang yang menjadi impiannya sedang bercakap-cakap dengan pemuda yang
belum pernah dilihatnya, sudah tentu saja menjadi naik darah, maka ia menghina Koo San Djie. Apa lagi
setelah melihat Koo San Djie tidak pernah membantah caci makinya, membuat ia lebih sombong lagi.
Koo San Djie juga bukan orang yang mudah dihina, ia mengalah kepada Lie Kee Kiok ini karena
memandang muka Lie Long Nio dan Djin Han Hiong. Tapi melihat orang ini keliwat tengik, hawa amarahnya
sudah dibikin naik ke atas kepala juga. Maka dengan tertawa dingin ia berkata:
“Ada apa yang kau sombongkan? Jika bukan memandang muka keluargamu, siang-siang aku sudah kasih
hajaran. Jangan lagi orang semacam kau, biarpun ketua lembah datang sendiri juga masih tidak kutakuti.”
Lie Kee Kiok mendengar Koo San Djie berani omong besar, menjadi marah sekali. Sambil membentak
keras ia berkata:
“Akan kujatuhkan dulu kau si pemuda liar baru membikin perhitungan dengan mereka!”
Dari atas batu yang diinjaknya tadi ia melompat dan menyerang kepada Koo San Djie.
Koo San Djie yang membenci orang ini sudah tidak memberi ampun lagi. Tanpa bergerak lagi dari tempat
berdirinya sudah menangkis serangan Lie Kee Kiok.
dunia-kangouw.blogspot.com
Dengan kecepatan yang luar biasa ia telah dapat mencekal pergelangan Lie Kee Kiok yang tadinya begitu
galak.
Sekarang giliran Koo San Djie yang mengejeknya:
“Masih ada apa lagi kepandaianmu yang dapat dibanggakan?”
Lie Kee Kiok yang pergelangannya telah dapat dicekal orang tidak dapat berbuat suatu apa, Koo San Djie
begitu menggerakkan sedikit tenaganya sudah membuat ia mandi keringat dingin. Dengan setengah
merintih ia berkata:
“Aduh, aduh..... sakit!”
Baru saja Koo San Djie mau mengejeknya lagi, mendadak dari belakang telah terdengar suara memohon
Lie Long Nio:
“Saudara kecil harap suka melepaskannya.”
Koo San Djie tidak enak hati mendengar Lie Long Nio sudah berkata demikian, maka ia segera melepaskan
cekalannya dan berkata kepada Lie Kee Kiok:
“Hari ini masih beruntung bagimu.”
Lie Kee Kiok yang telah dilepaskan bukannya berterima kasih kepada Lie Long Nio, malah menjadi marahmarah.
Dengan galak ia berkata:
“Bagus sekali nyalimu, berani mengundang masuk orang dari luar Lembah Merpati. Apakah kau tahu
hukumannya atas kelancanganmu ini?”
Lie Long Nio dengan membanting-banting kaki berkata marah:
“Kurang ajar. Kau berani mencampuri urusanku?”
Lie Kee Kiok mendadak berubah muka galaknya dan berkata:
“Bukannya aku yang mau mengurusnya, inilah perintah ketua yang telah menyuruhku untuk memeriksa ke
seluruh lembah, karena belakangan ini Lembah Merpati telah kedatangan banyak sekali orang luar yang
tangguh-tangguh dan mencegah agar jangan sampai mereka dapat merembes masuk lagi.”
Setelah berkata Lie Kee Kiok memutarkan mata tikusnya ke arah Koo San Djie dan Djin Han Hiong serta
mencoba tertawa-tawa.
Lie Long Nio dengan menghela napas berkata:
“Sebetulnya saudara kecil ini juga bukannya orang luar. Mari masuk dulu ke dalam agar aku dapat
memberitahukannya.”
Setelah mereka berempat masuk ke dalam gubuknya Lie Long Nio, dengan tidak sabaran Lie Kee Kiok
berkata:
“Sebenarnya dari manakah datangnya bocah angon ini?”
“Mari kuperkenalkan kepadamu,” kata Lie Long Nio. “Inilah Koo San Djie yang akan menggantikan jabatan
kakekmu Lie Tjiauw Djin sebagai ketua Lembah Merpati. Ia datang kemari telah mendapat perintah dari
kakekmu yang telah meninggal dunia itu.”
“Apa betul demikian adanya?” Lie Kee Kiok seperti tidak percaya.
Lie Kee Kiok hampir saja menjadi pingsan mendengar kabar buruk baginya ini. Tempo hari ketika jabatan
ketua Lembah Merpati jatuh pada Han Oe Seng sudah sangat menyesal sekali, kenapa jabatan ketua itu
tidak jatuh ke dalam tangannya? Tapi biarpun demikian ia masih mengharapkan Han Oe Seng dapat
menurunkan jabatan ketua ini kepadanya, maka ia sudah berusaha mengambil hatinya sang ketua.
Sekarang ia mendengar Lie Long Nio mengatakan bahwa pemuda liar ini akan menggantikan kedudukan
Han Oe Seng. Bagaimana ia tidak menjadi kaget? Sambil menggeleng-gelengkan kepala ia berkata:
“Mana mungkin. Biarpun kakek sendiri yang datang kemari juga masih tidak dapat menggantikannya lagi.
Dengan bukti apa ia ini dapat menggantikan kedudukan ketua?”
dunia-kangouw.blogspot.com
Djin Han Hiong mengeluarkan suara dari hidung:
“Apa kau tahu bahwa orang ini ada mempunyai tanda kepercayaan Lembah Merpati?”
Lie Kee Kiok menjadi heran:
“Dari mana lagi tanda kepercayaan Lembah Merpati? Apa bukannya tanda palsu belaka?” demikian
tanyanya.
“Nenek telah memeriksanya dan betul itu adalah barang asli,” jawab Djin Han Hiong.
Lie Kee Kiok dengan laga seperti yang ketakutan bertanya lagi:
“Bolehkah beri aku melihat sebentar?”
Koo San Djie baru mau mengeluarkan benda ini, keburu dicegah oleh Lie Long Nio, katanya:
“Tidak usah. Nanti saja masih ada kesempatan untuk melihatnya.”
Lie Kee Kiok seperti kehilangan harapan, dengan segera ia membalikkan badannya dan lari keluar gubuk.
Sebentar saja bayangannya telah lenyap dari pemandangan.
Djin Han Hiong dengan membanting-banting kaki berkata:
“Nenek mengapa membiarkan saja ia menyingkir dari sini? Sudah tentu ia akan memberitahukannya
kepada Han Oe Seng.”
Lie Long Nio tertawa tergelak:
“Apa kau kira nenekmu takut kepada Han Oe Seng? Ia hanya menjabat ketua Lembah Merpati dengan
mengandalkan tanda kepercayaan yang palsu. Sekarang sudah terang tanda kepercayaan yang asli berada
di sini, mana nenekmu takut kepadanya? Jika kubongkar rahasia ini, topi kebesarannya sudah akan segera
dicopot dari kepalanya.”
Lalu ia meninggalkan dua anak muda berada berduaan.
Djin Han Hiong tiba-tiba mengerutkan kedua alisnya yang lentik.
“Mengapa sampai hari ini kawan-kawanmu itu sih belum datang juga?” tanyanya.
“Entahlah,” jawab Koo San Djie, “Terpaksa harus aku pergi sendiri. Maksud kedatanganku kemari hanya
ingin menghilangkan penasarannya kakekmu yang telah tersiksa dan menyingkirkan orang-orang yang
sudah merusak namanya Lembah Merpati. Tentang jabatan ketua itu aku tidak mengharap sama sekali.”
Djin Han Hiong dengan heran bertanya:
“Mengapa kau tidak menghendaki jabatan ketua itu?”
Koo San Djie menggeleng-gelengkan kepala.
“Nantipun kau dapat mengetahuinya sendiri......”
Djin Han Hiong mendadak berteriak memotong pembicaraan:
“Oh, Nenek telah kembali lagi.”
Dengan berkelebatnya sesosok bayangan, Lie Long Nio telah kembali lagi masuk ke dalam gubuk dan
berkata kepada mereka:
“Han Oe Seng katanya telah mengundang banyak orang masuk ke dalam Lembah Merpati dan diajaknya
bertanding mengadu kepandaian di Hong-hong-theng. Lekas kau pergi tidur dan esok pagi kita pergi ke
sana untuk menyaksikan pertandingan itu.”
Demikianlah pada esok harinya pagi-pagi, setelah berunding dengan Lie Long Nio dan Djin Han Hiong, jago
cilik kita telah memutuskan untuk pergi ke sana dengan diantar oleh mereka berdua.
Dari jauh Koo San Djie melihat bagaimana sang supek Liu Djin Liong sedang bertempur dengan seorang
yang hendak menggunakan ilmu Tiga Pukulan Meremukkan Tulang yang ganas. Ia terkejut, syukur dengan
bersiul panjang ia telah berhasil menghentikannya.
dunia-kangouw.blogspot.com
Han Oe Seng dalam keadaan melengak telah didahului oleh Koo San Djie yang berkata sambil menunjuk ke
arahnya:
“Apa kau sudah tidak ingin hidup lagi berani menggunakan ilmu Tiga Pukulan Meremukkan Tulang?”
Kedatangan anak muda ini ada demikian mendadak, dan lagi begitu datang telah berani omong besar telah
membuat orang terheran-heran dan medan pertempuran menjadi sunyi senyap karenanya.
Orang-orang dari Lembah Merpati sendiri hanya satu-dua orang saja dari Dewan Tetua yang pernah
mendengar nama Tiga Pukulan Meremukkan Tulang, tapi Koo San Djie sudah dapat melihatnya terlebih
dahulu dan berani menghalanginya. Siapakah orangnya yang tidak menjadi heran mendengar kata anak
muda ini?
Dilihatnya anak muda yang baru datang ini hanya baru berumur tujuhbelas tahun saja tapi kepandaiannya
sudah ada sedemikian tingginya. Semua orang memandang ke arahnya menunggu perkembangan
selanjutnya.
Hanya Koo Hian salah satu orang dari Dewan Tetua yang masih ingat sedikit akan anak muda itu.
Han Oe Seng sebagai seorang ketua yang hanya tahu memerintah orang, mana mau mengerti mendapat
teguran yang sekasar ini? Maka dengan membentak keras ia berkata:
“Dari manakah datangnya anak liar ini?”
Lengan bajunya dikebutkan, membawa kekuatan tenaga yang besar mengarah Koo San Djie yang berani
memaki dirinya.
Kedatangan Koo San Djie kemari ada mempunyai banyak tujuan, ia sudah tidak seperti biasa lagi main
mengalah saja. Sambil menyodorkan sebelah tangannya, ia juga telah memapaki kekuatan tenaga lawan.
Dua aliran tenaga bertemu menjadi satu, terdengar seperti suara berpadunya benda yang keras, telah
memaksa Han Oe Seng tergerak sedikit dari kedudukannya.
Tapi Koo San Djie masih tetap berdiri di tempatnya dengan gagah.
Han Oe Seng yang telah dibikin malu di hadapan demikian banyak orang mana mau mengerti saja. Maka
sambil membentak keras ia menyerang lagi dengan jurus Tiupan Angin gunung.
Terdengar Koo San Djie berteriak keras:
“Tahan dulu! Aku masih ada beberapa perkataan yang harus dikatakan kepadamu......”
Han Oe Seng betul-betul menahan serangannya di tengah jalan,
“Apa yang mau dikatakan?”
Mendadak, dari antara orang banyak terlihat Lie Kee Liok dengan tergesa-gesa tampil ke muka dan
membisiki beberapa perkataan di kupingnya Han Oe Seng.
Muka Han Oe Seng berobah seketika dan berdiri seperti terpaku.
Berbareng dengan munculnya Lie Kee Kiok, seorang nenek telah membuntuti dan masuk di kalangan.
Seraya mengetrukan tongkatnya ia berkata keras:
“Han Oe Seng, bagus sekali perbuatanmu?”
Kedua alis Han Oe Seng berdiri dan menunjukan muka yang penuh dengan hawa pembunuhan.
Seketika itu di antara orang ramai pada kasak kusuk, ada yang memaki si nenek yang datang mengacau
dan ada juga yang mengeluh karena rahasianya akan segera terbongkar.
Keadaan telah menjadi kalut karena kedatangan si nenek yang ternyata bukan lain ialah Lie Long Nio
adanya.
25.55. Kebesaran Lembah Merpati yang Asli
Sementara Han Oe Seng mendapat kisikan kabar buruk dari Lie Kee Kiok, wajahnya menjadi pucat pasi.
Tapi ia licin, dengan cepat ia sudah dapat mengambil keputusan dan berkata:
dunia-kangouw.blogspot.com
“Perintah kepada Dewan Tetua: Urusan di sini sekarang kuserahkan kepada kalian karena aku akan pergi
ke Lembah Luar mengurus soal lainnya.”
Dengan membawa beberapa orang kepercayaannya, Han Oe Seng sudah terburu-buru meninggalkan
tempat itu.
Han Oe Seng karena telah mendapat laporan Lie Kee Kiok yang mengatakan bahwa anak muda yang baru
datang mempunyai tanda kebesaran Lembah Merpati yang asli, yang datang ke situ untuk meminta jabatan
ketua, hatinya yang merasa bersalah sudah mencari alasan untuk melarikan diri.
Koo San Djie yang baru masuk ke dalam kalangan dan mengucapkan beberapa perkataan kepadanya
sudah ditinggal pergi. Lie Long Nio dan cucunya juga telah datang menghampiri.
Djin Han Hiong yang hatinya telah terpincuk oleh si anak muda sudah tidak memperdulikan di situ masih
terdapat demikian banyaknya orang lagi sudah menyandarkan dirinya di atas dada Koo San Djie.
Koo San Djie telah dibikin jengah karenanya, tapi oleh sebab tegangnya urusan di situ tidak mengatakan
suatu apa kepadanya. Terlihat ia memberi hormatnya kepada sang guru dan supeknya.
Lalu perlahan-lahan ia jalan menghampiri para anggota Dewan Tetua......
Liu Djin Liong yang tahu bahwa anak muda ini membawa tanda kepercayaan si Orang Tua Bertangan Satu
Lie Tjiauw Djin sudah tidak berkata suatu apa dan mengundurkan dirinya ke dalam rombongannya.
Semua orang yang berada di situ begitu melihat masuknya Koo San Djie sudah menjadi ramai
mengeluarkan pendapatnya masing-masing.
Si Pendekar Berbaju Ungu melihat sang murid telah mendapatkan kemajuan yang demikian pesatnya
sudah merasa sangat gembira. Sambi1 mengelus-elus jenggotnya sendiri ia hanya mengangguk-anggukkan
kepalanya.
Tjeng Tjeng yang melihat di sebelah koko San nya ada menggelendot seorang gadis cantik lainnya sudah
merasa heran dan berteriak:
“Iiiii, siapakah dia itu?”
Ong Hoe Tjoe juga telah melihat kejadian ini, tapi ia tidak seperti Tjeng Tjeng yang berteriak-teriak, biarpun
hatinya merasa cemburu dan cemas. Ia tidak mengatakan suatu apa dan memaksakan dirinya tertawa juga.
Masih ada satu gadis lagi yang tidak tahan melihat keadaan yang romantis seperti itu yang dapat membikin
iri hati. Ia adalah ketua muda Hui-hong-pang, Liok Siauw Kian, yang sudah menjadi kesal, karena tidak
dapat menemukan ayahnya. Begitu melihat datangnya Koo San Djie, ia sudah merasa gembira karena
dianggapnya anak muda itu sudah sebagai orang sendiri, tapi sekarang ia melihat keadaan yang seperti itu,
dengan tidak terasa air matanya telah meleleh keluar membasahi pipinya yang botoh.
Hay-sim Kongcu setelah dapat mengenal Liok Siauw Kian dengan perantaraan adiknya Liok Siauw Hong,
sudah menjadi tertarik oleh kecantikannya ketua muda dari Hui-hong-pang, maka segala gerak geriknya si
nona sudah tidak dapat lolos dari matanya. Kini melihat keadaan Liok Siauw Kian hatinya sudah menjadi
sedikit cemburu, dengan memaksa tertawa ia berkata:
“Si bocah angon memang mempunyai peruntungan yang bagus. Ini kali tentu dapat membuat dua gadis
lainnya iri hati.”
Setelah berkata ia mengerlingkan matanya sambil mesem ke arahnya Ong Hoe Tjoe dan Tjeng Tjeng.
Biarpun ia seperti berkata kepada Liok Siauw Hong, tapi sebenarnya ia memperingatkan kepada Liok Siauw
Kian.
Nona Liok lalu melirikan matanya ke arah diri Ong Hoe Tjoe dan betul saja dilihatnya gadis berbaju burung
ini sedang bermuram durja.
Koo San Djie yang menjadi pokok pembicaraan mereka, karena sedang dalam keadaan yang repot, mana
dapat mendengar kata-katanya? Ia sedang mencurahkan semua perhatiannya di dalam urusan Lembah
Merpati yang rumit. Sambil memberi hormatnya kepada para anggota Dewan Tetua.
“Maaf, ijinkanlah aku yang rendah mengajukan pertanyaan: Lembah Merpati telah hidup menyendiri sekian
lamanya dengan tidak pernah mencari setori, mengapa belakangan ini telah melepaskan orang-orangnya
berbuat dengan sewenang-wenang? Apa kalian locianpwee dapat memberi sedikit penjelasan?”
dunia-kangouw.blogspot.com
Para anggota Dewan Tetua yang melihat anak muda ini datang-datang sudah berani mencela perbuatannya
Lembah Merpati sudah menjadi heran dan saling pandang. Dari mana datangnya pemuda yang dapat
mengetahui demikian jelasnya keadaan peraturan Lembah Merpati? Yang lebih mengherankan lagi ialah
orang banyak termasuk Lie Long Nio sendiri setelah datang anak muda ini sudah tidak ada satu di
antaranya yang berbicara. Siapakah sebetulnya dia?
Koo Hian yang pernah keluar Lembah dan melihat Koo San Djie memegang tanda kepercayaan mereka
dan lagi dapat menggunakan ilmu silat Lembah Merpati, yang tidak pernah diturunkan pada orang lain,
sudah menjadi sedikit curiga juga bahwa anak muda ini tentu mempunyai hubungan dengan ketua lama
mereka Lie Tjiauw Djin yang telah lenyap tidak berbekas. Maka dengan sabar berkata:
“Harap saudara kecil dapat menerangkan kedudukan dan maksud kedatanganmu terlebih dahulu.”
Tapi Kie Sun, Pheng Siu Khang dan Kam Sia Liong sudah merasa tidak puas dengan sikap menghormat
Koo Hian ini.
Kam Sia Liong yang pertama-tama tidak dapat menahan sabarnya berkata:
“Hari ini terdapat demikian banyak orang yang datang ke lembah kita, buat apa banyak bicara dengannya?
Dengan didirikannya medan pertandingan ini ialah gunanya untuk menyelesaikan urusan dengan kekuatan.
Mari kasi aku saja yang menyelesaikannya.”
Ia mengajukan langkahnya ke depan dan menghalang di hadapannya Koo Hian. Sambil tangannya
menunjuk Koo San Djie ia berkata:
“Urusan lembah kami tidak memerlukan campur tangan orang lain, kau ada mempunyai kepandaian lihay,
apakah berani menonjolkan dirimu di sini? Aku akan menyediakan tulang-tulang tuaku untuk melayani
seranganmu.”
Koo San Djie tahu, jika tidak memperlihatkan sedikit kepandaiannya, mana mereka ini dapat ditaklukkan
dengan tanda kepercayaan saja? Maka dengan tertawa ia menjawab:
“Jika memang kau sedang bergembira, akupun bersedia melayaninya.”
Kam Sia Liong sudah ingin lekas-lekas menyingkirkan anak muda ini, maka dengan tidak berkata-kata lagi
ia telah mulai dengan serangan-serangannya.
Ia mengangkat sebelah tangannya dan disodorkan ke depan mengarah dada Koo San Djie.
Si anak angon dengan melintangkan tangannya di depan dada telah menahan datangnya serangan ini.
Tenaga latihan Kam Sia Liong yang telah puluhan tahun lamanya tentu saja mengandung kekuatan yang
luar biasa, tapi begitu pukulannya membentur tangan orang, kekuatannya mendadak telah menjadi lenyap
entah kemana. Tapi biarpun demikian, Koo San Djie telah dipaksa mundur dua tindak dari tempat asalnya
berdiri.
Kam Sia Liong memajukan lagi langkahnya dan mengirimkan kembali serangannya yang kedua.
Koo San Djie tancap kuda-kudanya, dengan kedua tangan dilintangkan ia menahan lagi serangan lawan.
Begitu dua kekuatan tenaga terbentur, kembali Koo San Djie dapat dipaksa mundur lagi dua tindak jauhnya.
Orang yang menyaksikan sudah mengeluarkan keringat dingin karenanya. Dalam pikiran mereka anak
muda ini sudah tentu akan menjadi pecundang.
Mendadak, seperti mendapat bantuan tenaga, Koo San Djie maju mendekati lawannya dan mengirimkan
pukulannya beruntun sampai tiga kali.
Kam Sia Liong menjadi kaget, tapi jika mengingat tadi orang telah berani membentur pukulannya dengan
tidak dapat berbuat suatu apa, maka tidak ada alasan untuk menyingkirnya.
“Bum...... .Bum......” Kam Sia Liong telah menahannya sampai tiga kali.
Biarpun Kam Sia Liong beruntung dapat menahannya, tapi terasa isi dalamnya telah dapat dibikin bergolak
karenanya. Masih untung yang ia telah mempunyai latihan yang lama sehingga sebentar saja telah dapat
menenangkannya kembali.
dunia-kangouw.blogspot.com
Ia sebagai salah satu jago dari Dewan Tetua, mana mau mengalah dengan sedemikian mudah? Ia mulai
menggerakkan badannya dan mengelilingi musuhnya. Sebentar saja ia telah menyerang sampai tujuh kali
dari tujuh jurusan yang tidak sama.
Sebentar saja debu telah dibikin mengulak karenanya. Koo San Djie biarpun berada di dalam kurungan
masih tetap dapat menangkis setiap serangan-serangannya. Bahkan tenaganya yang digunakan semakin
lama sudah menjadi semakin besar saja.
Setelah lewat lebih dari sepuluh jurus ia telah dapat berbalik mendahului serangan lawan.
Kejadian ini telah membuat orang yang melihatnya menjadi tidak habis mengerti. Tidak terkecuali juga
dengan Liu Djin Liong yang mempunyai pengalaman luas. Dulu sewaktu ia melawan anak muda ini juga
demikian halnya, semakin dipukul semakin cepat, semakin lama semakin kuat. Apakah gerangan
sebabnya?
Pertempuran si anak muda kali ini juga demikian halnya, tenaganya jika tidak digunakan memang tidak
kentara, tapi begitu mendapat lawan, tenaga ini telah dapat keluar sendiri, bertambah terus dengan
mendahului lawannya.
Tentu saja Liu Djin Liong tidak tahu keadaan Koo San Djie yang telah memakan Kodok Mas dan Capung
Kumala yang kini telah ditambah dengan seluruh kekuatannya si orang tua bertangan satu Lie Tjiauw Djin
yang telah dicurahkan semua ke dalam badannya Koo San Djie.
Seperti seekor singa yang mulai menggeram si anak muda telah mulai membalas serangan lawan dengan
gencar sekali sehingga memaksa Kam Sia Liong yang demikian kuatnya menjadi kelabakan juga.
Mendadak terlihat bayangan-bayangan keluar dari kalangan. Koo San Djie telah meninggalkan musuhnya
sambil menjura berkata:
“Terima kasih atas petunjuk locianpwee yang berharga.”
Kam Sia Liong dengan muka merah mengundurkan diri. Jika dilihat dari sikapnya, ia telah dijatuhkan si anak
muda, tapi dengan cara apa Koo San Djie memenangkannya, kecuali beberapa orang saja yang lainnya
sudah tidak mengetahuinya sama sekali.
Begitu Kam Sia Liong mundur Pheng Siu Khang sudah maju menggantikan kedudukannya dan berkata:
“Memang kepandaian yang tidak dapat dicela, tapi aku masih ada semacam cara pertandingan lagi.”
Koo San Djie yang mengharapkan dapat menyelesaikan urusan ini dengan cepat mungkin, sudah berkata
singkat:
“Silahkan katakan! Tuan rumah berhak untuk memutuskannya.”
“Kita berdua sama-sama mundur sehingga berjarak sampai lima tombak, dengan mengerahkan tenaga
dalam kita berusaha untuk menggeser kedudukan satu sama lain. Siapa yang tergeser itulah yang kalah.”
Lalu ia menyambung pula:
“Tapi karena pelajaran silat terdapat banyak sekali macamnya, maka jika saudara tidak mempelajari dalam
soal ini boleh mencari jalan lain.”
Pertandingan ini memang lain dari pada yang lain. Semua orang yang mendengarnya sudah menjadi kaget
mendengar cara pertandingan model baru ini, sampai pun si Pendekar Berbaju Ungu dan Kong Tie Siansu
juga menjadi terheran-heran. Biarpun ilmu kepandaian Pukulan tangan kosong mereka yang sudah hampir
sampai ditarap puncaknya juga hanya dapat mengenai barang sejauh tiga tombak sedikit saja, hal ini sudah
jarang yang dapat menandinginya. Maka semua orang sudah menyangka bahwa Koo San Djie akan
menolak cara pertandingan ini.
Tapi dengan tidak disangka-sangka si pemuda sudah memanggutkan kepalanya sambil tertawa:
“Tidak usah mencari jalan lainnya. Sekarang jugalah kita mulai.”
Ia memutarkan ujung kakinya dan lompat sejauh dua tombak lebih.
Pheng Siu Khang dengan mengepretkan tangan bajunya juga mundur dua tombak lebih juga. Jarak di
antara mereka sekarang telah cukup menjadi lima tombak.
Masing-masing lantas memusatkan tenaganya, siap untuk segera digunakan.
dunia-kangouw.blogspot.com
Terdengar Pheng Siu Khang berseru:
“Awas! Serangan segera dimulai.”
Telapak tangan kirinya dibalikan menjaga dada, tangan kanannya didorong ke depan dengan perlahanlahan.
Tenaga pukulannya yang merupakan pedut, seperti rentetan rantai saja meluncur ke depan.
Badan Koo San Djie sudah terasa tergencet oleh libatan rantai ini. Maka ia juga mengempos tenaganya
mengerahkan Bu-kiat-sian-kang, segera hawa biru telah menjaga seluruh tubuhnya.
Tangannya juga tidak tinggal diam, ia menggerakkan dua jarinya dan menunjuk ke arah sang lawan.
Dengan kecepatan yang luar biasa tenaganya meluncur dan melibat diri Pheng Siu Khang sampai tiga kali.
Sekarang dua-dua sama-sama menarik kembali tenaganya yang telah melibat sang lawan, saat itu
tenaganya si Orang Tua Bertangan Satu Lie Tjiauw Djin yang tadinya terpendam di dalam tubuh Koo San
Djie telah mulai keluar.
25.56. Empat Sinar Cahaya Mata Ukiran Merpati
Pheng Siu Khang mana dapat menandingi dua tenaga orang yang telah berkumpul menjadi satu di dalam
tubuh si anak muda. Libatan tenaga sang lawan telah terasa menjadi keras sekali, badannya seolah-olah
sudah mau terangkat naik ke udara.
Tenaganya sendiri yang melibat tubuh sang lawan seperti telah membentur keras, menjadi lenyap tidak
berbekas.
Semua orang yang melihat pertandingan ini, yang berjumlah ratusan, tidak ada satu orang yang berani
bersuara. Pertama-tama mereka mengagumi kepandaian Pheng Siu Khang yang dapat mengumpulkan
tenaganya menjadi rantai putih yang dapat mengikat orang dan sebaliknya jika melihat keadaan Koo San
Djie yang hanya dapat mengeluarkan cahaya birunya yang hanya dapat mengelilingi di seluruh tubuhnya
sudah tidak terlihat kepandaiannya sama sekali.
Tapi lama kelamaan, rantai putih Pheng Siu Khang sudah mulai berobah menjadi semakin guram, mukanya
mulai menjadi pucat dan keringat mengucur membasahi seluruh tubuhnya. Sebaliknya jika melihat
keadaannya si anak muda yang masih tetap sedemikian tenang, tentu saja membuat orang-orang menjadi
melongo terheran-heran.
Tidak berapa lama kemudian, Koo San Djie membentak keras dan menarik kembali tangannya. Pheng Siu
Khang dengan tidak dapat mengendalikan dirinya lagi telah terhuyung-huyung maju dua tindak dari tempat
asal mulanya.
Terdengar Pheng Siu Khang mengheIa napas panjang dan mengundurkan dirinya dari kalangan
pertempuran tadi.
Pertandingan ini telah selesai sampai di sini, sekarang gilirannya Kie Sun yang maju ke muka dan bersedia
berkata, tapi keburu didahului oleh Koo San Djie:
“Tunggu dulu! Pertandingan ini kita tunda dulu, karena aku harus segera mengatakan beberapa patah
perkataan yang penting.”
Tangannya dengan cepat telah mengeluarkan tanda kepercayaan Lembah Merpati dan diacungkannya
sambil berteriak:
“Apa orang Lembah Merpati masih mengenal akan tanda ini?”
Empat orang Dewan Tetua yang terdekat sudah menjadi kaget, semua orang dari Lembah Merpati tentu
saja mengenali ini tanda kebesarannya ketua, tapi mereka heran mengapa dapat berada di dalam tangan
anak muda ini?
Koo San Djie dengan tidak membuang-buang waktu lagi, menuruti ajarannya Lie Long Nio, ia menyalurkan
tenaga dalamnya kepada ukiran Merpati di atas batu giok itu. Dan dalam sekejap mata saja, dari dua
pasang matanya ukiran Merpati ini telah memancarkan empat sinar cahaya gilang gemilang.
Kejadian yang mendadak ini telah membuat Koo Hian, Kie Sun, Kam Sia Liong dan Pheng Siu Khang
menjadi bingung, mereka saling pandang.
dunia-kangouw.blogspot.com
Mendadak Lie Long Nio menyelak masuk dan membentak:
“Apa kalian masih tidak mengenal akan tanda kebesaran ini? Saudara Koo ini adalah orang yang mendapat
perintah dari ketua lama Lie Tjiauw Djin untuk mengambil kembali kedudukan ketuanya dari si binatang Han
Oe Seng yang sudah berbuat dengan sewenang-wenang.
Empat orang itu baru seperti tersadar dari tidurnya dan memberi hormatnya:
“Koo Hian sekalian memberi hormat kepada ketua.”
Semua orang dari Lembah Merpati memang sudah tidak suka kepada ketua baru mereka Han Oe Seng
yang suka berbuat sewenang-wenang, beramai-ramai juga telah memberi hormat kepada ketua yang baru
datang ini.
Dalam keadaan yang sibuk, mendadak datang dua orang penyelidik kabar, satu di antaranya memberi
laporan:
“Ketua Lembah Luar Liu Tong bersamaan orang-orangnya telah menghianati Lembah Merpati dan
membakar rumah abu leluhur kita.”
Seorang lagi juga berkata:
“Ketua kita bersama-sama dengan Lie Kee Kiok juga telah pergi ke Lembah Luar, tapi sampai kini tidak ada
kabar ceritanya.”
Kam Sia Liong segera membentak:
“Ketua Lembah Merpati yang memegang tanda kepercayaan berada di sini, mengapa tidak memberi
laporan kepadanya?”
Dua pelapor tadi memandang ke arah Koo San Djie sebentar dan memandang tanda kepercayaan itu,
lekas-lekas mereka berlutut dan mengulangi laporan tadi.
Koo San Djie dengan mengibaskan tangannya berkata:
“Kalian boleh bangun dan menyelidikinya lagi.”
Dua pelapor itu sudah lantas bangun dan pergi. Setelah mereka berdua ini pergi Koo San Djie segera
berunding dengan Koo Hian, Kie Sun dan lain-lainnya.
“Bagaimana jika kita membereskan urusan di sini terlebih dahulu?”
Empat orang ini berbareng sudah memberi persetujuan.
“Terserah akan kebijaksanaan ketua.”
Keadaan telah menjadi sedemikian mendadak, sehingga tidak memberikan kesempatan untuk Koo San Djie
merendahkan diri lagi. Maka sambil menghadapi para tetamunya Lembah Merpati, ia berkata:
“Kami sebagai ketua sementara Lembah Merpati dengan ini mengucapkan banyak terima kasih atas
kunjungan para saudara dari rimba persilatan yang telah mencapaikan diri untuk datang kemari. Kami untuk
sementara mewakili Lembah Merpati ada beberapa yang harus dijelaskan atas kejadian-kejadian yang ada
menyangkut Lembah Merpati......”
Setelah merandek sebentar, ia meneruskan lagi:
“Kejadian-kejadian di kalangan Kang-ouw yang, sering menyangkut nama Lembah Merpati adalah
perbuatan Liu Tong, si Ketua Lembah Luar dan konco-konconya. Kecuali Han Oe Seng yang
mengetahuinya sedikit hal ini, para anggota Dewan Tetua dan semua orang Lembah Merpati masih tidak
mengetahuinya sama sekali.
“Tapi biarpun demikian Lembah Merpati juga tidak akan berpeluk tangan saja menghadapi kejadian ini.
Kesalahan-kesalahan mereka tetap akan diurus menurut hukumannya.”
“Para saudara dari kalangan Kang-ouw ada yang ingin turut menyaksikan atau meninggalkan tempat ini
tergantung dari kesukaran masing-masing. Kami yang mewakili Lembah Merpati berjanji untuk mengurus
hal ini dengan sejujur-jujurnya.”
dunia-kangouw.blogspot.com
Kata-katanya ini tidak mengandung kesombongan dan juga tidak terlalu merendahkan sehingga membuat
orang yang mendengarnya merasa puas juga.
Orang-orang dari Lembah Merpati sedari tadi telah menyaksikan sendiri bagaimana kelakuan dan
kepandaian anak muda ini, maka tidak ada satu yang berani membantah.
Demikianlah mereka telah bubaran dan mulai berlerot keluar lembah.
Liu Djin Liong menghadapi si Pendekar Berbaju Ungu tertawa:
“Kita juga tidak usah memecahkan perhatian dan lebih baik turut keluar lembah juga.”
Si Pendekar Berbaju Ungu anggukkan kepalanya dan memimpin mereka berjalan keluar lembah juga.
Tapi Tjeng Tjeng lah yang paling tidak setuju dengan usul ini mana ia rela demikian saja meninggalkannya
dengan tidak mengucapkan sepatah kata juga kepada koko San nya?
Ong Hoe Tjoe dengan tidak mengatakan suatu apa menundukkan kepalanya berjalan di belakang gurunya.
Setelah menunggu sampai semua orang telah meninggalkannya, Koo San Djie membalikkan mukanya ke
arah orang-orang Lembah Merpati dan berkata:
“Aku yang rendah, biarpun betul menerima perintah dari ketua lama dari Lembah Merpati untuk mencopoti
jabatan katuanya Han Oe Seng, tapi jabatan ketua ini tidak akan kududuki seterusnya. Setelah selesai
dengan urusan ini, harap para anggota Dewan Tetua dapat memilihnya lagi.”
Lalu ia menudingkan jari kepada Kie Sun, Koo Hian, Kam Sia Liong dau Pheng Siu Khang empat orang,
katanya:
“Harap Dewan Tetua bisa memberi pinjam empat orang ini untuk mengikuti menawan kembali Han Oe Seng
dan konco-konconya di Lembah Luar.”
Demikianlah Koo San Djie dengan mengajak empat orang ini, Liu Long Nio dan Djin Han Hiong menuju ke
Lembah Luar untuk menangkap orang.
◄Y►
Mari kita ikuti perjalanan Han Oe Seng, setelah meninggalkan orang banyak tadi. Begitu mendapat
laporannya Lie Kee Kiok yang mengatakan bahwa anak muda liar itu juga mempunyai tanda kepercayaan
Lembah Merpati dan datang bersama-sama Lie Liong Nio yang memang ditakutinya, ia dapat firasat bahwa
tanda kepercayaannya yang dipegang olehnya adalah palsu belaka, maka dengan alasan ada urusan, ia
sudah meninggalkannya mereka dan melarikan diri ke Lembah Luar.
Begitu dapat menemui Liu Tong ia sudah lantas bertanya:
“Aku selalu menganggapmu sebagai saudara sendiri, mengapa kau dapat berbuat seperti ini, membakar
abu leluhur Lembah Merpati?”
Liu Tong dengan tertawa licin menjawab:
“Buat apa ketua menjadi marah kepada kami? Dengan kepandaianmu yang sedemikian tingginya, buat apa
harus mengeram terus di dalam Lembah Merpati.”
Han Oe Seng memang sedang dalam keadaan goncang begitu mendengar kata-kata ini sudah dapat
segera mengambil keputusannya. Maka dengan tertawa terbahak-bahak ia berkata:
“Jadi maksudmu agar aku dapat mengadu kekuatan dengan mereka?”
Liu Tong masih tidak tahu akan maksud kata-kata ini ia menyangka bahwa bekas ketua Lembah Merpati ini
telah masuk ke dalam perangkapnya, maka sudah terus membakarnya:
“Dengan kepandaian Lembah Merpati, sudah cukup untuk menjagoi satu daerah di mana saja. Dengan
tetap berdiam di dalam lembah ini dan tidak keluar dunia apa bukannya menyia-nyiakan nama dengan
percuma?”
Han Oe Seng tertawa dingin:
“Itulah kejadian yang masih belum terlihat akan khasiatnya.”
dunia-kangouw.blogspot.com
Liu Tong yang sudah menyuruh orangnya untuk membakar rumah abu leluhur Lembah Merpati sampai
waktu itu masih belum ada kabar beritanya. Maka dengan tertawa penuh arti ia berkata:
“Urusan dapat dirundingkan dengan perlahan-lahan Mengapa kita tidak pergi ke Lembah Luar untuk
merundingkannya?”
Han Oe Seng tidak membantah dan mengikuti mereka ke Lembah Luar. Di sana mereka ini sudah
berunding lagi dan mendapat keputusan untuk meninggalkan Lembah Merpati untuk mencari tempat baru
lagi.
Han Oe Seng yang berhati kejam biarpun di mulut mengatakan demikian, tapi hatinya telah mempunyai
rencana sendiri. Ia telah menjadi sakit hati kepada Liu Tong yang telah merusak rencananya. Ia sudah
mendapat akal untuk membasmi mereka semua ini termasuk orang-orang yang menerjang Lembah Merpati
tadi.
26.57. Api Sebagai Penyelesaian
Rombongan Koo San Djie yang menuju ke Lembah Luar begitu sampai di sana telah menubruk suatu
tempat kosong.
Koo Hian menjadi penasaran dan tertawa dingin:
“Aku tidak percaya yang mereka dapat terbang keluar dari Lembah Merpati. Mari kita berpencaran mencari
jejak mereka.”
Demikianlah mereka empat orang Dewan Tetua menjadi satu rombongan menuju ke sebelah kiri. Koo San
Djie, Lie Long Nio dan Djin Han Hiong menjadi satu, menuju ke sebelah kanan meneruskan pengejaran.
Setelah mereka memasuki rimba belum juga sampai lima lie jauhnya, mendadak di sana sini terdengar
suara ledakan yang hebat.......
Di sekeliling mereka telah menjadi merah semua, api di sana sini telah terjadi kebakaran!
Rimba belantara yang ratusan lie jauhnya ini mendadak telah berubah menjadi lautan api.
Asap menguak naik, menghilangkan semua pemandangan mata, ratusan orang yang masih belum dapat
keluar dari rimba belantara ini menjadi gelagapan karena sukar bernapas.
Api yang tidak mengenal kasihan telah mengurung semua orang yang mau meninggalkan Lembah Merpati,
tidak perduli rombongan Houw Sam Ya jago dari golongan hitam, si Pendekar Berbaju Ungu, Liu Djin Liong,
Kong Tie Siansu dan lain-lain lagi atau ketua Lembah Luar Liu Tong sendiri yang mulai menarik diri dari
Lembah Merpati. Tidak satu yang dapat keluar dari kurungan api ini.
Bertepatan dangan timbulnya api yang mengurungnya semua orang, di pinggir tebing merayap naik dua
orang. Mereka ialah si Ketua buangan Lembah Merpati Han Oe Seng dan si lupa daratan Lie Kee Kiok.
Dengan saling pandang mereka tertawa puas akan perbuatan kejamnya.
Lie Kee Liok dengan mengumpak-umpak berkata: “Siasatnya ketuaku ini memang luar biasa sekali,
sampaipun dewa juga tidak akan menyangka.”
Han Oe Seng tertawa kejam, katanya:
“Semua orang gelandangan ini tidak kupandang sama sekali. Si bocah liar yang memegang tanda
kepercayaan Lembah Merpati itu kini boleh menjadi ketuanya mereka di neraka. Ha, ha, ha, ha......”
Dua orang itu dengan membawa tertawa kemenangannya telah kembali lagi ke dalam Lembah Merpati.
Tapi tidak demikian dengan ratusan orang yang dikurung api ini. ratusan orang yang berada dalam
gumpalan asap sudah tidak dapat melihat keadaan ini, karena harus memeramkan matanya mereka agar
tidak terserang oleh tajamnya asap jahat ini. Mereka menjadi saling tubruk di antara orang sendiri.
Liu Djin Liong, si Pandekar Baju Ungu, Kong Tie Siansu, si Pengemis sakti Kiang Tjo, Bie Khiu Nie, Ong
Hoe Tjoe, Tjeng Tjeng dan Siauw Khong telah berada di dalam satu rombongan.
Sewaktu api mulai berkobar, terdengar Kiang Tjo tertawa terbahak-bahak:
“Sekarang kita orang akan dijadikan sate oleh mereka.”
dunia-kangouw.blogspot.com
“Hanya menggunakan api saja belum tentu dapat mengurungku,” Liu Djin Liong dengan marah menjawab.
Dengan menggunakan lengan bajunya ia mengibaskan pada sang api dan telah dapat membuat jalan
baginya.
Kong Tie Siansu dengan tidak berkata-kata sudah meneruskannya membuat jalan tadi dengan angin
pukulannya, disusul oleh si Pendekar Berbaju Ungu, Bie Khiu Nie dan Kiang Tjo.
Dengan cara demikian mereka meneruskan perjalanan mereka sehingga lebih dari lima lie.
Apa mau, waktu itu ada beberapa pohon besar di depan mereka dengan hampir berbareng sudah ambruk
dan menghadang jalan keluar.
Si Pendekar Berbaju Ungu mendadak lompat maju ke depan dan dengan ilmunya Ombak Menyapu Seribu
Kotoran, berhasil menyingkirkan rintangan-rintangan itu.
Lelatu api menguak naik dan berterbangan kemana-mana, api di depan yang terkena tiupan angin
bukannya menjadi padam, malah menaik setinggi-tingginya sehingga memaksa orang-orang repot harus
menyingkir dirinya.
Dalam keadaan yang sebingung ini, mendadak dari sebelah kiri mereka telah terdengar suara
berketoprakan seperti kaki kuda. Tidak lama kemudian terlihat beberapa orang yang telah mendapat lukaluka
terkena lelatu api, dengan setengah mengamuk mereka menubruk ke sini.
Orang yang berjalan di muka yang mempunyai berewok seperti sikat rusak mengeluarkan suaranya yang
melebihi geledek saja:
“Kurang ajar. Siapa yang berani main gila di hadapan Houw Sam Ya?”
Si Pengemis sakti Kiang Tjo tertawa menyahuti:
“Siapa yang menyuruh kau datang kemari? Bukannya enak-enak, goyang-goyang kaki di dalam rumahmu
sana?”
Houw Sam Ya menjadi marah.
“Pengemis bangkotan, apa kau kira beberapa tulang-tulangmu itu masih dapat mengusir api?”
Bie Khiu Nie membentak mereka:
“Apa kalian tidak dapat menahan sabar sebentar, menunggu sampai keluar dari kurungan api ini?”
Kiang Tjo masih tertawa saja.
“Orang yang tidak pernah merampok tidak takut akan bahaya,” katanya. “Aku si Pengemis selalu ada yang
melindunginya......”
Tangannya menunjuk dan berkata:
“Lihat! Orang yang akan menolongku akhirnya bukankah telah datang juga?”
Betul saja dari kejauhan terlihat Koo San Djie bersama-sama dengan Lie Long Nio dan Djin Han Hiong telah
mendatangi ke arah mereka.
Mendadak dari sebelah kanan juga telah terdengar beberapa suara tindakannya kaki orang, tapi begitu
mereka sampai di sana sudah membalikkan lagi badannya dan lari meninggalkannya.
Sesosok bayangan berkelebat dan menghadang larinya orang-orang tadi, ternyata Koo San Djie telah
berada di sana dan membentak:
“Hm...... Biang keladinya masih mengharap melarikan diri?”
Semua orang telah dapat melihat dengan jelas, beberapa orang yang hendak melarikan diri lagi itu ialah Liu
Tong dan Lam Keng Liu suami istri, Pek-hoat Sian-tong dan Siok-song Mo-lie.
Liu Tong yang melihat jalan depan dan belakangnya telah menjadi buntu sudah menghentikan langkahnya
dan tertawa meringis katanya:
“Seperti juga dengan keadaan kalian yang akan menjadi korban api, aku Liu Tong sudah tidak ingin
melarikan diri lagi.”
dunia-kangouw.blogspot.com
Houw Sam Ya dengan kalap berkata:
“Tidak perduli dapat atau tidaknya menyingkir dari api,” teriak Houw Sam Ya kalap. “Membalaskan dendam
kawan-kawanku dulu baru hati rasanya puas.”
Seperti orang yang sudah menjadi gila, Houw Sam Ya dengan tidak memperdulikan percikan api lagi sudah
menubruk dirinya ke arah Liu Tong.
“Tidak perduli kau membunuh atau terbunuh, akhirnya tokh akan termakan olen api juga,” jawab Liu Tong,
yang masih coba ketawa.
Sambil menyodorkan tangannya ia telah membentur serangan Houw Sam Ya tadi.
Kemudian dengan tertawa gila Liu Tong berkata lagi:
“Kawanmu itu lima raja iblis karena telah berani mencuri masuk ke dalam Lembah Merpati telah mati karena
aku yang telah menyuruh orang untuk meracuninya. Sembilan ketua partai yang berani menantang Lembah
Merpati juga akulah yang menyuruh orang meracuninya. Kalian sekarang mau berbuat apa, silahkan
bertindak dengan sesuka hati.”
Tjeng Tjeng yang melihat Bwee Siang sambil menunjukkan tangan kecilnya berkata:
“Apa kau tidak lekas-lekas menerima kematianmu?”
Lima jarinya dibeber dan mengeluarkan lima aliran tajam yang mengarah musuhnya.
Bwee Siang tertawa mengejek:
“Percuma saja aku menjadi istri ketua Lembah Merpati jika masih harus takut terhadap bocah yang
semacammu.”
Ia sudah tidak mengenal takut lagi untuk menghadapi demikian banyaknya musuh tangguh karena tahu
bahwa jalan hidupnya sudah menjadi buntu sama sekali.
Koo San Djie yang berhati mulia, begitu melihat suhengnya yang jahat, Lam Keng Liu, masih berusaha
membaikinya:
“Suheng mengapa tidak meminta maaf kepada suhu yang sekarang sudah berada di sini juga?”
Lam Keng Liu masih tidak menerima kebaikan orang, dengan galaknya ia berkata:
“Siapa yang jadi suhengmu? Lebih baik kau tutup saja mulutmu!”
Koo San Djie baru juga mau membuka mulutnya lagi, satu bayangan ungu berkelebat lewat dari sisinya dan
sang guru si Pendekar Berbaju Ungu sudah berada di depannya. Dengan tidak banyak kata lagi ia
mengayunkan tangannya menggunakan ilmu Ombak Menyapu Seribu Kotoran telah menyapu ke arah
murid murtad itu.
Lam Keng Liu yang melihat sang sutee yang lihai menghalang di hadapannya menjadi ketakutan setengah
mati, mana ia dapat menyangka akan datangnya serangan bekas sang guru yang lihai itu? Maka tidak
ampun lagi, tubuhnya beserta dengan dedaunan kering telah tersapu oleh angin serangannya si Pendekar
Berbaju Ungu, terjatuh ke dalam lautan api.
Hanya terdengar suara jeritan yang mengerikan, tubuhnya berkelejetan beberapa kali, hanguslah ia menjadi
mangsanya sang api yang sedang mengganas.
Sui Yun Nio yang melihat suami kesayangannya telah mati dengan cara yang demikian mengenaskan
sudah menjadi kalap dan hendak menubruk ke arahnya si Pendekar Berbaju Ungu.
Dengan menjerit-jerit ia berkata:
“Setan tua, aku akan segera mengadu jiwa denganmu......”
Tapi ia tidak dapat meneruskan niatannya karena sebelumnya ia melompat, Hay-sim Kongcu dengan tidak
memperdulikan lelatu api yang menyerang padanya sudah menghalanginya dengan kalap.
Maka bertarunglah dua musuh besar ini kemudian disusul dengan munculnya ketua mudanya Hui-hongpang
Liok Siauw Kian yang telah menusukan pedangnya ke arah Siok-song Mo-lie.
dunia-kangouw.blogspot.com
Rombongan mereka ini hanya tinggal terdiri sebelas orang lagi, kecuali Hay-sim Kongcu, dua persaudaraan
Liok dan delapan pengurus daerahnya mereka, semua orang telah habis termakan oleh keganasannya api.
Api yang membakar daun dan pohon kering ini sudah menjadi lebih ganas. Suara “pik, pik, pok, pok” nya
sudah terdengar demikian keras. Asap yang tadinya menyerang mereka, kini telah diganti dengan
kekuasaannya api di sana. Hawa panas sudah semakin meningggi, memanasi kulit muka yang telah terasa
kering.
Si Pengemis sakti Kiang Tjo telah menyimpan lagaknya yang kocak, dengan sungguh-sungguh ia berkata
kepada Koo San Djie:
“Hei, apa kau tidak lekas mencari jalan untuk menyingkir dari lembah api ini.”
Koo San Djie seperti baru tersadar akan bahaya yang segera menimpa mereka, maka ia lantas
mengeluarkan tanda kepercayaan Lembah Merpati yang dapat menahan api dan air, dikalungkan di
lehernya. Dengan tangan menyekal Pit Badak Dewanya ia mulai menerjang api untuk membuka jalan bagi
mereka.
Dengan hanya sekali menggoreskan pit wasiatnya ia sudah dapat menumbangkan pohon besar yang
menghadang di hadapannya. Kemudian memindahkan pit wasiatnya ke tangan sebelah kiri, dengan sekali
bersuara “Huuu.....”, ia telah mengeluarkan angin pukulan menyapu segala rintangan.
Dengan cara demikian ia berhasil juga membuka jalan sehingga lebih dari seratus tombak.
Pada waktu Koo San Djie menggunakan kepandaiannya membuka jalan di antara api, Ong Hoe Tjoe juga
tidak mau tinggal diam dan meneriakinya:
“Adik San, aku akan segera membantumu.......”
Kipas burungnya telah dikeluarkan dan mengebut beberapa kali. Kipasnya ini juga semacam barang wasiat,
karena tidak takut untuk menghadapi api. Dengan berjumpalitan beberapa kali seperti seekor burung api
saja ia menerjang ke tempat yang banyak api dan membantu Koo San Djie menyingkirkan halanganhalangan.
Ong Hoe Tjoe yang ada memakai baju burung pemberian si Bidadari Sayap Biru sudah tentu tidak takut
menerjang api, sebelah tangannya yang memegang kipas sudah mengibas beberapa kali dan
menyingkirkan itu bara-bara api. Karena ia tidak mempunyai kekuatan seperti Koo San Djie, maka hanya
dapat mengikutinya saja di belakangnya si anak muda untuk membantunya.
Liu Djin Liong yang paling tidak suka menerima pemberian barang jadinya, orang sudah menarik mundur
tangan bajunya si Pendekar Berbaju Ungu dan berkata:
“Kita juga jangan enak-enakan saja, mari kita membantu!”
Tidak terlihat dengan cara bagaimana ia menggerakkan badannya, dalam sekejapan mata saja ia telah
berada di depan mereka sejarak duapuluh meter jauhnya.
Si Pendekar Berbaju Ungu sambil tertawa juga telah menuruti jejak kawannya.
Kiang Tjo dengan mata melirik ke arah Kong Tie Siansu dan Bie Khiu Nie berkata sendiri:
“Aku si Pengemis juga menjadi malu hati melihatnya.”
Dua orang pertapa ini dengan hampir berbareng sudah berkata:
“Omitohud, sudah seharusnya jika kita bekerja sama.”
Kedua-duanya juga telah mendahului melayang ke sana.
Tapi beberapa orang yang menjadi tokoh terkemuka ini hanya mengingat akan membuka jalan menyingkir
dari bahaya api dan telah lupa bahwa di belakang mereka masih terjadi pertarungan dari mati hidupnya
beberapa orang.
Tjeng Tjeng mendapat lawan Bwee Siang, biarpun mempunyai ilmu meringankan tubuh yang sempurna
sekali, tapi karena lawannya juga mempunyai ilmu yang sama dengannya dan latihannya lebih lama
beberapa kali darinya, sudah mulai menjadi kelabakan juga.
Liok Siauw Hong yang melihatnya keadaan itu sudah datang ke arahnya dan berteriak:
dunia-kangouw.blogspot.com
“Hei, adik kecil, jangan takut padanya, aku akan segera datang membantumu.”
Tjeng Tjeng dengan napas engos-engosan berkata:
“Siapa yang meminta bantuanmu?”
Biarpun ia berkata tidak memerlukan bantuan, tapi dua kepalannya Liok Siauw Hong sudah bekerja
bersama-samanya.
Liok Siauw Hong biarpun berwajah tolol, tapi dapat melihat gelagat. Ia tahu akan bahaya yang akan
menimpa Tjeng Tjeng, maka dengan tidak minta persetujuan lagi dari si nona ia sudah turun tangan
membantunya.
Pek-hoat Sian-tong dan konconya yang tadi tidak berani membantu mereka karena takut kepada
keangkerannya si Pendekar Berbaju Ungu dan kawan-kawan, begitu melihat mereka yang ditakutinya ia
telah pergi semua sudah mulai meluruk ke arahnya Liok Siauw Kian dan Tjeng Tjeng.
Siauw Khong, Lie Long Nio dan Djin Han Hiong yang melihat keadaan telah memburuk seperti ini juga tidak
mau tinggal diam dan membantu menahannya.
Di antara asap dan api bertempurlah mereka dengan kalut.
Lie Long Nio sudah menjadi demikian bencinya kepada orang-orangnya Lembah Luar ini, maka pukulanpukulannya
juga sudah tidak mengenal kasihan lagi dan berhasil menjatuhkan beberapa orang musuh.
Sedang seru-serunya mereka bertempur, dari arah dalam rimba kembali terdengar suara ramai kaki lagi.
Dengan wajah yang tidak keruan macam keluar lagi beberapa orang.
Orang yang muncul pertama ialah Tiauw Tua, disusul dengan si sastrawan Pan Pin, Hian-tju Totiang dan
orang-orangnya.
Baju merah sudah koyak-koyak semua, terbakar menjadi hangus. Kecuali beberapa jago ini, banyak juga
orang mereka yang telah gugur. Semua juga telah menganggap Liu Tong dan kawan-kawan yang telah
membakarnya, maka begitu melihat orang bawahannya masih berada di sini sudah pada datang
menghampiri.
Keadaan telah menjadi berobah dengan kedatangannya mereka ini.
Houw Sam Ya yang melihat lebih dari duaratus jurus masih belum dapat ia menjatuhkan Liu Tong, ia
berkaok-kaok bahna gusarnya. Ia sebagai dato terkemuka mana pernah mengalami kejadian yang seperti
ini. Maka dengan kalap ia telah mendesak Liu Tong sampai ke pinggiran api juga.
Pada saat itu angin besar datang meniup kencang telah menambah berkobarnya api saja.
Houw Sam Ya sudah seperti hampir tidak mengingat orang biarpun melihat api datang ke arahnya ia masih
tetap mendesak terus musuhnya.
“Braaakkk”, sebuah pohon di situ mulai roboh dan binasalah Houw Sam Ya dan Liu Tong berdua yang
berada di tengah-tengahnya.
Hay-sim Kongcu manakala teringat akan kematian ibunya yang mengenaskan suka mengucurkan air mata,
semua ini adalah gara-garanya Sui Yun Nio, musuh besarnya. Ia telah bersumpah akan membunuh sendiri
musuh besarnya ini, kini ia ketemu maka dengan melupakan dirinya ia sudah menyerang dengan nekad
sekali.
Tapi Sui Yun Nio juga bukannya orang yang gampang-gampang untuk ditundukkan, sambil mengibaskan
lengan bajunya ia berlompatan ke sana kemari. Hanya saja mereka kini sedang bertarung di dalam
kurungan asap dan api, inilah berarti Sui Yun Nio harus memecah perhatiannya pada dua jurusan. Ialah
serangannya Hay-sim Kongcu yang tidak takut untuk mati bersama, percikannya lelatu api yang tidak
mempunyai mata juga menyerang dirinya. Maka dengan perhatian yang terpencar demikian jika
dibandingkan dengan keadaannya Hay-sim Kongcu yang telah mencurahkan semua tujuannya ke atas
tubuhnya Sui Yun Nio dengan tidak memperdulikan bahaya api lagi, tentu saja Sui Yun Nio menjadi
terdesak.
26.58. Satu-satunya Calon Jodoh Ketua Lembah
dunia-kangouw.blogspot.com
Mendadak Hay-sim Kongcu membentak keras dan menjujukan pedang pusakanya ke arah dada sang
lawan yang sudah mulai menjadi keder juga. Inilah jurus yang pertama dari Tiga Rangkaian Pedang, yang
didapati dari gunung es.
Begitu tusukan pedang pusakanya yang pertama ini keluar mengarah sang lawan, jurus kedua dan ketiga
sudah siap bergerak untuk menyusul gerakan pertama. Sui Yun Nio yang sudah kelabakan berhasil
menghindarkan dua tusukannya, tapi karena terhalang oleh tebalnya asap, ia tidak dapat menghindarkan
serangan lawan yang terakhir dan tertusuk ia disamping dadanya.
Waktu itu keadaan di situ sudah tidak dapat mengijinkan orang lama berdiam lagi. Terdengar suara Lie
Long Nio yang meneriaki mereka
“Awas akan bahaya api yang akan mengurung ke sana!”
Pek-hoat Sian-tong yang ingin keluar dari kurungannya api sudah lompat hendak meloloskan diri.
Tapi Lie Long Nio sudah siap sedia, dan membentaknya:
“Kalian jangan harap dapat lewat dariku.”
Dengan keras ia memukul ke arah kepalanya dan berhasil memaksa Pek-hoat Sian-tong mundur lagi ke
dalam api.
Saat itu Djin Han Hiong juga telah lompat ke sana untuk membantu neneknya menjaga jalan lari mereka.
Mendadak, dari dalam kurungan api itu menerjang keluar tenaga yang besar mengarah mereka berdua,
inilah pukulan tergabung dari Pek-hoat Sian-tong dan kawan-kawannya.
Lie Long Nio dan Djin Han Hiong telah mencoba menahan.
Hanya terdengar suara “Buuuuummm,” berdua telah terpental mundur beberapa tindak dari tempatnya,
jalan keluar telah tidak terjaga lagi oleh karenanya.
Lidah api yang terkena pukulannya mereka ini telah bertambah-tambah besar.
Di antara sela-sela api, terlihat beberapa bayangan orang berkelebat. Hay-sim Kongcu, Siauw Khong dan
yang lain-lainnya berturut-turut, telah lari keluar.
Tjeng Tjeng telah setengah harian bertempur melawan musuh, ia menjadi kehilangan tenaga, pada waktu
mereka menerjang jalan keluar terlihat akan kelemahannya ini oleh Bwee Siang yang berpengalaman.
Maka dengan tertawa kejam ia berkata:
“Apa kau juga ingin mengikuti mereka?”
Lengan bajunya dipanjangkan hendak menggaet balik tubuh lawannya.
Tjeng Tjeng yang kepalanya sudah mulai terasa pusing sedang terserang oleh segumpalan asap, ia tidak
dapat melihat akan datangnya serangan lengan baju ini, sebentar saja tubuhnya telah melayang terpental
ke arahnya gumpalan api.
Dalam keadaan yang berbahaya ini mendadak melompat naik seorang yang segera menyanggapi tubuhnya
dan dibawa ke tempatnya lagi.
Tjeng Tjeng hanya merasakan adanya dua tangan kuat yang menyanggah, kemudian jatuh pingsan.
Kiranya yang menolong Tjeng Tjeng ialah Liok Siauw Hong, ia berada di sampingnya si dara cilik. Dengan
tidak melepaskan badannya orang lagi, ia telah menyusul orang-orang dan keluar dari lembah api.
Lie Long Nio dengan sempoyongan telah berkata kepada mereka:
“Mengapa kalian tidak lekas meninggalkan tempat ini? Apa lagi yang masih ditunggu?”
Liok Siauw Hong yang masih membopong tubuhnya Tjeng Tjeng terkejut, ia tidak melihat saudaranya Liok
Siauw Kian berada di situ.
“Ouw, enciku masih belum keluar.....” teriaknya.
Ia sudah bersedia meletakkan tubuhnya Tjeng Tjeng untuk menerjang masuk kembali, disaat itu Liok Siauw
Kian beserta delapan pengurus daerahnya dengan seluruh badan telah mandi api berlari-larian ke arahnya.
dunia-kangouw.blogspot.com
Hay-sim Kongcu dengan cepat memapakinya dan berkata:
“Apa kau tidak mendapat halangan suatu apa?”
“Terima kasih atas masih adanya perhatianmu. Aku masih belum waktunya mati pada waktu ini.” Liok Siauw
Kian dengan dingin menjawab.
Baru saja ia berkata habis, badannya bergoyang-goyang seperti mau roboh.
Hay-sim Kongcu terkejut, ia hendak menyambut tubuhnya sang kawan.
Tapi keadaan memang berada di luar dugaan semua orang, Liok Siauw Kian dengan semua kekuatan yang
masih ada telah memukul Hay-sim Kongcu yang mendekatinya dengan berteriak sember:
“Jangan kau datang ke dekatku.....”
Hatinya menjadi benci kepada Hay-sim Kongcu yang tidak memperhatikan dirinya dalam keadaan bahaya
tadi, maka setelah mencurahkan semua tenaganya tadi memukul Hay-sim Kongcu ia juga menjadi pingsan
karena kesalnya.
Mendadak suara “Braaaakk” telah mengejutkan semua orang di situ dan dilihatnya jalan keluar tadi telah
tertutup tumpukannya pohon-pohon yang telah terbakar semua. Dengan demikian tamatlah riwayatnya Pekhoat
Sian-tong, dan kawan-kawannya.
Lie Long Nio dan rombongannya sudah segera menyusul si Pendekar Berbaju Ungu dan lain-lainnya yang
berada di depan mereka.
◄Y►
Waktu itu Koo San Djie dan Ong Hoe Tjoe berjalan di muka sebagai pelopor, mereka hampir berhasil
menerobosi rimba belantara yang sekarang sedang diamuk dengan api ini. Kira-kira tigaratus tombak lagi
dari tempatnya mereka sekarang berdiri sudah tidak terdapat api lagi karena telah sampai pada perbatasan
hutan.
Koo San Djie yang telah memakan Kodok Mas dan Capung Kumala, biarpun diharuskan bekerja beberapa
hari lagi juga masih dapat menahannya, tapi tidak demikian kejadiannya dengan keadaannya Ong Hoe
Tjoe. Ia kini sudah tidak berdaya sama sekali karena lelahnya, masih untung sang api sekarang sudah tidak
berbahaya seperti tadi, maka ia hanya menonton saja, bagaimana mereka membuka jalan di antara bahaya
merah.
Sebentar saja, jarak tigaratus tombak ini telah dapat dilewati oleh mereka dan selamatlah mereka keluar
dari bahaya api.
Terdengar si Pengemis sakti Kiang Tjo tertawa berkakakan:
“Akhirnya loloslah juga kita dari bahaya Berhenti Menjadi Orang,” katanya jenaka.
Liu Djin Liong hanya mengeluarkan suara dari hidung dan memandangnya dengan perasaan penuh
kemendongkolan.
Bagaimana ia tidak menjadi mendongkol, karena di sini ia telah menjadi tidak berdaya sama sekali. Pada
waktu ia mengadu kekuatan dengan Han Oe Seng di dalam Lembah Merpati, ia hampir saja menjadi
pecundangnya jika Koo San Djie tidak segera datang dan membatalkan niatan nekadnya Han Oe Seng.
Sekarang ia kembali hampir saja menjadi korban api, jika bukannya Koo San Djie yang bertenaga besar dan
mempunyai itu tanda kebesaran Lembah Merpati membuka jalan.
Maka ia sebagai jago yang belum pernah mengalami rugi, mengingat pengalamannya semua ini, sudah
menjadi lesu.
Saat itu Liok Siauw Hong dengan perlahan-lahan, maju ke arahnya dan meletakkan tubuh Tjeng Tjeng yang
masih tidak sadarkan diri, berkata dengan suara yang perlahan sekali:
“Ia telah tidak sadarkan diri sedari tadi, harap lope dapat memeriksa sendiri keadaannya.”
Liu Djin Liong baru saja mau berjongkok untuk memeriksa keadaan lukanya sang putri, tiba-tiba telah
mendengar Koo San Djie berkata:
“Supek boleh memberi makan ini Cit-hoan-tan kepadanya, kupercaya tidak lama lagi ia juga akan dapat
sadarkan dirinya.”
dunia-kangouw.blogspot.com
Tangannya sembari menyerahkan Cit-hoan-tan yang dimaksud.
Liok Siauw Kian yang mengalami keadaan yang sama, juga telah diberinya juga Cit-hoan-tan.
Betul saja, tidak lama kemudian Tjeng Tjeng dan Liok Siauw Kian sudah dapat mengingat orang.
Hay-sim Kongcu dengan perasaan penuh penyesalan sudah menghampiri Liok Siauw Kian dan berkata:
“Bagaimana rasanya, apa kesehatanmu sudah pulih?”
Liok Siauw Kian dengan muka berubah sudah menjawab:
“Terima kasih atas kebaikanmu yang hanya dibikin-bikin.”
Hay-sim Kongcu menjadi kebogehan dan berdiri melongo.
Sebenarnya Hay-sim Kongcu selalu memperhatikan dirinya, hanya saja dalam keadaan yang seperti tadi di
mana hatinya sedang dicurahkan untuk membalas dendam sang ibu, ia mana dapat membagi sebagian
pikirannya pada nona Liok? Sedangkan api di sana sedang berkobar semakin besar, jika mengingat
kepandaian Liok Siauw Kian yang sempurna tentu saja ia tidak menjadi takut.
Tapi biarpun demikian, jika umpama kata itu waktu Liok Siauw Kian belum keluar dari kurungan api, Haysim
Kongcu juga tidak segan-segan untuk menerjang bahaya menolonginya.
Tapi mengapa Liok Siauw Kian marah-marah?
Liok Siauw Kian sebenarnya ada menaruh hati kepada Koo San Djie. Tapi belakangan setelah mengetahui
bahwa hatinya si anak muda telah berada pada Ong Hoe Tjoe, maka ia hanya dapat menahan dan
mengurung di dalam hati. Sesudah Liok Siauw Hong membawa Hay-sim Kongcu kepadanya, hatinya ada
niatan untuk diserahkan kepadanya. Tapi tidak disangka kelakuan Hay-sim Kongcu kali ini telah
menimbulkan salah paham.
Saat itu ia melihat Koo San Djie berada di sebelahnya, dengan sengaja ia telah menarik tangannya dan
berkata:
“Coba kau tolong bangunkan diriku.”
Koo San Djie tentu saja tidak dapat menolak dan menolong membangunkannya.
Hay-sim Kongcu membalikkan mukanya, sengaja seperti tidak mau melihatnya.
Liok Siauw Kian masih belum puas karena melihat Hay-sim Kongcu seperti tidak sengaja melihat maka
dengan kolokan ia berteriak keras:
“Aduh......”
Koo San Djie masih menyangka benar dan bertanya:
“Mengapa?”
Tapi Liok Siauw Kian yang kini sudah dapat memastikan di mana hatinya Hay-sim Kongcu, katanya:
“Tidak mengapa, kerjakanlah urusanmu lagi.”
Perasaan wanita gampang tersinggung, biarpun permainan ini tidak berjalan lama, tapi Djin Han Hiong yang
telah menganggap Koo San Djie sebagai miliknya, melihat itu sudah menjebikan bibir.
Ia tahu bahwa Koo San Djie ada membawa tanda kepercayaan Lembah Merpati dan sebagai calon ketua
satu-satunya. Ketua Lembah Merpati karena dalam keadaan terpaksa telah diserahkan ke dalam tangan
orang dari luar lembah, tapi nyonya ketua tentu saja harus dari dalam lembah. Maka kecuali Djin Han Hiong
yang masih mempunyai harapan ini, siapa lagi yang dapat menyainginya?
Koo San Djie juga pernah bercerita kepadanya bahwa ia sangat berterima kasih kepada kakeknya yang
telah menurunkan semua tenaga dalamnya ke badannya. Maka jika mengingat budi ini, tentu saja anak
muda pujaannya ini tidak enak hati untuk melupakan dirinya.
Maka dengan meneruskan perkataannya Liok Siauw Kian ia berkata:
“Lekaslah kita kembali. Urusan di dalam lembah masih banyak yang harus menunggu putusanmu.”
dunia-kangouw.blogspot.com
Sambil menarik tangannya si pemuda, Djin Han Hiong telah menuju balik kembali.
Liok Siauw Kian memandang bayangan si pemuda yang pertama merebut hatinya ia menghela napas. Tapi
tidak lama kemudian ia membalikkan mukanya dan memberi perintahnya kepada delapan pengurus
daerahnya:
“Lekas siap untuk pulang!”
Ia mendahului mereka meninggalkan Lembah Merpati.
Hay-sim Kongcu menjadi ragu-ragu, tapi akhirnya ia juga dapat mengambil putusannya dan pergi menyusul
si jelita.
Sementara Liok Siauw Hong tampak tidak betah berdiri, sebentar-sebentar memandang ke arah si dara cilik
yang nakal dan jenaka.
Tjeng Tjeng menjadi tertawa juga melihat kelakuannya Liok Siauw Hong seperti kecantol oleh dirinya.
Sambil monyongkan mulutnya yang kecil mungil ia berkata:
“Apa lagi yang kau tunggu? Encimu sudah pergi, nah lihat bukankah ia sudah tidak ada di sini?”
Liok Siauw Liong yang mendengar Tjeng Tjeng bicara demikian sudah menjadi jengah dan berkata:
“Oh, telah pergi!”
Biarpun mulutnya berkata demikian, tapi dua kakinya masih tetap tidak bergerak.
Tjeng Tjeng berlompatan ke arah Liu Djin Liong dan berkata:
“Aku telah sembuh seperti sedia kala.”
Lalu ia berjingkrakan menghampiri Liok Siauw Hong dan menarik lengannya:
“Mari kita segera menyusul koko San untuk melihat bagaimana ia menjadi ketua.”
Mendadak ia telah dapat melihat sepasang bayangan yang bergandengan tangan, sedang lelompatan di
antara tebing curam yang memang banyak terdapat di situ.
“Hm, ia kini sudah mendapatkan itu gadis Lembah Merpati dan melupakan kita semua,” demikian Tjeng
Tjeng berkata dalam hati kecilnya.
Sambil melepaskan cekalannya yang memegang Liok Siauw Hong ia berkata kepada Liu Djin Liong:
“Ayah...... mari kita pulang ke dalam Makam Merpati saja.”
Lalu berpaling ke arahnya Liok Siauw Hong:
“Hei, kau bagaimana? Apa kau juga ingin ikut kita saja?”
Liok Siauw Hong hanya tertawa dan memandang ke arah Liu Djin Liong.
Liu Djin Liong tidak berkata apa-apa. Maka mereka bertiga segera mengambil selamat berpisahan dengan
si Pendekar Berbaju Ungu dan sekalian orang di situ dan kembali ke tempatnya, Makam Merpati.
Betulkah Koo San Djie telah bertindak dengan sedemikian ceroboh?
Ternyata sewaktu tangannya ditarik Djin Han Hiong, ia telah mengarahkan pandangan ke tempat sang guru.
Si Pendekar Berbaju Ungu telah memanggutkan kepalanya dan berkata:
“Lekaslah kau ke sana. Kami sudah tidak ingin masuk ke dalam Lembah lagi, maka segala perkataan nanti
saja dikatakannya.”
Keadaan Koo San Djie memang sulit sekali, setelah mendengar gurunya berkata baru ia dapat melegakan
hati.
Tapi mendadak pikirannya telah teringat akan diri Ong Hoe Tjoe yang sedari tadi tidak terlihat olehnya,
matanya sudah ke sana ke sini mencarinya.
Kiranya Ong Hoe Tjoe mengumpat di belakang baju Bie Khiu Nie sedang mengatur jalan pernapasannya.
dunia-kangouw.blogspot.com
Ia tidak berani mengganggu, lalu mengikuti Djin Han Hiong dan Lie Long Nio kembali ke dalam Lembah
Merpati.
Ong Hoe Tjoe setelah mengatur jalan pernapasannya sebentar sudah menjadi segar kembali. Karena
melihat Koo San Djie dapat menarik demikian banyaknya gadis dari mana-mana, hatinya menjadi sebal
juga, dan sengaja memejamkan mata.
Tapi setelah ditinggal pergi oleh pemuda pujaannya itu hatinya menjadi merana. Dengan tidak terasa, ia
menjadi menghela napas panjang dan perlahan-lahan berdiri kembali.
Terdengar gurunya berkata:
“Murid tolol, mengapa harus dipikirkan? Jika ia betul menyintai dirimu, tentu ia akan mencarimu juga.”
Ong Hoe Tjoe biarpun tidak setuju dengan pikiran gurunya, ia tidak berani membantah, kakinya dengan
terpaksa mengikuti sang guru pulang.
27.59. Pengadilan di Rumah Abu Leluhur
Koo San Djie, Djin Han Hiong dan Lie Long Nio mulai menuju kembali ke dalam Lembah Merpati.
Tapi di dalam Lembah Merpati telah terjadi perobahan kembali. Jalan untuk masuk ke dalam lembah telah
terjaga lagi.
Djin Han Hiong berteriak mengeluarkan pendapatnya:
“Celaka! Mungkin Han Oe Seng telah kembali lagi ke dalam Lembah Merpati dan menggunakan tipu
lamanya?”
Lie Long Nio dengan marah berkata:
“Mengapa harus takut kepadanya? Kita tetap akan menawannya juga.”
Sewaktu mereka bertiga sampai di sana, dua penjaga telah menghalang dan membentak:
“Kami telah mendapat perintah dari ketua, bahwa siapa juga tidak dapat memasuki lagi ke dalam Lembah
Merpati.”
“Apa termasuk aku Lie Long Nio?” Lie Long Nio tertawa dingin.
Semua orang juga tahu bahwa Lie Long Nio ini adalah adik ketua lama mereka, tapi jika mengingat perintah
ketuanya yang galak mana mereka berani sembarang membantah?
Maka salah satu dari mereka sudah berkata:
“Harap dapat bersabar sebentar, kami akan memberi tahu dulu kepada ketua.”
“Di manakah ketuamu itu?”
“Ia telah masuk ke dalam lembah.”
Djin Han Hiong menjadi tertawa:
“Inilah namanya orang buta. Inilah ketuamu yang sebenarnya.”
Tangannya sudah lantas menunjuk ke arah Koo San Djie.
Dengan mendorong diri si pemuda, ia berkata lagi:
“Lekaslah kau keluarkan itu tanda kepercayaan!”
Koo San Djie sebenarnya tidak suka sembarangan mengeluarkan tanda kepercayaan Lembah Merpati
untuk menolong dirinya, tapi karena mengingat percuma saja untuk ia membantah, dengan apa boleh buat
ia segera mengeluarkannya.
Lie Long Nio sudah segera mengambil itu tanda kepercayaan Lembah Merpati dan berkata:
“Aku sebagai mewakili ketua memerintahkan kepadamu, agar segera memanggil semua orang untuk
berkumpul di tempat rumah abu leluhur kita.”
dunia-kangouw.blogspot.com
Dua penjaga lembah yang melihat tanda kepercayaan itu menjadi ragu-ragu, lalu saling pandang dengan
tidak berkata suatu apa.
Terdengar lagi suara Lie Long Nio yang keren:
“Kurang ajar, berani kalian melanggar perintah?”
Sambil menyalurkan tenaga dalamnya, ia telah membuat dua pasang matanya ukiran merpati tadi
memancarkan sinar terang.
Dua penjaga lembah menjadi kaget karena sudah segera dapat mengenali akan keasliannya tanda
kepercayaan ini, dengan cepat sama-sama memberi hormatnya:
“Cie Pa dan Cie Pung akan segera menjalankan perintah.”
Lie Long Nio sudah mendesaknya lagi:
“Masih tidak lekas-lekas pergi?”
Dua penjaga lembah itu segera bangun berdiri dan menjalankan perintah yang datang sangat mendadak.
Maka Lie Long Nio, Djin Han Hiong dan Koo San Djie sudah tidak mendapat halangan lagi dan langsung
menuju rumah abu leluhurnya Lembah Merpati.
◄Y►
Betulkah Han Oe Seng dapat membiarkan mereka bertiga ini masuk kembali ke dalam Lembah Merpati
dengan sedemikian mudah?
Ternyata Han Oe Seng setelah berhasil membikin rimba belantara menyala, ia terlalu meremehkan musuhmusuhnya
yang terkurung di sana. Di hari-hari biasa saja orang sudah merasa sukar untuk dapat melintasi
rimba belantara yang menjadi tembok depan Lembah Merpati ini, apa lagi jika dalam keadaan dimakan api,
siapakah orangnya yang masih dapat lolos dari bahaya?
Setelah selesai ia melepaskan api, langsung kembali lagi ke dalam Lembah Merpati, dan mengatakan
kepada semua orang bahwa kejadian yang baru saja terjadi ini adalah perbuatan Liu Tong sebagai biang
keladi.
Semua orang biarpun masih ragu-ragu dengan keterangannya ini, tapi jika mengingat mereka pernah
mengangkat Han Oe Seng sebagai ketua Lembah dan sudah mendapat pengesahan dari Dewan Tetua
yang kini telah keluar dan tidak ada kabar ceritanya lagi, maka tidak ada orang yang memperdulikannya.
Han Oe Seng juga tahu akan perasaan hati orang yang sedang bimbang ini, maka ia juga telah
menyampaikan kabar buruk kepada mereka bahwa empat orang dari Dewan Tetua telah dibunuh juga oleh
Lie Long Nio dan kawan-kawan, yang kini sudah meninggalkan lembah setelah berhasil membakar habis
tembok lembah yang merupakan hutan belantara yang dapat diandalkan.
Semua orang tidak berkata apa-apa.
Han Oe Seng sampai di sini sudah menganggap selesai urusannya dan dapat tidur lagi dengan
nyenyaknya. Maka ia tidak menyiapkan rencana selanjutnya sebagai mana biasa.
Satu kesempatan yang bagus sekali bagi Lie Long Nio dan kawan-kawan yang dapat masuk ke dalam
Lembah Merpati.
Begitu Lie Long Nio dan kawan-kawan memasuki rumah abu leluhur Lembah Merpati, dilihatnya di situ telah
berkumpul banyak orang.
Derajatnya Lie Long Nio di dalam Lembah Merpati ada sangat tinggi, semua orang yang kini berada di situ
jika dihitung menurut tingkatannya, tidak ada satu yang dapat melebihinya. Maka ia tidak ada
memperdulikan mereka yang berada di sana dan langsung mengajak Djin Han Hiong dan Koo San Djie
mengambil tempat duduk.
Dari sedemikian banyak orang itu yang melihat kedatangan Lie Long Nio dan sepasang muda mudi yang
mengintil di belakangnya tidak ada satu juga yang menghalang-halangi. Tapi juga tidak ada yang memberi
hormat kepadanya. Semua terdiam di sana untuk menunggu kedatangan Han Oe Seng yang masih
dianggap sebagai ketua.
dunia-kangouw.blogspot.com
Mendadak, dari dalam muncul dua baris pemuda-pemuda gagah yang menghunus pedang semua dan
berjumlah enambelas orang berdiri berpisah di sana, disusul pula oleh munculnya dua orang tua yang
berpembawaan agung dan langsung menuju ke tempat kursi kebesaran.
Mereka datang ke situ dengan tidak berkata suatu apa. Lie Long Nio tahu bahwa dua orang yang bernama
Thu Kong dan Ong Beng ini adalah sebagai Jaksa Agung Lembah Merpati yang dapat memutuskan segala
perkara yang bagaimana besar juga. Maka ia diam-diam menunggu putusannya saja.
Beruntun-runtun datang juga beberapa orang tua lagi yang memasuki ke dalam ruangan ini, mereka adalah
orang-orang Lembah Merpati yang terkemuka.
Dan yang terakhir ialah dua orang sisanya Dewan Tetua yang bernama Oh Tiang Lo dan Ma Tiang Lo.
Biarpun kekuasaannya dua orang ini tidak setinggi Koo Hian, Kie Sun, Kam Sia Liong dan Pheng Siu Khang
empat orang, tapi sebagai tokoh-tokoh Dewan Tetua yang umurnya melebihi mereka, tentu saja masih
mempunyai hak suara yang tidak dapat dipandang ringan.
Keadaan yang aneh telah terjadi di sini, mereka tidak berpihak ke arah Lie Long Nio untuk menjatuhkan
kedudukan Han Oe Seng, dan juga tidak membantu Han Oe Seng untuk menangkapnya.
Keadaan di situ menjadi sepi sekali karena tidak ada yang mulai bicara.
Djin Han Hiong sudah hampir tidak dapat menahan kesabarannya melihat keadaan yang sesunyi ini. Ia
sudah siap untuk bertanya, jika tidak lekas keburu dicegah oleh pandangan mata Lie Long Nio.
Hanya Koo San Djie yang tenang pikirannya, semua urusan seperti tidak ada sangkut paut dengannya,
dengan memejamkan sepasang matanya ia menunggu pembicaraan mereka yang akan dimulai.
Ia bukan orang Lembah Merpati, tentu saja tidak begitu mementingkan kedudukan ketua, hanya saja ia
merasa berhutang budi kepada si Orang Tua Bertangan Satu Lie Tjiauw Djin yang menugaskan ia
menjatuhkan ketua lembah yang jahat, maka dengan terpaksa ia harus pergi juga ke Lembah Merpati untuk
mencari penyelesaian.
Tentang jabatan ketua Lembah Merpati tidak dihiraukan olehnya, hatinya sedang berpikir, bagaimana
setelah menyelesaikan urusannya yang rumit, ia akan menemui Ciecie Ong Hoe Tjoe dan tidak akan
berpisah lagi dengannya.
Kemudian dengan bersama-sama Ong Hoe Tjoe ia akan pergi menyambangi gurunya si Pendekar Berbaju
Ungu, sang supek, si Pendekar Merpati Liu Djin Liong dan adik Tjengnya yang nakal itu.
Dalam keadaan melamun ini apa juga tidak terasa olehnya.
Pada waktu itu hampir seluruh orang-orang Lembah Merpati telah pada berkumpul, dari luar mendadak
terdengar suara teriakan penjaga:
“Ketua telah tiba!”
Semua orang mulai berdiri dari tempat duduknya. Han Oe Seng dengan diiringi oleh Lie Kee Kiok dan
beberapa pengawalnya melangkahkan kakinya dengan tindakan lebar.
Setelah duduk di tempatnya ia berkata:
“Para jaksa di mana?”
Thu Kong dan Ong Beng maju ke muka dengan hampir berbareng berkata:
“Thu Kong dan Ong Beng telah siap sedia.”
Han Oe Seng dengan menunjuk ke arah Lie Long Nio sudah memberikan perintahnya:
“Lie Long Nio berani bersekongkol dengan orang luar membikin kegaduhan terbesar di dalam sejarah
Lembah Merpati, mereka harus menerima hukuman mati. Kini dengan terang-terangan masih berani masuk
juga telah menambah besar kedosaannya saja, harap dua jaksa agung kita dapat menangkapnya.”
Thu Kong dan Ong Beng mengiya dan membalikkan badan, menuju ke arah Lie Long Nio.
Lie Long Nio tidak menjadi gentar menghadapinya, ia tersenyum ewah dan diam saja.
Thu Kong dan Ong Beng bertindak terus hingga beberapa tindak lagi dari tempatnya Lie Long Nio berdiri.
dunia-kangouw.blogspot.com
Tapi mendadak mereka tidak meneruskan lagi tindakannya dan mengarahkan pandangannya ke tempat
duduk Oh Tiang Lo dan Ma Tiang Lo, sebagai orang-orang Dewan Tetua, untuk melihat bagaimana
pendapatnya.
Lie Long Nio mendadak tertawa dingin.
“Di sini masih ada ketua aslimu yang masih belum memberikan perintah......”
Lalu ia berpaling ke arahnya Koo San Djie dan berkata:
“Harap ketua mengeluarkan tanda kepercayaan dan memberikan perintah untuk menangkap orang yang
durhaka itu.”
Kabar tentang anak muda ini mempunyai tanda kebesaran Lembah Merpati dan membawa pesan ketua
lama mereka Lie Tjiauw Djin untuk mengambil alih kedudukan Han Oe Seng telah menggemparkan seluruh
Lembah Merpati.
Semua orang biarpun tidak menyukai akan tindak tanduknya Han Oe Seng yang suka membawa maunya
sendiri, tapi jika mengingat akan kedudukan ketua mereka segera akan terjatuh ke dalam tangan anak
muda ini yang bukannya orang Lembah Merpati, hatinya rata-rata menjadi bimbang juga.
Inilah salah satu sebabnya mengapa Han Oe Seng masih dapat kembali lagi ke dalam Lembah Merpati
menduduki jabatan ketuanya lagi.
Karena bentrokannya Lie Long Nio dan Han Oe Seng sudah mulai meruncing, sisa orang Dewan Tetua Oh
Tiang Lo dan Ma Tiang Lo sudah tidak dapat berpeluk tangan lagi. Terdengar Oh Tiang Lo mengeluarkan
pendapatnya:
“Biarpun betul peraturan mengatakan bahwa dengan bukti tanda kepercayaan Lembah Merpati orang dapat
menduduki jabatan ketua, tapi dalam peraturan selanjutnya, juga telah tertulis dengan jelas bahwa calon
ketua ini harus disyahkan oleh Dewan Tetua dahulu. Kini karena belum mendapat kepastian tentang mati
hidupnya empat orang terkemuka dari Dewan Tetua kita, harap kalian berdua menunggu saja sampai
mereka sudah datang.”
Lie Long Nio tertawa dingin:
“Soal jabatan ketua kita ke sampingkan dulu. Aku hanya ingin mengetahui, apa kita orang Lembah Merpati
dapat membantah tanda kepercayaan Lembah Merpati?”
Ma Tiang Lo tertawa menghindari kegugupan:
“Siapakah orangnya yang bernyali sedemikian besarnya membantah perintah tanda kepercayaan Lembah
Merpati!”
Koo San Djie telah menggunakan kesempatan waktu mereka berdebat ini mengeluarkan itu tanda
kepercayaan Lembah Merpati, agar mereka percaya bahwa tanda kepercayaan ini asli adanya, Koo San
Djie telah menyalurkan tenaga dalamnya dan menyorotlah sinar berkilauan dari itu sepasang mata ukiran
merpati membuat warna kulit orang yang berada di situ menjadi bersinar semua.
Berbareng mulutnya telah berkata:
“Han Oe Seng telah berkali-kali melanggar peraturan Lembah Merpati, atas perintahnya ketua lama harus
segera disingkirkan dari sini. Harap Jaksa Agung kita dapat menjalankan perintah.”
Han U Seng sudah lompat bangun dari tempat duduknya dan menjerit:
“Di sini adalah tempat abu leluhur Lembah Merpati yang tidak dapat mengijinkan orang luar sembarangan
masuk. Orang ini telah berkali-kali mengatakan menerima perintah dari ketua lama kita yang masih
disangsikan kebenarannya. Apa tidak bisa jadi dialah orangnya yang telah menganiaya ketua lama kita dan
mengambil tanda kepercayaannya? Harap para jaksa dapat memeriksanya.”
Kata-kata yang sangat tajam sekali, Koo San Djie memang orang dari luar Lembah Merpati dan lagi ketua
lama mereka memang telah lenyap dengan tidak kabar beritanya, memang masih ada kemungkinan jika
anak muda ini yang telah membunuhnya.
Dalam sekejapan saja dalam ruangan telah menjadi riuh sekali dengan bermacam-macam pendapat
masing-masing,
dunia-kangouw.blogspot.com
Tapi Koo San Djie dengan tenang maju ke muka dan mengatakan lagi:
“Ketua lama Lembah Merpati memang betul telah dianiaya orang, tapi orang ini tidak lain adalah Han Oe
Seng sendiri yang melakukannya. Ia telah menabas putus dua kaki dan satu tangannya, lalu dikurung di
dalam goa pembuangan Lembah Merpati secara rahasia. Aku Koo San Djie dengan tidak disengaja telah
dapat menemukannya dan mendapatkan tanda kepercayaan ini sebagai pemberian untuk membongkar
rahasia lama.”
“Tentang kebenaran mayat ketua lama Lembah Merpati masih berada di dalam goa pembuangan.
Kejahatan Han Oe Seng bukannya ini saja, ia juga telah mengumpulkan orang-orang jahat dari luar dan
dikumpulkan di dalam Lembah Luar sebagai sarang kejahatan mereka. Setelah ketua Lembah Luar Liu
Tong dengan terang-terangan membakar rumah abu dan merampok harta kekayaan Lembah Merpati,
bukannya Han Oe Seng memberikan hukuman yang setimpal kepada para perampok ini, bahkan masih
berani membela Liu Tong dan menghilangkan kejadian demikian begitu saja,” ujar lagi Koo San Djie.
“Kejahatan Han Oe Seng yang terbesar ialah telah memancing semua tamu Lembah Merpati ke dalam itu
rimba belantara yang dapat diandalkan sebagai benteng Lembah Merpati dan membakar semua isinya,
termasuk juga empat orang Dewan Tetua kita yang kini masih tidak ada kabar ceritanya.” Masih suara Koo
San Djie yang berkumandang.
“Dengan kejahatan-kejahatannya ini siapakah sebenarnya orang yang harus diperiksanya? Harap jaksa
agung kita dapat mengambil keputusan tegasnya.”
Sewaktu Koo San Djie berkata sampai di sini, Lie Long Nio sudah tidak dapat menahan air matanya yang
sudah ditahan sedari tadi. Dengan muka geregetan ia turut bicara:
“Ketua lama Lembah Merpati Lie Tjiauw Djin telah mengalami kejadian yang demikian mengenaskan. Aku
Lie Long Nio sebagai adik kandungnya, mempunyai hak untuk meminta pertimbangan Dewan Tetua yang
bijaksana.”
Koo San Djie juga telah tampil ke muka, dengan tangan mengangkat tinggi-tinggi itu tanda kepercayaan
Lembah Merpati ia memberikan perintah:
“Jaksa Agung Lembah Merpati harap segera membekuk batang lehernya ini ketua palsu yang mendurhaka
leluhur kita.”
Thu Kong dan Ong Beng setelah berunding sebentar berbareng berkata:
“Menurut pelanggaran-pelanggaran ini, setelah mendapat buktinya dan memastikan kebenarannya Han Oe
Seng dapat dihukum mati.”
Koo San Djie sudah memberi putusan:
“Pelanggaran telah nyata dan tawanlah Han Oe Seng terlebih dahulu.”
Thu Kong dan Ong Beng menandang sebentar ke arahnya Oh Tiang Lo dan Ma Tiang Lo.
Oh Tiang Lo dan Ma TiangLo memanggutkan kepalanya menyetujui akan tindakan yang akan diambil oleh
mereka.
Thu Kong dan Ong Beng setelah mendapat persetujuan dua orang Dewan Tetua, sama-sama memberikan
perintahnya kepada itu enambelas pemuda yang telah siap sedia dengan enambelas pedangnya sedari
tadi.
Para pemuda pembawa pedang tadi telah berpencaran dan mulai mengurung diri Han Oe Seng untuk
menjalankan putusannya bersama dari Dewan Tetua dan para Jaksa Agung.
Mendadak Han Oe Seng bersiul panjang. Lie Kee Kiok dan beberapa orang-orang kepercayaannya telah
menghunus pedang, siap membela majikannya.
Han Oe Seng dengan tertawa dingin tampil ke muka dan berkata:
“Apa kalian betul-betul akan mendengarkan perintahnya si bocah liar?”
Ong Beng dengan keren menjawab:
“Inilah perintah tanda kebesaran Lembah Merpati.”
Thu Kong masih mencoba mencari jalan perdamaian dan berkata:
dunia-kangouw.blogspot.com
“Inilah perintah bersama yang tidak dapat dilawan. Semua bantahan-bantahan boleh diajukan sesudahnya
penangkapan.”
“Perintah segera dijalankan!” terdengar perintah dari dua jaksa Lembah Merpati.
Enambelas pemuda yang membawa pedang sudah maju lagi dan mulai akan penangkapannya terhadap
Han Oe Seng bekas ketua Lembah Merpati.
Lie Kee Kiok mendahului majikannya membentak:
“Siapa yang berani mengganggu ketua Lembah Merpati?”
Dengan menyampok ke sana sini ia telah memukul mundur kurungannya pemuda tadi.
Thu Khong tertawa dingin:
“Kurang ajar, berani membantah perintah kita bersama!” bentaknya.
Badannya melesat ke arah si orang she Lie, dengan kecepatan yang luar biasa, ia telah berhasil menotok
jalan darahnya.
Lie Kee Kiok mana dapat menyangka akan serangan yang secepat ini, belum juga ia dapat melihat tegas
akan mukanya si penyerang, badannya sudah terjatuh dan diringkus oleh enambelas pemuda pembawa
pedang.
Inilah ilmu totokan Lembah Merpati, hanya diturunkan kepada para jaksa agung saja agar mereka dapat
menjalankan kebenaran dan menangkap orang yang melanggar peraturan-peraturannya.
Han Oe Seng dengan muka gusar menunjuk ke arah Thu Kong.
“Apa betul kau berani memberontak kepadaku?” tanyanya.
“Sudah menjadi terdakwa juga masih berani berlaku galak?” Thu Kong tertawa dingin.
Tangannya diulurkan dan mengarah jalan darah Han Oe Seng.
Han Oe Seng sebagai ketua Lembah tentu saja mempunyai pandangan yang luas dan mengetahui sampai
di mana ilmu totokannya jaksa agung Lembah Merpati, dengan menutulkan ujung kakinya ia telah melompat
ke belakang menghindarkan totokan lihai itu.
Tapi ia baru saja meletakkan ujung kakinya, Ong Beng juga telah mulai dengan serangan.
Han Oe Seng tidak berdaya dan berteriak-teriak:
“Berontak...... Berontak...... Semua telah berontak kepadaku.”
Biarpun demikian ia tidak mau ditangkap mentah-mentah oleh mereka. Dengan membongkokkan sedikit
badan, ia berbalik menyerang ke arah dua jaksanya.
Han Oe Seng yang telah menyimpan itu kitab Kutu Buku hampir duapuluh tahun lamanya, tentu saja
mempunyai kepandaian yang melebihi mereka, serangannya itu telah dapat memaksa dua jaksa
membatalkan totokan-totokan mereka.
Beberapa anak buahnya Han Oe Seng masih mencoba merobah suasana dan menyerang ke arah itu
enambelas pemuda pembawa pedang.
Dalam sekejapan saja penyerangan malah berbalik berada di dalamnya tangan mereka.
Djin Han Hiong kerutkan alisnya dan bersedia pergi membantunya, gerakan ini keburu dicegah oleh Lie
Long Nio yang menarik tangan bajunya.
Lie Long Nio tahu bahwa di dalam rumah abu leluhur Lembah Merpati ini, siapa yang berani melawan
kepada jaksa agung mereka yang telah mewakili ketua para Dewan Tetua menjalankan tugasnya, berarti
melanggar peraturan dan mereka akan mendapatkan hukuman yang terberat.
27.60. Selamat Berpisah Lembah Merpati
dunia-kangouw.blogspot.com
Kecuali ini masih ada satu peraturan juga yang tidak mengijinkan semua orang, terkecuali ketua Lembah
Merpati sendiri dan dua jaksa agungnya untuk mengadu tenaga kepada siapa juga di dalam rumah abu
leluhur mereka yang dianggapnya keramat. Siapa yang berani turun tangan di sini, tidak perduli ia
bermaksud baik atau jahat, tentu akan mendapat hukuman juga, karena di-anggap tidak mengindahkan
leluhur mereka.
Maka biarpun semua orang telah melihat dua jaksa agung mereka sudah kewalahan dan terdesak mundur,
tidak ada satu orang yang berani pergi untuk membantu.
Juga karena adanya peraturan inilah yang menyebabkan itu enambelas pemuda pembawa pedang hanya
bersifat mengurung saja dan tidak berani membalas menyerang kepada beberapa orang kepercayaannya
Han Oe Seng yang masih mati-matian menolongi bekas ketuanya.
Dua jaksa agung Lembah Merpati terdesak mundur, enambelas pemuda pembawa pedang dengan tidak
dapat membalas menyerang juga harus main mundur saja. Sebentar lagi Han Oe Seng dan kambratkambratnya
segera dapat menjatuhkan lawan-lawannya.
Semua orang menjadi gelisah memikirkannya, tapi mereka tidak berdaya karena tidak berani melanggar
peraturan lembah. Semua mata ditujukan kepada Koo San Djie dan mengharapkannya turun tangan untuk
membekuk para pelanggar ini.
Koo San Djie sebagai orang dari luar Lembah Merpati mana mengetahui akan segala peraturan Lembah
Merpati? Karena melihat orang-orang ini sudah menjadi keteter, ia sudah memajukan dirinya untuk turun
tangan sendiri.
Tapi baru saja Koo San Djie hendak bergerak, dari luar mendadak menerjang masuk empat orang.
Mereka bukan lain adalah Koo Hian, Kie Sun, Kam Sia Liong dan Pheng Siu Khang, dengan pakaian
compang camping tidak keruan, dijilat api yang dilepas oleh Han Oe Seng, mereka menerjang masuk,
langsung mencari ini bekas ketua yang berhati jahat.
Setelah mendapat kepastian bahwa Han Oe Seng masih berada di situ, sambil memberi hormat kepada
Koo San Djie mereka berkata:
“Harap ketua dapat memberikan keadilan kepada kami yang hampir saja terbakar musnah oleh ketua jahat
ini.”
Koo San Djie menganggukkan kepalanya, sambil tertawa menjawab:
“Harap kalian dapat istirahat memelihara diri dahulu. Semua urusan kalian boleh serahkan kepadaku.”
Lalu ia memberikan perintahnya kepada dua jaksa agungnya:
“Kalian juga boleh meninggalkannya.”
Thu Kong dan Ong Beng menurut dan lompat kembali ke kursinya.
Han Oe Seng yang melihat anak muda yang selalu mengacau urusannya saja ini datang lagi kepadanya
sudah menjadi tertawa berkakakan:
“Bagus. Di antara kita berdua memang sudah seharusnya mendapat suatu kepastian.”
Mendadak ia mendahului menyerangnya sampai tujuh kali beruntun ke arahnya si anak muda yang sangat
dibencinya.
Koo San Djie yang telah beberapa kali menghadapi orang-orang pandai sudah cukup berpengalaman dalam
soal ini, ia tahu akan maksud Han Oe Seng yang sudah menyerang terlebih dahulu untuk merebut posisi.
Maka ia tidak menyingkir atau menghindarkan serangan ini, malah berbalik menyerang juga dengan
menggunakan ilmu kepandaian yang didapati dari kitab Kutu Buku juga.
Mereka telah menjadi saling serang dengan sama-sama menggunakan ilmu kepandaian pusaka Lembah
Merpati yang tertulis di dalam kitab Kutu Buku.
Koo San Djie tidak berhenti sampai di sini saja, kepandaian dari Sari Pepatah Raja Woo dan pukulan Hianoey-
ciang dari gurunya si Pendekar Berbaju Ungu telah silih berganti digunakan.
dunia-kangouw.blogspot.com
Han Oe Seng tahu, kali ini sukarlah untuknya melarikan diri lagi, maka semua pukulannya dilancarkan
dengan tidak mengenal ampun. Ia sudah bersedia untuk mati bersama di dalam pertempuran ini dengan si
bocah angon yang sangat dibencinya.
Inilah suatu pertempuran yang terhebat di dalam sejarah mereka, semua orang Lembah Merpati yang
melihatnya sudah menjadi kesima.
Han Oe Seng semakin lama sudah menjadi semakin gelisah sendiri, dalam hatinya berkata:
“Terpaksa aku harus menggunakannya juga.”
Setelah ia dapat mengambil kepastiannya dengan semua tenaga yang ada ia telah menyerang beruntun
tiga kali dan memaksa Koo San Djie menyingkirkan diri.
“Hm...... Hm......”
Terdengar suaranya yang menyeramkan sampai dua kali. Mendadak dua tangannya diangkat tinggi-tinggi
dan diputar-putarnya sekian lamanya, kakinya setindak demi setindak dimajukan mendekati lawannya.
Inilah permulaan ilmu kepandaian Meremukkan Tulang, yang waktu itu hampir saja digunakan terhadap si
Pendekar Merpati Liu Djin Liong dan keburu dibentak oleh Koo San Djie sehingga batal digunakannya.
Tapi kini karena dalam keadaan terpaksa ia tetap bertekad bulat akan menggunakannya juga.
Koo San Djie juga tahu akan kelihayan ilmu kepandaian ini, sebenarnya ia juga dapat menggunakannya tapi
tidak dapat mengetahui cara pemecahannya. Dengan terpaksa ia mengerahkan semua Bu-kiat-sian-kang
nya dan siap untuk menerima ilmu yang lihay ini.
Mendadak terdengar satu geraman Han Oe Seng yang sudah seperti kemasukkan setan menyerang kalang
kabutan ke arahnya sang lawan, ilmu Meremuk Tulang telah mulai digunakannya.
Koo San Djie bersiul nyaring dan mengeluarkan Pukulan Geledek, dengan semua kekuatan yang ada.
“Pletak, Pletak dan Ktetek, Kretek”, tidak henti-hentinya terdengar pukulan gledek si anak angon telah
membikin badan Han Oe Seng menjadi tumpukan daging, dan menempel di tembok dengan tulangtulangnya
telah patah hancur semua.
Seluruh ruangan tergetar karena dahsyatnya pukulan kedua pihak, pecahan-pecahan genting mulai
berjatuhan. Koo San Djie dengan muka pucat juga telah numprah di lantai dan memuntahkan darah segar.
Djin Han Hiong menjerit dan loncat menghampirinya, dengan sebelah tangan membimbing bangun diri Koo
San Djie.
Koo San Djie dengan perlahan-lahan mendorong pergi tangannya yang halus Djin Han Hiong dan berkata:
“Jangan gelisah tidak keruan. Aku tidak menderita suatu apa.”
Tiba-tiba dengan kecepatan yang luar biasa Koo San Djie telah berkelebatan di antara pengikut setianya
Han Oe Seng dan menotok mereka semua, kemudian kembali ke tempat asalnya.
Kepandaian Sim-hwa-ciok-ciang yang demikian lihainya mengapa masih tidak dapat menjatuhkan Koo San
Djie?
Inilah karena Koo San Djie juga dapat menggunakannya. Ia tahu akan sifat-sifat kekerasannya, ditambah
lagi dari ilmu Bu-kiat-sian-kang yang lihay, dan di dalam tubuhnya masih ada tersimpan itu hawa Kodok Mas
dan Capung Kumala yang sangat mujijat, maka ia hanya mengalami luka sedikit saja.
Tapi ia tahu akan keadaan yang masih penuh bahaya ini, maka ia tidak berani membuang waktu lama-lama,
takut akan terjadinya perobahan yang tidak diingininya lagi.
Dengan menahan luka dalamnya ia telah berhasil juga membereskan si pemberontak.
Waktu itu Koo Hian, Kie Sun, Kam Sia Liong, Pheng Siu Khong, Oh Tiang Lo dan Ma Tiang Lo sudah
menghampirinya untuk mengangkatnya sebagai ketua resmi dari Lembah Merpati.
Koo San Djie dengan tertawa sudah menolak:
“Tunggu sajalah sampai beberapa hari lagi, dengan ini tanda kebesaran Lembah Merpati saja aku juga
masih dapat memberikan perintah.”
dunia-kangouw.blogspot.com
Koo Hian dan Kie Sun hampir berbareng sudah berkata:
“Demikianpun baik juga, kita selalu menunggu perintah.”
Pheng Siu Khang menyambungi:
“Silahkan ketua istirahat dan menjaga diri saja, urusan di sini untuk sementara boleh serahkan kepada
kami.”
Koo San Djie tidak menolak usul ini.
“Aku menyusahkan kalian saja,” katanya.
Lalu bersama-sama dengan Lie Long Nio dan Djin Han Hiong ia sudah meninggalkan mereka dan kembali
ke rumah gubuknya.
Baru saja masuk ke dalam atau Djin Han Hiong sudah buru-buru menanyakan tentang luka si anak muda:
“Bagaimana dengan keadaan dirimu?”
Koo San Djie menggeleng-gelengkan kepalanya:
“Masih tidak menjadi soal, hanya saja aku memerlukan waktu tiga hari untuk menyembuhkannya,
bagaimana jika kau kujadikan pengawal sementara saja?”
Tentu saja Djin Han Hiong tidak menolak:
“Aku akan selalu siap sedia,” jawabnya, bersenyum girang.
Inilah bukannya karena Koo San Djie sebagai ketuanya, semua orang juga tidak dapat melepaskan dirinya
dari ikatannya asmara, tidak terkecuali juga dengan Djin Han Hiong ini yang masih belum mengenalnya.
Dalam waktu tiga hari selama istirahat Koo San Djie ini, orang-orangnya Dewan Tetua telah dapat
bekerjasama dengan cepat sekali dan menyiapkan semua persiapan-persiapannya, hanya tinggal
menunggu sembuhnya Koo San Djie dan meresmikannya.
Lie Long Nio juga telah mundar mandir ke sana sampai beberapa kali dan mengatakan akan hubungannya
Koo San Djie dan Djin Han Hiong, mengusulkan kepada mereka agar pernikahannya mereka ini dapat
dilangsungkan juga pada hari peresmiannya sang ketua.
Para Dewan Tetua tidak mengeluarkan reaksinya dan menyetujui usulnya ini.
Tentu saja Koo San Djie tidak mengetahui akan semua kejadian-kejadian ini, hanya Djin Han Hiong yang
sering bicara dengan neneknya dan mengetahui sedikit kabar tentang hal-hal yang menyangkut akan
dirinya.
Waktu tiga hari sebentar saja telah lewat, Koo San Djie dengan muka terang telah keluar dari kamar
istirahatnya dan langsung ia mencari Djin Han Hiong untuk menghaturkan terima kasih.
“Beberapa hari ini aku telah menyusahkanmu saja, di sini aku menghaturkan terima kasihku.”
“Inilah sudah menjadi tugas bagiku......” jawab Djin Han Hiong dengan muka merah.
Tapi begitu memikir akan kata-kata ini yang ada sangat menyolok mata, ia segera menekap mulutnya dan
lari meninggalkannya.
Koo San Djie seperti masih tidak mengerti akan kejadiannya dan hanya tertawa mendiamkannya.
Pada waktu itu Lie Long Nio telah datang menghampirinya dan berkata:
“Bagaimana, apa lukamu telah sembuh semua? Kapankah kau siap untuk meresmikan jabatanmu sebagai
ketua?”
Koo San Djie dengan ragu-ragu berkata: “Bagaimana jika aku masih ingin istirahat beberapa hari lagi......”
“Demikianpun baik juga,” jawab Lie Long Nio. “Dua hari aku akan kembali mencarimu untuk
merundingkannya.”
Koo San Djie masih tidak mau tahu soal apa yang akan dirundingkannya maka hanya ia memanggutkan
kepalanya.
dunia-kangouw.blogspot.com
Dengan seenaknya ia berjalan-jalan untuk menghirup hawa segarnya Lembah Merpati.
Tiba-tiba dari samping terlihat berkelebat satu bayangan yang bukan lain Djin Han Hiong adanya dan
dengan penuh perhatian ia bertanya:
“Bagaimana? Apa nenek telah mengatakan sesuatu kepadamu?”
Koo San Djie menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Apa lukamu telah betul-betul sembuh semua?”
Koo San Djie menjawab dengan senyuman penuh arti.
“Tapi kenapa kau tidak mau mengambil alih kedudukan ketuamu?”
“Apa aku tidak boleh istirahat lagi beberapa hari lamanya?”
Djin Han Hiong menundukkan kepalanya.
Sekian lamanya mereka membisu karena kehabisan kata-kata. Akhiraya Koo San Djie juga yang mulai
membuka suara:
“Mari kita berjalan-jalan untuk melihat pemandangan Lembah Merpati.”
Djin Han Hiong segera mengikuti di belakangnya si anak muda. Disangkanya anak muda ini takut
mengatakan sesuatu di sini karena sewaktu-waktu dapat didengar oleh neneknya, maka dengan kegirangan
ia berkata:
“Bagaimana jika kita ke taman bunga saja?”
Ia sudah salah duga akan hati si anak muda, maka ia berani demikian berkata.
Koo San Djie yang mempunyai lebih banyak pengalaman darinya setelah tahu akan terjadinya
kesalahpahaman ini. Dalam hatinya berkata:
“Jika ditetuskan saja kejadian ini, bukan saja dapat menelantarkan anak orang, terhadap dirinya sendiri juga
akan menjadi terlantar. Menyingkir dari sini adalah jalan satu-satunya yang terbaik.”
Maka dengan menggelengkan kepalanya ia berkata:
“Di taman bunga terlalu sepi, dan lagi aku masih belum apal betul dengan segala jalan di dalam Lembah
Merpati, lebih baik kita berjalan-jalan di luar saja.”
Djin Han Hiong tidak membantah dan mengiringi kemauannya.
Setelah lelah mereka berjalan-jalan sekian lamanya, lalu dicarinya tempat duduk dan istirahatlah mereka di
sana.
Djin Han Hiong yang selalu mencari kesempatan untuk bicara menanyakan ini dan itu kepada kawannya,
tapi Koo San Djie selalu membawa-bawanya soal ilmu silat saja. Maka saking kesalnya ia memonyongkan
mulutnya ke arah si pemuda dan berkata:
“Kau ini barang kali sudah kemasukan setan pedang, sehingga tidak henti-hentinya mengatakan soal
kepandaian.”
Koo San Djie menjadi geli dan berkata sendiri dalam hatinya:
“Jika tidak mengatakan soal kepandaian, apa diharuskan bicara dalam soal asmara?”
Tapi dengan masih berlaga pilon ia berkata:
“Bagaimana jika aku menurunkan kepadamu semua kepandaian yang tertulis di dalam Kitab Kutu Buku
yang menjadi kepandaian pusaka Lembah Merpati?”
Jika di hari-hari biasa, Djin Han Hiong dapat berjingkrak juga mendengar kata-kata ini, tapi hari itu ia masih
tidak ada itu keinginan sama sekali.
“Aku tidak mau!” jawabnya sambil buang muka.
dunia-kangouw.blogspot.com
Mendadak Koo San Djie telah mengingat akan sesuatu, dengan cepat ia telah keluarkan itu tanda
kepercayaannya Lembah Merpati dan dikalungkan di lehernya Djin Han Hiong.
“Jika tanda kebesaran ini selalu dipakai olehmu, baru dapat menambah kecantikanmu,” si anak muda
mengumpak.
Djin Han Hiong yang sudah mabok asmara mana dapat banyak memikirkannya lagi, ia sedang
membayangkan bagaimana dua hari sesudah pengesahannya ketua barunya Lembah Merpati ini, ia juga
akan berada di sana untuk melangsungkan pernikahannya dengan pemuda idamannya.
Bayangan menjadi seorang nyonya ketua lembah terkaca di depannya.
Dengan diberikannya tanda kebesaran Lembah Merpati ini kepadanya berarti bahwa ia juga telah menjadi
calonnya yang tidak dapat disangsi-sangsikan lagi. Inilah suatu kejadian yang telah menambah
kesalahpahamannya saja.
“Mana kau boleh demikian cepatnya?” katanya dengan tertawa manis.
Koo San Djie, dengan tertawa penuh arti berkata lagi kepadanya:
“Inilah hak milikmu untuk selama-lamanya. Harap kau dapat baik-baik menyimpan.”
Djin Han Hiong mana tahu akan maksud sebenarnya dari si pemuda? Sari manis menyerang hatinya dan
membuat ia menjadi lupa akah segala-galanya. Dengan kolokan ia tertawa ke arah pemuda idamannya,
tertawa manis yang tidak mudah untuk dibeli oleh sembarang orang.
Godaan hidup!
Koo San Djie yang menjadi tergetar juga melihat tertawanya yang sangat menggiurkan ini, dengan cepat ia
mengarahkan pandangannya ke lain tempat untuk menghindarkan godaan. Ia yang telah kenyang dengan
libatan tali asmara mana berani membenturnya lagi? Maka dengan mengalihkan pembicaraannya ia
menanya lagi:
“Bagaimana jika aku memaksa menurunkan semua pelajaran yang tertulis di dalam kitab Kutu Buku
kepadamu?”
Kali ini Djin Han Hiong tidak membantah, karena takut akan menyinggung perasaan hati pemuda idaman,
telah salah duga akan segala maksud baiknya Koo San Djie yang seperti telah jatuh hati juga kepadanya.
Tanda kebesaran Lembah Merpati hanya disimpan oleb ketua atau nyonya ketua, kini tanda kebesaran ini
telah diberikan kepadanya, bukankah ia telah jadi calon nyonya ketua?
Tapi sampai matipun Djin Han Hiong tidak menyangka kepada maksud orang yang bukan saja telah
memberikan ini tanda kebesaran kepadanya, bahkan jabatan ketuanya juga telah diserahkan kepadanya.
Sedari waktu itu setiap hari Koo San Djie telah menurunkan semua kepandaian yang tertulis di dalam kitab
Kutu Buku Lembah Merpati kepada Djin Han Hiong yang telah jatuh hati kepadanya. Ia tidak perduli
mengerti atau tidaknya si nona yang malang ini dan dijejalkan semua pelajaran-pelajaran yang sukar untuk
dimengerti.
Djin Han Hiong karena ingin dapat mengambil hati si pemuda idamannya ini sudah bersungguh-sungguh
mempelajari semua pelajaran yang diajarkan kepadanya. Dan dalam waktu tiga hari saja ia telah berhasil
mempelajari semua pelajaran-pelajaran yang diberikan kepadanya biarpun masih belum dapat mengerti
semua.
Koo San Djie seperti telah menyelesaikan tugasnya yang terberat dan mulai menghela napas lega.
Pada hari kedua sejak selesai menurunkan kepandaiannya kepada Djin Han Hiong, setelah menyambangi
beberapa orangnya Dewan Tetua dan berbicara ke barat dan ke timur dengan Lie Long Nio, Koo San Djie
diam-diam telah meninggalkan Lembah Merpati yang tidak mudah dilupakan dalam seumur hidupnya.
Gangguan Lembah Merpati telah lenyap karena matinya Liu Tong dan kawan-kawan yang suka
mengganggu keamanan dunia.
Penutup Cerita
Pada pagi hari, di jalan raya yang menuju ke arah Kwan-tiong terlihat satu pemuda gagah tengah
mengaburkan kudanya dengan kecepatan yang luar biasa.
dunia-kangouw.blogspot.com
Pemuda gagah ini bukan lain ialah Koo San Djie si anak angon yang sudah meninggalkan jabatan ketua
Lembah Merpati dan menyusul Ciecie Ong Hoe Tjoe nya yang selalu berbayang di depan mata,
Ia sekarang telah menjadi bebas dari segala macam tugas yang ia telah selesaikan semua.
Dengan pikiran tenang ia jalankan kudanya sambil menikmati pemandangan alam nan indah.
Terkadang ia terkenang akan pengalamannya yang penuh dengan suka duka. Banyak gadis-gadis cantik
yang mencintai dirinya, tapi ia tak dapat melepaskan cintanya yang pertama kepada si jelita, anak nelayan
yang menjadi piatu karena gara-gara dirinya.
Pikirnya, Ong Hoe Tjoe si anak nelayan dan Koo San Djie si anak angon merupakan pasangan yang
setimpal betul.
Sambil kedut les kudanya ia tersenyum gembira.......
>>>>> T A M A T <<<<<
Ditulis Oleh : ali afif ~ Ali Afif Hora Keren
Tulisan Cersil Terbaik Lembah Merpati 3 Tamat ini diposting oleh ali afif pada hari Kamis, 06 April 2017. Terimakasih atas kunjungan Anda serta kesediaan Anda membaca Tulisan ini di Blog Ali Afif, Bukan Blogger terbaik Indonesia ataupun Legenda Blogger Tegal, Blogger keren ya Bukan. Kritik dan saran dapat anda sampaikan melalui kotak komentar.