- Cerita Silat Pendekar Matahari : Suling Pualam dan...
- Cerita Silat PDF : Suling Pualam dan Rajawali Terb...
- Cerita Cersil Keren Terbaik : Jinsin Tayhiap 4 Tam...
- Cerita Silat Online Terbaik terbaru : Jinsin Tayhi...
- Cerita Silat Cersil Terbaik : Jin Sin Tayhiap 2
- Cerita Silat terbaik : Jinsin Tayhiap 1
Di tengah perjalanan, mereka merasa sangat gembira, terutama Cu Ling Cie, Kim Tan dan Han Ing, yang kini sudah tidak merasa sungkan lagi. Tapi setelah memasuki daerahnya Pek-kut-kauw, Han Ing kurang leluasa menemani mereka, maka hanya memberi petunjuk jalan-jalan yang harus dilalui, dan minta mereka supaya menunda perjalanannya satu hari, karena ia hendak menggunakan tempo satu hari ini untuk membujuk sekali lagi kepada ayah angkatnya, biarpun apa yang akan terjadi, baik diterima maupun tidak, tapi ia sudah penuhkan kewajibannya sebagai anak, meskipun hanya anak pungut, untuk menghindarkan ayahnya dari keruntuhan.
Ma Beng puji pikiran dan tindakan Han Ing ini, sambil mengangguk-anggukkan kepalanya ia berkata: „Nona Han telah menerima budi sangat besar dari Pek-kut-sin-kun, sudah seharusnya begitu. Kita ini malam akan menginap di kota kecil ini saja dulu, besok baru melanjutkan perjalanan kita ke Ay-lie-san.”
Sehabis mendengari perkataan Ma Beng, Han Ing lalu bersenyum kepada Kim Tan, dan setelah mengucapkan pesannya supaya berhati-hati di perjalanan, lalu menghilang di
203
tempat yang gelap. Setelah Han Ing berlalu, Kim Tan baru ingat bahwa surat pengakuannya Phoa Cay masih berada di tangannya, belum diserahkan padanya. Ia buru-buru mengejar, tapi sudah terlambat, karena kuatirkan dirinya Han Ing kali ini mungkin sukar akan lolos dari fitnahannya Phoa Cay.
Cu Ling Cie juga turut merasa kuatir, seperti juga seorang adik yang akan kehilangan Encinya.
Setelah mengaso satu hari, mereka lalu melanjutkan perjalanannya ke Ay-lie-san. Itu burung rajawali selalu mengikuti perjalanan mereka dari atas udara, dan setelah memasuki di daerah-daerah yang berbahaya, burung itu seolah-olah menjadi pelindung. Dengan mengikuti petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh Han Ing, benar saja di bawah kaki gunung telah diketemukan sebuah pintu batu besar, di kedua sisi pintu itu dipasang sepasang papan lian, yang tertulis dengan perkataan:
„Thian He Bu Kong Cun Pek Kut, Jin Kan Sian King Si Ai Lie!”
atau:
„Ilmu silat di kolong dunia ini terhitung Pek-kut yang paling tinggi, taman Firdausnya dunia adalah Ai Lie!”
Kim Tan yang telah menyaksikan tulisan dari sepasang lian yang sangat sombong itu, tidak tertahan gelinya, dengan tertawa dingin ia berkata: ,,Sungguh sombong.”
Empat orangnya Pek-kut-kauw yang menjaga di pintu gerbang dengan memegang golok, seolah-olah sudah tahu akan
204
kedatangan Kim Tan berempat, maka sedikitpun tidak menghalang-halangi, malah dengan sangat hormat sekali menyilahkan mereka masuk.
Kim Tan sudah diberitahukan oleh Han Ing, tahu setelah melalui pintu batu ini, akan melalui pula satu jalanan di tengah-tengah lembah dan jalanan yang berbelit-belit serta berbahaya, baru bisa tiba di tempatnya Pek-kut-kauw. Maka ketika ia menyaksikan keadaannya jalanan yang mereka lalui, ia lantas mengerti bahwa jalanan ini sangat berbahaya.
Di jalanan yang curam dan sempit ini, jika ada musuh menyerang secara menggelap, sedikit alpa saja, sudah tentu akan membawa akibat yang hebat. Maka meski bagaimanapun tinggi ilmunya Kim Tan, Cu Ling Cie, Ma Beng dan He Kau Chun, mau tidak mau harus waspada.
Ma Beng yang sudah banyak pengalamannya, meski mempunyai perasaan seperti Kim Tan, tapi menilik kelalaian dan cara penyambutan dari empat orangnya Pek-kut-kauw tadi, Pek-kut-sin-kun sudah tentu tahu akan kedatangan mereka. Tidak perduli bagaimana hasilnya Giok-tek-hwie-sian yang pulang dulu untuk membujuk ayah angkatnya. Tapi menurut peraturan dunia persilatan, setelah maju lagi beberapa langkah, sudah tentu akan ada orang lagi yang datang menyambut, tidak nanti akan mencelakakan mereka di tengah jalan. Ingat sampai disitu, meski keadaan ada sangat berbahaya, namun hatinya merasa lega.
205
Siapa duga, baru berjalan beberapa langkah, dari atas bukit yang tinggi mendadak ada suara gemuruh, dua buah batu yang sangat besar jatuh menggelinding ke arah mereka. Dalam jalanan yang sempit itu, rasanya agak sukar untuk menyingkirkan diri, masih untung mereka sudah dapat tahu lebih dulu, dan kepandaian mereka sudah sampai di puncaknya, sehingga dapat meloloskan diri dari bahaya.
Tapi karena beradunya kedua batu besar yang jatuh dari atas itu, telah menimbulkan suara hebat, dan batu-batu kecil serta tajam telah berhamburan ke sana-sini, seolah-olah menyerang mereka. Kim Tan, Cu Ling Cie dan Ma Beng masing-masing pada menggunakan tenaga dalamnya untuk menahan serangan itu, namun tidak urung pahanya Ma Beng masih kena beberapa potong, sehingga menimbulkan rasa sakit.
Pada saat itu, di atas bukit tinggi terdengar suaranya orang yang tertawa iblis. Ketika mereka mendongak, telah dapat lihat Phoa Cay dan seorang tua kate yang kepalanya sangat besar berdiri di atas.
Dengan menudingkan jarinya, Phoa Cay berkata kepada Kim Tan:
„Kim Tan bangsat kecil, ternyata tidak mengukur tenaga sendiri, dengan lancang berani memasuki pusatnya Pek-kut-kauw. Di lembah ini adalah tempat untuk mengubur tulang-tulangmu, sedangkan maksudmu untuk mencari Ouw-pak-sam-sat, sekarang ini Pui Tao Lo-cianpwee sudah berada di hadapanmu. Lihat, apakah yang kalian bisa berbuat terhadap ia? Kini tuan
206
besarmu telah menghadang di tempat yang tinggi, di kedua kantongnya juga ada penuh dengan senjata pasir beracun yang khusus untuk menunggu kedatanganmu. Sekalipun kalian mempunyai tiga kepala dan enam tangan, juga susah akan dapat keluar dengan keadaan hidup. Lebih baik serahkan saja jiwa kalian, supaya tuan besarmu tidak usah turun tangan sendiri.”
Mendengar perkataan Phoa Cay, Kim Tan baru tahu bahwa orang kate besar kepala itu adalah musuh yang membunuh orang tuanya, salah satu dari tiga momok Ouw-pak-sam-sat. Ma Beng dengan diam-diam melihat keadaan di sekitarnya, ia agak cemas perasaannya, karena begitu turun tangan, empat orang itu jangan harap bisa terlolos dari kematian.
Kim Tan yang saat itu sedang panas hatinya melihat musuh besarnya berada di depan matanya, maka sudah tidak menghiraukan jiwanya sendiri, dengan diam-diam ia kerahkan tenaga dalamnya, siap sedia untuk melakukan tindakan seperti apa yang pernah dilakukan di bukit Kun-san untuk menaklukkan lawannya. Ia hendak menggunakan ilmu „Tay-it-sin-kang” untuk menahan serangannya pasir beracun yang dilancarkan dari atas, soal lainnya diserahkan kepada ketiga kawannya.
Baru saja ia empos semangatnya dan hendak sampaikan maksudnya itu kepada Cu Ling Cie atau dengan tiba-tiba terdengar suara jeritan ngeri. Dari atas berkelebat satu bayangan besar, menyusul mana tubuhnya Phoa Cay telah terjungkal dari atas bukit dan meluncur ke lembah yang sempit
207
itu. Pui Tao itu waktu seperti terkena serangan musuh, mengeluarkan teriakan hebat, kemudian tidak kelihatan lagi.
He Kau Chun yang sudah sangat gemas kepada Phoa Cay, melihat ia terjatuh dari atas bukit, tidak ayal lagi lalu buru-buru lompat maju. Dengan senjatanya yang berat itu ia telah menyabet tubuh Phoa Cay, hingga tidak ampun lagi, orang paling ganas dari golongan Pek-kut-kauw itu seketika itu juga lantas melayang jiwanya.
Kim Tan maju memburu untuk melihat apa yang telah terjadi. Ia lihat mata sebelah kanan Phoa Cay telah bolong, sehingga mengeluarkan banyak darah. Melihat keadaan ini, ia lalu mengerti duduknya hal. Sebentar kemudian, seekor burung rajawali besar telah terbang turun menghampiri Cu Ling Cie dan hinggap di pundaknya.
Cu Ling Cie lantas mendusin, sambil tertawa ia mengelus-elus bulunya burung itu, lalu menanya: „Burung yang baik, apakah kau tadi yang mematok matanya si penjahat itu?”
Burung rajawali itu meski tidak bisa berbicara, tapi lantas angkat lehernya dan manggut-manggut.
Ma Beng melihat kecerdikannya burung itu tidak habisnya ia memuji. „Tidak disangka bahwa burung ini telah melakukan perbuatan menyingkirkan seorang penjahat, sehingga sebagai orang yang pertama yang mendapatkan pahala,” demikian katanya. „Phoa Cay sungguh sangat jahat, Kim Tan Hian-tit sudah tiga kali memberi ampun padanya, tapi sebaliknya ia
208
hendak membokong kita secara tidak hormat dan rendah sekali, dan tokh akhirnya mati di tangannya He Kau Chun. Tuhan Allah sungguh-sungguh adil.
„Hanya, orang ini biasanya sangat disayang oleh Pek-kut-sin-kun. Dengan kematiannya, permusuhan kedua pihak mungkin akan bertambah dalam. Seorang yang adatnya gampang marah seperti Pek-kut-sin-kun, tidak nanti akan gampang-gampang membikin habis perkara ini. Pulangnya nona Han Ing untuk membujuk ayah angkatnya kali ini, sudah tentu tidak akan mendapatkan hasil yang memuaskan. Kita sekarang sudah berada di tempat yang penting, ancaman bisa datang di setiap saat, maka baiklah semua orang berwaspada.”
Terhadap kematiannya Phoa Cay, Kim Tan merasa sayang juga dengan kepandaiannya, karena dalam kalangan Kang-ouw, orang yang mempunyai kepandaian serupa ia, sungguh jarang jumlahnya. Sayang karena tersesat pikirannya, telah menemukan ajalnya secara sangat kecewa.
Ingat lagi dirinya Han Ing, ia kembali merasa kuatir. Ia berjalan sambil berpikir, tidak terasa sudah melewati jalanan yang sempit dan panjang itu, di depan matanya tiba-tiba terlihat beberapa buah rumah yang tinggi besar, yang dibangun di lereng-lereng gunung, rumah-rumah itu bangunannya sangat indah. Mereka tahu bahwa gedung di lereng gunung itu mestinya ada sarangnya Pek-kut-kauw, hatinya agak bercekat, lalu hentikan tindakannya, untuk memandang keadaan sekitarnya.
209
Burung rajawali yang tadinya berdiri di pundaknya Cu Ling Cie, saat itu mendadak terbang tinggi, berbareng dengan itu, pintu gedung itu lalu keluar beberapa orang. Orang yang berjalan di tengah-tengah ada berpakaian imam, rambutnya putih, tapi wajahnya merah, usianya kira-kira baru setengah abad.
Melihat dandanannya, terang sudah ia adalah Pek-kut-sin-kun. Orang-orang gagah yang berjalan di belakangnya, yang Kim Tan kenali hanya Go Beng dan Touw Thing Hwie yang ia sudah kenal di Kun-san.
Ma Beng yang lebih lama merantau di kalangan Kang-ouw, ia kenali itu orang pendek gemuk yang berdiri di sebelah kanannya Pek-kut-sin-kun adalah satu-satunya dari empat malaikat maut yang masih hidup: Tai-lik-sin-mo Co Chiang Hua. Orang yang berdiri di sebelah kiri, berbaju panjang berwarna kuning adalah musuhnya Kim Tan dan Cu Ling Cie, orang yang pernah mencelakakan ayah bunda mereka Pui Tiauw, salah satu dari Ouw-pak-sam-sat.
Dulu di Liok-phoa-san ketika bertanding ilmu silat dengan ibunya Cu Ling Cie pernah dipapas daun telinganya, maka mudah dikenal, dan yang satu lagi, sudah tentu Pui Lip, tapi Pui Tao yang barusan muncul bersama Phoa Cay di atas bukit, ternyata tidak kelihatan mata hidungnya.
Pek-kut-sin-kun menyambut kedatangan mereka sejauh lima-enam tumbak dari gedungnya, lantas berhenti bertindak, dengan mengurut-urut jenggotnya ia tertawa bergelak-gelak dan berkata: ,Ma Tay-hiap, aku yang rendah Pek Cu Lam sudah lama
210
mendengar namamu yang besar. Hari ini kita telah bertemu, tapi harap suka maafkan aku yang datang menyambut agak terlambat. Barusan aku telah menerima laporan, muridku yang kedua, Phoa Cay telah mendapat kecelakaan di lembah. Aku ingin tanya, perbuatan siapakah sebetulnya. Harap suka memberi penjelasan.”
Pek-kut-sin-kun ini meski nada pembicaraannya merendah, tapi air mukanya dingin, hingga keadaan berubah menjadi tegang.
Tempat berdiri antara kedua pihak itu waktu hanya sejarak tiga tumbak. Kim Tan melihat wajah dan gerakannya Pek-kut-sin-kun, terang sekali ada seorang yang berilmu tinggi, sehingga menimbulkan rasa hormat. Sayang karena ingin menjagoi dalam dunia persilatan, sehingga kena diperalat oleh orang-orang jahat dari golongan Liok-lim.
Ma Beng mendengar disebutnya perihal kematiannya Phoa Cay, selagi hendak menjawab, mendadak sudah didahului oleh si sembreno He Kau Chun.
Dengan menenteng ruyung kuningannya yang berat, sambil tertawa ha, ha, hi, hi, He Kau Chun berkata: „Itu anak nakal, kiranya adalah muridmu, dia siang-siang sudah kuhajar dengan ruyungku ini sehingga binasa.”
Pek-kut-sin-kun tidak kenal adatnya He Kau Chun, mengira dipermainkan olehnya, sudah tentu tidak dapat menahan amarahnya. Dengan mata mendelik dan bersorot tajam, ia mengeluarkan suara dihidung lalu berkata: „Anak yang besar
211
nyalinya.” sehabis berkata, ia kebutkan tangan bajunya yang panjang dan gerombongan, satu samberan angin yang hebat sehingga meresap sampai ditulang telah menyerang secara hebat.
Untung He Kau Chun sudah tahu gelagat. Ia ingat pesan gurunya tempo hari yang pernah mengatakan, meski badannya kebal senjata tajam, tapi bila ketemu dengan pukulan dalam yang kelihatannya lemah tapi keras, lebih baik menyingkir, tidak boleh dilawan dengan kekerasan, maka begitu dirasakan ada samberan angin, buru-buru mencelat mundur, untuk menghindarkan tekanan dari serangan yang hebat itu.
Kim Tan dan Cu Ling Cie sudah pernah dengar Han Ing, bahwa ayah angkatnya ilmu silatnya sudah sampai di puncak kemahirannya, dalam jarak dua-tiga tumbak, dengan satu kebutan saja dapat melukakan orang, maka sedari tadi sudah siap sedia. Kasihan si sembrono yang tidak tahu gelagat itu, meski sudah berdaya untuk menghindarkan serangan itu, namun masih tidak berdaya, seolah-olah seperti layangan putus, tubuhnya melayang ke udara hendak menumbuk batu besar.
Kim Tan dan Cu Ling Cie juga merasakan hebatnya samberan angin itu, buru-buru mengerahkan ilmunya Tay-it-sin-kang dan Pan-yok-sin-kang, sekalian untuk melindungi Ma Beng, sehingga dapat bertahan. Tapi ketika melihat He Kau Chun terpental dan menghadapi bahaya maut, sebaliknya sendiri tidak dapat menolong, sehingga perasaannya sangat gelisah.
212
He Kau Chun meski sudah tahu liehay, tapi apa mau tidak dapat kendalikan dirinya. Hanya satu tumbak saja dekatnya dengan batu tembok besar, tiba-tiba dirasakan satu dorongan yang kuat mencegah tertumbuknya badannya dengan batu besar itu, bahkan tenaga dorongan itu mendorong kembali ke tempat semula.
Dengan masih menggenggam ruyung di tangannya, He Kau Chun berdiri lagi di tempat semula, seperti belum pernah terjadi apa-apa.
Hal ini membuat si sembrono terheran-heran, tapi juga merasa senang, dengan menghadapi Pek-kut-sin-kun ia tertawa ha, ha, hi, hi.
Perbuatan He Kau Chun ini, kembali membuat Pek-kut-sin-kun sangat murka, dengan mengebutkan jubahnya, ia sebetulnya ingin menyerang mereka berempat, tapi akhirnya hanya He Kau Chun seorang yang terpental, tiga yang lainnya tetap berdiri tegak. Mau tidak mau, Pek-kut-sin-kun merasa heran juga. Kepandaian anak muda ini, betul-betul di luar dugaannya, tidak heran kalau orang-orangnya telah dijatuhkan di Kun-san.
Tapi yang lebih-lebih mengherankan ialah He Kau Chun yang terpental terbang di udara, mendadak bisa tertolak kembali dengan secara luar biasa. Hal ini sungguh jarang terjadi, maka sekalipun ia sendiri tinggi ilmu silatnya, menghadapi hal demikian, mau tidak mau bercekat juga hatinya. Ia lalu lompat melesat setinggi tiga-empat tumbak dan sejauh lima-enam tumbak ke arah di mana tadi He Kau Chun terlempar.
213
Kira-kira sejarak satu tumbak dari batu besar itu, Pek-kut-sin-kun kembali mengebutkan jubahnya, kali ini lebih hebat serangannya, sehingga tanah, batu atau pohon yang menghadang di depannya disapu bersih. Tubuhnya baru saja menginjak tanah, ia lantas berseru: „Orang berilmu tinggi dari mana telah mengunjungi Ay-lie-san, aku Pek Cu Lam menunggu di sini, harap suka perlihatkan dirimu.”
Tapi, bukan saja orangnya, bayangannya pun tidak kelihatan. Hal ini bukan saja Pek-kut-sin-kun, bah¬kan Kim Tan dan kawan-kawannya pun merasa heran.
Pek-kut-sin-kun tidak bisa ketemukan orang yang tidak mau memperlihatkan diri itu, air mukanya merah padam, dan lantas balik kembali. Ma Beng lihat tindak tanduknya Sin-kun yang terlalu agulkan ilmu tingginya, begitu turun tangan segera hendak mencari korban, merasa agak mendongkol, hingga akan memberi hajaran dengan perkataan. Dengan separoh menyindir ia berkata:
„Sin-kun sungguh hebat kepandaianmu. Lihat caranya kau turun tangan tadi, tidak kecewa disebut orang kosen nomor satu di dunia persilatan. Aku Ma Beng mendapat kesempatan menemui kau, sungguh ada harganya. Cuma saja, oleh karena sedikit kesalahan paham, dahulu di bukit Kun-san pernah kebentrok dengan orang-orangmu.
„Kim Tan Su-tit dan Cu Ling Cie Su-tit, karena dengan keluarga Pui tiga saudara yang sekarang bernaung di bawah benderamu, ada mempunyai permusuhan hebat karena dendaman sakit hati
214
terhadap pembunuhan ayah bunda mereka, hingga kini belum dibereskan. Baru ada perjanjian dengan Go Kau-cu, dalam tiga bulan akan bertemu di sini. Siapa nyana barusan ketika kita berjalan memasuki selat lembah yang sempit itu murid kesayanganmu Phoa Cay bersama Pui Tao menghadang di atas gunung dengan menggelindingkan batu besar, malahan kemudian hendak membokong dengan senjatanya pasir beracun.
„Ma Beng berempat, karena berada di tempat yang sangat berbahaya, selagi tidak berdaya sama sekali, tidak tahu orang berilmu tinggi dari mana, telah memberi pertolongan, telah menaklukkan Phoa Kau-cu dan membikin kabur Pui Kau-cu. Kawanku He Kau Chun ini, adatnya ada sangat polos dan jujur, karena terluka oleh batu yang digelindingkan oleh Phoa Kau-cu, hatinya panas dan turun tangan terhadap ia. Setelah aku mengetahui dan hendak mencegah, tapi ternyata sudah terlambat.
„Kita yang semula berjanji hendak bertemu disini, siapa kira bahwa pertemuan belum terlaksana, tapi sudah melukai orang. Berbicara hal ini, aku sungguh-sungguh sangat menyesal. Jika Sin-kun hendak memberi tegoran, kusilahkan supaya katakan saja terus terang aku Ma Beng sudah tentu akan menerimanya dengan hati rela.”
Pek-kut-sin-kun yang sifatnya pendiam dan banyak akal, sebetulnya tidak gampang-gampang turun tangan. Disebabkan Phoa Cay yang kembali dari Kun-san, telah mengadu biru, dan mengatakan bagaimana Kim Tan, Cu Ling Cie sangat sombong
215
dan tidak pandang mata kepada orang-orang Pek-kut-kauw, sehingga membuat Pek-kut-sin-kun-sangat murka. Barusan telah dengar orang sebawahannya yang melaporkan bahwa Phoa Cay binasa di selat lembah, karena kecintaannya kepada muridnya yang tersayang itu, sekejap perasaan sedih dan mendongkol tercampur aduk menjadi satu, sehingga kecerdasannya buyar sama sekali dan berlaku agak sembrono.
Kini setelah mendengar keterangan Ma Beng, perasaannya kembali menjadi terang, dan setelah di-pikir-pikir, orang yang kepandaiannya sudah seperti Phoa Cay, bagaimana bisa dengan mudah terbinasa di tangannya anak muda yang begini tolol? Ditambah lagi kejadian barusan, ia tahu ada lain orang yang lebih tinggi ilmu silatnya memberi bantuan secara sembunyi. Apalagi kedatangan tetamu ini adalah atas undangannya, mana boleh dibokong sebelum membuat pertemuan dengan tuan rumah?
Perbuatan serupa ini, bukan saja melanggar peraturan dunia persilatan, bahkan sangat memalukan. Jika hal ini tersiar di luaran, bukankah akan membikin tertawaan orang? Kasihan karena sendirinya kurang berpikir sehingga kena diperalat orang lain, dan begitu bertemu sudah hendak mencari korban.
Kini setelah dicela habis-habisan oleh Ma Beng sepatah katapun tidak bisa menjawab, bahkan merasa sangat malu. Seketika itu mukanya berubah, dan menoleh kepada Ouw-pak-sam-sat; „Pui-heng, dimana Sam-teemu (adik lelaki ketiga) sekarang?”
216
Pui Lip dan Pui Tiauw ditegor secara mendadak oleh Pek-kut-sin-kun, air mukanya pucat seketika. Jika dingat bahwa Ma Beng berempat yang berani memasuki goa macan ini, seolah-olah hendak mengantarkan jiwanya dengan cuma-cuma. Adiknya Pui Tao dengan melakukan pembokongan di tengah jalan, agaknya sangat keterlaluan, maka seketika itu tidak dapat menjawab.
Pek-kut-sin-kun melihat mereka tidak bisa menjawab, dengan mengeluarkan suara dihidung, menoleh kepada Ma Beng dengan wajah berseri-seri dan memberi hormat sambil mengangkat tangan seraya berkata:
„Pek Cu Lam tidak mampu mendidik orang sebawahannya, sehingga menimbulkan buah tertawaan orang. Muridku tidak mematuhi peraturan dunia persilatan, dia menanam dan memetik buahnya sendiri, kematian saja masih belum cukup untuk menebus dosanya. Saudara-saudara harap suka maafkan keteledoranku, agar tidak terlalu mencela, sekarang marilah kita minum teh di ruangan tamu.”
Ma Beng tadi sebetulnya merasa, kurang senang terhadap sikapnya Pek-kut-sin-kun yang sangat sombong. Kini setelah melihat ia berani menerima kesalahannya dihadapan orang banyak, tidak kecewa ia menjadi kepala dari satu cabang partai persilatan. Setelah saling merendah sebentar, lalu bersama Kim Tan, Cu Ling Cie dan He Kau Chun mengikuti Pek-kut-sin-kun memasuki kamar tetamu.
Kim Tan saat itu hanya memikirkan dirinya Han Ing. Semula ia berpikir Han Ing kurang enak turut menyambut bersama-sama
217
orang banyak, tapi setelah tiba di ruangan tetamu, masih juga belum kelihatan bayangannya, hatinya agak bercekat. Tapi ada kurang pantas untuk menanyakan kepada Pek-kut-sin-kun, sehingga merasa gelisah sendiri.
Pek-kut-sin-kun setelah menyilahkan para tetamunya berduduk dan minum teh, lalu berkata kepada Ma Beng: „Ma Tay-hiap, kita orang-orang kasar ini suka berterus terang, kalian berempat tidak gampang sampai di sini. Hari ini sebetulnya aku hendak menemani kalian memain berapa jurus, tapi karena hari sudah malam dan kalian yang habis melakukan perjalanan sangat jauh, mestinya juga sudah lelah, maka biarlah mengaso dulu satu malam di kamar tetamu. Besok tengah hari, aku Pek Cu Lam tentu akan menjamu kalian, itu waktu bukan saja hendak membereskan perselesaian kalian bersama persaudaraan Pui, malahan aku hendak menghukum orang-orangku yang melanggar peraturan partai.”
Sehabis berkata, ia lalu perintah orang-orangnya mengantar tetamu-tetamunya ke kamar yang sudah disediakan untuk mereka bermalam.
Setelah makan malam, mereka berempat siang-siang sudah masuk tidur, karena besok pagi hendak melakukan pertarungan hebat. Hanya Kim Tan seorang yang tidak dapat tidur pulas, karena memikirkan nasibnya Han Ing, yang sejak tadi belum menampakkan dirinya. Ia menduga tindakan Han Ing untuk membujuk ayah angkatnya tentunya menemukan kegagalan.
218
Memikir hal ini, hatinya bertambah gelisah, sehingga semalaman tidak dapat tidur. Setelah hampir pagi, ia baru bersemedi untuk memulihkan tenaganya dan ketenteraman hatinya, agar bisa menghadapi musuh-musuhnya.
Esok paginya, setelah bangun tidur dan sarapan pagi, dari pihak tuan rumah masih belum ada tanda-tanda untuk mengundang mereka berkumpul. Setelah lewat tengah hari, Pek-kut-sin-kun baru perintahkan orangnya mengundang mereka makan minum di ruangan makan. Orang-orang penting dari Pek-kut-kauw, kecuali Han Ing dan Pui Tao, hampir semuanya turut hadir.
Tengah perjamuan, Ma Beng berdiri sambil angkat tangannya. Selagi hendak angkat bicara, telah didahului oleh Pek-kut-sin-kun. Sambil tertawa Pek-kut-sin-kun berkata: „Ma Tay-hiap, urusan kita berdua sebentar lagi kita bicarakan, tunggu setelah aku membereskan urusan dalam rumah tangga sendiri.”
Sehabis bicara, matanya memandang ke sekitarnya, para hadirin segera diam semua, tidak ada yang membuka suara.
Dengan wajah yang sungguh-sungguh, sehingga kelihatannya sangat keren, Pek-kut-sin-kun dari dalam jubahnya mengeluarkan tanda perintah yang berupa bambu dicat warna merah, dengan keren ia berkata: „Kauw-yu Hun Kau-cu (ketua dari cabang Kauw-yu) Go Beng, dengar perintah.”
Baru habis diucapkan, Go Beng sudah berdiri dari tempat duduknya dengan sangat hormat sekali menantikan titah lebih lanjut.
219
Pek-kut-sin-kun memandang ia sebentar, lalu mengeluarkan titahnya: „Pelindung undang-undang dari partai kita Pui Tao, Pek-kut-sin-im Kau-cu Phoa Cay, belum menerima titah, telah secara lancang melakukan perbuatan yang tidak sopan, dan berani melakukan pembokongan terhadap tetamu Ay-lie-san. Perbuatan ini bukan saja melanggar peraturan dunia persilatan, juga satu perbuatan yang sangat rendah. Jika tidak diberi ajaran, bagaimana bisa menjaga nama baik Pek-kut-kauw di kemudian hari?
„Phoa Cay sudah binasa, tidak perlu dibicarakan lagi, sekarang tinggal Pui Tao. Baiklah perintahkan semua cabang-cabang Pek-kut-kauw. Siapa saja yang bertemu dengan Pui Tao, segera suruh dia menghadap ke pusat Pek-kut-kauw. Siapa yang tidak turut perintah, akan dianggap penghianat Pek-kut-kauw, dan hukumannya ialah mati!”
Go Beng setelah menerima perintah, lalu mengundurkan diri.
Pui Lip dan Pui Tiauw yang mendengar perintah itu, hatinya sangat sedih.
Terdengar Pek-kut-sin-kun mengeluarkan perintah yang kedua: „Giok-tek-hwie-sian Han Ing ada di mana?”
Mendengar disebutnya nama itu, seluruh hadirin merasa kaget. Kim Tan dan Cu Ling Cie menunjukkan roman yang sangat tegang, karena Pek-kut-sin-kun tadi pernah mengatakan, hendak membereskan urusan dalam rumah tangganya dulu.
220
Sekarang ternyata ia perintahkan Han Ing keluar, sudah tentu dianggap sebagai murid yang melanggar undang-undang atau penghianat. Dengan perasaan tidak keruan, Kim Tan dan Cu Ling Cie matanya memandang ke arah Pek-kut-sin-kun dengan tidak berkesip.
Sebentar kemudian, Giok-tek-hwie-sian melangkah masuk ke ruangan. Ia masih berdandan pakaian lelaki, dengan baju berwarna hijau, dandanannya seperti anak sekolah.
Kim Tan memandang ia sejenak, kelihatannya ia agak sayu. Hanya berapa hari tidak ketemu, wajahnya kelihatannya banyak berubah. Beda sekali dengan keadaan biasanya yang sangat bersemangat dan segar.
Han Ing melihat Kim Tan dan Cu Ling Cie, agaknya terbangun semangatnya, ia memandang dengan tertawa getir. Dengan tindakan tetap ia menghampiri meja Pek-kut-sin-kun, dan berdiri di samping dengan kedua tangannya diturunkan, untuk menantikan titah.
Pada saat itu, semua tetamu yang ada di ruangan makan mendadak merasa tegang. Kim Tan dan Cu Ling Cie matanya memandang Pek-kut-sin-kun dengan tajam. Tapi cuma kelihatan sinar matanya dan wajahnya yang dingin dan sebentar-sebentar berubah, sejenak kemudian, matanya berkelebat, wajahnya menunjukkan rasa cinta dan gemas yang saling bertentangan. Dengan perlahan ia berkata kepada Han Ing:
221
„Kau adalah anak piatu yang ditinggalkan di gunung yang sepi, dan aku bawa pulang serta rawat sehingga dewasa. Dalam waktu duapuluh tahun ini, dengan susah payah aku besarkan kau dan didik kau sehingga sempurna kepandaianmu ilmu surat dan ilmu silat. Tidak dinyana kau telah tidak mengingat budi yang membesarkan padamu. Kau telah bersekongkol dengan musuh, dan menghianati partainya sendiri.
„Menurut undang-undang perkumpulan kita, kau seharusnya dihukum mati. Tapi oleh karena kau adalah orang yang dibesarkan olehku sendiri. Meskipun hanya anak piatu, namun perhubungan dan kecintaan seperti darah dan dagingku sendiri, maka aku tidak tega turun tangan sendiri untuk menghukum kau. Aku harap kau dihadapan Ma Beng dan Kim Tan berempat untuk mengambil keputusan sendiri.”
Sehabis berkata, ia melihat ke arah lain, seolah-olah tidak tega anak yang dibesarkan olehnya menamatkan riwayatnya dihadapannya sendiri. Kim Tan merasa sangat gelisah, dan sudah siap sedia untuk melakukan sesuatu guna memberi pertolongan.
Sebaliknya dengan Giok-tek-hwie-sian, itu waktu malahan tenan.g. Ia tunjukkan tertawanya yang getir, serta berlinang air mata, dengan suara lemah ia berkata:
„Anakmu yang berdosa, sudah seharusnya mendapat bagian kematian, akan tetapi anak sekali-kali tidak pernah bersekongkol dengan musuh dan menghianati perkumpulan sendiri. Harap ayah sabar sedikit, anak hendak menunda waktu kematian anak
222
sejenak. Setelah habis perkataan anak ini, segera akan habiskan jiwa anak sendiri.
„Anak telah menerima titah untuk meninjau ke pelbagai cabang, dan dapat melihat ada beberapa anak murid kita yang tidak beres. Mereka dengan menggunakan nama perkumpulan kita sebagai kedok, telah melakukan rupa-rupa kejahatan. Ji-su-heng orangnya juga tidak baik, ia telah mengelabui ayah......”
Bicara sampai disini, Pek-kut-sin-kun wajahnya muram, memotong pembicaraannya, dan membentak:
„Budak yang licin, Phoa Cay sudah mati, tidak ada saksinya yang hidup, lantas kau berkata sembarangan, di hadapan banyak tetamu, kau telah mencemarkan nama baik perkumpulan kita, dengan begini apakah bukannya menghianati perkumpulan sendiri dan menghina guru? Aku tidak nyana kau yang kudidik selama duapuluh tahun, hasilnya adalah begini, budak hina. Kau masih ada pesan apa-apa lekas kau katakan.”
Pek-kut-sin-kun biasanya sangat sayang terhadap anak angkatnya ini, tapi kini perasaan cinta dan sayang itu sekali berubah menjadi perasaan benci, sudah tentu rasa benci itu sampai pada puncaknya. Ia lantas mengangkat tangan kanannya, dengan diayunkan ke udara, menyerang dengan kekuatan sembilanpuluh bagian tenaganya, sehingga satu samberan angin yang hebat, telah meluncur ke arah dadanya Han Ing.
223
Meski Han Ing tahu bahwa serangan ini akan menamatkan riwajat hidupnya, namun untuk menunaikan hormat baktinya terhadap orang tua, telah bertekad untuk mati. Terhadap serangan dahsyat ayahnya itu, sedikitpun tidak berkisar dari tempat berdirinya, malahan meramkan matanya menunggu kematiannya.
Kim Tan, Cu Ling Cie, sejak mendengar putusan Pek-kut-sin-kun yang perintahkan Han Ing bunuh diri di hadapan umum, dari tadi sudah bersedia untuk memberikan pertolongan. Maka ketika Pek-kut-sin-kun melancarkan serangan, Kim Tan dengan ilmu Tay-it-sin-kang dan Cu Ling Cie dengan Pan-yok-sin-kang kedua-duanya dikerahkan berbareng.
Tapi, ilmu silat itu sungguh susah dijajaki, ada kalanya dapat menghasilkan apa yang kita ingin secara menakjubkan, tapi ada kalanya agaknya membuat orang tidak habis mengerti. Ketika pertempuran di Kun-san, Kim Tan dengan ilmunya Tay-it-sin-kang, seorang diri telah dapat menaklukkan kedua murid kepalanya Pek-kut-sin-kun yang menggunakan ilmu Im-hong-ciang.
Sebaliknya kini dengan kekuatan dua orang, malahan dari samping memotong pukulannya Im-hong-ciang dari Pek-kut-sin-kun, dan tokh masih kalah setingkat, hanya dapat mengelakkan tujuh bagian serangannya Pek-kut-sin-kun. Sisa kekuatan yang dahsyat ini telah mengenakan tubuh Han Ing, sehingga melesat mumbul kira-kira tujuh-delapan tindak, kemudian jatuh di tanah dan dari mulutnya mengeluarkan darah segar. Kim Tan dan Cu
224
Ling Cie yang melihat keadaan demikian, hatinya tambah gelisah.
Ma Beng mendekati untuk memeriksa, ternyata lukanya sangat parah. Kembang terate yang tumbuh di air butek ini, dalam sekejapan segera akan menjadi layu. Ma Beng karena sangat gelisah, menjadi gugup, sehingga tidak tahu apa yang harus dibuat.
Kim Tan dan Cu Ling Cie segera memburu. Cu Ling Cie dengan bercucuran air mata, pondong tubuhnya Han Ing, dengan pelahan ia memanggil: „Encie Han, bagaimana keadaanmu.”
Han Ing memandang padanya sambil tertawa getir, tapi tidak berkata apa-apa.
Dalam gugupnya Kim Tan buru-buru mengambil pil obat dari Ngo-bie-san yang mujarab itu, lantas dimasukan dalam mulut Han Ing. Setelah makan obat mujarab itu, wajahnya Han Ing yang tadinya sangat menderita, kini agak kurangan, darahnya juga berhenti mengalir. Kim Tan mengambil sapu tangan untuk menyusut darah di mulutnya.
Han Ing dari wajahnya memperlihatkan rasa hatinya yang sangat pedih, memandang Kim Tan dengan senyuman getir, seolah-olah ada banyak perkataan yang hendak diucapkan, tapi tidak sanggup mengeluarkan dari mulutnya. Menyaksikan keadaan yang menyedihkan ini, Kim Tan merasa hancur hatinya, hampir mengeluarkan air mata.
225
Pek-kut-sin-kun wajahnya dingin seperti es berdiri di samping. Dengan suara dingin ia berkata: „Budak hina yang tidak tahu malu. Apakah selagi mendekati ajalnya masih ingin minta dikasihani orang, membikin malu Pek-kut-kauw saja!”
Mendengar ini, Kim Tan segera lompat berdiri, menghadapi Pek-kut-sin-kun dengan mengangkat tangan ia berkata: „Sin-kun adalah kepala dari satu perkumpulan, tidak seharusnya begitu enteng tangan. Giok-tek-hwie-sian, nona Han Ing ini, kelakuannya baik, apa yang Sin-kun katakan bahwa ia menghina guru berkhianat kepada perkumpulan ini agak membikin orang merasa kecewa. Apalagi perkumpulan terlalu sembarangan menerima murid, sudah tentu antara yang baik dan jahat bercampur baur. Muridmu Phoa Cay, memang benar-benar banyak akalnya keji, sifatnya seperti binatang. Apa yang dikatakan oleh Giok-tek-hwie-sian, semuanya benar......”
Belum habis ia berkata, Pek-kut-sin-kun sudah menjadi tidak sabaran, dengan suara keras ia membentak: „Anak kecil kau jangan sembarangan buka mulut. Perkumpulan dengan mentaati peraturan kita hendak membersihkan urusan rumah tangga sendiri, apakah boleh orang luar turut campur tangan. Sekarang tidak perlu disebut hal yang lain-lainnya, dalam pertempuran di Kun-san tempo hari, siapakah yang membunuh Hang-liong-lo-han, lekas keluar ketemui aku.”
Cu Ling Cie selagi hendak melepaskan Han Ing dan berdiri, telah ditahan oleh Kim Tan dan ia sendiri yang maju dan memberi hormat lagi kepada Pek-kut-sin-kun seraya berkata: „Harap Kau-cu jangan marah dulu, dengarlah perkataanku dulu.
226
Hang-liong-lo-han Liauw Ceng lima tahun yang lalu, di atas gunung Liok-phoa-san bersama-sama Ouw-pak-sam-sat telah membunuh ayah bunda Cu Ling Cie Sumoy. Permusuhan ini tidak mudah dihabiskan. Dalam pertempuran di Kun-san, Liauw Ceng telah binasa di bawah pedangnya Cu Ling Cie Sumoy, itu hanya sekedar untuk membayar hutang lama, rekening ini tidak dapat digabungkan dengan urusan Pek-kut-kauw.”
Baru saja habis berkata, Pek-kut-sin-kun sudah lakukan serangannya dengan mengebutkan jubah tangannya, sehingga mengeluarkan samberan angin yang hebat, menerjang ke arah Kim Tan.
Kim Tan sudah tahu liehaynya serangan orang, tidak berani menangkis dengan kekerasan. Ia lantas miringkan tubuhnya, dan dengan membalikkan tangannya ia membalas menyerang. Dua kekuatan tenaga dalam, untuk kedua kalinya beradu, dengan mengeluarkan suara benturan hebat yang luar biasa, kedua-duanya menarik kembali serangannya. Sekalipun Pek-kut-sin-kun sudah sampai di puncak kemahiran tenaga dalamnya, tidak urung tergoncang juga tubuhnya, dan Kim Tan terpental mundur kira-kira enam tindak, baru bisa berdiri tegak.
Cu Ling Cie juga merasakan hebatnya tenaga dalamnya Pek-kut-sin-kun. Dengan kekuatan Kim Tan seorang, barang kali tidak dapat menandingi, lalu berkata pada Ma Beng: „Empe Ma, tolong jaga baik-baik Enci Han ini, tunggu aku hendak membantu engko Tan.” Sehabis berkata, lantas menghunus pedangnya dan menikam ke arah dadanya Pek-kut-sin-kun.
227
Dengan mengandal ilmu silatnya yang tinggi dan tenaga dalamnya yang kuat, ia tidak pandang mata sama sekali kekuatan dua anak muda ini, dengan tertawa dingin ia berkata: „Budak hina, apakah kau cari mampus?”
Kim Tan kuatirkan Cu Ling Cie karena hendak umbar marahnya, lalu lengah terhadap penjagaan dirinya. Menghadapi orang yang licik dan banyak akal seperti Pek-kut-sin-kun ini jika sedikit lengah saja, akan membawa akibat yang hebat, maka ia segera melompat untuk menghalau di tengah, berkata kepada Pek-kut-sin-kun:
„Kau-cu perlu apa begitu marah besar, aku yang rendah tidak ada permusuhan apa-apa dengan Pek-kut-kauw. Perkataan Giok-tek-hwie-sian barusan, memang sebenarnya ia sendiri sebetulnya merupakan bunga teratai di air kotor, seorang wanita yang berkelakuan baik. Kau jangan memutar balik antara yang baik dan yang jahat, sehingga mengecewakan orang yang baik.
„Kedatanganku kali ini sebetulnya hendak menagih hutang kepada Ouw-pak-sam-sat. Aku sekarang hanya ingin supaya Pui Lip dan Pui Tiauw suka temani aku main-main beberapa jurus. Hutang jiwa harus dibayar jiwa, jika tidak beruntung aku tergelincir di bawah tangannya, mati juga tidak akan menyesal.”
Perkataan Kim Tan ini, diucapkan dengan suara halus dan sikap yang sopan santun sehingga Pek-kut-sin-kun yang mendengari tidak bisa menjawab sepatah katapun juga.
228
Pui Lip dan Pui Tiauw yang dengar namanya disebut dan ditantang secara terang-terangan, mengingat adiknya telah melanggar hukum karena Kim Tan juga, maka seketika itu hatinya merasa sangat panas, dengan membentak keras, mereka lalu maju ke depan Pek-kut-sin-kun dan berkata kepadanya:
„Ini kawanan yang tidak ada nama, mana pantas bertanding dengan Kau-cu, serahkan kepada kita berdua. Biarlah kita nanti yang membereskan, supaya mereka bisa mati dengan mata meram dan segera dapat menemui ayah bundanya yang ada di akherat.”
Kim Tan mendengar perkataannya yang sangat sombong ini, hatinya panas dengan tertawa dingin ia berkata: „Iblis tua jangan kamu omong besar. Agar kalian bisa mati dengan mata meram, baiklah aku nanti akan lawan kalian dengan tangan kosong, tidak menggunakan senjata tajam. Dengan sepasang tanganku ini, aku akan antar kalian ke akherat.”
Ouw-pak-sam-sat ada orang-orang yang ada nama di kalangan Kang-ouw, mana pernah dihina demikian rupa? Dengan satu bentakan mereka lalu maju menyerang.
Kim Tan meski menghadapi musuh kuat, tapi masih tetap tenang, lihat saja pun tidak, dengan diam-diam ia kerahkan ilmunya Tay-it-sin-kang. Kasihan Pui Lip, karena ingin buru-buru merebut kemenangan, sehingga tidak berjaga-jaga.
229
Dan setelah mendapat tahu Kim Tan tidak berkelit atau menangkis, baru merasakan gelagat kurang baik. Ia segera hendak tarik kembali serangannya, tapi sudah terlambat, sehingga tangannya yang sedang menyerang seolah-olah terbentur dengan kekuatan yang sangat kuat, dan ia terpental mundur kira-kira tujuh-delapan tindak jauhnya.
Pui Tiauw yang menyaksikan kakaknya segera akan mengalami kekalahan, lalu tidak perdulikan lagi peraturan Kang-ouw, segera melompat keluar untuk membokong, dari belakang melakukan serangan.
Kim Tan sedang pusatkan pikirannya untuk menghadapi Pui Lip, mendadak merasakan desiran angin, dengan kekuatan yang hebat menyerang padanya dari belakang. Dengan cepat ia mengelak sambil miringkan tubuhnya, melesat satu tumbak jauhnya.
Cu Ling Cie sangat murka dengan mata melotot, ia membentak: „Dengan menggelap melakukan serangan, apakah itu perbuatannya orang gagah? Percuma saja kau menjadi orang ternama di kalangan Kang-ouw.” Sehabis berkata, lalu memutar tangannya, menyerang Pui Tiauw dari kanan dan kiri, untuk mengarah tempat kematiannya Pui Tiauw.
Pui Tiauw yang tadinya mengira serangannya akan berhasil, tidak disangka-sangka kalau akan diserang secara demikian hebat oleh Cu Ling Cie sehingga agak kelabakan. Dengan cepat, ia berkelit, lalu mengeluarkan bentakan: „Budak hina, kau
230
mencari mati!” Sehabis berkata, lalu mendakkan tubuhnya, kedua jari tangannya ditusukan ke arah urat besar.
Cu Ling Cie yang melihat ia keluarkan tangan kejam, mukanya merah padam, dengan memutar tubuhnya, ia menyerang dengan telapakan tangannya. Serangan ini bukan saja menggunakan tenaga dalam sepenuhnya, malahan dibarengi dengan ilmunya Tay-it-sin-kang. Jika mengenakan sasarannya, Pui Tiauw tentu akan binasa seketika, setidak-tidaknya juga akan luka parah.
Masih untung Pui Tiauw tidak menjadi gugup, dengan mengempos semangatnya, ia melesat sejauh satu tumbak, sehingga terlolos dari bahaya maut. Cu Ling Cie tidak memberi kesempatan kepadanya, dengan cepat ia mengejar, seolah-olah membayangi jejaknya Pui Tiauw.
Pada saat itu, Kim Tan yang bertempur melawan Pui Lip, masing-masing sedang mengeluarkan kepandaiannya, untuk mempertahankan kedudukannya. Dengan kekuatannya tenaga dalam yang agak dalam dari lawannya, Kim Tan sebetulnya bisa merubuhkan lawannya dalam tempo tidak sampai sepuluh jurus. Apa mau pikiran Kim Tan waktu itu sedang dipengaruhi oleh keadaannya Han Ing maka gerakan-gerakannya juga kena terpengaruh juga. Demikian, maka memberi kesempatan bagi Pui Lip untuk memberi perlawanan sehingga lebih dari sepuluh jurus.
Kemudian setelah sadar kalau ia sedang menghadapi musuh turunannya, jika tidak bertempur dengan sungguh-sungguh,
231
mungkin akan mendatangkan bahaya. Ia lantas tetapkan hatinya, dengan secara tiba-tiba ia menyerang dengan sungguh-sungguh.
Ilmu pukulan-pukulannya yang dahsyat ia telah keluarkan beruntun-runtun, yang hebat dan kecepatannya seperti kilat, dalam sekejap mata saja, Pui Lip sudah dibikin kalang kabut. Melihat keadaan musuh sudah mulai terdesak, maka dengan tidak membuang tempo lagi ia telah berikan pukulannya yang terakhir dan dalam tempo sekejap, kepalanya Pui Lip sudah hancur luluh.
Pada saat Pui Lip menemukan ajalnya ini, Cu Ling Cie pun sudah hampir berhasil membunuh lawannya. Ia telah mendapat kesempatan baik untuk mengeluarkan serangannya yang dahsyat, maka dengan tidak mau membuang tempo lagi, ia lalu mengerahkan seluruh tenaganya untuk melakukan serangan.
Tapi selagi Pui Tiauw menghadapi bahaya maut ini, Pek-kut-sin-kun mendadak datang menghalau dengan kebutan jubahnya, sehingga serangan Cu Ling Cie telah terbentur dengan samberan angin jubah Pek-kut-sin-kun dengan satu suara keras. Cu Ling Cie mundur beberapa tindak, dan demikian maka Pui Tiauw pun terlolos dari bahaya kematian. Dengan muka pucat laksana mayat, ia buru-buru undurkan diri.
Cu Ling Cie yang sudah hampir berhasil dalam usahanya menuntut balas ayah bundanya, mendadak dihalangi oleh Pek-kut-sin-kun. Sudah tentu perasaan mendongkolnya tidak dapat menghadapi lawan yang sangat tangguh, orang yang
232
kepandaiannya sudah tidak ada taranya serupa Pek-kut-sin-kun ini, tidak akan gampang-gampang dilawan.
Maka ia segera menahan perasaan sakit hatinya, dengan muka berseri-seri ia menghadapi Pek-kut-sin-kun seraya berkata: „Sin-kun ada seorang yang cerdik pandai, sudah tentu tahu kalau musuh ayah bunda itu ada sangat besar. Maka pertempuran dengan Pui Tiauw, sebaliknya jangan ambil perduli......”
Belum habis perkataan Cu Ling Cie, sudah dipotong oleh Pek-kut-sin-kun: „Budak kecil jangan kau sembarangan membuka mulut, di Shia-ling-kie, Cian-pie-sin-mo Chek Hong, mati di tangan siapa? Dalam pertempuran di Kun-san, siapa yang membinasakan pelindung hukum perkumpulan kita, Hang-liong-lo-han, Liauw Ceng? Dan kau masih berani mengatakan tidak ada permusuhan dengan perkumpulan kita. Sekarang keluarkanlah senjatamu untuk main-main dengan aku, supaya kau dapat mati dengan mata meram.”
Ia ucapkan perkataan itu dengan wajah merah padam dan mata melotot, sehingga Cu Ling Cie merasa agak keder. Ia mengerti kali ini dalam kemurkaannya, Pek-kut-sin-kun tentu tidak mau dibikin habis sampai disitu. Mengingat tenaganya sendiri jika dibanding dengan kekuatan Pek-kut-sin-kun, sudah tentu masih belum seimbang, dengan sepasang kepalan, tentu tidak dapat melawan.
Memikir sampai disini, ia terpaksa kertak gigi, menghunus pedangnya, dengan mengangkat tangannya ia berkata: „Jika
233
memang Sin-kun tidak bisa memberi maaf, apa boleh buat, Boanpwee terpaksa melayani kau main-main beberapa jurus.”
Kim Tan setelah berhasil membunuh musuhnya, lalu berdiri disamping untuk menonton pertempuran Cu Ling Cie dengan Pui Tiauw. Ketika mendapat tahu Cu Ling Cie hendak bertempur dengan Pek-kut-sin-kun, ia buru-buru lompat maju dan menghadang di tengah seraya berkata: „Cie-moy, silahkan mundur dulu, biarlah aku yang menemani ia main-main beberapa jurus.”
Pek-kut-sin-kun ternyata masih pegang derajatnya sebagai kepala satu perkumpulan, karena seolah-olah tidak sedang hendak bertempur, ia masih tetap berdiri tanpa menunjukkan suatu sikap yang jumawa, malahan sambil tersenyum ia berkata: „Siao-hiap sekiranya hendak menghalangi ia mencari kematian, silahkan maju. Aku si tua bangka hanya akan menggunakan ini jubah rombeng, sudah cukup untuk melayani kau.”
Kim Tan meski mengerti bahwa ia sedang dibikin panas, namun tetap tenang, tidak gubris semua hinaan itu. Dengan menghunus pedangnya, ia memulai serangannya yang di arah ialah bagian dada Pek-kut-sin-kun.
Dengan tenang sekali, Pek-kut-sin-kun tidak berkelit atau menangkis. Selagi ujung pedang hendak mengenakan sasarannya, barulah dengan enteng sekali ia kebutkan jubahnya. Sekalipun sangat enteng kelihatannya, namun pedangnya Kim Tan seperti dipampat oleh suatu tenaga yang kuat luar biasa, seolah-olah terhalang dengan tembok baja yang
234
kukuh, yang sukar ditembus. Padahal kekuatan Kim Tan, meskipun belum lama turun gunung, namun boleh dikatakan sudah cukup sempurna.
Melihat keadaan demikian, Kim Tan segera tahu gelagat kurang baik, maka ia buru-buru rubah caranya bersilat. Namun Pek-kut-sin-kun masih tetap tenang, sedikitpun tidak membalas menyerang.
Kim Tan menengok sebentar ke arah Han Ing, dapat lihat wajahnya Han Ing yang pucat pasi, lantas mengerti bahwa lukanya Han Ing betul-betul tidak enteng. Sekalipun sudah minum obat Ngo-bie-san, untuk menahan sakitnya, tapi barangkali juga tidak bisa menahan terlalu lama. Memikir sampai disini, mendadak hatinya merasa sangat pilu, dengan kerahkan seluruh tenaganya dikumpulkan ke ujung pedangnya, dan segera menyerang pula kepada Pek-kut-sin-kun.
Kim Tan waktu sudah ambil keputusan nekat, hingga tambah berlipat ganda. Sekalipun Pek-kut-sin-kun yang kepandaiannya sudah sampai di puncaknya, tokh masih tidak berani menyambut dengan kekerasan, hanya sambil miringkan tubuhnya, ia berkelit untuk menghindarkan serangan yang hebat itu. Dengan membalikkan tangannya, ia mengebut pula dengan lengan jubahnya, kemudian disusul dengan samberan angin yang kuat dan dingin, menyerang dari samping.
Karena sudah nekat, Kim Tan coba melakukan serangan, dan karena tubuhnya terapung di tengah udara, sudah tentu tidak dapat berkelit. Adalah dalam saat yang kritis itu, ia paksa empos
235
semangatnya, dengan mengikuti aliran angin yang dingin itu, ia melesat jauh, kira-kira tujuh-delapan langkah.
Pek-kut-sin-kun yang sudah berhasil dengan serangannya, mana mau lepaskan dengan cara begitu saja, maka ia lalu membarengi untuk melesat ke udara. Kembali ia kebutkan jubahnya, dan satu samberan angin yang dinginnya luar biasa, telah menyerang bebokong Kim Tan.
Kim Tan baru saja terlolos dari bahaya kematian, kini kembali diserang dari belakang. Bagaimana tinggipun ilmu silatnya Kim Tan, juga tidak berdaya untuk menyingkirkan dirinya. Cu Ling Cie yang dapat tahu bahaya sedang mengancam dirinya Kim Tan, selagi hendak memberi pertolongan, tiba-tiba terdengar berkibarnya baju yang kesampok angin, menyusul mana, satu bayangan putih telah melesat menghalang di depannya, menangkis serangan angin yang sangat dahsyat itu. Dengan demikian, hingga Kim Tan terlolos pula dari bahaya maut tapi bayangan putih segera terpental sejarak kira-kira satu tumbak jauhnya.
Pek-kut-sin-kun sedang mengerahkan tenaganya hendak membinasakan Kim Tan di bawah telapakan tangannya, telah terhalang oleh bayangan putih itu, seketika lantas kesima. Ia sama sekali tidak akan menduga bahwa orang yang membela mati-matian untuk menghindarkan Kim Tan dari bahaya, adalah anak angkatnya sendiri Giok-tek-hwie-sian.
Waktu Kim Tan sedang pejamkan matanya untuk menerima kematiannya, tidak disangka-sangka kalau Han Ing telah datang
236
menolong dengan tidak perdulikan jiwanya sendiri, untuk menerima serangan yang hebat itu. Sejenak kemudian, tiba-tiba terdengar Cu Ling Cie menyerit keras, dengan suara sember ia berkata: „Enci Han Ing, dengan berbuat demikian, pengorbananmu terlalu besar sekali.”
Kim Tan segera memburu, dapat lihat wajahnya Han Ing pucat seperti mayat, darah dari mulutnya berhamburan di tanah, sangat pilu rasa hatinya.
Menghadapi peristiwa yang secara tiba-tiba ini, Pek-kut-sin-kun juga sangat kaget, hal ini sungguh di luar dugaannya sama sekali. Dua kali ia memandang tubuhnya Han Ing yang sudah hampir mati itu, di saat itu, setahu bagaimana perasaannya, entah kasihan, benci atau sayang.
Han Ing dengan sorot matanya yang sudah layu memandang Kim Tan, wajahnya yang pucat pasi itu tersungging senyuman ketir. Mulutnya bergerak tapi tidak kedengaran apa yang ia sedang katakan.
Menghadapi bunga teratai yang segera akan layu ini, melihat keadaannya yang sangat memilukan hati, meski bagaimana keras hatinya Kim Tan, tidak urung mengeluarkan air mata juga. Sedangkan Cu Ling Cie, sudah sedari tadi menangis sesenggukan sambil memanggil-manggil namanya Han Ing tidak henti-hentinya.
Peristiwa yang menyedihkan ini, sekalipun hatinya keras, menyaksikan keadaannya, tak tahan kiranya tak turut merasa
237
pilu. Maka sekalipun Pek-kut-sin-kun yang sudah biasa melakukan segala rupa pembunuhan dengan tangan dingin, menghadapi pemandangan yang menunjukan betapa besar rasa welas asih antara ketiga anak muda itu, tergerak juga hatinya. Kim Tan, itu anak muda yang berada di depan matanya, yang pernah bertempur dengan ia, kawan ataukah lawan?
Perasaannya itu waktu sangat kabur. Oleh karena itu pula, maka pemandangan yang memilukan hati itu, berlangsung tanpa ada gangguan. Tapi sebentar kemudian, suaranya Pek-kut-sin-kun memecahkan kesunyian, dengan sorotan mata yang dingin memandang wajahnya Han Ing, ia berkata: „Sekiranya kau sengaja mencari mati, dengan tidak perdulikan jiwamu sendiri hendak menolong kekasihmu, baiklah aku tambahkan satu pukulan lagi, agar maksudmu lekas tercapai.” Sehabis berkata, dengan mengarah ke udara ia melepaskan satu serangan.
Ma Beng juga tahu bahwa serangan Pek-kut-sin-kun ini hebat, tidak ayal lagi ia juga melontarkan serangan yang dapat menembus udara kosong, untuk menangkis, dan Kim Tan juga sudah siapkan Tay-it-sin-kang nya. Berbareng dengan gerakannya Ma Beng, ia lontarkan ke arah Pek-kut-sin-kun, sehingga mengeluarkan suara bentrokan keras.
Tapi kedua-duanya tergoncang tubuhnya, meski demikian, serangannya Pek-kut-sin-kun hanya terhambat tujuh bagian saja. Masih untung Cu Ling Cie sangat cepat gerakannya, dengan menempuh bahaya besar, ia memondong tubuhnya Han Ing dan melesat tujuh-delapan tindak jauhnya. Kemudian disusul
238
dengan beberapa kali lompatan, sudah lari meninggalkan ruangan pusat Pek-kut-kauw.
Pek-kut-sin-kun yang sudah kalap, mana mau mengerti, maka dengan mengeluarkan seruan keras, ia segera mengejar. Kim Tan dan Ma Beng coba menghadang, tapi sudah tidak keburu.
Cu Ling Cie dengan seorang diri melawan Pek-kut-sin-kun secara nekat, ditambah pula sebelah tangannya memondong tubuhnya Han Ing, maka kelihatan sangat sukar untuk meloloskan diri dari tangan mautnya Pek Kut Kun.
Dalam saat yang sangat genting itu, tiba-tiba dari udara meluncur satu bayangan abu-abu, menyerang Pek-kut-sin-kun.
Pek-kut-sin-kun sedang pusatkan pikirannya kepada dirinya lawan muda ini, terhadap serangan yang datangnya secara tiba-tiba itu, sudah tentu agak gugup. Namun masih bisa mengegos badannya dengan cepat, kemudian ia mengebutkan jubahnya ke atas udara untuk menyerang bayangan itu. Tapi bayangan itu ternyata lebih cepat menyingkirkan diri, kemudian menyambar ke bagian depan dengan mementang kukunya yang tajam, untuk menyerang mukanya Pek-kut-sin-kun.
Diserang secara demikian, Pek-kut-sin-kun terhalang maksudnya untuk membinasakan Cu Ling Cie dan Han Ing, hawa marahnya lantas meluap seketika. Dengan mengeluarkan bentakan keras ia memaki: „Binatang dari mana berani bertingkah dihadapanku!” Perkataan itu disusul dengan melesatnya tubuh setinggi empat-lima tumbak.
239
Kim Tan mendongak ke udara, ia dapat lihat bahwa bayangan abu-abu yang melakukan serangan tiba-tiba itu ternyata burung rajawalinya Cu Ling Cie, diam-diam ia merasa heran.
Dalam keadaan murka, Pek-kut-sin-kun mengapung di udara, dengan mementang lima jari tangannya, ia hendak menyerang burung itu. Tapi burung rajawali itu dengan kecepatan seperti kilat, telah kebutkan sayapnya, menyusul mana, satu samberan angin yang sangat kuat telah menyerang Pek-kut-sin-kun.
Dengan kekuatan tenaga dalamnya yang sudah mencapai taraf yang sempurna, serangan burung itu sebetulnya tidak dapat berbuat apa-apa terhadap Pek-kut-sin-kun. Tapi karena saat itu tubuhnya Pek-kut-sin-kun sedang terapung di udara, hingga kekuatannya berkurang, terpaksa ia berkelit dan melesat beberapa tumbak jauhnya, kemudian turun ke tanah.
Kim Tan dengan kecepatan seperti kilat, mengeluarkan ilmu pukulan „bintang mengejar rembulan”, menutup jalannya Pek-kut-sin-kun. Tapi jago Pek-kut-sin-kun ini, dengan mengandalkan ilmu silatnya dan tenaga dalamnya yang tinggi, terhadap serangan ini agaknya tidak ambil mumat, hingga sama sekali tidak berkelit, malahan dengan mengulurkan dua jari tangannya hendak menjepit pedang lawan.
Kim Tan juga insyaf bahwa kekuatannya masih kalah jauh dengan lawannya, maka lantas buru-buru menarik kembali serangannya, memutar berbareng dengan tubuhnya, kembali menyerang, tapi kali ini yang di arah adalah bagian tengah dari
240
tubuhnya Pek-kut-sin-kun. Dan Ma Beng pada saat itu juga sudah mengeluarkan senjatanya untuk menyerang.
Meski menghadapi dua musuh tangguh, tapi tetap tidak keder. Sebaliknya Kim Tan berdua dengan Ma Beng, meski sudah mengeluarkan seluruh kepandaiannya, masih belum juga dapat merebut kemenangan. Sedang Cu Ling Cie itu telah menggunakan saat yang baik ini, lantas memondong tubuhnya Han Ing, melarikan diri ke bawah gunung.
Pui Tiauw yang melihat Cu Ling Cie hendak melarikan diri, lantas memburu dari belakang. Cu Ling Cie dapat lihat bahwa musuhnya mengejar, hatinya merasa panas. Dengan tangan kiri menggendong tubuhnya Han Ing, tangan kanannya segera menghunus pedang, untuk melawan Pui Tiauw.
Jika di dalam keadaan biasa, dengan kekuatan Cu Ling Cie, mudah sekali akan merubuhkan Pui Tiauw. Tapi kini karena tangan kirinya memondong tubuh Han Ing, maka gerak tangannya agak lambat, belum sampai sepuluh jurus, ia sudah merasa kewalahan.
Melihat Pui Tiauw terus mendesak, Cu Ling Cie amarahnya meluap, sebetulnya ingin meletakkan tubuhnya Han Ing, tapi hatinya tidak tega, karena Han Ing saat itu keadaannya sudah sangat payah, napasnya lemah. Ia agak bingung juga, dan Han Ing yang tadinya dalam keadaan tidak ingat orang, karena tubuhnya tergoncang ke sana ke mari, hingga samberan angin gunung yang sejuk, menyadarkan pikirannya dan dengan pelahan membuka matanya.
241
Setelah menyaksikan keadaan Cu Ling Cie yang sangat berbahaya karena membela dirinya, maka ia coba meronta dan berkata kepada Cu Ling Cie: „Adik Cie, menuntut balas sakit hati ayah bundamu ada sangat penting, jangan perdulikan aku, lekas lepaskanlah aku.” Mendengar perkataan Han Ing itu, hati Cu Ling Cie bertambah sedih. Ia agak sangsi sebentar, dan Han Ing telah menggunakan ketika itu, dengan mengerahkan kekuatannya yang masih ada, ia melepaskan diri dari gendongannya Cu Ling Cie.
Dalam saat itu juga, Pui Tiauw sudah melakukan serangannya yang berbahaya, dengan menyontek senjatanya yang merupakan alat tulis (pit) ke atas, terus meluncur ke arah jalan darah Yong-coan-hiat. Cu Ling Cie bertambah murka, dengan melintangkan pedangnya ia menyambuti serangannya Pui Tiauw, dengan maksud hendak memapas kutung senjata musuhnya. Pui Tiauw yang mengetahui liehaynya pedang pusaka itu, maka buru-buru menarik kembali, dan merubah serangannya, mengarah bagian pusar.
Cu Ling Cie membentak dengan suara keras: „Pui Tiauw, apakah kau hendak mencari mampus lihat pedang!”
Seruan itu dibarengi dengan serangan yang bertubi-tubi. Dengan dicecer secara demikian, Pui Tiauw terpaksa mundur beberapa tindak, baru dapat berdiri jejak. Tapi Cu Ling Cie yang sudah dapat hati, tidak mau berhenti sampai disitu. Serangan-serangan yang hebat terus dilancarkan, hingga Pui Tiauw tidak berdaya sama sekali. Sejenak kemudian, terdengar jeritan hebat dari
242
mulutnya Pui Tiauw, karena tangan kanannya sudah dibabat kutung sebatas pundak oleh pedang Cu Ling Cie.
Dengan menahan rasa sakit, Pui Tiauw bertekad hendak hancur bersama-sama dengan musuhnya, maka senjata di tangan kirinya lalu dipakai sebagai senjata rahasia, dilontarkan ke arah dada Cu Ling Cie. Dengan memiringkan tubuhnya Cu Ling Cie menghindarkan serangan itu. Kemudian dengan mengumpulkan kekuatannya ditelapakan tangannya, ia menggunakan ilmu Pan-yok-sin-kang, untuk membalas menyerang. Satu samberan angin yang hebat, dengan tepat mengenakan tubuhnya Pui Tiauw.
Pui Tiauw yang sudah kutung tangannya., ditambah dengan serangan hebat ini, mana bisa tahan, tidak ampun lagi, tubuhnya lantas rubuh untuk tidak bangun kembali.
Setelah berhasil menamatkan jiwa musuh besarnya, Cu Ling Cie buru-buru menyampari Han Ing.
Han Ing yang sudah terluka parah, dengan secara nekat telah menghadang dan menerima serangan yang dilancarkan oleh Pek-kut-sin-kun, untuk menolong nyawanya Kim Tan, sehingga dengan demikian Kim Tan telah terlolos dari bahaya maut. Tapi bagi Han Ing sendiri, lukanya bertambah hebat. Hanya karena pengaruh obat pil dari Ngo-bie, ia masih dapat pertahankan dirinya. Kini setelah memaksa melepaskan diri dari pondongannya Cu Ling Cie, sudah tentu tidak tahan lagi, sehingga setelah menggeletak di tanah, sampai pertempuran
243
antara Cu Ling Cie dan Pui Tiauw berakhir, masih belum ingat orang.
Cu Ling Cie yang dapat melihat keadaan yang sangat memilukan ini, hancur luluh rasa hatinya, lama sekali tidak dapat bicara. Setelah hatinya tenang kembali, ia lalu meraba dadanya Han Ing, ternyata masih berdenyut, hingga tahu bahwa Han Ing masih hidup. Dalam keadaan bingung, ia tidak bisa berbuat suatu apa, hanya ingat dengan obat pil Ngo-bie saja, maka ia buru-buru mengambil sebutir dan dijejalkan ke dalam mulutnya Han Ing.
Obat pil yang sangat mujarab ini, adalah buatannya Sam Hie To-tiang sendiri, dan memang betul-betul sangat mujarab. Han Ing yang lukanya begitu berat, setelah kemasukan pil ini, dengan perlahan dapat sadar kembali.
Han Ing membuka matanya yang guram, dengan perlahan menarik napas. Setelah melihat tubuhnya Pui Tiauw menggeletak di tanah sudah jadi mayat, sambil tersenyum ia berkata dengan suara lemah:
„Adik Cie, permusuhanmu dengan Ouw-pak-sam-sat telah selesai, kupikir sebaiknya kalian buru-buru meninggalkan gunung Ai-lie-san ini, untuk menyingkirkan diri dari cengkeraman kawanan Pek-kut-kauw. Encimu ini sudah terluka berat, sudah tidak ada harapan untuk hidup lagi. Maksud kita ternyata banyak sekali rintangannya, sukar tercapai. Hanya dengan kematian kudapat membalas budi dan kecintaan sobatku yang paling
244
akrab. Tolong sampaikan perkataanku kepada adik Tan, supaya ia jangan memikirkan dirinya orang yang bernasib malang.”
Cu Ling Cie adalah seorang yang berperasaan halus, mendengar perkataan Han Ing yang sangat memilukan hati ini, hancur rasa hatinya, dari kedua matanya mengalir deras air mata. Dengan sesenggukan ia berkata: „Encie Han Ing, kau tidak boleh mati, biar bagaimana, kita tentu akan berdaya sebisa-bisanya untuk menolong jiwamu.”
Sehabis berkata, dengan menahan rasa pilunya, kembali ia memondong tubuh Han Ing yang sudah tidak bertenaga lagi.
Pada waktu itu, Kim Tan bersama Ma Beng sedang bertempur mati-matian melawan Pek-kut-sin-kun. Meski menggabung kekuatan dua orang, pertempuran itu kelihatannya masih berimbang, Kim Tan belum dapat kesempatan untuk merebut kemenangan. Dan jika temponya diperpanjang lagi, ada kemungkinan Kim Tan akan kalah.
Cu Ling Cie yang menggendong Han Ing, selagi hendak meninggalkan pusat Pek-kut-kauw ini, telah dapat lihat bahwa Kim Tan dan Ma Beng masih tetap tidak berdaya menghadapi Pek-kut-sin-kun, sehingga hatinya merasa sangat gelisah. Ia ingin maju memberi bantuan, namun tidak tega meninggalkan Han Ing. Dalam gugupnya, ia lalu bersiul panjang, dan sekejap mata kemudian, seekor burung besar telah mendatangi dengan kecepatan seperti kilat, kemudian menyerang Pek-kut-sin-kun dengan patoknya yang tajam seperti baja.
245
Pek-kut-sin-kun benar-benar sangat liehay, meski sedang bertempur melawan dua jago kosen, namun masih dapat berkelit untuk menghindarkan serangan burung rajawali yang datangnya secara tiba-tiba itu, malahan masih dapat menahan serangan dengan kebutan baju jubahnya. Burung rajawali tidak berhasil mengenakan sasarannya, tapi sudah memberikan kesempatan bagi Kim Tan dan Ma Beng untuk memperbaiki kedudukannya, maka sejenak kemudian, Kim Tan sudah lantas melakukan serangan bertubi-tubi. Karena Pek-kut-sin-kun sedang ripuh menghalau serangannya burung rajawali, maka jubahnya yang gerombongan telah terpapas separoh oleh pedangnya Kim Tan.
Pek-kut-sin-kun sebagai kepala satu perkumpulan, selama itu selalu memandang dirinya sendiri sebagai orang gagah nomor satu di kolong langit ini, mana pernah menerima hinaan begitu rupa? Dalam keadaan yang sangat murka, ia telah melancarkan serangan yang hebat beruntun-runtun mengarah jiwanya Kim Tan.
Kalau tadi Kim Tan telah berhasil dengan serangannya, adalah karena Pek-kut-sin-kun sedang bercabang pikirannya karena melawan burung dari atas udara, dan serangan itu pun dilakukan secara nekat. Tapi dengan demikian telah membangkitkan rasa amarahnya Pek-kut-sin-kun, sehingga seperti kerbau gila yang sedang mengamuk.
Serangan tenaga dalam Pek-kut-sin-kun itu telah menimbulkan samberan angin yang kuat dan menderu-deru, tanah dan tetanaman telah dibikin berterbangan, ini menunjukan betapa hebatnya serangan tenaga dalam Pek-kut-sin-kun itu. Kim Tan
246
meski sudah mengerahkan Tay-it-sin-kang untuk menahan serangan, tapi tetap tidak dapat menahan serangan yang hebat itu.
Dalam perlawanannya yang sengit itu, tiba-tiba terasa suatu serangan angin yang sangat dingin sehingga meresap sampai di tulang-tulang, sedang menyamber ke arah dirinya dan memunahkan Tay-it-sin-kangnya. Ia hendak menyingkir, tapi sudah terlambat, hingga sambil mengertek gigi ia bersedia menerima kematiannya.
Dalam saat yang sangat berbahaya itu, mendadak ada satu kekuatan, yang sangat luar biasa menyerang dari samping. Heran sekali, begitu sampai kekuatan yang sangat luar biasa itu, serangan angin dingin Pek-kut-sin-kun segera lenyap tanpa bekas. Hal ini, bukan saja Kim Tan merasa terheran-heran, Pek-kut-sin-kun sendiri pun dibikin kesima.
Kim Tan membuka matanya memandang sekelilingnya, tapi tidak menampak bayangan siapapun juga. Pek-kut-sin-kun laksana burung terbang melompat tinggi, terus menubruk arah dari mana datangnya tenaga yang luar biasa tadi, dengan suara keras ia berkata:
„Sahabat berilmu tinggi dari mana yang telah mengunjungi pusat Pek-kut-kauw? Aku Pek Cu Lam menunggu disini, harap supaya suka perlihatkan diri.”
Sehabis berkata kembali turun ke tanah. Sepasang matanya yang sangat tajam, memandang ke sekitarnya, tapi tidak
247
kelihatan siapapun juga. Pek-kut-sin-kun yang biasanya sangat sombong, belum pernah dipermainkan orang demikian rupa, meski dalam hatinya merasa panas, tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa.
Itu waktu, burung rajawali yang cerdiknya luar biasa itu, seolah-olah hendak permainkan dia. Selagi Pek-kut-sin-kun memandang ke sekitarnya, dengan kecepatan seperti kilat, burung itu terjun menyerang. Pek-kut-sin-kun yang sedang mendongkol segera lampiaskan rasa mendongkolnya itu kepada burung itu.
Dengan membentak keras ia mencaci „Binatang, ajalmu sudah sampai, apakah kau kira bisa lari?” Perkataan itu disusul dengan melesatnya tubuh setumbak tingginya, kemudian melancarkan serangannya yang hebat.
Burung itu meski sejenis binatang terbang, tapi sangat cerdas. Ia seperti juga sudah mengerti maksudnya Pek-kut-sin-kun, maka segera pentang sayapnya. Dengan mengeluarkan suara seolah-olah mengejek, lantas terbang tinggi ke angkasa. Pek-kut-sin-kun meski sudah mengerahkan seluruh kekuatannya, tokh tidak bisa berbuat apa-apa.
Kim Tan yang itu waktu sedang memikirkan keselamatannya Han Ing, menggunakan kesempatan ini telah pergi menyampari Cu Ling Cie, dan tinggal Ma Beng seorang dan burung rajawali itu, menghalau Pek-kut-sin-kun. Oleh karenanya, maka Pek-kut-sin-kun pun tidak dapat kesempatan untuk mengejar Kim Tan.
248
Han Ing meski sudah mendekati ajalnya, tapi ingatannya masih belum hilang. Melihat Kim Tan mendatangi, wajahnya menunjukkan senyuman, matanya mengembeng air, dengan perlahan ia berkata: „Adik Tan, kau dengan adik Ling Cie adalah pasangan yang setimpal. Lekaslah tinggalkan aku yang sudah akan mati ini dan buru-buru melarikan diri.”
Orang yang sudah dekat ajalnya tokh masih mementingkan keselamatan orang lain, hal ini membuat Kim Tan merasa sangat pilu dengan suara parau ia berkata: „Encie Han besar sekali budimu terhadap aku, meski hancur lebur tubuhku ini, masih belum dapat membalas budimu itu. Soal mati atau hidup, perlu apa dipikiri, dalam keadaan bahaya seperti ini suruh aku tinggalkan kau, benar-benar aku tidak sanggup.”
Cu Ling Cie yang berhati jujur, mendengar jawaban Kim Tan ini, lupa kalau dirinya sedang menghadapi musuh tangguh, dengan girang ia berkata: „Encie Han Ing, kita bertiga hidup atau mati akan bersama-sama. Pusat Pek-kut-kauw ini tokh bukannya bertembok besi berdinding waja. Dengan kekuatan kita berempat, tidak percaya kalau tidak dapat menerjang keluar.”
Baru habis perkataannya itu, Pek-kut-sin-kun sudah memukul mundur Ma Beng dengan pukulan telapakan tangannya, kemudian melesat ke atas udara, seperti seekor burung terbang menerjang mereka. Kim Tan yang menyaksikan cara silat Pek-kut-sin-kun ini, telah insyaf perlunya untuk melawan musuh lebih dulu, maka lantas meninggalkan Han Ing, menggunakan kesempatan tubuhnya Pek-kut-sin-kun masih mengapung di
249
udara, lantas mengerahkan tenaga Tay-it-sin-kang, melepaskan satu serangan hebat.
Pek-kut-sin-kun meski hebat tenaga dalamnya, tapi karena tubuhnya masih terapung di udara, tidak bisa mengerahkan tenaganya, maka terpaksa mengempos semangatnya, dengan jungkir balik ia meloloskan diri dari serangan Kim Tan. Dengan demikian meski ia terlolos dari serangannya Kim Tan, tapi sudah terdesak demikian rupa, sehingga Kim Tan dapat kesempatan untuk menghunus pedangnya.
Keduanya bertempur lagi di lereng gunung, sinar pedang dan bayangan jubah saling berkelebat berputar-putaran. Dalam pada itu, Cu Ling Cie juga sudah menggendong tubuhnya Han Ing lari sejauh sepuluh tumbak lebih, sebaliknya Ma Beng pada saat itu sudah ditempur oleh Touw Thing Hwie, hingga tidak dapat melepaskan diri.
Kim Tan yang sendirian melawan Pek-kut-sin-kun, kelihatan sudah mulai keteter, dilihat gelagatnya, paling banter cuma bisa bertahan kira-kira sepuluh jurus lagi. Jika dilanjutkan, tidak mungkin dapat meloloskan diri dari Im-hong-ciangnya Pek-kut-sin-kun.
Selagi dalam keadaan sangat bahaya itu, He Kau Chun si sembrono sudah datang dengan menenteng senjatanya yang berat itu, dari belakang ia menyodok gegernya Pek-kut-sin-kun, tapi Pek-kut-sin-kun seolah-olah di belakangnya tumbuh sepasang mata. Sebelum ruyungnya He Kau Chun mengenakan sasarannya, Pek-kut-sin-kun sudah kebutkan jubahnya ke
250
belakang. He Kau Chun karena sudah merasakan liehaynya kebutan itu, mana berani gegabah, maka begitu merasa samberan angin, ia buru-buru lompat melesat setumbak lebih, untuk menghindarkan serangan itu.
Kim Tan menggunakan kesempatan itu, dengan beruntun tiga kali ia melakukan serangan, hingga untuk sementara ia masih dapat pertahankan diri.
Selagi bertempur hebat, tiba-tiba terdengar suara siulan yang nyaring, lantas disusul dengan kedatangannya satu imam tua yang rambut dan jenggotnya sudah putih semua, dengan suara mantap ia berkata kepada Ma Beng:
„Ma Tay-hiap, lekas pergi menolong Kim Siau-hiap, serahkan aku yang melayani Touw Thing Hwie ini.” Perkataan itu dibarengi dengan serangannya dari kedua telapakan tangannya, yang diarahkan kepada Touw Thing Hwie.
Ma Beng segera meninggalkan Touw Thing Hwie sambil berkata dengan nyaring: „Hian Kie Cu To-tiang, kedatanganmu sangat kebetulan. Kita sedang terkurung rapat, tidak dapat kesempatan untuk meloloskan diri. Aku tidak nyana kau telah menepati janjimu, untuk memberi bantuan kepada kita.” Sehabis berkata, ia segera lompat menyerang Pek-kut-sin-kun, membantu Kim Tan.
Pek-kut-sin-kun sungguh besar nyalinya, dengan mengandel kekuatan tenaga dalamnya yang tinggi, ia tidak pandang mata sama sekali ketiga jago itu. Dengan sepasang tangan ia
251
melawan tiga jago kelas satu, masih tidak merasa keder sama sekali.
Itu waktu, kawanan Pek-kut-kauw sudah pada datang berkumpul, dan mengurung mereka merupakan bunderan besar, sehingga sukar sekali dapat meloloskan diri dari kepungan tersebut.
Di lain pihak, Hian Kie Cu juga sedang bertempur dengan Touw Thing Hwie, dan Cu Ling Cie itu waktu juga sudah dikepung oleh Go Beng yang membawa kawan-kawannya. Cu Ling Cie karena sebelah tangannya menggendong tubuhnya Han Ing, maka hanya melawan musuhnya dengan tangan sebelah. Sekalipun tinggi ilmu silatnya, juga mereka agak ripuh.
Han Ing kembali dalam keadaan pingsan, lapat-lapat mendengar suaranya senjata beradu, ia mengerti bahwa Kim Tan dan kawan-kawannya sudah terkurung oleh kawanan Pek-kut-kauw. Meskipun ingatannya belum terang, tapi masih bisa bicara seperti orang yang sedang mengigau: „Adik Cie, lekas lepaskan aku, jangan perdulikan aku lagi.”
Mendengar suara yang sangat dalam ini, pilu rasa hatinya Cu Ling Cie, hampir saja ia menangis. Pada saat itu juga, Han Ing kembali sudah melepaskan diri dari gendongan Cu Ling Cie, dan Cu Ling Cie yang merasa kaget segera hendak memondong lagi, tapi sudah terhalang oleh Go Beng yang melontarkan serangan hebat. Cu Ling Cie buru-buru mengegoskan dirinya, pedang di tangannya lalu dikerjakan, untuk membelah tubuhnya Go Beng.
252
Go Beng segera melesat tinggi untuk menghindarkan serangan dahsyat itu, kemudian membalas menyerang dengan pedangnya, yang lemas, tapi ternyata tajamnya luar biasa. Dengan masing-masing memegang pedang mustika di tangannya, keduanya sama-sama berhati-hati, tidak berani menggunakan kekerasan untuk mengadu pedangnya, sehingga pertempuran itu merupakan saling kejar dan saling berkelit.
Han Ing itu waktu dengan menggunakan kekuatan yang masih ada, telah coba bangun, karena lukanya hebat. Sebetulnya tidak mudah untuk bergerak, tapi karena rasa cintanya yang begitu besar terhadap Kim Tan, suatu tenaga gaib telah memberi kekuatan kepadanya, sehingga sebentar kemudian ia sudah dapat berdiri. Dengan perlahan-lahan menuju ke arah Kim Tan bertempur.
Kim Tan sedang mengeluarkan seluruh kepandaiannya, bertempur mati-matian dengan Pek-kut-sin-kun, mendadak dapat lihat Han Ing sedang mendatangi, kagetnya bukan alang kepalang.
Han Ing dengan susah payah baru dapat keluarkan perkataannya: „Kalian jangan bertempur lagi, dengar dulu perkataanku.”
Pek-kut-sin-kun dalam kemurkaannya, sudah hilang akal budinya, dengan suara keras ia membentak: „Budak hina, tidak tahu malu, kau masih ada muka untuk ketemui aku.” Sehabis berkata, jubahnya dikebutkan.
253
Kim Tan yang dapat lihat, kagetnya bukan main. Karena dengan tubuhnya yang sudah terluka parah, mana tahan serangan hebat itu.
Untuk membalas budinya Han Ing yang sudah beberapa kali menolong jiwanya, maka kali ini Kim Tan dengan nekat telah melintangkan tubuhnya untuk menghalangi serangannya Pek-kut-sin-kun, tapi berbareng dengan itu, tiga buah benda bersinar yang tersusun menjadi bentuk segi tiga, telah menyerang ke arah tiga bagian penting dari tubuhnya Pek-kut-sin-kun.
Sekalipun tinggi ilmu silatnya, mau tidak mau Pek-kut-sin-kun merasa terkejut juga. Dengan miringkan tubuhnya ia berkelit, sambil menarik kembali serangannya, untuk memapaki tiga benda yang datang menyerang itu, dan kemudian menyampok jatuh tiga benda tersebut.
Kiranya Hian Kie Cu sedang bertempur dengan Touw Thing Hwie sudah lebih dari limapuluh jurus, masih dapat kesempatan untuk menyaksikan Kim Tan yang sedang bertempur dengan Pek-kut-sin-kun, maka ketika Pek-kut-sin-kun menyerang Han Ing dan Kim Tan datang menghalang, ia sudah lihat dengan tegas. Dan ketika Kim Tan menghadapi bahaya maut, ia lantas menggunakan ilmu silatnya Pat-kwa-ciang yang membikin ia terkenal di kalangan Kang-ouw untuk mendesak Touw Thing Hwie, sehingga terpukul mundur kira-kira tujuh-delapan tindak. Lalu dengan tiga butir tasbehnya yang dijadikan senjata rahasia, melakukan serangan secara mendadak kepada Pek-kut-sin-kun.
254
Berbareng dengan itu, tubuhnya pun melayang ke udara, untuk menyusuli serangannya senjata rahasianya tadi. Tidak kira kalau Pek-kut-sin-kun sudah menggunakan tenaga dalamnya untuk memukul jatuh senjata rahasia tadi, dan sisa samberan angin yang kuat itu pun segera menyerang Hian Kie Cu yang tubuhnya masih terapung di udara. Menghadapi serangan yang datangnya di luar dugaan ini, Hian Kie Cu segera menekan dengan meminjam kekuatan lawannya, kemudian dengan secara jumpalitan ia menghindarkan diri dari serangan hebat itu.
Han Ing meski tubuhnya terlolos dari serangannya Pek-kut-sin-kun, tapi tenaganya sudah habis sama sekali, sehingga ibarat pelita sudah kering minyaknya, sudah tentu tidak dapat pertahankan dirinya. Dengan tubuh bergoyang-goyang, ia akan jatuh tersungkur.
Dalam gugupnya, Kim Tan lalu melompat, tanpa pikir lagi ia segera menggunakan tangannya untuk memeluk tubuhnya Han Ing. Pek-kut-sin-kun dengan menggeram maju menyerang dua anak muda itu. Hian Kie Cu hendak menghalangi, tapi sudah tidak keburu.
Dalam kemurkaannya Pek-kut-sin-kun timbul hati kejamnya, hingga mengeluarkan pukulan yang mematikan. Dua anak muda itu lantas terpental sejauh satu tumbak.
Kim Tan meski dari mulutnya mengeluarkan banyak darah, tapi masih tetap memeluk tubuhnya Han Ing. Cu Ling Cie lantas maju menyerang Pek-kut-sin-kun bersama Hian Kie Cu.
255
Menghadapi dua musuh ini, Pek-kut-sin-kun tidak takut sama sekali, malahan dengan suara dingin ia berkata: „Kalian dua binatang, kali ini mungkin akan mati dengan mata meram, tunggu sebentar aku nanti antar kalian ke akherat dengan jubahku ini.”
Cu Ling Cie sudah sedia dengan Pan-yok-sin-kang nya, hendak mengadu tenaga dengan Pek-kut-sin-kun. Di saat itu, satu bayangan burung telah meluncur dari udara, dengan kekuatan yang dilancarkan dari dua sajapnya, burung itu telah memapaki serangannya Pek-kut-sin-kun, kemudian terbang tinggi lagi.
Itu waktu, Ma Beng, Hian Kie Cu dan He Kau Chun lalu menyerang berbareng. Kembali Pek-kut-sin-kun harus melawan tiga orang.
Maka Cu Ling Cie dapat kesempatan untuk menyingkirkan diri, buru-buru ia menghampiri Kim Tan, untuk melihat keadaannya Kim Tan meski terluka, tapi ingatannya masih belum hilang. Maka ketika melihat Cu Ling Cie berdiri di depannya, dan melihat ia sedang memeluk tubuhnya Han Ing, seketika itu wajahnya menjadi merah, hingga melepaskan tubuhnya Han Ing.
Tapi Cu Ling Cie tidak mempunyai perasaan apa-apa, dengan suara lemah lembut ia berkata: „Engko Tan, jangan kau lepaskan Enci Han Ing, ia lukanya tidak enteng.” Sehabis berkata, mendadak dapat lihat Kim Tan mengeluarkan darah dari mulutnya, dengan kaget ia menanya: „Engko Tan, bagaimana dengan kau sendiri?”
256
Kim Tan menyahut dengan pelahan: „Adik Cie, lukaku tidak berat, hanya tergerak oleh serangannya Pek-kut-sin-kun saja, sebentar lagi tentu akan sembuh.”
Cu Ling Cie buru-buru mengambil sebutir pil dan dimasukan dalam mulut Kim Tan: „Engko Tan, lekaslah minum ini obat dulu.”
Han Ing itu waktu wajahnya sudah seperti kertas, ia membuka matanya pelahan-lahan. Melihat mulutnya Kim Tan mengeluarkan darah, meski ingatannya sudah agak kabur, tapi tentang perbuatan Kim Tan yang secara mati-matian membela dirinya, ia lapat-lapat masih ingat, dengan suara lemah ia berkata:
„Adik Tan, adik Cie, badanku sudah luka parah, sekalipun ada obat manjur yang bisa menyambung nyawa, juga sudah tidak ada gunanya. Kalian berdua lekas tinggalkan tempat ini, jangan perdulikan aku......” berkata sampai disini, kembali tidak ingat orang.
Kim Tan setelah makan obat pil, badannya dirasakan segar kembali. Melihat Han Ing dalam keadaan pingsan, sesaat ia tidak bisa berbuat apa-apa. Melihat Ma Beng, Hian Kie Cu dan He Kau Chun sedang didesak oleh Pek-kut-sin-kun, dalam keadaan sangat bahaya ini, ia telah lupakan badannya sendiri yang telah terluka, segera hendak memberi bantuan.
Tapi dicegah oleh Cu Ling Cie: „Biarlah engko Tan disini menjaga Enci Han Ing, aku nanti layani ia beberapa jurus.”
257
Sehabis berkata, ia lantas mencelat dengan pedang terhunus ke arah Pek-kut-sin-kun.
Han Ing membuka matanya, melihat Kim Tan masih berdiri disisinya dengan wajah muram. Dengan suara lemah ia berkata: „Adik Tan, bukan kau lekas membantu adik Cie! Badanku sudah terluka parah, pasti tidak bisa hidup lagi, kau jangan memikirkan orang yang sudah hampir mati. Setelah kalian sudah meloloskan diri dari sini, percayalah, aku juga sudah tidak ada di dunia lagi. Jika kau tidak melupakan persahabatan kita, biarlah kau doakan saja, supaya rohku lekas menitis kembali. Jika kita ada jodoh, dilain penitisan tentu ketemu lagi.” Dengan menahan rasa sakit, ia memaksakan diri untuk bersenyum.
Menampak keadaan yang sangat memilukan ini, sekalipun Kim Tan ada satu laki-laki yang gagah, dan kuat hatinya, tidak urung merasa terharu juga, sehingga air matanya membasahi kedua pipinya.
Han Ing melihat dia malahan sangat berduka, sehingga berdiri menjublek seperti patung sedangkan keadaan ada sangat berbahaya. Murid-muridnya Pek-kut-sin-kun, itu waktu juga sudah pada berkumpul dan menjaga di setiap tempat, jika terlambat lagi, lebih susah untuk meloloskan diri.
Dalam bingungnya ia memaksakan diri melepaskan pelukan Kim Tan, dan dengan kekuatan yang masih ada, ia hendak benturkan kepalanya di atas batu cadas. Kim Tan seolah-olah sudah mengerti maksudnya, maka dengan kecepatan seperti kilat, ia sudah menubruk dan dapat mencandak kaki kanannya.
258
Tidak nyana Han Ing masih mempunyai kekuatan luar biasa, hampir saja Kim Tan tidak berdaya menghadapinya, untung Kim Tan kekuatannya banyak lebih tinggi, maka dengan kekuatan ia akhirnya dapat mencegah Han Ing dari benturan batu cadas itu. Han Ing ingin supaya Kim Tan segera dapat meloloskan diri, maka bertekad mencari kematiannya. Selagi Kim Tan masih belum dapat tetapkan hatinya, ia kerahkan kekuatannya di tangan, dan dihantamkan ke kepalanya sendiri.
Terhadap perbuatan yang dilakukan secara tiba-tiba dan di luar dugaan ini, meski Kim Tan sudah dapat lihat dengan tegas, tapi sudah tidak keburu untuk mencegah.
Han Ing selagi mengangkat tangannya dan baru hendak diturunkan untuk memukul, mendadak seperti terhalang oleh satu kekuatan gaib, tangan itu tidak dapat bergerak lagi. Pada saat itu, seorang tua yang berdandan seperti pengemis telah berdiri di depan mereka. Setelah ditegasi, Kim Tan baru tahu bahwa orang tua itu adalah Hiong Lip Khun.
Belum sampai Kim Tan membuka mulutnya, atau sudah didahului oleh Hiong Lip Khun: „Kim Tan Hian-tit, lekas hidupkan jalan darahnya.” Mendengar ini, ia baru tahu bahwa Han Ing barusan tidak bisa gerakkan tangannya, ialah terkena totokan yang dilancarkan oleh Hiong Lip Khun dari jauh melalui udara terbuka.
Kim Tan sambil membuka totokannya Han Ing, matanya mengawasi keadaan pertempuran. Ma Beng, Cu Ling Cie dan He Kau Chun sudah berada di bawah angin, keadaannya sangat
259
berbahaya, setiap saat bisa menghadapi kecelakaan. Jika Hiong Lip Khun pada saat itu tidak muncul, sudah tentu akan mengalami kekalahan besar.
Han Ing setelah diurut urat besarnya, telah sadar kembali. Melihat Kim Tan membela dirinya begitu sungguh-sungguh hati, meski dalam keadaan berbahaya, masih lupakan keselamatan diri sendiri untuk menolong jiwanya yang sudah hampir mati. Perbuatan ini sungguh sukar dicari keduanya.
Dengan menghela napas panjang ia berkata: „Aku adalah seorang sudah hampir mati, tapi kau ada lain. Kau masih mempunyai banyak harapan di kemudian hari, buat apa kau mau menemani aku terkubur di tempatnya Pek-kut-kauw ini?” Sampai disini, ia sudah tidak dapat melanjutkan perkataannya lagi.
Menghadapi pemandangan yang sangat memilukan hati ini, Kim Tan seolah-olah sudah kehilangan akal budinya sama sekali. Dalam keadaan demikian, tiba-tiba terdengar suara yang halus dari benda logam telah memecah kesunyian. Kim Tan seolah-olah sedar dari mimpinya, ketika menegasi dua sinar yang mengkeredep telah datang menyambar.
Dalam kagetnya, ia sendiri masih bisa menghindarkan diri, tapi Han Ing mau tak mau tentu akan terkena serangan gelap itu. Dalam gugupnya, ia telah lupakan bahwa ia sendiri belum sembuh dari luka-lukanya, dengan mengemposkan tenaga dalamnya, ia melontarkan satu serangan. Dua benda bersinar itu meski tersampok jatuh, tapi ia sendiri karena kehabisan tenaga, akhirnya pun rubuh di tanah.
260
Di saat itu satu bayangan hitam telah datang menubruk. Kiranya adalah Touw Thing Hwie yang barusan dipukul terpental oleh Hian Kie Cu, ternyata tidak mengalami luka berat, maka setelah mengaso sebentar, lantas bisa bangun berdiri lagi. Ketika melihat Kim Tan sedang repot menolong Han Ing, maka hendak melakukan pembokongan secara keji, bukan saja sudah menyerang dengan dua pisau terbangnya, bahkan serangan itu disusul dengan datangnya orang. Kim Tan sedang mulai kabur ingatannya, kelihatannya segera akan mati di bawah pukulan Touw Thing Hwie.
Dalam keadaan yang berbahaya ini, Kim Tan seperti tertahan oleh satu kekuatan yang gaib tubuhnya yang tadinya sudah akan rubuh, mendadak berdiri lagi, dan Touw Thing Hwie sendiri seperti ditangkis oleh tenaga yang kuat, tidak mampu mendekati tubuhnya Kim Tan.
Dorongan yang menahan Kim Tan itu malahan seperti ada hawa hangat yang terus masuk ke hulu hatinya Kim Tan, sehingga lantas mendusin secara mendadak. Ia dapat lihat Touw Thing Hwie sedang lari mendatangi, meski tenaganya belum pulih betul, tapi keinginan untuk hidup dapat menahan badannya yang sudah terluka. Dengan kekuatannya yang masih ada, Kim Tan melakukan serangan dengan kedua telapakan tangannya. Serangan itu ternyata sangat hebat, sehingga Touw Thing Hwie tidak berani menyambuti, ia buru-buru melompat tinggi untuk menyingkir.
Touw Thing Hwie yang hendak melakukan serangan menggelap, bukan saja tidak mengenakan sasarannya, malahan ia sendiri
261
hampir mendapat celaka. Oleh karenanya, maka lantas timbul maksud jahatnya, ia mengeluarkan tiga batang pisau terbangnya, dilontarkan ke arah tiga jurusan untuk menyerang.
Kim Tan dalam pertempuran di Kun-san sudah pernah saksikan liehaynya senjata pisau terbang dari orang she Touw ini, maka tidak berani sembarangan. Ia lantas menghunus pedang pusakanya, dengan beberapa putaran saja, sudah menyampok jatuh pisau terbang yang mengarah bagian atas, kemudian dari sebelah tangannya ia melancarkan serangan yang kuat untuk memukul jatuh pisau terbang yang mengarah bagian tengah.
Setelah dua gerakan ini berhasil baik, ia lalu meloncat tinggi dengan kedua jari tangannya, ia menjepit pisau terbang yang mengarah bagian bawah. Kemudian disusul dengan bentakan keras: ,,Sambutlah, mari kukembalikan senjatamu.” Perkataan itu dibarengi dengan serangan pisau terbangnya Touw Thing Hwie yang dipukul membalik oleh Kim Tan.”
Dengan kepandaiannya menggunakan golok terbang yang membuat ia terkenal di kalangan Kang-ouw, Touw Thing Hwie melancarkan serangannya dengan senjata rahasia tunggalnya. Ia mengira, kali ini meskipun Kim Tan mempunyai kepandaian tinggi, sudah tentu sukar sekali untuk menghindarkan diri.
Tidak disangka-sangka bahwa Kim Tan bukan saja dapat menghindarkan serangan dengan cara yang mengagumkan, bahkan dapat mengembalikan serangannya dengan senjatanya sendiri. Ia tidak dapat kesempatan untuk berkelit, senjata meluncur, dalam gugupnya ia lantas keluarkan satu pisau lagi
262
untuk memapaki serangan itu. Hanya terdengar suaranya dua senjata beradu, dua pisau terbang itu jatuh di tanah.
Touw Thing Hwie mengeluarkan tiga batang pisau terbangnya lagi, yang segera hendak dilontarkan. Kim Tan melihat dengan tegas, maka lalu berkata: „Jika mempunyai kepandaian, boleh coba mengadu tenaga. Dengan senjata rahasia melukai orang, tidak terhitung perbuatannya orang gagah.”
Baru habis berkata, Cu Ling Cie sudah datang untuk memberi bantuan, dengan suara nyaring ia berkata: ,Engko Tan mundur dulu menjaga Encie Han Ing, aku akan mencoba kepandaiannya menggunakan golok terbang.”
Kim Tan barusan dapat melawan Touw Thing Hwie hanya menggunakan tenaganya yang dikerahkan secara terpaksa. Sekarang setelah mendengar suara Cu Ling Cie, tenaganya lenyap seketika, sehingga tubuhnya sempoyongan dan jatuh di tanah.
Cu Ling Cie terkejut, selagi hendak menolong, Touw Thing Hwie sudah berseru: „Lihat golok!” dan tiga benda berkeredepan telah menyerang. Di samping tiga golok terbang ini, Touw Thing Hwie masih melancarkan serangan dengan pasir racunnya, untuk menyerang Kim Tan dan Han Ing.
Cu Ling Cie yang hendak menghindarkan serangan golok terbang tapi juga hendak menolong diri kedua kawannya, sudah tentu agak ripuh.
263
Dalam keadaan sangat kritis ini, mendadak ada kekuatan yang gaib menyerang jatuh tiga golok terbang itu, dan serangan pasir beracun juga dibikin punah oleh kekuatan gaib yang kuatnya luar biasa itu. Cu Ling Cie merasa sangat heran, ia menoleh ke belakang, tapi tidak kelihatan apa-apa, tidak tahu orang berilmu tinggi siapa yang tidak mau memperlihatkan dirinya, dan membantu secara diam-diam.
Ketika itu Touw Thing Hwie merasa girang, karena serangannya akan berhasil, tapi tidak sangka kalau serangannya itu telah digagalkan oleh tenaga gaib, bahkan ia sendiri telah terpental jauh, hampir rubuh terjengkang. Untung ia sangat cerdik, buru-buru mengumpulkan tenaga dalamnya di kedua tangannya untuk menolak serangan gaib itu.
Cu Ling Cie menggunakan kesempatan baik itu, lantas memutar pedangnya menusuk ke dada Touw Thing Hwie.
Keadaan lantas berbalik, tadinya adalah Touw Thing Hwie yang berulang-ulang melakukan serangan, tapi kini telah berbalik diserang, dalam gugupnya, ia buru-buru miringkan tubuhnya untuk berkelit. Kemudian hendak menggunakan ilmu silat „dengan tangan kosong merampas senjata tajam”, menunggu sampai pedangnya Cu Ling Cie sudah dekat, lalu mengulurkan dua jari tangannya untuk menjepit senjata tajam itu.
Cu Ling Cie bukannya anak kemarin sore mana mau memberikan kesempatan untuk Touw Thing Hwie mencapai maksudnya. Ia pun segera menarik kembali serangannya, dengan tangan kirinya ia menotok pundaknya Touw Thing Hwie.
264
Pertempuran ini sudah berjalan kira-kira limapuluh jurus, masih belum kelihatan siapa yang unggul. Di samping mereka, tubuhnya Kim Tan dan Han Ing masih menggeletak di tanah. Cu Ling Cie yang melihat dua kawannya masih belum ingat orang, hatinya agak kuatir, oleh karena perasaan kuatir ini, hampir saja membuat celaka dirinya.
Dilain pihak, Hiong Lip Khun yang sedang bertempur melawan Pek-kut-sin-kun, meski sudah menggunakan ilmu silatnya Sao-yang-sin-ciang yang ia telah latih sepuluh tahun lamanya, tapi masih be1um bisa merebut kemenangan. Burung rajawali yang cerdik itu, tetap berterbangan di angkasa, untuk mengintai dan akan memberi bantuan di saat yang perlu.
Di saat itu, adalah pertempuran antara Cu Ling Cie dan Touw Thing Hwe yang paling genting keadaannya. Cu Ling Cie karena memikiri kedua kawannya, hatinya agak terganggu, sehingga sedikit lengah. Hal ini telah digunakan oleh Touw Thing Hwie sebaik-baiknya, dengan kedua jarinya, telah berhasil menjepit Pedangnya Cu Ling Cie. Dalam kagetnya, Cu Ling Cie hendak membetot, tapi tidak berhasil.
Touw Thing Hwie kembali hendak menggunakan ilmu silatnya Kin-na-chiu-hoat, hendak memutar patah tangannya Cu Ling Cie, tapi sebelum maksudnya itu berhasil, satu bayangan tahu-tahu telah terbang melayang turun, itu adalah burung rajawalinya Cu Ling Cie yang sangat cerdik luar biasa. Dengan kecepatan seperti kilat, burung rajawali itu terus mencengkeram pundaknya Touw Thing Hwie, sehingga daging bagian pundaknya sempoak
265
sebagian, darah mengucur terus. Dengan mengeluarkan jeritan hebat, Touw Thing Hwie terpaksa melepaskan mangsanya.
Cu Ling Cie menggunakan kesempatan bagus ini, segera menusukkan pedangnya ke arah perut lawan.
Tidak kecewa Touw Thing Hwie mendapat nama di kalangan Kang-ouw, dalam keadaan yang sangat berbahaya itu, ia masih tidak gugup, dengan menggeblakkan tubuhnya ke belakang, ia hindarkan tusukan pedangnya Ling Cie. Kemudian dengan jumpalitan, telah melesat sejauh satu tumbak, dan kemudian ia ambil langkah seribu.
Cu Ling Cie juga tidak mengejar, membiarkan musuh itu lari. Ia lantas memburu dan berdiri di samping tubuhnya Kim Tan dengan pelahan ia memanggil. ,,Engko Tan......” hanya ini saja yang ia keluarkan dari mulutnya, lantas disusul dengan suara tangis yang menyayatkan hati.
Kim Tan yang sedang pingsan, waktu dengar suara tangisan yang memilukan hati itu, hatinya lantas berdebar. Ia lantas membuka matanya, bibirnya agak bergerak, tapi tidak mampu mengeluarkan perkataan. Han Ing selain dari hidungnya masih bisa bernapas, hampir sudah seperti mayat keadaannya.
Cu Ling Cie meski terhitung salah satu orang yang cerdas, tapi melihat keadaannya orang yang ia cintakan seolah-olah sudah mendekati ajalnya, hatinya sudah hancur luluh. Ia sama sekali tidak berdaya untuk mengatasi pikirannya yang ruwet, hanya air matanya saja yang terus mengalir, membasahi kedua pipinya.
266
Itu waktu Hiong Lip Khun, Hian Kie Cu dan Ma Beng, tiga jago kenamaan di kalangan Kang-ouw, ditambah dengan satu tenaga muda He Kau Chun, berempat mengepung Pek-kut-sin-kun. Bukan saja tidak berdaya, malahan dalam pertempuran yang seru itu, He Kau Chun telah kesampok jubahnya Pek-kut-sin-kun sehingga terpental sejauh satu tumbak lebih.
Kemudian dengan bersiul nyaring, Pek-kut-sin-kun tubuhnya melesat tinggi, seperti seekor burung terbang, melayang ke arah Cu Ling Cie dan Kim Tan. Hiong Lip Khun segera tahu gelagat kurang baik, dengan meniru caranya Pek-kut-sin-kun ia mengejar, tapi tidak dapat menyandak.
Cu Ling Cie yang berada dalam keadaan duka, tidak seperti biasanya yang mempunyai pendengaran dan pemandangan tajam. Sewaktu ia tahu ada bahaya mengancam, namun sudah terlambat, hingga jiwa ia bersama dua kawannya segera akan melayang di bawah serangan Im-hong-ciang nya Pek-kut-sin-kun.
Dalam keadaan yang sangat berbahaya itu, tiba-tiba terdengar suara siulan nyaring, satu orang yang wajahnya jelek luar biasa, tidak ubahnya dengan iblis, telah menghadang di tengah, menyambut serangan Pek-kut-sin-kun. Dengan demikian, hingga Cu Ling Cie, Kim Tan dan Han Ing terlepas dari bahaya maut.
Sekalipun Pek-kut-sin-kun sudah mempunyai kepandaian yang tidak ada taranya, setelah beradu tenaga dengan orang aneh itu, tubuhnya tergoncang juga sampai tujuh-delapan tindak. Sebagai kepala dari suatu perkumpulan, yang biasanya suka agulkan diri
267
sebagai seorang yang tidak ada tandingannya di dunia persilatan, belum pernah menerima hinaan begitu rupa? Maka setelah berdiri tetap lagi, ia lantas kerahkan seluruh kekuatannya untuk menyerang orang aneh itu yang seperti manusia bukan manusia, dan seperti setan bukannya setan.
Pek-kut-sin-kun punya serangan kali ini, adalah dalam keadaan sangat murka, bisa dibayangkan berapa hebat kekuatannya, sekalipun barang keras, juga akan hancur berantakan. Tapi aneh bin ajaib, mahluk aneh itu seolah-olah tidak merasakan apa-apa, sedikitpun tidak menggeserkan tubuhnya.
Orang-orang yang menyaksikan, semuanya pada terkejut, mereka menganggap bahwa mahluk aneh ini tentu akan terbinasa di tangannya Pek-kut-sin-kun. Siapa kira serangan Pek-kut-sin-kun itu begitu sampai segera merasa seperti tersedot oleh kekuatan gaib, mahluk aneh itu bukan saja tidak terluka barang sedikit, malahan memutar ke belakangnya Pek-kut-sin-kun, untuk lakukan pertempuran.
Ma Beng dalam repotnya masih ingat bahwa Kim Tan dan kawannya sedang terluka, maka segera pergi menghampiri, di belakang pundaknya Cu Ling Cie menepok dengan perlahan.
Cu Ling Cie segera mendusin, dan setelah dapat lihat mahluk aneh itu sedang bertempur dengan Pek-kut-sin-kun, dengan kaget ia, mengeluarkan seruan.
268
Ma Beng buru-buru menanya: „Ling Cie Hian-tit, apakah kau masih ada obat pil Ngo-bie? Lekas berikan sebutir kepada Kim Tan Hian-tit.”
Diingatkan oleh Ma Beng, Cu Ling Cie seperti baru sadar dari mimpinya. Ia buru-buru mengeluarkan obat pilnya dimasukkan ke dalam mulut Kim Tan. Ma Beng membantu mengurut-urut urat-uratnya, maka sebentar kemudian Kim Tan sudah sadar kembali.
Waktu ia membuka matanya, baru tahu bahwa dirinya telah menggeletak di samping tubuhnya Han Ing, agak merasa malu rasanya, maka ia buru-buru lompat bangun. Melihat Han Ing masih belum sadarkan dirinya, hatinya kembali merasa sedih.
Ma Beng jongkok disamping tubuh Han Ing, coba memeriksa urat nadinya, wajahnya menunjukkan perasaannya yang sangat tegang. Cu Ling Cie dan Kim Tan memandang dengan mata tidak berkesip, hatinya tergoncang hebat. Kim Tan meski dalam hatinya merasa tegang, tapi di wajahnya masih dapat menunjukkan ketenangannya, tidak mau menunjukkan perasaannya dihadapannya Ma Beng.
Tidak demikian dengan Cu Ling Cie, ia menanya berulang-ulang dengan tidak sabarnya: „Empe Ma, apakah Encie Han Ing masih bisa ditolong?” Pertanyaan demikian telah beberapa kali dikeluarkan dari mulutnya.
Ma Beng dengan mengelah napas panjang, akhirnya menjawab: „Ia lukanya ada terlalu berat, bagian dalam badannya sudah
269
hancur oleh getaran serangan Pek-kut-sin-kun, meskipun tabib Hoa Tho hidup kembali, juga tidak berdaya. Apalagi dengan kepandaianku yang tidak berarti ini, tidak perlu dikata lagi.”
Mendengar jawaban Ma Beng, Cu Ling Cie hancur rasa hatinya, kembali menangis tersedu-sedu.
Di saat itu, mendadak terdengar suaranya Pek-kut-sin-kun yang keras: „Iblis dari mana, tidak mau perlihatkan wajah aslinya di depanku. Jika kau ada nyali, lekas perlihatkan wajahmu untuk bertanding dengan aku, Perlu apa mesti sembunyi-sembunyi.”
Cu Ling Cie dan Kim Tan karena sibuk hendak menolong Han Ing, sampai munculnya mahluk yang aneh itu pun tidak tahu. Mendengar suara bentakan ini, baru menoleh, dan dapat tahu kalau ada satu mahluk yang aneh berwajah sangat jelek, sedang bertempur melawan Pek-kut-sin-kun, dalam hati mereka merasa heran. Dan yang lebih mengherankan, ialah orang jarg sudah mempunyai kepandaian tinggi seperti Pek-kut-sin-kun, dalam pertempuran melawan mahluk aneh itu, bukan saja tidak mampu merubuhkan, malahan kelihatannya berada di bawah angin, sehingga perlawanannya pun menunjukkan sedikit repot.
Dan yang paling mengherankan ialah ilmu silat yang dimainkan oleh mahluk aneh itu seperti satu golongan dengan gurunya, Sam Hie To-tiang, dalam tempo sekejap saja, mereka dibikin bingung oleh keadaan yang aneh ini, seolah-olah menghadapi teka-teki yang sulit dipecahkan, sehingga bingung terlongong-longong.
270
Sedangkan Hiong Lip Khun dan Hian Kie Cu yang memerlukan datang untuk memberi bantuan kepada Kim Tan, menyaksikan keadaan yang sangat aneh itu juga dibikin bingung. Mereka berdiri di samping sambil menonton.
Si sembrono He Kau Chun yang tolol-tololan, sudah lupa kalau dirinya sedang berada di dalam goa macan. Jika melihat serangan-serangan yang seru dan tegang, bukannya menahan napas, malahan bersorak-sorak.
Mereka semua adalah ahli-ahli silat kelas satu, sudah tentu dapat lihat dalam pertempuran yang sangat dahsyat ini, siapa-apa yang unggul dan yang asor. Melihat Pek-kut-sin-kun yang semakin lama semakin gugup dan repot, sedangkan dari dahinya sudah mengucur banyak peluh, suatu tanda bahwa Pek-kut-sin-kun kali ini benar-benar ketemu batunya. Yang cemas dan gelisah adalah murid-muridnya Pek-kut-sin-kun, melihat guru mereka sedang menghadapi kehancuran, tapi tidak mampu berbuat apa-apa.
Pek-kut-sin-kun melihat gelagat akan mengalami kekalahan, tidak segan-segan lagi dengan kedudukannya sebagai kepala satu perkumpulan, ia telah mengeluarkan senjata rahasianya yang berupa pasir beracun, dilancarkan serangannya kepada mahluk aneh itu. Jarak pertempuran itu sangat dekat, dan kekuatan Pek-kut-sin-kun ada sangat tinggi, serangan senjata rahasia itu sukar dikelit. Tidak kira kalau dalam saat hendak tibanya serangan pasir beracun itu, mahluk aneh itu sudah menggunakan jubahnya untuk menyampok sehingga pasir beracun itu dibikin berhamburan.
271
Gagal dengan serangannya ini, Pek-kut-sin-kun diam-diam merasa kaget. Mahluk aneh itu waktu seolah-olah hendak mempermainkan dia, berkelahi sambil berputaran, tapi tidak mengeluarkan serangan yang berarti, karena gerak badannya sangat gesit dan lincah, membikin Pek-kut-sin-kun tidak bisa melepaskan diri. Keadaan ia itu waktu, bukan saja bermandikan air peluh, bahkan napasnya pun sudah tersengal-sengal.
Murid-murid Pek-kut-sin-kun yang pandai, itu waktu hanya ketinggalan Go Beng dan Touw Thing Hwie. Melihat gurunya keteter, lalu turun tangan untuk membantu dengan melontarkan serangan senjata gelap, yang ditujukan kepada mahluk aneh itu.
Terhadap serangan gelap ini, mahluk aneh itu seolah-olah tidak melihat mata, sama sekali tidak berkelit, hanya dengan jubahnya ia menyampok dan senjata gelap itu jatuh berhamburan di tanah.
Hian Kie Cu dan Hiong Lip Khun melihat tindakan curang dari kedua orang itu, tidak mau tinggal diam, maka telah bertindak berbareng untuk menempur Go Beng dan Touw Thing Hwie.
Dalam pertempuran sengit itu, tiba-tiba terdengar suara nyaring dari mahluk aneh itu, suara itu yang bisa membikin berdiri bulu roma semua orang yang mendengar. Berbareng menggemanya suara itu, seorang yang mengangkat dirinya sendiri sebagai jago kelas satu di dunia persilatan Pek-kut-sin-kun, seperti terkena serangan angin jahat, tubuhnya pelahan-lahan telah rubuh di tanah.
272
Dan sebentar kemudian, mahluk aneh itu sudah menghilang tanpa bekas.
Dengan rubuhnya Pek-kut-sin-kun, Pek-kut-kauw itu waktu telah kehilangan pemimpinnya. Ma Beng lantas berseru: „Tahan, saudara-saudara, dengarlah perkataanku dulu. Kedatangan kita kali ini, maksudnya adalah hendak menuntut balas terhadap Ouw-pak-sam-sat, dengan Pek-kut-kauw tidak ada ganjelan hati apa-apa. Sekarang ini Pui Lip dan Pui Tiauw sudah binasa, hanya ketinggalan Pui Tao yang sudah melarikan diri, tapi kita percaya tidak mungkin ia bisa terlolos dari tangan kita. Salah paham dengan kalian, dengan demikian telah kita hapus, aku tidak tahu bagaimana pikiran kalian?” Sehabis berkata, sepasang matanya memandang murid-murid Pek-kut-kauw yang ada disitu, melihat apa reaksinya mereka.
Itu waktu, Pek-kut-sin-kun coba merayap bangun, dengan sorot mata beringas, ia hendak coba berdiri, tapi baru saja hendak mengerahkan kekuatannya, rasa sakit telah menyerang seluruh tubuhnya, sehingga tubuhnya bergoyang-goyang, tidak bisa berdiri tetap. Murid-muridnya lalu pada maju untuk memayang. Oleh karena pemimpinnya sudah terluka berat, murid-murid Pek-kut-sin-kun setelah mendengar perkataan Ma Beng, semuanya terdiam, tidak ada yang berani menyatakan tidak setuju dengan usul Ma Beng tersebut.
Pek-kut-sin-kun dengan sorot mata gemas memandang Ma Beng, selagi hendak membuka mulut Kim Tan sudah maju ke depan, sambil menjura ia berkata kepada Pek-kut-sin-kun: „Barusan kita telah kelancangan memasuki tempatmu dan
273
menyusahkan Sin-kun, mohon Sin-kun suka memaafkan. Hanya aku yang rendah masih ada sepatah kata yang hendak kusampaikan kepada Sin-kun, belum tahu Sin-kun sudi menerima atau tidak.”
Pek-kut-sin-kun memandang Kim Tan sejenak, lalu menjawab dengan suara dingin: „Katakan saja, perlu apa malu-malu kucing.”
Dengan tidak sungkan lagi, Kim Tan berkata dengan suara tandas: „Sin-kun adalah kepala dari satu perkumpulan, kecerdikan, keberanian, semua ada padamu, orang-orang gagah dalam dunia persilatan, semuanya hargakan kau. Sayang sedikit agak ceroboh menerima murid, sehingga yang baik dan yang jahat bercampur baur, malahan sudah dikelabui oleh beberapa orang murid kesayangannya.
„Giok-tek-hwie-sian Han Ing, sebetulnya merupakan setangkai bunga teratai yang tumbuh di air kotor, sebaliknya mendapat cemohan yang tidak selayaknya. Jika hendak dikatakan ada bersekongkol dengan aku, hendak mengkhianati suhunya, hal ini lebih-lebih tidak pada tempatnya. Dengan tidak bisa membedakan yang hitam dengan yang putih, mau tidak mau akan membikin tertawaan dalam dunia persilatan......”
Baru berkata sampai disini, Pek-kut-sin-kun sudah tidak sabaran, dan memotong dengan satu bentakan keras:
„Bocah cilik, jangan sembarangan buka mulut. Menertibkan peraturan perkumpulan, adalah urusan dalam perkumpulan kita
274
sendiri. Hari ini tidak membuat kalian hancur lebur di pusat Pek-kut-kauw ini, sudah terhitung satu kebijaksanaan dan tindakan yang welas asih dari kita. Jika kalian tahu diri, lekas tinggalkan gunung ini, tiga tahun kemudian, aku akan datang sendiri ke gunung Ngo-bie-san, untuk membalas sakit hati hari ini. Jika kalian tidak menurut, jangan harap bisa tinggalkan gunung ini dengan selamat.”
Melihat ia masih tidak mau insyaf, dalam hatinya agak mendongkol. Ia tidak nyana bahwa iblis tua ini setelah dilukai oleh mahluk aneh itu, masih juga bisa keras kepala.
Selagi hendak membuka mulut, tiba-tiba kedengaran satu suara yang antap, menggema di angkasa: „Kembali ke pantai, jangan bimbang.” Meski nadanya sangat halus, tapi diucapkannya sepatah demi sepatah, yang sangat tegas dan nyata.
Terang itu adalah dikeluarkan dari mulut orang yang tinggi ilmu sudah tidak ada taranya, dalam dunia persilatan pada jaman itu, orang gagah yang mempunyai kepandaian semacam itu, jumlahnya bisa dihitung dengan jari. Mereka yang dapat dengar suara itu, semua pada tercengang. Kendati Pek-kut-sin-kun yang ilmu silatnya begitu tinggi, mau tidak mau juga merasa kaget, akhirnya ia mengelah napas panjang, diam seketika lamanya sepatah kata pun tidak bisa keluar dari mulutnya.
Kim Tan dan Cu Ling Cie lantas meninggalkan Pek-kut-sin-kun dan kembali melihat keadaannya Han Ing.
275
Han Ing sendiri, itu waktu keadaannya semakin menyedihkan, dalam keadaan bingung, Kim Tan tidak bisa berbuat lain daripada memberi makan obat pil yang ia kira dapat menolong. Melihat perbuatan Kim Tan, Ma Beng dengan mengelah napas berkata kepada Kim Tan: „Obat hanya untuk mengobati orang sakit yang belum waktunya untuk mati, seperti juga Sang Buddha yang hanya menyeberangi ke sorga bagi orang yang ada jodoh. Ia lukanya sudah begitu berat, sekalipun ada obat yang sangat mustajab, juga sudah tidak bisa menolong.”
Mendengar perkataan Ma Beng, Kim Tan masih bisa tahan, tinggal Cu Ling Cie yang sejak tadi sudah menangis tidak henti-hentinya. Pada saat itu, Han Ing telah membuka matanya, memandang Kim Tan dan Cu Ling Cie sambil tersenyum.
Dengan memaksakan diri, ia bangun berduduk, dan dengan suara terputus-putus ia berkata: „Adik Tan, adik Cie. Pepatah ada bilang, di dunia ini tidak ada orang yang berumur sampai ratusan tahun, maka jangan coba berusaha hendak hidup seribu tahun. Semua perkara sudah diatur oleh Yang Maha Esa. Kematian Han Ing seorang tidak terhitung soal apa-apa. Kalian berdua sudah berhasil menuntut balas musuh-musuh ayah bundamu, maka tidak lekas-lekas pulang ke Ngo-bie, apa perlunya berdiam lama-lama disini?”
Kim Tan dan Cu Ling Cie mendengar pesannya orang yang sudah mendekati ajalnya ini. Seluruh badannya dirasakan dingin, pikirannya melayang-layang jauh, seolah-olah sudah kabur. Di saat itu, tiba-tiba terdengar suara jatuhnya benda tepat disamping badannya Kim Tan.
276
Kim Tan menengok kesana sini, tapi ternyata tidak ada pohon. Dari manakah datangnya daun ini? Mendadak ingat ketika Han Ing mendapat kesusahan di kuil tua, ia juga pernah diberi tahukan dengan daun pohon. Ia lalu menduga daun ini tentunya bukan sembarang daun. Ia buru-buru memungut, ternyata di atas daun itu ada sebaris tulisan yang ditulis dengan kuku tangan, tulisan itu berbunyi:
„Sakit hati sudah terbalas, jangan menimbulkan perseteruan di kalangan Kang-ouw, lekas pulang ke Ngo-bie.”
Sehabis baca, ia lantas serahkan kepada Cu Ling Cie seraya berkata: „Kiranya suhu dengan diam-diam telah mengikuti kita. Kali ini kita di pusat Pek-kut-kauw ini, telah beberapa kali terhindar dari bahaya kematian, semua adalah suhu yang memberi pertolongan.”
Mendengar ini, Cu Ling Cie agaknya kurang mengerti, ia menanya: „Jika benar guru diam-diam mengikuti kita, mengapa setelah tiba di pusat Pek-kut-kauw ini juga tidak mau perlihatkan diri?”
Kim Tan berpikir sebentar, lalu menjawab: „Suhu jika melakukan sesuatu, selamanya sangat hati-hati. Ia tidak mau perlihatkan diri, mungkin ada sebabnya......”
Bicara sampai disini, mendadak dengar berkelebatnya jubah, satu bayangan orang turun dari angkasa. Setelah ditegasi, orang yang datang itu ternyata Pek-kut-sin-kun adanya.
277
Kim Tan tahu bahwa kedatangan Pek-kut-sin-kun ini tidak bermaksud baik, segera memberi isyarat kepada Cu Ling Cie. Keduanya segera siap sedia. Ternyata Pek-kut-sin-kun yang tadinya terkena totokan oleh mahluk aneh itu, dengan mengandal tenaga dalamnya yang tinggi, setelah bersemedi sebentar, lantas pulih kembali.
Selagi Kim Tan dan Cu Ling Cie hendak turun tangan, Pek-kut-sin-kun mendadak berkata dengan suara sangat dalam: „Kedua Siau-hiap, harap jangan salah paham. Perkara yang sudah-sudah, aku sudah mengerti. Perbuatan Han Ing, tidak ada yang tereela, tidak kecewa menjadi anakku yang baik. Sayang aku telah dikelabui orang, sehingga hilang akal budiku, sampai kesalahan tangan melukai dia. Sekarang ku pikir-pikir, sungguh sangat menyesal.”
Sehabis berkata, ia lantas berjongkok disisi tubuh Han Ing, mengusap-usap rambutnya Han Ing, dan memperlihatkan wajah yang welas asih.
Giok-tek-hwie-sian Han Ing, meski sudah luka parah, tapi pikirannya masih belum kabur sama sekali. Ketika melihat ayah angkatnya akhirnya telah insyaf kesalahannya, hatinya merasa girang. Dengan memaksa ia menahan rasa sakitnya, sambil bersenyum ia berkata:
„Anak telah ayah pelihara sampai duapuluh tahun, belum dapat membalas budimu ini, mana berani sesalkan. Sekarang ternyata ayah sudah mengetahui duduk perkaranya yang benar, anak meskipun mati juga bisa dengan mata meram.”
278
Sehabis kata-katanya, kedua matanya lantas membalik dengan bibir masih tersungging senyuman, ia melepaskan napasnya yang penghabisan.
Cu Ling Cie yang masih kekanak-kanakan, melihat Han Ing binasa, lalu menubruk dan memeluk tubuhnya Han Ing sambil menangis sesambatan. Kim Tan yang menyaksikan pemandangan yang sangat mengharukan ini, berdiri di samping laksana patung. Ia hendak menangis, tapi tidak bisa keluar air matanya.
Pek-kut-sin-kun meski sifatnya kukuh dan agak kejam, tetapi terhadap Han Ing yang ia telah rawat dan besarkan sendiri, kali ini telah mati di bawah tangannya sendiri, mau tidak mau tergerak juga hatinya, memandang wajahnya Han Ing. Air matanya turun bercucuran.
Ma Beng hendak mencegah agar supaya Kim Tan tidak terlalu sedih memikiri hal ini, dengan suara rendah ia berkata: „Sekarang urusan sudah beres, perlu apa kita berdiam disini, lebih baik kita lekas turun gunung.”
Mendengar perkataan Ma Beng, mengingat pesan gurunya, Kim Tan seperti baru sadar dari mimpinya. Ia buru-buru menghampiri Pek-kut-sin-kun, sambil menjura ia berkata:
„Sengketa antara kita dengan Ouw-pak-sam-sat, kini sudah selesai, hanya tinggal Pui Tao seorang yang juga sudah hendak menerima hukuman Sin-kun, urusan ini aku serahkan kepada kebijaksanaan Sin-kun, biarlah Sin-kun sendiri yang akan ambil
279
keputusan. Selain dari itu, kita dengan partai Pek-kut-kauw, belum pernah bermusuhan, dan kesalah pahaman kali ini, dengan inipun kita habiskan. Tentang kedatangan kita yang telah menggerecok kepada Sin-kun, dengan ini kita haturkan maaf.”
Sehabis berkata, dengan pelahan-lahan ia berjalan ke depan jenazahnya Han Ing, untuk memberi hormat yang penghabisan.
Ma Beng setelah perkenalkan Hiong Lip Khun dan Hian Kie Cu kepada Pek-kut-sin-kun, lalu menanya Hiong Lip Khun perihal kepergiannya ke Biauw-ciang untuk mencari Goan-ceng-siang-to Yo Siok, guna menuntut balas sakit hatinya pada beberapa tahun yang lalu.
Hiong Lip Khun perlihatkan wajah muram, sambil mengelah napas ia menjawab: „Yo Siok meski aku sudah ketemukan, dan sudah membuat perhitungan sakit hatiku tahun yang lalu, tapi akhirnya dia tokh bisa meloloskan diri dengan keadaan luka, sehingga tidak dapat menyingkirkan jiwanya seorang jahat dari dunia Kang-ouw ini.”
Semua orang yang mendengar pada turut merasa sayang. Sedangkan Pek-kut-sin-kun, karena merasa sangat menyesal dan terharu atas kematian anaknya yang ia telah lakukan sendiri, maka lama tidak dapat membuka mulut.
Ma Beng kembali maju kepada Hian Kie Cu dan menyatakan terima kasihnya yang ia sudah menepati janjinya. Mendengar ini,
280
Kim Tan baru ingat kalau tadi sudah lupa tidak menghaturkan terima kasih kepada Hian Kie Cu dan Hiong Lip Khun.
Kim Tan berempat ditambah Hian Kie Cu dan Hiong Lip Khun, selagi hendak berpamitan kepada Pek-kut-sin-kun, yang tersebut belakang ini memandang Kim Tan dengan menunjukkan senyuman getir dan berkata:
„Kedatangan kalian sangat kebetulan, apalagi Kim dan Cu kedua Siau-hiap, dimasa hidupnya Han Ing pernah mengikat tali persobatan, mengapa tidak mau tunggu sebentar, setelah aku mengubur jenazahnya Han Ing. Aku juga akan meninggalkan gunung Ay-lie-san ini dan membubarkan perkumpulan Pek-kut-kauw, seumur hidup tidak akan menginjak tempat yang menyedihkan ini.”
Mendengar ini, semua orang agak terkejut.
Setelah upacara penguburan selesai, mereka lantas berlalu dari Ay-lie-san.
Setelah melewati daerah pengaruhnya Pek-kut-kauw, selagi Hiong Lip Khun dan Hian Kie Cu hendak ambil selamat berpisah kepada Kim Tan dan Ma Beng dan kawan-kawan, di bawah lembah yang curam, seperti ada bayangan orang yang bergerak. Semua orang merasa sangat heran. Selagi belum mendapat kepastian kawan atau lawan, lebih baik siap sedia.
Cu Ling Cie mengeluarkan suara siulan. Burung rajawali yang tadinya terbang di angkasa, lantas terbang menurun. Cu Ling
281
Cie ingat bagaimana dulu gurunya pernah naik burung mengantar ia turun gunung, mendadak timbul pikiran aneh. Ia segera loncat ke atas tubuh burung itu, kedua tangannya memeluk leher burung. Setelah mengebaskan sayapnya, burung rajawali itu lantas terbang bersama Cu Ling Cie.
Kim Tan hendak mencegah, tapi sudah terlambat, hingga cuma melihat burung itu membawa Cu Ling Cie terbang menurun ke lembah. Sebentar kemudian, burung itu sudah terbang jauh dan tidak kelihatan sama sekali.
Lama sekali tidak ada perubahan apa-apa. Selagi merasa agak bingung, mendadak melihat bayangan seekor burung lagi, yang pelahan-lahan terbang ke atas.
Kim Tan terkejut, karena burung yang barusan muncul dari lembah ini, ternyata tidak ada bayangannya Cu Ling Cie. Apakah ia mendapat kecelakaan di dalam lembah? Untung Kim Tan meski hatinya agak bingung, tapi otaknya tetap dingin.
Dengan teliti ia mengawasi burung rajawali itu, ternyata mirip benar dengan kepunyaan Sam Hie To-tiang. Apakah benar gurunya pun sudah tiba disini.
Selagi berpikir, tiba-tiba terdengar satu siulan nyaring. Satu mahluk yang berparas jelek luar biasa, dari bawah lembah dengan cepat naik ke atas gunung. Di bawah ketiaknya orang aneh itu mengempit tubuhnya Cu Ling Cie, dan di belakangnya diikuti oleh burung rajawali yang tadi dinaiki oleh Cu Ling Cie.
282
Semua orang yang melihat kembali dibikin terkejut.
Orang berwajah aneh itu setelah meletakkan tubuhnya Cu Ling Cie, lalu dengan pelahan membuka kedoknya yang memperlihatkan wajah jelek itu, dan memperlihatkan wajah aslinya. Ternyata adalah Sam Hie To-tiang.
Kim Tan buru-buru bertekuk lutut.
Sam Hie To-tiang mengapa berbuat main-main dengan cara demikian. Menurut keterangannya, ialah karena ia tidak mau terlibat dalam urusan Kang-ouw. Karena ia tahu bahwa kekuatan Kim Tan dan Cu Ling Cie masih belum dapat menandingi Pek-kut-sin-kun, maka diam-diam telah membuntuti. Yang melepaskan senjata rahasia berupa duri pohon di Shia-ling-kie dan yang memberi kabar kepada Kim Tan tentang dirinya Han Ing yang mendapat bahaya di kuil tua, juga ia.
Sam Hie To-tiang setelah melepaskan totokannya Cu Ling Cie, nona ini lantas ingat kembali pikirannya, dan setelah melihat Sam Hie To-tiang berada di depannya, ia buru-buru memberi hormat dengan berlutut.
Sam Hie To-tiang lalu menuturkan dengan bagaimana barusan Cu Ling Cie telah kena dibokong oleh Yo Siok dan bagaimana ia telah memberi pertolongan.
Hiong Lip Khun mendengar penuturan Sam Hie To-tiang, baru tahu kalau Yo Siok setelah dihajar, lalu mengejar ke Ay-lie-san, tapi tidak nyana telah bertempur dengan Cu Ling Cie dan
283
akhirnya kena ditotok oleh Sam Hie To-tiang. Untuk membikin perhitungan padanya, maka Hiong Lip Khun buru-buru turun ke lembah.
Ma Beng dan Hian Kie Cu lalu berpisah dengan Kim Tan. Dan Kim Tan, Cu Ling Cie dan He Kau Chun lantas ikut Sam Hie To-tiahg pulang ke Ngo-bie-san. Atas persetujuannya Sam Hie To-tiang, akhirnya Kim Tan dan Cu Ling Cie terangkap jodonya. Dan hidup bahagia hingga dihari tua.
T A M A T
Ditulis Oleh : ali afif ~ Ali Afif Hora Keren
Tulisan Cerita Silat Mandarin Online : Seruling Sakti dan Rajawali Terbang 3 Tamat ini diposting oleh ali afif pada hari Kamis, 13 April 2017. Terimakasih atas kunjungan Anda serta kesediaan Anda membaca Tulisan ini di Blog Ali Afif, Bukan Blogger terbaik Indonesia ataupun Legenda Blogger Tegal, Blogger keren ya Bukan. Kritik dan saran dapat anda sampaikan melalui kotak komentar.