- Cerita Mesum Dewasa : ITB 7
- Cerita Silat Dewasa: ITB 6
- Cerita Dewasa Baru :ITB 5
- Cerita Dewasa ABG : ITB 4
- Cerita Mesum ITB 3
- Cerita Dewasa Silat ITB 2
- Cerita Dewasa Imam Tanpa Bayangan 1
Bagian II
Jilid
1 – 51
Tamat
Saduran :
Tjan ID
Penerbit :
UP GENTA
Pencetak :
Tunas Tanjak
Terdaftar No.Pol.024/BIN/LEKS/75
Jilid 1
DALAM kisah sebelumnya diceritakan Pek In Hoei jago muda kita
terhantam masuk jurang oleh pukulan Hoa Pek Tuo yang maha
dahsyat sehingga nasibnya tidak ketahuan.
Sedang Hoa Pek Tuo yang berhasil menghantam roboh
musuhnya tiba-tiba merasakan suatu penyesalan yang besar sebab
satu satunya orang yang bisa menandingi kepintarannya telah lenyap,
ia menganggap sejak itu partai Thiam-cong telah musnah dari
permukaan bumi.
Di saat bayangan tubuhnya baru saja lenyap dibalik kegelapan
itulah, mendadak dari bawah tebing yang terjal muncul sepasang
telapak tangan yang gemetar keras, seakan akan cakar baja telapak itu
mencengkeram batu cadas kencang-kencang.
Orang itu bukan lain adalah Pek In Hoei jago kita yang dihantam
masuk jurang oleh lawannya. Dengan susah payah ia merangkak naik
ke atas tebing, di atas wajahnya yang penuh penderitaan terlintas rasa
bangga yang tak terkirakan.
"Partai Thiam cong tidak akan musnah!" gumamnya sambil
memandang kegelapan yang mencekam permukaan bumi. "Partai
Thiam cong hanya akan lenyap dari dunia persilatan untuk sementara
waktu begitu pula aku Pek In Hoei, tidak akan mati dengan begini
saja, mungkin namaku akan hilang beberapa saat dari pendengaran
orang..."
1
Saduran TJAN ID
Perlahan ia bangkit berdiri sambil mengepal kepalannya
kencang-kencang ia berseru:
"Suatu saat aku muncul kembali dalam dunia persilatan. Pek In
Hoei tiga patah kata pasti akan mengagetkan seluruh kolong langit."
Kiranya tatkala sang badan mencelat masuk ke dalam jurang oleh
pukulan Hoa Pek Tuo yang maha dahsyat tadi, tanpa terasa ia menjerit
keras saking kagetnya, pada saat yang seperti itu timbul kemauan
yang keras untuk melanjutkan hidupnya.
Maka dengan segenap kemampuan yang dimilikinya ia
mengayunkan telapak tangannya ke depan, ia ingin menggunakan
sambaran yang terakhir ini untuk mempertahankan jiwanya yang
bakal musnah.
Oleh sebab itu, ketika tangan kanannya menyentuh sebuah
tonjolan batu cadas di lambung tebing, tanpa sadar batu tadi
dicengkeramnya kencang-kencang.
Setelah kesadarannya pulih kembali, ia himpun segenap
kemampuan yang dimilikinya untuk setapak demi setapak merangkak
naik ke atas, akhirnya usaha ini berhasil juga dan ia lolos dari ancaman
maut.
Sambil membelai rambutnya yang kusut, si anak muda itu angkat
kepalanya memandang ke angkasa lalu bergumam kembali seorang
diri.
"Takdir masih belum menghendaki kematianku di tangan
jahanam tua itu, aku tak boleh menyia nyiakan kesempatan bagus
yang diberikan kepadaku untuk melanjutkan hidup ini..."
Diam diam ia merasa berterima kasih pula atas pemberian sebutir
pil penerus nyawa atau 'Si Beng Wan' yang dilemparkan Pek Giok
Jien Mo kepadanya, sebab kalau tidak demikian tak nanti dirinya
mempunyai kekuatan sebesar itu untuk merangkak naik ke atas
tebing.
Angin malam berhembus kencang... lapat-lapat terdengarlah
serentetan suara nyaring menggema di angkasa :
2
IMAM TANPA BAYANGAN II
"Ada budi harus dibalas dengan budi, ada dendam harus dibalas
dengan darah, aku tak sudi dirugikan oleh siapa pun dan tak mau
berhutang kepada siapa pun !".
Tetapi... benarkah takdir memberikan budi kepadanya ? dapatkah
ia menyelesaikan budi dan dendam yang tiada terhingga banyaknya
itu? Jalan kecil yang tiada ujung pangkalnya menjulur di tengah
kegelapan dan lenyap dibalik hutan belantara yang gelap gulita, hutan
yang begitu lebat dan tak nampak ujungnya di bawah sorot cahaya
rembulan tampak seolah-olah sebuah samudra yang amat luas....
Dengan sempoyongan Pek In Hoei berjalan meninggalkan tebing
batu karang yang hampir saja merenggut nyawanya, selangkah demi
selangkah ia berjalan di jalan kecil yang tiada ujung pangkalnya itu...
Angin malam berhembus seakan akan sedang mentertawakan
dirinya yang telah usang, di bawah sorot cahaya bintang, bayangan
tubuhnya nampak semakin limbung.
"Ooooh... Pek In Hoei! Pek In Hoe, kau tak boleh melupakan
segala penderitaan serta hinaan yang telah kau alami selama ini!" ia
benahi rambutnya yang kusut, lalu gumamnya kembali, "Setelah kau
sanggup menahan penderitaan batin yang berat, sepantasnya kau pun
harus dapat menahan penderitaan atas kesunyian serta kepedihan di
dalam hatimu... "
Ia angkat kepalanya memandang awan hitam di langit, senyum
dingin menyungging di ujung bibirnya, kembali ia berpikir:
"Aku tak sudi menerima rasa kasihan serta rasa iba dari kamu
sekalian, aku sudah terbiasa hidup sebatang kara, seakan akan
bayangan tubuhku, sepanjang masa ia akan mengikuti diriku kemana
saja aku pergi..."
Wajahnya mendadak berkerut... air mata jatuh berlinang
membasahi pipinya.
"Selamanya aku memang sebatang kara, aku tak sudi dikasihani
orang... aku tak sudi orang lain merasa iba atas penderitaanku...!"
3
Saduran TJAN ID
Angin malam membawa pergi jeritannya itu hingga lenyap di
ujung sana... kesunyian kembali mencengkeram sekeliling tubuhnya.
"Aku tidak seharusnya belajar silat," sambil menyeka air mata
yang membasahi pipinya ia bergumam lirih, "Sejak dilahirkan aku
memang tiada berbakat untuk belajar silat, aku tahu sekali tubuhku
melangkah masuk ke dalam dunia persilatan, sepanjang masa aku tak
akan dapat hidup tenang, dunia kangouw pada dasarnya hanyalah
suatu lembah yang penuh dengan pusaran. Siapa pun yang terjerumus
ke dalamnya maka selama hidup sulit baginya untuk melepaskan diri
dari pusaran tersebut..."
Sambil berjalan otaknya berputar terus, makin dipikir ia merasa
makin sedih sampai akhirnya ia merasa bahwa di kolong langit ini tak
ada seorang sanak keluarga yang bisa dijagakan, tak ada satu tempat
pun yang bisa digunakan untuk berteduh, ia merasa dirinya sebatang
kara... seorang diri harus berkelana dalam dunia persilatan, merasakan
pelbagai penderitaan dan siksaan tanpa segelintir manusia pun yang
sudi menghibur hatinya.
Golakan batin yang luar biasa beratnya ini membuat si anak muda
itu tak kuasa untuk menahannya lebih jauh, dengan penuh perasaan
tersiksa ia mulai menjerit... bagaikan kalap ia lari sekencangkencangnya
ke depan sambil tiada hentinya berteriak... menjerit...
Entah berapa jauh sudah ditempuh... entah sudah berapa lama ia
berteriak teriak bagaikan orang gila... akhirnya Pek In Hoei tarik
napas panjang panjang dan menghentikan gerakan tubuhnya, dengan
termangu mangu ia berdiri tegak sambil memandang kicauan burung
yang beterbangan di angkasa karena terkejut oleh teriak teriakannya
itu...
Dengan sedih ia tundukkan kepalanya, ditarik cepat panjang dan
duduk ke atas tanah...
Ia mengerti, setelah berlarian beberapa saat lamanya peredaran
darah dalam tubuhnya telah berjalan semakin lancar, ditambah pula
daya kerja obat penerus nyawa atau "Si Beng Wan" yang ditelannya
4
IMAM TANPA BAYANGAN II
tadi, bila ia gunakan kesempatan tersebut untuk menyembuhkan luka
dalam yang dideritanya, niscaya luka tersebut dengan cepatnya akan
sembuh tujuh bagian.
Dalam keadaan seperti ini, ia tak ada waktu untuk memikirkan
lagi apa sebabnya Pak Giok Jien Mo memberikan pil penerus nyawa
itu kepadanya, seluruh perhatian serta pikirannya telah dipusatkan ke
atas Tan Thian guna mengatur napas dan salurkan hawa murninya
mengelilingi seluruh badan.
Segulung hawa panas perlahan lahan muncul naik dari pusar,
perlahan lahan mengikuti persendian dan urat urat nadi dalam badan
menyebar ke seluruh tubuh, dalam waktu singkat sekujur tubuhnya
sudah dipenuhi oleh hawa panas tadi...
Mendadak... Di tengah kesunyian yang mencekam hutan
belantara itu muncul suara langkah kaki yang nyaring, diikuti sebuah
lampu lentera yang terang benderang perlahan-lahan muncul dari
balik pepohonan yang lebat menuju ke arahnya.
"Eeeei... apa sebabnya burung burung dalam hutan ini secara tiba
tiba pada beterbangan di angkasa?" serentetan suara nyaring
menggema memecahkan kesunyian.
"Jangan jangan makhluk tua itu telah melarikan diri masuk ke
dalam hutan ini?"
"Hmm...! Hmmm!" suara lain yang lebih keras menyahut
pertanyaan itu. "Neneknya anjing tua itu... seolah olah selama
hidupnya tak pernah makan nasi, berani benar ia mencuri makanan
dalam tenda Pangeran, Hmmm! kalau bukan toa Hoed ya..."
Belum habis dia berkata, diiringi seruan tertahan orang itu roboh
terjengkang di atas tumpukan dedaunan yang tebal.
Cahaya lampu berkelebat lewat, orang yang membawa lampu
lentera itu segera memberikan reaksinya, cahaya kuning tampak
berkelebat lewat. Laksana kilat meluncur ke dalam hutan yang lebat
itu.
5
Saduran TJAN ID
Namun... bagaikan batu cadas yang tenggelam di dasar samudra,
sama sekali tidak kedengaran reaksi apa pun dari balik sana.
Entah berapa saat sudah lewat... mendadak terdengar gelak
tertawa yang nyaring muncul dari balik hutan, diikuti
berkumandanglah serentetan suara yang nyaring:
"Neneknya cucu kura kura, kamu dua orang Lhama bukannya
baik baik bersembahyang Lhama-Keng di Tibet, mau apa datang
kemari mencicipi air kencing?"
Lampu lentera diangkat tinggi tinggi sehingga di bawah cahaya
lampu tampaklah jelas orang itu memakai jubah merah, berkepala
gundul dan berdandan seperti seorang Lhama dari Tibet.
Dengan penuh kegusaran Lhama itu membentak keras, tangannya
kembali diayun ke depan, dua batang lempengan baja segera
meluncur ke arah mana berasalnya suara tadi.
Bersamaan dengan meluncur datangnya dua batang lempengan
itu, mendadak dari hutan melayang keluar sesosok bayangan hitam
yang segera menyongsong datangnya serangan itu.
Duuuk... ! Duuuuk... ! dengan telak lempengan lempengan baja
itu bersarang di tubuh bayangan hitam, jeritan ngeri yang lirih dan
lemah segera berkumandang, bayangan hitam tadi tanpa ampun lagi
segera roboh ke atas tanah.
Rupanya Lhama berjubah merah itu tidak menyangka kalau
sambaran lempengan bajanya akan mendatangkan hasil, dalam
tertegunnya ia tidak mempedulikan keadaan rekannya lagi, dengan
langkah lebar ia segera meloncat ke arah mana robohnya bayangan
hitam tadi.
Siapa sangka baru saja ia tiba ditempat kejadian, mendadak ia
temukan bahwasanya kedua batang lempeng bajanya ternyata
tertancap di atas sebatang kayu yang besar.
Ia sadar bahwa keadaan tidak menguntungkan jiwanya, sambil
berseru tertahan cepat cepat ia putar badan bermaksud lari dari situ,
tapi... pada saat itulah sebuah huncwee gede diiringi desiran angin
6
IMAM TANPA BAYANGAN II
tajam telah melayang keluar dari balik ranting menghantam jalan
darah Giok Sheng Hiatnya.
Tak usah ditanya orang yang bersenjatakan huncwee gede itu
bukan lain adalah Ouw-yang Gong yang pernah kita kenal.
Sementara itu jago tua yang konyol itu sudah mengambil alih
lampu lentera itu dari tangan Lhama yang telah roboh binasa itu,
sambil meludah ke atas tanah omelnya :
"Maknya... anak anjing cucu monyet, para Lhama keparat ini
bukannya hidup bersenang senang dalam istananya, mau apa mereka
lari kemari untuk bikin keonaran... sialan..."
Mendadak ia hentikan ucapannya yang belum selesai diutarakan,
huncwee gedenya dengan cepat dilintangkan di depan dada, tubuhnya
berputar dan menempel di balik. sebuah pohon besar.
Belum sempat ia padamkan lampu lentera yang ada di tangan,
sebilah pedang panjang tanpa mengeluarkan sedikit suara pun telah
meluncur datang dari balik kegelapan.
Selapis cahaya pedang yang amat tajam dan menyilaukan mata
segera meluncur tiba dengan kecepatan laksana sambaran kilat, dalam
sekejap mata tiga buah jalan darah penting di dada jago tua itu sudah
terkurung di bawah ancamannya.
Ouwyang Gong terkejut, buru buru ia putar huncwee gedenya
untuk menangkis datangnya titik titik cahaya kuning itu.
Triiing... ! Triiiing... ! Triiiing... ! tiga kali suara dentingan
bergema di angkasa, seketika itu juga gerakan pedang lawan terhenti
sejenak, namun sungguh lihay orang itu, mendadak pedangnya
membentuk gerakan setengah busur yang aneh, dari samping laksana
kilat membabat masuk ke dalam.
Rupanya Ouwyang Gong tidak menyangka kalau pihak lawan
bisa mengubah jurus serangannya dengan begitu cepat, baru saja
huncwee di tangannya tersampok oleh pedang musuh, tahu tahu di
hadapan tubuhnya telah berkelebat datang lagi sebuah ancaman
maut!.
7
Saduran TJAN ID
Ia menjerit aneh, lampu lentera di tangan kirinya dengan cepat
didorong ke depan sementara huncwee gedenya menyapu datar sang
badan menyingkir ke samping.
Cahaya lampu berkedipan, sinar pedang menggulung silih
berganti... dalam sebuah babatan kilat lampu lentera itu terbelah jadi
tiga bagian, separuh batang lilin dengan menempel di punggung
senjata meneruskan babatannya ke depan.
Serangan pedang ini benar benar dilakukan dengan kecepatan
yang sukar dibayangkan; bukan saja dalam sekejap mata ia sudah
kirim tiga babatan dahsyat, bahkan sebelum lampu lilin itu terjatuh ke
tanah orang itu sudah menyambutnya dengan punggung pedang.
Ouwyang Gong angkat ujung bajunya untuk diperiksa, ia lihat
pakaian itu sudah terbabat sebagian oleh kilatan pedang lawan
sehingga robek dan bergelantungan bagaikan bendera.
Diam diam si orang tua itu menjulurkan lidahnya, ia berpikir :
"Kalau aku tidak berhasil menghindarkan diri dengan cepat,
Oooh... niscaya lengan kananku ini sudah ambrol termakan oleh
senjata lawan..."
"Hmmm! Hmmmm...!" mendadak gelak tertawa nyaring muncul
dari balik hutan, Ilmu pedang kilat "Hoei Hong Kwan" dari aliran Hay
Lam Pay betul-betul luar biasa, loolap merasa sangat kagum !"
Dengan cepat Ouwyang Gong berpaling, tampaklah enam buah
lampu lentera entah sejak kapan sudah menerangi hutan tersebut,
seorang Lhama tua yang berperawakan tinggi kekar perlahan lahan
munculkan diri ke dalam kalangan.
"Aduuuuuh celaka...! pikir si tua konyol itu dengan hati kecut,
"Kurang ajar, aku tak mengira kalau malam ini diriku bisa termakan
oleh siasat Song Kim situa bangka sialan ini..."
Sinar matanya berkilat, kembali ia temukan dua orang jago muda
bersenjata lengkap munculkan diri dari belakang batang pohon.
8
IMAM TANPA BAYANGAN II
Kedua orang itu berwajah dingin menyeramkan, sedikit pun tiada
perasaan yang terlihat di wajahnya, dengan sorot mata buas mereka
awasi diri Ouwyang Gong tanpa berkedip.
Diam diam si huncwee gede menghembuskan napas dingin, ia
mengerti bagaimanapun juga sulit baginya untuk melepaskan diri dari
kepungan musuh yang begitu rapat pada malam ini.
Diam diam pikirnya :
"Kurang ajar neneknya cucu monyet ! kalau memang anjing
anjing ini tak mau melepaskan aku si huncwee gede, baiklah,
kuhadiahkan dua butir Pek Lek Cu kepada mereka... agar mereka
semua modar jadi perkedel..."
Dalam pada itu Song Kim Toa Lhama, dengan gerakan yang
sangat ringan melayang turun lebih tiga tombak ke depan, dengan
sikap yang angkuh dan sombong ia berdiri tegak kurang lebih dua
tombak di hadapannya.
"Omihtohud!" serunya sambil tersenyum, "Loo-lap rasa sekarang
sudah waktunya bagi sicu untuk menjumpai Jie thay cu kami
bukan??"
Ouwyang Gong mendehem ringan, perlahan ia maju dua langkah
ke depan.
"Thay Koksu kau terlalu sungkan, masa dengan upacara yang
demikian besarnya kau hendak undang aku siorang tua untuk
menjumpai pangeran kalian?? Hmm... Hmm... seandainya tidak
kuterima undanganmu ini... waaah, bukankah aku jadi merasa tak
enak terhadap dirimu?"
"Terima kasih... terima kasih..." sahut Song Kim toa Lhama
dengan alis berkerut.
Dalam pada itu enam orang Lhama muda berjubah merah yang
berada di belakang tubuhnya sambil menenteng lampu lentera
perlahan-lahan maju ke depan, kemudian berdiri di belakang Song
Kim toa Lhama.
9
Saduran TJAN ID
"Ooouw... di antara tujuh orang jago pedang Bu lim yang tersohor
dalam kolong langit dewasa ini sekarang sudah muncul tiga orang
disini... waduh... aku orang tua benar-benar boleh merasa bangga atas
penyambutan yang luar biasa ini!"
"Ciis...!" si pedang kilat Pelangi terbang Tok See menghardik
keras, "Tua bangka sialan, kau masih juga tak mau menyerah dan
mandah dibelenggu?? berani betul ngaco belo tidak karuan disini?"
"Nenekmu keturunan ketiga belas yang bau tengik," maki Ouwyang
Gong sambil berpaling. "Apa sih hebatnya perguruan Hay Lam
Kiam Pay?? Hmm, bagaimanapun juga orang-orang yang datang dari
luar lautan memang manusia-manusia liar yang tidak berpendidikan,
sedikit sopan santun untuk menghormati kaum yang lebih tua pun
tidak punya."
"Tutup mulut!"
Saking gusarnya si pedang kilat Pelangi Terbang Tok See tak
sanggup menahan diri, pedangnya digetarkan keras, lilin yang masih
berada di punggung pedang tadi seketika mencelat ke angkasa dan
meluncur ke arah Ouw-yang Gong.
Si orang tua itu buru-buru membuang badan bagian atasnya ke
belakang, huncwee gedenya diayun ke muka... dengan ujung
huncweenya ia sambut datangnya letupan api tersebut.
Pleeetak... pleeetak...! di tengah letupan panjang, api membakar
sisa tembakau dalam huncwee dan mengebulkan segulung asap tebal
ke angkasa.
Sambil menghembuskan asap tebal, ia tertawa terbahak-bahak
dan berseru :
"Haaah... haaah... haaah... terima kasih atas bantuanmu yang sudi
pasangkan api buat aku si orang tua!"
Ia merandek sejenak, kemudian dengan wajah serius katanya lagi
:
"Coba kau lihat tingkah laku dari Cian san Kiam Khek yang
berasal dari Tiang Pek san serta To Liong It Kiam yang berasal dari
10
IMAM TANPA BAYANGAN II
samudra utara... Ehmm, mereka jauh lebih halus dan lebih sopan,
cuma... Heeeh... heeee....heee... kau bisa pasangkan api buat huncwee
aku si orang tua, rupanya kau si bocah cilik pun boleh juga dididik
dan dipupuk!"
Pedang Sakti Pelangi Terbang Tok See amat gusar, sambil
mempersiapkan pedang ia maju ke depan, diiringi desiran angin tajam
ia babat tubuh Ouw-yang Gong.
Mendadak...
"Tok See!" bentakan keras berkumandang keluar dari Song Kim
Toa Lhama.
Sangat cepat serangan pedang itu meluncur ke depan namun
cepat pula ia tarik kembali serangannya, sambil mendengus dingin
Tok See tarik kembali cahaya pedangnya yang berkilauan.
"Sungguh tak disangka manusia liar tak berpendidikan macam
kau bisa terhitung sebagai salah satu di antara tujuh jago pedang dari
dunia persilatan," seru Ouw-yang Gong dengan wajah tenang.
"Sungguh hal ini merupakan suatu penghinaan bagi dunia kangouw!"
Gelak tertawa seram berkumandang dari balik hutan disusul
munculnya seorang lelaki berbaju ringkas dari atas pohon.
"Hey huncwee gede, kau jangan memaki pula dirimu lho...!"
Begitu menjumpai siapakah orang itu, Ouw-yang Gong semakin
getir perasaannya.
"Aaaaah, sungguh tak nyana Pay Boen Hay si keparat cilik ini
pun telah menggabungkan diri dalam kalangan perwira istana,
rupanya rencana kaum Seng Sut Hay untuk merajai Bu-lim masih
belum dilepaskan dengan begitu saja!"
Ia tarik napas panjang, kemudian serunya :
"Ooooouw...! aku kira siapa, tak tahunya kau si Kiam Leng koen
si pemuda tampan pedang sakti Pay Boen Hay. Hmmm... di antara
tujuh jago pedang Bu lim kini sudah muncul empat orang, entah si
jago pedang berdarah dingin Pek In Hoei apakah juga ikut datang atau
tidak?"
11
Saduran TJAN ID
Teriakannya yang keras ini segera berkumandang hingga ke
tempat yang sangat jauh di tengah kesunyian yang mencekam malam
itu, membuat Pek In Hoei yang sedang duduk bersila sambil
menyembuhkan lukanya kurang lebih sepuluh tombak dari tempat
kejadian itu pun gemetar keras, ia sadar kembali dari konsentrasinya.
"Eeei...? bukankah teriakan tadi mirip suara dari Ouw-yang Gong
si tua bangka itu? Kenapa dia pun berada di dalam hutan ini...?"
Dalam pada itu terdengar si pemuda tampang pedang sakti Pay
Boen Hay sedang tertawa dingin.
"Hmmm! Pek In Hoei terhitung manusia macam apa? orang
seperti itu pun bisa dianggap salah satu di antara tujuh jago pedang
dari dunia persilatan? Kalau sekarang ia berada di hadapanku, maka
dalam sepuluh jurus pun Lang-koen pasti dapat memaksa pedangnya
terlepas dari cekalan!...."
"Neneknya cucu monyet, rupanya kau dilahirkan oleh anjing
betina! coba dibayangkan dahulu kau Pay Boen Hay itu manusia apa?
kau tidak lebih hanyalah cucu murid dari Ciak Kak Sin Mo, anak
murid dari Ku Loei si monyet tua itu, berani betul kau..."
Pek In Hoei yang dapat mendengar pula pembicaraan itu, diamdiam
tarik napas panjang dan berpikir :
"Saat ini luka dalamku sudah sembuh tujuh, delapan bagian,
rasanya untuk mengalahkan manusia yang bernama Pay Boen Hay
bukanlah suatu pekerjaan yang terlalu sukar!"
"Aku ingin agar kau bisa melihat betapa lihaynya ilmu pedang
Liuwsat Kiam Hoat dari Seng Sut Hay kami," terdengar Pay Boen
Hay berseru dengan suara menyeramkan. "Aku hendak tutup bacot
anjingmu yang kotor itu dan segera menyerahkan diri kepada Song
Kiam Toa Koksu!"
"Eeei?..." kembali Pek In Hoei berpikir, "Sungguh tak nyana
disini masih ada seorang koksu dari istana, entah Ouw-yang Gong
sedang mengalami kesulitan apa?"
12
IMAM TANPA BAYANGAN II
Ia mengepos tenaga dalamnya kemudian bagaikan selembar daun
kering mengikuti hembusan angin malam meluncur ke arah sebelah
kanan tubuhnya.
Ketika itu Ouw-yang Gong sudah menyambut lima buah
serangan gencar Pay Boen Hay dan didesak mundur tiga langkah ke
belakang.
Ia menghembuskan napas panjang, setelah menenteramkan
golakan rasa kaget dan ngeri dalam hatinya, buru-buru ia berpikir :
"Oooh, tak kusangka ilmu pedang yang dimiliki Pay Boen Hay si
keparat cilik ini jauh lebih lihay dari suhunya, terpaksa malam ini aku
harus adu jiwa..."
Meskipun dalam hati kecil ia sudah mengambil keputusan, bila
keadaan sudah kepepet maka dia akan lemparkan bahan peledak Pek
Lek Cu peninggalan Pek Lek Sian cu si dewa Pek Lek Hong Loei,
tetapi sebelum kedua belah pihak sama-sama menderita luka, ia masih
tetap berharap bisa melepaskan diri dari kepungan itu tanpa
menggunakan senjata ampuhnya itu.
"Aaaai...." ia semburkan asap tembakaunya dan menghela napas.
"Aku si huncwee gede benar-benar sedang sial, sudah dua hari aku
menderita kelaparan disini, karena ingin mencari sedikit makanan
tanpa sengaja aku telah memasuki daerah perguruan Jie Thay cu
sehingga kini aku dipandang sebagai buronan yang melarikan diri...
huuuu...!"
"Loo sicu, kalau kau ada ucapan terangkan saja di hadapan Jie
Thay cu nanti," seru Song Kim Toa Lhama. "Sudahlah, kau tak usah
mengulur ulur waktu lagi, bagaimanapun juga tidak nanti kau bisa
loloskan diri dalam keadaan selamat pada malam ini."
"Aaaai... baiklah, anggap saja aku sedang sial, tanpa angin tanpa
hujan ternyata sudah ketanggor kamu sekalian cucu monyet keturunan
cecunguk bau!"
"Ouw-yang Gong, kau benar-benar sudah bosan hidup?" bentak
Pay Boen Hay gusar.
13
Saduran TJAN ID
"Neneknya cucu kura-kura anak anjing, jangan kau anggap aku
si orang tua benar-benar tidak berani menghadapi dirimu..."
Ia merandek sejenak, tiba-tiba tubuhnya berjumpalitan di tengah
udara, huncwee gedenya laksana kilat dihantamkan ke atas batok
kepala 'Cau san Kiam Khek' atau si jago pedang selaksa bukit Long
Lek.
Mimpi pun orang she Liong itu tidak menyangka kalau secara
tiba-tiba ia bakal dibokong, dalam tertegunnya ia terdesak mundur
satu langkah ke belakang.
Setelah sadar apa yang telah terjadi, orang itu membentak gusar,
pedangnya segera diloloskan dari sarung dan dibabat keluar.
Ilmu pedang selaka bukit dari aliran Tiang Pek san betul-betul
luar biasa, begitu serangannya dilancarkan maka seakan-akan
berlaksa-laksa buah bukit karang berbarengan menumbuk tubuh
lawan.
Ouw-yang Gong jadi kelabakan, secara beruntun ia rubah dua
jurus serangan untuk memunahkan datangnya ancaman lawan, tetapi
bagaimanapun juga huncwee gede di tangannya tidak berhasil
menembusi pertahanan lawan yang kokoh dan kuat itu.
Karena menyadari bahwasanya serangan itu tak mungkin berhasil
menjebolkan pertahanan musuh, tubuhnya segera berputar kencang,
dan kini ia balik menubruk ke arah To Liong It Kiam si pedang sakti
pembunuh naga Tauw Meh yang berdiri di sudut Barat laut.
"Bagus!" seru Tauw Meh.
Kakinya segera bergeser ke samping cahaya pedang tiba-tiba
memancar ke empat penjuru dan segera membentur huncwee gede di
tangan Ouw-yang Gong.
"Traaaang...! diiringi suara bentrokan nyaring, tubuh Ouw-yang
Gong berputar kencang ke samping, huncwee di tangannya terpental
dan menimbulkan letupan api.
14
IMAM TANPA BAYANGAN II
Ia terkejut, tangan kirinya segera meraba gagang huncwee,
ditemuinya sudut huncwee tersebut telah gumpil sebesar beras,
hatinya makin terkesiap.
"Neneknya... anjing buduk ini betul-betul hebat dan liar,"
batinnya dalam hati.
Sementara itu Tauw Meh telah tertawa seram, pedangnya miring
ke samping dan kembali melancarkan satu babatan ke depan.
Ouw-yang Gong menjerit aneh, badannya sebat bergetar ke
samping, setelah lolos dari ancaman pedang itu mendadak
huncweenya berputar dan ditempelkan ke atas bibirnya.
Phuuu... sekuat tenaga ia meniup kencang, sisa tembakau yang
belum terbakar habis dalam huncwee itu segera meloncat ke tengah
angkasa dan laksana kilat meluncur ke arah tubuh To Liong It Kiam.
Tauw Meh tidak menyangka kalau Ouw-yang Gong secara tibatiba
bisa mengeluarkan jurus serangan yang demikian anehnya,
sementara ia masih melengak, senjata rahasia itu sudah menyerang
dadanya.
Dengan penuh kegusaran To Liong It Kiam meraung keras,
sekujur tubuhnya mengikuti gerakan pedang bergeser ke samping
kanan, maksudnya ia hendak meloloskan diri dari hantaman 'Senjata
rahasia itu'.
Siapa sangka percikan sisa tembakau yang meluncur ke depan itu
sungguh aneh gerakannya, semakin ia menghindar serangan itu
bersarang di tubuhnya makin tepat, tidak ampun lagi pakaiannya
terbakar dan kulitnya terluka, saking sakitnya ia sampai menjerit-jerit
keras.
"Haaah... haaah... haaah.... bagaimana dengan jurus ular racun
melepaskan kentut ini??" jengek Ouw-yang Gong sambil tertawa
terbahak-bahak.
Dengan gusar Tauw Meh berteriak keras, sekuat tenaga tangan
kirinya menarik ke bawah, pakaian yang terbakar tadi segera terlepas
15
Saduran TJAN ID
dari tubuhnya hingga tampaklah dadanya yang bidang, kekar dan
penuh dengan bulu hitam.
Seluruh cambangnya berdiri tegak bagaikan landak, bisa
dibayangkan betapa gusarnya si jago pedang pembunuh naga ini atas
permainan usil lawannya.
Ouw-yang Gong bukan manusia bodoh, tidak menanti pihak
lawan sampai menubruk datang, tubuh bagian atasnya telah dibuang
ke belakang kemudian bagaikan gasingan berputar kencang,
huncweenya digetar lalu diputar ke muka, hardiknya :
"Anjing buduk yang bau tengik, sana pulang ke rumah nenek
monyetmu!"
Tauw Meh mendengus berat, tubuhnya yang besar kekar
berjumpalitan lima enam kali ke belakang, akhirnya menubruk di atas
sebuah pohon besar dan roboh terjengkang ke atas tanah.
Satu jurus serangannya mendapatkan hasil, Ouw-yang Gong
tidak berhenti sampai di situ, dengan cepat badannya berkelebat
meluncur ke arah Barat laut yang kosong.
"Omihtohud, loo sicu, tunggu sebentar."
Bayangan merah berkelebat lewat, Song Kim Toa Lhama telah
ayunkan tangan kirinya ke depan, segulung hawa pukulan yang sangat
kuat segera membendung jalan pergi tubuhnya.
Ouw-yang Gong merandek sejenak,kemudian tarik napas
panjang-panjang, senjata huncweenya dioperkan ke tangan kiri
sementara telapak kanannya diayun ke depan melancarkan satu
pukulan dahsyat.
"Bluum...! di tengah ledakan keras, tubuhnya terhuyung mundur
dua langkah sebelum berhasil berdiri tegak.
"Loo sicu, kenapa kau tidak tahu diri?" seru Song Kim Toa
Lhama sambil tersenyum.
Ouw-yang Gong tertegun, kemudian makinya :
16
IMAM TANPA BAYANGAN II
"Nenekmu yang tak tahu diri! Hmm... bangsat, bangsat sialan,
kalian tidak lebih hanyalah komplotan penjual negara yang tak tahu
malu!"
Air muka Song Kim Toa Lhama berubah hebat, sepasang alisnya
yang tebal berkerut kencang, tidak menanti pihak lawan
menyelesaikan kata-katanya ia sudah meluncur ke depan dengan
kecepatan yang luar biasa.
Tangan kanannya diangkat, sebuah angin pukulan yang sangat
hebat segera dilepaskan.
Sungguh dahsyat angin pukulan dari Lhama tua itu, mau tak mau
Ouw-yang Gong yang menyaksikan kejadian itu jadi berubah air
mukanya, buru-buru ia salurkan hawa murninya ke seluruh badan,
jubah bulu yang dikenakan dalam waktu singkat menggembung besar
bagaikan balon yang ditiup keras-keras.
Huncweenya tidak ambil diam, secara beruntun dia pun
melancarkan tiga buah serangan kilat untuk melindungi seluruh
tubuhnya.
Sayang pihak lawan jauh lebih hebat, maka tak ampun pukulan
'Tay Chiu Eng' Lhama tua itu sudah bersarang di tubuhnya.
Plaaak....! senjata huncwee andalannya pun patah jadi dua bagian
dan terlepas dari cekalan.
Ouw-yang Gong mendengus berat, ia muntah darah segar,
mundur empat langkah ke belakang dengan sempoyongan dan
akhirnya roboh terjengkang di atas tumpukan daun yang tebal.
Pay Boen Hay yang pada saat itu berada kurang lebih delapan
depa dari tempat kejadian, tatkala menjumpai Ouw-yang Gong roboh
dalam keadaan mengenaskan segera tertawa terbahak-bahak, dengan
langkah lebar ia maju ke depan, lengannya ditekuk siap meringkus si
orang tua itu.
Mendadak... senyumnya jadi kaku, tubuhnya miring ke samping,
lengan kanannya diputar seolah-olah hendak menangkap sesuatu di
belakang tubuhnya.
17
Saduran TJAN ID
Song Kim Toa Lhama yang berdiri paling dekat dengan dirinya
jadi tercengang, ia segera menegur :
"Apa yang telah terjadi?"
"Ada orang melancarkan serangan bokongan dengan senjata
rahasia..."
Belum habis dia berkata, air mukanya telah berubah hebat,
wajahnya diliputi oleh rasa kaget, ngeri dan takut yang tak terhingga.
Song Kim Toa Lhama cukup kenal siapakah Pay Boen Hay itu,
sebagai cucu murid dari Ciak Kak Sin Mo bukan saja kepandaian
silatnya lihay, kecerdikannya pun luar biasa, belum pernah ia jeri atau
takut terhadap persoalan apa pun juga.
Kini setelah menyaksikan wajahnya menunjukkan rasa takut,
ngeri dan kaget yang tak terkiranya dengan perasaan tercengang ia
lantas bertanya :
"Siapa yang berani..."
******
Bagian 14
KETIKA sinar mata Song Kim Toa Lhama tertuju ke atas telapak pby
yang sementara itu sudah direntangkan, ucapannya yang belum
selesai segera terputus di tengah jalan, wajah Lhama ini pun segera
terlintas oleh rasa kaget dan tercengang yang tak terkirakan.
Kiranya benda yang ada di tangan pby tidak lain hanya selembar
daun kering yang sudah layu.
Dengan hati terperanjat si pemuda tampan pedang sakti berseru :
"Bukankah serangan ini merupakan serangan 'Hoei Hoa Sat Jiet'
atau Terbang bunga membunuh orang, suatu kepandaian lweekang
tingkat tinggi?..."
Ucapan ini membuat Pedang Kilat Pelangi Terbang Tok See serta
si jago pedang selaksa bukit Liong Lak berubah air muka.
18
IMAM TANPA BAYANGAN II
Si pedang sakti pembunuh naga Tauw Meh yang baru saja sadar
dari pingsannya pun terperanjat sekali mendengar ucapan itu, saking
kagetnya ia sampai lupa untuk bangkit berdiri.
Haruslah diketahui ilmu kepandaian Terbang bunga membunuh
orang adalah suatu kepandaian maha sakti yang sukar dicapai oleh
sementara orang biasa, mereka pun hanya pernah mendengar akan
nama ilmu tersebut tanpa pernah menyaksikan sendiri. Maka bisa
dibayangkan betapa terperanjat dan ngerinya orang-orang itu setelah
menjumpai peristiwa yang maha hebat ini.
Lama sekali Song Kim Toa Lhama baru berhasil menenangkan
hatinya, dengan suara berat segera serunya :
"Maha guru dari manakah yang ada di dalam hutan?"
Ia tahu dalam dunia persilatan dewasa ini sudah jarang terdapat
manusia yang sanggup menggunakan kepandaian tersebut, bahkan
menurut apa yang pernah ia dengar hanya tiga dewa dari luar lautan
serta sepasang iblis dari samudra Seng Sut Hay saja yang bisa ilmu
tersebut.
Suasana dalam hutan tetap sunyi senyap tak kedengaran sedikit
suarapun...
Pay Boen Hay termenung sebentar, kemudian berkata :
"Mungkinkah orang itu adalah sucouwku atau tiga dewa dari luar
lautan? sebab orang itu tidak bermaksud membunuh orang..."
Belum habis ia berkata, serentetan suara aneh berkumandang
keluar dari balik hutan, buru-buru pedangnya dicabut keluar
kemudian menyambar ke arah mana berasalnya suara tadi.
Meskipun cukup cepat gerakan pedangnya, namun gerakan keenam
lembar daun kering itu jauh lebih cepat lagi, secara berbarengan
ke-enam lembar daun tadi menembusi lampu lentera dan memapas
lilin dalam lentera tersebut.
Cahaya api seketika padam, suasana dalam hutan berubah jadi
gelap gulita, Song Kim Toa Lhama meraung gusar, badannya
19
Saduran TJAN ID
berkelebat lewat, langsung menubruk ke arah mana berasalnya suara
tadi.
Bluuum...! di tengah ledakan dahsyat, ia mendehem rendah,
tubuhnya yang termakan oleh hembusan angin dahsyat itu terpental
balik ke tempat semula dan roboh terjengkang di atas tanah.
Dalam bentrokan barusan lengan kanannya jadi kaku dan linu
sehingga hampir saja tak sanggup diangkat, dalam kagetnya sesosok
tubuh kembali melayang lewat dari atas kepalanya.
Tanpa mengucapkan sepatah kata pun ia himpun segenap
tenaganya ke tangan kiri lalu diayun ke atas mengirim satu bokongan
dahsyat.
Di tengah kegelapan berkumandang bentakan nyaring, ia tahu
serangan Tay Chiu Eng yang ditabokkan barusan telah bersarang di
tubuh jago lihay tersebut.
Ia segera loncat bangun sambil membentak keras :
"Cepat pasang lampu!"
Cahaya lampu menerangi kegelapan, Pay Boen Hay sambil
membawa obor jalan menghampiri tanyanya :
"Toa Koksu, kenapa kau?"
Song Kim Toa Lhama menggeleng, sekilas memandang ia dapat
menyaksikan pedang si pemuda tampan pedang sakti telah patah jadi
dua bagian, diam-diam hatinya merasa bergidik atas kelihayan orang.
Dari perubahan sikap lhama tersebut, Pay Boen Hay bisa
menduga apa yang sedang dipikirkan lawan, dengan suara berat
segera ujarnya :
"Kemungkinan besar orang ini merupakan satu komplotan
dengan si huncwee gede Ouw-yang Gong..."
Angin malam berhembus lewat, kembali tiga buah obor telah
menerangi hutan belantara yang gelap itu.
"Apakah kalian telah mengejar orang itu?" tanya Song Kim Toa
Lhama dengan suara berat.
20
IMAM TANPA BAYANGAN II
Pedang kilat pelangi terbang Tok See geleng kepala, ia berpaling
ke arah pedang sakti pembunuh naga Tauw Meh, namun orang ini
sama saja segera gelengkan kepalanya.
"Ketika cahaya lampu belum padam tadi," ujar jago pedang
selaksa bukit dengan wajah serius, "kusaksikan meluncur datangnya
enam lembar daun kering mengarah kita, segera kuduga bahwa
kedatangan orang itu tentulah disebabkan Ouw-yang Gong, maka dari
itu menggunakan kesempatan di kala lampu sebelum padam aku
segera berdiri di depan tubuh Ouw-yang Gong..."
Alisnya berkerut, dengan nada terperanjat terusnya :
"Tatkala orang itu menubruk datang dengan meminjam
kesempatan di tengah kegelapan yang mencekam jagad, laksana kilat
aku lancarkan sebuah serangan ke arahnya. Serangan itu dengan cepat
telah membendung gerakan tubuhnya bahkan aku merasa bahwa
ujung pedangku menusuk tubuhnya..."
Sepasang alis Kiam Lang koen Pay Boen Hay berkerut kencang,
sorot mata tajam memancar keluar dari sepasang matanya.
"Ketika pedangmu menancap di tubuh orang itu bukankah kau
rasakan seperti menusuk papan baja?? Bukan saja orang itu tidak
berhasil kau bunuh bahkan ujung pedang malahan menggelincir ke
samping?" tanyanya.
"Kau... dari mana kau bisa tahu??" tanya jago pedang selaksa
bukit dengan mata terbelalak.
"Sebab keadaanku tidak jauh berbeda dengan pengalaman yang
baru saja kau alami."
Tok See serta Liong Lek saling berpandangan dengan wajah
aneh, bukan saja mereka dibikin terkejut oleh kisah tersebut bahkan
secara lapat-lapat hatinya terasa bergidik.
Lama sekali.... pedang sakti pembunuh naga Tauw Meh baru
menghembuskan nafas panjang sambil berkata :
21
Saduran TJAN ID
"Sungguh tak kusangka tusukan pedang Pay heng begitu
dahsyatnya pun tak berhasil membinasakan dirinya, sungguh
membuat orang merasa tidak percaya."
pby tertawa getir.
"Tusukan pedangku yang bersarang di tubuhnya bukan saja tidak
berhasil membinasakan orang itu, bahkan pedangku kena dihantam
sampai patah jadi dua bagian. Aaaaai...! peristiwa ini sungguh
memalukan!"
"Peduli siapakah orang itu kita wajib menyelidikinya hingga
jelas..." sela Song Kim Toa Lhama dengan wajah sungguh-sungguh.
"Sebab kalau tidak maka keselamatan Pangeran kedua bakal terancam
mara bahaya!..."
Tiba-tiba satu ingatan berkelebat dalam benaknya, tanpa sadar ia
berseru :
"Eeei... di mana ke-enam orang pengiringku?"
Begitu ucapan tersebut diutarakan, ke-empat orang itu baru
teringat kembali akan nasib enam orang lhama yang berdiri di
belakang Song Kim Toa Lhama sebelum lampu padam tadi.
Dengan perasaan gugup Song Kim Toa Lhama segera melayang
dua tombak ke depan dan meluncur ke arah kalangan di mana keenam
orang pengiringnya berdiri tadi.
"Aaaach! seakan akan disambar geledek di siang hari bolong
sekujur tubuh lhama tua itu gemetar keras, ia berdiri mematung di situ
tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
"Thay Koksu, kenapa kau...?" tegur Pay Boen Hay sambil
meloncat ke depan.
"Senjata rahasia naga emas!" gumam Song Kim Toa Lhama
dengan tubuh gemetar
Liong Lek serta Tauw Meh sekalian secara beruntun segera
melayang ke tempat kejadian; tampaklah enam orang lhama berbaju
merah itu pada saat ini sudah roboh ke atas tanah dengan badan kaku,
22
IMAM TANPA BAYANGAN II
pada kening masing-masing orang tertancaplah sebatang senjata
rahasia, darah segar menodai wajah mereka.
Dengan cepat si pedang kilat Pelangi Terbang Tok See mencabut
sebatang senjata rahasia naga emas dari kening salah satu mayat
lhama itu, setelah diperiksa dengan seksama katanya :
"Benda ini terbuat dari emas murni, bagus sekali pembuatannya
dan rapi ukirannya!"
"Cara melepaskan senjata rahasia dari orang itu sungguh lihay
amat!" ujar Pay Boen Hay pula dengan nada berat, "belum pernah aku
orang menyaksikan cara pelepasan senjata rahasia yang demikian
tepatnya seperti kejadian ini hari, di tengah kegelapan ternyata enam
batang senjata rahasia yang dilepaskan bukan saja terkena pada
sasarannya semua bahkan arahnya tepat dan tiada yang berbeda..."
"Jangan-jangan perbuatan ini adalah hasil dari tindakan keluarga
Tong dari propinsi Su Cuan??" si jago pedang selaksa Bukit
memberikan komentarnya.
Dengan perasaan hati yang berat Song Kim Toa Lhama
gelengkan kepalanya berulang kali.
"Senjata rahasia naga emas adalah benda ciptaan serta andalan
dari suhengku Thian Liong Toa Lhama, sama sekali keliru besar kalau
dikatakan benda itu berasal dari keluarga Tong di propinsi Su Cuan!"
"Aaaah..." Pay Boen Hay berseru tertahan. "Yang Koksu
maksudkan apakah thay koksu kita terdahulu Thian Liong Toa
Lhama??"
"Sedikit pun tidak salah Thy Koksu pemerintahan yang lampau
bukan lain adalah Thian Liong Toa suheng!"
Ia termenung sebentar, kemudian katanya lagi:
"Sejak dua belas tahun berselang suhengku secara mendadak
lenyap dari istana, hingga kini perguruan kami secara beruntun telah
mengutus tiga rombongan anak murid kami untuk mencari kabar
beritanya namun hingga kini Thian Liong Toa suheng belum juga
menampakkan diri, sungguh tak nyana malam ini..."
23
Saduran TJAN ID
"Kalau begitu pastilah Thian Liong Toa Lhama!" teriak pedang
sakti pembunuh naga Tauw Meh sambil tepuk dadanya yang bidang.
Song Kim Toa Lhama melengak, sementara dalam hati kecilnya
ia pun sedang membatin, mungkinkah orang yang berusaha
munculkan diri bukan lain adalah suhengnya Thian Liong Toa
Lhama..."
Mendadak... dari tengah hutan yang lebat berkumandang datang
jeritan aneh dari Ouw-yang Gong.
"Hey anjing buduk sialan, sebenarnya siapakah kau??"
Song Kim Toa Lhama tertegun, ujung bajunya segera dikibaskan
dan laksana kilat ia meluncur ke arah mana berasalnya suara tadi.
Sekejap mata empat jago pedang dari dunia persilatan saling
berpandangan sejenak, kemudian memadamkan api obor di tangan
mereka dan berbareng lari di belakang Song Kim Toa Lhama.
Angin berhembus kencang... daun kering bergemerisik terinjak
kaki... dalam waktu singkat suasana dalam hutan itu pulih kembali
dalam kegelapan serta kesunyian yang mencekam.
Dari kejauhan masih terdengar teriakan-teriakan aneh dari Ouwyang
Gong si kakek tua konyol itu :
"Orang edan, anak sinting... kau hendak bawa aku si orang tua
pergi kemana..."
*****
Hujan deras yang turun selama beberapa hari membuat desa
Keng An cung jadi becek dan penuh dikelilingi lumpur, meskipun di
tengah jalan raya masih ada yang berlalu lalang, namun boleh dikata
para pelancong yang pada hari biasa naik gunung untuk
bersembahyang, saat ini sudah tak kelihatan lagi.
Pagi itu hujan telah berhenti, dari balik awan yang tebal sang
surya perlahan-lahan memancarkan cahayanya yang hangat,
menyinari permukaan gunung Cing Shia yang lembab membuat
pemandangan di situ nampak semakin segar dan indah.
24
IMAM TANPA BAYANGAN II
Pintu besar sebuah rumah penginapan yang terletak di sebelah
kanan dusun itu perlahan-lahan terpentang lebar, sang pelayan yang
masih mengantuk dengan tangan kanan membawa sebuah bambu
panjang, tangan kiri membawa sebuah bangku kecil perlahan-lahan
munculkan diri dari balik ruangan.
Menyongsong hembusan angin yang segar sekujur badannya
gemetar sedikit, lalu menguap dan bergumam :
"Neneknya... selama beberapa hari hujan melulu membuat
dagangan jadi sepi, tak sesosok bayangan manusia pun yang
menginap disini... pagi setiap hari bersembunyi di balik selimut lama
kelamaan tulang jadi lemas dibuatnya... mata kena hembusan angin
saja badan sudah menggigil..."
Ia letakkan bangku di atas undak-undakan batu lalu duduk
berjongkok di sana...
Kain peneduh berkibar terhembus angin, di bawah sorot cahaya
sang surya nampak jelas di atas kain itu bertuliskan Penginapan tua
Penerus angin, empat huruf besar.
Memandang tulisan di atas kain itu, kembali pelayan itu
mengomel :
"Huu... Neneknya... apa itu penginapan tua Soen Hong, sekalipun
aku tidak pernah sekolah tapi aku tahu nama itu tidak bagus
digunakan disini!"
25
Saduran TJAN ID
Jilid 2
"EHMMMM...!" seorang lelaki setengah baya bertopi kulit kecil
muncul dari balik ruangan dengan wajah kaku, mendadak hardiknya
:
"Hey pelayan sialan, apa yang sedang kau gerutukan??"
"Ooooh... oooh... kiranya toa Ciang Kwee, aku... aku baru
bilang... cuaca ini hari sangat bagus... matahari yang bulat membuat
hati kita jadi hangat."
"Omong kosong... terang-terangan aku dengar kau sedang
mengomeli nama penginapan tua Soen Hong-ku yang kurang baik...
Hmmm, kau anggap sekolahmu jauh lebih tinggi dari aku?"
"Aaah... mana... mana... cuma kelinci cucu monyet baru
mengatakan nama dari penginapan ini kurang baik... aku mengerti...
ciang-kwee memberi nama itu agar usaha dagang kita lancar selalu..."
"Bagus... coba kau terangkan lebih jauh, aku ingin tahu sampai di
manakah pengertianmu mengenai merek penginapanku ini."
Sang pelayan gosok-gosok matanya lalu berkata dengan bangga
:
"Gunung Cing Shia begitu tinggi, kita yang melakukan usaha
dagang begini sebagian besar tergantung pada orang-orang yang naik
gunung untuk pasang hio, oleh karena itu kami selalu berharap agar
perjalanan mereka lancar, selain cepat-cepat naik gunung dan cepatcepat
turun gunung..."
"Konyol, kalau naik gunung biar lancar itu memang betul, dengan
begitu bisa mengurangi beban sang pelancong yang sedang mendaki,
26
IMAM TANPA BAYANGAN II
kalau turun gunung juga terhembus angin, bukankah mereka bakal
jatuh terpelanting...?"
"Kalau anginnya terlalu gede, tentu saja terpelanting..."
"Konyol! ayoh enyah dari sini!"
Pelayan itu jadi ketakutan buru-buru ia sambar bangkunya lalu
lari masuk ke dalam ruangan.
Pada saat itulah mendadak... terdengar suara keleningan
berkumandang datang... tak usah dipandang lagi, loo ciang-kwee itu
tahu sang dewi ayu yang tinggal di kuil Hwie Kak An di atas gunung
sedang lewat di situ.
Ia tarik napas dalam-dalam, pikirnya :
"Aaaah... aku harus tenangkan hati, jadi kalau berjumpa dengan
Hee siancu nanti tidak sampai gugup hingga tak dapat berbicara...
teringat tempo dulu... saking kagumnya kupandang wajahnya yang
ayu, sampai bibirku terasa kaku dan tak sanggup mengucapkan
sepatah kata pun."
Suara keleningan kedengaran makin nyata, dalam sekejap mata
suara itu sudah tiba di depan pintu penginapan, dengan wajah penuh
senyum simpul ciang kwee itu lantas menegur :
"Hee siancu, apakah ini hari kau turun gunung lagi?"
Seorang gadis cantik jelita dengan menunggang di atas sebuah
keledai kecil warna putih berdiri di hadapannya, tampak dara itu
tersenyum.
"Sungguh deras hujan yang turun beberapa hari ini, mumpung ini
hari terang... aku hendak turun gunung membeli barang keperluan
sehari-hari."
Ia mendongak memandang kain terpal yang berkibar terhembus
angin, lalu gumamnya :
"Penginapan tua Soen Hong, Penginapan tua Soen Hong...
Aaaa... siapakah manusia di kolong langit yang selalu lancar
harapannya bagaikan terhembus angin?"
27
Saduran TJAN ID
Biji matanya bening kelihatan bertambah sayu, sekilas rasa sedih
menghiasi wajahnya yang ayu... perlahan-lahan ia menghela napas
panjang.
"Hee Siancu, kau... kenapa kau nampak begitu sedih dan
murung..." tegur Ciang kwee penginapan itu bagaikan orang mabok.
"Jalan hidup manusia di kolong langit hanyalah selapis awan
yang gelap, hanya dengan tongkat penderitaan barulah kita dapat
tembusi awan gelap yang penuh kesedihan itu..."
Perlahan-lahan ia tepuk keledainya... diiringi suara keleningan
yang nyaring, gadis itu membuang pandangannya jauh ke depan.
"Tongkat Penderitaan?... kabut kesedihan..." ciang-kwee itu
dibikin bingung dan tidak habis mengerti.
Sorot mata sang gadis yang sedih itu lambat-lambat ditarik
kembali dari kejauhan, ketika memandang wajah sang ciang-kwee
yang lucu tak tahan ia tertawa.
"Hey... kalau aku tidak beritahu kepadamu, dari mana kau bisa
tahu?..." ia tepuk kepala keledainya dan berseru : "Ciang-kwee, aku
pergi dulu..."
Keledai putih itu perlahan-lahan berjalan tinggalkan penginapan
itu, diiringi suara keleningan yang nyaring terdengar dara itu
bersenandung dengan nada yang pedih :
"Bunga mekar bunga layu berulang terjadi,
Berkumpul terburu-buru, berpisah pun tergesa-gesa
Kudengar suara kicauan burung Nuri, tapi dimanakah kau
berada?
Asap kian menebal, hujan kian deras..."
Tatkala ia menembusi kabut tipis yang melayang di atas
permukaan, mendadak dari luar dusun berjalan datang dua ekor kuda
yang penuh berlepotan lumpur.
28
IMAM TANPA BAYANGAN II
Sinar matanya yang sayu mendadak bercahaya terang, dengan
pandangan termangu-mangu ditatapnya kedua orang penunggang
kuda itu tanpa berkedip.
Laksana kilat kuda-kuda itu melaju ke arahnya, dara tersebut
berseru tertahan, wajahnya menampilkan cahaya kejut, girang dan
tercengang, bibirnya terpentang lebar seakan-akan hendak berteriak.
Tapi tatkala satu ingatan berkelebat dalam benaknya, ia segera
batalkan niat tersebut dan perlahan-lahan tundukkan kepalanya,
dengan sedih ia berpikir :
"Aaaai, buat apa kupanggil dirinya? setiap kali kujumpai dirinya,
aku lantas teringat akan diri Pek In Hoei..."
Kiranya orang yang dijumpai dara ayu itu bukan lain adalah
Ouw-yang Gong si kakek tua konyol itu.
Terdengar Ouw-yang Gong dengan suara penuh kegirangan
sedang berkata :
"Anjing buduk neneknya... pin itu betul-betul bukan manusia
sembarangan, dua tahun berselang dia masih merupakan seorang
bocah keparat yang sama sekali tidak mengerti akan ilmu silat,
sekarang nama besarnya sudah tercantum di antara tujuh jago pedang
dari dunia persilatan. Hmmm... Hm... Chee loote, tahukah kau apa
sebabnya ia diberi sebutan sebagai jago pedang berdarah dingin??? Di
kolong langit hanya aku seorang yang tahu akan sebab-sebabnya,
justeru karena dalam hatinya hanya senang dengan Hee Siok Peng si
perempuan tuyul itu, maka terhadap perempuan lain ia tidak ambil
peduli..."
Ucapan itu diutarakan keras dan lantang, setiap patah kata seolaholah
martil yang menghantam dada gadis itu, tak tahan lagi dara ayu
penunggang keledai itu angkat kepala dan berseru :
"Hey si ular asap tua, Ouw-yang Gong!"
Sebenarnya Ouw-yang Gong yang berjalan bersama-sama
seorang lelaki berjubah merah tidak menaruh perhatian sama sekali
29
Saduran TJAN ID
terhadap dara ayu penunggang keledai yang ada di pinggir jalan,
tetapi setelah mendengar teriakan itu, buru-buru ia menoleh.
"Hey setan cilik, kiranya kau?"
Di tengah bentakan keras, si kakek tua konyol itu loncat turun
dari kudanya dan lari menghampiri gadis itu.
"Kenapa kau bisa berada disini?? Di mana ayahmu si racun tua
Hee Gong Lam?"
Sang dara ayu yang bukan lain adalah Hee Siok Peng itu segera
tertawa getir.
"Suhuku melarang aku berada bersama-sama ayah, maka aku
lantas diboyong kemari."
Dengan pandangan tajam diawasinya wajah gadis itu dari atas
hingga ke bawah, tatkala dijumpainya gadis itu pemurung dan
wajahnya sayu, Ouw-yang Gong segera menegur kembali :
"Hey setan cilik, kau banyak berubah."
"Berubah?" perlahan-lahan Hee Siok Peng alihkan sorot matanya
ke tempat kejauhan, "Awan putih bergerak di angkasa, setiap saat bisa
berubah-ubah mengikuti keadaan, sudah jamak bagi kita manusia
untuk berubah pula mengikuti situasi di sekitarnya. Selama dua tahun
ini, siapa bilang aku tidak berubah? Bukan saja wajahku berubah,
hatiku pun telah berubah semakin tua."
Ouw-yang Gong tertegun lalu menggeleng.
"Siok Peng, aku tidak dapat memahami dirimu."
"Siapakah di dunia ini yang dapat memahami diriku?" gadis itu
tersenyum, memandang rambut Ouw-yang Gong yang kacau tidak
karuan, ia berkata kembali :
"Hey ular asap tua, kau pun berubah, meskipun kau masih
mengenakan jubah kulit kambing, tapi mana huncweemu..."
Ouw-yang Gong semakin tertegun.
"Kau sudah kelihatan bertambah dewasa..." gumamnya lirih.
30
IMAM TANPA BAYANGAN II
"Manusia tentu saja akan meningkat jadi dewasa, bukankah
begitu? aku rasa kau tentu gembira bukan melihat aku bertambah
dewasa..."
Sinar matanya beralih ke atas tubuh lelaki jubah merah yang ada
di sisi orang tua itu, kemudian tanyanya :
"Siapakah dia? Mengapa keadaannya seperti kau, rambutnya
kusut, jenggot panjang dan bau kecut, apakah dia adalah muridmu?"
"Haaaah... haaaah.... haaaaah.... di adalah tuan penolongku, si
Pendekar jantan Berkapak Sakti Chee Thian Gak yang sudah tersohor
namanya di Say Pak, apakah kau ingin bertemu dengan dirinya?"
Dengan cepat Hee Siok Peng gelengkan kepalanya.
"Sekarang aku tidak ingin berjumpa dengan siapa pun."
Wajahnya mendadak memerah. "Apakah kau pernah berjumpa
dengan Pek In Hoei?"
"Oooh, sampai sekarang kau masih belum melupakan dirinya?"
Buru-buru Hee Siok Peng menghindarkan diri dari pandangan
Ouw-yang Gong, memandang ujung jubah Chee Thian Gak yang
berkibar terhembus angin, katanya lagi dengan suara lirih :
"Bagaimana keadaannya sekarang? Selama dua tahun terakhir
belum pernah kudengar akan kabar beritanya."
"Kakek moyang anjing buduk itu benar-benar tak tahu diri, bulan
berselang ketika aku bertemu dirinya, ia sedang bersiap-siap
memasuki perkampungan Thay Bie San cung yang ada di luar kota
Seng Tok, siapa sangka si neneknya anjing buduk itu telah ajak aku
berkelahi hanya lantaran seorang bocah perempuan dari luar lautan,
ia telah putuskan hubungan dengan diriku..."
"Apa? Dia sudah putuskan hubungan dengan dirimu lantaran
seorang gadis...?" teriak Hee Siok Peng dengan wajah berubah hebat.
"Siapakah nama gadis itu?"
"Dia bernama It-boen Pit Giok, murid dari Thian Tie Loo Nie
salah satu di antara tiga dewa dari luar lautan..."
31
Saduran TJAN ID
Ia merandek sejenak kemudian tertawa terbahak-bahak, terusnya
:
"Memandang wajahmu yang patut dikasihani, biarlah terus
terang kuberitahukan kepadamu, dia bukan mencintai It-boen Pit
Giok itu sebaliknya lantaran bencinya maka ia telah putuskan
hubungan dengan diriku."
Sehabis mendengar keterangan ini Hee Siok Peng baru merasa
hatinya lega, merah jengah selembar wajahnya.
"Cisss! Siapa yang peduli dia mau mencintai siapa pun juga! Apa
sangkut pautnya dengan aku?"
"Haaaah... haaaah... haaaah... di kolong langit hanya Hee Siok
Peng seorang yang paling bisa mengurusi Pek In Hoei mencintai
orang lain atau tidak!"
"Cisss, ular asap tua, makin tua kau makin menjadi, mulutmu
selalu saja usil!"
"Haaaah... haaaah... haaaah... begitu baru mirip si setan licik pada
dua tahun berselang!"
"Kalau kau masih saja ngaco belo, aku segera pergi dari sini!"
habis berkata ia lantas menggait perut keledainya dan siap berlalu dari
tempat itu.
Ouw-yang Gong sendiri kendati dalam hati mengerti bahwa gadis
itu hanya main gertak sambal belaka, namun karena takut ia benarbenar
berlalu dari sana, maka segera teriaknya :
"Hey, mari ke sini, biar kukatakan jejak mengenai Pek In Hoei!"
"Hmmm, siapa yang sudi mencari tahu nasibnya, biar hidup atau
mati apa hubungannya dengan aku?"
Sekalipun berkata demikian namun tak urung gadis itu
menghentikan badannya juga dan kembali ke hadapan si kakek tua
itu.
Ouw-yang Gong tidak menggoda lebih lanjut, ia mendehem
ringan kemudian berkata :
32
IMAM TANPA BAYANGAN II
"Di antara tujuh jago pedang dari dunia persilatan yang mulai
tersohor namanya dalam dunia kangouw dewasa ini, Pek In Hoei
menempati kedudukan nomor tiga, dia disebut orang sebagai si jago
pedang berdarah dingin...!"
Walaupun tadi secara diam-diam Hee Siok Peng telah mencuri
dengan pembicaraan Ouw-yang Gong mengenai diri Pek In Hoei,
namun sekarang setelah mendengar keterangan itu sekali lagi, ia tetap
merasa girang.
Sambil menggigit bibir lantas tanyanya :
"Kenapa ia disebut orang sebagai si jago pedang berdarah
dingin?"
"Haaaah... haaaah... haaaah... tentang soal ini, lebih baik tanyalah
kepada dirimu sendiri."
Sudah tentu Hee Siok Peng mengerti apa yang ia maksudkan,
namun untuk menutupi rasa jengahnya ia menukas :
"Kenapa harus bertanya kepada diriku sendiri? Apa hubunganku
dengan dirinya?"
"Selama ini namanya tersohor di daerah sekitar propinsi Su Cuan
serta Hoo lam, aku rasa kau yang selalu mengasingkan diri dalam
wilayah Biauw tentu tak tahu bagaimanakah tindak tanduknya..."
Ia mendehem ringan, lalu terusnya :
"Dibicarakan dari wajahnya yang ganteng serta potongan
badannya yang kekar dan gagah, tak usah diragukan lagi banyak kaum
gadis yang tergila kepadanya, tetapi ia sama sekali tidak tertarik oleh
mereka, coba pikirlah, kalau dia bukan dikarenakan dirimu mengapa
bisa bertindak demikian???"
Betapa girang hati Hee Siok Peng setelah mendengar perkataan
itu, namun di luaran dengan wajah kaku serunya :
"Setan ular asap tua, kau jangan ngaco belo tak karuan, aku mau
pergi..."
Kali ini ia benar-benar menggapit perut keledainya dan berlalu
dari situ.
33
Saduran TJAN ID
"Hey buda! Suhumu serta kau tinggal di mana?" teriak Ouw-yang
Gong keras-keras.
Derap kaki keledainya kian lama kian menjauh, tampak Hee Siok
Peng sambil menoleh sahutnya :
"Kami tinggal di dalam kuil Hwie Kak An di atas gunung Cing
Shia, asal kau tanyakan di manakah rumahnya Hee Siancu, semua
orang akan memberi petunjuk kepadamu..."
"Hee Siancu?" sambil garuk-garuk rambutnya yang kusut, Ouwyang
Gong bergumam seorang diri, "Hey setan cilik, sejak kapan kau
berubah jadi Hee Siancu?"
Setiap kali ia teringat akan senyuman manis yang diperlihatkan
dara itu di kala mendengar nama Pek In Hoei, hatinya lantas ikut
gembira, maka sambil geleng kepala pikirnya :
"Dia begitu mencintai diri Pek In Hoei tapi di hadapanku masih
saja berpura-pura seperti hambar dan tidak menaruh perhatian.
Heeei... dianggapnya aku si orang tua tidak mempunyai pengalaman
mengenai soal ini? Masa masih saja mau membohongi aku?"
Senyuman bangga tersungging di bibirnya, mendadak ia saksikan
Chee Thian Gak sedang loncat turun dari kudanya.
Terdengar orang itu berkata sambil tertawa ringan :
"Ouw yang Loo toako, apakah kau merasa sedih karena harus
merawat lukamu selama beberapa hari hingga mengakibatkan
perutmu yang buncit jadi kecil?...."
"Aaah soal itu sih aku tidak ambil pusing asal makan nasi lima
hari lagi, perutku akan kembali jadi buncit."
Ia berpaling menuding ke arah belakangnya dan berkata lebih
jauh :
"Sudah kau lihat bocah perempuan itu? Dia bukan lain adalah
Hee Siok Peng yang sering kuceritakan kepadamu, dan dia pula gadis
idaman si jago pedang berdarah dingin Pek In Hoei..."
"Ooouw... kiranya dia sungguh tak kusangka baru saja kau
membicarakan soal dirinya, aku lantas bisa melihat raut wajahnya.
34
IMAM TANPA BAYANGAN II
Ehmm, wajahnya memang cantik jelita, tidak aneh kalau Pek In Hoei
telah menolak cinta kasih kaum gadis dunia persilatan yang begitu
banyak mengejar kejar dirinya."
"Tadi, kenapa kau tidak datang kemari untuk melihat wajahnya
lebih jelas? Sebaliknya malahan berdiri saja di situ..."
Chee Thian Gak tertawa getir.
"Huncwee gede, coba kau lihat tampangku, masa manusia
macam begini pantas kalau berdiri berjajar dengan gadis secantik
itu?? Bila dia wajahku, jangan-jangan bisa melarikan terbirit-birit..."
Meskipun di luaran ia berkata demikian, dalam hati pikirnya :
"Mana aku boleh biarkan dia mengetahui bahwasanya aku bukan
lain adalah Pek In Hoei yang tempo dulu telah melarikan diri dari
gunung Thian cong dengan badan menderita keracunan? pin telah
mengasingkan diri dari dunia persilatan, buat apa aku harus mencari
kesulitan dan kerepotan di dalam kalangan percintaan yang
memusingkan kepala? Hutangku terhadapnya baru saja dibayar,
kenapa harus berhutang lagi?? Bukankah aku akan jadi seorang
manusia bodoh?"
Dalam pada itu dengan pandangan tajam Ouw-yang Gong sedang
memperhatikannya, tiba-tiba ia berkata :
"Chee Loote, setelah kupandang pulang pergi, rasanya makin
lama kau semakin mirip Pek In Hoei, bila kumismu dihilangkan
kemudian rambutmu dibereskan maka aku pikir kalau kau berdiri
sejajar dengan Pek In Hoei, sulit bagiku untuk membedakannya."
Dalam hati Chee Thian Gak merasa terperanjat, namun di luaran
ia segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... manusia kasar dan tidak kenal
sopan santun macam aku mana bisa dibandingkan dengan Pek In Hoei
yang halus budinya serta tampan wajahnya? Loo toako, rupa-rupanya
kau sedang mengejek diriku!"
35
Saduran TJAN ID
Bibir Ouw-yang Gong bergetar seperti mau mengucapkan
sesuatu, namun dengan cepat Chee Thian Gak sudah tepuk bahunya
sambil berseru :
"Ayoh berangkat! Apa gunanya kita membicarakan persoalan
yang tak berguna di tempat ini? Kita harus mencari satu tempat yang
bagus untuk beristirahat, malam nanti aku masih harus melakukan
perjalanan naik ke atas gunung Cing Shia."
Melihat Chee Thian Gak sudah mencemplak kudanya berlalu,
dengan perasaan apa boleh buat Ouw-yang Gong geleng kepalanya
dan bergumam :
"Selamanya aku dibikin tak habis mengerti sebenarnya siapakah
dia? Bagaimana mungkin dia bisa menyelamatkan jiwaku dari
pengawasan Song Kim Toa Lhama serta empat jago pedang."
Perlahan-lahan ia mencemplak kudanya dan menyusul dari
belakang manusia aneh tersebut.
Memandang gunung Cing Shia yang menjulang tinggi ke
angkasa, ia menghela napas panjang.
"Gunung Cing Shia... gunung Cing Shia! Sungguh tak nyana dua
tahun kemudian aku telah kembali lagi ke sini!"
Dengan rasa dongkol dan penuh kemarahan sambungnya lebih
jauh :
"Huuuu....! semuanya ini gara-gara Pek In Hoei bajingan
cecunguk anak anjing budukan itu, wataknya jauh lebih keras dari
cadas di puncak gunung..."
Chee Thian Gak dapat mendengar semua omelan itu dengan jelas,
cuma ia tidak menunjukkan reaksi apa pun kecuali tertawa getir...
*****
Memandang rentetan hutan bambu yang terbentang di depan
mata, Chee Thian Gak tertawa getir, pikirnya :
"Sejak kentongan pertama naik gunung hingga kini kentongan
ketiga pun hampir menjelang tiba, namun aku belum juga berhasil
36
IMAM TANPA BAYANGAN II
menembusi hutan bambu ini, rupanya kalau aku tidak bertindak kasar
tidak nanti bisa memasuki kuil Hwie Kak An!"
Ingatan lain berkelebat dalam benaknya, pikirnya lebih jauh :
"Lebih baik besok pagi aku datangi kuil Hwie Kak An lagi dan
terus terang mengutarakan maksud kedatanganku kepada Hwie Kak
Loo Nie serta mohon kepadanya agar meminjamkan kitab pusaka 'Ie
Cin Keng' tersebut kepadaku. Kalau tidak bukankah luka yang
kuderita akibat pukulan Song Kim Toa Lhama di kala menolong
Ouw-yang Gong tempo dulu selamanya tak bisa sembuh?"
Sudah lama dia putar otak memikirkan persoalan ini, namun
belum berhasil juga untuk menemukan satu cara yang bagus untuk
mendapatkan kitab pusaka Ie Cin Keng tersebut, sebab dia tahu
setelah menderita luka dalam secara beruntun ditambah pula dengan
luka yang baru belum sempat ia mendapatkan waktu untuk
beristirahat, hal ini bisa mempengaruhi isi perutnya dan
mempengaruhi pula kepandaian silatnya.
Bila ia harus menembusi hutan bambu ini dengan kekerasan
maka berpuluh-puluh keleningan yang digantungkan pada jaring baja
di sekeliling tempat itu pasti akan berbunyi dan kedatangannya pasti
ketahuan, dalam keadaan begitu sulit baginya untuk melepaskan diri
dari cengkeraman Hwie Kak Loo Nie.
Sekarang, dia jadi merasa gemas, dongkol karena Ouw-yang
Gong tidak tahu akan kedatangannya ke gunung Cing Shia serta
datang membantu dirinya...
Di kala ia masih kebingungan itulah mendadak terdengar suara
keleningan yang amat nyaring berkumandang di tengah hutan bambu,
diikuti terdengarnya suara teriakan Ouw-yang Gong yang keras
bagaikan sambaran geledek :
"Ko In Loo Nikouw, ayoh keluar kau dari sarangmu!"
"Ko In Loo Nie?" pikir Chee Thian Gak dengan perasaan
tercengang bercampur tertegun. "Darimana si ular asap tua bisa tahu
37
Saduran TJAN ID
kalau dalam kuil Hwie Kak An terdapat seorang nikouw tua yang
bernama Ko In Loo Nie?..."
Tapi dengan cepat ia tertawa, pikirnya lebih jauh :
"Tingkah laku macam dia juga terhitung suatu hal yang luar
biasa, rasanya di kolong langit jarang terdapat seorang manusia yang
mendatangi kuil nikouw di tengah malam buta sambil berteriak-teriak
suruh sang nikouw keluar menjumpai dirinya, aaaai... rasanya cuma
dia seorang yang sanggup melakukan perbuatan ini."
Suara keleningan berbunyi makin gencar, hingga akhirnya
seluruh bukit tersebut telah dipenuhi oleh suara yang amat nyaring.
Mendadak satu ingatan berkelebat dalam benak Chee Thian Gak,
pikirnya :
"Seandainya dengan menggunakan kesempatan ini aku
membelah bambu tersebut untuk membuka satu jalan masuk, suara
keleningan yang berbunyi disini tak nanti bisa terdengar oleh orangorang
dalam kuil..."
Laksana kilat ia cabut keluar kapak saktinya dari pinggang
kemudian gerakkan badannya ke samping, sekali bayangan kapak
berkelebat lewat sebatang pohon bambu roboh ke atas tanah.
Dengan tumbangnya bambu tadi terbukalah satu jalan masuk
baginya, tanpa pikir panjang ia menerobos masuk ke dalam hutan
bambu dan langsung menuju ke arah kuil.
"Huuu... akhirnya aku berhasil juga tiba di kuil Hwie Kak An..."
pikirnya sambil menghembuskan napas panjang dan menyeka air
keringat yang membasahi tubuhnya.
Dari kejauhan masih kedengaran suara raungan gusar Ouw-yang
Gong bergema memecahkan kesunyian...
Chee Thian Gak selipkan kembali kapak saktinya ke sisi
pinggang, kemudian duduk bersila di atas tanah dan ia bermaksud
untuk beristirahat sebentar, setelah lelahnya hilang baru menyusup
masuk ke dalam kuil.
38
IMAM TANPA BAYANGAN II
Mendadak... Goobrrak...! diiringi suara keleningan berdenting
nyaring... ketika ia menoleh terlihatlah seorang lelaki kekar berambut
panjang sebahu dengan kepala memakai ikat besi berwarna emas,
tangannya membawa toya baja menerobos masuk ke dalam.
"Siapakah orang itu?" pikir Chee Thian Gak dengan perasaan
kaget, ia siap meloncat bangun.
Dalam pada itu lelaki kate bersenjata tongkat baja itu sudah
berteriak gusar :
"Pendekar bertenaga sakti Loe Peng dari partai Sauw lim datang
berkunjung, Hey Hwie Kak Loo Nie, kenapa kau tidak munculkan diri
untuk menyambut kedatanganku???"
Dengan gemas dan kalapnya orang itu menerjang terus ke depan,
seakan-akan dia mau sapu hutan bambu itu jadi tanah lapang.
Mendadak sesosok bayangan manusia kembali berkelebat datang,
dengan suara yang aneh bagaikan gembrengan bobrok teriaknya :
"Maknya... anak sundal, apa toh yang sedang kau teriakan macam
jeritan setan? berisik benar hingga mengganggu tidur aku si orang
tua!"
Dimaki dengan kata-kata yang kotor Si pendekar bertenaga sakti
Loe Peng naik pitam, tanpa mengucapkan sepatah kata pun ia ayun
toyanya dan dikemplangkan ke muka.
Duuuuk...! getaran keras membuat telinga Pek In Hoei hampir
saja berubah jadi tuli.
"Siapa yang datang?" teriak pendekar bertenaga sakti Loe Peng
sambil mundur selangkah ke belakang.
"Toayamu adalah si Naga hitam dari Gurun pasir Hong Teng.
Keparat cilik, siapa kau???"
"Aaaai... kembali seorang manusia kasar!..." pikir Chee Thian
Gak dengan alis berkerut.
Belum habis dia berpikir mendadak dari belakang tubuhnya
menyambar datang segulung angin dingin, laksana kilat ia putar
badannya ke belakang, tampaknya seorang nikouw tua berjubah abu
39
Saduran TJAN ID
dengan wajah penuh keagungan sedang melancarkan satu pukulan
dahsyat ke belakang kepalanya dengan tasbeh yang ia cekal.
Chee Thian Gak mendehem rendah, telapak kirinya segera
diayun mengirim satu pukulan hebat menolak datangnya tasbeh
tersebut.
Nikouw tua itu hentikan langkahnya secara mendadak kemudian
kaki kirinya melancarkan satu tendangan kilat ke muka dengan jurus
naga sakti mendaki gunung, sementara telapak kirinya dengan
membentuk gerakan satu lingkaran busur menghantam bahu kiri
lawannya.
Begitu menyaksikan jurus serangan itu menggunakan ilmu Hoe
Hauw Koen atau ilmu pukulan menaklukkan harimau dari Go bie pay,
Chee Thian Gak segera menyadari bahwa nikouw tua itu bukan lain
adalah Hwie Kak Loo Nie.
Ia tidak ingin bertarung melawan nikouw yang pernah
menguburkan jenazah ayahnya, dengan cepat ia mundur ke belakang
sambil menghindar, serunya :
"Hwie Kak suthay, cayhe datang kemari adalah atas suruhan..."
Belum habis ia berkata angin dingin meluncur datang dari
belakang punggungnya, seketika tubuhnya jadi lemas dan ia segera
roboh ke atas tanah.
"Kalian manusia-manusia keparat yang menangkap ikan di air
keruh..." seru Hee Siok Peng sambil gigit bibir.
Tetapi ketika ia menjumpai raut wajah Chee Thian Gak yang
terlentang di atas tanah, sekujur tubuhnya gemetar keras, seketika ia
dibikin tertegun dan bungkam dalam seribu bahasa.
Hwie Kak Loo Nie masih belum mengetahui akan perubahan
sikap muridnya, terdengar ia berkata dengan suara gelisah :
"Peng jie, cepat pergi ke sebelah Timur, biar kuperiksa keadaan
dari dua orang lelaki bodoh ini." Habis berkata tubuhnya segera
berkelebat ke arah depan.
40
IMAM TANPA BAYANGAN II
Hee Siok Peng memandang sekejap ular hijau di lengannya lalu
menangis tersedu-sedu, sambil memeluk tubuh Chee Thian Gak
teriaknya :
"In Hoei... In Hoe..."
"Aku... aku bukan Pek In Hoei!" sahut Chee Thian Gak susah
payah.
"Tidak, kau adalah pin, sekalipun tubuhmu hancur jadi abu tak
akan kulupakan bahwa kau adalah pin, peduli betapa panjangnya
rambutmu serta betapa kusutnya jenggotmu aku masih kenali
dirimu... kau adalah Pek In Hoei..."
Kesadaran Chee Thian Gak berangsur-angsur mulai hilang,
dalam keadaan seperti ini ia tak bisa memikirkan soal apa pun juga,
ia cuma ingat bahwa tujuannya datang kemari adalah untuk mencari
kitab pusaka Ie Cin Keng, maka tanpa sadar ia bergumam seorang diri
:
"Ie Cin Keng... Ie Cin Keng..."
Hee Siok Peng tertegun, tapi dengan cepat ia totok jalan darah
Chee Thian Gak, bisiknya sambil menyeka air mata yang jatuh
bercucuran :
"Baik, aku pasti akan mendapatkan kitab pusaka Ie Cin Keng
untukmu!"
Di tengah hembusan angin malam bayangan tubuhnya yang
ramping lenyap di balik hutan bambu, tinggal Chee Thian Gak
seorang diri yang menggeletak dalam keadaan tidak sadar.
Cahaya rembulan telah mendoyong ke barat, remang-remang
menerangi tubuhnya di balik bayangan bambu, mendadak Chee Thian
Gak merintih dan sadar dari pingsannya.
Ia tarik napas panjang-panjang kemudian bangkit berdiri dan
melongok ke arah belakang hutan bambu, di situ ia jumpai si pendekar
bertenaga sakti dari partai Sauw lim masih saja bersitegang dengan si
naga hitam Hong Teng dengan wajah penuh kegusaran.
41
Saduran TJAN ID
Mendadak terdengar si naga hitam dari gurun pasir membentak
keras :
"Padri bau, sambutlah sebuah seranganku!"
Badannya menekuk ke depan, bagaikan seekor biruang raksasa ia
tubruk musuhnya dengan dahsyat.
Loe Peng si pendekar bertenaga sakti mengerutkan sepasang
alisnya, sepasang kakinya menekuk ke samping, toyanya digetarkan
dan laksana kilat digetarkan ke atas.
Traaang...! bentrokan nyaring menimbulkan pusaran angin puyuh
yang membuat daun serta ranting di sekeliling tempat itu bergoyang
kencang...
"Bagus!" teriak si naga hitam dari gurun pasir.
Badannya yang tinggi besar dengan cepat berputar kencang,
kakinya bergeser dua langkah ke samping, kemudian secara tiba-tiba
membentur ke arah bawah.
Loe Peng mendengus dingin, ujung toyanya diputar sedemikian
rupa dibarengi dengan gerakan tubuh bagian atasnya, seluruh toya
mendadak jadi tegang kemudian menyambut dengan gerakan
mendatar.
Traaaang...
Kembali terjadi bentrokan nyaring yang menggema di seluruh
lembah bukit itu, angin pun menderu-deru... daun bambu berguguran
ke atas tanah...
Loe Peng tarik kaki kanannya ke belakang ujung toyanya ditekan
ke bawah, sementara buntut toya menyapu keluar, bentaknya :
"Enyah kau dari sini!"
Naga hitam dari gurun pasir membentak keras, badannya yang
tinggi besar berputar ke samping, mendadak ia cabut keluar senjata
andalannya yang berupa patung tembaga berkaki tunggal, dengan
senjata itu ia lancarkan satu sodokan ke muka menghantam toya
lawan hingga terpental ke samping kiri...
42
IMAM TANPA BAYANGAN II
Trang...! bayangan manusia saling berpisah. Hong Teng si naga
hitam mundur sempoyongan tiga langkah ke belakang sebelum ia
berhasil berdiri tegak.
Ia tundukkan kepalanya memandang sekejap bekas telapak
kakinya yang tertera sedalam beberapa coen di atas tanah, lalu
mendongak dan tertawa terbahak-bahak.
"Sungguh tak nyana di daratan Tionggioan pun masih terdapat
manusia yang bisa diandalkan. Haaaah... haaaah... haaaah... "
Loe Peng mendengus dingin.
"Hmm, aku pun tak mengira manusia dogol dari sungai Hek Long
Kang mempunyai tenaga seberat beberapa kati."
Meskipun sepintas lalu nampaknya dia peroleh keuntungan
dalam bentrokan barusan tapi dalam kenyataan sepasang kakinya pun
sudah amblas sedalam beberapa coen ke dalam tanah oleh bentrokan
itu.
Perlahan-lahan ia cabut kakinya dari atas tanah, toyanya diayun
ke depan dan hardiknya :
"Masih sanggupkah kau untuk menerima tiga buah kemplangan
toyaku?..."
Walaupun orangnya tidak tinggi tetapi kekuatan badannya maha
sakti, seperti halnya pula kalau tidak banyak berbicara, sekali buka
suara maka begitu nyaring suaranya seolah-olah auman singa.
Menyaksikan kekuatan kedua orang itu begitu dahsyat, Chee
Thian Gak yang diam-diam mengintai dari belakang merasa amat
terperanjat, pikirnya :
"Sungguh tak kusangka dalam partai Sauw lim masih terdapat
seorang jago yang begitu lihaynya, meskipun tubuhnya kecil pendek
tapi kekuatan saktinya luar biasa, secara beruntun dia sudah menerima
beberapa bentrokan keras dari senjata Hong Teng si naga hitam dari
gurun pasir, terutama sekali pada kemplangannya yang terakhir, di
tengah kekerasan terdapat kelunakan serta keringanan yang luar biasa,
43
Saduran TJAN ID
keadaan itu sulit digunakan bagi seseorang yang mempunyai kekuatan
tenaga sakti sebesar ribuan kati!"
Sementara dia masih berpikir, terdengar Hong Teng si naga hitam
dari Gurun pasir tertawa geram.
"Haaaah... haaaah... haaaah... sudah hampir sepuluh tahun
lamanya aku si orang tua belum pernah menjumpai tandingan sehebat
ini, sungguh tak kusangka pada malam ini aku telah berjumpa dengan
kau!"
Sambil mempersiapkan senjata patung tembaganya, kembali ia
tertawa seram.
"Haaaah... haaaah... haaaah... mantap mantap! Mantap!"
"Hmmm! aku si hwesesio sedang bertanya keadaanmu, beranikah
kau sambut tiga buah kemplanganku lagi?"
"Apa? Tiga kemplangan?" teriak Hong Teng si naga hitam
dengan mata melotot.
"Sekalipun tiga puluh kemplangan akan kusambut juga!"
"Bagus!"
Tanpa banyak bicara, toyanya diputar kencang kemudian laksana
kilat dihantamkan ke atas batok kepala lawan.
Hong Teng si naga hitam dari Gurun pasir meraung rendah,
sepasang lututnya menekuk ke depan, lengannya dijangkau keluar,
cepat-cepat ia putar senjata patung tembaganya menyambut
datangnya ancaman itu.
Traaaang...! Di tengah suara bentrokan keras yang nyaring tubuh
Loe Peng merandek sebentar, kakinya mundur setengah langkah ke
belakang, toyanya lantas diputar kencang sambil melangkah maju
setindak kembali ia lancarkan satu kemplangan.
Sepasang senjata saling beradu keras, tubuh kedua belah pihak
berpisah sejenak untuk kemudian merapat kembali.
Dalam waktu yang amat singkat itulah Loe Peng sudah
melancarkan tujuh buah kemplangan kilat sementara Hong Teng
44
IMAM TANPA BAYANGAN II
dengan tenang dan mantap pun sudah sambut ke-tujuh buah serangan
tadi.
Traaaang! Traaaang! Traaaang! tujuh kali bentrokan nyaring
menggetarkan seluruh lembah itu, bunyi dengusan memantul
kemana-mana, menggoncangkan bambu dan menggugurkan
dedaunan...
Chee Thian Gak yang menyaksikan peristiwa itu kembali berpikir
dengan hati terperanjat :
"Kalau mereka saling membentur dengan keras lawan keras
macam ini, meskipun sebuah batu cadas yang bagaimana keras pun
juga akan hancur lebur dibuatnya... entah apa sebabnya mereka saling
beradu jiwa?..."
Ketika sinar matanya dialihkan kembali ke tengah kalangan,
tampaklah napas Hong Teng maupun Loe Peng sama-sama sudah
kempas kempis, jarak antara kedua orang itu pun terpaut enam depa.
Dengan wajah penuh air keringat Hong Teng berdiri berbongkok
di tengah kalangan, serunya dengan napas tersengkal-sengkal :
"Hweesio bau, hebat juga ke-tujuh buah kemplanganmu
barusan!"
"Anak jadah, siapa yang kau maksudkan hweesio?"
Hong Teng melengak, memandang rambut Loe Peng yang
panjang terurai hingga ke pundak serta gelang emas pengikat rambut
dengan rasa bimbang ia berseru :
"Kalau kau bukan seorang hweesio,kenapa memakai pakaian
lhasa?"
"Aku adalah si pendekar bertenaga sakti Loe Peng, apa kau tidak
tahu akan diriku?"
"Ooouw, kalau begitu kau adalah hweesio gadungan!"
"Hey orang she-Hong!" teriak Loe Peng dengan gusarnya.
"Rupanya kau masih pengin mencicipi tujuh buah kemplanganku
lagi?"
45
Saduran TJAN ID
"Hmmm, siapa yang jeri kepadamu? mari.. mari... mari... loo toa
menanti kedatanganmu!"
Loe Peng tarik napas panjang-panjang, dengan langkah lebar ia
maju ke depan kemudian membentak dan ayun toyanya ke depan.
Memandang toya lengkung yang disiapkan lawannya, Hong Teng
tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... toya pembuat tepung yang kau
gunakan itu, kalau di daerah Hek Liong Kang kami biasanya
digunakan waktu mau makan bakpau!"
Loe Peng tidak banyak bicara, ia pegang ujung toyanya kemudian
sekuat tenaga ditarik ke atas.
Lhasa yang ia kenakan segera berkibar tanpa dihembus angin,
pergelangannya menegang kencang, otot-otot hijaunya pada
menonjol keluar, di tengah satu bentakan nyaring toya besar yang
melengkung itu tahu-tahu telah diluruskan kembali.
Chee Thian Gak dapat menyaksikan kesemuanya itu dengan
jelas, diam-diam ia gelengkan kepalanya sambil berpikir :
"Loe Peng berasal dari partai Sauw lim, rupanya dia adalah
seorang jago yang lihay dalam ilmu Gwaa kang maupun Lwee kang,
ditambah pula memiliki tenaga alam yang maha sakti. Hmmm, tak
nyana cuma disebabkan sedikit persoalan kecil saja ia sudah
melakukan perbuatan-perbuatan yang konyol!"
Sementara itu terdengar Hong Teng si naga hitam dari Hek Liong
Kang tertawa terbahak-bahak.
"Hey hweesio gadungan, kau pengin beristirahat sebentar? Kalau
tidak mungkin kau tak akan sanggup menyambut dua buah
seranganku lagi!"
Loe Peng tidak mau banyak bicara, sehabis meluruskan senjata
toyanya dengan langkah lebar ia lantas maju ke depan, diiringi suara
bentakan keras toyanya menyapu keluar disertai hawa desiran yang
sangat tajam.
46
IMAM TANPA BAYANGAN II
Hong Teng tidak menyangka kalau pihak musuh bisa
melancarkan serangan secara mendadak, ia mendengus, senjata
patung tembaganya diangkat ke atas lalu sekuat tenaga memapaki
datangnya kemplangan itu.
Duuuuk...! di tengah bentrokan keras, percikan bunga api
memancar ke empat penjuru, dua sosok bayangan manusia saling
berpisah dengan langkah sempoyongan, namun dengan cepat mereka
sudah saling bentrok kembali.
Sekujur tubuh Hong Teng bergetar keras, mendadak badannya
terpental tiga langkah ke belakang dan hampir saja jatuh terduduk di
atas tanah, meski begitu ia masih sempat tertawa terbahak-bahak
sambil berseru :
"Puas! puas! akhirnya aku si Loo toa berhasil juga menemukan
tandingan..."
"Bagaimana? mau terus diadu?"
"Siapa yang takut? hmmm. Nah! rasakanlah satu kemplangan
senjata patung tembagaku!"
"Kau pun cicipi kemplangan toyaku!"
Bagaikan anak kecil yang sedang berkelahi saja, kedua orang itu
ribut tak karuan hingga membuat Chee Thian Gak yang bersembunyi
di belakang hutan bambu diam-diam mengerutkan dahinya.
Sambil geleng kepala, pikirnya di dalam hati :
"Dua orang manusia tolol itu benar-benar seperti bocah cilik, apa
mereka mau saling ngotot hingga salah satu di antara mereka mati?
Hmmm, otaknya benar-benar bebal!"
Belum habis ingatan tersebut berkelebat dalam benaknya,
mendadak tampaklah tubuh kedua orang itu merandek di tengah jalan
sementara senjatanya saling membentur satu sama lainnya dengan
menimbulkan suara yang amat lirih.
"Eeeei... jangan-jangan kedua orang itu sudah hentikan
pertarungannya...?" dengan alis berkerut kembali ia berpikir.
47
Saduran TJAN ID
Tapi dengan cepat pertanyaan itu telah terjawab, tampaklah
kedua orang itu dengan wajah menahan penderitaan saling berdiri
kaku di tempat masing-masing, seluruh otot hijau dalam tubuhnya
telah menonjol keluar semua...
Air muka Chee Thian Gak berubah hebat.
"Aaaah, ternyata mereka benar-benar saling beradu tenaga
dengan taruhan nyawa, dalam pertarungan macam begini siapa pun
tidak akan berani mengendorkan pertahanannya..."
Tubuh kedua orang itu mulai sempoyongan, kemudian makin
lama makin tenggelam ke dalam tanah semakin dalam.
Dengan begitu tubuh Hong Teng si naga hitam dari Hek Liong
Kang yang tinggi besar pun tinggal separuh bagian, sebaliknya Loe
Peng yang berperawakan kecil itu kini semakin pendek lagi.
"Konyol!" maki Chee Thian Gak dalam hati. "Dianggapnya
dengan cara begitu masing-masing pihak dapat mengalihkan tenaga
musuhnya ke samping, siapa tahu justru karena tindakannya ini
membuat mereka semakin cepat menemui ajalnya. Hmmm! menanti
tanah sudah menutupi pusar, jangan harap kedua belah pihak bisa
hidup jauh!"
Dalam keadaan semacam ini bisa dipahami betapa susah dan
serba salahnya masing-masing pihak, sebab barangsiapa yang
mengendorkan lebih dahulu tenaga pertahanannya niscaya kekuatan
pihak lawan akan menerjang datang bagaikan bendungan yang
ambrol, isi perutnya pasti akan remuk dan jiwanya bakal melayang.
Dalam sorot mata masing-masing pihak mulai pancarkan rasa
sesal, dongkol dan sedih, keringat dingin sebesar kacang kedele
mengucur keluar tiada hentinya membasahi seluruh tubuh, namun
siapa pun tak berani sembarangan bergerak...
Diam-diam Chee Thian Gak menghela napas panjang dan
pejamkan matanya, dengan kepandaian mengatur pernapasan untuk
menyembuhkan luka dalam yang didapatkan dalam kitab Ie Cin Keng,
ia salurkan hawa murni ke segala penjuru badan.
48
IMAM TANPA BAYANGAN II
Cara mengatur pernapasan dari Tat Mo Couwsu yang diperoleh
dari negeri Thian Tok ini jauh berbeda dengan ilmu sim hoat tenaga
dalam dari aliran partai Thiam Cong tapi ada persamaannya dengan
cara mengatur pernapasan dari ilmu 'Thay Yang Sam Sih' sebab
kedua-duanya bersumber dari negeri Thian Tok (India).
Hawa sakti mengitari beratur-ratus buah urat dan mengitari badan
sebanyak dua kali, rasa segar segera terasa di seluruh tubuh. Ia tarik
napas panjang-panjang dan sekali lagi membuka matanya.
Bayangan rembulan telah jauh bergeser dari tempat semula,
kabut semakin tebal membungkus permukaan bumi, angin masih
berhembus lewat menimbulkan suara gemerisikan pada dahan bambu
di sekitar situ...
Melalui celah-celah hutan bambu, ia saksikan dua orang yang
sedang beradu jiwa itu telah berdiri kaku bagaikan patung arca, sedikit
pun tidak berkutik.
Saat ini sepasang lutut masing-masing pihak telah sama sekali
terbenam di dalam tanah, pakaian mereka basah kuyup dan wajahnya
berubah jadi pucat pias bagaikan mayat.
Diam-diam Chee Thian Gak menghela napas panjang, pikirnya :
"Sayang sekali dalam keadaan begini tak mungkin bagiku untuk
bangkit menolong mereka. Aaaai...! jarang sekali dalam kolong langit
terdapat manusia bertenaga sakti seperti mereka... kalau kubiarkan
mereka mati dengan begitu saja, lalu apa gunanya mereka berlatih
ilmu silat dengan susah payah selama ini? Demi memperebutkan
nama, jiwa harus dipertaruhkan... Hmmm...! benar-benar tak
berharga..."
Kendati dalam hati kecilnya timbul rasa sayang dan kasihan, apa
daya tenaganya tak mampu untuk berbuat demikian.
Sementara dia masih serba salah dibuatnya, mendadak satu
ingatan berkelebat dalam benaknya.
"Aku pernah mempelajari ilmu 'Kau Thian Kioe Hoe' atau
sembilan kapak Pembuka langit peninggalan dari Thian Liong Toa
49
Saduran TJAN ID
Lhama yang kesemuanya mengandalkan peredaran hawa murni untuk
menerjang ke-delapan belas jalan darah dalam tubuhku sehingga
menghasilkan suatu tenaga hawa sakti yang maha dahsyat, kenapa aku
tidak coba menggunakan cara ini yang kemudian digabungkan dengan
pelajaran dalam kitab Ie Cin Keng untuk mempercepat mendalami
kepandaian tersebut!"
Dengan hati girang pikirnya lebih jauh:
"Seandainya aku berbuat demikian maka bukan saja luka
dalamku bisa kusembuhkan dengan cara yang lebih cepat bahkan
dapat mengusir pula racun yang dimasukkan ke dalam tubuhku
olehnya, tanpa sengaja..." ia menghembuskan napas panjang.
"Dengan demikian aku pun bisa menghindarkan kedua manusia
bertenaga hawa sakti itu dari kematian yang sia-sia..."
Berpikir demikian tanpa berpikir panjang lagi ia pejamkan mata
dan segera mempelajari ilmu tersebut dengan menggabungkan kedua
cara yang dipahaminya itu... sekejap mata ia sudah berada dalam
keadaan kosong.
Asap putih yang tipis mulai kelihatan mengepul keluar dari batok
kepalanya... suasana tenang namun tegang...
Mendadak... suara bentakan nyaring bagaikan guntur membela
bumi bergema memecahkan kesunyian yang mencekam seluruh jagad
itu...
Suara itu makin lama semakin dekat, begitu dahsyat bunyi suara
tadi seolah-olah terdapat berlaksa ekor kuda sedang berlari ke arah
situ, membuat seluruh permukaan bumi bergetar keras...
Suara dahan yang patah kedengaran makin nyata diimbangi suara
derap kaki yang santer...
Loe Peng serta Hong Teng yang berdiri kaku di tengah kalangan
dapat mendengar pula datangnya suara itu, namun mereka tetap
berdiri kaku di tempat semula kecuali putaran biji matanya yang
penuh disertai dengan pengharapan.
50
IMAM TANPA BAYANGAN II
Jilid 3
SAAT ITULAH... tiba-tiba dari balik pepohonan yang rindang
menerjang keluar seekor makhluk yang tinggi besar.
Makhluk itu mempunyai empat buah kaki yang ramping dan
panjang, lehernya tinggi, badannya lebar, pada punggungnya terdapat
dua gundukan bukit kecil... saat itu seakan-akan sedang mengejar
sesuatu, dengan hebat dan cepatnya sedang menerjang datang.
Selama hidup belum pernah Loe Peng menjumpai makhluk aneh
semacam ini, menyaksikan binatang itu menerjang ke arahnya buruburu
ia pejamkan matanya rapat-rapat.
Hong Teng sendiri, walaupun dilahirkan di daerah Hek Liong
Kang namun disebabkan ia tumbuh jadi dewasa di sekitar daerah
gurun pasir maka sering kali ia jumpai makhluk aneh yang dikenal
olehnya sebagai binatang unta itu.
Walaupun begitu, sewaktu dilihatnya binatang itu sedang berlari
kencang menerjang ke arahnya, dengan hati bergidik ia lantas berpikir
:
"Sungguh tak nyana aku Hong Teng yang sudah lama malang
melintang dalam dunia persilatan akhirnya harus mati terinjak-injak
oleh unta tanpa ada sedikit tenaga pun untuk melawan..."
Belum habis dia berpikir, dari tengah hutan kembali meluncur
datang tiga ekor unta yang tinggi dan besar...
Punahlah harapan jago lihay dari gurun pasir ini untuk
melanjutkan hidup, seperti halnya dengan Loe Peng, ia tahu hanya
bisa pasrah dan pejamkan matanya rapat-rapat.
51
Saduran TJAN ID
Di saat yang amat kritis dan berbahaya itulah... tiba-tiba terdengar
suara bentakan nyaring berkumandang di tengah angkasa.
Dengan hati kaget dan terkesiap buka matanya, tampaklah
seorang lelaki kekar berjubah merah, berambut kusut dan mencekal
sebuah kapak sedang melancarkan satu babatan kilat ke arah unta
yang sedang menerjang datang itu.
Cahaya hitam tampak berkelebat lewat, unta yang menerjang
paling depan segera menjerit ngeri, di tengah muncratan darah segar
binatang itu roboh binasa di atas tanah.
Hong Teng tak menyangka di saat jiwanya terancam bahaya,
seseorang telah muncul dan menolong dirinya, seluruh perhatian dan
semangatnya segera dikumpulkan kembali untuk memperhatikan
gerak-gerik manusia aneh berjubah merah itu lebih jauh.
Sambil mencekal kapak pembelah langit, Chee Thian Gak berdiri
kaku di tengah kalangan, dengan wajah tenang ia siap menghadapi
serbuan dari unta-unta berikutnya.
Kapaknya kembali diayun... darah segar muncrat ke empat
penjuru, unta kedua roboh binasa.
Derap kaki bergetar membelah angkasa, seolah-olah barisan kuda
yang banyak jumlahnya sedang menerjang ke arahnya, Chee Thian
Gak membentak keras, dengan jurus 'Boan Ku Kay Thian' atau Boan
Ku membuka langit ia ayunkan kapaknya ke depan.
Cahaya tajam berkilauan memenuhi angkasa, tiga ekor unta
berikutnya sama-sama menjerit keras kemudian roboh di hadapannya
bagaikan sebuah bukit kecil.
Chee Thian Gak tidak memandang untuk kedua kalinya, sehabis
membinasakan binatang-binatang itu dengan langkah lebar ia lewati
tumpukan bangkai unta-unta itu dan menghadapi serangan
berikutnya.
Menanti jurus ke-tujuh dari Sembilan kapak pembelah langit
telah digunakan, secara beruntun dia telah membinasakan sembilan
ekor unta.
52
IMAM TANPA BAYANGAN II
Loe Peng si pendekar bertenaga sakti yang menyaksikan kejadian
itu dengan mata kepala sendiri, diam-diam merasa terperanjat
bercampur kagum, gumamnya :
"Tak nyana di kolong langit ini masih juga terdapat manusia yang
bertenaga sakti sebagai itu..."
Mendengar gumaman itu, Hong Teng si naga hitam dari gurun
pasir segera berpaling.
"Kau sudah menyaksikan kehebatan dari manusia aneh berjubah
merah itu?..."
Dengan mulut membungkam Loe Peng mengangguk.
"Kau adalah orang yang berasal dari daratan Tionggoan," kata
Hong Teng kembali, "tahukah kau siapakah dia?"
Loe Peng menggeleng.
"Belum pernah kudengar di daratan Tionggoan terdapat manusia
yang menggunakan kapak sebagai senjata andalannya, dan tak pernah
kudengar ada jago lihay dengan dandanan begitu..."
Dengan nada tercengang tiba-tiba tanyanya :
"Mungkin dia datang dari luar perbatasan, apa kau kenal dengan
orang itu?"
"Aku cuma pernah mendengar orang berkata di Mongolia
terdapat sinkoen bertenaga raksasa, di samping itu..."
Bicara sampai disini mendadak dia merandek, sebab secara
mendadak dirasakannya senjata patung tembaga yang dicekal dalam
genggaman telah jatuh ke atas tanah.
Demikian juga halnya dengan Loe Peng tahu-tahu ia
menyaksikan senjata toyanya sudah terjatuh ke atas tanah.
Rupanya karena tegang menghadapi serbuan rombongan unta
tadi maka tanpa terasa masing-masing pihak sudah mengendorkan
tenaga serangannya sehingga lama kelamaan ingatan kedua belah
pihak untuk adu jiwa pun semakin hilang dari benak mereka, ketika
tenaga kendoran masing-masing pihak sudah mencapai pada satu
53
Saduran TJAN ID
titik, maka tanpa menimbulkan luka bagi pihak lawan senjata masingmasing
terlepas dari genggaman.
Dalam pada itu Loe Peng sudah berjongkok hendak mengambil
kembali senjata toyanya.
"Bagaimana? pertarungan ini mau diteruskan?" bentak Hong
Teng dengan mata melotot.
Sambil berkata ia pun segera berjongkok hendak mengambil
kembali senjata patung tembaganya, apa daya sekalipun senjatanya
sudah dipegang namun tiada tenaga untuk mengangkatnya, seakanakan
segenap kekuatan yang dimilikinya sudah buyar sama sekali.
Ketika ia berpaling ke arah lawan, ternyata keadaan Loe Peng pun
tidak jauh berbeda, dalam keadaan begini mereka hanya bisa saling
berpandangan sambil tertawa getir.
Lama sekali kedua orang itu saling berpandangan, akhirnya
masing-masing pejamkan matanya untuk mengatur pernapasan.
Dalam pada itu Chee Thian Gak telah selesai membereskan kesembilan
ekor unta tadi, dengan kapak pembelah langit terselip di
pinggang ia dekati kedua orang itu dengan senyuman di kulum.
"Rasanya belum pernah mereka bayangkan kalau pada suatu hari
mereka akan menjumpai keadaan yang serba kikuk macam begini,"
pikirnya. "Entah bagaimana perasaan mereka di kala saling
berpandangan tadi?"
Tapi ingatan tersebut hanya sebentar saja berkelebat dalam
benaknya, sebab ia lantas menyadari bahwa kedua orang itu berada
dalam keadaan luka.
Dengan sebelah tangan menjepit Hong Teng dan tangan yang lain
menjepit Loe Peng, sekali betot ia tarik kedua orang itu dari atas
tanah.
"Terima kasih atas bantuanmu..." bisik Loe Peng sambil buka
matanya memandang sekejap ke arah Chee Thian Gak lalu anggukkan
kepalanya lirih.
Sedangkan Hong Teng sambil menghela napas ujarnya :
54
IMAM TANPA BAYANGAN II
"Sepanjang hidup belum pernah aku berhutang budi dengan siapa
pun, setelah jiwaku kau tolong pada malam ini, selama aku masih
hidup budi ini tak akan kulupakan..."
Sinar matanya dialihkan sekejap ke arah wajah Chee Thian Gak,
memandang rambut serta jenggotnya yang kasar dan lebat, serunya
lagi sambil tertawa tergelak.
"Keadaanmu tidak jauh berbeda dengan keadaanku..."
Mendadak... suara jeritan aneh yang tinggi dan panjang
berkumandang datang dari balik hutan disusul bumi bergoncang
keras, seekor binatang yang luar biasa besarnya menerjang keluar dari
balik pepohonan, melalui tumpukan bangkai unta dan menerjang ke
arah beberapa orang itu.
Melihat binatang raksasa itu mempunyai dua buah taring yang
panjang serta belalai yang panjang, dengan hati kaget bercampur
terkesiap Loe Peng menjerit :
"Aaaaah, gajah raksasa!"
Chee Thian Gak bertindak sebat, sekali dorong ia pentalkan tubuh
kedua orang itu ke samping, kemudian sekali putar badan ia
berjumpalitan menyongsong kedatangan binatang tersebut.
Dengan gerakan yang dahsyat gajah tersebut menerjang datang,
jarak mereka kian lama kian dekat sehingga akhirnya tinggal enam
depa saja...
Dalam jarak yang sedemikian dekatnya tak mungkin lagi bagi
Chee Thian Gak untuk mencabut keluar senjata kapak yang terselip
pada pinggangnya, sebaliknya kalau ia menghindarkan diri dari
terjangan dahsyat binatang itu niscaya Hong Teng serta Loe Peng
yang ada di belakangnya bakal terpijak-pijak sampai hancur.
Tiada lagi kesempatan lain baginya untuk berpikir lebih jauh,
sambil mendengus berat telapaknya segera diputar setengah lingkaran
di depan dada kemudian dengan dahsyatnya didorong ke depan.
55
Saduran TJAN ID
Braaak...! angin pukulan tersebut dengan telak menghantam
batok kepala gajah itu membuat taring gadingnya tersapu miring dan
gerakannya yang sedang menerjang datang pun tertahan untuk sesaat.
Gajah raksasa itu menjerit panjang, kaki bagian depannya tibatiba
diangkat ke atas kemudian bagaikan dua batang pohon besar
serentak diinjakkan ke atas kepala Chee Thian Gak.
Lelaki aneh berjubah merah ini tidak jadi gugup, badannya
mengigos ke samping, tangan kanannya langsung menyambar salah
satu kaki gajah yang sedang diangkat ke atas itu, di tengah bentakan
keras di angkat seluruh tubuh gajah tadi kemudian melemparkannya
ke arah belakang.
Bluuuum...! getaran dahsyat bagaikan ketimpa gempa
menggetarkan seluruh bumi, batang bambu pada roboh ke samping,
di mana gajah itu terbanting segera muncul sebuah liang yang sangat
besar.
Hong Teng si naga hitam dari gurun pasir adalah seorang jagoan
yang mempunyai tenaga sakti, meskipun ia pernah menghancurkan
dua ekor harimau sekaligus di atas gunung Tiang Pek san dan
membinasakan seekor ular naga yang besar di sungai Hek Liong
Kang, tapi belum pernah ia saksikan ada orang bisa membanting gajah
yang demikian besarnya setelah membunuh sembilan ekor unta.
Hatinya kontan bergidik, dengan pandangan kagum bercampur
kaget ia berdiri melongo di tempat semula.
Sebaliknya Loe Peng si pendekar bertenaga sakti dengan hati
kagum bercampur terkejut segera berseru :
"Omihtohud! kalau ia tak memiliki tenaga sakti sebesar laksa
kati, tak nanti gajah tersebut dapat dia angkat..."
Sementara kedua orang itu masih dibikin menjublak dengan
peristiwa yang baru saja terjadi, mendadak terdengar jeritan panjang
lagi berkumandang datang, kembali seekor gajah besar menerjang
datang dengan hebatnya.
56
IMAM TANPA BAYANGAN II
Chee Thian Gak sama sekali tidak menggubris atas datangnya
terjangan itu, ia tetap berlutut di atas tanah dengan sikap tenang.
Menanti gajah tadi hampir tiba di hadapannya, Chee Thian Gak
baru meloncat bangun, telapak kirinya diayun ke muka... Duuuuk!
sebatang taring gading gajah itu dihantam hingga patah,
menggunakan kesempatan di kala binatang tersebut sedang meronta
gusar, kaki kanannya maju ke depan, tangannya laksana kilat
menghambur belalai yang sedang menyapu tiba.
Terdengar ia membentak keras, meminjam tenaga terjangan
gajah itu mendadak ia angkat tubuh binatang tersebut dan kemudian
membantingnya ke belakang.
Semua gerakan ini dilakukan dalam waktu yang amat singkat,
sementara bentakan Chee Thian Gak belum reda, tubuh sang gajah
yang tinggi besar tadi sudah terlempar ke udara dan jatuh kurang lebih
dua tombak di hadapannya.
Blummmm... sekali lagi bumi bergetar keras...
Mendadak... satu bentakan keras berkumandang keluar dari balik
hutan, sesosok bayangan manusia laksana kilat berkelebat datang
dengan cepatnya...
Dalam sekejap mata orang itu sudah tiba di depan mata, ia tidak
langsung berdiri di hadapan lelaki aneh itu, sebaliknya malahan duduk
di atas ranting bambu dengan gerakan yang aneh.
Orang itu adalah seorang kakek tua berjenggot putih keperakperakan
sepanjang dada, perawakannya pendek sekali ditambah pula
jenggotnya yang panjang membuat keadaannya aneh dan sangat lucu.
"Entah siapakah kakek cebol ini?" diam-diam Chee Thian Gak
berpikir di dalam hati. "Perawakan tubuhnya tidak mencapai tiga
depa, jenggotnya malah sepanjang dua depa setengah, untung ilmu
meringankan tubuh yang dimilikinya sangat lihay, kalau tidak dengan
jenggot yang begitu panjang mana ia bisa berjalan seenaknya?..."
57
Saduran TJAN ID
Sementara itu kakek cebol tadi sedang melotot ke arah Chee
Thian Gak dengan pandangan aneh, sesaat kemudian ia menjerit aneh
:
"Sungguh tak nyana di negeri kerajaan Tong masih terdapat
manusia bertenaga sakti sehebat ini, ternyata sanggup membanting
dua ekor gajah... Haaaah... haaaah... haaaah... kalau Oorchad sudah
datang dan menyaksikan kesemuanya ini, dia tentu akan sangat
mendongkol sekali!"
Suara kakek cebol ini melengking dan tidak enak didengar, apa
yang dia katakan tak sepatah pun yang didengar Chee Thian Gak
kecuali 'Oorchad' sepatah kata.
Dengan alis berkerut lantas pikirnya :
"Kakek cebol ini tidak mirip dengan orang yang berasal dari
daratan Tionggoan, ditinjau dari kulitnya yang hitam, jangan-jangan
dia berasal dari negeri Thian Tok atau mungkin budak Kun lun?"
Budak Kun lun adalah panggilan untuk orang-orang bangsa
Hitam pada jaman dinasti Tong, waktu itu kerajaan diperintah oleh
kaisar Tong Thay Cong yang kuat dan bijaksana, pengaruh
kekuasaannya telah meliputi negeri Korea, Jepang, India, Vietnam,
Birma serta beberapa negara tetangga, setiap tahun dari negeri itu
pasti datang upeti yang tak ternilai jumlahnya.
Nama kerajaan Tong bukan saja tersohor di seluruh Asia bahkan
pedagang-pedagang dari negeri Timur Jauh serta Eropah pun sudah
seringkali mendatangi Tionggoan, oleh sebab itu tidak aneh pada
masa itu kalau sering nampak orang bermata biru berambut pirang
dengan membawa orang-orang kulit hitam sebagai budak
bermunculan di negeri Tiongkok.
Bagi orang Tionggoan, bangsa kulit hitam itu disebutnya sebagai
budak Kun lun.
Sementara itu ketika kakek cebol itu melihat Chee Thian Gak
hanya memandang ke arahnya dengan pandangan tertegun tanpa
58
IMAM TANPA BAYANGAN II
mengucapkan sepatah kata pun, hawa gusarnya segera berkobar,
makinya :
"maknya... anak anjing..."
"Hey, kenapa kau memaku aku?" tegur Chee Thian Gak dengan
nada tertegun.
Bukannya berhenti, kakek cebol itu malah memaki kembali
dengan kata-kata tercabul, dalam keadaan gusar bukan saja suaranya
berubah jadi aneh, wajahnya pun kelihatan lucu sekali.
"Aaaah... rupanya orang ini baru saja belajar memaki orang
dengan kata-kata kotor... maka ia cuma bisa mengulangi beberapa
patah kata itu saja..." pikir Chee Thian Gak sambil tertawa getir.
Setelah melontarkan kata-kata makian, kakek cebol tadi menekan
kain putih pengikat kepalanya ke atas.
Sebuah permata segera gemerlapan di atas kain kepala itu,
mendadak ia buka mulut dan bersuit panjang.
Suaranya aneh dan seram... begitu hebat suaranya sehingga bikin
hati orang tidak tenang dan terasa sangat kacau...
Jeritan-jeritan gajah gajah melengking dari balik hutan disusul
sahutan seorang dari tempat kejauhan.
Begitu mendengar suara sahut menyahut antara kakek cebol itu
dengan rombongan gajah, dalam benak Chee Thian Gak segera
berkelebat satu ingatan, ia teringat kembali akan dua nama yang
pernah disebut Cian Hoan Lang koen atau Lelaki tampan berwajah
seribu.
"Oooouw... dia pastilah si dewa cebol dari negeri Thian Tok yang
diundang Ciak Kak Sin Mo!" pikirnya. "Sedang orang yang disebut
Oorchad kemungkinan besar adalah ketua suku Oorchad yang disebut
Sinkoen bertenaga sakti..."
oooOooo
59
Saduran TJAN ID
Bagian 15
BERPIKIR SAMPAI DISINI, air mukanya berubah jadi adem,
pikirnya lebih jauh :
"Rupanya Hoa Pek Tuo menganggap setelah aku pin menemui
ajalnya maka di kolong langit sudah tiada orang yang patut disegani
lagi, karena itu dia sudah laksanakan rencana besarnya untuk
menguasai seluruh jagad jauh sebelum saat yang telah ditetapkan..."
Mendadak hardiknya dengan suara lantang :
"Apakah kau adalah si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok?"
Senyuman manis terlintas di atas wajah si kakek cebol yang hitam
pekat bagaikan pantat kuali, bibirnya yang lebar merekah hingga
nampak sebaris giginya yang putih bersih, setelah tertawa jawabnya :
"Darimana kau bisa mengetahui akan diriku?"
"Hmmm... Hmmm... bukankah kau sengaja diundang Hoa Pek
Tuo untuk menghadapi tiga dewa dari luar lautan?" kembali Chee
Thian Gak berseru sambil tertawa dingin.
Sementara Dewa cebol dari negeri Thian Tok hendak menyahut,
sesosok bayangan hitam berkelebat datang dengan gerakan yang amat
cepat. Memandang ke arah orang itu, kakek cebol dari negeri Thian
Tok berteriak keras :
"Oorchad! coba kau lihat gajahku!"
Orang yang baru saja datang mempunyai perawakan yang tinggi
besar dan kekar, kulit wajahnya kuning emas, rambutnya keriting,
hidungnya mancung dan matanya cekung ke dalam, sekali pandang
siapa pun tahu bahwa orang itu bukan bangsa Han.
Menyaksikan kehadiran orang itu diam-diam Chee Thian Gak
merasa terkesiap, pikirnya :
"Sedikit pun tidak salah, dia adalah Sin Koen bertenaga sakti dari
Mongolia, rupanya beberapa ekor unta itu adalah binatang yang
sengaja dia bawa ke daratan Tionggoan, dan kini sudah kubinasakan
semua..."
60
IMAM TANPA BAYANGAN II
Belum habis dia berpikir, sin koen bertenaga sakti Oorchad telah
menerjang tiba, sambil meraung gusar sekali jotos ia kirim sebuah
bogem mentah ke arah tubuh Chee Thian Gak.
Angin pukulan menderu-deru, jago kita tidak bingung dibuatnya,
dengan tenang ia buang badan bagian atasnya ke belakang, lengan
kanannya diputar satu lingkaran busur balas melancarkan satu jotosan
ke depan.
Duuuuk... ! sepasang kepalan saling membentur satu sama
lainnya di tengah udara menimbulkan bentrokan yang amat nyaring,
tubuh kedua orang itu sama-sama tertekan ke bawah hingga
mengakibatkan bumi bergoncang keras.
Oorchad mundur selangkah ke belakang, memandang
kepalannya ia berdiri melengak, tapi hanya sebentar saja sebab secara
tiba-tiba ia meraung keras, sepasang lengannya dikepal ke depan dada
kemudian menubruk ke arah tubuh lawan.
Chee Thian Gak sendiri diam-diam merasa bergidik juga atas
kekuatan tenaga sakti yang dimiliki pihak lawan, dalam bentrokan
barusan ia rasakan tulang kepalannya teramat sakit seakan-akan pada
retak semua...
Belum sampai pikiran kedua berkelebat dalam benaknya, terasa
pandangan matanya jadi kabur, Oorchad dengan ganas dan hebatnya
tahu-tahu sudah menerjang datang, sepasang lengannya laksana ular
hijau membelit ke arah pinggangnya.
"Aaai...! Chee Thian Gak berseru tertahan, mendadak kaki
kanannya melancarkan satu tendangan ke depan mengarah lambung
lawan, lengannya diputar siap meronta dari jangkauan lengan musuh.
Dua jurus serangan ini dilancarkan dengan kecepatan yang sukar
dilukiskan dengan kata-kata, tetapi Oorchad sama sekali tidak
menggubris, pinggangnya dibungkukkan ke depan, kaki ditekuk ke
bawah, diiringi suara bentakan keras dia dekap pinggang musuh
kemudian diangkat ke atas.
61
Saduran TJAN ID
Cara tubrukan serta pendekapan yang dia lakukan bukan lain
menggunakan cara sistim gulat aliran Mongolia, begitu lengannya
berhasil memeluk pinggang musuh pergelangannya segera diputar,
seketika ia banting badan Chee Thian Gak ke atas tanah dan menekan
kepalanya mencium tanah.
Kelihatannya sebentar lagi kepala Chee Thian Gak akan
membentur permukaan tanah, mendadak terdengar Hong Teng si naga
hitam dari gurun pasir membentak keras, badannya sekuat tenaga
meloncat ke depan, maksudnya ia hendak betot tubuh Chee Thian Gak
sehingga kepalanya tidak sampai membentur tanah.
Tapi sayang segenap kekuatan tubuh yang dimilikinya boleh
dikata sudah hampir habis digunakan untuk beradu jiwa beberapa saat
berselang, baru saja badannya melayang sejauh lima depa, mendadak
kakinya jadi lemas dan tubuhnya tidak ampun segera roboh ke atas
tanah.
Dengan cepat ia merangkak bangun, tapi belum sempat ia berdiri
punggungnya telah kejatuhan benda berat... tidak ampun ia roboh
kembali ke atas tanah.
Ternyata Loe Peng yang berusaha hendak menyelamatkan jiwa
Chee Thian Gak pula sudah jauh terjengkang ke atas tanah berhubung
kehabisan tenaga...
Tiba-tiba terdengar Oorchad membentak keras, begitu keras
suara teriakannya sehingga seluruh bumi bergetar keras, Hong Teng
serta Loe Peng yang sudah pejamkan mata karena tidak tega
menyaksikan tubuh tuan penolongnya hampir terbanting ke tanah
tanpa sadar sudah membelalakkan mata dan memandang ke arah
kalangan dengan hati kaget bercampur tercengang...
Ternyata keadaan di tengah kalangan sudah mengalami
perubahan besar, bukan Chee Thian Gak yang terbanting ke atas
tanah, sebaliknya tubuh Oorchadlah yang sudah menggeletak di tanah
dengan mata melotot bulat, ketika itu dengan pandangan tertegun jago
62
IMAM TANPA BAYANGAN II
lihay dari Mongolia ini sedang menatap wajah Chee Thian Gak yang
berdiri kurang lebih enam depa di hadapannya.
Mimpi pun ia tak menyangka kalau kepandaian gulat aliran
Mongolia yang sudah dikuasainya dengan amat sempurna itu sama
sekali tak berhasil membanting tubuh lawan ke atas tanah.
Ia semakin tidak mengerti apa sebabnya, tatkala ia salurkan hawa
murninya tadi, tendangan yang dilancarkan lawan bisa mengenai di
jalan darah Jiu keng Hiat di atas dadanya dengan begitu tepat,
membuat badannya jadi lemas dan sebaliknya malah terpental sejauh
enam langkah.
Chee Thian Gak sendiri dengan mulut membungkam menatap
wajah Oorchad tajam-tajam, cambangnya yang pendek dan kasar
membuat raut wajahnya nampak lebih gagah dan perkasa.
Di tengah kesunyian yang mencekam seluruh jagad itulah,
terdengar si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok bertepuk tangan
sambil tertawa terbahak-bahak.
"Setan cebol, apa yang kau tertawakan?" maki Oorchad dengan
penuh kegusaran sambil meloncat bangun dari atas tanah.
Dewa Cebol dari negeri Thian Tok tertawa semakin nyaring
sehingga barisan giginya yang putih di balik bibirnya yang merah
kelihatan semakin nyata.
"Kau paling suka mempamerkan kekuatan kasarmu di hadapan
banyak orang, sekarang rasakanlah kalau sudah ketanggor batunya
dan bertemu dengan tandinganmu, haaaah... haaaah... haaaah... aku
merasa sangat gembira karena kau jatuh terjengkang di atas tanah."
Oorchad tertegun, namun dengan cepat ia sudah berseru kepada
diri Chee Thian Gak :
"Tunggu sebentar, aku hendak saling beradu tiga jurus pukulan
lagi dengan dirimu."
Sambil membentak keras dengan langkah lebar ia segera berjalan
menuju ke arah hutan bambu.
63
Saduran TJAN ID
Selama ini Hong Teng selalu menganggap perawakan tubuhnya
yang paling tinggi, tapi setelah menyaksikan tubuh Oorchad yang
tingginya melebihi satu tombak ini, tanpa sadar diam-diam ia
menghela napas panjang.
Dalam dua tiga langkah Oorchad telah tiba di tepi hutan bambu,
tatkala dilihatnya Hong Teng serta Loe Peng bergulingan jadi satu di
situ, dengan hati melengak ia segera menegur :
"Hey, kalian sedang berbuat di situ?"
"Heeeh... heeeeh... heeeh... kami sedang menonton orang
berkelahi!" sahut Hong Teng sambil tertawa nyaring.
"Darimana kau bisa tahu kalau aku datang kemari memang mau
berkelahi???" kembali Oorchad bertanya dengan wajah tertegun.
Menyaksikan tingkah laku orang, Loe Peng segera mengerti
bahwa Oorchad adalah seorang dungu, maka ia lantas tertawa
terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... bukan, kami bukan sedang nonton
orang berkelahi, kami sedang tidur!"
"Oooow...! tidur???" Oorchad angguk-anggukan kepalanya
berulang kali, "sekarang hari sudah malam, memang sudah waktunya
untuk tidur!..."
Sambil meraba kepalanya sendiri, sekilas rasa sedih berkelebat di
atas wajahnya, kembali dia bergumam :
"Sayang aku harus berkelahi lagi, tak mungkin aku bisa tidur
dalam keadaan begini..."
Sambil menggerutu ia lantas lanjutkan langkahnya menerjang ke
dalam hutan bambu.
Menyaksikan si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok yang masih
berdiri di atas ranting bambu, teriaknya keras-keras :
"Hey setan cebol, ayoh turun!"
"Haaaah... haaaah... haaaah... Oorchad kau jangan melampiaskan
amarahmu ke atas tubuhku, aku toh tidak membinasakan unta-untamu
itu!"
64
IMAM TANPA BAYANGAN II
Oorchad melengak, tapi dengan cepat serunya :
"Gajah-gajahmu tak sanggup menangkan cepatnya lari untauntaku,
kau sudah menderita kekalahan di tanganku!"
"Eeeei... nanti dulu, bukankah kita bertaruh binatang tunggangan
siapa yang lebih dahulu tiba di perkampungan Thay Bie San cung,
maka zamrud merah delima itu akan jatuh ke tangan siapa, untauntamu
toh tidak melanjutkan perjalanan, sebaliknya gajah-gajahku
masih meneruskan perjalanan ke depan..."
Rupanya si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok serta Sin koen
bertenaga sakti Oorchad sengaja diundang Hoa Pek Tuo untuk datang
ke perkampungan Thay Bie San cung guna melaksanakan rencana
besarnya melenyapkan dunia persilatan di daratan Tionggoan.
Mereka berdua, yang satu dengan menunggang untanya
berangkat dari Mongolia sedang yang lain berangkat dari negeri Thian
Tok dengan menunggang gajah.
Karena mereka berdua sama-sama tidak begitu paham dengan
peta bumi negeri Tionggoan, sedang perjalanan mereka hanya
mengandalkan secarik peta yang sengaja dibuat Hoa Pek Tuo bagi
mereka, maka perjalanan yang dilakukan kedua orang itu ngawur
tidak karuan.
Sungguh tak nyana dalam suatu kesempatan mereka telah saling
berjumpa di dalam propinsi Kwang Soe, berhubung gerak gerik
mereka berdua yang serba mistrius, ditambah pula kedua belah pihak
menunggang binatang-binatang yang pada masa itu masih dianggap
aneh bagi penduduk di daratan Tionggoan maka begitu saling
berjumpa mereka lantas saling berkelahi satu sama lain.
Menanti kedua orang itu sama-sama mengutarakan tujuan dari
kedatangan mereka, barulah mereka sadar bahwa mereka berdua
sengaja datang atas undangan dari Hoa Pek Tuo.
Suatu malam mereka telah tiba di propinsi Su cuan, karena
malam yang gelap sedang perjalanan masih dilanjutkan, Oorchad
65
Saduran TJAN ID
telah mengeluarkan zamrud merah delima milik sukunya sebagai
penerangan.
Si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok yang menyaksikan benda
berharga tadi segera mengenali pula bahwasanya benda itu adalah
Zamrud merah delima yang telah hilang hampir seratus tahun
lamanya dari kuil gajah mustika di negeri Thian Tok maka dengan
segala macam akal dicobanya untuk mendapatkan kembali Zamrud
tadi, siapa sangka Oorchad tak mau mengembalikan.
Sampai akhirnya si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok segera
mengusulkan untuk mengadakan pertandingan menempuh perjalanan
antara gajah serta unta-untanya; barang siapa yang tiba lebih duluan
di perkampungan Thay Bie San cung maka Zamrud merah delima itu
akan menjadi pemilik si pemenang.
Watak Oorchad adalah jujur dan polos, belum pernah ia
menggunakan akal muslihat untuk merobohkan musuhnya, ditambah
pula ia berdiam jauh di daerah Mongolia yang belum pernah melihat
gajah maka ketika dijumpainya gajah-gajah itu besar lagi berat, dia
lantas mengira unta-untanya pasti dapat menang dalam pertandingan
ini.
Tapi ia tidak mengerti kalau unta-untanya memang jempolan di
daerah bergurun sebaliknya payah kalau diharuskan lewat jalan
gunung yang penuh dengan bukit dan pepohonan.
Oleh karena itu untuk sementara unta-untanya menderita
kekalahan, tapi ia tidak berputus asa, digunakannya cara penjinakan
unta yang telah dikuasainya untuk memerintahkan unta-unta itu
berlari cepat, alhasil untuk kali itu ia mendapat kemenangan.
Kian lama perkampungan Thay Bie San cung semakin dekat,
kalau ia tidak mempertahankan terus posisinya sekarang niscaya
pihaknya yang akan menderita kekalahan. Siapa sangka di tempat itu
unta-untanya berjumpa dengan Chee Thian Gak yang mengakibatkan
binatang-binatang miliknya mati terbunuh semua.
66
IMAM TANPA BAYANGAN II
Apalagi setelah menyaksikan si Dewa Cebol dari negeri Thian
Tok mengejek dan mentertawakan dirinya, tentu saja semua rasa
dongkol dan marahnya ditumpahkan ke atas tubuh kakek cebol itu.
Namun setelah mendengar perkataan lawan, kembali ia dibikin
tertegun, sambil meraba kepalanya terdengar orang itu bergumam :
"Ehmmm, sedikit pun tidak salah, dia memang berkata binatang
tunggangan milik siapa yang tiba di perkampungan Thay Bie San
cung lebih duluan, maka dialah yang akan mendapatkan zamrud
merah delima..."
Lama sekali Oorchad berdiri termangu-mangu di situ, seakanakan
ia telah menemukan sesuatu, sambil mendongak katanya :
"Gajah-gajahmu tidak nanti bisa tiba di perkampungan Thay Bie
San cung, kau anggap aku adalah orang tolol yang bakal tertipu oleh
siasat licinmu?"
"Haaaah... haaaah... haaaah... sedikit pun tidak salah, kau
memang seorang manusia tolol."
Oorchad meraung keras, ia masuk ke dalam hutan sambil
ayunkan sepasang telapaknya yang besar, angin puyuh menderu-deru
di angkasa... seketika berpuluh-puluh batang bambu roboh ke atas
tanah.
Benar-benar hebat manusia ini, kakinya yang melangkah di tanah
segera menghancurkan apa saja yang dijumpai, dalam sekejap mata
keadaan di situ berubah jadi porak poranda...
Menyaksikan tingkah laku orang kasar tadi, si Dewa Cebol dari
negeri Thian Tok segera tertawa geli, sindirnya :
"Huuuu.... keadaanmu tidak jauh berbeda dengan babi-babi
celeng di negeriku sana... di mana saja yang dilalui babi-babi itu
tanaman tentu akan hancur berantakan..."
"Setan tua ayoh turun kemari... lihat saja nanti aku si tua cabut
gundul jenggot-jenggot sialmu itu," maki Oorchad dengan gusarnya.
Si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok yang dimaki bukan jadi
marah sebaliknya malah tertawa semakin menjadi, begitu gelinya
67
Saduran TJAN ID
kakek itu sampai-sampai air mata jatuh bercucuran dan mulutnya tak
sanggup ditutup rapat, teriaknya sambil menuding ke arah Oorchad :
"Babi celeng... kau..."
"Maknya, hey setan tua, kudoakan agar kau tertawa sampai
modar..."
Gelak tertawa si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok semakin
menjadi-jadi... seakan-akan di kolong langit tidak ada orang yang jauh
lebih menggelikan daripada Oorchad.
Terlihatlah wajahnya yang hitam pekat telah basah oleh air mata,
bibirnya kelihatan bertambah merah, saking kerasnya dia tertawa
sampai pinggang pun terbungkuk-bungkuk.
"Haaaah... haaaah... haaaah... sungguh menggelikan... sungguh
menggelikan... sampai air mataku bercucuran..."
"Maknya... moga-moga ususmu pada mengalir keluar semua...
ayoh tertawa terus... moga-moga perutmu jebol..."
Ia sambar batang bambu di sisinya lalu dilemparkan ke tengah
angkasa, diikuti ia dekati bambu di mana si cebol berada dan dengan
sekuat tenaga dibetotnya dari atas tanah.
Hilang lenyap seketika itu juga gelak tertawa dari si Dewa Cebol,
buru-buru badannya melejit ke angkasa, jenggotnya berputar setengah
lingkaran busur di angkasa dan melayang turun kurang lebih dua
tombak jauhnya dari tempat semula.
Ketika Oorchad berhasil mencabut keluar bambu tadi dan
dipatah-patahkan jadi beberapa bagian, ia baru tertegun karena tidak
menjumpai si cebol berada di situ.
"Heeey... kemana perginya setan tua itu?" serunya tercengang.
Tingkah lakunya yang ketolol-tololan ini tentu saja mengerutkan
dahi Chee Thian Gak, pikirnya :
"Kenapa sih otak orang ini begitu bebal dan sederhana? Tidak
aneh kalau ia begitu gampang kena dipanasi oleh Hoa Pek Tuo
sehingga bersedia memusuhi orang kangouw. Aaaaa... aku benarbenar
tidak habis mengerti bagaimana caranya ia memimpin sebuah
68
IMAM TANPA BAYANGAN II
suku yang besar? atau mungkin orang Mongol memang mengagumi
orang yang memiliki kekuatan besar, maka menjumpai orang yang
mempunyai kekuatan jauh lebih besar dari mereka lantas diangkat
sebagai ketua suku..."
Dalam pada itu Oorchad telah maju dua langkah ke depan, sorot
matanya dengan tajam melirik sekejap ke arah Dewa Cebol dari
negeri Thian Tok yang ada di sisi kanan pohon bambu, tiba-tiba
teriaknya keras :
"Aaaaah... disini ada bangkai gajah..." seraya berseru ia lantas
berjongkok ke atas tanah.
Senyuman yang menghiasi bibir Dewa Cebol dari negeri Thian
Tok seketika lenyap tak berbekas, sekarang ia baru teringat bahwa
tujuan kedatangannya ke daratan Tionggoan adalah atas undangan
dari sepasang iblis Seng Sut Hay, dan teringat pula bahwa Chee Thian
Gak telah membinasakan seekor gajahnya.
Dengan cepat ia meloncat ke depan serunya :
"Hey Oorchad, lebih baik kita jangan ribut dahulu..."
Oorchad tidak ambil pusing seruan orang, melihat jarak si Dewa
Cebol dengan dirinya cuma terpaut lima depa, mendadak ia maju
selangkah ke depan, lengan kanannya laksana kilat menyambar
jenggot panjang dari lawannya.
Rupanya si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok tak pernah
menyangka Oorchad yang selama ini dianggap bodoh bagaikan babi
ternyata dapat menggunakan akal, tanpa bisa dihindari lagi
jenggotnya segera kena disambar, membuat ia jadi melengak dan
tertegun.
"Haaaah... haaaah... haaaah... setan tua berjenggot panjang..."
seru Oorchad sambil tertawa keras. "Biarlah aku si kepala suku
menghantar dirimu menghadap Malaikat!"
Dewa Cebol dari Negeri Thian Tok meraung rendah, seluruh
tubuhnya melayang ke depan dengan mendatar, sepasang kakinya
serentak melancarkan tendangan berantai menghajar dada Oorchad.
69
Saduran TJAN ID
Kekuatan tendangan dari kedua belah kakinya boleh dikata
mencapai bobot seberat ribuan kati, namun tatkala ujung kakinya
mampir di atas dada Oorchad yang bidang dan lebar, sama sekali tidak
menunjukkan reaksi apa pun seolah-olah dada lawannya terbuat dari
baja yang sangat kuat.
Mula-mula Oorchad melengak ketika menyaksikan perbuatan
lawan, tapi dengan cepat ia tertawa terbahak-bahak, sekali puntir ia
tarik jenggot panjang kakek cebol dua kali mengitari depan tubuhnya
kemudian dibetot ke arah bawah.
Si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok menjerit-jerit kesakitan,
telapaknya segera diputar dan hawa murni disalurkan ke seluruh
tubuh, dalam sekejap mata telapaknya berubah jadi merah padam
bagaikan darah, diiringi desiran tajam langsung ditabokkan ke atas
tubuh Oorchad.
Sementara itu si Sinkoen bertenaga sakti dari Mongolia sedang
kegirangan setengah mati karena berhasil membetot jenggot
musuhnya, tatkala secara tiba-tiba ia mencium bau amis yang amat
menusuk hidung, dalam hati ia lantas sadar bahwa si Dewa Cebol dari
negeri Thian Tok ini pastilah telah mengeluarkan ilmu pukulan
beracunnya, suatu ingatan berkelebat dalam benaknya.
Di tengah suatu bentakan nyaring, tangan kanannya dengan cepat
mencengkeram kiri kanan lawannya, kemudian sekali puntir dan
menjegal, ia banting tubuh kakek cebol itu ke atas tanah dengan
gerakan gulat aliran Mongolia...
Dalam pada itu si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok sedang
mengerahkan tenaga dalamnya untuk melancarkan satu pukulan kilat,
siapa sangka secara tiba-tiba tubuhnya diangkat oleh Oorchad ke
tengah udara sehingga hantamannya mengenai sasaran yang kosong,
tubuhnya jdi kendor dan lemas... tahu-tahu ia sudah diputar dua
lingkaran di tengah udara dan dibanting keras-keras ke atas tanah.
Oorchad tertawa terbahak-bahak, ia maju dua langkah ke depan,
lengan tangannya bagaikan ular sendok mendekam tubuh lawan erat-
70
IMAM TANPA BAYANGAN II
erat kemudian sekali betot ia cekal pinggang musuh dan dibantingnya
lagi ke ke atas tanah dengan gerakan gulat.
Ketika dibanting untuk pertama kalinya tadi si Dewa Cebol dari
negeri Thian Tok sudah merasa pusing tujuh keliling, dadanya terasa
sesak dan sukar untuk bernapas, belum sempat dia atur pernapasan
tubuhnya kembali sudah dicekal lawan dan dibanting ke atas tanah.
Duuuuk...! punggungnya mentah-mentah mencium permukaan
tanah, membuat badannya terjungkal bulak-balik bagaikan ondeonde,
darah panas dalam dadanya langsung bergolak kencang, hampir
saja ia muntahkan darah segar.
Oorchad tertawa terbahak-bahak, sambil meludah ke atas tanah
serunya :
"Hey setan tua keling... enyah dari sini! Sana pulang ke rumah
nenekmu! Aku sudah tidak punya waktu lagi untuk berjoget dengan
dirimu...!"
Ia putar badan langsung menghampiri Chee Thian Gak, kembali
teriaknya :
"Keparat cilik, waaah... terpaksa aku harus suruh kau menanti
agak lama... mari! mari! mari! lebih baik kita adu kepalan sebanyak
tiga gebrakan lagi!"
Mendengar seruan itu Chee Thian Gak merasa geli bercampur
mendongak, ia lantas mendongak dan tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... tidak salah, lebih baik kita saling
adu tenaga."
Buru-buru Oorchad menerjang ke muka, kepalanya yang besar
dan kuat segera dikepal kencang-kencang kemudian secara beruntun
melancarkan tiga buah serangan berantai, desiran tajam menderuderu,
angin pukulan bagaikan gulungan ombak menyapu dan melanda
ke muka dengan hebatnya. Chee Thian Gak membentak berat, tubuh
bagian atas sedikit berjongkok ke bawah, hawa murni disalurkan ke
dalam sepasang lengan, dalam waktu singkat dia pun melancarkan
71
Saduran TJAN ID
tiga buah serangan berantai, dengan keras lawan keras disambutnya
seluruh serangan lawan.
Angin guntur membelah bumi, bagaikan bendungan yang ambrol
desiran angin menyebar ke empat penjuru, tubuh Oorchad membeku
beberapa saat, wajahnya berubah jadi merah padam, dengan
termangu-mangu dipandangnya pasir serta batu kerikil yang
berhamburan di tengah angkasa.
Lama sekali... ia baru berseru :
"Bagus!"
Habis berkata dari mulutnya menyembur keluar darah segar,
tubuhnya yang tinggi kekar mundur tiga langkah ke belakang dengan
sempoyongan, termakan oleh desiran angin pukulan yang maha
dahsyat badannya berpusing dua kali kemudian roboh terjengkang ke
atas tanah.
Hijau membesi seluruh wajah Chee Thian Gak,ia tarik napas
dalam-dalam, hawa murninya perlahan-lahan diatur dan menekan
golakan hawa darah dalam rongga dadanya.
Meskipun di dalam adu kekuatan yang baru saja berlangsung ia
berhasil menang satu gebrakan, tetapi memandang tubuh Oorchad
yang jatuh terjengkang di atas tanah, diam-diam ia merasa menyesal,
sebab ketiga buah serangan yang baru saja digunakan tadi merupakan
suatu penggabungan antara ilmu Lay yang sin kang serta kepandaian
sakti yang diperolehnya dari kitab Ie Cin Keng.
Seandainya ia tidak mengeluarkan gabungan kedua macam
kepandaian sakti yang menimbulkan kekuatan aneh itu, mungkin ia
tak akan sanggup menahan kekuatan lawan.
"Oorchad!" tanpa terasa serunya dengan nada kagum, "kau benarbenar
seorang pendekar sejati di antara pendekar-pendekar yang ada
di kolong langit, kau tidak malu disebut sebagai seorang Sinkoen
bertenaga maha sakti."
72
IMAM TANPA BAYANGAN II
Titik-titik air bercampur darah mengucur keluar dari ujung bibir
Oorchad, perlahan-lahan ia merangkak bangun, serunya pula dengan
suara parau :
"Hanya kau seorang yang bisa disebut pendekar sejati di antara
pendekar-pendekar yang ada di kolong langit..." ia tertawa tergelak.
"Mulai detik ini aku Oorchad akan mengingat hubungan persahabatan
dengan dirimu, bukan saja aku tak akan mempersoalkan ke-sembilan
ekor untaku lagi, bahkan suatu hari bila kau berkunjung ke
Mongolia,akan kuhadiahkan sembilan ekor unta untukmu..."
73
Saduran TJAN ID
Jilid 4
BELUM habis dia berkata, tiba-tiba terdengar suara tertawa dingin
muncul dari belakang tubuhnya, tahu-tahu si Dewa Cebol dari negeri
Thian Tok dengan gerakan yang mengerikan telah menubruk datang.
Suara suitan lengking berkumandang di seluruh angkasa, hawa
merah yang bercampur dengan bau amis menyelimuti empat penjuru,
si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok sambil tertawa seram serunya :
"Oorchad, serahkan jiwamu!"
Buru-buru Oorchad bergeser ke samping, siapa sangka si Dewa
Cebol dari negeri Thian Tok membokong dari arah belakang, ia lantas
menghardik keras :
"Setan cebol, kau..."
Belum habis ia berteriak, pukulan berantai merah dari si Dewa
Cebol telah mengancam di depan dadanya, dalam keadaan yang
kepepet jago lihay dari Mongolia ini tak bisa berbuat lain kecuali
busungkan dadanya, ia siap menyambut datangnya serangan lawan
dengan keras lawan keras.
Dalam detik terakhir yang kritis dan berbahaya itulah, mendadak
tubuh Chee Thian Gak bagaikan bayangan setan telah menerobos
masuk lewat celah-celah di tengah kepungan tersebut.
"Biarlah aku yang sambut seranganmu itu!" bentaknya keras.
Diiringi suara bentakan nyaring, hawa panas yang menyengat
badan segera menyambar ke tengah udara, menggunakan jurus kedua
dari ilmu Thay yang Sam Sie yaitu 'Liat Jiet Hian Hian' atau Terik
Matahari Menyengat Badan ia sambut pukulan lawan.
74
IMAM TANPA BAYANGAN II
Ledakan keras membelah angkasa, di tengah jeritan aneh si Dewa
Cebol dari negeri Thian Tok tubuhnya mencelat ke angkasa,
jenggotnya berkibar memenuhi udara bagaikan hujan gerimis yang
melanda permukaan jagad...
Sepasang mata Chee Thian Gak melotot bulat, bekas merah di
antara sepasang alisnya kelihatan merah membara semakin nyata,
membuat orang yang memandang jadi ngeri dan bergidik.
Tubuh Dewa Cebol dari negeri Thian Tok yang tidak mencapai
tiga depa tingginya itu di bawah sorot cahaya rembulan yang remangremang
nampak semakin cebol, di atas jubahnya yang berwarna putih
kini berubah jadi hitam bekas terbakar hangus, jenggotnya yang
semula panjang terurai ke bawah kini sudah terbakar hangus semua
oleh pukulan Thay yang sinkang dari Chee Thian Gak hingga tinggal
sedikit jenggot hangus di antara bibirnya.
Dengan napas terengah-engah, kakek cebol itu angkat kepalanya
memandang ke arah Chee Thian Gak, beberapa saat kemudian baru
ujarnya:
"Kepandaian apakah yang telah kau gunakan? Siapakah kau?"
Dengan sikap yang keren, gagah dan penuh berwibawa Chee
Thian Gak maju dua langkah ke depan, sahutnya :
"Cayhe adalah Pendekar Jantan Berkapak sakti Chee Thian Gak,
berasal dari gurun pasir..." ia merandek sejenak, kemudian terusnya
dengan suara berat :
"Sepanjang hidupku cayhe paling benci melihat orang main
bokong dari belakang, kalau kau tidak berbuat demikian tidak nanti
aku campuri urusanmu..."
"Hmmm! Kepandaian silatmu mirip sekali dengan ilmu Hwie
Yan Sam Sin Sie yang sudah lama lenyap dari 'Poo Sion Tiong' di
negeri Thian Tok, mengapa kau membohongi aku dengan
mengatakan kau datang dari gurun pasir???"
Tatkala menyaksikan jiwanya telah diselamatkan oleh Chee
Thian Gak, dalam hati kecilnya Oorchad merasa amat terharu
75
Saduran TJAN ID
bercampur terima kasih, terutama sekali ketika mendengar Chee
Thian Gak berasal dari gurun pasir, ia merasa hubungan batinnya
makin erat.
Kini setelah mendengar teriakan si Dewa Cebol dari negeri Thian
Tok, dengan penuh kegusaran segera bentaknya :
"Setan tua hitam, kau anggap dari daerah Mongolia kami tak ada
orang pandai?? Konyol... eeeeei, arang hitam tua, lebih baik kau
cepat-cepat enyah ke kandang nenekmu."
Rupanya jago kosen dari Mongolia ini sudah lupa atas
kekalahannya yang mengenaskan di tangan Chee Thian Gak barusan,
di tengah bentakan keras mendadak ia terjang ke muka sambil
melancarkan sebuah pukulan yang maha dahsyat.
Angin puyuh segera menderu-deru... begitu dahsyatnya serangan
tadi sampai debu dan pasir beterbangan ke angkasa.
Dalam pada itu si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok sedang
dibikin terkejut oleh kemistriusan serta kehebatan ilmu Thay yang
Sam si dari Chee Thian Gak, ia sedang memikirkan hubungan antara
ilmu tersebut dengan ilmu sakti Poo Sioe Tiong di negeri Thian Tok
yang sudah lama dikabarkan lenyap.
Menjumpai kedatangan Oorchad, ia tertegun, tapi dengan cepat
ia dapat merasakan datangnya ancaman musuh. Dalam keadaan
gugup buru-buru badannya bergeser enam coen ke samping untuk
meloloskan diri dari ancaman tersebut.
Pada kesempatan yang amat singkat itu dalam benaknya telah
berputar beberapa ingatan, ia tahu kalau saat ini harus menghindarkan
diri dari serangan musuh sehingga pihak lawan berhasil merebut
kedudukan di atas angin, maka dalam puluhan jurus kemudian dia tak
akan memperoleh kesempatan untuk balas melancarkan serangan.
Sebaliknya kalau ia kerahkan segenap kemampuan yang
dimilikinya untuk menerima datangnya serangan itu dengan keras
lawan keras, maka menang atau kalah masih merupakan persoalan
yang sukar diduga.
76
IMAM TANPA BAYANGAN II
Berpikir demikian, buru-buru hawa murninya disalurkan
mengelilingi seluruh badan. Ia membentak nyaring, tubuhnya
setengah berjongkok ke bawah lalu tarik napas panjang-panjang,
sepasang telapaknya secara beruntun melancarkan tiga buah serangan
berantai.
Bayangan telapak memenuhi angkasa, angin pukulan menderuderu...
seluruh jagad segera dibikin gelap oleh sapuan angin puyuh
serta hamburan batu dan debu di tengah udara...
Tubuh Oorchad mencapai ketinggian satu tombak lebih,
sebaliknya tubuh si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok belum
mencapai tiga depa, serangan yang dilancarkan dengan setengah
berjongkok ini mengakibatkan serangan-serangan yang dilancarkan
hanya mencapai ketinggian dua depa saja, oleh karena itulah ketika
Oorchad mengirim pukulannya, mendadak ia sudah kehilangan jejak
lawannya.
Ia berseru tertahan, karena tertegun tanpa terasa pukulannya pun
rada merandek sejenak.
Chee Thian Gak yang menonton jalannya pertarungan dari sisi
kalangan dapat menyaksikan semua kejadian dengan nyata, ia tidak
menyangka kalau si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok mempunyai
pukulan-pukulan aneh yang begitu sakti dan luar biasa, hatinya segera
bergerak dan ia siap turun tangan menolong jiwa jago kosen dari
Mongolia itu.
Dengan merandeknya serangan yang dilancarkan tadi, dengan
sendirinya daya pertahanan tubuh Oorchad pun semakin lemah,
menggunakan kesempatan yang sangat baik itu pukulan-pukulan Si
kakek cebol segera mendesak masuk ke dalam, tahu-tahu selapis
bayangan telapak telah mengancam di depan mata.
Kembali Oorchad melengak, teriaknya :
"Hey, kepandaian silat apa yang kau gunakan? Macam dolanan
bocah saja..."
77
Saduran TJAN ID
Belum habis dia berkata, di antara tiga belas pukulan yang
dilancarkan si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok hanya ada sebuah
jurus saja merupakan serangan sungguhan, hawa pukulan segera
dilepaskan dan bersarang telah di atas dada Oorchad.
Jago kosen dari Mongolia ini menjerit aneh, ia muntah darah
segar dan segera mundur tiga langkah ke belakang.
Menyaksikan jurus serangan 'Hoa-Yoe Pin Hoen' atau Hujan
Bunga berserakan di mana-mana dari ilmu Sin-Yoe-Kangnya yang
termasuk dalam kepandaian Yoga berhasil mendatangkan hasil, air
muka si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok segera terlintas napsu
membunuh yang maha hebat.
Sepasang telapaknya segera dirapatkan di depan dada, diam-diam
ia membaca mantera kemudian badannya bergerak dan kembali
melancarkan sebuah serangan dengan jurus 'Hoa-Yoe Pin Hoen' atau
Hujan Bunga berserakan di mana-mana.
Tiga belas jurus serangan kembali dilancarkan secara berbareng,
tiap jurus berubah jadi jurus sungguhan, hawa pukulan memenuhi
angkasa, terciptalah segumpal hawa pukulan yang maha dahsyat
menyapu seluruh permukaan bumi.
Oorchad mendengus berat, tubuhnya yang tinggi besar
berjongkok ke bawah, sepasang lengan dikumpulkan jadi satu lalu
menyerang dengan keras lawan keras, ia siap menggunakan gerakan
gulatnya untuk membanting tubuh lawan.
Plaaak... ! Plaaaak...! plak! lengannya yang sedang diluncurkan
ke depan kena dihantam musuh, si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok
menggertak giginya keras... ia tambahi kekuatannya... Kraak ! sendisendi
tulang lawan tahu-tahu sudah dihantam patah.
Oorchad menjerit kesakitan, keringat dingin sebesar kacang
kedele mengucur keluar tiada hentinya, tetapi ia sama sekali tidak
mau mundur ke belakang, kakinya bergeser ke depan dan segera
melancarkan tiga buah tendangan kilat.
78
IMAM TANPA BAYANGAN II
Ketika menyaksikan serangannya berhasil mengenai di tubuh
lawan, si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok siap meneruskan kembali
serangannya untuk membinasakan lawan, tetapi ia tak menyangka
kalau pihak musuh begitu keras kepala, meski persendian tulang
tangannya sudah patah masih juta melancarkan serangan balasan.
Tidak sempat lagi untuk menghindar, dadanya dengan telak kena
terhajar oleh tiga buah tendangan musuh.
Ia menjerit aneh, tubuhnya seketika mencelat sejauh dua tombak,
setelah berjumpalitan beberapa kali di tengah udara, badannya
terbanting jatuh ke atas tanah.
Oorchad segera mendongak dan tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... setan cebol, akhirnya tetap akulah
yang menang!"
Tapi secara tiba-tiba wajahnya berubah hebat, ia menjerit
kesakitan kemudian roboh terjungkal ke atas tanah.
Semua peristiwa ini berlangsung dalam sekejap mata, Chee Thian
Gak tidak menyangka kejadian itu bisa berakhir demikian dan tak
menyangka pula kalau si Dewa Cebol dari Thian Tok bakal keok di
tangan Oorchad.
Diam-diam pikirnya dalam hati :
"Seandainya si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok tidak bersikap
begitu jumawa serta menganggap kemenangan pasti berada di
tangannya, dengan serangkaian ilmu pukulannya yang luar biasa tak
nanti badannya bakal terhajar oleh tiga tendangan lawan... rupanya
kata-kata pepatah yang mengatakan : menggunakan tentara tak boleh
jumawa, benar-benar mempunyai arti yang tepat..."
Hong Teng serta Loe Peng yang mengikuti pula jalannya
pertarungan itu mula-mula merasa tegang dan ngeri atas kehebatan
kedua orang itu, tetapi setelah menyaksikan kedua orang itu samasama
roboh terluka, tanpa terasa mereka saling berpandangan sambil
tertawa getir.
79
Saduran TJAN ID
Tapi justru dalam pandangan itulah masing-masing pihak bisa
memahami suara hati masing-masing dengan sendirinya permusuhan
di antara mereka pun jauh lebih tawar.
Chee Thian Gak tarik napas dalam-dalam, ia melirik sekejap ke
arah tubuh Dewa Cebol dari negeri Thian Tok yang melingkar di atas
tanah bagaikan udang, setelah ragu-ragu sejenak akhirnya ia berjalan
menghampiri diri Oorchad.
Dalam hati ia merasa senang dan simpatik terhadap lelaki jantan
dari Mongolia yang jujur, polos serta tidak punya pikiran licik ini,
maka ia tidak tega membiarkan orang semacam itu mati binasa karena
persoalan yang sepele.
Baru saja ia tiba di sisi tubuh Oorchad dan belum sempat
memeriksa keadaan lukanya, mendadak jago kosen dari Mongolia itu
menggelinding ke samping lalu meloncat bangun, dengan mata
melotot bulat ditatapnya wajah Chee Thian Gak tanpa berkedip,
keringat dingin mengucur keluar membasahi seluruh tubuhnya.
Chee Thian Gak tertegun menyaksikan sikap orang itu, segera
tegurnya :
"Hey, kenapa kau melototi aku dengan wajah menyeramkan?"
Oorchad berteriak keras, darah segar muncrat keluar dari
mulutnya, dengan suara yang parau teriaknya :
"Jangan dekati diriku!"
"Kenapa? Aku hendak memeriksa keadaan lukamu..."
Oorchad menghembuskan napas berat, mendadak ia jatuh
terjengkang dan roboh kembali ke atas tanah, Chee Thian Gak
mengira dia mati karena lukanya, buru-buru didekatinya tubuh orang
itu dan diperiksa dengan seksama.
Dada Oorchad yang bidang dan kekar telah basah kuyup oleh
darah segar, darah amis yang bercampur dengan keringat
menimbulkan bau aneh yang menusuk penciuman, membuat Chee
Thian Gak diam-diam mengerutkan dahinya.
80
IMAM TANPA BAYANGAN II
Tapi ia sempat mendengar dengan jelas detak jantung jago kosen
itu, ia jadi lega dan segera memeriksa keadaan lukanya.
"Hati-hati belakang..." tiba-tiba terdengar Loe Peng berteriak
keras.
Chee Thian Gak terperanjat, buru-buru badannya bergelindingan
ke samping menghindar sejauh enam depa dari tempat semula, ketika
ia melirik ke belakang terlihatlah si dewa cebol dari negeri Thian Tok
dengan badan setengah telanjang sedang menubruk datang dengan
hebatnya.
Di atas dadanya yang kerempeng terlihat beberapa batang tulang
pay-kutnya yang ramping, mengikuti datangnya tubrukan tersebut
dari balik celananya yang longgar kakek cebol itu mencabut keluar
tiga batang pisau belati yang memancarkan cahaya keemas-emasan.
Chee Thian Gak bersuit nyaring, sepasang lengannya segera
diayun ke depan, dengan menggunakan ilmu meringankan tubuh 'Kun
lun Sam Sian' ia mencelat ke tengah udara kemudian meluncur tiga
tombak jauhnya dari tempat semula.
Begitu sepasang kakinya mencapai permukaan tanah, kapak
saktinya segera dicabut keluar dan siap-siap menghadapi sambitan
pisau belati emas dari kakek cebol itu.
Tetapi si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok sama sekali tidak
berbuat demikian, ia cuma menjerit aneh di tengah udara diikuti
sepasang kakinya membalik keluar, tangan kanannya laksana kilat
diayun dan menghunjamkan ketiga batang pisau belati itu ke dalam
perut sendiri.
Peristiwa ini benar-benar aneh dan luar biasa membuat Chee
Thian Gak jadi tertegun dan berdiri melongo, ia tak mengerti apa
sebabnya pihak lawan bisa berbuat demikian.
Begitulah ketika badannya meluncur ke atas permukaan tanah
dengan kepala di bawah kaki di atas, sepasang lengannya segera
direntangkan, telapak kiri menancap di atas permukaan tanah sedang
81
Saduran TJAN ID
tangan kanannya dengan cepat meraba celananya lalu ditabokkan ke
atas batok kepala sendiri.
Sekilas cahaya merah memancar ke empat penjuru, dari balik
keningnya meloncat keluar sebutir zamrud merah delima, tangan
kanannya segera menekan dada, telapak kiri menahan di tanah dan
berdiri tegak dalam keadaan begitu.
Gerak-geriknya yang aneh ini membuat Chee Thian Gak yang
menyaksikan dari samping jadi ngeri, bulu kuduknya pada bangun
berdiri, ia sedang merasa heran mengapa si Dewa Cebol dari negeri
Thian Tok menusuk perutnya sendiri dengan pisau belati? Dan apa
sebabnya dari perutnya sama sekali tidak mengucurkan darah...
Sementara ia sedang memikirkan persoalan itu, dada si kakek
cebol itu sudah bergetar terus dengan hebatnya, dari tenggorokannya
muncullah suara jeritan-jeritan aneh yang memekikkan telinga,
membuat suara itu kedengaran amat mengerikan sekali di tengah
malam buta itu.
Loe Peng jadi terperanjat, serunya :
"Hiiii... suaranya mirip sekali dengan jeritan kuntilanak yang
sering disebut dalam kitab suci... sungguh membuat hati orang jadi
bergidik..."
Hong Teng si naga hitam dari gurun pasir pun bergidik, ujarnya
pula :
"Aku belum pernah membaca kitab suci, tapi keadaan seperti ini
tiada berbeda jauh dengan suara memedi yang seringkali gentayangan
di tengah gunung Tiang pek san di tengah malam buta..."
Belum habis dia berkata, mendadak terdengar suara gemuruh
yang amat keras berkumandang dari kejauhan.
"Apa itu?" teriak Loe Peng terperanjat.
Di tengah kegelapan segera muncullah beberapa buah bayangan
hitam yang tinggi besar bagaikan bukit.
"Aaaaah... gajah... dan gajah yang datang menyerang lagi," jerit
Hong Teng dengan nada setengah menjerit.
82
IMAM TANPA BAYANGAN II
Sedikit pun tidak salah, dari balik pepohonan segera muncullah
serombongan gajah-gajah yang besar dan mengerikan.
Bumi segera bergoncang, pohon sama bergoyang... seakan-akan
terjadi gempa dahsyat membuat Chee Thian Gak tersadar dari
lamunannya...
Ketika ia menjumpai di atas punggung gajah itu masing-masing
duduk seorang India yang memakai kain putih, suatu ingatan dengan
cepat berkelebat dalam benaknya.
"Bila aku mundur selangkah ke belakang, niscaya Oorchad serta
Hong Teng sekalian akan terinjak-injak oleh gajah itu hingga mati,
akhirnya aku sendiri pun tak akan bisa menghindarkan diri dari
kejaran gajah-gajah tersebut..."
Sinar matanya menyapu sekejap ke arah si Dewa Cebol dari
negeri Thian Tok yang sedang berjungkir balik di atas tanah, pikirnya
lebih jauh :
"Mungkin karena ia melihat aku sukar dibunuh, maka dia hendak
meminjam kekuatan gajah-gajahnya untuk menahan diriku, serta
menghabiskan kekuatanku, agar ia dapat menyembuhkan lukanya
dengan cara ilmu sakti ciri khas negerinya..."
Berpikir demikian, ia lantas membentak keras, kelima jarinya
disentil ke depan, sekilas cahaya emas dengan cepat meluncur ke
depan.
Dalam pada itu Pawang gajah yang sedang duduk di atas
punggung gajah sambil memberi petunjuk kepada binatangnya untuk
menerjang datang, sama sekali tak menyangka kalau secara tiba-tiba
ia bakal diserang, belum habis ia berpikir keningnya sudah termakan
oleh sebatang senjata rahasia naga emas.
Jeritan ngeri yang menyayatkan hati berkumandang di angkasa,
tidak ampun lagi badannya roboh ke atas tanah.
Dengan gusar Chee Thian Gak mundur tiga langkah ke belakang,
dengan jurus 'Si Yang Tang Seng' atau Sang Surya Terbit di Timur, ia
lancarkan sebuah pukulan menyongsong datangnya gajah itu.
83
Saduran TJAN ID
Belalainya yang panjang diayun ke depan, sebelum gajah itu
sempat menerjang ke hadapan Chee Thian Gak ia sudah terhantam
telak oleh segulung angin puyuh yang maha dahsyat.
Pekikan panjang menggema di tengah hutan yang sunyi, seluruh
tubuh sang gajah yang tinggi besar itu terpental ke angkasa, sepasang
gadingnya yang tajam bagaikan tombak patah dari tempatnya semula
dan meluncur ke tengah udara.
Chee Thian Gak membentak keras, sepasang telapaknya diayun
ke muka dengan jurus 'Pa Ong Kie Tang' atau Raja ganas mengangkat
hioloo ia tangkap sepasang kaki gajah itu, kakinya bergeser ke depan
sambil memutar separuh badan bagian atasnya setengah lingkaran, dia
lempar lagi gajah itu ke angkasa.
Bluuuum....! di tengah suara ledakan dahsyat bumi bergoncang
keras, di tengah angkasa hanya terdengar suara pekikan si Dewa
Cebol dari negeri Thian Tok yang tinggi melengking dan aneh sekali.
Chee Thian Gak menghembuskan napas panjang, baru saja ia
beristirahat sejenak tiba-tiba dilihat dua ekor gajah bagaikan kalap
telah menerjang lagi ke arahnya dengan hebat, di bawah sorotan
cahaya rembulan yang redup, tampaklah terjangan kedua ekor gajah
itu bagaikan dua bukit yang bergeser tiba, keadaannya sangat
mengerikan sekali.
Dalam pada itu Oorchad baru saja mendusin dari pingsannya,
menyaksikan keadaan yang sangat mengerikan itu hatinya jadi
terkesiap.
Tanpa sadar lagi, dengan suara setengah menjerit teriaknya keraskeras
:
"Cepat menyingkir ke samping!"
Mendengar teriakan dari Oorchad, dalam hati Chee Thian Gak
merasa amat girang sebab dari suara itu ia bisa mengetahui bahwa
rekannya belum mati binasa.
Segera ditariknya napas dalam-dalam, ilmu sakti yang didapatkan
dari kitab pusaka 'Ie Cin Keng' segera disalurkan ke dalam jurus ilmu
84
IMAM TANPA BAYANGAN II
Surya Kencananya yang amat lihay, sekujur tubuhnya kontan
bergemerutukan keras, tubuhnya pun dalam sekejap mata
mengembang lebih besar beberapa bagian dari keadaan semula.
Menyongsong kedatangan dua ekor gajah yang menerjang tiba
bagaikan dua buah panser itu dengan wajah yang kalem dan tidak
menunjukkan sedikit rasa gentar pun ia maju ke depan.
Suatu pikiran aneh secara mendadak muncul dalam hati
sanubarinya, ia membatin :
"Ini hari aku akan menciptakan nama besar bagi Chee Thian Gak
di atas permukaan bumi, agar orang-orang semua pada tahu bahwa
Chee Thian Gak sanggup menghadapi terjangan lima ekor gajah
sekaligus... perbuatanku ini berarti juga suatu percobaan bagi tenaga
dalamku, seandainya aku dapat merobohkan ke-lima ekor gajah tadi,
berarti pula aku masih sanggup untuk bertempur melawan tiga dewa
dari luar lautan serta dua iblis dari samudra Seng Sut Hay... berarti
pula kedudukanku jauh berada di atas jago-jago paling lihay di kolong
langit..."
Ingatan tersebut hanya berkelebat dalam sekejap mata saja, bumi
segera bergoncang keras, sapuan angin tajam menyesakkan napas,
dua ekor gajah raksasa bagaikan sambaran geledek tahu-tahu sudah
menerjang di hadapannya.
Dua buah belalai yang besar bagaikan batang pohon diiringi
desiran tajam langsung membelit tubuh Chee Thian Gak.
Dengan gusar jago kita melototkan matanya bulat-bulat, sepasang
telapak diputar hampir berbareng, kemudian melancarkan sebuah
pukulan yang maha hebat, di mana pergelangannya berputar dua buah
belalai gajah yang panjang dan besar itu tahu-tahu sudah berhasil
dicengkeramnya.
Sebuah bentakan dahsyat laksana guntur membelah bumi
bergeletar di udara, tenaga dorongan dua ekor gajah yang sedang
menerjang ke arah Chee Thian Gak itu berhasil digunakan jago kita
85
Saduran TJAN ID
dengan tepat dan sempurna, bukan jago itu yang berhasil dipelintir
sebaliknya tubuh gajah-gajah itulah yang sudah mencelat ke angkasa.
Dua orang pawang gajah yang duduk di atas punggung gajah itu
segera menjerit keras, badan mereka terperosot dari atas punggung
binatang itu, cepat-cepat dipeluknya telinga gajah tadi kencangkencang
lalu bungkukkan badannya dengan rasa ketakutan, mereka
tak berani berkutik lagi.
Dari balik mata Chee Thian Gak memancar keluar sorot mata
yang menggidikkan, sepasang lengannya digetarkan, badan bergeser
setengah langkah ke samping kemudian dengan sekuat tenaga
dihentaknya ke belakang.
Getaran keras yang menggoncangkan seluruh permukaan bumi
berkumandang dari balik reruntuhan pohon yang ada di arah
belakang, pasir dan debu beterbangan memenuhi seluruh lingkungan
di sekeliling tempat itu, cuaca jadi suram dan gelap... udara penuh
dengan tekanan...
Tatkala pasir dan debut telah berjatuhan di atas bumi, dan suara
hiruk-pikuk telah mereda... suasana berubah jadi sunyi senyap... yang
terdengar hanya dengusan napas yang memburu... berat... dan kasar...
Oorchad dengan badan menggigil karena kagum bercampur
kaget, lambat-lambat bangkit berdiri dari atas tanah, sorot matanya
penuh memancarkan rasa kagum, gumamnya seorang diri dengan
suara lirih :
"Luar biasa... luar biasa... hanya dialah yang pantas disebut
manusia paling jempolan di kolong langit..."
Si Naga hitam dari gurun Pasir dengan mata terbelalak, wajah
terkesiap serta mulut melongo menatap Chee Thian Gak yang tinggi
kekar tanpa berkedip, dalam hati kecilnya ia merasa benar-benar
takluk... dalam keadaan begini ia sudah mulai merasa sangsi... Chee
Thian Gak pasti bukan manusia... dia pasti seorang dewa.
Karena manusia biasa tak mungkin bisa memiliki tenaga sakti
demikian dahsyatnya secara beruntun bisa melemparkan tubuh lima
86
IMAM TANPA BAYANGAN II
ekor gajah ke atas udara, perbuatan ini tak mungkin bisa dilakukan
oleh seorang manusia yang terdiri dari darah dan daging... tidak
mungkin seorang manusia dapat mengangkat tubuh seekor gajah...
Bibirnya gemetar keras... lama... lama sekali ia berbisik lirih :
"Tidak mungkin... hal ini tidak mungkin terjadi... tidak
mungkin..."
Ketika sorot matanya dialihkan ke arah Dewa Cebol dari Negeri
Thian Tok yang berdiri dengan jungkir balik itu, kembali ia berseru
tertahan.
Di bawah sorot cahaya rembulan tampaklah tubuh Dewa Cebol
yang berdiri dengan sikap jungkir balik seolah-olah seekor laba-laba
yang berada di sebuah sarang tanpa berwarna, tubuhnya berada di
tengah udara... bergoyang mengikuti hembusan angin...
Seluruh tubuhnya melingkar jadi satu, di atas dadanya menancap
tiga bilah pisau belati... keadaan orang itu aneh dan menggidikkan
membuat barangsiapa pun yang melihat ikut merasa ngeri...
"Omihtohud!" pujian panjang meluncur dari bibir Loe Peng yang
selama ini membungkam.
Pujian yang panjang, rendah dan berat itu bergema tiada hentinya
di tengah kesunyian malam yang mencekam,suara pantulan
mendatangkan rasa agung... serius dan kewibawaan... dan mengetuk
hati sanubari setiap orang yang ada di sana.
Hong Teng si naga hitam dari gurun pasir merasakan lenyapnya
rasa takut dan ngeri yang semula mencekam hatinya, kini ia merasa
hatinya tenang kembali...
Dengan rasa tercengang dan tidak habis mengerti segera tegurnya
:
"Hey Hweesio gadungan, pujianmu barusan sungguh aneh sekali
kedengarannya, aku rasa suara itu jauh lebih mantap dan serius
daripada pujian dari hweesio-hweesio sungguhan..."
"Pelajaran itu khusus diturunkan suhu kepadaku, bilamana setiap
kali menjumpai peristiwa yang mengerikan atau tempat angker yang
87
Saduran TJAN ID
harus kulewati di tengah malam buta maka aku segera berseru memuji
dengan salurkan hawa lweekang yang kumiliki... " jawab si Pendekar
bertenaga sakti dengan bangga.
Mendadak satu ingatan berkelebat dalam benaknya, ia merandek
sejenak lalu membentak keras :
"Apa? Kau mengatakan aku si Hweesio gadungan?"
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... salahnya kalau kusebut dirimu
sebagai hweesio gadungan? Bukankah kau boleh panggil aku seorang
liar atau panggilan yang lain... kita toh boleh panggil pihak yang lain
dengan sebutan apa pun..."
"Aaaach betul... betul... " dari gusar Loe Peng si pendekar
bertenaga sakti pun berubah jadi girang. "Begitu baru dikatakan adil...
pokoknya kita berdua tak boleh saling merugikan..."
Tanya jawab dari dua orang kasar ini benar-benar menggelikan
hati, sampai Oorchad si Sinkoen bertenaga sakti pun tak dapat
menahan rasa gelinya hingga tertawa terbahak-bahak.
Belum sempat dia mengutarakan sesuatu, tampaklah Chee Thian
Gak dengan senjata terhunus sedang memperhatikan si Dewa Cebol
dari negeri Thian Tok yang ada di tengah udara tanpa berkedip.
Ia segera menghembuskan napas panjang, hardiknya dengan
suara rendah :
"Kalian tutup mulut semua!"
"Nenek..." maki Loe Peng si pendekar bertenaga sakti dengan
mata melotot, tapi sewaktu teringat kehebatan Oorchad di kala beradu
enam buah pukulan dengan Chee Thian Gak tadi, ia segera merandek
dan berkata:
"Kau bilang apa?"
"Bangsat gede, kau bilang apa barusan?" gembor Oorchad marah,
ia maju satu langkah ke depan dan lanjutnya, "coba ulangi sekali
lagi!"
Bibir Loe Peng gemetar, perlahan kemudian tarik napas dalamdalam
dan bangkit berdiri.
88
IMAM TANPA BAYANGAN II
"Neneknya... bilang yaah bilang, kau anggap aku jeri terhadap
dirimu?... makanya..."
Oorchad naik pitam, tanpa mempedulikan apakah luka dalamnya
telah sembuh atau belum ia maju ke depan sambil ayun lengannya
mengirim satu bogem mentah, arah yang dituju adalah tubuh Loe
Peng sementara angin pukulan menderu-deru dengan hebatnya.
Menyaksikan datangnya ancaman, tergopoh-gopoh Loe Peng
mengerahkan hawa murninya, sekalipun ia merasa bahwa tenaga
lweekangnya baru pulih tidak sampai lima bagian tetapi berhadapan
dengan Oorchad tak bisa tidak ia harus maju memapaki dengan keras
lawan keras.
Sambil membentak keras, segenap tenaga kekuatan yang
dimilikinya disalurkan ke luar kemudian sambil merangkap telapak
tangannya ia sambut datangnya ancaman itu.
Blaaam...! di tengah bentrokan dahsyat Loe Peng terpukul
mundur sejauh tiga langkah, tidak ampun lagi pantatnya langsung
mencium bumi.
"Hey Hweesio gadungan, jangan takut, aku membantu dirimu!"
teriak Hong Teng si Naga Hitam dari Gurun Pasir dengan suara keras.
Secara beruntun badannya maju tiga langkah ke depan,
mengirimkan pukulan kemari menerbitkan deruan angin puyuh yang
maha hebat, dengan gagah beraninya ia menyerang diri Oorchad
habis-habisan.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... aku lihat alangkah baiknya kalau
kalian dua orang keparat cilik maju serentak!" ejek Oorchad sambil
tertawa terbahak-bahak.
Seraya berkata telapak kirinya direntangkan ke samping
menyambar lengan Hong Teng sementara lengan kanannya menebuk
ke atas, sikutnya ambil peranan dengan menyodok iga kanan musuh.
Duuuk...! Hong Teng menjerit kesakitan, seluruh tubuhnya
terangkat oleh sapuan Oorchad, kemudian setelah berjumpalitan
89
Saduran TJAN ID
sejauh delapan depa di angkasa badannya terbanting di atas tanah
keras-keras.
Dengan bangga Oorchad pentang mulutnya yang lebar dan
tertawa terbahak-bahak, tanpa mengucapkan sepatah kata pun dia
putar badan menghampiri si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok.
Tapi... baru saja ia melangkah maju dua tindak, mendadak dari
arah belakang tubuhnya berkumandang datang suara bentakan
dahsyat yang memekikkan telinga, bentakan itu bagaikan seruan
pujian kepada Buddha yang dipancarkan dari atas langit, membawa
gelombang pantulan yang tajam menerjang ke dalam lubuk hatinya.
Jantungnya berdetak keras sekujur badan gemetar hebat,
sementara dia masih berdiri dengan hati sangsi, terlihatlah tubuh Chee
Thian Gak berjumpalitan di angkasa seakan-akan malaikat yang baru
turun dari kahyangan, kapaknya langsung dibacokkan ke atas tubuh
lawan.
si Dewa Cebol dari Negeri Thian Tok menjerit aneh, badannya
berjumpalitan berulang kali di tengah udara sehingga menyingkir
sejauh dua tombak dari tempat semula, sorban putih yang dikenakan
pada kepalanya terlepas hingga sebutir zamrud merah delima yang
semula berada di atas sorban mencelat ke tengah udara.
Chee Thian Gak ayun tangan kirinya menyambut batu Zamrud
merah delima yang mencelat di angkasa itu, kemudian sambil tertawa
dingin ujarnya :
"Hmm...! tak nyana seorang maha guru ilmu silat yang katanya
luar biasa masih juga menggunakan ilmu hipnotis dari kepandaian
Yoga aliran negeri Thian Tok untuk berjual lagak di hadapan orang
Tionggoan, apakah kau sendiri tidak merasa malu dan menyesal??..."
Rambut si Dewa Cebol yang tadinya terbungkus sorban kini
terurai di atas pundak si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok yang
kasar, dari balik matanya memancar keluar sorot cahaya yang amat
buas, setelah termenung beberapa saat lamanya dia baru menyebut :
90
IMAM TANPA BAYANGAN II
"Hmmm! seandainya keparat jahanam itu tidak memiliki
kepandaian 'Auman Singa' dari kalangan Buddha yang maha sakti,
tidak nanti kau berhasil memecahkan ilmu laba-laba sakti iblis langit
'Mo Thian Sin Coa'ku yang maha dahsyat ini."
"Ooooh, ternyata dugaanku tidak meleset," pikir Chee Thian Gak
di dalam hati, "semula aku masih mengira secara tiba-tiba aku berhasil
memusatkan segenap perhatianku dan memecahkan tipuan ilmu
Hipnotis yang telah membohongi pandangan mataku itu, tak tahunya
Auman singa dari si pendekar bertenaga saktilah yang telah
membantu aku!"
Berpikir begitu, ia lantas berpaling sambil serunya :
"Loe heng, terima kasih atas bantuanmu dari samping kalangan!"
Mula-mula Loe Peng rada melengak, tapi dengan cepat ia sudah
tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... kepandaian sakti Chee heng tiada
tandingannya di kolong langit, tak mungkin kau bisa jeri terhadap
kakek cebol celaka itu. Auman siauw te barusan hanya cahaya
kunang-kunang di malam hari saja... haaah... haaaah... tidak berharga
untuk dibicarakan, tak berharga untuk dibicarakan!"
"Tak berharga nenek moyangmu!" maki Oorchad dengan mata
melotot. "Hey monyet cilik, lagakmu sekarang seolah-olah
kepandaianmu itu betul-betul luar biasa... Hmmm, andaikata aku tidak
memandang di atas wajah Chee heng, sedari tadi aku sudah kasih
hadiah sebuah bantingan gulat...!"
Sementara itu Loe Peng si pendekar bertenaga sakti sedang
merasa bangga atas bantuan yang dia berikan barusan, mendengar
sindiran dari Oorchad tersebut seketika ia merasakan kepalanya
bagaikan diguyur dengan sebaskom air dingin, saking
mendongkolnya dia sampai mencak-mencak.
"Kau si manusia liar dari Mongolia. Hmm! andaikata pun Siaoi
tidak memandang di atas wajah Chee heng, dari tadi pula sudah
91
Saduran TJAN ID
kusuruh kau merasakan sebuah kemplangan toya tembagaku sehingga
sukmamu mendapat tempat untuk berjumpa dengan Raja Akhirat!"
Chee Thian Gak yang mendengar percekcokan itu diam-diam
segera kerutkan alisnya, ia berpikir :
"Meskipun usiaku masih muda, tetapi belum pernah kujumpai
manusia-manusia tolol semacam mereka. Kenapa sih pada malam ini
sekaligus aku telah berjumpa dengan tiga orang jago lihay dari dunia
persilatan namun ketiga-tiganya adalah manusia tolol! Aaaaai, kalau
mereka bertiga harus berkumpul jadi satu, dunia persilatan tentu akan
kacau balau tidak karuan."
Begitu ingatan tersebut berkelebat dalam benaknya, ia lantas
berteriak dengan suara keras,
"Aku minta kalian berdua dengan memandang di atas wajahku
untuk sementara waktu suka menunda dahulu percekcokan itu, berilah
kesempatan bagiku untuk menghadapi si setan hitam itu!"
Dalam pada itu bibir si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok
berkemak kemik terus tiada hentinya, sang badan bagaikan
gangsingan berputar terus dengan gencarnya, tiba-tiba tiga bilah pisau
emas yang menancap di atas lambungnya dengan membawa tiga
rentetan semburan darah memancar ke tengah angkasa dan langsung
mengancam tubuh Chee Thian Gak.
Bayangan darah memenuhi angkasa, desiran tajam menggidikkan
hati, Chee Thian Gak tarik napas panjang-panjang, lalu bersuit
nyaring, kapak saktinya segera dibabatkan ke tengah angkasa dengan
menciptakan diri jadi selapis cahaya tajam.
Criiit...! Criiiit...! diiringi desiran tajam, badan si Dewa Cebol
dari negeri Thian Tok menerjang masuk ke balik bayangan darah itu.
Chee Thian Gak segera merasakan datangnya ancaman berjutajuta
batang pedang, bayangan darah bagaikan titiran air hujan serta
segulung tenaga tekanan yang maha berat memancar masuk dari
empat penjuru, sekeliling tempat itu seakan-akan terkepung rapat
tiada peluang baginya untuk menghindarkan diri.
92
IMAM TANPA BAYANGAN II
Hatinya bergidik, telapak kirinya buru-buru ditekan dan
dimuntahkan keluar, mengirim satu babatan angin pukulan yang
sangat tajam, sementara kapak sakti di tangan kanannya diayun ke
muka dengan memakai jurus serangan 'Kay Thiang Kioe Si' atau
sembilan jurus pembelah langit.
Gulungan angin puyuh meluncur keluar, udara segera dipenuhi
oleh bau sengit yang menusuk hidung, sambil merendahkan tubuhnya
si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok meloncat ke depan, dengan
demikian persis sekali ia menyambut kedatangan angin pukulan yang
dilancarkan dengan memakai ilmu sakti Surya Kencana.
Kakek cebol itu jadi gugup, tergesa-gesa ia dorong lengannya ke
muka untuk membendung pukulan itu, segenap kekuatan yang
dimilikinya telah digunakan dalam pukul tersebut...
Blaaaaam...! di tengah suara ledakan keras, sekujur badan si
Dewa Cebol dari negeri Thian Tok gemetar keras, darah segar
muncrat keluar dari mulutnya, wajah yang hitam pekat kini berubah
jadi merah padam bagaikan babi panggang...
Sementara itu Chee Thian Gak sudah siap melancarkan jurus
yang ke-empat, tiba-tiba ia merasa mengendornya daya tekanan dari
luar, bayangan darah berhamburan ke atas tanah, tiga bilah pisau emas
tahu-tahu sudah termakan oleh kapak sakti dan patah jadi beberapa
bagian.
Kutungan senjata tersebar di atas tanah, cahaya emas lenyap dari
pandangan, dengan jelas Chee Thian Gak dapat menyaksikan wajah
si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok yang sedang menahan sakit, ia
ragu-ragu sejenak, kemudian sambil mengayunkan kapaknya ke
depan ia berseru :
"Aku tak boleh membiarkan kau hidup lebih jauh di kolong langit
sehingga ilmu 'Hie Yan Kim To' atau Cahaya darah golok emas dari
perkumpulan Mo-kauw merajalela di dunia persilatan."
Babatan kapak meluncur bagaikan desiran angin tajam, si Dewa
Cebol dari negeri Thian Tok hanya merasakan berkelebat cahaya
93
Saduran TJAN ID
tajam, tak sempat lagi baginya untuk berkelit, di tengah jeritan ngeri
yang menyayatkan hati, sebuah lengan kanannya tahu-tahu sudah
putus sebatas siku.
Sorot mata tajam memancar keluar dari balik mata Chee Thian
Gak, ia maju selangkah ke depan, telapaknya dibalik dan kembali
melancarkan sebuah babatan kilat, rupanya ia hendak membinasakan
kakek cebol itu pada detik ini juga.
Mendadak...
Serentetan cahaya pedang yang amat menyilaukan mata
berkelebat lewat, disusul suara bentakan seseorang berkumandang
datang :
"Berilah belas kasihan di ujung kapakmu!"
Chee Thian Gak mendengus dingin, kapak hitam yang mantap
dan berat itu memancar keluar sekilas cahaya yang lembut, mendadak
membabat dari arah kanan sementara kakinya melancarkan satu
tendangan dahsyat.
Traaaang...! pedang yang membabat datang seketika terpental
dari sasaran.
Sedangkan tendangan yang dilancarkan dengan sepenuh tenaga
itu dengan telak bersarang di atas lambung si Dewa Cebol dari negeri
Thian Tok, membuat pihak lawan terpental sejauh tiga tombak dari
tempat semula dan terbanting di dalam reruntuhan bambu.
Dari tengah udara berkumandang tiba suara kencringan yang
nyaring diikuti suara irama khiem pun menggema di angkasa.
Seolah-olah dua batang batu cadas yang menghantam dadanya,
seluruh tubuh jago kita tergetar keras, hampir-hampir saja ia
muntahkan darah segar...
Buru-buru ia bergeser mundur lima depa dari tempat semula,
kapaknya disilangkan di depan dada melindungi badan sedang
matanya dengan tajam mengawasi ke muka.
94
IMAM TANPA BAYANGAN II
Tampaklah Hoa Pek Tuo smbil mencekal pedang sakti
penghancur Sang surya miliknya sedang memandang dirinya dengan
cahaya mata tertegun.
Tiga sosok bayangan hitam meluncur datang dengan cepatnya,
gelak tertawa nyaring bergema memecahkan kesunyian.
Menyaksikan kedatangan beberapa orang itu, air muka Chee
Thian Gak berubah hebat.
"Aaaaah, Ciak Kak Sin Mo suami istri pun ikut datang?"
Dengan sikap tertegun Hoa Pek Tuo mengawasi wajah Chee
Thian Gak tak berkedip, sorot mata ragu-ragu jelas terpancar keluar
dari balik matanya, sedang dalam hati ia berpikir :
"Siapakah orang ini? Betapa dahsyatnya kepandaian silat yang
dia miliki, bukan saja si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok tak
sanggup mengapa-apakan dirinya malahan dialah yang justru
menderita kalah. Jangan-jangan dia adalah orang yang pernah
mendatangi perkampungan Thay Bie San cung tempo dulu..."
Sebaliknya Chee Thian Gak sendiri sambil memandang pedang
sakti penghancur sang surya berada di tangan lawan, dalam hati
kecilnya segera timbul perasaan sedih yang tak terkira, suatu perasaan
aneh bagaikan gulungan ombak menghantam lubuk hatinya.
Terdengar Ciak Kak Sin Mo Kong Yo Leng tertawa tergelak
dengan nada yang aneh, kemudian serunya :
"Sungguh tak nyana di kolong langit masih terdapat jagoan lihay
yang sanggup mengalahkan si Dewa Cebol dari Negeri Thian Tok,
tolong tanya siapakah nama besarmu?"
"Cayhe adalah Pendekar Jantan Berkapak Sakti Chee Thian
Gak."
"Chee Thian Gak?" seru Kong Yo Leng si iblis sakti berkaki
telanjang dengan nada tercengang. "Dengan kepandaian silatmu yang
begitu luar biasa dan dahsyatnya kenapa tidak pernah kudengar nama
besarmu disebut orang dalam dunia persilatan?"
95
Saduran TJAN ID
Ia berpikir sebentar, kemudian sambil berpaling ke arah Hoa Pek
Tuo tanyanya lebih jauh.
"Hoa loo, pernah kau mendengar nama besar dari si Pendekar
Jantan Berkapak Sakti Chee heng?"
Air muka Hoa Pek Tuo berubah hebat.
Ditulis Oleh : ali afif ~ Ali Afif Hora Keren
Tulisan Cerita Dewasa Silat : Imam Tanpa Bayangan 8 Bagian 2 ini diposting oleh ali afif pada hari Senin, 03 April 2017. Terimakasih atas kunjungan Anda serta kesediaan Anda membaca Tulisan ini di Blog Ali Afif, Bukan Blogger terbaik Indonesia ataupun Legenda Blogger Tegal, Blogger keren ya Bukan. Kritik dan saran dapat anda sampaikan melalui kotak komentar.