- CERITA DEWASA kETIDURAN : ITB 11
- Cerita Selingkuh Dosen : ITB 10
- Cerita Mesum Dewasa : ITB 9
- Cerita Dewasa Silat : Imam Tanpa Bayangan 8 Bagian...
- Cerita Mesum Dewasa : ITB 7
- Cerita Silat Dewasa: ITB 6
- Cerita Dewasa Baru :ITB 5
- Cerita Dewasa ABG : ITB 4
- Cerita Mesum ITB 3
- Cerita Dewasa Silat ITB 2
- Cerita Dewasa Imam Tanpa Bayangan 1
Tiga kali irama sentilan khiem meluncur keluar membelah
kesunyian, bagikan awan yang bergerak di angkasa, air terjun yang
membasahi permukaan membuat seluruh hutan belantara itu tertutup
oleh irama musiknya...
"Aaaaah!" suara jeritan ngeri yang menyayatkan hati tiba-tiba
berkumandang dari atas pohon diikut... Bluuuk! sesosok bayangan
hitam yang tinggi besar terjatuh dari atas dahan pohon.
Lelaki itu dengan penuh penderitaan memegang dadanya
kencang-kencang, suara rintihan menggema tiada hentinya dari bibir
yang terkatup kencang, dengan wajah penuh ketakutan ia mendongak
memperhatikan wajah Kiem In Eng, napasnya tersengkal-sengkal
dengan cepatnya...
Beberapa saat kemudian orang itu maju beberapa langkah ke
depan dengan sempoyongan, serunya gemetar :
"Apa... apa nama khiem dalam boponganmu itu?"
"Kalau kau ingin mengetahui nama khiem ini, silahkan
menikmati lagi sebuah irama laguku!"
Air muka lelaki itu berubah hebat, kulit serta dagingnya berkerut
kencang lalu serunya :
407
Saduran TJAN ID
"Urat nadiku telah tergetar putus oleh irama khiemmu yang
membawa maut itu, kini aku sudah tak berkekuatan lagi untuk
mendengarkan irama merdu tersebut, sebelum aku menghembuskan
napas yang penghabisan, aku ingin tahu apakah suara dari Khiem
pusaka yang dapat melukai orang tanpa wujud itu?"
Kiranya Kiem In Eng yang sedang menanti kedatangan Wie Chin
Siang dengan hati gelisah di pinggir hutan tadi makin cemas setelah
ditunggu yang lima jam tapi gadis itu belum kembali juga.
Pada saat itulah mendadak ia temukan bahwa ada seseorang
sedang mengawasi gerak-geriknya di tempat kegelapan, dalam hati
perempuan itu segera tertawa dingin, dengan lagu 'Sam Kiem In Eng'
bait pertamanya yang bisa melukai orang tanpa berwujud ia serang
orang itu dengan gencar.
Jago lihay dari perguruan Boo Liang Tiong yang sama sekali
tidak sadar bahwa dirinya sedang diserang orang dengan suara
penyerangan tak berwujud ini seketika dibikin terlena dan terpesona
oleh irama khiem yang begitu merdu merayu, menantikan dia
menyadari apa yang telah terjadi lenyaplah segenap kekuatan
tubuhnya untuk melawan daya tekanan yang maha dahsyat tersebut.
Sekilas senyuman hambar menghiasi wajah Kiem In Eng,
sahutnya dengan suara dingin :
"Kau bisa mati di tengah alunan irama maut tujuh perasaan yang
aku mainkan barusan, hitung-hitung kematianmu tidaklah terlalu
penasaran, sebab setiap orang yang mati karena termakan oleh
serangan khiem maut ini walaupun urat nadinya patah dan hancur
semua di luar badan sedikit pun tidak memperlihatkan tanda luka apa
pun..."
Belum habis Kiem In Eng menyelesaikan kata-katanya, pria itu
sudah muntah darah segar, badannya gemetar keras dan gumamnya
dengan suara lirih :
"Khiem maut tujuh perasaan... Khiem maut tujuh perasaan..."
408
IMAM TANPA BAYANGAN II
Sepasang matanya mendadak melotot besar hingga biji matanya
seakan-akan hendak meloncat keluar dari kelopaknya, dengan
perasaan amat ketakutan ia mundur satu langkah ke belakang.
"Aaaah, salah satu dari tiga benda mestika peninggalan Thian
Hiang Niocu..."
"Sedikit pun tidak salah, kau dapat mengetahui asal usulnya
sungguh jauh berada di luar dugaanku, Thiang Hiang Sam Poo
merupakan benda-benda mestika yang diimpikan serta diidamkan
oleh setiap orang di dalam Bu lim, walaupun banyak jago-jago Bu lim
yang setiap hari mengejar jejak ke-tiga macam benda mestika itu,
tetapi tak seorang pun yang tahu bahwa Khiem maut Tujuh perasan
bisa berada di tanganku, karena asal usulnya tak pernah kukatakan
kepada siapa pun..."
Tiba-tiba pria itu tertawa terbahak-bahak dengan seramnya,
seakan-akan secara mendadak ia telah menemukan suatu rahasia
besar, setelah tertawa bangga beberapa saat katanya :
"Kau berhasil mendapatkan khiem maut tujuh perasaan dari
antara ke-tiga macam benda mestika itu, tetapi tahukah kau siapakah
Thian Hiang Niocu itu?"
Pertanyaan itu muncul secara tiba-tiba membuat Kiem In Eng
tertegun dan tak sanggup menjawab barang sepatah kata pun.
Tatkala ayah angkatnya Hoa Pek Tuo menyerahkan Khiem maut
tujuh perasaan tersebut kepadanya, si orang tua itu sama sekali tidak
pernah menyebutkan asal-usulnya, ia hanya berpesan agar baik-baik
menyimpannya dan jangan secara gegabah memberitahukan nama
dari khiem itu.
Dan kini si jago lihay dari perguruan Boo Liang Tiong ternyata
mengajukan pertanyaan semacam itu. Kiem In Eng yang biasanya
cerdik dan banyak akal ini tak urung dibuat melengak juga sehingga
tak tahu jawaban apa yang mesti dikatakan.
Maka dia pun gelengkan kepalanya dan berkata dengan nada
tercengang :
409
Saduran TJAN ID
"Thian Hiang Niocu cuma ada namanya dan tak pernah kutemui
orangnya, manusia yang suka berpelancongan semacam dia siapa
yang mengetahui asal-usulnya apalagi bertemu dengan dia..."
Pria itu mendengus dingin.
"Hmmm! Thian Hiang Niocu adalah cikal bakal pendiri
perguruan Boo Liang Tiong kami, ia tinggalkan tiga macam benda
mestikanya adalah berharap agar anggota partai kami bisa
mengembangkan kepandaian silatnya ke seluruh dunia persilatan.
Sejak partai kami dibasmi lenyap oleh orang-orang partai Thiam
cong, ke-tiga jenis benda mestika itu lenyap tak berbekas, dan kini
salah satu benda mestika di antaranya ternyata terjatuh di tanganmu.
Hmmm! Rupanya untuk mencari tahu jejak benda-benda mestika itu
terpaksa kami harus mengorek keterangan dari mulutmu..."
Seolah-olah ia merasa jeri terhadap sesuatu mendadak dari
sakunya dia ambil keluar sebuah tabung bambu yang tipis dan
membuka penutupnya, segumpal asap hitam segera membumbung
tinggi ke angkasa.
"Apa yang hendak kau lakukan?" hardik Kiem In Eng dengan
suara dingin.
"Aku hendak memberitahukan kepada Tiong cu kami bahwa
Khiem maut tujuh perasaan telah munculkan diri. Masalah ini
menyangkut kemusnahan serta perkembangan partai kami, tak bisa
tidak harus kukabarkan..."
"Hmmm!" Kiem In Eng mendengus dingin. "Sebetulnya aku ada
maksud untuk melepaskan dirimu, tapi setelah adanya kejadian ini
maka timbul pikiran di dalam hatiku, andaikata sekarang aku tidak
membinasakan dirimu, kemungkinan besar banyak kesulitan yang
bakal menimpa diriku di kemudian hari..."
Tangan kanannya perlahan-lahan diangkat ke atas. Khiem maut
tujuh perasaan itu secara tiba-tiba dihantamkan ke bawah.
"Kau..." jerit pria tadi dengan perasaan ketakutan.
410
IMAM TANPA BAYANGAN II
Belum sempat kata-kata selanjutnya diteruskan, khiem antik yang
amat besar itu disertai hawa tekanan yang amat dahsyat bagaikan
tindihan gunung Thay-san telah meluncur datang, pria itu mendengus
berat, tidak ampun lagi batok kepalanya hancur berantakan, darah
segar muncrat ke empat penjuru dan otaknya berhamburan di atas
tanah.
Di saat Kiem In Eng selesai membinasakan pria itu, dari dalam
hutan kembali terlihat sesosok bayangan hitam tanpa menimbulkan
sedikit suara pun meluncur datang.
Kiem In Eng tertawa dingin, badannya berputar satu lingkaran ke
belakang dengan jurus Burung merak mementangkan sayap ia kirim
sebuah babatan maut ke arah depan.
"Suhu, aku!" terdengar bayangan hitam itu menjerit tertahan.
Mendengar jeritan tersebut Kiem In Eng tertegun, gerakan
tangannya segera merandek di tengah udara, buru-buru badannya
bergeser lima langkah ke samping, ia tarik kembali serangan
babatannya yang telah dilancarkan sampai di tengah jalan itu mentahmentah.
Untung tenaga lweekang yang dimilikinya telah mencapai pada
taraf yang amat sempurna, baik menyerang atau pun menarik kembali
serangannya semua muncul mengikuti perasaan hatinya, sehingga
walaupun serangan tadi ditarik kembali di tengah jalan namun
keadaannya masih tetap tenang seakan-akan tak pernah terjadi sesuatu
apa pun.
Ia segera menghela napas panjang, tegurnya :
"Chin Siang, mengapa kau tidak menyapa terlebih dahulu?
Barusan aku masih mengira kau adalah musuh tangguh yang
bersembunyi di tempat kegelapan dan akan melancarkan serangan
terhadap diriku."
Wie Chin Siang tidak menjawab pertanyaan itu, sinar matanya
dengan tajam mengawasi lelaki yang menggeletak di atas genangan
darah serta asap tebal yang mengepul keluar dari dalam tabung, ia
411
Saduran TJAN ID
berdiri tertegun seolah-olah sedang memikirkan apa yang sebenarnya
telah terjadi.
Kiem In Eng sendiri pun tidak mengerti asap hitam yang
dilepaskan dari tabung bambu kuning itu melambangkan apa, dengan
wajah tegang ia pun termenung beberapa saat lamanya.
Tampaklah asap hitam itu kian lama kian menebal dan perlahanlahan
membumbung tinggi ke angkasa.
"Aku rasa kabut hitam ini pastilah tanda kode untuk mengadakan
hubungan dari partai Boo Liang Tiong," katanya kemudian. "Aku
tidak menyangka kalau pria ini bisa melakukan perbuatan tersebut
sesaat sebelum menemui ajalnya..."
Perlahan-lahan ia mendekati tabung itu kemudian ditendangnya
sehingga mencelat sejauh tujuh delapan tombak dari tempat semula.
Pada saat itulah dari tempat kejauhan terdengar suara manusia
berkumandang tiba, cuma suara itu kecil dan lembut bagaikan bisikan
nyamuk, seandainya waktu itu bukan di tengah hutan yang sunyi lagi
pula terhembus angin boleh dibilang suara tadi sukar untuk ditangkap.
"Nak! Saat ini musuh tangguh berada di sekeliling kita," ujar
Kiem In Eng dengan wajah serius. "Cepat beritahulah kepadaku,
apakah kau berhasil menjumpai si Tangan Sakti Berbaju Biru..."
Perlahan-lahan dari sakunya Wie Chin Siang ambil keluar pil
Som Wan berusia seribu tahun itu lalu sahutnya :
"Aku telah berhasil mendapatkan benda ini, sekarang Pek In Hoei
berada dimana?"
Kiem In Eng menghembuskan napas panjang.
"Aku telah menyembunyikan Pek In Hoei serta Ouw-yang Gong
di dalam sebuah gua di seberang sana, cepatlah kau berikan pil Som
Wan berusia seribu tahun itu kepada mereka, di dalam satu jam
mendatang mereka tak boleh terganggu oleh kehadiran orang asing,
kalau tidak tenaga lweekangnya akan mengalami kemunduran yang
hebat. Baik-baiklah berjaga di mulut gua, jangan perkenankan siapa
pun masuk ke dalam sedang di tempat ini serahkan saja kepadaku..."
412
IMAM TANPA BAYANGAN II
Wie Chin Siang menggerakkan bibirnya mau mengucapkan
sesuatu tapi akhirnya niat tersebut dibatalkan.
Sekilas perasaan gelisah bercampur cemas menghiasi wajah
Kiem In Eng, ia segera ulapkan tangannya sambil berseru :
"Semua persoalan kita bicarakan lagi setelah urusan beres semua,
sekarang sudah tiada waktu lagi..."
Wie Chin Siang tidak banyak bicara, ia segera enjotkan badannya
melayang lima langkah ke depan dengan mengikuti petunjuk dari
gurunya ia berlalu dengan cepatnya dari situ.
Sementara dari arah belakang terdengar suara tertawa dingin
yang rendah dan berat berkumandang memecahkan kesunyian.
Terhadap munculnya gelak tertawa yang aneh itu Kiem In Eng
juga merasa rada tercengang, ia segera melirik ke arah sebelah kiri di
situ ia saksikan tiga sosok bayangan manusia dengan gerakan yang
amat cepat sedang meluncur datang.
Terdengar suara teguran yang keras dan kasar menggema
memecahkan kesunyian :
"Hey, apakah kau melihat ada seorang gadis muda melewati
tempat ini?..."
Buru-buru Kiem In Eng mengenakan kembali kain kerudung
hitamnya lalu tertawa dingin, di antara ke-tiga orang itu ia jumpai ada
dua di antaranya kaum wanita, hatinya jadi heran dan tidak habis
mengerti akan asal usul mereka.
Sedangkan orang yang barusan menegur dirinya adalah seorang
lelaki kekar bermata besar dan bercambang di atas wajahnya, gerakgerik
serta nada ucapannya amat angkuh seolah-olah tak seorang pun
di kolong langit yang dipandang sebelah mata olehnya.
"Hmm! Kau sedang mengajak siapa berbicara?" tegur Kiem In
Eng ketus.
Pria bercambang dan bermata gede itu mengerutkan sepasang
alisnya yang tebal, diikuti kepada dua orang dara yang mengikuti di
belakangnya ia bertanya :
413
Saduran TJAN ID
"Leng Yan! Siauw Yan! Coba kalian katakan aku sedang
mengajak berbicara siapa?"
"Hiiih... hiiih... hiiih... toako, itu namanya sudah tahu tapi purapura
bertanya, buat apa kau mesti berlaku sungkan-sungkan lagi
terhadap dirinya?" sahut Siang Bong Jie Kiauw hampir berbareng
sambil tertawa terkekeh-kekeh.
Pria itu segera menggerakkan badannya menerjang ke depan,
setibanya di hadapan Kiem In Eng ia awasi wajah perempuan itu
beberapa saat lamanya.
Berhubung Kiem In Eng mengenakan kain kerudung hitam di
atas wajahnya, maka kecuali sepasang biji matanya yang terlihat dari
luar, bagian wajahnya yang lain sama sekali tidak terlihat dari luar.
Pria itu tertawa dingin dengan anehnya, wajah yang
menyeramkan nampak semakin mengerikan lagi.
"Toako, kenapa kau masih saja ragu-ragu?" terdengar So Siauw
Yan menegur dengan wajah kurang senang. "Lonte busuk itu dengan
membawa Som Wan melarikan diri lewati di sini, seandainya kita
biarkan ia lolos lalu bagaimanakah pertanggungjawaban kita
sekembalinya menghadap suhu nanti?..."
Ia melirik sekejap ke arah Kiem In Eng, lalu dengan nada ketus
tambahnya lebih jauh :
"Di tengah malam buta perempuan ini seorang diri berdiri di
tengah hutan yang lebat, aku duga ia pasti berasal dari aliran yang tak
genah, atau jangan-jangan dia pun merupakan komplotan dari lonte
busuk itu..."
"Kau sedang memaki siapa sebagai lonte busuk?" hardik Kiem In
Eng dengan nasa gusar.
Ketika didengarnya pihak lawan memaki lonte busuk, lonte
busuk tiada hentinya, walaupun dia tahu bahwa bukan dirinya yang
dimaki tetapi perempuan ini pun tahu bahwa orang yang dimaki
adalah anak muridnya Wie Chin Siang, hawa gusar segera bergelora
di dalam dadanya, napsu membunuh yang tebal mulai menyelimuti
414
IMAM TANPA BAYANGAN II
seluruh wajahnya, membuat sorot mata yang terpancar keluar
kelihatan menggidikkan sekali.
So Siauw Yan yang dipandang secara begitu hatinya jadi
bergidik, tanpa sadar ia mundur dua langkah ke belakang dan
memandang ke arah Kiem In Eng dengan sikap ketakutan.
Dalam pada itu pria tadi sudah menowel pipi So Siauw Yan
dengan gemas, lalu ujarnya sambil tertawa :
"Perkataanmu sedikit pun tidak salah, baiklah, akan kutangkap
dulu perempuan ini kemudian baru kita bicarakan lagi."
Kiem In Eng mendengus hina ketika dilihatnya pria itu
melakukan perbuatan yang tidak sopan di hadapannya, namun ia tidak
menyadari pria ini bukan lain adalah Yan Long Koen si pemuda
tampan yang suka kecantikan dari partai See Liang Pay, seorang ahli
di dalam menikmati kecantikan wajah kaum wanita.
Orang ini walaupun suka melihat gadis-gadis berwajah cantik,
tetapi ia tak pernah melakukan perbuatan terkutuk Jay Hoa Cat yaitu
memperkosa kegadisan kaum wanita, setiap kali bertemu dengan
gadis cantik ia kecuali hanya suka menikmatinya, bertemu dengan
gadis berwajah biasa ia malah justru tak sudi memandangnya barang
sekejap pun.
Suatu kali sewaktu pria bercambang ini sedang melakukan
perjalanan menuju ke kota Keng Chiu, di tengah jalan ia telah
berpapasan dengan Tang Hay Siao-cia, secara beruntun ia telah
menikmati kecantikan wajah perempuan itu selama tiga hari tiga
malam.
Tang-hay Siao cia yang memang ada maksud untuk menguji
kesempurnaan tenaga dalamnya ternyata melayani pria tadi dengan
duduk di hadapannya saling menatap. Akhirnya Yan Long Koen lah
yang tidak kuat menahan diri, setelah muntah darah segar pria ini
segera melarikan diri.
Demikianlah, ketika itu meskipun Yan Long Koen ingin sekali
menyaksikan raut wajah Kiem In Eng di balik kain kerudung
415
Saduran TJAN ID
hitamnya, tetapi ia tidak mempunyai kesempatan untuk turun tangan,
dalam pandangannya perempuan itu mengenakan kain kerudung
hitam di atas wajahnya tentu mempunyai dua sebab, pertama adalah
terlalu cantik jelita atau sebaliknya terlalu buruk raut mukanya.
Karena itu badannya segera merangsek ke arah depan, tiba-tiba
tangan kirinya mengirim satu sambaran tajam, ke-lima jari tangannya
laksana lima bilah pisau belati mencengkeram kain kerudung yang
menutupi wajah perempuan she Kim itu, begitu cepat dan hebat
serangan tadi sehingga terdengarlah desiran angin serangan yang
maha dahsyat.
Kiem In Eng sama sekali tidak menyangka kalau kepandaian di
atas jari dari pria itu sangat lihay, ia mendengus dingin dan memaki
gusar :
"Hmmm! Manusia yang tak tahu malu!"
Badannya di saat detik yang terakhir meluncur keluar, dengan
kecepatan yang sukar dilukiskan ia menggeser tiga depan ke samping
dengan manis tapi tepat tubuhnya berhasil lolos dari ancaman lawan.
Kemudian sambil tertawa dingin ia berpaling ke belakang,
telapak kanannya menyapu keluar langsung membabat tubuh pria
tersebut.
Air muka Yan Long Koen berubah hebat, jeritnya :
"Sungguh aneh, kenapa semua perempuan yang memiliki
kepandaian lihay di kolong langit telah berjumpa dengan diriku?"
Ia himpun segenap kekuatan tubuh yang dimilikinya ke atas
lengan tunggal, tatkala dilihatnya telapak tangan Kiem In Eng yang
putih mulus sedang meluncur datang, diam-diam ia tertawa dingin,
pikirnya :
"Sebuah pukulan yang kuluncurkan paling sedikit mengandung
kekuatan hampir seribu kati beratnya, nona ini ternyata tak tahu diri
dan berani membabat tubuhku dengan gerakan keras lawan keras.
Hmm! Aku harus memberi sedikit pelajaran kepadanya agar dia tahu
diri..."
416
IMAM TANPA BAYANGAN II
Ingatan tersebut dengan cepat berkelebat di dalam benaknya, pria
itu segera tertawa dingin, mendadak dengan memperkuat hawa
pukulannya sebesar tiga bagian ia sodok telapak tangannya ke depan.
Bluuuum....
Suatu bentrokan yang sangat keras menimbulkan suara ledakan
yang menggeletar di atas permukaan bumi, pusaran angin pukulan
yang berpusing menggulung di angkasa menimbulkan suara
dengungan aneh yang memekikkan telinga, tubuh ke-dua orang itu
sama-sama tergetar keras dan masing-masing pihak mundur satu
langkah ke belakang.
Pada saat tubuh mereka berdua tergetar mundur ke belakang
itulah, ujung kain kerudung hitam yang menutupi wajah Kiem In Eng
mendadak tersingkap ke samping terhembus pusingan angin pukulan
yang maha hebat itu, selembar wajahnya yang cantik jelita terlintas
dalam pandangan Yan Long Koen hingga membuat pria itu kontan
berdiri tertegun.
"Manis... oooh! betapa cantiknya raut wajahmu..." bisiknya lirih.
Begitu mendengar Yan Long Koen memuji kecantikan wajah
lawannya, Siang Bong Jie Kiauw segera mengerti bahwa penyakit
anehnya kambuh kembali. Rasa cemburu, dengki dan iri yang
berkobar-kobar kontan muncul dalam hati ke-dua orang itu.
Air muka So Siauw Yan serta So Leng Yang dengan cepat
diselimuti napsu membunuh yang tebal, dengan gemas dan penuh rasa
mendongkol mereka melotot sekejap ke arah pria tersebut.
Terdengar So Leng Yan berseru tertahan, dengan suara yang
kukoay dan aneh katanya :
"Toako, rupanya sakit edanmu mulai kambuh kembali!"
"Toako!" So Siauw Yang pun ikut menimbrung dengan suara
manja. "Kalau penyakit anehmu kambuh kembali, kami dua
bersaudara akan membiarkan diri kami dipandang olehmu sampai
puas, tetapi kau jangan lupa akan pesan yang diberikan suhu kepada
kita..."
417
Saduran TJAN ID
Ucapan sambung menyambung yang diutarakan sepasang kakak
beradik itu cukup menunjukkan bagi siapa yang mendengar, bukan
saja perkataannya terlalu dibuat-buat bahkan kedengarannya jadi
aneh.
Tapi Yan Long Koen sama sekali tidak menggubris akan
perkataan mereka, seakan-akan tak mendengarnya sama sekali ia
hanya menatap wajah Kiem In Eng dengan termangu-mangu, di
antara kerlipan cahaya matanya yang tajam siapa pun dengan mudah
akan menemukan betapa kesemsem dan terpesonanya pria ini atas
wajah lawannya, sayang apa yang dilihat hanya terbatas dalam
sepintas lalu belaka.
Kiem In Eng sendiri pun merasakan hatinya bergolak keras
tatkala menyaksikan sikap lawannya yang begitu kesemsem, begitu
tergiur oleh kecantikan wajahnya, walaupun ia sudah tidak terhitung
muda usia tetapi baru untuk pertama kali ini dipandang oleh seorang
pria dengan cara begitu gamblang.
Hatinya jadi mendongkol dan lama kelamaan makin jadi gusar,
dengan seluruh badan gemetar keras makinya :
"Cisss! Manusia yang tak tahu malu..."
Yan Long Koen si pemuda tampan yang suka akan kecantikan ini
menghela napas panjang.
"Aku tidak lagi mengajak dirimu untuk bergebrak kembali,
harapanku hanyalah bisa menyaksikan wajahmu sekali lagi!"
"Huuuh, itu namanya mencari kematian bagi diri sendiri teriak
Kiem In Eng sambil tertawa dingin.
Dalam hati kecilnya ia merasa amat benci akan kekurangajaran
pria bercambang ini, karena itu serangannya tidak disertai dengan rasa
belas kasihan, totokan kilat yang dilancarkan langsung mengancam
jalan darah Chiet Kan di atas tubuh Yan Long Koen.
Desiran angin tajam meluncur ke depan, dalam sekejap mata
telah tiba di sasarannya.
418
IMAM TANPA BAYANGAN II
Yan Long Koen walaupun merupakan seorang pria yang gemar
menatap kecantikan wajah kaum wanita, tetapi kepandaian silat yang
dimilikinya benar-benar sangat lihay di luar dugaan siapa pun,
sepasang matanya sambil terus menatap wajah lawannya mendadak
sang badan melayang ke angkasa, bagaikan selembar daun kering
tahu-tahu sudah meloloskan diri dari serangan maut tersebut.
"Toako!" bentak So Leng Yang dengan keras, hawa pitamnya
semakin memuncak, "Tahukah kau saat ini adalah saat apa???
Janganlah kau mengumbar sakit syarafmu yang tidak genah itu di
tempat seperti ini."
Yan Long Koen gelengkan kepalanya.
"Kalian berdua berangkatlah lebih dahulu untuk mengejar budak
tadi aku cuma ingin menyaksikan raut wajahnya sekali lagi."
Baru saja ia menyelesaikan kata-katanya, tiba-tiba dari balik
hutan belukar berkumandang datang suara jengekan serta tertawa
dingin yang tak sedap didengar, terlihatlah ketua dari perguruan Boo
Liang Tiong yaitu Go Kiam Lam dengan memimpin dua orang
manusia aneh berbaju merah yang seram bentuk wajahnya perlahanlahan
munculkan diri di tempat itu.
Tanpa berpaling muka Yan Long Koen segera ulapkan
tangannya, ia meraung keras :
"Enyah, enyah dari sini, aku melarang siapa pun datang ke tempat
ini..."
Sepasang alis Go Kiam Lam kontan berkerut-kerut kencang,
tegurnya ketus :
"Siapakah kau? Mau apa kau berteriak-teriak macam setan
kesiangan di sini?"
Manusia aneh berjubah merah yang ada di sebelah kiri pun
menggetarkan ujung bajunya, bagaikan segumpal kapas ringan ia
meloncat ke depan dan melayang turun di sisi tubuh Yan Long Koen,
teriaknya sambil tertawa aneh :
419
Saduran TJAN ID
"Heeeeeh... heeeeh... heeeeh... manusia macam apakah kau?
Cepat sebutkan namamu!"
420
IMAM TANPA BAYANGAN II
JILID 18
RUPANYA sekilas pandangan yang samar tadi telah memberikan
pandangan yang mendalam dalam benak Yan Long Koen, tetapi
disebabkan pandangannya kurang sreg dan hanya sekilas pandang
saja, maka pria ini berusaha keras untuk mengulangi kembali
pandangannya.
Kiranya orang ini mempunyai suatu penyakit yang sangat aneh,
bukan saja kesukaannya adalah memandang wajah gadis yang cantik,
bahkan dia pun mempunyai kebiasaan untuk menilai setiap bagian
panca indra si gadis itu, sepertinya hidung yang terlalu mancung atau
pesek, bibir yang terlalu tipis atau pendek, pendek kata sebelum
memandang dan menilai sampai puas ia tetap akan merasa penasaran.
Kini dengan munculnya tubuh si manusia aneh berjubah merah
itu menghalangi pandangan matanya, lamunan yang sedang
terkumpul di dalam benaknya kontan jadi buyar.
Bisa dibayangkan betapa gusarnya pria itu, ia meraung keras dan
segera mengirim satu babatan kilat ke arah depan.
"Bajingan sialan, rupanya kau adalah anak jadah yang dipelihara
oleh cucu kura-kura," makinya kalang kabut.
Manusia aneh berjubah merah itu tertegun, ia tidak menyangka
kalau pihak lawannya langsung memaki dirinya dengan kata-kata
yang kotor, sebagai seorang jago Bu lim yang mempunyai kedudukan
tinggi tentu saja orang itu tak kuat menahan diri setelah dirinya dimaki
dengan ucapan sekotor itu, suara tertawa dingin berkumandang tiada
hentinya memecahkan kesunyian...
421
Saduran TJAN ID
"Kau sendiri yang anak jadah, kau sendiri yang dipelihara oleh
cucu kura-kura," bentaknya gusar, sorot matanya memancarkan
cahaya kilat. "Bajingan cilik! Kau berani mengucapkan kata-kata
sekotor itu terhadap diriku... Hmmm! Kalau aku si Telapak
Penghancur Mayat tidak hajar dirimu sampai hancur lebur, aku
bersumpah tidak akan kembali lagi ke gunung Hoa san..."
Ia tidak tahu kalau Yan Long Koen jadi naik pitam berhubung ia
telah menghalangi pandangan matanya serta membuyarkan
lamunannya, dalam perkiraan jagoan dari gunung Hoa-san ini pihak
lawan memang ada maksud menghina serta tidak pandang sebelah
mata terhadap dirinya, napsu membunuh seketika menyelimuti
seluruh wajahnya.
Tampaklah si Telapak Penghancur Mayat menggerakkan
bahunya meloloskan diri dari serangan telapak lawan, laksana kilat
dari tubuhnya ia cabut keluar sebilah pedang pendek yang aneh sekali
bentuknya, setelah digetarkan di tengah udara ia mengirim satu
babatan dahsyat ke depan...
Yan Long Koen meskipun sudah lama berdiam di wilayah See
Liang, tetapi banyak sekali nama jagoan terkenal di dalam dunia
persilatan yang dia ketahui, begitu mendengar bahwa pihak lawannya
adalah si Telapak Penghancur Mayat dari gunung Hoa-san, hatinya
tanpa terasa ikut terperanjat juga.
Segera teringatlah olehnya akan sepasang bersaudara she Sim
dari gunung Hoa-san, sang kakak Coei Si Chiu si Telapak Penghancur
Mayat Sim Hiong serta sang adik Liat Hwee Loen si Roda Kobaran
Api Sim Jiang, kedudukan ke-dua orang ini di dlm partai Hoa san
amat tinggi, dan mereka merupakan manusia-manusia aneh yang
paling sukar dilayani di dalam dunia persilatan...
Begitu menyaksikan senjata pedang lawan membabat tiba, ia
mendengus dingin, teriaknya :
"Hey, Telapak Penghancur Mayat di dalam tiga pukulan kilat aku
akan membinasakan dirimu!"
422
IMAM TANPA BAYANGAN II
Di dalam partai See Liang,ia termashur sebagai seorang jagoan
yang bertenaga raksasa, ditambah pula kepandaian silat yang
dipelajarinya teramat lihay maka ia semakin kosen lagi dibuatnya.
Apabila secara beruntun ia melancarkan tiga serangan kilat, maka
kendati seseorang yang terdiri dari baja yang kuat pun akan terhajar
hancur olehnya, semasih ada di wilayah See Liang dulu tak seorang
pun yang berani menerima sebuah pukulannya.
Kemudian ciangbunjien dari partai See Liang sendiri pun dihajar
sampai tergetar mundur oleh tiga buah pukulan berantainya hingga
disebut jago paling kosen di wilayah sana, kejadian ini cukup
membuktikan sampai di manakah kelihayan dari tenaga saktinya.
Demikianlah begitu ucapannya selesai diutarakan, sang badan
segera meloncat maju tiga langkah ke depan, kepalannya yang besar
secara beruntun mengirim tiga pukulan berantai, satu pukulan demi
satu pukulan dilancarkan lebih cepat, semuanya mengandung hawa
tekanan yang sukar dilukiskan dengan kata-kata.
Si Telapak Penghancur Mayat tidak tahu kalau kepandaian silat
yang dimiliki orang ini sangat lihay, mendengar pria itu sesumbar
dengan mengatakan bahwa ia akan dibunuh di dalam tiga jurus,
saking gusarnya manusia aneh itu segera tertawa terbahak-bahak.
"Kalau kau bisa memukul aku sampai mati di dalam tiga jurus,
partai Hoa san akan kuserahkan kepadamu..." jeritnya.
Siapa tahu belum habis ucapannya diutarakan keluar, terasalah
desiran angin pukulan yang menderu laksana gempuran martil yang
dapat menghancurkan batu emas, meluncur datang dengan cepatnya
menelan ucapan selanjutnya yang belum sempat diutarakan keluar.
Blaaaam...! ledakan dahsyat segera bergeletar membelah seluruh
angkasa.
Si Telapak Penghancur Mayat yang semasa hidupnya sudah
sering kali menjumpai musuh tangguh belum pernah bertemu dengan
lawan selihay dan sehebat ini, ia segera merasakan darah panas di
dalam rongga dadanya bergolak keras, sambil memperdengarkan
423
Saduran TJAN ID
seruan kesakitan yang rendah dan berat darah segar menyembur
keluar dari mulutnya.
Buru-buru ia tekan rasa sesak itu ke dalam perut, sementara
tubuhnya harus mundur lima enam langkah ke belakang sebelum
sanggup berdiri tegak kembali.
"Ilmu kepandaian sesat apakah yang kau pergunakan?" teriaknya
dengan wajah kesakitan.
"Tidak sudi kuberitahukan kepadamu, pikirlah sendiri dengan
otak bebalmu itu..."
Si Telapak Penghancur Mayat Sim Hiong segera berpaling ke
arah saudaranya si Roda Kobaran Api Sim Jiang dan bisiknya :
"Jie te, aku telah terluka!"
"Hmmm! Hmmm! Tidak bakal modar kalau cuma terluka
sedikit," sahut Sim Jiang ketus. "Lagi pula kalau kau sampai mati aku
masih sanggup untuk membalaskan dendam bagimu. Sekarang ia
telah melukai dirimu, aku akan menarik balik modalmu..."
Kedua orang bersaudara ini merupakan saudara kembar yang
dilahirkan pada tahun, bulan serta hari yang sama dan watak mereka
pun sama dingin, ketus dan tiada perasaan apa pun, peduli
menghadapi persoalan apa pun di dalam pandangan mereka berdua
sama sekali tidak disertai dengan perasaan, semua tindakan dilakukan
sesuai dengan apa yang ia pikirkan di dalam hati.
Terlihatlah Liat Hwee Loen menggeserkan badannya ke depan,
lalu sambil melirik sekejap ke arah Yan Long Koen tegurnya gusar :
"Bajingan cilik, siapa namamu?"
"Hmmmm! Kau tidak berhak untuk mengetahuinya!"
Tabiat pria bercambang ini sungguh aneh luar biasa, sehabis
menjawab pertanyaan orang sinar matanya segera dicurahkan kembali
ke atas wajah Kiem In Eng dan terjerumus pula di dalam lamunannya,
terhadap peristiwa berdarah yang barusan berlangsung di mana ia
hajar si Telapak Penghancur Mayat hingga terluka seolah-olah sudah
terlupakan sama sekali.
424
IMAM TANPA BAYANGAN II
Si Roda Kobaran Api tertegun, sebelum ia sempat bertindak
untuk melancarkan serangan, ketua dari perguruan Boo Liang Tiong
Go Kiam Lam telah mengerlingkan matanya memberi tanda, diikuti
orang itu maju tiga langkah ke depan sambil menegur :
"Saudara, kau berani menerbitkan keonaran di tempat ini,
tahukah kau tempat apakah ini?"
Tapi Yan Long Koen sama sekali tidak ambil peduli akan
tegurannya itu, bahkan seakan-akan tidak mendengar ucapannya, ia
tetap tidak berpaling barang sekejappun.
Go Kiam Lam si ketua dari perguruan Boo Liang Tiong segera
tertawa dingin, sinar matanya perlahan-lahan menyapu sekejap
seluruh kalangan dan terakhir bertemu di atas wajah Kiem In Eng,
walaupun ia menaruh curiga terhadap asal usul perempuan ini tetapi
dia pun dibuat kebingungan dengan alasan apakah ternyata pria
bercambang itu bisa demikian kesemsen dan tergiur terhadap dirinya.
"Go heng, apa yang masih kau ragukan lagi," teriak si Roda
Kobaran Api dengan penuh kemarahan. "Coba kau lihat, ia sama
sekali tidak memandang sebelah mata pun terhadap kita orang..."
Sembari berkata ia segera melepaskan roda raksasa bergigi lima
yang tergantung di atas punggungnya, kemudian setelah memasang
kuda-kuda senjata roda itu diputar satu kali di tengah udara sehingga
menimbulkan suara nyaring yang aneh sekali.
So Leng Yan segera tertawa terkekeh-kekeh jengeknya :
"Hey, apakah kau pengin berkelahi? Mari... mari... siauw moay
akan melayani dirimu untuk bermain-main sebentar!"
Pada dasarnya ke-dua orang dara ayu pembuat impian dari
wilayah See Liang ini bukanlah termasuk gadis perawan yang alim,
asal mereka jumpai lawan yang berwajah tampan atau gagah, segala
perbuatan rendah apa pun bisa mereka lakukan.
Dan kini ketika dilihatnya perawakan tubuh si Roda Kobaran Api
sangat tinggi besar dan kekar berotot, segera timbullah ingatan cabul
dalam benaknya.
425
Saduran TJAN ID
Sambil maju ke depan mengirim satu pukulan ke udara kosong,
biji matanya berputar-putar melemparkan satu kerlingan maut ke arah
manusia aneh berjubah merah itu.
Terkena kerlingan tersebut kontan si Roda Kobaran Api Sim
Jiang merasakan jantungnya berdebar keras, ia merasa agak tidak
tahan menghadapi godaan seperti itu.
Haruslah diketahui si Roda Kobaran Api ini meskipun di luaran
nampak dingin dan tiada berperasaan padahal dalam hati kecilnya
paling tidak tahan menghadapi godaan, maka senjata rodanya segera
digetarkan, dengan jurus 'Ngo Loen cia Sian' atau Lima Roda Muncul
Secara Mendadak langsung menotok ke atas dada So Leng Yan.
Merasakan datangnya ancaman, bukannya menghindar So Leng
Yan justru malah membusungkan dadanya ke depan, dengan sepasang
gundukan dagingnya yang besar bulat ia terima datangnya totokan
tadi sambil menjengek :
"Apakah kau tega untuk melukai diriku?"
Sim Jiang yang sudah terpikat oleh kecabulan serta kebinalan
gadis itu kontan jadi terperanjat, buru-buru ia tarik kembali senjata
rodanya dan mundur dua langkah ke belakang, ujarnya setengah
berbisik :
"Lebih baik kau menyingkir saja dari sini, aku tidak ingin
melukai dirimu!"
Mimpi pun si Roda Kobaran Api Sim Jiang tak pernah
menyangka kalau kepandaian silat yang dimiliki ke-dua orang dara
ayu itu sebenarnya jauh lebih dahsyat dari kepandaian dua bersaudara
Sim dari Hoa san pay, karena menyaksikan gerak-gerik lawannya
yang menggiurkan hati, ia jadi benar-benar tidak tega untuk turun
tangan.
Criiing...! Criiing...! Criiing...!
Tiga rentetan irama khiem berkumandang memenuhi seluruh
angkasa, semua jago lihay yang hadir di tengah kalangan saat itu
seketika merasakan jantungnya berdebar keras.
426
IMAM TANPA BAYANGAN II
Terdengar Yan Long Koen meraung keras kemudian secara
beruntun mundur dua langkah ke belakang.
"Kau... kau adalah..."
Seolah-olah pria bercambang ini telah berjumpa dengan suatu
kejadian yang mengejutkan serta menakutkan hatinya, sehingga katakata
selanjutnya tidak sanggup diteruskan, dengan mata terbelalak
dan mulut melongo orang itu berdiri menjublak di tempat semula.
Dengan wajah dingin ketus dan membopong khiem antiknya
perlahan-lahan Kiem In Eng menggeserkan tubuhnya.
"Aku minta kalian semua segera enyah dari sini," serunya ketus.
"Kalau tidak maka kamu semua akan mati konyol di tengah
permainan irama hatiku yang sadis..."
Bagian 23
AIR MUKA GO KIAM LAM berubah hebat, sambil maju ke depan
ujarnya :
"Nona, tolong pinjamkan sebentar khiem mestika itu kepadaku!"
"Hmmmm! Kau termasuk manusia jenis apa? Berani betul
mengajukan permintaan sesumbar itu."
Sekilas wajah yang menyeramkan berkelebat menghiasi wajah
Go Kiam Lam, sambil menyeringai seram katanya dengan penuh
kebencian :
"Kau jangan anggap di kolong langit tiada seorang manusia pun
yang kenali khiem antik di dalam boponganmu itu adalah Khiem
Maut tujuh perasaan. Hmmm...! Aku Go Kiam Lam sudah lama
mencari khiem tersebut, aku harap kau sedikit tahu diri dan segera
menyerahkan kepadaku..."
"Aku suruh kalian segera enyah dari sini, sudah didengar belum?"
hardik Kiem In Eng semakin gusar.
"Hmmm...! Tidak akan segampang itu," jengek Go Kiam Lam
sambil tertawa dingin.
427
Saduran TJAN ID
Tiba-tiba... terdengar suara bentakan nyaring berkumandang
datang dari balik kegelapan.
"Siapa yang bilang tidak akan segampang itu?"
Terlihat sesosok bayangan manusia laksana suka gentayangan
menubruk datang dengan gerakan yang sangat cepat, ke-lima jari
tangannya laksana cakar setan langsung mencengkeram tubuh Go
Kiam Lam, kemudian mengangkatnya ke tengah udara dan
dilemparkan keluar dari hutan tersebut.
"Braaaak...!" dari balik hutan terdengar suara bantingan keras
bergema memecahkan kesunyian disusul suara rintihan kesakitan.
Gerakan tubuh orang itu tidak berhenti sampai di situ saja, selesai
melemparkan tubuh Go Kiam Lam ia tubruk pula tubuh si Roda
Kobaran Api Sim Jiang dengan ganas.
"Bangsat, kau belum juga mau enyah dari sini?" bentaknya.
Dengan gerakan laksana kilat, jari tangannya meluncur keluar
bagaikan hembusan angin puyuh, dalam sekejap mata tubuh si Roda
Kobaran Api serta si Telapak Penghancur Mayat telah terlempar
semua keluar dari kalangan.
Gerakan tubuhnya bukan saja cepat, tepat dan cekatan, bahkan
sungguh berada di luar dugaan siapa pun.
Kehadiran orang ini di tengah kalangan dilakukan sangat
mendadak, gerakan tubuhnya pun cepat dan lihay, kontan membuat
hati semua orang yang hadir di situ jadi terkesiap dan bergetar keras.
Dalam pada itu setelah berhasil melemparkan tubuh ke-tiga orang
jago lihay itu keluar dari hutan, mendadak tubuhnya merandek
sejenak dan tidak meneruskan serangannya lagi.
Kiem In Eng menggunakan kesempatan tersebut memperhatikan
sekejap potongan badan orang ini, tampaklah dia adalah seorang
manusia yang sangat aneh, wajahnya memakai selembar topeng
manusia tertawa yang nampak amat lucu, kecuali sepasang matanya
yang tajam bercahaya terang di tangannya memegang sebuah kipas
besar yang telah usang.
428
IMAM TANPA BAYANGAN II
Yan Long Koen rada tertegun beberapa saat lamanya, kemudian
tegurnya sambil tertawa :
"Hey! Kau datang dari mana?"
"Haaaah... haaaah... haaaah... " manusia aneh itu goyangkan
kipasnya dan tertawa terbahak-bahak. "eeei setan perempuan, apakah
kau pun pengin kulempar keluar dari tempat ini?"
Yan Long Koen segera mengerutkan sepasang alisnya.
"Saudara, kalau kau ingin menjual lagak di hadapanku, maka
perbuatanmu itu benar-benar merupakan suatu tindakan yang tak tahu
diri..."
Manusia aneh itu tidak mengucapkan sepatah kata pun,
mendadak ia loncat ke depan dan menghampiri sebuah batu cadas
besar yang terdapat di situ, tangannya perlahan-lahan dibabat ke arah
bawah, segera terlihatlah batu karang yang amat keras itu seolah-olah
sebuah tahu ternyata terpotong-potong jadi beberapa bagian dengan
ratanya.
Gerakan tersebut dilakukan amat cepat, tahu-tahu manusia aneh
tadi telah menyelesaikan pekerjaannya dan meloncat balik ke hadapan
Yan Long Koen, jengeknya dengan nada kurang senang :
"Sekarang katakanlah terus terang kau sendiri yang tidak tahu diri
ataukah aku yang tak tahu diri?"
Sungguh dahsyat kepandaian silat yang didemonstrasikan orang
itu, kontan Yan Long Koen tarik napas dalam-dalam, ia merasa bahwa
ilmu silat yang dimiliki orang itu terlalu ampuh dan sakti, sadarlah
pria bercambang ini bahwa kepandaian silatnya masih belum sanggup
untuk menandingi orang itu.
Pembicaraan belum sampai dilanjutkan, mendadak terlihatlah Go
Kiam Lam serta si Roda Kobaran Api dengan kalap telah menubruk
datang lagi, sedangkan si Telapak Penghancur Mayat duduk bersila di
atas tanah untuk menyembuhkan luka dalamnya.
Terdengarlah manusia she Go itu dengan wajah hijau membesi,
teriaknya penuh kemarahan :
429
Saduran TJAN ID
"Antara aku dengan dirimu tak pernah terikat dendam
permusuhan maupun sakit hati, mengapa kau menghina dan
mempermalukan diri cayhe..."
Manusia aneh itu mendengus dingin.
"Selama aku masih berada di sini, siapa pun dilarang bersikap
kurang ajar atau pun kurang sopan terhadap dirinya..."
Sembari berkata ia segera menuding ke arah Kiem In Eng.
Kiem In Eng yang ditunjuk jadi melengak dan tidak habis
mengerti, ia merasa tak pernah kenal dengan seorang tokoh Bu lim
yang memiliki ilmu silat sedemikian lihaynya, tanpa sadar pikirannya
telah terjerumus dalam lamunan, dengan gunakan segenap daya
ingatannya ia berusaha mencari tahu asal usul orang itu.
Dalam pada itu air muka Go Kiam Lam telah berubah jadi dingin
dan kaku.
"Hmmm! Apakah saudara ingin mengandalkan sepatah dua patah
kata itu hendak menggertak kami sekalian?" katanya.
"Tidak berani, tidak berani!" sahut manusia aneh itu berulang
kali, perlahan-lahan ia menggeserkan badannya menghampiri sang
ketua dari perguruan Boo Liang Tiong itu.
Berhubung Go Kiam Lam sudah tahu sampai di manakah taraf
kelihayan lawannya, ia jadi jeri dan gentar tatkala dilihatnya pihak
lawan mendekati ke arahnya, tanpa sadar ia mundur beberapa langkah
ke belakang dan memandang ke arah orang itu dengan sorot mata
ketakutan.
Manusia aneh itu tertawa menghina.
"Huuuuh! Kalau kau masih kepengin menjajal kepandaian
silatku, mari... mari... tiada halangannya bagimu untuk mencoba!"
Go Kiam Lam bukanlah seorang manusia yang tolol dan tak
punya pikiran, setelah mengalami kerugian besar di tangan orang dari
dasar hati kecilnya telah timbul perasaan jeri yang tak terhingga, ia
sadar bahwa dirinya pasti akan kalah lagi andaikata melancarkan
serangan ke arahnya.
430
IMAM TANPA BAYANGAN II
Oleh sebab itu setelah ragu-ragu sesaat akhirnya ketua dari
perguruan Boo Liang Tiong ini mengambil keputusan untuk
sementara menghindari bentrokan langsung dengan orang itu.
"Hmmm, kita lihat saja nanti!" serunya dengan gemas.
Habis berkata ia segera berlalu dari situ diikuti si Roda Kobaran
Api yang memayang kakaknya si Telapak Penghancur Mayat.
Suara seruling yang lirih kian lama kian menjauh dan akhirnya
sirap, jelas ia telah menarik kembali seluruh anak murid perguruan
Boo Liang Tiong yang telah mengepung rapat-rapat sekeliling hutan
itu.
Mendadak... bayangan manusia berkelebat lewat, Wie Chin
Siang munculkan diri dari tengah hutan.
Sepasang dara ayu pembuat impian dari See Liang menyaksikan
hal itu air muka mereka segera berubah hebat, satu ingatan dengan
cepat berkelebat di dalam benak mereka.
"Toako!" terdengar So Leng Yan berteriak keras. "Apa yang
harus kita nantikan lagi di sini?"
Yan Long Koen berpaling, tatkala menyaksikan di tempat itu
muncul pula seorang gadis muda yang cantik jelita, tanpa terasa
penyakit anehnya kambuh kembali, ia menelan air liur dan bertanya :
"Leng Yan, apakah kau maksudkan gadis ini?"
"Sedikit pun tidak salah," sahut So Leng Yan sambil tertawa
ringan. "Tua bangka itu telah menyerahkan benda tersebut
kepadanya..."
Yan Long Koen tertawa terbahak-bahak, ia segera menyingkap
ujung jubahnya dan meloncat ke depan.
Siapa tahu baru saja badannya bergerak, tiba-tiba manusia aneh
itu telah munculkan diri di hadapannya dan menghadang jalan
perginya. Hal ini membuat pria bercambang itu jadi amat terperanjat.
"Hey, apa yang kau inginkan?" teriaknya penuh kemarahan.
Dengan sorot mata yang tajam manusia aneh itu menatap sekejap
ke arahnya, kemudian sahutnya dengan suara dingin :
431
Saduran TJAN ID
"Cepat enyah dari sini! Beritahu kepada suhumu, janganlah
sekali-kali ia punya pikiran untuk mendapatkan pil mujarab Som Wan
berusia seribu tahun itu."
"Siapakah sebenarnya dirimu?" seru So Siauw Yan tidak puas,
"sekembalinya dari sini kami harus memberikan suatu
pertanggungjawaban kepada guru kami..."
"Heeeh... heeeh... heeeh... " manusia aneh itu tertawa dingin.
"Asalkan kau sebutkan potongan wajahku, maka gurumu segera akan
mengerti..."
Sepasang gadis cantik pembuat impian dari wilayah See Liang ini
pun tahu bahwa manusia aneh tersebut bukanlah seorang manusia
yang gampang dilayani, dengan penuh kebencian mereka melirik
sekejap ke arahnya kemudian sambil menarik tangan Yan Long Koen
buru-buru mengundurkan dari situ.
Malam yang gelap terasa amat sunyi, segulung angin dingin
berhembus lewat membuyarkan rambut Wie Chin Siang yang terurai
ke bawah, perlahan-lahan ia benahi rambutnya yang kusut dan melirik
sekejap ke arah gurunya Kiem In Eng, lalu menghela napas dalamdalam.
Kiem In Eng sendiri dengan ringan menyentil tali senar khiemnya
hingga mengalukan irama yang memecahkan kesunyian di tengah
malam itu, kemudian ia mendongak dan memandang ke arah
muridnya dengan sorot mata yang halus dan lembut, ujarnya lirik :
"Nak, mau apa kau datang kemari? Sebelum daya kerja obat itu
menunjukkan reaksinya, kau harus melindungi keselamatan mereka,
hati-hati kalau ada orang yang turun tangan melukai mereka di kala
kau sedang berada di sini..."
"Karena aku dengar suara ribut-ribut di tempat luaran maka aku
datang kemari untuk menengok apa yang terjadi," sahut Wie Chin
Siang dengan nada sedih. "Suhu benarkah obat Som Wan berusia
seribu tahun itu mempunyai khasiat yang hebat, mengapa hingga kini
Pek In Hoei belum sadar juga dari pingsannya..."
432
IMAM TANPA BAYANGAN II
Kiem In Eng adalah seorang perempuan yang sangat memahami
perasaan hati sepasang muda mudi yang sedang berkasih-kasihan,
terutama seorang gadis muda apabila ia telah mencintai seseorang
maka ia akan menerima kasih sayang pihak lawannya dengan segenap
jiwa dan raganya, andaikata pihak lawannya menderita luka atau tidak
senang hati, maka rasa kuatir, cemas, gelisah serta perhatian yang
diperlihatkan seringkali jauh melebihi perhatiannya terhadap diri
sendiri.
Terdengar Kiem In Eng tertawa ringan dan menjawab :
"Luka dalam yang ia derita terlalu parah, penyakit semacam ini
tidak akan sembuh di dalam waktu yang singkat! Nak! Kau tak usah
terlalu sedih atau pun murung, percayalah obat mujarab yang dimiliki
si Tangan Sakti Berbaju Biru merupakan salah satu obat mujarab yang
paling hebat di antara ke-lima jenis obat lainnya di kolong langit..."
"Kalau memang begitu aku pun jadi lega, asal ia tidak ada apaapa
aku pun bisa tenang..."
Seperti seorang bocah kecil saja, setelah mendengar bahwa luka
dalam yang diderita Pek In Hoei segera akan sembuh kembali, gadis
ini jadi kegirangan setengah mati, kemurungan serta kesedihan yang
terlintas di atas wajahnya tadi bagaikan terhembus angin kencang
seketika lenyap tak berbekas, gadis itu pulih kembali dalam
kelincahan serta kegembiraannya, sambil tersenyum ia pun berlalu
dari situ.
Menanti bayangan punggung Wie Chin Siang sudah lenyap dari
pandangan, Kiem In Eng baru alihkan kembali sinar matanya ke arah
manusia aneh itu.
Ditatapnya wajah orang itu dengan sinar mata dingin, lalu
tegurnya dengan suara berat :
"Mau apa kau datang kemari!"
"Aaaaa! Kau sudah tahu siapakah aku?" seru manusia aneh itu
dengan perasaan hati yang bergolak.
433
Saduran TJAN ID
"Hmmm! Kau anggap aku tak dapat mengenali kembali dirimu?
Sekalipun kau telah menutupi selembar wajahmu dengan topeng kulit
manusia, tetapi nada suaramu sama sekali tidak berubah, setelah
kuperhatikan dengan seksama tidak sulit bagiku untuk menduganya!"
"Aaaai...!" tiba-tiba manusia aneh itu menghela napas dalamdalam...
"In Eng! Benarkah kau tak pernah melupakan diriku?"
Seolah-olah dia mempunyai perasaan hati yang sukar diutarakan
keluar dengan kata-kata, saking goncangnya perasaan hati sepasang
matanya bagaikan orang kebingungan memandang ke angkasa tanpa
berkedip, setitik air mata mengembang di atas kelopak matanya...
"Hmmm! Aku telah melupakan dirimu," jawab Kiem In Eng
dengan nada yang amat tegas. "Sejak dari dulu aku telah melupakan
dirimu, dalam hati kecilku sudah tiada dirimu lagi, bagaikan barangbarang
yang telah mati aku tidak menaruh kenangan atau pun rasa
rindu terhadap dirimu lagi, aku tak pernah memikirkan tentang kau..."
"Tidak!" jerit manusia aneh itu dengan penuh penderitaan batin.
"In Eng, kau tidak akan melupakan diriku, selamanya... yaaah
selamanya... kau tak akan..."
Tapi dengan cepat Kiem In Eng telah gelengkan kepalanya.
"Aku memang tak dapat melupakan dirimu, tapi yang tak dapat
kulupakan adalah penderitaan serta siksaan yang telah kau tambatkan
kepadaku, penderitaan batin yang luar biasa itu telah menghapus
seluruh hidupku, membuat diriku hampir saja tak punya semangat
serta keberanian untuk melanjutkan hidupku."
Ia tak berani mengenangkan kembali peristiwa yang paling
menyedihkan bagi hidupnya, ia tak berani mengenang pula semua
kejadian sedih yang pernah menimpa dirinya.Bagi seorang gadis
dengan pengalaman pahit yang serba getir, pikiran serta perasaannya
hanya kosong... hampa belaka.
Selama banyak tahun, seluruh harapan yang timbul dalam hati
kecilnya telah ditumpukkan semua ke atas bahu Wie Chin Siang,
hanya gadis yang menyenangkan dan lincah ini saja yang dapat
434
IMAM TANPA BAYANGAN II
mendatangkan perasaan gembira bagi dirinya, tetapi di balik
kegembiraan tersebut siapa pun tidak tahu bahwa ia telah
merahasiakan banyak persoalan yang tak ingin diketahui oleh siapa
pun.
Dalam pada itu si manusia aneh tersebut pun mulai bungkam,
mulai murung dan kesal, apa yang bisa ia katakan pada saat ini?
Semua harapan yang dihimpun dan dikumpulkan selama ini kian
lama kian bertambah suram, bagaikan asap yang mengumpul di udara
saja, sedikit terhembus angin segera buyar dan lenyap tak berbekas,
sepanjang masa tidak mungkin bisa berkumpul kembali.
Dengan perasaan yang amat sedih ia menghela napas panjang.
"In Eng, apakah kau masih tetap kukuh... kukuh pada
pendirianmu?..."
"Hmmm! Kalau kau ingin aku tunduk di bawah telapak kakimu...
heeeh... heeeh... tunggu sajalah sampai matahari bisa terbit dari
sebelah barat..."
Rupanya manusia aneh itu dibuat tertegun oleh ucapan yang
terakhir ini, lama sekali ia termenung kemudian baru menjawab :
"In Eng, aku tidak bermaksud demikian, aku hanya berharap agar
kau suka memandang di atas wajah anak kita berilah kesempatan bagi
kami untuk berkumpul kembali, bagaikan rembulan di tengah mega
suatu saat pasti bulat dan purnama..."
Kiem In Eng menghela napas lirih dan gelengkan kepalanya.
"Kesemuanya itu sudah terlambat, perjumpaan di antara kita
adalah suatu kesalahan yang amat besar, seandainya bukan
disebabkan Siang jie, aku percaya bahwa kau tidak akan menemukan
diriku, tetapi walaupun begitu aku tak pernah menyangka kalau
kedatanganmu bisa sedemikian cepatnya... kehadiranmu sungguh
berada di luar dugaanku..."
Saking sedih dan terharunya tanpa sadar si manusia aneh itu
mengucurkan air matanya, ia tertunduk lemas.
435
Saduran TJAN ID
"In Eng, selama ini aku selalu mengikuti di belakang Siang jie,
semua peristiwa yang terjadi di tempat ini telah kuketahui semua, In
Eng! Aku mengakui bahwa dahulu aku terlalu berkeras kepala, tapi
sekarang... sekarang..."
"Tak usah banyak bicara lagi!" tukas Kiem In Eng sambil
mengulapkan tangannya.
"Cepatlah pergi dari sini, aku tidak ingin mendengar kau
mengungkap kembali peristiwa sudah lewat..."
Perlahan-lahan si manusia aneh itu melepaskan topeng yang
menutupi wajahnya, dia bukan lain adalah si Tangan Sakti Berbaju
Biru.
Dengan wajah yang lesu, murung dan teramat sedih ia maju
beberapa langkah ke depan, sambil mengeluarkan sepasang
tangannya ke depan ia berharap :
"In Eng, marilah kita rujuk kembali... marilah kita berkumpul
kembali dan hidup dengan kebahagiaan bersama anak-anak kita..."
Kiem In Eng memandang sinis lalu menggeleng dengan wajah
dingin, sikapnya begitu tegas dan pendiriannya begitu kukuh
membuat si Tangan Sakti Berbaju Biru semakin sedih.
Ia mulai putus asa dan kecewa, hatinya terasa amat terluka hingga
tak tahan ia mendongak dan tertawa keras.
"In Eng!" ujarnya kemudian. "Sekali pun kau tidak ingin rujuk
kembali dengan diriku, tetapi bagaimana pun juga kau tidak
seharusnya mengelabui anakmu sehingga ayah sendiri pun tidak
kenal..."
Mendengar perkataan itu hawa pitam Kiem In Eng segera
berkobar.
"Mempunyai seorang ayah yang tidak bertanggung jawab seperti
kau sama halnya dengan tidak punya ayah, kini Siang jie sedang
gembira dan hidup dalam keadaan yang baik, aku harap kau jangan
mengacaukan pikirannya lagi, dalam bayangannya ia mempunyai
436
IMAM TANPA BAYANGAN II
seorang ayah yang bagus dan sempurna dalam segala hal, sedang
kau... Hmmm! Aku ogah untuk membicarakan tentang dirimu..."
Mimpi pun si Tangan Sakti Berbaju Biru tak pernah menyangka
kalau Kiem In Eng bisa memaki dirinya dengan begitu tak kenal
perasaan, membuat sekujur badannya gemetar keras, titik keringat
dingin mulai membasahi jidatnya.
"In Eng, masa kau pun melarang aku untuk berjumpa muka
dengan darah dagingku sendiri..." rintihnya dengan penuh
penderitaan.
"Hmmm! Kalau aku tetap melarang kau mau apa?" makin lama
suara dari perempuan itu semakin dingin dan ketus.
Sekali lagi si Tangan Sakti Berbaju Biru tertegun, ia tak pernah
mengira Kiem In Eng bisa sedemikian cepatnya berubah sikap
terhadap dirinya, ia jadi jengah, kikuk dan serba salah. Dalam keadaan
begitu pria berbaju biru ini tidak mengerti, apa yang harus dilakukan.
Di saat yang amat kritis itulah mendadak ia temukan putranya si
Jago Pedang Bertangan Sakti secara diam-diam sedang menyusup
keluar dari balik hutan belantara.
Satu ingatan dengan cepat berkelebat di dalam benaknya, ia
segera berteriak :
"Meh Ing, cepat datang kemari menjumpai ibumu..."
Si Jago Pedang Bertangan Sakti Meh Ing yang telah mengetahui
persoalan antara ayah dan ibunya, mendengar panggilan tersebut
buru-buru munculkan diri dari tempat kegelapan dan jatuhkan diri
berlutut di hadapan perempuan itu.
"Ibu!" panggilnya dengan suara gemetar, air mata tanpa terasa
jatuh berlinang membasahi pipinya.
Panggilan yang begitu mesra, begitu lembut seketika
menghancurkan hati Kiem In Eng, ia merasakan dadanya seperti
digodam dengan martil besar membuat tubuhnya tak tahan dan
mundur dua langkah ke belakang dengan sempoyongan, kelopak
matanya segera menjadi kabur tertutup oleh air mata.
437
Saduran TJAN ID
Sambil menuding ke arah si anak muda itu, bisiknya lirih :
"Kau... kau adalah Ing..."
Tapi dengan cepat satu ingatan berkelebat di dalam benaknya, ia
jadi nekad dan serunya dengan suara tajam :
"Aku bukan ibumu, kau keliru..."
Walaupun hanya beberapa patah kata yang biasa tanpa keanehan
apa pun, tetapi kata-kata yang meluncur keluar dari mulutnya ini
cukup memilukan hatinya sehingga hampir saja perempuan itu jatuh
tak sadarkan diri saking pedih hatinya.
Buru-buru ia putar badannya membelakangi si anak muda itu,
agar air mata yang jatuh bercucuran membasahi pipinya tidak sampai
terlihat oleh mereka...
Kenangan pahit masa lampau dengan cepat berkelebat kembali di
dalam benaknya, ia teringat kembali bagaimanakah si Tangan Sakti
Berbaju Biru telah memperkosa dirinya dengan cara serta siasat yang
paling rendah dan kotor setelah usahanya untuk mendapatkan dirinya
gagal, perasaan benci dan dendam seketika berkobar kembali di dalam
dadanya.
Atas hasil perkosaan yang sadis dan brutal itu, selama sembilan
bulan ia telah mengandung sepasang bayi kembar yakni Wie Chin
Siang serta si Jago Pedang Bertangan Sakti, tetapi ia masih amat
mendendam dan membenci akan kebejatan moral serta kelicikan
perbuatan si Tangan Sakti Berbaju Biru, maka suatu malam secara
diam-diam ia membawa Wie Chin Siang dan meninggalkan lelaki itu
beserta anak lelakinya, selama banyak tahun ia bersembunyi di tengah
hutan yang lebat dan terpencil...
Sementara si Tangan Sakti Berbaju Biru dari sedihnya telah
berubah jadi dongkol dan gusar setelah menyaksikan perempuan she
Kim itu tidak mau mengakui anaknya sendiri.
Ia tertawa keras kemudian berseru :
"Kau benar-benar tidak berperikemanusiaan. Hmm! Sejak kecil
Ing jie tak pernah mendapat kasih sayang dari ibunya, siang malam ia
438
IMAM TANPA BAYANGAN II
menangis dan memanggil-manggil ibunya, tapi sekarang terhadap
anak sendiri pun kau tidak mau mengakui..."
"Apa kau bilang?" tiba-tiba Kiem In Eng meloncat maju ke depan
dan berteriak penuh kemarahan. "Kalau kau tidak mau pergi lagi dari
sini, jangan salahkan kalau aku segera akan turun tangan terhadap
dirimu!"
Kepedihan serta kesedihan yang berkecamuk dalam hatinya saat
ini sukar dilukiskan dengan kata-kata, di dalam gusarnya semua rasa
dongkol dan amarah dilampiaskan ke atas si Tangan Sakti Berbaju
Biru.
Telapak tangannya berkelebat ke depan laksana kilat, diiringi
hawa pukulan yang maha dahsyat ia hajar tubuh lelaki itu.
Dengan cepat si Tangan Sakti Berbaju Biru geserkan badannya
ke samping, lalu teriaknya keras-keras :
"Seandainya kau tidak mau pergi bersama aku, aku serta Ing jie
akan mati bersama disini..."
Pada saat ini Kiem In Eng telah mengambil keputusan untuk
merahasiakan kejadian pada malam ini terhadap Wie Chin Siang, ia
tidak ingin di dalam hati putrinya yang masih suci bersih ternoda oleh
bayangan hitam tersebut, ia merasa pada usia seperti ini Wie Chin
Siang sedang membutuhkan perkembangan yang segar dan harmonis,
ia tak mau merusak hatinya dan membuat ia jadi sedih karena
peristiwa yang amat memalukan itu...
Sementara itu si Jago Pedang Bertangan Sakti yang melihat Kiem
In Eng melancarkan satu serangan ke arah tubuh ayahnya, ia jadi amat
cemas, buru-buru badannya mencelat ke udara dan melayang turun di
antara tubuh ke-dua orang itu, teriaknya keras-keras :
"Kalian jangan bertarung lagi!"
Kiem In Eng sendiri walaupun dalam hatinya amat membenci si
Tangan Sakti Berbaju Biru, tetapi ia merasa tidak tega untuk melukai
putranya sendiri, melihat si anak muda itu menghadang di hadapannya
439
Saduran TJAN ID
dengan cepat serangan yang telah dilancarkan itu ditarik kembali dan
melompat mundur ke samping, serunya ketus :
"Kau cepatlah berlalu dari sini bersama ayahmu, aku tidak ingin
berjumpa dengan dirimu..."
Si Jago Pedang Bertangan Sakti tidak menjawab, sambil
membesut air matanya yang mengucur keluar tiba, ia mengirim satu
cengkeraman ke atas wajah Kiem In Eng, berusaha untuk melepaskan
kain kerudung hitam itu.
Serangan ini dilancarkan amat cepat dan di luar dugaan siapa pun,
Kiem In Eng jadi teramat gusar, sambil membentak ia meloncat ke
samping untuk menghindar.
"Apa yang hendak kau lakukan?" hardiknya dengan air mata
bercucuran.
"Aku ingin melihat bagaimanakah raut wajah ibuku, aku ingin
lihat mengapa ia berhati kejam hingga terhadap putra kandungnya
sendiri pun tak mau mengakui. Sekarang kau tidak mau diriku, itu
berarti dalam hatimu sudah tiada pikiran terhadap putra kandungmu...
Ooooh, selama banyak tahun aku ingin berjumpa dengan ibuku,
sungguh tak nyana dia ternyata adalah seorang perempuan yang tidak
berperasaan..."
Haruslah diketahui bagi seorang bocah yang semenjak kecilnya
tidak beribu, seringkali ia membayangkan ibunya sebagai seorang
yang ramah, penuh kasih sayang dan patut dihormati, demikian pula
halnya dengan si Jago Pedang Bertangan Sakti ini, sejak kecilnya ia
telah membayangkan ibunya sebagai seorang perempuan yang agung
dan mencintai putra putrinya.
Tetapi setelah kedua belah pihak saling berjumpa muka,
bayangan indah yang telah dihimpunnya sejak dulu seketika hancur
berkeping-keping, ia tidak mendapatkan apa yang pernah
dibayangkan semasa kecilnya dulu...
"Ooooh...!" Kiem In Eng berseru tertahan, dengan gemetar
tubuhnya mundur sempoyongan, ia berusaha mempertahankan diri,
440
IMAM TANPA BAYANGAN II
berusaha mengeraskan hatinya agar rasa sedih yang bergelora di
dalam dadanya tidak sampai tercermin keluar.
Tetapi setelah ia mendengar jeritan batin dari putranya, sang hati
yang mulai tenang bergetar kembali dengan kerasnya, pandangan
mata segera berkunang-kunang, kepalanya pusing tujuh keliling dan
dadanya seperti dihantam dengan martil besar, hampir saja dia roboh
terjengkang ke atas tanah.
"Kau..." jeritnya lengking.
"Aku adalah putra kandungmu," ujar si Jago Pedang Bertangan
Sakti kembali dengan suara yang memilukan hati. "Tetapi tak sehari
pun kau pernah memelihara diriku, tak sedikit pun kau pernah
menyayangi diriku. Ooooh, ibu, tahu kau bahwa pepatah kuno
mengatakan : Menghormati ayah bagaikan langit, berbakti kepada ibu
bagaikan bumi, tetapi kau... kau tidak memiliki..."
"Plooook!" saking tak tahannya menerima sindiran tajam dan
pedas dari putranya, Kiem In Eng telah melayangkan sebuah
tamparan yang amat keras ke atas wajah si anak muda itu.
Air muka si Jago Pedang Bertangan Sakti berubah hebat, kali ini
wajah berubah semakin pucat pias bagaikan mayat.
Lima jalur bekas jari yang berwarna merah dan berubah
membengkak tertera jelas di atas pipinya yang pucat, si anak muda itu
melengak lalu gumamnya lirih :
"Ibu, inikah kasih sayang yang kau berikan kepada putra
kandungmu?..."
"Uuuuwah... " Kiem In Eng yang keras hati dan perkasa kali ini
tak dapat menahan goncangan batin yang dihadapinya, dengan penuh
kesedihan ia menangis tersedu.
"Ooooh... ! anakku... anakku..."
Dia adalah seorang perempuan, hanya perempuanlah yang tahu
bagaimana menyayangi serta mengasihi putranya, ia mempunyai
kasih sayang seorang ibu tetapi perempuan itu tak berani
memperlihatkannya, sebab ia tak ingin kehilangan satu-satunya putri
441
Saduran TJAN ID
yang ia cintai, ia takut suatu saat Wie Chin Siang mengetahui akan
rahasia ini dan melukai hatinya, mungkin peristiwa itu akan
mencelakai seluruh kehidupannya...
"Ibu!" terdengar Jago Pedang Bertangan Sakti merengek dengan
penuh kepiluan hati. "Ikutilah ayah dan mari kita pulang ke rumah..."
Sebenarnya Kiem In Eng berhati penuh welas asih dan halus
perasaannya, tetapi ia tak mau memaafkan si Tangan Sakti Berbaju
Biru yang rendah serta terkutuk itu, benaknya terasa kosong...
hampa... kehampaan itulah membuat ia jadi bergidik dan merasa
takut.
Akhirnya perempuan itu menghela napas panjang, perlahanlahan
putar badan dan berlalu.
"Ibu!" jerit si Jago Pedang Bertangan Sakti sambil memburu ke
depan.
"Sudahlah, kau tak usah banyak bicara lagi, lupakanlah diriku...
anggaplah kau tidak punya ibu..."
"Tidak! Aku tak dapat melupakan dirimu, aku adalah darah
dagingmu... aku adalah anakmu yang kau kandung selama sembilan
bulan lebih sepuluh hari," jerit si anak muda itu keras-keras. "Aku tak
bisa hidup tanpa kau... Oooooh! Ibu.... aku minta... janganlah kau
berkeras hati... kembalilah kepada ayah... dan mari kita hidup bersama
dengan penuh keharmonisan..."
Saking tak tahan menguasai emosi yang mempengaruhi jiwa serta
pikirannya, pemuda itu memburu ke depan dan mencekal tangan
Kiem In Eng kencang-kencang lalu ditarik ke belakang.
Pada saat masing-masing pihak saling menarik dan saling
membetot itulah tiba-tiba Wie Chin Siang munculkan diri di tempat
itu, begitu melihat gurunya sedang saling membetot dengan seorang
pemuda, ia salah menyangka gurunya sedang bertempur.
Saking cemas dan gelisahnya laksana kilat ia menubruk ke depan,
teriaknya keras-keras :
"In te, cepat kemari!"
442
IMAM TANPA BAYANGAN II
Si Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei yang mendengar
jeritan gadis itu bagaikan segulung asap hitam segera meluncur
datang, begitu tiba telapak tangannya langsung dibabat ke bawah
menghajar tubuh si Jago Pedang Bertangan Sakti.
"Lepas tangan!" hardiknya dengan suara dahsyat.
Si Jago Pedang Bertangan Sakti tidak menyangka kalau tenaga
lweekang yang dimiliki orang itu sangat lihay, sebelum badannya
sempat berdiri tegak segulung tenaga tekanan yang sangat kuat telah
meluncur tiba, ia bergidik dan buru-buru mengigos ke samping lalu
melayang mundur ke belakang.
"Telur busuk!" bentaknya gusar. "Kau berani mencampuri urusan
pribadiku..."
Setelah merandek sejenak di atas tanah, perlahan-lahan
pedangnya diloloskan dari balik punggung sehingga terasalah cahaya
tajam berkilatan memenuhi angkasa.
"Saudara, bersiap-siaplah menghadapi kematianmu," serunya
sambil melintangkan pedangnya di depan dada. "Aku paling benci
terhadap orang yang berani mengganggu urusanku, kau telah turun
tangan secara gegabah kepada diriku dan mencampuri urusan yang
tiada sangkut pautnya dengan dirimu. Hmmm... aku tak bisa
melepaskan kau dengan begitu saja..."
Dari sikap si anak muda itu mempersiapkan serangannya, Jago
Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei mengetahui bahwa ia telah
berjumpa dengan seorang musuh tangguh, hatinya terkesiap dan
wajahnya berubah jadi amat serius, setelah tarik napas dalam-dalam
pedang sakti penghancur sang suryanya lambat-lambat dicabut
keluar.
Air muka si Tangan Sakti Berbaju Biru berubah hebat.
"Aaaaah! Pedang mestika penghancur sang surya... pedang
mestika penghancur sang surya..." serunya berulang kali.
Seolah-olah ia telah bertemu dengan suatu kejadian yang
mengerikan, air mukanya berubah sangat hebat, dengan alis berkerut
443
Saduran TJAN ID
dan napsu membunuh menghiasi seluruh benaknya ia menegur penuh
kebencian.
"Apa hubunganmu dengan Pek Tiang Hong?"
Pek In Hoei tertegun, ia tidak menyangka kalau si orang tua itu
kenal dengan ayahnya, sementara hendak menjawab Kiem In Eng
dengan wajah berubah telah mendahului :
"Apa hubungannya dengan Pek Tiang Hong itu bukan urusanmu
dan kau tak perlu tahu..."
"Apakah dia bukan keturunan dari keluarga Pek?" jengek si
Tangan Sakti Berbaju Biru dengan suara dingin, napsu membunuh
semakin jelas menghiasi wajahnya.
Mendengar ejekan itu Pek In Hoei seketika jadi naik pitam. Sejak
si jago pedang sakti dari partai Thiam cong Cia Ceng Gak menemui
ajalnya, dalam partai tersebut boleh dibilang kepandaian silat Pek
Tiang Hong lah yang paling lihay, meskipun ia tak tahu dendam sakit
hati apakah yang telah terikat antara orang ini dengan ayahnya, tetapi
ia bisa menduga bahwa orang itu bukanlah sahabat ayahnya.
Sebagai pemuda yang berjiwa tinggi hati, tentu saja ia tak sudi
mengingkari dirinya sebagai keturunan keluarga Pek, sambil tertawa
dingin pedangnya segera digetarkan hingga memancarkan cahaya
yang amat tajam.
"Hmmm! Belum pernah keturunan keluarga Pek menyangkal diri
di dalam dunia persilatan, kau dapat mengenali pedang mestika
penghancur suryaku ini, tentunya mengetahui pula diriku bukan..."
Si Tangan Sakti Berbaju Biru mendongak dan tertawa terbahakbahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... bagus, bagus!" serunya. "Pek Tiang
Hong bisa mempunyai seorang putra semacam kau, ia patut merasa
bangga..."
Perlahan-lahan sinar matanya menyapu sekejap ke arah wajah
Wie Chin Siang lalu katanya :
444
IMAM TANPA BAYANGAN II
"Dengan mempertaruhkan jiwa kau pergi menempuh bahaya
untuk mencari obat Som Wan berusia seribu tahun di loteng Coei Hoa
Loo ku apakah obat itu kau gunakan untuk menolong bajingan cilik
ini..."
"Benar, locianpwee!" sahut gadis she Wie itu setelah tertegun
beberapa saat lamanya.
"Haaaah... haaaah... haaaah... kalau aku tahu bahwa dia adalah
putra dari Pek Tiang Hong. Hmmm! Tidak sudi kuberikan obat itu
kepadamu..."
"Bangsat tua, sombong amat kau!" bentak Pek In Hoei, makin
lama ia merasa semakin naik pitam.
Si Jago Pedang Bertangan Sakti yang mendengar pihak lawan
memaki ayahnya, dia pun jadi marah, napsu membunuh bergelora di
dalam dadanya, sambil menggetarkan ujung pedangnya membentuk
berpuluh-puluh kuntum bunga pedang jeritnya keras :
445
Saduran TJAN ID
Jilid 19
"BANGSAT, KAU PUN terlalu jumawa!"
Dalam keadaan sama-sama gusar dan dipenuhi hawa amarah, kedua
orang pemuda itu saling melotot dengan sinar mata berapi-api.
Mendadak si Jago Pedang Bertangan Sakti membentak keras,
serentetan cahaya yang menyilaukan mata segera meluncur di tengah
angkasa membabat ke tubuh lawan.
"Bagus sekali!" seru Pek In Hoei sambil tertawa tergelak, senjata
pedangnya langsung membabat ke bawah.
Traaang... ! Sepasang pedang saling membentur dengan kerasnya
menimbulkan suara dentingan yang nyaring, percikan bunga api
menyebar ke empat penjuru, setelah saling berpisah mereka maju lagi
sembari mengirim serangan-serangan mematikan.
"Ing jie!" si Tangan Sakti Berbaju Biru segera berteriak.
"Gunakan ilmu pedang Hoen Kong Kiam untuk lukai dirinya..."
"Tapi ayah.. di antara kami toh tiada terikat dendam sakit hati..."
"Tutup mulutmu! Apa yang aku suruh kau lakukan, segera
laksanakan tanpa membantah!"
Dalam hati si anak muda itu merasa keheranan, tetapi perintah
ayahnya tak berani dibantah, terpaksa seluruh tenaga serta
perhatiannya dipusatkan ke ujung pedang, kemudian tarik napas
panjang dan hawa murninya disalurkan ke dalam pedang.
Kiem In Eng yang menyaksikan kejadian itu jadi amat
terperanjat, dengan air muka berubah hebat telapaknya disilangkan di
depan dada siap melancarkan pukulan, teriaknya :
446
IMAM TANPA BAYANGAN II
"Wie Soe Kie! Kau berani melukai dirinya?"
Wajah si Tangan Sakti Berbaju Biru berkerut kencang, sekujur
badannya gemetar keras, ia tahu bahwa hubungannya dengan
perempuan itu sudah hancur berantakan dan tak bisa dirujukkan
kembali, tanpa terasa seluruh rasa mangkel dan gusarnya telah
ditumpahkan ke atas tubuh Pek In Hoei.
"In Eng!" katanya sedih, "Antara diriku dengan Pek Tiang Hong
telah terikat dendam sakit hati yang sedalam lautan, mengapa kau
mesti mencampurkan diri di dalam masalah tersebut? Aku sangat
mencintai dirimu, dan aku tak ingin disebabkan oleh karena dirimu
aku harus membatalkan niatku..."
"Aku tidak ambil peduli. Pokoknya kalau kau berani melukai Pek
In Hoei maka yang bakal mati kalau bukan kau pastilah aku!"
Si Tangan Sakti Berbaju Biru tertegun, ia tak mengira kalau
persoalan akan berubah jadi demikian serius, sementara pria ini masih
berdiri termangu-mangu mendadak terdengar suara bentakan keras
berkumandang datang, putranya si Jago Pedang Bertangan Sakti
dengan mengayunkan pedangnya menciptakan diri jadi selapis cahaya
laksana kilat telah membabat ke arah tubuh lawannya.
Si Jago Pedang Berdarah Dingin segera tertawa terbahak-bahak.
"Baiklah, aku pun akan suruh kau menyaksikan kedahsyatan dari
ilmu pedang penghancur sang surya dari partai Thiam cong kami."
Rupanya pemuda ini sadar bahwa ilmu pedang Hoen Kong Kiam
atau ilmu pedang pemisah cahaya ini merupakan suatu kepandaian
tiada tandingan yang mengandalkan kecepatan serta kegesitan, semua
gerakan jurusnya mengambil perubahan-perubahan terbalik dari jurus
pedang biasa, seandainya ia tidak menahan dengan memakai ilmu
pedang Sie Jiet Kiam Hoat-nya, niscaya posisi yang menguntungkan
akan berhasil direbut lawan, dalam keadaan demikian keadaannya
tentu akan semakin runyam.
Baru saja si Jago Pedang Bertangan Sakti mengirim satu babatan,
mendadak ia rasakan cahaya pedang lawan bagaikan gulungan ombak
447
Saduran TJAN ID
telah menyapu tiba bahkan berhasil menekan gerakan jurus
pedangnya ke arah bawah, hal ini membuat ia jadi terkesiap, dengan
cepat ia keluarkan jurus 'Hoen Keng Boe Im' atau Memisahkan
Cahaya Menubruk Bayangan, pedangnya langsung menotok ke atas
urat nadi pada pergelangan tangan Pek In Hoei.
Jago Pedang Berdarah Dingin ini mendengus sinis, gerakan
pedangnya mendadak berubah dengan menciptakan diri jadi selapis
cahaya bianglala ia menerobos masuk ke tengah kalangan pedang
lawan.
Suara dengusan berat seketika berkumandang memecahkan
kesunyian, masing-masing pihak mundur ke belakang dan kemudian
berpisah.
Serentetan darah segar mengucur keluar membasahi Jago Pedang
Bertangan Sakti, sambil menahan rasa sakit di badannya ia tertawa
keras, kemudian serunya penuh perasaan dendam.
"Bangsat, dendam sakit hati ini suatu saat pasti akan kutuntut
balas, kau tunggu saja saatnya..."
Si Tangan Sakti Berbaju Biru sendiri rupanya dibikin terperanjat
juga oleh hasil pertarungan itu, ia tak mengira kalau Pek In Hoei di
dalam usia yang semuda itu ternyata mempunyai kesempurnaan
permainan pedang yang luar biasa sehingga ilmu pedang Hoen Kong
Kiam hoat andalannya pun bukan tandingan.
Ia jadi sakit hati dan buru-buru tanyanya :
"Ing-jie bagaimanakah keadaan lukamu?"
"Masih rada mendingan. Hmmm! Suatu hari aku pasti akan
berhasil mengalahkan dirinya..."
Si Tangan Sakti Berbaju Biru mengebaskan ujung jubahnya,
dengan sinar mata tanpa perasaan dan napsu membunuh menghiasi
wajahnya, ia silangkan sepasang telapaknya di depan dada dan
membentak dengan penuh kemarahan :
"Loohu ingin minta petunjuk dari kepandaian silatmu!"
448
IMAM TANPA BAYANGAN II
Tiba-tiba Ouw-yang Gong meloncat keluar dari dalam hutan,
teriaknya :
"Neneknya anak gombal, kau si telur busuk tua mentang-mentang
sudah lihay lantas main nantang? Bagus! Biar aku si huncwee gede
yang melayani dirimu!"
Tangan Sakti Berbaju Biru tertegun, kemudian serunya :
"Ooooh, ular asap tua, kiranya kau."
"Haaaah... haaaah... haaaah... " Ouw-yang Gong tertawa tergelak,
sambil menutulkan huncweenya ke muka ia mengoceh :
"Hey si Wie tua anak monyet! Sudah banyak tahun kita tak
pernah saling berjumpa, kalau kau pengin cari gara-gara dan
memusuhi aku si ular asap tua, baik! Aku pasti akan mengetuk batok
kepalamu biar hancur lebur berkeping-keping..."
Rupanya si Tangan Sakti Berbaju Biru mempunyai suatu rahasia
yang sukar diutarakan keluar, ia tertawa getir, tiba-tiba ia keluar dari
kalangan, kemudian menatap sekejap ke arah wajah Kiem In Eng,
tertawa keras dan segera berlalu dari situ.
Kepergiannya secara mendadak ini bukan saja membuat Kiem In
Eng melengak, Pek In Hoei pun tertegun dibuatnya.
Titik-titik air mata mulai keluar membasahi wajahnya, ia
menghela napas panjang dan berdiri mendelong.
Wie Chin Siang yang mendengar helaan napas gurunya jadi
terkejut, dengan badan bergetar keras ia angkat kepala lalu bertanya :
"Suhu, siapakah dia?"
"Dia... dia... " sambil menggertak gigi mendadak serunya, "Ayoh
berangkat Chin Siang, mari kita kejar ayahmu..."
Wie Chin Siang mendelong, tanpa sadar ia ikut menggerakkan
tubuhnya mengikuti di belakang Kiem In Eng berlalu dari situ.
......
Triiiiing....! Triiiing....!
449
Saduran TJAN ID
Di tengah kesunyian yang mencekam sebuah tanah lapang,
terdengar suara bunyi keliningan bergema memenuhi angkasa,
suaranya merdu bagaikan irama lagu yang mempesonakan hati.
Pagi yang cerah baru saja menyingsing, kabut belum sempat
buyar... beberapa ekor kuda nampak bermunculan di ujung bukit
sebelah Timur, seorang gadis berbaju hijau bergaun merah dengan
membawa sebuah panji berwarna kuning berjalan di paling depan,
tiga orang dara yang menggembol senjata mengikuti di belakangnya.
Sreet...! Sebatang anak panah meluncur keluar dari tepi bukit
sebelah selatan, menembusi angkasa dan meluncur ke arah barisan
gadis muda itu.
Dengan cepat ke-empat orang dara tadi menahan tali lesnya
masing-masing hingga lari kuda mereka segera berhenti, kemudian
hampir secara berbareng mereka angkat kepalanya memandang ke
arah tepi bukit di mana berasalnya anak panah tadi.
Tampaklah seorang lelaki bercambang berdiri di atas dinding
bukit sebelah selatan, di tangannya memegang pula sebuah panji
kuning yang dikebas-kebaskan di tengah udara.
Gadis berbaju hijau yang membawa panji kuning itu segera
goyangkan pula benderanya lalu berkata dengan suara merdu :
"Barisan depan telah menemukan jejak kita, mari kita menantikan
kedatangan mereka di sini saja!"
Bayangan hijau bertaburan di angkasa, dengan gerakan yang
enteng bagaikan burung walet ke-empat orang dara itu melayang
turun ke atas tanah. Belum lama mereka berdiri mengaso, dari
hadapan mereka berkumandanglah suara derap kaki kuda disusul
munculnya dua sosok bayangan dengan menembusi kabut tebal
berlari mendekat.
"Aneh! Kenapa bisa seorang kakek tua bangka..."
Lambat laun raut wajah ke-dua orang itu bisa terlihat jelas, orang
yang ada di sebelah kiri adalah seorang kakek tua berambut lebat,
450
IMAM TANPA BAYANGAN II
sedang orang yang ada di sebelah kanan adalah seorang pemuda
berwajah tampan.
Rupanya ke-dua orang itu pun berhasil menemukan jejak keempat
orang gadis muda itu, tampak mereka seperti sedang
membicarakan sesuatu.
Kemudian terdengar Ouw-yang Gong tertawa tergelak dan
berseru :
"Waaah... di pagi hari buta kita sudah berjumpa dengan gadis
cantik yang begini banyak jumlahnya. Hei bocah! Rejekimu benarbenar
bagus. Hmmm... cuma kehadiran mereka terlalu aneh, janganjangan..."
Pek In Hoei tidak menggubris godaan orang, katanya pula :
"Hey ular asap tua kau jangan bicara sembarangan, hati-hati kalau
orang akan menggaplok mulutmu sampai robek!"
Gelak tertawa Ouw-yang Gong kian bertambah keras.
"Haaaah... haaaah... haaaah... aku si huncwee gede kecuali
merasa cocok dengan budak she Hee itu, belum ada seorang gadis pun
yang suka bermesraan dengan diriku, apabila hari ini..."
Sengaja ia merandek dan melirik sekejap ke arah ke-empat orang
gadis yang ada di tengah jalan itu, kemudian tertawa terbahak-bahak.
Menyaksikan tingkah pola orang, ke-empat orang dara ayu itu
segera mengerutkan dahinya tetapi senyuman masih tetap tersungging
di ujung bibir mereka.
Si dara berbaju hijau tadi perlahan-lahan menggetarkan panji
kuning dalam genggamannya sehingga panji berbentuk segi tiga itu
berkibar tertiup angin.
Tampaklah di atas panji tersebut bersulamkan sebuah mutiara
besar yang memancarkan cahaya diapit oleh dua batang senjata,
kemudian di atas lambang tadi bertuliskan empat buah huruf besar
yang berbunyi 'Tang Hay It Coe'.
Pek In Hoei melongo, ia tak tahu apa maksud dari ke-empat huruf
besar itu, dengan alis berkerut segera bisiknya lirih :
451
Saduran TJAN ID
"Eeei ular asap tua, tahukah kau apa maksudnya Tang Hay It Coe
tersebut?..."
Si ular asap tua Ouw-yang Gong melirik sekejap ke arah panji
tadi, air mukanya mendadak berubah hebat, seakan-akan ia telah
menyaksikan sesuatu kejadian yang mengerikan, lama sekali tak
sepatah kata pun yang diucapkan keluar.
Lama... lama sekali ia baru bergumam dengan suara gemetar :
"Mungkinkah dia?..." tapi agaknya ia merasa tidak percaya
dengan jalan pikirannya. "Aaaaah, tak mungkin! Masa dia bisa
munculkan diri di dalam dunia persilatan?"
"Siapakah dia?" tegur Pek In Hoei tidak habis mengerti.
Air muka Ouw-yang Gong beberapa kali berubah hebat, setelah
sangsi sejenak akhirnya ia berkata :
"Bocah, coba tengoklah ke belakang benda apa yang kau lihat?"
Dengan cepat si anak muda itu berpaling, tapi dengan cepat
hatinya jadi terkesiap hingga keringat dingin mengucur keluar
membasahi tubuhnya.
Ternyata di sisi jalan raya yang baru saja mereka lalui, kini telah
muncul sembilan tumpukan tulang tengkorak manusia, di atas tiap
tumpukan tulang tengkorak itu terdapat sebutir mutiara di atasnya, ia
tak bisa menduga sejak kapan tumpukan tengkorak itu muncul di
sana, sebab sepanjang perjalanan tak pernah ia saksikan benda-benda
semacam itu.
Dan kini tanpa ia sadari seseorang telah meletakkan tumpukan
tulang tengkorak itu di belakang tubuhnya, hal ini bisa menunjukkan
bahwa kepandaian silat yang dimiliki orang itu sukar diukur lagi.
"Sembilan tumpukan tulang tengkorak..." gumamnya lirih. "Di
atas tiap tumpukan itu terdapat sebutir mutiara..."
"Bocah, kita telah berjumpa dengan orang-orang dari Tang Hay
Mo Kiong... Istana Iblis dari lautan Timur..." seru Ouw-yang Gong
dengan tubuh gemetar.
452
IMAM TANPA BAYANGAN II
Baru saja ia menyelesaikan kata-katanya, dara berbaju hijau itu
sudah maju menyongsong kedatangan mereka, setelah menjura
katanya dengan suara lembut :
"Harap kalian berdua suka mengikuti budak untuk berjumpa
dengan Kiong cu kami!"
"Kami tidak kenal dengan pemilik istana kalian, nona, mungkin
kau sudah salah melihat orang!" buru-buru kakek konyol itu
menampik.
Dara berbaju hijau itu tertawa dan gelengkan kepalanya.
"Tidak mungkin salah! Kiong cu kami sudah tiga hari lamanya
menunggu di sini, bahkan beliau pun tahu bahwa kalian berdua dalam
perjalanannya menuju ke tempat rahasia dari perguruan Boo Liang
Tiong bakal melewati jalan ini, maka dari itu..."
"Ooooh, sungguh tajam dan cepat kabar berita dari Kiong cu
kalian..." seru Ouw-yang Gong setelah tertegun sejenak.
Dara cantik berbaju hijau itu tertawa cekikikan.
"Hiiih... hiiih... hiiih... selama ini Istana iblis dari lautan Timur
bisa menancapkan kakinya hingga kini di luar lautan bukan lain
adalah berkat lancar serta tajamnya kabar berita kami, meskipun kami
hidup di luar lautan, tetapi setiap peristiwa yang terjadi di daratan
Tionggoan dapat kami ketahui semuanya dengan jelas..."
Bicara sampai di situ ia tertawa nakal, lalu sambungnya lebih
jauh :
"Ayoh, silahkan segera melanjutkan perjalanan. Kiong cu kami
sedang menantikan kehadiran dari kalian berdua..."
"Tolong sampaikanlah kepada Kiong cu kalian, katakan saja
berhubung kami masih ada urusan penting lain yang harus segera
diselesaikan, maka lain kali saja kami baru akan berkunjung sekalian
minta maaf untuk penampikan kami pada kali ini..." buru-buru Ouwyang
Gong berseru.
Mendengar ucapan itu, air muka dara berbaju hijau itu kontan
berubah hebat.
453
Saduran TJAN ID
"Aaaah, hal ini mana boleh jadi?? Jauh-jauh Kiong cu kami
datang ke daratan Tionggoan, kejadian ini sudah merupakan suatu
peristiwa yang jarang terjadi, apabila kalian tak mau memberi muka
lagi kepada kami, bagaimana caranya budak untuk pulang
memberikan pertanggungan jawabnya..."
Ucapan tersebut diutarakan dengan nada tegas dan tajam, seolaholah
sebelum maksud tujuannya tercapai dia tak akan menyudahi
persoalan tersebut sampai di sini saja.
Pek In Hoei yang ikut mendengar perkataan itu, sepasang alisnya
kontan berkerut kencang, tanpa sadar ia mendengus dingin :
"Hmm, siapa sih Kiong cu kalian? Sombong amat dia..."
tegurnya.
Air muka dara muda berbaju hijau itu seketika berubah hebat.
"Kau..." serunya, mendadak ia tersenyum dan berkata kembali
dengan nada halus. "Saudara berdua silahkan segera berangkat, sedari
tadi Kiong cu kami telah menantikan kedatangan kalian berdua..."
Sementara pembicaraan masih berlangsung dari ujung bukit tibatiba
muncul sebuah kereta kuda berwarna hitam yang disepuh emas,
kereta tadi dihela oleh dua ekor kuda putih yang berbulu keperakperakan
dan laksana kilat meluncur datang.
Yang paling aneh dari kereta itu adalah tak adanya kusir yang
mengendalikan ke-dua ekor kuda itu, ruangan kereta tertutup rapat
dan sama sekali tak ada celah barang sedikit pun juga, tapi kereta itu
bisa berlari dengan tenang dan teratur.
"Entah siapakah yang berada di dalam kereta itu?" diam-diam
pemuda kita membatin.
Serentetan suara yang sangat aneh perlahan-lahan berkumandang
keluar dari dalam ruang kereta...
Menyaksikan kehadiran kereta itu, dengan wajah gelisah dan
cemas dara muda berbaju hijau itu segera berseru :
"Kereta Kencana Pembawa Maut telah tiba, kalian berdua
segeralah berangkat..."
454
IMAM TANPA BAYANGAN II
Air muka si huncwee gede Ouw-yang Gong berubah jadi pucat
pias bagaikan mayat, sinar matanya segera menatap kereta kencana
itu tajam-tajam, sementara rasa seram, ngeri dan ketakutan yang amat
sangat perlahan-lahan mulai menjulur di atas wajahnya dan makin
lama perasaan itu tercermin semakin tebal.
"Aaaah! Kereta Kencana Pembawa Maut..." bisiknya dengan
suara gemetar. "Setelah dunia persilatan hidup tenang selama tiga
puluh tahun, sungguh tak nyana kereta itu munculkan diri kembali...
Aaaaai semakin tak pernah kubayangkan bahwa akulah orang pertama
yang bakal mati di tangan Kereta Kencana Pembawa Maut itu..."
Haruslah diketahui, pada tiga puluh tahun berselang Kereta
Kencana Pembawa Maut dari Tang Hay Mo Kiong telah menciptakan
beratus-ratus kejadian, peristiwa berdarah yang amat mengerikan,
setiap kali di dalam dunia persilatan terlihat munculnya kereta
kencana tersebut maka suatu peristiwa berdarah yang menyeramkan
segera akan berlangsung, semua korbannya rata-rata mati di dalam
kereta itu dan kemudian mayat mereka dikirim ke suatu tempat yang
tak diketahui namanya...
Kebalikan dari keadaan Ouw-yang Gong, maka bagi Pek In Hoei
baru pertama kali ini ia mendengar nama seram kereta pembawa maut
itu, ia tidak tahu kekuatan misterius apakah yang tersimpan di balik
ruang kereta yang berwarna hitam dengan disepuh emas itu.
Diam-diam si anak muda itu tertawa dingin, mendadak badannya
bergerak dan langsung melayang ke atas kereta tersebut.
Ouw-yang Gong yang menyaksikan perbuatan pemuda itu jadi
amat terperanjat, teriaknya dengan suara gemetar :
"Hey, bocah, kau jangan bertindak gegabah!"
Si Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei tak tahu sampai di
manakah kelihayan dari orang yang berada di dalam kereta, ia segera
melayang naik ke atas kereta dan tangan kirinya mendadak
menjangkau ke depan dan menarik selapis kain horden yang menutupi
ruang kereta itu.
455
Saduran TJAN ID
Siapa tahu belum sampai ujung tangannya menyentuh horden
tersebut, tiba-tiba dari balik kereta muncul sebuah telapak tangan
yang putih dan lembut, dan gerakan yang cepat laksana kilat langsung
mencengkeram pergelangan tangannya.
Pek In Hoei melengak, ia tidak menyangka di saat perhatiannya
sedang terpecah, telapak tangan yang putih mulus itu, laksana kilat
telah mencengkeram tiba, hatinya jadi bergetar keras, sebelum ia
sadar apa yang telah terjadi, tubuhnya sudah tertarik masuk ke dalam
kereta oleh lawannya.
Si huncwee gede Ouw-yang Gong jadi amat terperanjat
menyaksikan peristiwa itu, teriaknya :
"Hey, bocah cilik, kenapa kau?"
Suasana di dalam kereta kencana sunyi senyap tak kedengaran
sedikit suara pun, seakan-akan pemuda itu telah mati secara
mendadak, suara dari Pek In Hoei tak kedengaran lagi menggema di
udara.
Dalam pada itu Kereta Kencana Pembawa Maut telah memutar
arah dan berlari menuju ke arah bukit yang misterius itu.
Terdengar dara muda berbaju biru itu berkata dengan suara
dingin :
"Ia telah melanggar pantangan yang terbesar dari istana Mo
Kiong kami, dan kini oleh Kereta Kencana Pembawa Maut telah
dikirim menuju ke tempat Kiong cu kami itu! Hey, kakek tua bangka,
sekarang kau masih membangkang untuk pergi menghadap Kiong cu
kami? Apakah kau baru mau berangkat setelah disambut sendiri oleh
Kiong cu?..."
Dalam keadaan begini si h gede Ouw-yang Gong tak bisa berbuat
lain kecuali tertawa sedih.
"Nona silahkan berangkat," katanya, "selembar nyawa dari aku si
ular asap tua telah kusingkirkan ke belakang batok kepalaku..."
Ke-empat orang dara itu pun tidak berbicara lagi, badannya
bagaikan segumpal kapas melayang naik ke atas punggung kuda
456
IMAM TANPA BAYANGAN II
kemudian diiringi suara derap kaki yang ramai berangkatlah mereka
tinggalkan tempat itu.
Ouw-yang Gong membungkam dalam seribu bahasa tanpa
menunjukkan komentar apa pun jua, ia ikut berlalu dari situ
membuntuti di belakang gadis-gadis muda itu.
Dalam pada itu Pek In Hoei yang terbetot masuk ke dalam ruang
kereta, sepanjang perjalanan ia sendiri pun tidak tahu saat itu sedang
berada di mana, ia cuma takut pada saat badannya meloncat naik ke
atas Kereta Kencana Pembawa Maut itu, tiba-tiba dari balik kereta
muncul sebuah telapak tangan yang putih dan halus membetot
badannya masuk ke dalam ruang kereta.
Dengan termangu-mangu pemuda itu berdiri seorang diri di situ,
ia jumpai ruang kereta tersebut kosong melompong tak nampak
sesosok bayangan manusia pun, sedang telapak putih yang membetot
badannya tadi pun lenyap tak berbekas.
Hatinya jadi amat terperanjat, saking kagetnya sampai keringat
dingin mengucur keluar membasahi tubuhnya. Ia tidak tahu dari mana
datangnya telapak putih yang aneh itu dan ke mana perginya telapak
tersebut setelah membetot badannya masuk ke dalam.
Suasana dalam ruang kereta itu gelap gulita tidak nampak sedikit
cahaya pun, buru-buru ia tarik horden di hadapannya, siapa tahu jari
tangannya segera membentur dinding kereta yang keras dan kuat
bagaikan baja, begitu sempurna dinding kereta itu hingga dari tempat
luaran sama sekali tak terlihat kalau sekeliling kereta tersebut terbuat
dari baja murni.
Saking gusar dan mendongkolnya Pek In Hoei meraung keras,
teriaknya :
"Sungguh misterius kereta ini!"
"Hmmm!" mendadak dari balik kereta berkumandang keluar
suara dengusan dingin. "Belum pernah ada orang yang bisa keluar dari
Kereta Kencana Pembawa Maut ini dalam keadaan hidup-hidup,
meskipun kau adalah sahabat yang diundang Kiong cu tetapi Kiong
457
Saduran TJAN ID
cu tidak akan melepaskan pula dirimu, setiap orang yang berani
mengintip atau mencari tahu rahasia dari Kereta Kencana Pembawa
Maut dia tak akan diperkenankan melanjutkan hidupnya..."
Perkataan tadi muncul dari suatu tempat yang sukar ditemukan,
seolah-olah berkumandang dari empat arah delapan penjuru, si Jago
Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei jadi terkesiap, dengan segenap
kemampuannya ia berusaha untuk menemukan letak tempat
persembunyian orang itu.
Diam-diam ia tertawa dingin, sekilas ingatan dengan cepatnya
berkelebat di dalam benaknya, ia berpikir :
"Meskipun Kereta Kencana Pembawa Maut ini amat misterius,
tetapi masih belum mampu untuk membelenggu diriku, kenapa aku
tidak gunakan segenap kemampuan yang kumiliki untuk
menghancurkan kereta yang seringkali mencelakai jiwa manusia
ini..."
Ingatan tersebut dengan cepatnya berkelebat lewat dalam benak
pemuda itu, diam-diam seluruh hawa murni yang dimilikinya
disalurkan ke dalam telapak kanan siap melancarkan sebuah pukulan
dahsyat secara mendadak.
"Siapa kau?"
"Haaaah... haaaah... haaaah... aku adalah kusir yang
mengendalikan Kereta Kencana Pembawa Maut ini..." suara yang
dingin kaku itu tiba-tiba tertawa lengking.
"Hmmm!..." menggunakan kesempatan di kala orang itu sedang
berbicara, Pek In Hoei membentak keras, telapak kanannya laksana
kilat diangkat dan melancarkan sebuah pukulan dahsyat ke arah
dinding kereta.
"Blaaaam...!" suara benturan keras bergeletar memecahkan
kesunyian, tetapi dinding kereta itu ternyata sama sekali tidak rusak
atau pun cedera. Meskipun pukulan yang digunakan dengan
mengerahkan segenap kekuatan itu boleh dibilang mencapai kekuatan
ratusan kati namun sang kereta sedikit pun tidak goyang atau pun
458
IMAM TANPA BAYANGAN II
gemilang, dengan gerakan yang tenang dan kalem meneruskan
perjalanannya ke depan.
"Hmmm!" suara yang misterius itu mendengus dingin. "Sampai
di manakah kekuatan yang kau miliki sehingga sanggup untuk
menghancurkan Kereta Kencana Pembawa Maut?"
Dalam keadaan terkejut bercampur gusar si Jago Pedang
Berdarah Dingin Pek In Hoei tak bisa berbuat lain, kecuali hardiknya
:
"Kau tunggu saja nanti!"
Setelah menyaksikan hawa pukulannya sama sekali tak berguna,
diam-diam si anak muda itu tertawa dingin, ia segera mencabut keluar
pedang sakti penghancur sang suryanya, cahaya pedang segera
berkilauan memencar ke empat penjuru, ruangan kereta itu jadi terang
benderang dan terlihat dengan amat nyata.
Tampaklah ruang tersebut diatur dengan amat megah dan indah,
semuanya terdiri dari emas murni, dan di atap kereta secara lapat-lapat
terlihat empat huruf besar berwarna merah darah yang berbunyi :
"Kereta Kencana Pembawa Maut."
Sepasang mata Pek In Hoei si Jago Pedang Berdarah Dingin itu
berkilat tajam, senyuman dingin mulai tersungging di ujung bibirnya,
sambil melirik sekejap ke arah sekeliling ruang kereta itu ujarnya
tertawa :
"Kalau kau tak mau unjukkan diri lagi, jangan salahkan kalau aku
segera akan menghancurkan kereta ini..."
"Kau berani?"
Sang kusir yang bersembunyi di tempat kegelapan rupanya
mengetahui juga kelihayan dari pedang mestikanya itu, suara
bentakan gusar segera berkumandang datang, bayangan putih
berkelebat lewat laksana kilat dan sebuah telapak tangan yang putih
mulus tahu-tahu sudah menyambar datang mengancam urat nadi di
atas pergelangan Pek In Hoei.
Si anak muda itu mendengus dingin.
459
Saduran TJAN ID
"Hmm, masih berani menakut-nakuti diriku?" bentaknya.
Kali ini Pek In Hoei memang ada maksud untuk melihat macam
apakah orang yang menyembunyikan diri di tempat kegelapan itu,
tangan kanannya segera membabat ke samping dan laksana kilat balik
mencengkeram telapak tangan lawan.
"Hmm," dengusnya dingin, "kau masih mampu
menyembunyikan diri ke mana lagi?"
Bayangan manusia tercengkeram tangannya dan tampaklah
seorang gadis muda berbaju serba putih dengan pandangan kaget
bercampur tercengang mengawasi wajah Pek In Hoei tanpa berkedip
lalu dengan suara yang ketus gadis itu menegur.
"Kepandaian silatmu jauh di luar dugaanku, ternyata lebih tinggi
dan hebat daripada apa yang kuduga semula."
"Hheehmmm, tidak berani, tidak berani," sahut Pek In Hoei
ketus. "Apakah nona berasal dari istana iblis?"
"Sedikit pun tidak salah, dan sekarang kau sedang berada di
perjalanan menuju ke istana Mo Kiong, mulai saat ini gerak-gerikmu
berada di dalam kekuasaanku, karena itu aku berharap agar kau suka
mendengarkan perintah serta perkataanku tanpa membantah..."
Habis berkata ia putar badan siap berlalu begitu saja, Pek In Hoei
tidak sudi melepaskan mangsanya dengan begitu saja, laksana kilat
lengannya berkelebat mencengkeram lengan tangan lawan kemudian
menariknya sehingga tertunduk di sisi tubuhnya.
"Kau pun tak boleh meninggalkan tempat ini," katanya dingin.
"Kalau ingin keluar maka kita harus keluar bersama-sama..."
Tatkala secara tiba-tiba dilihatnya dia harus duduk berdempetan
dengan seorang pemuda ganteng di dalam ruang kereta yang sempit,
gadis muda berbaju putih itu segera merasakan jantungnya berdebar
keras, wajahnya berubah jadi merah jengah dan sikapnya yang malumalu
dan tersipu-sipu itu cukup membuat jantung Pek In Hoei ikut
berdebar.
460
IMAM TANPA BAYANGAN II
Memang dalam kenyataan, apalagi seorang gadis muda yang
belum pernah bersentuhan badan dengan pria lain, secara mendadak
badannya harus duduk berdempetan dengan seorang pemuda yang
berwajah tampan rasa kejut dan girang yang timbul dalam hatinya
sukar dilukiskan dengan kata-kata, apalagi ilmu silat serta tabiat
lawannya merupakan pilihan yang sukar ditemukan.
"Kau... kau..." serunya gelagapan.
"Nona! Kau tak usah gelagapan," ujar Pek In Hoei hambar.
"Siapa namamu?"
Karena malunya dara muda berbaju putih itu tertunduk rendahrendah,
sahutnya lirik :
"Aku bernama Coei Coei!"
Ingin sekali dia bertanya namanya tapi tak ada keberanian untuk
berbuat demikian, cuma dalam hati kecilnya gadis itu merasa kejut,
girang dan bimbang, ia hanya berharap perjalanan bisa berlangsung
lebih lama sehingga kesempatan untuk duduk berdampingan dapat
berjalan lebih lama.
"Coei Coei?" seru Pek In Hoei, mendadak ia tertawa ringan.
"Indah nian namamu itu! Sungguh indah dan manis!"
Mendadak... Kereta Kencana Pembawa Maut itu bergetar keras,
putaran roda kereta yang kencang tiba-tiba berhenti diikuti suara
langkah kaki yang nyata berkumandang datang, seolah-olah berjalan
mendekati kereta tersebut.
Air muka Coei Coei seketika berubah hebat, ia berseru pelan dan
bisiknya, "Aduuuh, celaka!"
Si Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei tidak mengerti apa
maksudnya gadis itu berseru 'Celaka', sementara otaknya masih
berputar memikirkan maksud kata-kata itu, serentetan suara teguran
yang kasar dan keras telah menggema tiba.
"Siapakah utusan yang mengendalikan kereta ini?" terdengar
seorang pria berseru.
461
Saduran TJAN ID
Air muka Coei Coei berubah pucat pias bagaikan mayat,
keadaannya seakan-akan seorang terhukum yang telah dijatuhi
hukuman mati, sekujur tubuhnya gemetar keras.
Dengan alis berkerut kencang dan cepat-cepat membenahi
pakaiannya yang kusut ia menyahut :
"Aku!"
Kreeek! Pintu kereta terbuka, Pek In Hoei dengan gerakan tubuh
yang paling cepat bersama Coei Coei telah meloncat keluar. Seorang
kakek tua bercambang dan berwajah seram berdiri di luar kereta dan
menatap wajah gadis itu tajam.
Perlahan-lahan Coei Coei turun dari kereta, lalu menjura dan
berkata :
"Utusan Peronda Gunung, budak menanti perintah di sini..."
Kakek tua itu mendengus dingin.
"Hmmm! Apa jabatanmu?"
"Mengendalikan Kereta Kencana Pembawa Maut, menghantar
dan menjemput sukma-sukma yang gentayangan," sahut Coei Coei
dengan sekujur badan gemetar keras.
Utusan peronda gunung itu tertawa dingin.
"Kau sebagai salah satu gadis di antara tujuh puluh dua orang
gadis istana Mo Kiong, kenapa begitu sudi menurunkan derajatmu
dengan bersembunyi di dalam kereta bersama-sama seorang keparat
tanpa nama, apakah kau sudah bosan hidup..."
Dengan ketakutan Coei Coei tundukkan kepalanya rendahrendah.
"Budak mengerti dosa!"
Sebaliknya si Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei yang
mendengar hinaan itu kontan naik pitam, hawa amarahnya segera
berkobar di dalam dadanya, sambil enjotkan badannya melayang ke
depan teriaknya dengan suara dingin :
"Hmmm, kau manusia macam apa? Berani benar menghina aku!"
462
IMAM TANPA BAYANGAN II
"Bocah keparat, ayoh minggir ke samping, jangan banyak bacot
di sini..." seru Utusan Peronda Gunung ketus.
Dengan wajah penuh penghinaan ia tertawa sinis lalu berpaling
ke arah lain, sinar matanya yang dingin dan tajam ditujukan ke atas
tubuh Coei Coei, dara muda berbaju putih itu, seolah-olah dengan
pandangan yang tajam itu ia berusaha untuk menembusi rahasia hati
gadis tersebut.
Buru-buru Coei Coei tundukkan kepalanya, tak sepatah kata pun
yang berani ia ucapkan keluar.
"Apakah kau telah jatuh cinta dengan bajingan cilik ini?" kembali
Utusan Peronda Gunung menjengek dengan nada sinis. "Sebelum
kejadian aku hendak memberitahukan kepadamu terlebih dahulu,
gadis-gadis dari istana Mo Kiong bukanlah seorang gadis yang bebas
merdeka lagi, kau harus berhati-hati..."
Mendadak ia mendongak dan tertawa terbahak-bahak, suaranya
tajam dan amat menusuk pendengaran, tambahnya :
"Aku rasa dosa bersekongkol dengan orang asing tak akan
sanggup kau atasi..."
"Kau jangan menuduh yang bukan-bukan!" teriak Coei Coei
dengan suara gemetar.
Utusan Peronda Gunung tertawa sinis, setelah melirik sekejap ke
arah Pek In Hoei serunya :
"Ehmmm...! Pandangan matamu sungguh tidak salah, tidak aneh
kalau kau sampai..."
"Konyo kamu!" bentak si Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In
Hoei dengan gusarnya, makin didengar ia merasa semakin tak tahan.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... dugaanku ternyata tidak meleset.
Ehmmm Coei Coei! Ayoh ikut aku menghadap Kiong cu!"
Tiba-tiba Coei Coei tertawa keras dengan penuh gusarnya, ia
berseru :
"Hmmmm! Apa maksud hatimu kau anggap aku tidak tahu?
Bagaimana pun akhir aku tak akan lolos dari kematian pada hari ini.
463
Saduran TJAN ID
Goan Poo Kay! Mari kita bersama-sama menghadap Kiong cu,
persoalanmu pun akan kukatakan pula kepada Kiong cu..."
Mendengar perkataan itu Utusan Peronda Gunung berdiri
melengak, lalu katanya :
"Budak rendah yang tak tahu diri, kau berani sebut nama loohu
secara terang-terangan?"
Rupanya dia pun dapat menangkap maksud lain di balik ucapan
Coei Coei barusan, dengan mata melotot bulat hardiknya :
"Aku punya persoalan apa yang bisa kau laporkan kepada Kiong
cu?"
"Hmmmm! Tak usah kuutarakan keluar, aku rasa dalam hati
kecilmu sudah mengerti."
Rupanya dara muda berbaju putih ini sudah nekad walaupun
selembar jiwanya dipertaruhkan tapi ia tetap berkeras untuk beradu
lidah dengan Utusan Peronda Gunung, oleh sebab itu di dalam
pembicaraan pun ia tidak sungkan-sungkan lagi, hal ini tentu saja
membuat sang Utusan Peronda Gunung jadi mencak-mencak saking
gusarnya.
Terdengar Utusan Peronda Gunung tertawa terkekeh-kekeh
dengan seramnya.
"Heeeeh... heeeh... heeeh... budak sialan yang tak tahu diri, kau
anggap loohu betul-betul tak berani membinasakan dirimu?"
Dari sakunya perlahan-lahan dia ambil keluar sebuah medali
tembaga yang kecil tapi mungil, sambil diacungkan di tengah udara
napsu membunuh seketika menyelimuti seluruh wajahnya, senyuman
sinis yang tersungging di ujung bibir pun lenyap tak berbekas.
Menyaksikan medali kecil terbuat dari tembaga itu, dengan putus
asa Coei Coei menghela napas sedih, kepalanya tertunduk rendah dan
tidak berbicara lagi.
"Aku akan menggunakan medali pahala ini untuk ditukar dengan
selembar jiwamu..." kata sang Utusan Peronda Gunung dengan nada
ketus.
464
IMAM TANPA BAYANGAN II
Haruslah diketahui medali tembaga tersebut adalah medali pahala
yang diberikan pihak istana Mo Kiong dari Tang Hay kepada anggotaanggotanya
yang berjasa, medali itu sulit diperoleh dan harus
mempertaruhkan keringat dan darah untuk mendapatkannya. Barang
siapa yang membawa medali tersebut ia diijinkan untuk memohon
segala sesuatu kepada sang Kiong cu.
Tetapi kegunaan medali pahala itu hanya satu kali saja, setelah
permintaannya dikabulkan maka medali tadi akan ditarik kembali
oleh sang Kiong cu.
Si Utusan Peronda Gunung ini rupanya merasa amat takut kalau
rahasianya ketahuan Kiong cu maka ia merasa tidak sayang untuk
mengorbankan medali pahala itu guna mendapatkan selembar jiwa
dari si dara berbaju putih.
Dalam pada itu Coei Coei hanya dapat menghela napas panjang
belaka, ujarnya lirih :
"Kau turun tanganlah, aku tidak ingin melakukan perlawanan..."
Heeeh... heeeh... heeeh... itu lebih bagus lagi kau bisa
memberikan satu kepuasan bagimu..."
Sambil tertawa seram si Utusan Peronda Gunung mengayunkan
telapak kanannya dan segera dihajarkan ke atas tubuh Coei Coei.
Menghadapi ancaman yang sanggup merengut jiwanya itu Coei
Coei tetap berdiri tak berkutik, matanya dipejamkan rapat-rapat dan
ia pasrah sama sekali. Sedikit pun tidak nampak tanda-tanda yang
menunjukkan bahwa gadis itu ada maksud melawan.
Pek In Hoei yang menyaksikan kejadian itu, air mukanya segera
berubah hebat, bentaknya keras :
"Tahan!"
Si anak muda itu benar-benar merasa muak dan mendongkol oleh
sikap serta tingkah laku si Utusan Peronda Gunung yang sombong
dan jumawa itu, ia membentak keras, telapak tangannya dengan cepat
didorong ke depan dan segulung angin pukulan yang maha dahsyat
segera menyapu keluar.
465
Saduran TJAN ID
Blaaam...! benturan keras menimbulkan suara ledakan yang
memekikkan telinga, pusingan angin tajam segera menderu-deru dan
menyebar ke empat penjuru.
"Bajingan cilik!" teriak Utusan Peronda Gunung dengan penuh
kemarahan. "Kau pengin modar?"
Dari pinggangnya dia ambil kedua-dua buah senjata berbentuk
palu, kemudian dengan jurus 'Jie Seng Thong Liok' atau Sepasang
Bintang Rontok Bersama ia hajar tubuh Pek In Hoei dengan
dahsyatnya.
Pek In Hoei tak mau unjukkan kelemahannya,ia cabut keluar
pedang mestika penghancur sang surya dan menyahut :
"Mari kita coba-coba lihat, siapa yang sebetulnya pengin modar!
Kau atau aku..." Tubuh mereka berdua bergerak secara berbareng dan
suatu pertarungan sengit pun segera berkobar.
"Tahan!" mendadak terdengar suara bentakan keras
berkumandang datang.
Air muka Coei Coei berubah hebat, buru-buru ia jatuhkan diri
berlutut di atas tanah sambil serunya :
"Kiong cu!"
Kehadiran sang pemilik istana iblis dari Tang Hay yang
mendadak ini membuat pertempuran sengit yang sedang berlangsung
di tengah kalangan pun segera terhenti.
Sambil menarik kembali pedangnya Pek In Hoei meloncat
mundur dua langkah ke belakang, sedang si Utusan Peronda Gunung
sambil ayunkan senjata palunya tak berani turun tangan lagi secara
gegabah, hanya saja pandangan gemas dan penuh kebencian ia
melotot sekejap ke arah si anak muda itu.
Coei Coei yang berlutut di atas tanah sama sekali tak berani
berkutik, bahkan bernapas keras-keras pun tak berani.
******
466
IMAM TANPA BAYANGAN II
Bagian 24
SETELAH mengendorkan senjatanya si Jago Pedang Berdarah
Dingin Pek In Hoei kembali pusatkan seluruh perhatiannya ke ujung
pedang, sekejap pun ia tidak memandang ke arah sang Kiong cu
tersebut.
Sebab dalam bayangannya pemilik dari istana iblis yang berasal
dari laut Tang Hay ini bisa mengandalkan Kereta Kencana Pembawa
Maut untuk mencelakai jago-jago Bu lim secara mengerikan, sang
Kiong cu tersebut pastilah seorang manusia sadis yang berwajah
seram dan berhati binatang, ia merasa tidak sudi berhubungan dengan
manusia semacam ini, karenanya dia pun ogah untuk menggubris
kehadirannya.
Dugaan si anak muda ini ternyata meleset, sang Kiong cu dari
istana Mo Kiong adalah seorang perempuan yang berwajah cantik,
diiringi oleh empat orang dara muda perlahan-lahan ia berjalan
mendekat, tiada senyuman yang menghiasi bibirnya, kecuali sepasang
biji matanya yang nampak sangat tajam, hampir boleh dikata tiada
tanda-tanda lain yang menunjukkan bahwa dialah sang pemilik istana
iblis yang memiliki ilmu silat sangat lihay itu.
Sedang di atas raut wajahnya yang cantik dan halus, sedikit pun
tidak memperlihatkan kekejaman serta kesadisan hatinya yang pernah
menyelenggarakan pembunuhan secara besar-besaran, hal ini
membuat orang jadi menaruh curiga, benarkah dia adalah perempuan
pengejar sukma yang sudah amat tersohor di kolong langit.
Sementara itu dengan pandangan dingin ia sudah melirik sekejap
ke arah Coei Coei, lalu sambil ulapkan tangannya ia berseru :
"Ayo bangun!"
Coei Coei tak berani mengucapkan barang sepatah kata pun,
buru-buru ia mengundurkan diri ke samping.
Sementara sang Kiong cu dengan sikap yang dingin dan hambar
bergerak maju ke depan, tubuhnya enteng bagaikan awan yang
melayang di angkasa, ringan lincah dan indah menawan hati.
467
Saduran TJAN ID
Diam-diam si Utusan Peronda Gunung mencuri lihat sekejap ke
arah Kong cu-nya, sorot matanya segera terlintas rasa takut yang
tebal, tubuhnya rada getar keras tapi ia maju juga ke depan sambil
serunya :
"Kiong cu!"
Si Pemilik istana iblis dari laut Tang Hay ini sama sekali tidak
menggubris dirinya, mendadak ia tertawa, begitu manis tertawanya
sampai nampak sebaris giginya yang putih dan bersih, dua buah dekik
yang kecil menambah manisnya wajah Kiong cu tersebut.
Begitu manis dan menawan hati senyuman perempuan itu,
membuat siapa pun yang memandang ikut terpesona.
Tetapi bagi si Utusan Peronda Gunung yang menjumpai
senyuman penuh daya tarik yang memikat hati itu bukannya terpikat,
sebaliknya air muka si kakek tua itu berubah hebat. Rasa takut, ngeri
dan seram yang amat tebal dengan cepat terlintas di atas wajahnya,
seolah-olah secara mendadak ia telah bertemu dengan iblis seram
yang hendak menggait sukmanya, begitu takut orang itu hingga tak
sepatah kata pun sanggup diutarakan keluar.
Lama sekali... ia baru berseru dengan nada gemetar :
"Kiong cu, kau, kau..."
"Besar amat nyalimu," jengek sang Kong cu sambil tersenyum.
"Ternyata terhadap sang Kiong cu mu sendiri pun berani tak pandang
sebelah mata pun..."
"Tidak, tidak!" sahut sang Utusan Peronda Gunung seraya
goyangkan tangannya berulang kali. "Aku si orang peronda tak
berani..."
Senyuman sang Kiong cu datangnya amat cepat, berubahnya pun
amat cepat, mendadak air mukanya berubah jadi dingin bagaikan es,
begitu kaku sampai mendekati tiada perasaan sedikit pun jua bahwa
napsu membunuh yang tebal terlintas di atas wajahnya yang putih dan
cantik.
468
IMAM TANPA BAYANGAN II
Sikapnya yang dingin, ketus dan sedikit pun tiada perasaan ini
jauh berbeda dan tak sesuai dengan raut wajahnya yang cantik jelita
bagaikan bidadari itu, sebab cantiknya bagaikan sekuntum bunga
Bwee, tapi dinginnya melebihi salju di tengah musim dingin.
"Apa yang hendak kau katakan lagi??" serunya hambar.
Si Utusan Peronda Gunung sangsi sejenak, lalu ujarnya :
"Menurut peraturan yang berlaku di dalam istana iblis, aku si
orang peronda mempunyai kesempatan untuk angkat bicara."
"Jadi kalau begitu, kau pun berharap agar pun Kiong cu juga
memberi kesempatan bagimu untuk berbicara?" sela sang Kiong cu
menghina.
Air muka Utusan Peronda Gunung perlahan-lahan pulih kembali
dalam ketenangan, ia tahu bahwa asalkan dirinya memperoleh
kesempatan untuk mengemukakan alasannya maka itu berarti ia pun
mempunyai kesempatan untuk hidup lebih jauh, kendati harapan itu
tidak besar tetapi jauh lebih baik daripada menerima kematian tanpa
berusaha menolong.
Buru-buru ia simpan kembali senjata palunya dan berkata :
"Hal ini sudah tentu, aku si orang peronda adalah salah seorang
pembantu yang diangkat oleh Kiong cu, karena itu hamba percaya
bahwa Kiong cu pun akan memberi satu kesempatan kepada diriku
entah bagaimana menurut pendapat Kiong cu?"
"Hmmmm! Katakanlah!" seru Kiong cu. "Aku bisa membereskan
persoalan ini dengan seadil mungkin."
Senyuman penuh kelicikan tersungging di atas wajah Utusan
Peronda Gunung, ia bongkokkan badan memberi hormat kemudian
bertanya :
"Kiong cu, tolong tanya dosa serta kesalahan apakah yang telah
diperbuat aku si orang peronda sehingga membangkitkan kegusaran
Kiong cu dan menjatuhi hukuman mati terhadap diri hamba..."
Agaknya sang Kiong cu merasa tertegun dengan pertanyaan itu,
untuk sesaat ia tidak menduga kalau orang tua tersebut bisa
469
Saduran TJAN ID
mengajukan pertanyaan seperti itu kepadanya, tetapi ia bukanlah
seorang perempuan yang berotak bebal. Sebagai seorang pemimpin
yang dapat menguasai begitu banyak jago lihay dari lautan Timur
bahkan membuat mereka tunduk seratus persen pada perintahnya,
dalam waktu singkat ia sudah menemukan jawaban yang tepat.
Maka perempuan itu pun tertawa hambar, sahutnya :
"Eeeei... Utusan Peronda Gunung, bagaimana sih caramu untuk
menduduki jabatan setinggi ini kalau cuma kesalahan sendiri pun
tidak tahu... kau harus mengerti setelah kuutarakan dosa-dosamu itu
maka berarti pula bahwa untuk selamanya kau tidak akan memperoleh
kesempatan untuk menyesal..."
Di kala ia mengucapkan beberapa patah kata itulah, dengan cepat
dia telah berhasil mendapatkan alasan yang kuat untuk membunuh si
Utusan Peronda Gunung ini, biji matanya mengerling sekejap ke
depan dan satu rencana bagus pun telah disusun.
Kali ini si Utusan Peronda Gunung-lah yang berdiri tertegun,
untuk beberapa saat lamanya ia tidak berhasil mendapatkan akal yang
bagus untuk menghadapi sang Kiong cu-nya yang telah diliputi oleh
napsu membunuh itu, ia sadar bahwa tabiat Kiong cu-nya seringkali
berubah tak menentu, rasa senang, gusar, sedih dan murungnya tak
akan pernah berhasil diduga orang.
Setelah berpikir sebentar akhirnya ia pun mengambil keputusan,
katanya dengan tegas :
"Silahkan Kiong cu utarakan secara terus terang, asal hamba
benar-benar mempunyai kesalahan yang patut dihukum mati,
janganlah Kiong cu yang memberi perintah, hamba sendiri pun bisa
memenggal batok kepalaku sendiri untuk dipersembahkan kepada
Kiong cu..."
"Hmmm! Sikapmu ternyata terbuka, keras dan cukup tegas!"
jengek Kiong cu ketus. "Apa dosa Coei Coei, sehingga kau hendak
turun tangan untuk membinasakan dirinya..."
470
IMAM TANPA BAYANGAN II
"Heeeh... heeeh... heeeh... " si Utusan Peronda Gunung tertawa
seram. "Ia berani bersekongkol dengan orang yang hendak dijatuhi
hukuman mati oleh pihak istana Mo Kiong kita. Cukup berdasarkan
alasan ini sudah dapat mencabut jiwanya sebanyak tiga kali,
sedangkan Kiong cu pun telah menyerahkan tugas serta tanggung
jawab ini kepada hamba, dus berarti bahwa perbuatan serta tindakan
hamba kali ini sama sekali tidak bertentangan atau pun melanggar
peraturan yang telah ditetapkan oleh Kiong cu. Dari mana mungkin
sekarang malahan hambalah yang akan dijatuhi hukuman mati
terlebih dulu?"
Coei Coei yang mendengar perkataan itu, mendadak meloncat
maju ke depan dan berseru :
"Goan Poo Kay! Janganlah kau campur adukkan dendam
pribadimu dengan tugas, apalagi memfitnah orang sekehendak hati
sendiri..."
Dengan cepat Kiong cu ulapkan tangannya mencegah dara
berbaju putih itu bicara lebih jauh, katanya :
471
Saduran TJAN ID
Jilid 20
"WALAUPUN alasanmu sangat sempurna dan masuk di akal tapi
sayang kau telah melupakan satu hal yang penting, peraturanku
bersekongkol dengan musuh luar itu hanya khusus ditujukan kepada
anak murid yang masuk menjadi anggota istana kami, dan tak pernah
memberi ijin kepadamu untuk menghadapi para dayang dari istana.
Apakah kau lupa bahwa para dayang yang bertugas di dalam istana
hanya pun Kiong cu sendiri yang berhak untuk menghukumnya? Dan
sekarang kau berani mewakili kekuasaanku, bukankah hal itu sama
artinya tidak pandang sebelah mata pun terhadap Poen Kiong cu...."
Air muka si Utusan Peronda Gunung berubah hebat.
"Walaupun dia adalah dayang istana tetapi dia pun merupakan
utusan yang mengendalikan Kereta Kencana Pembawa Maut, dus
berarti menurut peraturan dia pun termasuk anak murid istana Mo
King..."
"Hmmm! Berani mempertahankan alasan yang tak masuk di akal
cukup dengan alasan ini kau bisa dijatuhi hukuman mati..."
Rupanya si Utusan Peronda Gunung menyadari bahwa untuk
melanjutkan hidupnya bukanlah suatu pekerjaan yang gampang, ia
segera tertawa kering. Mendadak dengan wajah angkuh dan sedikit
pun tidak menunjukkan rasa jeri jengeknya :
"Kiong cu, rupa-rupanya kau sangat membelai dayang itu..."
"Kau tak usah banyak bicara lagi," tukas sang Kiong cu dengan
air muka berubah hebat. "Asal kau sanggup mempertahankan diri dari
ke-tiga jurus pedang pengejarnya maka tentu saja sesuai dengan
472
IMAM TANPA BAYANGAN II
peraturan aku bisa memberikan satu jalan kehidupan bagimu. Tetapi
kalau kau memang menganggap bahwa dirimu masih mempunyai
kesempatan untuk membela diri, tiada halangan bagimu untuk
mencari bantuan dari Song Ceng To serta Lie Ban Kiam... Poen Kiong
cu akan memberi waktu tiga jam kepadamu!"
"Baik!" sahut si Utusan Peronda Gunung ketus. "Hamba segera
akan mencari Song toako serta Lie jie ko. Hmmm!... sampai waktunya
Kiong cu tidak akan seenteng dan sesombong seperti sekarang..."
Rupanya ia sudah mempunyai rencana yang masak dalam
benaknya, begitu selesai berkata badannya segera berputar dan berlalu
dari situ, ketika lewat di hadapan si Jago Pedang Berdarah Dingin Pek
In Hoei, tiba-tiba ia melotot sekejap ke arahnya dengan penuh
kebencian, ancamnya :
"Bajingan cilik, urusan di antara kita belum selesai, nantikanlah
saat kematianmu..."
Si Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei tertawa dingin.
"Bagus, kalau memang kau masih ada kegembiraan untuk
bertarung, cayhe tentu akan melayani dirimu untuk ukur kekuatan..."
"Bajingan cilik, sebelum ajalku tiba aku pasti akan mencari
seorang teman untuk mengiringi keberangkatanku... nanti orang
pertama yang akan kucari adalah dirimu."
Meskipun di mulut ia berbicara terus tapi langkah kakinya sama
sekali tak berhenti, bahkan berlalu semakin cepat lagi hingga dalam
waktu singkat bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan.
Menanti bayangan tubuh si Utusan Peronda Gunung sudah tak
nampak lagi, sang Kiong cu baru menoleh dan melotot sekejap ke arah
Coei Coei, katanya :
"Andaikata aku tidak tiba di sini dengan cepat, niscaya kau sudah
menemui ajalnya di tangan orang itu."
Terhadap masalah mati hidupnya ternyata Coei Coei tidak
menaruh perhatian atau pun rasa kuatir barang sedikit pun juga,
473
Saduran TJAN ID
sepeninggalnya si Utusan Peronda Gunung mendadak wajahnya
berubah jadi amat murung dengan nada gelisah katanya :
"Kiong cu, kenapa kau melepaskan dirinya pergi? Seandainya
sebentar lagi Song Ceng To serta Lie Ban Kiam dengan
kedudukannya datang kemari mencari Kiong cu untuk berdebat, maka
waktu itu... Aaaai!..."
"Tentang soal ini kau tak perlu kuatir," kata Kiong cu sambil
tertawa hambar. "Tentu saja aku mempunyai rencana yang amat
sempurna sebelum bertindak demikian, cuma saja langkah berikutnya
kita mesti bekerja lebih cepat lagi, di dalam waktu tiga jam segala
sesuatunya harus sudah beres dan siap, dan aku rasa hal inilah yang
paling merepotkan..."
"Lalu apa daya kita?" tanya Coei Coei dengan wajah penuh
kegelisahan.
"Keadaanmu tiada jauh berbeda dengan keadaanku, setiap saat
ancaman kematian mungkin bisa menimpa diriku. Tetapi kau tak usah
kuatir, kawanan manusia itu masih demikian jeri dan takutnya
kepadaku karena aku masih mempunyai tiga jurus ilmu pedang
pengejar nyawa yang memiliki kekuatan sangat ampuh. Sekarang
adalah saatnya bagi para pengkhianat untuk memberontak, dan kita
pun harus cepat-cepat melakukan pertolongan..."
"Ooooouw...! Jadi kalau begitu Kiong cu telah tahu tentang
segala-galanya..." tanya Coei Coei.
Sang Kiong cu tertawa getir.
"Sejak ibuku menghembus napasnya yang terakhir, setiap orang
yang ada di dalam Istana Mo Kiong berusaha untuk merebut
kekuasaan dan menduduki jabatan sebagai pemimpin, terutama sekali
Song Ceng To serta Lie Ban Kiam, ambisi mereka berdua paling besar
di antara yang lain. Sekalipun aku tiada maksud untuk membinasakan
mereka, tetapi mereka pun tak mungkin tiada niat untuk
menyingkirkan diriku, tentang hal ini apakah kau tak bisa
melihatnya..."
474
IMAM TANPA BAYANGAN II
Sejak kedua orang majikan dan dayang itu bercakap-cakap
walaupun Pek In Hoei hanya membungkam melulu tapi secara lapatlapat
ia bisa menangkap duduk perkara yang sebenarnya walaupun ia
tak tahu apa yang sebenarnya telah terjadi sehingga istana Mo Kiong
di laut Tang Hay bisa berubah jadi begini, tetapi ia pun mengerti
bahwa pokok persoalannya tidak jauh daripada perebutan kekuasaan
di kalangan istana Mo Kiong sendiri.
Sementara ia masih termenung memikirkan persoalan itu, Kiong
cu sudah menggeserkan badannya maju ke depan, tegurnya dengan
suara lirih :
"Pek kong cu, kau tentu merasa terkejut bukan?"
"Kiong cu," kata Pek In Hoei ketus. "Apa maksud tujuanmu
dengan mengundang cayhe datang kemari..."
Perlahan-lahan Kiong cu membenahi rambutnya yang kacau
terhembus angin, lalu sambil tertawa sahutnya :
"Kali ini pun Kiong cu jauh-jauh dari laut Tang Hay datang ke
daratan Tionggoan, kesemuanya ada dua buah persoalan yang hendak
kuselesaikan, dan kedua buah persoalan itu kesemuanya ada
hubungan serta sangkut pautnya dengan Pek kongcu, oleh sebab itu
pun Kiong cu sengaja mengundang Pek kongcu untuk sementara
waktu berdiam di dalam istana kami..."
"Tapi... antara cayhe dengan Kiong cu toh tidak saling kenal
mengenal..." kata Pek In Hoei tertegun. "Mana mungkin persoalan
yang terjadi di laut Tang Hay bisa ada hubungan serta sangkut
pautnya dengan diri cayhe, harap Kiong cu suka memberi petunjuk..."
Sang Kiong cu segera ulapkan tangannya.
"Pek kongcu, silahkan masuk ke dalam untuk minum teh. Pun
kiong cu segera akan mengutarakan sebab-sebabnya..."
Dengan gerakan tubuh yang enteng bagaikan awan di angkasa ia
berkelebat meninggalkan tempat itu, si Jago Pedang Berdarah Dingin
Pek In Hoei ragu-ragu sejenak akhirnya dia pun mengikuti di
belakang gadis tersebut.
475
Saduran TJAN ID
Tatkala bayangan tubuh Pek In Hoei telah lenyap di balik
pepohonan, Utusan Peronda Gunung beserta dua orang kakek
berjenggot hitam kebetulan munculkan diri dari sudut bukit.
Si Utusan Peronda Gunung segera menuding ke arah bayangan
punggung Pek In Hoei sambil katanya :
"Toako, kita bereskan dulu bajingan cilik itu..."
"Tentu saja," sahut si kakek tua di sebelah kiri yang mempunyai
tahi lalat besar di atas wajahnya sambil tertawa seram. "Setiap orang
yang mempunyai hubungan dengan budak rendah tersebut tak boleh
kita kasih hidup di kolong langit..."
Kiranya si kakek tua itu bukan lain adalah Song Ceng To yang
mempunyai kedudukan sebanding dengan Kiong cu dari istana Mo
Kiong itu, sedangkan si kakek yang lain bukan lain adalah Lie Ban
Kiam yang punya kekuasaan tinggi pula di dalam Mo Kiong.
Sementara itu Lie Ban Kiam telah memandang sekejap ke
sekeliling tempat itu lalu berkata :
"Song Loo toa, coba kau lihat sesuai atau tidak kalau kita mulai
bergerak pada saat seperti ini..."
Song Ceng To termenung berpikir sejenak, kemudian menjawab
:
"Kalau ditinjau dari tingkah laku perempuan rendah itu, rupanya
ia sudah mengetahui akan persoalan kita, tetapi tidak seharusnya
begitu cepat tiba di sini. Sekarang persoalan keselamatan dari Goan
Poo Kay-lah yang paling menguatirkan, seandainya kita tidak
percepat gerakan kita maka aku rasa posisi agak tidak menguntungkan
bagi kita..."
"Toako," seru si Utusan Peronda Gunung dengan ketakutan.
"Kita semua menjunjung dirimu sebagai pemimpin, tidak seharusnya
kalau kau buang kesempatan untuk menguasai seluruh jago lihay dari
laut Tang Hay ini dengan percuma, bila kejadian ini berlangsung di
laut Tang Hay maka kau serta aku pasti akan mati sebab di situ sedikit
banyak perempuan rendah itu masih mempunyai beberapa orang
476
IMAM TANPA BAYANGAN II
kepercayaan, tetapi sekarang... Hmmm!... hampir separuh bagian
orang yang ikut keluar adalah orang-orang kita, aku tanggung ia tak
akan mempunyai kemampuan besar untuk membendung
pemberontakan kita..."
"Sudah tentu! sudah tentu!" Song Ceng To mendehem dua kali.
"Cuma saja perempuan cilik itu sejak kecil sudah memperoleh
warisan langsung dari ibunya akan ilmu pedang Toei Hoen Sam Kiam
meskipun ilmu pedang lautan Tang Hay antara satu keluarga dengan
keluarga lainnya mempunyai kelihayan yang berbeda-beda tetapi Tui
Hoen Sam Kiam tiga jurus ilmu pedang pengejar nyawa itu
merupakan ilmu pedang yang paling ampuh di antara yang lain,
bilamana sampai terjadi pertarungan nanti, aku rasa masalah inilah
yang paling memusingkan kepala..."
"Hmmm! Ilmu pedang tiga jurus pengejar nyawa itu cuma besar
namanya belum tentu hebat kenyataannya," seru Lie Ban Kiam sambil
mendengus. "Menurut pengamatanku selama banyak tahun, ilmu silat
yang dimiliki perempuan rendah itu tidak seberapa Song Loo toa!
Bilamana kau tidak lega hati, pertarungan pertama nanti serahkan saja
kepadaku..."
"Heeeh... heeeeh... heeeh... kejadian ini benar-benar merupakan
suatu peristiwa aneh," Song Ceng To tertawa seram. "Perempuan
rendah itu selalu menyembunyikan diri rapat-rapat sehingga siapa pun
tak tahu sampai di manakah sebenarnya kepandaian silat yang
dimiliki, jangan-jangan tiga jurus ilmu pedang pengejar nyawa itu
hanya suatu gertak sambal belaka yang dipergunakan mendiang
Kiong cu kita untuk menakut-nakuti anak buahnya, sehingga
membuat kita jeri dan pecah nyali dan selamanya tak berani
memberontak... Hmmm!... sekarang hatiku barulah menjadi paham..."
Belum habis dia berbicara mendadak orang itu membungkam,
sinar matanya segera dialihkan ke arah depan dari mana terlihatlah
sesosok bayangan manusia dengan kecepatan yang penuh sedang
bergerak menuju ke situ.
477
Saduran TJAN ID
Air muka Song Ceng To nampak agak berubah, serunya :
"Aaaah, It-boen Pit Giok! Kenapa dia pun munculkan diri seperti
ini..."
Sementara itu It-boen Pit Giok telah di hadapan mereka bertiga,
setelah dipandangnya sekejap wajah orang-orang itu dia tertawa
hambar dan menegur :
"Apakah Kiong cu kalian ada?"
"Tidak ada!" sahut Song Ceng To sambil gelengkan kepalanya.
"Kedatangan nona It-boen agak terlambat satu tindak karena ada
urusan dia telah pergi..."
"Mana mungkin?" It-boen Pit Giok berdiri melengak. "Kita sudah
berjanji untuk berjumpa pada hari ini..."
Meskipun dalam hatinya sangsi dan menaruh curiga tetapi mimpi
pun ia tak pernah mengira kalau Song Ceng To sedang menipu
dirinya, setelah berseru tertahan karena tak habis mengerti ia enjotkan
badannya dan berlalu dari situ.
"Song Loo toa, kau telah membohongi dirinya..." bisik Lie Ban
Kiam sepeninggalnya gadis itu.
"Sekarang kita sedang bersiap-siap untuk melakukan
pergerakan," ujar Song Ceng To dengan wajah serius. "Bilamana
bocah perempuan itu sampai mencampuri pula urusan ini maka
pekerjaan kita jadi sulit untuk dilaksanakan. Dan kini It-boen Pit Giok
berlalu, tindakan selanjutnya adalah mengumpulkan segenap
kekuatan yang berpihak kepada kita, mari kita lakukan suatu
penyergapan secara tiba-tiba sehingga membuat perempuan rendah
itu jadi gelagapan tak karuan..."
"Betul!" sambung si Utusan Peronda Gunung seraya tertawa
seram. "Song Loo toa kita bertemu lagi di kebun bunga belakang tiga
jam kemudian..."
Setelah berunding lagi dengan suara lirih, ke-tiga orang itu saling
berpisah dan lenyap di balik pepohonan.
******
478
IMAM TANPA BAYANGAN II
Cahaya sang surya memancar masuk lewat jendela dan menyinari
permukaan yang luas, sesosok bayangan manusia terbias di tengah
kilatan cahaya menunjukkan perawakannya yang tinggi.
Dengan pandangan keheranan Pek In Hoei sedang mengamati
ruang besar yang indah, mewah, dan megah itu. Setelah dayang
menghidangkan air teh masing-masing pun mengambil tempat duduk.
Dengan sepasang biji mata yang berapi-api Kiong cu melirik
sekejap ke atas wajah Pek In Hoei si Jago Pedang Berdarah Dingin,
lalu menghela napas dalam-dalam, di atas wajahnya yang terhias
senyuman secara mendadak terlapis satu kekesalan dan kemurungan
yang tipis.
Terdengar ia tertawa hambar lalu berkata :
"Pek kongcu, mengenai persoalan yang menyangkut pedang
mustika penghancur sang surya dari partai anda, apakah kau sudah
tahu akan asal usulnya serta ikatan budi dan dendam yang terkait
dalam hal ini..."
"Asal usulnya?" seru Pek In Hoei tertegun. "Aku belum pernah
mendengar akan hal ini..."
Kiong cu tertawa.
"Inilah persoalan pertama yang akan kubicarakan dengan
kehadiran Pek Kongcu dalam istana kami pada hari ini. Walaupun
nama besar istana Mo Kiong dari laut Tang hay kami jadi tersohor di
dalam dunia persilatan karena tindak tanduknya yang bengis dan
menakutkan serta pembunuhan-pembunuhan yang mengerikan, tetapi
kau harus tahu bahwa sebagian besar korban yang mati di tangan kami
adalah termasuk di antara manusia-manusia laknat yang sudah terlalu
banyak melakukan kejahatan. Asalkan seseorang telah memahami
keadaan yang sebenarnya dari istana kami maka mereka pasti akan
mengetahui apa sebenarnya yang sudah terjadi dengan istana Mo
Kiong..."
479
Saduran TJAN ID
Tatkala Pek In Hoei mendengar bahwa pihak lawannya
mengungkap soal pedang sakti penghancur sang surya dari partai
Thiam cong, dalam hati merasa tertegun. Ia mengerti bahwa senjata
tajam ini sudah terlalu banyak mengikat tali budi dan dendam di
dalam dunia persilatan, tetapi berhubung situasi di dalam dunia
kangouw selalu berubah dan kebanyakan orang kangouw masih
disibukkan oleh hadirnya beberapa kekuatan baru maka masih jarang
sekali ada orang yang menuntut persoalan itu.
Dengan nada tercengang ia segera bertanya :
"Persoalan pedang sakti penghancur sang surya yang diungkap
Kiong cu, sebenarnya apa yang telah terjadi?"
Kiong cu termenung dan berpikir sebentar,kemudian menjawab :
"Setelah Si pedang sakti Cia Ceng Gak dengan sebatang
pedangnya berhasil mengalahkan ratusan orang jago lihay yang ada
di daratan Tionggoan tempo dulu, para partai yang ada di dalam Bu
lim segera menjuluki dia sebagai malaikat dari ilmu pedang, tetapi
persoalan ini justru telah menggusarkan hati seorang Boe Beng Loo
jien kakek tanpa nama yang berdiam di kolam pedang gunung Thian
san, orang ini sepanjang masa berlatih pedang dengan tekun dan tak
pernah mencampuri urusan kangouw, tetapi justru dikarenakan
keyakinannya yang begitu besar terhadap keberhasilannya di dalam
ilmu pedang maka setelah mendengar bahwa di dalam dunia kangouw
telah muncul seorang jago lihay yang masih muda belia, di samping
keinginannya untuk mengalahkan Cia Ceng Gak di ujung pedangnya,
dia pun ingin mengingatkan pula kepada seluruh umat Bu lim bahwa
di atas puncak gunung Thian san masih terdapat seorang jago pedang
yang maha sakti..."
Kiong cu melirik sekejap ke arah Pek In Hoei, setelah berganti
napas ujarnya kembali :
"Dengan membawa sebilah pedang sakti Leng Pek Kiam dari
gunung Thian san si kakek tanpa nama itu langsung menyerbu ke
gunung Thiam cong, di situ ia tantang Cia Ceng Gak untuk berduel.
480
IMAM TANPA BAYANGAN II
Partai Thiam cong yang jadi tersohor di kolong langit berkat
kelihayan Cia Ceng Gak sudah tentu tak ingin pamornya rontok
dengan begitu saja, mula-mula mereka kirim jago-jago lihaynya untuk
memberitahukan kepada kakek tanpa nama itu bahwa Cia Ceng Gak
tak ada di atas gunung, kemudian baru mengutus jago-jagonya untuk
bertarung melawan kakek tua itu. Dalam sekejap mata si kakek tanpa
nama telah memukul keok ke-tiga puluh dua orang jago lihay dari
partai Thiam cong kemudian menantang Cia Ceng Gak untuk bertemu
di puncak Soe Sim Hong gunung Huang san, apabila ia tidak datang
maka julukannya sebagai si pedang sakti dipersilahkan dihapus dari
muka Bu lim, kalau tidak maka partai Thiam cong harus menutup
pintu mengasingkan diri. Selesai berpesan demikian sambil tertawa
terbahak-bahak pergilah si kakek tanpa nama itu.
Pek In Hoei yang mendengar sampai di sini segera merasakan
hatinya tergetar keras, selanya :
"Sucouw ku apakah menepati janji dan mengadakan pertemuan
dengan si kakek tanpa nama di puncak Soe Sim Hong gunung Huang
san..."
Kiong cu menghela napas panjang.
"Selama hidupnya sucouwmu berlatih pedang dengan tekun dan
rajin, tentu saja ia tak mau menghadiahkan julukan si pedang sakti
yang diperolehnya dengan susah payah itu kepada orang lain dengan
percuma, sekembalinya ke gunung Thiam cong dan mendengar
tantangan tersebut, saking kheki dan mendongkolnya selam tiga hari
ia tak mau berbicara dengan siapa pun juga. Seorang diri ia menutup
diri di belakang gunung untuk berlatih tiga gerakan terakhir dari ilmu
pedang Thiam cong Kiam hoat. Pada keesokan hari ke-enam setelah
meninggalkan tulisan seorang diri ia berangkat ke puncak Soe Sim
Hong gunung Huang san..."
Berbicara sampai di sini Kiong cu merandek sejenak, setelah
memandang sekejap ke atas wajah Pek In Hoei terusnya :
481
Saduran TJAN ID
"Ketika ia tiba di puncak Soe Sim Hong si kakek tanpa nama itu
sudah menanti lama sekali di situ. Begitu Cia Ceng Gak berjumpa
dengan kakek tanpa nama itu tanpa mengucapkan sepatah kata pun ia
segera cabut keluar pedangnya dan bertarung melawan kakek
tersebut. Siapa tahu baru saja lewat tiga jurus pedang milik Cia Ceng
Gak sudah terbabat kutung oleh senjata mestika si kakek tanpa nama.
Sadarlah Cia Ceng Gak bahwa senjatanya tak mampu menandingi
milik orang, maka setelah meninggalkan beberapa patah kata dengan
menunggang perahu ia menuju ke laut Tang hay..."
"Menang kalah belum ditentukan, mau apa sucouwku berangkat
ke laut Tang hay?" tanya Pek In Hoei tertegun.
Dari catatan sebuah kitab ilmu pedang Cia Ceng Gak mendapat
tahu bahwa jauh di dasar samudra Tang hay terdapat sebilah pedang
mestika yang amat tajam, untuk membalas dendam atas patahnya
pedang di ujung senjata si kakek tanpa nama, ia bersumpah akan
menemukan pedang sakti itu dari dasar laut Tang hay, tetapi dalam
catatan ilmu pedang itu tidak ditegaskan di manakah persis letaknya
pedang itu. Untuk mencari sebilah pedang di tengah samudra yang
luas tentu saja bukan pekerjaan yang gampang. Dalam
keputusasaannya berangkatlah Cia Ceng Gak menuju ke istana Mo
kiong kami, di kebun bunga belakang ia berjumpa dengan ibuku.
Sebagai pemuda yang berwajah tampan lagi pula seorang ahli dalam
bercinta akhirnya ia mengikat tali perkawinan dengan ibuku..."
Sebagai seorang gadis remaja yang baru meningkat dewasa,
tatkala berbicara sampai di sini air mukanya tanpa terasa berubah jadi
merah padam, suaranya jadi lirih dan kepalanya tertunduk rendahrendah,
sambil mempermainkan ujung baju terusnya kembali :
"Walaupun ibuku belum pernah meninggalkan laut Tang hay
barang satu langkah pun, tetapi terhadap semua kejadian yang
berlangsung di daratan Tionggoan mengetahui jelas bagaikan melihat
jari tangan sendiri, setelah beliau mengetahui bahwa maksud tujuan
Cia Ceng Gak mengarungi samudra datang ke laut Tang hay adalah
482
IMAM TANPA BAYANGAN II
untuk mencari pedang sakti yang tenggelam di dasar lautan, maka
dengan suatu kesempatan dengan memberanikan diri ibuku telah
mencuri kitab catatan benda aneh di luar lautan milik kakekku. Sedikit
pun tidak salah, dalam catatan kuno itulah mereka berhasil
menemukan letak yang persis dan tepat dari pedang sakti penghancur
sang surya itu..."
"Apa? Pedang sakti yang dicari Sucouwku adalah pedang
mestika penghancur sang surya..." hampir saja Pek In Hoei meloncat
bangun saking kagetnya.
Kiong cu tersenyum manis.
"Apanya yang aneh? Meskipun Cia Ceng Gak memiliki
kepandaian silat yang maha sakti tetapi ia tak memiliki sebilah pedang
mestika yang ampuh, kalau tidak mana ia bisa jatuh kecundang di
tangan kakek tanpa nama. Untuk memenuhi harapan dari Cia Ceng
Gak, di luar pengetahuan engkongku secara diam-diam ibuku telah
mengumpulkan tiga belas orang penyelam yang terbaik, dengan
diawasi sendiri berangkatlah mereka mencari pedang mestika
tersebut. Siapa tahu meskipun pedang sakti penghancur sang surya
berhasil didapatkan tetapi karena peristiwa itulah telah mengundang
datangnya satu bencana besar di laut Tang hay.
Kiranya pedang sakti penghancur sang surya ini dahulunya
adalah senjata ampuh milik Sie Jiet Coen cu untuk menaklukkan iblis
di dasar lautan Timur yang disebut kerbau laut, dalam suatu
pertarungan kerbau-kerbau laut itu berhasil dipaksa masuk ke dalam
sebuah liang es, dengan cahaya tajam dari pedang sakti itulah kerbaukerbau
laut itu dikekang kehebatannya. Setelah pedang sakti itu
dicabut maka kerbau laut itu pun munculkan diri kembali di dalam
samudra dan kehadiran dari makhluk aneh itu telah menimbulkan
gelombang pasang yang amat dahsyat, bukan saja air pasang jadi
tinggi bahkan seratus buah perahu nelayan yang berada di sekeliling
tempat itu telah tenggelam ke dasar laut termakan ombak.
483
Saduran TJAN ID
Ibuku yang membawa pedang sakti penghancur sang surya
berhasil lolos dari bahaya maut, tetapi ke-tiga belas ahli penyelam itu
semuanya tewas ditelan Kerbau laut. Kejadian ini setelah diketahui
engkongku, dia orang pun jadi teramat murka, ibuku seketika
dikurung dan kepada Cia Ceng Gak didesaknya agar menyerahkan
kembali pedang sakti penghancur sang surya itu. Tentu saja Cia Ceng
Gak tak mau menyerah dengan begitu saja hingga suatu pertempuran
sengit segera berlangsung.
Cia Ceng Gak tidak ingin melukai orang, dengan membawa
pedang sakti itu buru-buru dia kembali ke daratan Tionggoan dan
langsung menuju ke puncak gunung Thian san untuk menantang si
kakek tanpa nama berduel.
Kendati pedang sakti Leng Pek Kiam adalah sebilah pedang
mestika, namun senjata itu bukan tandingan pedang sakti penghancur
sang surya, dalam jurus yang ke-tiga pula pedangnya terpapas putus
oleh senjata Cia Ceng Gak. Dalam terkejut serta gusarnya si kakek
tanpa nama muntah darah tiga kali, dengan membawa rasa dendam
dan sakit hati berlalulah orang itu dari tempat tinggalnya, sejak itu
tiada kabar beritanya lagi dan mungkin ia telah bersembunyi karena
malu bertemu dengan orang..."
Dalam waktu singkat ia telah menyelesaikan kisah ceritanya,
wajah gadis itu pun mulai terpengaruh oleh perasaan hingga dari
kelopak matanya nampak titik air mata.
Setelah menghela napas panjang, ujarnya dengan sedih :
"Dengan pedang mestika itu Cia Ceng Gak berhasil menuntut
balas atas sakit hatinya, tetapi ibuku justru kena dicelakai, dalam
penjara ia tak dapat melupakan diri Cia Ceng Gak, setiap hari ia
berharap agar kekasihnya bisa datang berkunjung ke laut Tang hay
untuk menjenguk dirinya, perpisahan yang tergesa-gesa menimbulkan
rasa rindu yang amat tebal.
Siapa tahu kepergian Cia Ceng Gak sama sekali tak ada kabar
beritanya, bahkan sepucuk surat pun tidak ada yang melayang tiba.
484
IMAM TANPA BAYANGAN II
Pek kongcu! Coba lihat bukankah sucouwmu itu terlalu tak ada
perasaan..."
Pek In Hoei tidak menyangka kalau di balik persoalan ini masih
terkandung masalah yang demikian rumit dan kacaunya, mendengar
pertanyaan itu ia jadi tertegun, pelbagai ingatan dengan cepat
berkelebat di dalam benaknya.
"Seandainya apa yang ia katakan semuanya adalah kenyataan,
maka tindakan Sucouw pada masa yang silam memang termasuk tiada
perasaan," pikirnya di dalam hati. "Tetapi aku sebagai anak murid
partai Thiam cong, tidaklah pantas kalau mengatakan hal yang bukanbukan
mengenai sucouwku sendiri..."
"Tentang soal ini... tentang soal ini..." serunya gelagapan.
Kiong cu tertawa dingin, ujarnya kembali :
"Sucouwmu begitu tak berbudi dan tak berperasaan membuat
ibuku merasa amat menyesal. Sesaat sebelum menghembuskan
napasnya yang terakhir ia berpesan kepadaku agar mencari jejak dari
Cia Ceng Gak dan menuntut balaskan sakit hati ibu yang telah
meninggal, atau kalau tidak tarik kembali pedang sakti penghancur
sang surya dan dikembalikan ke dasar laut Tang hay, agar peristiwa
ini dapat cepat beres. Tetapi... berhubung kabar berita mengenai Cia
Ceng Gak masih belum menentu, maka terpaksa pun Kiong cu harus
mengundang kehadiranmu untuk menyelesaikan masalah ini..."
"Meskipun aku memperoleh peninggalan pedang mestika
penghancur sang surya dari sucouwku tetapi aku sendiri pun tidak
tahu akan mati hidup dari Sucouw dia orang tua," ujar Pek In Hoei
dengan nada sedih. "Seandainya Kiong cu memang bersikeras hendak
menarik kembali pedang mestika penghancur sang surya ini,
bagaimana kalau kau tunggu dulu sampai aku berhasil membalaskan
dendam sakit hati ayahku serta membangun kembali partai Thiam
cong..."
"Tujuanku yang paling penting di dalam perjalanan jauhku
datang ke daratan Tionggoan adalah mencari kabar berita mengenai
485
Saduran TJAN ID
Cia Ceng Gak," kata Kiong cu dengan hambar. "Sekalipun dia sudah
mati, aku pun harus menggali tulang belulangnya..."
Mendadak Pek In Hoei merasakan hatinya bergolak keras, suatu
tekanan batin yang aneh timbul di dalam benaknya.
"Apakah kau pun ikut membenci sucouwku..." tanyanya.
"Tentu saja," sahut Kiong cu sambil tertawa dingin. "Aku sangat
mencintai ibuku, maka aku pun ikut membenci akan ketidak
berperasaannya Cia Ceng Gak, sebab sedari kecil aku sudah ketularan
sifat-sifat dari ibuku. Terhadap pelbagai persoalan aku bisa
memandang dengan gembira, bisa pula memandang dengan
kemurungan. Mungkin kau merasa bahwa hal ini sangat aneh, tetapi
kenyataan memang demikian..."
Berbicara sampai di sini ia berpaling sekejap ke kiri kanan, tibatiba
teriaknya :
"Siauw Coei!"
Buru-buru Coei Coei lari ke depan, tanyanya sambil memberi
hormat :
"Kiong cu, kau ada petunjuk apa?"
"Coba kau pergilah keluar dan coba tengok apakah adik It-boen
sudah datang atau belum?"
Coei Coei memberi hormat dalam-dalam dan segera
mengundurkan diri dari situ.
Sepeninggalnya dara berbaju putih tadi, dengan pandangan mata
yang tajam bagaikan sebilah pisau belati ia menatap sekejap wajah
Pek In Hoei, lalu tanyanya dengan nada sedih :
"Dari pembicaraan adik It-boen aku dengar bahwa di depan
perkampungan Thay Bie San cung kau pernah menghancurkan dua
puluh empat buah lentera merahnya, hingga membuat ke-tiga orang
dewa panjang usia dari lautan merasa amat terperanjat, Pek kongcu
benarkah pernah terjadi peristiwa semacam ini?"
Tatkala Pek In Hoei mendengar secara tiba-tiba Kiong cu dari
Istana Mo Kiong mengungkap tentang persoalan ini hatinya jadi
486
IMAM TANPA BAYANGAN II
tertegun, dalam waktu singkat bayangan wajah seorang gadis yang
dingin dan ketus tertera nyata di dalam benaknya, senyum serta
dengusan gusar It-boen Pit Giok dengan begitu nyata tertera di dalam
benaknya...
Diam-diam ia menghela napas panjang, ujarnya :
"Nona It-boen berotak cerdas dan berkepandaian lihay, cayhe
mana bisa dibandingkan dengan dirinya..."
Mendadak dari luar ruang tengah berkumandang datang suara
bentakan serta teriakan tajam, dengan wajah pucat pias bagaikan
mayat terburu-buru Coei Coei lari masuk ke dalam, kemudian
tangannya bergerak memberi kode rahasia.
Melihat gerakan tangan dara berbaju putih itu, air muka Kiong cu
berubah hebat.
"Kau mau apa?" tegurnya.
"Kiong cu," seru Coei Coei dengan suara gemetar, "Song Ceng
To mereka..."
Kiong cu mendengus dingin, ia segera ulapkan tangannya.
"Kau segera mengundurkan diri dan suruh mereka bersiap sedia,
di tempat ini biar aku yang atur sendiri..."
Saking gelisah dan cemasnya Coei Coei gelengkan kepalanya
berulang kali kemudian berkelebat masuk ke dalam ruang belakang.
Baru saja badannya berkelebat lenyap dari pandangan, dari luar
ruang tengah sudah terdengar suara langkah kaki manusia
berkumandang datang, terdengarlah Song Ceng To sambil tertawa
seram berseru :
"Kiong cu, aku Song Ceng To ada urusan hendak mohon
bertemu..."
"Hmmm! Bukankah sudah kukatakan tadi bahwa tiga jam
kemudian baru aku akan menjumpai kalian?"
Walaupun Song Ceng To yang berada di luar ruangan
mempunyai kedudukan yang cukup tinggi di dalam istana Mo Kiong,
487
Saduran TJAN ID
tetapi dia pun tak berani secara gegabah menerjang masuk ke dalam,
sambil tertawa seram segera jengeknya :
"Kiong cu, apakah kau tidak sudi untuk berjumpa dengan
diriku?"
"Apa maksudmu?" seru Kiong cu dengan air muka berubah
hebat.
Song Ceng To mendehem dan tertawa seram :
"Heeeh... heeeh... heeeeh. sejak istana Mo Kiong dari laut Tang
hay didirikan hingga kini belum pernah aku dengar ada orang bisa
hidup keluar dari Kereta Kencana Pembawa Maut, ini hari Kiong cu
telah bertindak di luar kebiasaan bahkan menahan orang hukuman di
tempat ini, entah bagaimanakah penjelasan dari Kiong cu..."
"Hmmm! Masuklah ke dalam!" jengek Kiong cu dingin.
"Rupanya mau tak mau harus berjumpa dengan kalian berdua..."
Peraturan dari istana Mo Kiong amat ketat sekali, sebelum Kiong
cu mengijinkan siapa pun tidak diperkenankan tanpa sebab berjalan
masuk ke dalam ruang tamu. Meskipun Song Ceng To menduduki
jabatan sebagai penilik dari istana Mo kiong, tetapi sebelum secara
resmi bentrok ia tak berani bertindak secara gegabah.
Dengan wajah dingin dan menyeramkan si kakek tua itu berjalan
masuk ke dalam ruang tengah, ujarnya sambil tertawa mengejek :
"Kiong cu, kau menerima seorang luar asing di tempat ini, apakah
tidak merasa bahwa perbuatanmu itu telah menurunkan pamor serta
derajat sendiri?"
"Song Ceng To!" bentak Kiong cu nyaring. "Rupanya kau
sengaja datang kemari untuk membuat gara-gara..."
Air muka Song Ceng To berubah membeku, hatinya bergetar
keras dan dengan cepat ia berpikir :
"Perempuan rendah, kau jangan berlagak sok lebih dulu, nanti
sebentar kau bakal tahu sampai di manakah kelihayanku..."
Dalam hati berpikir demikian, di luar ia tertawa dingin dan
menyahut :
488
IMAM TANPA BAYANGAN II
"Kiong cu, perkataanmu terlalu menusuk perasaan orang, di kala
ibumu masih hidup di kolong langit pun ia menaruh sikap mengalah
tiga bagian terhadap aku si orang she Song, sedang kau... Hmm!...
hampir boleh dibilang dalam pandanganmu sama sekali tiada orang
lain..."
Air muka Kiong cu berubah hebat.
"Besar amat nyalimu, berani benar kau cari satroni dengan aku
orang..." bentaknya.
Sambil berkata ia bangkit berdiri, dengan wajah adem dan
pandangan penuh kegusaran ditatapnya wajah si kakek licik dan
berhati kejam ini tanpa berkedip.
Ketika meloncat bangun tadi, di atas wajah sang Kiong cu
terlintas napsu membunuh yang amat tebal dan cukup menggidikkan
hati orang, kewibawaannya yang besar serta sikap yang dingin dan
tajam membuat Song Ceng To yang menyaksikan merasakan hatinya
bergetar keras.
"Kiong cu, apakah kau hendak membinasakan diriku?" tegur
Song Ceng To dengan air muka berubah hebat.
Dengan wajah yang tetap hambar sedikit pun tidak menunjukkan
perasaan apa pun, jawab Kiong cu ketus :
"Kalau kau sudah memahami akan hal ini, itu lebih dari cukup,
kau mesti tahu bahwa di dalam istana Mo kiong bagaimana pun juga
aku adalah tetap seorang majikan , sekalipun kau merupakan
pembantu setia dari ibuku almarhum dan setiap kali menghadapi
persoalan aku selalu mengalah tiga bagian kepadamu, tetapi di dalam
bentrokan gy cukup tajam dan berbahaya ini sekalipun aku tiada niat
untuk membinasakan dirimu, aku rasa kau pun tidak nanti akan
melepaskan aku bukan begitu?"
"Hmm, rupa-rupanya kau sudah mengetahui segala sesuatunya."
"Aku sudah terlalu memahami akan tingkah lakumu," sahut
Kiong cu dengan nada menghina. "Kau bukan lain adalah seekor rase
tua yang lebih mementingkan kepentingan diri pribadi daripada
489
Saduran TJAN ID
kesetiaan yang jujur, aku pun tahu bahwa sebagian besar kekuatan
yang berada di dalam istana Mo kiong hampir seluruhnya berada di
pihakmu, tetapi sampai sekarang kau tak berani bentrok secara
langsung dengan diriku adalah disebabkan karena kau masih menaruh
rasa jeri terhadap tiga jurus ilmu pedang pengejar nyawa keluargaku,
seandainya aku tidak memiliki serangkaian ilmu pedang yang bisa
menandingi ilmu pedang keturunan keluarga Song dan keluarga Lie,
aku percaya bahwa kalian tidak akan sejinak ini untuk tunduk di
bawah perintahku."
"Hmmm!..." Dengusan berat bergema keluar dari lubang hidung
Song Ceng To, sorot mata bengis berkelebat lewat dalam kelopak
matanya, mendadak dengan wajah membesi ujarnya sambil tertawa
dingin.
"Perkataanmu terlalu tak enak didengar, apalagi berada di depan
mata orang luar. Kiong cu mempermainkan serta memperolok-olok
diri loohu, hal ini jelas menunjukkan bila kau sudah tak pandang
sebelah mata pun terhadap diri loohu. Heeeh... heeeh... heeeh...
sebenarnya aku masih tiada maksud untuk melakukan
pemberontakan, tetapi berada di dalam keadaan serta situasi seperti
ini aku tak bisa tidak harus memberikan pernyataan pula..."
"Orang she Song, tak usah banyak bacot lagi, kalau kau anggap
peristiwa ini terlalu memalukan, apa salahnya kalau saat ini juga kita
selesaikan persoalan ini? Pun Kiong cu dengan andalkan sebilah
pedang siap untuk melangsungkan kembali pertarungan dengan
keluarga Song dan keluarga Lie kalian guna memperebutkan
kedudukan majikan dan pembantu ini. Tetapi kalian mesti ingat
bahwa pertarungan ini adalah suatu pertarungan adu jiwa, sampai
waktunya mungkin saja bakal ada di antara kalian yang roboh terluka
atau binasa..."
Rupanya perempuan ini sudah mengambil keputusan bulat di
dalam hati kecilnya, perkataan tersebut diutarakan amat lambat dan
memperlihatkan suatu kewibawaan yang tebal.
490
IMAM TANPA BAYANGAN II
Song Ceng To sadar bahwa kepandaian mereka masih terpaut
jauh, namun tak seorang pun yang buka suara, mereka hanya tertawa
dingin tiada hentinya.
"Ambil pedang!" Kiong cu segera bertepuk tangan tiga kali dan
berteriak keras.
Coei Coei mengiakan dan munculkan diri, di tangannya
membawa sebilah pedang antik yang amat indah, lalu dengan sikap
hormat diangsurkan ke tangan sang Kiong cu.
Setelah menyambut pedang antik itu, perlahan-lahan Kiong cu
meloloskannya separuh bagian, tegurnya dengan nada ketus :
"Kenalkah kau akan pedang ini?"
Air muka Song Ceng To berubah sangat hebat, dengan perasaan
jeri ia mundur dua langkah ke belakang, bisiknya dengan suara
gemetar :
"Pedang tidak kenal budi... pedang tak kenal budi..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... pedang tak kenal budi akan
membunuh manusia tak berbudi, pedang mestika ini diserahkan oleh
ibuku sendiri kepadaku di kala beliau hendak menghembuskan
napasnya yang terakhir, di atas pedang tersebut tercantum pula nama
dari nenek moyang keluarga Song serta keluarga Lie kalian. Di bawah
ujung pedang tak kenal budi selamanya tak boleh mempunyai pikiran
cabang, kalau tidak maka ia harus mati di ujung pedang ini..."
"Kiong cu!" seru Song Ceng To dengan wajah sedih. "Kalau kau
mengeluarkan pedang ini, maka loohu tidak berani untuk turun tangan
lagi..."
"Hmmm..." Kiong cu mendengus dingin. "Kau tak usah berpurapura
menunjukkan wajah rasemu yang licik itu, pedang tak kenal budi
tak akan muncul secara sembarangan, setiap kali muncul baru akan
masuk kembali ke dalam sarung setelah ternoda darah segar. Kau
sebagai anggota laut Tang hay semestinya mengetahui juga bukan
akan peraturan ini..."
Ia tertawa sinis, ujarnya kembali :
491
Saduran TJAN ID
"Kau hendak paksa aku turun tangan, atau kau turun tangan
sendiri untuk melakukan bunuh diri..."
"Aku hendak merebut kesempatan terakhir untuk berduel
melawan dirimu..." teriak Song Ceng To dengan penuh kebencian.
Kiong cu tertawa hambar :
"Kau... sebelum kau menemui ajalmu lebih baik tunjukkanlah
sedikit semangat enghiongmu, tentu saja aku tak akan menghalangi
dirimu untuk memperoleh kesempatan yang baik untuk
mempertahankan diri. Song Ceng To! Undanglah konco-konco kau
semua agar mereka sekalian bisa masuk ke dalam ruangan..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... " Song Ceng To tertawa terbahakbahak,
dari luar ruangan segera terdengarlah suara langkah kaki
manusia yang ramai berkumandang memecahkan kesunyian, disusul
terlihatlah Lie Ban Kiam serta si Utusan Peronda Gunung dengan
memimpin puluhan orang pria berbaju hitam yang menyoren pedang
semua berjalan masuk ke dalam, begitu tiba di dalam ruangan mereka
segera menyebarkan diri membentuk setengah lingkaran busur dan
dengan cepat mengurung Kiong cu serta Pek In Hoei rapat-rapat.
"Apakah kalian semua hendak berkhianat?" tanya Kiong cu
sambil tertawa enteng.
Pria berbaju hitam itu tak berani menjawab, si Utusan Peronda
Gunung yang takut hati orang-orang itu goyah dan sebelum bertempur
sudah lari terbirit-birit lebih dahulu, sambil menyapu sekejap ke arah
orang-orang itu sahutnya :
"Kiong cu bertindak terlalu berat sebelah dan tidak adil, kami
sekalian tak sudi diperintah lagi..."
"Hmmm!" Kiong cu mendengus sinis, bentaknya :
"Kau adalah seorang yang telah dijatuhi hukuman mati, dengan
andalkan hak apa kau ikut angkat bicara di sini?"
Si Utusan Peronda Gunung itu merasa terkesiap untuk beberapa
saat lamanya ia berdiri tertegun di tempat semula dan tidak tahu mesti
menjawab bagaimana.
492
IMAM TANPA BAYANGAN II
Lie Ban Kiam yang menyaksikan keadaannya yang serba kikuk
itu segera tertawa sinis dan menyahut :
"Pada saat ini kau sudah tidak berhak untuk mengurusi dirinya
lagi..."
Criing... suara lengking nyaring pedang yang nyaring
berkumandang memenuhi seluruh ruangan, cahaya tajam seketika
memancar ke empat penjur, selapis cahaya kehijau-hijauan
menyelimuti angkasa dan menyilaukan mata siapa pun jua.
"Tunggu sebentar!" buru-buru Song Ceng To berseru :
"Kau masih ada perkataan apa lagi yang hendak diutarakan?"
tegur Kiong cu dingin.
"Siapakah dia?" tanya Song Ceng To sambil melirik sekejap ke
arah Pek In Hoei.
Mendengar perkataan itu dengan cepat Pek In Hoei meloncat
bangun, sahutnya :
"Aku adalah si Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei, kau
ada urusan apa?"
Song Ceng To tertawa dingin, ia tidak menggubris perkataan
orang sebaliknya dengan wajah menyeramkan berpaling ke arah
Kiong cu dan berseru :
"Bajingan cilik ini bukan anggota istana kita, mengapa kau
mengambil keputusan untuk menyelesaikan masalah rumah tangga
kita di hadapannya? Apalagi dia adalah terhukum yang sudah dijatuhi
hukuman mati oleh Kereta Kencana Pembawa Maut, Loohu harap
Kiong cu selesaikan dahulu persoalan ini baru kemudian
membicarakan persoalan di antara kita..."
"Ooooouw...! Rupanya kau bermaksud agar aku membinasakan
dirinya..." seru Kiong cu dengan air muka berubah.
"Hal ini tentu saja, seandainya bukan lantaran bajingan cilik ini
yang bikin gara-gara, Coei Coei serta Utusan Peronda Gunung pun
tak akan terjadi bentrokan yang mengakibatkan urusan jadi semakin
493
Saduran TJAN ID
runyam, seandainya kita bicarakan bibit bencana yang terutama maka
nomor satu kita mesti ari bajingan ini..."
Si Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei tidak menyangka
kalau hati si rase tua Song Ceng To begitu kejam dan licik, ternyata
secara sengaja menyeret dirinya terjerumus ke dalam kancah
persoalan yang serba rumit ini, sepasang alisnya kontan berkerut dan
napsu membunuh menyelimuti seluruh wajahnya.
"Kiong cu!" teriaknya sambil tertawa gusar. "Apakah cayhe pun
mempunyai kesempatan untuk melakukan pertarungan..."
"Tentu saja ada! Selamanya pihak istana Mo kiong dari laut Tang
hay mempunyai satu peraturan, barang siapa dapat secara beruntun
merobohkan tiga buah rintangan maka Pun Kiong cu akan
memberikan hadiah suatu kekuasaan yang paling tinggi baginya,
kekuasaan itu adalah sikap hormat seluruh anak murid yang ada di
dalam istana Mo kiong terhadap dirinya melebihi hormat seorang
murid terhadap gurunya, di samping itu dia pun akan tercantum
sebagai seorang enghiong dari lautan Timur."
"Haaaah... haaaah... haaaah... bagus sekali," teriak Pek In Hoei
sambil tertawa terbahak-bahak. "Cayhe akan bertempur lebih dahulu
melawan si rase tua ini..."
Sambil berkata ia segera menuding ke arah Song Ceng To.
Kakek tua she Song yang dituding macam begini tentu saja jadi
amat gusar, saking mendongkolnya ia sampai mencak-mencak
bagaikan kebakaran jenggot, sambil meraung keras tubuhnya segera
menubruk ke depan, bentaknya sambil balas menuding ke arah si anak
muda itu :
"Bajingan! Kau tak usah berlagak sok di tempat ini, kau harus
tahu bahwa setiap orang dari laut Tang hay bisa membinasakan
dirimu..."
"Hey kawan, saat ini bukanlah waktunya untuk membual atau
jual omongan... siapa mampu siapa tidak sebentar lagi akan diketahui
dengan nyata, lagakmu yang marah-marah macam begini sudah
494
IMAM TANPA BAYANGAN II
melanggar pantangan paling besar bagi seorang ahli silat, aku nasehati
dirimu lebih baik tenangkanlah hatimu lebih dulu dan tunggulah
sampai aku turun tangan..."
Song Ceng To tidak malu jadi seorang tokoh lihay dari lautan
Timur, setelah mendengar perkataan itu hatinya terkesiap, dengan
cepat ia tekan hawa amarah yang masih berkobar di dalam dadanya.
"Heeeh... heeeh... heeeh... bajingan cilik," serunya sambil tertawa
seram. "Kau masih belum pantas untuk bergebrak melawan diriku,
meskipun loohu ada niat untuk membinasakan dirimu dengan telapak
tangan sendiri, tetapi peraturan dari Tang hay tidak bisa dilanggar
karena persoalanmu, karena itu terpaksa..."
Sinar matanya dialihkan ke arah seorang pria berbaju hitam yang
berdiri di hadapannya, kemudian menambahkan :
"Chee Loo jie, majulah ke depan dan jagal bajingan cilik itu..."
Di dalam rentetan jago lihay angkatan ke-tiga Chee Loo jie
termasuk salah seorang murid kebanggaan dari Song Ceng To.
Ketika mendengar perintah dari gurunya, pria itu segera
mengiakan dan tampil ke depan, cahaya pedang berkelebat lewat,
sambil memperlihatkan sikap bersiap sedia, ia lintangkan pedangnya
di depan dada.
Memandang pria berbaju hitam itu, Pek In Hoei tertawa
menghina, ejeknya sinis :
"Huuuh, memegang pedang pun belum kencang begitu mau
bergebrak melawan diriku..."
Chee Loo jie melengak, tanpa sadar dia alihkan sinar matanya ke
arah ujung pedang sendiri, tampaklah pedang terangsur dengan kuat
dan mantapnya ke arah depan, begitu tajam dan kuat ujung senjata itu
hingga kelihatan begitu kokoh dan kuat.
Dengan penuh kegusaran kontan teriaknya :
"Kau tak usah ngaco belo tak karuan, kalau punya kepandaian
tunjukkanlah gaya gerakan ini kepadaku."
495
Saduran TJAN ID
"Huuuh, nih, lihatlah baik-baik!" jengek si anak muda itu sambil
tertawa mengejek.
Mendadak telapaknya berkelebat melancarkan satu serangan
totokan, dengan ujung jari tersebut diguratnya di tengah udara
menunjukkan suatu gerakan jurus pedang.
Chee Loo jie yang menyaksikan hal itu jadi melongo dan berdiri
termangu-mangu, ia sama sekali tidak berhasil mengetahui gerakan
tersebut menunjukkan jurus apa.
Sambil menggetarkan ujung pedangnya, ia segera membentak :
"Cabut keluar pedangmu, belum pernah aku bergebrak melawan
orang yang tidak bersenjata."
Pek In Hoei tarik kembali gerakannya dan mengundurkan diri ke
belakang, serunya dingin :
"Dalam gerakanku barusan apakah kau bisa lihat bagian manakah
yang kuserang dalam tubuhmu?"
"Aku tidak akan mempedulikan persoalan sebanyak itu," teriak
Chee Loo jie, "Aku hanya kenal pedang tak kenal manusia, kalau
cuma ngomong melulu tiada gunanya, ayoh kita tentukan menang
kalah kita di ujung senjata, setelah bertempur dengan cepat kita akan
tahu siapa yang lebih hebat di antara kita berdua..."
Maksud hati si Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei yang
sebenarnya adalah membuat Chee Loo jie tahu kesukaran dan
mengundurkan diri, siapa tahu pria ini bukan saja tak mengenal budi
malahan sebaliknya memaksa pemuda itu untuk turun tangan.
496
IMAM TANPA BAYANGAN II
Jilid 21
DALAM keadaan apa boleh buat si anak muda itu hanya bisa
menghela napas panjang belaka, perlahan-lahan ia loloskan pedang
sakti penghancur sang surya yang tersoren di punggungnya.
Setelah menggetarkan ujung pedangnya membentuk enam buah
kuntum bunga pedang, Pek In Hoei tertawa dingin dan berkata :
"Sekarang kau boleh segera turun tangan!"
Chee Loo jie membentak keras, ia segera bersiap sedia
melancarkan serangan mautnya.
Mendadak Lie Ban Kiam yang berdiri di sisi kalangan meloncat
maju ke depan dengan wajah serius ia tarik tangan Chee Loo jie untuk
mundur ke belakang kemudian kepada Song Ceng To tanyanya :
"Song Loo toa, kenalkah kau akan pedang mestika tersebut?"
Tiba-tiba air muka Song Ceng To berubah hebat, serunya :
"Aaaah! Pedang mestika penghancur sang surya... bagus sekali,
Kiong cu, rupanya bukan saja kau membantu orang lain, bahkan
membela pula musuh besar dari ibumu. Hmmm! Sungguh tak nyana
kau adalah seorang anak yang tidak berbakti..."
"Kau berani bicara mengawur seenaknya sendiri?" bentak Kiong
cu dengan gusarnya.
Rupanya perempuan ini merasa teramat gusar setelah mendengar
ejekan itu, tapi disebabkan sesuatu alasan tertentu rasa gusar itu masih
dipertahankan di dalam dadanya. Setelah tertawa dingin dengan
pandangan hambar dan tiada berperasaan apa pun ia mendongak dan
memandang atap ruangan tengah itu.
497
Saduran TJAN ID
Pek In Hoei sendiri ketika menyaksikan sang Kiong cu tidak
mengutarakan komentar apa-apa, segera mengetahui bahwa ia
bermaksud agar dirinya turun tangan secepat mungkin.
Pada dasarnya dalam hati kecil pemuda ini memang amat
mendendam atas ketidakmaluan Song Ceng To, pedangnya segera
dilintangkan ke arah depan dan berseru :
"Kalau kau ada maksud untuk bergerak, tiada halangan cabut
keluar pedangmu dan mari kita coba..."
Song Ceng To bukanlah seorang manusia yang gampang
termakan oleh hasutan, ia tertawa sinis dan menepuk-nepuk bahu
Chee Loo jie, katanya lirih :
"Dalam pertarungan babak pertama ini kau harus menyaksikan
pahalamu!..."
Chee Loo jie mengangguk di tengah udara, mendadak sambil
menciptakan selapis cahaya tajam dari bawah menuju ke arah atas
langsung mencukil ke arah tubuh lawan.
Pek In Hoei si Jago Pedang Berdarah Dingin terperanjat juga
melihat kepandaian lawan, ia tidak menyangka kalau ilmu pedang
yang dimiliki pria itu sedemikian lihaynya, dalam serangan itu hawa
pedang memancar ke empat penjuru dan pertama-tama membendung
dahulu tiga buah jalan mundur lawannya.
Diam-diam ia mengagumi akan kelihayan musuhnya, hingga
tanpa sadar pemuda itu berseru :
"Sebuah jurus To Liong Can Coe membunuh naga menebas
mutiara yang sangat lihay!"
Berhubung pertarungan babak pertama ini mempunyai pengaruh
yang besar bagi perkembangan selanjutnya maka dengan wajah serius
ia menghindarkan diri dari serangan pedang lawan, kemudian dengan
gerakan yang tercepat laksana sambaran bayangan secara tiba-tiba
mengirim satu tusukan ke depan.
Sekujur badan Chee Loo jie gemetar keras, ia merasa tusukan
yang dilancarkan lawannya ini bagaikan tanduk tajam dari kambing
498
IMAM TANPA BAYANGAN II
gunung, bagaikan pula naga yang membentangkan cakarnya, sedikit
pun tak bisa diraba bagian tubuh manakah yang sedang diancam,
hatinya bergidik dan di dalam keadaan gelagapan buru-buru ia
mengundurkan diri ke belakang...
Sreeet! di tengah desiran hawa pedang yang tajam, pakaian
bagian dada dari Chee Loo Jie terbabat hingga robek. Robekan baju
berkibar terhembus angin. Dengan wajah merah padam karena jengah
ia tertawa keras, ujarnya kepada Song Ceng To.
"Aku telah menyia-nyiakan harapan serta jerih payahmu
mendidik dan memelihara diriku, dalam keadan begini aku tiada muka
untuk bertemu dengan orang lagi."
Habis berkata pedangnya segera digetarkan dan langsung ditusuk
ke arah ulu hati.
Perubahan yang terjadi secara mendadak dan di luar dugaan
semua orang ini segera membuat para jago berdiri tercengang, laksana
kilat Song Ceng To berkelebat ke depan, dengan cepat ia putar telapak
tangannya menghajar rontok ujung pedang yang hampir menembusi
ulu hati pria berbaju hitam itu.
"Kenapa kau mesti mengurusi diriku?" ujar Chee Loo Jie dengan
nada sedih. "Aku sudah tiada muka untuk hidup lebih lanjut..."
"Heeeh... heeeh... heeeh... hal ii tak dapat salahkan dirimu," seru
Song Ceng To sambil tertawa seram. "Kedahsyatan tenaga lweekang
yang dimiliki keparat cilik ini jauh di luar perhitunganku, tunggu
sajalah kau di situ, biar aku sendiri yang hadapi bajingan ini."
Sementara itu Lie Ban Kiam telah menggetarkan pedang
panjangnya, lalu berkata :
"Song Loo toa, biar aku yang minta petunjuk lebih dulu akan
kelihayan ilmu pedang penghancur sang surya dari bajingan cilik
ini..."
Di dalam urutan jago pedang istana Mo kiong, kedudukan Lie
Ban Kiam adalah nomor tiga dari atas. Kecuali tiga jurus ilmu pedang
pengejar nyawa dari Kiong cu serta ilmu pedang tanpa bayangan dari
499
Saduran TJAN ID
keluarga Song, boleh dibilang ilmu pedang Gulungan Ombak dari
keluarganyalah termasuk paling dahsyat.
Kini setelah menyaksikan kehebatan ilmu pedang yang dimiliki
Pek In Hoei, hatinya jadi bergidik, tanpa mempedulikan
kedudukannya lagi ia berebut meloncat keluar ke tengah kalangan.
"Lie Ban Kiam!" ejek Kiong cu sambil tertawa dingin. "Kau
hendak mengalahkan dirinya di dalam jurus yang ke berapa..."
"Di dalam sepuluh jurus, aku hendak mencabut selembar jiwa
anjingnya di ujung pedangku..."
Pek In Hoei yang mendengar kata sesumbar itu kontan jadi naik
pitam, bentaknya :
"Hey, orang takabur! Lebih baik kau jangan bicara yang mulukmuluk
tanpa pakai perhitungan, serangkaian ilmu pedang rongsokan
yang kau miliki itu belum tentu merupakan ilmu pedang yang tiada
tandingan di kolong langit, kalau terlalu banyak bicara hati-hati
lidahmu kalau sampai tersambar geledek hingga putus jadi dua
bagian..."
Rupanya di dalam hal ilmu pedang Lie Ban Kiam telah berhasil
melatih dirinya hingga mencapai pada taraf yang paling sempurna,
sindiran serta ejekan-ejekan yang dilontarkan Pek In Hoei sama sekali
tidak berhasil memancing reaksi apa pun darinya, bahkan orang itu
tetap bersikap tenang seolah-olah tak pernah memikirkan persoalan
itu di dalam hati.
"Percuma kalau kau hanya pandai jual omongan dan bersilat lidah
melulu, lebih baik kita segera turun tangan..." serunya ketus.
Dalam hati si Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei merasa
hatinya bergidik, pikirnya :
"Sungguh lihay kakek tua ini, kata-kata ejekanku yang berusaha
untuk memanasi hatinya ternyata gagal total. Ditinjau dari sikapnya
yang tenang serta sanggup menahan diri dari amukan angkara murka
yang berkobar di dalam hatinya jelas di dalam hal tenaga lweekang
orang yang bernama Lie Ban Kiam ini jauh lebih lihay beberapa
500
IMAM TANPA BAYANGAN II
bagian daripada Chee Loo Jie, di dalam bertarung nanti aku harus
bersikap lebih hati-hati..."
Ia tarik napas dalam-dalam, sorot matanya berkilat tajam dan
menatap wajah lawannya tanpa berkedip, pedang panjang
direntangkan ke muka, sekilas cahaya tajam yang amat menyilaukan
mata memencar keluar dari ujung senjata tersebut dan menyorot ke
seluruh penjuru, gerakan yang lamban dan perlahan itu menunjukkan
seolah-olah serangan tersebut dibebani oleh suatu kekuatan yang
besar.
Inilah merupakan puncak dari suatu ilmu pedang, semakin lambat
gerakan pedang tersebut semakin dahsyat pula akibatnya.
Lie Ban Kiam yang menjumpai keadaan itu, hatinya jadi
terkesiap, serunya dengan nada keras :
"Hampir saja aku tertipu oleh akal muslihatmu, rupanya
kelihayanmu jauh berada di luar penilaianku semula!"
"Terima kasih atas pujianmu," jawab Pek In Hoei ketus. "Lebih
baik kau bersiap-siaplah dengan sempurna, sebab cayhe segera akan
turun tangan melancarkan serangan."
Dengan air muka serius dan berat ia maju selangkah ke depan,
pergelangan tangannya menggunakan kesempatan di kala
menggeserkan sang badan ke depan itulah diayun ke muka mengirim
satu babatan pedang, demikian cepat babatan tadi hingga jauh di luar
dugaan siapa pun, sekilas berkelebat tahu-tahu ujung senjata telah
memantul keluar.
Kelihatannya tusukan kilat ini segera akan menembusi tubuh Lie
Ban Kiam, orang-orang yang berada di empat penjuru segera menjerit
kaget, dalam perkiraan mereka orang she Lie tersebut kali ini pasti
akan menemui ajalnya.
Siapa tahu Lie Ban Kiam segera tertawa dingin, sambil
menggerakkan badan bergeser tempat, pedangnya laksana gulungan
ombak di tengah sungai langsung membalas ke depan.
501
Saduran TJAN ID
Orang ini sudah mendalami intisari ilmu pedang, ternyata di
dalam sebuah jurus serangannya mengandung tiga buah perubahan,
dan di dalam setiap perubahan itu masing-masing mengancam sebuah
jalan darah penting di tubuh Pek In Hoei.
Meskipun si Jago Pedang Berdarah Dingin menggunakan senjata
mestika penghancur sang surya untuk bergerak melawan musuhnya
dan di dalam senjata memperoleh keuntungan, tetapi setelah ia
melancarkan beberapa babatan kemudian secara mendadak
menemukan bahwa di balik serangan pedang lawan mengandung
sesuatu kekuatan daya tekan yang maha besar memancar keluar dari
ujung cahaya pedangnya, setiap kali serangan pedangnya bersarang di
tubuh lawan selalu saja arah tujuan pedangnya terpukul miring ke
samping oleh daya tekanan tersebut, hal ini menunjukkan bahwa
kepandaian lawan benar-benar sudah mencapai kesempurnaan.
Saking gelisahnya keringat dingin mengucur keluar membasahi
seluruh tubuhnya, ia jadi bingung dan tidak habis mengerti bagaimana
caranya menghadapi serangan ilmu pedang yang demikian anehnya
itu.
Mendadak terdengar Lie Ban Kiam tertawa dingin, kemudian
serunya :
"Heeeh... heeeh... heeeh... rupanya jurus ilmu pedang yang kau
pahami cuma satu jurus itu saja!"
Dengan ganas dan kuatnya ia mengibaskan sang pedang ke muka
membentuk serangkaian lapisan pedang yang kuat, di tengah suara
dentingan nyaring mendadak tubuh ke-dua belah berpisah satu sama
lainnya, sementara kutungan pedang berserakan di tengah udara.
Sambil mencekal kutungan pedangnya Lie Ban Kiam membentak
keras :
"Bajingan cilik, kau sudah pasti harus modar disini!"
Mendadak ia meloncat bangun, kutungan pedangnya dengan
menciptakan serentetan cahaya tajam dari atas meluruk ke bawah,
dalam waktu singkat tiga puluh enam buah jalan darah penting di
502
IMAM TANPA BAYANGAN II
seluruh tubuh Pek In Hoei telah terkurung di tengah kilatan cahaya
pedangnya.
Sang Kiong cu yang menyaksikan kejadian itu air mukanya
berubah hebat, segera bentaknya :
"Lie Ban Kiam! Jurus serangan yang ke berapakah itu?"
"Jurus ke-sepuluh..." sahut Lie Ban Kiam dengan terengahengah,
cepat ia tarik kembali serangannya dan mengundurkan diri ke
belakang."
"Hmm..." Kiong cu tertawa dingin, "di dalam jurus 'Im Hoan Yoe
Can' atau Mega Mengumpul Hujan Berderai itu kau telah
menyembunyikan berapa gerakan?? Huuuh, begitu masih bisabisanya
mengaku sebagai ahli waris dari keluarga Lie di laut Tang hay
yang dapat membinasakan lawannya di dalam satu jurus tiga
gerakan..."
Air muka Lie Ban Kiam berubah jadi pucat pias bagaikan mayat,
serunya dengan nada gemetar :
"Kiong cu, rupanya kau ada maksud mendesak loohu agar
menemui ajalnya di hadapanmu..."
"Lie jie," sela Song Ceng To sambil tertawa dingin. "Masih
ingatkah kau apa tujuan kita datang kemari?"
"Heeeh... heeeh... heeeh. membunuh perempuan rendah ini,"
sahut Lie Ban Kiam sambil tertawa seram.
"Bagus, sekarang waktunya sudah tiba, kita tak usah menanti
lebih jauh lagi. Bagaimana pun juga perempuan rendah serta bajingan
cilik ini tak akan lolos dari tangan kita dalam keadaan selamat, peduli
amat kita sudah gunakan berapa jurus..."
"Taaaang...! Mendadak di tengah udara berkumandang suara
genta yang amat nyaring, suara genta itu bagaikan kendang emas yang
mendengung keras membuat seluruh ruangan itu jadi bising dan
memekakkan telinga.
503
Saduran TJAN ID
Dalam waktu yang amat singkat itulah air muka Kiong cu
mendadak berubah jadi amat tegang, seolah-olah ia telah
menyaksikan suatu peristiwa yang amat menakutkan.
Ditulis Oleh : ali afif ~ Ali Afif Hora Keren
Tulisan Cersil Jorok Cerita : ITB 12 ini diposting oleh ali afif pada hari Senin, 03 April 2017. Terimakasih atas kunjungan Anda serta kesediaan Anda membaca Tulisan ini di Blog Ali Afif, Bukan Blogger terbaik Indonesia ataupun Legenda Blogger Tegal, Blogger keren ya Bukan. Kritik dan saran dapat anda sampaikan melalui kotak komentar.