Cerita Mesum Artis Selebritis : ItB 18
- Cerita Ngentot Dewasa : ITB 17
- Cerita Dewasa Asli Terjadi : ITB 16
- Cerita Dewasa Nyata Terjadi : ITB 15
- Cerita Dewasa Ngentot : ITB 14
- Cerita Dewasa Ngeseks : ITB 13
- Cersil Jorok Cerita : ITB 12
- CERITA DEWASA kETIDURAN : ITB 11
- Cerita Selingkuh Dosen : ITB 10
- Cerita Mesum Dewasa : ITB 9
- Cerita Dewasa Silat : Imam Tanpa Bayangan 8 Bagian...
- Cerita Mesum Dewasa : ITB 7
- Cerita Silat Dewasa: ITB 6
- Cerita Dewasa Baru :ITB 5
- Cerita Dewasa ABG : ITB 4
- Cerita Mesum ITB 3
- Cerita Dewasa Silat ITB 2
- Cerita Dewasa Imam Tanpa Bayangan 1
pernah dicemoohkan dengan kata-kata yang tak sopan, ketika
menyaksikan Pek In Hoei yang begitu jumawa seakan-akan sama
sekali tak pandang sebelah mata pun terhadap dirinya, ia jadi naik
darah, sambil tertawa seram teriaknya keras-keras :
"Bajingan cilik, rupanya kalau kau tidak diberi peringatan yang
pedas, maka kau tak akan tahu sampai dimanakah kelihayanku."
Pedang panjang dalam genggamannya segera digetarkan keraskeras,
sekilas cahaya busur terlontar ke tengah udara dan menggulung
keluar dengan cepatnya.
Lu Kiat segera menggerakkan tubuhnya sambil berseru :
"Aku dengar ilmu silat yang kau miliki lihay sekali, aku ingin
sekali mohon petunjuk darimu."
Tercengang hati Bong Yu Seng ketika menyaksikan Lu Kiat
dengan senjata terhunus menyongsong kedatangannya, sesudah
tertegun sejenak tegurnya :
"Bocah keparat, kau tidak takut menghadapi kematian?"
Pada saat ini keberanian dalam hati Lu Kiat berkobar, ia merasa
ada segulung hawa panas yang bergelora dalam dadanya, membuat
rasa jeri dan takut yang semula menyelimuti dirinya tersapu lenyap.
Sambil tertawa keras dengan suara yang lantang, pedang panjang
dalam gengamannya laksana kilat membacok ke depan.
"Hmmm... tak kunyana kau pun punya sedikit simpanan juga!"
ejek Bong Yu Seng sambil mendengus dingin.
1010
IMAM TANPA BAYANGAN II
Rupanya ia tertarik oleh permainan pedang Lu Kiat yang begitu
aneh dan saktinya itu, tanpa terasa timbul kegembiraannya untuk
melayani permainan lawan, pedangnya dengan cepat diputar dan
mencukil ke atas, arah serangannya aneh dan sama sekali tidak
terduga.
Lu Kiat terkesiap, ia merasa permainan pedang lawannya
merupakan sejurus serangan yang belum pernah dijumpai
sebelumnya, buru-buru dia menyingkir ke samping dan
menghindarkan diri.
Tetapi kemana pun Lu Kiat pergi dan bagaimana pun cepatnya
dia berusaha untuk menghindarkan diri, jurus serangan lawan yang
begitu cepat selalu membuntuti di belakang tubuhnya, hal ini
membuat dia terkejut dan segera pikirnya :
"Jurus serangannya benar-benar aneh sekali, entah permainan
apakah itu..."
Dalam keadaan yang terdesak dan keteter hebat, terpaksa pemuda
she Lu itu harus putar badan sambil melancarkan tangkisan, segenap
kekuatan tubuh yang dimilikinya segera dikerahkan keluar.
Traaang...! Terdengar suara benturan nyaring yang memekakkan
telinganya, percikan bunga api muncrat ke-empat penjuru, sekilas
cahaya putih seketika memancar keluar mengiringi benturan nyaring
tersebut, setelah berputar satu lingkaran busur di udara cahaya putih
tadi rontok ke atas tanah.
Air muka Lu Kiat berubah hebat, serunya dengan suara gemetar
:
"Aku..."
Ujung pedang lawan yang tajam telah menempel di atas
tenggorokannya memaksa pemuda itu tiada kesempatan untuk
menggerakkan tubuhnya lagi, dengan pandangan ngeri bercampur
takut dia awasi wajah Bong Yu Seng tanpa berkedip.
"Keparat cilik, bagaimana rasanya serangan pedangku ini?"
jengek jago she Bong itu sambil tertawa seram.
1011
Saduran TJAN ID
Mimpi pun Lu Kiat tak pernah menyangka dia sebagai seorang
jago pedang kenamaan yang sudah lama terjun di dalam dunia
persilatan harus menelan kekalahan di tangan orang dalam tiga jurus
serangan, ia merasa malu dan kehilangan muka, sambil menahan rasa
dendam teriaknya keras-keras:
"Ayoh sekalian bunuhlah diriku! Ayoh cepat turun tangan!"
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... persoalan itu hanya menunggu soal
waktu saja, apa yang perlu kau gelisahkan?" sahut Bong Yu Seng
sambil tertawa seram.
Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei berdiri tertegun
melihat kesemuanya itu, ia tak mengira kalau pihak lawan memiliki
ilmu silat yang begitu dahsyat sehingga Lu Kiat dengan kepandaian
ilmu pedangnya yang cukup tangguh harus menelan kekalahan dalam
tiga jurus belaka, perubahan tersebut berlangsung terlalu cepat
membuat ia tak sempat memberikan pertolongan.
Dengan wajah serius ia segera bergerak maju ke muka, tegurnya
dengan nada berat :
"Bawa pergi tudingan pedangmu itu!"
"Hehmmm... hehmmmm... hehmmm... dengan andalkan apa kau
hendak memerintah diriku? Bangsat cilik, pentangkan matamu lebarlebar
dan coba lihat siapakah aku, jangan kau anggap aku begitu tak
becus seperti gentong nasi hingga angkat pedang pun tak mampu..."
"Aku tidak merasa bahwa kau memiliki suatu kepandaian yang
tinggi di dalam permainan pedang," seru Pek In Hoei dengan nada
hambar, "kemampuan yang kau miliki sekarang hanya bisa terhitung
sebagai suatu hasil yang kecil sekali, untuk memperdalam satu tingkat
lagi... Hmm kau masih terlampau jauh..."
Criiing...! Tiba-tiba terdengar suara dentingan nyaring
berkumandang di udara, sekilas cahaya putih meluncur ke depan
dengan kecepatan bagaikan petir.
1012
IMAM TANPA BAYANGAN II
Ketika Bong Yu Seng merasakan pandangan matanya jadi silau,
tahu-tahu tudingan pedang dalam genggamannya sudah tersampok ke
samping.
Menggunakan kesempatan yang sangat baik itulah Lu Kiat segera
meloloskan diri dari ancaman maut.
"Toako, kau tidak terluka bukan?" tegur Pek In Hoei sambil
tersenyum setelah dilihatnya pemuda she Lu itu lolos dari ancaman
bahaya maut.
Sikap pemuda she Pek itu masih tetap tenang-tenang saja dan
seakan-akan ia tak pernah melakukan sesuatu apa pun, baik gerakan
mencabut pedang mau pun gerakan masukkan kembali senjatanya ke
dalam sarung, semua berlangsung dalam sekejap mata dan cepat
hingga sukar diikuti dengan pandangan mata.
Demonstrasi penampilan ilmu yang begini dahsyatnya itu bukan
saja menggerakkan hati Bong Yu Seng, sekali pun Lu Kiat yang
mengetahui akan kelihayan dari rekannya pun diam-diam ikut kagum
dan memuji tiada hentinya.
"Bocah keparat!" seru Bong Yu Seng dengan napas tercengang,
"tak kunyana permainan pedangmu begitu cepat dan luar biasa..."
Sesudah mengetahui akan kelihayan musuhnya kali, ini raksasa
bertenaga sakti yang bernama Bong Yu Seng ini tak berani pandang
enteng lawannya lagi, dengan wajah serius dia angkat pedangnya ke
atas sesudah tarik napas panjang ia menerjang maju ke depan
mendekati pemuda she Pek itu.
"Bong Yu Seng! Cepat kembali, hari ini kita telah berjumpa
dengan seorang jago lihay..." teriak Yan An dengan wajah serius.
Perlahan-lahan dia cabut pedangnya, setelah membentuk gerakan
melingkar di tengah udara, senjata itu perlahan-lahan disilangkan di
depan dadanya.
Inilah tanda rahasia yang memerintahkan anak buahnya untuk
membentuk barisan pedang, Gui Ku Jin serta Bong Yu Seng dengan
cepat meloncat ke muka, masing-masing berdiri di satu posisi, dalam
1013
Saduran TJAN ID
waktu singkat Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei sudah
terkurung di tengah kepungan.
Lu Kiat jadi terperanjat, buru-buru teriaknya :
"Adik In Hoei, tunggulah sebentar! Akan kubantu dirimu..."
Dengan cepat dia menyambar pedang tajamnya yang
menggeletak di atas tanah, kemudian dengan wajah serius melangkah
masuk ke dalam kurungan barisan pedang itu.
Tercekat hati Jago Pedang Berdarah Dingin, ia berteriak :
"Toako, jangan maju kemari!"
"Tidak!" tampik Lu Kiat sambil menggeleng, "aku tidak akan
membiarkan engkau seorang menempuh bahaya..."
"Toako bukannya aku tidak pandang sebelah mata terhadap
dirimu, terus terang saja kukatakan musuh yang harus kita hadapi
sekarang terlalu ampuh, jika kau turut serta dalam pertarungan ini
maka bukan saja tidak akan membantu apa-apa bahkan malah akan
mencabangkan pikiranku untuk melindungi keselamatanmu."
"Tentang soal ini," Lu Kiat merasa sakit hati, akhirnya ia
menghela napas panjang, "Aaaai...! Mungkin perkataanmu ada
benarnya."
Pemuda ini pun menyadari sampai di manakah taraf kepandaian
yang ia miliki, jika ilmu pedangnya dibandingkan dengan ilmu
pedang milik Jago Pedang Berdarah Dingin maka ia masih
ketinggalan jauh sekali. Seperti apa yang dikatakan Pek In Hoei tadi,
ikut sertanya dia dalam pertarungan itu bukan saja sama sekali tak ada
gunanya, bahkan justru akan merunyamkan suasana.
Karena itu dengan mulut membungkam dan menekan rasa sedih
dalam hatinya, ia mundur kembali ke belakang.
"Adik In Hoei," bisiknya dengan suara gemetar, "jika kau tidak
beruntung dan mati binasa di tempat ini, aku pun tidak ingin hidup
lagi!"
"Kenapa? Kenapa kau harus berbuat demikian?" tegur Pek In
Hoei dengan jantung berdebar keras, "Toako! Jangan sekali-kali kau
1014
IMAM TANPA BAYANGAN II
mempunyai jalan pikiran seperti itu, seandainya nasibku jelek dan
menemui ajal di tempat ini maka kau harus berusaha melarikan diri,
latihlah kembali ilmu silatmu dengan tekun kemudian balaskan sakit
hatiku."
"Hmmm... hmmm... gampang amat kalau bicara," jengek Yan An
sambil tertawa seram, "kalau kau modar maka dia pun tak akan lolos
dari tempat ini."
Jago Pedang Berdarah Dingin mengerutkan sepasang alisnya,
selintas hawa napsu membunuh yang tebal berkelebat memenuhi
wajahnya, satu senyuman dingin tersungging di ujung bibir membuat
pemuda itu nampak jumawa sekali.
"Huuh...! Kau anggap aku pasti bernasib jelek dan menemui ajal
di tanganmu?"
"Haaaah... haaaah... haaaah... kejadian ini tak usah diragukan
lagi, setelah kami di kolong langit jarang sekali terdapat manusia yang
mampu menandingi tenaga gabungan kami apalagi kau..."
"Hmm! Siapa tahu kalau aku adalah salah seorang dan
antaranya," sela pemuda itu dengan cepat.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... hal itu merupakan suatu bagian
yang sama sekali tak masuk di akal," ejek Yan An dengan nada
menghina, "jika kau mampu meloloskan diri dari kepungan barisan
pedang kami dalam keadaan hidup, maka kami empat saudara akan
melakukan bunuh diri di hadapanmu, waktu itu kau tak usah turun
tangan sendiri lagi."
Orang itu terlalu percaya pada kekuatan sendiri, dalam
pandangan matanya di kolong langit tak terdapat seorang manusia pun
yang berharga untuk dinilai apalagi pihak lawannya adalah seorang
pemuda yang masih muda usia, perkataan semacam itu dalam
pendengaran mereka berempat tidak termasuk ucapan yang takabur.
Siapakah yang mampu menandingi tenaga gabungan mereka
berempat yang begitu dahsyat?"
Pek In Hoei segera mendengus dingin, serunya :
1015
Saduran TJAN ID
"Kalau bicara janganlah terlalu takabur dan muluk-muluk, hatihatilah
dengan lidahmu kalau tersambar petir."
"Haaaah... haaaah... haaaah... bocah cilik kau tak usah banyak
bacot lagi, ayoh turun tangan!" teriak Hay San Jin sambil tertawa
terbahak-bahak... tak kusangka kalau kesombonganmu jauh lebih
hebat daripada kami berempat."
Jago Pedang Berdarah Dingin mendengus ketus, dengan
pandangan serius ia saput sekejap ke empat orang tokoh sakti tadi, ia
tahu serta pertempuran sengit tak akan terhindar lagi.
Dia tarik napas panjang-panjang, tangannya meraba gagang
pedang dan perlahan-lahan mencabut keluar pedang mestika
penghancur sang surya itu, cahaya tajam yang menyilaukan mata
seketika berpencar di udara, hawa pedang berwarna hijau bagaikan
asap tebal menyelubungi sekeliling tempat tersebut.
"Aaaah...! Rupanya Cia Ceng Gak telah serahkan nyawanya yang
ke-dua kepadamu!" seru Yan An dengan wajah berubah hebat,
"Tempo hari kami berempat pernah menderita kekalahan total di
ujung pedang mestika itu, selama ini kami berharap bisa tiba
kesempatan yang baik untuk mencuci bersih kekalahan itu, dan ini
hari kami telah memperolehnya, hati-hatilah bocah, kami akan
berusaha untuk merampas senjata itu dari tanganmu."
"Selam hidup kau tak akan memperoleh kesempatan itu, aku
anjurkan kepada anda lebih baik janganlah bermimpi di siang hari
bolong."
"Haaaah... haaaah... haaaah... kau keliru besar, kesempatan yang
sangat baik itu sebentar lagi akan kami temukan, Pek In Hoei!
Ingatlah baik-baik perkataan kami, bukan saja kau akan kami
kalahkan bahkan pedang mestika itu pun akan kami rampas, kami
akan berusaha untuk menghancurkan benda mestika dari partai Thiam
cong ini agar sejak detik ini lenyap dari permukaan bumi."
Pek In Hoei tertawa dingin.
1016
IMAM TANPA BAYANGAN II
"Ayoh cepat turun tangan! Lebih baik kita putuskan persoalan ini
lewat permainan senjata."
"Tidak salah," sambung Gui Ku Jin dengan alis berkerut, "kita
bicarakan soal enghiong lewat pertarungan, dengan begitu barulah
bisa diketahui siapa lebih unggul di antara kita."
Rupanya Yan An juga tidak ingin membuang waktu lagi, dia
sebagai seorang pemimpin yang memberi komando kepada rekannya
untuk menyerang atau tidak segera tarik napas panjang, pedangnya
diputar di udara.
"Kiam Kui Toa Hay! Pedang sakti lenyap di samudra," bentaknya
keras.
Empat sosok bayangan manusia maju serentak, cahaya pedang
yang tajam ikut terbentang di udara, segulung hawa pedang yang amat
tajam bagaikan gulungan ombak di samudra segera meluncur ke muka
dan mengurung seluruh tubuh Pek In Hoei.
Jago Pedang Berdarah Dingin segera merasa dari arah delapan
penjuru secara berbareng muncul berpuluh-puluh jalur bayangan
pedang yang tajam serta segulung daya tekanan tak berwujud
menekan batok kepalanya.
1017
Saduran TJAN ID
Jilid 41
PELBAGAI ingatan dengan cepat berkelebat dalam benaknya, pada
detik penentuan atas mati hidupnya itu, pedang mestika penghancur
sang surya bagaikan hembusan angin meluncur ke depan dengan jurus
Kiam-si-liat-jin atau terik sang surya hancur terbelah.
Triing...! Triing...! Triing...! Di tengah udara dentingan nyaring
babatan pedangnya berhasil menangkis balik serangan gabungan keempat
bilah pedang panjang yang maha dahsyat itu tetapi dia sendiri
terdesak mundur lima enam langkah ke belakang baru sempat
mempertahankan diri, dadanya naik turun dan napasnya terengahengah,
peluh sebesar kacang kedelai membasahi seluruh jidatnya.
Dari keadaan itu bisa ditarik kesimpulan betapa dahsyat dan
lihaynya serangan gabungan tersebut.
"Keparat cilik," teriak Hay San Jin sambil tertawa tergelak,
"walaupun jurus pertama berhasil kau lampaui, belum tentu jurus kedua
bisa kau hadapi."
Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei menyadari bahwa
serangan yang maha dahsyat sebentar lagi bakal berlangsung, ia
segera tarik napas panjang, dalam hatinya berpikir :
"Kenapa aku tidak berusaha untuk menyerang lebih dahulu, agar
serangan gabungan mereka tak mampu digerakkan?"
Yang dipikirkan pemuda itu sekarang ialah bagaimana caranya
merebut posisi baik serta mengalahkan musuhnya, terhadap kekuatan
tubuh sendiri sama sekali tidak dipikirkannya.
1018
IMAM TANPA BAYANGAN II
Mendadak ia membentak keras, tubuhnya laksana kilat
berkelebat maju ke depan, pedangnya tiba-tiba membabat mendatar
dan terhadap ke-empat orang tokoh sakti itu masing-masing mengirim
satu tusukan.
"Aaah...! Jurus Sin Kiam Si Jit," teriak Bong Yu Seng dengan
suara setengah menjerit.
Jurus serangan ini merupakan inti dari ilmu pedang penghancur
sang surya, ketika Cia Ceng Gak menundukkan ke-empat orang tokoh
sakti tersebut di masa yang lampau, jurus ini pula yang dipergunakan
olehnya. Karena itu setelah menyaksikan kemunculan dari jurus
serangan tersebut, hati mereka jadi tercekat, dengan tindakan yang
berhati-hati dia ayun pedangnya ke muka. Traaang... beberapa kali
dentingan nyaring bergema di angkasa, tiba-tiba senjata pedang di
tangan ke-empat tokoh sakti itu terlepas dari cekalannya dan mencelat
ke udara.
Kejadian ini mengejutkan ke-empat orang itu, membuat mereka
berdiri menjublak dan untuk beberapa saat lamanya tak sanggup
mengucapkan sepatah kata pun.
Bukan saja ke-empat orang itu berdiri tertegun, bahkan Pek In
Hoei sendiri pun melengak dan tak habis mengerti, ia tidak habis
mengerti apa sebab tenaga dalam yang dimiliki ke-empat orang itu
secara tiba-tiba bisa lenyap tak berbekas sehingga keadaannya tak
berbeda dengan manusia biasa.
Pedang mestika penghancur sang surya menyambar lewat dan
meninggalkan satu guratan panjang di tubuh ke-dua orang itu
membuat darah segar segera mengalir keluar.
Gui Ku Jin pertama-tama yang berteriak lebih dahulu, serunya :
"Sungguh aneh, kenapa tenaga dalam ku tiba-tiba bisa lenyap tak
berbekas?"
Yan An tertawa menyeringai dengan seramnya :
"Saudara-saudaraku, kita sudah tertipu oleh siasat poocu!"
katanya keras.
1019
Saduran TJAN ID
"Apa?" teriak tiga orang rekannya dengan terperanjat, enam sorot
mata tajam dan berapi menatap wajah Yan An tanpa berkedip, mereka
sedang menantikan jawaban dari pemimpinnya itu.
Dengan menahan penderitaan dan sakit hati Yan An berkata :
"Obat yang diberikan poocu kepada kita semua adalah puder
pelenyap tenaga, rupanya ia sengaja hendak melepaskan Pek In Hoei
lolos dari sini dan membiarkan kita jadi korban-korbannya di tempat
ini, akhirnya aku berhasil menangkap jitu maksud hati yang
sebenarnya dari poocu."
"Kenapa, kenapa ia begitu tega untuk mencelakai kita semua?"
tanya Hay San Jin dengan suara gemetar.
Yan An menghela napas panjang.
"Aaai...! Kesemuanya ini harus salahkan diri sendiri, kesemuanya
ini adalah kesalahan kita sendiri, saudaraku, sekarang kita cuma
punya satu pilihan saja, dan aku akan berangkat satu tindak lebih
dulu."
"Eeeeei... nanti dulu, kalian toh bukan menderita kalah secara
memalukan..." teriak Pek In Hoei setelah tertegun sebentar, "kenapa
kau..."
"Kurang ajar, kau berani mentertawakan diriku??" bentak Yan
An dengan gusar.
Dia angkat telapak kanannya dan segera digaplokkan ke atas
ubun-ubun sendiri, percikan darah segar segera berhamburan di
angkasa, isi otak berceceran di tanah dan binasalah jago lihay itu.
"Toako..." teriak tiga orang rekan lainnya dengan perasaan
hancur lebur.
Lu Kiat yang menyaksikan kesemuanya itu hanya bisa
menggeleng sambil bertanya :
"Sebenarnya apa yang telah terjadi??"
"Mana aku tahu?" sahut Pek In Hoei lirih, "mungkin hanya poocu
seorang yang mengetahui rahasianya..."
1020
IMAM TANPA BAYANGAN II
Perempuan tua yang bersembunyi di balik pepohonan di tengah
kegelapan segera menghembuskan napas lega setelah menyaksikan
drama yang amat tragis itu, dia menyeka rambutnya yang terurai di
atas dahi lalu berbisik lirih :
"Tek Li, kau terlalu baik terhadap diriku!"
"Hu jin, aku berbuat demikian bukanlah disebabkan ingin
mengampuni Pek In Hoei, kulakukan kesemuanya ini karena aku
tidak ingin kehilangan dirimu!" kata Cui Tek Li sambil gelengkan
kepalanya berulang kali, "Bicara terus terangnya saja, aku benci dan
ingin sekali membinasakan Pek In Hoei dengan telapak tanganku..."
"Tidak! Kau tidak boleh berbuat begitu," teriak perempuan tua
itu dengan suara gemetar, "Pek Tiang Hong telah menemui ajalnya di
tanganmu, kau tak boleh melenyapkan pula sisa keturunannya yang
cuma satu-satunya itu... Tek Li! Dengarkanlah perkataanku..."
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... sudah terlalu banyak yang
kudengar dari mulutmu," seru Cui Tek Li pemilik Benteng Kiam-poo
sambil tertawa seram, "kalau bukan kau yang mintakan ampun buat
dirinya, aku tidak nanti akan membiarkan bocah keparat she Pek itu
tiba di tempat ini. Aaai...! Tahukah engkau mengapa aku berbuat
demikian?? Tidak lain karena dirimu..."
"Aku tahu... dan aku mengerti akan perasaanmu," bisik
perempuan tua itu dengan air mata bercucuran, "kau terlalu baik
terhadap keluarga Pek kami, aku bisa berterima kasih kepadamu,
terutama sekali pada malam ini kau suka melepaskan In Hoei dalam
keadaan hidup. Aku percaya sukma Pek Tiang Hong di alam baka
pasti mengetahui akan hal ini, dan dia pun akan berterima kasih pula
kepadamu..."
"Cukup... cukup..." tukas Cui Tek Li sambil ulapkan tangannya,
"aku tak mau mendengarkan perkataanmu lagi, sekarang kau boleh
pulang lebih dahulu... bila berita ini sampai tersiar di dalam dunia
persilatan, orang-orang Bu lim tentu akan mengatakan bahwa
1021
Saduran TJAN ID
manusia dari Benteng Kiam-poo adalah manusia-manusia yang tak
becus..."
Perempuan tua itu menyeka air mata yang membasahi pipinya
dan mengangguk, "baiklah aku akan kembali dulu ke kamar, jangan
kau katakan kepadanya kalau aku telah datang kemari..."
Cui Tek Li tertawa rawan.
"Pulanglah! Aku agak pusing kepala menghadapi dirimu..."
Perempuan tua itu berpaling dan memandang sekejap ke arah
jago kawakan yang tersohor karena kelicikannya itu, dia tahu mati
hidup Pek In Hoei sepenuhnya berada di tangan pemilik dari Benteng
Kiam-poo ini, karena dia kuatir lelaki itu berubah pikiran maka
dengan sorot mata penuh permohonan ia memandang kembali ke
arahnya.
Cui Tek Li tidak menggubris perempuan tua itu lagi, ia putar
badan dan memandang sekejap ke arah jenazah yang menggeletak di
tengah jalan, wajahnya tidak menunjukkan perubahan apa pun, hanya
senyuman sinis yang menghiasi ujung bibirnya, seakan-akan dia
merasa puas sekali dengan hasil karya yang telah dilakukan olehnya.
Dalam pada itu Jago Pedang Berdarah Dingin serta Lu Kiat telah
melanjutkan kembali perjalanannya menuju ke depan, untuk sesaat
tak seorang pun di antara ke-dua orang itu buka suara dan berbicara,
mereka tidak pernah tahu kalau Cui Tek Li pemilik dari Benteng
Kiam-poo selama ini mengikuti terus di belakang tubuhnya...
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... " tiba-tiba Cui Tek Li tertawa seram
sambil menatap bayangan punggung ke-dua orang itu, serunya :
"Saudara berdua, kionghi untuk kalian semua."
Pek In Hoei serta Lu Kiat bersama-sama menoleh ke belakang,
empat buah sorot mata serentak ditujukan ke atas tubuh rase tua itu,
pandangan mata mereka begitu dingin dan diliputi kewaspadaan.
"Pek In Hoei, aku harus menyampaikan ucapan selamat
kepadamu..." ujar Cui Tek Li sambil tertawa seram.
"Apa yang perlu diselamatkan?"
1022
IMAM TANPA BAYANGAN II
"Selama kau menerobosi tiba rintangan kesemuanya sudah ada
sembilan orang manusia laknat yang menemui ajalnya di tanganmu,
dalam pandanganmu pekerjaan ini merupakan suatu usaha yang
sukses, sebaliknya bagi diriku merupakan suatu kerugian yang
besar..."
"Tak ada yang perlu disayangkan atas kematian dari orang-orang
itu..." tukas Pek In Hoei mendongkol.
"Hmm... tahukah engkau siapakah mereka itu?"
Melihat jawaban dari pemilik Benteng Kiam-poo ini agak aneh
dan tidak beres, sekali lagi Jago Pedang Berdarah Dingin berdiri
tertegun, satu ingatan dengan cepat berkelebat dalam benaknya.
"Dua manusia ganas she-Hoa, tiga mayat hidup serta empat
manusia bengis semuanya terdiri dari sampah masyarakat yang sudah
terlalu banyak melakukan kejahatan, manusia semacam ini sekali pun
mati juga tak perlu disayangkan..." katanya.
Cui Tek Li tertawa dingin.
"Hmmm... tahukah engkau bahwa orang-orang itu bukan saja
terdiri dari manusia keji yang harus dibunuh, mereka pun merupakan
pembantu-pembantu yang telah membunuh ayahmu..."
"Apa?? Kau maksudkan mereka semua ikut dalam peristiwa
pengerubutan terhadap ayahku..." seru Pek In Hoei dengan jantung
berdebar keras.
"Sedikit pun tidak salah, sengaja kuatur kesemuanya ini untuk
dirimu, bukanlah peristiwa ini patut digirangkan dan diberi ucapan
selamat?? Semua manusia-manusia penting yang ikut di dalam
peristiwa pengerubutan di puncak gunung Cing Shia hanya terdiri dari
beberapa orang itu."
"Mengapa kau bantu diriku untuk membalas dendam?" tanya Pek
In Hoei dengan darah panas bergelora.
Cui Tek Li tertawa dingin.
"Aku sama sekali tidak membantu dirimu, aku sedang membantu
diriku sendiri!"
1023
Saduran TJAN ID
"Apa maksudmu??"
Ia merasa bingung dan tak habis mengerti terhadap semua
perkataan yang diucapkan Cui Tek Li pada hari ini, ia merasa
ucapannya merupakan teka teki dan sulit untuk diraba, kendati Pek In
Hoei cerdas tak urung dibikin melongo juga.
"Orang-orang itu ada maksud hendak mengkhianati diriku," ujar
pemilik dari Benteng Kiam-poo lagi, "dan aku pun ada maksud untuk
melenyapkan mereka semua dari muka bumi, kedatanganmu
merupakan suatu hal yang sangat kebetulan, maka kuatur siasat ini
secara rapi..."
Pek In Hoei jadi amat gusar setelah mendengar perkataan itu,
serunya marah-marah :
"Rupanya kau sedang meminjam tanganku untuk melenyapkan
bibit bencana yang mengancam dirimu... bagus, bagus sekali! Cui Tek
Li, kau memang luar biasa sekali dan aku sudah mengenali siapakah
engkau!"
"Hmmmm.... Aku sama sekali tidak mengharapkan ucapan
terima kasih darimu, kalau aku tidak menyusun rencana seperti
sekarang ini, mampukah engkau membasmi semua musuh besarmu
yang ikut serta di dalam peristiwa pengerubutan terhadap ayahmu itu?
Bukankah tindakanku ini menguntungkan ke-dua belah pihak?"
"Hmmmm!" Pek In Hoei mendengus dengan penuh penghinaan,
di atas wajahnya yang tampan terlintas hawa napsu membunuh yang
mengerikan, sorot mata yang tajam bagaikan pisau memancarkan
cahaya berapi-api, karena gusar sekujur badannya gemetar keras, tibatiba
ia melangkah maju setindak ke depan.
"Aku akan menggunakan cara yang jujur dan terbuka untuk
menuntut balas atas sakit hatiku," serunya gegetun, "aku tidak mau
menerima kebaikan hatimu itu!"
"Seandainya aku tidak memberi bantuan, kepadamu dengan
mengatur kesemuanya ini bagimu, aku percaya selama hidup kau tak
nanti berhasil temukan orang-orang itu," ujar Cui Tek Li dengan sikap
1024
IMAM TANPA BAYANGAN II
wajar, "Pek In Hoei! Kau mesti tahu bahwa aku sama sekali tidak jeri
terhadap dirimu, aku berbuat kesemuanya ini karena memandang di
atas wajah ibumu..."
"Pintar amat kau ambil hati orang!" bentak Jago Pedang Berdarah
Dingin dengan nada keras.
"Hmmm!" Cui Tek Li pemilik dari Benteng Kiam-poo
mendengus dingin, "sekarang kau jangan keburu bersenang hati lebih
dahulu, sebab masih ada satu rintangan terakhir yang harus kau lalui
dan akulah yang akan kau hadapi! Bila kau ingin tinggalkan tempat
ini dalam keadaan hidup, lebih baik simpanlah sedikit tenaga untuk
menunggu beberapa saat lagi..."
"Sekarang juga kita boleh mulai turun tangan!" seru Pek In Hoei
dengan wajah hambar.
"Ayohlah berangkat, pintu benteng telah terbuka bagimu..." kata
Cui Tek Li sambil putar badan dan melangkah pergi terlebih dahulu.
Lu Kiat serta Pek In Hoei segera menyusul dari belakangnya,
perasaan hati mereka mulai diliputi ketegangan dan terasa berat
sekali.
Di depan pintu benteng yang kuno berdiri dua baris pria baju
merah yang masing-masing membawa sebuah obor cahaya terang
menyinari daerah sekitar tempat itu membuat suasana jadi terang
benderang dan tidak jauh berbeda dengan keadaan di siang hari.
Tiba-tiba Pemilik Benteng Kiam-poo itu melepaskan jubah
luarnya yang berwarna biru langit, kemudian berkata sambil tertawa :
"Sekarang kau boleh coba menerobos keluar dari rintangan yang
terakhir..."
"Poocu sebelum pertarungan dimulai terlebih dahulu aku ada satu
permintaan yang hendak diajukan kepadamu," kata Pek In Hoei
dengan wajah amat serius.
"Memandang di atas wajah ibumu, aku rasa tidak sepantasnya
kalau kutampik permintaanmu itu. Nah! Katakanlah..."
1025
Saduran TJAN ID
"Hmmm! Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei mendengus
dingin, air mukanya menunjukkan perasaan tidak senang hati.
Dari sikap pemuda itu bisa dilihat betapa susah dan segannya Pek
In Hoei mengucapkan permintaannya, dia tidak ingin diejek dan
dihina terus oleh Cui Tek Li, tetapi ketika sorot matanya membentur
di atas tubuh Lu Kiat yang berada di sisinya, ia segera bertekad untuk
menahan rasa malu serta mengutarakan keinginan hatinya.
Dalam hati dia mengeluh, kemudian ujarnya :
"Andaikata aku bernasib sial dan akhirnya harus mati konyol di
tanganmu, maka aku berharap agar kau jangan menyusahkan toako
Lu Kiat lagi, antara aku dengan dirinya sama sekali tiada ikatan
hubungan apa pun juga..."
"Adik In Hoei, apa maksudmu mengutarakan hal seperti itu??"
teriak Lu Kiat dengan wajah tertegun.
Pek In Hoei tertawa getir.
"Toako kau masih mempunyai ayah dan ibu, kau masih
dibutuhkan tenaganya untuk berbakti kepada mereka dua orang tua,
sedang aku hanya sebatang kara tanpa sanak tanpa saudara, walaupun
harus mati juga tak ada yang perlu disesalkan. Jika kau harus
menemani aku mati di sini, kejadian tersebut boleh dibilang sangat
keterlaluan..."
Lu Kiat sangat terharu sehingga tanpa sadar air mata bercucuran
membasahi pipinya, mendadak dia angkat kepala dan tertawa
panjang, kulit mukanya berkerut beberapa kali, ujarnya :
"Adikku, pendapatmu itu keliru besar... ke-dua orang tuaku baik
sekali dan mereka tidak membutuhkan perawatanku lagi, ini hari
kalau hidup kita akan hidup bersama kalau mati kita akan mati
berbareng, aku tidak mau kalau disuruh lari seorang diri!"
Ia berhenti sebentar lalu dengan suara gemetar sambungnya
kembali :
"Aku lebih-lebih tidak senang kalau kau harus merengek-rengek
minta belas kasihan orang lain karena ingin menyelamatkan jiwaku,
1026
IMAM TANPA BAYANGAN II
perbuatan semacam itu bukan saja merupakan suatu penghinaan
bagimu, bagi diriku pun merupakan suatu penghinaan pula..."
"Apakah kau tidak menyetujui jalan pikiranku ini?? seru Pek In
Hoei dengan gelisah.
"Aku tidak nanti akan melarikan diri guna mencari hidup," seru
Lu Kiat sambil membusungkan dadanya, "adikku, kau tak usah
banyak bicara lagi."
Ketika telapak tangannya menepuk dada itulah tiba-tiba Lu Kiat
menyentuh kembali pedang kecil berwarna perak yang diserahkan Lu
hujin kepadanya sesaat sebelum berangkat, hatinya tercekat dan di sisi
telinganya seakan-akan berkumandang kembali pesan dari ibunya:
"Benda ini merupakan kepercayaan dari Benteng Kiam-poo,
bawalah dan siapa tahu benda tersebut akan bermanfaat bagi kalian
berdua..."
Berpikir sampai di situ, dengan cepat dia ambil keluar pedang
kecil warna perak yang panjangnya hanya tujuh cun itu, sambil
diangsurkan ke depan serunya :
"Poocu, kenalkah engkau dengan benda ini!"
Tergetar keras hati Cui Tek Li pemilik Benteng Kiam-poo setelah
menyaksikan pedang kecil itu, dengan cepat dia loncat maju ke depan,
tegurnya :
"Siapa yang menyerahkan benda itu kepdamu?"
"Ibuku," jawab Lu Kiat dengan nada dingin.
"Bukankah ibumu she In dan kawin Lu Po Eng?"
Lu Kiat tidak menyangka kalau rase tua itu bisa mengetahui
begitu jelas tentang asal usulnya, hingga nama dari ayahnya pun
diketahui dengan amat jelas.
Dengan nada tercengang segera serunya :
"Kau... kau telah mengetahuinya?"
"Serahkan pedang itu kepadaku!"
"Tidak bisa!"
1027
Saduran TJAN ID
"Sejak Benteng Kiam-poo didirikan dalam dunia persilatan sudah
lima batang pedang budi yang tersebar di kolong langit, sekarang aku
sudah menemukan kembali tiga di antaranya dan masih ada dua
batang yang belum ditarik kembali, pedang ini merupakan tanda
perintah tertinggi benteng kami, jika kau ada permintaan cepatlah
utarakan keluar."
"Pentingkah pedang itu bagimu?"
Cui Tek Li mendengus dingin.
"Aku pernah berhutang budi pada keluargamu, sekarang kau
boleh menggunakan pedang pendek itu untuk mohon satu permintaan
apa pun kepadaku, permintaan itu akan kuanggap sebagai balas jasa
terhadap diriku."
Lu Kiat melirik sekejap ke arah Pek In Hoei, lalu berkata :
"Aku hanya ingin agar kau menghapuskan pertarungan yang
terakhir ini."
Bagian 39
"TENTANG soal ini," bisik Cui Tek Li pemilik Benteng Kiam-poo
dengan susah, "permintaanmu itu terlalu kelewat batas, Jago Pedang
Berdarah Dingin secara beruntun telah membinasakan sembilan orang
jago lihay dari benteng kami, andaikata aku biarkan dia pergi dengan
begitu saja maka nama benteng kami niscaya akan hancur
berantakan."
Pek In Hoei segera melirik ke arah Lu Kiat dan berkata :
"Toako lebih baik simpan saja benda itu ke dalam sakumu, kita
sama sekali tidak membutuhkan benda itu untuk digunakan sebagai
benda pemohon ampun dari orang lain, siapa tahu kalau dalam
pertarungan yang terakhir nanti kita akan mendapatkan kemenangan."
"Hmm, kau anggap dengan kemampuanmu yang tak seberapa itu
sudah sanggup untuk menghadapi serangan delapan berantaiku?"
teriak pemilik Benteng Kiam-poo dengan gusar.
Pek In Hoei tertawa dingin.
1028
IMAM TANPA BAYANGAN II
"Kau toh seorang ahli di dalam ilmu pedang, di kala aku
menjebolkan ke-tiga buah rintanganmu itu aku percaya kau pasti
sudah mengetahui sampai di manakah kemampuanku, mampukah
kutembusi rintangan yang terakhir ini aku rasa kau tentu punya
perhitungan sendiri di dalam hati."
Cui Tek Li tertawa seram.
"Pek In Hoei, aku akan bicara terus terang kepadamu," katanya,
"meskipun kau telah memiliki inti sari dari ilmu pedang penghancur
sang surya, tetapi kau masih tetap bukan tandinganku, di dalam tiga
puluh jurus mendatang aku percaya masih mampu untuk
mengalahkan dirimu, jika kau tidak percaya akan kuperlihatkan
sesuatu benda kepadamu!"
Tiba-tiba ia berpaling dan berseru :
"Go Kie!"
Seorang pria baju hitam dengan membawa sebilah pedang
panjang munculkan diri dari tempat kegelapan, Cui Tek Li segera
menerima senjata itu dan mengebaskannya di udara, cahaya tajam
berkilauan dan di dalam waktu singkat ia telah melancarkan tujuh
puluh dua tusukan di angkasa.
Ke-tujuh puluh dua tusukan itu dilancarkan dalam sekejap mata,
bukan saja tangkas bahkan kecepatannya sukar diikuti dengan
pandangan mata.
Terkesiap hati si Jago Pedang Berdarah Dingin melihat kelihayan
musuhnya, dari kilauan bayangan pedang yang bertaburan di angkasa,
dia bisa menarik kesimpulan bahwa untuk mengalahkan pihak
musuhnya bukanlah suatu pekerjaan yang gampang, dengan penuh
rasa sedih dia menggeleng dan tetap membungkam dalam seribu
bahasa.
"Bagaimana?" ejek pemilik Benteng Kiam-poo sambil tertawa
dingin.
"Aku memang belum bisa menandingi kemampuanmu!" jawab
Pek In Hoei dengan sedih.
1029
Saduran TJAN ID
Cui Tek Li segera angkat kepala dan tertawa keras, dia memuji
ketajaman mata Pek In Hoei dan memuji pula akan keberanian
lawannya untuk mengakui keadaan yang sebenarnya, meskipun
merasa bangga dia pun agak bersedih hati.
"Bawa kemari!" ujarnya kemudian pada Lu Kiat, "mari kita
saling bertukar syarat."
Lu Kiat segera angsurkan pedang kecil itu kepada Cui Tek Li,
katanya pula :
"Sejak kini kita masing-masing tidak berhutang satu sama
lainnya."
Pemilik Benteng Kiam-poo tidak mengucapkan sepatah kata pun,
ia berdiri termangu-mangu beberapa saat lamanya kemudian berseru
:
"Buka pintu dan hantar tamu keluar benteng!"
Para pria baju merah yang berdiri di ke-dua belah sisi jalan segera
menyingkir dan pintu benteng yang berwarna hitam pekat perlahanlahan
terbentang lebar, dengan pandangan tercengang orang-orang itu
memandang ke arah dua orang pemuda tersebut, selama sejarah
berlangsung baru pertama kali ini pintu benteng dibuka bagi
musuhnya yang hendak keluar.
"Aaai... kalian adalah orang pertama yang dapat keluar dari
Benteng Kiam-poo dalam keadaan selamat!" ujar pemilik benteng
pedang itu sambil menghela napas.
"Hmm! Pintu bentengmu itu tak akan bisa tertutup untuk
selamanya, akhirnya terbuka juga..." sambung Lu Kiat dingin.
"Benar, mungkin apa yang kau katakan memang benar!" suatu
perasaan sedih yang tak terbendung melintas di wajah jago tua she
Cui itu.
Pek In Hoei yang selama ini membungkam terus tiba-tiba berseru
:
"Poocu, aku akan kembali lagi kemari pada suatu ketika!"
"Mau apa kau kembali lagi ke sini?"
1030
IMAM TANPA BAYANGAN II
"Mencabut jiwa anjingmu."
"Haaaah... haaaah... haaaah... " Pemilik Benteng Kiam-poo
angkat kepala dan tertawa seram tiada hentinya, hawa amarah
berkobar di dalam rongga dadanya tetapi ia tetap bersabar, menanti
bayangan punggung dari Pek In Hoei serta Lu Kiat telah lenyap dari
kegelapan ia baru kembali ke dalam benteng dengan perasaan berat.
*****
Awan putih melayang di atas langit yang biru, angin berhembus
lewat membawa udara yang dingin, daun kering berguguran di atas
tanah dan kicauan burung berdendang menyemarakkan suasana di
pagi hari itu.
Di tengah hembusan angin musim gugur yang dingin, Jago
Pedang Berdarah Dingin serta Lu Kiat dengan menunggang kuda
perlahan-lahan tinggalkan Benteng Kiam-poo berangkat menuju
kebebasan.
Keadaan mereka berdua ibaratnya manusia yang baru mendusin
dari impian buruk, apa yang sudah terjadi kemarin malam membekas
dalam-dalam di hati mereka.
""Aaai...!" terdengar Pek In Hoei menghela napas sedih dan
bergumam seorang diri, "aku hanya segumpal awan, segumpal awan
yang tipis... awan yang tiada tetap tempat tinggalnya, nasib
menentukan aku harus berkelana sepanjang masa, aku baru berhenti
bergelandangan bila jiwaku sudah melayang tinggalkan raga."
Dengan wajah tercengang Lu Kiat angkat kepala dan memandang
pria kekar yang bersemangat jantan itu, ia tak pernah mendengar
pemuda itu mengucapkan kata-kata seperti itu di masa yang silam.
Segera tegurnya dengan nada keheranan :
"Adikku, mengapa engkau?"
"Aku sedang teringat kembali akan asal usulku, serta
penderitaanku selama masih hidup di kolong langit."
1031
Saduran TJAN ID
"Kenapa secara tiba-tiba sikapmu berubah jadi begitu murung?"
seru Lu Kiat sambil gelengkan kepalanya berulang kali, "dengan
kesuksesanmu untuk mengangkat nama dan tersohor di kolong langit,
jarang sekali terdapat manusia di kolong langit ini bisa melampaui
kehebatanmu itu, sepantasnya kalau kau merasa puas dan bangga
dengan hasil yang berhasil kau capai, kau harus puas dengan jerih
payahmu selama berlatih ilmu silat hingga mencapai taraf yang
demikian hebatnya."
Pek In Hoei tertawa getir.
"Napsu angkara murka serta napsu ingin mencapai sesuatu
hingga napsu puasnya merupakan musuh besar bagi umat manusia,"
katanya, "mungkin dalam hatiku pernah timbul napsu untuk menjadi
tersohor di seluruh kolong langit, tetapi pikiran semacam itu kini
sudah lenyap tak berbekas dari dalam benakku, sebab aku teringat
kembali akan daun yang rontok dari dahannya, suatu ketika aku pun
akan jadi tua dan layu, waktu itu ke mana aku harus pergi?"
"Ketika kau sudah menjadi tua dan layu, datang saja ke rumahku,
sebab rumahku akan merupakan rumahmu!" sambung Lu Kiat tibatiba
sambil tertawa.
"Aku tidak membutuhkan benda-benda yang berada dalam
kenyataan, yang kucari adalah kepuasan dalam batin..."
Lu Kiat tertegun.
"Aku tidak mengerti dengan apa yang kau ucapkan barusan!" ia
berseru.
Pek In Hoei gelengkan kepalanya berulang kali.
"Kau belum pernah mengalami bencana serta penderitaan seperti
apa yang pernah kualami, tentu saja kau tidak akan paham terhadap
apa yang kumaksudkan dengan ucapan tersebut, ketika seseorang
telah merasakan pahit getirnya kehidupan seorang manusia di kolong
langit, maka saat itulah dia akan memahami apa artinya kehidupan
seorang manusia di kolong langit, apa yang dibutuhkan seorang
manusia di saat masih hidup di sini."
1032
IMAM TANPA BAYANGAN II
"Lalu apa yang kau butuhkan?" tanya Lu Kiat sesudah termangumangu
beberapa saat lamanya.
Pek In Hoei gelengkan kepalanya dan menghela napas panjang.
"Setiap manusia mempunyai kesulitannya sendiri-sendiri,
tentang hal ini kau tak mungkin akan tahu..."
"Oooh...! Kalau begitu aneh sekali nama besarmu pada saat ini
boleh dibilang amat tersohor di kolong langit dan selama ini belum
pernah ada yang berhasil melampaui kesuksesanmu itu, semua partai
dan perguruan besar telah mensejajarkan nama besarmu di samping
nama besar Cia Ceng Gak, bahkan ada pula yang mengatakan
keberhasilanmu jauh lebih hebat daripada ccb, kesemuanya itu sudah
cukup untuk membuat kau sombong dan berbangga hati, membuat
namammu jadi terkenal dan diketahui orang sebagai malaikat pedang
ke-dua di kolong langit, sekarang apa lagi yang belum kau dapatkan?
Apa yang membuat kau merasa tidak puas? Adik In Hoei, janganlah
terlalu muluk cita-citamu, ketahuilah cita-cita yang terlalu dan tinggi
kadangkala akan mendatangkan kekecewaan yang lebih besar
bagimu, lebih sedikitlah tahu diri..."
"Tentang persoalan ini kau semakin tidak paham lagi," kata Pek
In Hoei sambil tertawa getir, "aku tidak bangga dengan kesuksesan
yang berhasil kuraih selama ini, aku sedang risau karena tak bisa
mengundurkan diri dari kancah pembunuhan serta pergolakan yang
sedang menimpa dunia persilatan ini, ketahuilah semakin tinggi
pohon itu semakin banyak angin yang berhembus lewat, sekarang
kesulitan yang menimpa diriku sudah terlalu banyak."
"Haaaah... haaaah... haaaah... kalau cuma urusan sekecil itu tak
mungkin bisa menyusahkan dirimu, pandanganmu terlalu cupat dan
tidak terbuka, apa susahnya untuk mengundurkan diri dari dunia
persilatan? Asal kau menyembunyikan dari di suatu tempat yang
terpencil, dan jarang didapati manusia, bukankah urusan akan beres
dengan sendirinya."
1033
Saduran TJAN ID
"Aaai.. toako, pandanganmu terlalu sederhana, dunia persilatan
tidak jauh berbeda dengan sebuah gentong berisi air merah, sekali kau
melangkah masuk dan tubuhmu berubah jadi merah, maka sekali pun
dicuci juga tak bisa bersih, hingga mati soal budi dan dendam masih
akan berkecamuk terus pada dirimu."
"Apa sih maksudmu? Aku tak bisa menangkap arti yang
sebenarnya..."
"Di pihakmu mungkin budi dan dendam bisa terselesaikan bila
kau telah mati, tetapi keadaan dalam pandangan lawan sama sekali
berbeda, dia akan memberitahukan kepada putranya dan suruh
putranya membalas dendam, turun temurun mereka akan saling bunuh
tiada hentinya..."
"Oooh... !" Lu Kiat berseru tertahan, diam-diam ia merasa kagum
atas ketajaman pandangan si anak muda itu, meskipun ia sendiri
mempunyai pengalaman yang amat luas, tetapi terhadap
pandangannya mengenai kehidupan manusia tidak sedalam
pandangan dari Pek In Hoei, karena itu dia membungkam dalam
seribu bahasa.
Lama sekali, dia baru menghela napas panjang, katanya :
"Adik In Hoei, mari ikut aku pulang ke rumah!"
"Tidak, sekarang aku telah mengetahui siapakah musuh besarku,
mungkin banyak urusan yang harus segera kulakukan," kata Pek In
Hoei sambil menggeleng, "lain kali saja kalau aku punya waktu tentu
akan menyambangi empek dan bibi, sekarang aku tak mau
mengganggu lebih dahulu."
Lu Kiat menghela napas panjang.
"Aku sudah tahu bahwa engkau pasti tak mau mampir di
rumahku, asal kau jangan lupa saja meskipun kita punya nama marga
yang berbeda, dalam kenyataan adalah saudara sedarah sedaging, bila
kau ada urusan datanglah ke rumah dan carilah aku..."
Dalam hati Jago Pedang Berdarah Dingin merasa terharu sekali
terhadap sikap Lu Kiat yang begitu hangat serta memperhatikan
1034
IMAM TANPA BAYANGAN II
dirinya itu, sejak kecil ia sudah hidup sebatang kara terutama setelah
ayahnya meninggal, tak pernah ada orang yang memperhatikan
dirinya lagi, air mata tanpa terasa jatuh berlinang membasahi pipinya.
Suasana jadi hening... udara terasa gelap dan suara hembusan
angin saja yang berkumandang memecahkan kesunyian...
Tooong... tooong... tooong...
Di tengah keheningan, tiba-tiba terdengar suara tambur
berkumandang memecahkan kesunyian, Lu Kiat serta Pek In Hoei
sama-sama tertegun dan segera angkat kepala memandang ke arah
depan.
Tampaklah sebaris pria baju hitam sambil menabuh tambur dan
genderang sedang berjalan mendatangi, di depan mereka berjalanlah
seorang kakek tua berjubah ungu yang menunggang seekor kuda
jempolan yang tinggi besar.
Ketika kedua belah pihak saling berpapasan kakek berjubah ungu
itu melirik sekejap ke arah Jago Pedang Berdarah Dingin serta Lu
Kiat, kemudian dia ulapkan tangannya dan rombongan pria berbaju
hitam itu pun segera menghentikan langkahnya.
Kepada Lu Kiat berdua dia memberi hormat, lalu tegurnya :
"Siapakah di antara kalian yang bernama Jago Pedang Berdarah
Dingin Pek toa enghiong?"
"Lo sianseng ada urusan apa? Akulah Jago Pedang Berdarah
Dingin," jawab pemuda itu dengan hambar.
Seakan-akan telah menemukan orang yang sedang dicari, kakek
berjubah ungu itu segera loncat turun dari punggung kudanya dan
maju menyongsong sambil tertawa riang.
"Peristiwa berhasilnya Pek toa enghiong menerobos keluar dari
Benteng Kiam-poo telah menggemparkan seluruh dunia persilatan,
majikan kami merasa kagum sekali terhadap nama besar enghiong
nomor dua setelah Cia Ceng Gak seperti engkau ini, maka sengaja
hamba diutus datang kemari untuk menyambut kedatangan Pek toaenghiong,
kami harap agar enghiong suka singgah sebentar di rumah
1035
Saduran TJAN ID
kami sebagai tanda hormat terhadap undangan dari majikan kami
ini..."
"Siapa sih majikanmu itu? Aku rasa belum pernah kenal!" sahut
Pek In Hoei dengan alis berkerut.
Kakek jubah ungu itu segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... Pek toa enghiong, kenapa kau mesti
persoalkan masalah yang sepele itu? Asal kau suka datang ke situ
maka kalian toh akan berkenalan sendiri? Bagaimana kalau sekarang
juga kita berangkat..."
"Lo sianseng, siapa sih namamu?" tanya Lu Kiat dengan alis
berkerut kencang.
Kakek berjubah ungu itu menggeleng.
"Namaku sudah dilupakan orang, kalian sebut saja diriku sebagai
Cin Siong loo-jin..."
Habis berkata dia segera menangkap tali les kuda Pek In Hoei dan
menuntunnya.
Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei jadi amat terperanjat,
buru-buru dia goyangkan tangannya sambil berseru :
"Lo sianseng, jangan... jangan kau lakukan hal itu..."
Cin Siong lo-jin tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... aku tidak lebih hanya seorang
pahlawan tua, sekarang aku dapat menuntunkan kuda bagi Pek toa
enghiong hal ini merupakan suatu pekerjaan yang patut dibanggakan,
Pek toa enghiong... Kau tak usah bersikeras hati lagi, majikan kami
sudah menunggu dengan hati gelisah."
Tanpa mempedulikan lagi apakah Jago Pedang Berdarah Dingin
setuju atau tidak, ia segera menarik tali les kuda orang dan
memerintahkan para pria baju hitam lainnya untuk melanjutkan
perjalanan.
Yang paling mengherankan adalah tujuan dari rombongan orangorang
itu, mereka tidak meneruskan perjalanan lewat jalan besar
1036
IMAM TANPA BAYANGAN II
melainkan berbelok ke jalan yang sunyi dan terpencil kemudian
menuju ke bukit tinggi tidak jauh dari sana.
"Lo sianseng apakah kau tidak salah ambil jalan?" tanya Lu Kiat
dengan wajah tercengang.
Cin Siong lo-jin tertawa tergelak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... tidak mungkin salah... tidak
mungkin salah, sepanjang tahun aku selalu melewati jalan ini tak
mungkin kalau aku bisa salah jalan, setelah membelok di tikungan
sebelah depan maka kita akan sampai di rumah kediaman majikan
kami..."
Tatkala rombongan pria baju hitam itu tiba di sebuah tanah
lapang mendadak mereka hentikan langkahnya dan membunyikan
suara tambur serta gembrengan semakin keras.
Cin Siong lo-jin membentak keras, tabuhan tambur dan
gembrengan pun segera terhenti, dengan sikap menghormati mereka
berdiri di tepi lapangan.
"Silahkan kalian berdua turun dari kuda," ujar Cin Siong lo-jin
dengan hormat, "hambar akan memberi laporan kepada majikan
kami..."
Pek In Hoei tertawa ewa.
"Lo sianseng tak usah sungkan-sungkan, mari kita bersama-sama
menghadap majikan kalian..."
Cin Siong lo-jin tertawa, ia segera maju ke arah depan diikuti oleh
Jago Pedang Berdarah Dingin serta Lu Kiat di belakangnya.
Setelah menerobosi sebuah hutan lebat yang penuh ditumbuhi
pohon siong, sampailah mereka di depan sebuah bangunan rumah
berbatu yang sudah kuno dan nampak antik sekali, dua orang pria
bersenjata berjaga di kedua belah samping pintu bangunan tersebut.
Lu Kiat terkesiap, ia tidak tahu kalau di tempat tersebut terdapat
sebuah bangunan rumah yang aneh dan misterius, tanpa sadar sorot
matanya menyapu sekejap sekeliling tempat itu dan kewaspadaan
segera ditingkatkan lipat ganda.
1037
Saduran TJAN ID
"Silahkan!" ujar Cin Siong lo-jin dengan sikap menghormat.
Jago Pedang Berdarah Dingin serta Lu Kiat ragu-ragu sebentar,
kemudian mereka melangkah masuk ke dalam ruangan itu.
Tampaklah perabot dalam ruangan itu antik sekali, kecuali
beberapa buah meja dan bangku yang terbuat dari batu hijau, di atas
dinding tergantung pula beberapa buah lukisan pemandangan yang
sangat indah.
Cin Siong lo-jin bertepuk tangan satu kali, dari balik ruangan
segera muncul seorang pria yang menghidangkan air teh.
Mendadak terdengar suara gelak tertawa yang keras dan nyaring
menggema di seluruh ruangan, disusul dari balik ruang belakang
berjalan keluar seorang kakek tua penuh bercambang hitam.
Sambil tertawa tergelak kakek bercambang hitam itu menegur :
"Bukankah saudara ini adalah Jago Pedang Berdarah Dingin Pek
toa-enghiong...?"
"Tidak berani!" sahut Pek In Hoei sambil tersenyum, "tolong
tanya siapakah nama lo-cianpwee?"
"Haaaah... haaaah... haaaah... aku adalah Can Keng Hong, turun
temurun sudah berdiam di sini!"
Lu Kiat terperanjat mendengar nama orang itu, bayangan tentang
seseorang segera terlintas di dalam benaknya ia memandang sekejap
wajah Can Keng Hong lalu berkata :
"Ooooh... rupanya lo-cianpwee adalah ahli waris dari partai Lokong-
pay..."
Partai Lo-kong adalah sebuah perguruan besar yang berasal dari
pulau Lo-kong di luar lautan, di masa lampau kebesaran namanya
sudah dikenal setiap orang dan sejajar dengan nama besar partai
lainnya.
Lima belas tahun berselang mendadak partai itu dibasmi orang
dan sejak saat itulah ahli warisnya tak nampak bermunculan lagi
dalam kolong langit. Lu Kiat yang pernah mendengar tentang kisah
peristiwa tersebut tentu saja memahami pula tentang asal usulnya.
1038
IMAM TANPA BAYANGAN II
Tampak Can Keng Hong tertawa getir dan berkata :
"Lu heng, rupanya kau mengetahui jelas sekali tentang semua
peristiwa yang telah menimpa partai kami..."
"Oooh...! Aku hanya secara kebetulan saja mendengar cerita ini
dari seseorang..."
"Oooh...! Kiranya begitu," seru Can Keng Hong, "ada pun
maksudku mengundang kehadiran toa enghiong kemari, kecuali
untuk menyatakan rasa hormat dan kagum kami terhadap dirimu,
yang paling penting adalah ingin mengetahui sedikit persoalan
mengenai keadaan Benteng Kiam-poo..."
"Aku tidak ingin membicarakan tentang persoalan itu, dan aku
sama sekali tak mau membicarakannya!"
Air muka Cin Siong lo-jin berubah hebat.
"Dendam sakit hati Pek toa-enghiong hanya diketahui oleh
pemilik dari Benteng Kiam-poo seorang, apakah dia tidak
mengungkapkan sesuatu kepadamu? Atau memberitahukan sesuatu
kepadamu?"
Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei tertegun ,dia tidak
menyangka Cin Siong lo-jin begitu mengetahui tentang persoalannya,
dengan pandangan tercengang dia melirik sekejap ke arah orang tua
itu, kemudian tegurnya :
"Lo sianseng, dari mana kau bisa mengetahui begitu banyak
persoalan tentang diriku."
Terkesiap hati Cin Siong lo-jin ketika menyaksikan sorot mata
pihak lawan yang begitu tajam menatap mukanya, buru-buru dia
melengos ke arah lain sambil tertawa keras :
"Aku hanya mendengar tentang persoalan itu dari mulut orang
lain!"
Ia berhenti sebentar, kemudian lanjutnya :
"Majikan, silahkan engkau."
"Baik!" kata Can Keng Hong sambil tertawa getir.
1039
Saduran TJAN ID
Ia bertepuk tangan satu kali, seorang pria kekar dengan di
tangannya membawa sebuah kotak perlahan-lahan munculkan diri,
Can Keng Hong segera menerima kotak itu sambil ujarnya :
"Benda ini merupakan benda kepercayaan yang telah diserahkan
cg kepadaku di masa lampau, benda itu bernama Kiam-hu dan rasanya
cocok sekali kalau dipasangkan di ujung gagang pedang mestika
penghancur sang surya, tempo hari Cia Ceng Gak sendiri pun pernah
menggunakannya selama tiga tahun sebelum kemudian dilepas
kembali."
"Kenapa harus dipakai selama tiga tahun?" tanya Lu Kiat
tertegun.
Can Keng Hong tertawa getir.
"Selama tiga tahun dia akan menerima tantangan untuk
bertempur dari pelbagai partai dan selama jangka waktu tersebut dia
harus mempertahankan kelihayannya sehingga tidak satu kali pun
menderita kekalahan, saat itulah di baru akan disebut malaikat pedang
oleh khayalak umum. Karena seorang malaikat pedang harus tak
terkalahkan dan tiada tandingannya di kolong langit."
Perlahan-lahan dia letakkan kotak kecil itu di atas meja, dari
dalam kotak dia ambil keluar sebuah uang kuno yang terbuat dari
tembaga dengan ukiran sebilah pedang aneh di atasnya, pada balik
mata uang tadi terukir dua huruf besar yang berbunyi 'Malaikat
Pedang'.
Ia tidak mempedulikan apakah Pek In Hoei menyetujui atau
tidak, uang kuno tadi segera digantungkan di atas sarung pedangnya.
"Eeei... eei... jangan begitu," seru Pek In Hoei sambil goyangkan
tangannya berulang kali, "benda itu terlalu tinggi nilainya, aku tidak
berani untuk menerimanya."
"Benda itu diperoleh Cia Ceng Gak dari partai Thiam cong
dengan mempertaruhkan selembar jiwanya, benda itu merupakan
kebanggaan pula bagi partai Thiam cong, masa kau akan membiarkan
kebanggaan partaimu itu terjatuh ke tangan orang lain..." ujar Can
1040
IMAM TANPA BAYANGAN II
Keng Hong dengan wajah serius. Sepasang mata Cin Siong lo-jin tibatiba
berkilat, serunya dari samping :
"Tuan, kau harus pergi beristirahat."
"Oooh... yah!" Can Keng Hong mengangguk, "saudara berdua,
berhubung aku masih menderita penyakit parah dan tak bisa duduk
terlalu lama, maafkanlah daku tak bisa menemani lebih jauh, silahkan
kalian beristirahat sebentar di sini."
Kepada Cin Siong lo-jin ujarnya kembali :
"Cin siong, bimbing aku masuk ke dalam!"
Cin Siong lo-jin mengiakan berulang kali dan segera
membimbing Can Keng Hong masuk ke ruang dalam.
Menanti bayangan punggung ke-dua orang itu sudah lenyap dari
pandangan, Lu Kiat segera berpaling dan ujarnya dengan nada dingin
:
"Adikku, apakah kau berhasil melihat sesuatu?"
"Ada yang tidak beres?" Pek In Hoei balik bertanya sesudah
tertegun sebentar.
Lu Kiat mendengus dingin.
"Hmm! Apakah kau tidak merasa bahwa kekuasaan dari Cin
Siong lo-jin jauh lebih besar daripada Can Keng Hong? Aku lihat
setiap gerak-gerik Can Keng Hong berada di bawah kekuasaannya
sehingga dia sama sekali tiada pendirian dan di dalam menghadapi
segala apa pun harus minta persetujuan lebih dahulu dari Cin Siong
lo-jin..."
Pek In Hoei terkejut, seketika itu juga dia pun merasakan banyak
hal yang kurang beres, timbul kecurigaan dalam hatinya.
Setelah menyapu sekejap sekeliling tempat itu, bisiknya lirih :
"Kita harus waspada menghadapi segala kemungkinan."
Dalam pada itu dari balik jendela yang disinari cahaya lentera
terpantul bayangan punggung Can Keng Hong, terdengar dia
menghela napas panjang dan berkata :
"Sekarang kau harus lepaskan diriku!"
1041
Saduran TJAN ID
"Haaaah... haaaah... haaaah... tentu saja!" sahut Cin Siong lo-jin
sambil tertawa seram, "asal bajingan cilik itu sudah modar, setiap saat
aku akan melepaskan dirimu, tetapi sekarang kau harus serahkan
kunci kumala itu kepadaku, aku akan menggerakkan semua alat
rahasia yang terdapat di sini dan menghancurkan ke-dua orang
bajingan itu di dalam bangunan rumah ini!"
"Aku membangun alat rahasia yang terdapat dalam ruangan ini
dengan susah payah bukan khusus digunakan untuk menghadapi Pek
In Hoei," teriak Can Keng Hong dengan hati tercekat, "aku harap kau
jangan memaksa diriku lagi, aku sudah cukup tersiksa menerima
tekanan darimu..."
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... sebetulnya kau suka menyerahkan
keluar atau tidak?"
Kembali Can Keng Hong menggeleng.
"Aku tidak nanti akan menyerahkan kunci kumala itu kepadamu,"
katanya lirih, "aku tak mau menggunakan alat rahasia tersebut untuk
mencelakai dua orang pemuda yang sama sekali tak ada hubungan
permusuhan dengan diriku, liang-sim-ku pada hari ini sudah cukup
menderita dan tersiksa, aku harap kau jangan memaksa diriku lebih
jauh!"
"Omong kosong!" bentak Cin Siong lo-jin dengan sorot mata
berkilat, "sebenarnya kau suka menyerahkannya kepadaku atau
tidak..."
"Tidak! Sekali pun kau bunuh diriku juga tak akan kuserahkan
kepadamu..."
Sepasang alis Cin Siong lo-jin berkerut kencang, hawa
membunuh yang menggidikkan hati menyelimuti seluruh wajahnya,
ia gaplok pipi Can Keng Hong keras-keras lalu tertawa seram.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... pikiranmu harus lebih terbuka,
ketahuilah bahwa nasibmu berada di dalam genggamanku!"
"Kau tak usah mengancam atau menggertak diriku lagi, sekarang
aku sudah tidak takut menghadapi kematian..."
1042
IMAM TANPA BAYANGAN II
Rupanya Cin Siong lo-jin telah memahami betul-betul tabiat dari
Can Keng Hong, setelah dilihatnya orang itu bersikeras tak mau
bekerja sama dengan dirinya, dalam hati segera timbul niat untuk
membinasakan dirinya.
Ia tertawa dingin dan berkata :
"Kau ini sebenarnya sama sekali tak berharga, membiarkan kau
tetap hidup di kolong langit hanya akan meninggalkan bibit bencana
belaka, sekarang aku tak akan bersikap sungkan-sungkan lagi
terhadap dirimu. Hmmm... Hmmm... tetapi jangan kuatir, aku bisa
memberikan kematian yang utuh bagimu sebab tadi kau telah
menuruti perkataanku dan mau bekerja sama dengan diriku."
Kembali dia tertawa seram, setelah termenung sebentar lanjutnya
:
"Kau anggap tanpa kau serahkan kunci kumala itu kepadaku
lantas aku tak mampu untuk menggerakkan alat-alat rahasia itu? Kau
mungkin sudah lupa kalau aku adalah seorang ahli dalam hal alat
rahasia, asal kuperhatikan lebih seksama lagi tidak sulit rasanya untuk
menemukan letak kunci utama yang mengendalikan alat-alat rahasia
tersebut..."
"Hmm! Kau tak usah bermimpi di siang hari bolong, kalau ingin
turun tangan cepatlah turun tangan, hati-hati kalau aku memberi
perlawanan kepadamu...!" seru Can Keng Hong ketus.
1043
Saduran TJAN ID
Jilid 42
"KAU tak memiliki kemampuan untuk berbuat begitu, sebab aku
sudah terlalu memahami akan dirimu."
Tiba-tiba di dalam genggamannya telah bertambah dengan
sebilah pisau belati yang memancarkan cahaya kilat, sesudah diayun
sebentar di tengah udara segera ditusukkan ke atas dada Can Keng
Hong dengan kecepatan di luar dugaan.
"Aduuh...!" jeritan ngeri yang menyayatkan hati berkumandang
keluar dari mulut Can Keng Hong, sekujur tubuhnya gemetar keras,
dengan pandangan melotot penuh kegusaran dia menatap wajah Cin
Siong lo-jin tanpa berkedip sedang sepasang tangannya mencekal
gagang pisau itu dengan gemetar.
"Kau..." serunya.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... selamat tinggal sahabat lama," ejek
Cin Siong lo-jin sambil tertawa seram, "kau pasti akan merasa
kesepian selama perjalanan menuju ke alam baka... Nah!
Berangkatlah lebih duluan."
Diiringi suara tertawa dingin yang menggidikkan hati, ia
meloncat keluar dari tempat itu.
Dengan menahan siksaan serta penderitaan Can Keng Hong
merangkak bangun, ia muntah darah segar, matanya melotot, serunya
dengan nada sedih :
"Aku tak boleh mati, aku harus menyelamatkan jiwa ke-dua
orang itu.. aku tak boleh membiarkan mereka mati di tangan bangsat
tua itu."
1044
IMAM TANPA BAYANGAN II
Satu dorongan semangat dan tenaga yang tak berwujud membuat
ia berhasil mempertahankan diri, dengan menahan rasa nyeri yang
luar biasa ia menggerakkan tubuhnya lari keluar pintu dengan langkah
sempoyongan.
"Aku..." jeritnya keras-keras, suara orang itu serak dan gemetar
keras membuat siapa pun yang mendengar jadi bergidik hatinya,
kemunculan Can Keng Hong yang mendadak dalam keadaan yang
mengenaskan itu seketika mengejutkan hati Pek In Hoei serta Lu Kiat,
tanpa sadar ke-dua orang jago muda itu sama-sama meloncat bangun.
"Kenapa engkau?" tegur Lu Kiat dengan wajah tertegun.
"Kiam-hu itu..." jerit Can Keng Hong dengan suara gemetar.
Baru saja kata-kata itu meluncur keluar, perawakan tubuhnya
yang tinggi besar mendadak gemetar keras dan roboh terjengkang ke
atas tanah, suara serak yang tak bisa ditangkap artinya terlontar keluar
tiada hentinya dari tenggorokan.
Ia memandang sekejap ke arah Jago Pedang Berdarah Dingin
dengan pandangan menakutkan, kemudian kepalanya terkulai dan
menghembuskan napas yang penghabisan tanpa berhasil
mengutarakan pesan apa pun.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... " tiba-tiba dari belakang Lu Kiat
berkumandang keluar suara tertawa dingin yang menggidikkan hati,
pemuda itu terperanjat dan segera putar badan, ketika empat mata
saling membentur Lu Kiat segera berseru kaget :
"Oooh... kau?"
"Sungguh keji dan telengas hati kamu berdua," seru Cin Siong lojin
dengan nada dingin, "apa kesalahan majikan kami terhadap kalian
berdua sehingga dia harus dibunuh dalam keadaan yang sangat
mengenaskan!"
"Loo-sianseng, kau salah paham!" ujar Jago Pedang Berdarah
Dingin.
Air muka Cin Siong lo-jin berubah semakin serius, teriaknya
keras-keras :
1045
Saduran TJAN ID
"Salah paham? Apanya yang salah paham? Majikan kami tiada
berambisi untuk merebut nama atau kedudukan dengan orang lain,
bahkan dia malah punya minat untuk mengikat tali persahabatan
dengan kamu berdua, sekali pun andaikata ia berlaku tak hormat
kepada kalian toh kesalahannya tidak mesti dihukum mati? Hmm!
Andaikata aku tidak menyaksikan kesemuanya ini dengan mata
kepala sendiri, siapakah pembunuhnya tidak akan kuketahui, hmmm,
bunuh orang bayar nyawa, hutang barang bayar uang, kalian harus
memberi pertanggungjawaban kepada kami!"
Pek In Hoei segera gelengkan kepalanya berulang kali.
"Kematian dari majikanmu itu benar-benar tiada sangkut pautnya
dengan diriku, kami berani bersumpah atas nama Thian bahwa
pembunuhan ini bukan kami yang lakukan. Lo sianseng! Lebih baik
cepatlah melakukan penggeledahan, siapa tahu pembunuhnya itu
masih berada di sekitar sini!"
Cin Siong lo-jin mendengus dingin.
"Hmm! Tempat ini rahasia letaknya, orang kangouw sama sekali
tidak tahu kalau majikan kami bersembunyi di tempat ini apalagi di
sekeliling gedung kuno ini dijaga oleh orang-orang kami, tak mungkin
kalau ada orang sanggup memasukinya. Hmm! Kamu berdua
membantah terus menerus, apakah maksudnya tak mau mengaku?"
"Ngaco belo," bentak Lu Kiat sambil maju ke depan, "kenapa kau
memfitnah orang dengan tuduhan yang bukan-bukan? Meskipun detik
ini kami belum tahu siapakah yang telah melakukan perbuatan keji
ini, tetapi aku dapat menduga apa yang sebetulnya telah terjadi,
hmmm!"
"Bagus... bagus... kalau begitu coba katakan siapa yang telah
melakukan kesemuanya ini?"
"Hmmm! Lo sianseng, kenapa setelah tahu masih pura-pura
bertanya lagi? Mungkin dalam hati kecilmu jauh lebih paham
daripada kami, untung kami berdua belum pernah tinggalkan tempat
ini barang setindak pun, kalau tidak bukankah tuduhan tersebut akan
1046
IMAM TANPA BAYANGAN II
melekat pada diri kami dan sekali pun mencebur ke dalam sungai
Huang-hoo tuduhan itu tak dapat juga dicuci bersih..."
"Ooooh! Jadi kau menuduh akulah yang melakukan pembunuhan
ini??" hardik Cin Siong lo-jin.
"Tahu muka tahu wajah, tak tahu hatinya, siapa tahu kalau
pembunuh itu memang kau sendiri..." jawab Lu Kiat tak mau
mengalah barang sedikit pun jua.
Cin Siong lo-jin tak mengira kalau Lu Kiat memiliki daya
pandangan yang begitu tajam dan teliti, kecurigaan tersebut bukan
dilontarkan kepada orang lain tapi justru ditimpakan kepadanya lebih
dahulu, satu ingatan licik dengan cepat berkelebat dalam benaknya,
satu senyuman yang menggidikkan hati terlintas di ujung bibirnya.
"Persoalan ini tak mungkin bisa dibikin jelas dengan sepatah dua
patah kata," bentaknya dengan gusar, "lebih baik kita bereskan
persoalan ini di ujung senjata, tapi kamu mesti ingat sebelum aku
berhasil menemukan siapakah pembunuh yang sebenarnya, kalian
berdua tak boleh tinggalkan tempat ini..."
"Sebelum pembunuh itu berhasil ditemukan kami pun tidak ingin
tinggalkan tempat ini," sahut Pek In Hoei dengan nada dingin, "Lo
sianseng, lebih baik berbuatlah sedikit cerdik dan jangan terlau
terpengaruh oleh emosi, andaikata kau tak mampu membuktikan
bahwa kami berdualah yang melakukan pembunuhan ini, mungkin
pada saat itu engkaulah yang akan mengalami kesulitan!"
"Hmmm! Terserah apa yang hendak kau lakukan, paling banter
aku harus mengorbankan selembar jiwaku."
Ia bertepuk tangan tiga kali, tiba-tiba dari empat penjuru
bermunculan pria-pria berbaju hitam, ketika orang itu menyaksikan
Can Keng Hong tergeletak di tengah genangan darah, suasana jadi
gempar dan mereka semua dengan pandangan mata penuh kegusaran
melotot ke arah Lu Kiat serta Pek In Hoei.
"Majikan kita dibunuh orang secara keji!" teriak Cin Siong lo-jin
dengan cepat sesudah orang-orang itu berkumpul semua, "dan sang
1047
Saduran TJAN ID
pembunuh kini berada di sini... aaai! Perbuatan kita tak ada bedanya
dengan memancing serigala masuk rumah, mencari kesulitan bagi diri
kita sendiri... hal ini harus salahkan majikan kita punya mata tak
berbiji..."
"Tutup mulut anjingmu..." bentak Pek In Hoei dengan penuh
kegusaran, ketika itu dia merasa ada segulung hawa amarah yang tak
terbendung menggelora dalam dadanya karena ia dituduh orang
secara penasaran, karena mendongkol bercampur gusar alisnya
kontan berkerut, dan sepasang mata dengan memancarkan cahaya
dingin yang menggidikkan hati menatap wajah Cin Siong lo-jin tanpa
berkedip.
"Kalau kau berani bicara sembarangan lagi jangan salahkan kalau
aku akan mencabut jiwa anjingmu itu..." serunya dengan nada tegas
dan serius.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... setelah membunuh orang, kau
lantas mau main menang sendiri? Masa aku bicara pun tak boleh..."
Belum habis dia berkata, dari antara rombongan manusia berbaju
hitam itu terdengar suara bentakan keras berkumandang di angkasa,
seorang pria baju hitam dengan pedang terhunus munculkan diri di
tengah kalangan, air mata mengembang dalam kelopak matanya dan
orang itu kelihatan sedih sekali.
Sambil ayun pedangnya di tengah udara ia berteriak :
"Apa itu Jago Pedang Berdarah Dingin? Kiranya tidak lebih
hanya seorang manusia kurcaci yang pandainya membokong orang
secara keji... sikap suhuku terhadap engkau toh tidak jelek, sungguh
tak nyana kau begitu tega melakukan pembunuhan secara begini
keji..."
"Sahabat, sebelum bertindak lebih baik terangkan saja dahulu
duduknya perkara..." seru Lu Kiat sambil gelengkan kepalanya.
"Aku sudah mengerti jelas duduknya perkara, dan membuktikan
pula dengan mata kepala sendiri," bentak pria itu dengan gusar, "kau
tak usah banyak bicara lagi, Hey Jago Pedang Berdarah Dingin! Ayoh
1048
IMAM TANPA BAYANGAN II
cepat tampil ke depan, aku Lie Toa Gou akan menghisap darah panas
yang mengalir keluar dari tubuhmu..."
"Ooooh... jadi kau hendak menantang aku berdua??" seru Pek In
Hoei mulai naik darah.
"Tentu saja, aku hendak menuntut balas bagi kematian dari
suhuku yang kau bunuh secara keji itu..."
"Kalau begitu cepatlah turun tangan, aku tidak ingin
menyusahkan dirimu..."
Lie Toa Gou segera membentangkan pedangnya, cahaya tajam
berkilauan di angkasa dan langsung membacok ke arah tubuh Pek In
Hoei teriaknya :
"Cabut keluar pedangmu, kalau tidak maka kau akan mati secara
konyol..."
Dari kecepatan gerak permainan pedang lawan, Jago Pedang
Berdarah Dingin menyadari bahwa ia telah bertemu dengan seorang
jago pedang kelas satu dalam dunia persilatan, hatinya tercekat dan
dia tak habis mengerti kenapa tempat ini bisa terdapat seorang jago
lihay yang demikian luar biasanya.
Hawa pedang sementara itu sudah menyebar di seluruh angkasa,
dalam waktu singkat sekeliling tubuhnya telah dibungkus oleh cahaya
pedang yang menggidikkan hati itu.
Berada dalam keadaan seperti ini, dia sadar jika dirinya
melakukan perlawanan dengan menggunakan tangan kosong maka
tiada keuntungan apa pun yang bakal diperoleh, badannya cepat
meloncat mundur ke belakang pada saat yang paling kritis sementara
tangan kanannya perlahan-lahan meraba di atas gagang pedangnya.
Dengan pandangan tegang Cin Siong lo-jin menatap tangan
pemuda itu, asal Jago Pedang Berdarah Dingin mencabut keluar
pedangnya atau menggenggam gagang pedang itu maka berarti pula
tujuannya telah tercapai, atau paling sedikit musuh tangguhnya ini tak
akan bisa merangkak bangun kembali.
1049
Saduran TJAN ID
Tiba-tiba... dari tengah angkasa berkumandang datang suara
bentakan nyaring.
"Jangan kau cabut pedang itu!"
Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei tercekat hatinya, tanpa
terasa ia membatalkan niatnya untuk menggenggam pedang itu,
ketika sorot matanya dialihkan ke arah mana berasalnya suara tadi,
tampaklah di depan pintu masuk telah berdiri seorang dara berbaju
serba merah.
Gadis itu memakai gaun warna merah dan kain baju berwarna
merah, yang lebih aneh lagi ternyata kain kerudung muka pun
berwarna merah pula, merah darah yang amat menyolok pandangan.
Kecuali biji matanya yang memancarkan cahaya tajam, raut
mukanya sama sekali tidak terlihat jelas.
"Siapakah kau??" bentak Cin Siong lo-jin dengan air muka
berubah hebat.
"Tak usah kau tanya siapakah aku," sahut dara baju merah itu
dengan suara ketus, "mungkin kedatanganku ini tidak terlalu
kebetulan sehingga membuat hatimu merasa sangat tidak tenang,
padahal semestinya kau harus menyadari akan hal ini sejak
permulaan..."
Cin Siong lo-jin mengerutkan dahinya, di atas raut wajahnya
yang dingin menyeramkan tiba-tiba terlintas hawa napsu membunuh
yang menggidikkan hati, senyuman sinis tersungging di ujung
bibirnya membuat kakek tua itu kelihatan sadis sekali.
Sesudah tertawa seram ujarnya :
"Nona, seorang budiman tak ada menghalangi jalan rejeki orang
lain, aku harap kau jangan melibatkan diri di dalam kancah kekacauan
ini, daripada akhirnya kau sendiri pun akan mendapatkan akibat yang
kurang menyenangkan hati..."
"Akibat yang bakal kau peroleh mungkin jauh lebih parah
daripada diriku," seru Dara baju merah itu sambil tertawa dingin,
"dewasa ini untuk sementara waktu aku tak akan membongkar rahasia
1050
IMAM TANPA BAYANGAN II
asal usulmu, hal ini kulakukan demi untuk memberikan sedikit muka
untukmu, aku percaya asal rahasia asal usulmu ketahuan maka
keadaanmu tidak akan seenteng dan sesantai sekarang ini."
Terkesiap hati Cin Siong lo-jin sesudah mendengar perkataan itu,
dia tak menyangka kalau gadis muda itu demikian lihaynya sehingga
asal usul sendiri pun sudah diketahui olehnya.
Dalam hati dia jadi merasa amat kuatir bila asal usulnya disiarkan
di tempat luaran, bentaknya dengan gusar :
"Eeeei... apa sih yang sedang kau bicarakan? Jangan mengaco
belo..."
"Hmm! Aku rasa dalam hatimu jauh lebih jelas daripada diriku,
janganlah memaksa dirimu untuk mengucapkan kata-kata yang lebih
tak sedap didengar..."
Sekujur tubuh Cin Siong lo-jin gemetar keras, tiba-tiba serunya :
"Toa Gou, apakah kau tidak akan membalas dendam terhadap
sakit hati gurumu?"
Lie Toa Gou mendengus dingin, pedangnya berputar di udara
membentuk satu gerakan busur dan berpuluh-puluh lapis ombak
pedang, dengan wajah penuh diliputi napsu membunuh dia menerjang
maju ke depan, bentaknya :
"Pek In Hoei, ayoh cabut keluar pedangmu!"
Sejak pertama kali terjunkan diri dalam dunia persilatan, Jago
Pedang Berdarah Dingin belum pernah bertemu dengan manusia yang
tak pakai aturan seperti ini, ketika dilihatnya Lie Toa Gou bersikeras
hendak menuntut balas terhadap dirinya tanpa menyelidiki lebih
dahulu duduknya perkara hawa amarah segera berkobar di dalam
rongga dadanya, dengan suara dingin dia berseru :
"Lebih baik janganlah mencari kematian bagi diri sendiri, sahabat
kau mesti tahu satu kali aku Jago Pedang Berdarah Dingin mencabut
keluar pedang, sebelum mencium darah senjata itu tak akan ditarik
kembali. Di antara kita toh tidak pernah terikat dendam atau pun sakit
hati mengapa kau mesti memaksa aku untuk memilih jalan ke situ..."
1051
Saduran TJAN ID
Keteguhan imannya boleh dibilang sudah mencapai taraf yang
tinggi, meskipun hawa amarah telah berkobar dalam dadanya tetapi
terhadap Lie Toa Gou ia mengalah terus, hal ini bukanlah disebabkan
tabiatnya, pada hari ini teristimewa baik dia lakukan kesemuanya itu
karena memandang di atas wajah Can Keng Hong yang telah mati, ia
tidak tega menyaksikan ahli waris dari suatu partai besar ikut putus
sampai di sini sehingga mengakibatkan ilmu silat aliran Lo-kong Pay
ikut lenyap dari muka bumi...
Akan tetapi Lie Toa Gou tidaklah berpikir demikian, ketika
dilihatnya Cin Siong lo-jin mengerdipkan matanya berulang kali, dia
tahu bahwa dirinya disuruh turun tangan secepatnya maka tanpa
mempedulikan sikap lawan yang selalu mengalah, dia angkat kepala
dan tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... kau tidak berani melayani
tantanganku?? Haaaah... haaaah... haaaah... rupanya Jago Pedang
Berdarah Dingin yang didengung-dengungkan dalam dunia persilatan
sebagai seorang jago yang amat lihay tidak lebih hanya seorang
gentong nasi yang sama sekali tak berguna. Jago Pedang Berdarah
Dingin tidak lebih hanya seorang pembual yang pandai bicara besar...
Haaaah... haaaah... haaaah... aku tidak habis mengerti apa sebabnya
di kolong langit bisa terdapat manusia semacam engkau ini...
Haaaah... haaaah... haaaah... sampai-sampai aku Lie Toa Gou pun tak
berani dilayani... Haaaah... haaaah... haaaah... kau jangan lupa kalau
aku cuma seorang prajurit tanpa nama dalam dunia kangouw, dengan
kekuatan seorang prajurit tak bernama ternyata kau si Jago Pedang
Berdarah Dingin sudah sanggup dibereskan."
Jelas dari pembicaraan itu bahwa ia sedang memaksa Jago
Pedang Berdarah Dingin untuk turun tangan dan memaksa dia untuk
mencabut keluar pedang mestika penghancur sang surya-nya, apakah
ia betul-betul tidak takut mati?? Agaknya ia mempunyai maksudmaksud
tertentu...
1052
IMAM TANPA BAYANGAN II
Sekalipun Jago Pedang Berdarah Dingin memiliki iman yang
tebal, lama kelamaan tak dapat menahan diri juga, dia merasa dirinya
sudah cukup mengalah terhadap lawan, air mukanya seketika berubah
hebat, hawa napsu membunuh mulai menyelimuti seluruh wajahnya.
Perlahan-lahan dia angkat tangan dan siap memegang gagang
pedangnya, dengan nada sinis jengeknya.
"Kau si keledai malas yang bergulingan di atas kotoran manusia,
aku tak akan berlaku sungkan-sungkan lagi terhadap dirimu..."
Sambil memutar pedangnya Lie Toa Gou tertawa terbahakbahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... nah begitu baru mirip seorang
pendekar besar, ayo cabut keluar pedangmu!"
Mendadak dara baju merah itu maju ke hadapan Pek In Hoei,
serunya :
"Jangan sembarangan bergerak, gunakan saja pedangku ini bila
kau hendak bertarung."
Sambil berkata ia cabut keluar pedang sendiri yang tersoren di
punggung, cahaya putih yang berkilauan tajam segera tersebar di
empat penjuru membuat pria baju hitam yang memenuhi ruangan itu
diam-diam memuji akan kebagusan senjata tersebut.
"Nona... !" seru Jago Pedang Berdarah Dingin setelah termangumangu
beberapa saat lamanya.
Dara baju merah itu tertawa ringan.
"Kau tak usah bertanya lebih jauh, pokoknya tindakanku ini demi
kebaikan dirimu..."
Jago Pedang Berdarah Dingin tidak menyangka kalau senjata
yang disodorkan gadis itu kepadanya adalah sebilah pedang mestika,
diam-diam ia memperhatikan gadis itu dengan seksama.
Sesudah termenung sebentar akhirnya pemuda itu menggeleng
sambil katanya :
"Aku sendiri pun membawa pedang, terima kasih atas maksud
baik dari nona..."
1053
Saduran TJAN ID
"Hmmm! Ketahuilah asal tanganmu menyentuh pedang mestika
penghancur sang surya itu, maka kau akan mati konyol seketika itu
juga..."
Lu Kiat serta Pek In Hoei amat terkejut setelah mendengar
ucapan itu, mereka tak tahu apa sebabnya dara baju merah itu
mengucapkan kata-kata seperti itu kepada mereka.
Jantung terasa berdebar keras, tahulah mereka berdua bahwa
Kiam hu yang digantungkan pada gagang pedang penghancur sang
surya mempunyai sesuatu yang aneh, kalau tidak tak nanti gadis itu
berkata dengan begitu serius.
"Apa kau bilang??" tanya Pek In Hoei lagi.
"Aku sedang berkata pedangmu itu mengandung racun yang
sangat keji..." jawab dara baju merah dengan nada dingin.
Air muka Cin Siong lo-jin berubah sangat hebat, hawa napsu
membunuh menyelimuti seluruh wajahnya, sepasang alis berkeras
dan hidungnya memperdengarkan dengusan dingin, dengan satu
senyuman licik yang mengerikan menghiasi ujung bibirnya.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... nona cilik," ancamnya, "kalau kau
berani mengaco belo lebih jauh, jangan salahkan kalau aku tidak akan
berlaku sungkan-sungkan lagi terhadap dirimu."
Dara baju merah tertawa dingin.
"Berani kau mengatakan kalau di atas Kiam hu itu tidak kau
lakukan suatu perbuatan?"
"Lakukan perbuatan apa?? Ini hari kau harus menerangkan
sejelas-jelasnya," seru Cin Siong lo-jin dingin.
Dara baju merah itu mendengus dingin.
"Hmmm! Bukankah kau telah polesi Kiam hu itu dengan racun
keji dari wilayah Biauw yang tersohor sebagai racun..."
"Budak lonte, rupanya kau telah bosan hidup..."
Mimpi pun Cin Siong lo-jin tidak pernah menyangka kalau dara
baju merah yang misterius itu bisa mengemukakan rahasia
perbuatannya, dia tahu pada saat ini andaikata Jago Pedang Berdarah
1054
IMAM TANPA BAYANGAN II
Dingin Pek In Hoei mengetahui akan asal usulnya, maka selembar
jiwa tuanya pasti akan melayang.
Karena itu dia segera membentak keras, tubuhnya laksana kilat
menubruk ke arah dara baju merah sambil mengirim satu pukulan
dahsyat ke arahnya.
"Kau jangan terlalu mendesak diriku," teriak dara baju merah
sambil berkelit ke samping, "kalau tidak aku akan meneriakkan nama
aslimu secara terbuka!"
"Kalau kau berani bicara sembarangan, aku segera akan
membereskan selembar jiwamu," bentak Cin Siong lo-jin dengan
gusar, telapaknya diayun ke muka mengirim dua pukulan berantai.
Tenaga dalamnya sangat sempurna, dalam waktu singkat
meluncurlah segulung tenaga pukulan tak berwujud yang maha
dahsyat ke arah depan.
Seolah-olah gadis baju merah itu merasa takut akan sesuatu,
selama dirinya diserang ia selalu menghindar ke sana kemari dengan
mengandalkan kelincahan tubuhnya, tak sekali pun serangan balasan
dilancarkan, namun begitu keringat dingin segera meluncur keluar
dan napasnya mulai terengah-engah seperti kerbau.
Selama pertarungan, Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei
hanya menonton jalannya pertempuran dari samping, tiba-tiba
tercekat hatinya ketika ia merasa bahwa jurus serangan yang
digunakan Cin Siong lo-jin seolah-olah mirip sekali dengan musuh
besar yang sedang ia cari, ia tertawa dingin dan bentaknya dengan
suara dalam :
"Tahan!"
"Kau mau apa?" bentak Cin Siong lo-jin gusar sambil
menghentikan gerakan tubuhnya.
"Hmm! Apa hubunganmu dengan Hoa Pek Tuo?"
Ketika dilihatnya jurus serangan yang dipergunakan orang ini
ternyata sealiran dengan kepandaian Hoa Pek Tuo, pembunuh
1055
Saduran TJAN ID
ayahnya, timbullah kecurigaan dalam hatinya bahwa kakek tua ini
punya hubungan perguruan dengan manusia she Hoa.
Cin Siong lo-jin terperanjat mendengar ucapan itu, ia tak mengira
kalau Jago Pedang Berdarah Dingin demikian lihaynya sehingga
dalam sekilas pandangan ia sudah mengetahui akan asal usulnya, satu
ingatan dengan cepat berkelebat dalam benaknya.
"Aku tak boleh mengakui siapakah diriku!"
Berpikir demikian ia lantas berlagak pilon dan pura-pura bertanya
:
"Siapa sih Hoa Pek Tuo itu?"
"Hmm! Apa hubunganmu dengan Hoa Pek Tuo?" Jago Pedang
Berdarah Dingin menghardik.
Cin Siong lo-jin tertawa dingin.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... perkataanmu itu sungguh
menggelikan sekali, siapa Hoa Pek Tuo, dari mana aku bisa tahu?
Kenal pun tidak! Hey! Kau jangan menebak secara ngawur."
"Haaaah... haaaah... haaaah... benarkah kau tidak kenal siapakah
Hoa Pek Tuo itu?" ejek dara baju merah dari sisi kalangan dengan
sepasang mata melotot.
Cin Siong lo-jin jadi amat mendongkol wajahnya berubah dan
hawa amarah menggelora dalam dadanya, ia tak mengerti apa
sebabnya dara baju merah itu mendatangkan kesulitan terus menerus
bagi dirinya.
Sambil membentak penuh kemarahan dia meloncat maju ke
depan, sambil menuding gadis itu hardiknya :
"Ada permusuhan apa antara engkau dengan diriku? Kenapa kau
selalu menjegal kaki belakangku?"
Mendadak dara baju merah itu tersenyum.
"Kalau kau cerdik dan pandai melihat gelagat, sepantasnya kalau
dari sekarang sudah enyah dari sini, daripada nantinya mau lari pun
sudah tak sempat lagi."
1056
IMAM TANPA BAYANGAN II
Sedari tadi Cin Siong lo-jin memang sudah gelisah dan ingin
sekali cepat-cepat ngeloyor pergi dari situ, apa lacur tiada kesempatan
yang dimilikinya, setelah dara baju merah itu mengungkap kembali,
ia lantas tertawa seram dan berseru :
"Baik, aku bersumpah pasti akan membalas sakit hati ini."
Dia ulapkan tangannya ke arah Lie Toa Gou dan melanjutkan :
"Ayoh pergi! Saudara cilik, untuk membalas sakit hatimu itu
terpaksa kita harus menanti kesempatan baik di lain waktu."
Lie Toa Gou pura-pura menunjukkan sikap gusar dan tidak puas,
kemudian memasukkan kembali ke dalam sarung dan melotot sekejap
ke arah Jago Pedang Berdarah Dingin dengan penuh kebencian, tanpa
mengucapkan sepatah kata pun dia mengikuti di belakang Cin Siong
lo-jin untuk berlalu dari situ.
Dara baju merah itu segera mengerling sekejap ke arah Pek In
Hoei, bisiknya :
"Jangan lepaskan orang itu."
Rupanya Lu Kiat sendiri pun sudah menyadari bahwa di balik
peristiwa tersebut masih terselip banyak hal yang sukar dipecahkan
dalam waktu singkat, tidak menanti Jago Pedang Berdarah Dingin
buka suara, tubuhnya dengan cepat bergerak ke depan sambil
menyambar tangan Lie Toa Gou, bentaknya nyaring :
"Sahabat, kau harap tunggu sebentar!"
"Kau masih ada urusan apa lagi terhadap diriku?" tegur Lie Toa
Gou sambil berpaling.
Sambil menuding jenazah Can Keng Hong yang tergeletak di atas
tanah, Lu Kiat berkata :
"Setelah gurumu meninggal, masih terdapat banyak urusan yang
masih harus diselesaikan, jika kau pergi dengan begitu saja tanpa
mengurusi layonnya, bukankah tindakanmu ini terlalu keji dan di luar
peri kemanusiaan."
1057
Saduran TJAN ID
"Hmm! Aku serahkan tempat ini kepada kalian, kamu semua
ingin menyelesaikan jenazahnya dengan cara apa pun aku tak mau
ikut campur, kenapa kalian mesti bertanya lagi kepadaku?"
Lu Kiat tertawa hambar.
"Hmmm! Benarkah dia gurumu?"
lt tertegun, ia tak mengira kalau Lu Kiat bisa mengajukan
pertanyaan semacam itu, diam-diam dia terkesiap dan bergidik tetapi
di luaran ia masih tetap bersikap tenang.
"Sebetulnya apa maksudmu mengucapkan kata-kata seperti itu?"
tegurnya dengan hati mendongkol.
Lu Kiat tertawa keras.
"Menurut pendapatku, antara engkau dengan korban yang
menemui ajalnya secara mengenaskan ini sama sekali tiada hubungan
yang terlalu besar, kau hanya berpura-pura main sandiwara dengan
mencatut nama muridnya belaka agar bisa memaksa kami untuk turun
tangan."
"Hmm! Rupanya kau memang sengaja ada maksud mencari garagara
dengan kami!" bentak Lie Toa Gou semakin gusar, "meskipun di
dalam dunia persilatan aku tidak punya nama, tetapi aku bukanlah
seorang manusia yang takut menghadapi kematian, kalau memang
kau sudah bosan hidup, baiklah! Aku si prajurit tak bernama akan
menantang dirimu untuk berduel."
Dara baju merah itu tiba-tiba tertawa ringan.
"Waah...! Kalau begitu kau hebat juga, aku rasa jika namamu
disebut orang maka tak sedikit manusia di dalam dunia persilatan
yang mengenal dirimu."
"Hmm! Kau tak usah mengaco belo, meskipun aku pandai ilmu
silat tetapi belum pernah berkelana dalam dunia persilatan, di mana
orang kangouw bisa kenal diriku? Nona! Kerepotan dan kesulitan
yang kau bawa untuk kami hari ini sudah terlalu banyak, aku tidak
ingin kau tetap berdiam di sini untuk bikin kekacauan lebih jauh."
1058
IMAM TANPA BAYANGAN II
"Hmmm! Sekarang kau mesti sedikit tahu keadaan," dengus dara
baju merah itu, "tulang punggungmu itu sudah kabur tak nampak
ujung hidungnya lagi, jika kau berani berlagak lagi... hmmm! Itu
berarti kau sudah bosan hidup dan ingin cari kematian bagi diri
sendiri."
Lie Toa Gou terkesiap, tanpa terasa ia berpaling dan memandang
sekejap ke sekeliling tempat itu, tampak oleh Cin Siong lo-jin dengan
membawa serta anak buahnya telah kabur semua dari situ, suasana
sunyi dan hening... dalam ruangan besar tinggal dia seorang diri
belaka, hal ini membuat air mukanya berubah hebat, rasa bergidik
muncul dalam hati dan bayangan kematian terlintas dalam benak.
"Cin Siong... Cin Siong..." teriaknya dengan penuh ketakutan.
"Hmmmm! Dia tak nanti akan mengurusi mati hidupmu lagi, kau
hanya suatu alat baginya untuk mewujudkan cita-citanya, sekarang
setelah Hoa Pek Tuo menganggap kau tiada nilainya lagi sudah tentu
tak akan menggubris dirimu lagi, aku lihat lebih baik kau bunuh diri
saja..."
"Hoa Pek Tuo..." seru Jago Pedang Berdarah Dingin dengan hati
tercekat, "di manakah Hoa Pek Tuo?"
"Cin Siong lo-jin yang baru kau temui bukan lain adalah
penyaruan dari Hoa Pek Tuo..." sahut dara baju merah itu perlahan.
"Kau... mengapa tidak kau katakan sedari tadi..."
Tatkala pemuda itu tahu bahwa musuh besar yang diburunya
selama ini baru saja berdiri di hadapannya dan kemudian dilepaskan
kembali dengan begitu saja, hawa amarah dan rasa dendam yang
bergelora dalam dadanya sukar dikendalikan lagi, dengan wajah
merah menahan emosi dia loncat keluar dari ruangan itu.
"Eeeei... kau hendak pergi ke mana?" teriak dara baju merah itu
sambil menghadang di hadapannya.
"Aku hendak mengejar dirinya dan bunuh bangsat tua itu!" sahut
Jago Pedang Berdarah Dingin dengan penuh kebencian.
Dara baju merah menghela napas sedih, ujarnya :
1059
Saduran TJAN ID
"Kau tak mungkin bisa menyusul dirinya, sekarang entah dia
sudah menyembunyikan diri di tempat mana... kau tak usah membenci
diriku, aku mengira kau sudah mengetahuinya sejak semula, ketika itu
berhubung kedudukanku tak mungkin bagiku untuk
mengutarakannya secara terus terang..."
Pek In Hoei menghela napas panjang.
"Aaai...! Aku tidak menyalahkan dirimu."
"Tetapi aku telah melepaskan seorang pembunuh besar yang
telah membinasakan ayahmu!"
Gadis itu berhenti sebentar, tiba-tiba sorot matanya yang tajam
membentur di atas tubuh Lie Toa Gou sambungnya :
"Untung kita masih menahan seorang di sini, bajingan ini adalah
manusia yang paling jahat dan memuakkan..."
"Kentut busukmu...!" maki Lie Toa Gou dengan gusar.
"Ayoh tunjukkan wajah aslimu, menyembunyikan terus menerus
macam anak dara hanya akan memalukan dirimu sendiri... aku terlalu
jelas mengetahui akan asal usulmu, semua gerak-gerikmu serta Hoa
Pek Tuo tak pernah lolos dari pandangan mataku..."
"Kau ngaco belo tak karuan dan pintanya cuma bicara seenaknya
sendiri," teriak lt sambil melangkah maju, pedangnya diputar di
tengah udara, "coba katakan siapakah aku..."
"Hmmm! Ketua dari perguruan Bu-liang-tong, apakah kau
memaksa aku untuk menyebutkan namamu lebih dahulu kemudian
baru mau unjukkan wajah aslimu..."
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... " Lie Toa Gou tertawa seram,
"kalau memang kau sudah mengetahui segala sesuatunya, aku pun tak
usah menyembunyikan diri lagi, sedikit pun tidak salah! Aku adala
Go Kiam Lam..." Dia hapus ke atas raut wajahnya dan seketika itu
juga muncullah raut wajah aslinya.
Dengan wajah menyeringai seram dia melotot sekejap ke arah
Pek In Hoei dengan penuh kebencian, sorot matanya memancarkan
1060
IMAM TANPA BAYANGAN II
napsu membunuh yang tebal sementara tubuhnya perlahan-lahan
mengundurkan diri ke belakang.
Jago Pedang Berdarah Dingin berdiri tertegun, rupanya semua
peristiwa yang terjadi saat itu telah mencengangkan hatinya, ia tak
pernah menduga kalau Go Kiam Lam ketua dari perguruan Boo Liang
Tiong yang sudah diusir dari wilayah selatan bisa muncul kembali di
situ. Ia tertawa dingin dan segera menegur :
"Go Kiam Lam, kenapa kau menyusup kembali ke daratan
Tionggoan..."
"Hmmm! anak murid perguruan Boo Liang Tiong kami telah kau
usir pergi semua dari wilayah selatan sehingga membuat kami tak ada
tempat untuk berpijak kaki lagi, aku sebagai ketua dari suatu
perguruan besar tentu saja harus berusaha mencari akal untuk
mencuci bersih penghinaan ini, aku harus rebut kembali wilayah
selatan dan membinasakan dirimu, untuk membunuh engkau aku
terpaksa harus mencari komplotan untuk bekerja sama..."
"Sayang seribu sayang, harapanmu itu untuk selama-lamanya tak
akan terwujud!" jengek Pek In Hoei dengan sorot mata memancarkan
cahaya napsu membunuh.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... belum tentu begitu," seru Go Kiam
Lam sambil tertawa kering, "coba bayangkan saja ketika partai Thiam
cong memusnahkan Boo Liang Tiong kami, bukankah akhirnya
dendam sakit hati ini berhasil kutuntut balas?? Aku tidak nanti akan
takut atau jeri terhadap kau si Jago Pedang Berdarah Dingin..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... aku menyesal kenapa tidak
membunuh engkau sedari dulu, membiarkan manusia tak punya otak
yang selama hidupnya hanya memikirkan soal membalas dendam
seperti kau hanya akan mendatangkan badai pembunuhan berdarah
dalam dunia persilatan..."
"Tujuan hidup kita berbeda satu sama lainnya, tentu saja cara
bekerjanya juga berbeda!"
1061
Saduran TJAN ID
"Hmmm! Dan sayang justru karena cara hidupmu itu maka kau
mesti kehilangan jiwa di tanganku, sekarang aku baru tahu betapa
jahat dan kejinya dirimu itu, kau lebih jahat dari siapa pun, begitu
jahat sehingga menimbulkan ras benci bagi siapa pun yang
melihatnya..."
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... apa kau anggap dirimu jauh lebih
baik daripada diriku?? Tak usah mencerca orang melulu..."
Dar baju merah yang selama ini membungkam terus tiba-tiba
mendengus dingin serunya :
"Kau telah menjadi ikan dalam jaring, aku harap sedikitlah
engkau tahu diri, jangan bicara terus dengan kata-kata yang bukanbukan..."
"Nona, boleh dibilang hari ini aku serta Hoa lo sianseng telah
jatuh kecundang di tanganmu, kalau bukan kau yang menghalangi
perbuatan bajingan cilik itu, sekarang Pek In Hoei pasti sudah modar
di ujung Kiam hu tersebut, bicara terus terangnya saja aku merasa
amat tidak rela karena mesti menderita kekalahan secara tragis, kalau
mau kalah seharusnya kalah secara terang-terangan. Dapatkah kau
melepaskan kain kerudungmu itu agar aku bisa tahu siapakah yang
memiliki kepandaian sehebat itu sehingga terhadap Hoa Pek Tuo pun
tidak pandang sebelah mata..."
"Apakah kau bersikeras ingin melihat??"
"Tentu saja harus lihat!" sahut Go Kiam Lam dengan wajah
serius, "bagaimana pun toa-ya juga seorang pemimpin dari suatu
perguruan besar, aku tak ingin menderita kalah di tangan seseorang
yang sama sekali tak kuketahui tampangnya, bila berita ini sampai
tersiar di luaran, bukankah kawan-kawan dunia persilatan akan
mentertawakan ketololan serta ketidakbecusanku..."
Dara baju merah itu berpikir sebentar, kemudian katanya :
"Boleh saja aku perlihatkan wajahku kepadamu, tetapi aku pun
mempunyai sebuah syarat."
1062
IMAM TANPA BAYANGAN II
"Berada dalam keadaan begini, rasanya sekali pun tak
kukabulkan juga tak mungkin..." jengek Go Kiam Lam dingin.
Dalam pada itu posisinya boleh dibilang sama sekali terjepit,
empat penjuru dikepung oleh musuh tangguh, ia menyadari bahwa
harapannya untuk melarikan diri kecil sekali, oleh karena itu sikapnya
jauh lebih tenang, ia bersiap sedia untuk melangsungkan pertempuran
sengit melawan musuh-musuhnya.
"Ketahuilah, begitu raut wajahku terlihat olehmu maka aku akan
segera membinasakan dirimu," ujar dara baju merah itu dengan suara
dingin.
"Apa?" seru Go Kiam Lam dengan badan gemetar keras, "kau
hendak membinasakan diriku?"
"Sedikit pun tidak salah!" dara baju merah itu mengangguk
dengan sikap tegas, "oleh sebab aku menutup raut wajahku, tujuannya
bukan lain adalah aku tak ingin berjumpa dengan Hoa Pek Tuo dalam
raut wajah asliku, aku takut hal itu akan menyebabkan ketidaksenangan
hati bagi ke-dua belah pihak. Bagaimana kau suka
menerima syaratku itu atau tidak?? Atau mungkin kau batalkan
niatmu itu?"
"Hmm! Tidak sulit untuk membinasakan diriku tetapi aku harus
mengetahui lebih dulu sampai di manakah kemampuan yang kau
miliki."
"Huuh! Aku berani memperlihatkan raut wajah asliku kepadamu
berarti aku mempunyai cara pula untuk membinasakan dirimu. Go
Tiongcu, kalau kau menyesal sekarang masih belum terlambat,
daripada nanti setelah jiwamu terancam kau lantas merengek-rengek
minta ampun."
"Kentut busuk makmu," bentak Go Kiam Lam sambil memutar
pedangnya, "toayamu bukan manusia tak berdaya yang begitu tak
becus, kalau betul-betul begitu aku tak nanti bisa mencari makan
dalam dunia persilatan, aku tentu sudah mati karena bunuh diri."
Dara baju merah tertawa dingin.
1063
Saduran TJAN ID
"Baiklah kalau begitu, sejak saat ini di dalam dunia persilatan
sudah tak terdapat manusia macam dirimu lagi!"
Perlahan-lahan dia menggerakkan tangannya yang putih bersih
dan melepaskan kain kerudung merah yang menutupi raut wajahnya.
Sinar mata semua orang segera dialihkan ke arah gadis itu dan
mereka berseru tertahan, kiranya dara baju merah itu bukan lain
adalah Wie Chin Siang.
"Oooh... kau!" seru Go Kiam Lam tertegun.
"Sepantasnya kalau kau sudah menduga akan diriku sejak tadi,
kalau bukan aku dari mana semua rahasia kalian bisa aku ketahui
dengan begitu jelas? Rencana kalian di ruang rahasia serta perbuatan
kalian memaksa Can Keng Hong untuk mengikuti perintah kalian
telah kuketahui semua sejelas-jelasnya."
"Oooh...! Jadi kau telah mengkhianati kami," teriak Go Kiam
Lam dengan suara gemetar.
Wie Chin Siang mendengus dingin.
"Hmm! Persoalan bukan mengkhianati atau tidak, yang benar
adalah cara hidup kalian yang konyol dan tidak tepat pada garis-garis
yang sebetulnya, aku sudah lama sekali mengikuti di belakang kalian,
dan setiap kali kau telah meninggalkan jejak."
"Seandainya aku tidak memandang di atas wajah Hoa Losianseng,
mungkin sejak dulu-dulu kau sudah menemui ajalmu di
tanganku," seru Go Kiam Lam dengan penuh kebencian, "aku benarbenar
menyesal mengapa membiarkan kau hidup hingga kini, kalau
tidak sekarang tak seorang manusia pun yang mampu melarikan diri
dari cengkeramanku."
Wie Chin Siang tertawa dingin.
"Sayang sekali rencana besarmu mengalami kegagalan total dan
terbongkar sebelum berhasil dilaksanakan, inilah yang dinamakan
mau celakai orang akhirnya diri sendiri yang kena dicelakai, mungkin
itulah ganjaran yang mesti kau terima akibat perbuatan-perbuatanmu
1064
IMAM TANPA BAYANGAN II
di masa lampau, rupanya kau memang sudah ditakdirkan untuk mati
di dalam ruangan ini."
"Kita akan mati bersama, jika kau inginkan cuma aku orang she
Go yang mati... hmm... hmmm tidak akan begitu gampang, paling
sedikit aku harus mencari seorang teman untuk melakukan perjalanan
bersama-sama."
Dengan wajah menyeringai seram jagp dari perguruan Boo Liang
Tiong itu segera ayun pedangnya membentuk satu lingkaran busur di
tengah udara, ia telah bertekad untuk melakukan pertarungan matimatian
dengan nyawa sendiri sebagai taruhan.
"Oooh...! Rupanya kau masih tidak terima... baiklah, terpaksa aku
harus turun tangan sendiri," ujar Wie Chin Siang dengan suara ketus.
Gerakan tubuhnya cepat sekali, dengan satu loncatan yang ringan
gadis itu melayang ke tengah udara, pedangnya bergelombang
memantulkan berlapis-lapis ombak pedang yang mana seketika
memaksa Go Kiam Lam tergetar mundur beberapa langkah ke
belakang.
Ketua dari perguruan Boo Liang Tiong jadi terperanjat, ia tak
menduga kalau ilmu silat yang dimiliki gadis itu telah mendapat
kemajuan pesat, sejak berpisah di bukit Thiam cong bukan saja ilmu
pedangnya bertambah hebat bahkan tenaga dalam pun peroleh
kemajuan pesat.
Ia tertawa keras, pedangnya digetarkan kencang-kencang dan
langsung melancarkan sebuah bacokan ke arah depan.
Bagian 40
AIR muka Wie Chin Siang berubah jadi dingin dan ketus bagaikan
salju abadi di kutub utara, ia mendengus dingin, tiba-tiba pedangnya
menggetar keras dan ibaratnya seekor ular tiba-tiba menerobos ke atas
dari arah bawah.
"Aaaah...!" dengan perasaan bergidik bercampur kaget Go Kiam
Lam berteriak keras, tubuhnya bagaikan kilat meluncur ke depan lalu
1065
Saduran TJAN ID
memandang ke arah gadis muda itu dengan pandangan tercengang,
serunya menahan goncangan hati yang hebat :
"Dari mana kau pelajari jurus serangan tersebut?"
"Hmmm! Jadi kau pun kenal dengan jurus seranganku ini? Orang
yang mewariskan jurus serangan tersebut kepadaku pernah berpesan
kepadaku agar membinasakan engkau, aku harap setelah kau melihat
jurus seranganku ini segeralah menggorok leher untuk membunuh
diri."
"Jadi setan tua itu belum modar?" teriak Go Kiam Lam dengan
tubuh gemetar keras.
"Huuh...! Sebelum kau berhasil ditundukkan dan dimusnahkan
dari muka bumi tak nanti dia akan pergi lebih dahulu, Go Kiam Lam
hari ini kau tak usah putar otak berusaha mencari akal busuk lagi, aku
tak nanti akan melepaskan dirimu lagi."
Dalam keadaan seperti ini Go Kiam Lam tak mampu
mengucapkan sepatah kata pun, hanya sepasang matanya yang ganas
dan bengis menatap wajah Wie Chin Siang tanpa berkedip, seakanakan
hendak menerkam dara baju merah itu dan menelannya bulatbulat.
Mendadak ia menjerit keras, sambil ayunkan pedangnya ia
menerjang ke muka bagaikan banteng terluka.
Wie Chin Siang segera mengundurkan diri ke belakang,
pedangnya berputar dan langsung menyapu ke atas, permainan jurus
yang sama sekali berbeda dari aliran ilmu pedang pada umumnya ini
jarang sekali ditemukan di daratan Tionggoan, hal itu membuat Go
Kiam Lam tertegun dan air mukanya berubah hebat, untuk sesaat
wajahnya diliputi rasa takut bercampur kaget.
"Aduuuh...!"
Mendadak badannya roboh terjengkang ke arah belakang, dari
tenggorokannya memperdengarkan suara jeritan ngeri yang
menyayatkan hati, darah kental menyembur keluar dari mulut luka
1066
IMAM TANPA BAYANGAN II
yang merekah besar, cukilan pedang tadi rupanya dengan telak
bersarang di atas tenggorokannya hingga tembus dan berlubang besar.
Tubuhnya berkelejotan sebentar, kemudian tak berkutik lagi.
Ketua dari perguruan Boo Liang Tiong itu menghembuskan napasnya
yang terakhir dalam keadaan mengenaskan sekali.
Melihat musuhnya telah mati, perlahan-lahan Wie Chin Siang
tarik kembali pedangnya, air muka dara itu sama sekali tidak
menunjukkan perubahan apa pun, dengan pandangan dingin dia
melirik sekejap ke arah mayat Go Kiam Lam, kemudian bisiknya
sambil menghela napas panjang :
"Aaaai...! Sekali pun mati, ia juga tak ada nilainya..."
"Chin Siang!" seru Jago Pedang Berdarah Dingin dengan
perasaan bergolak, dalam benaknya tanpa terasa terlintas bayangan
dari gadis ini di saat menyatakan rasa cintanya, ia menatap wajah
lawan lalu berbisik lirih :
"Dari mana kau bisa tahu kalau aku berada di sini??"
Air mata mengembang dalam kelopak mata Wie Chin Siang, rasa
sedih yang telah tertumpuk-tumpuk dalam dadanya hampir saja
tertumpah keluar, buru-buru ia melengos dari pandangan lawan yang
berapi-api dan menjawab :
"Kau jangn bergerak lebih dahulu, mari kita lepaskan dulu Kiamhu
yang tergantung di gagang pedang tersebut."
Tiba-tiba ia menggetarkan pedangnya dan menyambar ke arah
tali serat emas yang mengikat Kiam-hu tersebut dengan gagang
pedang, setelah diputar sebentar di udara benda tadi langsung
dilemparkan keluar.
Blaaaam...! Terjadi ledakan dahsyat yang menggetarkan seluruh
ruangan dan permukaan bumi dari atas ledakan itu mengepullah
segumpal asap hitam yang amat tebal.
Sambil geleng kepala gadis itu berseru :
"Peluru sakti penghancur badan dari wilayah Biauw adalah suatu
benda pemusnah yang luar biasa dahsyatnya, benda itu asal
1067
Saduran TJAN ID
membentur tenaga apa pun seketika akan meledak dan mencabik
korbannya jadi berkeping-keping, sebetulnya Hoa Pek Tuo hendak
menggunakan benda ini untuk membinasakan dirimu, tak nyana
rahasianya ketahuan olehku."
Pek In Hoei serta Lu Kiat menyaksikan segera merasa terkesiap,
tanpa sadar mereka berseru berbareng :
"Oooh...! Sungguh berbahaya..."
Karena kagetnya mereka tak bisa mengucapkan sepatah kata pun,
sementara keringat dingin tanpa terasa mengucur keluar membasahi
seluruh tubuhnya. Andaikata Wie Chin Siang tidak muncul tepat pada
saatnya, asal Jago Pedang Berdarah Dingin menyentuh gagang
pedangnya maka seketika itu juga dia akan dicabik hingga hancur
berkeping-keping oleh ledakan tersebut.
Dari cara berpikir serta rencana keji yang bisa disusun oleh Hoa
Pek Tuo dengan rapi dan sempurna ini bisa dilihat betapa
berbahayanya manusia tersebut.
"Waaah...! Sungguh lihat!" seru Lu Kiat sambil menjulurkan
lidahnya.
Wie Chin Siang tertawa rawan.
"Untuk menciptakan Kiam hu yang bersisi peluru sakti
penghancur badan itu, Hoa Pek Tuo telah mengorbankan banyak
tenaga dan pikiran..."
"Ooooh...! Kalau begitu otak rase tua itu memang encer dan luar
biasa sekali!" ujar Lu Kiat.
Sedang Pek In Hoei dengan gemas dan penuh perasaan dendam
berseru :
"Aku bersumpah akan membeset kulit tubuh dari rase tua itu...
dia harus diberi ganjaran yang setimpal..."
"Suatu ketika apa yang kau inginkan pasti akan terwujud," sahut
Wie Chin Siang sambil tertawa getir, "sekarang kita harus segera
berangkat!"
Jago Pedang Berdarah Dingin tertegun dan berdiri melongo.
1068
IMAM TANPA BAYANGAN II
"Kita mau pergi ke mana??" tanyanya.
"Lhoo...! Bukankah kau hendak mencari Hoa Pek Tuo untuk
dibeset kulit rasenya??"
"Adik In Hoei, aku juga mau ikut!" teriak Lu Kiat dengan cepat.
Pek In Hoei segera menggeleng.
"Toako, kau sudah terlalu lama menemani siau-te berkelana dan
menempuh bahaya, sekarang kau harus pulang ke rumah lebih dahulu
untuk menengok bibi dan empek, maksud baikmu biarlah kuterima di
dalam hati saja, jika ada kesempatan di kemudian hari aku tentu akan
datang menengok dirimu..."
Dengan sedih dia menggeleng, terhadap toakonya yang rela
menempuh bahaya bersama dirinya ini ia merasa terharu sekali,
sambil bergenggaman tangan ke-dua belah pihak tak dapat
mengucapkan sepatah kata pun, perpisahan membawa kesedihan dan
kemurungan bagi ke-dua belah pihak.
********
Malam telah menjelang tiba, udara gelap gulita tak nampak
sedikit cahaya pun, awan menyelimuti seluruh angkasa dan angin
berhembus amat kencang menggoncangkan pohon dan tumbuhan di
atas bukit, deruan suara yang santer mendatangkan keseraman dan
kengerian di malam hari itu.
Di tengah kegelapan itulah dari balik semak berkumandang
datang suara bisikan yang lirih :
"Tujuanku yang terutama datang mencari engkau adalah untuk
berpamit dengan dirimu!"
Suara itu lembut, merdu dan jelas suara seorang gadis remaja.
"Chin Siang kenapa??? Kenapa kau hendak berpisah dariku??"
jawab suara lain.
Suara ke-dua adalah suara seorang pria yang memancarkan rasa
gelisah yang amat sangat, seakan-akan dia dibikin terkejut oleh
kejadian yang munculnya secara tiba-tiba itu.
1069
Saduran TJAN ID
"Aaaai...!" gadis muda itu menghela napas sedih, rasa pedih dan
sedih berkecamuk dalam hati kecilnya, dari helaan napas tersebut
kecuali memperlihatkan kekosongan hatinya, yang tersisa hanya
kebencian belaka, ia benci terhadap nasibnya yang buruk, ia benci
dirinya telah berkenalan dengan seorang pria yang begitu menawan
hati membuat dia merasa berat untuk meninggalkannya.
Kemurungan dan kesedihan hanya dia yang dapat merasakan,
tiada orang lain dapat mewakili dirinya untuk merasakan penderitaan
tersebut, dialah yang harus merasakan sendiri buah pahit yang
ditinggalkan oleh bibit cinta.
"In Hoei!" ujarnya setelah menghela napas sedih, "aku mengakui
bahwa aku cinta padamu, tetapi aku pun menyadari bahwa tiada
kemungkinan bagiku untuk mendapatkan engkau, sebab gadis cantik
yang mencintai dirimu terlalu banyak, aku tidak lebih hanya sebutir
pasir yang berada di sekelilingmu, aku tak mungkin bisa mendapatkan
kau seorang diri, oleh karena itu terpaksa aku harus tinggalkan dirimu
jauh-jauh, makin jauh menyembunyikan diri semakin baik, semakin
terpencil tempat itu semakin baik pula bagiku."
"Kenapa??" seru Pek In Hoei dengan jantung berdebar keras
sambil menahan sakit hati yang menyelimuti dadanya, "apakah
malam ini kau ajak diriku keluar hanya disebabkan karena kau hendak
memberitahukan kesemuanya itu kepadaku..."
"Tidak!" jawab Wie Chin Siang sambil menggeleng, "aku hanya
meminjam kesempatan pada hari ini untuk menyampaikan kata-kata
tersebut kepadamu... In Hoei! Kau jangan coba membantah, bukankah
dalam hatimu tidak cuma ada diriku?? Kong Yo Siok Peng serta Itboen
Pit Giok bukankah jauh lebih penting kedudukannya dalam
hatimu? Aku tahu meskipun beruntung sekali aku bisa menempati
pula satu bagian tempat tetapi hatimu cukup satu, tak mungkin
bagimu untuk membagikan hatimu yang cuma satu itu untuk kami
bertiga, aku sudah menyadari sedalam-dalamnya, jika aku tidak tahu
diri dan segera menarik diri penderitaan yang bakal kuterima di
1070
IMAM TANPA BAYANGAN II
kemudian hari jauh lebih besar lagi, mungkin pada saat itu keadaan
akan berubah jadi suatu drama yang tragis."
"Aku sama sekali tak pernah memikirkan persoalan-persoalan
itu," ujar Pek In Hoei dengan sedih.
"Tentu saja kau tak pernah memikirkan soal itu sebab dewasa ini
pekerjaan yang akan kau lakukan hanyalah membalas dendam," sahut
Wie Chin Siang dengan wajah serius, "tetapi kau harus tahu keadaan
dari kami kaum gadis jauh berbeda sekali, kami tak bisa mesti
memperhitungkan masa depan kami sendiri, sebab hal itu sangat
mempengaruhi kehidupan kami selanjutnya hingga masa tua. Aku
telah memikirkan persoalan ini selama beberapa hari, aku selalu
merasa bahwa cara yang berlarut-larut seperti ini bukan suatu cara
yang tepat, akhirnya aku telah mengambil keputusan untuk tinggalkan
dirimu daripada kau mesti serba salah karena masalah itu."
"Mengapa kau memilih jalan yang ini?" tanya Pek In Hoei
dengan wajah tercengang.
Wie Chin Siang tertawa getir.
"Jalan ini bukanlah keputusan yang diambil oleh diriku seorang,
aku tahu It-boen Pit Giok pun mempunyai pandangan yang sama
dengan diriku, kami menganggap bahwa gadis yang paling kau cintai
adalah Kong Yo Siok Peng, karena dia adalah gadis pertama yang kau
kenali, lagi pula dia polos, cantik dan sama sekali tiada pikiran lain,
ia paling cocok dan serasi untuk mendampingi dirimu, sebab itulah
kami ambil keputusan untuk melepaskan engkau secara suka rela."
Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei merasakan hatinya
bergetar keras, ia merasa bakal kehilangan ke-tiga orang gadis manis
itu, entah apa sebabnya ia selalu merasa jarak antara dirinya dengan
ke-tiga orang gadis itu kian lama kian bertambah jauh, mungkin
kesombongan dirinya telah menyinggung perasaan halus mereka?
Ataukah mereka telah menyadari nasib sendiri yang tak beruntung
hingga ambil keputusan tersebut? Pemuda itu sama sekali tak tahu.
Dia menghela napas dengan penuh kesedihan bisiknya :
1071
Saduran TJAN ID
"Kau telah berjumpa dengan It-boen Pit Giok?"
Air mata mengembang dalam kelopak mata Wie Chin Siang, dia
mengangguk.
"Pandangannya jauh lebih terbuka daripada diriku, bersama
engkohnya ia telah kembali ke luar lautan, ia merasa terlalu paham
dengan sikap jumawa dan sombongmu, ia bersiap-siap untuk tidak
menemui dirimu lagi sepanjang masa, karena kau telah beberapa kali
melukai hatinya sehingga membuat dia amat sedih dan hampir saja
bunuh diri."
"Bunuh diri?" bisik Pek In Hoei dengan hati terperanjat, "apakah
pikiran semacam itu tidak terlalu picik? Siapakah aku dan manusia
macam apakah kau ini, apakah sampai sekarang ia belum dapat
menilainya. Aaai... hati kaum wanita selamanya memang berubah
terus."
"Huuuh! Apa kau tidak merasa bahwa perasaan hatimu juga tak
lembek? Begitu banyak gadis yang penujui dirimu akan tetapi tak
seorang pun yang berkenan dalam hatimu!" seru Wie Chin Siang
dengan cepat.
"Aaai...! Chin Siang, kau tak usah menyinggung dan menyindir
diriku lagi, hatiku tak akan kuberikan kepada siapa pun asal dendam
sakit hatiku bisa kutuntut balas, persoalan yang lain sama sekali tidak
penting bagi pandanganku."
"Apakah kau tak pernah memikirkan tentang di kemudian hari,"
seru Wie Chin Siang sesudah tertegun sebentar.
Pek In Hoei menggeleng.
"Persoalan di kemudian hari sukar untuk diduga mulai sekarang,
aku tidak berani memikirkannya dan tak ingin memikirkannya."
"Kenapa kita mesti membicarakan persoalan yang cukup
merisaukan dan menyedihkan hati?" tiba-tiba Wie Chin Siang berkata
sambil menyeka air mata yang membasahi pipinya, "waktu sudah
cukup, lebih baik kita segera berangkat."
1072
IMAM TANPA BAYANGAN II
"Sungguhkah engkau mengetahui tempat persembunyian dari
Hoa Pek Tuo?" tanya Pek In Hoei dengan hati berdebar.
"Semua gerak-geriknya hanya aku seorang yang mengetahuinya,
tetapi hal itu hanya berlaku sampai malam ini saja, orang tersebut
pintarnya bukan kepalang, terhadap kematian dari Go Kiam Lam
sedikit banyak ia pasti telah menduga sebelumnya."
Dari tengah sebuah semak belukar yang lebar, gadis itu
menerobos keluar disusul oleh Pek In Hoei dari belakangnya, mereka
jalan terus ke depan, suatu ketika ia berhenti sambil ujarnya :
"Kedua orang itu harus dilenyapkan dari muka bumi, kalau tidak
kita akan gagal untuk masuk ke dlm."
Di bawah batu tebing yang curam tidak jauh dari tempat itu,
berdirilah dua orang pria baju hitam yang tinggi kekar dengan sikap
menyeramkan, sorot mata mereka kebetulan sekali ditujukan ke arah
tempat persembunyian mereka berdua.
Pek In Hoei menggigit bibir, serunya :
"Mari kita keluar!"
Baru saja ia bangkit berdiri, dua orang pria itu telah menemukan
jejak mereka, dengan pedang terhunus ke-dua orang itu segera
meloncat ke muka sambil bentaknya :
"Siapa di situ?"
"Manusia yang datang mencabut nyawa!" jawab Pek In Hoei
dengan suara ketus.
Di tengah kegelapan malam yang mencekam, sulit bagi ke-dua
orang itu untuk melihat jelas raut wajah lawannya, ketika
menyaksikan munculnya bayangan manusia berbaju putih, hati
mereka segera jadi bergidik, dianggapnya di tempat itu telah muncul
sukma setan terutama sekali nada suara yang begitu dingin seakanakan
hawa dingin yang berhembus keluar dari kuburan membuat hati
mereka makin tercekat.
1073
Saduran TJAN ID
Sepasang kaki mereka kontan gemetar keras dan tak mau
mendengarkan perintahnya lagi, dengan badan kaku ke-dua orang pria
tadi berdiri menjublak di tempat semula.
"Saudara, aku dengar di tempat ini seringkali muncul setan
penasaran," bisik pria yang ada di sebelah kiri dengan suara gemetar,
"jangan-jangan malam ini kita telah menjumpainya, aku dengar bila
seseorang telah bertemu dengan setan maka kalau tidak mati tentu
akan menderita sakit yang cukup parah."
"Aaaah! Tidak mungkin!" sahut pria sebelah kanan yang jauh
lebih berani, "masa setan bisa bicara? Barusan aku seperti mendengar
ada dua orang manusia sedang bercakap-cakap."
"Oooh...! Kalau begitu pastilah siluman rase, bukankah kemarin
malam Lou heng telah berjumpa dengan siluman rase perempuan?
Mereka berdua telah main pat pat gulipat semalamam suntuk, bahkan
berjanji pula akan bertemu kembali pada malam ini, jangan-jangan
siluman rase perempuan itu muncul kembali dengan membawa sanak
keluarganya untuk melamar.
1074
IMAM TANPA BAYANGAN II
Jilid 43
DENGAN pandangan seksama ia segera memperhatikan kembali kedua
sosok bayangan putih yang nampaknya hanya samar-samar itu,
sedikit pun tidak salah dari salah satu di antara ke-dua orang itu
mereka temukan seorang perempuan, hal ini membuat mereka
semakin girang.
Pria yang ada di sebelah kiri itu segera menepuk bahu rekannya,
kemudian berujar :
"Aaah...! Sedikit pun tidak salah, rupanya memang siluman rase
perempuan itu..."
Dalam pada itu Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei serta
Wie Chin Siang telah berada semakin dekat dengan ke-dua orang itu,
air muka mereka dingin dan sama sekali tidak berperasaan, hal ini
membuat pria tersebut tertegun dan seketika itu juga timbul perasaan
ngeri dari dasar hatinya.
"Saudara, cepat bunyikan tanda bahaya!" pria yang di sebelah
kanan segera berseru sambil ayunkan pedang ke muka.
"Sudah terlambat sahabat, rebahlah!" bentak Jago Pedang
Berdarah Dingin sambil melompat ke muka.
Gerakan tubuhnya cepat laksana sambaran kilat, bagaikan
segulung angin dingin mendadak pemuda itu menerjang ke depan
sambil melancarkan totokan kilat ke arah dua orang pria tersebut.
Perubahan yang terjadi mendadak serta sama sekali di luar
dugaan ini membuat ke-dua orang pria tersebut tak sempat untuk
1075
Saduran TJAN ID
menghindarkan diri lagi, mereka berseru tertahan dan segera roboh ke
atas tanah.
Dengan seksama Wie Chin Siang memeriksa sebentar sekeliling
tempat itu, dari atas dinding batu akhirnya dia menyingkap selapis
lumut buatan yang rupanya digunakan untuk menutup sebuah mulut
gua.
Ketika mulut buatan tadi disingkirkan, segera muncullah sebuah
gua besar yang gelap gulita, gadis itu segera melengok sekejap ke
dalam kemudian katanya :
"Ayoh masuk ke dalam, hati-hati jangan sampai ketahuan
mereka."
Setelah melalui sebuah lorong yang panjang dan berliku-liku
akhirnya di hadapan mereka terbentang sebuah undak-undakan batu
yang mendaki ke arah atas.
Untuk beberapa saat lamanya Jago Pedang Berdarah Dingin
berdiri termangu-mangu, ia tak menduga kalau Hoa Pek Tuo bisa
mencari tempat yang begini tersembunyi untuk mengumpat, dengan
sangat hati-hati mereka segera mendaki ke atas undak-undakan batu
dan menuju ke arah puncak atas dari lorong tersebut.
"Siapa?" dari tempat atas berkumandang datang suara teguran
disusul seorang pria bersenjata pedang munculkan diri dari tempat
persembunyian.
Dalam pada itu Pek In Hoei serta Wie Chin Siang belum sempat
naik ke atas, ketika menyaksikan di hadapan mereka muncul sesosok
bayangan hitam yang menghadang jalan pergi mereka, ke-dua orang
itu jadi amat terperanjat.
"Apakah Loo Ong di situ?" tegur Pek In Hoei dengan cepat.
"Betul!" jawab pria di atas dengan sikap tertegun, "siapa engkau?
Mengapa aku belum pernah berjumpa dengan dirimu?"
"Aku datang untuk menggantikan dirimu bertugas, bukankah kau
sudah terlalu lama berdiri di sini?" ujar Pek In Hoei sambil maju ke
depan, "mungkin kau tidak kenal dengan aku karena aku adalah orang
1076
IMAM TANPA BAYANGAN II
baru yang belum lama ditugaskan di sini, walaupun begitu aku sudah
lama mengenali looheng, malam ini aku bisa menggantikan posmu
untuk berjaga, hal ini benar-benar merupakan suatu urusan yang patut
dibanggakan..."
Loo Ong melengak mendengar perkataan itu, katanya :
"Perkataanmu itu tidak benar, aku belum lama berjaga di sini dan
datang bersama-sama Loo-Lie, tengah malam saja belum tiba masa
sudah berganti orang?" Saudara, kau jangan keliru..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... " Pek In Hoei tertawa, "Loo-Lie
beritahu kepadaku, katanya malam ini kau akan bertemu lagi dengan
siluman rase perempuan itu, maka aku sengaja disuruh datang kemari
untuk menggantikan tugasmu... kita toh orang sendiri, kalau ada
urusan bisa kita rundingkan secara baik-baik..."
Loo Ong segera tertawa tergelak.
"Saudara, kau memang betul-betul hebat! Perempuan itu bukan
siluman rase melainkan janda gelap yang berdiam di sekitar sini.
Waah! Perempuan itu memang betul-betul lihay, dalam semalam
suntuk aku telah dihajar sampai kehabisan tenaga dan lemas sekali..."
Pada ketika itu rasa was-wasnya telah lenyap sama sekali,
perlahan-lahan ia turun dari atas dan mendekati lawannya.
Jago Pedang Berdarah Dingin segera menggape ke arahnya, Loo
Ong tertegun dan segera menegur :
"Ada urusan apa?"
Tubuh Jago Pedang Berdarah Dingin menyusup ke arah depan,
dalam suatu gerakan yang cepat dia tangkap tubuh Loo Ong ke tengah
udara lalu menotok beberapa buah jalan darahnya.
Sungguh kasihan Loo Ong, sebelum dia mengetahui duduk
perkara yang sebenarnya tahu-tahu tubuhnya sudah roboh tak berkutik
lagi.
Di ujung undak-undakan batu itu merupakan suatu lubang gua
yang gelap, luas gua itu delapan depa dan suasananya gelap gulita tak
nampak sesuatu apa pun juga.
1077
Saduran TJAN ID
"Apakah Hoa Pek Tuo benar akan datang kemari?" tanya Pek In
Hoei dengan hati gelisah.
"Lihat saja nanti!" jawab Wie Chin Siang sambil tertawa ewa,
"malam ini dia pasti akan datang kemari!"
Jago Pedang Berdarah Dingin merasakan golakan hawa darah
dalam dadanya menggeletar keras, suatu hawa napsu untuk
membunuh muncul dari dasar hatinya, dengan hati gelisah ia berjalan
hilir mudik sambil memandang ke arah Wie Chin Siang.
Ia sedang membayangkan bagaimanakah perasaan hatinya ketika
musuh besar pembunuh ayahnya muncul di hadapan matanya, ia akan
segera menerjang ke muka sambil berduel mati-matian dengan
musuhnya ataukah menghukum mati lawannya secara perlahanlahan?
Mendadak dari balik gua yang gelap muncul seberkas cahaya api.
Jago Pedang Berdarah Dingin seketika merasakan jantungnya
berdebar keras, sorot matanya dialihkan ke arah mana berasalnya
cahaya tadi sementara tenaganya dihimpun siap menghadapi segala
kemungkinan.
Pada puluhan tombak tingginya di bawah dasar gua muncul
empat orang pria berbaju hitam memiliki wajah bengis, sambil
membawa obor mereka memencarkan diri dan menanti di empat
penjuru di sekeliling sana.
"Sebentar lagi dia akan munculkan diri..." bisik Wie Chin Siang
dengan suara lirih.
Sedikit pun tidak salah, bersamaan dengan selesainya ucapan itu
Hoa Pek Tuo dengan memakai jubah panjang yang keren dan sorot
mata yang bengis perlahan-lahan munculkan diri di sana, ia tertawa
seram dan segera membentak keras :
"Sudah disiapkan semua?"
"Telah siap semua!" jawab ke-empat orang pria itu dengan suara
penuh rasa hormat.
1078
IMAM TANPA BAYANGAN II
Hawa napsu membunuh yang tebal serta sorot mata tajam yang
menggidikkan hati segera muncul di atas wajah Jago Pedang Berdarah
Dingin, matanya berapi-api dan badannya gemetar keras.
"Kenapa engkau?" tegur Wie Chin Siang tertegun.
"Aku ingin sekali membinasakan dirinya!" jawab Pek In Hoei
dengan penuh kebencian.
"Jangan terburu napsu, coba kita lihat pula apa yang hendak
dilakukan olehnya?"
"Aku merasa tak sanggup menahan diri, hampir boleh dibilang
setiap detik aku selalu menantikan datangnya kesempatan yang baik
bagiku untuk membinasakan orang itu."
Mendadak terdengar gelak tertawa yang amat nyaring
berkumandang memenuhi seluruh ruang gua, sambil menyeringai
seram Hoa Pek Tuo bertepuk tangan dua kali, lalu serunya :
"Bawa dia datang kemari!"
Dua orang pria baju hitam buru-buru lari keluar, tidak lama
kemudian sambil membawa seorang kakek kurus kering yang pucat
pias ke-dua orang itu muncul kembali di sana.
Terperanjat hati Jago Pedang Berdarah Dingin menyaksikan
kemunculan orang itu, pikirnya :
"Eeei... bukankah dia adalah Rasul Racun? Bukankah aku telah
berhasil menyelamatkan dirinya? Kenapa sekarang bisa terjatuh
kembali ke tangan Hoa Pek Tuo? Kenapa Hoa Pek Tuo tidak
melepaskan dirinya..." berpikir sampai di situ dengan nada tercengang
segera serunya :
"Kenapa Hee Giong Lam bisa berubah jadi begini rupa?"
"Ssst... jangan berisik, Hoa Pek Tuo telah melatih sejenis ilmu
pukulan beracun yang hanya bisa dipecahkan oleh Hee Giong Lam
seorang, Hoa Pek Tuo takut rahasia ilmu pukulan beracunnya
ketahuan orang lain maka ia berusaha sedapat mungkin untuk
memburu dan membinasakan dirinya dengan cara apa pun juga."
1079
Saduran TJAN ID
"Aku akan menolongnya kembali..." seru Pek In Hoei sambil
mendengus dingin.
Wie Chin Siang menggeleng.
"Kali ini kau tak akan berhasil menyelamatkan dirinya lagi, coba
perhatikan dengan seksama, keadaannya sudah tidak jauh berbeda
dengan orang mati, Hoa Pek Tuo tentu sudah memberikan sejenis obat
kepadanya sehingga membuat dia berubah jadi bodoh dan sama sekali
tak berguna lagi."
"Diam-diam Jago Pedang Berdarah Dingin merasa serba salah, ia
memperhatikan dengan lebih seksama lagi, tidak salah ternyata
keadaan dari Hee Giong Lam memang jauh berbeda dengan keadaan
dahulu, sekarang matanya mendelong bodoh dan memandang sudut
gua dengan ketolol-tololan, air mukanya sama sekali tidak
menunjukkan perasaan apa pun, ia cuma berdiri kaku dengan mulut
membungkam.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... Lo Hee kau tak akan menyangka
bakal menemui keadaan seperti ini bukan?" jengek Hoa Pek Tuo
sambil tertawa keras dengan suara yang dingin menyeramkan, "tempo
hari Pek In Hoei berhasil menyelamatkan dirimu dan kau lantas
beranggapan bahwa kau bisa meloloskan diri dari cengkeramanku.
Hmmm... hmmm... pikiranmu itu terlalu sederhana, bila aku Hoa Pek
Tuo menginginkan seseorang orang itu itu tak akan berani menolak
keinginanku itu, jangan bilang engkau sekali pun Pek In Hoei
akhirnya takkan lolos pula dari cengkeramanku."
Meskipun sikapnya ketolol-tololan, tetapi pikiran Hee Giong
Lam masih jernih, dengan suara dingin ia lantas berkata :
"Hukuman apa yang hendak kau jatuhkan kepadaku, segera
lakukanlah! Kurangi saja ocehanmu yang sama sekali tak berguna
itu..."
"Heehm...! aku tiada maksud untuk membinasakan dirimu!"
"Lalu apa yang hendak kau lakukan?" seru Hee Giong Lam
dengan badan gemetar keras.
1080
IMAM TANPA BAYANGAN II
Hoa Pek Tuo tepuk tangan kembali, seorang pria segera
munculkan diri sambil membawa sebutir pil hitam sebesar kacang
kedelai, dengan nada dingin katanya :
"Aku harap kau jangan menyusahkan lagi anak buahku, lebih
baik telanlah obat ini secara suka rela."
Dengan pandangan dingin Rasul Racun Hee Giong Lam
menyapu sekejap ke arah pria itu, kemudian mendengus dingin, tanpa
mengucapkan sepatah kata pun ia pentang mulutnya lebar-lebar.
Pria tadi segera menyentil pil hitam tersebut ke dalam mulutnya,
tanpa memperoleh perlawanan pria tadi telah menyelesaikan
tugasnya.
"Haaaah... haaaah... haaaah... Hee Giong Lam memang benarbenar
seorang enghiong sejati, kau tidak menyusahkan mereka..." seru
Hoa Pek Tuo sambil tertawa terbahak-bahak.
Hee Giong Lam tertawa dingin.
"Hmm! Sekali pun racun pemutus usus aku berani juga untuk
menelannya..."
"Oooh... tak usah kuatir, bukan racun pemutus usus yang
kuberikan kepadamu, racun ini jauh lebih lihay daripada racun apa
pun, setelah kau menelan obat itu maka pikiranmu akan menjadi
sinting dan semua kejadian yang telah lampau akan kau lupakan sama
sekali, selama hidup akan menjadi gila terus hingga akhirnya mati..."
Sekujur badan Hee Giong Lam gemetar keras, dengan suara
penasaran bercampur dendam serunya :
"Mengapa kau mesti menyiksa diriku dengan cara yang demikian
keji???"
"Oooh... itu baru permulaannya, setelah kau menjadi gila kau
akan suruh putri angkatmu Kong Yo Siok Peng menyaksikan dengan
mata kepala sendiri manusia macam apakah ayah angkatnya itu..."
"Kau... kau..." air muka Hee Giong Lam berubah hebat, saking
gusarnya sekujur badan gemetar makin keras.
1081
Saduran TJAN ID
Setengah harian lamanya dia mengulangi kata-kata tersebut
namun tak sanggup melanjutkan lebih jauh, ia hanya bisa memandang
ke arah rase tua yang telah kehilangan peri kemanusiaannya itu
dengan pandangan penuh kemarahan...
Tetapi sesaat kemudian dia menghela napas sedih dan mendesis
penuh penderitaan, katanya :
"Aku tak mau menjumpai Siok Peng dengan keadaan seperti itu,
aku tak mau..."
"Sekali pun kau tidak mau juga harus, siapa suruh engkau
mengkhianati aku dan melarikan diri dari cengkeramanku? Aku telah
memikirkan cara yang keji untuk menghadapi dirimu dan salah satu
di antaranya adalah ini. Loo Hee, kau jangan salahkah aku berhati
keji, hal ini harus salahkan kau yang telah salah memilih rahim
ibumu..."
Dari perkataan-perkataan yang diucapkan makhluk tua ini, bisa
dibayangkan betapa keji dan telengasnya manusia tersebut.
Hee Giong Lam yang mendengarkan ucapan itu jadi terkesiap,
rasa gusar, benci dan sakit hati terlintas di atas wajahnya, saking
marahnya dia sampai menggigit bibir dan melotot ke arah Hoa Pek
Tuo dengan penuh kebencian serta perasaan dendam.
"Mengapa kau harus menghadapi diriku dengan cara ini?"
kembali Hee Giong Lam berteriak keras.
"Karena kau berani mengkhianati diriku, setiap orang yang berani
mengkhianati aku harus diganjar dengan hukuman yang paling
kejam..."
"Hmmm... Hmmm... aku rasa alasannya belum tentu hanya
karena masalah itu saja..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... tentu saja, salju bisa membeku
setebal tiga depa, kejadian itu bukan berlangsung dalam sehari belaka,
kalau kau ingin mengetahui alasan yang sebenarnya maka lebih baik
tanyalah kepada dirimu sendiri, apakah kau telah mengerjakan tugas
yang kuberikan kepadamu secara sempurna..."
1082
IMAM TANPA BAYANGAN II
"Huuh...! Meskipun nama besarku tidak sebesar dan secemerlang
namamu dalam dunia persilatan, bagaimana pun juga aku masih tetap
merupakan seorang ketua dari suatu perguruan besar, aku tak sudi
melakukan pekerjaan seperti apa yang kau perintahkan, kau tak usah
bermimpi di siang hari bolong..."
"Itu masih belum cukup, setelah kau tak mau jual tenaga
kepadaku, tentu saja aku pun harus mencari akal untuk melenyapkan
dirimu dari muka bumi, aku tak ingin membiarkan engkau terjatuh ke
tangan orang lain sehingga rahasiaku ketahuan..."
Hee Giong Lam tarik napas panjang-panjang katanya :
"Buat apa kau mengucapkan kata-kata yang begitu indah?
Katakan saja kalau kau hendak membunuh orang untuk melenyapkan
bukti."
Hoa Pek Tuo tertawa licik lalu menggeleng.
"Aku sama sekali tiada rencana untuk membinasakan dirimu, asal
kuberi obat gila kepadamu sehingga membuat kau edan dan tidak
kenal siapa-siapa, itu sudah lebih dari cukup, waktu itu kendati sanak
keluargamu sendiri pun tak berani mendekati dirimu."
"Kau... kau... hatimu lebih kejam daripada ular berbisa," jerit Hee
Giong Lam penuh kebencian.
"Hmm! Terserah engkau mau memaki diriku dengan kata macam
apa pun, aku tidak jadi soal... Hee Giong Lam! Sekarang kalau kau
menyesal masih belum terlambat, aku masih mempunyai cara untuk
melenyapkan racun gila yang mengidap dalam tubuhmu itu."
Hee Giong Lam mendengus dingin.
"Hmmm! Tentulah bukan diobati secara gratis bukan..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... tentu saja, aku rasa di kolong langit
ini tiada pekerjaan yang tidak diimbali dengan jasa, kuserahkan obat
pemunah itu kepadamu dan tentu saja kau harus memberi balas jasa
kepadaku, sebab aku rasa cara ini adalah cara yang paling adil."
1083
Saduran TJAN ID
Hee Giong Lam bukanlah seorang manusia lurus yang tulen,
apalagi dia bukan lampu lentera yang kehabisan minyak, satu ingatan
dengan cepat berkelebat di dalam benaknya.
"Kenapa aku tidak coba bermain licik dengan dirinya? Setelah
kudapatkan obat pemunah itu akan aku cari akal lagi untuk melarikan
diri atau membinasakan dirinya, cuma otak bajingan ini terlalu banyak
dan liciknya bukan kepalang, untuk mendapatkan obat pemunah itu
tentu saja bukan suatu pekerjaan yang gampang.
Ia melirik sekejap ke arah Hoa Pek Tuo, kemudian bertanya :
"Apa syaratmu?"
"Haaaah... haaaah... haaaah... apakah kau mulai tertarik?"
"Hmm! Tak usah banyak bicara lagi, aku hanya
mempertimbangkan balas jasa apa yang kau tuntut untuk obat
pemunah tersebut!"
"Oooh... rupanya kau ingin tahu?" seru Hoa Pek Tuo.
Sepasang matanya dengan tajam dan dingin menatap wajah Hee
Giong Lam tanpa berkedip, ia tahu bahwa Rasul Racun adalah
seorang manusia yang sukar untuk dihadapi, manusia macam itu tak
mungkin suka dipergunakan olehnya dengan hati rela.
Satu senyuman licik dan misterius segera tersungging di ujung
bibirnya, dengan cepat otaknya berputar memikirkan cara yang paling
baik untuk menghadapi musuh racunnya itu.
Setelah termenung beberapa saat lamanya, ia lantas berkata :
"Aku hanya menginginkan resep obat Ji-li-biau-hiang mu itu."
Air muka Hee Giong Lam seketika berubah hebat, dengan
pandangan bergidik ia memandang ke arah Hoa Pek Tuo, peristiwa
ini benar-benar menakutkan sekali dan siapa pun tak pernah menduga
kalau Hoa Pek Tuo adalah manusia lihay dengan isi perut yang besar
pula, begitu buka mulut yang diminta ternyata resep rahasia dari
Perguruan Selaksa Racun yang tak pernah diwariskan kepada orang
lain.
1084
IMAM TANPA BAYANGAN II
Resep obat ini kecuali ketuanya sendiri yang boleh mengetahui,
sekali pun anak muridnya yang paling menonjol pun tak akan tahu
rahasia resep obat ini, tak nyana balas jasa yang dikehendaki orang itu
ternyata adalah resep tersebut.
"Apa itu Jit-li-biau-hiang??" Hee Giong Lam pura-pura berlagak
pilon.
Air muka Hoa Pek Tuo berubah hebat, bentaknya :
"Kau tak usah banyak bicara lagi, kau sebagai ketua dari
Perguruan Selaksa Racun masa tidak tahu tentang obat tersebut? Hey
Loo Hee, bersikaplah lebih cerdik, semua barang yang telah
diucapkan oleh aku Hoa Loo sianseng selamanya tak pernah meleset,
ini hari aku akan berbicara terus terang kepadamu, bila kau tidak
memberitahukan resep obat dari Jit-li-biau-hiang maka mulai detik ini
juga jangan harap bisa menikmati kehidupan yang aman tenteram.
Ehmm... sudah tahu???"
"Sebetulnya apa yang kau inginkan? Aku benar-benar tidak
tahu..." seru Hee Giong Lam pura-pura bodoh.
"Tak usah mengulur-ulur waktu lagi," tukas Hoa Pek Tuo dengan
suara ketus, "tanda-tanda gila segera akan mulai bekerja di dalam
tubuhmu, waktu itu sekali pun ada obat juga tak dapat ditolong, kalau
kau setuju maka marilah kita bekerja sama, aku membutuhkan resep
obat dan kau membutuhkan keselamatan jiwamu, kita berdua samasama
tidak merugikan satu sama lainnya."
Ia tertawa seram, setelah berhenti sebentar ujarnya kembali :
"Bagaimana? Aku tidak ingin mendengar lagi jawabanmu yang
tidak tahu itu."
"Aaai..." akhirnya Hee Giong Lam menghela napas panjang, ia
tahu bahwa dirinya tak mungkin bisa meloloskan diri dari
cengkeraman rase tua itu lagi, setelah berpikir sebentar katanya :
"Pertama-tama kau harus memberi keterangan lebih dahulu
kepadaku, buat apa kau minta resep obat itu?"
"Hmmm! Tentang soal ini kau tak usah tahu!"
1085
Saduran TJAN ID
"Tidak! Sebelum aku menerima rahasia dari resep mestika itu,
aku pernah bersumpah di hadapan sucouku bahwa aku tidak akan
menggunakan benda ini secara sembarangan, sebelum dipakai aku
harus mengetahui lebih dahulu tujuannya, bila kau tak mau
memberitahukan hal itu kepadaku tentu saja aku tak akan
memberitahukan rahasia resep itu kepadamu sebelum kuketahui apa
sebenarnya kegunaan serta tujuanmu, ketahuilah aku tidak takut mati
dan aku bersedia mengorbankan selembar jiwa tuaku ini..."
Hoa Pek Tuo tak menyangka kalau Hee Giong Lam bisa begitu
keras kepala sehingga tidak sayang-sayangnya untuk
mempertaruhkan kehidupannya untuk adu kecerdikan dengan ia
sendiri, hawa napsu membunuh segera menyelimuti seluruh
wajahnya.
"Benarkah kau sudah tidak maui jiwamu.."
"Seluruh kehidupanku telah kuserahkan kepadamu, mau bunuh
atau mau siksa kau putuskan sendiri. Hoa Pek Tuo! Aku pun
menyadari, setelah aku tidak berguna dan rahasia itu berhasil kau
dapatkan, tak nanti diriku akan kau lepaskan dengan begitu saja..."
"Ehmmm...! Rupanya kau pun bisa menduga sampai ke situ,
sedikit pun tidak salah aku memang mempunyai rencana untuk
membinasakan dirimu, tetapi sekarang keadaannya jauh berbeda, asal
resep rahasia Jit-li-biau-hiang berhasil kudapatkan, aku tanggung kau
akanku lepaskan dalam keadaan hidup..."
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... aku masih tetap dengan perkataan
semula, sebelum kau terangkan kegunaannya aku tak nanti akan
memberitahukan rahasia tersebut kepadamu, sebab inilah pokok
utama yang harus kuketahui lebih dahulu..."
Hoa Pek Tuo segera mengerutkan alisnya rapat-rapat, untuk
sesaat ia jadi serba susah dan tak tahu apa yang mesti dilakukan, ia
tak mengetahui apa sebabnya Hee Giong Lam memaksa untuk
mengetahui kegunaan serta tujuannya, walaupun Rasul Racun itu juga
seorang pembunuh manusia yang tak berkedip, tetapi setelah ia
1086
IMAM TANPA BAYANGAN II
mengetahui rahasianya, belum tentu iblis tersebut bersedia untuk
bekerja sama dengan dirinya, dan persoalan ini merupakan masalah
utama yang memusingkan kepalanya sebab dia tahu bahwa peristiwa
ini menyangkut kehidupan banyak orang.
Pelbagai ingatan berkecamuk dalam benak rase tua she Hoa ini,
sepasang matanya segera memancarkan cahaya tajam. Sambil
menatap tubuh Hee Giong Lam tanpa berkedip untuk beberapa saat
lamanya ia bungkam dalam seribu bahasa.
Lama sekali... akhirnya dia mengambil keputusan, ujarnya :
"Aku bisa memberitahukan maksud serta tujuanku itu, tetapi aku
pun ada syaratnya."
"Tak usah kau katakan aku pun sudah tahu, bukankah kau suruh
aku menutup rahasia..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... bukan, bukan soal itu, aku merasa
amat percaya terhadap dirimu. Sebab ada beberapa macam barang
penting milikmu yang berada dalam genggamanku, aku percaya kau
tak akan berani membocorkan rahasia ini."
"Lalu persoalan apakah yang kau maksudkan?" tanya Hee Giong
Lam dengan wajah tercengang.
"Setelah kuberitahukan persoalan itu kepadamu, kau harus
memberitahukan kepadaku rahasia resep tersebut, kau tak boleh
sengaja menolak atau mempersulit diriku."
"Oooh... kiranya tentang soal itu, baik asal kehidupan serta
keselamatanku terjamin, aku pasti akan mengabulkan
permintaanmu."
Jago Pedang Berdarah Dingin yang menyaksikan kesemuanya itu
dari tempat persembunyiannya, seketika timbul perasaan bencinya
terhadap Hee Giong Lam, ia merasa Rasul Racun itu terlalu pengecut
dan gampang menyerah kepada musuh hanya disebabkan ingin
mempertahankan kehidupannya, alis matanya berkerut dan hawa
napsu membunuh menyelimuti seluruh wajahnya, ia merasa tak kuat
1087
Saduran TJAN ID
menahan diri dan ingin sekali meloncat turun ke bawah untuk
membinasakan Hoa Pek Tuo.
"Chin Siang," bisiknya, "aku mau turun ke bawah dan membunuh
mati bangsat tua itu..."
"Tunggu sebentar!" cegah Wie Chin Siang sambil menarik
tangannya, "aku tahu bahwa membalas dendam adalah suatu urusan
yang amat penting, tetapi racun Jit-li-biau-hiang milik Hee Giong
Lam pun merupakan suatu jenis racun yang maha dahsyat, ditinjau
dari keinginan Hoa Pek Tuo yang begitu besar untuk mendapatkan
benda itu, bisa diduga kalau ia mempunyai suatu rencana besar yang
luar biasa sekali, kesempatan seperti ini jarang sekali ditemui, kenapa
kau mesti terburu napsu, tunggulah sebentar dan mari kita dengarkan
dahulu apa rencana busuknya itu..."
Diam-diam Pek In Hoei menghela napas panjang, ia merasa
kagum sekali terhadap pikiran yang terang serta pengertian dari Wie
Chin Siang, dia tahu Hoa Pek Tuo bukan cuma memusuhi dirinya
seorang, boleh dibilang seluruh umat dunia persilatan adalah musuhmusuhnya,
bila pada saat ini dia bisa menggunakan kesempatan baik
itu untuk mencari dengar rencana busuknya, hal ini boleh dibilang
merupakan suatu pertolongan yang besar bagi umat dunia persilatan.
Ia menggelengkan dengan gemas sambil gumamnya :
"Yaah... terpaksa aku harus membiarkan dia untuk hidup
beberapa jam lebih lama lagi..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... " sementara itu Hoa Pek Tuo yang
mendengar bahwa Hee Giong Lam telah menyanggupi
permintaannya, karena girang ia segera tertawa terbahak-bahak, sorot
matanya memancarkan cahaya gembira yang sukar dikendalikan lagi,
serunya :
"Loo-Hee, kau memang tidak malu disebut sebagai seorang
manusia yang cerdik!"
"Hmm! Tak usah mengucapkan hal-hal yang sama sekali tak
berguna, cepat beritahukan kepadaku apa rencanamu itu!"
1088
IMAM TANPA BAYANGAN II
Senyuman yang semula menghiasi ujung bibir Hoa Pek Tuo
seketika lenyap tak berbekas, ujarnya :
"Kau tentu ingin tahu bukan, apa sebabnya selama banyak tahun
aku orang she Hoa selalu berusaha menerbitkan keonaran di dalam
dunia persilatan? Tujuanku bukan lain adalah untuk mewujudkan
suatu pekerjaan besar dan mendirikan suatu kekuatan besar di dalam
dunia persilatan yang penuh dengan pertikaian ini agar dipuji dan
disanjung oleh setiap orang, tetapi selama ini meskipun aku telah
menggunakan segenap kekuatan yang kumiliki untuk menciptakan
beberapa macam peristiwa besar yang menggetarkan seluruh jagad,
tetapi hasil yang kucapai masih terbatas sekali, baik para jago dari
golongan lurus maupun para jago dari golongan sesat masih belum
tunduk semua kepadaku..."
"Hmmm... hal itu disebabkan cara hidupmu yang terlalu sadis dan
kejam," sambung Hee Giong Lam sambil tertawa dingin, "setiap kali
ingin membutuhkan tenaga seseorang maka orang itu dirayu dan
disanjung dengan kata-kata yang manis, dengan menggunakan cara
apa pun berusaha untuk mendapatkan tenaganya, tetapi setelah nilai
dari orang itu hilang maka kau akan rubah muka tak kenal sahabat,
bukan saja terhadap orang-orang yang pernah membantu dirimu itu
tak kenal budi, bahkan berusaha keras dengan menggunakan pelbagai
cara yang paling keji untuk mencelakai jiwanya, di sinilah terletak
pangkal kekalahan yang harus kau terima... mengerti bangsat?"
Seakan-akan perkataan itu merupakan anak panah yang
bersarang telak di atas ulu hatinya, air muka Hoa Pek Tuo seketika
berubah hebat, dengan penuh kegusaran dia melotot ke arah
lawannya, hampir saja hawa napsunya dilampiaskan.
Tetapi malam ini ia tidak berbuat demikian, wajahnya perlahanlahan
berubah jadi tenang kembali, katanya dengan suara hambar :
"Aku tidak membantah kalau aku pernah melakukan perbuatan
semacam itu, tetapi hal itu kulakukan karena keadaan yang terpaksa,
kau mesti tahu bila seseorang ingin muncul dalam dunia persilatan
1089
Saduran TJAN ID
dan ingin jadi terkenal maka orang itu harus berani bertindak keji,
harus berani melakukan perbuatan yang tak berani dilakukan orang
lain, bagiku yang penting adalah cita-citaku tercapai dan apa yang
kuhendaki bisa terpenuhi, aku tak mau ambil peduli dengan cara
apakah aku berbuat apa yang dikatakan orang di belakang tubuhku..."
Hee Giong Lam terkejut mendengar perkataan itu, terhadap
kelicikan serta kekejian dari rase tua yang berhati iblis ini ia pun lebih
mengerti setingkat, ia tahu tak ada gunanya membicarakan tentang
masalah itu dengan dirinya, maka otaknya segera berputar mulai
mencari akal untuk digunakan menghadapi rase tua itu...
Setelah mendengus dingin, ujarnya :
"Kau menganggap enteng apa yang akan menamatkan
riwayatmu, kau mesti tahu betapa benci dan mendendamnya orangorang
yang pernah kau gunakan itu, mereka akan tinggalkan dirimu
satu per satu, di belakangmu menjelek-jelekkan kau dan menyiarkan
kabar ini kepada orang lain, menanti semua orang sudah mengetahui
manusia macam apakah dirimu itu maka tak akan ada manusia yang
berani berhubungan dengan dirimu lagi..."
"Huuh...! Kau anggap manusia-manusia yang datang kepadaku
benar-benar untuk mengikat tali persahabatan," jengek Hoa Pek Tuo
sinis, "Lo Hee kau keliru besar, pada jaman sekarang yang punya
kekuatan dialah kakak dan siapa punya uang dia adalah nenek
moyang, selama aku Hoa Pek Tuo masih punya kekuatan aku percaya
masih ada orang yang datang menggabungkan diri dengan diriku, kau
jangan lupa uang bisa malang melintang dan kekuasaan bisa
mencabut gunung, selama kita masih dapat menguasai ke-dua macam
hal tersebut di atas maka entah berapa banyak manusia yang secara
sukarela akan datang menyumbangkan tenaganya, karena hanya
berbuat demikianlah mereka baru bisa hidup dan dengan berbuat
begitu saja keselamatan mereka baru terjamin..."
"Tetapi banyak orang yang tidak bisa digerakkan oleh emas dan
kekuatan..." bantah Hee Giong Lam.
1090
IMAM TANPA BAYANGAN II
"Haaaah... haaaah... haaaah... itu gampang sekali!" seru Hoa Pek
Tuo sambil tertawa terbahak-bahak, "asal di tangan yang satu kau
memegang pisau dan di tangan lain kau membawa uang, sehingga
kalau tak usah menggunakan uang lantas memakai pisau, dalam
keadaan demikian tak mungkin ada orang yang demikian tololnya
hingga lebih suka memilih pisau daripada uang..."
"Dan sekarang kau akan menggunakan cara ini untuk
menghadapi diriku..." seru Hee Giong Lam dengan wajah menghina.
Hoa Pek Tuo segera menggelengkan wajahnya.
"Untuk menghadapi dirimu aku rasa ke-dua macam benda itu
mungkin tak akan mendatangkan hasil apa-apa, sebab bagaimana pun
juga kau sebagai seorang ketua dari suatu perguruan masih dihormati
sebagai seorang angkatan tua di dalam Perguruan Selaksa Racun dan
aku menghormati dirimu sebagai pria sejati, karena itu aku tidak
bersedia menggunakan cara tersebut untuk menghadapi dirimu..."
"Hmmm!" Hee Giong Lam mendengus dingin, satu senyuman
yang mengandung rasa benci dan dendam yang amat tebal
tersungging di ujung bibirnya, ia berseru :
"Hmmm! Kecuali menggunakan dua macam cara itu, aku percaya
kau masih belum memiliki cara lain untuk menghadapi diriku..."
hpg gelengkan kepalanya berulang kali.
"Kenapa kau begitu bodoh dan tololnya sehingga keadaan yang
begitu gampang pun tak bisa kau temukan," ia berhenti sebentar dan
mendengus penuh penghinaan, "untuk menghadapimu terpaksa akua
harus menyerang titik kelemahanmu, dan untuk menguasai engkau
aku tak butuh menggunakan uang atau senjata, aku akan membuat
engkau menuruti semua perintahku dengan hati rela dan sama sekali
tidak memiliki kemampuan untuk melakukan perlawanan..."
"Oooh... jadi kau telah berhasil menangkap titik kelemahanku
itu?"
Sepasang sorot mata Hoa Pek Tuo berkilat, dia mengangguk.
1091
Saduran TJAN ID
"Sedikit pun tidak salah, dan titik kelemahanmu itu justru terletak
di dalam hati kecilmu sendiri. Lo Hee, bukankah kau amat
menyayangi Kong Yo Siok Peng? Aaaah! Memang benar, dia adalah
seorang bocah perempuan yang menyenangkan sekali, asal aku
berbuat sesuatu di atas tubuhnya, aku percaya kau tentu akan
menyerah kalah."
Hee Giong Lam amat terperanjat setelah mendengar perkataan
itu, ia tak menyangka kalau Hoa Pek Tuo adalah manusia yang
demikian kejinya sehingga terhadap putri angkatnya pun ia tak mau
lepaskan, memang benar dia amat menyayangi Kong Yo Siok Peng,
jago racun yang selama hidupnya tak pernah tunduk kepada orang lain
ini hanya tunduk dan menurut sekali terhadap setiap perkataan dari
putrinya, apa yang diminta gadis itu selamanya selalu dipenuhi, belum
pernah ia mengecewakan hati dara tersebut.
Dengan wajah terperanjat dan suara gemetar ia berseru :
"Kenapa... kenapa kau berpikir sampai ke tubuhnya?"
"Haaaah... haaaah... haaaah... sejak tempo hari Jago Pedang
Berdarah Dingin Pek In Hoei menolong dirimu, aku telah mengetahui
betapa cinta dan sayangnya putrimu itu kepadamu, timbullah satu
ingatan di dalam benakku untuk menggunakan cara ini guna
membekuk dan menundukkan hatimu."
"Kau terlalu kejam!" jerit Hee Giong Lam dengan hati terkesiap.
"Hmmm! Tidak... tidak seserius itu, selamanya beginilah caraku
hidup sebagai manusia, asal tujuanku bisa tercapai peduli amat
dengan cara yang paling keji sekali pun akan kulakukan, obat gila
yang kucekokkan kepadamu itu pun baru suatu permulaan dari usaha
besarku..."
"Setelah aku jadi gila hal itu tak akan mendatangkan manfaat apaapa
bagimu..." bentak Hee Giong Lam gusar.
Hoa Pek Tuo tertawa dingin.
"Aku ingin membuat kau jadi edan sehingga tiap orang merasa
takut untuk mendekati dirimu, sehingga anak angkatmu sendiri juga
1092
IMAM TANPA BAYANGAN II
takut untuk bertemu dengan engkau... aku ingin merubah sama sekali
kesan putrimu terhadap kau, agar di dalam hati kecilnya selalu
membekas kesan yang jelek."
"Bajingan... kau... kau hendak mencelakai diriku hingga keadaan
yang begitu mengenaskan... kau bangsat berhati binatang," teriak Hee
Giong Lam setengah kalap.
Melihat lawannya jadi panik, Hoa Pek Tuo semakin bangga lagi,
serunya kembali :
"Hanya dengan ancaman begitulah kau baru suka membicarakan
syarat dengan diriku, kalau tidak mengapa kau mesti membuang
tenaga serta pikiran yang demikian banyaknya untuk menangkap
kembali kalian ayah dan anak."
"Hmmmm... hanya disebabkan ingin memperoleh resep rahasia
Jit-li-biau-hiang kau begitu tega menggunakan cara yang paling keji
untuk menghadapi aku Hee Giong Lam, hatimu memang hati
serigala... kau terkutuk untuk selamanya..."
"Ooooh... tentu saja aku harus bersikap demikian kepadamu,
karena aku tahu di kolong langit hanya kau seorang yang memiliki
rahasia dari resep Jit-li-biau-hiang tersebut, aku percaya tak seorang
manusia pun di kolong langit yang mengetahui cara pembuatan dari
obat racun keji tersebut, dalam pandanganmu resep tersebut hanya
merupakan suatu kepandaian rahasia, sebaliknya bagiku merupakan
suatu kebutuhan, juga merupakan sejenis senjata ampuh, dengan
senjata ampuh itu aku bisa melenyapkan berpuluh-puluh orang musuh
besarku, dengan benda itu pula aku bisa merajai seluruh kolong langit
tanpa tandingan, sekali pun selama ini aku telah bersusah payah tetapi
pengorbananku itu tak seberapa kalau dibandingkan dengan hasil
yang bakal terjadi, coba pikirlah bukankah perkataan itu benar?"
Hee Giong Lam menghela napas sedih.
"Kau memang lihay... kau memang hebat... aku orang she-Hee
merasa kali ini sudah jatuh kecundang di tanganmu," serunya.
Hoa Pek Tuo tertawa seram.
1093
Saduran TJAN ID
"Engkau bisa memahami akan persoalan ini membuat hatiku
merasa amat gembira," serunya, "sekarang kau dapat
menggunakannya untuk bertukar dengan diriku, inilah persoalan yang
paling adil di kolong langit, aku tak bakal merugikan dirimu..."
"Kau belum memberitahukan apa tujuanmu kepadaku," sahut
Hee Giong Lam sambil tertawa seram, "karena itu aku tidak akan
memberitahukan kepadamu!"
"Hmm...! Sekarang tentu kau tahu di mana lihaynya hubungan
ini, tahu atau tidak bukanlah urusan yang terlalu penting bagimu, demi
kemanfaatan ke-dua belah pihak aku lihat lebih baik kau tak usah
tanyakan lagi persoalan itu kepadaku."
"Hal ini sama sekali berbeda," teriak Hee Giong Lam dengan
gusar, "racun Jit-li-biau-hiang merupakan obat rahasia yang
ditinggalkan cou-su Perguruan Selaksa Racun kami, setiap generasi
hanya ciangbunjin-nya saja yang bisa menggunakan ilmu tersebut,
aku tak bisa menjual cou-su ku karena engkau tak mau
memberitahukan apa tujuanmu..."
"Hmmm....! Cou-su ya mu toh sudah mati beberapa tahun,"
jengek Hoa Pek Tuo dengan nada seram, "aku percaya bahwa
kematian cou-su ya mu itu tidak lebih penting daripada keselamatan
jiwa putrimu pada saat ini, kau anggap perkataan dari aku orang she
Hoa benar atau tidak?"
"Sama sekali berbeda," air muka Hee Giong Lam nampak serius
dan keren sekali, "meskipun aku Hee Giong Lam bukan manusia dari
kalangan lurus, akan tetapi aku tak akan sudi melakukan tindakan
serta perbuatan yang melanggar serta mengkhianati cou-su ya
perguruan sendiri, karena sewaktu racun Jit-li-biau-hiang tersebut
diwariskan kepadaku, aku pernah angkat sumpah di hadapan lukisan
cou-su ya kami bahwa ilmu tersebut tak akan kupergunakan dengan
sembarangan sebelum aku mengetahui tujuan serta maksudnya, aku
tak akan melanggar peraturan pantangan dari perguruan kami hanya
disebabkan putri angkatku, Hoa Pek Tuo! Perkataanku hanya sampai
1094
IMAM TANPA BAYANGAN II
di sini saja, mau kau katakan kepadaku atau tidak itu semua terserah
pada keputusanmu sendiri!"
Hoa Pek Tuo termenung dan berpikir sebentar, ia tahu terhadap
manusia semacam Hee Giong Lam memang paling sukar dilayani,
demi mendapatkan rahasia cara pembuatan racun lihay Jit-li-biauhiang,
terpaksa untuk pertama kalinya dia harus tunduk kepada si
Rasul Racun tersebut, seolah-olah mengambil keputusan di dalam hati
kecilnya ia berseru lantang :
"Baiklah! Akan kuberitahukan padamu, ketahuilah bahwa di
dalam dunia persilatan partai Siau-lim, partai Bu tong serta partai
Hoa-san lah yang merupakan perguruan dengan pengaruh terbesar di
dunia persilatan, dan tiga partai itu pula merupakan partai yang paling
lurus di antara semua perguruan yang ada di kolong langit, kau tentu
sadar bukan bahwa untuk menundukkan hati mereka semua sehingga
ke-tiga partai besar itu rela membantu usahaku bukanlah suatu
pekerjaan yang sangat gampang, aku telah mengutus orang sebanyak
beberapa kali untuk menyampaikan maksud hatiku itu, namun sampai
sekarang belum ada juga jawabannya."
Ia tarik napas panjang lanjutnya :
"Yang paling pusingkan kepala lagi jika ke-tiga partai tersebut
bersatu padu dan bekerja sama untuk menentang kekuasaanku, aku
tahu di antara ke-tiga partai tersebut, semuanya merupakan partai
yang terbesar di dunia persilatan, berada dalam keadaan begini aku
tak boleh membiarkan kekuasaan serta pengaruh mereka bertambah
besar, satu-satunya jalan yang bisa kulakukan untuk mengatasi situasi
semacam ini hanyalah menumpas dan memusnahkan mereka semua
tanpa diketahui dan disadari oleh mereka, tentu saja pekerjaan ini
bukan suatu perbuatan yang terlalu gampang..."
"Maka dari itu kau lantas berpikir hendak menggunakan bubuk
racun Jit-li-biau-hiang untuk menumpas serta melenyapkan seluruh
musuh-musuh yang menentang dirimu itu, bukankah begitu?"
sambung Hee Giong Lam dengan cepat.
1095
Saduran TJAN ID
Dengan pandangan dingin ditatapnya wajah Hoa Pek Tuo tanpa
berkedip, lalu tambahnya :
"Caramu itu benar-benar terlalu keji dan tidak mengenal akan
peri kemanusiaan."
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... peduli amat keji atau tidak,
berperikemanusiaan atau tidak, yang kupikirkan dan kuperhatikan
adalah berhasil atau tidak caraku itu," sahut Hoa Pek Tuo sambil
menyeringai seram.
"Hmmm!" Hee Giong Lam tertawa dingin, "kau hanya tahu
bagaimana caranya mencapai cita-cita pribadimu... kau cuma tahu
memuaskan ambisi pribadimu... tahukah kau sampai di manakah daya
hancur yang diakibatkan racun Jit-li-biau-hiang tersebut? Racun itu
akan memusnahkan beribu-ribu lembar jiwa kehidupan..."
Hoa Pek Tuo tertegun kemudian serunya :
"Aku hanya tahu bahwa bubuk racun itu sangat lihay namun
belum kuketahui dengan pasti sampai di manakah kekuatan daya
hancur yang dimiliki sari racun tersebut, kau toh seorang ahli di dalam
penggunaan pelbagai macam racun, dapatkah kau beritahukan sedikit
keterangan mengenai persoalan ini..."
"Kelihayan dari bubuk racun Jit-li-biau-hiang bukan hanya
ditujukan pada satu orang belaka, asalkan racun itu disebarkan sedikit
saja di udara maka sebuah kehidupan yang berada di lingkungan
radius tujuh li akan mati keracunan dan musnah jadi segumpal air
bercampur darah, dan akhirnya tulang belulang mereka pun akan ikut
musnah dan lenyap tak berbekas... keadaan itu boleh dibilang sama
halnya membunuh orang tanpa meninggalkan jejak, sampai bukti
mayat pun tidak kelihatan, coba bayangkan benda selihay itu apakah
bisa kuberitahukan kepada orang lain secara sembarangan..."
Hoa Pek Tuo segera menengadah dan tertawa terbahak-bahak :
"Haaaah... haaaah... haaaah... semakin dahsyat daya penghancur
yang dimiliki racun itu semakin bernapsu aku untuk memilikinya...
asal kusebarkan sedikit saja racun itu di antara tiga partai besar maka
1096
IMAM TANPA BAYANGAN II
dalam waktu singkat semua anggota perguruan besar itu akan
mengalami kemusnahan; dalam waktu yang amat singkat tiga partai
besar dari dunia persilatan akan lenyap dari permukaan bumi dan
orang kangouw pasti tak akan mengira para anggota dari ketiga partai
besar itu secara tiba-tiba lenyap tak berbekas... Haaaah... haaaah...
haaaah... Loo Hee! Aku berterima kasih sekali kepadamu karena
engkau suka memberitahukan kesemuanya itu kepadaku, kalau tidak
aku masih belum tahu kalau racun itu memiliki kelihaian sampai
sejauh itu..."
"Hmmm! Yang mengalami kemusnahan bukan cuma ke-tiga
partai itu saja, masih banyak yang akan menerima kematian akibat
perbuatanmu itu..."
"Siapa lagi yang akan ikut merasakan akibat dari penyebaran
bubuk racun itu..." tanya Hoa Pek Tuo tertegun.
Dengan gusar Hee Giong Lam mendengus.
"Orang-orang yang berdiam di sekitar tempat kejadian serta
binatang peliharaan atau pun binatang apa pun yang kebetulan berada
di sekitar sana akan mengalami kemusnahan total... masih ada lagi
orang-orang yang kebetulan lewat di tempat itu, kesemuanya akan
mati dan berubah jadi gumpalan darah..."
Hoa Pek Tuo tertawa terbahak-bahak, buru-buru ia perintahkan
ke-dua orang pria anak buahnya untuk melepaskan Hee Giong Lam,
satu senyuman licik yang menyeramkan tersungging di ujung
bibirnya, perlahan-lahan ia maju ke depan dan menepuk bahu Rasul
Racun tadi, katanya :
"Lo Hee, kau betul-betul hebat! Rupanya kerja sama di antara kita
sudah pasti akan terjalin sekarang aku baru tahu bahwa engkau sangat
berguna bagiku, di kemudian hari aku masih membutuhkan banyak
obat-obatan darimu."
Terhadap sanjungan dan pujian yang dilontarkan rase tua yang
licik dan kejam itu kepadanya, bukan saja Hee Giong Lam sama sekali
tidak merasa girang atau senang justru malahan hatinya terjelos, dia
1097
Saduran TJAN ID
tahu Hoa Pek Tuo sedang berusaha keras membaiki dirinya, semua
tindak-tanduknya itu dilakukan bukan lain untuk mendapatkan bubuk
racun Jit-li-biau-hiang.
Ia segera menggertak gigi kencang-kencang dan menatap wajah
rase tua yang licik itu dengan pandangan berapi-api, teriaknya :
"Terima kasih banyak atas sanjungan dan pujianmu itu, sayang
sekali aku tidak ingin bekerja sama dengan dirimu."
"Apa?" teriak Hoa Pek Tuo keras-keras, saking gusarnya dia
sampai mencak-mencak seperti monyet kena terasi... kau berani
menentang diriku...? Kurang ajar... Kau berani tak mau bekerja sama
dengan aku... rupanya kau sudah bosan hidup."
"Hmmm! Kenapa engkau mesti bingung dan kaget? Walaupun
aku Hee Giong Lam sudah mencelakai banyak orang, sudah
membunuh beberapa orang namun jumlahnya masih terbatas sekali,
jika kubuatkan bubuk racun Jit-li-biau-hiang tersebut untukmu, maka
korban yang menemui ajalnya akan semakin banyak... perbuatan
semacam itu benar-benar merupakan suatu perbuatan yang
bertentangan dengan peraturan serta tujuan Perguruan Selaksa Racun
kami, oleh sebab itu aku sudah mengambil keputusan untuk
mempertaruhkan selembar jiwa tuaku ini, tak nanti kuberitahukan
kepadamu bagaimana caranya membuat bubuk racun Jit-li-biauhiang."
"Kau sudah bosan hidup? Kau pengin modar?" teriak Hoa Pek
Tuo teramat gusar.
Hee Giong Lam tarik napas panjang.
"Bukankah aku telah menyatakan sikapku? Bukankah
pendirianku sudah tercermin jelas sekali? Kalau engkau ingin
membinasakan diriku, lakukanlah sekarang juga sekehendak hatimu...
aku Rasul Racun tak akan mengerutkan dahi menerima siksaan
darimu itu... sekali pun disiksa atau dihukum mati aku Hee Giong
Lam tak akan merasa gentar..."
1098
IMAM TANPA BAYANGAN II
Air muka Hoa Pek Tuo berubah jadi jelek dan sangat tak enak
dilihat, keadaannya jauh lebih menyeramkan daripada sesudah
digaplok orang, otot hijau di wajahnya pada menonjol keluar, saking
gusarnya sekujur tubuhnya sampai gemetar keras. Serunya dengan
penuh kebencian :
"Aku sama sekali tidak bermaksud untuk membunuh dirimu,
engkau telah menelan obat gilaku dan sebentar lagi penyakit tersebut
akan mulai bekerja dalam tubuhmu... waktu itu... jika Kong Yo Siok
Peng menyaksikan keadaanmu yang edan... keadaanmu yang
menyeramkan itu... Haaaah... haaaah... haaaah... bisa dibayangkan
bagaimana indahnya pemandangan ketika itu..."
Tiba-tiba Hee Giong Lam tertawa dingin.
"Jangan lupa aku sendiri pun seorang ahli di dalam menggunakan
pelbagai macam racun," serunya, "obat edanmu belum tentu mampu
merubuhkan aku... Hoa Pek Tuo, aku lihat tindakanmu kali ini
mungkin akan menemui kegagalan total."
"Haaaah... haaaah... haaaah... kepandaian Lo Hee di dalam
menggunakan pelbagai ilmu beracun memang amat mengagumkan
hatiku, tetapi kau telah melupakan sesuatu yakni obat edan itu sengaja
kudatangkan dari wilayah Biau dan khusus ditujukan untuk manusia
yang mempunyai daya lawan terhadap racun dalam tubuhnya, aku
tahu obat biasa tak mungkin akan mendatangkan hasil apa-apa
terhadap dirimu, maka sengaja kucampuri pula beberapa jenis obat
dalam obat edan tersebut, sekali pun engkau punya kepandaian yang
sangat tinggi, aku percaya engkau tak akan mampu untuk
memecahkan obat-obat-an yang telah kubuat sendiri itu, kalau kau
tidak percaya cobalah untuk mengerahkan tenaga."
Hee Giong Lam merasa hatinya tercelos dan muncullah rasa
bergidik dari dasar hatinya, ia mengetahui jelas sampai di manakah
kemampuan yang dimiliki kakek licik she Hoa itu, orang ini bukan
saja memiliki kemampuan yang luar biasa dalam ilmu silat, ilmu
menggunakan racun yang berhasil dikuasai olehnya pun tidak kalah
1099
Saduran TJAN ID
hebatnya, setelah orang itu mengucapkan dengan begitu meyakinkan
berarti bahwa apa yang telah terjadi kemungkinan besar memang
begitulah kenyataannya.
"Jalan pikiranmu benar-benar amat sempurna..." akhirnya ia
berseru dengan hati bergetar keras.
Di dalam menggunakan pelbagai racun orang ini mempunyai
suatu cara yang khusus untuk mencoba apakah dirinya keracunan atau
tidak, ketika ujung lidahnya dijilatkan di atas langit-langit mulutnya
ia telah tahu bahwa dirinya keracunan, dan dari situ pula ia sadar
bahwa apa yang diucapkan Hoa Pek Tuo bukan gertak sambal belaka.
Justru karena itulah Hee Giong Lam merasakan hatinya bergetar
keras, bagi seseorang yang kebal terhadap pelbagai macam racun, bila
satu kali keracunan maka akibatnya akan mengerikan sekali, racun
tersebut akan memancing bekerjanya racun-racun lain di dalam
badan, dalam keadaan begitu tiada kesempatan lagi baginya untuk
menyelamatkan diri.
Sekarang ia tahu bahwa ajalnya sudah hampir tiba, dan saat
kemusnahan bagi dirinya sudah ada di depan mata, dengan gusar
bercampur mendongkol teriaknya :
"Hoa Pek Tuo, sekali pun berubah jadi setan aku tetap datang
mencari dirimu."
Kakek licik itu mendengus dingin."Hmmm! Lihatlah di atas
alismu telah muncul hawa hijau yang tebal.... itu manandakan bahwa
racun di dalam sudah akan mulai bekerja..."
Sedikit pun tidak salah, tidak selang beberapa saat kemudian
keringat dingin sebesar kacang kedelai mulai mengucur keluar
membasahi jidat Hee Giong Lam, hawa hijau yang amat tebal
menyelimuti sekeliling alisnya dan sepasang matanya melotot besar.
Kian lama tubuhnya gemetar semakin keras, air mukanya
menunjukkan perubahan yang sangat aneh, inilah suatu pertanda
kalau seseorang akan berubah jadi gila...
1100
IMAM TANPA BAYANGAN II
Rupanya Hee Giong Lam menyadari akan keadaan tersebut,
dengan sorot mata memancarkan rasa ngeri dan ketakutan ia melotot
ke arah Hoa Pek Tuo.
Sebelum pikiran terakhir yang sadar lenyap dari benaknya, tokoh
silat yang pandai menggunakan racun ini bertekad untuk melakukan
adu jiwa, ia menatap wajah musuhnya tajam-tajam sementara otaknya
berputar :
"Sekarang juga aku bakal musnah... sebentar lagi ingatanku jadi
hilang dan aku bakal gila... toh Hoa Pek Tuo telah memusnahkan
diriku, aku tak boleh membiarkan dia hidup sendiri dengan riang
gembira, paling sedikit aku harus pertaruhkan sisa tenagaku untuk
berusaha keras melenyapkan rase tua ini dari muka bumi..."
Berpikir sampai di situ sepasang matanya kontan melotot tajam,
teriaknya setengah menggembor :
"Hoa Pek Tuo, tahukah engkau apa yang hendak kulakukan saat
ini???"
"Kau hendak mencari aku untuk mengadu jiwa!" jawab Hoa Pek
Tuo dengan nada dingin.
Jawaban tersebut menegunkan hati Hee Giong Lam, serunya
dengan nada tercengang:
"Oooh! Rupanya kau telah mengetahui segala-galanya."
Pada saat ini kewaspadaan dalam hati Hoa Pek Tuo telah muncul,
segenap tenaga dalam yang dimilikinya telah dihimpun mengelilingi
seluruh tubuhnya, ia mengetahui jelas tentang kemampuan yang
dimiliki lawannya, karena itu menghadapi musuh yang hampir gila,
kakek licik yang berhati kejam ini tak berani bertindak gegabah,
napsu membunuh menyelimuti wajahnya dan ia berkata dengan nada
dingin :
"Aku orang she Hoa sudah setengah abad lamanya berkelana di
dalam dunia persilatan, manusia macam apa pun pernah kujumpai dan
kejadian apa pun pernah kualami, dari perubahan sikap serta wajah
orang aku yakin masih mampu untuk menebak isi hatinya... oleh
1101
Saduran TJAN ID
karena itu semua yang sedang kau pikirkan di dalam hati, asal terlintas
di atas wajahmu maka aku bisa menebaknya dengan tepat. Lo Hee,
bertindaklah yang cerdik... jangan melakukan tindakan yang nekad,
pada sisa waktu yang amat terbatas ini lebih baik pergunakanlah untuk
memikirkan kejadian yang telah lampau kalau tidak maka di
kemudian hari kau tak akan memperoleh kembali kesempatan untuk
mengenang kejadian yang telah lampau..."
"Aku tidak butuh mengenang kembali kejadian yang telah
lampau... Hoa Pek Tuo sekarang yang kubutuhkan adalah bagaimana
caranya membinasakan dirimu, kau harus berhati-hati... sebab dalam
serangan yang bakal kulancarkan sekarang akan kugunakan semua
jurus yang mematikan..."
Meskipun dalam hati kecilnya Rasul Racun dari Perguruan
Selaksa Racun ini sudah timbul hasratnya untuk melakukan adu jiwa,
akan tetapi ia tak berani turun tangan secara gegabah, sebab pihak
lawan bagaimana pun juga merupakan seorang jago yang sangat lihay,
asal serangannya mengalami kegagalan niscaya tak ada kesempatan
lain yang bisa dipergunakan lagi, oleh sebab itu ia selalu menantikan
kesempatan yang terbaik untuk turun tangan.
Sayang pihak lawan melakukan persiapan pula dengan ketatnya,
hal ini membuat Hee Giong Lam selalu gagal untuk mencari suatu
kesempatan baik yang terasa paling sesuai baginya.
Terdengar Hoa Pek Tuo tertawa dingin lalu berkata :
"Kau tak akan mempunyai kesempatan untuk melakukan
hasratmu itu, dan kepandaian yang kau miliki pun tak akan berhasil
membuat cita-citamu itu tercapai, sekarang bukannya aku tidak
memberi peluang kepadamu, tetapi aku berani bertaruh bahwa engkau
tak berani turun tangan bukankah begitu?"
Hee Giong Lam tertawa dingin, perlahan-lahan dia singkap
telapak tangannya ke atas sambil berseru :
"Aku pikir engkau pun tak akan berani menyambut pukulan ini!"
1102
IMAM TANPA BAYANGAN II
"Hmmm! Yang penting dicobalah lebih dahulu, bukan saja aku
berani untuk menerimanya bahkan aku pun akan balas menyerang
sehingga membuat dirimu terluka..."
Diam-diam Hee Giong Lam bergirang hati mendengar ucapan
itu, tiba-tiba ia membentak keras telapak kanannya laksana kilat
melancarkan sebuah pukulan dahsyat ke depan.
Serangan itu dilakukan begitu hebat dan cepat sehingga sama
sekali di luar dugaan Hoa Pek Tuo, ia tak mengira kalau berada dalam
keadaan begini tenaga dalam yang dimiliki musuhnya masih begitu
lihay dan hebatnya...
Angin pukulan bagaikan titiran hujan badai meluncur kemudian
dengan cepatnya... Blaaam! Di tengah udara terjadilah suatu ledakan
keras yang menggetarkan seluruh permukaan bumi.
"Akan kusambut datangnya pukulan itu..." jengek Hoa Pek Tuo
sambil ayun telapaknya.
Terhadap datangnya angin pukulan yang keras dan dahsyat yang
sedang meluncur datang itu bukan saja kakek licik berhati kejam ini
tidak pandang sebelah mata pun bahkan ia sama sekali memandang
hina.
Menanti angin pukulan yang dipancarkan lawan hampir
mengenai tubuhnya, waktu itulah telapaknya tiba-tiba didorong ke
muka dan menyambut datangnya ancaman tersebut dengan keras
lawan keras.
Blaaaam...! Di tengah udara kembali terjadi ledakan dahsyat yang
memekakkan telinga, desiran angin tajam berhamburan ke empat
penjuru... dengan badan tergetar Hoa Pek Tuo mundur selangkah ke
belakang, keadaannya masih tetap tenang saja seakan-akan sama
sekali tak pernah terjadi suatu kejadian apa pun.
"Aduuuh..." keadaan Hee Giong Lam tak seenteng itu, dia
menjerit kesakitan dan secara beruntun mundur tujuh delapan langkah
ke belakang, darah kental mengucur keluar dari ujung bibirnya,
1103
Saduran TJAN ID
dengan wajah pucat pias bagaikan mayat ia melotot ke arah Hoa Pek
Tuo tanpa berkedip.
Bagian 41
"BAGAIMANA?" ejek Hoa Pek Tuo sambil tertawa dingin,
"perkataanku sama sekali tidak salah bukan?"
Senyuman yang penuh ejekan tersungging di bibirnya yang telah
keriput, seakan-akan kakek licik yang berhati kejam ini sedang
merasa bangga dan senang karena pukulan yang dilancarkan barusan
mendatangkan hasil seperti apa yang diharapkan.
Hee Giong Lam menengadah dan tertawa seram.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... sedikit pun tidak salah, di dalam hal
ini engkau memang berhasil duduk di atas angin..."
"Huuuh... kalau kudengar dari nada ucapanmu itu, seakan-akan
kau menunjukkan bahwa engkau pun berhasil mendapatkan suatu
hasil... Hmm! Lo Hee, aku sudah terlalu tahu watak serta perangaimu,
aku tahu engkau sedang menyembunyikan suatu perasaan, kalau ada
perkataan utarakan saja secara terus terang, mungkin aku bisa
memenuhi harapanmu itu..."
"Hmmm!" dengan bangga Hee Giong Lam mendengus, "Hoa
heng, apakah kau tidak merasakan suatu gejala yang kurang beres
dalam tubuhmu...? Coba rasakan."
Ucapannya sama sekali berubah dan seakan-akan Rasul Racun
ini merasa berbangga hati dengan hasil yang berhasil dicapai, hal ini
membuat Hoa Pek Tuo jadi melongo dan ragu.
Setelah termenung beberapa saat, akhirnya kakek tua yang licik
itu mendengus, sahutnya :
"Aku berada dalam keadaan baik sekali."
"Hmmmm! Ketika sepasang telapak kita saling membentur satu
sama lainnya tadi, aku telah mengeluarkan racun tak berwujud dari
Perguruan Selaksa Racun kami, dalam keadaan yang tidak berbentuk
1104
IMAM TANPA BAYANGAN II
dan tidak terasa engkau sudah keracunan hebat... dan mungkin pada
ini tubuhmu sudah penuh terkena racun keji itu."
Hoa Pek Tuo segera menengadah dan tertawa seram.
"Haaaah... haaaah... haaaah... kau anggap racun tanpa bayangan
mampu untuk melukai diriku?" ejeknya.
"Racun tanpa bayangan mampu membunuh orang tanpa wujud
dan tanpa terasa, aku sudah mendalami kepandaian tersebut selama
banyak tahun," kata Hee Giong Lam dengan suara dingin bagaikan es,
"aku merasa di antara semua ilmu racun yang kupahami, racun tak
berwujud inilah merupakan suatu hasil karya yang patut dibanggakan,
agar aku bisa membinasakan dirimu aku telah memilih dan berpikir
beberapa waktu lamanya, aku merasa hanya dengan cara itulah
engkau bisa kulukai secara parah hingga mengakibatkan kematian
dirimu..."
"Huuuh... bagus juga jalan pikiranmu itu!" jengek Hoa Pek Tuo
sambil tertawa sinis.
1105
Saduran TJAN ID
Jilid 44
"BAGAIMANA PUN juga aku tak bisa mandah menerima saja atas
semua pemberianmu tanpa memberi sedikit balas jasa," sambung Hee
Giong Lam lebih jauh, "engkau telah paksa diriku untuk menelan obat
gila, maka sudah sewajarnya kalau kuhadiahkan pula bubuk beracun
tak berwujud agar kau keracunan tanpa terasa, kalau kuperhitungkan
maka keadaan kita adalah seimbang, sama-sama tidak beruntung dan
sama-sama tidak merasa dirugikan."
Ia berhenti sebentar untuk tukar napas, kemudian tambahnya :
"Dalam keadaan begini, aku jadi ingin sekali untuk bertukar
syarat dengan dirimu."
"Huuh...! Tauke gede, harga yang engkau ajukan terlalu tinggi,
aku tak punya kegembiraan untuk melakukan penawaran," sela Hoa
Pek Tuo dengan wajah sinis.
Hee Giong Lam jadi tertegun mendengar ucapan itu, serunya :
"Apakah engkau sudah tak sayang lagi dengan selembar
jiwamu?"
"Aku sangat baik dan aku merasa dalam keadaan sehat wal'afiat,
racun tak berwujudmu tak mampu melukai diriku, kenapa aku harus
membicarakan pertukaran syarat dengan engkau? Lo Hee, aku lihat
kau benar-benar sudah edan."
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... " dari balik matanya yang licik dan
menyeramkan terpancar keluar sorot mata yang menggidikkan hati,
dengan nada ketus tambahnya :
1106
IMAM TANPA BAYANGAN II
"Racun tak berwujudmu sekarang benar-benar sudah lenyap tak
berwujud lagi, aku sama sekali tidak merasakan apa-apa saudara Hee!
Aku rasa untuk kali ini daya kemampuan racun hebatmu itu sudah
lenyap dan tak berguna lagi."
"Aaah...! Tidak mungkin, hal itu tidak mungkin bisa terjadi,"
sahut Hee Giong Lam sangat yakin, "ilmu racunku telah kudalami
selama banyak tahun, tak mungkin daya kemampuannya bisa hilang,
aku tak percaya kalau seranganku barusan telah menemui kegagalan
total."
"Tapi kenyataan membuktikan begitu," tukas Hoa Pek Tuo sinis,
"kali ini engkau benar-benar telah jatuh kecundang di tanganku."
Kenyataan yang terbentang di depan mata kali ini seketika
membuat sang Rasul Racun jadi tertegun dan berdiri melongo, ia
memperhatikan sekujur tubuh Hoa Pek Tuo dengan pandangan tajam,
sedikit pun tidak salah ia benar-benar tidak menemukan ada tandatanda
keracunan pada tubuh lawannya.
Sang hati terasa tercelos, hampir saja ia tak percaya kalau di
kolong langit ternyata ada orang yang mampu memecahkan
kehebatan racun tak berwujudnya, lama sekali ia berdiri menjublek
tanpa sanggup berbuat sesuatu apa pun, keadaannya bagaikan bola
yang kehabisan udara, semangatnya hilang sama sekali.
"Aku tidak percaya!" bisiknya dengan hati sangsi.
Hoa Pek Tuo tertawa dingin.
"Haaaah... haaaah... haaaah... sekali pun kau tidak percaya kali
ini harus mempercayainya juga sebab kenyataan memang demikian,"
katanya, "agar engkau merasa yakin dan percaya bahwa aku benarbenar
tidak keracunan terpaksa aku harus carikan akal untuk
menunjukkan suatu bukti yang menunjukkan bahwa aku benar tidak
keracunan."
"Coba kau gigit sendiri jari tanganmu, maka keracunan atau tidak
segera dapat kubuktikan," seru Hee Giong Lam dengan nada gemetar.
Hoa Pek Tuo tertawa terbahak-bahak.
1107
Saduran TJAN ID
"Haaaah... haaaah... haaaah... itu terlalu merepotkan, juga terlalu
sadis, asal kuperlihatkan suatu benda kepadamu maka engkau akan
segera mengetahui apa sebabnya aku tidak sampai keracunan."
Perlahan-lahan ia rentangkan tangan kirinya dan muncullah
sebuah mutiara sebesar telur ayam dari balik tangannya.
"Aaaah...! Mutiara penolak racun," bisik Hee Giong Lam dengan
nada gemetar.
Mutiara itu memancarkan sekilas cahaya yang bening dan bersih,
di antara bersihnya kilatan cahaya tersebut nampaklah seberkas
bayangan kabut yang amat tipis.
Hoa Pek Tuo segera masukkan kembali mutiara itu dalam
genggaman tangannya, lalu sambil tertawa seram berkata :
"Haaaah... haaaah... haaaah... racun keji tak berwujudmu telah
ketemu batunya."
Sekujur badan Hee Giong Lam gemetar keras, telinganya
mendengung dan dadanya jadi sesak seakan-akan terhantam oleh
martil yang amat berat, keringat dingin mengucur keluar membasahi
sekujur badannya, dengan penuh penderitaan ia menjerit keras,
rambutnya pada berdiri semua bagaikan landak, keadaannya hingga
lebih menakutkan dari setan iblis, siapa pun tak ada yang tahu
mengapa secara tiba-tiba ia jadi berubah begini rupa, berubah jadi
begitu menyeramkan.
Buih mulai memancar keluar dari mulutnya, mendadak sambil
menengadah ke udara teriaknya sambil tertawa terbahak-bahak :
"Haaaah... haaaah... haaaah... Aku puas sekali."
Melihat keadaan lawannya, Hoa Pek Tuo mengerutkan alisnya,
ia berbisik :
"Ooooh...! Kadar obat yang kuberikan telah mulai bekerja, Lo
Hee jangan salahkan kalau aku bertindak kejam terhadap dirimu."
Ia tahu di bawah tekanan batin yang amat hebat, Hee Giong Lam
tak mampu menguasai diri lagi sehingga kekuatan anti racun yang
terdapat di dalam tubuhnya kehilangan kontrol, oleh sebab itulah obat
1108
IMAM TANPA BAYANGAN II
gila yang ia berikan segera mulai bekerja dan menjalar ke seluruh
bagian tubuhnya.
Kesadaran Hee Giong Lam kian lama kian bertambah kalut dan
kacau, hasrat yang besar untuk mempertahankan diri sudah tak
mampu mengendalikan kesemuanya ini, ia mulai menarik dan
mencabuti rambut sendiri, teriakan-teriakan aneh berkumandang
memenuhi angkasa, bukan begitu saja Rasul Racun dari Perguruan
Selaksa Racun ini mulai melompat dan mencak-mencak di atas tanah.
Melihat kejadian itu, Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei
tak bisa menahan diri lagi, matanya berubah jadi merah berapi, darah
panas bergolak dalam dadanya, hampir saja ia berteriak keras.
"Ayoh kita turun tangan," bisiknya kemudian, "bajingan tua itu
terlalu jahat, harus diberi pelajaran yang setimpal!"
Tapi Wie Chin Siang dengan cepat menggeleng.
"Kau tak boleh bersuara di tempat ini banyak sekali jalan rahasia,
asal ia menemukan kehadiranmu di tempat ini maka bajingan tua itu
akan melarikan diri dan engkau selamanya tak akan berhasil
menemukan dirinya lagi."
"Apakah kita harus menyaksikan Hee Giong Lam dibikin gila
olehnya tanpa berusaha untuk menolong," seru Pek In Hoei dengan
napsu membunuh menyelimuti seluruh wajahnya.
Wie Chin Siang tertawa getir.
"Lalu apa yang bisa kau lakukan? Gilanya Hee Giong Lam
lantaran ia telah menelan obat gila, siapa pun tak boleh menolong
dirinya lagi, sekali pun sekarang kau lompat turun ke bawah juga tak
ada yang bisa kau lakukan, malahan mungkin sekali Hoa Pek Tuo
bakal kabur lebih dahulu dari tempat ini."
Pek In Hoei tertegun.
"Apakah di tempat ini tiada jalan terus lainnya?" ia bertanya.
"Jalan tembus sih banyak sekali, hanya aku tak tahu jalan yang
mana yang bisa tembus sampai ke tempat ini," jawab Wie Chin Siang
sembari menggeleng, "satu-satu-nya jalan yang bisa kita lakukan saat
1109
Saduran TJAN ID
ini hanyalah bersabar dan bersabar terus, bila kesempatan baik sudah
tiba maka kita turun tangan bersama untuk menolong dirinya."
"Kesempatan... kesempatan kita harus menunggu sampai kapan
kesempatan itu baru datang," seru si anak muda itu dengan gusar.
Tiba-tiba ia menemukan bahwa gua di atas tebing itu bisa
dituruni, cuma karena jaraknya dengan dasar tanah terlalu dalam
untuk beberapa saat lamanya ia tak berani menempuh bahaya tersebut,
terpaksa pemuda itu harus putar otak mencari akal.
Hee Giong Lam sudah gila dan kesadarannya telah hilang sama
sekali, ia berlarian dan melompat ke dalam gua sambil berteriak-teriak
keras, keadaannya begitu mengenaskan membuat siapa pun yang
menyaksikan keadaan tersebut jadi ikut bergidik hatinya.
Yang lebih mengerikan lagi adalah sambil berteriak ia menarik
dan mencabut rambut sendiri, wajahnya dicakar dan dipukuli sendiri
hingga penuh berdarah.
Menyaksikan kesemuanya itu, Hoa Pek Tuo segera
memerintahkan ke-empat orang pria anak buahnya untuk
mengundurkan diri ke samping, ia tahu bahwa waktunya sudah cukup,
sambil menotok jalan darah kesadaran Hee Giong Lam bentaknya
dengan suara keras :
"Hey sahabat, tenangkan hatimu."
Daya kerja obat gila itu ternyata ada batas waktu yang tertentu,
setelah kalap dan menggila beberapa waktu lamanya perlahan-lahan
kesadaran Rasul Racun dari Perguruan Selaksa Racun itu pulih
kembali seperti sedia kala, tetapi lewat beberapa waktu kemudian
sakit gilanya akan kambuh kembali.
Begitulah, setelah jalan darah kesadarannya tertotok maka Hee
Giong Lam pun sadar kembali dari gilanya, dengan suara gemetar ia
segera berseru :
"Aku kenapa?"
"Kau sudah edan!" jawab Hoa Pek Tuo sinis.
1110
IMAM TANPA BAYANGAN II
Di kala kesadarannya telah pulih kembali tadi rupanya Hee Giong
Lam sudah melihat akan keadaan dirinya yang mengenaskan itu, hawa
amarah kontan berkecamuk dalam benaknya, dengan suara keras
teriaknya :
"Aku akan beradu jiwa dengan dirimu?"
Kesempatan ini boleh dibilang merupakan suatu peluang yang
sukar ditemukan, tiba-tiba ia putar badan dan menerjang ke arah Hoa
Pek Tuo dengan suatu gerakan yang nekad.
Kakek berhati keji itu terkejut, ia tak menyangka musuh akan
bertindak nekad seperti itu, karena ketakutan buru-buru ia meloncat
mundur sejauh tujuh delapan langkah dari tempat semula.
"Apa yang hendak kau lakukan," bentaknya marah.
Ditulis Oleh : ali afif ~ Ali Afif Hora Keren
Tulisan Cerita Mesum Artis Selebritis : ItB 18 ini diposting oleh ali afif pada hari Senin, 03 April 2017. Terimakasih atas kunjungan Anda serta kesediaan Anda membaca Tulisan ini di Blog Ali Afif, Bukan Blogger terbaik Indonesia ataupun Legenda Blogger Tegal, Blogger keren ya Bukan. Kritik dan saran dapat anda sampaikan melalui kotak komentar.